I PENDAHULUAN II LANDASAN TEORI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "I PENDAHULUAN II LANDASAN TEORI"

Transkripsi

1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Beberapa isu yang merebak akhir-akhir ini menunukkan bahwa pertumbuhan umlah penduduk di dunia yang saat ini mencapai sekitar 6.8 milyar berdampak pada aktivitasaktivitas peningkatan konsentrasi gas efek rumah kaca yang dapat menyebabkan pemanasan global dan emisi-emisi lain yang merugikan lingkungan. Penyebab utama pemanasan ini adalah pembakaran bahan bakar fosil, seperti batu bara, minyak bumi dan gas alam yang melepas karbondioksida dan gas-gas lainnya yang biasanya dihasilkan dari pembuangan industri-industri pabrikan ke atmosfer. Ketika atmosfer semakin kaya akan gas rumah kaca ini, ia semakin menadi insulator yang menahan lebih banyak panas dari matahari yang dipancarkan ke bumi. Jika pemanasan global tidak diantisipasi secepatnya, maka akan timbul banyak dampak negatif yang akan merugikan kehidupan manusia. Berbagai teknologi yang ramah lingkungan pun telah dikembangkan untuk mengurangi efek rumah kaca di berbagai industri, salah satunya adalah teknologi kogenerasi. Kogenerasi (combined heat and power) adalah suatu sistem energi berefisiensi tinggi yang memproduksi baik energi listrik (dan energi mekanik), maupun energi panas yang berguna dari sebuah sumber bahan bakar. Sistem kogenerasi menawarkan keuntungan utama di bidang ekonomi dan lingkungan karena di pihak lain dapat mengubah panas buang menadi sumber energi yang berguna (say & Lin 2000). Dengan konsep kogenerasi, efisiensi energi secara keseluruhan dalam suatu sistem energi bertambah secara signifikan; dalam beberapa kasus bisa bertambah lebih dari 30% dibandingkan dengan sistem energi konvensional (Hasan 2006). Selain itu sistem kogenerasi uga memiliki emisi yang lebih rendah terhadap lingkungan, khususnya CO 2. Sektor industri diketahui sebagai konsumen listrik terbesar yang dipasok oleh PLN, yaitu sekitar 43% dari total penualannya atau sekitar GWh. Berdasarkan data statistik tahun 2000 untuk industri menengah hingga besar, sektor industri yang berpotensi untuk menerapkan kogenerasi (seperti industri pulp dan kertas, petrokimia, tekstil, dan lain-lain) mengonsumsi hampir sekitar GWh atau sekitar 30% dari pasokan PLN pada tahun Pada saat ini, di Indonesia terdapat tidak kurang dari 25 pembangkit kogenerasi yang tersebar di berbagai industri dengan total kapasitas sekitar 1200 MW (Hasan 2006). Berbagai model optimisasi strategi pengoperasian sistem kogenerasi telah banyak dikembangkan, namun kebanyakan dari model tersebut hanya mempertimbangkan minimisasi biaya. Pada kesempatan ini akan digunakan bantuan berupa hasil dari analisis life cycle assessment (LCA) berupa faktor emisi untuk mengetahui dampak yang ditimbulkan sistem kogenerasi terhadap lingkungan. Model optimisasi nanti adalah penggabungan hasil analisis LCA dan teknik riset operasi yang akan digunakan untuk mengoptimumkan pemilihan dan pengoperasian sistem kogenerasi dengan memperhatikan dampak potensial yang akan ditimbulkan terhadap lingkungan. Selain itu, model optimisasi sistem konvensional uga dibuat sebagai pembanding. 1.2 uuan ulisan ini bertuuan menelaskan peranan integer linear programming dalam menyelesaikan masalah optimisasi pengoperasian sistem kogenerasi dengan bantuan life cycle assessment guna meminimumkan total emisi life cycle (LC). II LANDASAN EORI Untuk membuat model optimisasi pengoperasian sistem kogenerasi yang berbasis life cycle assessment, diperlukan pemahaman teori linear programming (LP), integer linear programming (ILP), metode branch and bound untuk menyelesaikan masalah integer linear programming, sistem kogenerasi, simulasi energi, dan LCA. Berikut ini akan dibahas konsep-konsep tersebut satu per satu. 2.1 Linear Programming Fungsi linear dan pertidaksamaan linear merupakan salah satu konsep dasar yang harus dipahami terkait dengan konsep pemrograman linear.

2 2 Definisi 1 (Fungsi Linear) Suatu fungsi f ( x, x,..., x ) dalam variabel-variabel x1, x2,..., x adalah suatu n fungsi linear ika dan hanya ika untuk suatu himpunan konstanta c1, c2,..., c, n f ( x, x,..., x ) = c x + c x c x n n (Winston 2004) Sebagai gambaran, f ( x1, x2 ) = 5x1 + x2 merupakan fungsi linear, sementara 2 3 f ( x, x ) = x x bukan fungsi linear Definisi 2 (Pertidaksamaan dan Persamaan Linear) Untuk sembarang fungsi linear f ( x, x,..., x ) dan sembarang bilangan b, pertidaksamaan f ( x, x,..., x ) b dan f ( x, x,..., x ) b adalah pertidaksamaan linear. Misalkan b sembarang bilangan, suatu persamaan f ( x, x,..., x ) = b merupakan persamaan linear (Winston 2004). Pemrograman linear (PL) atau linear programming (LP) adalah suatu masalah optimisasi yang memenuhi ketentuanketentuan sebagai berikut: a) uuan masalah tersebut adalah memaksimumkan atau meminimumkan suatu fungsi linear dari seumlah variabel keputusan. Fungsi yang akan dimaksimumkan atau diminimumkan ini disebut fungsi obektif. b) Nilai variabel-variabel keputusannya harus memenuhi suatu himpunan kendala. Setiap kendala harus berupa persamaan linear atau pertidaksamaan linear. c) Ada pembatasan tanda untuk setiap variabel dalam masalah ini. Untuk sembarang variabel x, pembatasan tanda menentukan x i harus taknegatif ( x i 0) atau tidak dibatasi tandanya (unrestricted in sign). (Winston 2004) Definisi 3 (Bentuk Standar LP) Pada tulisan ini, suatu LP mempunyai bentuk standar sebagai berikut: Minimumkan fungsi obektif terhadap i z = c x Ax = b x 0 b 0 (1) dengan x dan c berupa vektor berukuran n, vektor b berukuran m, sedangkan A berupa matriks berukuran m n yang disebut uga sebagai matriks kendala. (Nash & Sofer 1996) Solusi suatu Linear Programming Untuk menyelesaikan suatu masalah linear programming (LP), metode simpleks merupakan salah satu metode yang dapat menghasilkan solusi optimum. Metode ini mulai dikembangkan oleh Dantzig pada tahun Dalam perkembangannya, metode ini adalah metode yang paling umum digunakan untuk menyelesaikan LP, yaitu berupa metode iteratif untuk menyelesaikan masalah LP dalam bentuk standar. Pada LP (1), vektor x yang memenuhi kendala Ax = b disebut sebagai solusi dari LP (1). Misalkan matriks A dapat dinyatakan sebagai A = (B N), dengan N adalah matriks yang elemennya berupa koefisien variabel nonbasis pada matriks kendala. Matriks B disebut matriks basis untuk LP (1). Jika vektor c dituliskan sebagai c = (c B c N ) dan vektor x dapat dinyatakan sebagai vektor x = (x B x N ), dengan x B adalah vektor variabel basis dan x N adalah vektor variabel non basis, maka Ax = b dapat dinyatakan sebagai: Ax = (B N)(x B x N ) = Bx B + Nx N = b (2) Karena B adalah matriks taksingular, maka B memiliki invers sehingga dari (2) x B dapat dinyatakan sebagai: x B = B -1 b B -1 Nx N (3) Kemudian, fungsi obektifnya berubah menadi: min z = c x + c x. B B N N Definisi 4 (Solusi Basis) Solusi dari suatu LP disebut solusi basis ika : i. Solusi tersebut memenuhi kendala pada LP. ii. Kolom-kolom dari matriks koefisien yang berpadanan dengan komponen taknol adalah bebas linear. (Nash & Sofer 1996) Definisi 5 (Solusi Fisibel Basis) Vektor x disebut solusi fisibel basis ika x merupakan solusi basis dan x 0. (Nash & Sofer 1996) Ilustrasi solusi basis dan solusi fisibel basis dapat dilihat dalam contoh berikut:

3 3 Contoh 1 Misalkan diberikan linear programming berikut: min z = x 2x 1 2 terhadap 2x + x + x = 2, x + 2x + x = 8, x + x = 4, 1 5 x, x, x, x, x Dari LP tersebut didapatkan: A = , 8 b = Misalkan dipilih x B ( x x x ) dan x ( x x ) N 4 5, = = maka matriks basisnya adalah B = 0 1/2 1/2 B = /2 3/2 0 0 N = ,, ( 1 2 0) ( 0 0) c c =, =. B N. (4) Dengan menggunakan matriks basis tersebut, diperoleh x x N B = ( 0 0), ( ) = B b B Nx = z = c B b = 16. B -1-1 N (5) Solusi (5) merupakan solusi basis, karena solusi tersebut memenuhi kendala pada LP (4) dan kolom-kolom pada matriks kendala yang berpadanan dengan komponen taknol dari (5), yaitu B adalah bebas linear (kolom yang satu bukan merupakan kelipatan dari kolom yang lain). Solusi (5) uga merupakan solusi basis fisibel, karena nilai-nilai variabelnya lebih dari atau sama dengan nol. Definisi 6 (Daerah Fisibel) Daerah fisibel suatu LP adalah himpunan semua titik yang memenuhi semua kendala dan pembatasan tanda pada LP tersebut (Winston 2004). Definisi 7 (Solusi Optimum) Untuk masalah maksimisasi, solusi optimum suatu LP adalah suatu titik dalam daerah fisibel dengan nilai fungsi obektif terbesar. Untuk masalah minimisasi, solusi optimum suatu LP adalah suatu titik dalam daerah fisibel dengan nilai fungsi obektif terkecil (Winston 2004). 2.2 Integer Programming Model integer linear programming (ILP) atau disebut uga integer programming (IP) adalah suatu model linear programming dengan variabel yang digunakan berupa bilangan bulat (integer). Jika semua variabel harus berupa integer, maka masalah tersebut disebut pure integer programming. Jika hanya sebagian yang harus integer maka disebut mixed integer programming. IP dengan semua variabelnya harus bernilai 0 atau 1 disebut 0-1 IP (Garfinkel & Nemhauser 1972). Definisi 3 (Linear Programming Relaksasi) LP-relaksasi dari suatu IP merupakan linear programming yang diperoleh dari IP tersebut dengan menghilangkan kendala integer atau kendala 0-1 pada variabelnya (Winston 2004). 2.3 Metode Branch and Bound untuk Menyelesaikan Masalah Integer Linear Programming Dalam penulisan karya ilmiah ini, untuk memperoleh solusi optimal dari masalah IP digunakan software LINGO 8.0 yaitu sebuah program yang dirancang untuk membangun dan menentukan solusi model linear, taklinear, dan optimisasi integer menadi lebih cepat, mudah dan lebih efisien dengan prinsip pemecahannya berdasarkan metode branch and bound. Prinsip dasar metode branch and bound adalah memecah daerah fisibel dari masalah LP-relaksasi dengan membuat subproblemsubproblem. Daerah fisibel linear programming adalah daerah yang memenuhi semua kendala linear programming. Branching (pencabangan) Langkah pencabangan (branching) membuat partisi daerah solusi sehingga masalahnya dibuat menadi subproblemsubproblem. uuannya adalah untuk menghapus daerah solusi yang tidak fisibel. Hal ini dicapai dengan menentukan kendala yang penting untuk menghasilkan solusi IP, secara tidak langsung titik integer yang tidak fisibel terhapus. Dengan kata lain, hasil pengumpulan dari subproblem-subproblem yang lengkap menunukkan setiap titik integer yang fisibel dari masalah asli. Karena sifat alami partisi itu, maka proses tersebut dinamakan branching.

4 4 Bounding (pembatasan) Misalkan masalahnya diasumsikan merupakan tipe maksimisasi, nilai obektif yang optimal untuk setiap subproblem dibuat dengan membatasi pencabangan dengan batas bawah dari nilai obektif yang dihubungkan dengan sembarang nilai integer yang fisibel. Hal ini sangat penting untuk mengatur dan menempatkan solusi optimum. Operasi ini yang menadi alasan dinamakan bounding (aha 1975). Metode branch-and-bound diawali dari menyelesaikan LP-relaksasi dari suatu integer programming. Jika semua nilai variabel keputusan solusi optimum sudah berupa integer, maka solusi tersebut merupakan solusi optimum IP. Jika tidak, dilakukan pencabangan dan penambahan batasan pada LP-relaksasinya kemudian diselesaikan. Winston (2004) menyebutkan bahwa nilai fungsi obektif optimum untuk IP nilai fungsi obektif optimum untuk LP-relaksasi (masalah maksimisasi), sehingga nilai fungsi obektif optimum LP-relaksasi merupakan batas atas bagi nilai fungsi obektif optimum untuk masalah IP. Diungkapkan pula dalam (Winston 2004) bahwa nilai fungsi obektif optimum untuk suatu kandidat solusi merupakan batas bawah nilai fungsi obektif optimum untuk masalah IP asalnya. Suatu kandidat solusi diperoleh ika solusi dari suatu subproblem sudah memenuhi kendala integer pada masalah IP, artinya fungsi obektif dan semua variabelnya sudah bernilai integer. Sebelumnya akan dibahas terlebih dulu pengertian subproblem yang terukur. Menurut Winston (2004), suatu subproblem dikatakan terukur (fathomed) ika terdapat situasi sebagai berikut: 1. subproblem tersebut takfisibel, sehingga tidak dapat menghasilkan solusi optimum untuk IP, 2. subproblem tersebut menghasilkan suatu solusi optimum dengan semua variabelnya bernilai integer. Jika solusi optimum ini mempunyai nilai fungsi obektif yang lebih baik daripada solusi fisibel yang diperoleh sebelumnya, maka solusi ini menadi kandidat solusi optimum dan nilai fungsi obektifnya menadi batas bawah nilai fungsi obektif optimum bagi masalah IP pada saat itu. Bisa adi subproblem ini menghasilkan solusi optimum untuk masalah IP, 3. nilai fungsi obektif optimum untuk subproblem tersebut tidak melebihi (untuk masalah maksimisasi) batas bawah saat itu, maka subproblem ini dapat dieliminasi. Berikut ini adalah langkah-langkah penyelesaian suatu masalah maksimisasi dengan metode branch-and-bound.. Langkah 0 Didefinisikan z sebagai batas bawah dari nilai fungsi obektif (solusi) IP yang optimum. Pada awalnya ditetapkan z = dan i = 0. Langkah 1 Subproblem LP dipilih sebagai bagian masalah berikutnya untuk diperiksa. Subproblem LP diselesaikan dan diukur dengan kondisi yang sesuai. a) Jika LP terukur, batas bawah z diperbarui ika solusi IP yang lebih baik ditemukan. Jika tidak, bagian masalah (subproblem) baru i dipilih dan langkah 1 diulangi. Jika semua subproblem telah diperiksa, maka proses dihentikan. b) Jika LP tidak terukur, proses dilanutkan ke Langkah 2 untuk melakukan pencabangan LP. Langkah 2 Dipilih salah satu variabel optimumnya adalah x yang nilai x yang tidak memenuhi batasan integer dalam solusi LP. Bidang < [ x ] x < [ x ] + 1 disingkirkan dengan membuat dua subproblem LP yang berkaitan menadi dua subproblem yang tidak dapat dipenuhi secara bersamaan, yaitu x [ x ] dan x [ x ] + 1, dengan [ x ] didefinisikan sebagai integer terbesar yang kurang dari atau sama dengan x. Kembali ke Langkah 1 (aha 1996). Untuk memudahkan pemahaman mengenai metode branch-and-bound diberikan contoh sebagai berikut. Contoh 2 Misalkan diberikan integer programming berikut: max z = 3x + 5x 1 2,

5 5 terhadap 2x + 4x 25, x x, x 0 8, 2x 10 x, x integer. (6) 34 (lihat Lampiran 1). Semua variabel bernilai integer (solusinya memenuhi kendala bilangan bulat), maka tidak perlu dilakukan pencabangan di Subproblem 2. Solusi dari Subproblem 2 menadi batas bawah dari solusi IP yaitu sama dengan 34. Solusi optimum LP-relaksasi dari masalah IP (6) adalah x 1 = 8, x 2 = 2.25, dan z = (lihat pada Lampiran 1). Batas atas nilai optimum fungsi obektif masalah ini adalah z = Daerah fisibel masalah (6) ditunukkan pada Gambar 1. Solusi optimum berada pada titik perpotongan dua garis yang berasal dari kendala pertidaksamaan masalah (6). Daerah fisibel Subproblem 3 Subproblem 2 x 1= 8 x 2= 2.25 Gambar 2 Daerah fisibel untuk Subproblem 2 dan Subproblem 3. Gambar 1 Daerah fisibel (daerah yang diarsir) untuk LP-relaksasi dari IP (6). Langkah berikutnya adalah memartisi daerah fisibel LP-relaksasi menadi dua bagian berdasarkan variabel yang berbentuk pecahan (non-integer). Dipilih x 2 sebagai dasar pencabangan. Jika masalah LP-relaksasi diberi nama Subproblem 1, maka pencabangan tersebut menghasilkan 2 subproblem, yaitu: Subproblem 2: Subproblem 1 ditambah kendala x2 2. Subproblem 3: Subproblem 1 ditambah kendala x 3 2 ; Hal ini diilustrasikan secara grafis pada Gambar 2. Setiap titik (solusi) fisibel dari IP (6) termuat dalam daerah fisibel Subproblem 2 atau Subproblem 3. Setiap subproblem ini saling lepas. Subproblem 2 dan Subproblem 3 dikatakan dicabangkan oleh x. 2 Sekarang dipilih subproblem yang belum diselesaikan. Misalkan dipilih Subproblem 2, kemudian diselesaikan. Solusi optimum untuk Subproblem 2 ini adalah x 1 = 8, x 2 = 2, dan z = Saat ini subproblem yang belum diselesaikan adalah Subproblem 3. Solusi optimum untuk Subproblem 3 adalah x 1 = 6.5, x 2 = 3, dan z = 34.5 (lihat Lampiran 1). Karena solusi optimum yang dihasilkan Subproblem 3 bukan solusi integer, maka dipilih pencabangan pada Subproblem 3 atas x, 1 sehingga diperoleh dua subproblem lagi, yakni: Subproblem 4: Subproblem 3 ditambah kendala x 1 6. Subproblem 5: Subproblem 3 ditambah kendala x1 7. Masalah Subproblem 4 dan Subproblem 5 diselesaikan satu per satu. Subproblem 5 takfisibel (lihat Lampiran 1 pada Subproblem 5), maka subproblem ini tidak dapat menghasilkan solusi optimum. Solusi optimum untuk Subproblem 4 adalah x 1 = 6, x 2 = 3.25, dan z = (lihat Lampiran 1 bagian Subproblem 4). Karena solusi optimum Subproblem 4 bukan solusi integer, maka dipilih pencabangan Subproblem 4 pada x 2, sehingga diperoleh dua subproblem lagi, yaitu: Subproblem 6: Subproblem 4 ditambah kendala x 2 3. Subproblem 7: Subproblem 4 ditambah kendala x 2 4. Penyelesaian Subproblem 6 menghasilkan solusi optimum x 1 = 6, x 2 = 3, dan z = 33 (Lampiran 1 bagian Subproblem 6). Semua

6 6 variabel bernilai integer (solusinya memenuhi kendala integer), akan tetapi solusi yang dihasilkan pada subproblem ini tidak lebih baik dari batas bawah sehingga solusi pada Subproblem 6 tidak menadi batas bawah yang baru. Solusi optimum dari Subproblem 7 adalah x 1 = 4.5, x 2 = 4, dan z = 33.5 (Lampiran 1 bagian Subproblem 7). Karena solusi optimum dari Subproblem 7 tidak lebih baik dari batas bawah, maka tidak perlu dilakukan pencabangan pada Subproblem 7. Subproblem 2 menghasilkan solusi optimum yang berupa integer, dengan x 1 = 8, x 2 = 2, dan z = 34. Solusi optimum dari Subproblem 2 telah berupa integer dan tidak perlu lagi dilakukan pencabangan. Dengan demikian, solusi optimum pada IP (6) adalah solusi optimum dari Subproblem 2. Pohon pencabangan yang menunukkan penyelesaian masalah IP (6) secara keseluruhan ditunukkan pada Gambar 3. Subproblem 1 x 1 = 8, x 2 = 2.25 dan z = x2 2 Subproblem 2 x 1 = 8, x 2 = 2 dan z = 34 x2 3 Subproblem 33 x 1 = 6.5, x 2 = 3 dan z = 34.5 x1 6 Subproblem 4 x 1 = 6, x 2 = 3.25 dan z = x1 7 Subproblem 5 Solusi takfisibel Subproblem 6 x2 3 x 1 = 6, x 2 = 3 dan z = 33 x2 4 Subproblem 7 x 1 = 4.5, x 2 = 4 dan z = 33.5 Gambar 3 Metode branch and bound untuk menentukan solusi optimum dari IP. 2.4 Sistem Energi Kogenerasi Kogenerasi adalah suatu sistem energi berefisiensi tinggi yang menghasilkan listrik (energi mekanik) dan panas yang berdaya guna dari satu bahan bakar. Sistem kogenerasi sering disebut uga combined heat and power (CHP). Kogenerasi menawarkan keuntungan utama di bidang ekonomi dan lingkungan karena uga dapat mengubah panas buangan menadi sumber energi yang berguna. Banyak industri yang menggunakan CHP untuk menghasilkan listrik dan memenuhi proses panas (say & Lin 2000). Kelebihan sistem kogenerasi antara lain: - dapat meningkatkan efisiensi konversi energi dan penggunaannya, - dapat menghasilkan emisi yang lebih rendah terhadap lingkungan, khususnya CO 2, gas rumah kaca, - dapat meningkatkan efektivitas biaya dan mengurangi tempat pembuangan limbah; dalam beberapa kasus dapat digunakan bahan bakar kogenerasi berupa biomas dan beberapa limbah seperti limbah pengolahan minyak bumi, limbah proses dan limbah pertanian (dengan digester anaerobik atau gasifikasi), - dapat menadikan industri atau sektor komersial lebih kompetitif dan uga dapat memberikan tambahan energi panas untuk pengguna domestik, - dapat memberikan kesempatan lebih lanut untuk membangkitkan listrik lokal yang didesain sesuai dengan kebutuhan konsumen lokal dengan efisiensi tinggi, menghindari kehilangan transmisi dan meningkatkan fleksibilitas pada sistem penggunaan; hal ini khususnya untuk penggunaan bahan bakar gas alam,

7 7 - dapat memberikan kesempatan untuk meningkatkan diversifikasi plant pembangkit, dan menadikan persaingan pembangkitan; kogenerasi menyediakan suatu kendaraan penting untuk promosi pasar energi yang liberal (UNEP 2006). eknologi kogenerasi telah dikenal dan dimanfaatkan dengan baik di berbagai negara mau dan sebagian negara berkembang. Beberapa sektor industri yang berpotensi untuk menerapkan teknologi ini antara lain adalah pabrik pulp dan kertas, pupuk, baa, semen, keramik, gelas, tekstil, pengolahan makanan, penyulingan kelapa sawit maupun minyak bumi. Pada sektor komersial maupun fasilitas publik, kogenerasi dapat diterapkan antara lain sebagai fasilitas pembangkit energi pada kompleks industri, pusat perkantoran, hotel, universitas, dan rumah sakit. Baik sektor industri maupun sektor komersial mempunyai kebutuhan listrik dan uap atau panas secara bersamaan serta mempunyai panas buang yang cukup besar untuk dapat dimanfaatkan, sehingga sangat berpotensi untuk menerapkan teknologi kogenerasi. Jenis-enis sistem kogenerasi yang banyak tersedia secara komersial antara lain: sistem kogenerasi turbin uap, turbin gas, dan mesin torak (Hasan 2006). Penelasan mengenai cara kera dari sistem kogenerasi secara umum pada suatu bangunan dapat dilihat pada Gambar 4. Dari Gambar 4 diperoleh bahwa suatu bangunan membutuhkan 3 kebutuhan energi, yaitu energi listrik, panas dan pendingin. Sistem kogenerasi dapat menyalurkan energi listrik dan panas yang dihasilkan generator dan heat recovery system. Heat recovery system adalah salah satu bagian dari sistem kogenerasi yang berfungsi untuk mengubah panas terbuang menadi sumber energi panas yang bisa digunakan baik secara langsung maupun taklangsung. Selain itu sistem kogenerasi uga dapat digabungkan dengan penggunaan gas boiler dan electric grid yang bisa menghasilkan energi panas dan listrik, sedangkan kebutuhan energi pendingin bangunan dapat dipenuhi oleh absorption chiller atau electric chiller. 2.5 Sistem Energi Konvensional Berbeda dengan sistem energi kogenerasi, pemenuhan kebutuhan energi suatu bangunan pada sistem energi konvensional didapatkan secara terpisah. Misalnya energi termal didapatkan dari gas boiler dan energi listrik didapatkan dari suatu aringan listrik publik (electric grid). Sama halnya dengan sistem kogenerasi, pada sistem energi konvensional dapat ditambahkan suatu chiller, baik absorption chiller maupun electric chiller untuk memenuhi kebutuhan pendingin suatu instalasi. Absorption chiller dialankan oleh energi panas, sedangkan electric chiller dialankan oleh energi listrik. Penelasan mengenai cara kera sistem konvensional pada suatu bangunan dapat dilihat pada Gambar Simulasi Energi Simulasi energi digunakan untuk memperoleh kebutuhan panas, dingin dan listrik setiap am dari suatu bangunan. Menurut Osman & Ries (2006), input dari simulasi energi adalah data mengenai karakteristik bangunan seperti: - geometri dan bahan konstruksi bangunan, - lokasi dengan karakteristik cuaca yang spesifik, - ukuran bangunan, - kegunaan bangunan, - karakteristik penempatan yang spesifik, - adwal penggunaan peralatan, - adwal penggunaan penerangan. Selanutnya software simulasi energi dapat digunakan untuk menghasilkan penggunaan energi bangunan tiap amnya yang sesuai dengan karakteristik bangunan yang dideskripsikan oleh pengguna. Hasil simulasi energi berupa kebutuhan listrik, panas, dan dingin setiap amnya dapat digunakan sebagai parameter dalam model optimisasi. 2.7 Life Cycle Assessment (LCA) LCA mempelaari aspek-aspek lingkungan dan dampak potensial keseluruhan suatu umur produk dimulai dari perolehan bahan mentah lalu melewati proses produksi, pemakaian dan pembuangan. Berdasarkan International Organization for Standardization (ANSI/ISO, 1997), tahapan model LCA terdiri atas definisi dari tuuan dan ruang lingkup, analisis inventory, impact assessment, dan interpretasi (Osman & Ries 2006). ahapan analisis inventory meliputi kumpulan data dan prosedur kalkulasi untuk mengukur input-input dan output-output yang relevan dari proses pembuatan suatu produk. Input dapat berupa bahan mentah, bahan bakar, material pembantu dan energi, sedangkan output dapat berupa produk, emisi, limbah, energi listrik, dan panas. Pada tahapan

8 8 impact assessment akan dievaluasi dampak potensial lingkungan yang signifikan dengan menggunakan hasil analisis life cycle inventory. Gambar 4 Skema sistem energi kogenerasi dalam suatu bangunan (Listrik, Panas, Pendingin ) (Osman & Ries 2006). Gambar 5 Skema sistem energi konvensional dalam suatu bangunan (Listrik, Panas, Pendingin ) (Osman & Ries 2006). Indikator dampak potensial lingkungan yang digunakan pada karya ilmiah ini adalah: Primary Energi Consumption (PEC) Primary energi consumption adalah suatu pengukuran kuantitatif dari keseluruhan umlah sumber energi utama yang dibutuhkan untuk mengantarkan energi. Sumber energi adalah produk yang dapat dikonversi menadi pembawa energi, contohnya minyak dan batu bara yang dapat diadikan bahan bakar, angin, tenaga air dan lain-lain. PEC diukur dalam satuan kwh. Global Warming Potential (GWP) GWP setara dengan massa dari daya radiasi gas rumah kaca, yang didasarkan

9 9 atas daya spesifik CO 2. GWP diukur dalam kg CO 2 equivalent. Peningkatan gas rumah kaca di atmosfer diduga dapat menyebabkan peningkatan temperature permukaan bumi atau pemanasan global. ropospheric Ozone Precursor Potential (OPP) OPP setara dengan massa dari lau pembentukan ozon dari prekursor dan diukur dalam kg OPP equivalent. OPP merepresentasikan pembentukan potensial ozon pada lapisan troposfer yang mana dapat menyebabkan kabut photochemical. Nilai faktor emisi untuk indikator dampak lingkungan GWP dan OPP dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut: Indikator = [ e Indikator ] dengan: equivalent i i e i = massa dari emisi (i) dalam satuan kg, Indikator i = ekuivalensi emisi (i) untuk suatu indikator lingkungan dalam kg/kg. Nilai-nilai ekuivalensi emisi dapat dilihat pada abel 1. Hasil LCA berupa faktor emisi untuk setiap indikator dampak lingkungan dan dapat digunakan sebagai parameter pada model optimisasi. Faktor emisi life cycle (LC) merupakan suatu nilai yang menghubungkan kuantitas dari suatu polutan yang dilepas ke atmosfer dengan suatu aktivitas yang terkait dengan pembuangan pelepasan polutan tersebut. Faktor emisi dinyatakan sebagai berat dari polutan untuk suatu indikator dampak lingkungan dibagi dengan suatu unit (kwh) yang dikonsumsi. abel 1 Ekuivalensi emisi Ekuivalensi emisi CO 2 CH 4 N 2 O NO x NMVOC CO CO 2 equivalent OPP equivalent III PEMODELAN Formulasi model optimisasi energi berbasis life cycle assessment akan dibagi menadi 3 tahapan, yaitu: simulasi energi, life cycle assessment, dan optimisasi. Peranan setiap tahap dapat dilihat pada Gambar 6. Gambar tersebut menunukkan bahwa hasil akhir dari simulasi energi dan LCA sangat berpengaruh pada model optimisasi yang akan dibuat nanti. Output dari simulasi energi berupa kebutuhan energi suatu bangunan setiap am yang akan digunakan sebagai input pada model optimisasi. Output dari LCA, yang berupa faktor emisi, merupakan input dari model optimisasi yang digunakan sebagai koefisien dari variabel keputusan pada fungsi obektif. Faktor emisi terdiri atas 3 enis berdasarkan indikator dampak lingkungannya, yaitu berdasarkan PEC, OPP, dan GWP. Model optimisasi dibuat untuk sistem yang mampu menyediakan kebutuhan energi listrik, panas dan pendingin sekaligus. Model optimisasi terdiri atas: 1. Model optimisasi sistem energi kogenerasi. Alat-alat yang digunakan pada sistem ini antara lain: microturbine (salah satu enis turbin gas), aringan listrik (electric grid), gas boiler, absorption chiller dan electric chiller. 2. Model optimisasi sistem energi konvensional. Alat-alat yang digunakan pada sistem ini antara lain: electric grid, gas boiler, absorption chiller dan electric chiller. Model akan mengoptimumkan strategi pengoperasian sistem sehingga dapat meminimumkan total emisi LC (life cycle). otal emisi LC adalah umlah keseluruhan dari dampak yang ditimbulkan suatu produk selama umur hidupnya terhadap lingkungan. Model optimisasi ini berupa permasalahan mixed integer linear programming (MILP). Variabel-variabel yang digunakan merupakan variabel kontinu dan biner. Variabel keputusan kontinu digunakan dalam memformulasikan karakteristik kinera peralatan, keseimbangan energi dan hubungan permintaan dan penawaran. Variabel biner digunakan untuk menyatakan apakah suatu unit kogenerasi akan digunakan atau tidak. Variabel biner uga memastikan bahwa unit kogenerasi yang terpilih hanya akan beroperasi pada fakta-fakta level tingkatan

II LANDASAN TEORI. suatu fungsi dalam variabel-variabel. adalah suatu fungsi linear jika dan hanya jika untuk himpunan konstanta,.

II LANDASAN TEORI. suatu fungsi dalam variabel-variabel. adalah suatu fungsi linear jika dan hanya jika untuk himpunan konstanta,. II LANDASAN TEORI Pada pembuatan model penjadwalan pertandingan sepak bola babak kualifikasi Piala Dunia FIFA 2014 Zona Amerika Selatan, diperlukan pemahaman beberapa teori yang digunakan di dalam penyelesaiannya,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN II LANDASAN TEORI

I PENDAHULUAN II LANDASAN TEORI I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semakin tingginya mobilitas penduduk di suatu negara terutama di kota besar tentulah memiliki banyak permasalahan, mulai dari kemacetan yang tak terselesaikan hingga moda

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN II LANDASAN TEORI

I PENDAHULUAN II LANDASAN TEORI 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kamar darurat (Emergency Room/ER) adalah tempat yang sangat penting peranannya pada rumah sakit. Aktivitas yang cukup padat mengharuskan kamar darurat selalu dijaga oleh

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN II LANDASAN TEORI

I PENDAHULUAN II LANDASAN TEORI 0 I PEDAHULUA. Latar Belakang Peternakan didefinisikan sebagai suatu usaha untuk membudidayakan hewan ternak. Jika dilihat dari enis hewan yang diternakkan, terdapat berbagai enis peternakan, salah satunya

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN II LANDASAN TEORI

I PENDAHULUAN II LANDASAN TEORI 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar elakang Sepak bola merupakan olahraga yang populer di seluruh dunia termasuk di Indonesia. Sepak bola sebenarnya memiliki perangkat-perangkat penting yang harus ada dalam penyelenggaraannya,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN II LANDASAN TEORI

I PENDAHULUAN II LANDASAN TEORI I PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah penentuan rute bus karyawan mendapat perhatian dari para peneliti selama lebih kurang 30 tahun belakangan ini. Masalah optimisasi rute bus karyawan secara matematis

Lebih terperinci

II LANDASAN TEORI (ITDP 2007)

II LANDASAN TEORI (ITDP 2007) 2 II LADASA EORI Untuk membuat model optimasi penadwalan bus ransakarta diperlukan pemahaman beberapa teori. erikut ini akan dibahas satu per satu. 2.1 Penadwalan 2.1.1 Definisi Penadwalan Penadwalan merupakan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN II LANDASAN TEORI

I PENDAHULUAN II LANDASAN TEORI I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bencana alam merupakan interupsi signifikan terhadap kegiatan operasional sehari-hari yang bersifat normal dan berkesinambungan. Interupsi ini dapat menyebabkan entitas

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN II LANDASAN TEORI

I PENDAHULUAN II LANDASAN TEORI I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan bagian penting dari sumber daya alam yang mempunyai karakteristik unik, karena air bersifat terbarukan dan dinamis. Ini artinya sumber utama air yang berupa

Lebih terperinci

sejumlah variabel keputusan; fungsi yang akan dimaksimumkan atau diminimumkan disebut sebagai fungsi objektif, Ax = b, dengan = dapat

sejumlah variabel keputusan; fungsi yang akan dimaksimumkan atau diminimumkan disebut sebagai fungsi objektif, Ax = b, dengan = dapat sejumlah variabel keputusan; fungsi yang akan dimaksimumkan atau diminimumkan disebut sebagai fungsi objektif nilai variabel-variabel keputusannya memenuhi suatu himpunan kendala yang berupa persamaan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN II LANDASAN TEORI

I PENDAHULUAN II LANDASAN TEORI I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sukarelawan adalah seseorang atau sekelompok orang yang secara ikhlas karena panggilan nuraninya memberikan apa yang dimilikinya tanpa mengharapkan imbalan. Sukarelawan

Lebih terperinci

IV STUDI KASUS. 3.2 Model Optimisasi Sistem Konvensional Model optimisasi sistem kogenerasi dapat diformulasikan sebagai berikut: Min:

IV STUDI KASUS. 3.2 Model Optimisasi Sistem Konvensional Model optimisasi sistem kogenerasi dapat diformulasikan sebagai berikut: Min: 12 3.2 Model Optimisasi Sistem Konvensional Model optimisasi sistem kogenerasi dapat diformulasikan sebagai berikut: Min: m = 1 [ P_ GRID EF _ GRID ] m + H_ B EF_ BOILER = 1 Tujuan dari fungsi objektif

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Graf Definisi 1 (Graf, Graf Berarah dan Graf Takberarah) 2.2 Linear Programming

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Graf Definisi 1 (Graf, Graf Berarah dan Graf Takberarah) 2.2 Linear Programming 4 II TINJAUAN PUSTAKA Untuk memahami permasalahan yang berhubungan dengan penentuan rute optimal kendaraan dalam mendistribusikan barang serta menentukan solusinya maka diperlukan beberapa konsep teori

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN II LANDASAN TEORI

I PENDAHULUAN II LANDASAN TEORI I PENDAHULUAN 11 Latar Belakang Manajemen operasi suatu industri penerbangan merupakan suatu permasalahan Operations Research yang kompleks Secara umum, perusahaan dihadapkan pada berbagai persoalan dalam

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN II LANDASAN TEORI

I PENDAHULUAN II LANDASAN TEORI I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu observasi yang berguna dalam bidang komputasi di tahun 1970 adalah observasi terhadap permasalahan relaksasi Lagrange. Josep Louis Lagrange merupakan tokoh ahli

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN II LANDASAN TEORI

I PENDAHULUAN II LANDASAN TEORI 8 I PENDAHULUAN Latar elakang Pendistribusian suatu barang merupakan persoalan yang sering diumpai baik oleh pemerintah maupun oleh produsen Dalam pelaksanaannya sering kali dihadapkan pada berbagai masalah

Lebih terperinci

OPTIMISASI SISTEM KOGENERASI BERBASIS LIFE CYCLE ASSESSMENT

OPTIMISASI SISTEM KOGENERASI BERBASIS LIFE CYCLE ASSESSMENT 1 OPTIMISASI SISTEM KOGENERASI BERBASIS LIFE CYCLE ASSESSMENT YUDI MUHARAM RAKIB DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 2 ABSTRAK YUDI MUHARAM

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 0 BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obek Kaian.. Universitas Terbuka Universitas Terbuka (UT) yang diresmikan oleh Presiden RI pada tanggal 4 September 984 sebagai universitas negeri yang ke-45 dengan Keputusan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Riset Operasi Masalah pengoptimalan timbul sejak adanya usaha untuk menggunakan pendekatan ilmiah dalam memecahkan masalah manajemen suatu organisasi. Sebenarnya kegiatan yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan UKM dalam negeri didominasi oleh industri makanan, salah satunya produk roti yang menunukan bahwa minat masyarakat terhadap produk ini terus bertambah.

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Program Linier Menurut Aminudin (2005), program linier merupakan suatu model matematika untuk mendapatkan alternatif penggunaan terbaik atas sumber-sumber yang tersedia. Kata linier

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN Pada bab ini, akan dijelaskan metode-metode yang penulis gunakan dalam penelitian ini. Adapun metode yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah Metode Simpleks dan Metode Branch

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Program Linier Program linier merupakan suatu model matematika untuk mendapatkan alternatif penggunaan terbaik atas sumber-sumber yang tersedia. Kata linier digunakan untuk menunjukkan

Lebih terperinci

Bab 2 LANDASAN TEORI

Bab 2 LANDASAN TEORI Bab 2 LANDASAN TEORI 2.1 Program Linear Menurut Sitorus, Parlin (1997), Program Linier merupakan suatu teknik penyelesaian optimal atas suatu problema keputusan dengan cara menentukan terlebih dahulu suatu

Lebih terperinci

III RELAKSASI LAGRANGE

III RELAKSASI LAGRANGE III RELAKSASI LAGRANGE Relaksasi Lagrange merupakan salah satu metode yang terus dikembangkan dalam aplikasi pemrograman matematik. Sebagian besar konsep teoretis dari banyak aplikasi menggunakan metode

Lebih terperinci

PENJADWALAN KERETA API MENGGUNAKAN PEMROGRAMAN LINEAR INTEGER DWI SETIANTO

PENJADWALAN KERETA API MENGGUNAKAN PEMROGRAMAN LINEAR INTEGER DWI SETIANTO PENJADWALAN KERETA API MENGGUNAKAN PEMROGRAMAN LINEAR INTEGER DWI SETIANTO DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 ABSTRAK DWI SETIANTO.

Lebih terperinci

PENENTUAN LOKASI DALAM MANAJEMEN HUTAN

PENENTUAN LOKASI DALAM MANAJEMEN HUTAN PENENTUAN LOKASI DALAM MANAJEMEN HUTAN Oleh : KABUL EKA PRIANA G54102023 DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 ABSTRAK KABUL EKA PRIANA. Penentuan

Lebih terperinci

III MODEL PENJADWALAN

III MODEL PENJADWALAN 3 Ax = B N x B x = Bx B + Nx N = b. (5) N Karena matriks B adalah matriks taksingular, maka B memiliki invers, sehingga dari (5) x B dapat dinyatakan sebagai: x B = B 1 b B 1 Nx N. (6) Kemudian fungsi

Lebih terperinci

Konservasi Energi: Melalui Aplikasi Teknologi Kogenerasi

Konservasi Energi: Melalui Aplikasi Teknologi Kogenerasi Konservasi Energi: Melalui Aplikasi Teknologi Kogenerasi B2TE BPPT, Energy Partner Gathering Hotel Borobudur Jakarta, 4 Desember 2013 www.mctap-bppt.com INTENSITAS ENERGI SEKTOR INDUSTRI DI INDONESIA (dan

Lebih terperinci

PEMROGRAMAN INTEGER DENGAN FUNGSI OBJEKTIF LINEAR SEPOTONG - SEPOTONG

PEMROGRAMAN INTEGER DENGAN FUNGSI OBJEKTIF LINEAR SEPOTONG - SEPOTONG PEMROGRAMAN INTEGER DENGAN FUNGSI OBJEKTIF LINEAR SEPOTONG - SEPOTONG Oleh : FEBIANA RESI SAPTA G540037 DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR 008

Lebih terperinci

PRINSIP KONSERVASI ENERGI PADA PROSES PRODUKSI. Ir. Parlindungan Marpaung HIMPUNAN AHLI KONSERVASI ENERGI

PRINSIP KONSERVASI ENERGI PADA PROSES PRODUKSI. Ir. Parlindungan Marpaung HIMPUNAN AHLI KONSERVASI ENERGI PRINSIP KONSERVASI ENERGI PADA PROSES PRODUKSI Ir. Parlindungan Marpaung HIMPUNAN AHLI KONSERVASI ENERGI Elemen Kompetensi III Elemen Kompetensi 1. Menjelaskan prinsip-prinsip konservasi energi 2. Menjelaskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan negara dalam hal menyediakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat. penting dilakukan untuk menekan penggunaan energi.

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan negara dalam hal menyediakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat. penting dilakukan untuk menekan penggunaan energi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor industri merupakan sektor yang berperan dalam meningkatkan pendapatan negara dalam hal menyediakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat. Namun demikian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perusahaan adalah suatu tempat dimana sumber daya dasar dikelola dengan proses yang sedemikian rupa sehingga diperoleh suatu hasil berupa barang atau jasa yang

Lebih terperinci

Tenaga Uap (PLTU). Salah satu jenis pembangkit PLTU yang menjadi. pemerintah untuk mengatasi defisit energi listrik khususnya di Sumatera Utara.

Tenaga Uap (PLTU). Salah satu jenis pembangkit PLTU yang menjadi. pemerintah untuk mengatasi defisit energi listrik khususnya di Sumatera Utara. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan akan energi listrik terus-menerus meningkat yang disebabkan karena pertumbuhan penduduk dan industri di Indonesia berkembang dengan pesat, sehingga mewajibkan

Lebih terperinci

PENERAPAN METODE BRANCH AND BOUND DALAM PENYELESAIAN MASALAH PADA INTEGER PROGRAMMING

PENERAPAN METODE BRANCH AND BOUND DALAM PENYELESAIAN MASALAH PADA INTEGER PROGRAMMING Jurnal Manajemen Informatika dan Teknik Komputer Volume, Nomor, Oktober 05 PENERAPAN METODE BRANCH AND BOUND DALAM PENYELESAIAN MASALAH PADA INTEGER PROGRAMMING Havid Syafwan Program Studi Manajemen Informatika

Lebih terperinci

PENYELESAIAN PUZZLE SUDOKU MENGGUNAKAN PEMROGRAMAN LINEAR INTEGER MUHAMAD FARDAN WARDHANA

PENYELESAIAN PUZZLE SUDOKU MENGGUNAKAN PEMROGRAMAN LINEAR INTEGER MUHAMAD FARDAN WARDHANA PENYELESAIAN PUZZLE SUDOKU MENGGUNAKAN PEMROGRAMAN LINEAR INTEGER MUHAMAD FARDAN WARDHANA DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 ABSTRAK

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN II LANDASAN TEORI

I PENDAHULUAN II LANDASAN TEORI 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu tujuan dari industri atau perusahaan adalah menciptakan laba yang maksimal. Salah satu bentuk usahanya adalah dengan memaksimumkan hasil produksi atau meminimumkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia saat ini, dimana hampir semua aktivitas manusia berhubungan

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia saat ini, dimana hampir semua aktivitas manusia berhubungan BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Listrik merupakan salah satu kebutuhan pokok yang sangat penting dalam kehidupan manusia saat ini, dimana hampir semua aktivitas manusia berhubungan dengan listrik. Tenaga

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Program Integer Program Integer merupakan pengembangan dari Program Linear dimana beberapa atau semua variabel keputusannya harus berupa integer. Jika hanya sebagian variabel

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Program Linier Program linier adalah suatu cara untuk menyelesaikan persoalan pengalokasian sumber-sumber yang terbatas di antara beberapa aktivitas yang bersaing, dengan cara

Lebih terperinci

kita menggunakan variabel semu untuk memulai pemecahan, dan meninggalkannya setelah misi terpenuhi

kita menggunakan variabel semu untuk memulai pemecahan, dan meninggalkannya setelah misi terpenuhi Lecture 4: (B) Supaya terdapat penyelesaian basis awal yang fisibel, pada kendala berbentuk = dan perlu ditambahkan variabel semu (artificial variable) pada ruas kiri bentuk standarnya, untuk siap ke tabel

Lebih terperinci

PENJADWALAN OPERASI BEDAH MENGGUNAKAN INTEGER PROGRAMMING : STUDI KASUS OPTIMASI WAKTU TARGET AHLI BEDAH DI RUMAH SAKIT JAKARTA EYE CENTER

PENJADWALAN OPERASI BEDAH MENGGUNAKAN INTEGER PROGRAMMING : STUDI KASUS OPTIMASI WAKTU TARGET AHLI BEDAH DI RUMAH SAKIT JAKARTA EYE CENTER 1 PENJADWALAN OPERASI BEDAH MENGGUNAKAN INTEGER PROGRAMMING : STUDI KASUS OPTIMASI WAKTU TARGET AHLI BEDAH DI RUMAH SAKIT JAKARTA EYE CENTER FENNY RISNITA DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Demikian juga halnya dengan PT. Semen Padang. PT. Semen Padang memerlukan

BAB I PENDAHULUAN. Demikian juga halnya dengan PT. Semen Padang. PT. Semen Padang memerlukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Listrik merupakan suatu kebutuhan utama dalam setiap aspek kehidupan. Energi listrik merupakan alat utama untuk menggerakkan aktivitas produksi suatu pabrik. Demikian

Lebih terperinci

PROGRAMA INTEGER 10/31/2012 1

PROGRAMA INTEGER 10/31/2012 1 PROGRAMA INTEGER 10/31/2012 1 Programa linier integer (integer linear programming/ilp) pada intinya berkaitan dengan program-program linier dimana beberapa atau semua variabel memiliki nilai-nilai integer

Lebih terperinci

MODEL OPTIMISASI PENGGUNAAN BINATANG BURUAN SECARA KONSUMTIF AHDIANI FEBRIYANTI G

MODEL OPTIMISASI PENGGUNAAN BINATANG BURUAN SECARA KONSUMTIF AHDIANI FEBRIYANTI G MODEL OPTIMISASI PENGGUNAAN BINATANG BURUAN SECARA KONSUMTIF AHDIANI FEBRIYANTI G54104020 DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 2 ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB 3 LINEAR PROGRAMMING

BAB 3 LINEAR PROGRAMMING BAB 3 LINEAR PROGRAMMING Teori-teori yang dijelaskan pada bab ini sebagai landasan berpikir untuk melakukan penelitian ini dan mempermudah pembahasan hasil utama pada bab selanjutnya. 3.1 Linear Programming

Lebih terperinci

PENYELESAIAN MASALAH PENJADWALAN PERTANDINGAN SEPAK BOLA DENGAN SISTEM ROUND-ROBIN ABDILLAH

PENYELESAIAN MASALAH PENJADWALAN PERTANDINGAN SEPAK BOLA DENGAN SISTEM ROUND-ROBIN ABDILLAH PENYELESAIAN MASALAH PENJADWALAN PERTANDINGAN SEPAK BOLA DENGAN SISTEM ROUND-ROBIN ABDILLAH DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PENYELESAIAN

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Linear Programming 2.1.1 Model Linier Programming Pemrograman linier adalah sebuah model matematik untuk menjelaskan suatu persoalan optimasi. Istilah linier menunjukkan bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Energi listrik menjadi kebutuhan utama manusia baik sektor rumah tangga, industri, perkantoran, dan lainnya. Kebutuhan energi terus meningkat seiring dengan meningkatnya

Lebih terperinci

Bab 2 LANDASAN TEORI

Bab 2 LANDASAN TEORI Bab 2 LANDASAN TEORI 2.1 Linear Programming Linear Programming (LP) merupakan metode yang digunakan untuk mencapai hasil terbaik (optimal) seperti keuntungan maksimum atau biaya minimum dalam model matematika

Lebih terperinci

BAB 2 PROGRAM LINEAR

BAB 2 PROGRAM LINEAR BAB 2 PROGRAM LINEAR 2.1. Pengertian Program Linear Pemrograman Linier disingkat PL merupakan metode matematik dalam mengalokasikan sumber daya yang terbatas untuk mencapai suatu tujuan seperti memaksimumkan

Lebih terperinci

BAB II METODE SIMPLEKS

BAB II METODE SIMPLEKS BAB II METODE SIMPLEKS 2.1 Pengantar Salah satu teknik penentuan solusi optimal yang digunakan dalam pemrograman linier adalah metode simpleks. Penentuan solusi optimal menggunakan metode simpleks didasarkan

Lebih terperinci

Metode Simpleks (Simplex Method) Materi Bahasan

Metode Simpleks (Simplex Method) Materi Bahasan Metode Simpleks (Simplex Method) Kuliah 03 TI2231 Penelitian Operasional I 1 Materi Bahasan 1 Rumusan Pemrograman linier dalam bentuk baku 2 Pemecahan sistem persamaan linier 3 Prinsip-prinsip metode simpleks

Lebih terperinci

Integer Programming (Pemrograman Bulat)

Integer Programming (Pemrograman Bulat) Integer Programming (Pemrograman Bulat) Pemrograman bulat dibutuhkan ketika keputusan harus dilakukan dalam bentuk bilangan bulat (bukan pecahan yang sering terjadi bila kita gunakan metode simpleks).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. l.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. l.1 LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN l.1 LATAR BELAKANG Konsumsi per kapita sumber energi non terbarukan di bumi yang meliputi gas, minyak bumi, batu bara, merupakan salah satu kekayaan ekonomi yang dimiliki suatu Negara

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam beberapa tahun terakhir, para pakar matematika telah banyak mencoba melakukan pendekatan untuk memecahkan permasalahan Program Linier Pecahan (PLP). Dalam tulisan

Lebih terperinci

BAB 2. PROGRAM LINEAR

BAB 2. PROGRAM LINEAR BAB 2. PROGRAM LINEAR 2.1. Pengertian Program Linear Pemrograman Linier disingkat PL merupakan metode matematik dalam mengalokasikan sumber daya yang terbatas untuk mencapai suatu tujuan seperti memaksimumkan

Lebih terperinci

BAB V PROGRAMA LINIER : MODEL TRANSPORTASI

BAB V PROGRAMA LINIER : MODEL TRANSPORTASI BAB V PROGRAMA LINIER : MODEL TRANSPORTASI Model transportasi berkaitan dengan penentuan rencana berbiaya rendah untuk mengirimkan satu barang dari seumlah sumber (misalnya, pabrik) ke seumlah tuuan (misalnya,

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Perencanaan Produksi

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Perencanaan Produksi BAB 2 LANDASAN TEORI 21 Perencanaan Produksi Produksi yang dalam bahasa inggris disebut production adalah keseluruhan proses yang dilakukan untuk menghasilkan produk atau jasa Produk yang dihasilkan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. energi untuk melakukan berbagai macam kegiatan seperti kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. energi untuk melakukan berbagai macam kegiatan seperti kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bahan bakar adalah suatu materi yang dapat dikonversi menjadi energi untuk melakukan berbagai macam kegiatan seperti kegiatan transportasi, industri pabrik, industri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Meningkatnya laju pertumbuhan ekonomi dan jumlah penduduk dalam satu dekade terakhir menjadi salah satu faktor pendorong meningkatnya konsumsi energi nasional. Seperti

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Program Linier Program linier adalah suatu teknik penyelesaian optimal atas suatu problema keputusan dengan cara menentukan terlebih dahulu fungsi tujuan (memaksimalkan atau meminimalkan)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kebutuhannya demikian juga perkembangannya, bukan hanya untuk kebutuhan

I. PENDAHULUAN. kebutuhannya demikian juga perkembangannya, bukan hanya untuk kebutuhan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemakaian energi listrik dan energi panas dewasa ini cukup pesat kebutuhannya demikian juga perkembangannya, bukan hanya untuk kebutuhan proses manufaktur, tetapi juga

Lebih terperinci

PENJADWALAN DOKTER KAMAR DARURAT DI RSCM MENGGUNAKAN PEMROGRAMAN LINEAR INTEGER RATNA RATU ALIT

PENJADWALAN DOKTER KAMAR DARURAT DI RSCM MENGGUNAKAN PEMROGRAMAN LINEAR INTEGER RATNA RATU ALIT PENJADWALAN DOKTER KAMAR DARURAT DI RSCM MENGGUNAKAN PEMROGRAMAN LINEAR INTEGER RATNA RATU ALIT DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011 ABSTRACT

Lebih terperinci

PENYELESAIAN MASALAH PENJADWALAN MATA PELAJARAN SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MENGGUNAKAN PEMROGRAMAN LINEAR INTEGER MAHNURI

PENYELESAIAN MASALAH PENJADWALAN MATA PELAJARAN SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MENGGUNAKAN PEMROGRAMAN LINEAR INTEGER MAHNURI PENYELESAIAN MASALAH PENJADWALAN MATA PELAJARAN SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MENGGUNAKAN PEMROGRAMAN LINEAR INTEGER MAHNURI DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

Penyusun: Ade Vicidian Sugiharto Putra ( ) Pembimbing II: Yudhi Purwananto, S.Kom, M.Kom. Victor Hariadi, S.Si, M.Kom.

Penyusun: Ade Vicidian Sugiharto Putra ( ) Pembimbing II: Yudhi Purwananto, S.Kom, M.Kom. Victor Hariadi, S.Si, M.Kom. Penyusun: Ade Vicidian Sugiharto Putra (5107100615) Pembimbing I: Yudhi Purwananto, S.Kom, M.Kom. Pembimbing II: Victor Hariadi, S.Si, M.Kom. PENDAHULUAN Permasalahan pengalokasian sumber-sumber yang terbatas

Lebih terperinci

MAKSIMALISASI PROFIT DALAM PERENCANAAN PRODUKSI

MAKSIMALISASI PROFIT DALAM PERENCANAAN PRODUKSI MAKSIMALISASI PROFIT DALAM PERENCANAAN PRODUKSI Tri Hernawati Staf Pengaar Kopertis Wilayah I Dpk Fakultas Teknik Universitas Islam Sumatera Utara Medan Abstrak Profit yang maksimal merupakan tuuan utama

Lebih terperinci

IV PENYELESAIAN MASALAH PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ZERO INVENTORY

IV PENYELESAIAN MASALAH PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ZERO INVENTORY abel abel kefisibelan adwal dengan setiap kemungkinan pasangan pelanggan G untuk setiap adwal fisibel yang dihapus dari adwal dan nilai \ ( ik, ) Kefisibelan G \{,} 0,,4,, fisibel 0 \{,4} 0,,,,4 fisibel

Lebih terperinci

PENGOPERASIAN OPTIMUM SISTEM TENAGA LISTRIK

PENGOPERASIAN OPTIMUM SISTEM TENAGA LISTRIK PENGOPERASIAN OPTIMUM SISTEM TENAGA LISTRIK Ontoseno Penangsang Text Book : Power Generation Operation and Control Allen J. Wood & Bruce F. Wollenberg Power System Analysis Hadi Saadat INTRODUCTION Acquaint

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Usaha Kecil Menengah

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Usaha Kecil Menengah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Usaha Kecil Menengah Pengertian Usaha Kecil Menengah (UKM) menurut Keputusan Presiden RI No. 99 tahun 1998, yaitu kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dengan bidang

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Model Matematika Model matematika adalah suatu rumusan matematika (dapat berbentuk persamaan, pertidaksamaan, atau fungsi) yang diperoleh dari hasil penafsiran seseorang ketika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Energi adalah salah satu kebutuhan yang paling mendasar bagi umat manusia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Energi adalah salah satu kebutuhan yang paling mendasar bagi umat manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Energi adalah salah satu kebutuhan yang paling mendasar bagi umat manusia dalam upaya untuk meningkatkan kesejahteraan hidup. Salah satu kebutuhan energi yang tidak

Lebih terperinci

Modul 8. PENELITIAN OPERASIONAL INTEGER PROGRAMMING. Oleh : Eliyani PROGRAM KELAS KARYAWAN PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

Modul 8. PENELITIAN OPERASIONAL INTEGER PROGRAMMING. Oleh : Eliyani PROGRAM KELAS KARYAWAN PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI Modul 8. PENELITIAN OPERASIONAL INTEGER PROGRAMMING Oleh : Eliyani PROGRAM KELAS KARYAWAN PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA 2007 2 PENDAHULUAN Salah

Lebih terperinci

Efisiensi PLTU batubara

Efisiensi PLTU batubara Efisiensi PLTU batubara Ariesma Julianto 105100200111051 Vagga Satria Rizky 105100207111003 Sumber energi di Indonesia ditandai dengan keterbatasan cadangan minyak bumi, cadangan gas alam yang mencukupi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Manajemen Produksi dan Operasi Menurut Heizer dan Render (2006:4) manajemen operasi (operation management-om) adalah serangkaian aktivitas yang menghasilkan nilai

Lebih terperinci

PENENTUAN RUTE BUS KARYAWAN MENGGUNAKAN PEMROGRAMAN LINEAR INTEGER ZIL ARIFAH

PENENTUAN RUTE BUS KARYAWAN MENGGUNAKAN PEMROGRAMAN LINEAR INTEGER ZIL ARIFAH PENENTUAN RUTE BUS KARYAWAN MENGGUNAKAN PEMROGRAMAN LINEAR INTEGER ZIL ARIFAH DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 PENENTUAN RUTE BUS

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. linear yang dinyatakan dengan fungsi tujuan dan fungsi kendala yang memiliki

BAB III PEMBAHASAN. linear yang dinyatakan dengan fungsi tujuan dan fungsi kendala yang memiliki BAB III PEMBAHASAN Masalah Fuzzy Linear Programming (FLP) merupakan masalah program linear yang dinyatakan dengan fungsi tujuan dan fungsi kendala yang memiliki parameter fuzzy dan ketidaksamaan fuzzy

Lebih terperinci

PEMECAHAN MASALAH PROGRAM LINIER BERKOEFISIEN INPUT PARAMETRIK MENGGUNAKAN PARAMETRIC LINEAR PROGRAMMING

PEMECAHAN MASALAH PROGRAM LINIER BERKOEFISIEN INPUT PARAMETRIK MENGGUNAKAN PARAMETRIC LINEAR PROGRAMMING Jurnal Teknik dan Ilmu Komputer PEMECAHAN MASALAH PROGRAM LINIER BERKOEFISIEN INPUT PARAMETRIK MENGGUNAKAN PARAMETRIC LINEAR PROGRAMMING (Solving The Linier Program with Parametric Input Coefficient Using

Lebih terperinci

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1 Program Linier Penyelesaian program linear dengan algoritma interior point dapat merupakan sebuah penyelesaian persoalan yang kompleks. Permasalahan dalam program linier mungkin

Lebih terperinci

BAB II. PEMROGRAMAN LINEAR

BAB II. PEMROGRAMAN LINEAR BAB II. PEMROGRAMAN LINEAR KARAKTERISTIK PEMROGRAMAN LINEAR Sifat linearitas suatu kasus dapat ditentukan menggunakan beberapa cara. Secara statistik, kita dapat memeriksa kelinearan menggunakan grafik

Lebih terperinci

BAB III. METODE SIMPLEKS

BAB III. METODE SIMPLEKS BAB III. METODE SIMPLEKS 3.1. PENGANTAR Metode grafik tidak dapat menyelesaikan persoalan linear program yang memilki variabel keputusan yang cukup besar atau lebih dari dua, maka untuk menyelesaikannya

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. masalah fuzzy linear programming untuk optimasi hasil produksi pada bab

BAB II KAJIAN TEORI. masalah fuzzy linear programming untuk optimasi hasil produksi pada bab BAB II KAJIAN TEORI Berikut diberikan landasan teori mengenai program linear, konsep himpunan fuzzy, program linear fuzzy dan metode Mehar untuk membahas penyelesaian masalah fuzzy linear programming untuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Program linier merupakan metode matematika dalam mengalokasikan sumber daya yang terbatas untuk mencapai suatu tujuan, seperti memaksimumkan keuntungan dan meminimumkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Optimasi adalah suatu proses pencarian hasil terbaik. Proses ini dalam analisis sistem diterapkan terhadap alternatif yang dipertimbangkan, kemudian dari hasil tersebut

Lebih terperinci

PENJADWALAN MESIN KEMAS IDENTIK PARALEL PADA INDUSTRI YOGHURT MENGGUNAKAN PEMROGRAMAN LINEAR INTEGER SLAMET RIYADI

PENJADWALAN MESIN KEMAS IDENTIK PARALEL PADA INDUSTRI YOGHURT MENGGUNAKAN PEMROGRAMAN LINEAR INTEGER SLAMET RIYADI PENJADWALAN MESIN KEMAS IDENTIK PARALEL PADA INDUSTRI YOGHURT MENGGUNAKAN PEMROGRAMAN LINEAR INTEGER SLAMET RIYADI DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

Matematika Bisnis (Linear Programming-Metode Grafik Minimisasi) Dosen Febriyanto, SE, MM.

Matematika Bisnis (Linear Programming-Metode Grafik Minimisasi) Dosen Febriyanto, SE, MM. (Linear Programming-Metode Grafik Minimisasi) Dosen Febriyanto, SE, MM. www.febriyanto79.wordpress.com - Linear Programming Linear programing (LP) adalah salah satu metode matematis yang digunakan untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dewasa ini besarnya jumlah konsumsi energi di Indonesia terus mengalami

I. PENDAHULUAN. Dewasa ini besarnya jumlah konsumsi energi di Indonesia terus mengalami I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Dewasa ini besarnya jumlah konsumsi energi di Indonesia terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. Berdasarkan data outlook pengelolaan energi nasional tahun

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Algoritma Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, terbitan Balai Pustaka 1988, algoritma diartikan sebagai urutan logis pengambilan putusan untuk pemecahan masalah. Menurut Munir R.

Lebih terperinci

1 Universitas Indonesia

1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dari sudut pandang enjinering, pengoperasian sebuah hotel tidak terlepas dari kebutuhan akan sumber daya energi antara lain untuk penerangan dan pengoperasian alat-alat

Lebih terperinci

1 UNIVERSITAS INDONESIA Rancangan strategi..., R. Agung Wijono, FT UI, 2010.

1 UNIVERSITAS INDONESIA Rancangan strategi..., R. Agung Wijono, FT UI, 2010. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PERMASALAHAN Sebagai Negara penghasil minyak bumi yang cukup besar, masa keemasan ekspor minyak Indonesia telah lewat. Dilihat dari kebutuhan bahan bakar minyak (BBM)

Lebih terperinci

METODE SIMPLEKS FUZZY UNTUK PERMASALAHAN PEMROGRAMAN LINEAR DENGAN VARIABEL TRAPEZOIDAL FUZZY

METODE SIMPLEKS FUZZY UNTUK PERMASALAHAN PEMROGRAMAN LINEAR DENGAN VARIABEL TRAPEZOIDAL FUZZY Buletin Ilmiah Mat. Stat. dan Terapannya (Bimaster) Volume 01 No. 1 (2012) hal 23 30. METODE SIMPLEKS FUZZY UNTUK PERMASALAHAN PEMROGRAMAN LINEAR DENGAN VARIABEL TRAPEZOIDAL FUZZY Anastasia Tri Afriani

Lebih terperinci

MASALAH PEMANFAATAN AIR BAWAH TANAH BAGI PERUSAHAAN AIR MINUM DALAM KEMASAN Studi Kasus di PT Tang Mas Cidahu Sukabumi MIRANI OKTAVIA

MASALAH PEMANFAATAN AIR BAWAH TANAH BAGI PERUSAHAAN AIR MINUM DALAM KEMASAN Studi Kasus di PT Tang Mas Cidahu Sukabumi MIRANI OKTAVIA MASALAH PEMANFAATAN AIR BAWAH TANAH BAGI PERUSAHAAN AIR MINUM DALAM KEMASAN Studi Kasus di PT Tang Mas Cidahu Sukabumi MIRANI OKTAVIA DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

Lebih terperinci

Analisis Kebutuhan dan Penyediaan Energi Di Sektor Industri - OEI 2012

Analisis Kebutuhan dan Penyediaan Energi Di Sektor Industri - OEI 2012 Analisis Kebutuhan dan Penyediaan Energi Di Sektor Industri - OEI 2012 Ira Fitriana 1 1 Perencanaan Energi Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi E-mail: irafit_2004@yahoo.com Abstract The industrial

Lebih terperinci

ANALISIS PERUBAHAN KOEFISIEN FUNGSI TUJUAN SECARA SIMPLEKS PADA MASALAH PROGRAM LINEAR BILANGAN BULAT

ANALISIS PERUBAHAN KOEFISIEN FUNGSI TUJUAN SECARA SIMPLEKS PADA MASALAH PROGRAM LINEAR BILANGAN BULAT ANALISIS PERUBAHAN KOEFISIEN FUNGSI TUJUAN SECARA SIMPLEKS PADA MASALAH PROGRAM LINEAR BILANGAN BULAT SKRIPSI Diaukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Permasalahan pemotongan kayu sering dialami oleh industri yang memproduksi batangan-batangan kayu menjadi persediaan kayu dalam potonganpotongan yang lebih

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. digunakan untuk membentuk fungsi tujuan dari masalah pemrograman nonlinear

BAB III PEMBAHASAN. digunakan untuk membentuk fungsi tujuan dari masalah pemrograman nonlinear BAB III PEMBAHASAN Pada bab ini akan dijelaskan tentang konsep dasar metode kuadrat terkecil yang digunakan untuk membentuk fungsi tujuan dari masalah pemrograman nonlinear dan langkah-langkah penyelesaiannya

Lebih terperinci

Berikut merupakan alur penyelesaian masalah nyata secara matematik. pemodelan. penyelesaian

Berikut merupakan alur penyelesaian masalah nyata secara matematik. pemodelan. penyelesaian Lecture I: Introduction of NonLinear Programming A. Masalah Optimisasi Dalam kehidupan sehari-hari, manusia cenderung untuk berprinsip ekonomi, yaitu dengan sumber daya sedikit mungkin dapat memperoleh

Lebih terperinci

Model Optimisasi dan Pemrograman Linear

Model Optimisasi dan Pemrograman Linear Modul Model Optimisasi dan Pemrograman Linear Prof. Dr. Djati Kerami Dra. Denny Riama Silaban, M.Kom. S PENDAHULUAN ebelum membuat rancangan penyelesaian masalah dalam bentuk riset operasional, kita harus

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Pemrograman linear (PL) ialah salah satu teknik dari riset operasi untuk

BAB II LANDASAN TEORI. Pemrograman linear (PL) ialah salah satu teknik dari riset operasi untuk BAB II LANDASAN TEORI A. Pemrograman Linear Pemrograman linear (PL) ialah salah satu teknik dari riset operasi untuk memecahkan persoalan optimasi (maksimum atau minimum) dengan menggunakan persamaan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Arief Hario Prambudi, 2014

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Arief Hario Prambudi, 2014 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) adalah suatu pembangkit listrik dimana energi listrik dihasilkan oleh generator yang diputar oleh turbin uap yang memanfaatkan

Lebih terperinci