KEBIJAKAN PEMBIAYAAN UTANG PEMERINTAH DAN FUNGSI PEMBIAYAAN DALAM APBN

Transkripsi

1 KEBIJAKAN PEMBIAYAAN UTANG PEMERINTAH DAN FUNGSI PEMBIAYAAN DALAM APBN Jakarta, 30 November 2017

2 APBN dan Nota Keuangan Sebagai Instrumen Fiskal Negara APBN merupakan KESEPAKATAN Pemerintah dan DPR Pemerintah melaksanakan APBN DPR melakukan pengawasan APBN Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Menjalankan Program Kesejahteraan Rakyat Desentralisasi Fiskal Mengelola Aset dan Utang Negara Penyusunan APBN diawali dengan Arah Kebijakan dan Prioritas Pembangunan Nasional oleh Bappenas dan formulasi kebijakan Fiskal oleh Kementerian Keuangan

3 APBN Merupakan Produk Bersama antara Pemerintah dan DPR Arah Kebijakan dan Prioritas Pembangunan Nasional Resource Envelope dan Pagu Indikatif PPKF, KEM, dan RKP Pagu Anggaran Penyampaian RAPBN APBN Rincian Alokasi ABPP DIPA K/L dan Non- K/L JAN FEB MAR APR MEI JUNI JUL AGS SEP OKT NOV DES PELAKSANAAN ANGGARAN (Mulai 1 Januari)

4 Penerimaan Proyeksi & Estimasi Membuat estimasi penerimaan yang akurat dan kredibel Peningkatan kapasitas mengumpulkan penerimaan negara Rasio penerimaan perpajakan masih rendah Tantangan Pengelolaan APBN Belanja Komitmen Membuat keputusan belanja yang strategis Efektif dan memperbaiki fondasi Indonesia Mengurangi kemiskinan, kesenjangan, dan pemerataan kesejahteraan Memerangi inefisensi dan korupsi Pembiayaan Terus diperbaiki Reformasi di Sektor Keuangan, antara lain melalui pendalaman pasar keuangan Reformasi perpajakan Sangat dibutuhkan Reformasi belanja menuju efisiensi dan efektifitas 4

5 Saudi Arabia Korea Russia Germany China Indonesia Canada Turkey Australia Argentina Italy South Africa Mexico France Brazil United Kingdom United States Japan India Menjaga Defisit Pada Tingkat yang Aman dengan defisit dan utang yang rendah, pertumbuhan ekonomi Indonesia salah satu paling tinggi Rata-rata defisit & pertumbuhan satu dekade terakhir Defisit APBN (Rp Tn) surplus/defisit fiskal (%) pertumbuhan PDB (%)

6 Struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan 2017 Defisit APBN dan Kebutuhan Pembiayaan non utang dibiayai dari pengadaan Utang, sehingga pengadaan utang dalam beberapa tahun terakhir lebih besar dari jumlah kebutuhan defisit APBN Defisit APBN dan Kebutuhan Pembiayaan non utang dibiayai dari pengadaan Utang, sehingga pengadaan utang dalam beberapa tahun terakhir lebih besar dari jumlah kebutuhan defisit APBN Pendapatan Negara Rp1.472,8 T Investasi - Rp59,7 T Pemberian Pinjaman - Rp3,7 T PNBP Rp260,2T Penjaminan - Rp1T Hibah Rp3,1T Pendapatan Negara Rp1.736,1 T PEMBIAYAAN NON UTANG - Rp 64,1 T Lainnya Rp0,3T Belanja Non NonK/L Rp573,9 Rp3,1T DEFISIT APBN Rp397,2 362,9 T Total transfer daerah dan desa Rp Rp755,9 T Dana Desa Rp260,2T Rp58,2 Belanja Negara Rp2.098,9 T PEMBIAYAAN UTANG Rp427 T SBN Neto Rp433,0T Transfer Transfer Daerah Daerah Rp260,2T Rp697,7 Belanja K/L Rp1.472,8 Rp769,2T Pinjaman - Rp6,0 T Belanja pemerintah lebih besar dari pendapatannya untuk memberikan stimulus kepada perekonomian agar tidak kehilangan momentum pertumbuhan. Wujud fiskal ekspansif diantaranya percepatan proyek infrastruktur melalui peningkatan belanja K/L dan peningkatan dana transfer daerah dan dana desa 6

7 Perlukah Negara Berhutang? Individu Negara Memenuhi Kebutuhan Pokok Membiayai defisit APBN Mengembangkan pasar keuangan, termasuk menyediakan benchmark bagi instrumen keuangan Menjalankan Usaha Membantu Bank Indonesia bagi kegiatan Operasi Moneter Kebutuhan Mendesak Memberikan alternatif investasi bagi masyarakat Mengelola portofolio utang 7

8 Infrastructure Index PR Pemerintah adalah Penyediaan Infrastruktur......diperlukan usaha pemerintah yang lebih besar untuk menutup gap penyediaan infrastruktur 4 China 3.5 India Malaysia Indeks rata-rata Vietnam Philippines gap penyediaan infrastruktur Indonesia Thailand Brazil Rusia 2-2,000 4,000 6,000 8,000 10,000 GDP per capita Penyediaan infrastruktur Indonesia masih di bawah rata-rata negara lain yang setara. Pembangunan infrastruktur perlu diakselerasi untuk mengejar ketertinggalan dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Untuk penyediaan layanan infrastruktur baru selama 5 tahun dari dibutuhkan kurang lebih dana sebesar Rp4.796,2 triliun. Dari jumlah tersebut, hanya sekitar 41% yang bisa dicukupi dari APBN dan APBD. 8

9 Siklus Pengelolaan Utang Dilakukan secara triwulanan berdasarkan Strategi Tahunan Input untuk Strategi berikutnya (jangka menengah dan tahunan) Monitoring Kinerja Risiko & Portofolio Utang Strategi Jangka Menengah Kebijakan umum pengelolaan utang Target portofolio jangka menengah Jangka waktu 5 tahun, dapat ditinjau kembali setiap tahun Strategi Tahunan APBN (Pembiayaan) Target portofolio tahunan (komponen, struktur instrumen, dll) Pedoman mengukur KPI Jangka waktu 1 tahun, dapat ditinjau kembali di tengah tahun dengan melihat perkembangan kondisi pasar Target pembiayaan tahunan (defisit, refinancing, dll) Pedoman untuk eksekusi pengelolaan utang untuk tahun ybs. Jangka waktu 1 tahun, dapat direvisi selama siklus APBN. 9

10 Risiko Dan Biaya Utang Duration Jatuh tempo dalam jangka pendek ATM Risiko Nilai Tukar Risiko suatu ketidakpastian akan terjadinya suatu peristiwa yang dapat menimbulkan kerugian Indikatornya Risiko perubahan tingkat bunga Rasio Variable rate Refixing Rate Risiko perubahan nilai tukar Rasio utang valas Risiko pembiayaan kembali ATM Duration Jatuh tempo dalam 3 tahun Risiko Tingkat Bunga Perubahan Asumsi Makro Ekonomi Kondisi Pasar Keuangan Kebutuhan Pembiayaan dan Kebijakan Utang Penyerapan pinjaman oleh K/L Kupon/Bunga/ Margin Managemen Fee/Up front fee Pinjaman Biaya Utang Tingkat imbal hasil yang diberikan kepada investor atau pemberi pinjaman Indikatornya Rasio pembayaran bunga terhadap outstanding. Rasio pembayaran bunga terhadap PDB. Rasio pembayaran bunga terhadap belanja Fee Agen Penjual Diskon Obligasi Comitment fee pinjaman 10

11 Tujuan dan Kebijakan Umum Pengelolaan Utang 1.Memenuhi kebutuhan pembiayaan dan Refinancing utang dengan biaya yang optimal dan risiko yang terkendali; Mendukung pengembangan pasar SBN domestik untuk meningkatkan efisiensi pengelolaan utang dalam jangka panjang; Meningkatkan akuntabilitas publik dalam rangka mewujudkan tata kelola 1 Prioritas Utang Dalam Negeri 2 Tujuan Pengelolaan Utang Diversifikasi Instrumen 3 4 Pinjaman untuk belanja modal, terutama infrastruktur 5 Fleksibilitas Pembiayaan 6 Pengelolaan utang secara aktif dalam kerangka ALM 7 Penjaminan Pemerintah untuk mendorong percepatan infrastruktur Transparansi & Akuntabilitas 11

12 Kebijakan Pengelolaan SBN SBN Domestik Penggunaan seri benchmark SBN Valas 1.Penerbitan secara terukur dan sebagai pelengkap Transparansi jadwal dan target lelang Mengurangi crowding out. Koordinasi dengan BI Effisiensi Biaya Pengembangan instrumen SBN Sebagai Benchmark Korporasi Optimalisasi primary dealers, Memperkuat CADEV Menyempurnakan ETP 12

13 Perkembangan Outstanding dan Risiko Utang Outstanding Utang 37% 617 T 1064 T SBN, 1,064, 63% 19% 3.045T SBN, 2,329, 76% SBN Pinjaman 24% 37% 63% 735T 81% Pinjaman Risiko Utang Interest Rate Risk Exchange Rate Risk *) Jul *) Jul-2017 FX Debt to GDP ratio (%) **) FX Debt to total debt ratio (%) Variable rate ratio [%] Refixing [%] Debt Maturity Average Time To Maturity *) Jul *) Jul-2017 ATM (in years) in 1 year (%) in 3 year (%) in 5 year (%) Ket: *) Realisasi sementara, ** ) Menggunakan asumsi PDB pada APBN

14 Indikator Risiko Utang Pengadaan Utang Baru Tahun 2017 Debt Portfolio Outlook Akhir Tahun 2017 (Outlook deficit 2.67% dari PDB) Mengutamakan tingkat bunga tetap untuk pengadaan pinjaman dan SBN sedangkan Variable Rate lebih banyak berseumber dari Pinjaman 100% 75% 86% 88% 89% Shortening duration untuk effisiensi cost of borrowing 50% 45% 42% 40% Outlook 2017 Risk Indicators Debt SBN Loan VR Proportion 8% - 10% 0% - 2% Average Time to Maturity (ATM) Maturity in 1 Year FX Proportion Max. 100% of total loans Max. 35% of total debt Max. 32% of total debt Max. 35% of gross issuance Max. 26% of gross issuance - Maks. 98% of total loans 25% 0% 10,0 9,5 9,0 8,5 8,0 Foreign currency debt (%) 9,4 8% 10% 6% Fixed rate debt (%) Debt maturity in 1 Year (%) Average Time to Maturity (years) 9, Outlook ,6 14

15 Pencapaian Hasil Pengelolaan Utang Pengelolaan utang yang baik dan prudent telah berkontribusi pada peningkatan sovereign credit rating Indonesia Perbandingan Rasio Utang Terhadap PDB dari Beberapa Negara Peers dan BRICS Malaysia Afrika Selatan 31% 52% Philipina 52% 33% % 57% Indonesia 36% 28% % Brazil 78% Vietnam 38% 62% % Turkey 32% Perkembangan Rating Indonesia Tahun Ra ting S&P Fitch Moody's R&I JCR 1999 CCC+ B- B3 B B- B- B3 B CCC B- B3 B CCC+ B B3 B- B 2003 B B+ B2 B- B 2004 B+ B+ B2 B B B+ BB- B2 BB- B BB- BB- B1 BB- BB BB- BB- B a3 BB + BB 2008 BB- BB B a3 BB + BB 2009 BB- BB B a2 BB + BB BB BB + B a2 BB + BBB BB + BBB- B a1 BB + BBB BB + BBB- B aa3 BBB- BBB BB + BBB- B aa3 BBB- BBB BB + BBB- B aa3 BBB- BBB BB + BBB- B aa3 BBB- BBB BB + BBB- B aa3 BBB- BBB BBB- BBB- B aa3 BBB- BBB- Lembaga Pemeringkat Kredit S&P, Fitch, Moody s, R&I, dan JCR seluruhnya telah memberikan predikat investment grade pada kredit rating Indonesia 15

16 Akhir Presentasi Data dan informasi terkait utang dapat diakses melalui DJPPRKemenkeu Direktorat Strategi dan Portofolio Pembiayaan Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan Republik Indonesia Gedung Frans Seda, Jl. Wahidin Raya No.1, Jakarta Pusat T. (021)

17 Perkembangan rasio beban utang Indonesia...relatif lebih baik apabila dibandingkan dengan beberapa negara peers Rasio pembayaran bunga utang terhadap total Pendapatan dan Hibah Indonesia pada tahun 2015 berada pada tingkat 9.9%, relatif lebih baik dibandingkan negara peers seperti Maroko (10.4%), Meksiko (11.4%), Filipina (13.8%), Mesir (23.9%), dan Brazil (34.0%). Adapun pada tahun 2016 meningkat menjadi 10.7% Dari sisi rasio terhadap belanja, pada periode yang sama, rasio beban utang Indonesia (8.3%) relatif lebih rendah dibandingkan dengan negara peers seperti Maroko (9.0%), Meksiko (9.7%), Malaysia (11.3%), Filipina (16.7%), Mesir (24.3%), dan Brazil (33.2%). Adapun pada tahun 2016 meningkat menjadi 8.9% Dari sisi rasio beban bunga terhadap total utang outstanding, pada tahun 2015, capaian Indonesia (5.2%) tercatat lebih baik daripada Filipina (5.5%), Turki (6.6%), Meksiko (6.7%), Mesir (8.8%), dan Brazil (18.0%), namun sedikit lebih tinggi dibanding Maroko, Thailand, dan Malaysia. Adapun pada tahun 2016 menurun menjadi 5.0% Rasio Beban Bunga Terhadap Rata-Rata Outstanding Utang (%) Brazil Turki Malaysia Thailand Filipina Mesir Meksiko Maroko Indonesia Sumber: CEIC, World Bank, internal Kemenkeu Keterangan : Data negara lain hanya tersedia sampai tahun

18 Kesimpulan Kesimpulan 1 Untuk mencapai masyarakat maju dan makmur, Indonesia membutuhkan pembangunan di berbagai bidang terutama kesehatan, pendidikan, infrastruktur, dan perlindungan sosial Sumber pembiayaan pembangunan sebagian dibiayai melalui penambahan utang pemerintah. Tambahan pembiayaan utang memungkinkan kenaikan belanja produktif di bidang pendidikan, infrastruktur, kesehatan, transfer ke daerah dan dana desa, serta belanja sosial 2 3 Utang Pemerintah dikelola secara profesional, hati-hati, transparan, dan terukur sehingga mendapat peringkat layak investasi karena memiliki risiko yang terkendali. Risiko pembiayaan kembali, risiko tingkat bunga, dan risiko nilai tukar 4 dikelola dengan baik 18