Laporan Analisis Portofolio dan Risiko Utang TAHUN 2013

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Laporan Analisis Portofolio dan Risiko Utang TAHUN 2013"

Transkripsi

1 Laporan Analisis Portofolio dan Risiko Utang TAHUN 213 Direktorat Strategi Dan Portofolio Utang Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang Tel Fax Gedung Frans Seda Jl. Wahidin Raya 1 (171)

2 Kata Pengantar Kata Pengantar Laporan Portofolio dan Risiko Utang merupakan laporan yang berisi tentang perkembangan portofolio dan risiko utang Pemerintah dan dokumentasi hal-hal yang mempengaruhi portofolio dan risiko utang Pemerintah pada periode tahun 213. Dengan adanya laporan ini diharapkan dapat menjelaskan relevansi atas kebijakankebijakan pengelolaan utang yang diambil Pemerintah dalam melakukan mitigasi terhadap risiko-risiko yang dihadapi pada tahun 213. Laporan ini disusun berdasarkan informasi yang diperoleh dari berbagai sumber antara lain Blomberg, Bank Indonesia, Biro Pusat Statistik, Pasar Saham dan data Pengelolaan Utang. Walaupun dalam penyusunan dokumen Laporan Portofolio dan Risiko Utang ini belum menggunakan metodologi yang baku, perbaikan dan penyempurnaan penyusunan laporan selalu dilakukan pada setiap tahunnya. Kami sangat menyadari bahwa laporan Portofolio dan Risiko Utang masih jauh dari sempurna, namun demikian kami berharap laporan Portofolio dan Risiko Utang tahun 213 dapat bermanfaat. Oleh karena itu, masukan, kritik maupun saran dari semua pihak sangat kami perlukan untuk penyempurnaan Laporan Portofolio dan Risiko Utang untuk ke depannya. Jakarta, Maret 214 Direktur Strategi dan Portofolio Utang ~./ ~ Scenaider C:rt:""Siahaan NIP

3 Daftar Isi Daftar Isi Ringkasan Eksekutif i A. Umum 1 B. Kondisi Perekonomian Global 2 C. Kondisi Perekonomian Domestik 4 D. Pengelolaan Portofolio Utang 7 E. Pengelolaan Risiko Utang 11 F. Strategi Pengelolaan Risiko Utang 16 G. Perkembangan Indikator Risiko Portofolio Utang 5 (Lima) Tahun Terakhir 17 G. Kesimpulan 18

4 Ringkasan Eksekutif Ringkasan Eksekutif Ekonomi dunia selama tahun 213 ditandai dengan recovery ekonomi negara-negara maju khususnya Amerika Serikat dan Inggris yang tumbuh lebih cepat, serta Jepang dan negara-negara zona Eropa yang mulai positif pertumbuhannya, sementara pertumbuhan ekonomi negara-negara berkembang/emerging market mengalami perlambatan. Fenomena lain selama tahun 213 adalah adanya pembalikan arus modal dari negara berkembang kembali ke Amerika Serikat akibat adanya rencana pengurangan besaran kebijakan tapering quantitative easing (QE). Perekonomian Indonesia sendiri juga mengalami perlambatan dimana pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) riil sebesar 5,8% di bawah ekspektasi semula sebesar 6%. Penurunan laju pertumbuhan ekonomi disebabkan oleh beberapa hal, antara lain akibat kebijakan menaikan BI rate yang diambil sebagai langkah penanganan defisit neraca transaksi berjalan serta depresiasi Rupiah akibat Q.E tapering. Menurunnya angka pertumbuhan ekonomi menyebabkan target penerimaan pajak Pemerintah tidak tercapai sehingga menyebabkan naiknya defisit. Meningkatnya defisit APBN 213 dipenuhi oleh penambahan penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) dan penarikan pinjaman program. Sebagai akibat penambahan pembiayaan utang dan menurunnya laju pertumbuhan ekonomi adalah naiknya outstanding utang dan rasio utang pemerintah terhadap PDB. Adanya depresiasi Rupiah terhadap mata uang asing khususnya USD yang cukup tinggi juga berperanan besar dalam meningkatkan outstanding utang dan rasio utang terhadap PDB. Outstanding utang akhir 213 sebesar Rp2.371,4 triliun mengalami kenaikan sebesar Rp393,7 triliun (2%) dari outstanding akhir tahun 212, sementara rasio utang Pemerintah terhadap PDB mencapai 26,7% naik dari 24% tahun sebelumnya. Adanya depresiasi Rupiah dan meningkatnya BI rate, serta bertambahnya jumlah pembiayaan utang menyebabkan meningkatnya risiko portofolio utang. Perubahan tingkat risiko portofolio utang dapat dilihat pada tabel berikut: i

5 Ringkasan Eksekutif No Jenis Risiko Indikator Risiko Des 212 Des 213 Perubahan Keterangan 1 Risiko Tingkat Bunga Refixing rate 22.41% 23.2%.79% Peningkatan tingkat risiko 2 Risiko Nilai Tukar Porsi Utang valas terhadap Total Utang 44.48% 46.7% 2.22% Peningkatan tingkat risiko 3 Risiko Refinancing Average Time to Maturity 9.89 tahun 9.69 Tahun.2 tahun Peningkatan tingkat risiko Portofolio utang Pemerintah mengalami peningkatan tingkat risiko selama tahun 213 bila dibandingkan tahun 212 baik itu untuk risiko nilai tukar, risiko tingkat bunga dan risiko pembiayaan kembali (refinancing). ii

6 Pg. 1 Umum A. Umum Ekonomi dunia selama tahun 213 ditandai dengan recovery ekonomi negara-negara maju khususnya Amerika Serikat dan Inggris yang tumbuh lebih cepat, serta Jepang dan negara-negara zona Eropa yang mulai positif pertumbuhannya, sementara pertumbuhan ekonomi negara-negara berkembang/emerging market mengalami perlambatan. Fenomena lain selama tahun 213 adalah adanya pembalikan arus modal dari negara berkembang kembali ke Amerika Serikat akibat adanya rencana pengurangan besaran kebijakan QE tapering. Perekonomian Indonesia selama tahun 213 mengalami sejumlah tantangan yaitu meningkatnya defisit neraca transaksi berjalan, tingginya inflasi, serta pengaruh kebijakan tapering yang diambil US Fed. Pada bulan Juni 213 Pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) sebagai langkah untuk mengendalikan defisit akibat membengkaknya subsidi BBM, serta untuk mengurangi pemakaian dan impor BBM yang memperberat defisit neraca transaksi berjalan. Penyesuaian harga BBM telah meningkatkan angka inflasi menjadi 8,2% dari perkiraan 7,2%. Faktor lain yang menjadi tantangan adalah rencana US Federal Reserve (Fed) untuk mengurangi besaran QE secara bertahap yang diantisipasi oleh investor dengan menarik investasinya dari Indonesia, sehingga menyebabkan Rupiah terdepresiasi, yield SBN meningkat drastis dan indeks BEI turun. Pemerintah dan Bank Indonesia mengambil sejumlah kebijakan untuk memperbaiki neraca transaksi berjalan melalui peningkatan BI rate dan sejumlah kebijakan fiskal yang berakibat menurunnya angka pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB). Lebih rendahnya angka pertumbuhan PDB yang mencapai 5,8% atau di bawah ekspektasi semula sebesar 6%, menyebabkan penerimaan pajak Pemerintah tidak seperti yang diharapkan. Turunnya penerimaan pajak telah menyebabkan meningkatnya defisit APBN-P 213 menjadi 2,38% terhadap PDB dari 1,65% pada APBN 213. Meningkatnya defisit APBN 213 dipenuhi oleh penambahan penerbitan SBN dan penarikan pinjaman program. Sebagai akibat penambahan pembiayaan utang, depresiasi Rupiah dan menurunnya laju pertumbuhan ekonomi adalah naiknya outstanding utang dan rasio utang Pemerintah terhadap PDB. Outstanding utang akhir 213 sebesar Rp2.371,4 triliun naik sebesar Rp393,7 triliun (2%) dibandingkan akhir tahun 212, sementara rasio utang Pemerintah terhadap PDB mencapai 26,7% naik dari 24% tahun sebelumnya. Perkembangan rasio utang pemerintah terhadap PDB dalam beberapa tahun terakhir dapat dilihat pada grafik berikut :

7 Pg. 2 Kondisi Perekonomian Global 5% 4% 3% 2% Grafik 1 Perkembangan Debt to GDP Ratio Total Debt (rhs) GDP (rhs) Debt to GDP 8,242 T 7,427 T 6,423 T 5,613 T 26.18% 24.36% 24.% 28.34% 9,96 T 26.7% 1, 8, 6, 4, 1% 1,591 T 2,371 T 2, 1,682 T 1,89 T 1,978 T % (sumber : DJPU diolah) Rasio utang terhadap PDB tahun 213 membalikkan trend penurunan rasio pada tahun-tahun sebelumnya akibat adanya depresiasi Rupiah terhadap mata uang asing khususnya USD yang mencapai 26%. B. Kondisi Perekonomian Global Pada tahun 213 perekonomian Amerika Serikat memimpin pertumbuhan ekonomi negara-negara maju. Perekonomian AS mengalami pertumbuhan terbaik dalam 2 tahun terakhir yang disertai penurunan angka pengangguran, namun belum diikuti naiknya angka inflasi yang berada pada tingkat yang rendah yaitu 1,5%. Naiknya laju pertumbuhan ekonomi menjadi sinyal bagi US Fed untuk mulai melakukan tapering secara bertahap sebagaimana disampaikan oleh Gubernur US Fed pada bulan Mei 213. Akibat adanya sinyal kebijakan tapering ini, investor asing memutuskan untuk mengalihkan modalnya dari negara-negara emerging market ke Amerika Serikat. Negara-negara emerging market yang selama ini mengandalkan arus modal asing untuk menunjang pertumbuhan ekonominya serta untuk menutup defisit transaksi berjalan mengalami permasalahan akibat keluarnya arus modal asing tersebut. Negara yang paling terkena dampak dari kebijakan US Fed tersebut antara lain, Indonesia, India, Brazil, Turki, dan Afrika Selatan yang dijuluki fragile five oleh Morgan Stanley. Pada grafik 2 dapat dilihat laju Grafik 2 Perkembangan Ekonomi Dunia EURO World Indonesia US BRICS

8 Pg. 3 Kondisi Perekonomian Global pertumbuhan ekonomi dunia dimana negara-negara maju mulai mengalami percepatan pertumbuhan sementara negara-negara emerging market mengalami perlambatan. perekonomian, Untuk mengatasi kelesuan bank sentral negara-negara maju tetap melakukan kebijakan pelonggaran moneter dengan cara menjaga tingkat suku bunga ke nilai terendah. Pada tahun 213, tercatat European Central Bank (ECB) melakukan 2 (dua) kali penurunan tingkat suku bunga masing-masing 25bps sehingga tingkat suku bunga ECB base rate menjadi,25% di akhir tahun 213 dari,75% di awal tahun 213. Sementara itu kebijakan yang berbeda diterapkan oleh bank sentral negara-negara emerging market dimana bank-bank tersebut cenderung meningkatkan suku bunga untuk menjaga stabilitas nilai tukar akibat adanya aliran modal keluar. Tercatat Bank Indonesia beberapa kali meningkatkan BI Rate hingga ke level 7,5% sementara Banco Central do Brasil meningkatkan suku bunga hingga mencapai 1% diakhir tahun 213. Kebijakan longgar bank sentral memberikan dampak yang positif terhadap pasar keuangan global. Berlanjut dari tren di tahun 212, kebijakan QE menyebabkan pasar kebanjiran likuiditas dan pasar peminjaman antar bank juga semakin aktif yang ditandai dengan menurunnya spread antara USD Libor 3 month dengan US T-Bill. Hal ini menandakan kekhawatiran bank untuk meminjamkan modalnya semakin berkurang. Dari grafik 4 dapat dilihat TED spread yang semula ada di level 6 bps di akhir tahun 211 semakin menurun hingga mencapai level di bawah 2 bps di kuartal IV 213 yang mana angka tersebut menggambarkan kondisi perekonomian yang normal. (%) Jan'12 1 Jul'12 1 Jan'13 1 Jul'13 1 Jan'14 (%) BI Rate BOJ Rate Brazil Rate Grafik 4 Pergerakan LIBOR over T-Bill (%) Jan'12 1 Jul'12 1 Jan'13 1 Jul'13 1 Jan'14 Grafik 3 Central Bank Rate FED Target Rate ECB Base Rate (%)

9 Pg. 4 Kondisi Perekonomian Domestik Kebijakan tapering yang menyebabkan pembalikan arus modal dari aset yang berisiko seperti komoditas dan aset emerging market kepada US equity dan bond yang dianggap lebih aman dan memberikan return yang baik. Salah satu asset yang paling terpengaruh adalah emas yang harganya turun dari kisaran $18/troy ounce ke kisaran $13/troy ounce. Di samping itu menurunnya angka pertumbuhan China menyebabkan turunnya permintaan akan $US/barrel 14 komoditas khususnya batubara dan industrial metal, serta beberapa produk perkebunan seperti karet dan minyak kelapa sawit. Akibat turunnya harga komoditas dan QE tapering menyebabkan perekonomian negara-negara emerging market secara umum menurun. Untuk Indonesia, penurunan harga komoditas khususnya batu bara dan palm oil telah menyebabkan turunnya nilai ekspor dan penerimaan Pemerintah atas pajak dan bea 12 1 Grafik 5 Pergerakan Harga Emas dan Minyak Dunia 8 1, 1 Jan'12 1 Jul'12 1 Jan'13 1 Jul'13 1 Jan'14 Minyak brent Emas (rhs) $US/Oz 1,9 1,6 1,3 C. Kondisi Perekonomian Domestik Ditengah kondisi perekonomian negaranegara emerging market yang tidak menentu, perekonomian Indonesia turut mengalami permasalahan akibat rencana QE tapering dan tingginya defisit neraca transaksi berjalan (4,4% PDB pada Q2 213). Pada semester I tahun 213 permasalahan utama yang dihadapi oleh Pemerintah adalah tingginya angka subsidi BBM. Tingginya konsumsi BBM akibat pertumbuhan kendaraan dan rendahnya harga jual BBM subsidi telah menyebabkan belanja subsidi meningkat. Di samping itu turunnya produksi minyak domestik tidak mampu memenuhi kebutuhan sehingga menyebabkan impor BBM membengkak yang memperparah defisit neraca transaksi berjalan dan APBN. Pada Juni 213 Pemerintah melakukan kebijakan menaikkan harga BBM sekitar 4%. Akibat kenaikan tersebut angka inflasi naik ke tingkat tertinggi 8,2% (YoY) pada bulan Agustus 213. (%) Grafik 6 Perkembangan BI Rate, Inflasi dan Yield SUN Jan'12 1 Jul'12 1 Jan'13 1 Jul'13 1 Jan'14 BI Rate SUN 1 yr Inflasi (%)

10 Pg. 5 Kondisi Perekonomian Domestik Selain penyesuaian harga BBM pada akhir semester I juga terjadi permasalahan di pasar keuangan domestik yang dipicu oleh pidato Gubernur US Fed yang mengisyaratkan dimulainya QE tapering. Akibatnya terjadi pembalikan arus modal dari dalam negeri menuju ke US yang memicu turunnya indeks saham dan harga SBN serta menyebabkan Rupiah terdepresiasi cukup tinggi. Kondisi ini menyebabkan kesulitan bagi Pemerintah untuk mendapatkan pembiayaan akibat turunnya permintaan pada lelang SBN dan meningkatnya yield yang cukup drastis. Sebagai langkah pengendalian inflasi dan stabilisasi nilai tukar serta untuk memperbaiki neraca transaksi berjalan, Pemerintah dan Bank Indonesia mengambil sejumlah kebijakan yang diperlukan. Pemerintah mengambil kebijakan untuk mengerem impor khususnya barang mewah dan migas, dan menggalakkan ekspor melalui berbagai kemudahan dan fasilitas pajak. Bank Indonesia mengambil kebijakan meningkatkan BI rate dari 5,75% menjadi 7,5% dan memperkuat cadangan devisa melalui sejumlah kebijakan di bidang transaksi valuta asaing (valas). Setelah mengalami performa yang cukup baik pada semester I tahun 213, kinerja pasar saham dan pasar obligasi mengalami penurunan yang drastis di semester II 213 akibat rencana QE tapering. IHSG sempat mengalami penurunan sampai di bawah level 4 sementara IDMA bond price mengalami penurunan sampai ke level 95. Hal ini menunjukkan akibat dari pembalikan arus modal asing keluar dari pasar keuangan Indonesia. Pergerakan nilai tukar Rupiah selama tahun 213 mengalami tren pelemahan akibat defisit transaksi berjalan dan pembalikan arus modal asing keluar dari pasar keuangan domestik. Pelemahan kurs Rupiah tertinggi terjadi pada mata USD dan EUR sementara terhadap JPY relatif tetap. Yield curve SBN selama tahun 213 mengalami kenaikan yang cukup besar, seperti pada tenor 1 tahun meningkat dari 5,1% di akhir tahun 212 menjadi 8,3% di akhir tahun (Ribu Rp) Grafik 8 Pergerakan Mata Uang Dunia 213. Penyebab kenaikan yield SBN adalah kombinasi faktor domestik dan faktor global. Faktor domestik adalah naiknya angka inflasi, BI rate, depresiasi Rupiah serta defisit neraca Grafik 7 Pergerakan IHSG dan Bond Indeks Jan'12 1 Jul'12 1 Jan'13 1 Jul'13 1 Jan'14 IDMA Bond Price Index (Rp) Jan'12 1 Jul'12 1 Jan'13 1 Jul'13 1 Jan'14 USD/IDR EUR/IDR JPY/IDR -rhs IHSG -rhs

11 Pg. 6 Kondisi Perekonomian Domestik transaksi berjalan, sementara faktor global adalah meningkatnya risk averse dan rebalancing portofolio investor asing akibat QE tapering. Pada akhir tahun 213 dengan langkah kebijakan yang diambil Pemerintah dan BI yield curve SBN domestik menjadi lebih stabil. meyebabkan Akibat kebijakan QE tapering pembalikan arus modal asing, dimana kepemilikan asing pada SBN tradable domestik sempat turun dari posisi tertinggi pada bulan April 213 sebesar 34% menjadi terendah pada bulan Agustus 213 sebesar 31%, namun kepemilikan asing pada SBN domestik kembali meningkat pada kisaran 32% di akhir tahun 213. Secara nominal kepemilikan asing tertinggi terjadi pada akhir tahun 213 sebesar Rp323,7 trilliun atau meningkat sebesar Rp5,1 triliun dari akhir tahun 212. Hal tersebut menunjukkan dana asing mulai masuk ke pasar domestik kembali pada akhir tahun 213 sejalan dengan perbaikan neraca transaksi berjalan yang diikuti stabilnya nilai tukar rupiah serta tingginya spread antara yield SBN domestik dengan yield US treasury telah mendorong investor asing. Credit rating Indonesia selama tahun 213 tidak mengalami perubahan untuk Fitch dan Moody s masing-masing tetap pada level BBBdan Baa3 dengan outlook stabil sementara untuk S&P tetap pada level BB+ namun outlook yang sebelumnya positif turun menjadi stabil. Tetap bertahannya credit rating Indonesia menunjukkan kebijakan Pemerintah dan Bank Indonesia yang diambil dalam rangka penanganan defisit transaksi berjalan dan stabilisasi nilai tukar Rupiah dianggap telah menghasilkan dampak positif. (%) Grafik 9 Yield Curve SUN Domestik 1Y 3Y 5Y 7Y 9Y 11Y13Y15Y 18Y 2Y 3Y 3/29/13 6/28/13 9/3/13 12/31/13 Grafik 1 Perkembangan Kepemilikan SBN Tradable (Triliun IDR) 1, (%) 1 % 1 Jan'12 1 Jul'12 1 Jan'13 1 Jul'13 1 Jan'14 asing non perbankan BBB 13 BB- 9 BBB- 12 BB+ 11 BB 1 perbankan % asing thd. total (rhs) Grafik 11 Perkembangan Credit Rating B Fitch's S&P's Moody's (RHS) % 4% 3% 2% 1% Baa2 13 Baa Ba1 1 Ba2 9Ba3 8B1

12 Pg. 7 Pengelolaan Portofolio Utang D. Pengelolaan Portofolio Utang Pada akhir tahun 213 terjadi peningkatan outstanding utang Pemerintah yang cukup signifikan yaitu sebesar Rp393,7 triliun (naik sebesar 2%) yaitu dari Rp1.977,7 triliun di akhir tahun 212 menjadi Rp2.371,4 triliun di akhir 213. Apabila dirinci, peningkatan tersebut terdiri dari peningkatan outstanding instrumen SBN sebesar Rp3, triliun (naik sebesar 22%) yaitu dari Rp1.361, 1 triliun di 212 menjadi Rp1.661,1 triliun di 213 dan peningkatan outstanding instrumen Pinjaman sebesar Rp93,7 trilliun (naik sebesar 15%) dari Rp616,6 triliun di 212 menajdi Rp71,3 triliun di 213. Peningkatan outstanding SBN disebabkan karena adanya opersasi penerbitan SBN baik itu di pasar global maupun pasar domestik. Sementara kenaikan oustanding Pinjaman disebabkan oleh karena depresiasi nilai tukar Rupiah terhadap mata uang asing (lebih dari 99% oustanding Pinjaman berdenominasi dalam valas). Dengan demikian pada akhir tahun 213 terjadi perubahan komposisi utang, dimana porsi instrumen SBN meningkat menjadi 7,% sementara porsi instrumen pinjaman menurun menjadi 3,%. Dapat dilihat dalam tabel 1 porsi intrumen Pinjaman semakin menurun dari tahun ke tahun, hal ini disebabkan oleh strategi pembiayaan utang Pemerintah yang mengutamakan pembiayaan utang melalui penerbitan SBN dibandingkan dengan penarikan Pinjaman. Tabel 1. Perkembangan Utang Pemerintah Outs % Outs % Outs % Outs % Outs % SBN , , , , Denominasi Rupiah , , Denominasi Valas Pinjaman Denominasi Rupiah Denominasi Valas Total Utang 1, , , , , USD/IDR 9,4 8,991 9,68 9,67 12,189 Sumber : DJPU

13 Pg. 8 Pengelolaan Portofolio Utang PORTOFOLIO SBN Untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan APBN-P 213 Pemerintah menargetkan penerbitan SBN gross sebesar Rp323,23 triliun, dari target tersebut terealisasi sebesar Rp322,73 triliun (99,84%). Realisasi penerbitan SBN tersebut terdiri dari penerbitan Tabel 2. Realisasi Penerbitan SBN 213 APBN-P 213 Realisasi % Realisasi SBN Gross Domestik Valas Jatuh Tempo (85.61) (85.61) 1. Buyback (1.55) (1.55) 1. SBN Neto Sumber : DJPU SUN sebesar Rp269,6 trilliun atau sebesar 83,5% dari total penerbitan dan penerbitan SBSN sebesar Rp57,8 trilliun atau sebesar 16,5% dari total penerbitan. Sedangkan bila dilihat dari mata uang penerbitan, realisasi penerbitan SBN tersebut terdiri dari penerbitan SBN domestik sebesar Rp263,9 triliun atau sekitar 81,8% dari total penerbitan dan penerbitan SBN valas sebesar Rp58,7 triliun atau sebesar 18,2% dari total penerbitan. IDR Triliun Grafik 12 Realisasi Penerbitan SBN Bruto Bruto Rp27,1T Bruto Rp167,3T Rp148,5T Bruto Rp268,5T Bruto Rp322,7T 1% 8% 6% 4% 2% % Netto Redemption & Buyback penerbitan valas -rhs Sumber : DJPU, diolah 1,75 1,5 1,25 1, Grafik 13 Perkembangan Outs. SBN FR SBN Valas Non Tradable VR IFR SPN porsi valas -rhs Sumber : DJPU, diolah 35% 3% 25% 2% 15% 1% 5% % Dari grafik 12 dapat dilihat perkembangan kebutuhan pembiayaan APBN melalui penerbitan SBN dari tahun ke tahun yang semakin meningkat. Dengan adanya peningkatan tersebut maka terjadi peningkatan outsanding SBN. Dari grafik 13 menunjukkan bahwa terjadi peningkatan outstanding SBN pada hampir semua seri, kecuali seri variable rate (VR). Porsi outstanding SBN valas terhadap total SBN juga semakin meningkat dari tahun ke tahun seiring dengan kebijakan Pemerintah untuk melakukan penerbitan SBN dalam mata uang USD dan JPY. Khusus untuk tahun 213, peningkatan outstanding SBN valas melonjak cukup tajam yang disebabkan juga oleh pelemahan nilai tukar Rupiah terhadap mata uang USD. Pada tahun 213 terjadinya penurunan volume transaksi sekunder di pasar SBN bila dibandingkan dengan tahun 212. Hal ini terjadi karena goncangan di pasar keuangan global dan domestik. Penurunan volume transaksi tersebut disebabkan adanya capital outflow dana asing. Sempat menurun pada akhir kuartal II 213, transaksi sekunder pasar SBN kembali meningkat sampai akhir tahun 213. Pola ini mirip dengan pola kepemilikan asing SBN

14 Pg. 9 Pengelolaan Portofolio Utang tradable pada grafik 1 yang disebabkan adanya aliran modal asing yang masuk kembali ke pasar domestik. Sementara itu performa di pasar perdana SBN yang ditunjukkan oleh bid to cover ratio pada lelang pasar perdana mengalami penurunan. Walaupun penawaran yang masuk lebih tinggi dibandingkan tahun 212, namun terdapat kenaikan jumlah penawaran yang dimenangkan yang mengakibatkan penurunan bid to cover ratio. (trilliun IDR) Grafik 14 Rata-rata Harian Transaksi Sekunder Pasar SBN Frekuensi - rhs Volume '8 '9 '1 '11 '12 Jan Feb Mar Apr Ma y Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Persepsi investor asing terhadap risiko berinvestasi di Indonesia dicerminkan oleh angka Credit Default Swap (CDS) Indonesia dan spread obligasi global Indonesia dengan Treasury Bond (T-Bond). Rencana QE tapering pada Juni 213 mempengaruhi persepsi investor terhadap risiko berinvestasi di Indonesia terlihat dari kenaikan CDS 1yr dan spread antara global bond Indonesia dan T-Bond. Namun dengan adanya kebijakan yang diambil Pemerintah dan Bank Indonesia perlahan-lahan persepsi investor mulai membaik seperti yang terlihat pada akhir tahun 213. Sumber : DJPU, diolah Sementara itu dampak negatif tapering tidak hanya berdampak pada Indonesia namun juga terhadap negara-negara lainnya terutama negara-negara emerging market. Premi CDS Indonesia bersama Turki meningkat tajam pada Juli 213 sementara negara lainnya seperti Filipina dan Thailand cenderung stabil. (Triliun IDR) Grafik 15 Bid to Cover Ratio Total Bid Total Awd Bid to Cover Ratio - rhs Sumber : DJPU, diolah Grafik 16 CDS Indo & Global Bond-TBond Spread 1 Jan'12 1 Jul'12 1 Jan'13 1 Jul'13 1 Jan'14 cds Indo 1 yr Grafik 17 Pergerakan CDS GB 1Yr to TBond spread 1 Jan'12 1 Jul'12 1 Jan'13 1 Jul'13 1 Jan'14 Indonesia (BBB-) Turki (BBB-) Filipina (BBB-) Thailand (BBB+)

15 Pg. 1 Pengelolaan Portofolio Utang PORTOFOLIO PINJAMAN Pada APBN-P tahun 213 ditargetkan pembiayaan melalui Pinjaman sebesar Rp49,5 triliun, yang terdiri dari Rp11,1 triliun Pinjaman Program dan Rp37,9 triliun Pinjaman Proyek dan Pinjaman Dalam Negeri sebesar Rp,5 triliun. Dari target APBN-P tersebut, terealisasi penarikan Pinjaman Program sebesar Rp18,39 triliun (165.1% dari target), terealisasi penarikan Pinjaman Proyek sebesar Rp31,12 triliun (82,1% dari target) dan terealisasi penarikan Pinjaman Dalam Negeri sebesar Rp,54 triliun (18,1% dari target). Realisasi disbursement Pinjaman Proyek yang masih rendah pada tahun 213 disebabkan karena keterlambatan Kementerian/Lembaga (K/L) dalam memenuhi condition precedent sebagai dasar efektifnya pinjaman. Selain itu pula disebabkan oleh keterlambatan K/L dalam menyelesaikan proses pengadaan serta lamanya proses penerbitan No Objection Letter (NOL) dari kreditur, sehingga mengganggu jadwal pengadaan. Sementara itu, realisasi Pinjaman Program yang melebihi target disebabkan adanya fleksibilitas pembiayaan. Relatif rendahnya realisasi disbursement Pinjaman dibandingkan dengan pembayaran repayment menyebabkan net flow instrumen Pinjaman menjadi negatif. Dalam realisasi APBN 213 terdapat negatif flow dari Pinjaman sebesar Rp7,2 triliun. Adapun perkembangan realisasi disbursement dan repayment Pinjaman selama lima tahun terakhir dapat dilihat pada grafik 18. Perkembangan outstanding Pinjaman sebagaimana tabel 4, dapat dilihat dari sisi kreditur maupun berdasarkan tujuan Pinjaman. Walapun realisasi net flow Pinjaman dalam APBN-P 213 berjumlah negatif tetapi dengan adanya depresiasi nilai tukar Rupiah terhadap mata uang asing menyebabkan terjadi peningkatan outstanding Pinjaman. Penurunan outstanding Pinjaman di tahun 213 baru dapat dilihat apabila outstanding Pinjaman disajikan dalam mata uang USD. Tabel 3. Realisasi Penerbitan Pinjaman 213 APBN-P % Realisasi 213 Realisasi Pinjaman Program equivalent miliar USD World Bank ADB JICA, Japan Pinjaman Proyek equivalent miliar USD Pinj. Dalam Negeri equivalent miliar USD.5.5 Total Pinjaman equivalent miliar USD Sumber : DJPU (Tr. IDR) 1 5 (5) (1) Grafik 18 Realisasi Pembiayaan Pinjaman (68) Sumber : LKPP, DJPU - diolah (51) (47) (51) (57) Pinj. Program Pinj. Proyek PDN Principal Net Flow (Tr. IDR) (2) (4) (6) (8) Tabel 4. Outstanding Pinjaman Berdasarkan Sumber Pinjaman Pinjaman Luar Negeri Multilateral Bilateral Komersial Supplier Pinjaman Dalam Negeri Berdasarkan Tujuan Pinjaman Program Proyek Total Loan Total Loan (USD bio) Sumber : DJPU

16 Pg. 11 Pengelolaan Risiko Utang E. Pengelolaan Risiko Utang RISIKO TINGKAT BUNGA Indikator risiko tingkat bunga portofolio utang Pemerintah yang ditunjukkan oleh rasio VR (variable/floating rate) serta rasio refixing rate. Dalam kegiatan pembiayaan melalui utang di tahun 213, Pemerintah lebih mengutamakan penerbitan SBN yang berkupon tetap sementara untuk Pinjaman porsi disbursement yang berbunga mengambang lebih besar dibandingkan yang berbunga tetap. Pada tahun 213 terjadi Tabel 5. Indikator Tingkat Bunga Utang Pemerintah Uraian Des '12 (%) Des '13 (%) Change (%) Rasio VR Portofolio terhadap total utang SBN Pinjaman Utang Rasio Refixing rate portofolio terhadap total utang SBN Pinjaman Utang peningkatan risiko tingkat bunga dimana refixing rate meningkat sebesar,79% dari 22,41% di tahun 212 menjadi 23,2% di tahun 213. Peningkatan refixing rate disebabkan oleh besarnya penerbitan SBN yang jatuh tempo di bawah 1 (satu) tahun di tahun 213 (instrumen SPN & SPN-S). Apabila dirinci lebih dalam lagi maka dapat dilihat pada grafik 19 dimana terdapat peningkatan atas porsi SBN fixed rate dari total utang dari 62,6% di tahun 212 menjadi 64,9% yang berasal dari kegiatan operasional penerbitan SBN berkupon tetap. Sementara untuk instrumen Pinjaman dengan suku bunga mengambang juga mengalami kenaikan porsi yang disebabkan oleh jumlah outstanding Pinjaman VR terhadap total utang meningkat akibat dari pelemahan kurs rupiah terhadap mata uang asing. SBN dengan suku bunga mengambang tidak terdapat kenaikan porsi karena tidak adanya penerbitan baru, sementara Pinjaman bersuku bunga tetap secara nominal terdapat kenaikan outstanding namun mengalami penurunan porsi karena peningkatan outstanding-nya tidak sebanding dengan peningkatan outstanding instrumen lain (SBN FR & Pinjaman VR). Sumber : DJPU, diolah Sumber : DJPU, diolah Kenaikan nominal outstanding portofolio dengan suku bunga variabel rate akan menaikkan sensitivitas portofolio terhadap perubahan tingkat bunga acuan begitu juga Grafik 19 Komposisi Utang berdasarkan Tingkat Bunga 62.6% 64,9% 19,1% 1.8% 21.2% 1.% 6.2% 5.2% Triliun IDR SBN FR Pinjaman FR Pinjaman VR SBN VR

17 Pg. 12 Pengelolaan Risiko Utang sebaliknya. Dari tabel 6 diketahui terjadi kenaikan sensitivitas portofolio Pinjaman terhadap suku bunga acuan bila dibandingkan antara tahun 212 dengan tahun 213 sementara portof olio SBN tidak berubah. Kenaikan 1 bps saja dari yield SPN akan Tabel 6. Sensitifitas Biaya Utang Delta Cost (miliar IDR) No Jenis Bunga Perubahan SPN 1 bps Libor 6 m 1 bps Sumber : DJPU, diolah menyebabkan penambahan biaya SBN sebesar Rp122,75 miliar. Begitu juga dengan sensitivitas Pinjaman terhadap perubahan tingkat LIBOR 6m, apabila LIBOR 6m mengalami kenaikan sebesar 1 bps akan menyebabkan penambahan biaya Pinjaman sebesar Rp24,1miliar. Pertimbangan inilah yang mendasari Pemerintah untuk lebih mengutamakan pembiayaan APBN melalui utang pada instrumen yang bersuku bunga tetap untuk mengurangi risiko volatilitas tingkat bunga terhadap portofolio utang Pemerintah. RISIKO NILAI TUKAR Indikator risiko nilai tukar portofolio utang ditunjukkan oleh rasio utang mata uang asing terhadap total utang. Rasio tersebut mengalami peningkatan sebesar 2,22% dari 44,48% pada akhir tahun 212 menjadi 46,7% pada 213. Bila dilihat dari besaran PDB, rasio utang valas selama tahun 213 juga mengalami peningkatan sebesar 1,5% dari 1,67% di akhir tahun 212 menjadi 12,18% di akhir tahun 213. Peningkatan rasio utang valas disebabkan adanya penerbitan SBN dalam mata uang asing dan dampak depresiasi nilai mata uang Rupiah terhadap mata uang asing. Dengan adanya penurunan rasio ini beban Pemerintah dalam memenuhi kewajiban utang dalam mata uang asing semakin meningkat. Apabila dilihat dari nominal original currency maka selama tahun 213 terjadi peningkatan outstanding utang untuk mata uang USD (naik 13,35%) sedangkan untuk utang mata uang JPY ( turun 5,1%) dan EUR (turun 6,62%) mengalami penurunan. Nominal dalam IDR trliun Uraian Des 212 Des 213 Change Total Utang (Rp triliun) Utang valas (FX) (Rp triliun) Porsi Utang Valas thd Total Utang PDB Nominal (Rp Tilliun) Rasio Utang valas thd PDB Sumber : DJPU, diolah Tabel 7. Utang Valas Pemerintah 1, , , % 46.7% 2.22% 8, , % 12.18% 1.5% Tabel 8. Perubahan Utang Valas Outstanding Ori Curr (bl) Change USD % JPY 2, , % EUR % Perubahan kurs terhadap IDR USD 9,67 12, % JPY % EUR 12,81 16, % Outstanding in IDR (tr) USD % JPY % EUR % Lainnya % Total , % Sumber : DJPU, Bank Indonesia - diolah

18 Pg. 13 Pengelolaan Risiko Utang Namun dengan adanya depresiasi mata uang Rupiah terhadap 3 mata uang asing tersebut (USD naik 26,5%, JPY naik 3,76% dan EUR naik 31,325) maka outstanding utang dalam nominal Rupiah mengalami peningkatan yang signifikan untuk utang USD (naik 42,88%) dan EUR (naik 22,62%), sementara utang JPY (turun 1,53%) penurunannya ter-offset depresiasi nilai tukar IDR-JPY. Secara keseluruhan outstanding utang valas mengalami kenaikan sebesar 25,9% atau sekitar Rp227,83 triliun. untuk setiap mata uang utama dapat dilihat pada tabel 8. Utang valas Pemerintah didominasi oleh utang dalam valuta USD dan JPY. Dengan adanya penurunan utang JPY baik original currency maupun dalam ekuivalen rupiah menyebabkan porsi utang JPY terhadap total utang valas menjadi turun dari 32% di tahun 212 menjadi 25% di tahun 213. Sementara itu dengan adanya peningkatan mata uang outstanding baik dalam original currency maupun dalam ekuivalen rupiah menyebabkan porsi utang USD terhadap total utang valas Secara rinci perubahan utang valas menjadi naik dari 55% di tahun 212 menjadi 62% di tahun 213. Bila dilihat dari sisi instrumen terjadi peningkatan yang signifikan atas porsi SBN valas dari total utang valas dari 3,19% di tahun 212 menjadi 36,6% di tahun 213 yang disebabkan oleh operasi penerbitan SBN valas di tahun 213. Penambahan porsi SBN dalam portofolio utang valas membawa konsekuensi pengelolaan utang valas yang lebih fleksibel karena sifatnya yang dapat diperdagangkan, sehingga lebih mudah untuk mengelola utang berbasis pasar. Selain itu, dengan semakin besarnya porsi SBN dalam portofolio utang valas, akan lebih memudahkan pengelolaan administrasinya (pembukuan dan settlement). Berdasarkan tabel 9 dapat dilihat bahwa perubahan kurs dapat menyebabkan perubahan outstanding utang yang cukup signifikan. Peningkatan kurs USD yang merupakan porsi terbesar pada portofolio utang valas sebesar Rp1,- akan menyebabkan outstanding utang berubah sebesar Rp5,68 triliun di tahun 213. Hal ini meningkat bila dibandingkan kondisi akhir tahun 212 yang besarnya Rp5,1 triliun. 1,2 1, 8 6 7% 32% Sumber : DJPU, diolah Tabel 9. Sensitivitas Nilai Tukar Jenis Sensitifitas Change of Valas USD 1 rupiah JPY 1 rupiah EUR 1 rupiah Sumber : DJPU,diolah Grafik 2 Outstanding Utang Valas 7% 6% 25% 64% 4 62% 2 55% 36% 3 % USD JPY EUR Lainnya SBN Pinjaman

19 Pg. 14 Pengelolaan Risiko Utang RISIKO PEMBIAYAAN KEMBALI Risiko pembiayaan kembali (refinancing) adalah potensi naiknya tingkat biaya utang pada saat melakukan pembiayaan kembali, atau bahkan tidak dapat dilakukan refinancing sama sekali yang akan meningkatkan beban pemerintah dan/atau mengakibatkan tidak terpenuhinya kebutuhan pembiayaan Pemerintah. Risiko refinancing terutama disebabkan oleh jumlah utang yang jatuh tempo dalam jumlah besar terjadi secara bersamaan, sehingga akan meningkatkan jumlah penerbitan/penarikan utang dan meningkatkan Yield yang diminta investor/lender. Indikator risiko refinancing yang paling sederhana dan jelas adalah maturity profile portofolio utang, khususnya untuk tenor jangka pendek. Maturity profile yang tersebar merata akan kurang berisiko dibandingkan maturity profile yang terkonsentrasi pada satu periode waktu tertentu. Akibat adanya kegiatan penerbitan SBN, penarikan pinjaman serta pembayaran cicilan pokok utang terjadi perubahan struktur maturity profile untuk tahun 212 dan tahun 213. Sebaran maturity profile portofolio utang untuk tahun 213 dibandingkan dengan kondisi tahun 212 dapat dilihat pada grafik 23. Trilliun IDR Grafik Maturity Profile Utang SBN '12 Pinjaman '12 SBN '13 Pinjaman ' yr 2 yr 3 yr 4 yr 5 yr 6 yr 7 yr 8 yr 9 yr 1 yr 11 yr 12 yr 13 yr 14 yr 15 yr 16 yr 17 yr 18 yr 19 yr 2 yr 21 yr 22 yr 23 yr 24 yr 25 yr 26 yr 27 yr 28 yr 29 yr 3 yr >3 yr Sumber : DJPU, diolah Dari grafik 23 menunjukkan adanya jatuh tempo utang yang sangat tinggi di tahun 214 (1 tahun dari 213) yaitu sebesar Rp24,81 triliun. Tinggi jatuh tempo utang di tahun 214 disebabkan oleh adanya SBN valas yang jatuh tempo sebesar USD1,95 miliar serta tingginya penerbitan SPN di tahun 213. Terdapat peningkatan jatuh tempo utang untuk hampir semua tenor yang disebabkan oleh hasil operasi pembiayaan utang di tahun 213 yaitu melalui penerbitan SBN. Selain itu depresiasi rupiah terhadap mata uang asing juga menyebabkan kenaikan jatuh tempo utang valas.

20 Pg. 15 Pengelolaan Risiko Utang Untuk melihat kondisi refinancing risk secara keseluruhan dapat tergambar melalui angka rata-rata jatuh tempo (average to Maturity/ATM) portofolio utang. ATM portofolio utang menggambarkan seberapa panjang masa pelunasan dari portofolio utang. Berdasarkan Tabel 9 dapat dilihat terjadinya kenaikan risiko refinancing dimana ATM utang pada tahun 213 sedikit menurun yaitu dari 9,89 tahun di tahun 212 menjadi 9,69 tahun di tahun 213. Baik portofolio Pinjaman maupun SBN mengalami penurunan. Portofolio SBN mengalami penurunan ATM disebabkan oleh penerbitan SBN 213 yang lebih mengutamakan SBN yang bertenor pendek/menengah khususnya untuk SBN valas dan tidak adanya penerbitan baru untuk SBN seri VR dan SU/SRBI.. Tabel 9. Average Time To Maturity Des 212 Des 213 Keterangan SBN Outstanding (triliun IDR) SPN & ZC FR VR I'ntl Bonds IFR SU dan SRBI SDHI Total SBN 1, , Pinjaman Total Utang 1, , Sumber : DJPU, diolah ATM (tahun) Outstanding (triliunidr) ATM (tahun)

21 Pg. 16 Strategi Pengelolaan Risiko Utang F. Strategi Pengelolaan Risiko Utang Untuk memitigasi risiko pasar dalam pengelolaan utang, selama tahun 213 beberapa hal telah dilakukan Pemerintah, diantaranya: Pemerintah melakukan strategi shortening duration SBN selama tahun 213. Hal ini dapat dilihat dari realisasi penerbitan SBN, dimana sekitar 64,% dari target APBN-P yang diterbitkan memiliki tenor kurang dari atau sama dengan 1 tahun. Selama tahun 213, Pemerintah telah melakukan transaksi debt switch sebanyak 3 (tiga) kali dengan total nominal SBN sebesar Rp1,97 triliun dan melakukan transaksi buyback sebanyak 5 (lima) kali dengan total nominal SBN sebesar Rp1,55 trilliun. Pada umumnya, instrumen SBN yang ditukarkan ataupun yang dibeli kembali adalah yang memiliki tingkat bunga tetap, relatif memiliki tenor yang pendek, dan kurang likuid, sehingga dapat mengurangi risiko tingkat bunga dalam pengelolaan portofolio utang Pemerintah. Sekitar 81,8% dari seluruh penerbitan SBN memiliki currency Rupiah dan sisanya dalam mata uang USD (18,2% dari total realisasi penerbitan SBN). Hal ini telah sesuai dengan strategi tahunan yang merekomendasikan penerbitan SBN mayoritas dalam rupiah di pasar domestik. Pemerintah telah menyiapkan infrastruktur untuk melakukan transaksi Lindung Nilai Utang Pemerintah. Pada tahun 213 persiapan landasan hukum yang mendasari transaksi Lindung Nilai Pemerintah telah selesai dilaksanakan. Infrastruktur lainnya seperti Kebijakan Linduing Nilai, Kebutuhan Lindung Nilai, Standar Akuntansi Pemerintahan terkait Transaksi Lindung Nilai serta infrastruktur IT direncanakan akan disiapkan pada tahun 214. Adanya Crisis Management Protocol (CMP) pasar SBN dimana didalamnya termasuk Bond Stabilization Framework (BSF) untuk mendeteksi kondisi krisis di pasar SBN. Pada tahun 213 Pemerintah telah menerapkan level waspada pada tanggal 11 Juni 213 terkait dengan perkembangan Pasar SBN domestik. Adanya fasilitas pinjaman kontinjensi (pinjaman siaga) sejumlah USD5. milliar untuk mengantisipasi krisis yang berasal dari World Bank (USD 2, milliar), ADB (USD,5 milliar), JBIC (USD1,5 milliar) dan Australia Treasury (USD 1, milliar).

22 Pg. 17 Perkembangan Indikator Risiko Utang G. Perkembangan Indikator Risiko Portofolio Utang 5 (Lima) Tahun Terakhir Indikator Risiko Outstanding (Rp milliar) 1, , , , , Loan SBN ,64.4 1, , ,661.5 Interest rate risk (%) Rasio variable rate Refixing rate Exchange rate Risk (%) Rasio utang FX terhadap PDB Rasio utang FX terhadap Total Utang Komposisi currecy Utang - IDR USD JPY EUR Lainnya Refinancing Risk (%) Matured in 1 year Matured in 3 year Matured in 5 year Average time to maturity (tahun) Loan SBN Total

23 Pg. 18 Kesimpulan G. Kesimpulan KESIMPULAN Portofolio utang Pemerintah sangat dipengaruhi kondisi ekonomi domestik dan kondisi ekonomi global serta kebijakan moneter dari negara-negara maju khususnya US Federal Reserve terkait dengan rencana tapering quantitative easing. Sebagai akibat dari faktor-faktor tersebut, menyebabkan outstanding portofolio utang dan risiko portofolio utang meningkat. Peningkatan defisit APBN dan depresiasi Rupiah menjadi faktor yang menyebabkan meningkatnya outstanding utang dan rasio utang terhadap PDB. Untuk mengurangi kerentanan portofolio utang diperlukan pengelolaan risiko yang lebih kompherensif dengan menggunakan kebijakan liability management dan penggunaan transaksi lindung nilai. Selain hal tersebut dilakukan pemilihan instrument utang atau komposisi pembiayaan yang mempunyai eksposur risiko yang lebih rendah. Hal lain yang perlu dilakukan adalah memperdalam pasar SBN domestik sebagai penyedia pembiayaan yang lebih rendah risiko dibandingkan sumber-sumber pembiayaan dari pasar internasional.

Laporan Portofolio dan Risiko Utang TAHUN 2012

Laporan Portofolio dan Risiko Utang TAHUN 2012 Laporan Portofolio dan Risiko Utang TAHUN 212 Mendukung pembiayaan APBN secara efisien dengan risiko yang terukur untuk mempertahankan kesinambungan fiskal Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang Tel 21

Lebih terperinci

LAPORAN ANALISIS PENGELOLAAN PORTOFOLIO DAN RISIKO UTANG PEMERINTAH TAHUN 2011

LAPORAN ANALISIS PENGELOLAAN PORTOFOLIO DAN RISIKO UTANG PEMERINTAH TAHUN 2011 LAPORAN ANALISIS PENGELOLAAN PORTOFOLIO DAN RISIKO UTANG PEMERINTAH TAHUN 2 A. UMUM Pengelolaan portofolio dan risiko utang Pemerintah pada tahun 2 mendapat tantangan yang cukup berat akibat kondisi krisis

Lebih terperinci

Summary Laporan Analisis Pengelolaan Portofolio Dan Risiko Utang Pemerintah Tahun 2010

Summary Laporan Analisis Pengelolaan Portofolio Dan Risiko Utang Pemerintah Tahun 2010 Summary Laporan Analisis Pengelolaan Portofolio Dan Risiko Utang Pemerintah Tahun 2 Perkembangan perekonomian Indonesia semakin membaik dengan adanya akselerasi pertumbuhan pada Q4 sebesar 6,9% sehingga

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF DAFTAR ISI

RINGKASAN EKSEKUTIF DAFTAR ISI RINGKASAN EKSEKUTIF Pembiayaan APBNP 2017 masih didukung oleh peran utang Pemerintah Pusat. Penambahan utang neto selama bulan Agustus 2017 tercatat sejumlah Rp45,81 triliun, berasal dari penarikan pinjaman

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF DAFTAR ISI

RINGKASAN EKSEKUTIF DAFTAR ISI RINGKASAN EKSEKUTIF Utang Pemerintah Pusat berperan dalam mendukung pembiayaan APBNP 2017. Penambahan utang neto selama bulan September 2017 tercatat sejumlah Rp40,66 triliun, berasal dari penerbitan Surat

Lebih terperinci

Perkembangan Utang Negara (Pinjaman Luar Negeri & Surat Utang Negara),

Perkembangan Utang Negara (Pinjaman Luar Negeri & Surat Utang Negara), Perkembangan Utang Negara (Pinjaman Luar Negeri & Surat Utang Negara), 2000 2008 up date 31 Juli 2008 Ringkasan Eksekutif Ratio Utang (Pinjaman Luar Negeri + Surat Utang Negara) terhadap PDB terus menurun

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pembiayaan alternatif selain pembiayaan melalui perjanjian pinjaman (loan

BAB 1 PENDAHULUAN. pembiayaan alternatif selain pembiayaan melalui perjanjian pinjaman (loan BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Surat Berharga Negara (SBN) dipandang oleh pemerintah sebagai instrumen pembiayaan alternatif selain pembiayaan melalui perjanjian pinjaman (loan agreement). Kondisi APBN

Lebih terperinci

Perkembangan Utang Negara (Pinjaman Luar Negeri & Surat Utang Negara),

Perkembangan Utang Negara (Pinjaman Luar Negeri & Surat Utang Negara), Perkembangan Utang Negara (Pinjaman Luar Negeri & Surat Utang Negara), 2000 2008 up date 30 November 2008 Ringkasan Eksekutif Rasio Utang (Pinjaman Luar Negeri + Surat Utang Negara) terhadap PDB terus

Lebih terperinci

Surat Berharga Syariah Negara

Surat Berharga Syariah Negara Lampiran 13 LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN PENGELOLAAN SURAT BERHARGA NEGARA TA 2011 I. PENDAHULUAN Laporan Pertanggungjawaban Pengelolaan Surat Berharga Negara ini disusun untuk memenuhi amanat pasal 16 Undang-Undang

Lebih terperinci

ANALISA PERUBAHAN NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP DOLLAR AMERIKA DALAM RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN 2014

ANALISA PERUBAHAN NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP DOLLAR AMERIKA DALAM RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN 2014 ANALISA PERUBAHAN NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP DOLLAR AMERIKA DALAM RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN 2014 Pendahuluan Akibat dari krisis ekonomi yang dialami Indonesia tahun

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND

LAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND LAPORAN BULANAN - PANIN Rp CASH FUND 10-Mar-2004 Panin Rp Cash Fund bertujuan untuk memberikan hasil yang relatif stabil melalui penempatan terutama pada instrumen pasar uang. Pasar Uang 100% Obligasi

Lebih terperinci

LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN PENGELOLAAN SURAT UTANG NEGARA TAHUN 2008

LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN PENGELOLAAN SURAT UTANG NEGARA TAHUN 2008 LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN PENGELOLAAN SURAT UTANG NEGARA TAHUN 2008 DISAMPAIKAN SEBAGAI BAGIAN DARI PERTANGGUNGJAWABAN PELAKSANAAN APBN 2008 LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN PENGELOLAAN SURAT BERHARGA NEGARA

Lebih terperinci

DAFTAR ISI DISCLAIMER

DAFTAR ISI DISCLAIMER DAFTAR ISI 1. Tujuan dan Kebijakan Pengelolaan Utang 2. Realisasi APBNP 2017 dan Defisit Pembiayaan APBN 3. Perkembangan Posisi Utang Pemerintah Pusat dan Grafik Posisi Utang Pemerintah Pusat 4. Perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi pemicu kenaikan jumlah nominal utang pemerintah Indonesia (DJPU,

BAB I PENDAHULUAN. menjadi pemicu kenaikan jumlah nominal utang pemerintah Indonesia (DJPU, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan pasar keuangan global yang sangat cepat dan semakin terintegrasi telah mengakibatkan pasar obligasi memainkan peranan penting sebagai alternatif sumber

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND

LAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND LAPORAN BULANAN - PANIN Rp CASH FUND 10-Mar-2004 Panin Rp Cash Fund bertujuan untuk memberikan hasil yang relatif stabil melalui penempatan terutama pada instrumen pasar uang. Pasar Uang 100% RD Pasar

Lebih terperinci

LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN PENGELOLAAN SURAT BERHARGA NEGARA TAHUN 2009

LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN PENGELOLAAN SURAT BERHARGA NEGARA TAHUN 2009 LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN PENGELOLAAN SURAT BERHARGA NEGARA TAHUN 2009 DISAMPAIKAN SEBAGAI BAGIAN DARI PERTANGGUNGJAWABAN PELAKSANAAN APBN 2009 LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN PENGELOLAAN SURAT BERHARGA NEGARA

Lebih terperinci

LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN PENGELOLAAN SURAT BERHARGA NEGARA TA 2010

LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN PENGELOLAAN SURAT BERHARGA NEGARA TA 2010 LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN PENGELOLAAN SURAT BERHARGA NEGARA TA 2010 I. PENDAHULUAN Laporan Pertanggungjawaban Pengelolaan Surat Berharga Negara ini disusun untuk memenuhi amanat pasal 16 Undang-Undang

Lebih terperinci

MARKET UPDATE UTANG JUNI 2011

MARKET UPDATE UTANG JUNI 2011 MARKET UPDATE UTANG JUNI 2011 Ringkasan: Tingkat Imbal Hasil SUN mengalami penguatan pada bulan Mei dibanding April dan terjadi Net Foreign Buying pada SUN sebesar Rp3,90 Trilliun selama bulan Mei. Tingkat

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN DAN PROFIL RISIKO INDUSTRI JASA KEUANGAN FEBRUARI 2015

PERKEMBANGAN DAN PROFIL RISIKO INDUSTRI JASA KEUANGAN FEBRUARI 2015 PERKEMBANGAN DAN PROFIL RISIKO INDUSTRI JASA KEUANGAN FEBRUARI 2015 Otoritas Jasa Keuangan menilai bahwa secara umum kondisi sektor jasa keuangan domestik masih terjaga, dengan stabilitas yang memadai.

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND

LAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND LAPORAN BULANAN - PANIN Rp CASH FUND 10-Mar-2004 Panin Rp Cash Fund bertujuan untuk memberikan hasil yang relatif stabil melalui penempatan terutama pada instrumen pasar uang. Pasar Uang 100% Deposito

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND

LAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND LAPORAN BULANAN - PANIN Rp CASH FUND Panin Rp Cash Fund bertujuan untuk memberikan hasil yang relatif stabil melalui penempatan terutama pada instrumen pasar uang. 10-Mar-2004 Pasar Uang 100% Obligasi

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN I. Ekonomi Dunia Pertumbuhan ekonomi nasional tidak terlepas dari perkembangan ekonomi dunia. Sejak tahun 2004, ekonomi dunia tumbuh tinggi

Lebih terperinci

Prediksi Tingkat Suku Bunga SPN 3 Bulan 6,3%

Prediksi Tingkat Suku Bunga SPN 3 Bulan 6,3% 1 Prediksi Tingkat Suku Bunga SPN 3 Bulan 6,3% Prediksi tingkat suku bunga SPN 3 Bulan tahun 2016 adalah sebesar 6,3% dengan dipengaruhi oleh kondisi ekonomi internal maupun eksternal. Data yang digunakan

Lebih terperinci

PENGELOLAAN SURAT UTANG NEGARA (SUN)

PENGELOLAAN SURAT UTANG NEGARA (SUN) Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Direktorat Surat Utang Negara PENGELOLAAN SURAT UTANG NEGARA (SUN) Jakarta, 30 November 2017 DJPPR Kemenkeu

Lebih terperinci

SEBERAPA JAUH RUPIAH MELEMAH?

SEBERAPA JAUH RUPIAH MELEMAH? Edisi Maret 2015 Poin-poin Kunci Nilai tukar rupiah menembus level psikologis Rp13.000 per dollar AS, terendah sejak 3 Agustus 1998. Pelemahan lebih karena ke faktor internal seperti aksi hedging domestik

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND

LAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND LAPORAN BULANAN - PANIN Rp CASH FUND 10-Mar-2004 Panin Rp Cash Fund bertujuan untuk memberikan hasil yang relatif stabil melalui penempatan terutama pada instrumen pasar uang. Pasar Uang 100% Obligasi

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2009 127 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2009 Tim Penulis

Lebih terperinci

LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN PENGELOLAAN SURAT UTANG NEGARA TAHUN 2007

LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN PENGELOLAAN SURAT UTANG NEGARA TAHUN 2007 LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN PENGELOLAAN SURAT UTANG NEGARA TAHUN 2007 DISAMPAIKAN SEBAGAI BAGIAN DARI PERTANGGUNGJAWABAN PELAKSANAAN APBN 2007 I. Pendahuluan Laporan pertanggungjawaban pengelolaan Surat

Lebih terperinci

Kinerja CENTURY PRO FIXED

Kinerja CENTURY PRO FIXED 29-Jan-16 NAV: Total Dana Kelolaan 3,058,893,148.56 - Keuangan - Infrastruktur 0-80% AAA A - 66.33% 15.52% 18.15% - Inflasi (Jan 2016) - Inflasi (YoY) - BI Rate 0.51% 4.14% 7.25% Kinerja Sejak pe- Deskripsi

Lebih terperinci

Perkembangan Utang Negara (Pinjaman Luar Negeri & Surat Utang Negara), up date 28 Februari 2009

Perkembangan Utang Negara (Pinjaman Luar Negeri & Surat Utang Negara), up date 28 Februari 2009 Perkembangan Utang Negara (Pinjaman Luar Negeri & Surat Utang Negara), 2000 2009 up date 28 Februari 2009 Gambaran Umum Stok Utang & Bunga Trend Defisit 3-28.1-10.272-1.9-3.1-26.5665-23.8524-19.1004-9.4482

Lebih terperinci

KAJIAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO INDONESIA: Dampak Kenaikan BBM. A.PRASETYANTOKO Kantor Chief Economist

KAJIAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO INDONESIA: Dampak Kenaikan BBM. A.PRASETYANTOKO Kantor Chief Economist KAJIAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO INDONESIA: Dampak Kenaikan BBM A.PRASETYANTOKO Kantor Chief Economist Isi Presentasi Mengapa perlu kenaikan harga BBM? Beban Anggaran Kemiskinan dan BLSM Benarkah keputusan

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND

LAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND LAPORAN BULANAN - PANIN Rp CASH FUND 10-Mar-2004 Panin Rp Cash Fund bertujuan untuk memberikan hasil yang relatif stabil melalui penempatan terutama pada instrumen pasar uang. Pasar Uang 100% Adira IIA

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 263 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 Tim Penulis

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND

LAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND LAPORAN BULANAN - PANIN Rp CASH FUND 10-Mar-2004 Panin Rp Cash Fund bertujuan untuk memberikan hasil yang relatif stabil melalui penempatan terutama pada instrumen pasar uang. Pasar Uang 100.00% Deposito

Lebih terperinci

Februari 2017 RESEARCH TEAM

Februari 2017 RESEARCH TEAM RESEARCH TEAM RINGKASAN Ekonomi Indonesia tumbuh 4,94% yoy pada kuartal keempat 2016. Angka ini lebih rendah dibandingkan PDB pada kuartal sebelumnya yaitu sebesar 5,02% (yoy). Pada kuartal terakhir ini,

Lebih terperinci

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia Perlambatan pertumbuhan Indonesia terus berlanjut, sementara ketidakpastian lingkungan eksternal semakin membatasi ruang bagi stimulus fiskal dan moneter

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan tersebut muncul dari faktor internal maupun faktor eksternal. Namun saat ini, permasalahan

Lebih terperinci

PENGELOLAAN SURAT UTANG NEGARA

PENGELOLAAN SURAT UTANG NEGARA Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Direktorat Surat Utang Negara PENGELOLAAN SURAT UTANG NEGARA Jakarta, 8 November 2017 DJPPR Kemenkeu @djpprkemenkeu

Lebih terperinci

Press Release Monthly Bond Market Review September Depresiasi Rupiah Tekan Pasar Obligasi Domestik

Press Release Monthly Bond Market Review September Depresiasi Rupiah Tekan Pasar Obligasi Domestik Spread Yield to maturity Press Release Monthly Bond Market Review September 2015 Depresiasi Rupiah Tekan Pasar Obligasi Domestik Kondisi pasar obligasi Indonesia pada bulan September mengalami tekanan

Lebih terperinci

Robohnya Rupiah Kami 1

Robohnya Rupiah Kami 1 Jakarta, 9 Maret 2015 Robohnya Rupiah Kami 1 Selama pekan lalu ketika kurs rupiah melemah melewati Rp13.000 per dollar banyak yang bertanya kepada saya -- termasuk melalui sosial media -- tentang rupiah

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Sejak pertengahan tahun 2006, kondisi ekonomi membaik dari ketidakstabilan ekonomi tahun 2005 dan penyesuaian kebijakan fiskal dan moneter yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kinerja perekonomian secara umum.

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kinerja perekonomian secara umum. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai perekonomian terbuka kecil, perkembangan nilai tukar merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kinerja perekonomian secara umum. Pengaruh nilai tukar

Lebih terperinci

menyebabkan meningkatnya risiko gagal bayar (default risk). Hal ini berpotensi mengganggu kestabilan sistem keuangan dan ekonomi makro seperti yang

menyebabkan meningkatnya risiko gagal bayar (default risk). Hal ini berpotensi mengganggu kestabilan sistem keuangan dan ekonomi makro seperti yang TANYA JAWAB PERATURAN BANK INDONESIA NO.16/20/PBI/2014 TANGGAL 28 OKTOBER 2014 TENTANG PENERAPAN PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM PENGELOLAAN UTANG LUAR NEGERI KORPORASI NONBANK 1. Q: Apa latar belakang diterbitkannya

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN UTANG INDONESIA

PERKEMBANGAN UTANG INDONESIA PERKEMBANGAN UTANG INDONESIA Utang merupakan bagian dari kebijakan fiskal yang digunakan sebagai salah satu bentuk pembiayaan ketika APBN mengalami defisit dan untuk membayar kembali utang yang jatuh tempo

Lebih terperinci

Kinerja CARLISYA PRO SAFE

Kinerja CARLISYA PRO SAFE 29-Jan-16 NAV: (netto) vs per December 2015 () 5.15% 6.92% Total Dana Kelolaan 395,930,218.07 10 0-100% Kinerja - Inflasi (Jan 2016) 0.51% Deskripsi Jan-16 YoY - Inflasi (YoY) 4.14% - BI Rate 7.25% Yield

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND

LAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND LAPORAN BULANAN - PANIN Rp CASH FUND 10-Mar-2004 Panin Rp Cash Fund bertujuan untuk memberikan hasil yang relatif stabil melalui penempatan terutama pada instrumen pasar uang. Pasar Uang 100% Deposito

Lebih terperinci

27 Januari 2011 TAHUN Bond Market Update

27 Januari 2011 TAHUN Bond Market Update 27 Januari 2011 TAHUN 2011 Bond Market Update a a Bond Market Update Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 10 Jan 25 Jan Perkembangan Pasar Obligasi Indeks Harga SUN 2006 25 Januari

Lebih terperinci

Kinerja CARLISYA PRO SAFE

Kinerja CARLISYA PRO SAFE 29-Jan-16 NAV: Peserta mempunyai kebebasan untuk memilih penempatan Dana Investasinya pada portfolio investasi Syariah yang disediakan pihak perusahaan. (netto) vs per December 2015 () 5.15% 6.92% Total

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS RESIKO FINANSIAL

BAB IV ANALISIS RESIKO FINANSIAL BAB IV ANALISIS RESIKO FINANSIAL A. Gambaran Umum Tentang Obligasi Negara 1. Surat Utang Negara di Indonesia a). Jenis Surat Utang Negara (1) Obligasi Negara Berdenominasi Rupiah Obligasi Negara berdenominasi

Lebih terperinci

ECONOMIC & DEBT MARKET Daily Report

ECONOMIC & DEBT MARKET Daily Report 1 Februari 1 ECONOMIC & DEBT MARKET Daily Report RESEARCH Data Pasar Hari Kerja Sebelumnya Perubahan Tingkat Suku Bunga dan Kurs Acuan BI Nilai Tukar Rupiah terhadap Mata Uang Utama Dunia Keterangan Hari

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN DAN PROFIL RISIKO INDUSTRI JASA KEUANGAN FEBRUARI 2015

PERKEMBANGAN DAN PROFIL RISIKO INDUSTRI JASA KEUANGAN FEBRUARI 2015 PERKEMBANGAN DAN PROFIL RISIKO INDUSTRI JASA KEUANGAN FEBRUARI 2015 Otoritas Jasa Keuangan menilai bahwa secara umum kondisi sektor jasa keuangan domestik masih terjaga, dengan stabilitas yang memadai.

Lebih terperinci

Kondisi Perekonomian Indonesia

Kondisi Perekonomian Indonesia KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI INDONESIA Kondisi Perekonomian Indonesia Tim Ekonomi Kadin Indonesia 1. Kondisi perekonomian dunia dikhawatirkan akan benar-benar menuju jurang resesi jika tidak segera dilakukan

Lebih terperinci

Kinerja CARLISYA PRO FIXED

Kinerja CARLISYA PRO FIXED 29-Jan-16 NAV: Total Dana Kelolaan 1,728,431,985.66 Pasar Uang 0-80% Deposito Syariah 6.12% 93.88% Infrastruktur 87.50% Disetahunkaluncuran Sejak pe- Deskripsi Jan-16 YoY Keuangan 12.50% Yield 0.64% 7.66%

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lalu, Federal Reserve (bank sentral Amerika) dan bank sentral dari negara-negara

BAB I PENDAHULUAN. lalu, Federal Reserve (bank sentral Amerika) dan bank sentral dari negara-negara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konsekuensi dari krisis keuangan global yang mulai terjadi pada tahun 2008 lalu, Federal Reserve (bank sentral Amerika) dan bank sentral dari negara-negara maju harus

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2010 245 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2010 Tim Penulis

Lebih terperinci

Juni 2017 RESEARCH TEAM

Juni 2017 RESEARCH TEAM RESEARCH TEAM RINGKASAN Ekonomi Indonesia kuartal pertama 2017 tumbuh 5,01% yoy. Angka ini lebih tinggi dibandingkan PDB pada kuartal keempat 2016 sebesar 4,94%(yoy) dan kuartal ketiga 2016 sebesar 4,92%

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak sedikit jumlahnya di dalam pembangunan nasional. Dalam konteks pembangunan nasional maupun

Lebih terperinci

PROSPEK EKONOMI 2016: PERSPEKTIF LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DESEMBER 2015 FAUZI ICHSAN KEPALA EKSEKUTIF

PROSPEK EKONOMI 2016: PERSPEKTIF LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DESEMBER 2015 FAUZI ICHSAN KEPALA EKSEKUTIF PROSPEK EKONOMI 216: PERSPEKTIF LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DESEMBER 215 FAUZI ICHSAN KEPALA EKSEKUTIF PERKEMBANGAN TERKINI 3Q6 3Q7 3Q8 3Q9 3Q1 3Q11 3Q12 3Q13 3Q14 3Q15 EKONOMI GLOBAL: PERTUMBUHAN EKONOMI

Lebih terperinci

BAB I. Surat Utang Negara (SUN) atau Obligasi Negara. Sesuai dengan Pasal 1 Undang-

BAB I. Surat Utang Negara (SUN) atau Obligasi Negara. Sesuai dengan Pasal 1 Undang- BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam periode 2004 2009, pembiayaan defisit APBN melalui utang menunjukkan adanya pergeseran dominasi dari pinjaman luar negeri menjadi Surat Utang Negara (SUN) atau

Lebih terperinci

1. Tinjauan Umum

1. Tinjauan Umum 1. Tinjauan Umum Perekonomian Indonesia dalam triwulan III-2005 menunjukkan kinerja yang tidak sebaik perkiraan semula, dengan pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan lebih rendah sementara tekanan terhadap

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN APRIL 2002

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN APRIL 2002 REPUBLIK INDONESIA PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN APRIL 2002 Pada bulan April 2002 pemerintah berhasil menjadwal ulang cicilan pokok dan bunga utang luar negeri pemerintah dalam Paris Club

Lebih terperinci

Alamat Redaksi: Grup Neraca Pembayaran dan Pengembangan Statistik Departemen Statistik Bank Indonesia Menara Sjafruddin Prawiranegara, Lantai 15 Jl.

Alamat Redaksi: Grup Neraca Pembayaran dan Pengembangan Statistik Departemen Statistik Bank Indonesia Menara Sjafruddin Prawiranegara, Lantai 15 Jl. September 2014-1 Alamat Redaksi: Grup Neraca Pembayaran dan Pengembangan Statistik Departemen Statistik Bank Indonesia Menara Sjafruddin Prawiranegara, Lantai 15 Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350 Telepon

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Investasi adalah alat bagi seorang investor untuk meningkatkan nilai aset

BAB I PENDAHULUAN. Investasi adalah alat bagi seorang investor untuk meningkatkan nilai aset BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Investasi adalah alat bagi seorang investor untuk meningkatkan nilai aset yang dimilikinya. Investor dapat melakukan investasi pada beragam aset finansial, salah satunya

Lebih terperinci

TANYA JAWAB PERATURAN BANK INDONESIA NO.16/21

TANYA JAWAB PERATURAN BANK INDONESIA NO.16/21 TANYA JAWAB PERATURAN BANK INDONESIA NO.16/21 21/PBI/2014 TENTANG PENERAPAN PRINSIP KEHATI-HATIAN HATIAN DALAM PENGELOLAAN UTANG LUAR NEGERI KORPORASI NONBANK 1. Q: Apa latar belakang diterbitkannya PBI

Lebih terperinci

CENTURY PRO FIXED Dana Investasi Pendapatan Tetap

CENTURY PRO FIXED Dana Investasi Pendapatan Tetap FIXED FIXED 31- NAV: Total Dana Kelolaan 3,807,531,838.20 0-80% 79.82% 17.31% 2.87% Inflasi (Jan 2018) Inflasi (Yoy) BI Rate 0.62% 3.25% 6.50% 33.32% A 10 2.87% Pasar Uang, 17.31% 79.82% 0.73% 9.10% 8.73%

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND

LAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND LAPORAN BULANAN - PANIN Rp CASH FUND 10-Mar-2004 Panin Rp Cash Fund bertujuan untuk memberikan hasil yang relatif stabil melalui penempatan terutama pada instrumen pasar uang. Pasar Uang 100.0% Deposito

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi makro, maka dari itu kondisi ekonomi makro yang stabil dan baik

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi makro, maka dari itu kondisi ekonomi makro yang stabil dan baik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kondisi pasar modal yang mengalami pasang surut memberikan tanda bahwa kegiatan di pasar modal memiliki hubungan yang erat dengan keadaan ekonomi makro, maka

Lebih terperinci

CARLISYA PRO FIXED Dana Investasi Syariah Pendapatan Tetap

CARLISYA PRO FIXED Dana Investasi Syariah Pendapatan Tetap CARLISYA PRO FIXED Dana Investasi Syariah Pendapatan Tetap 31-Jan-17 NAV: 1,494.165 CARLISYA PRO Adalah gabungan dari Dana Tabarru dan Dana Investasi dimana Peserta mempunyai kebebasan untuk memilih penempatan

Lebih terperinci

Economic and Market Watch. (February, 9 th, 2012)

Economic and Market Watch. (February, 9 th, 2012) Economic and Market Watch (February, 9 th, 2012) Ekonomi Global Rasio utang Eropa mengalami peningkatan. Rasio utang per PDB Eropa pada Q3 2011 mengalami peningkatan dari 83,2 persen pada Q3 2010 menjadi

Lebih terperinci

PENGGUNAAN SPN 3 BULAN SEBAGAI PENGGANTI SBI 3 BULAN DALAM APBN (Perspektif Bank Indonesia)

PENGGUNAAN SPN 3 BULAN SEBAGAI PENGGANTI SBI 3 BULAN DALAM APBN (Perspektif Bank Indonesia) 1. SBI 3 bulan PENGGUNAAN SPN 3 BULAN SEBAGAI PENGGANTI SBI 3 BULAN DALAM APBN (Perspektif Bank Indonesia) SBI 3 bulan digunakan oleh Bank Indonesia sebagai salah satu instrumen untuk melakukan operasi

Lebih terperinci

CARLISYA PRO MIXED Dana Investasi Syariah Campuran

CARLISYA PRO MIXED Dana Investasi Syariah Campuran 31-Jan-18 NAV: 1.57% Total Dana Kelolaan 14,856,625,829.18 43.49% 54.94% Memperoleh hasil investasi yang optimal dalam jangka panjang - Konsumen 49.17% - Perkebunan 0.69% dengan tetap menjaga tingkat resiko

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PEMBIAYAAN UTANG PEMERINTAH DAN FUNGSI PEMBIAYAAN DALAM APBN

KEBIJAKAN PEMBIAYAAN UTANG PEMERINTAH DAN FUNGSI PEMBIAYAAN DALAM APBN KEBIJAKAN PEMBIAYAAN UTANG PEMERINTAH DAN FUNGSI PEMBIAYAAN DALAM APBN Jakarta, 30 November 2017 APBN dan Nota Keuangan Sebagai Instrumen Fiskal Negara APBN merupakan KESEPAKATAN Pemerintah dan DPR Pemerintah

Lebih terperinci

Mengobati Penyakit Ekonomi Oleh: Mudrajad Kuncoro

Mengobati Penyakit Ekonomi Oleh: Mudrajad Kuncoro Mengobati Penyakit Ekonomi Oleh: Mudrajad Kuncoro Melemahnya nilai tukar rupiah dan merosotnya Indeks Harga Saham Gabungan membuat panik pelaku bisnis. Pengusaha tahu-tempe, barang elektronik, dan sejumlah

Lebih terperinci

DAMPAK KRISIS EKONOMI GLOBAL TERHADAP KONDISI PERBANKAN DAN SEKTOR RIIL DI WILAYAH KERJA KBI KUPANG

DAMPAK KRISIS EKONOMI GLOBAL TERHADAP KONDISI PERBANKAN DAN SEKTOR RIIL DI WILAYAH KERJA KBI KUPANG DAMPAK KRISIS EKONOMI GLOBAL TERHADAP KONDISI PERBANKAN DAN SEKTOR RIIL DI WILAYAH KERJA KBI KUPANG Latar Belakang Krisis ekonomi yang terjadi di Amerika Serikat, ternyata berdampak kepada negara-negara

Lebih terperinci

CENTURY PRO MIXED Dana Investasi Campuran

CENTURY PRO MIXED Dana Investasi Campuran 29-Jan-16 NAV: 1,949.507 Total Dana Kelolaan 3,914,904,953.34 Pasar Uang 0-90% Ekuitas 77.38% Efek Pendapatan Tetap 10-90% Obligasi 12.93% Efek Ekuitas 10-90% Pasar Uang 8.82% 0.87% Keuangan A Deskripsi

Lebih terperinci

Kinerja CARLISYA PRO MIXED

Kinerja CARLISYA PRO MIXED 29-Jan-16 NAV: 1,707.101 Total Dana Kelolaan 12,072,920,562.29 - Pasar Uang 0-90% - Deposito Syariah - Efek Pendapatan Tetap 10-90% - Syariah - Efek Ekuitas 10-90% - Ekuitas Syariah 12.37% 48.71% 38.92%

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND

LAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND LAPORAN BULANAN - PANIN Rp CASH FUND 10-Mar-2004 Panin Rp Cash Fund bertujuan untuk memberikan hasil yang relatif stabil melalui penempatan terutama pada instrumen pasar uang. Pasar Uang 100% BII (TD)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. motor penggerak perekonomian nasional. Perdagangan internasional dapat

BAB I PENDAHULUAN. motor penggerak perekonomian nasional. Perdagangan internasional dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perdagangan internasional mempunyai peranan sangat penting sebagai motor penggerak perekonomian nasional. Perdagangan internasional dapat didefinisikan sebagai

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND

LAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND LAPORAN BULANAN - PANIN Rp CASH FUND 10-Mar-2004 Panin Rp Cash Fund bertujuan untuk memberikan hasil yang relatif stabil melalui penempatan terutama pada instrumen pasar uang. Pasar Uang 100% Deposito

Lebih terperinci

CENTURY PRO FIXED Dana Investasi Pendapatan Tetap

CENTURY PRO FIXED Dana Investasi Pendapatan Tetap CENTURY PRO FIXED Dana Investasi Pendapatan Tetap 31-Jan-17 NAV: 2,098.321 CENTURY PRO Adalah gabungan dari produk asuransi seumur hidup (whole life) dan investasi dimana Pemegang Polis mempunyai kebebasan

Lebih terperinci

CARLINK PRO FLEXY Dana Investasi Berimbang

CARLINK PRO FLEXY Dana Investasi Berimbang Tanggal Peluncuran 11 April 2011 0-20% Total Dana Kelolaan 60,826,022,840.66 - Efek Ekuitas 80-100% 31-Jan-18 NAV: 1,571.313 Inflasi (Jan 2018) Inflasi (Yoy) 0.62% 3.25% 4.92% 95.08% 4 2-2 - Pertambangan

Lebih terperinci

CENTURY PRO MIXED Dana Investasi Campuran

CENTURY PRO MIXED Dana Investasi Campuran Total Dana Kelolaan 4,856,084,724.02 - Efek Pendapatan Tetap 77.35% 10.42% 10.54% 1.69% Keuangan 5.41% Perkebunan 7.10% Infrastruktur 15.55% Properti 0.19% Konsumen 38.53% Konstruksi 5.76% Industri Dasar

Lebih terperinci

CARLISYA PRO SAFE Dana Investasi Syariah Pasar Uang

CARLISYA PRO SAFE Dana Investasi Syariah Pasar Uang CARLISYA PRO SAFE Dana Investasi Syariah Pasar Uang 31-Jan-17 NAV: 1,355.077 CARLISYA PRO Adalah gabungan dari Dana Tabarru dan Dana Investasi dimana Peserta mempunyai kebebasan untuk memilih penempatan

Lebih terperinci

BAB I KONDISI EKONOMI MAKRO TAHUN 2004

BAB I KONDISI EKONOMI MAKRO TAHUN 2004 BAB I KONDISI EKONOMI MAKRO TAHUN 24 Kondisi ekonomi menjelang akhir tahun 24 dapat disimpulkan sebagai berikut. Pertama, sejak memasuki tahun 22 stabilitas moneter membaik yang tercermin dari stabil dan

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND

LAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND LAPORAN BULANAN - PANIN Rp CASH FUND 10-Mar-2004 Panin Rp Cash Fund bertujuan untuk memberikan hasil yang relatif stabil melalui penempatan terutama pada instrumen pasar uang. Pasar Uang 100% Astra Sedaya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. atau nilai tukar (Miskhin, 2007:435). Bagi negara berkembang dengan

I. PENDAHULUAN. atau nilai tukar (Miskhin, 2007:435). Bagi negara berkembang dengan 0 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Harga mata uang suatu negara dalam harga mata uang negara lain disebut kurs atau nilai tukar (Miskhin, 2007:435). Bagi negara berkembang dengan perekonomian

Lebih terperinci

Realisasi Asumsi Dasar Ekonomi Makro APBNP 2015

Realisasi Asumsi Dasar Ekonomi Makro APBNP 2015 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nov Des Asumsi Dasar Ekonomi Makro 2015 Asumsi Dasar Ekonomi Makro Tahun 2015 Indikator a. Pertumbuhan ekonomi (%, yoy) 5,7 4,7 *) b. Inflasi (%, yoy) 5,0 3,35

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. antar negara. Nilai tukar memainkan peran vital dalam tingkat perdagangan

I.PENDAHULUAN. antar negara. Nilai tukar memainkan peran vital dalam tingkat perdagangan I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nilai tukar atau kurs merupakan indikator ekonomi yang sangat penting karena pergerakan nilai tukar berpengaruh luas terhadap aspek perekonomian suatu negara. Saat

Lebih terperinci

Pelemahan Rupiah: Haruskah Kita Panik? Mohammad Indra Maulana (Alumni FEB UGM)

Pelemahan Rupiah: Haruskah Kita Panik? Mohammad Indra Maulana (Alumni FEB UGM) Pelemahan Rupiah: Haruskah Kita Panik? Mohammad Indra Maulana (Alumni FEB UGM) 12/14/2014 Pertanyaan 1: Benarkah selalu melemah selama Desember? 12/14/2014 M. Indra Maulana 2 Nilai tukar Rupiah saat ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kondisi anggaran pendapatan belanja negara (APBN) selalu mengalami budget

BAB I PENDAHULUAN. kondisi anggaran pendapatan belanja negara (APBN) selalu mengalami budget 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai negara sedang berkembang yang tengah menuju tahap kemapanan ekonomi, Indonesia membutuhkan anggaran belanja dalam jumlah besar untuk membiayai berbagai program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terkuat di dunia, dan memberikan kontribusi sekitar 20-30% dari perputaran

BAB I PENDAHULUAN. terkuat di dunia, dan memberikan kontribusi sekitar 20-30% dari perputaran BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Amerika Serikat adalah negara besar yang memiliki kekuatan ekonomi terkuat di dunia, dan memberikan kontribusi sekitar 20-30% dari perputaran ekonomi dunia. Ekonomi

Lebih terperinci

CARLINK PRO FLEXY Dana Investasi Berimbang

CARLINK PRO FLEXY Dana Investasi Berimbang 29-Jan-16 NAV: 1,145.077 4 3 2 1 37.15% Total Dana Kelolaan 42,795,065,335.11 - Pasar Uang 0-20% - Pasar Uang - Efek Ekuitas 80-100% - Ekuitas 19.04% 80.96% -1-2 -7.29% -16.92% Sejak pe- Deskripsi Jan-16

Lebih terperinci

ASUMSI NILAI TUKAR, INFLASI DAN SUKU BUNGA SBI/SPN APBN 2012

ASUMSI NILAI TUKAR, INFLASI DAN SUKU BUNGA SBI/SPN APBN 2012 ASUMSI NILAI TUKAR, INFLASI DAN SUKU BUNGA SBI/SPN APBN 2012 A. Nilai Tukar Realisasi rata-rata nilai tukar Rupiah dalam tahun 2010 mencapai Rp9.087/US$, menguat dari asumsinya dalam APBN-P sebesar rata-rata

Lebih terperinci

LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN PENGELOLAAN SURAT UTANG NEGARA TAHUN 2005

LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN PENGELOLAAN SURAT UTANG NEGARA TAHUN 2005 LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN PENGELOLAAN SURAT UTANG NEGARA TAHUN 2005 DISAMPAIKAN SEBAGAI BAGIAN PERTANGGUNGJAWABAN PELAKSANAAN APBN TAHUN 2005 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... 3 DAFTAR GRAFIK... 4 I. Pendahuluan...

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Perkembangan ekonomi makro bulan Oktober 2004 hingga bulan Juli 2008 dapat diringkas sebagai berikut. Pertama, stabilitas ekonomi tetap terjaga

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi,

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi, BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA 4.1 Perkembangan Laju Inflasi di Indonesia Tingkat inflasi merupakan salah satu indikator fundamental ekonomi suatu negara selain faktor-faktor lainnya seperti

Lebih terperinci

Ikhtisar Perekonomian Mingguan

Ikhtisar Perekonomian Mingguan 20 January 2011 Ikhtisar Perekonomian Mingguan Keluarnya Modal Asing Menekan Rupiah dan Obligasi Di AS, pertumbuhan ekonomi mulai memiliki momentum, namun inflasi kembali meningkat seiring dengan kenaikan

Lebih terperinci

CARLINK PRO SAFE Dana Investasi Pasar Uang

CARLINK PRO SAFE Dana Investasi Pasar Uang SAFE 29-Jan-16 NAV: 11.00% Tabel Kinerja CARLink SAFE Total Dana Kelolaan 1,286,637,672.00 Memberikan hasil investasi yang kompetitif dengan mengutamakan keamanan dan tingkat likuiditas yang tinggi. Pasar

Lebih terperinci

Ikhtisar Perekonomian Mingguan

Ikhtisar Perekonomian Mingguan 18 May 2010 Ikhtisar Perekonomian Mingguan Neraca Pembayaran 1Q-2010 Fantastis; Rupiah Konsolidasi Neraca Pembayaran 1Q-2010 Fantastis, Namun Tetap Waspada Anton Hendranata Ekonom/Ekonometrisi anton.hendranata@danamon.co.id

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang membeli obligasi disebut pemegang obligasi (bondholder) yang akan menerima

BAB I PENDAHULUAN. yang membeli obligasi disebut pemegang obligasi (bondholder) yang akan menerima BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dewasa ini perkembangan dunia investasi semakin marak. Banyaknya masyarakat yang tertarik dan masuk ke bursa untuk melakukan investasi menambah semakin berkembangnya

Lebih terperinci