KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA. Februari 2018

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA. Februari 2018"

Transkripsi

1 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA Februari 2018

2 Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh dengan menghubungi: KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA SULAWESI TENGGARA Tim Advisory dan Pengembangan Ekonomi Fungsi Asesmen Ekonomi dan Surveilans Jl. Sultan Hasanudin No. 150 Kendari No. Telp. (0401) ; No. Fax.(0401) Keterangan Cover: Tanaman Kakao LEMs Kolaka Timur Fotografer: Azhari Anggriawan

3 KATA PENGANTAR KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA

4 VISI MISI BANK INDONESIA VISI BANK INDONESIA MISI BANK INDONESIA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2018

5 DAFTAR ISI DAFTAR ISI

6

7 DAFTAR GRAFIK

8

9

10 DAFTAR TABEL DAFTAR TABEL

11 DAFTAR ISI KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA

12 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2018

13 RINGKASAN EKSEKUTIF Februari 2018 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA 1

14 Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tenggara kembali mengalami perlambatan meskipun masih berada diatas nasional. Melambatnya hamper seluruh komponen pada sisi permintaan menjadi faktor utama perlambatan ekonomi yang terjadi Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Provinsi Sulawesi Tenggara mengalami penurunan dibandingkan dengan tahun sebelumnya di tengah pengetatan fiskal. Tekanan inflasi Sultra mengalami penurunan yang disebabkan oleh peningkatan produksi yang didukung oleh kondusifnya cuaca dan upaya pengendalian inflasi untuk meningkatkan produksi dan pasokan pangan strategis. Pertumbuhan Ekonomi Daerah Pada triwulan IV 2017 ekonomi Sulawesi Tenggara kembali mencatatkan pertumbuhan yang positif sebesar 6,1% (yoy), lebih tinggi dibandingkan nasional yang hanya tumbuh sebesar 5,1% (yoy). Meskipun demikian, jika dibandingkan dengan kinerja perekonomian Sultra pada triwulan III 2017, kinerja pada triwulan IV tersebut menunjukkan adanya perlambatan dari semula dapat tumbuh sebesar 6,6% (yoy). Dari sisi permintaan, perlambatan terjadi hampir di seluruh sektor, kecuali konsumsi rumah tangga yang cenderung stabil. Sementara itu dari sisi penawaran, perlambatan terjadi pada lapangan usaha utama yaitu lapangan usaha pertambangan dan penggalian. Memasuki triwulan I 2018, perkembangan beberapa indikator ekonomi di Sulawesi Tenggara mengindikasikan arah pertumbuhan dengan tren meningkat dan diperkirakan mampu tumbuh pada kisaran 6,2% - 6,6% (yoy). Sektor ekonomi yang diperkirakan akan mengalami percepatan pertumbuhan yaitu lapangan usaha pertambangan dan penggalian dan lapangan usaha industri pengolahan. Keuangan Pemerintah Realisasi pendapatan dan belanja Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara pada triwulan IV 2017 relatif lebih rendah jika dibandingkan realisasi pendapatan pemerintah daerah di periode yang sama tahun sebelumnya. Realisasi pendapatan mencapai 100,93% sementara belanja mencapai 91,73%. Menurunnya persentase realisasi ini terutama didorong oleh masih berhati-hatinya pemerintah daerah dalam merealisasikan anggaran seiring adanya pengetatan fiskal oleh pemerintah pusat. Inflasi Daerah Tingkat inflasi IHK provinsi Sulawesi Tenggara pada triwulan IV 2017 mencapai 2,97% (yoy), mengalami penurunan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang sebesar 3,18% (yoy). Sumber utama penurunan inflasi tersebut berasal dari kelompok bahan makanan dan kelompok transport, komunikasi dan keuangan yang didorong oleh peningkatan produksi bahan makan yang didukung oleh kondisi cuaca yang kondusif serta tidak terlalu bergejolaknya harga tarif angkutan udaha pada periode laporan. Upaya pengendalian inflasi yang dilakukan oleh pemerintah daerah bersama Bank Indonesia melalui Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) Provinsi Sulawesi Tenggara selama triwulan III 2017 difokuskan pada upaya meningkatkan produksi dan pasokan pangan strategis. Upaya yang dilakukan antara lain yaitu mengimplementasikan Urban Farming untuk komoditas sayur-sayuran, rapat koordinasi membahas permasalahan pasokan ikan tangkap, sosialisasi kebijakan HET untuk komoditas beras dan gula pasir, serta upaya penguatan TPID tingkat kabupaten. Sementara itu, tekanan inflasi pada triwulan I 2018 diperkirakan menurun seiring dengan kembali normalnya tingkat konsumsi masyarakat setelah berlalunya periode libur akhir tahun. 2 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2018

15 Stabilitas keuangan daerah masih terjaga dan mendukung peningkatan kinerja institusi keuangan di Sultra. Stabilitas Keuangan Daerah Stabilitas keuangan daerah masih terjaga, terutama dari ketahanan sektor rumah tangga. Meskipun menghadapi kerentanan yang disebabkan oleh cukup rendahnya tingkat pertumbuhan konsumsi rumah tangga dibandingkan dengan pertumbuhan konsumsi rumah tanggal regional Sulawesi, namun tingkat konsumsi yang masih dalam batas wajar, perilaku berutang yang membaik dan risiko kredit yang masih terjaga berdampak minimal pada stabilitas sistem keuangan. Sementara itu dari sisi sektor korporasi, kinerja korporasi utama masih cukup stabil meskipun terjadi perlambatan beberapa sektor utama. Meskipun demikian, optimisme dalam perekonomian turut mendukung kinerja institusi keuangan, khususnya perbankan di Sulawesi Tenggara. Kinerja penghimpunan dana pihak ketiga masih melanjutkan tren peningkatan, sementara itu penyaluran kredit mulai menunjukkan perbaikan. Selain itu, risiko kredit masih terjaga. Transaksi nontunai yang didominasi oleh transaksi kliring mengalami penurunan sejalan dengan perlambatan konsumsi pemerintah dan terbatasnya konsumsi rumah tangga. Sementara untuk transaksi tunai terjadi net outflow. Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Selama triwulan IV 2017, nilai transaksi sistem pembayaran nontunai di Sulawesi Tenggara mencapai Rp2,94 triliun, masih mengalami penurunan sebesar 6,9% (yoy). Kondisi ini sejalan dengan perlambatan pertumbuhan ekonomi pada periode tersebut, terutama disebabkan oleh melambatnya konsumsi pemerintah dan tertahannya konsumsi rumah tangga. Dari preferensi penggunaannya, transaksi nontunai secara nominal di Sulawesi Tenggara masih didominasi oleh penggunaan SKNBI sebesar 68,8% dan sisanya sebesar 31,2% menggunakan BI-RTGS. Sementara itu transaksi pembayaran tunai pada triwulan IV 2017 memiliki pola yang sama dengan periode tahun sebelumnya yang terjadi net-outflow. Bank Indonesia secara berkala terus menjaga ketersediaan uang layak edar (ULE) di masyarakat. Selama bulan Juli hingga September 2017, kegiatan kas keliling telah dilakukan sebanyak 7 (tujuh) kali, dengan rincian 5 (lima) kali di luar Kota Kendari dan 2 (dua) kali di dalam Kota Kendari. Kondisi ketenagakerjaan masih belum mengalami perbaikan yang signifikan Sementara itu, kesejahteraan masyarakat cenderung mengalami peningkatan seiring pertumbuhan lapangan usaha utama dengan daya serap tenaga kerja tinggi. Kondisi Tenaga Kerja dan Kesejahteraan Kondisi ketenagakerjaan di Sulawesi Tenggara pada triwulan IV 2017 masih belum menunjukan gejala-gejala perbaikan yang signifikan. Pada triwulan IV 2017, kondisi penawaran tenaga kerja di Sulawesi Tenggara cenderung menurun. Hal ini diindikasikan dari penurunan jumlah angkatan kerja dan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) pada bulan Agustus 2017 dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Masih belum adanya perbaikan kondisi ketenagakerjaan yang signifikan pada triwulan IV 2017 tercermin dari peningkatan kondisi permintaan tenaga kerja yang masih relatif kecil. Meskipun demikian, kesejahteraan masyarakat Sulawesi Tenggara cenderung mengalami peningkatan pada triwulan IV Hal ini terlihat dari meningkatnya indeks penghasilan masyarakat dan Nilai Tukar Petani (NTP) pada periode tersebut jika dibandingkan dengan periode sebelumnya. KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA 3

16 Pertumbuhan ekonomi Sultra pada tahun 2018 diperkirakan meningkat di tengah tekanan inflasi yang masih rendah dan stabil. Prospek Perekonomian Berdasarkan beberapa indikator pendukung, hasil survei dan liaison, pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tenggara pada triwulan II 2018 diprakirakan berada pada kisaran 7,2% - 7,6% (yoy) mengalami akselerasi jika dibandingkan pertumbuhan pada periode sebelumnya yang diprakirakan tumbuh sebesar 6,2% - 6,6% (yoy). Terakselerasinya beberapa lapangan usaha utama seperti lapangan usaha pertanian, lapangan usaha industri pengolahan, lapangan usaha konstruksi dan lapangan usaha perdagangan besar dan eceran menjadi faktor utama pertumbuhan yang terjadi meskipun tertahan dengan perlambatan yang terjadi pada lapangan usaha pertambangan dan penggalian. Dengan perekonomian Sultra pada triwulan II 2018 yang diperkirakan masih akan mengalami pertumbuhan turut mendorong pertumbuhan perekonomian Sultra sepanjang periode Pada periode tersebut, perekonomian Sultra diprakirakan tumbuh pada kisaran 6,8% - 7,2% (yoy). Perkembangan perekonomian di Sultra tersebut searah dengan prakiraan perekonomian Indonesia dan dunia yang juga diperkirakan mengalami peningkatan. Kinerja lapangan usaha pertanian, pertambangan dan industri pengolahan yang masih mendominasi perekonomian Sultra secara signifikan dipengaruhi oleh kondisi ekonomi global. Beberapa asumsi yang menjadi pendorong perekonomian Sulawesi Tenggara tahun 2018 adalah (1) peningkatan kinerja lapangan usaha utama, (2) peningkatan konsumsi rumah tangga, (3) peningkatan realisasi investasi, dan (4) meningkatnya ekspor komoditas utama. Di sisi lain, Tekanan inflasi Sulawesi Tenggara pada tahun 2018 mendatang diperkirakan berada pada sasaran inflasi nasional yaitu sebesar 3,5% ± 1%. Pada tahun tersebut, inflasi Sulawesi Tenggara diperkirakan sekitar 3,0% - 3,4% (yoy), relatif meningkat dibandingkan dengan perkiraan inflasi selama tahun 2017 yang sebesar 2,97% (yoy). Peningkatan tekanan inflasi pada tahun tersebut didorong oleh peningkatan tekanan inflasi inti dan administered prices. Sementara itu, tekanan volatile foods relatif berkurang dengan peningkatan produksi seiring dengan bertambahnya luas lahan, pengembangan urban farming, dan bertambahnya kapal penangkap ikan. 4 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2018

17 Sistem Pembayaran & Pengelolaan Uang Rupiah Kondisi Tenaga Kerja dan Kesejahteraan Prospek Perekonomian Daerah EKONOMI MAKRO REGIONAL 1 Loading Peti Kemas di Pelabuhan Kendari Foto: Daniel KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA 5

18 Ekonomi Makro Regional Keuangan Pemerintah Perkembangan Inflasi Daerah Stabilitas Keuangan Daerah 1.1. KONDISI UMUM Perekonomian Sulawesi Tenggara pada triwulan IV 2017 tumbuh sebesar 6,1% (yoy), melambat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang dapat tumbuh sebesar 6,6% (yoy). Grafik 1.1 Dari sisi permintaan, perlambatan terjadi pada konsumsi pemerintah, investasi dan ekspor luar negeri. Sementara itu dari sisi penawaran, perlambatan disebabkan karena adanya perlambatan kinerja lapangan usaha pertambangan dan penggalian. Dengan demikian, pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tenggara masih berada di atas pertumbuhan ekonomi nasional yang hanya tumbuh sebesar 5,1% (yoy) pada periode tersebut. Meskipun demikian, berbeda dengan kondisi perekonomian Sulawesi Tenggara, arah pertumbuhan antara perekonomian nasional justru mengalami peningkatan. Untuk keseluruhan tahun 2017, perekonomian Sulawesi Tenggara dapat tumbuh sebesar 6,8% (yoy), mengalami peningkatan dibandingkan dengan pertumbuhan tahun 2016 yang tumbuh sebesar 6,5% (yoy). Selama tahun 2017, perekonomian ditopang oleh peningkatan konsumsi pemerintah, investasi dan ekspor luar negeri. Bahkan ekspor luar negeri dapat tumbuh hingga 56,33% (yoy) setelah selalu mengalami kontraksi sejak Hal ini terutama didorong oleh adanya kebijakan relaksasi ekspor bijih nikel kadar rendah (low grade ore nickel) yang dimanfaatkan oleh perusahaan pertambangan nikel di Sulawesi Tenggara. Kondisi tersebut mendorong peningkatan kinerja lapangan usaha pertambangan dan penggalian di tengah melambatnya lapangan usaha dominan lainnya seperti pertanian, konstruksi, perdagangan besar dan eceran, serta industri pengolahan. Memasuki triwulan I 2018, perkembangan beberapa indikator ekonomi di Sulawesi Tenggara mengindikasikan arah pertumbuhan dengan tren meningkat dan diperkirakan mampu tumbuh pada kisaran 6,2% - 6,6% (yoy). Hasil survei yang dilakukan oleh KPw Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Tenggara dan pendalaman informasi yang dilakukan melalui liaison juga mengindikasikan akan terjadi perbaikan kondisi usaha, penjualan dan investasi. Sektor ekonomi yang diperkirakan akan mengalami peningkatan kinerja yaitu lapangan usaha pertambangan dan penggalian dan lapangan usaha industri pengolahan. Sebaliknya, lapangan usaha pertanian, kehutanan dan perikanan, lapangan usaha perdagangan besar dan eceran serta lapangan usaha konstruksi diperkirakan akan mengalami perlambatan sehingga menahan laju akselerasi perkonomian. Sementara dari sisi permintaan, percepatan pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tenggara diperkirakan berasal dari adanya peningkatan investasi dan ekspor luar negeri SISI PERMINTAAN Realisasi Triwulan IV 2017 Dari sisi permintaan (dilihat dari komponen pengeluaran pada PDRB), perlambatan berasal dari melambatnya aktivitas investasi, konsumsi pemerintah dan ekspor luar negeri. Sementara itu, konsumsi rumah tangga masih dapat tumbuh %, yoy 9.0% Sultra 8.0% 2015=6,9% 7.0% 6.0% 5.0% 4.0% Sultra 2016=6,5% Sultra 2017=6,8% 6.6% 6.1% 5.1% 5.2% 3.0% Grafik 1.1 I II III IV I II III IV I II III IV Pertumbuhan Ekonomi Sultra Pertumbuhan Ekonomi Nasional Sumber: BPS, ADHK, diolah Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi Tenggara Sumber: BPS, ADHB, diolah Grafik 1.2 Pangsa Sektor Dominan Perekonomian Sulawesi Tenggara Triwulan IV KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2018

19 Sistem Pembayaran & Pengelolaan Uang Rupiah Kondisi Tenaga Kerja dan Kesejahteraan Prospek Perekonomian Daerah Tabel 1.1 Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi Sisi Permintaan Komponen Pengeluaran I II III IV I II III IV IP Pangsa Konsumsi Rumah Tangga 6,7 6,8 6,0 5,1 5,9 6,6 5,7 5,7 5,3-5,7 47,3 Konsumsi LNPRT 6,6 7,2 3,2 1,5 12,1 12,5 9,5 5,1 15,1-15,5 1,1 Konsumsi Pemerintah 3,4 9,9 0,6 (4,2) 8,1 2,1 7,8 6,4 5-5,4 14,0 PMTB 11,5 10,3 7,0 2,8 13,6 7,5 8,7 6,4 14,3-14,7 42,2 Eksport Luar Negeri (49,9) (30,0) (1,8) 65,1 104,8 50,3 88,4 22,8 73,8-74,2 5,5 Import Luar Negeri (1,9) 44,5 22,5 2,6 97,5 30,8 71,8 48, ,4 11,6 Net Eksport Antar Daerah (99,5) (97,7) (64,7) (39,3) 343,0 1218,5 (20,0) (75,9) (0,4) PDRB 5,5 6,8 6,0 7,7 7,8 6,9 6,6 6,1 6,2-6,6 * Keterangan Meningkat Melambat Dalam % (yoy); angka dalam kurung ( ) menunjukkan negatif Rasio = perbandingan terhadap total PDRB di Tw III 2017 PMTB = Pembentukan Modal Tetap Bruto (investasi); p= proyeksi KPw BI Sultra LNPRT= Lembaga Non Profit melayani Rumah Tangga Sumber: BPS, ADHK, diolah moderat dan masih menjadi penopang perekonomian Sulawesi Tenggara. Konsumsi rumah tangga memiliki pangsa sebesar 47,3% dari keseluruhan PDRB, diikuti oleh pengeluaran untuk kegiatan investasi sebesar 42,2%. Tabel 1.1 Selain itu, konsumsi pemerintah juga masih memiliki peran yang cukup besar dengan pangsa mencapai 14,0% sehingga realisasinya perlu mendapat perhatian agar dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang optimal dan berkelanjutan. Sementara itu, ekspor luar negeri Sulawesi Tenggara hanya memberikan kontribusi sebesar 5,5% jika dibandingkan dengan keseluruhan PDRB. Realisasi Tahun 2017 Selama tahun 2017, perekonomian ditopang oleh peningkatan konsumsi pemerintah, investasi dan ekspor luar negeri. Peningkatan konsumsi pemerintah terjadi karena terdapat anggaran DAU (Dana Alokasi Umum) 2016 yang mengalami penundaan dan baru direalisasikan pada triwulan I Adapun peningkatan investasi didorong oleh membaiknya harga nikel internasional dan sehingga pembangunan smelter pengolahan nikel dapat dilanjutkan. Selama tahun 2017, realisasi investasi swasta melalui penanaman modal asing (PMA) maupun penanaman modal dalam negeri (PMDN) di Sulawesi Tenggara mencapai Rp12,67 triliun, melebihi target yang ditetapkan sebesar Rp10 triliun. Selain itu, terdapat beberapa proyek pemerintah yang masih berlangsung pada tahun tersebut seperti Jembatan Teluk Kendari, Revitalisasi Teluk Kendari, Pembangunan Masjid Al-Alam, Bendungan Ladongi, dan pembangunan akses jalan menuju Kawasan Industri Konawe. Adanya kebijakan relaksasi ekspor bijih nikel kadar rendah juga turut meningkatkan kinerja ekspor. Tracking Triwulan I 2018 Pada triwulan I 2018 yang sedang berjalan diperkirakan akan terjadi percepatan pertumbuhan ekonomi yang masih didorong oleh peningkatan pada investasi dan ekspor luar negeri serta perlambatan pada impor luar negeri. Investasi diperkirakan akan kembali mengalami pertumbuhan seiring dengan masih berlangsungnya beberapa proyek pemerintah dan swasta yang bersifat multiyears. Ekspor juga diperkirakan akan kembali meningkat seiring dengan sudah mulai beroperasinya beberapa smelter baru dan masih tingginya permintaan produk nikel berbentuk bijih maupun olahan (feronikel dan nikel pig iron/npi) seiring dengan membaiknya kondisi perekonomian global Konsumsi Rumah Tangga Realisasi Triwulan IV 2017 Pada triwulan IV 2017 konsumsi rumah tangga tercatat tumbuh stabil sebesar 5,7% (yoy), relatif sama dengan pertumbuhan yang terjadi pada periode sebelumnya. Pertumbuhan tersebut didorong oleh momen libur natal dan akhir tahun sehingga daya konsumsi masyarakat masih cukup terjaga. Kondisi tersebut terjadi terutama pada konsumsi makanan dan minuman selain restoran dan konsumsi transportasi dan komunikasi. Sementara itu, subkelompok lainnya seperti konsumsi pakaian dan alas kaki, konsumsi perumahan dan perlengkapan RT, konsumsi kesehatan dan KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA 7

20 Makanan dan Minuman, selain Restoran Pakaian dan Alas Kaki Perumahan dan Perlengkapan Rumah Tangga Kesehatan dan Pendidikan Transportasi dan Komunikasi Restoran dan Hotel Konsumsi lainnya Ekonomi Makro Regional Keuangan Pemerintah Perkembangan Inflasi Daerah Stabilitas Keuangan Daerah %, yoy Indeks Grafik 1.3 Tw III 2017 Tw IV 2017 Sumber: BPS, ADHK, diolah Pertumbuhan Konsumsi Berdasarkan Kebutuhan Rumah Tangga optimis I II III IV I II III IV I II III IV Indeks Keyakinan Konsumen Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini Indeks Ekspektasi Konsumen Sumber: BPS Prov Sultra, diolah Grafik 1.4 Indeks Keyakinan Konsumen pendidikan, konsumsi restoran dan hotel serta konsumsi lainnya tercatat mengalami perlambatan. Grafik 1.3 Berdasarkan pangsanya, konsumsi rumah tangga Sulawesi Tenggara masih didominasi oleh konsumsi makanan dan minuman sebesar 46,7%, diikuti oleh konsumsi untuk transportasi dan komunikasi sebesar 20,6%. Sementara itu konsumsi perumahan dan peralatan rumah tangga berada pada posisi ke-3 dengan pangsa sebesar 12,3%. Masih tingginya pertumbuhan konsumsi rumah tangga juga tercermin dari Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) hasil Survey Konsumen Bank Indonesia yang juga mengalami peningkatan. Ratarata IKK pada triwulan IV 2017 mencapai 139,8, lebih tinggi daripada rata-rata di triwulan sebelumnya yang hanya sebesar 125,1. Grafik 1.4 Faktor yang menyebabkan keyakinan konsumen Sulawesi Tenggara lebih optimis adalah persepsi rumah tangga yang merasakan adanya perbaikan kondisi perekonomian, peningkatan penghasilan saat ini dan ekspektasi peningkatan penghasilan 6 bulan mendatang, serta peningkatan ketersediaan lapangan pekerjaan. Optimisme konsumen yang terjaga turut mendorong terjadinya peningkatan kredit konsumsi. Kredit konsumsi di Sulawesi Tenggara tumbuh sebesar 14,6% (yoy), meningkat jika dibandingkan dengan periode sebelumnya yang tumbuh sebesar 11,7% (yoy). Grafik 1.5 Berdasarkan jenisnya, peningkatan kredit konsumsi tersebut didorong oleh peningkatan kredit jenis multiguna. Sampai dengan posisi triwulan IV 2017, kredit konsumsi mencapai Rp14,0 triliun, dengan komposisi kredit multiguna sebesar 75,4%. Realisasi Tahun 2017 Konsumsi rumah tangga selama tahun 2017 hanya tumbuh sebesar 5,9% (yoy) tercatat mengalami perlambatan dari 6,1% (yoy) pada tahun Perlambatan tersebut terjadi pada konsumsi pakaian, perumahan, kesehatan, pendidikan, transportasi dan komunikasi. Sebaliknya konsumsi makanan, minuman, restoran dan hotel masih mengalami peningkatan dan menopang konsumsi rumah tangga selama tahun Perlambatan yang terjadi juga dipengaruhi oleh perlambatan kinerja lapangan usaha pertanian, perdagangan dan industri pengolahan. Lapangan usaha tersebut merupakan lapangan usaha yang menyerap banyak tenaga kerja, khususnya lapangan usaha pertanian dengan pangsa 37,07% dan perdagangan dengan pangsa 19,15%. Perlambatan kinerja yang terjadi pada lapangan usaha tersebut menyebabkan tingkat penghasilan menjadi berkurang dan mengurangi optimisme konsumsi. Sebaliknya, lapangan usaha pertambangan yang mengalami peningkatan pada tahun 2017 hanya menyerap tenaga kerja sebesar 1,94% sehingga hasilnya tidak langsung berdampak pada peningkatan penghasilan masyarakat umum. Tracking Triwulan I 2018 Memasuki triwulan I 2018, perkembangan berbagai indikator terkini mengindikasikan pertumbuhan 8 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2018

21 Sistem Pembayaran & Pengelolaan Uang Rupiah Kondisi Tenaga Kerja dan Kesejahteraan Prospek Perekonomian Daerah Rp Miliar konsumsi rumah tangga akan mengalami perlambatan. Perlambatan disebabkan oleh kembali normalnya konsumsi masyarakat setelah berlalunya periode libur ditambah dengan inflasi yang cukup tinggi pada awal tahun sehingga diperkirakan dapat menahan konsumsi yang dilakukan oleh masyarakat. Kondisi tersebut juga terlihat dari menurunnya Indeks Keyakinan Konsumen (IKK), yaitu dari 139,8 pada triwulan IV 2017 menjadi hanya sebesar 127,7 pada triwulan I Faktor yang menyebabkan berkurangnya optimisme konsumen melakukan kegiatan konsumsinya adalah ekspektasi kondisi ekonomi yang menurun, peningkatan penghasilan yang tidak setinggi periode sebelumnya, ekpektasi penghasilan 6 bulan ke depan yang tidak terlalu banyak mengalami peningkatan, serta lebih rendahnya ketersediaan lapangan pekerjaan Konsumsi Pemerintah Realisasi Triwulan IV , % I II III IV I II III IV I II III IV yoy 18.0% 17.0% 16.0% 15.0% 14.0% 13.0% 12.0% 11.0% 10.0% Kredit Konsumsi gkredit Konsumsi (sb. Kanan) Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah Grafik 1.5 Pertumbuhan Kredit Konsumsi di Sulawesi Tenggara Konsumsi pemerintah menjadi salah satu faktor perlambatan pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tenggara pada triwulan IV Pada periode tersebut konsumsi pemerintah hanya tumbuh sebesar 6,4% (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan periode sebelumnya yang tumbuh sebesar Ton yoy 45% % 35% 30% 25% 20% 15% 10% -1.01% 5% 0% -5% -10% I II III IV I II III IV I II III IV Konsumsi semen Pertumbuhan Kons Semen (sb.kanan) 7,8% (yoy). Kondisi ini terjadi karena pemerintah pusat mulai menerapkan kebijakan untuk dapat merealisasikan anggaran belanja lebih merata dan tidak menumpuk pada akhir tahun. Berdasakan jenisnya, perlambatan tersebut disebabkan oleh perlambatan pertumbuhan konsumsi kolektif pemerintah 1. Konsumsi kolektif pemerintah hanya tumbuh sebesar 5,2% (yoy) pada periode laporan setelah pada periode sebelumnya mampu tumbuh sebesar 7,5% (yoy). Namun perlambatan yang terjadi masih dapat tertahan dengan stabilnya pertumbuhan pada konsumsi individual pemerintah 2 yang mengalami pertumbuhan sama dengan periode sebelumnya, yaitu sebesar 8,2% (yoy). Realisasi Tahun 2017 Sumber: Asosiasi Semen Indonesia, diolah Grafik 1.6 Konsumsi Semen di Sulawesi Tenggara Sepanjang tahun 2017, konsumsi pemerintah tumbuh sebesar 6,0% (yoy), lebih tinggi daripada tahun sebelumnya yang hanya tumbuh sebesar 2,03%. Salah satu pendorong meningkatnya konsumsi pemerintah adalah adanya anggaran DAU (Dana Alokasi Umum) 2016 yang mengalami penundaan dari pemerintah pusat dan baru direalisasikan pada triwulan I Selain itu, peningkatan juga terjadi karena adanya peningkatan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). APBD Perubahan (APBD-P) Provinsi Sulawesi 1 Konsumsi kolektif pemerintah merupakan pengeluaran pemerintah untuk kepentingan masyarakat secara keseluruhan (umum) dan semua anggota masyarakat mendapatkan manfaat dari jasa seperti ini. Jasa kolektif yang diberikan oleh pemerintah antara lain keamanan dan pertahanan, peraturan-peraturan yang menyangkut kemasyarakatan, pemeliharaan undang-undang dan peraturan, perlindungan lingkungan, penelitian dan pengembangan, infrastruktur dan pembangunan ekonomi. 2 Konsumsi individu merupakan pengeluaran pemerintah untuk kepentingan rumah tangga individu antara lain: Pengeluaran pemerintah untuk pendidikan, kesehatan, jaminan sosial, olah raga dan rekreasi, dan kebudayaan. KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA 9

22 Ekonomi Makro Regional Keuangan Pemerintah Perkembangan Inflasi Daerah Stabilitas Keuangan Daerah US$ (Juta) I II III IV I II III IV I II III IV PMA (US$ Juta) yoy 3000% 2500% 2000% 1500% 1000% 500% 0% -76.1% -500% Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah US$ (Juta) 1,600 Sumber: BKPM, diolah Grafik 1.7 Realisasi Investasi PMA di Sulawesi Tenggara Grafik 1.8 Realisasi Investasi PMDN di Sulawesi Tenggara 1,400 1,200 1, I II III IV I II III IV I II III IV PMDN (Rp miliar) yoy 1200% 1000% 800% 600% 400% 200% 0% -43.4% -200% Tenggara 2017 meningkat dibandingkan dengan anggaran APBD-P Anggaran pendapatan meningkat menjadi Rp3,50 triliun atau meningkat sebesar 41,6% (yoy). Kondisi tersebut diiringi dengan peningkatan anggaran belanja yang meningkat sebesar 37,2% (yoy) menjadi Rp3,87 triliun. Sementara itu, alokasi anggaran APBN Provinsi Sulawesi Tenggara pada tahun 2017 juga mengalami sedikit peningkatan jika dibandingkan dengan tahun Anggaran APBN pada tahun 2017 meningkat sebesar 3,36% dari sebelumnya Rp1,62 triliun pada tahun 2016 menjadi Rp1,67 triliun di tahun Salah satu yang menjadi penyumbang peningkatan adalah transfer Dana Desa yang mengalami peningkatan sebesar 31,5% (yoy) dengan pagu sebesar Rp1,48 triliun. Sampai dengan Desember 2017, realisasi transfer Dana Desa telah mencapai 99,54%. Realisasi Tahun 2017 Sepanjang tahun 2017, konsumsi pemerintah tumbuh sebesar 6,0% (yoy), lebih tinggi daripada tahun sebelumnya yang hanya tumbuh sebesar 2,03%. Salah satu pendorong meningkatnya konsumsi pemerintah adalah adanya anggaran DAU (Dana Alokasi Umum) 2016 yang mengalami penundaan dari pemerintah pusat dan baru direalisasikan pada triwulan I Selain itu, peningkatan juga terjadi karena adanya peningkatan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). APBD Perubahan (APBD-P) Provinsi Sulawesi Tenggara 2017 meningkat dibandingkan dengan anggaran APBD-P Anggaran pendapatan meningkat menjadi Rp3,50 triliun atau meningkat sebesar 41,6% (yoy). Kondisi tersebut diiringi dengan peningkatan anggaran belanja yang meningkat sebesar 37,2% (yoy) menjadi Rp3,87 triliun. Tracking Triwulan I 2018 Pada triwulan I 2018, pertumbuhan konsumsi pemerintah diperkirakan masih akan mengalami perlambatan. Perlambatan tersebut disebabkan oleh masih terbatasnya pelaksanaan proyek maupun kegiatan oleh pemerintah. Selain itu, terdapat pula base effect karena pada tahun ini tidak terdapat realisasi DAU yang ditunda seperti terjadi pada awal tahun Meskipun demikian, konsumsi pemerintah diperkirakan masih tumbuh relatif tinggi karena adanya persiapan pelaksanaan pemilihan kepala daerah (Pilkada) di beberapa daerah. Pada tahun 2018 terdapat Pilkada untuk memilih Kepala Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara, Kota Baubau, Kabupaten Konawe, dan Kabupaten Kolaka Investasi Realisasi Triwulan IV 2017 Investasi di Sulawesi Tenggara pada triwulan IV 2017 juga tercatat mengalami perlambatan. Pada periode tersebut, investasi hanya tumbuh sebesar 6,4% (yoy), melambat jika dibandingkan dengan periode sebelumnya yang mampu tumbuh sebesar 8,7% (yoy). Berdasarkan jenisnya, perlambatan yang terjadi disebabkan oleh perlambatan investasi pada nonbangunan. Investasi non bangunan tercatat hanya tumbuh sebesar 2,6% (yoy), menurun signifikan jika dibandingkan dengan periode sebelumnya yang tumbuh sebesar 10,0% (yoy). 10 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2018

23 Sistem Pembayaran & Pengelolaan Uang Rupiah Kondisi Tenaga Kerja dan Kesejahteraan Prospek Perekonomian Daerah Rp Miliar 6,000 5,000 4,000 3,000 2,000 1,000 - Perlambatan investasi nonbangunan disebabkan oleh sudah direalisasikannya kebutuhan proyek pembangunan smelter pengolahan nikel seperti mesin pengolahan, tungku dan kendaraan pada periode sebelumnya. Meskipun demikian, jenis investasi bangunan masih mengalami peningkatan sehingga dapat menopang kinerja investasi. Investasi bangunan tercatat tumbuh sebesar 8,5% (yoy) dibandingkan dengan periode sebelumnya yang tumbuh sebesar 8,0% (yoy). Tingginya realisasi pembangunan fisik atas proyek pemerintah menjadi faktor yang mendorong pertumbuhan investasi bangunan. Pada akhir periode triwulan IV 2017, kemajuan realisasi pembangunan fisik pemerintah yang bersumber dari APBD tercatat mencapai 95,4% jika dibandingkan dengan capaian periode sebelumnya yang sebesar 64,3%. Hal tersebut juga tercermin dari data konsumsi semen yang sedikit mengalami peningkatan. Konsumsi semen pada periode tersebut tercatat sebesar 172,4 ton atau naik 15,6 ton dari periode sebelumnya. Grafik 1.6 4, % I II III IV I II III IV I II III IV yoy 50.0% 40.0% 30.0% 20.0% 10.0% 0.0% -10.0% -20.0% Kredit Investasi g Kredit Investasi (sb. Kanan) Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah Grafik 1.9 Pertumbuhan Kredit Investasi di Sulawesi Tenggara Berdasarkan status penanaman modalnya, penurunan terjadi pada Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN). Pada triwulan IV 2017, PMA tercatat mengalami penurunan yang sangat signifikan dengan total investasi sebesar 58,8 juta dolar AS, mengalami kontraksi sebesar 76,1% (yoy), setelah pada periode sebelumnya dapat tumbuh sebesar 87,0% (yoy). Grafik 1.7 Berdasarkan sektornya, penanaman investasi oleh pemodal asing masih didominasi untuk Juta US$ proyek smelter pengolahan nikel sebesar 52,4 juta dolar AS atau mencapai 89,1% dari keseluruhan PMA pada periode tersebut. Investor lainnya adalah pada sektor Transportasi, Gudang dan Telekomunikasi dengan nilai sebesar 5,7 juta dolar AS atau pangsa sebesar 9,7%. Sementara itu, pemodal domestik juga mengalami kontraksi sebesar 43,4% (yoy) jika dibandingkan dengan periode sebelumnya yang tumbuh sebesar 24,9% (yoy). Grafik 1.8 Jumlah PMDN pada triwulan IV 2017 adalah sebanyak 22 proyek dengan total investasi mencapai Rp257,1 miliar. Berdasarkan sektornya, PMDN juga didominasi untuk proyek smelter pengolahan nikel dengan pangsa sebesar 95,6%. Sejalan dengan perlambatan yang terjadi, penyaluran kredit investasi untuk proyek-proyek yang ada di Sulawesi Tenggara tercatat mengalami kontraksi sebesar 8,2% (yoy). Kontraksi tersebut bahkan lebih dalam jika dibandingkan dengan periode sebelumnya yang terkontraksi sebesar 4,7% (yoy). Sampai dengan periode triwulan IV 2017, jumlah outstanding kredit investasi juga mengalami penurunan dengan capaian sebesar Rp4,5 triliun, sementara pada triwulan sebelumnya mencapai Rp4,7 triliun. Grafik 1.9 Realisasi Tahun % yoy I II III IV I II III IV I II III IV Ekspor Sultra g Ekspor Sultra (sb. Kanan) Sumber: BKPM, diolah Grafik 1.10 Nilai Ekspor Luar Negeri Sulawesi Tenggara 150% 100% 50% -50% -100% Sepanjang tahun 2017, investasi tumbuh sebesar 8,9% (yoy), lebih tinggi daripada tahun sebelumnya yang hanya tumbuh sebesar 7,5%. Adapun peningkatan investasi didorong oleh membaiknya harga nikel internasional dan sehingga pembangunan smelter pengolahan nikel dapat dilanjutkan. Selama tahun 2017, realisasi investasi 0% KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA 11

24 Ekonomi Makro Regional Keuangan Pemerintah Perkembangan Inflasi Daerah Stabilitas Keuangan Daerah swasta melalui penanaman modal asing (PMA) maupun penanaman modal dalam negeri (PMDN) di Sulawesi Tenggara mencapai Rp12,67 triliun, melebihi target yang ditetapkan sebesar Rp10 triliun. Selain itu, terdapat beberapa proyek pemerintah yang masih berlangsung pada tahun tersebut seperti Jembatan Teluk Kendari, Revitalisasi Teluk Kendari, Pembangunan Masjid Al-Alam, Bendungan Ladongi, dan pembangunan akses jalan menuju Kawasan Industri Konawe. Tracking Triwulan I 2018 Pada triwulan berjalan, kegiatan investasi di Sultra diperkirakan akan terakselerasi jika dibandingkan dengan triwulan IV Akselerasi tersebut terutama didorong oleh proyek multiyears pemerintah maupun swasta seperti pembangunan bendungan Ladongi yang sudah memasuki pembangunan fisik pada periode yang akan datang. Selain itu, pada tahun 2018 terjadi peningkatan target realisasi penanaman modal menjadi Rp15,88 triiun, mengalami peningkatan sebesar 25,33% jika dibandingkan dengan realisasi penanaman modal pada tahun Sebagian besar minat investor masih pada usaha pengolahan nikel (smelter) dan terdapat pula investor yang berencana untuk melanjutkan pembangunan pabrik stainless steel Ekspor dan Impor Luar Negeri Realisasi Ekspor Triwulan IV 2017 Ekspor luar negeri Sulawesi Tenggara pada triwulan IV 2017 tercatat mengalami perlambatan kinerja. Pada periode tersebut ekspor Sulawesi Tenggara hanya tumbuh sebesar 22,8% (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan periode sebelumnya yang mampu tumbuh sebesar 88,4% (yoy). Perlambatan pertumbuhan yang terjadi disebabkan oleh based effect point atau tingginya pertumbuhan ekspor pada triwulan IV Pada saat itu terjadi peningkatan ekspor feronikel yang signifikan seiring dengan adanya peningkatan permintaan feronikal dari negara importir. Selain itu pada periode tersebut terjadi kenaikan harga nikel dunia yang disebabkan oleh adanya pemangkasan produksi nikel dari beberapa tambang dunia, terutama Filipina. Berdasarkan jenisnya, ekspor Sulawesi Tenggara masih didominasi oleh ekspor barang dengan pangsa sebesar 96,0% meningkat dibandingkan dengan periode sebelumnya yang sebesar 95,8% dan pangsa ekspor jasa sebesar 4,0%. Berdasarkan komoditasnya, perlambatan ekspor disebabkan oleh perlambatan pada komoditas perikanan dan hasil perkebunan. Ekspor komoditas perikanan tumbuh sebesar 33,9% (yoy), mengalami perlambatan jika dibandingkan dengan pertumbuhan pada periode sebelumnya yang tercatat sebesar 358,1% (yoy). Berdasarkan jenisnya, perlambatan ekspor perikanan didorong oleh menurunnya ekspor daging ikan yang memiliki pangsa paling besar. Namun demikian, penurunan ekspor tersebut masih tertahan oleh peningkatan ekspor ikan segar dan ikan tuna beku. Grafik 1.11 Hal yang sama juga terjadi pada ekspor komoditas kakao olahan yang kembali terkontraksi sebesar 61,4% (yoy) dengan total nilai ekspor sebesar 407 ribu dolar AS. Sementara itu, masih berlangsungnya relaksasi ekspor bijih nikel kadar rendah mampu menjadi ribu USD 3,521 3,111 Bijih Nikel, 23.77% , Feronikel, 68.48% Lainnya, 3.50% Minyak Nilam, 0.45% Perikanan, 3.80% Ikan Hidup Ikan Beku Rajungan Udang Gurita Daging Ikan Tw III 2017 Tw IV 2017 Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik 1.11 Nilai Ekspor Perikanan Sulawesi Tenggara Grafik 1.12 Pangsa Komoditas Ekspor 12 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2018

25 Sistem Pembayaran & Pengelolaan Uang Rupiah Kondisi Tenaga Kerja dan Kesejahteraan Prospek Perekonomian Daerah penahan perlambatan ekspor yang terjadi pada periode laporan. Ekspor bijih nikel kadar rendah mencapai 41,1 juta dolar AS atau memiliki pangsa sebesar 23,8%. Grafik 1.12 Jumlah tersebut kembali mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan periode sebelumnya yang sebesar 30,9 juta dolar AS. Selain itu, ekspor nikel olahan juga tercatat mengalami peningkatan. Pada triwulan IV 2017, ekspor nikel olahan mampu melanjutkan tren pertumbuhannya dengan tumbuh sebesar 78,9% (yoy), meningkat dibandingkan dengan periode sebelumnya yang sebesar 49,9% (yoy). Grafik 1.13 Kondisi tersebut juga dipengaruhi oleh terjaganya harga nikel pada periode laporan. Dengan perkembangan tersebut, ekspor Sulawesi Tenggara masih sangat didominasi oleh komoditas nikel dalam bentuk bijih maupun olahan dengan pangsa total mencapai 92,3%. Dari sisi negara mitra dagang, pangsa terbesar ekspor Sulawesi Tenggara pada triwulan IV 2017 adalah menuju Tiongkok yang mencapai 57,1%, lalu dikuti oleh pengiriman ke India (17,4%) dan ke Korea Selatan (14,5%). Pangsa pengiriman ke Tiongkok tersebut lebih tinggi dibandingkan kondisi awal tahun yang hanya sebesar 47,3%. Kondisi ini menunjukkan adanya perbaikan perekonomian global. Realisasi Ekspor Tahun 2017 Sepanjang tahun 2017, ekspor luar negeri tumbuh sebesar 56,3% (yoy), lebih tinggi daripada tahun sebelumnya yang terkontraksi sebesar 8,2%. Ekspor luar negeri sejak tahun 2013 selalu mengalami kontraksi. Perbaikan tersebut terutama didorong oleh adanya kebijakan relaksasi ekspor bijih nikel kadar rendah yang dimanfaatkan oleh perusahaan pertambangan nikel di Sulawesi Tenggara. Terdapat 4 perusahaan pengolahan nikel yang mendapatkan rekomendasi ekspor komoditas tersebut dari Kementerian ESDM dengan total kuota mencapai 7 juta ton. Realisasi Impor Triwulan IV 2017 Pada triwulan IV 2017, impor Sulawesi Tenggara tercatat juga mengalami perlambatan laju pertumbuhan. Aktivitas impor pada periode tersebut tumbuh sebesar 48,6% (yoy), menurun jika dibandingkan dengan pertumbuhan pada periode sebelumnya yang mencapai 71,8% (yoy). Meskipun mengalami perlambatan, namun pertumbuhan aktivitas impor yang masih lebih tinggi dibandingkan dengan aktivitas ekspor menjadi salah satu pendorong terjadinya perlambatan pertumbuhan ekonomi di Sulawesi Tenggara. Berdasarkan jenisnya, aktivitas impor masih didominasi oleh impor barang dengan pangsa sebesar 98,3% dan sisanya impor jasa. Pangsa impor barang tersebut mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan periode sebelumnya yang sebesar 98,0%. Dilihat berdasarkan nilai impor barang secara riil dari data Bea Cukai, impor Sulawesi Tenggara pada periode laporan adalah sebesar USD124,6 juta. Grafik 1.14 Sebanyak 63,2% impor Sulawesi Tenggara adalah untuk pengadaan barang modal termasuk di dalamnya adalah mesin smelter pengolahan nikel. Selain itu terdapat pula impor barang antara dengan pangsa sebesar 36,8% berupa kokas dan bahan campuran lainnya untuk memproduksi nickel pig Juta US$ % I II III IV I II III IV I II III IV Ekspor feronikel g Ekspor feronikel (sb. Kanan) yoy 100% 80% 60% 40% 20% 0% -20% -40% -60% -80% Sumber: Bea Cukai, diolah Juta US$ 180 Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik 1.13 Nilai Ekspor Feronikel Sulawesi Tenggara Grafik 1.14 Nilai Impor Luar Negeri Sulawesi Tenggara yoy 800% % I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Import Sultra g Import Sultra (sb. Kanan) 700% 600% 500% 400% 300% 200% 100% 0% -100% KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA 13

26 Ekonomi Makro Regional Keuangan Pemerintah Perkembangan Inflasi Daerah Stabilitas Keuangan Daerah iron/npi. Untuk asal barang, pada triwulan IV 2017 impor Sulawesi Tenggara masih didominasi dari negara Tiongkok sebesar 82,2% dan Australia sebesar 14,6%. Realisasi Impor Tahun 2017 Sepanjang tahun 2017, impor luar negeri tumbuh sebesar 59,0% (yoy), lebih tinggi daripada tahun sebelumnya yang hanya tumbuh sebesar 14,4% (yoy). Peningkatan tersebut terutama berasal dari adanya impor barang modal yang digunakan dalam proyek pembangunan smelter nikel seiring dengan meningkatnya investasi pada lapangan usaha tersebut. Selain itu, terdapat pula peningkatan impor barang antara yang digunakan dalam proses produksi pengolahan nikel, khususnya untuk komoditas nickel pig iron/npi. Pada proses produksi komoditas tersebut memerlukan kokas (coking coal) yang belum dapat dipenuhi dari dalam negeri. Tracking Triwulan I 2018 Memasuki triwulan I 2018, kinerja ekspor luar negeri diperkirakan akan mengalami perbaikan. Hal ini didorong oleh masih tingginya permintaan nikel dunia yang didukung oleh harga nikel yang masih cukup terjaga. Selain itu, masih cukup besarnya kuota ekspor bijih nikel kadar rendah yang tersisa di tahun 2018 diperkirakan akan segera dimanfaatkan oleh perusahaan pertambangan nikel. Selain itu, dari hasil liaison diperoleh informasi bahwa akan terdapat peningkatan penjualan komoditas perikanan ke luar negeri, khususnya untuk jenis tuna seiring dengan membaiknya pasokan dan perluasan negara tujuan ekspor ke negara Timur Tengah. Di sisi lain, impor Sulawesi Tenggara pada triwulan berjalan diperkirakan akan kembali mengalami perlambatan. Perlambatan yang terjadi dipengaruhi oleh terbatasnya impor barang modal karena proyek baru pembangunan smelter nikel masih berada pada tahap konstruksi bangunan dan belum pada tahap pemasangan mesin. Meskipun demikian, seiring dengan mulai beroperasinya beberapa smelter baru diperkirakan akan meningkatkan impor barang antara SISI PENAWARAN: LAPANGAN USAHA UTAMA Realisasi Triwulan IV 2017 Dari sisi penawaran, perlambatan pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tenggara pada triwulan IV 2017 disebabkan oleh perlambatan yang terjadi pada lapangan usaha pertambangan dan penggalian. Namun kondisi tersebut sedikit tertahan oleh adanya akselerasi pada lapangan usaha utama lainnya seperti lapangan usaha pertanian, kehutanan dan perikanan, lapangan usaha industri pengolahan, lapangan usaha konstruksi dan lapangan usaha perdagangan besar dan eceran. Perlambatan pada lapangan usaha Tabel 1.2 Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi Sisi Penawaran Komponen Pengeluaran I II III IV I II III IV IP Pangsa Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan Pertambangan dan Penggalian (7.0) 3.9 (5.8) Industri Pengolahan Pengadaan Listrik, Gas (6.5) Pengadaan Air (3.2) Konstruksi Perdagangan Besar dan Eceran Transportasi dan Pergudangan Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum Informasi dan Komunikasi Jasa Keuangan Real Estate (4.6) Jasa Perusahaan Administrasi Pemerintahan (2.9) Jasa Pendidikan Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial Jasa Lainnya PDRB * Keterangan Meningkat Melambat Dalam % (yoy); p= proyeksi KPw BI Sultra Sumber: BPS, ADHK, diolah 14 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2018

27 Sistem Pembayaran & Pengelolaan Uang Rupiah Kondisi Tenaga Kerja dan Kesejahteraan Prospek Perekonomian Daerah pertambangan dan penggalian disebabkan oleh perlambatan produksi bijih nikel kadar tinggi. Sementara itu, produksi bijih nikel kadar rendah yang cukup stabil jika dibandingkan dengan periode sebelumnya tidak cukup mampu untuk mendorong pertumbuhan lapangan usaha tersebut pada periode laporan. Realisasi Tahun 2017 Adanya kebijakan relaksasi ekspor bijih nikel kadar rendah (low grade ore nickel) pada awal tahun 2017 menjadi faktor pendorong meningatnya kinerja lapangan usaha pertambangan dan penggalian. Bahkan lapangan usaha ini merupakan lapangan usaha dengan tingkat pertumbuhan yang paling tinggi daripada lapangan usaha lainnya. Sebaliknya lapangan usaha dominan lainnya seperti pertanian, konstruksi, perdagangan besar dan eceran, serta industri pengolahan justru mengalami perlambatan. Salah satu faktor perlambatan adalah adanya gangguan produksi dan pelaksanaan kegiatan konstruksi karena cuaca ekstrim pada pertengahan tahun 2017 yang lalu. Tracking Triwulan I 2018 Sementara itu, pada triwulan I yang sedang berjalan diperkirakan akan terjadi percepatan pertumbuhan ekonomi yang disebabkan oleh percepatan yang terjadi pada lapangan usaha pertambangan dan pengolahan serta lapangan usaha industri pengolahan. Namun pertumbuhan tersebut diperkirakan akan tertahan oleh perlambatan pada lapangan usaha utama lainnya, yaitu lapangan usaha pertanian, kehutanan dan perikanan, lapangan usaha konstruksi dan lapangan usaha perdagangan besar dan eceran Pertanian, Kehutanan dan Perikanan Realisasi Triwulan IV 2017 Pada triwulan IV 2017, lapangan usaha pertanian, kehutanan dan perikanan (selanjutnya disebut usaha pertanian) mengalami akselerasi pertumbuhan. Kinerja lapangan usaha tersebut tumbuh sebesar 6,3% (yoy), setelah pada periode sebelumnya tumbuh sebesar 5,6% (yoy). Peningkatan yang terjadi terutama disumbangkan oleh adanya perbaikan produksi tanaman bahan makanan (tabama). Sementara itu produksi hasil perikanan mengalami penurunan dan menahan laju akselerasi yang terjadi. Perbaikan yang terjadi pada produksi tabama dipengaruhi oleh membaiknya cuaca pada musim tanam sebelumnya. Luas tanam pada periode sebelumnya dapat mencapai 50,9 ribu hektare. Grafik 1.15 Selain itu, kondisi cuaca yang relatif kondusif turut mengurangi terjadinya gagal panen. Pada triwulan IV 2017, luas sawah yang mengalami gagal panen hanya seluas 76 hektar, lebih rendah daripada periode sebelumnya yang mencapi 545,5 hektar. Sementara itu, produksi ikan masih mengalami penurunan. Pada periode laporan, produksi ikan terkontraksi lebih dalam sebesar 34,2% (yoy), sementara pada periode sebelumnya hanya terkontraksi sebesar 3,9% (yoy). Grafik 1.16 Kondisi ini dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu adanya perubahan kebijakan alat tangkap, masih adanya Luas (ribu Ha) % I II III IV I II III IV I II III IV yoy % Luas Panen Padi Pertumbuhan(sb. Kanan) 150% 100% 50% 0% -50% -100% Sumber: Dinas Tanaman Pangan dan Peternakan, diolah Sumber: PPS Samudra Kendari, diolah Grafik 1.15 Luas Panen Padi di Sulawesi Tenggara Grafik 1.16 Jumlah Pendaratan Ikan di Kota Kendari Jumlah (ribu ton) % I II III IV I II III IV I II III IV Pendaratan Ikan Pertumbuhan(sb. Kanan) yoy 80% 60% 40% 20% 0% -20% -40% -60% -80% -100% KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA 15

28 Ekonomi Makro Regional Keuangan Pemerintah Perkembangan Inflasi Daerah Stabilitas Keuangan Daerah pembatasan area penangkapan ikan di wilayah tertentu dan berkurangnya kapal penangkap ikan yang beroperasi. Akselerasi pertumbuhan lapangan usaha pertanian turut mendorong realisasi kredit pada lapangan usaha tersebut. Pada triwulan IV 2017, kredit lapangan usaha pertanian tumbuh sebesar 46,4% (yoy), mengalami peningkatan setelah di periode sebelumnya hanya tumbuh sebesar 39,0% (yoy). Grafik 1.17 Jumlah penyaluran kredit pada lapangan usaha tersebut tercatat sebesar Rp868,0 miliar. Sebagian besar penyaluran kredit adalah untuk perkebunan sawit dengan pangsa sebesar 36,1%, diikuti oleh penyaluran untuk penanaman padi sebesar 17,0% dan kepada pelaku usaha perikanan sebesar 16,3%. Realisasi Tahun 2017 Kinerja lapangan usaha pertanian selama 2017 hanya tumbuh sebesar 5,8% (yoy), lebih rendah daripada tahun 2016 yang dapat tumbuh sebesar 7,7% (yoy). Perlambatan yang terjadi terutama disebabkan oleh menurunnya produksi perikanan dan terganggunya produksi tabama dan perkebunan. Kondisi curah hujan yang relatif lebih tinggi pada tahun 2017 disertai dengan cuaca ekstrim pada pertengahan tahun menyebabkan terganggunya produksi pertanian. Selain itu, pasokan ikan tangkap juga mengalami penurunan sejak triwulan II 2017 karena beberapa faktor yaitu adanya perubahan kebijakan alat tangkap, masih adanya pembatasan area penangkapan ikan di wilayah tertentu dan berkurangnya kapal penangkap ikan yang beroperasi. Tracking Triwulan I 2018 Pada periode berjalan, lapangan usaha pertanian diperkirakan akan mengalami perlambatan. Kondisi ini disebabkan karena produksi ikan pada triwulan I 2018 tidak sebesar periode yang sama tahun Salah satu faktor penyebabnya adalah belum adanya kesepakatan antar provinsi dalam penggunaan kapal andon diperkirakan akan mengurangi jumlah kapal penangkap ikan yang beroperasi. Selain itu, adanya pembatasan penangkapan ikan di beberapa wilayah tertentu juga dapat mengurangi produksi ikan laut pada periode tersebut. Di sisi lain, pada periode yang sama diperkirakan mulai terjadi panen padi sehingga dapat menopang kinerja lapangan usaha pertanian Pertambangan dan Penggalian Realisasi Triwulan IV 2017 Kinerja lapangan usaha pertambangan dan penggalian pada periode triwulan IV 2017 mengalami perlambatan setelah terakselerasi pada periode sebelumnya. Pada periode tersebut kinerja lapangan usaha ini hanya tumbuh sebesar 9,0% (yoy), melambat dibandingkan dengan periode sebelumnya yang dapat tumbuh sebesar 15,8% (yoy). Perlambatan tersebut disebabkan oleh adanya penurunan produksi bijih nikel kadar tinggi. Produksi bijih nikel kadar tinggi tercatat sebesar 210,3 ribu MWT atau terkontraksi sebesar 4,7% (yoy) dibandingkan dengan periode sebelumnya yang tumbuh sebesar 27,0% (yoy). Sementara itu, produksi bijih nikel kadar rendah mengalami sedikit peningkatan sehingga masih menopang kinerja lapangan usaha ini untuk dapat Rp Miliar 1, % I II III IV I II III IV I II III IV yoy 70.0% 60.0% 50.0% 40.0% 30.0% 20.0% 10.0% 0.0% -10.0% -20.0% Kredit Pertanian gkredit Pertanian (sb. Kanan) Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah 1,400 Indeks 1,200 Grafik 1.17 Kredit Pertanian Sulawesi Tenggara Grafik 1.18 Indeks Produksi Ore Nikel 1, ,226.7 I II III IV I II III IV I II III IV Sumber: Produsen Nikel Sultra, diolah 16 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2018

29 Sistem Pembayaran & Pengelolaan Uang Rupiah Kondisi Tenaga Kerja dan Kesejahteraan Prospek Perekonomian Daerah tumbuh pada level yang tinggi. Produksi bijih nikel kadar rendah pada triwulan IV 2017 tercatat sebesar 1,4 juta MWT, sedikit mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan periode sebelumnya yang hanya sebesar 1,2 juta MWT. Selain itu, harga nikel yang masih menunjukkan tren peningkatan mampu menahan perlambatan yang terjadi pada periode laporan. Harga nikel pada triwulan IV 2017 tercatat sebesar ,0 dolar AS per metric ton, meningkat jika dibandingkan dengan periode sebelumnya yang sebesar ,0 dolar AS per metric ton. Sejalan dengan melambatnya lapangan usaha ini, penyaluran kredit tercatat sedikit mengalami perlambatan. Pada triwulan IV 2017 pertumbuhan penyaluran kredit untuk lapangan usaha pertambangan tercatat tumbuh negatif sebesar 19,6% (yoy), terkontraksi semakin dalam dibandingkan dengan periode sebelumnya yang hanya terkontraksi sebesar 13,4% (yoy). Grafik 1.19 Realisasi Tahun 2017 Adanya kebijakan relaksasi ekspor bijih nikel kadar rendah (low grade ore nickel) pada awal tahun 2017 menjadi faktor pendorong meningatnya kinerja lapangan usaha pertambangan dan penggalian. Bahkan lapangan usaha ini merupakan lapangan usaha dengan tingkat pertumbuhan yang paling tinggi daripada lapangan usaha lainnya. Terdapat 4 perusahaan pengolahan nikel yang mendapatkan rekomendasi ekspor komoditas tersebut dari Kementerian ESDM dengan total kuota mencapai 7 juta ton. Dengan kondisi tersebut, selama 2017 lapangan usaha ini dapat tumbuh sebesar 13,0% (yoy), sedangkan pada tahun 2016 hanya tumbuh sebesar 0,3% (yoy). Tracking Triwulan I 2018 Memasuki triwulan I 2018, kinerja lapangan usaha ini diperkirakan akan mengalami peningkatan. Pertumbuhan tersebut masih didorong oleh permintaan nikel dunia yang diperkirakan masih akan terus meningkat. Harga nikel yang cukup terjaga dengan kecenderungan meningkat juga menjadi faktor pendorong peningkatan yang terjadi pada lapangan usaha tersebut. Selain itu, masih cukup besarnya kuota ekspor bijih nikel kadar rendah yang tersisa di tahun 2018 diperkirakan akan segera dimanfaatkan oleh perusahaan pertambangan nikel Industri Pengolahan Realisasi Triwulan IV 2017 Pada triwulan IV 2017, lapangan usaha industri pengolahan mengalami akselerasi pertumbuhan sehingga dapat menjadi faktor penahan perlambatan pertumbuhan ekonomi yang terjadi. Lapangan usaha tersebut tumbuh sebesar 5,2% (yoy), mengalami akselerasi dibandingkan periode sebelumnya yang tumbuh sebesar 4,3% (yoy). Hal tersebut didorong oleh peningkatan kinerja industri manufaktur skala mikro dan kecil maupun industri skala sedang dan besar.pertumbuhan yang terjadi pada industri sedang dan besar didorong oleh masih tumbuh positifnya industri makanan, yaitu sebesar 25,4% (yoy). Kondisi ini dipengaruhi oleh peningkatan kinerja lapangan usaha pertanian sebagai mata rantai input untuk industri makanan seperti penggilingan padi dan pengawetan ikan. Meskipun demikian, kinerja Rp Miliar 3,000 2,500 2,000 1,500 1, , % I II III IV I II III IV I II III IV Kredit Pertambangan yoy 100.0% 80.0% 60.0% 40.0% 20.0% 0.0% -20.0% -40.0% Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah Rp Miliar Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah Grafik 1.19 Kredit Pertambangan Sulawesi Tenggara Grafik 1.20 Kredit Industri Sulawesi Tenggara % I II III IV I II III IV I II III IV yoy 140.0% 120.0% 100.0% 80.0% 60.0% 40.0% 20.0% 0.0% Kredit Industri g Kredit Industri (sb. Kanan) KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA 17

30 Ekonomi Makro Regional Keuangan Pemerintah Perkembangan Inflasi Daerah Stabilitas Keuangan Daerah industri kayu yang mengalami kontraksi sebesar 13,6% sehingga menahan laju akselerasi. Secara keseluruhan, industri sedang dan besar di Sulawesi Tenggara mampu tumbuh sebesar 15,8% (yoy), meningkat jika dibandingkan dengan periode sebelumnya yang tumbuh sebesar 7,1% (yoy). Selain itu, industri mikro dan kecil juga mampu tumbuh sebesar 34,2% (yoy), meningkat jika dibandingkan dengan periode sebelumnya yang sebesar 24,7% (yoy). Peningkatan tersebut didorong oleh peningkatan beberapa industri seperti industri makanan yang tumbuh sebesar 74,3% (yoy), industri bahan kimia yang tumbuh sebesar 34,8% (yoy) dan industri farmasi yang tumbuh sebesar 29,4% (yoy). Namun pertumbuhan produksi pada industri mikro dan kecil sedikit tertahan dengan terdapat beberapa industri yang mengalami pertumbuhan negatif, antara lain industri alat angkutan lainnya (-30,8% yoy), industri pakaian jadi (-18,9% yoy) dan industri pengolahan lainnya (-16,2% yoy). Berbeda dengan akselerasi pertumbuhan yang terjadi pada lapangan usaha tersebut, penyaluran kredit lapangan usaha industri pengolahan cenderung mengalami perlambatan. Pada triwulan IV 2017, outstanding kredit ke lapangan usaha industri pengolahan mencapai Rp545,7 miliar atau tumbuh sebesar 24,1% (yoy), lebih rendah jika dibandingkan dengan periode sebelumnya yang hanya tumbuh sebesar 28,0%. Grafik 1.20 Kredit untuk industri pengolahan lebih banyak ditujukan kepada industri skala kecil menengah seperti untuk penggilingan padi (30,9%), pengolahan kayu (8,7%) dan industri bahan bangunan (5,0%). Sementara itu, industri pengolahan nikel berskala besar lebih banyak menggunakan modal sendiri (investor) atau dari perusahaan induknya. Realisasi Tahun 2017 Sepanjang 2017, kinerja lapangan usaha industri pengolahan hanya tumbuh sebesar 6,4% (yoy), lebih rendah daripada tahun sebelunya yang dapat tumbuh sebesar 8,9%. Perlambatan yang terjadi terutama disebabkan oleh menurunnya produksi perikanan dan terganggunya produksi tabama dan perkebunan yang merupakan bahan input utama untuk industri pengolahan di Sulawesi Tenggara. Sementara itu, kinerja produksi industri pengolahan nikel justru mengalami peningkatan sehingga dapat menopang kinerja lapangan usaha ini. Kondisi tersebut dipengaruhi oleh adanya smelter nikel yang telah beroperasi pada akhir 2017 dan permintaan nikel olahan yang terus meningkat. Tracking Triwulan I 2018 Pada periode mendatang, kondisi lapangan usaha industri pengolahan diperkirakan masih akan mengalami peningkatan. Tingginya pertumbuhan tersebut utamanya disebabkan oleh mulai optimalnya operasional dari smelter baru sehingga produksi feronikel dan nikel pig iron/npi diperkirakan akan dapat kembali tumbuh. Selain itu adanya industri pengolahan batu yang mulai beroperasi sebagai bahan inputan smelter nikel juga diperkirakan akan meningkatkan kinerja lapangan usaha ini. Peningkatan juga berasal dari industri makanan, terutama untuk industri penggilingan padi seiring dengan mulai masuknya masa panen padi pada triwulan I Meskipun demikian, industri pembekuan ikan diperkirakan mengalami perlambatan seiring dengan hasil produksi ikan yang diperkirakan mengalami penurunan dibandingkan dengan tahun sebelumnya Perdagangan Besar dan Eceran Realisasi Triwulan IV 2017 Lapangan usaha perdagangan besar dan eceran pada triwulan IV 2017 tercatat mengalami akselerasi sehingga mampu menahan perlambatan pertumbuhan ekonomi yang terjadi. Lapangan usaha tersebut mampu tumbuh sebesar 8,2% (yoy) dibandingkan dengan periode sebelumnya yang tumbuh sebesar 4,8% (yoy). Akselerasi yang terjadi didukung oleh momen liburan akhir tahun serta terjaganya konsumsi masyarakat. Peningkatan lapangan usaha perdagangan besar dan eceran juga tercermin dari hasil liaison yang dilakukan oleh KPw BI Sultra terhadap sejumlah pelaku usaha yang menunjukkan adanya peningkatan pada penjualan domestik. Pada triwulan IV 20017, nilai likert scale penjualan domestik adalah 0,22 meningkat jika dibandingkan dengan nilai likert scale 18 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2018

31 Sistem Pembayaran & Pengelolaan Uang Rupiah Kondisi Tenaga Kerja dan Kesejahteraan Prospek Perekonomian Daerah Volume (ribu ton) yoy 1,600 1, % 1, % 1, % 3000% 1, % % % % % 500% 200 0% % IV I II III IV I II III IV I II III IV Ekspor Sultra (volume) g Ekspor Sultra Sumber: Bea Cukai, diolah Juta USD 350 Grafik 1.21 Volume Ekspor Sulawesi Tenggara Grafik 1.22 Transaksi Perdagangan Luar Negeri Nilai Eksport Nilai Import I II III IV I II III IV I II III IV Sumber: Bea Cukai, diolah penjualan domestik pada triwulan sebelumnya yang sebesar -1,50. Namun pertumbuhan tersebut sedikit tertahan dengan melambatnya kinerja perdagangan luar negeri pada periode laporan. Pada triwulan IV 2017, total volume ekspor provinsi Sulawesi Tenggara tercatat sebesar 1,4 juta ton atau tumbuh mencapai 2216,9% (yoy), melambat dibandingkan dengan periode sebelumnya yang tumbuh sebesar 3943,4% (yoy). Grafik 1.21 Berbeda dengan akselerasi pada lapangan usaha perdagangan, laju pertumbuhan penyaluran kredit ke lapangan usaha tersebut justru mengalami perlambatan. Pada periode laporan total penyaluran kredit pada lapangan usaha tersebut tercatat sebesar Rp5,01 triliun atau tumbuh sebesar 2,6% (yoy), melambat dibandingkan periode sebelumnya yang tumbuh sebesar 4,6% (yoy). Grafik 1.23 Sampai dengan posisi triwulan IV 2017, pangsa penyaluran kredit perdagangan terbesar adalah untuk perdagangan eceran sebesar 66,0% dan diikuti oleh perdagangan domestik hasil pertanian sebesar 17,6%. Tracking Triwulan I 2018 Memasuki triwulan I 2018, kinerja usaha perdagangan besar dan eceran diperkirakan akan kembali mengalami perlambatan dengan tumbuh pada kisaran 4,7% - 5,1% (yoy). Hal tersebut disebabkan oleh terbatasnya konsumsi rumah tangga yang disebabkan oleh telah berlalunya periode liburan serta capaian inflasi yang cukup tinggi pada awal tahun sehingga berdampak pada lapangan usaha perdagangan besar dan eceran. Namun perlambatan yang terjadi dapat tertahan seiring diperkirakan akan meningkatnya ekspor nikel bijih dan olahan pada periode yang akan datang Konstruksi Realisasi Triwulan IV 2017 Pada triwulan IV 2017, kinerja lapangan usaha konstruksi tercatat mengalami akselerasi sehingga mampu menahan perlambatan laju pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tenggara. Pada periode tersebut, pertumbuhan usaha konstruksi tercatat sebesar 1,7% (yoy), meningkat dibandingkan dengan kinerja periode sebelumnya yang hanya tumbuh sebesar 0,1% (yoy). Peningkatan pada lapangan usaha tersebut didorong oleh tingginya realisasi progres fisik proyek pemerintah pada periode laporan. Konsumsi semen juga mengalami peningkatan dengan capaian sebesar 172,4 ton dibandingkan dengan periode sebelumnya yang sebesar 157,1 ton meskipun masih mengalami pertumbuhan negatif sebesar 1,0% (yoy). Meskipun lapangan usaha konstruksi mengalami pertumbuhan, namun kondisi tersebut tidak banyak mempengaruhi kinerja perbankan ke lapangan usaha tersebut. Hal ini disebabkan oleh kegiatan konstruksi pemerintah lebih benyak menggunakan APBN dan APBD sementara proyek swasta lebih banyak menggunakan modal sendiri. Hal tersebut sesuai dengan hasil Regional Financial Account & Balance Sheet (RFABS) Bank Indonesia, yaitu interkoneksi antara perbankan dengan perusahaan tidak terlalu kuat. Pada periode tersebut, outstanding kredit ke lapangan usaha konstruksi sebesar Rp925 miliar atau mengalami pertumbuhan sebesar 2,9% (yoy), lebih KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA 19

32 Ekonomi Makro Regional Keuangan Pemerintah Perkembangan Inflasi Daerah Stabilitas Keuangan Daerah Rp Miliar 6,000 yoy 5, % 5, % 14.0% 4, % 10.0% 3, % 2, % 6.0% 1, % 2.0% - 0.0% I II III IV I II III IV I II III IV Kredit Perdagangan g Kredit Perdagangan (sb. Kanan) Rp Miliar 1,200 1, % yoy 100.0% Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah Grafik 1.23 Kredit Perdagangan Sulawesi Tenggara Grafik 1.24 Kredit Konstruksi Sulawesi Tenggara 80.0% 60.0% 40.0% 20.0% % % I II III IV I II III IV I II III IV Kredit Konstruksi g Kredit Konstruksi (sb. Kanan) rendah dibandingkan dengan periode sebelumnya yang tumbuh sebesar 6,9% (yoy). Grafik 1.24 Tracking Triwulan I 2018 Pada triwulan I 2018, lapangan usaha konstruksi diperkirakan akan mengalami pertumbuhan dengan kecenderungan melambat. Masih belum berlangsungnya pembangunan proyek baru pemerintah daerah menjadi faktor utama perlambatan yang terjadi meskipun masih dapat tertahan dengan pembangunan proyek multiyears seperti bendungan Ladongi yang sudah mulai memasuki tahap pembangunan fisik pada tahun Sementara itu, rencana pembangunan yang dilakukan oleh pihak swasta terutama pelaku usaha pertambangan seiring dengan membaiknya harga nikel diperkirakan dapat menjadi faktor yang dapat menahan perlambatan laju pertumbuhan lapangan usaha konstruksi PERTUMBUHAN EKONOMI TANPA LAPANGAN USAHA PERTAMBANGAN Realisasi Triwulan IV 2017 Dengan tumbuhnya lapangan usaha utama non tambang, maka pertumbuhan ekonomi non tambang Sulawesi Tenggara pada triwulan IV 2017 juga mengalami akselerasi. Pada triwulan IV 2017 pertumbuhan ekonomi nonpertambangan tercatat mengalami akselerasi laju pertumbuhan sebesar 5,4% (yoy), setelah pada periode sebelumnya tercatat sebesar 4,3% (yoy). Capaian tersebut menjadi faktor yang menahan perlambatan laju pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tenggara pada periode laporan. Meningkatnya produksi hasil pertanian, produksi industri manufaktur dan penjualan domestik merupakan faktor-faktor yang mendorong pertumbuhan ekonomi nontambang. Namun terdapat juga beberapa lapangan usaha yang mengalami perlambatan pertumbuhan sehingga menahan laju pertumbuh yang terjadi, yaitu lapangan usaha penyediaan akomodasi dan makan minum, lapangan usaha informasi dan komunikasi, lapangan usaha real estate dan lapangan usaha jasa perusahaan. Dari sisi rasio komponen lapangan usaha terhadap total PDRB non pertambangan, lapangan usaha pertanian masih mendominasi perekonomian Sulawesi Tenggara dengan rasio sebesar 29,2%, mengalami peningkatan dibandingkan dengan periode sebelumnya yang sebesar 28,9%. Selain itu peningkatan juga terjadi pada lapangan usaha konstruksi dari 16,2% pada periode sebelumnya menjadi 17,2% pada periode laporan. Tracking Triwulan I 2018 Pada triwulan I 2018 mendatang lapangan usaha non pertambangan diperkirakan akan mengalami perlambatan dengan pertumbuhan berada di kisaran 4,5% - 4,9%(yoy). Perlambatan yang terjadi disebabkan oleh perlambatan pada beberapa lapangan usaha utama, yaitu lapangan usaha pertanian, lapangan usaha konstruksi dan lapangan usaha perdagangan besar dan eceran. Perlambatan pada lapangan usaha pertanian disebabkan oleh menurunnya produksi hasil pertanian serta masih belum optimalnya produksi hasil perikanan. Cuaca yang diperkirakan akan memiliki curah hujan lebih tinggi dari kondisi normal sepanjang triwulan I KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2018

33 Sistem Pembayaran & Pengelolaan Uang Rupiah Kondisi Tenaga Kerja dan Kesejahteraan Prospek Perekonomian Daerah (5.00) (10.00) (15.00) %, yoy I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Pertumbuhan Ekonomi Tambang Pertumbuhan Ekonomi Non Tambang Pertumbuhan Ekonomi Sultra Grafik 1.25 Perkembangan Ekonomi Nonpertambangan Sulawesi Tenggara Sumber: BPS, ADHK, diolah juga dapat menjadi faktor yang menyebabkan terjadinya perlambatan pada lapangan usaha tersebut. Selain itu, masih belum berjalannya pembangunan atas proyek pemerintah serta terbatasnya tingkat konsumsi rumah tangga diperkirakan dapat menjadi faktor yang menyebabkan terjadinya perlambatan pada lapangan usaha nontambang. Namun perlambatan yang terjadi diperkirakan masih dapat tertahan seiring dengan akselerasi yang terjadi pada lapangan usaha industri pengolahan yang didorong oleh pengolahan nikel. KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA 21

34 Ekonomi Makro Regional Keuangan Pemerintah Perkembangan Inflasi Daerah Stabilitas Keuangan Daerah Halaman ini sengaja dikosongkan 22 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2018

35 Sistem Pembayaran & Pengelolaan Uang Rupiah Kondisi Tenaga Kerja dan Kesejahteraan Prospek Perekonomian Daerah KEUANGAN PEMERINTAH 2 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA 23

36 Ekonomi Makro Regional Keuangan Pemerintah Perkembangan Inflasi Daerah Stabilitas Keuangan Daerah 2.1. STRUKTUR ANGGARAN APBD PERUBAHAN PROVINSI TAHUN 2017 Anggaran pendapatan dan belanja pada APBD Perubahan (APBD-P) 2017 meningkat dibandingkan dengan anggaran APBD Perubahan tahun Anggaran pendapatan meningkat menjadi Rp3,50 triliun atau naik cukup tinggi sebesar 41,6% dibanding tahun Begitu pula dengan anggaran belanja yang meningkat menjadi Rp3,87 triliun atau naik sebesar 37,2%. Grafik 2.1 & 2.2 Dari sisi pendapatan, peningkatan anggaran pendapatan tersebut terjadi pada anggaran Pendapatan Asli Daerah (PAD) serta pendapatan transfer. PAD Sulawesi Tenggara pada tahun 2017 ditargetkan mencapai Rp737,6 miliar atau meningkat 15,6% jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Sementara untuk pendapatan transfer pada tahun 2017 ditargetkan mencapai Rp2,8 triliun atau meningkat 51,3% dari tahun sebelumnya. Sementara itu dari sisi belanja, peningkatan anggaran belanja pada tahun 2017 didorong oleh meningkatnya anggaran belanja operasi dan belanja modal. Pada tahun 2017 anggaran belanja operasi mencapai Rp2,5 triliun atau meningkat sebesar 47,1%. Sementara itu, anggaran belanja modal mencapai Rp998,9 miliar atau meningkat sebesar 20,01% jika dibandingkan dengan periode tahun sebelumnya. Secara historis, APBD-P Provinsi Sulawesi Tenggara selalu mencatatkan defisit sejak tahun Namun demikian pada APBD tahun 2017, defisit anggaran tercatat jauh lebih tinggi jika dibandingkan tahun sebelumnya. Defisit APBD tahun 2017 adalah sebesar Rp372,19 miliar atau meningkat sebanyak Rp22,75 miliar dibandingkan dengan periode sebelumnya yang mencatatkan defisit sebesar Rp349,43 miliar PERKEMBANGAN REALISASI ANGGARAN APBD PROVINSI Realisasi Anggaran Pendapatan Realisasi pendapatan Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara secara kumulatif tahun 2017 relatif lebih rendah jika dibandingkan realisasi pendapatan di periode yang sama tahun sebelumnya. Pendapatan Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara hingga periode laporan terealisasi sebesar 100,93% dari total anggaran APBD 2017, atau sebesar Rp3,53 triliun. Tabel 2.1 Capaian tersebut lebih rendah jika dibandingkan dengan realisasi periode yang sama pada tahun 2016 yang tercatat sebesar 113,10% dari target dalam APBD tahun 2016 atau sebesar Rp2,79 triliun. Penurunan realisasi tersebut disebabkan oleh adanya peningkatan target pendapatan dalam APBD 2017 yang jauh lebih tinggi dibandingkan realisasi nominal serapan anggaran. Realisasi pendapatan pada tahun 2017 tersebut juga lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata realisasi pendapatan pada selama lima tahun terakhir yaitu sebesar 114,53%. Sumber pendapatan daerah Sulawesi Tenggara berasal dari pos Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Perimbangan (Daper). Pangsa PAD Sulawesi Tenggara tercatat menurun dari sebelumnya 26,62% Grafik 2.1 Sumber: BPKAD Prov. Sultra, diolah Perkembangan Tahunan Anggaran Pendapatan Provinsi Sulawesi Tenggara Sumber: BPKAD Prov. Sultra, diolah Grafik 2.2 Perkembangan Tahunan Anggaran Belanja Provinsi Sulawesi Tenggara 24 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2018

37 Sistem Pembayaran & Pengelolaan Uang Rupiah Kondisi Tenaga Kerja dan Kesejahteraan Prospek Perekonomian Daerah Tabel 2.1 Perbandingan Pencapaian Penyerapan Pendapatan Pemprov Sulawesi Tenggara Tahun Keterangan: Anggaran dan Realisasi dalam Miliar Rupiah Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara, diolah pada tahun 2016 menjadi 22,81% pada tahun Kondisi ini mengindikasikan belum membaiknya kemandirian fiskal pemerintah provinsi. Sementara itu, pangsa Daper meningkat menjadi 77,12% pada tahun 2017 dari tahun sebelumnya yang hanya sebesar 72,98%. Realisasi Dana Perimbangan pada tahun 2017 tercatat mencapai 98,69% dari total target dalam APBD tahun 2017 atau sebesar Rp2,73 triliun. Padahal pada periode yang sama tahun 2016, realisasi pendapatan mampu mencapai 111,87% dari total target pendapatan transfer tahun 2016 atau senilai Rp2,04 triliun. Berdasarkan komponennya, sumber pendapatan utama pemerintah Sulawesi Tenggara masih berasal dari transfer pemerintah pusat, seperti Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Sementara itu, realisasi PAD Sulawesi Tenggara pada tahun tahun 2017 tercatat sebesar Rp806,43 miliar atau mencapai 109,34%, menurun dibandingkan dengan realisasi tahun sebelumnya yang mampu mencapai 116,70%. Sumber utama PAD Sulawesi Tenggara berasal dari komponen pajak daerah, dengan peran 76,14% dari total PAD, diikuti oleh lain-lain PAD yang sah (16,95%), hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan (4,89%) dan sisanya bersumber dari retribusi daerah (2,02%). Adapun pajak daerah yang dipungut oleh provinsi diantaranya adalah pajak kendaraan bermotor, bea balik nama kendaraan bermotor, pajak bahan bakar kendaraan bermotor, pajak air permukaan dan pajak rokok. Sampai dengan akhir tahun 2017, pendapatan pajak daerah tersebut mampu terealisasi 103,87% dari total anggaran. Meskipun demikian, kondisi tersebut mengalami penurunan jika dibandingkan dengan periode tahun sebelumnya yang mampu mencapai 115,01% dari total anggaran. Lebih lanjut, komponen Lain-Lain Pendapatan Daerah yang Sah tercatat mengalami peningkatan. Pada tahun 2017, realisasi pos ini tercatat 99,39% atau sebesar Rp2,23 miliar, meningkat dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya tidak mencatatkan realisasi. Keseluruhan pendapatan tersebut berasal dari pos hibah dan dana darurat, dengan masing-masing mencatatkan realisasi sebesar Rp175 juta (100%) dan Rp2,06 miliar (99,34%) Realisasi Anggaran Belanja Sejalan dengan kinerja di sisi pendapatan, penyerapan anggaran belanja APBD Provinsi Sulawesi Tenggara pada tahun 2017 juga tercatat lebih rendah dibandingkan dengan realisasi anggaran tahun Realisasi belanja Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara hingga akhir tahun 2017 tercatat 91,73% atau sebesar Rp3,55 triliun, lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang mampu merealisasikan anggaran sebesar 94,35%. Tabel 2.2 Menurunnya persentase realisasi ini terutama didorong oleh masih berhati-hatinya pemerintah daerah dalam merealisasikan anggaran KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA 25

38 Ekonomi Makro Regional Keuangan Pemerintah Perkembangan Inflasi Daerah Stabilitas Keuangan Daerah Tabel 2.2 Perbandingan Pencapaian Penyerapan Belanja Pemprov Sulawesi Tenggara Tahun Keterangan: Anggaran dan Realisasi dalam Miliar Rupiah Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara, diolah seiring adanya pengetatan fiskal oleh pemerintah pusat. Penurunan tersebut terjadi pada realisasi belanja operasional. Realisasi belanja operasional mencapai 94,76% atau sebesar Rp2,35 triliun. Lebih rendahnya pencapaian tersebut disebabkan oleh belum optimalnya realisasi belanja hibah dan belanja pegawai yang tidak sebaik tahun sebelumnya, dengan masing-masing mencatatkan realisasi sebesar 97,66% dan 93,77%. Di sisi lain, realisasi belanja modal pada periode laporan menunjukkan kinerja yang lebih baik dengan tingkat realisasi sebesar 90,41% atau senilai Rp903,12 miliar. Kondisi tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya yang mencapai 90,33%. Peningkatan tersebut disebabkan oleh meningkatnya komponen belanja tanah serta belanja bangunan dan gedung, yang masing-masing terealisasi sebesar 89,79% dan 92,53%. Berdasarkan sumbangannya, pangsa belanja modal terbesar adalah pembangunan jalan, irigasi dan jaringan yang mencapai 43,12%, diikuti oleh belanja bangunan dan gedung sebesar 38,43% dan belanja peralatan dan mesin 12,43%. Berdasarkan data Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Daerah (LKPP), kinerja keuangan per bulan untuk Provinsi Sulawesi Tenggara hingga tahun 2017 relatif baik. Pada tahun laporan, kondisi realisasi keuangan Pemprov Sultra mencapai 90,71%, di bawah target 100%. Grafik 2.3 Capaian tersebut mengalami peningkatan realisasi pada tahun sebelumnya yang tercatat sebesar 61,62%. Sementara itu, kondisi penyelesaian fisik telah mencapai 95,39%, di bawah target yaitu sebesar 100%. Grafik 2.4 Pencapaian tersebut juga lebih tinggi 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% Grafik ,00% 100,00% 61,62% 90,71% Target Realisasi Sumber: Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa, diolah Perkembangan Kondisi Keuangan Antara Realisasi dan Target Bulanan APBD Sulawesi Tenggara 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% 100,00% 100,00% 95,39% 49,06% Target Realisasi Sumber: Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa, diolah Grafik 2.4 Perkembangan Penyelesaian Fisik Pengadaan APBD Sulawesi Tenggara 26 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2018

39 Sistem Pembayaran & Pengelolaan Uang Rupiah Kondisi Tenaga Kerja dan Kesejahteraan Prospek Perekonomian Daerah Tabel 2.3 Realisasi Dana Desa Tahun 2017 Kabupaten/Kota Pagu Realisasi (Rp) Realisasi (%) Kab. Bombana 94,28 94,28 100,00% Kab. Buton 65,70 65,70 100,00% Kab. Buton Selatan 49,52 49,52 100,00% Kab. Buton Tengah 54,03 54,03 100,00% Kab. Buton Utara 62,17 62,17 100,00% Kab. Kolaka 78,41 78,41 100,00% Kab. Kolaka Timur 91,02 91,02 100,00% Kab. Kolaka Utara 99,15 99,15 100,00% Kab. Konawe 221,99 221,41 99,74% Kab. Konawe Kepulauan 69,73 68,42 98,13% Kab. Konawe Selatan 252,33 249,50 98,88% Kab. Konawe Utara 120,82 120,82 100,00% Kab. Muna 97,78 97,06 99,26% Kab. Muna Barat 64,44 64,44 100,00% Kab. Wakatobi 60,66 59,22 97,62% Total ,54% Keterangan: Pagu dan Realisasi dalam Miliar Rupiah Sumber: Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Sulawesi Tenggara, diolah jika dibandingkan periode tahun sebelumnya yang mencapai 49,06%. Sementara itu, untuk proses pengadaan barang dan jasa, hingga akhir tahun 2017, tercatat bahwa dari total aktivitas strategis yang terdiri dari 483 paket atau senilai Rp1,07 triliun. Tercatat seluruh proyek telah terselesaikan; dimulai dari pemilihan, pelaksanaan, kontrak, hingga serah terima PERKEMBANGAN REALISASI ANGGARAN APBN Realisasi APBN Provinsi Alokasi anggaran APBN Provinsi Sulawesi Tenggara pada tahun 2017 mengalami sedikit peningkatan jika dibandingkan dengan tahun Tercatat, terjadi kenaikan anggaran APBN sebesar 3,36% dari sebelumnya Rp1,62 triliun pada tahun 2016 menjadi Rp1,67 triliun di tahun Berdasarkan jenisnya, belanja modal dianggarkan sebesar Rp830,28 miliar dengan pangsa sebesar 49,61% dari total APBN Provinsi Sulawesi Tenggara 2017, diikuti oleh belanja barang sebesar Rp826,65 miliar (49,39%), belanja pegawai sebesar Rp12,27 miliar (0,73%) dan belanja bantuan sosial Rp4,43 miliar (0,26%). Komposisi tersebut relatif tidak mengalami perubahan jika dibandingkan periode tahun Lebih jauh, realisasi APBN secara keseluruhan mengalami perbaikan. Secara kumulatif tahun 2017, realisasi APBN tercatat sebesar Rp1,54 triliun atau sebesar 91,88%, meningkat dibandingkan periode yang sama tahun 2016 yang tercatat sebesar Rp1,28 triliun atau 78,85% dari APBN provinsi Sulawesi Tenggara Ditinjau berdasarkan jenisnya, realisasi belanja pegawai tercatat sebesar Rp11,86 miliar atau sebesar 96,60%, meningkat dibandingkan periode sama tahun sebelumnya yang tercatat sebesar Rp11,18 miliar atau 93,97%. Selanjutnya belanja barang pada tahun 2017 sebesar Rp757,44 miliar atau 91,63% dari total yang dianggarkan dalam APBN Angka tersebut lebih tinggi dibandingkan realisasi tahun 2016 yaitu Rp657,75 miliar atau 82,79% dari total anggaran belanja barang dalam APBN Sementara itu, realisasi belanja modal pada tahun 2017 tercatat sebesar Rp765,16 miliar atau 92,16% dari total anggaran, lebih tinggi dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya yang tercatat sebesar Rp599,46 miliar atau 74,52% dari total anggaran belanja modal dalam APBN Peningkatan tersebut disebabkan oleh adanya pengerjaan beberapa proyek infrastruktur yang sempat tertunda pada akhir tahun 2016 akibat adanya penundaan transfer DAU oleh pemerintah pusat. Adapun realisasi belanja bantuan sosial pada tahun 2017 mencatatkan sebesar Rp3,28 miliar atau 74,06% dari total anggaran. Capaian ini lebih rendah dibandingkan dengan periode yang sama di tahun 2016 yang terealisasi sebesar Rp8,43 miliar atau 99,85% dari total anggaran KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA 27

40 Ekonomi Makro Regional Keuangan Pemerintah Perkembangan Inflasi Daerah Stabilitas Keuangan Daerah Tabel 2.4 Pencapaian Realisasi APBN Kota/Kabupaten Kabupaten/Kota Keterangan: Belanja dalam Miliar Rupiah Belanja Pegawai Belanja Barang % Realisasi Belanja Modal Belanja Bantuan Sosial DAK Fisik Kab. Bombana 94,24% 94,05% 89,45% 89,48% 95,95% Kab. Buton 99,21% 86,76% 100,50% 118,53% 95,11% Kab. Buton Selatan 81,13% 97,70% 96,67% 89,43% 96,58% Kab. Buton Tengah 85,60% 91,70% 97,46% 89,63% 99,24% Kab. Buton Utara 90,56% 82,02% 99,97% 84,42% 91,60% Kab. Kolaka 97,06% 92,65% 96,38% 99,61% 98,56% Kab. Kolaka Timur 84,46% 96,75% 99,26% 91,28% 99,11% Kab. Kolaka Utara 96,33% 95,90% 99,73% 100,00% 92,79% Kab. Konawe 96,46% 96,45% 93,09% 119,08% 94,90% Kab. Konawe Kepulauan 62,59% 67,57% 95,76% 21,63% 98,81% Kab. Konawe Selatan 90,20% 93,62% 98,29% 80,65% 95,27% Kab. Konawe Utara 92,48% 92,62% 99,91% 100,00% 99,17% Kab. Muna 94,76% 94,40% 99,68% 99,69% 99,66% Kab. Muna Barat 84,07% 96,89% 99,49% 100,00% 99,96% Kab. Wakatobi 93,01% 90,62% 98,88% 75,88% 98,77% Kota Baubau 96,00% 76,01% 99,35% 95,18% 91,80% Kota Kendari 97,36% 89,01% 90,31% 95,79% 94,89% Sumber: Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Sulawesi Tenggara, diolah Dana Desa Sesuai data dari Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Sulawesi Tenggara, hingga tahun 2017, besaran Dana Desa yang telah direalisasikan adalah sebesar 99,54% dari total pagu Dana Desa Sulawesi Tenggara sebesar Rp1,48 triliun. Sebagian besar kabupaten mencatatkan realisasi sebesar 100%. Hanya terdapat lima kabupaten yang realisasinya masih di bawah 100%, meskipun demikian secara keseluruhan serapan Dana Desa relatif baik. Kabupaten Wakatobi merupakan kabupaten dengan persentase realisasi terendah, yakni 97,62%. Sementara itu, Kab. Konawe Kepulauan mencatatkan realisasi 98,13%, diikuti Kab. Konawe Selatan (98,88%), Kab Muna (99,26%) dan Kab. Konawe (99,74). Tabel 2.3 Tingginya capaian realisasi dana desa ini sejalan dengan upaya penyaluran anggaran berbasis kinerja pelaksanaan, kesesuaian kinerja penyerapan anggaran dengan ketercapaian output, yang didorong oleh Pemerintah pada tahun Realisasi APBN Kabupaten/Kota Porsi anggaran APBN Provinsi Sulawesi Tenggara untuk kabupaten/kota pada tahun 2017 tercatat sebanyak Rp8,17 triliun. Dana ini dibagikan kepada 17 kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi Tenggara. Anggaran APBN Kabupaten/kota terbagi atas anggaran belanja pegawai sebesar Rp1,86 triliun atau 22,76% dari total anggaran APBN untuk Kabupaten/Kota di Sulawesi Tenggara, anggaran belanja barang sebesar Rp1,89 triliun (23,22%), belanja modal sebesar Rp1,29 triliun (15,77%), belanja bantuan sosial Rp11,6 miliar (0,14%), Dana Alokasi Khusus Fisik Rp1,63 triliun (19,97%), dan dana desa Rp1,48 triliun (18,14%). Tabel 2.4 Ditinjau dari jenisnya, realisasi anggaran belanja pegawai 17 kabupaten/kota di Sulawesi Tenggara ini tercatat sebesar 95,95%, lebih rendah dibandingkan dengan realisasi belanja pegawai dari APBN Provinsi Sulawesi Tenggara yang sebesar 96,60%. Hal serupa juga terjadi pada realisasi belanja barang. Secara total, realisasi belanja barang kabupaten/kota mencapai 89,55% pada tahun 2017, lebih rendah dibandingkan realisasi belanja barang APBN Provinsi Sulawesi Tenggara yang sebesar 91,63%. Terdapat daerah yang masih memiliki angka realisasi cukup 28 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2018

41 Sistem Pembayaran & Pengelolaan Uang Rupiah Kondisi Tenaga Kerja dan Kesejahteraan Prospek Perekonomian Daerah rendah, yaitu Kabupaten Konawe Kepulauan dengan realisasi belanja barang hanya sebesar 67,57%. Sementara itu, realisasi belanja modal kabupaten/kota tercatat lebih tinggi dibandingkan realisasi APBN Provinsi Sulawesi Tenggara. Pada akhir tahun 2017, anggaran belanja modal kabupaten/kota telah terealisasi sebesar 92,38%, sementara di tingkat provinsi terealisasi sebesar 92,16%. Kabupaten Buton merupakan satu-satunya daerah yang mencatatkan realisasi lebih besar dari 100%, sedangkan Kab. Bombana menjadi kabupaten dengan realisasi belanja modal masih di bawah 90%. Lebih jauh, belanja bantuan sosial dari APBN kabupaten/kota pada tahun 2017 terealisasi sebesar 96,89%. Capaian ini jauh lebih tinggi dibandingkan belanja bantuan sosial Provinsi Sulawesi Tenggara yang terealisasi sebesar 74,06%. Tingginya capaian ini didorong oleh beberapa kabupaten yang mencatatkan realisasi lebih dari 100%, yakni Kab. Buton dan Kab. Konawe. Di sisi lain, masih terdapat kabupaten dengan realisasi belanja bantuan sosial yang relatif kecil, yaitu Kab. Konawe Kepulauan dengan capaian realisasi 21,63%. KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA 29

42 Ekonomi Makro Regional Keuangan Pemerintah Perkembangan Inflasi Daerah Stabilitas Keuangan Daerah Halaman ini sengaja dikosongkan 30 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2018

43 Sistem Pembayaran & Pengelolaan Uang Rupiah Kondisi Tenaga Kerja dan Kesejahteraan Prospek Perekonomian Daerah PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH 3 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA 31

44 Ekonomi Makro Regional Keuangan Pemerintah Perkembangan Inflasi Daerah Stabilitas Keuangan Daerah 3.1. KONDISI UMUM INFLASI Tingkat inflasi IHK provinsi Sulawesi Tenggara 1 pada triwulan IV 2017 tercatat sebesar 2,97% (yoy), mengalami penurunan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang mencapai 3,18% (yoy). Jika dilihat secara historis di triwulan IV, realisasi tersebut juga lebih rendah daripada rata-rata 3 tahun terakhir yaitu sebesar 4,47%. Dengan kondisi tersebut, inflasi Sulawesi Tenggara mencatatkan capaian yang lebih rendah dibandingkan dengan inflasi nasional yaitu 3,61% (yoy) dan inflasi Sulawesi yaitu 3,94% (yoy). Secara spasial Pulau Sulawesi, inflasi di Sulawesi Tenggara merupakan provinsi dengan inflasi terendah kedua setelah Sulawesi Utara. Penurunan inflasi pada periode tersebut didorong oleh menurunnya tekanan inflasi kelompok bahan makanan bergejolak (volatile food) dan kelompok komoditas diatur pemerintah (administered prices). Penurunan tekanan inflasi volatile food terjadi seiring dengan relatif kondusifnya cuaca dan gelombang laut sehingga produksi bahan makanan seperti sayuran dan ikan segar mengalami peningkatan dan memperbesar pasokan di pasar. Sementara itu dari sisi administered prices, penurunan terjadi dipengaruhi oleh harga tiket angkutan udara yang tidak terlalu bergejolak dan tidak adanya kebijakan peningkatan harga BBM maupun tarif dasar listrik. Meskipun demikian, dari sisi inflasi inti (core inflation) mengalami peningkatan. Kondisi tersebut dipengaruhi oleh meningkatnya harga makanan jadi, consumer goods dan bahan bangunan. SULAWESI TENGGARA Volatile Food Adm. Prices Core Inflation 8,45% 5,21% 3,18% 2,97% 2,27% 2,69% 2,25% %, yoy I II III IV ,15 7,52 2,99 3,24 6,97 1,96 2,23 4,99 2,63 3,11 3,09 %, yoy %, yoy %, yoy -0,08 I II III IV I II III IV I II III IV 2017 Pasokan sayur dan ikan meningkat seiring cuaca yang kondusif 2017 Tidak adanya kebijakan harga energi 2017 Meningkatnya harga jual produk industri dan bahan bangunan. Grafik 3.1 Ringkasan Perkembangan Inflasi Sulawesi Tenggara (yoy) Sumber: BPS, Perhitungan Staf BI Grafik 3.2 Peta Inflasi Daerah Pada Triwulan IV 2017 Sumber: BPS 1 Angka inflasi Sulawesi Tenggara adalah angka inflasi hasil perhitungan agregasi oleh KPw BI Sulawesi Tenggara dengan menggunakan data IHK (indeks harga konsumen) Kota Kendari dan Kota Baubau yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik. 32 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2018

45 Sistem Pembayaran & Pengelolaan Uang Rupiah Kondisi Tenaga Kerja dan Kesejahteraan Prospek Perekonomian Daerah %, mtm 4,00 3,00 2,00 1,00 0,00-1,00-2,00 Grafik 3.3 Dengan kondisi tersebut, inflasi Sulawesi Tenggara pada tahun 2017 adalah sebesar 2,97% (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan inflasi tahun 2016 yang hanya sebesar 2,69% (yoy). Peningkatan inflasi sepanjang tahun 2017 tersebut didorong oleh peningkatan tekanan inflasi kelompok volatile food dan kelompok administered prices. Peningkatan tekanan inflasi kelompok volatile food disebabkan oleh adanya faktor cuaca pada Mei s.d Juli 2017 yang berdampak pada terganggunya proses produksi sayuran dan ikan tangkap. Sementara untuk peningkatan administered prices disebabkan antara lain oleh kebijakan pemerintah dalam menaikkan tarif listrik dan tarif perpanjangan STNK di awal tahun Perkembangan Inflasi Bulanan (month to month) Secara bulanan, pergerakan inflasi Sulawesi Tenggara selama triwulan IV 2017 mengalami tren yang meningkat. Diawali dengan terjadinya deflasi yang cukup dalam pada Oktober sebesar 0,88% (mtm), Tabel 3.1-0,88-0, Sumber: BPS, Perhitungan Staf BI Pergerakan dan Pola Inflasi Bulanan Sulawesi Tenggara Perbandingan Inflasi Bulanan Menurut Kelompok Barang/Jasa (%, mtm) Kelompok 0,70 Inflasi (%, mtm) mm/bulan Tw III 2017 Tw IV 2017 Jul Aug Sep Ratarata Kendari Baubau Kolaka Sumber: BMKG, diolah Grafik 3.4 Curah Hujan Bulanan di Sulawesi Tenggara dilanjutkan dengan deflasi sebesar 0,14% (mtm) pada November dan selanjutnya pada Desember terjadi inflasi sebesar 0,70% (mtm). Grafik 3.3 Dengan demikian, rata-rata inflasi bulanan selama periode tersebut adalah sebesar -0,11% (mtm), lebih tinggi daripada rata-rata inflasi bulanan pada triwulan sebelumnya yang sebesar -0,36% (mtm). Meskipun demikian, rata-rata inflasi bulanan pada triwulan IV 2017 tersebut masih lebih rendah daripada rata-rata inflasi bulanan triwulan IV selama 3 tahun terakhir yang sebesar 0,62% (mtm). Tren pergerakan bulanan yang meningkat tersebut dipengaruhi oleh kondisi cuaca selama triwulan IV 2017 yang juga menunjukkan peningkatan. Kondisi curah hujan bulanan pada Oktober 2017 lebih rendah daripada November dan Desember Hal tersebut terjadi di Kendari, Baubau maupun Kolaka. Grafik 3.4 Berdasarkan kelompok barang, tekanan inflasi ratarata bulanan terutama disumbangkan oleh kelompok makanan jadi, rokok dan tembakau dan kelompok Okt Nov Des Ratarata Tw III 2017 Andil (%, mtm) Jul Aug Sep Ratarata Tw IV 2017 Okt Nov Des Ratarata Bahan Makanan 3,39-4,94-2,20-1,25-3,88-0,72 1,90-0,90 0,89-1,32-0,57-0,33-0,99-0,18 0,47-0,23 Makanan Jadi, Rokok & Tembakau 0,10 0,15 0,07 0,11 0,63 0,46 0,15 0,41 0,01 0,02 0,01 0,01 0,07 0,05 0,02 0,05 Perumahan, Air, Listrik, Bahan Bakar -0,19 0,02 0,05-0,04 0,02 0,02 0,56 0,20-0,05 0,00 0,01-0,01 0,00 0,00 0,15 0,05 Sandang 0,24 0,03 0,34 0,20 0,32-0,20-0,08 0,01 0,02 0,00 0,02 0,01 0,02-0,01-0,01 0,00 Kesehatan 0,05 0,15 0,37 0,19 0,18 0,03-0,19 0,01 0,00 0,01 0,02 0,01 0,01 0,00-0,01 0,00 Pendidikan, Rekreasi dan Olah Raga 0,28 0,07 0,00 0,12 0,02 0,01 0,00 0,01 0,02 0,00 0,00 0,01 0,00 0,00 0,00 0,00 Transpor, Komunikasi dan Keuangan 0,69-1,56-0,06-0,31-0,02 0,05 0,33 0,12 0,13-0,30-0,01-0,06 0,00 0,01 0,07 0,03 Inflasi (mtm) 0,99-1,55-0,52-0,36-0,88-0,14 0,70-0,11 0,99-1,55-0,52-0,36-0,88-0,14 0,70-0,11 Sumber: BPS, Perhitungan Staf BI KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA 33

46 Ekonomi Makro Regional Keuangan Pemerintah Perkembangan Inflasi Daerah Stabilitas Keuangan Daerah Tabel 3.2 Top 10 Sumbangan Inflasi & Deflasi Bulanan Sulawesi Tenggara No OKTOBER 2017 NOVEMBER 2017 DESEMBER 2017 Komoditas Andil (%) Komoditas Andil (%) Komoditas Andil (%) Penyumbang Inflasi 1 BERAS 0,04 IKAN CAKALANG 0,08 IKAN KEMBUNG 0,12 2 IKAN BAKAR 0,03 IKAN LAYANG 0,06 BAHAN BAKAR RT 0,10 3 ROKOK PUTIH 0,02 BERAS 0,05 SEMEN 0,06 4 JERUK NIPIS 0,01 IKAN RAMBE 0,05 IKAN LAYANG 0,06 5 BAYAM 0,01 SAWI HIJAU 0,03 ANGKUTAN UDARA 0,06 6 TERONG PANJANG 0,01 IKAN BAKAR 0,03 TELUR AYAM RAS 0,05 7 GAUN/TERUSAN 0,01 EKOR KUNING 0,02 BERAS 0,05 8 GARAM 0,01 JERUK NIPIS 0,01 IKAN CAKALANG 0,04 9 SEWA RUMAH 0,01 AYAM HIDUP 0,01 JANTUNG PISANG 0,03 10 ROKOK KRETEK FILTER 0,01 ROKOK PUTIH 0,01 IKAN BANDENG 0,03 Penyumbang Deflasi 1 IKAN CAKALANG -0,17 TOMAT SAYUR -0,11 CABAI RAWIT -0,04 2 TOMAT SAYUR -0,15 TOMAT BUAH -0,08 CUMI-CUMI -0,03 3 CABAI RAWIT -0,15 TERONG PANJANG -0,04 KACANG PANJANG -0,01 4 IKAN LAYANG -0,09 BAYAM -0,04 JERUK -0,01 5 IKAN RAMBE -0,08 IKAN KEMBUNG -0,03 KETIMUN -0,01 6 TOMAT BUAH -0,06 JANTUNG PISANG -0,02 SANDAL KULIT -0,01 7 IKAN EKOR KUNING -0,05 KANGKUNG -0,02 KOL PUTIH/KUBIS -0,01 8 BAWANG MERAH -0,04 CUMI-CUMI -0,02 SEPATU -0,01 9 KANGKUNG -0,03 CABAI RAWIT -0,02 GULA PASIR -0,01 10 IKAN BANDENG -0,03 DAUN KELOR -0,01 TERONG PANJANG -0,01 Sumber: BPS, Perhitungan Staf BI perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar. Beberapa komoditas pada kelompok tersebut yang mengalami inflasi adalah ikan bakar, rokok putih, rokok kretek filter, pakaian wanita, sewa rumah dan semen. Selain itu, kelompok transportasi, komunikasi dan jasa keuangan juga memberikan tekanan inflasi terutama pada Desember 2017, terutama yang berasal dari tarif angkutan udara. Sementara itu, kelompok bahan makanan secara rata-rata masih menunjukkan deflasi sebesar 0,90%. Kondisi tersebut terjadi terutama pada Oktober Pada periode tersebut beberapa jenis ikan segar dan sayuran mengalami penurunan harga seiring dengan kondisi cuaca yang kondusif. Meskipun demikian, pada Desember terjadi inflasi pada kelompok tersebut sebesar 1,90% (mtm) yang dipengaruhi oleh peningkatan harga komoditas ikan segar seperti ikan kembung, ikan cakalang, ikan bandeng dan ikan layang. Selain itu komoditas beras juga secara konsisten menjadi komoditas yang menyumbang tekanan inflasi bulanan selama triwulan IV Perkembangan Inflasi Tahunan (year on year) Secara tahunan, inflasi Sulawesi Tenggara pada triwulan IV mencapai 2,97% (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang sebesar 3,18% (yoy).grafik 3.5 Kondisi tersebut sejalan dengan kondisi inflasi nasional yang juga mengalami penurunan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Sumber utama penurunan inflasi tersebut berasal dari kelompok bahan makanan dan kelompok transportasi, komunikasi dan jasa keuangan. Inflasi kelompok bahan makanan pada triwulan IV 2017 mencapai 6,20% (yoy), lebih rendah daripada triwulan sebelumnya yang mencapai 7,40% (yoy). Kondisi ini terjadi seiring dengan menurunnya tekanan inflasi pada komoditas sayuran. Curah hujan yang relatif rendah pada awal triwulan IV 2017 mendorong produksi sayuran seperti kangkung, bayam, kacang panjang dan tomat sayur sehingga memperbesar pasokan di pasar. Selain itu, indeks produksi ikan juga menunjukkan adanya peningkatan jumlah pendaratan ikan di Kota Kendari 34 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2018

47 Sistem Pembayaran & Pengelolaan Uang Rupiah Kondisi Tenaga Kerja dan Kesejahteraan Prospek Perekonomian Daerah %, yoy 10% 8% 6% 4% 2% 0% I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Sultra Nasional Sulawesi 3,94% 3,61% 2,97% indeks 180,0 170,0 160,0 150,0 140,0 130,0 120,0 110,0 100,0 90,0 80,0 I II III IV I II III IV Ket: 2016 =100; Produksi ikan: Pendaratan ikan di PPS Kendari dan PPI Sodoha Kendari Sumber: BPS, perhitungan Staf BI Sumber: BPS, perhitungan Staf BI Grafik 3.5 Pergerakan Inflasi Tahunan Sulawesi Tenggara Grafik 3.6 Indeks Produksi Ikan di Kendari Tabel 3.3 Perbandingan Inflasi Tahunan Menurut Kelompok Barang/Jasa (%, yoy) Kelompok Inflasi (%, yoy) Andil (%, yoy) I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Bahan Makanan 11,83 12,07 4,30 3,13-0,11 8,96 7,40 6,20 2,74 2,83 1,04 0,75-0,03 2,26 1,81 1,49 Makanan Jadi, Rokok & Tembakau 9,67 8,00 8,53 8,08 6,39 5,17 3,09 3,33 0,97 0,81 0,87 0,83 0,67 0,54 0,33 0,36 Perumahan, Air, Listrik, Bahan Bakar 1,53 0,97 0,94 0,52 1,57 3,20 2,52 2,86 0,43 0,27 0,26 0,14 0,43 0,86 0,67 0,77 Sandang 2,26 2,90 4,70 4,18 2,51 2,42 0,61 1,61 0,16 0,20 0,32 0,28 0,17 0,17 0,04 0,11 Kesehatan 5,40 4,98 5,59 6,92 4,83 4,88 4,35 2,89 0,23 0,21 0,24 0,29 0,21 0,21 0,19 0,13 Pendidikan, Rekreasi dan Olah Raga 2,84 3,46 7,31 7,45 6,82 6,16 0,78 0,71 0,19 0,24 0,50 0,51 0,46 0,42 0,06 0,05 Transpor, Komunikasi dan Keuangan 0,07-2,30 0,33-0,90 1,32 3,26-0,53-0,58 0,02-0,48 0,07-0,18 0,26 0,64-0,10-0,12 Inflasi (mtm) 4,75 4,12 3,28 2,69 2,25 5,21 3,18 2,97 4,75 4,12 3,28 2,69 2,25 5,21 3,18 2,97 Sumber: BPS, Perhitungan Staf BI pada periode tersebut. Grafik 3.6 Meskipun demikian, sumbangan kelompok bahan makanan ini masih merupakan yang terbesar yaitu mencapai 1,49% dari total inflasi sebesar 2,97% (yoy). Tabel 3.3 Selain itu, kelompok transportasi, komunikasi dan jasa keuangan mengalami deflasi sebesar 0,58% (yoy). Kondisi tersebut disebabkan oleh adanya penurunan tarif angkutan udara jika dibandingkan dengan kondisi pada triwulan IV 2016 sebesar 23,35% (yoy). Kondisi ini terutama terjadi sejak triwulan III 2017 seiring adanya penambahan frekuensi penerbangan dan adanya pembukaan rute baru seperti pada penerbangan dari Kendari menuju Baubau dan Wakatobi sepanjang tahun Sementara itu, terdapat peningkatan inflasi pada kelompok makanan jadi, rokok dan tembakau, kelompok perumahan air, listrik dan bahan bakar dan kelompok sandang. Dari ketiga kelompok tersebut, yang memberikan andil terbesar terhadap inflasi adalah kelompok perumahan, air, listrik dan bahan bakar yaitu sebesar 0,77% dari total inflasi sebesar 2,97% (yoy). Meningkatnya inflasi kelompok tersebut dipengaruhi oleh aktivitas konstruksi yang cukup banyak di Sulawesi Tenggara. Hal tersebut menyebabkan harga semen dan material bangunan lainnya mengalami peningkatan. Harga semen tercatat mengalami kenaikan sebesar 4,08% (yoy), setelah pada triwulan sebelumnya mengalami deflasi sebesar 1,88% (yoy) PERKEMBANGAN INFLASI MENURUT KOTA Ditinjau dari kota perhitungan inflasi di Sulawesi Tenggara, penurunan inflasi tahunan Sulawesi Tenggara disebabkan oleh menurunnya harga yang terjadi di Kota Kendari. Inflasi di Kota Kendari pada triwulan IV 2017 menurun menjadi 2,96% (yoy) dibandingkan dengan triwulan III 2017 yang mencapai 3,49% (yoy). Sebaliknya untuk inflasi di Kota Baubau mengalami peningkatan dari 2,37% (yoy) pada triwulan III 2017 menjadi 3,00% (yoy) pada triwulan IV Grafik 3.7 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA 35

48 Bahan Makanan Makanan Jadi Perumahan Sandang Kesehatan Pendidikan Transpor Ekonomi Makro Regional Keuangan Pemerintah Perkembangan Inflasi Daerah Stabilitas Keuangan Daerah Tabel 3.4 Perkembangan Inflasi Tahunan Menurut Kota Perhitungan Inflasi di Sulawesi Tenggara Inflasi (%, yoy) Andil (%, yoy) DAERAH I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV INFLASI UMUM Sulawesi Tenggara 4,75 4,12 3,28 2,69 2,25 5,21 3,18 2,97 4,75 4,12 3,28 2,69 2,25 5,21 3,18 2,97 Kota Kendari 4,82 4,37 3,09 3,07 2,40 6,17 3,49 2,96 3,55 3,22 2,27 2,26 1,77 4,54 2,57 2,18 Kota Baubau 4,57 3,49 3,77 1,71 1,85 2,67 2,37 3,00 1,21 0,92 0,99 0,45 0,49 0,70 0,63 0,79 BAHAN MAKANAN Sulawesi Tenggara 11,83 12,07 4,30 3,13-0,11 8,96 7,40 6,20 11,83 12,07 4,30 3,13-0,11 8,96 7,40 6,20 Kota Kendari 12,94 14,41 3,76 3,54 0,02 11,96 7,73 6,28 9,53 10,61 2,77 2,61 0,01 8,80 5,69 4,62 Kota Baubau 9,18 6,76 5,63 2,14-0,43 1,63 6,62 5,98 2,42 1,78 1,49 0,56-0,11 0,43 1,75 1,58 Sumber: BPS, Perhitungan Staf BI % (yoy) 3,723,61 3,60 3,49 3,18 3,35 2,95 3,00 2,97 2,37 %yoy 10,00 %yoy 10,00 5,00 0,00 Kendari Baubau 5,00 0,00-5,00-10,00 Tw III 2017 Tw IV 2017 Kendari Baubau Sultra Nasional Kawasan Timur Tw III 2017 Tw IV 2017 Grafik 3.7 Penurunan inflasi tahunan di Kota Kendari disebabkan oleh penurunan harga pada kelompok bahan makanan dan kelompok makanan jadi, minuman & rokok. Inflasi bahan makanan di Kota Kendari pada periode tersebut mencapai 6,28% (yoy), mengalami penurunan dari triwulan sebelumnya yang mencapai 7,73% (yoy). Meskipun sudah mengalami penurunan, namun tingkat inflasi bahan makanan yang tinggi di Kota Kendari menyebabkan inflasi bahan makanan di Sulawesi Tenggara juga masih tinggi pada level 6,20% (yoy). Tabel 3.4 Sumber: BPS, diolah Perbandingan Kinerja Inflasi Tahunan Kota Kendari dan Kota Baubau Sementara itu di Kota Baubau, peningkatan inflasi yang terjadi disebabkan oleh adanya kenaikan tekanan inflasi kelompok makanan jadi, minuman, rokok & tembakau, dan kelompok perumahan air, listrik dan gas. Adapun kenaikan inflasi pada kelompok makanan jadi disebabkan oleh harga rokok filter yang terus meningkat seiring dengan kebijakan pemerintah yang akan meningkatkan tarif cukai rokok. Meskipun demikian, masih terdapat kelompok Sumber: BPS, diolah Grafik 3.8 Pergerakan Inflasi Tahunan Berdasarkan Kelompok di Kota Kendari dan Kota Baubau yang dapat menahan laju inflasi di Kota Baubau, yaitu kelompok transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan. Kondisi ini terjadi seiring dengan normalisasi tarif angkutan udara sehingga pada triwulan IV 2017 terjadi deflasi pada tarif angkutan udara sebesar 42,94% (yoy). Selain itu, penahan laju inflasi juga terjadi dari kelompok bahan makanan. Beberapa komoditas yang menjadi sumber penurunan harga adalah daging sapi, bawang merah, bawang putih, cabai merah, dan tomat sayur serta komoditas buah-buahan terutama anggur DISAGREGASI INFLASI Dilihat dari komponen pembentuknya, penurunan inflasi pada triwulan IV 2017 didorong oleh menurunnya tekanan inflasi kelompok bahan makanan bergejolak (volatile food) dan kelompok komoditas diatur pemerintah (administered prices). Grafik 3.10 Penurunan tekanan inflasi volatile food terjadi seiring dengan relatif kondusifnya cuaca dan gelombang laut sehingga produksi bahan makanan seperti sayuran dan ikan segar mengalami 36 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2018

49 Sistem Pembayaran & Pengelolaan Uang Rupiah Kondisi Tenaga Kerja dan Kesejahteraan Prospek Perekonomian Daerah inflasi (%,yoy) Inflasi Umum Inflasi Inti Volatile Food Administered Prices Rupiah I II III IV I II III IV I II III IV Bawang Merah Tongkol Tomat Sayur Sumber: BPS, Perhitungan Staf BI Sumber: BPS, Perhitungan Staf BI Grafik 3.9 Disagregasi Inflasi Sulawesi Tenggara Grafik 3.11 Pergerakan Harga SPH untuk Komoditas yang Mengalami Penurunan %, yoy 6,00 4,99 5,00 4,04 4,00 2,97 3,02 3,09 3,00 2,44 2,23 2,00 1,00 0,00-1,00-0,60 IHK Inti VF AP TwIV 2017 Rata-Rata TwIV (15-16) Rupiah I II III IV I II III IV I II III IV Kembung Bandeng Beras (sb.kanan) Sumber: BPS, Perhitungan Staf BI Sumber: SPH, KPw BI Prov. Sultra Grafik 3.10 Perbandingan Disagregasi dengan Historisnya Grafik 3.12 Pergerakan Harga SPH untuk Komoditas yang Mengalami Peningkatan peningkatan dan memperbesar pasokan di pasar. Sementara itu dari sisi administered prices, penurunan dipengaruhi oleh harga tiket angkutan udara yang mengalami normalisasi dan tidak adanya kebijakan peningkatan harga BBM maupun tarif dasar listrik pada periode tersebut. Meskipun demikian, dari sisi inflasi inti (core inflation) mengalami peningkatan. Kondisi tersebut dipengaruhi oleh meningkatnya harga makanan jadi, consumer goods dan bahan bangunan. Penurunan yang terjadi pada kelompok volatile food terlihat pula dari pergerakan harga Survei Pemantauan Harga (SPH) khususnya pada komoditas sayur-sayuran dan bumbu-bumbuan, seperti bawang merah dan tomat sayur. Harga komoditas bawang merah mengalami penurunan harga, dari sebelumnya Rp per kg pada akhir triwulan III 2017, menjadi Rp per kg pada akhir triwulan IV 2017, komoditas tomat sayur juga mengalami penurunan harga, dari sebelumnya Rp per kg pada akhir triwulan III 2017, menjadi Rp per kg pada akhir triwulan IV Sementara itu membaiknya produksi ikan turut menurunkan harga ikan tongkol di pasar. Grafik 3.11 Meskipun demikian, terdapat pula beberapa komoditas yang mengalami kenaikan harga sehingga menyebabkan tingkat inflasi volatile food masih berada di level yang tinggi. Komoditas yang mengalami kenaikan yaitu beberapa komoditas ikan segar seperti ikan kembung dan ikan bandeng. Sesuai dengan hasil SPH, rata-rata harga komoditas ikan bandeng di pasar Kota Kendari pada akhir triwulan III 2017 tercatat Rp per kg, mengalami kenaikan pada triwulan IV 2017 menjadi sebesar Rp per kg. Hal serupa juga terjadi pada komoditas ikan kembung yang pada akhir periode sebelumnya tercatat memiliki harga rata-rata Rp per kg, sementara pada akhir triwulan IV 2017 naik menjadi Rp per kg sehingga menjadi penyebab KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA 37

50 Ekonomi Makro Regional Keuangan Pemerintah Perkembangan Inflasi Daerah Stabilitas Keuangan Daerah peningkatan tekanan inflasi di Sulawesi Tenggara. Grafik 3.12 Bila dibandingkan dengan kondisi tahun sebelumnya, capaian inflasi Sulawesi Tenggara pada tahun 2017 mengalami peningkatan. Inflasi pada tahun 2017 adalah sebesar 2,97% (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan inflasi tahun 2016 yang hanya sebesar 2,69% (yoy). Peningkatan inflasi sepanjang tahun 2017 tersebut didorong oleh peningkatan tekanan inflasi kelompok volatile food dan kelompok administered prices. Peningkatan tekanan inflasi kelompok volatile food disebabkan oleh adanya faktor cuaca pada Mei s.d Juli 2017 yang berdampak pada terganggunya proses produksi sayuran dan ikan tangkap. Sementara untuk peningkatan administered prices disebabkan antara lain oleh kebijakan pemerintah dalam menaikkan tarif listrik dan tarif perpanjangan STNK di awal tahun INFLASI TRIWULAN I 2018 Mengawali triwulan I 2018, inflasi Sulawesi Tenggara pada Januari 2018 sebesar 0,62% (mtm), jika dibandingkan dengan inflasi pada sebelumnya yang tercatat sebesar 0,70% (mtm). Secara spasial, inflasi tersebut disebabkan oleh inflasi yang terjadi baik di Kota Kendari maupun Kota Bau-Bau. Inflasi yang terjadi disebabkan oleh kenaikan harga pada kelompok komoditas bahan makanan seperti beras dan ikan segar. Tingginya permintaan dari luar Sulawesi Tenggara terutama untuk komoditas beras mendorong peningkatan harga yang terjadi. Sementara itu pada komoditas ikan segar, kenaikan harga dipengaruhi oleh penurunan produksi yang disebabkan oleh pembatasan penangkapan di beberapa wilayah di Sulawesi. Dengan kondisi tersebut, inflasi tahunan Sulawesi Tenggara mencapai 2,83% (yoy) tercatat lebih rendah dibandingkan dengan inflasi pada triwulan IV Penurunan tekanan inflasi tahunan di Sulawesi Tenggara didorong oleh penurunan tekanan inflasi tahunan yang terjadi di Kota Kendari, meskipun sedikit tertahan dengan meningkatnya tekanan inflasi tahunan Kota Bau-Bau. Kota Kendari tercatat mengalami inflasi sebesar 2,66% (yoy), menurun jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya yang sebesar 2,96% (yoy). Sementara itu, Kota Bau-Bau justru mengalami peningkatan tekanan inflasi sebesar 3,26% (yoy) dibandingkan dengan bulan sebelumnya yang sebesar 3,00% (yoy). Secara umum, inflasi yang terjadi di Sulawesi Tenggara pada periode laporan didorong oleh inflasi pada kelompok bahan makanan, terutama beras dan ikan segar. Pada periode tersebut, beras mengalami inflasi sebesar 7,18% (yoy) dengan andil sebesar 0,33% (yoy) dan ikan segar mengalami inflasi sebesar 14,08% (yoy) dengan andil 1,06% (yoy). Kondisi tersebut dipengaruhi oleh masih belum masuknya masa panen terutama di Jawa mendorong tingginya permintaan beras dari luar Sulawesi Tenggara. Sementara itu, masih terbatasnya produksi ikan segar yang disebabkan oleh pembatasan penangkapan ikan dan operasional kapal dari luar Sulawesi Tenggara serta kondisi cuaca yang kurang kondusif menjadi faktor utama penyebab terjadinya peningkatan harga pada komoditas ikan segar. Melihat perkembangan yang ada, laju inflasi tahunan Sulawesi Tenggara pada triwulan I 2018 diperkirakan akan mengalami sedikit peningkatan tekanan jika dibandingkan dengan periode sebelumnya, yaitu sebesar 2,99% - 3,39% (yoy). Kondisi tersebut tercermin dari Indeks perubahan harga bahan makanan untuk 3 bulan ke depan hasil dari Survei Konsumen yang hanya mengalami sedikit perubahan dari 190,0 pada triwulan sebelumnya menjadi 191,0 pada triwulan I Sementara itu indeks perubahan harga umum pada 3 bulan mendatang hanya mengalami sedikit peningkatan dari 185,0 pada triwulan IV 2017 menjadi 186,0 pada triwulan I Beberapa komoditas yang dapat menjadi penyumbang inflasi adalah ikan segar, beras dan rokok. Meskipun demikian diperkirakan terdapat beberapa faktor yang dapat menahan peningkatan inflasi pada triwulan berjalan. Pertama, masuknya masa panen di Jawa dan masuknya beras impor ke beberapa daerah yang mengalami defisit sehingga permintaan beras dari luar Sulawesi Tenggara diperkirakan akan mengalami penurunan. Kedua, tidak adanya rencana 38 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2018

51 Sistem Pembayaran & Pengelolaan Uang Rupiah Kondisi Tenaga Kerja dan Kesejahteraan Prospek Perekonomian Daerah pemerintah untuk menaikkan harga energi seperti BBM bersubsidi dan tarif tenaga listrik (TTL) UPAYA PENGENDALIAN INFLASI Upaya pengendalian inflasi yang dilakukan oleh pemerintah daerah bersama Bank Indonesia melalui Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) Provinsi Sulawesi Tenggara selama triwulan IV 2017 difokuskan pada upaya meningkatkan produksi dan pasokan pangan strategis. Upaya yang dilakukan antara lain yaitu mengimplementasikan Urban Farming untuk komoditas sayur-sayuran, rapat koordinasi membahas permasalahan pasokan ikan tangkap, sosialisasi kebijakan HET untuk komoditas beras dan gula pasir, serta upaya penguatan TPID tingkat kabupaten. Secara ringkas langkah-langkah pengendalian inflasi yang ditempuh adalah sebagai berikut: 1. Penguatan Kelembagaan dan Koordinasi antar TPID. Dalam rangka penguatan koordinasi, telah dilaksanakan rapat High Level Meeting (HLM) TPID Sulawesi Tenggara. Beberapa hasil rapat tersebut adalah: 1) Mendorong terlaksananya kerja sama antar daerah yang dilakukan secara formal didasari dengan perjanjian kerjasama antar daerah, baik antar provinsi, kota/kabupaten antar provinsi, maupun kota/kabupaten dalam provinsi. 2) Mengalokasikan anggaran dalam APBD untuk kegiatan atau program kerja pengendalian harga sesuai dengan kewenangan masing-- masing. 3) Perumusan peraturan daerah terkait tataniaga perdagangan komoditas ikan ke luar Sulawesi Tenggara agar komoditas ikan segar terlebih dahulu diolah melalui Unit Pengolahan Ikan (UPI) masing-masing Kabupaten/Kota. Dalam hal belum terdapat UPI agar dapat terlebih dahulu di bentuk. 4) Perbaikan sarana dan prasarana perikanan seperti perbaikan fasilitas di PPI (Pelabuhan Pendaratan Ikan) maupun PPS (Pelabuhan Perikanan Samudra) serta penambahan kapasitas cold storage. Selain itu, kapasitas armada kapal juga perlu ditingkatkan. 5) Meningkatkan awareness anggota TPID dan masyarakat dalam kebijakan HET Beras dan Gula Pasir. 6) Melakukan Sidak Pasar bersama Satuan Tugas (Satgas) Pangan yang dipimpin oleh Wakapolda. Sidak dilaksanakan pada tanggal 14 Desember 2017 di tiga tempat, yaitu Pasar Anduonohu, Pasar Mandonga dan Pelabuhan Nusantara Kendari. Hal tersebut dilakukan untuk mengurangi peningkatan tekanan inflasi pada akhir tahun. 7) Capacity building TPID Kabupaten Kolaka Utara. 2. Menambah Ketersediaan Pasokan Sayur- Sayuran Melalui Urban Farming Upaya untuk menekan inflasi oleh TPID juga dilakukan dengan meningkatkan pasokan sayursayuran. Hal ini dilakukan untuk meredam tingginya gejolak harga sayur-sayuran di Sulawesi Tenggara. KPw BI Provinsi Sultra telah mengadakan pelatihan Urban Farming di Kota Kendari. Hal ini bertujuan untuk: i) meningkatkan kesadaran masyarakat untuk memanfaatkan pekarangan ditanami tanaman produktif, seperti sayur-sayuran, sehingga dapat memberikan nilai ekonomis bagi masyarakat, ii) dapat mengurangi tekanan inflasi yang cukup tinggi, terutama di Kota Kendari. Pelatihan Urban Farming dilakukan kepada kelompok tani dan dasa wisma di Kota Kendari pada awal triwulan III 2017 dan berlanjut pada triwulan IV Dalam pelaksanaan kegiatan ini, KPw BI Provinsi Sultra berkoordinasi dengan stakeholders terkait, meliputi Dinas Pangan Kota Kendari. Adapun metode penanaman juga dilakukan dengan menggunakan sistem penanaman organik yang ramah lingkungan. Dalam jangka panjang, kegiatan ini diharapkan dapat menekan inflasi yang berasal dari komoditas sayur-sayuran. KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA 39

52 Ekonomi Makro Regional Keuangan Pemerintah Perkembangan Inflasi Daerah Stabilitas Keuangan Daerah Halaman ini sengaja dikosongkan 40 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2018

53 Sistem Pembayaran & Pengelolaan Uang Rupiah Kondisi Tenaga Kerja dan Kesejahteraan Prospek Perekonomian Daerah STABILITAS KEUANGAN DAERAH 4 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA 41

54 Ekonomi Makro Regional Keuangan Pemerintah Perkembangan Inflasi Daerah Stabilitas Keuangan Daerah 4.1. GAMBARAN UMUM STABILITAS KEUANGAN DAERAH Pada triwulan IV 2017, stabilitas sistem keuangan di Sulawesi Tenggara menunjukkan kondisi yang relatif terjaga. Kondisi tersebut berasal dari sektor rumah tangga, sektor korporasi, UMKM dan institusi keuangan yang masih menunjukkan perkembangan yang positif dengan sumber kerentanan yang dapat dikendalikan. Ketahanan keuangan sektor rumah tangga masih relatif kuat dengan adanya peningkatan penghasilan, optimisme konsumsi, perilaku berhutang yang aman, dan kemampuan keuangan yang masih cukup untuk berbagai keperluan. Sementara itu, ketahanan pada sektor korporasi masih relatif terjaga seiring dengan peningkatan omset dan perbaikan kondisi likuiditas serta berkurangnya beban hutang di tengah meningkatnya biaya dan penurunan margin keuntungan. Dari sisi institusi keuangan, juga terjadi peningkatan kinerja. Indikator aset bank umum, penghimpunan dana pihak ketiga dan kredit mengalami peningkatan dibandingkan dengan periode sebelumnya. Risiko kredit juga masih dapat terkendali terutama dari kredit untuk penggunaan konsumsi ASESMEN SEKTOR RUMAH TANGGA Sumber Kerentanan dan Kondisi Sektor Rumah Tangga Di Sulawesi Tenggara, rumah tangga merupakan salah satu komponen penting dalam perekonomian dan sistem keuangan baik dari sisi kontribusi maupun keterkaitannya dengan perbankan, pemerintah, lembaga keuangan lainnya dan korporasi. Beberapa faktor yang mempengaruhi kondisi keuangan rumah tangga adalah tingkat pendapatan, tingkat pengangguran, tingkat konsumsi, dan kondisi pembiayaan/kredit oleh rumah tangga. Secara umum, tingkat pendapatan, tingkat pengangguran dan tingkat konsumsi rumah tangga turut juga dipengaruhi oleh kinerja perekonomian. Pada triwulan IV 2017, walaupun perekonomian Sulawesi Tenggara secara umum mengalami perlambatan, namun tingkat konsumsi rumah tangga masih terjaga. Konsumsi rumah tangga tumbuh sebesar 5,7% (yoy) sama dengan periode sebelumnya. Grafik 4.1 Meskipun demikian, pangsa konsumsi rumah tangga terhadap PDRB triwulan IV 2017 mengalami penurunan sesuai dengan pola historisnya, yaitu dari 46,9% pada triwulan III 2017 menjadi 45,9%. Penurunan pangsa tersebut bukan disebabkan oleh adanya penurunan daya beli masyarakat, namun karena tingginya peranan investasi terhadap perekonomian yang mencapai 45,4%. Tetap terjaganya konsumsi rumah tangga selama triwulan IV 2017 juga terkonfirmasi dari hasil survei konsumen yang menunjukkan terjadinya peningkatan optimisme rumah tangga untuk melakukan kegiatan konsumsi. Secara keseluruhan, hasil survei masih berada di atas angka 100 yang berarti konsumen masih optimis dan selama periode laporan rata-rata Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) naik dari 125,1 menjadi 139,8 pada periode laporan. Grafik 4.3 Optimisme konsumen tersebut naik karena adanya kenaikan ekspektasi kegiatan usaha yang terjadi terus menerus dalam enam bulan ke depan. Grafik 4.1 Sumber: BPS Provinsi Sulawesi Tenggara, diolah Kontribusi Konsumsi Rumah Tangga Terhadap PDRB Sulawesi Tenggara Sumber: BPS, diolah Grafik 4.2 Perbandingan Kontribusi Konsumsi RT se-sulawesi 42 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2018

55 Sistem Pembayaran & Pengelolaan Uang Rupiah Kondisi Tenaga Kerja dan Kesejahteraan Prospek Perekonomian Daerah Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sultra, diolah Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sultra, diolah Grafik 4.3 Indeks Keyakinan Konsumen Sulawesi Tenggara Grafik 4.5 Perubahan Penghasilan Saat Ini dibandingkan dengan 6 Bulan yang lalu Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sultra, diolah Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sultra, diolah Grafik 4.4 Ekspektasi Konsumen Rumah Tangga Grafik 4.6 Alasan Peningkatan/Penurunan Penghasilan 6 Bulan Mendatang Ekspektasi konsumen untuk 6 bulan ke depan dalam hal lapangan kerja dan ekspektasi penghasilan relatif berfluktuasi dengan angka yang relatif lebih tinggi dari periode sebelumnya. Faktor-faktor tersebut pada akhirnya akan berkontribusi pada kondisi keuangan rumah tangga yang lebih kuat dalam sistem keuangan di Sulawesi Tenggara. Grafik 4.4 Salah satu faktor utama ketahanan sektor rumah tangga adalah tingkat pendapatan. Pada triwulan IV 2017, kondisi sistem keuangan rumah tangga masih terjaga karena adanya peningkatan penghasilan. Kondisi ini tercermin dari hasil Survei Konsumen (SK) yang menunjukkan adanya peningkatan penghasilan sebanyak 57%. Peningkatan penghasilan tersebut dirasakan merata pada seluruh lapangan usaha, bahkan rumah tangga yang bekerja di lapangan usaha listrik dan infokom sebanyak 100% merasakan adanya peningkatan penghasilan. Grafik 4.5 Di sisi lain, hanya terdapat 5% responden yang mengalami penurunan penghasilan, dan 38% tidak mengalami perubahan penghasilan. Selain itu, ketahanan keuangan sektor rumah tangga juga akan semakian kuat seiring dengan bertambahnya optimisme rumah tangga yang memperkirakan terjadinya peningkatan penghasilan 6 bulan yang akan datang. Rumah tangga secara umum yang memperkirakan kenaikan penghasilan sebagian besar berasal dari kenaikan gaji (pangsa 23%), kenaikan omset (18%), dan pendapatan tambahan lainnya (18%). Grafik Kinerja Keuangan Rumah Tangga Secara umum, penggunaan keuangan rumah tangga lebih banyak ditujukan untuk keperluan konsumsi. Pada triwulan IV 2017, rumah tangga menggunakan pendapatannya sebesar 54,4% untuk keperluan konsumsi. Grafik 4.7 Namun bila dibandingkan dengan periode sebelumnya, pengeluaran untuk konsumsi tersebut mengalami sedikit penurunan. Selain itu, pengeluaran rumah tangga untuk membayar cicilan juga mengalami penurunan dengan pangsa sebesar 12,5%. Kondisi tersebut terjadi karena rumah tangga lebih besar memanfaatkan pendapatannya untuk meningkatkan porsi tabungan menjadi sebesar 33,1% dari sebelumnya hanya sebesar 26,1%. Berdasarkan KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA 43

56 Ekonomi Makro Regional Keuangan Pemerintah Perkembangan Inflasi Daerah Stabilitas Keuangan Daerah Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sultra, diolah Grafik 4.7 Komposisi Pengeluaran Rumah Tangga Sulawesi Tenggara klasifikasi pengeluaran rumah tangga, secara proporsi, kelompok rumah tangga dengan total pengeluaran Rp6,1 juta s.d Rp7 juta mencatatkan konsumsi yang paling tinggi, tercatat sebesar 60% dan cicilan terbesar yaitu sebesar 30% dari total pengeluaran namun mencatatkan tingkat tabungan terendah yaitu sebesar 10%. Sedangkan proporsi tabungan terbesar dicatatkan oleh kelompok rumah tangga dengan total pengeluaran Rp5,1 juta s.d Rp6 juta yaitu sebesar 50%. Grafik 4.8 Debt Service Ratio Dalam melihat perilaku meminjam, salah satu indikator yang digunakan adalah debt service ratio (DSR). Institusi keuangan menilai bahwa threshold aman untuk DSR adalah 30%, yang berarti rumah tangga dengan DSR>30% memiliki risiko kredit yang tinggi. Rumah tangga dengan risiko kredit yang tinggi dapat menyulitkan rumah tangga itu untuk membayar pinjamannya sehingga dapat menjadi sumber non performing loan (NPL) pada institusi keuangan. Berdasarkan nilai DSR hasil Survey Konsumen (SK), risiko kredit rumah tangga di Sulawesi Tenggara pada triwulan IV 2017 menunjukkan kondisi yang relatif terkendali. Jumlah rumah tangga dengan DSR<30% masih mendominasi dengan pangsa sebesar 62,1%. Meskipun demikian, terdapat sedikit peningkatan risiko karena adanya peningkatan jumlah rumah tangga dengan DSR>30%. Grafik 4.9 Kecukupan Keuangan RT Debitur Bank Indikator lainnya dalam menilai kinerja keuangan rumah tangga adalah kecukupan keuangan rumah tangga yang menjadi debitur institusi keuangan. Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sultra, diolah Grafik 4.8 Komposisi Pengeluaran Rumah Tangga Berdasarkan Pengeluaran/Bulan Berdasarkan hasil Survei Konsumen, rumah tangga secara dominan (71,4%) masih memiliki kondisi keuangan yang cukup untuk untuk memenuhi kebutuhan dan membayar cicilan dan masih terdapat sisa untuk ditabung guna pemenuhan kebutuhan kesehatan dan pendidikan. Bahkan 13,3% responden rumah tangga menyatakan bahwa pendapatan yang diterima dalam kategori sangat cukup sehingga terdapat dana lebih untuk investasi dan rekreasi. Sementara itu, sebanyak 6,1% responden menyatakan pendapatannya lebih dari cukup karena selain terdapat tambahan untuk investasi dan berlibur, mereka dapat membeli kebutuhan tersier seperti mobil dan perabotan. Selain itu, perbaikan juga terjadi di kelompok masyarakat yang berada dalam kondisi pas-pasan yaitu dari 22,1% dari total responden pada periode sebelumnya menjadi 9,2% responden pada triwulan IV Grafik 4.10 Perkiraan Posisi Pinjaman 6 Bulan Mendatang Selain ekspektasi pendapatan dan kecukupan keuangan debitur, kondisi keuangan rumah tangga juga dapat dikategorikan berada dalam kondisi yang aman karena rumah tangga memperkirakan beban cicilan/pinjaman akan semakin ringan. Sesuai hasil Survei Konsumen, sebanyak 35,7% responden rumah tangga memperkirakan bahwa posisi pinjaman mereka pada 6 bulan mendatang akan berkurang. Sebagian besar pengurangan tersebut terjadi karena pelunasan sesuai dengan jadwal pembayaran cicilan dan hanya sebagian kecil terjadi karena adanya percepatan pelunasan. Grafik 4.11 Sementara itu, rumah tangga yang memperkirakan posisi pinjaman akan sama dengan periode 44 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2018

57 Sistem Pembayaran & Pengelolaan Uang Rupiah Kondisi Tenaga Kerja dan Kesejahteraan Prospek Perekonomian Daerah Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sultra, diolah Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sultra, diolah Grafik 4.9 Komposisi DSR Rumah Tangga Sulawesi Tenggara Grafik 4.11 Perkiraan Posisi Pinjaman 6 Bulan Mendatang Debitur Bank Grafik 4.10 Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sultra, diolah Kecukupan Pendapatan RT Debitur Bank Untuk Memenuhi Kebutuhan dan Membayar Cicilan Grafik 4.12 Saving Ratio Rumah Tangga Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sultra, diolah sebelumnya adalah sebanyak 54,1%. Di sisi lain, terdapat 10,2% responden rumah tangga yang memperkirakan akan bertambah beban cicilannya. Meskipun demikian karena penambahan juga disertai dengan peningkatan pendapatan maka risiko kredit menjadi lebih minimal. Saving Ratio Dari sisi rasio tabungan terhadap pengeluaran rumah tangga, sebagian besar rumah tangga di Sulawesi Tenggara yang menjadi responden Survei Konsumen telah memiliki tabungan dan hanya 7,0% dari responden yang tidak memiliki tabungan. Grafik 4.12 Hal tersebut mencerminkan penetrasi perbankan di Sulawesi Tenggara yang relatif baik, bahkan pada triwulan IV 2017 jumlah rumah tangga yang memiliki saving ratio > 30% mencapai 63% dari total responden. Diharapkan dengan kondisi tersebut rumah tangga di Sulawesi Tenggara memiliki ketahanan keuangan yang baik dan mendukung kinerja institusi keuangan. Dana Cadangan Dalam menjaga ketahanan keuangannya, rumah tangga juga melakukan antisipasi risiko dengan menyediakan dana cadangan sebagai buffer. Sesuai dengan hasil Survei Konsumen, rumah tangga di Sulawesi Tenggara dinilai memiliki cadangan dana yang relatif baik. Hal ini terlihat dari kepemilikan dana cadangan dalam bentuk tabungan, deposito maupun uang tunai oleh sebanyak 88,7% responden. Angka tersebut meningkat dibandingkan dengan periode sebelumnya yang tercatat sebesar 85,7%. Grafik 4.13 Dalam dana cadangan yang dimiliki oleh rumah tangga tersebut, sebagian besar dana disimpan dalam jangka waktu sedang, yang merupakan indikasi perilaku wait and see dengan kecenderungan siap mencairkan dana untuk keperluan konsumsi tidak terduga. Secara mendetail, sebesar 29,9% responden memiliki dana cadangan sampai dengan 1 bulan pendapatannya. Sedangkan 27,8 % dan 22,9% rumah tangga masing-masing memiliki dana cadangan sebesar 1-3 bulan dan 3-6 bulan pendapatannya. Sebesar 1,9% dan 2,3% rumah KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA 45

58 Ekonomi Makro Regional Keuangan Pemerintah Perkembangan Inflasi Daerah Stabilitas Keuangan Daerah Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sultra, diolah Grafik 4.13 Kepemilikan Dana Cadangan Berupa Tabungan/Deposito/Cash Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sultra, diolah Grafik 4.15 Kepemilikan Produk Perbankan Grafik 4.14 Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sultra, diolah Besaran Jumlah Dana Cadangan Rumah Tangga Terhadap Pendapatannya Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sultra, diolah Grafik 4.16 Faktor Dalam Memilih Simpanan Perbankan tangga sudah memiliki dana cadangan dengan jangka waktu yang lebih panjang yaitu 6-12 bulan dan di atas 1 tahun. Grafik 4.14 Kepemilikan Produk Perbankan Secara umum, rumah tangga di Sulawesi Tenggara yang menjadi responden Survei Konsumen relatif telah memiliki produk-produk perbankan. Sebanyak 94,3% responden telah memiliki tabungan di bank dan sebanyak 75,0% telah memiliki kartu debit yang merupakan fasilitas standar tabungan perbankan pendamping tabungan. Grafik 4.15 Sementara dari sisi kredit, instrumen yang paling banyak dimanfaatkan oleh rumah tangga adalah kredit kendaraan yang pangsanya mencapai 24,0% dan kartu kredit yang dimiliki oleh 5,3% responden. Selain itu, dari sisi kepemilikan uang elektronik, hanya sebanyak 2,3% dari responden rumah tangga di Sulawesi Tenggara yang sudah memilikinya. Dalam menentukan pilihan simpanan bank, beberapa faktor mempengaruhi preferensi rumah tangga. Secara agregat, rumah tangga memilih simpanan bank berdasarkan faktor keamanan (25%) seperti adanya jaminan pemerintah atau Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Faktor kedua adalah kualitas pelayanan berupa keramahan dan kemudahan dalam melakukan transaksi. Faktor ketiga adalah lokasi bank yaitu dari sisi jarak tempuh dan aksesibilitas. Grafik Dana Pihak Ketiga Perseorangan Di Perbankan Sektor rumah tangga masih mendominasi dana pihak ketiga (DPK) yang berada di perbankan Sulawesi Tenggara. Hal ini tercermin dari pangsa DPK perseorangan yang mencapai 77,3% dari keseluruhan DPK di Sulawesi Tenggara dengan nominal mencapai Rp13,2 triliun. Grafik 4.17 Pada triwulan IV 2017, DPK perseorangan tersebut dapat tumbuh sebesar 13,6% (yoy), mengalami peningkatan dibandingkan periode sebelumnya yang tumbuh sebesar 12,5% (yoy). Grafik 4.18 Dari produk simpanan yang ditawarkan oleh perbankan, rumah tangga masih menjadikan fasilitas tabungan dan deposito sebagai pilihan utama penempatan dana. Pangsa tabungan perseorangan mencapai 70,2%, bahkan lebih tinggi dari periode sebelumnya yang 46 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2018

59 Sistem Pembayaran & Pengelolaan Uang Rupiah Kondisi Tenaga Kerja dan Kesejahteraan Prospek Perekonomian Daerah Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah Grafik 4.17 Komposisi DPK Sulawesi Tenggara Grafik 4.19 Komposisi DPK Perseorangan di Sulawesi Tenggara Grafik 4.18 Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga Perseorangan Sulawesi Tenggara Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah Grafik 4.20 Pertumbuhan DPK Perseorangan Tiap Jenis Penempatan mencatatkan proporsi 67,7%. Peningkatan pangsa tabungan tersebut mengakibatkan penurunan pangsa deposito menjadi sebesar 26,4% dan giro sebesar 3,3% dari total DPK perseorangan. Grafik 4.19 Berdasarkan perkembangannya, tabungan tercatat tumbuh sebesar 10,8% (yoy), meningkat dari periode sebelumnya yang tercatat tumbuh sebesar 5,3% (yoy). Sementara itu deposito dapat tumbuh tinggi sebesar 23,1% (yoy), namun lebih rendah daripada periode sebelumnya yang dapat tumbuh sebesar 39,7% (yoy). Grafik Kredit Perbankan Pada Sektor Rumah Tangga Selain DPK, keterkaitan rumah tangga dengan perbankan juga dapat terlihat dari penyaluran kredit perbankan. Di Sulawesi Tenggara kredit ke rumah tangga juga mendominasi realisasi penyaluran kredit pada triwulan IV Kondisi ini terlihat dari pangsa kredit untuk perseorangan yang mencapai 81,4% dari total kredit yang direalisasikan. Grafik 4.21 Dari sisi penggunaannya, sebagian besar kredit perseorangan tersebut masih digunakan untuk konsumsi dengan pangsa sebesar 70,0%. Sementara itu, pangsa kredit produktif modal kerja dan investasi masing-masing mencapai 22,8% dan 7,3% dari total kredit pada triwulan IV Grafik 4.22 Dari sisi kinerjanya, pada triwulan IV 2017 kredit konsumsi rumah tangga tumbuh sebesar 13,6% (yoy), lebih tinggi dari periode sebelumnya yang sebesar 11,70% (yoy). Kenaikan tersebut bersumber dari meningkatnya realisasi kredit multiguna sebesar 16,8% (yoy). Grafik 4.23 Dilihat dari sisi suku bunganya, di tengah terjaganya suku bunga acuan, suku bunga kredit konsumsi rumah tangga di Sulawesi Tenggara juga mengalami penurunan melanjutkan tren penurunan sebelumnya. Pada triwulan IV 2017, suku bunga tertimbang kredit perseorangan di Sulawesi Tenggara mencapai 12,5% per tahun dimana pada periode sebelumnya tercatat sebesar 12,7%. Grafik 4.24 Penurunan pada suku bunga tersebut belum memberikan dampak terhadap risiko kredit yang ditunjukkan dengan persistensi NPL kredit konsumsi rumah tangga. NPL kredit konsumsi rumah tangga pada periode laporan tercatat sebesar 1,2%, lebih rendah dari NPL kredit konsumsi triwulan III 2017 sebesar 1,5%. KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA 47

60 Ekonomi Makro Regional Keuangan Pemerintah Perkembangan Inflasi Daerah Stabilitas Keuangan Daerah Grafik 4.21 Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah Komposisi Kredit Perseorangan di Sulawesi Tenggara Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah Grafik 4.23 Pertumbuhan Kredit Konsumsi RT Grafik 4.22 Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah Komposisi Penggunaan Kredit Perseorangan di Sulawesi Tenggara Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah Grafik 4.24 NPL dan Suku Bunga Kredit Konsumsi RT Kredit Kepemilikan Rumah KPR dan KPA di Sulawesi Tenggara pada triwulan IV 2017 tumbuh sebesar 9,58% (yoy), melambat dari periode sebelumnya yang dapat tumbuh sebesar 10,40% (yoy). Grafik 4.25 Perlambatan tersebut terutama disebabkan oleh menurunnya kredit untuk pembelian rumah tipe besar (KPR >70). Kredit untuk pembelian rumah tipe besar tersebut mengalami kontraksi sebesar 14,24% (yoy) pada triwulan IV 2017, terkontraksi lebih dalam dibandingkan dengan periode sebelumnya yang hanya terkontraksi sebesar 6,25% (yoy). Selain itu, perlambatan kredit KPR juga dipengaruhi oleh penurunan kredit kepemilikan Ruko yang masih melanjutkan tren kontraksi. Meskipun demikian, risiko kredit KPR masih terjaga. Indikator NPL KPR pada periode tersebut mencapai 4,01%, dari sebelumnya yang tercatat sebesar 4,90%. Grafik 4.27 Namun, penyaluran KP Ruko dan KPR rumah tipe kecil (KPR tipe s.d. 21) tetap perlu mendapatkan perhatian khusus dari perbankan karena melewati threshold 5% yaitu masing-masing 7,69% dan 5,74%. Kredit Kepemilikan Kendaraan Bermotor Kredit kendaraan bermotor (KKB) di Sulawesi Tenggara pada triwulan IV 2017 mengalami kontraksi sebesar 1,7% (yoy), lebih rendah dibandingkan periode sebelumnya yang dapat tumbuh sebesar 2% (yoy). Penurunan tersebut disebabkan oleh penurunan yang terjadi pada kategori kendaraan roda 4 (mobil) dan masih terkontraksinya kredit kendaraan roda 2 (sepeda motor). Kredit sepeda motor pada triwulan IV 2017 masih melanjutkan kontraksi sebesar 12,7% (yoy). Sementara itu, laju pertumbuhan kredit mobil mengalami penurunan sebesar 1% (yoy) dari sebelumnya tumbuh sebesar 5,2% (yoy). Grafik 4.27 Meskipun demikian, risiko kredit masih terjaga. NPL kredit tersebut pada periode laporan sebesar 2,41%, lebih rendah daripada periode sebelumnya yang mencapai 2,63%. Grafik 4.28 Penurunan risiko tersebut disumbangkan oleh penurunan risiko pada seluruh kategori KKB. KKB mobil yang memiliki pangsa pasar KKB terbesar mengalami penurunan NPL dari 2,52% pada periode sebelumnya menjadi 2,34%. Penurunan NPL gross juga terjadi pada KKB sepeda motor sebesar 1,63%. 48 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2018

61 Sistem Pembayaran & Pengelolaan Uang Rupiah Kondisi Tenaga Kerja dan Kesejahteraan Prospek Perekonomian Daerah Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah Grafik 4.25 Pertumbuhan KPR dan Pangsa KPR Tiap Tipe Grafik 4.27 Pertumbuhan KKB dan Pangsa Tiap Jenis Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah Grafik 4.26 NPL dan Suku Bunga KPR Grafik 4.28 NPL dan Suku Bunga KKB Kredit Multiguna Besarnya penggunaan kredit konsumsi perseorangan untuk multiguna menunjukkan bahwa kebutuhan pembiayaan rumah tangga lainnya masih cukup besar, di luar kebutuhan untuk memiliki rumah, kendaraan bermotor maupun peralatan rumah tangga. Hal ini terjadi karena pengajuan kredit multiguna relatif mudah dengan menggunakan jaminan/agunan yang dimiliki oleh rumah tangga. Selain itu penggunaan dana yang diterima dapat secara leluasa digunakan oleh rumah tangga dalam melakukan aktivitas konsumsi seperti merenovasi rumah, biaya pernikahan, biaya pendidikan, biaya pengobatan, maupun pembelian barang berharga/elektronik, dan bahkan dapat digunakan untuk modal usaha. Pada triwulan IV 2017, kredit multiguna tumbuh sebesar 15,9% (yoy), lebih tinggi daripada periode sebelumnya yang tumbuh sebesar 13,2% (yoy). Grafik 4.29 Peningkatan tersebut disebabkan oleh membaiknya kinerja kredit multiguna seluruh tier nominal. Kredit multiguna >100 juta s.d 500 juta (pangsa 80,4%) dapat tumbuh sebesar 24,9% (yoy), lebih tinggi dari periode sebelumnya yang hanya tumbuh sebesar 22,7% (yoy). Dari sisi risiko kredit, kredit rumah tangga untuk fasilitas multiguna masih terkendali. Pada periode laporan, NPL kredit multiguna hanya sebesar 0,4%. NPL pada pinjaman multiguna dengan pangsa terbesar yaitu kelompok >Rp100 juta s.d Rp500 juta tercatat hanya sebesar 0,22%. Grafik ASESMEN SEKTOR KORPORASI Sumber Kerentanan Sektor Korporasi Kondisi kerentanan pada sektor korporasi tercermin dari kinerja perekonomian dari sisi penawaran. Pada triwulan IV 2017 terdapat lapangan usaha yang mengalami perlambatan kinerja, yaitu lapangan usaha pertambangan dan penggalian, usaha akomodasi dan makan minum, dan usaha informasi dan komunikasi. Penurunan pertumbuhan pada sektor tambang dan penggalian berdampak langsung pada pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tenggara. Karenanya dibutuhkan sumber-sumber pertumbuhan ekonomi baru untuk menjaga sustainabilitas pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tenggara terutama sektor-sektor yang memiliki efek multiplier yang besar. KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA 49

62 Ekonomi Makro Regional Keuangan Pemerintah Perkembangan Inflasi Daerah Stabilitas Keuangan Daerah Grafik 4.29 Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah Pertumbuhan Multiguna dan Pangsa Berdasarkan Besaran Kredit Sumber: Bloomberg, diolah Grafik 4.31 Harga Nikel Internasional Bijih Nikel, 27.57% Feronikel, 65.14% Lainnya, 1.53% Minyak Nilam, 1.36% Perikanan, 4.39% Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah Grafik 4.30 NPL dan Suku Bunga Multiguna Grafik 4.32 Pangsa Komoditas Ekspor Sumber: Bea Cukai, diolah Selain itu, salah satu sumber kerentanan sektor korporasi lainnya adalah tingginya ketergantungan ekspor Sulawesi Tenggara pada ekspor nikel, baik olahannya berupa feronikel dan NPI (Nickel Pig Iron) maupun bijih nikel kadar rendah (low grade ore nickel). Pada triwulan IV 2017, ketergantungan ekspor Sulawesi Tenggara pada ekspor komoditas feronikel mencapai pangsa 92,71% dari total ekspor komoditas nonmigas. Grafik 4.32 Tingginya pangsa ekspor nikel tersebut menyebabkan ekspor Sulawesi Tenggara rentan terhadap risiko volatilitas harga nikel di pasar internasional. Grafik 4.31 Selain itu kondisi perekonomian negara tujuan ekspor nikel tersebut seperti Tiongkok, Korea Selatan dan Jepang juga menjadi sumber kerentanan korporasi di Sulawesi Tenggara Kinerja Korporasi Omset Penjualan Dari hasil liaison kepada pelaku usaha korporasi di Sulawesi Tenggara pada triwulan IV 2017, terdapat peningkatan omset penjualan domestik pada korporasi pertambangan nikel, konstruksi dan jasa. Secara garis besar peningkatan kinerja penjualan domestik di periode laporan disebabkan oleh menggeliatnya permintaan akan barang pertambangan, dan meningkatnya pembangunan infrastruktur. Peningkatan omset perusahaan pertambangan didorong oleh masih berlangsungnya kebijakan relaksasi ekspor bijih nikel kadar rendah, selain itu permintaan bijih nikel kadar tinggi sebagai barang input smelter juga masih tinggi seiring dengan meningkatnya permintaan global terhadap nikel olahan. Selanjutnya, dari usaha konstruksi, pelaku usaha menyatakan terjadi peningkatan penjualan seiring dengan fokus pemerintah yang menitikberatkan pada pembangunan infrastruktur. Selain itu dari lapangan usaha jasa perusahaan, yaitu persewaan cold storage, peningkatan omset terjadi seiring dengan peningkatan permintaan ekspor komoditas udang, gurita dan cumi-cumi. Sementara itu, terdapat beberapa korporasi dengan omset yang tertahan dan bahkan mengalami penurunan omset, yaitu pada pelaku usaha 50 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2018

63 Sistem Pembayaran & Pengelolaan Uang Rupiah Kondisi Tenaga Kerja dan Kesejahteraan Prospek Perekonomian Daerah Keterangan Skala Likert: +/- 4,00 = Kenaikan/Penurunan Signifikan Di Luar Rata-rata/Pola Normal Korporasi +/- 3,00 = Kenaikan/Penurunan Di Atas Rata-rata Pola Normal +/- 2,00 = Kenaikan/Penurunan Sesuai dengan Pola Normalnya +/- 1,00 = Kenaikan/Penurunan Di Bawah Pola Normalnya Grafik 4.33 Skala Likert Kondisi Korporasi Hasil Liaison akomodasi, perdagangan, dan pertanian. Pada usaha akomodasi, tingkat pemenuhan kamar berada pada kisaran 70%-80%, relatif sama dengan kondisi tahun sebelumnya. Hal tersebut dipengaruhi oleh jenis pengunjung yang didominasi pegawai pemerintahan dan korporasi yang sudah memiliki jadwal rutin untuk berkunjung. Sementara pengunjung wisatawan masih minim. Adapun penurunan omset pada usaha perdagangan besar dan eceran dipengaruhi oleh penurunan penjualan makanan jadi dan elektronik yang pada triwulan laporan masing-masing turun sekitar 15% (yoy) dan 30% (yoy). Meskipun terjadi penurunan penjualan, pelaku usaha tersebut menyatakan terjadi peningkatan dari sisi jumlah transaksi pengunjung. Pada periode laporan, terjadi peningkatan pengunjung sebesar 4%. Selain didorong oleh masih terjaganya daya beli masyarakat, pertumbuhan pengunjung ini akibat kebijakan promosi/diskon yang berlaku secara nasional. Secara umum, responden liaison menyatakan capaian target penjualan tahun 2017 telah tercapai sebesar 90% yang dinyatakan sebagai kondisi baik dan Sumber: Liaison KPw BI Sulawesi Tenggara, diolah menggambarkan tingkat konsumsi yang relatif terjaga. Biaya Pada triwulan IV 2017, berdasarkan hasil liaison, dibandingkan dengan periode sebelumnya, biaya produksi secara umum relatif mengalami peningkatan. Peningkatan biaya tertinggi terjadi pada pelaku usaha di sektor akomodasi hotel dan sektor jasa. Selain itu, kenaikan biaya juga dirasakan oleh para pelaku usaha pada sektor konstruksi dan sektor pertambangan. Berdasarkan komponennya, kenaikan biaya yang terjadi disebabkan oleh peningkatan biaya perolehan bahan baku. Peningkatan biaya bahan baku dialami oleh pelaku usaha di sektor pertambangan nikel, konstruksi, jasa dan perhotelan. Biaya bahan baku di sektor-sektor tersebut dipengaruhi oleh inflasi tahunan namun masih dalam taraf yang normal. Selain itu biaya tenaga kerja juga mengalami peningkatan. Hal tersebut dipengaruhi oleh kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) di Sulawesi Tenggara tahun Untuk tahun 2017 Gubernur Sulawesi Tenggara Sumber: SKDU KPw BI Sulawesi Tenggara, diolah Grafik 4.34 Perkembangan Kondisi Likuiditas Keuangan Korporasi di Sulawesi Tenggara Sumber: SKDU KPw BI Sulawesi Tenggara, diolah Grafik 4.35 Kondisi Likuiditas Keuangan Korporasi Berdasarkan Sektoral KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA 51

64 Ekonomi Makro Regional Keuangan Pemerintah Perkembangan Inflasi Daerah Stabilitas Keuangan Daerah melalui SK No. 36 Tahun 2016 telah menetapkan besaran UMP 2017 yang berlaku per 1 Januari UMP Sulawesi Tenggara meningkat sebesar 6% dibandingkan dengan tahun 2016 menjadi Rp ,00/bulan sementara nilai Upah Minimum Kota Kendari pada tahun 2017 sebesar Rp atau meningkat sebanyak 8,25% dibandingkan dengan tahun Margin Keuntungan Sumber: SKDU KPw BI Sulawesi Tenggara, diolah Grafik 4.36 Perkiraan Beban Angsuran Terhadap Pendapatan Korporasi 6 Bulan Mendatang Pada triwulan IV 2017, margin keuntungan korporasi yang menjadi responden liaison relatif menurun dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Namun jika dibandingkan dengan tingkat margin pada tahun sebelumnya, pelaku usaha masih menjaga tingkat margin yang sama. Kondisi tersebut dipengaruhi oleh peningkatan omset yang masih terbatas sehingga pelaku usaha memilih untuk menurunkan tingkat marginnya. Hal ini terutama terjadi pada pelaku usaha perdagangan yang menggunakan metode diskon untuk menarik minat belanja masyarakat. Selain itu, penurunan margin juga terjadi karena adanya peningkatan biaya sementara harga jual belum disesuaikan. Kondisi ini terjadi pada usaha akomodasi yang mengalami kenaikan biaya perolehan bahan baku sementara jumlah pengunjung tidak mengalami peningkatan. Kondisi likuiditas keuangan korporasi Berdasarkan hasil SKDU, pada triwulan IV 2017 secara umum kondisi likuiditas keuangan korporasi terpantau dalam kondisi yang relatif aman dimana 50,58% responden menyatakan bahwa likuiditas keuangan korporasi cukup untuk memenuhi kebutuhan operasional usahanya. Walaupun angka tersebut turun dari periode sebelumnya yang tercatat sebesar 53,49%, namun terjadi kenaikan yang signifikan pada jumlah responden yang menyatakan bahwa kondisi likuiditas keuangan korporasi lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan operasional usahanya menjadi 48,84% dari 45,35% pada periode sebelumnya. Selain itu jumlah responden yang menyatakan bahwa kondisi likuiditas perusahaan berada pada kondisi yang buruk untuk memenuhi kebutuhan operasionalnya turun dari 1,16% pada triwulan III 2017 menjadi 0,58% dari total responden pada triwulan IV Grafik 4.34 Jika dilihat secara sektoral, seluruh korporasi memiliki tingkat likuiditas yang baik dan cukup. Sektor pertanian dan konstruksi memiliki pangsa responden dengan tingkat likuiditas baik di atas 50% yaitu masing-masing sebesar 62,5% dan 60%. Selain itu, hal yang menunjukkan ample liquidity pada korporasi Sulawesi Tenggara adalah tidak ada perusahaan di sektor jasa-jasa, transportasi, pertanian, perdagangan, pertambangan, hotel restoran dan konstruksi yang memiliki likuiditas buruk untuk menghadapi kebutuhan operasionalnya. Hal tersebut merupakan indikator dari perbaikan kinerja korporasi, karena pada pada triwulan III 2017 sektor pertambangan dan hotel resto masih memiliki responden likuiditas buruk. Grafik 4.35 Beban Angsuran Hutang Korporasi Dari sisi kemampuan membayar hutang, korporasi di Sulawesi Tenggara secara umum masih memiliki risiko gagal bayar yang relatif terjaga dan semakin membaik. Hal tersebut tercermin dari hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) pada triwulan IV KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2018

65 Sistem Pembayaran & Pengelolaan Uang Rupiah Kondisi Tenaga Kerja dan Kesejahteraan Prospek Perekonomian Daerah yang menunjukkan bahwa terdapat 70,9% responden korporasi yang merasakan bahwa beban angsuran perbankan tetap seperti periode sebelumnya dan terdapat 23,6% korporasi yang menyatakan bahwa beban angsuran kredit ke depan akan semakin ringan terhadap pendapatan perusahaan. Namun perlu menjadi perhatian bahwa terdapat korporasi yang menyatakan beban angsuran akan semakin berat sebesar 5,5% dari total responden, lebih rendah dari periode sebelumnya yang tercatat sebesar 14%. Dari keseluruhan sektor hanya pelaku usaha dari sektor konstruksi, angkutan dan jasa yang berpendapat beban angsuran hutang ke depannya akan semakin berat, masing-masing sebesar 50%, 16,7% dan 11,1% dari total responden masing-masing sektor. Grafik Eksposure Perbankan Pada Sektor Korporasi Selain melihat faktor-faktor kerentanan dan risk factor sektor korporasi, untuk memitigasi risiko sistemik diperlukan juga analisis interkoneksi antarsektor. Analis tersebut diperlukan karena dalam suatu sistem keuangan, korporasi akan terkait dengan seluruh pelaku dalam sistem keuangan. Dalam usahanya, sektor korporasi sangat terkait erat dengan sektor perbankan dengan adanya penempatan DPK korporasi pada perbankan dan perbankan memberikan kredit yang dapat digunakan korporasi untuk modal kerja dan investasi. Eksposur kredit perbankan pada sektor korporasi pada triwulan IV 2017 tercatat sebesar 18,47% dari total kredit di Sulawesi Tenggara (berdasarkan lokasi proyek). Saat ini memang eksposur kredit perbankan pada sektor korporasi yang masih berada di bawah kredit perbankan terhadap rumah tangga, namun korporasi menjadi sumber penghasilan dan penyerapan tenaga kerja dapat menimbulkan contagion effect pada rumah tangga apabila terjadi shock pada sektor korporasi. Secara nominal, kredit perbankan pada sektor korporasi di Sulawesi Tenggara pada triwulan IV 2017 mencapai Rp4,5 triliun mengalami penurunan sebesar 6,8%. Grafik 4.38 Kondisi tersebut menunjukkan bahwa kredit korporasi terkontraksi lebih dalam karena pada periode sebelumnya hanya mengalami kontraksi sebesar 4,2% (yoy). Hal tersebut terjadi pada penyaluran kredit korporasi kategori modal kerja dan investasi. Kredit investasi yang memiliki pangsa paling besar sebesar 66,9% masih mengalami kontraksi sebesar 10,4% (yoy), angka tersebut lebih rendah dibanding dengan periode sebelumnya yang terkontraksi sebesar 6,5% (yoy). Sementara itu kredit modal kerja yang memiliki pangsa sebesar 31,8% mengalami kontraksi sebesar 1,3% (yoy) lebih rendah dari periode sebelumnya yang masih bisa tumbuh sebesar 0,9% (yoy). Kredit Modal Kerja Korporasi Posisi kredit modal kerja korporasi Sulawesi Tenggara pada triwulan IV 2017 terkontraksi sebesar 1,3% (yoy), menurun dibandingkan dengan periode sebelumnya yang tumbuh positif sebesar 0,9% (yoy). Dari sisi nominalnya, penyaluran kredit modal kerja korporasi pada periode laporan mencapai Rp1,44 triliun. Penurunan tersebut disebabkan oleh penurunan penyaluran kredit modal kerja pada sektor konstruksi, perdagangan, transportasi komunikasi, Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah Grafik 4.37 Pangsa Penggunaan Kredit Korporasi Grafik 4.38 Pertumbuhan Kredit Korporasi KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA 53

66 Ekonomi Makro Regional Keuangan Pemerintah Perkembangan Inflasi Daerah Stabilitas Keuangan Daerah Grafik 4.39 Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah Pertumbuhan Kredit Modal Kerja Korporasi Sektor Dominan Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah Grafik 4.41 Pertumbuhan Kredit Investasi Korporasi Sektor Dominan Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah Grafik 4.40 Pergerakan NPL Kredit Modal Kerja Korporasi Grafik 4.42 Pergerakan NPL Kredit Investasi Korporasi jasa usaha serta listrik, gas dan air di Sulawesi Tenggara. Sektor Konstruksi yang pada periode pelaporan memiliki pangsa sampai dengan 41,3% dari total kredit modal kerja korporasi mencatatkan pertumbuhan sebesar 2,8% (yoy), mengalami perlambatan setelah sebelumnya tumbuh sebesar 3,2% (yoy). Sedangkan kredit perdagangan yang memiliki pangsa 37,8% hanya tumbuh sebesar 3,1% (yoy), melambat dari periode sebelumnya yang dapat tumbuh sebesar 8,5% (yoy). Sementara itu, kredit modal kerja pertambangan terkontraksi sebesar 26,6%, sedikit lebih baik dibandingkan kontraksi pada periode sebelumnya yang mencapai 27,1% (yoy). Grafik 4.39 Dari sisi risiko kredit, secara umum terjadi peningkatan risiko. Hal ini terlihat dari indikator NPL kredit modal kerja korporasi yang masih tercatat berada di atas threshold 5%. NPL kredit tersebut pada triwulan IV 2017 tercatat sebesar 6,29% lebih tinggi dari sebelumnya 4,98%. Grafik 4.40 Peningkatan tekanan risiko kredit tersebut berasal dari peningkatan risiko pada sektor konstruksi dan masih tingginya NPL di sektor perdagangan. Kredit Investasi Korporasi Posisi kredit investasi korporasi pada triwulan IV 2017 mencapai Rp3,03 triliun atau mengalami kontraksi sebesar 10,4% (yoy), lebih dalam dibanding dengan periode sebelumnya yang terkontraksi sebesar 6,5%. Kondisi tersebut disebabkan oleh penurunan kredit investasi di sektor pertambangan dan perhotelan. Pangsa kredit investasi sektor pertambangan merupakan yang terbesar mencapai 56,8%, sementara pangsa kredit investasi sektor perhotelan mencapai 7,6%. Grafik 4.41 Pada triwulan IV 2017 kredit investasi korporasi pada sektor pertambangan terkontraksi sebesar 20,5% (yoy), lebih dalam dari periode sebelumnya yang terkontraksi sebesar 13,2% (yoy). Sementara kredit investasi sektor perhotelan terkontraksi sebesar 14,2% (yoy). Sebaliknya, kredit investasi sektor pertanian yang memiliki pangsa sebesar 11,5% dapat tumbuh lebih tinggi. Pada periode laporan, kredit pada sektor tersebut tumbuh sebesar 42,1% (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan periode sebelumnya yang hanya tumbuh sebesar 28,4% (yoy). Grafik KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2018

67 Sistem Pembayaran & Pengelolaan Uang Rupiah Kondisi Tenaga Kerja dan Kesejahteraan Prospek Perekonomian Daerah Sementara itu walaupun mengalami kontraksi lebih dalam, risiko kredit investasi korporasi tetap terjaga pada level yang rendah di bawah threshold 5% dan menunjukkan perbaikan dibandingkan dengan periode sebelumnya. Pada triwulan IV 2017, NPL kredit investasi korporasi terpantau di level 1,09% lebih rendah dari periode sebelumnya yang tercatat sebesar 1,44%. Grafik 4.42 Secara sektoral, kredit investasi perbankan yang disalurkan ke sektor pertambangan memiliki risiko tertinggi dibandingkan dengan sektor lainnya namun tetap terjaga pada level yang rendah yaitu 0,05%. Sedangkan sektor pertanian dan perhotelan mencatatkan risiko kredit masing-masing sebesar 0,01% dan 0,00% ASESMEN INSTITUSI KEUANGAN (PERBANKAN) DI SULAWESI TENGGARA Aset Bank Umum Secara keseluruhan, aset bank umum yang berada di Sulawesi Tenggara pada triwulan IV 2017 mencapai Rp25,48 triliun, tumbuh sebesar 10,6% (yoy). Pertumbuhan aset bank umum tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan periode sebelumnya yang tumbuh sebesar 6,4% (yoy). Grafik 4.43 Peningkatan laju pertumbuhan tersebut disebabkan akselerasi pertumbuhan aset bank Pemerintah. Berdasarkan pangsanya, pada periode laporan bank pemerintah masih mendominasi industri perbankan di Sulawesi Tenggara dengan porsi aset mencapai 84,1% dari total aset bank umum, sedangkan pangsa total aset bank swasta nasional hanya sebesar 15,9% dari total aset bank umum di Sulawesi Tenggara. Grafik Penghimpunan Dana Pihak Ketiga Dana Pihak Ketiga (DPK) yang berhasil dihimpun oleh bank umum yang berkantor di Sulawesi Tenggara pada triwulan IV 2017 kembali mencatatkan pertumbuhan positif double digit sebesar 14,4% (yoy). Pertumbuhan DPK tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 10,6% (yoy). Grafik 4.45 Dengan demikian, total DPK di Sulawesi Tenggara pada triwulan IV 2017 mencapai Rp17,01 triliun. Sebagian besar DPK yang dihimpun oleh bank umum di Sulawesi Tenggara ditempatkan pada fasilitas tabungan dengan pangsa 56,6%. Sedangkan untuk giro dan deposito pada triwulan IV 2017 masingmasing tercatat memiliki pangsa pasar sebesar 13,0% dan giro sebesar 30,3%. Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah Grafik 4.43 Aset Bank Umum Sulawesi Tenggara Grafik 4.45 DPK Bank Umum Sulawesi Tenggara Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah Grafik 4.44 Pangsa Aset Berdasarkan Pemilik Bank Grafik 4.46 Pertumbuhan DPK Per Penempatan KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA 55

68 Ekonomi Makro Regional Keuangan Pemerintah Perkembangan Inflasi Daerah Stabilitas Keuangan Daerah Tabel 4.1 DPK Berdasarkan Kota/Kabupaten Posisi Triwulan IV 2017 Kota/Kabupaten DPK Pangsa thd Sultra Pangsa gdpk Nominal Rekening %Nominal %Rekening Giro Tabungan Deposito Kab. Buton , % 9.1% 13.9% 11.54% 70.41% 18.05% Kab. Muna 1, , % 10.6% 4.8% 9.85% 71.32% 18.83% Kab. Kolaka 2, , % 14.9% 7.1% 12.21% 62.55% 25.25% Kab. Wakatobi , % 2.7% 3.0% 9.73% 67.94% 22.33% Kab. Konawe , % 5.6% 6.9% 5.87% 80.82% 13.31% Kab. Konawe Selatan , % 2.9% 8.0% 3.20% 88.28% 8.51% Kab. Bombana , % 3.2% 13.8% 1.58% 85.21% 13.21% Kab. Kolaka Utara , % 2.5% 5.7% 1.07% 89.11% 9.82% Kab. Buton Utara % 0.0% % 94.64% 5.34% Kab. Konawe Utara , % 0.1% 188.1% 5.73% 27.61% 66.66% Kab. Kolaka Timur % 0.0% % % 0.00% Kota Baubau 2, , % 12.6% 7.6% 16.45% 60.99% 22.56% Kota Kendari 8, , % 35.8% 21.4% 14.16% 46.53% 39.31% Sulawesi Tenggara 17, ,208, % 100% 14.4% 13.0% 56.6% 30.3% Ket: Nominal dalam miliar Rupiah, gdpk = pertumbuhan DPK (%, yoy) Daftar Kabupaten/Kota berdasarkan ketersediaan data Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah Tabel 4.2 Tabungan Berdasarkan Pemiliknya Tabel 4.3 Tabungan Berdasarkan Nilainya Bila dilihat dari sisi pertumbuhan per komponen, pada triwulan IV 2017, peningkatan DPK didorong oleh pertumbuhan deposito yang tumbuh sebesar 39,5% (yoy), hampir dua kali dibandingkan dengan triwulan III 2017 yang tercatat sebesar 24,5%. Tabungan di perbankan Sulawesi Tenggara pada triwulan IV 2017 tumbuh sebesar 11,6% (yoy) meningkat dibandingkan dengan periode sebelumnya yang tercatat tumbuh sebesar 5,7% (yoy). Sedangkan fasilitas giro mengalami penurunan pertumbuhan menjadi terkontraksi sebesar 12,9% dari sebelumnya tumbuh sebesar 6,0% (yoy). Grafik 4.46 Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah Secara spasial, DPK Sulawesi Tenggara masih terpusat di Kota Kendari baik secara nominal maupun jumlah rekeningnya. Pangsa secara nominal untuk Kota Kendari mencapai 51,2% sementara dari jumlah rekening mencapai 35,8%. Selanjutnya diikuti oleh Kota Bau-Bau dan Kab. Kolaka dengan pangsa masing-masing sebesar 14,7% dan 12,3%. Ketiga Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah daerah tersebut menjadi pusat konsentrasi DPK karena merupakan pusat aktivitas bisnis dan keuangan di Sulawesi Tenggara. Dari sisi pertumbuhan spasial, Kab. Konawe Utara mencatatkan tingkat pertumbuhan tertinggi dengan tumbuh 188,1,% (yoy), disusul oleh Kota Kendari, Kab. Buton dan Kab. Bombana yang masing-masing tumbuh 21,4%, 13,9 dan 13,8% (yoy). Secara umum, hal ini mengindikasikan perbankan juga sudah aktif menjangkau daerah kabupaten dan kesadaran masyarakat untuk menabung juga semakin meningkat. Tabel 4.1 Tabungan Pada triwulan IV 2017, penghimpunan dana tabungan masyarakat di Sulawesi Tenggara tumbuh sebesar 11,6% (yoy), melaju hampir dua kali lipat dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 5,7% (yoy). Secara nominal, total tabungan masyarakat di Sulawesi Tenggara sampai dengan periode laporan mencapai Rp9,63 triliun. Adapun pangsa terbesar pemegang 56 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2018

69 Sistem Pembayaran & Pengelolaan Uang Rupiah Kondisi Tenaga Kerja dan Kesejahteraan Prospek Perekonomian Daerah Tabel 4.4 Deposito Berdasarkan Pemiliknya Tabel 4.5 Deposito Berdasarkan Nilainya Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah rekening tabungan adalah nasabah perseorangan sebesar 97,20%, diikuti oleh korporasi sebesar 2,71% dan sisanya adalah nasabah pemerintah. Preferensi penempatan oleh pemilik dana dari pemerintah pusat dan daerah lebih besar menempatkan dananya di bank pemda. Tabel 4.2 Berdasarkan nilai tabungannya, sebagian besar penabung di Sulawesi Tenggara memiliki tabungan sampai dengan Rp100 juta yaitu mencapai 99,20% dari total rekening tabungan. Sementara itu penabung dengan nilai di atas Rp1 miliar masih sedikit dengan pangsa hanya sebesar 0,02. Meskipun sangat kecil, namun penabung dengan nilai di atas Rp1 miliar tersebut menguasai 11,01% dari jumlah tabungan yang ada. Tabel 4.3 Deposito Penghimpunan dana dalam bentuk deposito di Sulawesi Tenggara pada triwulan IV 2017 tumbuh sebesar 39,5% (yoy), jauh lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 24,5% (yoy). Jumlah penghimpunan deposito sampai periode laporan mencapai Rp5,2 triliun. Kenaikan pada deposito tersebut didorong oleh deposan besar (nilai deposito di atas Rp1 miliar) yang sampai dengan triwulan IV 2017 memiliki pangsa 59,8% total deposito Sulawesi Tenggara walau secara rekening hanya mencatatkan 2,83% total rekening deposito. Konsentrasi pangsa nominal deposito pada sejumlah rekening tersebut membutuhkan perhatian khusus agar ketahanan dari sisi DPK berupa deposito tetap terjaga. Tabel 4.5 Dari sisi pemilik rekening, seperti halnya tabungan, nasabah perseorangan masih mendominasi pangsa deposito Sulawesi Tenggara untuk dana yang ditempatkan di bank persero, bank swasta maupun bank pemda. Korporasi memiliki pangsa terbesar kedua diikuti oleh deposito milik pemda. Jangka penempatan deposito yang tidak terkonsentrasi pada salah satu tenor tertentu merupakan indikasi yang baik untuk menjaga ketahanan perbankan, namun diperlukan perhatian khusus agar perbankan terhindar dari mismatch karena lebih dari 50% dana biaya tinggi perbankan (deposito) memiliki tenor yang relatif pendek (<1 tahun). Giro Pada triwulan IV 2017, penempatan dana di giro terkontraksi sebesar 12,9% (yoy). Tingkat pertumbuhan ini jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tumbuh positif sebesar 6% (yoy). Penurunan pertumbuhan giro ini disebabkan oleh penurunan laju pertumbuhan pada giro yang dimiliki oleh pemerintah, pemerintah daerah dan korporasi. Sementara itu dana giro perseorangan mengalami kenaikan. Dari sisi kepemilikan, pangsa terbesar pemilik giro adalah nasabah korporasi, disusul oleh pemerintah, perseorangan dan pemerintah daerah Penyaluran Kredit Seiring dengan akselerasi penghimpunan dana pihak ketiga, pada triwulan IV 2017 penyaluran kredit perbankan oleh bank umum yang berkantor di Sulawesi Tenggara secara keseluruhan juga mengalami peningkatan. Kredit perbankan tumbuh sebesar 12,8% (yoy) lebih tinggi dibandingkan dengan kinerja periode sebelumnya yang mampu tumbuh sebesar 9,8% ( (yoy). Secara nominal, kredit perbankan yang disalurkan sampai dengan triwulan III 2017 mencapai Rp20,6 triliun. Grafik 4.47 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA 57

70 Ekonomi Makro Regional Keuangan Pemerintah Perkembangan Inflasi Daerah Stabilitas Keuangan Daerah Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah Grafik 4.47 Kredit Bank Umum Sulawesi Tenggara Grafik 4.48 Perbandingan Pertumbuhan Kredit di Sulawesi Tenggara Kredit Berdasarkan Lokasi Bank Secara spasial, penyaluran kredit masih terkonsentrasi di Kota Kendari, dengan pangsa sebesar 58,4% dari seluruh nominal penyaluran kredit yang dilakukan oleh perbankan di Sulawesi Tenggara. Selain itu, Kota Kendari juga masih mendominasi untuk kepemilikan rekening kredit dengan pangsa sebesar 51,6%. Meskipun demikian, pertumbuhan kredit di Kota Kendari hanya sebesar 9,3% (yoy) berada di bawah rata-rata pertumbuhan kredit Sulawesi Tenggara. Pertumbuhan kredit tertinggi berada di Kabupaten Konawe Utara sebesar 44,8% (yoy), diikuti oleh penyaluran di Kab. Buton yang tumbuh sebesar 33,2% (yoy). Kabupaten lain selain kota Kendari dan kota Baubau mencatatkan pertumbuhan total kredit yang cukup tinggi. Tabel 4.6 Berdasarkan sebaran jenis penggunaannya, perbankan di sebagian besar kabupaten masih menyalurkan kredit untuk kebutuhan konsumsi dimana pada periode pelaporan juga terjadi peningkatan pangsa kredit konsumsi dibandingkan dengan periode sebelumnya. Terdapat 7 kabupaten dari 12 kabupaten/kota yang memiliki pangsa kredit konsumsi di atas 90% dari total kredit yang disalurkan di daerah tersebut. Sedangkan untuk kegiatan produktif, hanya terdapat 4 daerah yang memiliki pangsa kredit modal kerja di atas 20%, yaitu Kota Kendari, Kota Bau-Bau, Kab. Kolaka dan Kab. Muna. Kredit Berdasarkan Jenis Penggunaan Berdasarkan jenis penggunaan, kredit modal kerja dan konsumsi menunjukkan perbaikan laju Tabel 4.6 Kredit Berdasarkan Kota/Kabupaten Posisi Triwulan IV 2017 Ket: Nominal dalam miliar Rupiah, K.MK = Kredit Modal Kerja, K.INV = Kredit Investasi, K.KONS = Kredit Konsumsi gkredit = pertumbuhan Kredit (%, yoy) Daftar Kabupaten/Kota berdasarkan ketersediaan data Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah 58 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2018

71 Sistem Pembayaran & Pengelolaan Uang Rupiah Kondisi Tenaga Kerja dan Kesejahteraan Prospek Perekonomian Daerah Sektor Ekonomi penyaluran pada triwulan IV Kredit konsumsi yang pada triwulan III 2017 memiliki pangsa sebesar 62,7% mengalami peningkatan pangsa menjadi 63,8% pada periode pelaporan. Peningkatan pangsa ini sejalan dengan peningkatan laju penyaluran kredit yang tumbuh sebesar 16,6% (yoy) pada periode pelaporan, naik dari pertumbuhan 12,0% (yoy) pada periode sebelumnya. Kredit investasi pada periode pelaporan mengalami sedikit penurunan penyaluran dengan tingkat kontraksi yang meningkat, dari terkontraksi 0,6% (yoy) pada triwulan III 2017 menjadi terkontraksi sebesar 1,4% (yoy) pada triwulan IV Namun secara proporsi, kredit investasi masih memiliki pangsa terkecil yaitu sebesar 9,2% pada periode pelaporan, turun dari periode sebelumnya yang tercatat memiliki pangsa sebesar 9,6%. Sementara itu, kredit modal kerja yang sebelumnya tumbuh sebesar 9,0% (yoy) mengalami sedikit peningkatan dengan tumbuh 9,8% (yoy) pada triwulan IV Seiring dengan peningkatan laju pertumbuhan tersebut, pangsa kredit modal kerja terhadap total kredit perbankan Sulawesi Tenggara mengalami penurunan menjadi sebesar 27,0% dari sebesar 27,7% pada triwulan sebelumnya. Grafik 4.48 Kredit Berdasarkan Sektor Ekonomi Tabel 4.7 Kredit Produktif Berdasarkan Sektor Ekonomi Posisi Triwulan IV 2017 Nominal (Rp miliar) % Nominal Jasa Lainnya % Kredit Produktif 7, % ,6% Ket: gkredit = pertumbuhan Kredit (%, yoy), Kredit Produktif = Kredit Modal Kerja + Kredit Investasi NPL = Non Performing Loan Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah Berdasarkan penyaluran kredit pada sektor ekonomi, kenaikan pertumbuhan kredit yang terjadi disebabkan karena banyak sektor menunjukkan perbaikan penyaluran. Namun sektor perdagangan yang memiliki pangsa terbesar untuk kategori kredit produktif (65,0% dari total kredit produktif) masih melanjutkan tren penurunan. Berdasarkan penyaluran kredit pada sektor ekonomi, kenaikan pertumbuhan kredit yang terjadi disebabkan karena banyak sektor menunjukkan perbaikan penyaluran. Namun sektor perdagangan yang memiliki pangsa terbesar untuk kategori kredit produktif (65,0% dari total kredit produktif) masih melanjutkan tren penurunan. Setelah pada triwulan III 2017, kredit yang disalurkan oleh perbankan ke sektor perdagangan tumbuh sebesar 2,2% (yoy), pada triwulan IV kredit perdagangan hanya tumbuh sebesar 2,0% (yoy). Selain perdagangan, sektor akomodasi makan minum, industri pengolahan, transportasi-pergudangan, jasa perusahaan, informasi komunikasi, administrasi pemerintahan dan jasa lainnya juga mengalami penurunan laju pertumbuhan, bahkan jasa perusahaan yang tumbuh sebesar 3,1% (yoy) pada triwulan III 2017 mengalami kontraksi sebesar 64,7% (yoy) pada triwulan IV Tabel 4.5 gkredit (%, yoy) Tw I 2017 Tw II 2017 Tw III 2017 Tw IV 2017 Loan to Deposit Ratio (LDR) NPL (%) Pertanian % Pertambangan % Industri Pengolahan % Listrik Gas 5 0.1% Air 3 0.0% Konstruksi % Perdagangan 4, % Transportasi-Pergudangan % Akomodasi Makan Minum % Informasi Komunikasi 2 0.0% Jasa Keuangan 5 0.1% Real Estate % Jasa Perusahaan % Adm Pemerintahan 1 0.0% Jasa Pendidikan % Jasa Kesehatan Sosial % Salah satu indikator yang dapat merepresentasikan intermediasi perbankan adalah indikator Loan to KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA 59

72 Ekonomi Makro Regional Keuangan Pemerintah Perkembangan Inflasi Daerah Stabilitas Keuangan Daerah Grafik 4.49 Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah Perkembangan Loan To Deposit Rasio Sulawesi Tenggara Deposit Ratio (LDR) yang menghitung rasio penyaluran kredit per DPK yang dikelola oleh perbankan. Pada triwulan IV 2017 LDR bank umum di Sulawesi Tenggara mencapai 121,1%, lebih tinggi daripada triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 116,6%. Grafik 4.49 Peningkatan LDR tersebut terjadi karena secara nominal peningkatan yang terjadi dalam penyaluran kredit tidak disertai kenaikan nominal DPK yang dikelola oleh perbankan Sulawesi Tenggara. Nilai LDR sebesar 100% berarti seluruh DPK yang dikelola oleh perbankan Sulawesi Tenggara disalurkan dalam bentuk kredit. Sedangkan pencapaian pada triwulan IV 2017 menunjukkan bahwa dalam rangka menyalurkan kredit, perbankan di Sulawesi Tenggara memerlukan dana dari daerah lain. Kondisi ini terlihat dari adanya peningkatan kewajiban antarkantor (penerimaan dari kantor bank yang sama di daerah lain) sebesar 13,82% (yoy) pada triwulan IV Tingkat LDR yang terlalu tinggi maupun terlalu rendah dapat menjadi sumber kerentanan apabila tidak disertai dengan tingkat risiko kredit yang terjaga di tingkat yang aman. Non Performing Loan (NPL) Pada triwulan IV 2017, penyaluran kredit yang tumbuh lebih tinggi dibandingkan dengan periode sebelumnya disertai dengan perbaikan dalam sisi risiko kredit. Penurunan risiko kredit tersebut terlihat dari menurunnya indikator Non Performing Loan (NPL) Gross pada triwulan III 2017 yang tercatat hanya sebesar 2,72%, lebih rendah daripada periode sebelumnya yang mencapai 3,12% dan masih berada di bawah threshold 5%. Grafik 4.50 Pada periode Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah Grafik 4.50 Perkembangan NPL Bank Umum Sulawesi Tenggara pelaporan, penyaluran kredit investasi memiliki risiko kredit terbesar dan melewati threshold 5% dimana NPL tercatat sebesar 5,87%, meskipun mengalami penurunan daripada periode sebelumnya yang tercatat sebesar 7,10%. Demikian juga kredit modal kerja juga masih memiliki NPL melebihi threshold 5% yaitu sebesar 5,53%. Penyaluran kredit konsumsi adalah satu-satunya kategori kredit yang memiliki NPL di bawah 5% dengan mencatatkan NPL sebesar 1,08% pada periode laporan, lebih rendah dari periode sebelumnya yang mencatatkan NPL sebesar 1,40%. Secara sektoral, NPL dari sektor dengan pangsa penyaluran kredit terbesar yaitu sektor perdagangan mencatatkan NPL di atas threshold 5% dengan mencatatkan NPL sebesar 6,0%, lebih rendah dibandingkan dengan periode sebelumnya yang tercatat sebesar 6,5%. Secara umum, kredit produktif mengalami penurunan risiko dengan mencatatkan NPL yang lebih rendah dibandingkan dengan periode sebelumnya yaitu sebesar 5,6%. Namun perlu menjadi perhatian bahwa nilai tersebut masih berada di atas threshold 5%, terutama sektor jasa pendidikan dan konstruksi yang NPLnya sudah menyentuh double digit. Sementara itu, sektor pertanian memiliki NPL yang terjaga pada level yang sangat rendah Perbankan Syariah Pangsa perbankan syariah di Sulawesi Tenggara masih relatif kecil. Dari sisi aset, perbankan syariah hanya memiliki aset sebesar Rp1,19 triliun, atau sebesar 4,7% dari keseluruhan aset bank umum di 60 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2018

73 Sistem Pembayaran & Pengelolaan Uang Rupiah Kondisi Tenaga Kerja dan Kesejahteraan Prospek Perekonomian Daerah Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah Grafik 4.51 Pangsa Perbankan Syariah Grafik 4.53 Perkembangan DPK Syariah Grafik 4.52 Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah Perbandingan Pangsa & Pertumbuhan Aset Syariah se-sulawesi Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah Grafik 4.54 Perkembangan Pembiayaan Syariah Sulawesi Tenggara. Pangsa ini mengalami sedikit peningkatan jika dibandingkan dengan periode sebelumnya yang mencatatkan 4,4% dari pangsa bank umum. Grafik 4.51 Kondisi yang sama juga terjadi pada penghimpunan dana dan penyaluran pembiayaan. Pada triwulan IV 2017, pangsa pembiayaan hanya mencapai 4,8% dari total realisasi kredit oleh bank umum, sama dengan periode sebelumnya yang tercatat sebesar 4,8%. Sedangkan penghimpunan DPK bank syariah mencapai 4,5% meningkat dibandingkan dengan periode sebelumnya yang hanya sebesar 4,2% dari seluruh DPK se Sulawesi Tenggara. Apabila dibandingkan dengan kinerja perbankan syariah di Pulau Sulawesi, secara umum perkembangan aset bank syariah di Sulawesi Tenggara relatif lebih baik. Pertumbuhan aset bank syariah di Sulawesi Tenggara mencapai 20,7% (yoy), lebih tinggi daripada rata-rata pertumbuhan aset bank syariah se-sulawesi yang hanya tumbuh sebesar 5,59% (yoy) pada triwulan III Sementara itu, pangsa aset bank syariah di Sulawesi Tenggara yang mencapai 4,70% sudah berada di atas rata-rata pangsa aset bank syariah di Sulawesi yang hanya sebesar 4,16%. Secara komposisi, Sulawesi Tenggara merupakan provinsi dengan aset perbankan syariah terbesar kedua di Sulawesi setelah Provinsi Sulawesi Selatan yang aset perbankan syariahnya mencapai 5,08% terhadap keseluruhan aset perbankan di provinsi tersebut. Grafik 4.52 Sampai dengan triwulan IV 2017, penyaluran pembiayaan syariah terus mengalami percepatan laju pertumbuhan. Pada periode laporan pembiayaan syariah tumbuh sebesar 14,6% (yoy) dengan baki debet sebesar Rp985,22 miliar, meningkat dibandingkan dengan periode sebelumnya yang tumbuh sebesar 13,9% (yoy) dengan baki debet sebesar Rp945,52 miliar. Grafik 4.54 Sama dengan penyaluran perbankan umum, penyaluran pembiayaan syariah juga paling banyak dilakukan untuk penggunaan konsumsi sebanyak 68.2% yang mampu tumbuh sebesar 20,9% (yoy). Sementara itu, penyaluran pembiayaan untuk modal kerja dengan pangsa sebanyak 18,9% menunjukkan pergerakan terbatas sehingga terkontraksi sebesar 4,9% (yoy). Dari sisi risiko pembiayaan, tekanan pada risiko pembiayaan kembali mengalami perbaikan. Hal ini terlihat dari NPF (Non Performing Financing) yang KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA 61

74 Ekonomi Makro Regional Keuangan Pemerintah Perkembangan Inflasi Daerah Stabilitas Keuangan Daerah Sumber: LBPR Bank Indonesia, lokasi bank, diolah Sumber: LBPR Bank Indonesia, lokasi bank, diolah Grafik 4.55 Perkembangan Aset BPR Grafik 4.57 Pertumbuhan Kredit BPR Sumber: LBPR Bank Indonesia, lokasi bank, diolah Sumber: LBPR Bank Indonesia, lokasi bank, diolah Grafik 4.56 Perkembangan DPK BPR di Sulawesi Tenggara Grafik 4.58 Pangsa Kredit BPR per Sektoral kembali menurun dari 3,82% pada periode sebelumnya menjadi 3,80% pada triwulan IV Seiring dengan kinerja penyaluran pembiayaannya, penghimpunan DPK perbankan syariah juga menunjukkan peningkatan. Pada periode tersebut jumlah DPK bank syariah mencapai Rp766,6 miliar atau tumbuh sebesar 16,9% (yoy) jauh lebih besar dibandingkan dengan periode sebelumnya yang tumbuh sebesar 10,9% (yoy) mencapai Rp709,2 miliar. Peningkatan tersebut didorong oleh akselerasi laju pertumbuhan penempatan DPK di fasilitas deposito yang tumbuh sebesar 17,6% (yoy), dan tabungan yang tumbuh sebesar 16,4% (yoy). Sedangkan pertumbuhan giro sedikit melambat menjadi sebesar 14,0% (yoy). Grafik Bank Perkreditan Rakyat Pada triwulan IV 2017, kinerja BPR menunjukkan penurunan. Dalam hal akumulasi aset, BPR tumbuh sebesar 0,8% (yoy), lebih rendah dari periode sebelumnya yang tumbuh sebesar 12,9% (yoy) sehingga secara nominal asetnya mencapai Rp311,4 miliar. Grafik 4.55 Sementara itu, penghimpunan dana dari masyarakat mengalami penurunan. Penghimpunan DPK terkontraksi sebesar 7,3% (yoy) atau tercatat sebesar Rp110,3 miliar, lebih rendah dari pertumbuhan periode sebelumnya sebesar 5,3% (yoy). Grafik 4.56 Sementara itu dari sisi penyaluran kredit, BPR masih melanjutkan perlambatan dan terkontraksi sebesar 0,2% (yoy) dengan nominal total penyaluran kredit sebesar Rp228,4 miliar. Grafik 4.57 Perlambatan tersebut terjadi pada jenis penggunaan kredit modal kerja, investasi dan konsumsi, dimana bahkan khusus untuk kredit modal kerja yang memiliki pangsa kredit BPR terbesar di Sulawesi Tenggara terus terkontraksi. Sedangkan kredit konsumsi tumbuh melambat menjadi 11,3% (yoy) lebih rendah dari periode sebelumnya yang bisa tumbuh sebesar 43,4% (yoy) walau masih tumbuh double digit. Dengan kondisi tersebut, LDR BPR pada triwulan IV 2017 mencapai 207,6% yang berarti kredit yang disalurkan oleh BPR menggunakan dana dari institusi keuangan lainnya. Dengan demikian risiko yang terjadi pada BPR dapat menyebabkan risiko pada institusi keuangan lainnya. Sementara itu, risiko kredit pada BPR sangat tinggi tercermin dari NPL sebesar 20,8%, di atas threshold 5% dan lebih 62 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2018

75 Sistem Pembayaran & Pengelolaan Uang Rupiah Kondisi Tenaga Kerja dan Kesejahteraan Prospek Perekonomian Daerah Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah Grafik 4.59 Pangsa Kredit UMKM Grafik 4.61 Pertumbuhan Kredit UMKM Sektoral Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah Grafik 4.60 Pertumbuhan Kredit UMKM Grafik 4.62 NPL Kredit UMKM Sektor Dominan tinggi dari periode sebelumnya yang tercatat sebesar 19,1% AKSES KEUANGAN Akses Keuangan Kepada UMKM Pada triwulan IV 2017, kredit yang diterima oleh UMKM di Sulawesi Tenggara (berdasarkan lokasi proyek) mencapai Rp6,50 triliun. Secara pangsa mencapai 26,5% dari total kredit di Sulawesi Tenggara. Kredit kepada UMKM tersebut, sebagian besar diberikan kepada usaha kecil sebesar 42,8 % dan usaha mikro dengan pangsa sebesar 31,6%. Sedangkan untuk usaha menengah memiliki pangsa sebesar 23,3% dari total kredit UMKM. Grafik 4.59 Seiring dengan pertumbuhan kredit perbankan secara umum, pada triwulan IV 2017 laju pertumbuhan kredit UMKM juga mengalami moderasi menjadi sebesar 6,2% (yoy) dibandingkan dengan pertumbuhan sebesar 7,6% (yoy) pada triwulan III Hal ini terjadi karena seluruh kredit usaha kecil dan menengah mengalami deselerasi masing-masing tumbuh sebesar 3,1% (yoy) dan 3,0% (yoy) sedangkan kredit usaha mikro tumbuh sebesar 13,3% (yoy). Grafik 4.60 Secara sektoral, penurunan laju pertumbuhan kredit UMKM tersebut dipengaruhi oleh penurunan laju pertumbuhan kredit UMKM pada semua sektor. Perdagangan yang merupakan kontributor terbesar dengan pangsa 69,0% pada triwulan IV 2017 tumbuh sebesar 0,8% (yoy) lebih lambat dibandingkan dengan periode sebelumnya yang tumbuh sebesar 4,3% (yoy). Selain itu sektor konstruksi yang tadinya tumbuh positif sebesar 5,2% (yoy) pada triwulan III 2017 mengalami kontraksi sebesar 0,6% (yoy) pada triwulan IV Grafik 4.61 Dari sisi risiko kreditnya, secara umum NPL kredit UMKM masih berada sedikit di atas threshold 5% namun menunjukkan perbaikan dibandingkan dengan periode sebelumnya. Pada triwulan IV 2017 NPL kredit UMKM tercatat sebesar 5,03%, lebih kecil KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA 63

76 Ekonomi Makro Regional Keuangan Pemerintah Perkembangan Inflasi Daerah Stabilitas Keuangan Daerah Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah Grafik 4.63 Pergerakan Baki Debet KUR Sulawesi Tenggara Grafik 4.65 Rasio Rekening DPK per Penduduk Bekerja Grafik 4.64 Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah Pangsa Baki Debet Penyaluran KUR Sulawesi Tenggara Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah Grafik 4.66 Rasio Rekening Kredit per Penduduk Bekerja dibandingkan dengan periode sebelumnya yang tercatat sebesar 5,52%. Kondisi tersebut dipengaruhi oleh penurunan tingkat risiko di sektor perdagangan, pertanian dan industri pengolahan. Grafik 4.62 Seiring dengan adanya perubahan kebijakan KUR (Kredit Usaha Rakyat) pada tahun 2017, terdapat peningkatan penyaluran kredit kepada usaha rakyat. Sampai dengan triwulan IV 2017, baki debet KUR di Sulawesi Tenggara mencapai Rp1,34 triliun dengan jumlah debitur aktif mencapai nasabah. Grafik 4.63 Penyaluran KUR di Sulawesi Tenggara masih terkonsentrasi pada usaha di sektor perdagangan yang mencapai 61,3%. Sementara itu penyaluran pada sektor primer seperti ke pertanian dan perikanan sudah menunjukkan adanya peningkatan. Selain itu industri pengolahan dan sektor penyediaan akomodasi dan penyediaan makan minum juga terus mengalami peningkatan Akses Keuangan Kepada Penduduk Indikator akses keuangan di Sulawesi Tenggara terutama dari sisi penghimpunan dana mengalami peningkatan, begitu juga dari sisi kredit. Rasio jumlah rekening DPK terhadap penduduk angkatan kerja di Sulawesi Tenggara tetap menunjukkan tren peningkatan, dimana pada triwulan IV 2017 rasio tersebut tercatat sebesar 175,3%. Grafik 4.65 Rasio yang lebih besar dari 100% menunjukkan bahwa terdapat penduduk angkatan kerja di Sulawesi Tenggara yang memiliki rekening simpanan lebih dari satu. Selain itu rasio lebih dari 100% juga mengindikasikan adanya penduduk bukan angkatan kerja yang juga memiliki rekening seperti siswa sekolah maupun mahasiswa. Sementara itu, rasio jumlah rekening kredit terhadap penduduk angkatan kerja di Sulawesi Tenggara masih stabil pada kisaran 18,7%. Grafik 4.66 Meskipun demikian, rasio tersebut masih rendah karena pada awal tahun 2016 rasio dapat mencapai 21,0. Masih rendahnya rasio rekening kredit menunjukkan bahwa fasilitas pembiayaan masih sedikit digunakan oleh masyarakat di provinsi ini dan masih terdapat ruang untuk meningkatkan penyaluran kredit di masa yang 64 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2018

77 Sistem Pembayaran & Pengelolaan Uang Rupiah Kondisi Tenaga Kerja dan Kesejahteraan Prospek Perekonomian Daerah akan datang. Upaya pengembangan akses keuangan memiliki peran penting dalam menjaga stabilitas sistem keuangan dan mendorong pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tenggara. Oleh karena itu, KPw BI Provinsi Sulawesi Tenggara berupaya memberikan dan memfasilitasi berbagai kegiatan edukasi keuangan yang bertujuan untuk memberikan informasi mengenai produk dan jasa keuangan serta menumbuhkan kesadaran masyarakat pada umumnya untuk menabung dan melakukan pengelolaan keuangan. KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA 65

78 Tenaga Kerja Terampil Bahan Baku Modal Sarana Produksi Teknologi Sosial Budaya Manajemen Usaha Dampak Lingkungan Ketersediaan Pasar Harga / Nilai Tambah Penyerapan Tenaga Kerja Sumbangan Perekonomian Ekonomi Makro Regional Keuangan Pemerintah Perkembangan Inflasi Daerah Stabilitas Keuangan Daerah BOKS 01 KOMODITAS/PRODUK/JENIS USAHA (KPJU) UNGGULAN SULAWESI TENGGARA Dalam rangka mendukung pengembangan dan pemberdayaan UMKM, Bank Indonesia memiliki kebijakan dari sisi permintaan (demand side) dan dari sisi penawaran (supply side). Kebijakan demand side adalah kebijakan yang diarahkan untuk mendorong UMKM agar mampu meningkatkan eligibilitas dan kapabilitasnya sehingga bankable. Kebijakan ini meliputi penelitian, pelatihan, penyediaan informasi dan kerjasama BI dengan lembaga internasional dan Pemerintah. Kebijakan supply side adalah kebijakan yang difokuskan pada berbagai kebijakan dan program untuk membantu bank dalam menyalurkan kredit kepada UMKM yang meliputi pengaturan kepada perbankan, penguatan kelembagaan dan penyediaan dana secara tidak langsung. Sebagai salah satu upaya membantu mengidentifikasi berbagai peluang investasi di daerah yang bermuara pada pemberian informasi potensi ekonomi suatu daerah, maka Bank Indonesia melaksanakan penelitian terhadap potensi ekonomi daerah kepada stakeholders di daerah mengenai Komoditas/Produk/Jenis Usaha (KPJU) yang potensial untuk menjadi unggulan daerah yang dapat dikembangkan. Pelaksanaan penelitian KPJU Unggulan UMKM Provinsi Sulawesi Tenggara tahun 2017 meliputi 15 kabupaten dan 2 kota di seluruh wilayah Sulawesi Tenggara dengan jumlah daerah penelitian sebanyak 216 kecamatan se-provinsi Sulawesi Tenggara. Metode penelitian dalam penetapan KPJU unggulan daerah dilaksanakan dengan menggunakan beberapa metode analisis, yaitu Metode Analytic Hierarchy Process (AHP) yang dimodifikasi atau modified AHP, Metode Borda dan Metode Bayes dalam menetapkan identifikasi KPJU tingkat kecamatan, KPJU Unggulan Tingkat Kabupaten/Kota dan Tingkat Provinsi. 0,2231 0,2210 0,2215 0,2117 0,2144 0,2153 0,2173 0,2274 0,2174 0,2237 0,2151 0,2015 0,1869 INPUT PROSES OUTPUT Grafik 1. Faktor Penghambat dan Pendukung Usaha di Provinsi Sulawesi Tenggara Proses penetapan KPJU Unggulan Provinsi Sulawesi Tenggara secara agregasi dari seluruh wilayah penelitian menunjukkan bahwa Kriteria Ketersediaan Pasar memiliki porsi atau skor terbobot terbesar dibandingkan kriteria yang lainnya. Dengan rataan nilai skor untuk seluruh kriteria di seluruh wilayah kabupaten/kota sebesar 0,2151 maka 8 (delapan) kriteria dinilai memberikan dukungan secara positif dan menjadi faktor pendorong dalam rangka pengembangan usaha skala UMKM yaitu (1) Ketersediaan Pasar, 66 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2018

79 Sistem Pembayaran & Pengelolaan Uang Rupiah Kondisi Tenaga Kerja dan Kesejahteraan Prospek Perekonomian Daerah (2) Sumbangan Terhadap Perekonomian, (3) Tenaga Kerja Terampil, (4) Ketersediaan Sarana Produksi Usaha, (5) Ketersediaan dan Kontinuitas Bahan Baku, (6) Penyerapan Tenaga Kerja, (7) Manajemen/Pengelolaan Usaha, (8) Sosial Budaya Masyarakat. Sedangkan 4 kriteria lainnya dinilai berpeluang menjadi faktor penghambat usaha dengan skala yang berbeda-beda namun mendekati batas rataan skor kriteria, yaitu (1) Penerapan Teknologi Budidaya/Produksi, (2) Permodalan Usaha, (3) Harga/Nilai Tambah Produk/Usaha, dan (4) Aspek Dampak Lingkungan yang ditimbulkan. Kendala yang seringkali dihadapi para pelaku usaha, khususnya pada KPJU unggulan, perlu mendapat perhatian khusus agar bisa lebih mendukung. Tabel 1. KPJU Unggulan Lintas Sektoral di Provinsi Sulawesi Tenggara Sektor/ Katagori No Lapangan KPJu Unggulan Siklus Bisnis Prospek Prospek Usaha 1 Padi Palawija Padi Sawah Baik Baik Pertumbuhan/ Matang 2 Perikanan Penangkapan Ikan Laut Baik Baik Pertumbuhan 3 Padi Palawija Jagung Baik Baik Pertumbuhan/ Matang 4 Perikanan Budidaya Ikan Tambak Baik Baik Pertumbuhan 5 Pariwisata Wisata Bahari/Pantai Baik Baik Pertumbuhan 6 Perkebunan Jambu Mete Sangat Sangat Baik Pertumbuhan/ Matang Baik 7 Perkebunan Kakao Baik Baik Pertumbuhan/ Matang 8 Perikanan Budidaya Rumput Laut Baik Baik Pertumbuhan 9 Peternakan Sapi Potong Baik Baik Pertumbuhan 10 Perkebunan Kelapa Baik Baik Pertumbuhan/ Matang Dari hasil penelitian tersebut, KPJU unggulan Provinsi Sulawesi Tenggara didominasi oleh sektor pertanian seperti tanaman bahan makanan, perkebunan, peternakan dan perikanan. Kondisi tersebut turut mencerminkan kondisi sektor tersebut yang masih merupakan pangsa perekonomian terbesar di Sulawesi Tenggara. Beberapa komoditas pertanian memang sudah diketahui menjadi komoditas utama seperti kakao, padi sawah, jagung, jambu mete, kelapa, ikan laut, ikan budidaya tambak dan sapi potong. Meskipun demikian, terdapat pula sektor pariwisata yang turut menjadi komoditas unggulan, terutama wisata bahari/pantai. Masuknya Wakatobi menjadi Kawasan Strategis Pengembangan Nasional untuk pariwisata dapat memberikan peran lebih kepada perekonomian dan didukung oleh UMKM di sekitarnya. Lebih mendalam pada setiap kabupaten/kota, terdapat variasi yang lebih besar untuk 10 besar KPJU Unggulannya. Terdapat paling tidak 7 sektor utama yang memperkaya variasi UMKM di Sulawesi Tenggara, yaitu pertanian, perikanan, perdagangan, industri pengolahan, transportasi, pariwisata dan jasa-jasa. Sama seperti kondisi pada tingkat provinsinya, pada tingkat kabupaten KPJU Unggulan juga didominasi oleh sektor primer yaitu pertanian dan perikanan. Adapun sektor sekunder, yaitu industri pengolahan, masih terbatas pada pengolahan sumber daya pertanian dan perikanan seperti penggilingan padi, pengolahan/pengawetan ikan, pengupasan mete dan minyak nilam. Sementara itu komoditas pariwisata juga masih terbatas pada beberapa daerah seperti Wakatobi, Kota Kendari, Kota Baubau dan Buton Selatan. KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA 67

80 Ekonomi Makro Regional Keuangan Pemerintah Perkembangan Inflasi Daerah Stabilitas Keuangan Daerah Tabel 2. KPJU Unggulan Lintas Sektoral di Kabupaten/Kota (Top 10) Buton Muna Konawe Kolaka Konawe Selatan Jual Makanan Jambu Mete Kelapa Sawit Kakao Lada Tenun Adat Jagung Lada Jual Hasil Pertanian Nilam Jambu Mete Penangkapan Ikan Laut Budidaya Ikan Tambak Kelapa Sawit Budidaya Rumput Laut Penangkapan Ikan Laut Kacang Panjang Bahan Bangunan Cengkeh Padi Sawah Kelapa Mangga Minyak Nilam Budidaya Ikan Tambak Kakao Abon Ikan Keripik Sagu Padi Sawah Cabe Rawit Jual Sembako Budidaya Rumput Laut Cabe Rawit Budidaya Ikan Air Tawar Budidaya Ikan Tambak Angkutan Antar Pulau Kelor Kelapa Penangkapan Ikan Laut Penggilingan Padi Kakao Kemiri Kakao Pisang Jeruk Pengupasan Mete Budidaya Jaring Apung Cabe Besar Budidaya Ikan Karamba Pengolahan Ikan Bombana Jambu Mete Jual Hasil Pertanian Kelapa Pisang Cengkeh Kopi Terung Padi Sawah Sapi Potong Ubi Jalar Wakatobi Kolaka Utara Buton Utara Konawe Utara Kolaka Timur Wisata Minat (Diving) Cengkeh Penangkapan Ikan Laut Jual Hasil Pertanian Kakao Penangkapan Ikan Laut Padi Sawah Pengawetan ikan Kelapa Sawit Penggilingan Padi Wisata Bahari/Pantai Gula Merah Angkutan Barang Lada Lada Wisata Kuliner Kakao Kelapa Kopi Nilam Jual Bahan Bangunan Kopra Jambu Mete Durian Padi Sawah Wisata Alam Bawang Merah Olahan Mete Kakao Jual Hasil Pertanian Pengolahan Ikan Penggilingan Padi Pembuatan Kapal Kopra Sapi Potong Kelapa Jual Hasil pertanian Nilam Cengkeh Cengkeh Angkutan Antar Pulau Rumah Makan Jual Hasil Pertanian Sembako Kelapa Sawit Pisang Kelapa Budidaya Mutiara Jeruk Minyak Nilam Konawe Kepulauan Minyak Goreng Kelapa Kelapa Penangkapan Ikan Laut Pembuatan Kapal Angkutan Antar Pulau Rambutan Padi Sawah Jambu Mete Cengkeh Mebel Kayu Mubar Buteng Buton Selatan Kendari Baubau Legenda Jambu Mete Jambu Mete Jambu Mete Pengolahan Ikan Jual Hasil Perikanan Pertanian Kakao Penangkapan Ikan Laut Penangkapan Ikan Laut Restoran/Rumah Makan Pengupasan Mete Perikanan Cabe Keriting Kakao Merica Kacang Mete Penangkapan Ikan Laut Perdagangan Jagung Kelapa Mebel Kayu Penangkapan Ikan Laut Toko Kelontong Industri Lada Budidaya Rumput Laut Bawang Merah Jual Roti dan Kue Tenun Transportasi Batu Bata Angkutan Barang Angkutan Pedesaan Wisata Alam Budidaya Ikan di Laut Pariwisata Kopi Ubi Kayu Praktek Bidan Jual Sembako Jual Makanan Jasa-jasa Jual Perabot Pisang Jual Sembako Budidaya Ikan Tambak Sembako Angkutan Pedesaan Angkutan Penumpang Wisata Budaya Reparasi Mobil Reparasi Kendaraan Ubi Kayu Jagung Hasil Pertanian Warung Makan/Kedai Wisata Sejarah Ke depan, perlu upaya untuk meningkatkan akses dan perluasan jangkauan pemasaran disamping pemenuhan kebutuhan bahan baku/sarana produksi, peningkatan teknologi produksi dan manajemen usaha khususnya dengan memanfaatkan potensi yang ada dari wilayah sekitarnya (kabupaten/kota tetangga). Selain itu perlu juga upaya untuk menumbuh-kembangkan wirausaha baru pada kegiatan usaha KPJU Unggulan, serta penyediaan fasilitas kredit permodalan/pembiayaan sesuai dengan karakteristik masing-masing lapangan usaha. 68 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2018

81 Sistem Pembayaran & Pengelolaan Uang Rupiah Kondisi Tenaga Kerja dan Prospek Perekonomian Daerah Kesejahteraan SISTEM PEMBAYARAN & 5 PENGELOLAAN UANG RUPIAH KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA 69

82 Rp Juta Rp miliar Ekonomi Makro Regional Keuangan Pemerintah Perkembangan Inflasi Daerah Stabilitas Keuangan Daerah 5.1. PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN NONTUNAI Terdapat 2 (dua) sistem pembayaran nontunai yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia di provinsi Sulawesi Tenggara, yaitu Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) dan Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI RTGS). Kedua sistem tersebut berjalan dengan baik dan lancar selama triwulan IV Penguatan infrastruktur dan kebijakan sistem pembayaran yang dilakukan oleh Bank Indonesia secara konsisten dan berkesinambungan mampu memitigasi risiko kredit, likuiditas, dan operasional dalam sistem pembayaran. Selama triwulan IV 2017, nilai transaksi sistem pembayaran nontunai di Sulawesi Tenggara mencapai Rp2,94 triliun, mengalami penurunan sebesar 6,9% (yoy). Grafik 5.1 Sementara itu, total transaksi sistem pembayaran nontunai selama periode tersebut mencapai kali, mengalami penurunan sebesar 12,8% (yoy). Grafik 5.2 Kondisi ini sejalan dengan perlambatan pertumbuhan ekonomi pada periode tersebut, terutama disebabkan oleh melambatnya investasi, konsumsi pemerintah dan konsumsi rumah tangga. Meskipun demikian, jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, secara nominal transaksi tersebut dapat tumbuh sebesar 13,2% (qtq) karena pada triwulan sebelumnya yang hanya tercatat sebesar Rp2,59 triliun dengan total transaksi sebanyak kali. Hal ini menunjukkan adanya potensi perbaikan perekonomian di periode mendatang. Dari preferensi penggunaannya, transaksi nontunai secara nominal di Sulawesi Tenggara masih didominasi oleh penggunaan SKNBI sebesar 68,8% dan sisanya sebesar 31,2% menggunakan BI-RTGS. Sementara dari sisi jumlah transaksi, penggunaan SKNBI mencapai 98,7% sedangkan penggunaan BI- RTGS hanya sebesar 1,3%. Grafik 5.3 Kondisi tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar transaksi Rp miliar , ,952 2,861 3,160 2, ,587 2,598 2, Grafik 5.1 Grafik 5.2 I II III IV I II III IV SKNBI BI-RTGS Sumber: Bank Indonesia, diolah Nilai Transaksi Sistem Pembayaran Nontunai di Sulawesi Tenggara transaksi 70,000 61,483 64,110 63,054 56,588 60,000 55,254 54,973 50,426 46,874 50,000 40,000 30,000 20,000 10,000 0 I II III IV I II III IV SKNBI BI-RTGS Sumber: Bank Indonesia, diolah Jumlah Transaksi Sistem Pembayaran Nontunai di Sulawesi Tenggara Transaksi 98.7% 1,38% SKNBI TW IV 2017 BI-RTGS Nominal 68.8% 31,2% Sumber: Bank Indonesia, diolah Grafik 5.3 Preferensi Penggunaan Sistem Pembayaran Nontunai di Sulawesi Tenggara I II III IV I II III IV SKNBI BI-RTGS SP Nontunai Sumber: Bank Indonesia, diolah Grafik 5.4 Rata-rata Nilai Per Transaksi Sistem Pembayaran Nontunai Sulawesi Tenggara 70 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2018

83 Sistem Pembayaran & Pengelolaan Uang Rupiah Kondisi Tenaga Kerja dan Kesejahteraan Prospek Perekonomian Daerah perekonomian di Sulawesi Tenggara masih merupakan transaksi ritel dengan rata-rata sebesar Rp37,33 juta per transaksi SKNBI. Sementara untuk transaksi sistem pembayaran nilai besar yang menggunakan BI-RTGS rata-rata sebesar Rp1,28 miliar per transaksi. Grafik Perkembangan Transaksi Kliring Selama triwulan IV 2017, nilai transaksi sistem pembayaran nontunai melalui SKNBI di Sulawesi Tenggara mencapai Rp2,02 triliun, masih mengalami penurunan sebesar 14,15% (yoy). Sementara itu, total transaksi SKNBI selama periode tersebut sebesar kali, mengalami penurunan sebesar 13,2% (yoy). Dilihat dari sisi penggunaannya, sebagian besar transaksi kliring tersebut secara nominal adalah dengan menggunakan kliring kredit dengan pangsa sebesar 69,9%, sementara penggunaan kliring debet hanya sebesar 30,1%. Meskipun demikian, jika dilihat dari jumlah transaksinya penggunaan kliring kredit hanya sebesar 59,7%. Kondisi ini terjadi karena penggunaan kliring kredit memiliki nominal per transaksi yang lebih besar daripada kliring debet. Pada periode tersebut rata-rata kliring kredit adalah sebesar Rp43,7 juta per transaksi, sementara kliring debet hanya sebesar Rp27,9 juta per transaksi. Kliring kredit secara umum dikenal sebagai transfer antar bank dan dilakukan secara paperless, sementara kliring debet dilakukan dengan menggunakan warkat seperti cek dan bilyet giro. Peningkatan kemudahan transfer antar bank, baik melalui teller bank, ATM maupun dengan penggunaan e-banking maupun sms banking semakin memperbesar penggunaan kliring kredit. Dilihat dari sisi perputaran hariannya, transaksi SKNBI di Sulawesi Tenggara masih berada pada tren yang stabil meskipun lebih rendah dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Pada triwulan IV 2017, perputaran kliring mencapai Rp32,7 miliar/hari dengan jumlah transaksi mencapai 875,1 transaksi/hari. Perputaran kliring kredit dapat Rp miliar Grafik 5.5 2,319 2,488 2,172 2,359 2,000 1,634 1,850 I II III IV I II III IV Kliring Kredit Kliring Debet share 30,1% 69,9% Sumber: Bank Indonesia, diolah Nilai Transaksi Kliring (SKNBI) Provinsi Sulawesi Tenggara Kliring Kredit Kliring Debet Sumber: Bank Indonesia, diolah Grafik 5.6 Volume Transaksi Kliring (SKNBI) Provinsi Sulawesi Tenggara TW IV 2017 Nominal 37.8% 62,2% 0,1% Cek Bilyet Giro Lain Transaksi 24% 75.7% 0,3% 237,4 Miliar Cek 390,9 Miliar BG 0,3 Miliar Lain 5382 Cek BG 76 Lain Sumber: Bank Indonesia, diolah Grafik 5.7 Preferensi Penggunaan Cek dan BG dalam Kliring Debet Penyerahan di Sultra transaksi Rp miliar/ hari 70,000 63,581 61,153 62, ,110 54,729 49,908 54, , ,370 50, share , ,3% 20 30, ,000 59,7% 10 10, I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Kliring Kredit Kliring Debet Total Kliring Sumber: Bank Indonesia, diolah Grafik 5.8 Perputaran Kliring Harian KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA 71

84 Ekonomi Makro Regional Keuangan Pemerintah Perkembangan Inflasi Daerah Stabilitas Keuangan Daerah Rp miliar Grafik 5.9 transaksi 1, I II III IV I II III IV % tolakan 8% 7% 6% 5% 4% 3% 2% 1% Nominal Transaksi (sb.kanan) Sumber: Bank Indonesia, diolah Penolakan Kliring (Cek/BG Kosong) di Sulawesi Tenggara - 3.1% 2.6% 2.2% Kolaka Konut 3.4% 2.6% Konawe 0.2% Muna Kolut 5.6% 0.1% Bombana Sumber: Bank Indonesia, diolah Grafik 5.11 Transaksi Kliring Per Kota/Kabupaten 0% I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Cek BG Total Kendari Baubau Muna Kolaka Konut Sumber: Bank Indonesia, diolah Sumber: Bank Indonesia, diolah Grafik 5.10 Persentase Tolakan Berdasarkan Warkat Grafik 5.12 Perkembangan Transaksi Kliring Per Kota/Kabupaten 1,800 1,600 1,400 1,200 1, % Baubau Rp miliar TW IV % 0.1% Kendari mencapai Rp22,8 miliar/hari sementara kliring debet mencapai Rp9,8 miliar/hari. Grafik 5.8 Dalam melakukan transaksi usahanya, pemilik rekening giro lebih banyak memanfaatkan Bilyet Giro (BG) daripada cek. Pada triwulan IV 2017, sebanyak 75,7% transaksi kliring debet adalah dengan menggunakan BG dengan nominal mencapai Rp390,9 miliar. Sementara itu, pemanfaatan cek hanya sebanyak 24% dengan nilai sebesar Rp237,4 miliar, sedangkan penggunaan warkat lain sebesar 0,3% dari total transaksi kliring debet. Dari sisi kepatuhan dan risiko kredit, penarikan cek dan BG kosong mengalami penurunan setelah sebelumnya tercatat sebanyak 706 lembar menjadi 517 lembar dengan nominal mencapai Rp19,76 miliar. Grafik 5.9 Dengan demikian, tingkat penarikan Cek/BG kosong pada triwulan III 2017 hanya sebesar 3,1% dari total penarikan kliring debet, lebih rendah daripada triwulan sebelumnya yang mencapai 3,3%. Penurunan tingkat penarikan Cek/BG kosong tersebut disebabkan dari penarikan cek kosong yang turun dari 2,9% menjadi 2,6% dan Bilyet Giro yang turun dari 2,5% menjadi 2,2% pada periode laporan. Grafik 5.10 Secara spasial, transaksi SKNBI masih dominan dilakukan di Kota Kendari dengan pangsa nominal mencapai 71,7% dari total transaksi kliring di Sulawesi Tenggara. Total transaksi kliring di Kota Kendari mencapai Rp1,45 triliun dan sudah menunjukkan kondisi perbaikan setelah sejak triwulan IV 2016 berada pada tren yang terus menurun. Kondisi perbaikan juga diikuti oleh Kota Baubau dengan transaksi kliring mencapai Rp330,9 miliar dengan pangsa mencapai 16,3%. Grafik Perkembangan Transaksi RTGS Berbeda dengan transaksi SKNBI, pada triwulan IV 2017 transaksi BI-RTGS di Sulawesi Tenggara justru menunjukkan adanya peningkatan. Pada periode tersebut transaksi BI-RTGS mencapai Rp917 miliar, atau tumbuh sebesar 14,5% (yoy). Grafik 5.13 Pemanfaatan sistem pembayaran nontunai nominal besar ini seiring dengan peningkatan kinerja 72 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2018

85 Sistem Pembayaran & Pengelolaan Uang Rupiah Kondisi Tenaga Kerja dan Kesejahteraan Prospek Perekonomian Daerah Rp miliar Grafik 5.13 lapangan usaha pertanian, konstruksi, industri pengolahan dan perdagangan di daerah ini. BI-RTGS merupakan sistem pembayaran nontunai dengan minimal nilai transaksi sebesar Rp100 juta sehingga lebih banyak digunakan untuk aktivitas ekonomi skala besar. Sementara itu untuk volume transaksi, pada triwulan IV 2017 tercatat mencapai 716 transaksi. Dengan jumlah transaksi yang lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun lalu, maka secara year-onyear total transaksi menggunakan BI RTGS juga meningkat. Pada periode tersebut rata-rata transaksi BI-RTGS mencapai Rp1,28 miliar, lebih rendah dari triwulan sebelumnya yang sebesar Rp1,44 miliar. Grafik 5.4 Kondisi perbaikan tersebut terlihat juga dari perputaran harian nilai transaksi RTGS yang dapat mencapai Rp14,8 miliar/hari, lebih tinggi daripada periode sebelumnya yang hanya sebesar Rp12,1 miliar/hari. Hal ini diikuti oleh jumlah transaksi harian yang mengalami kenaikan menjadi 11,5 transaksi/hari dari sebelumnya 8,4 transaksi/hari PENGELOLAAN UANG TUNAI Aliran Uang Kartal transaksi I II III IV I II III IV Nominal Transaksi Sumber: Bank Indonesia, diolah Perkembangan Transaksi RTGS Provinsi Sulawesi Tenggara Transaksi pembayaran tunai pada triwulan IV 2017 memiliki pola net-outflow, yaitu aliran uang yang keluar dari KPwBI Provinsi Sulawesi Tenggara lebih besar dibandingkan dengan uang yang masuk. Kondisi tersebut sama dengan pola di tahun sebelumnya. Aliran outflow pada periode tersebut Rp miliar/hari mencapai Rp1,92 triliun, naik 19,4% dibandingkan dengan periode sebelumnya yaitu sebesar Rp1,54 triliun. Sementara itu untuk aliran inflow atau aliran uang masuk ke KPwBI Provinsi Sulawesi Tenggara pada periode yang sama tercatat sebesar Rp444,8 miliar, menurun 11% dibandingkan dengan periode sebelumnya yang mencapai Rp492,1 miliar. Secara keseluruhan, selama tahun 2017 jumlah uang kartal yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia di Sulawesi Tenggara mencapai Rp5,22 triliun dan menyerap kembali sebesar Rp3,61 triliun. Karena jumlah outflow yang lebih besar daripada inflow, Rata rata harian nilai Rata rata harian volume Sumber: Bank Indonesia, diolah Grafik 5.14 Perputaran Harian Transaksi RTGS Provinsi Sulawesi Tenggara maka pada triwulan IV 2017 terjadi netoutflow sebesar Rp1,47 triliun. Grafik 5.16 Kondisi netoutflow tersebut disebabkan karena realisasi penarikan anggaran pemerintah, mulai bergairahnya kembali sektor pertambangan serta meningkatnya konsumsi masyarakat di penghujung tahun Selanjutnya uang kartal yang beredar akan terserap masuk kembali ke perbankan dan pada akhirnya masuk kembali ke Bank Indonesia pada saat bank mengalami kelebihan likuiditas uang kartal dan Uang Tidak Layak Edar (UTLE). transaksi/hari I II III IV I II III IV Untuk memperluas cakupan layanan kas ke seluruh wilayah Sulawesi Tenggara, Bank Indonesia melaksanakan kegiatan Kas Titipan 1. Saat ini di Sulawesi Tenggara, KPw BI Sulawesi Tenggara sudah memiliki 3 (tiga) Kas Titipan yang sudah berjalan yaitu Kas Titipan Baubau, Kas Titipan Kolaka, dan Kas Titipan Muna yang bertujuan untuk memenuhi Kas Titipan adalah kegiatan penyediaan uang rupiah milik Bank Indonesia yang dititipkan kepada salah satu bank untuk mencukupi persediaan kas bank-bank dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat di suatu wilayah/daerah tertentu. KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA 73

86 Ekonomi Makro Regional Keuangan Pemerintah Perkembangan Inflasi Daerah Stabilitas Keuangan Daerah Grafik 5.15 Rp Miliar -9,6 24,1 I II III IV I II III IV I II III IV Inflow g Inflow (sb. Kanan) %, yoy Outflow g Outflow (sb. Kanan) Sumber: Bank Indonesia, diolah Aliran Uang Kartal BI-Perbankan di Sulawesi Tenggara 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 35% 65% 12% 22% 14% 51% 0% I II III IV I II III IV KENDARI KASTIP BAUBAU KASTIP KOLAKA LAIN KASTIP MUNA Ket: Lain = Penukaran, Kas Keliling dan Penarikan Non bank Sumber: Bank Indonesia, diolah Grafik 5.17 Aliran Uang Kartal Keluar Berdasarkan Lokasi Kas Rp Miliar Rp miliar net outflow Grafik net inflow kebutuhan Uang Layak Edar (ULE) dan meningkatkan kualitas uang yang beredar di daerah tersebut. Pada triwulan IV 2017, penarikan perbankan dari Kas Titipan Baubau, Kolaka dan Muna sudah berlangsung efektif. Hal tersebut tercermin dari realisasi penarikan ketiga Kas Titipan tersebut yang masing-masing mencapai 14,2%, 22% dan 12% dari total outflow pada periode tersebut. Grafik 5.17 Dengan semakin tersebarnya layanan kas titipan, maka masyarakat dapat lebih mudah dan cepat mendapatkan uang kartal dalam jumlah nominal yang cukup serta kondisi Uang Layak Edar (ULE) dengan kualitas yang lebih baik Penyediaan Uang Layak Edar I II III IV I II III IV I II III IV Sumber: Bank Indonesia, diolah Posisi Net Outflow Uang Kartal di Sulawesi Tenggara Bank Indonesia secara berkala terus menjaga ketersediaan uang layak edar (ULE) di masyarakat. Uang layak edar adalah uang rupiah asli yang memenuhi persyaratan untuk diedarkan berdasarkan standar kualitas yang ditetapkan oleh Bank Indonesia Penyediaan uang rupiah yang berkualitas sangat penting untuk menjaga integritas rupiah sebagai salah satu simbol kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Selain itu, uang yang layak edar akan memberikan kenyamanan dalam bertransaksi bagi masyarakat. Uang rupiah dinyatakan tidak layak edar berdasarkan standar Bank Indonesia apabila kondisinya telah berubah, antara lain karena jamur, minyak, bahan kimia dan coretan atau uang yang fisiknya berubah karena terbakar, berlubang atau robek KAS KELILING Sumber: Bank Indonesia, diolah Grafik 5.18 Outflow Melalui Kegiatan Penukaran dan Kas Keliling di Sulawesi Tenggara Tidak hanya melalui penukaran di kantor Bank Indonesia, KPw BI Provinsi Sulawesi Tenggara juga memperluas jaringan pelayanan terhadap kebutuhan masyarakat atas uang layak edar dengan peran aktif perbankan yang ada di Sulawesi Tenggara untuk melayani penukaran uang pecahan kecil dan uang lusuh/rusak dari masyarakat. Sementara itu KPw BI Provinsi Sulawesi Tenggara juga tetap berupaya 4,2 I II III IV I II III IV PENUKARAN 74 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2018

87 Sistem Pembayaran & Pengelolaan Uang Rupiah Kondisi Tenaga Kerja dan Kesejahteraan Prospek Perekonomian Daerah Rp, Miliar Rasio (%) ,8% ,015 I II III IV I II III IV I II III IV Pemusnahan Rasio Pemusnahan/Inflow (sb.kanan) Sumber: Bank Indonesia, diolah 0 Pecahan ; 69,4% Pecahan ; 3,6% Pecahan ; 3,6% Pecahan ; 23,4% Sumber: Bank Indonesia, diolah Grafik 5.19 Rasio Pemusnahan Uang Rupiah Terhadap Inflow Grafik 5.20 Komposisi Pecahan Uang Palsu Yang Ditemukan secara langsung menyediakan uang layak edar melalui pelayanan penukaran uang rusak pada hari kerja tertentu. Pada triwulan IV 2017, kegiatan penukaran uang mencapai Rp11,42 miliar, meningkat 13% dari periode yang sama tahun sebelumnya yang hanya sebesar Rp9,98 miliar. Selain itu, KPw BI Provinsi Sulawesi Tenggara juga melakukan kegiatan Kas Keliling 2 di dalam kota maupun di luar Kota Kendari hingga wilayah terpencil yang sulit dijangkau oleh layanan perbankan. Selama bulan Oktober hingga Desember 2017, kegiatan kas keliling telah dilakukan sebanyak 7 (tujuh) kali kegiatan, dengan rincian 5 (lima) kegiatan di luar Kota Kendari dan 2 (dua) kegiatan di dalam Kota Kendari. Kas keliling di luar Kota Kendari tersebut dilakukan di Kabupaten Konawe Kepulauan, Bombana, Kabaena, Buton Utara, hingga pulau terluar di Kabupaten Wakatobi. Di sisi lain, demi menjaga agar kualitas uang yang beredar di masyarakat dalam kondisi yang baik, Bank Indonesia juga secara berkala melakukan kegiatan pemusnahan Uang Tidak Layak Edar (UTLE). Pada triwulan IV 2017, uang yang telah dimusnahkan mencapai Rp564 miliar, dengan rasio 126% terhadap inflow di periode yang sama. Grafik 5.19 Hal tersebut sejalan dengan kebijakan clean money policy melalui peningkatan standar kualitas uang (soil level 3 ) yang diedarkan. Keberhasilan implementasi clean money policy tersebut tercermin dari hasil survei yang dilakukan di Kota Kendari dan Kota Baubau pada semester II Tingkat soil level untuk Uang Pecahan Besar (UPB) di Sulawesi Tenggara mencapai level 12 (standar:8) dan Uang Pecahan Kecil (UPK) mencapai level 11 (standar: 6) Perkembangan Temuan Uang Tidak Asli Pecahan besar masih mendominasi peredaran uang tidak asli yang ditemukan pada triwulan IV Selama triwulan IV 2017, telah ditemukan uang tidak asli sebanyak 111 lembar, menurun dibandingkan dengan penemuan pada triwulan III yang berjumlah 877 lembar. Temuan uang tidak asli selama triwulan IV 2017 didominasi oleh pecahan uang Rp50.000,- sebanyak 77 lembar, 26 lembar pecahan uang Rp ,-, 4 lembar pecahan uang Rp20.000,- dan 4 lembar pecahan uang Rp10.000,-. Grafik 5.20 Temuan uang tidak asli tersebut berasal dari beberapa sumber, antara lain laporan bank, laporan masyarakat, pengolahan uang di BI, serta hasil temuan kasus pemalsuan uang rupiah oleh pihak kepolisian. Sebagai upaya untuk mengantisipasi peredaran uang palsu sekaligus memberikan edukasi bagi masyarakat mengenai ciri-ciri keaslian uang rupiah, KPw BI Provinsi Sulawesi Tenggara juga senantiasa melakukan kegiatan sosialisi ciri-ciri 2 Kas Keliling adalah kegiatan penukaran uang rupiah oleh Bank Indonesia kepada masyarakat atau pihak lain yang melakukan kerja sama dengan Bank Indonesia dengan menggunakan moda transportasi; dilakukan dengan mekanisme retail (kepada masyarakat umum) dan wholesale (kepada perbankan). 3 Soil Level yang digunakan Bank Indonesia memiliki kisaran soil level 1 sampai dengan 16. Soil level 1 adalah uang yang sangat tidak layak edar dan soil level 16 adalah uang hasil cetak sempurna (HCS) dari Perum Peruri. KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA 75

88 Ekonomi Makro Regional Keuangan Pemerintah Perkembangan Inflasi Daerah Stabilitas Keuangan Daerah keaslian uang rupiah dan cara memperlakukan uang dengan baik secara kontinu kepada seluruh komponen di Sulawesi tenggara di setiap kegiatan yang dilakukan Bank Indonesia maupun bersama stakeholder dalam berbagai kegiatan lainnya melalui slogan 3D (Dilihat, Diraba, Diterawang). 76 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2018

89 Sistem Pembayaran & Pengelolaan Uang Rupiah Kondisi Tenaga Kerja dan Kesejahteraan Prospek Perekonomian Daerah KONDISI TENAGA KERJA & KESEJAHTERAAN 6 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA 77

90 Ekonomi Makro Regional Keuangan Pemerintah Perkembangan Inflasi Daerah Stabilitas Keuangan Daerah 6.1. KETENAGAKERJAAN Kondisi ketenagakerjaan di Sulawesi Tenggara pada triwulan IV 2017 diindikasikan mengalami perbaikan terutama dari sisi permintaan tenaga kerja (demand of labor). Hal ini sejalan dengan terjadinya peningkatan pertumbuhan ekonomi pada lapangan usaha yang menyerap banyak tenaga kerja seperti lapangan usaha pertanian dan usaha perdagangan. Sementara itu, dari sisi penawaran tenaga kerja (supply of labor) diindikasikan terjadi penurunan. Hal tersebut dipengaruhi oleh penurunan angkatan kerja. Penawaran Tenaga Kerja Pada triwulan IV 2017, kondisi penawaran tenaga kerja di Sulawesi Tenggara masih menggunakan hasil Sakernas Agustus 2017 yang menunjukkan adanya penurunan. Hal ini diindikasikan dengan adanya penurunan angkatan kerja sebesar 4,23% (yoy). Grafik 6.1 Pada periode Agustus 2017, jumlah angkatan kerja mencapai jiwa. Sementara itu, penduduk usia kerja (di atas 15 tahun) mencapai jiwa pada bulan Agustus 2017, meningkat sebesar 2,41% dibandingkan dengan posisi Agustus Dengan kondisi tersebut Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) pada posisi Agustus 2017 hanya sebesar 68,70%, lebih rendah daripada Agustus 2016 yang dapat mencapai 73,47%. Meskipun demikian, TPAK pada periode tersebut merupakan kondisi natural di Sulawesi Tenggara karena secara jangka panjang 2006 s.d 2016, rata-rata TPAK di provinsi ini adalah sebesar 68,69%. Dengan TPAK yang lebih rendah, maka jumlah penawaran tenaga kerja menjadi lebih rendah karena penduduk dengan usia yang produktif memilih untuk tidak masuk ke dalam angkatan kerja. Dibandingkan dengan penawaran tenaga kerja di Pulau Sulawesi, TPAK di Sulawesi Tenggara merupakan yang tertinggi diikuti oleh Sulawesi Tengah dengan TPAK sebesar 67,14%. TPAK di keseluruhan Pulau Sulawesi hanya mencapai 63,53% sementara TPAK Indonesia sudah mencapai 66,67%. Preferensi penduduk yang memilih untuk tidak masuk ke dalam angkatan kerja tersebut terlihat dari adanya peningkatan jumlah penduduk usia kerja dengan kegiatan Bukan Angkatan Kerja sebesar 20,80% (yoy) sehingga pada bulan Agustus 2017 jumlahnya mencapai jiwa. Peningkatan tersebut terjadi pada jumlah penduduk yang melakukan aktivitas mengurus rumah tangga sebesar 23,69% (yoy) dan penduduk yang bersekolah sebesar 8,08% (yoy). Dari total jumlah penduduk usia kerja yang bukan angkatan kerja tersebut terdapat 60,51% yang mengurus rumah tangga dan sebanyak 29,65% yang sekolah. Permintaan Tenaga Kerja Meskipun pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tenggara pada triwulan IV 2017 mengalami perlambatan, namun dari sisi permintaan tenaga kerja menunjukkan adanya peningkatan. Kondisi ini terjadi karena penyebab perlambatan pada periode tersebut adalah dari lapangan usaha pertambangan yang hanya memiliki tenaga kerja relatif kecil yaitu dengan pangsa sebesar 1,94% dari keseluruhan penduduk yang bekerja di Sulawesi Tenggara. Sebaliknya, Tabel 6.1 Jenis Kegiatan Utama Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas di Sulawesi Tenggara Angka tahunan menggunakan angka bulan Agustus JENIS KEGIATAN Penduduk Usia Kerja Angkatan Kerja Bekerja Pengangguran Bukan Angkatan Kerja Sekolah Mengurus Rumah Tangga Lainnya Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) 66,87 68,35 73,47 68,70 Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) 4,43 5,55 2,72 3,30 Sumber: BPS (Sakernas) 78 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2018

91 Sistem Pembayaran & Pengelolaan Uang Rupiah Kondisi Tenaga Kerja dan Kesejahteraan Prospek Perekonomian Daerah %, yoy %, yoy 2,7 20,80 25,0 20,0 2,6 10,16 15,0 10,0 2,5 2,41 5,0 2,48 2,4 0,0-5,0 2,3-4,23-10,0-15,0 2,2-14,09-20,0 Agst Agst Agst Agst Agst Penduduk >15 th Angkatan Kerja (sb. Kanan) Bukan Angkatan Kerja (sb. Kanan) Sumber: BPS (Sakernas), diolah Grafik 6.1 Pertumbuhan Penduduk Usia Kerja dan Angkatan Kerja Sulawesi Tenggara Pertanian Industri Tambang Konstruksi Perdagangan Hotel & Resto Angkutan Jasa SULTRA 4% 8% 13% 6% 8% 3% 6% 20% 77% 96% 88% 100% 88% 83% 94% 70% 89% Meningkat Tetap Menurun 15% 6% 8% 10% 3% 5% Sumber: SK, SKDU - KPw BI Sultra, diolah Grafik 6.3 Kondisi Realisasi Penyerapan Tenaga Kerja Berdasarkan Sektor Usaha Indeks 10,0% 7,5% 5,0% 2,5% 0,0% -2,5% -5,0% -7,5% -10,0% Grafik Indeks Penggunaan Tenaker - Sisi Pelaku Usaha Indeks Ketersediaan Lapangan Pekerjaan-Sisi RT (sb.kanan) Sumber: SKDU KPw BI Sultra, diolah lapangan usaha dengan jumlah tenaga kerja yang lebih besar seperti pada usaha pertanian, usaha perdagangan, usaha industri pengolahan dan usaha konstruksi mengalami peningkatan kinerja pada periode tersebut. I II III IV I II III IV I II III IV SBT, Indeks , ,7% 100 Penggunaan Tenaga Kerja dan Ketersediaan Lapangan Pekerjaan Peningkatan penyerapan tenaga kerja pada triwulan IV 2017 tercermin dari meningkatnya indeks realisasi penggunaan tenaga kerja sesuai hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) dan Survei Konsumen (SK) terkait indeks persepsi rumah tangga terhadap ketersediaan lapangan pekerjaan. Indeks ketersediaan lapangan kerja meningkat dari 106,0 di triwulan III 2017 menjadi 127,7 di triwulan IV Grafik 6.2 Sementara itu, Indeks Realisasi Penggunaan Tenaga Kerja pada triwulan IV 2017 mencapai 2,7%, lebih tinggi dari triwulan sebelumnya yang hanya sebesar 1,3%. Peningkatan tersebut didorong oleh meningkatnya realisasi penggunaan tenaga kerja pada lapangan usaha pertanian dan pertambangan orang Sumber: National Single Window for Investment, diolah Grafik 6.4 Ketersediaan Lapangan Pekerjaan Dari Sisi Tenaga Kerja Pada lapangan usaha pertanian, terdapat 4% pelaku usaha yang mengalami peningkatan penggunaan tenaga kerja, sementara pada lapangan usaha pertambangan terdapat 13% pelaku usaha yang mengalami peningkatan. Grafik 6.3 Kondisi tersebut dipengaruhi faktor perluasan usaha, produksi yang meningkat dan adanya penambahan mesin baru. Sebaliknya pada lapangan usaha industri pengolahan, terdapat 15% pelaku usaha yang mengalami penurunan penggunaan tenaga kerja karena alasan efisiensi proses produksi. Meskipun demikian, secara umum kondisi ketenagakerjaan di Sulawesi Tenggara masih dalam kondisi yang aman karena sebanyak 89% pelaku usaha tidak melakukan penambahan atau pengurangan tenaga kerja I II III IV I II III IV I II III IV PMA PMDN Penambahan tenaga kerja juga berasal dari adanya investasi swasta dalam bentuk PMA (Penanaman Modal Asing) maupun PMDN (Penanaman Modal Dalam Negeri). Pada triwulan IV 2017, realisasi KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA 79

92 Pertanian Tambang Industri LGA Konstruksi Perdagangan Tranportasi Keuangan Kendari Baubau Muna Konkep Konut SULTRA Kolaka Kolut Busel Buton Wakatobi Koltim Konawe Buteng Konsel Butur Mubar Bombana Jasa 4,23 3,30 2,97 2,62 2,61 2,47 2,43 2,08 1,94 1,69 1,65 1,48 0,56 0,47 5,65 5,41 7,22 7,07 Ekonomi Makro Regional Keuangan Pemerintah Perkembangan Inflasi Daerah Stabilitas Keuangan Daerah %, pangsa 40 37, ,94 8,47 0,45 19,15 20,86 6,48 3,53 2, investasi swasta yang dilakukan di Sulawesi Tenggara dapat menyerap tambahan tenaga kerja sebesar jiwa, yaitu 85,1% berasal dari investasi PMA dan sebesar 14,9% berasal dari investasi PMDN. Grafik 6.4 Dengan demikian, selama tahun 2017 terdapat penambahan lapangan pekerjaan baru sebanyak 7.738, lebih tinggi dari penambahan tahun sebelumnya yang hanya sebesar Secara tahunan, penyerapan tenaga kerja baru dengan adanya investasi swasta tersebut tumbuh sebesar 11,1%. Agu-16 Agu-17 Kondisi Penduduk Bekerja & Pengangguran Kondisi penduduk bekerja di Sulawesi Tenggara menggunakan hasil Sakernas Agustus Pada periode tersebut jumlah penduduk yang bekerja mencapai jiwa pada bulan Agustus Jika dibandingkan dengan kondisi tahun sebelumnya, jumlah penduduk bekerja tersebut mengalami penurunan sebesar 4,80% (yoy), sementara jika dibandingkan dengan kondisi bulan Februari 2017, terjadi penurunan sebesar 4,98%. Jika dilihat dari sektor ekonominya, sektor pertanian masih menjadi dominasi penyerap tenaga kerja yaitu sebesar 37,07% disusul oleh sektor jasa kemasyarakatan sebesar 20,86% dan sektor perdagangan sebesar 19,15%. Grafik 6.5 Sementara untuk jenis pekerjaan yang dominan pada bulan Agustus 2017 adalah kelompok orang yang bekerja sebagai buruh/karyawan yaitu sebesar 33,17%. Sumber: BPS diolah Grafik 6.5 Penyerapan Penduduk Bekerja Berdasarkan Sektor Sementara itu, jumlah angkatan kerja yang menganggur pada bulan Agustus 2017 adalah sebanyak jiwa. Jumlah pengangguran tersebut meningkat sebanyak jiwa atau sebesar 16,30% (yoy) dibandingkan dengan kondisi pada bulan yang sama tahun sebelumnya. Sementara itu jika dibandingkan dengan kondisi pada bulan Februari 2017, peningkatan jumlah pengangguran hanya sebesar 0,17%. Hal ini menunjukkan bahwa kecenderungan meningkatnya pengangguran sudah terjadi sejak awal tahun Dengan demikian, tingkat pengangguran terbuka (TPT) di Sulawesi Tenggara pada bulan Agustus 2017 tercatat sebesar 3,30% atau meningkat dibandingkan dengan kondisi pada bulan Agustus 2016 yang tercatat sebesar 2,72%. Secara spasial, tingkat pengangguran terbesar justru terdapat di daerah perkotaan yaitu di Kota Kendari (TPT 7,22%) dan Kota Baubau (TPT 7,07%). Sementara itu di daerah kabupaten tingkat penganggurannya relatif rendah dan hanya terdapat 3 daerah dengan TPT di atas TPT Sulawesi Tenggara yaitu di Kab. Muna, Kab. Konawe Kepulauan dan Kab. Konawe Utara. Grafik KESEJAHTERAAN Sumber: BPS Prov Sultra Grafik 6.6 Tingkat Pengangguran Terbuka Kabupaten/Kota Agustus 2017 Sejalan dengan perbaikan yang terjadi dari sisi ketenagakerjaan, kondisi kesejahteraan Sulawesi Tenggara juga terindikasi mengalami peningkatan pada triwulan IV Indikasi peningkatan kesejahteraan tersebut dicerminkan dengan adanya peningkatan tingkat penghasilan masyarakat. Hal ini terlihat dari hasil Survei Konsumen yang dilakukan oleh KPw BI Provinsi Sulawesi Tenggara yang menunjukkan peningkatan Indeks Penghasilan 80 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2018

93 Sistem Pembayaran & Pengelolaan Uang Rupiah Kondisi Tenaga Kerja dan Kesejahteraan Prospek Perekonomian Daerah Konsumen (IPK) dari 119 pada triwulan III 2017 menjadi 153 pada triwulan IV Grafik 6.7 Selain itu tingkat kemiskinan juga relatif menurun meskipun terdapat tingkat kesenjangan yang relatif lebih lebar daripada sebelumnya. Penghasilan Petani (NTP) Seperti telah diungkapkan sebelumnya, sektor pertanian merupakan sektor penyerap tenaga kerja terbesar di Sulawesi Tenggara. NTP merupakan suatu indikator kemampuan tukar produk pertanian untuk keperluan memproduksi produk pertanian. Penghasilan petani merupakan salah satu tolok ukur dalam menentukan kesejahteraan masyarakat yang bekerja di sektor pertanian. Pada triwulan IV 2017, NTP Sulawesi Tenggara tercatat sebesar 95,3 atau sedikit meningkat dibandingkan dengan triwulan III 2017 yang tercatat sebesar 94,7. Grafik 6.8 Peningkatan NTP terjadi pada subsektor perikanan, perkebunan rakyat, holtikultura, dan tanaman pangan. Sementara itu hanya subsektor peternakan yang mengalami penurunan. NTP yang berada di bawah 100 menunjukkan bahwa rumah tangga yang bergerak di lapangan usaha pertanian secara umum masih harus mengeluarkan uang lebih besar daripada total pendapatannya. Kondisi tersebut terutama terjadi pada hampir seluruh subsektor kecuali pada subsektor perikanan dengan NTP 115,3, dan peternakan dengan NTP 104,7. Kemiskinan Masih rendahnya NTP di Sulawesi Tenggara juga menyebabkan tingkat kemiskinan masih relatif tinggi terutama di daerah perdesaan. Sesuai data BPS Provinsi Sulawesi Tenggara diketahui bahwa penduduk miskin pada bulan September 2017 (rilis bulan Januari 2018) tercatat sebanyak 313,16 ribu orang atau sebesar 11,97 % dari total penduduk Sulawesi Tenggara. Grafik 6.9 Jumlah tersebut menurun jika dibandingkan dengan data pada bulan Maret 2017 yang tercatat sebanyak 12,81%. Penurunan terjadi pada daerah perkotaan dan daerah pedesaan. Dari jumlah penduduk miskin tersebut, 78,3% atau 245,19 ribu jiwa berada di daerah pedesaan sedangkan sisanya sebesar 21,7 % atau 67,96 ribu jiwa berada di perkotaan. Penurunan kondisi kemiskinan tersebut terjadi walaupun garis kemiskinan juga mengalami peningkatan karena inflasi. Garis kemiskinan meningkat dari Rp ,- per kapita per bulan pada Maret 2017 menjadi Rp ,- per kapita per bulan pada September Kondisi tersebut menunjukkan adanya peningkatan kesejahteraan secara umum karena peningkatan garis kemiskinan tidak diikuti dengan peningkatan tingkat kemiskinan. Ketimpangan Pengeluaran Konsentrasi jumlah penduduk miskin di pedesaan menjadi tantangan pembangunan ekonomi oleh pemangku kepentingan khususnya pemerintah daerah, mengingat potensi sumber daya alam Sulawesi Tenggara yang dominan berada di daerah pedesaan khususnya di sektor primer yaitu sektor pertanian namun hasilnya belum secara optimal mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat di pedesaan secara lebih luas. Sementara itu, jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan yang terus meningkat juga harus mendapatkan perhatian SBT 180 Perikanan 114,7 115, Peternakan 104,9 104,7 150 Perkebunan Rakyat 89, , Hortikultura 90,2 90, Tanaman Pangan 89,6 90,7 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Total 94, ,3 Indeks Penghasilan Saat ini 70,0 80,0 90,0 100,0 110,0 120,0 Indeks Ekspektasi Penghasilan 2017 III 2017 IV Sumber: SK KPw BI Sultra, diolah Sumber: BPS Prov Sultra, diolah Grafik 6.7 Indeks Penghasilan Konsumen Grafik 6.8 Perkembangan NTP Sulawesi Tenggara KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA 81

94 Ekonomi Makro Regional Keuangan Pemerintah Perkembangan Inflasi Daerah Stabilitas Keuangan Daerah ribu jiwa % ,96 245, ,81 11, ,75 67, Mar-15 Sep-15 Mar-16 Sep-16 Mar-17 Sep-17 Penduduk Miskin Desa Penduduk Miskin Kota Persentase Penduduk Miskin (sb.kanan) Sumber: BPS Prov Sultra, diolah Grafik 6.9 Perkembangan Penduduk Miskin Sulawesi Tenggara ,42 0,409 0,4 0,404 0,38 0,36 0,373 0,34 0,32 0,3 Maret Sept Maret Sept Maret Sept Perkotaan Pedesaan SULTRA Sumber: BPS Prov Sultra, diolah Grafik 6.10 Gini Rasio Sulawesi Tenggara khusus mengingat jumlahnya pada bulan September tersebut merupakan yang tertinggi dalam periode 3 tahun terakhir. Ketimpangan pengeluaran penduduk Sulawesi Tenggara juga masih belum mengalami perbaikan bahkan cenderung semakin besar. Hal tersebut tercermin dari adanya peningkatan gini ratio dari 0,394 pada bulan Maret 2017 menjadi 0,404 pada bulan September Semakin tinggi nilai gini ratio menunjukkan ketimpangan suatu daerah yang semakin tinggi. Berdasarkan daerah tempat tinggalnya, peningkatan gini ratio terjadi baik di daerah perkotaan maupun pedesaan. Untuk daerah perkotaan gini ratio pada bulan Maret 2017 tercatat sebesar 0,403, meningkat menjadi sebesar 0,409 pada periode September Sementara untuk daerah pedesaan juga meningkat dari 0,358 pada bulan Maret 2017 menjadi 0,373 pada bulan September KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2018

95 Sistem Pembayaran & Pengelolaan Uang Rupiah Kondisi Tenaga Kerja dan Kesejahteraan Prospek Perekonomian Daerah BOKS 02 DINAMIKA PERTUMBUHAN EKONOMI & KETENAGAKERJAAN 1. Korelasi Pertumbuhan Ekonomi & Penyerapan Tenaga Kerja Pergerakan perekonomian secara agregat di Sulawesi Tenggara pada 2006 sampai dengan 2010 memiliki korelasi yang positif dengan tenaga kerja mengingat saat terjadi peningkatan pertumbuhan ekonomi maka terjadi peningkatan jumlah penduduk yang bekerja. Namun sejak 2011 s.d 2016 hubungan tersebut menjadi berkorelasi negatif, karena peningkatan pertumbuhan ekonomi justru menyebabkan terjadinya penurunan jumlah penduduk yang bekerja. Kondisi tersebut terjadi karena karakteristik ketenagakerjaan di provinsi ini yang memiliki pangsa cukup besar untuk pekerja dengan kegiatan utama selain bekerja (bekerja merupakan kegiatan sampingan). Saat kondisi perekonomian mengalami perlambatan, penduduk yang semula merupakan bukan angkatan kerja karena mengurus rumah tangga atau bersekolah beralih menjadi angkatan kerja dan bekerja untuk mendapatkan penghasilan maupun membantu keluarganya mendapatkan penghasilan. Sebaliknya, saat kondisi perekonomian meningkat maka keluarga tidak perlu mencari tambahan penghasilan selain dari penghasilan kepala keluarga dan juga usaha perseorangan dapat membayar pekerja dan tidak menggunakan tenaga keluarganya. Selain itu, struktur perekonomian dan tenaga kerja secara sektoral juga berbeda sehingga korelasi antara pertumbuhan ekonomi dan peningkatan penduduk yang bekerja relatif lemah secara jangka panjang. Sektor utama pada perekonomian tahun 2016 berturut-turut adalah sektor pertanian (23,5%), sektor pertambangan (19,8%), sektor konstruksi (13,2%), sektor perdagangan hotel restoran (13,2%), dan sektor jasa (12,6%). Sementara itu penyerapan terbesar tenaga kerja berturut-turut berada pada sektor pertanian (38,9%), sektor perdagangan hotel restoran (20,0%), sektor jasa (8,5%), sektor industri (7,4%) dan sektor konstruksi (6,7%). Perbedaan yang cukup besar adalah pada sektor pertambangan yang merupakan sektor ekonomi terbesar ke-2, namun hanya menyerap sebanyak 2,1% dari total pekerja pada tahun Padahal pergerakan pertumbuhan ekonomi di Sulawesi Tenggara sangat dipengaruhi oleh kinerja sektor pertambangan dengan korelasi (R 2 ) sebesar 0,86. yoy 14,0% 12,0% 10,0% 8,0% 6,0% 4,0% 2,0% 0,0% yoy 15,0% 10,0% 5,0% 0,0% -5,0% -10,0% pangsa 45,0% 38,9% 40,0% 35,0% 30,0% 23,5% 25,0% 19,8% 20,0% 18,5% 20,0% 13,2% 13,2% 15,0% 12,6% 7,4% 7,0% 10,0% 6,2% 6,7% 4,2% 4,7% 5,0% 2,1% 0,3% 1,6% 0,0% 0,2% PDRB Sumber: BPS, diolah Pekerja (sb.kanan) Grafik 1. Pergerakan Pertumbuhan Ekonomi dan Pertumbuhan Pekerja Sumber: BPS, diolah PDRB Pekerja Grafik 2. Perbandingan Struktur Perekonomian dan Struktur Tenaga Kerja KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA 83

96 Ekonomi Makro Regional Keuangan Pemerintah Perkembangan Inflasi Daerah Stabilitas Keuangan Daerah Secara sektoral, sektor pertanian merupakan sektor terbesar pada perekonomian dan merupakan penyerap terbesar tenaga kerja. Korelasi yang kuat terjadi pada pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan pekerja di sektor ini, namun hanya terjadi pada periode tahun 2006 s.d 2014 saja. Selanjutnya terjadi hubungan yang negatif pada tahun 2015 dan 2017 pada kondisi perekonomian dan tenaga kerja. Seperti yang telah diungkapkan sebelumnya, kondisi ini terjadi karena adanya perubahan perilaku penduduk bukan angkatan kerja yang masuk ke dalam angkatan kerja untuk mendapatkan tambahan penghasilan bagi keluarganya maupun membantu keluarga mendapatkan penghasilan. Terlebih karena pada sektor ini terdapat 39% pekerja yang merupakan pekerja tidak dibayar. %, yoy %, yoy 10,0% 15,0% 8,0% 6,0% 4,0% 2,0% 0,0% PDRB Sumber: BPS (Sakernas 2016), diolah Pekerja (sb.kanan) Grafik 3. Pergerakan Pertumbuhan Ekonomi dan Pertumbuhan Pekerja Sektor Pertanian 10,0% 5,0% 0,0% -5,0% -10,0% -15,0% -20,0% %, yoy %, yoy 10,0% 80,0% 8,0% 6,0% 4,0% 2,0% 0,0% PDRB Sumber: BPS (Sakernas 2016), diolah Pekerja (sb.kanan) 60,0% 40,0% 20,0% 0,0% -20,0% -40,0% Grafik 4. Pergerakan Pertumbuhan Ekonomi dan Pertumbuhan Pekerja Sektor Industri Pengolahan Sementara itu pada sektor pertambangan, menunjukkan hubungan yang positif namun relatif lemah antara pertumbuhan ekonomi pada sektor tersebut dengan pertumbuhan pekerjanya. Hubungan yang positif tersebut terjadi karena sebagian besar pekerja pada sektor ini adalah pekerja dengan status sebagai buruh atau karyawan, yaitu sebesar 70% dari total pekerja pada sektor ini. Karena berstatus sebagai buruh atau karyawan, maka penyerapan maupun pelepasan tenaga kerja memerlukan waktu sesuai dengan jenis kontrak atau perjanjian kerjanya. Pada sektor ini, jumlah karyawan yang memiliki kontrak (karyawan tetap dan PKWT) mencapai 40,9%, sementara sebanyak 38,9% tidak memiliki kontrak atau perjanjian kerja. Hal yang sama juga terjadi pada sektor yang seharusnya banyak menyerap tenaga kerja, yaitu industri pengolahan. Pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan pekerja pada sektor tersebut juga menunjukkan hubungan yang positif meskipun lemah. Hal ini terutama terjadi karena beberapa faktor yaitu: 1) buruh atau karyawan pada sektor ini hanya sebesar 19% sehingga penyerapan tenaga kerja formal relatif terbatas; 2) kegiatan industri lebih banyak berupa industri perseorangan maupun UMKM karena sebanyak 23,9% pekerja memiliki status berusaha sendiri, dan sebanyak 22,1% pekerja memiliki status berusaha dibantu buruh tidak tetap; 3) terdapat pekerja yang tidak dibayar sebesar 22,1% pada sektor ini dan merupakan pekerja yang dapat keluar-masuk angkatan kerja dengan bebas. 84 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2018

97 Sistem Pembayaran & Pengelolaan Uang Rupiah Kondisi Tenaga Kerja dan Kesejahteraan Prospek Perekonomian Daerah 2. Produktivitas Tenaga Kerja Dari sisi produktivitas, tenaga kerja di Sulawesi Tenggara pada tahun 2016 secara riil (dengan menggunakan harga konstan) dapat menghasilkan Rp63,7 juta per pekerja selama 1 tahun. Tingkat produktivitas tersebut mengalami peningkatan yang cukup besar selama 10 tahun terakhir. Pada tahun 2006, produktivitas riil tenaga kerja di provinsi ini hanya sebesar Rp34,9 juta per pekerja. Peningkatan produktivitas tertinggi terjadi pada tahun 2012 karena pertumbuhan ekonomi mencapai 11,7% namun penduduk yang bekerja mengalami penurunan sebesar 4,9%. Meskipun demikian, sejak tahun 2013 produktivitas tenaga kerja menunjukkan perlambatan dan bahkan mengalami penurunan pada tahun Secara sektoral, produktivitas tertinggi terjadi pada sektor pertambangan sedangkan yang paling rendah adalah pada sektor pertanian. Rp/pekerja 80,0 70,0 60,0 50,0 40,0 30,0 20,0 10,0 0,0 %, yoy 20,0% 15,0% 10,0% 5,0% 0,0% -5,0% -10,0% Rp juta/pekerja 700,0 598,3 600,0 500,0 400,0 300,0 200,0 38,5 53,4 80,5 126,6 42,1 95,2 169,7 43,6 100,0 0,0 Produktivitas Perubahan Produktivitas (yoy) Sumber: BPS (Sakernas 2016), diolah Grafik 5. Produktivitas Tenaga Kerja di Sultra Sumber: BPS (Sakernas 2016), diolah Grafik 6. Produktivitas Tenaga Kerja Sektoral 3. Elastisitas Penyerapan Tenaga Kerja Meskipun hubungan antara pertumbuhan ekonomi dengan pertumbuhan penduduk bekerja tidak terlalu kuat bahkan cenderung negatif, namun secara level PDRB dengan jumlah penduduk bekerja masih menunjukkan hubungan yang kuat. Dengan menggunakan metode regresi didapatkan elastisitas penyerapan tenaga kerja terhadap output perekonomian yang dihasilkan. Elastisitas penyerapan tenaga kerja di Sulawesi Tenggara mencapai 0,788. Dengan demikian setiap terjadi penambahan 1% PDRB Sulawesi Tenggara akan direspon dengan penambahan tenaga kerja sebesar 0,79%. Kondisi tersebut, jika dibandingkan dengan provinsi lainnya di Sulawesi relatif baik dan berada di posisi ke-2 setelah Sulawesi Selatan. Meskipun demikian, jika dibandingkan dengan elastisitas agregat KTI, tingkat penyerapan tenaga kerja di Sulawesi Tenggara tersebut masih lebih rendah. Secara sektoral, elastisitas terbesar terjadi pada sektor pertanian dengan nilai sebesar 0,79. Selanjutnya diikuti oleh sektor perdagangan hotel dan restoran, sektor jasa dan sektor industri. Sementara itu, elastisitas pada sektor yang sangat berpengaruh terhadap PDRB yaitu sektor pertambangan justru paling rendah dengan nilai sebesar 0,61. KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA 85

98 Ekonomi Makro Regional Keuangan Pemerintah Perkembangan Inflasi Daerah Stabilitas Keuangan Daerah 0,81 0,8 0,79 0,78 0,77 0,774 0,784 0,789 0,788 0,781 0,786 0,799 0,802 0,850 0,800 0,750 0,700 0,650 0,600 0,550 0,795 0,728 0,684 0,637 0,610 0,764 0,760 0,715 0,625 0,76 0,500 Sultra KTI Sumber: BPS (Sakernas ), diolah Grafik 7. Perbandingan Elastisitas Penyerapan Pekerja Sumber: BPS (Sakernas ), diolah Grafik 8 Elastisitas Penyerapan Pekerja Sektoral 86 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2018

99 Sistem Pembayaran & Pengelolaan Uang Rupiah Kondisi Tenaga Kerja dan Kesejahteraan Prospek Perekonomian Daerah PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH 7 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA 87

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA NOVEMBER 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA NOVEMBER 2017 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA NOVEMBER 2017 Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi/ Salinan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA NOVEMBER 2016

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA NOVEMBER 2016 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi/ Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2017 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi/ Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh

Lebih terperinci

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: Februari 2018 Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: http://www.bi.go.id/id/publikasi/kajian-ekonomi-regional/ Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA TRIWULAN II 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA TRIWULAN II 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA TRIWULAN II 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA TRIWULAN III 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA TRIWULAN III 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA TRIWULAN III 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA TRIWULAN I 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA TRIWULAN I 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA TRIWULAN I 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA MEI 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA MEI 2017 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA MEI 2017 Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi/ Salinan

Lebih terperinci

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: November 2017 Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: http://www.bi.go.id/id/publikasi/kajian-ekonomi-regional/ Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012 KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012 Januari 2013 Kinerja Ekonomi Daerah Cukup Kuat, Inflasi Daerah Terkendali Ditengah perlambatan perekonomian global, pertumbuhan ekonomi berbagai daerah di Indonesia

Lebih terperinci

Kajian. Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Tengah

Kajian. Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Tengah Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Triwulan III 2015 1 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat-nya (KEKR) Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan III

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA TRIWULAN IV 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA TRIWULAN IV 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA TRIWULAN IV 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA Vol. 3 No. 3 Triwulanan Juli - September 2017 (terbit November 2017) Triwulan III 2017 ISSN xxx-xxxx e-issn xxx-xxxx KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA NOVEMBER 2017 DAFTAR ISI 2 3 DAFTAR

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Asesmen Ekonomi Laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada triwulan II 2012 tercatat sebesar 7,25%, mengalami perlambatan dibandingkan

Lebih terperinci

Halaman ini sengaja dikosongkan.

Halaman ini sengaja dikosongkan. 2 Halaman ini sengaja dikosongkan. KATA PENGANTAR Puji serta syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmat dan ridha- IV Barat terkini yang berisi mengenai pertumbuhan ekonomi,

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA AGUSTUS 2017 Vol. 3 No. 2 Triwulanan April - Jun 2017 (terbit Agustus 2017) Triwulan II 2017 ISSN 2460-490257 e-issn 2460-598212 KATA PENGANTAR RINGKASAN

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Asesmen Ekonomi Pada triwulan I 2012 pertumbuhan Kepulauan Riau mengalami akselerasi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat 6,34% (yoy)

Lebih terperinci

Publikasi ini dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini dapat diakses secara online pada: A FEBRUARI 218 Publikasi ini dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi Salinan publikasi dalam bentuk hardcopy dapat diperoleh di: Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan Kantor Perwakilan

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013 Asesmen Ekonomi Perekonomian Kepulauan Riau (Kepri) pada triwulan II-2013 mengalami pelemahan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pada

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI 2017 1 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia- Ekonomi dan Keuangan Regional

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2014 No. 048/08/63/Th XVIII, 5Agustus PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- Ekonomi Kalimantan Selatan pada triwulan II- tumbuh sebesar 12,95% dibanding triwulan sebelumnya (q to q) dan apabila

Lebih terperinci

BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL

BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL Tren melambatnya perekonomian regional masih terus berlangsung hingga triwulan III-2010. Ekonomi triwulan III-2010 tumbuh 5,71% (y.o.y) lebih rendah dibandingkan triwulan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TAHUN 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TAHUN 2016 BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 11/02/35/Th.XV, 6 Februari 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TAHUN 2016 EKONOMI JAWA TIMUR TAHUN 2016 TUMBUH 5,55 PERSEN MEMBAIK DIBANDING TAHUN 2015 Perekonomian Jawa Timur

Lebih terperinci

Publikasi ini dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini dapat diakses secara online pada: A NOVEMBER 217 Publikasi ini dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi Salinan publikasi dalam bentuk hardcopy dapat diperoleh di: Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan Kantor Perwakilan

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan -2012 Asesmen Ekonomi Pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada tahun 2012 tercatat 8,21% lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2011 yang tercatat

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan IV - 2015 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Unit Asesmen

Lebih terperinci

Dari sisi permintaan (demmand side), perekonomian Kalimantan Selatan didorong permintaan domestik terutama konsumsi rumah tangga.

Dari sisi permintaan (demmand side), perekonomian Kalimantan Selatan didorong permintaan domestik terutama konsumsi rumah tangga. No. 064/11/63/Th.XVIII, 5 November 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN III-2014 Perekonomian Kalimantan Selatan pada triwulan III-2014 tumbuh sebesar 6,19 persen, lebih lambat dibandingkan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN III-2013 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX 2013 KATA PENGANTAR Buku Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sumatera Utara merupakan terbitan

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi & Keuangan Regional Triwulan III 2014

Kajian Ekonomi & Keuangan Regional Triwulan III 2014 Kajian Ekonomi & Keuangan Regional Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Tenggara KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL (www.bi.go.id) KATA PENGANTAR Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI KALIMANTAN UTARA AGUSTUS 217 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA Provinsi Kalimantan Utara Publikasi ini dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH FEBRUARI 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH FEBRUARI 2017 FEBRUARI 217 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunianya Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Jawa Tengah Februari 217 dapat dipublikasikan.

Lebih terperinci

BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN

BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN BAB 5 SISTEM PEMBAYARAN BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN Transaksi sistem pembayaran tunai di Gorontalo pada triwulan I-2011 diwarnai oleh net inflow dan peningkatan persediaan uang layak edar. Sementara itu,

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2013

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2013 No. 046/08/63/Th XVII, 2 Agustus 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2013 Ekonomi Kalimantan Selatan pada triwulan II-2013 tumbuh sebesar 13,92% (q to q) dan apabila dibandingkan dengan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS 2017 1 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia- Ekonomi dan Keuangan Regional

Lebih terperinci

Tim Penulis: Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan KPw BI Provinsi Kaltara CP. dan

Tim Penulis: Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan KPw BI Provinsi Kaltara CP. dan Edisi Agustus 217 Buku Kajian Ekonomi dan Regional ini Diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kalimantan Utara Jl. Mulawarman No. 123, Kota Tarakan 77117 No. Telp: 551-38 7777. Fax:

Lebih terperinci

PAPARAN BANK INDONESIA RAKORDAL TW II 17. Kalimantan Tengah. Kalimantan Tengah

PAPARAN BANK INDONESIA RAKORDAL TW II 17. Kalimantan Tengah. Kalimantan Tengah Kalimantan Tengah PAPARAN BANK INDONESIA RAKORDAL TW II 17 Kalimantan Tengah Pertumbuhan Ekonomi & Inflasi Tahun 2017 Pasca meningkat cukup tinggi pada triwulan I 2017, ekonomi Kalimantan Tengah diperkirakan

Lebih terperinci

6.1. Kinerja Sistem Pembayaran Transaksi Keuangan Secara Tunai Transaksi Keuangan Secara Non Tunai... 74

6.1. Kinerja Sistem Pembayaran Transaksi Keuangan Secara Tunai Transaksi Keuangan Secara Non Tunai... 74 i ii ii 1.1. Analisis PDRB Dari Sisi Penawaran... 3 1.1.1. Sektor Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan... 4 1.1.2. Sektor Pertambangan dan Penggalian... 6 1.1.3. Sektor Industri Pengolahan... 8 1.1.4. Sektor

Lebih terperinci

RAKORDAL PROVINSI KALTENG TRIWULAN III 2016

RAKORDAL PROVINSI KALTENG TRIWULAN III 2016 RAKORDAL PROVINSI KALTENG TRIWULAN III 2016 EKONOMI NASIONAL KONDISI EKONOMI NASIONAL TRIWULAN II 2016 INFLASI=2,79% GROWTH RIIL : 2,4% Ekonomi Nasional dapat tumbuh lebih dari 5,0% (yoy) pada triwulan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2017 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi/ Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan November 216 (terbit setiap triwulan) KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO ACEH

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO ACEH PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO ACEH Ekonomi Aceh dengan migas pada triwulan II tahun 2013 tumbuh sebesar 3,89% (yoy), mengalami perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 4,79% (yoy). Pertumbuhan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI PAPUA TAHUN 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI PAPUA TAHUN 2016 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI PAPUA No. 10/02/94/Th. X, 6 Februari 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI PAPUA TAHUN 2016 EKONOMI PAPUA TAHUN 2016 TUMBUH 9,21 PERSEN TUMBUH LEBIH CEPAT DIBANDING TAHUN LALU Perekonomian

Lebih terperinci

PROVINSI SUMATERA UTARA

PROVINSI SUMATERA UTARA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA "Mengoptimalkan Potensi Perekonomian Domestik Sumatera Utara Februari 2017 VISI DAN MISI Visi Bank Indonesia: Menjadi lembaga bank sentral

Lebih terperinci

TRIWULAN III 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH I SULAWESI MALUKU PAPUA

TRIWULAN III 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH I SULAWESI MALUKU PAPUA Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan TRIWULAN III 214 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH I SULAWESI MALUKU PAPUA Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI 2017 MEI KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia-nya Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Jawa Tengah Mei dapat dipublikasikan. Buku ini

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI KEUANGAN REGIONAL Provinsi Kalimantan Selatan Triwulan III - 2014 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah II Kalimantan Kata Pengantar KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada

Lebih terperinci

BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL

BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL Perekonomian Gorontalo triwulan I-2013 tumbuh 7,63% (y.o.y) lebih baik dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 7,57% (y.o.y.) Pencapaian tersebut masih

Lebih terperinci

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara Ringkasan Eksekutif Asesmen Ekonomi Di awal tahun 2009, imbas krisis finansial global terhadap perekonomian Kepulauan Riau dirasakan semakin intens. Laju pertumbuhan ekonomi memasuki zona negatif dengan

Lebih terperinci

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Penurunan momentum pertumbuhan ekonomi Kepulauan Riau di periode ini telah diperkirakan sebelumnya setelah mengalami tingkat pertumbuhan

Lebih terperinci

Triwulan III Kajian Ekonomi Regional Banten

Triwulan III Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan III 212 Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan III 212 1 Triwulan III 212 Halaman ini sengaja dikosongkan 2 Triwulan III 212 KATA PENGANTAR Puji serta syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT,

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Banten

Kajian Ekonomi Regional Banten Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan I - 2009 i Kata Pengantar Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt yang telah melimpahkan segala rahmat-nya sehingga penyusunan buku Kajian Ekonomi Regional

Lebih terperinci

Perkembangan Perekonomian Terkini. Peluang Pengembangan Perekonomian. Proyeksi Perekonomian Ke depan

Perkembangan Perekonomian Terkini. Peluang Pengembangan Perekonomian. Proyeksi Perekonomian Ke depan 01 02 03 Perkembangan Perekonomian Terkini Peluang Pengembangan Perekonomian Proyeksi Perekonomian Ke depan 2 Produk Domestik Regional Bruto Nasional Balikpapan Kaltim Industri Konstruksi Transportasi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI KALIMANTAN TIMUR DAN KALIMANTAN UTARA MEI 217 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA Provinsi Kalimantan Timur Publikasi ini dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN IV-2009 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 108 BANDUNG Telp : 022 4230223 Fax : 022 4214326 Visi Bank Indonesia

Lebih terperinci

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: AGUSTUS 2017 Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: http://www.bi.go.id/id/publikasi/kajian-ekonomi-regional/ Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI KALIMANTAN BARAT FEBRUARI 2018

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI KALIMANTAN BARAT FEBRUARI 2018 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI KALIMANTAN BARAT FEBRUARI 2018 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI KALIMANTAN BARAT Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh dengan menghubungi: Tim

Lebih terperinci

Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi

Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Tim Advisory dan Pengembangan Ekonomi KPW BI Provinsi NTT Jl. El Tari No. 39 Kupang NTT (38) 832-364 / 827-916 ; fax : [38] 822-13 www.bi.go.id Daftar Isi

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI UTARA TRIWULAN III/2014

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI UTARA TRIWULAN III/2014 No. 68/11/71/Th. VIII, 5 November 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI UTARA TRIWULAN III/2014 Perekonomian Sulawesi Utara yang diukur berdasarkan besaran PDRB atas dasar harga berlaku pada ulan III/2014

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI ACEH 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI ACEH 2016 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH No. 09/02/Th.XX, 6 Februari 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI ACEH EKONOMI ACEH SELAMA TAHUN DENGAN MIGAS TUMBUH 3,31 PERSEN, TANPA MIGAS TUMBUH 4,31 PERSEN. Perekonomian Aceh

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 263 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 Tim Penulis

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH No. 11/02/72/Th. XVII. 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH Ekonomi Sulawesi Tengah pada tahun 2013 yang diukur dari persentase kenaikan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Mei 217 (terbit setiap triwulan) KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia

Lebih terperinci

BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN

BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN No. 63/11/73/Th. VIII, 5 November 2014 EKONOMI SULAWESI SELATAN TRIWULAN III TUMBUH SEBESAR 6,06 PERSEN Perekonomian Sulawesi Selatan pada triwulan III tahun 2014 yang diukur

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI SELATAN TRIWULAN I-2014

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI SELATAN TRIWULAN I-2014 BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN No. 26/05/73/Th. VIII, 5 Mei 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI SELATAN TRIWULAN I-2014 PEREKONOMIAN SULAWESI SELATAN TRIWULAN I 2014 BERTUMBUH SEBESAR 8,03 PERSEN Perekonomian

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI ACEH TRIWULAN III

PERTUMBUHAN EKONOMI ACEH TRIWULAN III BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH No. 51/11/Th.XIX, 7 November PERTUMBUHAN EKONOMI ACEH TRIWULAN III - EKONOMI ACEH TRIWULAN III TAHUN DENGAN MIGAS TUMBUH 2,22 PERSEN, TANPA MIGAS TUMBUH 3,31 PERSEN

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI KALIMANTAN TIMUR FEBRUARI 218 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA Provinsi Kalimantan Timur Publikasi ini dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2016 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NTB No. 12/02/52/Th.X, 6 Februari 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2016 EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TUMBUH 5,82 PERSEN Sampai dengan triwulan IV-2016 perekonomian

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI UTARA TRIWULAN II-2015

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI UTARA TRIWULAN II-2015 No. 56/08/71/Th. IX, 5 Agustus 2015 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI UTARA TRIWULAN II-2015 PEREKONOMIAN SULAWESI UTARA TRIWULAN II-2015 TUMBUH 6,27 PERSEN Perekonomian Sulawesi Utara Triwulan II-2015 yang

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2009 127 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2009 Tim Penulis

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI KALIMANTAN BARAT TRIWULAN III 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI KALIMANTAN BARAT Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh dengan menghubungi:

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOVEMBER 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOVEMBER 2017 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOVEMBER 2017 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI KALIMANTAN BARAT Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh dengan menghubungi: Tim

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TAHUN 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TAHUN 2016 No. 12/02/51/Th. XI, 6 Februari 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TAHUN EKONOMI BALI TAHUN TUMBUH 6,24 PERSEN MENINGKAT JIKA DIBANDINGKAN DENGAN TAHUN SEBELUMNYA. Perekonomian Bali tahun yang diukur berdasarkan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN BONGKAR BARANG

PERKEMBANGAN BONGKAR BARANG TON PERSEN BAB 1 Sementara itu tumbuhnya kegiatan impor luar negeri sedikit diredam oleh melambatnya kinerja impor antar pulau. Indikator dimaksud ditunjukkan oleh volume bongkar di beberapa pelabuhan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO Triwulan II-29 Perekonomian Indonesia secara tahunan (yoy) pada triwulan II- 29 tumbuh 4,%, lebih rendah dari pertumbuhan triwulan sebelumnya (4,4%). Sementara itu, perekonomian

Lebih terperinci

Provinsi Nusa Tenggara Timur

Provinsi Nusa Tenggara Timur KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur triwulan I 2015 FOTO : PULAU KOMODO Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur Penerbit : KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Barat Kajian Triwulanan Periode Agustus 2016 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT Agustus 2016 KANTOR PERWAKILAN

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI UTARA TRIWULAN II-2017

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI UTARA TRIWULAN II-2017 No. 74/08/71/Th. XI, 7 Agustus 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI UTARA TRIWULAN II-2017 PEREKONOMIAN SULAWESI UTARA TRIWULAN II-2017 TUMBUH 5,80 PERSEN Perekonomian Sulawesi Utara Triwulan II-2017 yang

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2014 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NTB No. 13/02/52/Th.IX, 5 Februari 2015 PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2014 EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2014 TUMBUH 5,06 PERSEN Perekonomian Provinsi

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TRIWULAN I-2017

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TRIWULAN I-2017 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NTB No. 31/05/52/Th XI, 5 Mei 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TRIWULAN I-2017 EKONOMI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT TRIWULAN I-2017 MENGALAMI KONTRAKSI SEBESAR

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO 1.2 SISI PENAWARAN Di sisi penawaran, hampir keseluruhan sektor mengalami perlambatan. Dua sektor utama yang menekan pertumbuhan ekonomi triwulan III-2012 adalah sektor pertanian dan sektor jasa-jasa mengingat

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN II-2017

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN II-2017 BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 52/08/35/Th.XV, 7 Agustus 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN II-2017 EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN II-2017 TUMBUH 5,03 PERSEN MELAMBAT DIBANDING TRIWULAN II-2016 Perekonomian

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI LAMPUNG TAHUN 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI LAMPUNG TAHUN 2016 BPS PROVINSI LAMPUNG No. 09/02/18 Tahun XVIII, 6 Februari 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI LAMPUNG TAHUN 2016 EKONOMI LAMPUNG TAHUN 2016 TUMBUH 5,15 PERSEN MENGUAT DIBANDINGKAN TAHUN SEBELUMNYA Perekonomian Lampung

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan III 2012 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH No. 06/02/72/Th. XIV. 7 Februari 2011 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH Ekonomi Sulawesi Tengah tahun 2010 yang diukur dari kenaikan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan 2000

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 2012

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 2012 No.11/02/63/Th XVII, 5 Februari 2012 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 2012 Perekonomian Kalimantan Selatan tahun 2012 tumbuh sebesar 5,73 persen, dengan pertumbuhan tertinggi di sektor konstruksi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN IV 2015 VISI DAN MISI Visi Bank Indonesia: Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di Regional melalui penguatan nilai-nilai

Lebih terperinci

TRIWULAN IV 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN

TRIWULAN IV 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan TRIWULAN IV 215 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Ternate, 21 November 2016 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI MALUKU UTARA. Dwi Tugas Waluyanto Kepala Perwakilan

KATA PENGANTAR. Ternate, 21 November 2016 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI MALUKU UTARA. Dwi Tugas Waluyanto Kepala Perwakilan NOVEMBER 2016 KATA PENGANTAR Tugas Bank Indonesia berdasarkan UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan UU No. 3 Tahun 2004 adalah menetapkan dan melaksanakan kebijakan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH VISI Menjadi Kantor Bank Indonesia yang dapat dipercaya di daerah melalui peningkatan peran dalam menjalankan tugas-tugas Bank Indonesia yang diberikan. MISI Mendukung

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL. Provinsi Nusa Tenggara Timur

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL. Provinsi Nusa Tenggara Timur KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur November 2016 Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Unit Asesmen Ekonomi dan Keuangan KPW BI Provinsi NTT Jl. Tom Pello No. 2

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO 1.2 SISI PENAWARAN Dinamika perkembangan sektoral pada triwulan III-2011 menunjukkan arah yang melambat dibandingkan triwulan sebelumnya. Keseluruhan sektor mengalami perlambatan yang cukup signifikan

Lebih terperinci

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan I 2014

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan I 2014 Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan I 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA ...Memberikan saran kepada pemerintah daerah mengenai kebijakan

Lebih terperinci

LAPORAN LIAISON. Triwulan I Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh

LAPORAN LIAISON. Triwulan I Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh Triwulan I - 2015 LAPORAN LIAISON Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh terbatas, tercermin dari penjualan domestik pada triwulan I-2015 yang menurun dibandingkan periode

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 20

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 20 No. 10/02/63/Th XIV, 7 Februari 2011 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 20 010 Perekonomian Kalimantan Selatan tahun 2010 tumbuh sebesar 5,58 persen, dengan n pertumbuhan tertinggi di sektor

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN II 2013

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN II 2013 No. 45/08/72/Th. XVI, 02 Agustus 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN II 2013 Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tengah yang diukur berdasarkan kenaikan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) pada

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan I2009 Kantor Bank Indonesia Palangka Raya KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmatnya sehingga Laporan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGGARA TAHUN 2015

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGGARA TAHUN 2015 No. 05/02/Th. IX, 5 Februari 2016 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGGARA TAHUN 2015 EKONOMI SULAWESI TENGGARA TAHUN 2015 TUMBUH 6,88 PERSEN MENINGKAT DARI TAHUN SEBELUMNYA Perekonomian Sulawesi Tenggara

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Februari 218 (terbit setiap triwulan) KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TRIWULAN III-2016

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TRIWULAN III-2016 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NTB No. 73/11/52/X/2016, 7 November 2016 PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TRIWULAN III-2016 EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TRIWULAN III-2016 TUMBUH 3,47 PERSEN Perekonomian

Lebih terperinci