LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN PENGELOLAAN SURAT UTANG NEGARA TAHUN 2005

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN PENGELOLAAN SURAT UTANG NEGARA TAHUN 2005"

Transkripsi

1 LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN PENGELOLAAN SURAT UTANG NEGARA TAHUN 2005 DISAMPAIKAN SEBAGAI BAGIAN PERTANGGUNGJAWABAN PELAKSANAAN APBN TAHUN 2005

2 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... 3 DAFTAR GRAFIK... 4 I. Pendahuluan... 5 II. Portofolio SUN... 5 A. Jenis SUN Obligasi Negara Berdenominasi Rupiah Obligasi Negara Berdenominasi Mata Uang Asing... 8 B. Saldo SUN dan Perubahannya... 9 III. Kegiatan Pengelolaan SUN Tahun A. Penerbitan SUN Penerbitan SUN Berdenominasi Rp Melalui Lelang Penerbitan SUN dalam Rangka Pelunasan Hedge Bonds Jatuh Tempo Penerbitan SUN Berdenominasi USD B. Pelunasan Pokok dan Pembelian Kembali Pelunasan SUN Jatuh Tempo Pelunasan SUN dalam Rangka Pembelian Kembali Pelunasan SUN dalam Rangka Divestasi BPD C. Pertukaran Obligasi D. Pembayaran Bunga dan Biaya Penerbitan Bunga dan Biaya Penerbitan SUN Berdenominasi Rupiah Bunga dan Biaya Penerbitan SUN Berdenominasi USD E. Pengelolaan Portofolio dan Risiko F. Pengembangan Produk SUN SUN Retail SUN Berbasis Syariah...21 G. Restrukturisasi Surat Utang kepada Bank Indonesia IV. Strategi dan Program Pengelolaan SUN V. Kondisi Pasar SUN Tahun VI. Pencapaian Target APBN A. Surat Utang Negara (neto)...26 B. Bunga Utang Dalam Negeri C. Bunga Utang Luar Negeri

3 DAFTAR TABEL Tabel 1: Ringkasan Perubahan Posisi SUN Tahun Tabel 2: SUN Pengganti Hedge Bonds yang Jatuh Tempo Tahun Tabel 3: Penerbitan SUN Berdenominasi Valas Tahun Tabel 4: SUN Jatuh Tempo Tahun Tabel 5: Indikator Risiko dan Portofolio SUN Tabel 6: Saldo Utang Pemerintah Kepada Bank Indonesia per 31 Desember Tabel 7: Ratarata Perdagangan Harian Obligasi Negara Tabel 8: Komposisi Kepemilikan Obligasi Negara

4 DAFTAR GRAFIK Grafik 1: Struktur Jatuh Tempo SUN yang Dapat Diperdagangkan 31 Des Grafik 2: Struktur Jatuh Tempo SUN yang Dapat Diperdagangkan 30 Des Grafik 3: Perbandingan Struktur Jatuh Tempo SUN yang Dapat Diperdagangkan...11 Grafik 4: Pembayaran Bunga Surat Utang Negara Domestik Grafik 5: Ratarata Perdagangan Harian Obligasi Negara di Pasar Sekunder

5 I. Pendahuluan Laporan pertanggungjawaban pengelolaan Surat Utang Negara (SUN) ini disusun untuk memenuhi amanat pasal 16 UndangUndang Nomor 24 Tahun 2002 tentang Surat Utang Negara dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 76 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penatausahaan, Pertanggungjawaban, dan Publikasi Informasi atas Pengelolaan Surat Utang Negara. Dalam pasal 16 UU dimaksud, disebutkan bahwa: (1) Menteri wajib menyelenggarakan penatausahaan dan membuat pertanggungjawaban atas pengelolaan Surat Utang Negara dan dana yang dikelola. (2) Pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disampaikan sebagai bagian dari pertanggungjawaban pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Selain itu, laporan ini juga disusun agar seluruh pihak yang berkepentingan dapat mengetahui secara jelas dan transparan informasi terkait dengan pengelolaan Surat Utang Negara. Hal ini sejalan dengan komitmen Pemerintah untuk mengelola keuangan negara secara transparan, profesional dan bertanggung jawab. Seluruh angka dan data yang digunakan dalam laporan ini meliputi realisasi selama satu tahun anggaran yang dimulai 1 Januari 2005 dan berakhir 31 Desember 2005, kecuali secara jelas dinyatakan lain. II. Portofolio SUN Surat Utang Negara berdasarkan UndangUndang Nomor 24 Tahun 2004 adalah surat berharga yang berupa surat pengakuan utang dalam mata uang Rupiah maupun valuta asing yang dijamin pembayaran bunga dan pokoknya oleh Negara Republik Indonesia, sesuai dengan masa berlakunya. Tujuan penerbitan SUN ialah untuk: (1) membiayai defisit APBN, (2) menutup kekurangan kas jangka pendek, dan (3) mengelola portofolio utang negara. A. Jenis SUN Secara umum SUN dapat dibedakan atas Surat Perbendaharaan Negara (SPN) yang berjangka waktu sampai dengan 12 bulan dan Obligasi Negara (ON) yang berjangka waktu lebih dari 12 bulan. Sampai akhir tahun 2005, Pemerintah baru menerbitkan ON dan belum pernah menerbitkan SPN. Menurut denominasi mata uangnya, ON yang telah diterbitkan Pemerintah dapat dikelompokkan ke dalam dua kelompok, yaitu ON berdenominasi Rupiah dan ON berdenominasi valuta asing. Menurut jenis tingkat 5

6 bunganya, ON dapat dikelompokkan ke dalam ON dengan tingkat bunga tetap dan ON dengan tingkat bunga mengambang. 1. Obligasi Negara Berdenominasi Rupiah Obligasi negara berdenominasi Rupiah dapat dipisahkan ke dalam beberapa jenis, yaitu: a. Obligasi berbunga tetap (fixed rate bonds FR) Obligasi jenis ini memiliki tingkat kupon yang ditetapkan pada saat penerbitan, dan dibayarkan secara periodik setiap 6 (enam) bulan. Berdasarkan posisi akhir tahun 2005, tingkat kupon obligasi jenis FR berkisar antara 9,5% sampai 15,575%, yang terdiri dari 26 seri, dengan masa jatuh tempo berkisar antara tahun 2006 sampai Obligasi jenis FR dapat diperdagangkan dan dipindahtangankan kepemilikannya di pasar sekunder. b. Obligasi berbunga mengambang (variable rate bonds VR) Obligasi berbunga mengambang memiliki tingkat kupon yang ditetapkan secara periodik berdasarkan referensi tertentu. Dalam hal ini referensi yang digunakan ialah tingkat bunga SBI (Sertifikat Bank Indonesia) berjangka 3 bulan. Kupon dibayarkan secara periodik setiap 3 (tiga) bulan. Sampai akhir tahun 2005, terdapat 23 seri VR yang masa jatuh temponya berkisar antara tahun 2006 sampai dengan Obligasi jenis VR dapat diperdagangkan dan dipindahtangankan kepemilikannya di pasar sekunder. c. Obligasi lindung nilai (hedge bonds HB) Obligasi lindung nilai (HB) adalah obligasi yang diterbitkan dalam denominasi Rupiah dengan pembayaran kupon dan pokok yang disesuaikan atau diindeks terhadap perubahan kurs Rp/USD. Pada saat jatuh tempo pembayaran, baik pokok maupun kupon, nilai nominalnya akan disesuaikan terlebih dahulu terhadap nilai tukar Rp/USD yang berlaku. Apabila nilai tukar Rupiah terhadap USD pada saat jatuh tempo pembayaran melemah dibanding nilai tukar pada saat penerbitan, maka nilai nominal HB setelah indeksasi akan meningkat sehingga meningkatkan jumlah pembayaran pokok dan bunga yang jatuh tempo, dan sebaliknya. Sesuai dengan terms and conditionnya, pelunasan HB jatuh tempo dapat dilakukan dengan ON 6

7 baru atau dengan tunai. Tingkat kupon HB ditetapkan secara periodik berdasarkan referensi tertentu, yaitu SIBOR (Singapore Inter Bank Offered Rate) + margin 2%. Kupon dibayarkan secara periodik setiap 3 (tiga) bulan sekali. Pada akhir tahun 2005 tidak terdapat lagi obligasi jenis ini. Obligasi seri HB terakhir telah dilunasi pada bulan Juni Obligasi jenis HB ini tidak dapat diperdagangkan. d. Surat utang kepada BI (SU) Dalam rangka program penjaminan perbankan dan BLBI (Bantuan Likuiditas Bank Indonesia), pada tahun 1998 dan 1999 Pemerintah menerbitkan empat seri SU, yaitu SU001, SU002, SU003 dan SU004, dengan total nominal sebesar Rp218,3 triliun. SU001 dan SU003 merupakan SU yang diterbitkan dalam rangka BLBI yang dikucurkan oleh Bank Indonesia saat krisis moneter tahun 1998/1999. SU002 merupakan penyertaan modal negara pada Bank Ekspor Impor Indonesia. Sementara SU004 merupakan surat utang yang diterbitkan dalam rangka program penjaminan Pemerintah. Sesuai dengan terms & conditions awalnya, Obligasi jenis ini memiliki tingkat bunga tetap sebesar 3% yang diperhitungkan atas pokok yang diindeks berdasarkan inflasi. Kupon dibayarkan secara periodik setiap 6 (enam) bulan sekali. Sementara pokok utang diamortisasi (dicicil) setiap enam bulan sekali secara proporsional atas dasar pokok yang telah diindeks. Pembayaran cicilan pokok dilakukan bersamaan dengan pembayaran bunga, dan dimulai setelah masa tenggang (grace period) berakhir. Sebagai bagian dari penyelesaian BLBI, Pemerintah dan BI telah sepakat untuk mengganti SU001 dan SU003 dengan menerbitkan surat utang jenis baru yaitu SRBI (Special Rate Bank Indonesia) pada tanggal 7 Agustus Adanya kesepakatan tersebut telah mengubah terms & conditions awal yang secara lebih rinci dijelaskan pada bagian tersendiri di bawah ini. Sementara untuk SU002 dan SU004, Pemerintah bersama dengan BI tengah membahas proses restrukturisasinya. Selain SU001, SU002, SU003 dan SU004, Pemerintah juga menerbitkan SU005 untuk pembiayaan kredit program. Obligasi ini jatuh tempo tahun 2009, dan memiliki tingkat kupon yang ditetapkan berdasarkan tingkat bunga SBI berjangka 3 bulan. SU005 memiliki plafon sebesar Rp9,97 7

8 triliun, namun demikian jumlah realisasi yang menjadi utang pemerintah hanyalah jumlah dana yang sudah disalurkan dalam rangka pembiayaan beberapa skim kredit program, yang per posisi akhir tahun 2005 berjumlah Rp2,58 triliun. Pada tanggal 6 September 2001, Pemerintah juga telah menerbitkan SU006 sebesar nominal Rp Jumlah nominal atas SU006 ini merupakan jumlah maksimum yang dapat ditarik oleh Pemerintah yang digunakan untuk program penjaminan perbankan, sehingga baru akan efektif menjadi utang jika memang sudah ditarik. Sampai 31 Desember 2005 Pemerintah belum menarik sama sekali, sehingga nilai utang Pemerintah atas SU006 per tanggal 31 Desember 2005 adalah nol. e. SRBI (Special Rate Bank Indonesia) SRBI, yang lengkapnya SRBI01/MK/2003, adalah surat utang yang diterbitkan oleh Pemerintah pada tanggal 7 Agustus 2003 sebagai pengganti SU001 dan SU003, dalam rangka penyelesaian bantuan likuiditas BI. Nilai nominal penerbitan SRBI adalah sebesar Rp ,00 atau sama dengan jumlah nominal SU001 dan SU003. SRBI jatuh tempo tahun 2033 dengan tingkat kupon 0,1% setahun dihitung dari sisa pokok terutang yang dibayarkan secara periodik 2 (dua) kali setahun. Pelunasan SRBI dapat bersumber dari surplus Bank Indonesia yang menjadi bagian Pemerintah dan akan dilakukan apabila rasio modal terhadap kewajiban moneter BI telah mencapai di atas 10%. Dalam hal rasio modal terhadap kewajiban moneter Bank Indonesia kurang dari 3%, maka Pemerintah akan membayar charge kepada Bank Indonesia sebesar kekurangan dana yang diperlukan untuk mencapai rasio modal tersebut. 2. Obligasi Negara Berdenominasi Mata Uang Asing Sepanjang tahun 2005, Pemerintah telah dua kali menerbitkan ON berdenominasi USD (Dollar Amerika), yaitu INDO15 pada tanggal 20 April 2005 dan INDO16 & INDO35 pada tanggal 12 Oktober 2005 dengan total nominal penerbitan sebesar USD INDO15 diterbitkan dengan nilai nominal USD Obligasi ini jatuh tempo pada tanggal 20 April 2015 dengan tingkat kupon tetap sebesar 7,25% setahun. Sementara INDO16 dan INDO35 diterbitkan dengan nominal masingmasing sebesar USD dan USD INDO16 memiliki kupon 7,50% dan 8

9 jatuh tempo tanggal 12 Januari 2016, sementara INDO35 memiliki kupon 8,5% dan jatuh tempo tanggal 12 Oktober Seluruh seri ON berdenominasi USD di atas dapat diperdagangkan/ diperjualbelikan. B. Saldo SUN dan Perubahannya Surat Utang Negara dapat berubah saldonya akibat adanya penerbitan baru, pelunasan, pembelian kembali atau oleh sebab lainnya. Posisi SUN per 31 Desember 2004 dan 31 Desember 2005 masingmasing dapat dilihat pada Lampiran 1 dan Lampiran 2. Adapun ringkasan perubahan posisi SUN tahun 2005 adalah sebagai berikut: Tabel 1: Ringkasan Perubahan Posisi SUN Tahun 2005 Obligasi Negara 31 Desember Desember 2005 Selisih (Juta Rp) (Juta Rp) (Juta Rp) Seri Fixed Rate Seri Variable Rate SUnominal SUdiindeks SRBI Obl. internasional (USD) Obligasi internasional* ,00 Seri Hedge Bonds Total *Kurs pada tanggal 31 Desember 2004 dan 30 Desember 2005 masingmasing sebesar Rp9.290/USD dan Rp9.830/USD. Memperhatikan tabel di atas, dapat dilihat adanya perubahan yang cukup signifikan berupa meningkatnya porsi SUN berbunga tetap (FR) dan menurunnya porsi SUN berbunga mengambang (VR). Hal ini sejalan dengan upaya Pemerintah untuk menurunkan risiko tingkat bunga. Namun demikian, di lain pihak porsi SUN berdenominasi USD meningkat, yang menunjukkan naiknya risiko nilai tukar Rp/USD. Pembahasan lebih lanjut mengenai portofolio dan risiko SUN akan dibahas pada butir 3.6. Pengelolaan Portofolio dan Risiko. Secara rinci, perubahan posisi SUN pada tabel di atas diakibatkan oleh halhal sebagai berikut: Saldo Awal (31 Desember 2004) Rp ,00 Penerbitan (nominal): Penerbitan ON Rupiah Rp ,00 Penerbitan INDO15, 16 & 35 Rp ,00 9

10 (plus penyesuaian kurs) Penambahan SU005 Rp ,00 Indeksasi SU002 dan SU004 Rp ,00 Penerbitan ON dalam rangka debt switching Rp ,00 Penerbitan ON pengganti HB jatuh tempo Rp ,00 Total Penerbitan Rp ,25 Pelunasan/pembayaran pokok: ON seri FR jatuh tempo (Rp ,00) ON seri VR jatuh tempo (Rp ,00) ON seri HB jatuh tempo (nominal) (Rp ,00) Pembelian kembali (buyback) (Rp ,00) Pelunasan dalam rangka debt switching (Rp ,00) Program divestasi BPD (Rp ,00) Total Pelunasan (Rp ,00) Netto (PenerbitanPelunasan ON) Tahun 2004 Rp ,25 Saldo akhir (30 Desember 2005) Rp ,00 Mengacu pada perubahan yang terjadi, maka struktur jatuh tempo pokok SUN yang dapat diperdagangkan (tradable bonds), pada akhir tahun 2004, akhir tahun 2005, dan perbandingannya adalah sebagai berikut: Grafik 1: Struktur Jatuh Tempo SUN yang Dapat Diperdagangkan 31 Des 2004 Struktur Jatuh Tempo SUN yang Dapat Diperdagangkan 31 Desember ,00 40,00 Triliun Rp 30,00 20,00 10,00 Total Int' Bonds Total 19,69 26,41 34,81 40,01 33,69 29,80 30,52 26,82 23,71 27,45 17,45 18,32 16,82 17,92 22,72 22,46 408,59 9,29 9,29 VR 5,98 11,86 16,41 40,01 13,68 4,48 1,07 11,41 17,45 18,32 16,82 17,92 22,72 22,46 220,57 FR 13,71 14,55 18,40 20,01 29,80 26,03 25,75 23,71 6,75 178,73 10

11 Grafik 2: Struktur Jatuh Tempo SUN yang Dapat Diperdagangkan 30 Des 2005 Struktur Jatuh Tempo SUN yang Dapat Diperdagangkan 31 Desember ,00 40,00 Trill ion Rp 30,00 20,00 10,00 Total Total 23,63 34,44 37,74 33,37 30,80 30,52 26,82 23,71 27,99 32,28 32,50 19,82 19,48 22,72 32,55 5,90 434,24 9,83 9,83 8,85 5,90 34,41 VR 10,31 13,78 37,74 13,36 4,48 1,07 11,41 17,45 18,32 16,82 17,92 22,72 25,32 210,68 FR 13,32 20,66 20,01 30,80 26,03 25,75 23,71 6,75 5,00 5,33 3,00 1,56 7,22 189,16 Int'l Bonds Grafik 3: Perbandingan Struktur Jatuh Tempo SUN yang Dapat Diperdagangkan Perbandingan Struktur Jatuh Tempo SUN yang Dapat Diperdagangkan 31 Des Des ,00 T riliun R p 40,00 30,00 20,00 10, Des04 19,69 26,41 34,81 40,01 33,69 29,80 30,52 26,82 23,71 27,45 17,45 18,32 16,82 17,92 22,72 22,46 23,63 34,44 37,74 33,37 30,80 30,52 26,82 23,71 27,99 32,28 32,50 19,82 19,48 22,72 32,55 5,90 30Des

12 Berdasarkan ketiga grafik di atas, dapat dilihat bahwa pengelolaan SUN tahun 2005 menunjukkan adanya upaya untuk menggeser porsi SUN yang jatuh tempo tahun ke tahuntahun berikutnya. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi risiko pendanaan kembali (refinancing risk) pada periode tersebut. Adanya spike di tahun 2015 dan 2016 sebagaimana ditunjukkan pada posisi akhir tahun 2005, lebih disebabkan oleh penerbitan SUN berdenominasi valas yang jatuh tempo tahun 2015 dan Pemerintah berupaya untuk mewujudkan struktur jatuh tempo yang smooth sehingga tidak ada tekanan fiskal pada tahun tertentu. Struktur jatuh tempo utang Pemerintah yang ideal ialah yang sesuai dengan daya dukung fiskal setiap tahunnya. Jadi, pada tahuntahun dimana penerimaan negara diperkirakan meningkat, maka tahuntahun itu memperoleh porsi jatuh tempo utang yang lebih besar. Namun demikian, mengingat sangat sulit memperkirakan penerimaan Pemerintah dalam jangka panjang, maka dalam rangka prudent debt management dapat diasumsikan struktur jatuh tempo yang baik ialah yang smooth (merata) dan dalam jumlah yang tidak terlampau tinggi setiap tahunnya. Saat ini Pemerintah memperkirakan jumlah jatuh tempo pokok (belum termasuk bunga) sebesar Rp35 triliun sampai Rp40 triliun setiap tahunnya sudah terlampau tinggi sehingga perlu dilakukan upayaupaya untuk menurunkannya. Upaya tersebut antara lain ditempuh dengan pembelian kembali (buyback), pertukaran (debt switching/reprofiling) dan lain sebagainya. III.Kegiatan Pengelolaan SUN Tahun 2005 Dalam rangka pengelolaan SUN tahun 2005, DPR telah menyetujui penerapan konsep SUN neto (konsep net). Dengan konsep net, target pemenuhan kebutuhan pembiayaan defisit APBN melalui SUN dinyatakan dalam bentuk SUN neto, tidak lagi dipatok pada target penerimaan penerbitan bruto sebesar tertentu, sebagaimana APBN sebelumnya. Dengan penerapan konsep ini, Pemerintah memiliki fleksibilitas dalam menentukan jumlah SUN yang diterbitkan dan jumlah SUN yang dilunasi/dibeli kembali, sepanjang jumlah netonya tidak melebihi yang telah ditetapkan oleh DPR. Dalam APBN 2005, SUN neto ditetapkan sebesar Rp ,00. A. Penerbitan SUN Sepanjang tahun 2005, Pemerintah telah menerbitkan baik SUN dalam denominasi Rupiah maupun SUN dalam denominasi valas. Penerbitan dilakukan baik melalui lelang, bookbuilding, atau private placements. 12

13 1. Penerbitan SUN Berdenominasi Rp Melalui Lelang Pada tahun 2005, Pemerintah telah melakukan lelang penerbitan SUN berdenominasi Rupiah sebanyak 10 (sepuluh) kali, yang diselenggarakan setiap bulan, mulai bulan Januari sampai Oktober. Oversubscription, yaitu jumlah bids yang masuk dibandingkan dengan jumlah target awal yang diumumkan, berkisar dari 1,02 kali sampai 6,18 kali dengan ratarata 2,64 kali. Hal ini merupakan salah satu indikator masih cukup tingginya kepercayaan investor terhadap SUN. Dari 10 kali lelang yang telah dilakukan, terdapat dua kali lelang yaitu lelang bulan Maret dan Juli dimana Pemerintah memutuskan untuk tidak memenangkan bid yang masuk, dengan pertimbangan yield yang disampaikan oleh bidder umumnya terlampau tinggi jika dibandingkan dengan benchmark yield yang menjadi patokan Pemerintah. Total nilai nominal SUN yang diterbitkan Pemerintah tahun 2005 mencapai Rp ,00, dengan kupon berkisar antara 9,5% sampai 15%, dan waktu jatuh temponya bervariasi dari tahun 2007 sampai Jatuh tempo SUN yang diterbitkan Pemerintah merupakan hasil analisis yang mendalam dengan mempertimbangkan berbagai aspek, terutama: (i) struktur jatuh tempo yang sudah ada, (ii) pengembangan pasar sekunder SUN, dan (iii) analisis cost dan risk. Detail realisasi penerbitan SUN berdenominasi Rupiah tahun 2005 dapat dilihat pada Lampiran Penerbitan SUN dalam Rangka Pelunasan Hedge Bonds Jatuh Tempo Sebagaimana diketahui, Hedge Bonds (HB) adalah seri SUN yang pembayaran kupon dan pokoknya diindeks terhadap perubahan nilai tukar Rp/USD. SUN jenis ini tidak lagi diterbitkan di tahun 2005, dan sisa yang outstanding di awal tahun 2005 jatuh tempo seluruhnya pada tahun Sesuai dengan terms and conditionnya, HB yang jatuh tempo dapat dilunasi baik secara tunai maupun dengan menerbitkan SUN seri baru sebagai pengganti. SUN seri HB yang jatuh tempo sepanjang tahun 2005 dilunasi dengan menerbitkan SUN pengganti, dengan sedikit uang tunai. Secara umum nilai nominal SUN pengganti lebih besar daripada nilai nominal SUN seri HB yang jatuh tempo sebagai akibat lebih lemahnya nilai tukar Rupiah terhadap USD saat HB jatuh tempo dibandingkan saat HB dimaksud diterbitkan. Rincian penerbitan SUN pengganti HB yang jatuh tempo tahun 2005 adalah sebagai berikut: 13

14 Tabel 2: SUN Pengganti Hedge Bonds yang Jatuh Tempo Tahun 2005 Seri Nominal Awal Nilai Jatuh Tempo (dalam Rp) (dalam Rp) Dilunasi dengan: Cash (Rp) Obligasi Baru (Rp) Seri HB VR0031 HB VR0031 HB VR0031 HB VR0031 HB VR0031 HB VR Total 3. Penerbitan SUN Berdenominasi USD Untuk memenuhi target pembiayaan SUN neto tahun 2005 sebesar Rp22,08 triliun, Pemerintah berupaya sedapat mungkin memenuhinya dengan melakukan penerbitan SUN berdenominasi Rupiah. Namun demikian, seiring dengan memburuknya situasi perekonomian pada kuartal 2 dan 3 serta awal kuartal 4 tahun 2005, yang ditandai dengan melemahnya nilai tukar Rupiah dan naiknya tingkat bunga domestik, maka pasar obligasi dalam negeri pun mengalami tekanan. Terlebih dengan adanya selling pressure dari investor reksadana dalam periode yang sama, yang turut memperburuk pasar obligasi dalam negeri. Jika Pemerintah memaksakan untuk menerbitkan SUN berdenominasi Rupiah, maka diperkirakan yield yang diminta investor tinggi, sehingga cost of borrowing yang harus ditanggung Pemerintah juga tinggi. Oleh karena itu, setelah mempertimbangkan beberapa hal seperti kondisi pasar obligasi dalam negeri, kebutuhan pembentukan benchmark Indonesian USD bonds, kebutuhan untuk meningkatkan cadangan devisa negara dalam valas, kebutuhan untuk membayar kewajiban valas lainnya yang jatuh tempo, dan peningkatan risiko yang akan dihadapi dari penerbitan SUN berdenominasi valas, Pemerintah memutuskan untuk menerbitkan SUN berdenominasi USD. Penerbitan SUN berdenominasi USD dilakukan dua kali, yaitu pada bulan April dan bulan Oktober. Secara rinci, informasi mengenai penerbitan SUN berdenominasi USD tahun 2005 adalah sebagai berikut: 14

15 Tabel 3: Penerbitan SUN Berdenominasi Valas Tahun 2005 Item Seri Tanggal Penerbitan Tanggal Jatuh Tempo Nominal (USD) Kupon Yield Clean Proceeds, after discount (USD) Underwriter s Fee Underwriter s Fee (USD) Underwriter s Out of Pocket Expenses/OPE (USD) Joint Lead Managers Listing Rating Standard and Poors Fitch Moody s April 2005 INDO15 20 April April ,250% 7,375% Oktober 2005 (Dual Tranches) INDO16 INDO35 12 Oktober Oktober Januari Oktober ,500% 8,500% 7,625% 8,625% bps dari clean proceeds bps dari clean 20 bps dari clean proceeds proceeds Citigroup, Deutsche Bank dan UBS Investment Bank Luxembourg Stock Exchange Citigroup, CSFB dan Merrill Lynch B+ BBB2 B+ BBB2 Singapore Stock Exchange B. Pelunasan Pokok dan Pembelian Kembali Pokok SUN dapat berkurang melalui pelunasan baik sebelum jatuh tempo, maupun saat jatuh tempo. Sepanjang tahun 2005, pokok SUN telah berkurang sebanyak Rp33,25 triliun, yang terdiri dari: (i) pelunasan SUN jatuh tempo sebesar Rp22,40 triliun, (ii) pembelian kembali secara tunai sebesar Rp5,16 triliun, (iii) pelunasan SUN dalam rangka divestasi BPD sebesar Rp19,96 miliar, dan (iv) pelunasan SUN dalam rangka debt switching sebesar Rp5,67 triliun. Pelunasan dalam rangka debt switching (pertukaran obligasi) akan dibahas tersendiri pada butir selanjutnya. 1. Pelunasan SUN Jatuh Tempo Seluruh SUN yang jatuh tempo tahun 2005 dibayar tepat pada waktunya. Selain SUN seri HB, seluruh SUN yang jatuh tempo dilunasi secara tunai. Seriseri SUN yang jatuh tempo tahun 2005 dan jumlahnya ialah sebagai berikut: 15

16 Tabel 4: SUN Jatuh Tempo Tahun 2005 Seri Tanggal Jatuh Nominal Tempo HB Januari HB Februari HB Maret HB April VR April FR Mei FR Mei FR Mei HB Mei HB Juni VR Nopember Total Pelunasan SUN dalam Rangka Pembelian Kembali Selain yang jatuh tempo, pelunasan SUN juga dilakukan sebelum jatuh tempo, melalui pembelian kembali secara tunai (cash buyback). Pada dasarnya buyback perlu dilakukan untuk tujuantujuan sebagai berikut: (i) memperbaiki struktur jatuh tempo pokok SUN, (ii) mengurangi SUN yang memiliki cost of borrowings yang tinggi sehingga menurunkan cost of borrowings secara keseluruhan, dan (iii) menjaga kestabilan harga SUN di pasar sekunder. Selama tahun 2005, Pemerintah telah melaksanakan pembelian kembali melalui cara lelang sebanyak 4 (empat) kali, dengan total nilai nominal SUN yang dibeli kembali sebesar Rp ,00. Seriseri yang diutamakan untuk dibeli kembali ialah seriseri yang jatuh tempo tahun mengingat pada periode tersebut, jumlah pokok SUN yang jatuh tempo mencapai puncaknya sehingga berpotensi memberikan tekanan fiskal yang berat. Pembelian kembali secara tunai juga diutamakan untuk dilakukan pada kuartal 3 dan 4 untuk membantu menstabilkan hargaharga SUN di pasar sekunder yang saat itu mengalami tekanan. Sebagaimana diketahui selling pressure terhadap SUN yang terjadi pada periode tersebut, yang umumnya dilakukan oleh investor 16

17 reksadana, membuat hargaharga SUN di pasar sekunder secara umum mengalami tekanan. Rincian seriseri yang dibeli kembali oleh Pemerintah adalah sebagaimana pada Lampiran Pelunasan SUN dalam Rangka Divestasi BPD Pelunasan ON melalui program divestasi Bank Pembangunan Daerah (BPD) adalah mengacu pada Keputusan Menteri Keuangan Nomor 543/KMK.06/2003 tanggal 18 desember 2003 tentang Divestasi Saham Negara dalam Rangka Penyertaan Modal Negara dan Pelunasan Obligasi Negara pada Bank Pembangunan Daerah Peserta Program Rekapitalisasi. Sebagai kelanjutan dari program yang sama pada tahuntahun sebelumnya, pada tahun 2005 Pemerintah melakukan divestasi terhadap kepemilikan Pemerintah pada BPD Sumatera Utara dengan nilai nominal sebesar Rp ,00. Dengan demikian, hingga akhir tahun 2005, dari 12 BPD yang direkapitalisasi tinggal 2 (dua) BPD yang belum didivestasi yaitu BPD Aceh dan BPD Maluku. Pelunasan SUN dalam rangka divestasi dilakukan secara off budget. C. Pertukaran Obligasi Pertukaran obligasi atau debt switching umumnya dilakukan dengan dua alasan utama, yaitu: (i) memperbaiki struktur jatuh tempo pokok SUN (oleh karena itu sering juga disebut sebagai debt reprofiling), dan (ii) meningkatkan likuiditas pasar sekunder SUN, yaitu dengan menarik obligasi yang tidak likuid (offtherun bonds) dan menggantinya dengan obligasi yang lebih likuid (ontherun bonds). Pada tahun 2005, Pemerintah telah melakukan debt switching melalui lelang sebanyak 1 (satu) kali, yaitu pada bulan Desember 2005, dengan nilai nominal total sebesar Rp ,00. Seriseri SUN yang ditarik diutamakan pada SUN yang jatuh tempo antara 2006 sampai dengan 2009 dengan pertimbangan untuk menurunkan refinancing risk periode tersebut. Sementara SUN yang diterbitkan ialah seri FR0031 yang jatuh temponya tahun Program debt switching ini, selain menurunkan refinancing risk periode , juga menurunkan interest rate risk, mengingat lebih dari 60% SUN yang ditarik merupakan SUN seri Variable Rate (VR). Debt switching dilakukan dengan metode lelang, dimana harga SUN seri FR0031 (SUN penukar) telah ditetapkan oleh Pemerintah, sehingga investor hanya menyampaikan penawaran harga atas seriseri SUN yang akan ditukar. Mengingat transaksi penukaran dilakukan secara onetoone (jumlah unit yang ditarik sama dengan yang diterbitkan), 17

18 maka tidak ada dampak langsung terhadap net additional debt; selisih harga diselesaikan secara tunai. Rincian seriseri yang ditukar dapat dilihat pada Lampiran 4. D. Pembayaran Bunga dan Biaya Penerbitan Pembayaran bunga dan biaya penerbitan SUN meliputi: (i) bunga dan biaya penerbitan SUN Rupiah, dan (ii) bunga dan biaya penerbitan SUN valas. 1. Bunga dan Biaya Penerbitan SUN Berdenominasi Rupiah Pembayaran bunga dan biaya penerbitan SUN berdenominasi Rupiah tahun 2005 secara total mencapai Rp ,00. Secara rinci, pembayaran bunga dan biaya penerbitan SUN terdiri dari berbagai komponen sebagai berikut: Pembayaran bunga SUN domestik Pembayaran discount SUN Pembayaran biaya/kewajiban lainnya Gain on bonds redemption Pengembalian discount Total Rp ,00 Rp ,00 Rp ,00 Rp ,00 Rp ,00 Rp ,00 Gain on bonds redemption adalah keuntungan pembukuan yang terjadi akibat pembelian kembali SUN sebelum jatuh tempo. Keuntungan ini timbul akibat lebih kecilnya cash yang dibayar oleh Pemerintah dibandingkan dengan nilai buku SUN yang dibeli. Sebagai contoh, Obligasi Negara yang saat terbit harganya 100 (par), kemudian setelah beberapa tahun kemudian dibeli kembali oleh Pemerintah pada harga 90, maka terdapat keuntungan sebesar 10, yaitu nilai buku, 100 (tidak ada amortisasi diskon atau premium) dikurangi harga beli, 90. Sementara, pengembalian discount terjadi jika obligasi yang dibeli kembali oleh Pemerintah ialah obligasi yang saat terbit harganya discount. Discount ini akan diamortisasi sepanjang umur obligasi tersebut. Jika sebelum jatuh temponya, obligasi ini dibeli kembali, maka atas porsi discount yang belum teramortisasi, harus dikembalikan. Baik gain on bonds redemption maupun pengembalian discount merupakan bagian dari pos Bunga dan Biaya Penerbitan, karena sifatnya kurang lebih sama dengan biaya penerbitan dalam hal terjadinya bukan saat penerbitan namun saat pembelian kembali, namun arahnya berlawanan, yaitu sebagai faktor pengurang. 18

19 Realisasi pembayaran bunga SUN domestik tahun , dapat dilihat pada grafik di bawah ini. Grafik 4: Pembayaran Bunga Surat Utang Negara Domestik , ,00 Miliar Rp , , , , ,00 Bunga , , , , ,82 Tahun Pembayaran bunga tahun 2005 mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2004 karena naiknya tingkat bunga SBI 3 bulan dan meningkatnya porsi penerbitan SUN neto dari Rp6,87 triliun tahun 2004 menjadi Rp22,21 triliun tahun Bunga dan Biaya Penerbitan SUN Berdenominasi USD Sepanjang tahun 2005, pembayaran bunga dan biaya penerbitan SUN valas mencapai USD ,50. Pembayaran tersebut meliputi beberapa pos anggaran sebagai berikut: Pembayaran bunga SUN valas Pembayaran biaya atau kewajiban lainnya Discount SUN berdenominasi USD Total USD ,00 USD ,50 USD ,00 USD ,50 Biaya atau kewajiban lainnya penerbitan SUN berdenominasi valas meliputi: underwriter s fee, underwriter s OPE (lihat Table 3), rating fee, pajak atas underwriter s fee, serta trustee, fiscal & paying agent fee. 19

20 E. Pengelolaan Portofolio dan Risiko Mengingat semakin meningkatnya peran SUN dalam porsi pembiayaan defisit APBN pada tahuntahun mendatang, dan dalam rangka mewujudkan prudent debt management, perlu dilakukan pengelolaan portofolio dan risiko dengan sebaikbaiknya. Perencanaan jenis dan penetapan tenor SUN yang akan diterbitkan, dibeli kembali atau ditukar, perlu diselaraskan dengan profil portofolio dan risiko yang dikehendaki. Perkembangan beberapa indikator profil portofolio dan risiko SUN tahun 2004 dan 2005 adalah sebagai berikut: Tabel 5: Indikator Risiko dan Portofolio SUN Indikator Proporsi ON jenis VR (% dari total portofolio) 33,31% 30,40% Nominal ON jenis VR (triliun Rp) 220,57 210,68 Interest Rate Fixing (% dari tradable bonds) 57,34% 51,58% 2,48 3,57 Proporsi international bonds 2,27% 7,92% Nominal international bonds 9,29 34,41 ON jatuh tempo dalam 1 tahun (% dari tradable) 4,82% 5,44% ON jatuh tempo dalam 1 tahun (nominal triliun Rp) 19,69 23,63 Ratarata jatuh tempo pokok setiap tahun (triliun Rp) 25,54 27,14 Standar deviasi jatuh tempo pokok (triliun Rp) 6,92 7,84 Average time to maturity (tahun) 7,12 7,52 Duration, yield = 0% (tahun) 5,55 5,57 1% kenaikan suku bunga SBI (miliar Rp) Rp100 depresiasi Rupiah terhadap USD (miliar Rp) 6,75 26,00 Interest Rate Risk: Average Time to Refixing (tahun) Currency Exposure: Refinancing Risk Indikators: Sensitivity Analysis: Secara umum terdapat penurunan risiko tingkat bunga/ interest rate risk. Hal ini dapat dilihat dari turunnya porsi ON berjenis VR (variable rate) dari 33,31% menjadi 30,40%. Sebagaimana diketahui ON jenis ini sangat berisiko karena tingkat bunganya dikaitkan dengan tingkat bunga SBI yang besarnya tergantung kondisi pasar. Interest rate fixing ialah jumlah SUN yang terekspos perubahan interest rate dalam waktu kurang dari 1 tahun, sementara average time to refixing menunjukkan ratarata waktu 20

21 yang diperlukan seluruh portofolio untuk mereset kupon. Kedua indikator ini menunjukkan arah yang menggembirakan. Currency exposure menunjukkan perkembangan yang negatif dalam arti terdapat peningkatan risiko nilai tukar Rupiah akibat peningkatan pokok SUN berdenominasi USD yang diterbitkan oleh Pemerintah. Hal ini disebabkan oleh memburuknya situasi pasar SUN dalam negeri khususnya pada pertengahan tahun 2005, sehingga membuat Pemerintah mengalihkan target pembiayaan SUN yang semula direncanakan melalui pasar SUN domestik, menjadi penerbitan SUN valas di pasar modal internasional. Refinancing risk indicator menunjukkan peningkatan risiko, yang digambarkan oleh lebih besarnya porsi ON yang jatuh tempo dalam satu tahun pada akhir tahun 2005 dibandingkan akhir tahun Namun demikian ratarata jatuh tempo dan durasi menunjukkan perbaikan sesuai yang diharapkan yaitu semakin panjang, walaupun tidak terlalu signifikan. Analisis sensitivitas menunjukkan perbaikan dari sisi tingkat bunga, namun sebaliknya untuk sisi nilai tukar. Hal ini dapat dipahami mengingat porsi SUN berjenis VR semakin turun sebaliknya porsi SUN berdenominasi USD meningkat. F. Pengembangan Produk SUN 1. SUN Retail SUN retail ialah SUN yang dijual kepada investor individu melalui Agen Penjual, dengan volume minimum yang yang telah ditentukan. Penerbitan SUN retail sangat bermanfaat bagi Pemerintah dalam hal memperluas basis investor SUN. Di lain pihak investor individu dapat memiliki kesempatan untuk berinvestasi secara langsung dan dalam denominasi yang kecil, pada instrumen yang pembayaran bunga dan pokoknya dijamin oleh UndangUndang. Saat ini tengah dilakukan kajian intensif mengenai SUN retail, dengan melibatkan berbagai pihak. Sistem dan infrastrukturnya perlu disiapkan secara matang. Rancangan Keputusan Menteri Keuangan mengenai penjualan SUN retail di pasar perdana juga tengah disiapkan. Pemerintah menargetkan penerbitan SUN retail sudah dapat dilakukan pada tahun SUN Berbasis Syariah Pembahasan mengenai SUN berbasis syariah telah berlangsung cukup lama, dengan melibatkan banyak pihak seperti Dewan Syariah Nasional, dan pihak lainnya. Penerbitan SUN berbasis syariah (sukuk) terbentur masalah peraturan perundangundangan yang belum mendukung. Berbagai hal yang belum diatur atau bertentangan dengan peraturan perundangan di antaranya: pembentukan 21

22 SPV (Special Purpose Vehicle), dan penjaminan asset Pemerintah. Saat ini tengah dirintis upaya untuk menerbitkan peraturan perundangundangan baru dan melakukan amandemen terhadap berbagai peraturan perundangundangan yang sudah ada, untuk dapat mendukung penerbitan sukuk. G. Restrukturisasi Surat Utang kepada Bank Indonesia Dalam rangka program penjaminan perbankan, pada tahun 1998 dan 1999 Pemerintah menerbitkan SU kepada Bank Indonesia, yaitu seriseri SU001, SU002, SU003 dan SU004 dengan total nominal sebesar Rp ,00. Sebagai bagian dari penyelesaian Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), pada tanggal 7 Agustus 2003 seriseri SU001 dan SU003 dengan total nilai nominal Rp ,00 diganti dengan seri baru yaitu seri SRBI01/MK/2003 (SRBI) dengan jumlah nominal yang sama. Sementara untuk seriseri SU yang lain yaitu SU002 dan SU004, saat ini tengah diupayakan proses restrukturisasi terhadap ketentuan dan persyaratannya. Proses pembahasan program restrukturisasi Surat Utang (SU) kepada Bank Indonesia itu sendiri telah berlangsung cukup panjang. Salah satu hal pokok yang menjadi permasalahan antara Departemen Keuangan dan Bank Indonesia adalah status hukum SU002/MK/1998. Departemen Keuangan berpendapat bahwa SU002/MK/1998 dengan nilai nominal awal sebesar Rp20 triliun merupakan bagian dari BLBI, sehingga pola penyelesaiannya diharapkan seperti pola penyelesaian hubungan keuangan antara Bank Indonesia dengan Pemerintah sebagaimana telah dilakukan terhadap SU001 dan SU003. Sementara Bank Indonesia berpendapat bahwa SU002/MK/1998 merupakan kewajiban Pemerintah yang timbul akibat konversi KLBI/BLBI pada Bank Exim menjadi Penyertaan Modal Pemerintah. Status ini akan mempengaruhi pola restrukturisasi yang saat ini tengah diupayakan. Adapun saldo utang Pemerintah kepada Bank Indonesia, per posisi 31 Desember 2005 adalah sebagai berikut (dalam Rupiah): Tabel 6: Saldo Utang Pemerintah Kepada Bank Indonesia per 31 Desember 2005 Jenis Pokok Indeksasi Pokok Pokok Stlh. Diindeks Pokok Surat Utang dan SRBI: SU , , ,9 SU , , ,2 SRBI01 SU , , , ,0 Total Pokok Surat Utang dan SRBI ,1 22

23 Utang Tunggakan Bunga SU002 dan SU004:* Tunggakan bunga SU ,9 Tunggakan bunga SU ,8 Utang Tunggakan Bunga SU002 dan SU004: Saldo Utang Pemerintah kepada Bank Indonesia , ,8 Pada awal terbitnya SU002 (23 Oktober 1998) dan SU004 (28 Mei 1999), nominal penerbitannya masingmasing sebesar Rp20 triliun dan Rp53,78 triliun. Mengingat SU002 dan SU004 diindeks terhadap inflasi, maka nilai utang Pemerintah atas SU002 dan SU004 per posisi 31 Desember 2005 meningkat menjadi masingmasing sebesar Rp31,23 triliun (naik 56%) dan Rp80,48 triliun (naik 50%). Selain itu, mengingat Pemerintah menghitung indeksasi setiap awal tahun anggaran, maka pada tanggal 1 Januari 2006, dengan tingkat inflasi tahun 2005 sebesar 17,11%, maka nilai utang atas SU002 dan SU004 setelah diindeks meningkat menjadi masingmasing Rp ,9 (naik 83% dari nominal awal) dan Rp ,6 (naik 63% dari nominal awal). Dengan memperhatikan perkembangan tersebut, sasaran utama restrukturisasi yang tengah diupayakan Pemerintah ialah menghilangkan indeksasi dan memperpanjang jatuh tempo, dengan memperhatikan kondisi keuangan Pemerintah dan juga Bank Indonesia. Selain itu, Pemerintah juga memiliki utang berupa tunggakan bunga atas SU002 dan SU004 sebesar Rp16,48 triliun. Tunggakan bunga ini juga menjadi bagian dalam proses restrukturisasi surat utang Pemerintah kepada BI. Jumlah utang Pemerintah berupa Pokok SU dan SRBI Setelah Indeksasi dan Tunggakan Bunga SU002 dan SU004 sebagaimana disebutkan di atas, merupakan perhitungan internal Pemerintah dan masih akan diverifikasi lebih lanjut bersama dengan Bank Indonesia. IV. Strategi dan Program Pengelolaan SUN Pada tanggal 15 September 2005, Menteri Keuangan telah menetapkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 447/KMK.06/2005 tentang Strategi Pengelolaan Utang Negara Tahun Strategi ini disusun dengan tujuan untuk: (i) memenuhi amanat ketentuan peraturan perundangundangan yang terkait dengan pengelolaan keuangan negara, (ii) memberi keyakinan kepada semua pihak yang berkepentingan, bahwa pengelolaan utang dilakukan secara transparan dan akuntabel, (iii) memberi pedoman umum penyelenggaraan 23

24 pengelolaan utang negara, dan (iv) memfasilitasi penyusunan indikator pengukuran kinerja unitunit pengelola utang. Strategi umum pengelolaan utang negara untuk periode dalam KMK dimaksud, disusun dengan memperhatikan: (i) tujuan yang ingin dicapai, (ii) latar belakang perlunya strategi pengelolaan utang, (iii) opsiopsi yang tersedia dalam pengelolaan utang, dan (iv) berbagai risiko yang tengah dan akan dihadapi. Dengan memperhatikan halhal tersebut, maka pokokpokok strategi umum pengelolaan portofolio dan risiko utang negara meliputi berbagai strategi sebagai berikut: (i) pengurangan utang negara, (ii) penyederhanaan portofolio utang negara, (iii) memprioritaskan penerbitan/pengadaan utang negara dalam mata uang Rupiah, (iv) meminimalkan risiko pembiayaan kembali, (v) memprioritaskan utang negara dengan bunga tetap, (vi) menurunkan porsi kredit ekspor, dan (vii) menerapkan prinsip pengelolaan utang negara yang baik. Strategi pengelolaan utang negara tidak hanya mencakup strategi pengelolaan portofolio, namun juga mencakup strategi pengembangan pasar perdana dan pasar sekunder SUN, seperti: pengembangan benchmark issue, diversifikasi instrumen SUN, pengembangan pasar derivatif dan repo, dan lain sebagainya. Strategi pengelolaan utang negara tersebut dijabarkan lebih lanjut ke dalam strategi dan program pengelolaan SUN tahun Saat ini Pemerintah telah memiliki program pengelolaan SUN jangka menengah , yang diupayakan sejalan dengan strategi yang telah ditetapkan. Adapun untuk tahun 2005 beberapa indikator portofolio dan risiko menunjukkan arah yang sejalan dengan strategi yang telah ditetapkan, sebagaimana tampak pada Tabel 5: Indikator Risiko dan Portofolio SUN Pelaksanaan program pengelolaan SUN yang tidak sejalan dengan strategi pengelolaan utang terutama pada dua hal yaitu: (1) meningkatnya jumlah nominal SUN sebagai dampak target penerbitan SUN neto yang positif untuk membiayai defisit APBN, dan (2) meningkatnya eksposur terhadap risiko nilai tukar akibat penebritan SUN dalam valuta asing. Peningkatan jumlah SUN tidak sejalan dengan strategi pengurangan utang negara. Namun hal ini terpaksa dilakukan karena semakin terbatasnya opsi pembiayaan defisit APBN dari sumbersumber selain SUN. Peningkatan eksposur terhadap nilai tukar juga tidak sejalan dengan strategi memprioritaskan utang negara dalam mata uang Rupiah. Hal ini terjadi akibat terbatasnya daya serap pasar SUN domestik, dan memburuknya situasi perekonomian pada kuartal 2 dan 3 tahun 2005, yang ditandai dengan naiknya tingkat bunga pasar secara keseluruhan dan redemption besarbesaran oleh investor reksadana. Jika Pemerintah tetap memaksakan untuk menerbitkan seluruh SUN di pasar domestik, maka diperkirakan yield yang diminta sangat tinggi, sehingga cost of borrowings Pemerintah menjadi tinggi juga. 24

25 V. Kondisi Pasar SUN Tahun 2005 Pasar SUN tahun 2005 secara umum diwarnai dengan penurunan aktivitas perdagangan SUN. Trend penurunan frekuensi perdagangan SUN sudah mulai terlihat sejak bulan Februari Kondisi ini sempat berbalik pada bulan Agustus dan September, dimana baik frekuensi maupun volume perdagangan mengalami peningkatan cukup tajam sebelum akhirnya turun lagi pada tiga bulan berikutnya. Peningkatan tersebut lebih disebabkan oleh tingginya tekanan jual akibat: (i) tingkat suku bunga pasar yang meningkat cukup tajam, sebagai respons otoritas moneter terhadap berbagai faktor (seperti suku bunga Fed Fund, faktor fundamental, dll.), dan (ii) redemption investor reksadana, terutama reksadana pendapatan tetap yang banyak berinvestasi pada SUN. Grafik 5: Ratarata Perdagangan Harian Obligasi Negara di Pasar Sekunder J F M A M J J A S O N D 2004 Volume (miliar rupiah) LHS J F M A M J J A S O N D 2005 Frekuensi RHS Adapun ratarata perdagangan harian obligasi negara sepanjang tahun 2005, menunjukkan peningkatan dari segi volume, namun penurunan dari segi frekuensi. Perbandingan ratarata perdagangan harian obligasi negara lima tahun terakhir adalah sebagaimana pada tabel di bawah ini. 25

26 Tabel 7: Ratarata Perdagangan Harian Obligasi Negara Ratarata Perdagangan Harian Obligasi Negara Tahun Obligasi Negara Volume (Milliar Rp) Frekuensi Sementara itu, kepemilikan SUN per akhir tahun 2005 menunjukkan peningkatan porsi investasi SUN untuk setiap kelompok investor kecuali reksadana. Bahkan reksadana mengalami penurunan yang sangat tajam, dari Rp54 triliun pada akhir tahun 2004, menjadi hanya Rp12,6 triliun pada akhir tahun Tabel 8: Komposisi Kepemilikan Obligasi Negara (Triliun Rp) Kelompok Investor Bank Reksadana Perusahaan Asuransi Asing Dana Pensiun Perusahaan Sekuritas Lainnya Desember 2004 % 287,56 72,02% 53,98 13,52% 27,08 6,78% 10,74 2,69% 16,42 4,11% 0,43 0,11% 3,08 0,77% 399,30 100,00% Juni 2005 % 292,62 72,26% 37,82 9,34% 30,05 7,42% 14,49 3,58% 20,02 4,94% 0,46 0,11% 9,52 2,35% 404,99 100,00% Desember 2005 % 289,68 72,45% 12,63 3,16% 32,38 8,10% 26,25 6,57% 22,13 5,53% 1,74 0,44% 15,02 3,76% 399,84 100,00% Dengan memperhatikan kondisi di atas, dipandang perlu untuk terus mengupayakan pengembangan pasar sekunder SUN, dengan tujuan untuk mengembangkan pasar keuangan secara umum, yang pada gilirannya akan menjamin ketersediaan pendanaan Pemerintah yang relatif murah. VI. Pencapaian Target APBN Target APBN atas pengelolaan SUN ditetapkan dalam tiga pos yaitu pos Surat Utang Negara (neto), Bunga Utang Dalam Negeri, dan Bunga Utang Luar Negeri. Namun demikian pos Bunga Utang Luar Negeri tidak hanya digunakan untuk menampung beban pembayaran bunga SUN dalam valuta asing, namun juga untuk menampung beban bunga utang luar negeri dalam bentuk pinjaman. A. Surat Utang Negara (neto) Mulai tahun 2005, DPR telah menyetujui penerapan konsep net penerbitan SUN. Net penerbitan SUN ialah selisih antara SUN yang diterbitkan dengan yang jatuh tempo 26

27 dan yang dibeli kembali. Mengingat target pembiayaan SUN di APBN ditetapkan dalam bentuk net penerbitan SUN, maka Pemerintah memiliki fleksibilitas untuk menentukan jumlah penerbitan SUN dan jumlah pembelian kembali, asalkan jumlah net penerbitan tidak melebihi yang telah ditetapkan DPR. Untuk tahun 2005 target net penerbitan SUN (SUN neto) ditetapkan sebesar Rp ,00. Realisasinya mencapai Rp ,00, dengan rincian sebagai berikut: Penerimaan penerbitan ON domestik Penerimaan utang bunga Penerimaan penerbitan ON valas Rp ,00 Rp ,00 Rp ,00 Total Penerbitan Rp ,00 Pelunasan ON domestik jatuh tempo Rp ,00 Pembelian kembali ON domestik Pembayaran utang bunga Total Pelunasan Net Penerbitan SUN 2005 Rp ,00 Rp ,00 Rp ,00 Rp ,00 Dengan demikian terdapat kelebihan dari target sebesar Rp ,00. Kelebihan sebesar Rp125 miliar ini terjadi karena realisasi dalam Rupiah atas penerbitan SUN valas tahun 2005 yang lebih besar dari yang diperkirakan sebelumnya, sebagai akibat pelemahan nilai tukar Rupiah/USD pada paruh kedua tahun B. Bunga Utang Dalam Negeri Berdasarkan perubahan terakhir APBN tahun 2005, sebagaimana telah ditetapkan dalam UU nomor 9 Tahun 2005 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 36 Tahun 2004 tentang APBN tahun 2005, beban Bunga Utang Dalam Negeri ditetapkan sebesar Rp ,00. Adapun realisasinya adalah sebagai berikut: Pembayaran bunga SUN domestik Pembayaran discount SUN Pembayaran biaya/kewajiban lainnya Gain on bonds redemption Pengembalian discount Total Rp ,00 Rp ,00 Rp ,00 Rp ,00 Rp ,00 Rp ,00 Dengan demikian terdapat selisih sebesar Rp ,00. Selisih ini diakibatkan oleh discount dan bunga yang harus dibayar Pemerintah pada transaksi pertukaran obligasi pada bulan Desember Sebagaimana diketahui, untuk 27

28 memperbaiki struktur jatuh tempo pokok SUN tahun , Pemerintah harus melakukan berbagai upaya seperti pembelian kembali dan pertukaran obligasi. Pada bulan Desember 2005, Pemerintah melakukan transaksi pertukaran obligasi dengan nilai nominal sebesar Rp5,67 triliun. Pertukaran ini menurunkan pokok jatuh tempo tahun sebesar Rp5,67 triliun, dan meningkatkan pokok jatuh tempo tahun 2020 dengan jumlah yang sama. Atas transaksi tersebut Pemerintah harus membayar bunga atas obligasi yang ditarik dan membukukan discount atas obligasi yang diterbitkan. Akibatnya realisasi total pembayaran bunga dan biaya penerbitan SUN tahun 2005 melampaui anggaran sebesar Rp294,9 miliar. Dalam hal ini, pada akhirnya dapat disimpulkan bahwa sekalipun Pemerintah memiliki fleksibilitas dalam menentukan jumlah SUN yang diterbitkan, dibeli kembali maupun ditukar sesuai konsep neto, tetap saja terdapat keterbatasan dalam hal pembayaran beban yang timbul akibat pelaksanaan kegiatan tersebut. Kegiatan penerbitan akan menambah beban discount, yang dicatat sebagai bagian dari pos Bunga Utang Dalam Negeri, sementara kegiatan pembelian kembali atau pertukaran akan menambah beban bunga SUN, yang juga dicatat sebagai bagian dari pos Bunga Utang Dalam Negeri. C. Bunga Utang Luar Negeri Pos bunga utang luar negeri meliputi pembayaran bunga utang luar negeri dalam bentuk loan (pinjaman) maupun obligasi (SUN valas). Khusus untuk SUN valas, sampai akhir tahun 2005 Pemerintah telah tiga kali melakukan penerbitan di pasar modal internasional, yaitu pada bulan Maret 2004 sebesar USD1 miliar, bulan April 2005 sebesar USD1 miliar, dan pada bulan Oktober 2005 sebesar 1,5 miliar. Dengan demikian, total SUN valas yang telah diterbitkan Pemerintah mencapai USD3,5 miliar. Sepanjang tahun 2005, realisasi pembayaran bunga SUN dalam valuta asing mencapai USD , yang terdiri dari: Bunga SUN valas Biaya penerbitan Discount penerbitan Total USD USD USD USD

LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN PENGELOLAAN SURAT UTANG NEGARA TAHUN 2007

LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN PENGELOLAAN SURAT UTANG NEGARA TAHUN 2007 LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN PENGELOLAAN SURAT UTANG NEGARA TAHUN 2007 DISAMPAIKAN SEBAGAI BAGIAN DARI PERTANGGUNGJAWABAN PELAKSANAAN APBN 2007 I. Pendahuluan Laporan pertanggungjawaban pengelolaan Surat

Lebih terperinci

Menuju Pengelolaan SUN yang Lebih Baik LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN PENGELOLAAN SURAT UTANG NEGARA TAHUN 2006

Menuju Pengelolaan SUN yang Lebih Baik LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN PENGELOLAAN SURAT UTANG NEGARA TAHUN 2006 Menuju Pengelolaan SUN yang Lebih Baik LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN PENGELOLAAN SURAT UTANG NEGARA TAHUN 2006 DISAMPAIKAN SEBAGAI BAGIAN PERTANGGUNGJAWABAN PELAKSANAAN APBN TAHUN 2006 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL...

Lebih terperinci

LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN PENGELOLAAN SURAT UTANG NEGARA TAHUN 2008

LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN PENGELOLAAN SURAT UTANG NEGARA TAHUN 2008 LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN PENGELOLAAN SURAT UTANG NEGARA TAHUN 2008 DISAMPAIKAN SEBAGAI BAGIAN DARI PERTANGGUNGJAWABAN PELAKSANAAN APBN 2008 LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN PENGELOLAAN SURAT BERHARGA NEGARA

Lebih terperinci

SUN SEBAGAI INSTRUMEN PEMBIAYAAN DEFISIT APBN

SUN SEBAGAI INSTRUMEN PEMBIAYAAN DEFISIT APBN SUN SEBAGAI INSTRUMEN PEMBIAYAAN DEFISIT APBN Salah satu upaya untuk mengatasi kemandegan perekonomian saat ini adalah stimulus fiskal yang dapat dilakukan diantaranya melalui defisit anggaran. SUN sebagai

Lebih terperinci

LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN PENGELOLAAN SURAT BERHARGA NEGARA TAHUN 2009

LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN PENGELOLAAN SURAT BERHARGA NEGARA TAHUN 2009 LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN PENGELOLAAN SURAT BERHARGA NEGARA TAHUN 2009 DISAMPAIKAN SEBAGAI BAGIAN DARI PERTANGGUNGJAWABAN PELAKSANAAN APBN 2009 LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN PENGELOLAAN SURAT BERHARGA NEGARA

Lebih terperinci

LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN PENGELOLAAN SURAT UTANG NEGARA TAHUN 2004

LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN PENGELOLAAN SURAT UTANG NEGARA TAHUN 2004 LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN PENGELOLAAN SURAT UTANG NEGARA TAHUN 2004 DISAMPAIKAN SEBAGAI BAGIAN DARI PERTANGGUNGJAWABAN PELAKSANAAN APBN TAHUN 2004 2 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL...5 DAFTAR GRAFIK...6 I. PENDAHULUAN...7

Lebih terperinci

Surat Berharga Syariah Negara

Surat Berharga Syariah Negara Lampiran 13 LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN PENGELOLAAN SURAT BERHARGA NEGARA TA 2011 I. PENDAHULUAN Laporan Pertanggungjawaban Pengelolaan Surat Berharga Negara ini disusun untuk memenuhi amanat pasal 16 Undang-Undang

Lebih terperinci

LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN PENGELOLAAN SURAT BERHARGA NEGARA TA 2010

LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN PENGELOLAAN SURAT BERHARGA NEGARA TA 2010 LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN PENGELOLAAN SURAT BERHARGA NEGARA TA 2010 I. PENDAHULUAN Laporan Pertanggungjawaban Pengelolaan Surat Berharga Negara ini disusun untuk memenuhi amanat pasal 16 Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS RESIKO FINANSIAL

BAB IV ANALISIS RESIKO FINANSIAL BAB IV ANALISIS RESIKO FINANSIAL A. Gambaran Umum Tentang Obligasi Negara 1. Surat Utang Negara di Indonesia a). Jenis Surat Utang Negara (1) Obligasi Negara Berdenominasi Rupiah Obligasi Negara berdenominasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pembiayaan alternatif selain pembiayaan melalui perjanjian pinjaman (loan

BAB 1 PENDAHULUAN. pembiayaan alternatif selain pembiayaan melalui perjanjian pinjaman (loan BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Surat Berharga Negara (SBN) dipandang oleh pemerintah sebagai instrumen pembiayaan alternatif selain pembiayaan melalui perjanjian pinjaman (loan agreement). Kondisi APBN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2002 TENTANG SURAT UTANG NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2002 TENTANG SURAT UTANG NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2002 TENTANG SURAT UTANG NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa guna mewujudkan masyarakat adil dan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2002 TENTANG SURAT UTANG NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2002 TENTANG SURAT UTANG NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2002 TENTANG SURAT UTANG NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa guna mewujudkan masyarakat adil dan

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF DAFTAR ISI

RINGKASAN EKSEKUTIF DAFTAR ISI RINGKASAN EKSEKUTIF Pembiayaan APBNP 2017 masih didukung oleh peran utang Pemerintah Pusat. Penambahan utang neto selama bulan Agustus 2017 tercatat sejumlah Rp45,81 triliun, berasal dari penarikan pinjaman

Lebih terperinci

NOMOR 24 TAHUN 2002 TENTANG SURAT UTANG NEGARA

NOMOR 24 TAHUN 2002 TENTANG SURAT UTANG NEGARA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2002 TENTANG SURAT UTANG NEGARA Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa guna mewujudkan masyarakat adil dan makmur

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF DAFTAR ISI

RINGKASAN EKSEKUTIF DAFTAR ISI RINGKASAN EKSEKUTIF Utang Pemerintah Pusat berperan dalam mendukung pembiayaan APBNP 2017. Penambahan utang neto selama bulan September 2017 tercatat sejumlah Rp40,66 triliun, berasal dari penerbitan Surat

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN UTANG INDONESIA

PERKEMBANGAN UTANG INDONESIA PERKEMBANGAN UTANG INDONESIA Utang merupakan bagian dari kebijakan fiskal yang digunakan sebagai salah satu bentuk pembiayaan ketika APBN mengalami defisit dan untuk membayar kembali utang yang jatuh tempo

Lebih terperinci

*13423 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 24 TAHUN 2002 (24/2002) TENTANG SURAT UTANG NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

*13423 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 24 TAHUN 2002 (24/2002) TENTANG SURAT UTANG NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, Copyright (C) 2000 BPHN UU 24/2002, SURAT UTANG NEGARA *13423 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 24 TAHUN 2002 (24/2002) TENTANG SURAT UTANG NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN

Lebih terperinci

ANALISIS INVERSTASI DAN PORTOFOLIO

ANALISIS INVERSTASI DAN PORTOFOLIO ANALISIS INVERSTASI DAN PORTOFOLIO Obligasi perusahaan merupakan sekuritas yang diterbitkan oleh suatu perusahaan yang menjanjikan kepada pemegangnya pembayaran sejumlah uang tetap pada suatu tanggal jatuh

Lebih terperinci

Perkembangan Utang Negara (Pinjaman Luar Negeri & Surat Utang Negara),

Perkembangan Utang Negara (Pinjaman Luar Negeri & Surat Utang Negara), Perkembangan Utang Negara (Pinjaman Luar Negeri & Surat Utang Negara), 2000 2008 up date 31 Juli 2008 Ringkasan Eksekutif Ratio Utang (Pinjaman Luar Negeri + Surat Utang Negara) terhadap PDB terus menurun

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Beberapa literatur tentang Obligasi Negara, serta tingkat resiko finansial yang akan dibahas dalam tesis ini dijelaskan dalam bab ini. Demikian pula pendekatanpendekatan analisis

Lebih terperinci

BAB I. Surat Utang Negara (SUN) atau Obligasi Negara. Sesuai dengan Pasal 1 Undang-

BAB I. Surat Utang Negara (SUN) atau Obligasi Negara. Sesuai dengan Pasal 1 Undang- BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam periode 2004 2009, pembiayaan defisit APBN melalui utang menunjukkan adanya pergeseran dominasi dari pinjaman luar negeri menjadi Surat Utang Negara (SUN) atau

Lebih terperinci

Perkembangan Utang Negara (Pinjaman Luar Negeri & Surat Utang Negara),

Perkembangan Utang Negara (Pinjaman Luar Negeri & Surat Utang Negara), Perkembangan Utang Negara (Pinjaman Luar Negeri & Surat Utang Negara), 2000 2008 up date 30 November 2008 Ringkasan Eksekutif Rasio Utang (Pinjaman Luar Negeri + Surat Utang Negara) terhadap PDB terus

Lebih terperinci

DAFTAR ISI DISCLAIMER

DAFTAR ISI DISCLAIMER DAFTAR ISI 1. Tujuan dan Kebijakan Pengelolaan Utang 2. Realisasi APBNP 2017 dan Defisit Pembiayaan APBN 3. Perkembangan Posisi Utang Pemerintah Pusat dan Grafik Posisi Utang Pemerintah Pusat 4. Perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang membeli obligasi disebut pemegang obligasi (bondholder) yang akan menerima

BAB I PENDAHULUAN. yang membeli obligasi disebut pemegang obligasi (bondholder) yang akan menerima BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dewasa ini perkembangan dunia investasi semakin marak. Banyaknya masyarakat yang tertarik dan masuk ke bursa untuk melakukan investasi menambah semakin berkembangnya

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 447/KMK.06/2005 TENTANG STRATEGI PENGELOLAAN UTANG NEGARA TAHUN MENTERI KEUANGAN,

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 447/KMK.06/2005 TENTANG STRATEGI PENGELOLAAN UTANG NEGARA TAHUN MENTERI KEUANGAN, KEPUTUSAN NOMOR 447/KMK.06/2005 TENTANG NEGARA TAHUN 2005-2009, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mencapai tujuan jangka panjang dari pengelolaan utang negara, yaitu untuk meminimalkan biaya utang pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Investasi adalah alat bagi seorang investor untuk meningkatkan nilai aset

BAB I PENDAHULUAN. Investasi adalah alat bagi seorang investor untuk meningkatkan nilai aset BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Investasi adalah alat bagi seorang investor untuk meningkatkan nilai aset yang dimilikinya. Investor dapat melakukan investasi pada beragam aset finansial, salah satunya

Lebih terperinci

XXI. Resume Investasi Obligasi Ritel Indonesia Seri 10danSimulasi Perhitungan ORI 10. PPA Univ. Trisakti

XXI. Resume Investasi Obligasi Ritel Indonesia Seri 10danSimulasi Perhitungan ORI 10. PPA Univ. Trisakti PPA Univ. Trisakti XXI Resume Investasi Obligasi Ritel Indonesia Seri 10danSimulasi Perhitungan ORI 10 Tugas Mata Kuliah : Manajemen Keuangan dan Pasar Modal Dosen Pengajar : Ibu Susi Muchtar Mahasiswa

Lebih terperinci

Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Direktorat Surat Utang Negara.

Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Direktorat Surat Utang Negara. Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Direktorat Surat Utang Negara SUN Ritel Jakarta, 30 November 2017 Pembicara: SANDI ARIFIANTO Kepala Seksi Perencanaan

Lebih terperinci

PENGELOLAAN SURAT UTANG NEGARA (SUN)

PENGELOLAAN SURAT UTANG NEGARA (SUN) Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Direktorat Surat Utang Negara PENGELOLAAN SURAT UTANG NEGARA (SUN) Jakarta, 30 November 2017 DJPPR Kemenkeu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Investasi merupakan suatu daya tarik bagi para investor karena dengan

I. PENDAHULUAN. Investasi merupakan suatu daya tarik bagi para investor karena dengan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Investasi merupakan suatu daya tarik bagi para investor karena dengan berinvestasi seorang investor dihadapkan pada dua hal yaitu return (imbal hasil) dan risiko. Dalam

Lebih terperinci

OVERVIEW investasi obligasi. 1/51

OVERVIEW investasi obligasi. 1/51 http://www.deden08m.wordpress.com OVERVIEW Konsep pengertian obligasi. Karakteristik dan jenis obligasi. Hasil-hasil (yields) yang diperoleh dari investasi obligasi. 1/51 OBLIGASI PERUSAHAAN Obligasi perusahaan

Lebih terperinci

Alamat Redaksi: Grup Neraca Pembayaran dan Pengembangan Statistik Departemen Statistik Bank Indonesia Menara Sjafruddin Prawiranegara, Lantai 15 Jl.

Alamat Redaksi: Grup Neraca Pembayaran dan Pengembangan Statistik Departemen Statistik Bank Indonesia Menara Sjafruddin Prawiranegara, Lantai 15 Jl. September 2014-1 Alamat Redaksi: Grup Neraca Pembayaran dan Pengembangan Statistik Departemen Statistik Bank Indonesia Menara Sjafruddin Prawiranegara, Lantai 15 Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350 Telepon

Lebih terperinci

MATERI 7. TEORI INVESTASI DAN PORTFOLIO

MATERI 7.  TEORI INVESTASI DAN PORTFOLIO MATERI 7 http://www.deden08m.com TEORI INVESTASI DAN PORTFOLIO OBLIGASI PERUSAHAAN 2/51 Obligasi perusahaan merupakan sekuritas yang diterbitkan oleh suatu perusahaan yang menjanjikan kepada pemegangnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khususnya yang diterbitkan oleh Pemerintah atau lebih dikenal sebagai Surat

BAB I PENDAHULUAN. khususnya yang diterbitkan oleh Pemerintah atau lebih dikenal sebagai Surat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam dekade terakhir, pasar obligasi di Indonesia berkembang cukup pesat ditandai dengan semakin beragamnya instrumen utang yang dapat memenuhi kebutuhan investor

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1229, 2013 KEMENTERIAN KEUANGAN. Surat Utang Negara. Pasar Internasional. Penjualan. Pembelian Kembali. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 137/PMK.08/2013

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan tersebut muncul dari faktor internal maupun faktor eksternal. Namun saat ini, permasalahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan untuk melakukan hedging kewajiban valuta asing beberapa bank. (lifestyle.okezone.com/suratutangnegara 28 Okt.2011).

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan untuk melakukan hedging kewajiban valuta asing beberapa bank. (lifestyle.okezone.com/suratutangnegara 28 Okt.2011). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada masa Orde Baru, pemerintah menerapkan kebijakan Anggaran Berimbang dalam penyusunan dan pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), yang artinya

Lebih terperinci

PENGGUNAAN SPN 3 BULAN SEBAGAI PENGGANTI SBI 3 BULAN DALAM APBN (Perspektif Bank Indonesia)

PENGGUNAAN SPN 3 BULAN SEBAGAI PENGGANTI SBI 3 BULAN DALAM APBN (Perspektif Bank Indonesia) 1. SBI 3 bulan PENGGUNAAN SPN 3 BULAN SEBAGAI PENGGANTI SBI 3 BULAN DALAM APBN (Perspektif Bank Indonesia) SBI 3 bulan digunakan oleh Bank Indonesia sebagai salah satu instrumen untuk melakukan operasi

Lebih terperinci

2 namun acuan yang digunakan adalah indikator indeks; c. bahwa dalam rangka menselaraskan indikator yang digunakan dalam rangka transaksi Surat Utang

2 namun acuan yang digunakan adalah indikator indeks; c. bahwa dalam rangka menselaraskan indikator yang digunakan dalam rangka transaksi Surat Utang No.698, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. Surat Utang Negara. Langsung. Transaksi. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95/PMK.08/2014 TENTANG TRANSAKSI SURAT UTANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pasar modal (capital market) telah terbukti memiliki andil yang cukup. besar dalam perkembangan perekonomian suatu negara.

BAB I PENDAHULUAN. Pasar modal (capital market) telah terbukti memiliki andil yang cukup. besar dalam perkembangan perekonomian suatu negara. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang penelitian Pasar modal (capital market) telah terbukti memiliki andil yang cukup besar dalam perkembangan perekonomian suatu negara. Pasar modal memiliki beberapa daya

Lebih terperinci

Prediksi Tingkat Suku Bunga SPN 3 Bulan 6,3%

Prediksi Tingkat Suku Bunga SPN 3 Bulan 6,3% 1 Prediksi Tingkat Suku Bunga SPN 3 Bulan 6,3% Prediksi tingkat suku bunga SPN 3 Bulan tahun 2016 adalah sebesar 6,3% dengan dipengaruhi oleh kondisi ekonomi internal maupun eksternal. Data yang digunakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR.19 TAHUN 2008 TENTANG SURAT BERHARGA SYARIAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR.19 TAHUN 2008 TENTANG SURAT BERHARGA SYARIAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR.19 TAHUN 2008 TENTANG SURAT BERHARGA SYARIAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa strategi dan kebijakan pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi dalam perkembangannya ditandai dengan adanya perdagangan

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi dalam perkembangannya ditandai dengan adanya perdagangan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era globalisasi dalam perkembangannya ditandai dengan adanya perdagangan bebas. Perdagangan bebas merupakan suatu kegiatan jual beli produk antar negara tanpa adanya

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG SURAT BERHARGA SYARIAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG SURAT BERHARGA SYARIAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG SURAT BERHARGA SYARIAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa strategi dan kebijakan pembangunan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2002 TENTANG SURAT UTANG NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2002 TENTANG SURAT UTANG NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2002 TENTANG SURAT UTANG NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa guna mewujudkan masyarakat adil dan

Lebih terperinci

OVERVIEW 1/51. Konsep pengertian obligasi. Karakteristik dan jenis obligasi. Hasil-hasil (yields) yang diperoleh dari investasi obligasi.

OVERVIEW 1/51. Konsep pengertian obligasi. Karakteristik dan jenis obligasi. Hasil-hasil (yields) yang diperoleh dari investasi obligasi. OVERVIEW 1/51 Konsep pengertian obligasi. Karakteristik dan jenis obligasi. Hasil-hasil (yields) yang diperoleh dari investasi obligasi. OBLIGASI PERUSAHAAN 2/51 Obligasi perusahaan merupakan sekuritas

Lebih terperinci

No. 15/32/DPM Jakarta, 27 Agustus SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK UMUM DAN LEMBAGA PERANTARA

No. 15/32/DPM Jakarta, 27 Agustus SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK UMUM DAN LEMBAGA PERANTARA No. 15/32/DPM Jakarta, 27 Agustus 2013 SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK UMUM DAN LEMBAGA PERANTARA Perihal : Perubahan Keenam atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 12/18/DPM tanggal 7 Juli 2010 perihal

Lebih terperinci

F A Q OBLIGASI NEGARA RITEL SERI ORI-012

F A Q OBLIGASI NEGARA RITEL SERI ORI-012 F A Q OBLIGASI NEGARA RITEL SERI ORI-012 1. Apakah yang dimaksud dengan Surat Utang Negara? Yaitu surat berharga yang berupa surat pengakuan hutang dari pemerintah dalam mata uang Rupiah maupun Valuta

Lebih terperinci

No. 9/4/DPM Jakarta, 16 Maret 2007 SURAT EDARAN. Tata Cara Lelang Surat Utang Negara di Pasar Perdana dan Penatausahaan Surat Utang Negara

No. 9/4/DPM Jakarta, 16 Maret 2007 SURAT EDARAN. Tata Cara Lelang Surat Utang Negara di Pasar Perdana dan Penatausahaan Surat Utang Negara No. 9/4/DPM Jakarta, 16 Maret 2007 SURAT EDARAN Perihal: Tata Cara Lelang Surat Utang Negara di Pasar Perdana dan Penatausahaan Surat Utang Negara Sehubungan dengan diberlakukannya Peraturan Bank Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Banyak cara yang dapat dilakukan investor dalam melakukan investasi,

BAB I PENDAHULUAN. Banyak cara yang dapat dilakukan investor dalam melakukan investasi, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang penelitian Banyak cara yang dapat dilakukan investor dalam melakukan investasi, salah satunya adalah dengan melakukan investasi di Pasar Modal. Dalam hal ini Pasar

Lebih terperinci

S e p t e m b e r

S e p t e m b e r September 2014 1 Alamat Redaksi: Grup Neraca Pembayaran dan Pengembangan Statistik Departemen Statistik Bank Indonesia Menara Sjafruddin Prawiranegara, Lantai 15 Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350 Telepon

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG SURAT BERHARGA SYARIAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG SURAT BERHARGA SYARIAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG SURAT BERHARGA SYARIAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa strategi dan

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG PINJAMAN DAERAH

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG PINJAMAN DAERAH I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG PINJAMAN DAERAH Sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, penyelenggaraan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk meningkatkan efektivitas dan

Lebih terperinci

No. 15/12/DASP Jakarta, 8 April SURAT EDARAN Kepada BANK, PERUSAHAAN EFEK, DEALER UTAMA DAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN

No. 15/12/DASP Jakarta, 8 April SURAT EDARAN Kepada BANK, PERUSAHAAN EFEK, DEALER UTAMA DAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN No. 15/12/DASP Jakarta, 8 April 2013 SURAT EDARAN Kepada BANK, PERUSAHAAN EFEK, DEALER UTAMA DAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN Perihal : Tata Cara Lelang Surat Utang Negara di Pasar Perdana dan Penatausahaan

Lebih terperinci

PELATIHAN MANAJEMEN OBLIGASI DAERAH TAHAP MIDDLE/2

PELATIHAN MANAJEMEN OBLIGASI DAERAH TAHAP MIDDLE/2 PELATIHAN MANAJEMEN OBLIGASI DAERAH TAHAP MIDDLE/2 BAGI STAF BPKD PEMPROF DKI JAKARTA DI GEDUNG DIKLAT 23 27 MEI 2011 OBLIGASI PEMERINTAH RILYA ARYANCANA Topik KARAKTERISTIK OBLIGASI PEMERINTAH JENIS OBLIGASI

Lebih terperinci

S e p t e m b e r

S e p t e m b e r September 2014 1 Alamat Redaksi: Grup Neraca Pembayaran dan Pengembangan Statistik Departemen Statistik Bank Indonesia Menara Sjafruddin Prawiranegara, Lantai 15 Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350 Telepon

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. antar negara. Nilai tukar memainkan peran vital dalam tingkat perdagangan

I.PENDAHULUAN. antar negara. Nilai tukar memainkan peran vital dalam tingkat perdagangan I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nilai tukar atau kurs merupakan indikator ekonomi yang sangat penting karena pergerakan nilai tukar berpengaruh luas terhadap aspek perekonomian suatu negara. Saat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah liberalisasi sektor keuangan di Indonesia bisa dilacak ke belakang,

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah liberalisasi sektor keuangan di Indonesia bisa dilacak ke belakang, BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Sejarah liberalisasi sektor keuangan di Indonesia bisa dilacak ke belakang, setidaknya sejak tahun 1983 saat pemerintah mengeluarkan deregulasi perbankan (Pakjun 1983).

Lebih terperinci

1. Tinjauan Umum

1. Tinjauan Umum 1. Tinjauan Umum Perekonomian Indonesia dalam triwulan III-2005 menunjukkan kinerja yang tidak sebaik perkiraan semula, dengan pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan lebih rendah sementara tekanan terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Konsep keuangan berbasis syariah Islam (Islamic finance) dewasa ini telah

BAB I PENDAHULUAN. Konsep keuangan berbasis syariah Islam (Islamic finance) dewasa ini telah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konsep keuangan berbasis syariah Islam (Islamic finance) dewasa ini telah tumbuh secara pesat, diterima secara universal dan diadopsi tidak hanya oleh negaranegara Islam

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 18/ 12 /PBI/2016 TENTANG OPERASI MONETER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 18/ 12 /PBI/2016 TENTANG OPERASI MONETER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 18/ 12 /PBI/2016 TENTANG OPERASI MONETER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mencapai tujuan Bank Indonesia yakni mencapai

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG SURAT BERHARGA SYARIAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG SURAT BERHARGA SYARIAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG SURAT BERHARGA SYARIAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa strategi dan kebijakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kinerja perekonomian secara umum.

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kinerja perekonomian secara umum. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai perekonomian terbuka kecil, perkembangan nilai tukar merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kinerja perekonomian secara umum. Pengaruh nilai tukar

Lebih terperinci

No. 11/ 32 /DPM Jakarta, 7 Desember 2009 SURAT EDARAN

No. 11/ 32 /DPM Jakarta, 7 Desember 2009 SURAT EDARAN No. 11/ 32 /DPM Jakarta, 7 Desember 2009 SURAT EDARAN Perihal : Tata Cara Lelang Surat Utang Negara di Pasar Perdana dan Penatausahaan Surat Utang Negara Sehubungan dengan diberlakukannya Peraturan Bank

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pasar modal (capital market) telah terbukti memiliki andil yang cukup

BAB I PENDAHULUAN. Pasar modal (capital market) telah terbukti memiliki andil yang cukup BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pasar modal (capital market) telah terbukti memiliki andil yang cukup besar dalam perkembangan perekonomian suatu negara. Pasar modal memiliki beberapa daya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi pemicu kenaikan jumlah nominal utang pemerintah Indonesia (DJPU,

BAB I PENDAHULUAN. menjadi pemicu kenaikan jumlah nominal utang pemerintah Indonesia (DJPU, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan pasar keuangan global yang sangat cepat dan semakin terintegrasi telah mengakibatkan pasar obligasi memainkan peranan penting sebagai alternatif sumber

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 10/ 26 /PBI/2008 TENTANG FASILITAS PENDANAAN JANGKA PENDEK BAGI BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 10/ 26 /PBI/2008 TENTANG FASILITAS PENDANAAN JANGKA PENDEK BAGI BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 10/ 26 /PBI/2008 TENTANG FASILITAS PENDANAAN JANGKA PENDEK BAGI BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa berhubung telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat dilakukan dengan cara pembangunan infrastruktur sebagai pendorong

BAB I PENDAHULUAN. dapat dilakukan dengan cara pembangunan infrastruktur sebagai pendorong BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam menjalankan pembangunan ekonomi, masih banyak pekerjaan rumah yang harus dikerjakan oleh Indonesia. Untuk mencapai sasaran pembangunan yang berkelanjutan ditetapkan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 /KMK.08/2013 TENTANG STRATEGI PENGELOLAAN UTANG NEGARA TAHUN

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 /KMK.08/2013 TENTANG STRATEGI PENGELOLAAN UTANG NEGARA TAHUN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 /KMK.08/2013 TENTANG STRATEGI PENGELOLAAN UTANG NEGARA TAHUN 2013-2016 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa dalam rangka mencapai

Lebih terperinci

No. 17/32/DPSP Jakarta, 13 November SURAT EDARAN

No. 17/32/DPSP Jakarta, 13 November SURAT EDARAN 1 No. 17/32/DPSP Jakarta, 13 November 2015 2015 SURAT EDARAN Perihal : Tata Cara Lelang Surat Berharga Negara di Pasar Perdana dan Penatausahaan Surat Berharga Negara Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia

Lebih terperinci

S U R A T E D A R A N. Kepada SEMUA PERUSAHAAN BUKAN BANK DI INDONESIA. Perihal : Pinjaman Luar Negeri Perusahaan Bukan Bank

S U R A T E D A R A N. Kepada SEMUA PERUSAHAAN BUKAN BANK DI INDONESIA. Perihal : Pinjaman Luar Negeri Perusahaan Bukan Bank No. 10/ 46 /DInt Jakarta, 22 Desember 2008 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA PERUSAHAAN BUKAN BANK DI INDONESIA Perihal : Pinjaman Luar Negeri Perusahaan Bukan Bank Sehubungan dengan telah dikeluarkannya

Lebih terperinci

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER PANDANGAN GUBERNUR BANK INDONESIA PADA RAPAT KERJA PANITIA ANGGARAN DPR RI MENGENAI LAPORAN SEMESTER I DAN PROGNOSIS SEMESTER II APBN TA 2006 2006 Anggota Dewan yang terhormat, 1. Pertama-tama perkenankanlah

Lebih terperinci

Seri ORI004. Direktorat Surat Berharga Negara Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang Departemen Keuangan Republik Indonesia

Seri ORI004. Direktorat Surat Berharga Negara Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang Departemen Keuangan Republik Indonesia Seri ORI004 Direktorat Surat Berharga Negara Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang Departemen Keuangan Republik Indonesia Struktur ORI004 Penerbit : Pemerintah Pusat Negara Republik Indonesia Masa Penawaran

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk meningkatkan efektivitas dan

Lebih terperinci

Perkembangan Utang Negara (Pinjaman Luar Negeri & Surat Utang Negara), up date 28 Februari 2009

Perkembangan Utang Negara (Pinjaman Luar Negeri & Surat Utang Negara), up date 28 Februari 2009 Perkembangan Utang Negara (Pinjaman Luar Negeri & Surat Utang Negara), 2000 2009 up date 28 Februari 2009 Gambaran Umum Stok Utang & Bunga Trend Defisit 3-28.1-10.272-1.9-3.1-26.5665-23.8524-19.1004-9.4482

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Reksa Dana 2.1.1 Pengertian Reksa Dana Berdasarkan Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal, reksa dana adalah wadah yang dipergunakan untuk menghimpun dana dari masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. taraf hidup rakyat banyak. Perbankan sendiri merupakan perantara keuangan

BAB I PENDAHULUAN. taraf hidup rakyat banyak. Perbankan sendiri merupakan perantara keuangan BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Fungsi utama perbankan di Indonesia adalah sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat serta bertujuan untuk menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka

Lebih terperinci

Daftar Istilah SUN ( Surat Utang Negara )

Daftar Istilah SUN ( Surat Utang Negara ) ( Surat Utang Negara ) Obligasi Pemerintah ( Surat Utang Negara ) Accrued Interest Jumlah kupon (bunga) obligasi yang dihitung dari sejak pembayaran kupon terakhir sampai dengan tanggal setelmen. Adjusted

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 9/3/PBI/2007 TENTANG LELANG DAN PENATAUSAHAAN SURAT UTANG NEGARA GUBERNUR BANK INDONESIA,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 9/3/PBI/2007 TENTANG LELANG DAN PENATAUSAHAAN SURAT UTANG NEGARA GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 9/3/PBI/2007 TENTANG LELANG DAN PENATAUSAHAAN SURAT UTANG NEGARA GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Bank Indonesia telah ditunjuk oleh Pemerintah sebagai agen

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 263 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 Tim Penulis

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 15/15/PBI/2013 TENTANG GIRO WAJIB MINIMUM BANK UMUM DALAM RUPIAH DAN VALUTA ASING BAGI BANK UMUM KONVENSIONAL

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 15/15/PBI/2013 TENTANG GIRO WAJIB MINIMUM BANK UMUM DALAM RUPIAH DAN VALUTA ASING BAGI BANK UMUM KONVENSIONAL PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 15/15/PBI/2013 TENTANG GIRO WAJIB MINIMUM BANK UMUM DALAM RUPIAH DAN VALUTA ASING BAGI BANK UMUM KONVENSIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. motor penggerak perekonomian nasional. Perdagangan internasional dapat

BAB I PENDAHULUAN. motor penggerak perekonomian nasional. Perdagangan internasional dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perdagangan internasional mempunyai peranan sangat penting sebagai motor penggerak perekonomian nasional. Perdagangan internasional dapat didefinisikan sebagai

Lebih terperinci

PERENCANAAN INVESTASI

PERENCANAAN INVESTASI PERENCANAAN INVESTASI KEBIJAKAN INVESTASI Aktiva produktif terdiri dari kredit dan investasi Kewajiban utama bank : Melayani kebutuhan kredit masyarakat Menyediakan likuiditas pelindung untuk mengatasi

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1204, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. Penjualan. Daeler Utama. Pelaksanaan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 134/PMK.08/2013 TENTANG DEALER UTAMA DENGAN

Lebih terperinci

Saving Bonds Ritel seri SBR002

Saving Bonds Ritel seri SBR002 Saving Bonds Ritel seri SBR002 Definisi Saving Bonds Ritel : adalah Obligasi Negara yang dijual kepada individu atau perseorangan Warga Negara Indonesia melalui Agen Penjual yang tidak dapat diperdagangkan

Lebih terperinci

MEMILIH INVESTASI REKSA DANA TAHUN 2010

MEMILIH INVESTASI REKSA DANA TAHUN 2010 MEMILIH INVESTASI REKSA DANA TAHUN 2010 Indonesia cukup beruntung, karena menjadi negara yang masih dapat mencatatkan pertumbuhan ekonomi positif tahun 2009 sebesar 4,4 % di tengah krisis keuangan global

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 108/PMK.08/2007 TENTANG SISTEM DEALER UTAMA MENTERI KEUANGAN,

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 108/PMK.08/2007 TENTANG SISTEM DEALER UTAMA MENTERI KEUANGAN, SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 108/PMK.08/2007 TENTANG SISTEM DEALER UTAMA MENTERI KEUANGAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mengoptimalkan pelaksanaan Sistem Dealer Utama dan untuk lebih meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi suatu negara seperti Indonesia. Belanja Pemerintah tersebut dipenuhi

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi suatu negara seperti Indonesia. Belanja Pemerintah tersebut dipenuhi BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pengeluaran Pemerintah memiliki peran penting dalam pembangunan ekonomi suatu negara seperti Indonesia. Belanja Pemerintah tersebut dipenuhi dari penerimaan negara

Lebih terperinci

Monthly Market Update

Monthly Market Update Monthly Market Update RESEARCH TEAM RINGKASAN Ekonomi Indonesia tumbuh 4,94% yoy pada kuartal keempat 2016. Angka ini lebih rendah dibandingkan PDB pada kuartal sebelumnya yaitu sebesar 5,02% (yoy). Pada

Lebih terperinci

ORI OBLIGASI NEGARA RITEL

ORI OBLIGASI NEGARA RITEL ORI OBLIGASI NEGARA RITEL PT. BANK NEGARA INDONESIA (PERSERO) TBK sebagai AGEN PENJUAL Oktober 2011 ORI Outline Sekilas Tentang ORI Cara Pembelian dan Perdagangan ORI Keuntungan dan Risiko Investasi di

Lebih terperinci

KEBIJAKAN AKUNTANSI NO. 10 AKUNTANSI KEWAJIBAN

KEBIJAKAN AKUNTANSI NO. 10 AKUNTANSI KEWAJIBAN LAMPIRAN B.X : PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR : 79 TAHUN 2013 TANGGAL: 27 DESEMBER 2013 KEBIJAKAN AKUNTANSI NO. 10 AKUNTANSI KEWAJIBAN Paragraf-paragraf yang ditulis dengan huruf tebal dan

Lebih terperinci

FIXED INCOME TREASURY MANAGEMENT

FIXED INCOME TREASURY MANAGEMENT FIXED INCOME TREASURY MANAGEMENT PENGERTIAN Fixed Income: Produk investasi dengan tingkat pendapatan tetap (stabil) Financial Market Money market Capital market Maturity 1th Debt Instrument

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai bidang, termasuk di dalam perdagangan internasional. Pemenuhan

BAB I PENDAHULUAN. berbagai bidang, termasuk di dalam perdagangan internasional. Pemenuhan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Era perdagangan bebas saat ini telah meningkatkan interaksi antara Negara berbagai bidang, termasuk di dalam perdagangan internasional. Pemenuhan kebutuhan

Lebih terperinci

SAL SEBAGAI SALAH SATU ALTERNATIF SUMBER PEMBIAYAAN DALAM APBN

SAL SEBAGAI SALAH SATU ALTERNATIF SUMBER PEMBIAYAAN DALAM APBN SAL SEBAGAI SALAH SATU ALTERNATIF SUMBER PEMBIAYAAN DALAM APBN Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran/Sisa Kurang Pembiayaan Anggaran (SiLPA/SiKPA) adalah selisih lebih/kurang antara realisasi penerimaan dan pengeluaran

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Grafik 1.1 Perkembangan NFA periode 1997 s.d 2009 (sumber : International Financial Statistics, IMF, diolah)

BAB 1 PENDAHULUAN. Grafik 1.1 Perkembangan NFA periode 1997 s.d 2009 (sumber : International Financial Statistics, IMF, diolah) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam beberapa dekade terakhir, perekonomian Indonesia telah menunjukkan integrasi yang semakin kuat dengan perekonomian global. Keterkaitan integrasi ekonomi

Lebih terperinci

2013, No menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Lelang Surat Utang Negara Dalam Mata Uang Rupiah Dan Valuta Asing Di Pasar Perdana Domest

2013, No menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Lelang Surat Utang Negara Dalam Mata Uang Rupiah Dan Valuta Asing Di Pasar Perdana Domest No.358, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. Surat Utang Negara. Pasar Perdana. Domestik. Lelang. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43/PMK.08/2013 TENTANG LELANG

Lebih terperinci

menyebabkan meningkatnya risiko gagal bayar (default risk). Hal ini berpotensi mengganggu kestabilan sistem keuangan dan ekonomi makro seperti yang

menyebabkan meningkatnya risiko gagal bayar (default risk). Hal ini berpotensi mengganggu kestabilan sistem keuangan dan ekonomi makro seperti yang TANYA JAWAB PERATURAN BANK INDONESIA NO.16/20/PBI/2014 TANGGAL 28 OKTOBER 2014 TENTANG PENERAPAN PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM PENGELOLAAN UTANG LUAR NEGERI KORPORASI NONBANK 1. Q: Apa latar belakang diterbitkannya

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 10/7/PBI/2008 TENTANG PINJAMAN LUAR NEGERI PERUSAHAAN BUKAN BANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 10/7/PBI/2008 TENTANG PINJAMAN LUAR NEGERI PERUSAHAAN BUKAN BANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 10/7/PBI/2008 TENTANG PINJAMAN LUAR NEGERI PERUSAHAAN BUKAN BANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pinjaman luar negeri merupakan

Lebih terperinci

2015, No Mengingat dengan cara private placement di Pasar Perdana Domestik dengan mencabut Peraturan Menteri Keuangan Nomor 192/PMK.08/2013 tent

2015, No Mengingat dengan cara private placement di Pasar Perdana Domestik dengan mencabut Peraturan Menteri Keuangan Nomor 192/PMK.08/2013 tent BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.947, 2015 KEMENKEU. Surat Utang Negara. Rupiah. Valuta Asing. Pasar perdana Domestik. Private Placement. Penjualan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci