PENYELESAIAN MASALAH INTEGER PROGRAMMING DENGAN METODE RELAKSASI LAGRANGE YUSEP MAULANA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENYELESAIAN MASALAH INTEGER PROGRAMMING DENGAN METODE RELAKSASI LAGRANGE YUSEP MAULANA"

Transkripsi

1 PENYELESAIAN MASALAH INTEGER PROGRAMMING DENGAN METODE RELAKSASI LAGRANGE YUSEP MAULANA DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009

2 ABSTRACT YUSEP MAULANA. The Lagrangian Relaxation Method for Solving Integer Programming Problem. Supervised by FARIDA HANUM and PRAPTO TRI SUPRIYO. Integer programming problem (IP) can be finalized with Lagrangian relaxation method. The idea of Lagrangian relaxation problem came from penalty method which is applied to look for solution of approximation from constrained programming problem. The formulation of Lagrangian relaxation related with Lagrangian multiplier. The Lagrangian multiplier from Lagrangian relaxation problem can be obtained by applying subgradient method or branch and bound method. In this paper, the value of Lagrangian multiplier from Lagrangian relaxation problem applies subgradient method. This paper also compares the solution between solving IP with Lagrangian relaxation and solving IP with linear programming relaxation. This paper utilized LINDO 6.1 software for obtaining the solution of linear programming relaxation problem and Lagrangian relaxation problem.

3 ABSTRAK YUSEP MAULANA. Penyelesaian Masalah Integer Programming dengan Metode Relaksasi Lagrange. Dibimbing oleh FARIDA HANUM dan PRAPTO TRI SUPRIYO. Masalah integer programming (IP) dapat diselesaikan dengan menggunakan metode relaksasi Lagrange. Ide dari permasalahan relaksasi Lagrange berawal dari metode penalti yang merupakan suatu metode yang digunakan untuk mencari solusi hampiran dari masalah pemrograman berkendala. Dalam formulasi masalah relaksasi Lagrange terkait dengan pengali Lagrange. Nilai pengali Lagrange pada masalah relaksasi Lagrange dapat ditentukan dengan menggunakan metode subgradien atau metode branch and bound. Pada karya ilmiah ini, nilai pengali Lagrange diperoleh dengan menggunakan metode subgradien. Pada karya ilmiah ini juga dilakukan pembandingan antara penyelesaian IP dengan relaksasi Lagrange dan penyelesaian IP dengan pemrograman linear relaksasi. Dalam karya ilmiah ini digunakan software LINDO 6.1 untuk memperoleh solusi dari masalah pemrograman linear relaksasi dan masalah relaksasi Lagrange.

4 PENYELESAIAN MASALAH INTEGER PROGRAMMING DENGAN METODE RELAKSASI LAGRANGE YUSEP MAULANA Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Matematika DEPERTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009

5 Judul Skripsi : Penyelesaian Masalah Integer Programming dengan Metode Relaksasi Lagrange Nama : Yusep Maulana NIM : G Disetujui Pembimbing I Pembimbing II Dra. Farida Hanum, M.Si. Drs. Prapto Tri Supriyo, M.Kom. NIP NIP Diketahui Dr. Drh. Hasim, DEA NIP Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Tanggal Lulus:

6 KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul dari karya ilmiah ini adalah Penyelesaian Masalah Integer Programming dengan Metode Relaksasi Lagrange. Terima kasih penulis ucapkan kepada: 1. ibu Dra. Farida Hanum, M.Si. selaku dosen pembimbing I atas segala kesabaran dalam membimbing, ilmu dan nasihat selama bimbingan menjadi semangat bagi penulis; 2. bapak Drs. Prapto Tri Supriyo, M.Kom. selaku dosen pembimbing II atas segala kesabaran dalam membimbing, ilmu dan nasihat selama bimbingan menjadi semangat bagi penulis; 3. bapak Donny Citra Lesmana, S.Si, M.Fin.Math. selaku dosen penguji atas segala waktu luangnya, ilmu, saran dan nasihatnya; 4. semua dosen Departemen Matematika yang telah memberi ilmu pengetahuan bagi penulis; 5. keluagaku tersayang: ibu dan bapak kandungku (Uat Rasmanawati dan Mulyana) yang telah memberi kasih sayang, doa, pendidikan, dan kerja kerasnya untuk menyekolahkan putramu ini. Tak lupa adikku Yudi Lesmana terima kasih atas doa dan nasihatnya; 6. nenekku Ratmini dan saudara-saudaraku Nia Damayanti, Yati Nurhayati, Adang Sugandi, Diding Supriatna, Endang, Herman, Yuli Yanti, Karin M, M Idzhar, Ridwan A, Cica K, Oce, Toto, Hindun, Jenab atas semua doa, perhatiannya, dan nasihat yang telah diberikan; 7. staf tata usaha Departemen Matematika, ibu Ade, bapak Yono, bapak Bono, bapak Heri, dan bapak Deni terima kasih atas bantuannya dalam memperlancar administrasi akademik bagi penulis di departemen Matematika; 8. ibu Susi terima kasih atas doa, dukungan, dan nasihatnya; 9. teman-teman satu bimbingan: Dwi Putri E, Bima Saputra, Rian Wahyu Utami, Makinun Amin, dan Nurwahyuni, terima kasih atas doa, bantuan, dukungan semangat, dan nasihatnya; 10. Deden Ridwan atas doa, bantuan, dukungan semangat, dan nasihatnya; 11. Iwan Hermawan atas doa, bantuan, dan nasihatnya; 12. Muhammad Ilyas dan Verawati atas doa, bantuan, dan kesabarannya yang telah memberikan waktu luang kepada penulis untuk belajar bersama. 13. Eko Budi atas doa, nasihat, dan kesabarannya dalam mengatur mahasiswa Matematika angkatan 42; 14. teman-teman mahasiswa matematika angkatan 42: Dian Lestari, Dwi Lara Nolavia, Hesti Lestari, Haryo G, Novita H, Titi N, Putranto H, Febrianti R, Ridwan Idham, Ritawati, Octavina, Gita A, Nyoman R, Megawati, Mirani, Suwarno, Hapsari, Ratna Galuh, Rafidha, Nur Dwi Privita, Hikmah R, Luri W, Ricken R, M Fachri, Ardy Kresna, Agnes, Dendy S, Handanu, Dendy, R Fitri, Arif I, M Sapto, Dewi, Rohmatul F, dan lainnya atas segala doa dan nasihatnya; 15. kakak kelas dan adik kelas mahasiswa Matematika atas doa dan dukungannya; 16. teman-teman kos Pondok Sahabat : Janji, Apid, Nasrul, Dolly, Rajib, Fahmi, Alfa, Iwan, Ade, Eldy, Joger, Daud, Ardy, Bambang, Trisna dan lainnya atas doa dan kesetiakawanannya selama tinggal di kosan Pondok Sahabat. Penulis menyadari tulisan ini masih terdapat kekurangan dan jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu dibutuhkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, September 2009 Yusep Maulana

7 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Purwakarta pada tanggal 23 Maret 1987 dari bapak Mulyana dan ibu Uat Rasmanawati. Penulis merupakan putra pertama dari dua bersaudara. Tahun 2005 penulis lulus dari SMA Negeri 2 Purwakarta dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Penulis memilih Program Studi Matematika, Departemen Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Selama mengikuti perkuliahan, penulis sering mengikuti beberapa kegiatan kepanitiaan yang diselenggarakan oleh Gugus Mahasiswa Matematika (GUMATIKA) IPB pada rentang waktu

8 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... viii viii I II III IV PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan... 1 LANDASAN TEORI 2.1 Pemrograman Linear Fungsi Konveks dan Fungsi Konkaf Dualitas Pemrograman Linear Integer Programming Pemrograman Linear Relaksasi Metode Penalti Metode Gradien Subgradien dan Subdiferensial... 9 RELAKSASI LAGRANGE 3.1 Metode subgradien Perbandingan Masalah Relaksasi Lagrange dengan Pemrograman Linear Relaksasi Berdasarkan Nilai Batasnya Perbaikan Relaksasi SIMPULAN DAN SARAN 4.1 Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 20

9 DAFTAR TABEL Halaman 1 Hubungan antara variabel keputusan dan kendala pada masalah primal dan masalah dual Solusi Lagrange yang mungkin dan nilai variabel dualnya Fungsi linear dari Metode subgradien dengan nilai untuk semua Metode subgradien dengan nilai Metode subgradien dengan nilai Aplikasi metode subgradien untuk perbaikan relaksasi DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Ilustrasi himpunan konveks dan bukan himpunan konveks Ilustrasi fungsi konveks Ilustrasi fungsi konkaf Ilustrasi fungsi konkaf pada Teorema Fungsi linear sesepenggal Fungsi konkaf linear sesepenggal Fungsi konveks linear sesepenggal Daerah fisibel untuk PL-relaksasi dari IP (2.8) Ilustrasi subgradien pada fungsi konkaf Fungsi linear sesepenggal pada Contoh Fungsi konveks linear sesepenggal Ilustrasi hasil iterasi pada metodesubgradien dengan, Ilustrasi hasil iterasi pada metode subgradien dengan setengah dari nilai sebelumnya Ilustrasi hasil iterasi pada metode subgradien dengan sepertiga dari nilai sebelumnya DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Syntax Program LINDO 6.1 untuk Menyelesaikan PL-Relaksasi Masalah IP (2.8) Beserta Hasil yang Diperoleh Syntax Program Lindo 6.1 untuk Menyelesaikan Masalah Relaksasi Lagrange pada Tabel 2 Beserta Hasil yang Diperoleh Penjelasan Fungsi Objektif Masalah Relaksasi Lagrange dari Masalah IP (3.1) Rincian Nilai-Nilai dengan Variasi Nilai Syntax Program Lindo 6.1 untuk Menyelesaikan Masalah Relaksasi Lagrange dari Masalah IP (3.1) pada Tabel 5 & Kekonvergenan Barisan dan Deret dari Nilai-Nilai dan Syntax Program LINDO 6.1 untuk Menyelesaikan Masalah PL-Relaksasi dan Masalah Dual Beserta Hasil yang Diperoleh Penyelesaian Masalah Relaksasi Lagrange (3.6) dengan Menggunakan Persamaan (3.3) dan Penyelesaian Masalah Relaksasi Lagrange (3.6) dengan Menggunakan Persamaan (3.3) dan Syntax Program LINDO 6.1 untuk Menyelesaikan Masalah Relaksasi Lagrange (3.6) Beserta Hasil yang Diperoleh viii

10 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu observasi yang berguna dalam bidang komputasi di tahun 1970 adalah observasi terhadap permasalahan relaksasi Lagrange. Josep Louis Lagrange merupakan tokoh ahli ilmu sains dan astronomi dari Italia yang menemukan masalah relaksasi Lagrange. Josep Louis Lagrange lahir pada tahun 1736 di kota Turin, Italia. Kontribusi yang telah diberikan oleh Josep Louis Lagrange pada bidang ilmu matematik, di antaranya analisis teori bilangan dan mekanika celestial. Relaksasi Lagrange merupakan suatu metode yang banyak digunakan dalam aplikasi pemrograman matematik. Fisher (2004) mengemukakan, bahwa pada tahun 1955 metode Lagrange digunakan pada permasalahan optimisasi diskret yaitu capital budgeting oleh Lorie Savage. Pendekatan relaksasi Lagrange oleh Held dan Karp di tahun 1970 berlandaskan pada masalah minimum spanning tree untuk menyelesaikan kasus traveling salesman problem. Selain itu, Fisher dan Shapiro di tahun 1973 menyelesaikan permasalahan penjadwalan dan masalah integer programming (IP) dengan metode relaksasi Lagrange. Sejak itu, daftar pengaplikasian relaksasi Lagrange terus berkembang, di antaranya masalah penentuan lokasi, penugasan, pemartisian, knapsack, pendistribusian produk dalam skala besar, rute kendaraan dan perancangan sistem perakitan (lihat Fisher 2004). Pada karya ilmiah ini akan dibahas penyelesaian integer programming dengan metode relaksasi Lagrange, dengan rujukan utama adalah Fisher ML (1985). Ada beberapa metode yang telah dikembangkan untuk mencari solusi pengali Lagrange dari permasalahan relaksasi Lagrange pada model integer programming, di antaranya metode subgradien dan metode branch and bound (Fisher 1985). Pada pembahasan ini, solusi pengali Lagrange dari permasalahan relaksasi Lagrange ditentukan dengan menggunakan pendekatan metode subgradien. 1.2 Tujuan Tujuan dari karya ilmiah ini meliputi: 1. memformulasikan relaksasi Lagrange dari suatu integer programming (IP); 2. menyelesaikan masalah relaksasi Lagrange dengan metode subgradien; 3. membandingkan penyelesaian IP dengan relaksasi Lagrange dan penyelesaian IP dengan pemrograman linear relaksasi. II LANDASAN TEORI Untuk memahami masalah relaksasi Lagrange dalam karya ilmiah ini diperlukan beberapa pengertian / konsep berikut ini. 2.1 Pemrograman Linear Salah satu konsep dasar yang harus dipahami terkait konsep pemrograman linear di antaranya adalah fungsi linear dan pertidaksamaan linear. Definisi 1 (Fungsi Linear) Misalkan menyatakan suatu fungsi dalam variabel-variabel. Fungsi dikatakan linear jika dan hanya jika untuk suatu himpunan konstanta,. (Winston 2004) Sebagai contoh, merupakan fungsi linear, sedangkan bukan fungsi linear. Jika fungsi linear dan! sembarang bilangan, maka! merupakan persamaan linear. Definisi 2 (Pertidaksamaan Linear) Untuk sembarang fungsi linear dan sembarang bilangan!, pertidaksamaan "! dan #! adalah pertidaksamaan linear. (Winston 2004) Pemrograman linear (PL) atau linear programming adalah suatu masalah optimisasi yang memenuhi ketentuan-ketentuan sebagai berikut. a) Tujuan masalah tersebut adalah memaksimumkan atau meminimumkan suatu fungsi linear dari sejumlah variabel keputusan. Fungsi yang akan dimaksimumkan atau diminimumkan ini disebut fungsi objektif. b) Nilai variabel-variabel keputusannya harus memenuhi suatu himpunan kendala. Setiap

11 2 kendala harus berupa persamaan linear atau pertidaksamaan linear. c) Ada pembatasan tanda untuk setiap variabel dalam masalah ini. Untuk sembarang variabel $ pembatasan tanda menentukan $ harus taknegatif % # & atau tidak dibatasi tandanya (unrestricted in sign). (Winston 2004) Solusi PL mempunyai bentuk standar seperti yang didefinisikan sebagai berikut. Definisi 3 (Bentuk Standar PL) Pemrograman linear min ' ( ) * terhadap +*, (2.1) * # - dikatakan PL dalam bentuk standar, dengan * dan ( vektor-vektor berukuran, vektor, berukuran. dan + matriks berukuran./ yang disebut sebagai matriks kendala, dengan. ". (Nash & Sofer 1996) Sebagai catatan, yang dimaksud dengan vektor berukuran adalah vektor yang memiliki dimensi (ukuran) /. Solusi Pemrograman Linear Suatu masalah PL dapat diselesaikan dalam berbagai teknik, salah satunya adalah metode simpleks. Metode ini dapat menghasilkan satu solusi optimum bagi masalah PL dan telah dikembangkan oleh Dantzig sejak tahun 1947, dan dalam pengembangannya merupakan metode yang paling umum digunakan untuk menyelesaikan PL. Metode ini berupa metode iteratif untuk menyelesaikan PL berbentuk standar. Pada masalah PL (2.1), vektor * yang memenuhi kendala +*, disebut solusi PL (2.1). Misalkan matriks + dapat dinyatakan sebagai +0 1, dengan 0 adalah matriks taksingular berukuran./. yang elemennya berupa koefisien variabel basis dan 1 merupakan matriks berukuran./2. yang elemen-elemennya berupa koefisien variabel nonbasis pada matriks kendala. Dalam hal ini matriks 0 disebut matriks basis PL (2.1). Misalkan * dapat dinyatakan sebagai vektor * 3 * 0 * 1 4, dengan * 0 adalah vektor basis dan * 1 adalah vektor variabel nonbasis, maka +*, dapat dinyatakan sebagai +* * 0 1* 1,. (2.2) Karena matriks 0 adalah matriks taksingular, maka0 memiliki invers, sehingga dari (2.2) * 0 dapat dinyatakan sebagai * , * 1. (2.3) Definisi 4 (Solusi Basis) Solusi dari suatu PL disebut solusi basis jika memenuhi syarat berikut: i. solusi tersebut memenuhi kendala pada PL; ii. kolom-kolom dari matriks kendala yang berpadanan dengan komponen taknol dari solusi tersebut adalah bebas linear. (Nash & Sofer 1996) Menurut Garfinkel & Nemhauser (1972), solusi dari suatu PL disebut solusi basis jika memenuhi * ,, * 1 -. Definisi 5 (Solusi Basis Fisibel) Vektor * disebut solusi basis fisibel jika * merupakan solusi basis dan * # -. (Nash & Sofer 1996) Ilustrasi solusi basis dan solusi basis fisibel diberikan pada Contoh 1. Contoh 1 Misalkan diberikan PL (2.4) berikut: min terhadap 2 : 2 (2.4) ; < : < # &, maka dari PL (2.4) diperoleh 2 & & : + = 2 & & > dan,= >. & & & < Misalkan dipilih * 0 : <? dan * 1?, maka matriks basisnya adalah & & 0= & & >@ & & Nilai vektor variabel nonbasis ditentukan dengan vektor nol sehingga * 1 & & A. Dengan menggunakan matriks basis di atas, maka diperoleh * 0 0 B8,: < A (2.5)

12 3 Solusi (2.5) merupakan solusi basis, karena memenuhi kendala pada PL (2.4) dan kolomkolom pada matriks kendala yang berpadanan dengan komponen taknol dari (2.5) yaitu 0, bebas linear (kolom yang satu bukan merupakan kelipatan dari kolom yang lain). Solusi (2.5) juga merupakan solusi basis fisibel, karena nilai-nilai variabelnya lebih dari atau sama dengan nol. PL (2.1) dapat dinyatakan dalam bentuk * 0 dan * 1 sebagai berikut: min ' ( 0 ) * 0 ( 1 ) * 1 terhadap 0* 0 1* 1, (2.6) * #-, dengan ( 0 vektor koefisien variabel basis pada fungsi objektif dan ( 1 vektor koefisien variabel nonbasis pada fungsi objektif. Jika persamaan (2.3) disubstitusikan pada fungsi objektif PL (2.6), maka diperoleh 9 ( 0 ) 0 B8,20 B8 1* 1 ( 1 ) * 1 ( 0 ) 0 B8,C( 1 ) 2( 0 ) 0 B8 1D* 1. Hal yang juga penting dalam konsep pemrograman linear adalah daerah fisibel dan solusi optimum yang didefinisikan sebagai berikut. Definisi 6 (Daerah Fisibel) Daerah fisibel suatu PL adalah himpunan semua titik yang memenuhi semua kendala dan pembatasan tanda pada PL tersebut. (Winston 2004) Definisi 7 (Solusi Optimum) Pada masalah maksimisasi, solusi optimum suatu PL adalah suatu titik dalam daerah fisibel dengan nilai fungsi objektif terbesar. Pada masalah minimisasi, solusi optimum suatu PL adalah suatu titik dalam daerah fisibel dengan nilai fungsi objektif terkecil. (Winston 2004) 2.2 Fungsi Konveks dan Fungsi Konkaf Sebelum membahas fungsi konveks dan fungsi konkaf, terlebih dahulu akan dibahas himpunan konveks yang didefinisikan sebagai berikut. Definisi 8 (Himpunan Konveks) Misalkan S menyatakan himpunan titik. Himpunan S adalah himpunan konveks jika segmen garis yang menghubungkan sembarang titik-titik dalam S seluruhnya termuat dalam S, atau dengan perkataan lain himpunan E F G dikatakan himpunan konveks jika untuk setiap * 8 * H I E berlaku * 8 2* H I E, dengan I J&K@ (Winston 2004) Ilustrasi himpunan konveks dan bukan himpunan konveks diberikan pada gambar di bawah ini. Gambar 1 Ilustrasi himpunan konveks dan bukan himpunan konveks. Pada Gambar 1, lingkaran (i) dan persegi panjang (ii) merupakan himpunan konveks, sedangkan bidang (iii) dan cincin (iv) bukan himpunan konveks. Konsep fungsi konveks dan fungsi konkaf yang digunakan pada karya ilmiah ini meliputi definisi-definisi berikut ini. Definisi 9 (Fungsi Konveks) Misalkan LE M G, dengan E himpunan konveks yang takkosong di G. Fungsi dikatakan konveks di E jika * 8 2* H " * 8 2* H untuk setiap * 8 * H I E dan untuk setiap I J&K@ (Peressini et al. 1988) Ilustrasi: (i) (iii) 2 (ii) (iv) Gambar 2 Ilustrasi fungsi konveks. Definisi 10 (Fungsi Konkaf ) Misalkan LE M G, dengan E himpunan konveks yang takkosong di G. Fungsi dikatakan konkaf di E jika

13 4 * 8 2* H # * 8 2* H untuk setiap * 8 * H I E dan untuk setiap I J&K@ (Peressini et al. 1988) Ilustrasi: 2 Gambar 3 Ilustrasi fungsi konkaf. Berikut ini disampaikan cara memeriksa kekonkafan dan kekonveksan suatu fungsi dengan menggunakan fungsi turunan keduanya. Teorema 1 Jika terdiferensialkan dua kali pada N, maka fungsi konkaf pada N jika dan hanya jika OO "& untuk setiap I N. Jika OO P & untuk setiap I N, maka dikatakan fungsi konkaf sempurna (strictly concave). (Peressini et al. 1988) Sebagai catatan, teorema ini juga berlaku untuk fungsi konveks dengan mengganti tanda pertaksamaan " pada fungsi turunan keduanya dengan #, sedangkan untuk konveks sempurna dengan mengganti tanda pertaksamaan P dengan Q. Ilustrasi dari Teorema 1 diberikan pada Contoh 2 & 3 berikut ini. Contoh 2 Misalkan diberikan fungsi 2, maka OO 2 P & untuk setiap bilangan real. Jadi, fungsi ini konkaf sempurna (strictly concave). Contoh 3 Misalkan diberikan fungsi, maka OO # & untuk setiap bilangan real. Jadi, merupakan fungsi konveks. Berikut ini disampaikan cara memeriksa kekonkafan dan kekonveksan suatu fungsi banyak variabel dengan menggunakan matriks Hesse. Teorema 2 digunakan untuk memeriksa kedefinitan matriks Hesse, sedangkan Teorema 3 untuk memeriksa kekonkafan atau kekonveksan suatu fungsi. Sebelum membahas Teorema 2 & 3, terlebih dahulu akan disampaikan mengenai matriks simetrik dan minor utama yang didefinisikan sebagai berikut. Definisi 11 (Matriks Simetrik) Suatu matriks + berorde / disebut simetrik jika + A +. (Leon 1998) Keterangan: + A menyatakan transpos dari matriks +. Definisi 12 (Minor Utama) Misalkan + matriks simetrik berukuran /. Minor utama (principal minor) ke-k dari +, dilambangkan dengan R, adalah determinan dari anak matriks + yang diperoleh dengan menghilangkan 2 baris dan 2 kolom terakhir dari matriks +. (Peressini et al. 1988) Teorema 2 Misalkan + matriks simetrik berukuran / dan misalkan R adalah minor utama ke- dari matriks + untuk " ", maka 1. + definit positif jika dan hanya jika R Q & 2. + definit negatif jika dan hanya jika 2 R Q 3. jika R Q &, R Q &..., R B Q&, R & maka + semidefinit positif. 4. jika 2 R Q & untuk 2, dan R & maka +semidefinit negatif. (Peressini et al. 1988) Berikut ini diberikan contoh memeriksa kedefinitan matriks Hesse dari fungsi. Misalkan adalah fungsi dari variabel (dituliskan dengan * ) dan mempunyai turunan parsial pertama dan kedua yang kontinu, maka gradien fungsi adalah W* V W [ UW*Z S* U W Z U Z U X Z W* T W Y dan matriks Hesse dari fungsi adalah

14 o 5 V \ ] * U T ^_]* ^`a_ ^_]* ^`_^`a X ^_]* ^`b^`a ^_]* ^`a^`_ ^_]* ^` X ^_]* ^`b^`_ ^_]* ^`a^`b ^_]* c ^`_^`b X ^_]* Z ^`b_ Y Contoh 4 Misalkan diberikan fungsi yang didefinisikan sebagai berikut: * 2, dengan * I G. Gradien dan matriks Hesse fungsi adalah S* d 2 2 e dan 2 2 \ ] Dengan menggunakan minor utama dari \ ] yaitu R 2 P& 2 2 R f 2 2 f &, maka 2 R Q & dan R &. Menurut Teorema 2, maka \ ] semidefinit negatif. Teorema 3 Misalkan * mempunyai turunan parsial kedua yang kontinu pada suatu himpunan konveks buka g di Jika 1. matriks Hesse \ ] * dari adalah semidefinit negatif pada g, maka * adalah fungsi konkaf pada g, 2. matriks Hesse \ ] * dari adalah definit negatif pada g, maka * adalah fungsi konkaf sempurna pada g@ (Peressini et al. 1988) Catatan: 1. Definisi Himpunan Buka Himpunan h F G dikatakan terbuka di G jika * I h, terdapat bilangan i Q & sehingga j I G yang memenuhi k*2jk Pi adalah juga anggota h. (Bartle 1976) Sebagai catatan: Di G, k k didefinisikan sebagai l. 2. Teorema ini juga berlaku untuk fungsi konveks dengan mengganti negatif pada kedefinitan matriks \ ] dengan positif. Contoh 5 Misalkan diberikan fungsi yang didefinisikan sebagai berikut * 2, dengan * I G. Dari Contoh 4 diketahui bahwa matriks \ ] semidefinit negatif, dan menurut Teorema 3 maka merupakan fungsi konkaf. Berikut ini diberikan hubungan kekonkafan fungsi dan turunannya untuk fungsi satu variabel. Teorema 4 (Hubungan Kekonkafan dan Turunan) Jika fungsi terdiferensialkan pada selang N, maka merupakan fungsi konkaf pada N jika dan hanya jika garis singgung grafik fungsi selalu terletak di bawah atau pada grafik fungsi, dengan perkataan lain " O (Peressini et al. 1988) Ilustrasi: q p O 2 2 p Gambar 4 Ilustrasi fungsi konkaf pada Teorema 4. Berikut ini diberikan hubungan antara fungsi linear sesepenggal dengan fungsi konkaf / konveks. Definisi 13 (Fungsi Linear Sesepenggal) Fungsi linear sesepenggal (piecewise linear) merupakan fungsi yang terdiri atas sepenggal-sepenggal fungsi linear. (Wikipedia 2009) Contoh 6 (Fungsi Linear Sesepenggal) Misalkan diberikan fungsi dengan : n P m n " " 2: n r 2 Fungsi merupakan fungsi linear sesepenggal. Grafik fungsi diberikan pada gambar berikut ini.

15 o : : 5 2 < & Gambar 5 Fungsi linear sesepenggal. Teorema 5 Misalkan LG M G, dengan * stu vw x yz v *2{ v, maka adalah fungsi konkaf. Bukti: Misalkan * 8 * H I G, * } * 8 2 * H, dan C* ~ D z v~ * ~ 2{ v~ untuk, maka * } z v * } 2{ v z v * 8 2* H 2{ v Cz v * 8 2{ v D2Cz v * H 2{ v D@ Karena * stu %w x yz v *2{ v, maka z v * 8 2{ v #z v * 8 2{ v dan z v * H 2{ v #z v * H 2{ v, sehingga * } Cz v * 8 2{ v D 2z v * H 2{ v # Cz v * 8 2{ v D2z v * H 2{ v * 8 2* H. Ini berarti * 8 2* H # * 8 2* H. Jadi, * stu %w x yz v *2{ v adalah fungsi konkaf. (Nemhauser & Wolsey 1999) Contoh 7 (Fungsi Konkaf Linear Sesepenggal) Misalkan diberikan fungsi dengan min 2 ; &. Menurut Teorema 5, merupakan fungsi konkaf. Fungsi juga merupakan fungsi linear sesepenggal. Jadi merupakan fungsi konkaf linear sesepenggal dengan n P n " " o 2 ; & n Grafik fungsi diberikan pada Gambar 6 yang ditandai dengan garis tebal. Gambar 6 Fungsi konkaf linear sesepenggal. Teorema 6 Misalkan LG M G, dengan * sƒ6 %w x yz v *2{ v, maka adalah fungsi konveks. (Nemhauser & Wolsey 1999) Pembuktian Teorema 6 serupa dengan Teorema 5 dengan mengganti tanda pertaksamaan. Contoh 8 (Fungsi Konveks Linear Sesepenggal) Misalkan diberikan fungsi dengan maxy&& :: &2 untuk suatu #&. Menurut Teorema 6, merupakan fungsi konveks. Fungsi juga merupakan fungsi linear sesepenggal. Jadi, merupakan fungsi konveks linear sesepenggal dengan &2 n& " P m& n " " < & n Q <@ Grafik fungsi diberikan pada Gambar 7 yang ditandai dengan garis tebal & & :: & Gambar 7 Fungsi konveks linear sesepenggal.

16 7 2.3 Dualitas Pemrograman Linear Menurut Nemhauser & Wolsey (1999), dualitas pemrograman linear berkaitan dengan sepasang masalah PL. Salah satu dari sepasang masalah PL ini disebut masalah primal dan lainnya masalah dual. Masalah dual dan primal berkaitan erat sedemikian sehingga solusi optimum dari salah satu masalah akan secara otomatis menghasilkan solusi optimum bagi masalah lainnya. Masalah dual adalah sebuah masalah PL yang diturunkan dari masalah PL primal dengan mengikuti kaidah-kaidah berikut: 1. untuk setiap kendala pada masalah primal terdapat suatu variabel masalah dual; 2. untuk setiap variabel masalah primal terdapat suatu kendala masalah dual; 3. koefisien dari sebuah variabel pada kendala masalah primal membentuk koefisien yang terdapat pada ruas kiri kendala masalah dual yang bersesuaian dan koefisien fungsi objektif dari variabel terkait menjadi ruas kanan kendala masalah dual. (Taha 1996) Secara ringkas, hubungan antara variabel keputusan dan kendala pada masalah primal dan masalah dual diberikan dalam tabel berikut. Tabel 1 Hubungan antara variabel keputusan dan kendala pada masalah primal dan masalah dual Kendala Variabel PRIMAL Minimisasi #! % "! %! % DUAL Maksimisasi #& "& tandanya tidak dibatasi #& " % "& # $ tandanya tidak $ dibatasi Keterangan:! $ dan $ menyatakan suatu bilangan Variabel Kendala Misalkan suatu masalah PL primal dinyatakan sebagai berikut: min 9 ( ) * terhadap +* #, (P) * #-, maka dual dari masalah (P) adalah max, ) terhadap + ) " ( # -, (D) dengan ( dan * vektor-vektor berukuran, dan vektor-vektor berukuran., dan + matriks berukuran./. Contoh dualitas pemrograman linear diberikan sebagai berikut. Contoh 9 (Dualitas Pemrograman Linear) Misalkan diberikan masalah primal sebagai berikut: min 9 < terhadap 2 # 2 " (2.7) : 2 ˆ # &, takterbatas, dan "&, maka dual dari masalah (2.7) adalah max p p ˆp terhadap p p p " < 2p p :p p 2p 2p # p # &, p " &, p takterbatas. 2.4 Integer Programming Integer programming (IP) atau pemrograman integer adalah suatu pemrograman linear dengan variabel yang digunakan berupa bilangan bulat (integer). Model integer programming biasanya dipilih untuk permasalahan yang variabel-variabelnya tidak dimungkinkan bertipe bilangan tidak bulat, misalnya variabel yang menyatakan banyaknya orang. Solusi integer programming dapat diselesaikan dengan banyak cara, di antaranya dengan menggunakan grafik, metode eliminasi dan substitusi. Salah satu cara yang cukup efektif untuk menyelesaikan integer programming adalah dengan mengaplikasikan algoritme branch and bound. Jika semua variabel harus berupa integer, maka masalah tersebut dinamakan pure integer programming, dan jika hanya sebagian yang harus berupa integer disebut mixed integer programming. Jika IP dengan semua variabelnya harus bernilai 0 atau 1, maka disebut 0-1 IP. (Garfinkel & Nemhauser 1972) 2.5 Pemrograman Linear Relaksasi Konsep pemrograman linear relaksasi atau PL-relaksasi diberikan dalam definisi berikut ini.

17 o 8 Definisi 14 (Pemrograman Linear Relaksasi) Pemrograman linear relaksasi atau sering disebut PL-relaksasi merupakan suatu pemrograman linear yang diperoleh dari suatu IP dengan menghilangkan kendala integer pada setiap variabelnya. Pada masalah maksimisasi, nilai optimum fungsi objektif PL-relaksasi lebih besar atau sama dengan nilai objektif IP, sedangkan untuk masalah minimisasi, nilai optimum fungsi objektif PL-relaksasi lebih kecil atau sama dengan nilai optimum fungsi objektif IP. (Winston 1995) Contoh 10 (Pemrograman PL-Relaksasi) Misalkan diberikan pemrograman integer sebagai berikut: max 9 : terhadap " < & " < (2.8) # & integer. Jika kendala integer dihilangkan, maka PLrelaksasi dari masalah IP (2.8) yaitu max 9 : terhadap " < & " < # &. Solusi optimum dan yang diperoleh dengan menggunakan software LINDO 6.1 (lihat Lampiran 1). Jadi batas atas nilai objektif IP (2.8) adalah Daerah yang diarsir pada Gambar 8 merupakan daerah fisibel PL-relaksasi masalah IP (2.8). Gambar 8 Daerah fisibel untuk PL-relaksasi dari IP (2.8). Keterangan: = solusi optimum PL-relaksasi IP (2.8) = titik-titik fisibel bagi IP (2.8) 2.6 Metode Penalti Metode penalti merupakan suatu metode untuk menemukan solusi hampiran dari masalah pemrograman berkendala. Misalkan diberikan masalah minimisasi berkendala pertaksamaan tutsšs ƒu*œž ƒ ƒ qm % * " & u ƒu$. ƒu* Solusi masalah q dapat dihampiri dari solusi masalah takberkendala q O yaitu meminimumkan * untuk * I, dengan * diperoleh dari * dan kendala yang ada dengan cara sebagai berikut: 1. * mengandung suku penalti yang akan menaikkan nilai bila melanggar kendala $ * " &. 2. minimizer dari * (yaitu* ) di dekat daerah kefisibelan dan * mendekati minimizer dari masalah q. (Peressini et al. 1988) Fungsi objektif dari q O untuk menghampiri masalah q adalah x * * % * dengan % * dinamakan fungsi penalti nilai mutlak dan disebut parameter penalti, atau %w q * * J % *K dengan J % *K dinamakan fungsi penalti Courant-Beltrami asalkan dan mempunyai turunan parsial pertama yang kontinu. 2.7 Metode Gradien Metode gradien merupakan suatu metode untuk menemukan solusi hampiran dari masalah pemrograman takberkendala. Metode gradien ini terdiri dari beberapa metode di antaranya metode steepest descent dan metode conjugate gradient. Pada pembahasan ini, metode gradien yang digunakan adalah metode steepest descent. Konsep dari metode steepest descent diberikan berikut ini. Misalkan * adalah fungsi di G dengan turunan parsial pertama yang kontinu dan misalkan * š I G. Maka barisan steepest descent * œ dengan titik awal * š untuk meminimumkan fungsi * didefinisikan sebagai * * 2 SC* D, dengan adalah #& yang meminimumkan fungsi x %w 3* 2SC* D4. (Peressini et al. 1988)

18 9 2.8 Subgradien dan Subdiferensial Berikut ini diberikan konsep subgradien dan subdiferensial yang didefinisikan sebagai berikut. Definisi 15 (Subgradien) Misalkan E himpunan konveks yang takkosong di G dan LG M G merupakan fungsi konkaf, maka vektor ž I G disebut subgradien dari di * I G jika untuk semua * I G * "* ž*2*. (Nemhauser & Wolsey 1999) Sebagai catatan, definisi ini juga berlaku untuk fungsi konveks dengan mengganti tanda pertaksamaan " dengan #. Ilustrasi: Gambar 9 Ilustrasi subgradien pada fungsi konkaf Definisi 16 (Subdiferensial) Subdiferensial dari di * adalah himpunan semua subgradien dari di * yang dinyatakan dengan W* 2 yžl* " * ž*2* * I G. Jika W* Ÿ, maka disebut tersubdiferensialkan di *. (Nemhauser & Wolsey 1999) Berikut ini diberikan contoh subgradien dari fungsi di G. Contoh 11 Misalkan diberikan fungsi dengan 2. Akan ditentukan subgradien dari fungsi di titik. Untuk setiap I G: 2 # & 2 # & 2 2 "& 2 " 2 2 " 22 "22. Jadi, 2 adalah subgradien dari 2 di. Ini berarti 2 I W. Berikut ini diberikan contoh subgradien dari fungsi di G. Contoh 12 Misalkan diberikan fungsi sebagai berikut: * 2 dengan* I Akan ditentukan subgradien dari di titik 3 4. Untuk setiap I G : 2J 2 K " & 2J 2 K " & 2J K " & 2 22 " & 2 " " " A d 2 2 e. Jadi, ž 2 2 A adalah subgradien dari * 2 di 3 4. Ini berarti 2 2 A I W 3 4. Berikut ini diberikan cara lain untuk menentukan subgradien dari fungsi konveks atau konkaf yang terturunkan. Teorema 7 Jika LG M G adalah fungsi konkaf dan terturunkan di *, maka W* S* adalah gradien yang merupakan satu-satunya subgradien. Sebaliknya, jika adalah fungsi konkaf dan W* yž, maka terturunkan di * dan ž (Boyd & Vandenberghe 2007) Sebagai catatan, teorema tersebut juga berlaku untuk fungsi konveks.

19 10 Berikut ini diberikan contoh subgradien dari fungsi di G dengan fungsi terturunkan. Contoh 13 Misalkan diberikan fungsi dengan 2 seperti pada Contoh 11. Dari Contoh 2 telah ditunjukkan bahwa adalah fungsi konkaf. Karena O 2 selalu ada untuk setiap I G, maka terturunkan di setiap I G. Menurut Teorema 7, O 2 adalah subgradien dari di, dan merupakan satu-satunya subgradien dari di. Berikut ini diberikan contoh subgradien dari fungsi di G dengan fungsi yang terturunkan. Contoh 14 Misalkan diberikan fungsi sebagai berikut: * 2 dengan* I G seperti pada Contoh 12. Dari Contoh 5 telah ditunjukkan bahwa adalah fungsi konkaf. Karena S* d 2 2 e selalu ada untuk setiap IG, maka terturunkan di setiap I G. Menurut Teorema 7, ž S 3 4 d2 2 e adalah satu-satunya subgradien dari di 3 4. Pada bagian ini akan dibahas subgradien untuk salah satu jenis fungsi linear sesepenggal. Teorema 8 Jika diberikan fungsi LG M G dengan * stu %w x yz v *2{ v dan N* y$l* z v * 2{ v, maka z v adalah subgradien dari di *, $ I Bukti: Jika $ I N*, maka * z v * 2{ v. Akan ditunjukkan * z v *2* #* untuk $ I N*. * z v *2* z v * 2{ v z v *2z v * z v *2{ v #* C ƒžuƒ*ƒ ƒ ƒ stu %w x yz v *2{ v D. Jadi z v *2* #*, * I G. Ini berarti z v I G merupakan subgradien dari di *, $ I N*. Karena z v I G merupakan subgradien dari di *, maka z v I W*. (Nemhauser & Wolsey 1999) Sebagai catatan, teorema ini juga berlaku untuk kasus * sƒ6 %w x yz v *2{ v, dan bukti pernyataan tersebut dilakukan dengan cara serupa dengan mengganti tanda pertaksamaan # dengan ". Berikut ini diberikan contoh subgradien dari fungsi linear sesepenggal. Contoh 15 Misalkan diberikan fungsi dengan min 2 ; &. Akan ditentukan subgradien dan subdiferensial dari fungsi di titik,, dan :. Grafik fungsi diberikan pada Gambar 10 yang ditandai dengan garis tebal Gambar 10 Fungsi linear sesepenggal pada Contoh 15. Pada fungsi ini,,! &,,!, dan 2 ;,! &. Jika, maka N N y. Menurut Teorema 8, dan adalah subgradien dari di sehingga subdiferensial dari di adalah W y. Jika, maka N N y. Menurut Teorema 8, dan 2 ; adalah subgradien dari di sehingga subdiferensial dari di adalah W 2 ;. 5 2 < & Jika :, maka N N: y. Menurut Teorema 8, 2 ; adalah subgradien dari di : sehingga subdiferensial dari di : adalah W: 2 ;. Perhatikan bahwa 2; adalah satu-satunya subgradien dari di :.

20 III RELAKSASI LAGRANGE Relaksasi Lagrange merupakan salah satu metode yang terus dikembangkan dalam aplikasi pemrograman matematik. Sebagian besar konsep teoretis dari banyak aplikasi menggunakan metode ini, salah satunya adalah integer programming dengan melibatkan kendala yang ada. Ide dari permasalahan relaksasi Lagrange berawal dari metode penalti. Metode penalti ini merupakan suatu metode yang digunakan untuk mencari solusi hampiran dari masalah pemrograman berkendala. Pada permasalahan relaksasi Lagrange, kendala yang direlaksasi digantikan dengan suku penalti pada fungsi objektifnya dengan melibatkan kendala yang direlaksasi dan variabel masalah dual. Berikut ini akan disampaikan rumusan secara umum konsep dari relaksasi Lagrange, kemudian aplikasinya pada suatu contoh kuantitatif (numerik) masalah integer programming. Misalkan diberikan masalah maksimisasi integer programming sebagai berikut: max (* (P) terhadap +* ", * " ª * #- dan integer, dengan * adalah vektor berukuran /,, adalah vektor berukuran./, ª adalah vektor berukuran «/, + merupakan matriks berukuran./, dan merupakan matriks berukuran «/. Matriks + dan matriks merupakan matriks kendala, dengan. " dan Untuk memformulasikan masalah relaksasi Lagrange, misalkan kendala yang akan direlaksasi (dilonggarkan) adalah +* ",, dan didefinisikan sebagai pengali Lagrange yang merupakan vektor taknegatif berukuran./. Dengan memasukkan,2+* ke dalam fungsi objektif (P) dan kendala +* ", dihilangkan, maka diperoleh permasalahan relaksasi Lagrange dari masalah (P) yaitu: max (*,2+* terhadap * " ª * # -dan integer, dengan #-. Karena +* ", dan # -, maka,2+* # -, sehingga jika kendala +* ", dilanggar (berarti +* Q,) maka,2+* "- yang akan mengurangi nilai. Suku,2+* merupakan suku penalti. Selain itu, karena,2+*#- maka solusi optimum dari masalah ini untuk suatu nilai # -, misalkan *, merupakan batas atas dari atau # (*,2+* # (Fisher 1985). Dengan demikian, merupakan batas atas dari. Ada beberapa metode yang telah dikembangkan untuk mencari solusi pengali Lagrange dari permasalahan relaksasi Lagrange pada model integer programming, di antaranya metode subgradien dan metode branch and bound (Fisher 1985). Masalah relaksasi Lagrange memiliki keterkaitan dengan variabel masalah dual. Jika kendala +* ", pada masalah (P) direlaksasi, maka terdapat suatu variabel dual yang berpadanan dengan kendala tersebut. Karena,2+* #-, maka nilai yang baik untuk menentukan solusi optimum dari (P) adalah yang meminimumkan. Jadi, merupakan solusi dari masalah min terhadap # -. Berikut ini diberikan contoh numerik untuk memahami konsep relaksasi Lagrange. Contoh 16 Misalkan diberikan permasalahan IP sebagai berikut: max & : (1) terhadap : " & (2) " (3) " (4) (3.1) & " " : (5) integer, : (6) Jika kendala (2) direlaksasi, maka formulasi masalah relaksasi Lagrangenya menjadi max & : C&2 : D 2 &2 &2 :2: & terhadap " (3) " (4)

21 12 & " ", : (5) integer, : (6) dengan # &. Sebelum menyelesaikan masalah IP (3.1) dengan menggunakan relaksasi Lagrange, maka berikut ini diberikan ilustrasi beberapa nilai pengali Lagrange yang meminimumkan fungsi objektif yang diperoleh dari hasil coba-coba, dengan solusi optimum pada Tabel 2 diperoleh dengan menggunakan software LINDO 6.1 (lihat Lampiran 2). Tabel 2 Solusi Lagrange yang mungkin dan nilai variabel dualnya Solusi Lagrange LR u Nilai fungsi u objektif solusi fisibel masalah (P) (=Z) ½ ¾ Nilai pada Tabel 2 diperoleh dari hasil substitusi nilai pada fungsi objektif (persamaan (1)). Jika &, diperoleh solusi optimum yaitu &, dengan nilai fungsi objektif & &. Solusi & bukan merupakan solusi fisibel dari masalah IP (3.1), karena nilai-nilai tersebut tidak memenuhi kendala IP (3.1) yaitu kendala (2). Begitupun untuk, dan, solusi relaksasi Lagrange bukan solusi fisibel untuk IP (3.1). Jika, diperoleh solusi optimum relaksasi Lagrange yaitu &, dengan nilai fungsi objektif &, dan nilai fungsi objektif solusi fisibel &. Hal yang sama jika, diperoleh solusi optimum relaksasi Lagrange yaitu &. Dengan demikian, dipilih yang meminimimumkan. Dengan cara yang serupa, diperoleh nilai-nilai dan solusi fisibel untuk yang lain dengan hasilnya pada Tabel 2. Pada Tabel 2, jika pengali Lagrange < maka terdapat dua solusi Lagrange alternatif dengan nilai fungsi objektif < <&. Solusi Lagrange pertama diperoleh dari output software LINDO 6.1 (lihat Lampiran 2), dengan solusi optimum relaksasi Lagrange yaitu & sehingga nilai fungsi objektif solusi fisibel &. Untuk solusi Lagrange alternatif kedua diperoleh dari hasil coba-coba yaitu dengan menyubstitusikan semua kemungkinan nilai pada fungsi objektif yang memenuhi semua kendala. Solusi Lagrange alternatif kedua diperoleh, & sehingga nilai fungsi objektif solusi fisibel &. Pada Tabel 2, jika pengali Lagrange maka terdapat empat solusi Lagrange alternatif dengan nilai fungsi objektif. Solusi Lagrange pertama diperoleh dari output software LINDO 6.1 (lihat Lampiran 2), dengan solusi optimum relaksasi Lagrange yaitu, & sehingga nilai fungsi objektif solusi fisibel &. Solusi Lagrange alternatif lainnya diperoleh dari proses coba-coba juga yaitu dengan menyubstitusikan semua kemungkinan nilai pada fungsi objektif yang memenuhi semua kendala (lihat Tabel 2) dengan nilai. Solusi Lagrange alternatif ketiga (lihat Tabel 2) bukan solusi fisibel untuk IP (3.1) karena nilai-nilai tersebut tidak memenuhi kendala IP (3.1). Dari hasil coba-coba tersebut diperoleh batas nilai 18 yang merupakan nilai minimum fungsi objektif yang diperoleh dengan. Untuk meyakinkan hal tersebut, maka perlu ditunjukkan bahwa 18 adalah nilai optimum fungsi objektif dengan mengamati grafik fungsi nya. Jika semua kemungkinan solusi pada Tabel 2 disubstitusikan pada fungsi objektif masalah relaksasi Lagrange, maka diperoleh beberapa fungsi linear dari yang diberikan pada Tabel 3.

22 o 13 Tabel 3 Fungsi linear dari Solusi masalah relaksasi Lagrange LR u Z D (u) x 1 = x 2 = x 3 = x 4 = 0 10u x 2 = 1, x 1 = x 3 = x 4 = u x 2 = x 4 = 1, x 1 = x 3 = u x 1 = 1, x 2 = x 3 = x 4 = u x 1 = x 4 = 1, x 2 = x 3 = u Karena permasalahan ini adalah memaksimumkan fungsi objektif masalah relaksasi Lagrange, maka fungsi merupakan maksimum dari sekumpulan fungsi linear tersebut, atau maxy&& :: Grafik fungsi diberikan pada gambar berikut ini Gambar 11 Fungsi konveks linear sesepenggal. Pada Gambar 11, Fungsi ditandai dengan garis tebal. Menurut Teorema 6, merupakan fungsi konveks. Fungsi juga terdiri atas sepenggal-sepenggal beberapa fungsi linear, sehingga fungsi merupakan fungsi linear sesepenggal. Jadi, fungsi adalah fungsi konveks linear sesepenggal dengan &2 n& " P m& n " " < & n Q<@ & & :: &2 Dari Gambar 11 dapat dengan mudah terlihat bahwa fungsi minimum saat, sehingga benar bahwa nilai 18 adalah nilai minimum fungsi objektif. Dapat ditunjukkan bahwa fungsi terturunkan pada setiap titik I G y< (lihat Lampiran 3). Nilai O untuk I G y< dapat diperoleh dari &2 :, dengan merupakan solusi optimum masalah relaksasi Lagrange ( ±. Sebagai catatan, &2 : diperoleh dari kendala (2) yang direlaksasi. Jika & P P, maka O &2 C &&:D 2. Jika P P <, maka O &2 C &&:&D, dan jika Q < maka O &2C && &:&D &. Sebagai catatan, solusi nilai-nilai tersebut dapat dilihat pada Tabel 2. Secara umum, gradien fungsi pada titik-titik terturunkan diberikan oleh +*2, (Fisher 1985). Pengamatan ini menyarankan untuk mengaplikasikan metode gradien untuk meminimumkan fungsi dengan beberapa penyesuaian di titik-titik tempat fungsi takterturunkan. Di titik-titik tersebut digunakan subgradien sebagai pengganti gradien. Konsep dari metode subgradien disampaikan berikut ini. 3.1 Metode Subgradien Metode subgradien pada permasalahan ini digunakan untuk mencari nilai pengali Lagrange. Pada metode subgradien digunakan vektor +*2, yang merupakan gradien dari fungsi, dengan * adalah solusi optimum masalah relaksasi Lagrange LR u. Prosedur untuk menentukan nilai pengali Lagrange dimulai dengan inisialisasi titik awal š & dan digunakan rumus sebagai berikut: sƒ6y& 2,2+*, (3.2) dengan adalah step size bernilai skalar positif dan * adalah solusi optimum masalah relaksasi Lagrange (L ± pada iterasi ke-. Berikut ini adalah langkah-langkah penyelesaian masalah maksimisasi relaksasi Lagrange dengan metode subgradien (Freund, 2004) Langkah 0 (Inisialisasi) Diawali dengan š &, dan dipilih step size positif y ² wš. Langkah 1 (Penentuan subgradien) Gradien +*2, ditentukan untuk setiap iterasinya, dengan mencari solusi terlebih dahulu dari masalah relaksasi Lagrange. Jika +*2,&, maka iterasi dihentikan.

23 14 Langkah 2 (Penentuan nilai ) Di setiap iterasi, digunakan persamaan (3.2) untuk memperoleh nilai. Kembali ke Langkah 1. Pada bagian ini akan dibahas penentuan solusi nilai pengali Lagrange untuk masalah maksimisasi relaksasi Lagrange dari masalah IP (3.1) dengan menggunakan metode subgradien. Nilai-nilai tersebut ditentukan dari beberapa kasus barisan nilai. Berikut ini diberikan nilai-nilai yang diperoleh dari beberapa variasi nilai. Nilainilai untuk, diperlihatkan pada Tabel 4, dan rinciannya dapat dilihat di Lampiran 4 bagian 1. Misalkan, dan misalkan š &, maka dengan menggunakan persamaan sƒ6y& 2,2+* diperoleh sƒ6y& š 2 š,2+* š sƒ6y&&2&2j & & :K s ƒ6y& Catatan:,2+* š diberikan dari kendala yang direlaksasi (kendala (2)) yaitu & 2 :, dengan solusi * merupakan solusi optimum masalah relaksasi Lagrange yang diperoleh saat & (lihat Lampiran 2 atau Tabel 2). Tabel 4 Metode subgradien dengan nilai untuk semua k u k t k x 1 x 2 x 3 x 4 Z D (u k Titik ) (u k,z D (u k )) C D C D C D C Untuk kasus pertama ini, metode subgradien menghasilkan & dan. Berikut ini diberikan ilustrasi dari hasil iterasi pada metode subgradien dengan, g Gambar 12 Ilustrasi hasil iterasi pada metode subgradien dengan,. Karena iterasi tersebut menghasilkan nilai pengali Lagrange yang berulang-ulang, maka nilai step sizenya perlu diperbaiki. Misalkan nilai step size yang digunakan Dengan cara serupa, dihasilkan nilai yang ditunjukkan pada Tabel 5. Rinciannya dapat dilihat pada Lampiran 4 bagian 2. Tabel 5 Metode subgradien dengan nilai k u k t k x 1 x 2 x 3 x 4 Z D (u k ) Titik (u k, Z D(u k )) E 1 2 ³ F 2 0 ³ : E 3 ³ ³ G 4 ³ : ³ H 5 ˆ ³ ³ I 6 < ³ J & & µ µ ::µ µ µ µ &2µ Solusi pada Tabel 5 dapat dilihat pada Lampiran 2 & 5. Untuk kasus kedua ini, nilai konvergen ke 0 (lihat Lampiran 6 bagian 1) dengan nilai berurutan setengah dari nilai sebelumnya. Pada iterasi ini, iterasi pada metode subgradien cukup bagus karena nilai pengali Lagrangenya konvergen ke nilai optimum (lihat Lampiran 6 bagian 2). Berikut ini diberikan ilustrasi dari hasil iterasi pada metode subgradien dengan yang digunakan setengah dari nilai sebelumnya.

24 ¹ h\nº Gambar 13 Ilustrasi hasil iterasi pada metode subgradien dengan setengah dari nilai sebelumnya. Sekarang, akan dibahas kasus lain dari barisan nilai, yaitu sepertiga dari nilai sebelumnya, atau. Dengan cara serupa dihasilkan nilai-nilai yang ditunjukkan pada Tabel 6 berikut ini. Rinciannya dapat dilihat pada Lampiran 4 bagian 3. Tabel 6 Metode subgradien dengan nilai k u k t k x 1 x 2 x 3 x 4 Z D(u k ) Titik (u k, Z D(u k ) ) K 1 2 ³ L 2 0 ³ K 3 2/9 ³ ˆ M 4 8/27 ³ N 5 26/81 ³ : 6 80/243 ³ ˆ O P & 7 242/ Q & :: &2 Solusi pada Tabel 6 dapat dilihat pada Lampiran 2 & 5.Untuk kasus ketiga ini, nilai konvergen ke 0 (lihat Lampiran 6 bagian 3), akan tetapi laju kekonvergen lebih cepat dibandingkan dengan kasus kedua, karena nilai yang digunakan adalah sepertiga dari nilai sebelumnya. Pada iterasi ini, nilai pengali Lagrangenya konvergen ke (lihat Lampiran 6 bagian 4). Akan tetapi, jika maka diperoleh solusi optimum relaksasi Lagrange yaitu, & (lihat Lampiran 5) yang bukan merupakan solusi fisibel dari masalah IP (3.1), karena solusi tersebut tidak memenuhi kendala (2) pada IP (3.1). Dengan demikian, untuk kasus ketiga ini nilai pengali Lagrange konvergen ke titik yang bukan solusi optimumnya. Berikut ini diberikan ilustrasi dari hasil iterasi pada metode subgradien dengan yang digunakan sepertiga dari nilai sebelumnya » ¼½ ¾ 20 q r Gambar 14 Ilustrasi hasil iterasi pada metode subgradien dengan dengan sepertiga dari nilai sebelumnya. Dengan demikian, pengali Lagrange yang diperoleh dengan menggunakan metode subgradien adalah yang diperoleh bila menggunakan kasus kedua. Menurut Held, Wolfe, dan Crowder (1974), untuk M dan jika kedua kondisi berikut ini dipenuhi, yaitu (i) M & dan (ii) %wš % M, maka konvergen ke nilai optimal. Dengan uji deret kekonvergenan pada Tabel 5, diperoleh % M (lihat Lampiran 6 bagian 5) yang sebenarnya melanggar kondisi kedua. Ini memperlihatkan bahwa kondisi kedua yaitu %wš % M merupakan syarat cukup bagi konvergen ke nilai optimal (Fisher 1985). Terbukti dengan tidak terpenuhi kondisi kedua, iterasi pada metode subgradien diperoleh nilai pengali Lagrange yang konvergen ke nilai optimum. Nilai pada Tabel 4, 5, dan 6 diperoleh dari hasil coba-coba. Pada bagian ini diberikan rumus (Fisher 1985) yang dapat digunakan yaitu: 2 x, % 2 % * % w & & :: &2 dengan adalah nilai fungsi objektif dari solusi fisibel (P) dan adalah nilai fungsi objektif masalah relaksasi Lagrange dengan nilai pada iterasi ke-.

25 16 Untuk menggunakan persamaan (3.3), nilai diperbarui pada setiap iterasinya yaitu dengan menyubstitusikan solusi yang diperoleh dari masalah relaksasi Lagrange pada fungsi objektif masalah asli (P), sehingga diperoleh nilai yang baru. Nilai skalar yang dapat digunakan adalah & P " (Fisher 1985). Sering kali, ditentukan dengan permulaan š. Jika tidak ada peningkatan nilai pada dari iterasi ke-, maka dilakukan reduksi terhadap menjadi Aturan dipilih & P " telah dibuat secara empiris dengan baik, meskipun hal ini tidak menjamin bahwa persamaan (3.3) dapat memberikan kekonvergenan nilai pengali Lagrange yang optimum (Fisher 2004). Jika nilai, maka metode yang biasa dilakukan untuk memecahkan masalah ini adalah dengan membatasi jangkauan iterasi yang berulang-ulang (Fisher 1985). Sebagai contoh dapat dilihat pada Contoh Perbandingan Masalah Relaksasi Lagrange dengan Pemrograman Linear Relaksasi Berdasarkan Nilai Batasnya Pada bagian ini akan dibandingkan antara solusi penyelesaian IP dengan relaksasi Lagrange dan solusi penyelesaian IP dengan PL-relaksasi dari permasalahan IP (3.1) berdasarkan nilai batasnya. Contoh 17 Misalkan Á dinotasikan sebagai nilai optimum dari (P) dengan merelaksasi kendala integernya atau disebut PL-relaksasi. Berikut ini diberikan PL-relaksasi yang diperoleh dari masalah IP (3.1) dengan merelaksasi kendala integernya yaitu: max Á & : (1) terhadap : " & (2) " (3) (3.4) " (4) & " ", : (5) Solusi optimum PL-relaksasi (3.4) adalah & & &@<, dengan nilai fungsi objektif Á yang diperoleh dengan menggunakan software LINDO 6.1 (lihat Lampiran 7). Untuk melakukan perbandingan, tuliskan terlebih dahulu bentuk standar PL dual dari masalah PL-relaksasi (3.4) tersebut. Misalkan à ƒuã dinotasikan sebagai variabel dual yang berpadanan dengan kendala (2), (3) dan (4) dan merupakan variabel dual dari kendala ", sehingga bentuk PL dual dari masalah PL-relaksasi (3.4) adalah min &à à terhadap à # à #& à # & (3.5) :à # : à à # &. Solusi optimum PL dual (3.5) adalah à à &, dengan nilai fungsi objektif 18 yang diperoleh dengan menggunakan software LINDO 6.1 (lihat Lampiran 7). Pada permasalahan ini terdapat dua fakta. Pertama, nilai Á sama dengan nilai batas atas yang diperoleh dari masalah relaksasi Lagrange (maksimisasi IP (3.1) dengan kendala (2) direlaksasi) Kedua, nilai variabel PL dual dengan pada kendala (2) yaitu & sama dengan nilai variabel yang meminimumkan batas atas 18 pada masalah relaksasi Lagrange yaitu &. Berikut ini diperlihatkan hubungan dengan Á untuk masalah maksimisasi relaksasi Lagrange. stu sƒ6c(*,2+*dœ, # - terhadap * "ª * #- dan integer; "stu sƒ6c(*,2+*dœ, # - terhadap * "ª * # -; (PL dual) stuystu,äª, Ä #- terhadap Ä # (2 +; stu,äª, Ä #- terhadap +Ä # (. (PL dual) sƒ6(* terhadap +* ", * " ª * #-. ÁÂ. Dari uraian di atas, bahwa " ÁÂ. Dengan demikian, ketaksamaan tersebut merupakan relasi antara masalah relaksasi Lagrange dan PL-relaksasi dengan merelaksasi kendala integer. Secara logik, kondisi bisa saja Á atau P ÁÂ

I PENDAHULUAN II LANDASAN TEORI

I PENDAHULUAN II LANDASAN TEORI I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu observasi yang berguna dalam bidang komputasi di tahun 1970 adalah observasi terhadap permasalahan relaksasi Lagrange. Josep Louis Lagrange merupakan tokoh ahli

Lebih terperinci

III RELAKSASI LAGRANGE

III RELAKSASI LAGRANGE III RELAKSASI LAGRANGE Relaksasi Lagrange merupakan salah satu metode yang terus dikembangkan dalam aplikasi pemrograman matematik. Sebagian besar konsep teoretis dari banyak aplikasi menggunakan metode

Lebih terperinci

II LANDASAN TEORI. suatu fungsi dalam variabel-variabel. adalah suatu fungsi linear jika dan hanya jika untuk himpunan konstanta,.

II LANDASAN TEORI. suatu fungsi dalam variabel-variabel. adalah suatu fungsi linear jika dan hanya jika untuk himpunan konstanta,. II LANDASAN TEORI Pada pembuatan model penjadwalan pertandingan sepak bola babak kualifikasi Piala Dunia FIFA 2014 Zona Amerika Selatan, diperlukan pemahaman beberapa teori yang digunakan di dalam penyelesaiannya,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN II LANDASAN TEORI

I PENDAHULUAN II LANDASAN TEORI I PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah penentuan rute bus karyawan mendapat perhatian dari para peneliti selama lebih kurang 30 tahun belakangan ini. Masalah optimisasi rute bus karyawan secara matematis

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN II LANDASAN TEORI

I PENDAHULUAN II LANDASAN TEORI 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kamar darurat (Emergency Room/ER) adalah tempat yang sangat penting peranannya pada rumah sakit. Aktivitas yang cukup padat mengharuskan kamar darurat selalu dijaga oleh

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN II LANDASAN TEORI

I PENDAHULUAN II LANDASAN TEORI I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semakin tingginya mobilitas penduduk di suatu negara terutama di kota besar tentulah memiliki banyak permasalahan, mulai dari kemacetan yang tak terselesaikan hingga moda

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN II LANDASAN TEORI

I PENDAHULUAN II LANDASAN TEORI 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar elakang Sepak bola merupakan olahraga yang populer di seluruh dunia termasuk di Indonesia. Sepak bola sebenarnya memiliki perangkat-perangkat penting yang harus ada dalam penyelenggaraannya,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN II LANDASAN TEORI

I PENDAHULUAN II LANDASAN TEORI I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sukarelawan adalah seseorang atau sekelompok orang yang secara ikhlas karena panggilan nuraninya memberikan apa yang dimilikinya tanpa mengharapkan imbalan. Sukarelawan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN II LANDASAN TEORI

I PENDAHULUAN II LANDASAN TEORI I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bencana alam merupakan interupsi signifikan terhadap kegiatan operasional sehari-hari yang bersifat normal dan berkesinambungan. Interupsi ini dapat menyebabkan entitas

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pada bab ini akan diberikan landasan teori tentang optimasi, fungsi, turunan,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pada bab ini akan diberikan landasan teori tentang optimasi, fungsi, turunan, BAB II KAJIAN PUSTAKA Pada bab ini akan diberikan landasan teori tentang optimasi, fungsi, turunan, pemrograman linear, metode simpleks, teorema dualitas, pemrograman nonlinear, persyaratan karush kuhn

Lebih terperinci

sejumlah variabel keputusan; fungsi yang akan dimaksimumkan atau diminimumkan disebut sebagai fungsi objektif, Ax = b, dengan = dapat

sejumlah variabel keputusan; fungsi yang akan dimaksimumkan atau diminimumkan disebut sebagai fungsi objektif, Ax = b, dengan = dapat sejumlah variabel keputusan; fungsi yang akan dimaksimumkan atau diminimumkan disebut sebagai fungsi objektif nilai variabel-variabel keputusannya memenuhi suatu himpunan kendala yang berupa persamaan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dijelaskan mengenai teori teori yang berhubungan dengan pembahasan ini sehingga dapat dijadikan sebagai landasan berpikir dan akan mempermudah dalam hal pembahasan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pemrograman nonlinear, fungsi konveks dan konkaf, pengali lagrange, dan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pemrograman nonlinear, fungsi konveks dan konkaf, pengali lagrange, dan BAB II KAJIAN PUSTAKA Kajian pustaka pada bab ini akan membahas tentang pengertian dan penjelasan yang berkaitan dengan fungsi, turunan parsial, pemrograman linear, pemrograman nonlinear, fungsi konveks

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN II LANDASAN TEORI

I PENDAHULUAN II LANDASAN TEORI 0 I PEDAHULUA. Latar Belakang Peternakan didefinisikan sebagai suatu usaha untuk membudidayakan hewan ternak. Jika dilihat dari enis hewan yang diternakkan, terdapat berbagai enis peternakan, salah satunya

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Graf Definisi 1 (Graf, Graf Berarah dan Graf Takberarah) 2.2 Linear Programming

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Graf Definisi 1 (Graf, Graf Berarah dan Graf Takberarah) 2.2 Linear Programming 4 II TINJAUAN PUSTAKA Untuk memahami permasalahan yang berhubungan dengan penentuan rute optimal kendaraan dalam mendistribusikan barang serta menentukan solusinya maka diperlukan beberapa konsep teori

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN II LANDASAN TEORI

I PENDAHULUAN II LANDASAN TEORI 8 I PENDAHULUAN Latar elakang Pendistribusian suatu barang merupakan persoalan yang sering diumpai baik oleh pemerintah maupun oleh produsen Dalam pelaksanaannya sering kali dihadapkan pada berbagai masalah

Lebih terperinci

PENJADWALAN MATA KULIAH MENGGUNAKAN INTEGER NONLINEAR PROGRAMMING Studi Kasus di Bina Sarana Informatika Bogor ERLIYANA

PENJADWALAN MATA KULIAH MENGGUNAKAN INTEGER NONLINEAR PROGRAMMING Studi Kasus di Bina Sarana Informatika Bogor ERLIYANA PENJADWALAN MATA KULIAH MENGGUNAKAN INTEGER NONLINEAR PROGRAMMING Studi Kasus di Bina Sarana Informatika Bogor ERLIYANA DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PENGOPTIMUMAN BERBASIS DUAL MASALAH PENJADWALAN TIGA HARI KERJA DALAM SEMINGGU SECARA SIKLIS NUR HADI

PENGOPTIMUMAN BERBASIS DUAL MASALAH PENJADWALAN TIGA HARI KERJA DALAM SEMINGGU SECARA SIKLIS NUR HADI PENGOPTIMUMAN BERBASIS DUAL MASALAH PENJADWALAN TIGA HARI KERJA DALAM SEMINGGU SECARA SIKLIS NUR HADI DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Program Linier Program linier adalah suatu cara untuk menyelesaikan persoalan pengalokasian sumber-sumber yang terbatas di antara beberapa aktivitas yang bersaing, dengan cara

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Efektivitas Efektivitas berasal dari kata efektif, yang merupakan kata serapan dari bahasa Inggris yaitu effective yang artinya berhasil. Menurut kamus ilmiah popular, efektivitas

Lebih terperinci

kita menggunakan variabel semu untuk memulai pemecahan, dan meninggalkannya setelah misi terpenuhi

kita menggunakan variabel semu untuk memulai pemecahan, dan meninggalkannya setelah misi terpenuhi Lecture 4: (B) Supaya terdapat penyelesaian basis awal yang fisibel, pada kendala berbentuk = dan perlu ditambahkan variabel semu (artificial variable) pada ruas kiri bentuk standarnya, untuk siap ke tabel

Lebih terperinci

Syarat Fritz John pada Masalah Optimasi Berkendala Ketaksamaan. Caturiyati 1 Himmawati Puji Lestari 2. Abstrak

Syarat Fritz John pada Masalah Optimasi Berkendala Ketaksamaan. Caturiyati 1 Himmawati Puji Lestari 2. Abstrak Syarat Fritz John pada Masalah Optimasi Berkendala Ketaksamaan Caturiyati 1 Himmawati Puji Lestari 2 1,2 Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UNY 1 wcaturiyati@yahoo.com 2 himmawatipl@yahoo.com Abstrak

Lebih terperinci

METODE SEQUENTIAL QUADRATIC PROGRAMMING (SQP) UNTUK MENYELESAIKAN PERSOALAN NONLINEAR BERKENDALA SKRIPSI YANI

METODE SEQUENTIAL QUADRATIC PROGRAMMING (SQP) UNTUK MENYELESAIKAN PERSOALAN NONLINEAR BERKENDALA SKRIPSI YANI METODE SEQUENTIAL QUADRATIC PROGRAMMING (SQP) UNTUK MENYELESAIKAN PERSOALAN NONLINEAR BERKENDALA SKRIPSI YANI 070803040 DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

MASALAH PENJADWALAN KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR: Studi Kasus di Lembaga Bimbingan Belajar BTA Bogor BIMA SAPUTRA

MASALAH PENJADWALAN KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR: Studi Kasus di Lembaga Bimbingan Belajar BTA Bogor BIMA SAPUTRA MASALAH PENJADWALAN KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR: Studi Kasus di Lembaga Bimbingan Belajar BTA Bogor BIMA SAPUTRA DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

PENGOPTIMUMAN MASALAH PENJADWALAN EMPAT HARI KERJA DALAM SEMINGGU SECARA SIKLIS BERBASIS DUAL ARIYANTO PAMUNGKAS

PENGOPTIMUMAN MASALAH PENJADWALAN EMPAT HARI KERJA DALAM SEMINGGU SECARA SIKLIS BERBASIS DUAL ARIYANTO PAMUNGKAS PENGOPTIMUMAN MASALAH PENJADWALAN EMPAT HARI KERJA DALAM SEMINGGU SECARA SIKLIS BERBASIS DUAL ARIYANTO PAMUNGKAS DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

II LANDASAN TEORI (ITDP 2007)

II LANDASAN TEORI (ITDP 2007) 2 II LADASA EORI Untuk membuat model optimasi penadwalan bus ransakarta diperlukan pemahaman beberapa teori. erikut ini akan dibahas satu per satu. 2.1 Penadwalan 2.1.1 Definisi Penadwalan Penadwalan merupakan

Lebih terperinci

PENENTUAN SOLUSI OPTIMAL DAN NILAI OPTIMAL ANALISIS PARAMETRIK TERHADAP OPTIMASI LINEAR MUHAMAD AVENDI

PENENTUAN SOLUSI OPTIMAL DAN NILAI OPTIMAL ANALISIS PARAMETRIK TERHADAP OPTIMASI LINEAR MUHAMAD AVENDI PENENTUAN SOLUSI OPTIMAL DAN NILAI OPTIMAL ANALISIS PARAMETRIK TERHADAP OPTIMASI LINEAR MUHAMAD AVENDI DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Program Linier Program linier merupakan suatu model matematika untuk mendapatkan alternatif penggunaan terbaik atas sumber-sumber yang tersedia. Kata linier digunakan untuk menunjukkan

Lebih terperinci

OPTIMASI (Pemrograman Non Linear)

OPTIMASI (Pemrograman Non Linear) OPTIMASI (Pemrograman Non Linear) 3 SKS PILIHAN Arrival Rince Putri, 013 1 Silabus I. Pendahuluan 1. Perkuliahan: Silabus, Referensi, Penilaian. Pengantar Optimasi 3. Riview Differential Calculus II. Dasar-Dasar

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN II LANDASAN TEORI

I PENDAHULUAN II LANDASAN TEORI I PENDAHULUAN 11 Latar Belakang Manajemen operasi suatu industri penerbangan merupakan suatu permasalahan Operations Research yang kompleks Secara umum, perusahaan dihadapkan pada berbagai persoalan dalam

Lebih terperinci

PENYELESAIAN MASALAH PENGIRIMAN PAKET KILAT UNTUK JENIS NEXT-DAY SERVICE DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK PEMBANGKITAN KOLOM. Oleh: WULAN ANGGRAENI G

PENYELESAIAN MASALAH PENGIRIMAN PAKET KILAT UNTUK JENIS NEXT-DAY SERVICE DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK PEMBANGKITAN KOLOM. Oleh: WULAN ANGGRAENI G PENYELESAIAN MASALAH PENGIRIMAN PAKET KILAT UNTUK JENIS NEXT-DAY SERVICE DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK PEMBANGKITAN KOLOM Oleh: WULAN ANGGRAENI G54101038 PROGRAM STUDI MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU

Lebih terperinci

SYARAT FRITZ JOHN PADA MASALAH OPTIMASI BERKENDALA KETAKSAMAAN. Caturiyati 1 Himmawati Puji Lestari 2. Abstrak

SYARAT FRITZ JOHN PADA MASALAH OPTIMASI BERKENDALA KETAKSAMAAN. Caturiyati 1 Himmawati Puji Lestari 2. Abstrak Syarat Fritz John... (Caturiyati) SYARAT FRITZ JOHN PADA MASALAH OPTIMASI BERKENDALA KETAKSAMAAN Caturiyati 1 Himmawati Puji Lestari 2 1,2 Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UNY 1 wcaturiyati@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN Pada bab ini, akan dijelaskan metode-metode yang penulis gunakan dalam penelitian ini. Adapun metode yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah Metode Simpleks dan Metode Branch

Lebih terperinci

PERBANDINGAN ANALISIS SENSITIVITAS MENGGUNAKAN PARTISI OPTIMAL DAN BASIS OPTIMAL PADA OPTIMASI LINEAR MIRNA SARI DEWI

PERBANDINGAN ANALISIS SENSITIVITAS MENGGUNAKAN PARTISI OPTIMAL DAN BASIS OPTIMAL PADA OPTIMASI LINEAR MIRNA SARI DEWI PERBANDINGAN ANALISIS SENSITIVITAS MENGGUNAKAN PARTISI OPTIMAL DAN BASIS OPTIMAL PADA OPTIMASI LINEAR MIRNA SARI DEWI DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. digunakan untuk membentuk fungsi tujuan dari masalah pemrograman nonlinear

BAB III PEMBAHASAN. digunakan untuk membentuk fungsi tujuan dari masalah pemrograman nonlinear BAB III PEMBAHASAN Pada bab ini akan dijelaskan tentang konsep dasar metode kuadrat terkecil yang digunakan untuk membentuk fungsi tujuan dari masalah pemrograman nonlinear dan langkah-langkah penyelesaiannya

Lebih terperinci

KOMBINASI PERSYARATAN KARUSH KUHN TUCKER DAN METODE BRANCH AND BOUND PADA PEMROGRAMAN KUADRATIK KONVEKS BILANGAN BULAT MURNI

KOMBINASI PERSYARATAN KARUSH KUHN TUCKER DAN METODE BRANCH AND BOUND PADA PEMROGRAMAN KUADRATIK KONVEKS BILANGAN BULAT MURNI Jurnal LOG!K@ Jilid 7 No 1 2017 Hal 52-60 ISSN 1978 8568 KOMBINASI PERSYARATAN KARUSH KUHN TUCKER DAN METODE BRANCH AND BOUND PADA PEMROGRAMAN KUADRATIK KONVEKS BILANGAN BULAT MURNI Khoerunisa dan Muhaza

Lebih terperinci

MODEL INPUT-OUTPUT DALAM MASALAH NETWORK FLOW DWI PUTRI EFESIA

MODEL INPUT-OUTPUT DALAM MASALAH NETWORK FLOW DWI PUTRI EFESIA MODEL INPUT-OUTPUT DALAM MASALAH NETWORK FLOW DWI PUTRI EFESIA DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 ix ABSTRAK DWI PUTRI EFESIA Model

Lebih terperinci

Bab 2 LANDASAN TEORI

Bab 2 LANDASAN TEORI Bab 2 LANDASAN TEORI 2.1 Program Linear Menurut Sitorus, Parlin (1997), Program Linier merupakan suatu teknik penyelesaian optimal atas suatu problema keputusan dengan cara menentukan terlebih dahulu suatu

Lebih terperinci

Metode Simpleks (Simplex Method) Materi Bahasan

Metode Simpleks (Simplex Method) Materi Bahasan Metode Simpleks (Simplex Method) Kuliah 03 TI2231 Penelitian Operasional I 1 Materi Bahasan 1 Rumusan Pemrograman linier dalam bentuk baku 2 Pemecahan sistem persamaan linier 3 Prinsip-prinsip metode simpleks

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Berikut ini adalah beberapa definisi dan teorema yang menjadi landasan dalam penentuan harga premi, fungsi permintaan, dan kesetimbangannya pada portfolio heterogen. 2.1 Percobaan

Lebih terperinci

METODE STEEPEST DESCENT DENGAN UKURAN LANGKAH BARU UNTUK PENGOPTIMUMAN NIRKENDALA DJIHAD WUNGGULI

METODE STEEPEST DESCENT DENGAN UKURAN LANGKAH BARU UNTUK PENGOPTIMUMAN NIRKENDALA DJIHAD WUNGGULI 1 METODE STEEPEST DESCENT DENGAN UKURAN LANGKAH BARU UNTUK PENGOPTIMUMAN NIRKENDALA DJIHAD WUNGGULI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015 2 3 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

OPTIMASI BIAYA PRODUKSI PADA HOME INDUSTRY SUSU KEDELAI MENGGUNAKAN PENDEKATAN PENGALI LAGRANGE DAN PEMROGRAMAN KUADRATIK TUGAS AKHIR SKRIPSI

OPTIMASI BIAYA PRODUKSI PADA HOME INDUSTRY SUSU KEDELAI MENGGUNAKAN PENDEKATAN PENGALI LAGRANGE DAN PEMROGRAMAN KUADRATIK TUGAS AKHIR SKRIPSI OPTIMASI BIAYA PRODUKSI PADA HOME INDUSTRY SUSU KEDELAI MENGGUNAKAN PENDEKATAN PENGALI LAGRANGE DAN PEMROGRAMAN KUADRATIK TUGAS AKHIR SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Lebih terperinci

PENJADWALAN DISTRIBUSI BARANG MENGGUNAKAN MIXED INTEGER PROGRAMMING LAISANOPACI

PENJADWALAN DISTRIBUSI BARANG MENGGUNAKAN MIXED INTEGER PROGRAMMING LAISANOPACI PENJADWALAN DISTRIBUSI BARANG MENGGUNAKAN MIXED INTEGER PROGRAMMING LAISANOPACI DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

BAB 2 PROGRAM LINIER DAN TAK LINIER. Program linier (Linear programming) adalah suatu masalah matematika

BAB 2 PROGRAM LINIER DAN TAK LINIER. Program linier (Linear programming) adalah suatu masalah matematika BAB 2 PROGRAM LINIER DAN TAK LINIER 2.1 Program Linier Program linier (Linear programming) adalah suatu masalah matematika yang mempunyai fungsi objektif dan kendala berbentuk linier untuk meminimalkan

Lebih terperinci

Bab 2 LANDASAN TEORI

Bab 2 LANDASAN TEORI Bab 2 LANDASAN TEORI 2.1 Linear Programming Linear Programming (LP) merupakan metode yang digunakan untuk mencapai hasil terbaik (optimal) seperti keuntungan maksimum atau biaya minimum dalam model matematika

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Riset Operasi Masalah pengoptimalan timbul sejak adanya usaha untuk menggunakan pendekatan ilmiah dalam memecahkan masalah manajemen suatu organisasi. Sebenarnya kegiatan yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 0 BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obek Kaian.. Universitas Terbuka Universitas Terbuka (UT) yang diresmikan oleh Presiden RI pada tanggal 4 September 984 sebagai universitas negeri yang ke-45 dengan Keputusan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN II LANDASAN TEORI

I PENDAHULUAN II LANDASAN TEORI I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan bagian penting dari sumber daya alam yang mempunyai karakteristik unik, karena air bersifat terbarukan dan dinamis. Ini artinya sumber utama air yang berupa

Lebih terperinci

Teori Dualitas dan Penerapannya (Duality Theory and Its Application)

Teori Dualitas dan Penerapannya (Duality Theory and Its Application) Teori Dualitas dan Penerapannya (Duality Theory and Its Application) Kuliah 6 TI2231 Penelitian Operasional I 1 Materi Bahasan 1 Teori dualitas 2 Metode simpleks dual TI2231 Penelitian Operasional I 2

Lebih terperinci

OPTIMASI TANAMAN PANGAN DI KOTA MAGELANG DENGAN PEMROGRAMAN KUADRATIK DAN METODE FUNGSI PENALTI EKSTERIOR SKRIPSI

OPTIMASI TANAMAN PANGAN DI KOTA MAGELANG DENGAN PEMROGRAMAN KUADRATIK DAN METODE FUNGSI PENALTI EKSTERIOR SKRIPSI OPTIMASI TANAMAN PANGAN DI KOTA MAGELANG DENGAN PEMROGRAMAN KUADRATIK DAN METODE FUNGSI PENALTI EKSTERIOR SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta

Lebih terperinci

PEMROGRAMAN INTEGER DENGAN FUNGSI OBJEKTIF LINEAR SEPOTONG - SEPOTONG

PEMROGRAMAN INTEGER DENGAN FUNGSI OBJEKTIF LINEAR SEPOTONG - SEPOTONG PEMROGRAMAN INTEGER DENGAN FUNGSI OBJEKTIF LINEAR SEPOTONG - SEPOTONG Oleh : FEBIANA RESI SAPTA G540037 DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR 008

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Program Linier Menurut Aminudin (2005), program linier merupakan suatu model matematika untuk mendapatkan alternatif penggunaan terbaik atas sumber-sumber yang tersedia. Kata linier

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI Dalam bab ini akan diuraikan mengenai metode-metode ilmiah dari teori-teori yang digunakan dalam penyelesaian persoalan untuk menentukan model program linier dalam produksi.. 2.1 Teori

Lebih terperinci

REGRESI KEKAR SIMPANGAN MUTLAK TERKECIL DENGAN MODIFIKASI SIMPLEKS MUHAMMAD YUSUF DWIHARJANGGI

REGRESI KEKAR SIMPANGAN MUTLAK TERKECIL DENGAN MODIFIKASI SIMPLEKS MUHAMMAD YUSUF DWIHARJANGGI REGRESI KEKAR SIMPANGAN MUTLAK TERKECIL DENGAN MODIFIKASI SIMPLEKS MUHAMMAD YUSUF DWIHARJANGGI DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. yang diapit oleh dua kurung siku sehingga berbentuk empat persegi panjang atau

BAB II KAJIAN TEORI. yang diapit oleh dua kurung siku sehingga berbentuk empat persegi panjang atau BAB II KAJIAN TEORI Pada bab ini akan diberikan kajian teori mengenai matriks dan operasi matriks, program linear, penyelesaian program linear dengan metode simpleks, masalah transportasi, hubungan masalah

Lebih terperinci

PENERAPAN METODE BRANCH AND BOUND DALAM PENYELESAIAN MASALAH PADA INTEGER PROGRAMMING

PENERAPAN METODE BRANCH AND BOUND DALAM PENYELESAIAN MASALAH PADA INTEGER PROGRAMMING Jurnal Manajemen Informatika dan Teknik Komputer Volume, Nomor, Oktober 05 PENERAPAN METODE BRANCH AND BOUND DALAM PENYELESAIAN MASALAH PADA INTEGER PROGRAMMING Havid Syafwan Program Studi Manajemen Informatika

Lebih terperinci

BAB VI PROGRAMA LINIER : DUALITAS DAN ANALISIS SENSITIVITAS

BAB VI PROGRAMA LINIER : DUALITAS DAN ANALISIS SENSITIVITAS BAB VI PROGRAMA LINIER : DUALITAS DAN ANALISIS SENSITIVITAS 6.1 Teori Dualitas Teori dualitas merupakan salah satu konsep programa linier yang penting dan menarik ditinjau dari segi teori dan praktisnya.

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. optimasi biaya produksi pada home industry susu kedelai Pak Ahmadi

BAB IV PEMBAHASAN. optimasi biaya produksi pada home industry susu kedelai Pak Ahmadi BAB IV PEMBAHASAN Pada bab ini akan dipaparkan tentang penerapan model nonlinear untuk optimasi biaya produksi pada home industry susu kedelai Pak Ahmadi menggunakan pendekatan pengali lagrange dan pemrograman

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. operasi yang mampu menyelesaikan masalah optimasi sejak diperkenalkan di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. operasi yang mampu menyelesaikan masalah optimasi sejak diperkenalkan di BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemrograman Linier (Linear Programming) Pemrograman linier (linear programming) merupakan salah satu teknik riset operasi yang mampu menyelesaikan masalah optimasi sejak diperkenalkan

Lebih terperinci

PENJADWALAN KERETA API MENGGUNAKAN PEMROGRAMAN LINEAR INTEGER DWI SETIANTO

PENJADWALAN KERETA API MENGGUNAKAN PEMROGRAMAN LINEAR INTEGER DWI SETIANTO PENJADWALAN KERETA API MENGGUNAKAN PEMROGRAMAN LINEAR INTEGER DWI SETIANTO DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 ABSTRAK DWI SETIANTO.

Lebih terperinci

ANALISIS MODEL MANGSA-PEMANGSA MICHAELIS- MENTEN DENGAN PEMANENAN PADA POPULASI MANGSA HANDANU DWARADI

ANALISIS MODEL MANGSA-PEMANGSA MICHAELIS- MENTEN DENGAN PEMANENAN PADA POPULASI MANGSA HANDANU DWARADI ANALISIS MODEL MANGSA-PEMANGSA MICHAELIS- MENTEN DENGAN PEMANENAN PADA POPULASI MANGSA HANDANU DWARADI DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

PENGOPTIMUMAN PADA MASALAH PEMROGRAMAN LINEAR DENGAN KOEFISIEN INTERVAL ANA FARIDA

PENGOPTIMUMAN PADA MASALAH PEMROGRAMAN LINEAR DENGAN KOEFISIEN INTERVAL ANA FARIDA i PENGOPTIMUMAN PADA MASALAH PEMROGRAMAN LINEAR DENGAN KOEFISIEN INTERVAL ANA FARIDA DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 i ABSTRAK ANA

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. ini sehingga dapat dijadikan sebagai landasan berpikir dan akan mempermudah. dalam hal pembahasan hasil utama berikutnya.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. ini sehingga dapat dijadikan sebagai landasan berpikir dan akan mempermudah. dalam hal pembahasan hasil utama berikutnya. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan dijelaskan mengenai teori-teori yang berhubungan dengan pembahasan ini sehingga dapat dijadikan sebagai landasan berpikir dan akan mempermudah dalam hal pembahasan

Lebih terperinci

Pemrograman Linier (3)

Pemrograman Linier (3) Pemrograman Linier () Metode Big-M Ahmad Sabri Universitas Gunadarma, Indonesia Pada model PL di mana semua kendala memiliki relasi, variabel basis pada solusi awal (tabel simpleks awal) adalah Z dan semua

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Zaman yang semakin berkembang membuat persoalan semakin kompleks, tidak terkecuali persoalan yang melibatkan persoalan matematika. Dalam pemecahannya, matematika memegang

Lebih terperinci

Lampiran 1 Pembuktian Teorema 2.3

Lampiran 1 Pembuktian Teorema 2.3 LAMPIRAN 16 Lampiran 1 Pembuktian Teorema 2.3 Sebelum membuktikan Teorema 2.3, terlebih dahulu diberikan beberapa definisi yang berhubungan dengan pembuktian Teorema 2.3. Definisi 1 (Matriks Eselon Baris)

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Linear Programming 2.1.1 Model Linier Programming Pemrograman linier adalah sebuah model matematik untuk menjelaskan suatu persoalan optimasi. Istilah linier menunjukkan bahwa

Lebih terperinci

MODEL OPTIMASI JADWAL UJIAN DAN IMPLEMENTASINYA PADA UNIVERSITAS TERBUKA ASMARA IRIANI TARIGAN

MODEL OPTIMASI JADWAL UJIAN DAN IMPLEMENTASINYA PADA UNIVERSITAS TERBUKA ASMARA IRIANI TARIGAN MODEL OPTIMASI JADWAL UJIAN DAN IMPLEMENTASINYA PADA UNIVERSITAS TERBUKA ASMARA IRIANI TARIGAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pemrograman Non linier Pemrograman non linier adalah suatu bentuk pemrograman yang berhubungan dengan suatu perencanaan aktivitas tertentu yang dapat diformulasikan dalam model

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dibahas beberapa pengertian dari optimasi bersyarat dengan kendala persamaan menggunakan multiplier lagrange serta penerapannya yang akan digunakan sebagai landasan

Lebih terperinci

III MODEL PENJADWALAN

III MODEL PENJADWALAN 3 Ax = B N x B x = Bx B + Nx N = b. (5) N Karena matriks B adalah matriks taksingular, maka B memiliki invers, sehingga dari (5) x B dapat dinyatakan sebagai: x B = B 1 b B 1 Nx N. (6) Kemudian fungsi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. masalah fuzzy linear programming untuk optimasi hasil produksi pada bab

BAB II KAJIAN TEORI. masalah fuzzy linear programming untuk optimasi hasil produksi pada bab BAB II KAJIAN TEORI Berikut diberikan landasan teori mengenai program linear, konsep himpunan fuzzy, program linear fuzzy dan metode Mehar untuk membahas penyelesaian masalah fuzzy linear programming untuk

Lebih terperinci

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI METODE TITIK-INTERIOR PADA PEMROGRAMAN KUADRATIK KONVEKS Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sains Program Studi Matematika Oleh: Fenny Basuki NIM: 831143 PROGRAM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Saat ini semakin banyak permasalahan pada kehidupan sehari-hari yang memerlukan pendekatan optimisasi dalam penyelesaiannya. Sebagai contoh, misalkan sebuah perusahaan

Lebih terperinci

EVALUASI DETERMINAN MATRIKS REKURSIF DENGAN FAKTORISASI LB RUDIANSYAH

EVALUASI DETERMINAN MATRIKS REKURSIF DENGAN FAKTORISASI LB RUDIANSYAH EVALUASI DETERMINAN MATRIKS REKURSIF DENGAN FAKTORISASI LB RUDIANSYAH DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 ABSTRAK RUDIANSYAH. Evaluasi

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN II LANDASAN TEORI

I PENDAHULUAN II LANDASAN TEORI I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Beberapa isu yang merebak akhir-akhir ini menunukkan bahwa pertumbuhan umlah penduduk di dunia yang saat ini mencapai sekitar 6.8 milyar berdampak pada aktivitasaktivitas

Lebih terperinci

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1 Program Linier Penyelesaian program linear dengan algoritma interior point dapat merupakan sebuah penyelesaian persoalan yang kompleks. Permasalahan dalam program linier mungkin

Lebih terperinci

PENENTUAN LOKASI DALAM MANAJEMEN HUTAN

PENENTUAN LOKASI DALAM MANAJEMEN HUTAN PENENTUAN LOKASI DALAM MANAJEMEN HUTAN Oleh : KABUL EKA PRIANA G54102023 DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 ABSTRAK KABUL EKA PRIANA. Penentuan

Lebih terperinci

AN ANALISIS RANCANGAN PENAWARAN DISKON DENGAN BANYAK PELANGGAN DAN TITIK IMPAS TUNGGAL

AN ANALISIS RANCANGAN PENAWARAN DISKON DENGAN BANYAK PELANGGAN DAN TITIK IMPAS TUNGGAL AN ANALISIS RANCANGAN PENAWARAN DISKON DENGAN BANYAK PELANGGAN DAN TITIK IMPAS TUNGGAL Oleh: Endang Nurjamil G05497044 DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

MASALAH PENJADWALAN KERETA SECARA PERIODIK DENGAN BIAYA MINIMUM PADA JALUR GANDA MUHAMMAD RIZQY HIDAYATSYAH

MASALAH PENJADWALAN KERETA SECARA PERIODIK DENGAN BIAYA MINIMUM PADA JALUR GANDA MUHAMMAD RIZQY HIDAYATSYAH MASALAH PENJADWALAN KERETA SECARA PERIODIK DENGAN BIAYA MINIMUM PADA JALUR GANDA MUHAMMAD RIZQY HIDAYATSYAH DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Perencanaan Produksi

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Perencanaan Produksi BAB 2 LANDASAN TEORI 21 Perencanaan Produksi Produksi yang dalam bahasa inggris disebut production adalah keseluruhan proses yang dilakukan untuk menghasilkan produk atau jasa Produk yang dihasilkan sebagai

Lebih terperinci

BAB VI. DUALITAS DAN ANALISIS POSTOPTIMAL

BAB VI. DUALITAS DAN ANALISIS POSTOPTIMAL BAB VI. DUALITAS DAN ANALISIS POSTOPTIMAL HUBUNGAN PRIMAL-DUAL Dual adalah permasalahan PL yang diturunkan secara matematik dari primal PL tertentu. Setiap permasalahan primal selalu mempunyai pasangan

Lebih terperinci

METODE STEEPEST DESCENT DALAM PENGOPTIMUMAN FUNGSI DAN PENERAPANNYA MENGGUNAKAN APLIKASI ANDROID ALFI AINI

METODE STEEPEST DESCENT DALAM PENGOPTIMUMAN FUNGSI DAN PENERAPANNYA MENGGUNAKAN APLIKASI ANDROID ALFI AINI METODE STEEPEST DESCENT DALAM PENGOPTIMUMAN FUNGSI DAN PENERAPANNYA MENGGUNAKAN APLIKASI ANDROID ALFI AINI DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

METODE BIG M. Metode Simpleks, oleh Hotniar Siringoringo, 1

METODE BIG M. Metode Simpleks, oleh Hotniar Siringoringo, 1 METODE BIG M Sering kita menemukan bahwa fungsi kendala tidak hanya dibentuk oleh pertidaksamaan tapi juga oleh pertidakasamaan dan/atau persamaan (=). Fungsi kendala dengan pertidaksamaan mempunyai surplus

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. A. Sistem Persamaan Linear dan Sistem Pertidaksamaan Linear

BAB II LANDASAN TEORI. A. Sistem Persamaan Linear dan Sistem Pertidaksamaan Linear 5 BAB II LANDASAN TEORI A Sistem Persamaan Linear dan Sistem Pertidaksamaan Linear Persamaan linear adalah bentuk kalimat terbuka yang memuat variabel dengan derajat tertinggi adalah satu Sedangkan sistem

Lebih terperinci

METODE TWO-POINT STEPSIZE GRADIENT DAN METODE MODIFIKASI TWO-POINT STEPSIZE GRADIENT UNTUK MENYELESAIKAN OPTIMALISASI TANPA KENDALA RIZKI OKTAVIANI

METODE TWO-POINT STEPSIZE GRADIENT DAN METODE MODIFIKASI TWO-POINT STEPSIZE GRADIENT UNTUK MENYELESAIKAN OPTIMALISASI TANPA KENDALA RIZKI OKTAVIANI METODE TWO-POINT STEPSIZE GRADIENT DAN METODE MODIFIKASI TWO-POINT STEPSIZE GRADIENT UNTUK MENYELESAIKAN OPTIMALISASI TANPA KENDALA RIZKI OKTAVIANI DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

PENERAPAN PRINSIP MAKSIMUM PONTRYAGIN PADA SISTEM INVENTORI-PRODUKSI. Nurus Sa adah, Toni Bakhtiar, Farida Hanum

PENERAPAN PRINSIP MAKSIMUM PONTRYAGIN PADA SISTEM INVENTORI-PRODUKSI. Nurus Sa adah, Toni Bakhtiar, Farida Hanum PENERAPAN PRINSIP MAKSIMUM PONTRYAGIN PADA SISTEM INVENTORI-PRODUKSI Nurus Sa adah, Toni Bakhtiar, Farida Hanum Departemen Matematika FMIPA, Institut Pertanian Bogor Jl. Meranti, Kampus IPB Darmaga, Bogor

Lebih terperinci

BAB II METODE SIMPLEKS

BAB II METODE SIMPLEKS BAB II METODE SIMPLEKS 2.1 Pengantar Salah satu teknik penentuan solusi optimal yang digunakan dalam pemrograman linier adalah metode simpleks. Penentuan solusi optimal menggunakan metode simpleks didasarkan

Lebih terperinci

PENYELESAIAN MASALAH PENJADWALAN PERTANDINGAN SEPAK BOLA DENGAN SISTEM ROUND-ROBIN ABDILLAH

PENYELESAIAN MASALAH PENJADWALAN PERTANDINGAN SEPAK BOLA DENGAN SISTEM ROUND-ROBIN ABDILLAH PENYELESAIAN MASALAH PENJADWALAN PERTANDINGAN SEPAK BOLA DENGAN SISTEM ROUND-ROBIN ABDILLAH DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PENYELESAIAN

Lebih terperinci

BAB IV. METODE SIMPLEKS

BAB IV. METODE SIMPLEKS BAB IV. METODE SIMPLEKS Penentuan solusi optimal menggunakan simpleks didasarkan pada teknik eliminasi Gauss Jordan. Penentuan solusi optimal dilakukan dengan memeriksa titik ekstrim (ingat kembali solusi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. berkaitan dengan optimasi, pemrograman linear, pemrograman nonlinear, quadratic

BAB II KAJIAN TEORI. berkaitan dengan optimasi, pemrograman linear, pemrograman nonlinear, quadratic BAB II KAJIAN TEORI Kajian teori pada bab ini membahas tentang pengertian dan penjelasan yang berkaitan dengan optimasi, pemrograman linear, pemrograman nonlinear, quadratic programming dan algoritma genetika.

Lebih terperinci

OPTIMASI RUTE MULTIPLE-TRAVELLING SALESMAN PROBLEM MELALUI PEMROGRAMAN INTEGER DENGAN METODE BRANCH AND BOUND

OPTIMASI RUTE MULTIPLE-TRAVELLING SALESMAN PROBLEM MELALUI PEMROGRAMAN INTEGER DENGAN METODE BRANCH AND BOUND OPTIMASI RUTE MULTIPLE-TRAVELLING SALESMAN PROBLEM MELALUI PEMROGRAMAN INTEGER DENGAN METODE BRANCH AND BOUND SKRIPSI Oleh Eka Poespita Dewi NIM 051810101068 JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN

Lebih terperinci

GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN

GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN Nama Mata Kuliah Kode Mata Kuliah : MAT 101 Bobot SKS : 3 (2-2) : Landasan Matematika GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN Deskripsi : Mata kuliah ini membahas konsep-konsep dasar matematika yang meliputi

Lebih terperinci

Metode Simpleks dalam Bentuk Tabel (Simplex Method in Tabular Form) Materi Bahasan

Metode Simpleks dalam Bentuk Tabel (Simplex Method in Tabular Form) Materi Bahasan Metode Simpleks dalam Bentuk Tabel (Simplex Method in Tabular Form) Kuliah 04 TI2231 Penelitian Operasional I 1 Materi Bahasan 1 Metode simpleks dalam bentuk tabel 2 Pemecahan untuk masalah minimisasi

Lebih terperinci

METODE STEEPEST DESCENT

METODE STEEPEST DESCENT METODE STEEPEST DESCENT DENGAN UKURAN LANGKAH BARU UNTUK PENGOPTIMUMAN NIRKENDALA D. WUNGGULI 1, B. P. SILALAHI 2, S. GURITMAN 3 Abstrak Metode steepest descent adalah metode gradien sederhana untuk pengoptimuman.

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pemrograman Non Linier Pemrograman Non linier merupakan pemrograman dengan fungsi tujuannya saja atau bersama dengan fungsi kendala berbentuk non linier yaitu pangkat dari variabelnya

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Kontemporer, pembelian didefinisikan

BAB 2 LANDASAN TEORI. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Kontemporer, pembelian didefinisikan BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Definisi 2.1.1 Pembelian Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Kontemporer, pembelian didefinisikan sebagai proses, pembuatan, atau cara membeli. Sedangkan Philip Kotler (2000,

Lebih terperinci

PENJADWALAN DOKTER KAMAR DARURAT DI RSCM MENGGUNAKAN PEMROGRAMAN LINEAR INTEGER RATNA RATU ALIT

PENJADWALAN DOKTER KAMAR DARURAT DI RSCM MENGGUNAKAN PEMROGRAMAN LINEAR INTEGER RATNA RATU ALIT PENJADWALAN DOKTER KAMAR DARURAT DI RSCM MENGGUNAKAN PEMROGRAMAN LINEAR INTEGER RATNA RATU ALIT DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011 ABSTRACT

Lebih terperinci

Model Optimisasi dan Pemrograman Linear

Model Optimisasi dan Pemrograman Linear Modul Model Optimisasi dan Pemrograman Linear Prof. Dr. Djati Kerami Dra. Denny Riama Silaban, M.Kom. S PENDAHULUAN ebelum membuat rancangan penyelesaian masalah dalam bentuk riset operasional, kita harus

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI Pada bagian ini diberikan beberapa konsep dasar yang menjadi landasan berpikir dalam penelitian ini, seperti pengertian persediaan, metode program linier. 2.1. Persediaan 2.1.1. Pengertian

Lebih terperinci