BAB IV ANALISIS RESIKO FINANSIAL

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV ANALISIS RESIKO FINANSIAL"

Transkripsi

1 BAB IV ANALISIS RESIKO FINANSIAL A. Gambaran Umum Tentang Obligasi Negara 1. Surat Utang Negara di Indonesia a). Jenis Surat Utang Negara (1) Obligasi Negara Berdenominasi Rupiah Obligasi Negara berdenominasi rupiah dapat dipisahkan ke dalam beberapa jenis, yaitu: Obligasi berbunga tetap (fixed rate bonds FR) Obligasi jenis ini memiliki tingkat kupon yang ditetapkan pada saat penerbitan, dan dibayarkan secara periodik setiap 6 (enam) bulan. Berdasarkan posisi akhir tahun 2006, tingkat kupon obligasi jenis FR berkisar antara 9,250% sampai dengan 15%, yang terdiri dari 35 seri, dengan masa jatuh tempo berkisar antara tahun 2007 sampai Obligasi jenis FR dapat diperdagangkan dan dipindahtangankan kepemilikannya di pasar sekunder. Termasuk ke dalam jenis FR adalah Surat Utang Negara Retail (ORI). Surat Utang Negara retail ialah surat utang negara yang dijual kepada investor individu melalui Agen Penjual, dengan volume minimum yang telah ditentukan. Penerbitan Surat Utang Negara ritel sangat bermanfaat bagi Pemerintah dalam hal memperluas basis 31

2 32 investor Surat Utang Negara. Di lain pihak investor individu dapat memiliki kesempatan untuk berinvestasi secara langsung dan dalam denominasi yang kecil, pada instrumen yang pembayaran pokok dan bunganya dijamin oleh Undang-Undang. Surat Utang Negara jenis ini telah diterbitkan sejak bulan Agustus Grafik 4.1: Komposisi Tradable bonds Tahun (Komposisi Tradable Bond Tahun 2005) Pada grafik 4.1 di atas komposisi tradable bond tahun merupakan obligasi jenis FR mempunyai porsi sebesar 56,79% dari total obligasi negara yang berdenomiasi rupiah atau 50,36%% dari total tradable bonds atau sebesar Rp238,654 triliun per akhir Desember 2006 (rincian berbagai jenis Surat Utang Negara dapat dilihat pada Lampiran 1). Jumlah ini meningkat dari tahun 2005 yang sebesar 44,82% dari total tradable bonds.

3 33 (Komposisi Tradable Bond Tahun 2006) Sumber: Diolah dari Data Bulanan Direktorat Surat Berharga Negara, Ditjen Pengelolaan Utang, Departemen Keuangan Obligasi berbunga mengambang (variable rate bonds VR) Obligasi berbunga mengambang memiliki tingkat kupon yang ditetapkan secara periodik berdasarkan referensi tertentu. Dalam hal ini referensi yang digunakan ialah tingkat bunga SBI (Sertifikat Bank Indonesia) berjangka 3 bulan. Kupon dibayarkan secara periodik setiap 3 (tiga) bulan. Sampai akhir tahun 2006, terdapat 21 seri VR yang masa jatuh temponya berkisar antara tahun 2007 sampai tahun obligasi jenis VR mempunyai risiko interest rate, mengingat penghitungan bunganya berdasarkan suku bunga SBI. Obligasi jenis VR dapat diperdagangkan dan dipindahtangankan kepemilikannya di pasar sekunder.

4 34 Obligasi jenis VR mempunyai porsi sebesar 43,03% dari total obligasi negara yang berdenomiasi rupiah atau 38,03% dari total tradable bonds atau sebesar Rp180,186 triliun per akhir Desember 2006 sebagaimana tampak pada Grafik 4.1 (rincian berbagai jenis SUN dapat dilihat pada Lampiran 1). Jumlah ini menurun dari tahun 2005 yang sebesar 48,52% dari total tradable bonds. Di tahun 2006 ini, rata-rata suku bunga kupon obligasi jenis VR adalah sebesar 11,68% atau lebih rendah (hanya) 0,72% dari obligasi jenis FR, dengan kisaran 12,40% sebagaimana tampak pada Lampiran 1. Obligasi Nilai Lindung (hedge bonds HB) Obligasi nilai lindung (HB) adalah obligasi yang diterbitkan dalam denominasi rupiah dengan pembayaran kupon dan pokok yang disesuaikan atau diindeks terhadap perubahan kurs IDR/USD yang berlaku. Apabila nilai tukar rupiah terhadap US$ pada saat jatuh tempo pembayaran melemah dibanding nilai tukar pada saat penerbitan, maka nilai nominal HB setelah diindeksasi akan meningkat sehingga meningkatkan jumlah pembayaran pokok dan bunga yang jatuh tempo, dan sebaliknya. Sesuai dengan terms and condition-nya, pelunasan HB jatuh tempo dapat dilakukan dengan Obligasi Negara baru atau tunai. Tingkat kupon HB ditetapkan secara periodik berdasarkan referensi tertentu, yaitu SIBOR (Singapore Inter Bank Offered Rate) + margin 2%. Kupon

5 35 dibayarkan secara periodik setiap 3 (tiga) bulan sekali. Pada akhir tahun 2005 tidak terdapat lagi obligasi jenis ini. Obligasi seri HB telah dilunasi pada bulan Juni Obligasi jenis ini tidak dapat diperdagangkan. Surat Utang kepada BI (SU) Dalam rangka program penjaminan perbankan dan BLBI (Bantuan Likuiditas Bank Indonesia), pada tahun 1998 dan 1999 Pemerintah menerbitkan empat seri SU,yaitu SU-001, SU-002, SU- 003, dan SU-004, dengan total nominal sebesar Rp218,3 triliun.su- 001 dan SU-003 merupakan SU yang diterbitkan dalam rangka BLBI yang dikucurkan oleh Bank Indonesia saat krisis moneter tahun 1998/1999.SU-002 merupakan penyertaan modal negara pada Bank Ekspor Impor Indonesia. Sementara SU-004 merupakan surat utang yang diterbitkan dalam rangka program penjaminan Pemerintah. Sesuai dengan term and condition awalnya, Obligasi jenis ini mempunyai tingkat bunga tetap sebesar 3% yang diperhitungkan atas pokok yang diindeks berdasarkan inflasi. Kupon dibayarkan secara periodik setiap 6 (enam) bulan sekali. Sementara pokok utang diamortisasi (dicicil) setiap enam bulan sekali secara proporsional atas dasar pokok yang telah diindeks. Pembayaran cicilan pokok dilakukan bersamaan dengan pembayaran bunga, dan dimulai setelah masa tenggang (grace period) berakhir.

6 36 Sebagai bagian dari penyelesaian BLBI, Pemerintah dan BI telah sepakat untuk mengganti SU-001 dan SU-003 dengan menerbitkan surat utang jenis baru yaitu SRBI (Special Rate Bank Indonesia) pada tanggal 7 Agustus Sementara untuk SU-002 dan SU-004, Pemerintah bersama dengan BI tengah membahasa proses restrukturisasinya. Selain SU-0011, SU-002, SU-003 dan SU-004, Pemerintah juga menerbitkan SU-005 untuk pembiayaan kredit program. Obligasi ini jatuh tempo tahun 2009, dan memiliki tingkat kupon yang ditetapkan berdasarkan tingkat bunga SBI berjangka 3 bulan. SU-005 memiliki plafon sebesar Rp9,97 triliun, namun demikian jumlah realisasi yang menjadi utang pemerintah hanyalah jumlah dana yang sudah disalurkan dalam rangka pembiayaan beberapa skim kredit program, yang per posisi akhir tahun 2005 berjumlah Rp2,58 triliun. SRBI (Special Rate Bank Indonesia) SRBI, yang lengkapnya SBRI-01/MK/2003, adalah surat utang yang diterbitkan oleh Pemerintah pada tanggal 7 Agustus 2003 sebagai pengganti SU-001 dan SU-003, dalam rangka penyelesaian bantuan likuiditas BI. Nilai nominal penerbitan SRBI adalah sebesar Rp ,00 atau sama dengan jumlah nominal SU- 001 dan SU-003. SRBI jatuh tempo tahun 2033 dengan tingkat

7 37 kupon 0,1% setahun dihitung dari sisa pokok terutang yang dibayarkan secara periodik 2 (dua) kali setahun. Pelunasan SRBI dapat bersumber dari surplus Bank Indonesia yang menjadi bagian Pemerintah dan akan dilakukan apabila rasio modal terhadap kewajiban moneter BI telah mencapai diatas 10%. Dalam hal rasio modal terhadap kewajiban moneter BI kurang dari 3%, maka Pemerintah akan membayar charge kepada Bank Indonesia sebesar kekurangan dana yang diperlukan untuk mencapai rasio modal tersebut. (2) Obligasi Negara Berdenominasi Mata Uang Asing Sepanjang tahun 2006, Pemerintah telah menerbitkan Obligasi Negara berdenominasi USD (Dollar Amerika) senilai US$ ,00 pada tanggal 9 Maret 2006, yaitu INDO-17. Obligasi Negara ini jatuh tempo pada tanggal 9 Maret 2017 atau mempunyai time-to-maturity selama 11 tahun dan mempunyai tingkat kupon tetap sebesar 6,875% setahun. Seluruh seri Obligasi Negara berdenominasi dolar dapat diperdagangkan/ diperjualbelikan. Obligasi jenis international bond ini mempunyai porsi sebesar 11,61% dari total obligasi yang dapat diperdagangkan (lihat Grafik 4.2) atau sebesar Rp55,000 triliun per akhir Desember 2006 (rincian obligasi jenis international bond dapat dilihat pada Lampiran 1). Jumlah ini meningkat dari tahun 2005 yang sebesar 7.92% dari total obligasi yang dapat diperdagangkan.

8 38 Grafik 4.2: Komposisi Tradable Bonds Tahun Tradable Bond Th Sumber: DJPU Diolah. Tradable Bond Sumber: DJPU - Diolah. b). Saldo Surat Utang Negara dan Perubahannya Surat Utang Negara dapat berubah saldonya akibat adanya penerbitan baru, pelunasan, pembelian kembali atau oleh sebab lainnya. Posisi Surat Utang Negara per 31 Desember 2005 dan per 31 Desember 2006 masing-masing

9 39 dapat dilihat pada Lampiran 1 dan Lampiran 2. Adapun ringkasan perubahan posisi Surat Utang Negara tahun 2006 adalah sebagai berikut: Tabel 4.1: Ringkasan Perubahan Posisi SUN per 31 Desember 2006 Surat Utang Negara 31 Des 2005 (juta Rp) 31 Des 2006 (juta Rp) Selisih (juta Rp) Seri FR Seri VR Obligasi Internasional*) Non-tradable Securities *) Kurs pada tanggal 31 Desember 2005 dan 31 Desember 2006 masing-masing sebesar 9.235/USD dan Rp10.000/USD. Sumber: DJPU Diolah. Berdasarkan tabel 4.1 di atas, ringkasan perubahan posisi Surat Utang Negara per 31 Desember 2006, dapat dilihat adanya perubahan yang cukup signifikan berupa meningkatnya porsi SUN berbunga tetap (FR) dan menurunnya porsi SUN berbunga mengambang (VR). Di lain pihak porsi SUN berdenominasi USD meningkat, yang menunjukkan naiknya risiko nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika. c). Posisi Kepemilikan Obligasi Negara Tabel 4.2: Posisi kepemilikan obligasi negara domestik per Desember 2006 Pemilik Jumlah Persentase (dlm triliun Rp) (%) Bank BUMN Rekap 153,68 37,73% Bank Swasta Rekap 81,73 20,07% Bank Non-Rekap 38,84 9,54% Bank Pembangunan Daerah 2,84 0,70% Bank Indonesia 7,47 1,83% Reksadana 13,83 3,40% Asuransi 33,09 8,12% Asing 48,37 11,88% Dana Pensiun 22,64 5,56%

10 40 Sekuritas 0,34 0,08% Lain-lain 4,45 1,09% Total 407,29 100,00% Sumber: DJPU Depkeu Berdasarkan tabel 4.2 posisi kepemilikan obligasi negara domestik per Desember 2006, Obligasi Negara hanya dapat dijual kepada korporasi dan peminat obligasi di Indonesia kebanyakan masih didominasi oleh bidang usaha tertentu, misalnya sektor perbankan dan lembaga keuangan dengan porsi 68,04% dari total obligasi domestik yang diterbitkan oleh pemerintah. Jumlah ini menurun jika dibandingkan awal tahun 2006 yang sebesar Rp154,61 triliun. Sementara itu, masing-masing bidang usaha mempunyai karakteristik tertentu dalam manajemen investasinya.. Misalnya, untuk sektor perbankan dan lembaga keuangan cenderung berminat pada obligasi dengan year-to-maturity jangka pendek, sementara untuk industri manufaktur lebih cenderung untuk membeli obligasi dalam jangka panjang. d). Struktur Jatuh Tempo dan Refinancing Risk Tahun 2006 Grafik 4.3: Struktur Jatuh Tempo SUN yang Dapat Diperdagangkan per 31 Desember 2005

11 41 Sumber: DJPU Diolah Mengacu pada perubahan yang terjadi, maka struktur jatuh tempo pokok SUN yang dapat diperdagangkan (tradable bonds), pada akhir tahun 2005, akhir bulan Desember 2006, dan perbandingannya adalah sebagai berikut: Grafik 4.4: Struktur Jatuh Tempo SUN yang Dapat Diperdagangkan per 31 Desember 2006 Sumber: DJPU Diolah Grafik 4.5: Perbandingan Struktur Jatuh Tempo SUN yang Dapat Diperdagangkan (31 Desember Desember 2006)

12 42 Sumber: DJPU Diolah Berdasarkan grafik 4.3, 4.4 dan 4.5 di atas, dapat dilihat bahwa pengelolaan Surat Utang Negara tahun 2006 menunjukkan adanya upaya untuk menggeser porsi SUN yang jatuh tempo tahun 2007 sampai dengan 2009 ke tahun-tahun berikutnya. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi risiko pendanaan kembali (refinancing risk) pada periode tersebut. Adanya spike di tahun 2015 dan 2016 sebagaimana ditunjukkan pada posisi akhir tahun 2005, lebih disebabkan oleh penerbitan SUN berdenominasi valas yang jatuh tempo tahun 2015 dan Beberapa Indikator Terkait Dengan Surat Utang Negara a). Tingkat Suku Bunga SBI 3 Bulanan Tabel 4.3: Suku Bunga SBI 3 Bulanan Bulan Tahun 2004 Tahun 2005 Tahun 2006 Januari 8,15% 7,30% 12,91% Februari 7,70% 7,27% 12,92% Maret 7,33% 7,31% 12,73% April 7,25% 7,51% 12,65% Mei 7,24% 7,81% 12,15%

13 43 Juni 7,25% 8,05% 12,15% Juli 7,29% 8,45% 12,15% Agustus 7,31% 8,54% 11,36% September 7,31% 9,25% 11,36% Oktober 7,30% 12,09% 9,50% November 7,30% 12,69% 9,50% Desember 7,29% 12,83% 9,50% Sumber: Berdasarkan tabel 4.3 di atas suku bunga SBI selama tahun 2006, suku bunga SBI sempat berada diatas 12,40% (rata-rata tertimbang selama tiga tahun untuk bunga kupon obligasi jenis FR), yaitu antara bulan Januari sampai dengan Desember Selama tiga tahun terakhir, kisaran suku bunga utang yang harus ditanggung oleh pemerintah yang berasal dari obligasi jenis VR ini adalah berkisar antara 7,24% hingga 12,93% setahun. Namun demikian, Pemerintah memperkirakan rata-rata tingkat suku bunga SBI 3 bulan dalam tahun 2007 adalah sebesar 8,5%. Beberapa alasan yang diungkapkan oleh Pemerintah terkait dengan tingkat suku bunga SBI 3 bulan yang sebesar 8,5%, dituangkan dalam Nota Keuangan dan RAPBN Tahun Anggaran 2007 sebagai berikut: Dalam tahun 2007, sejalan dengan perkiraan menurunnya laju inflasi dan relatif stabilnya nilai tukar rupiah, suku bunga SBI 3 bulan diperkirakan akan menurun. Penurunan dalam tahun 2007 rata-rata suku bunga SBI 3 bulan diperkirakan sekitar 8,5%. (Nota Keuangan dan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2007: 17).

14 44 b). Indonesian Government Securities Yield Curve (IGSYC) Tabel 4.5: Besaran yield obligasi negara per 30 Desember 2006 Time to Maturity Yield Selisih yield dari yield sebelumnya 1 9,283% 9,283% 2 8,859% 0,424% 3 8,829% 0,030% 4 9,203% 0,374% 5 9,432% 0,229% 6 9,584% 0,152% 7 9,708% 0,124% 8 9,771% 0,063% 9 9,851% 0,080% 10 9,944% 0,093% 11 10,044% 0,100% 12 10,137% 0,093% 13 10,203% 0,066% 14 10,247% 0,044% 15 10,248% 0,001% 16 10,258% 0,010% 17 10,315% 0,057% 18 10,379% 0,064% 19 9,483% 0,896% Sumber: DJPU diolah Berdasarkan tabel 4.5 besaran yield obligasi negara per 30 Desember 2006, struktur jangka waktu atas suku bunga (lebih populer dengan sebutan yield curve) menurut Frank K. Reilly dan Keith C. Brown adalah: a static function that relates the term to maturity to the yield to maturity for a sample of bonds at a given point in time. Angka ini merepresentasikan permintaan besaran yield atas suatu jenis obligasi yang dipengaruhi oleh faktor-faktor tertentu. Di Indonesia, khususnya

15 45 untuk obligasi pemerintah diwakili oleh Indonesia Government Securities Yield Curve (IGSYC). Kurva yang menggambarkan keinginan pasar terhadap tingkat return (yield) dari obligasi pemerintah disesuaikan dengan jangka waktu jatuh temponya (time to maturity) pada suatu titik waktu. Analisis Time to Maturity vs Indonesia Government Securities Yield Curve (IGSYC) adalah analisis tentang titik manakah dari suatu obligasi pemerintah akan memberikan keuntungan yang lebih besar (menurut Pemerintah) sesuai dengan tujuan pemerintah itu sendiri. Sehingga untuk estimasi penerbitan tahun 2007 nanti akan diperoleh hasil yang optimal. Berikut disajikan data IGSYC per 31 Desember 2006: Grafik 4.6 Time to maturity per 31 Desember 2006 Berdasarkan grafik 4.6 time to maturity per 31 Desember 2006 di atas, semakin lama time to maturity makin besar pula yield yang diminta. Namun, terkadang permintaan pasar tidak selamanya seperti itu. Selisih yield yang

16 46 diminta tidak selalu proporsional terhadap waktu. Agar lebih tampak selisih yield relatif terhadap time to maturity. Pada prinsipnya, struktur utang yang dibutuhkan pemerintah Indonesia saat ini adalah waktu jatuh tempo panjang dengan bunga relatif rendah. Sehingga, selisih yield yang relatif kecil terhadap waktu jatuh tempo terdapat pada year to maturity 8 tahun, 15 tahun, dan 16 tahun. B. Risiko Beban Bunga (Interest Rate Risk) Risiko beban bunga adalah risiko penerbitan obligasi berkaitan dengan perubahan besarnya beban bunga yang harus dibayar oleh penerbit obligasi akibat perubahan suku bunga pasar. Baik obligasi yang berbunga tetap (fixed rate) maupun obligasi yang berbunga mengambang (variable rate) memiliki risiko beban bunga sendiri-sendiri. Logikanya, apabila suku bunga terlalu fluktuatif, maka obligasi jenis FR adalah instrumen yang paling menguntungkan bagi penerbit obligasi, sebaliknya, apabila fluktusi suku bunga tidak ekstrim (relatif stabil) atau bahkan menurun, maka obligasi jenis VR adalah yang paling menguntungkan. Dalam pembahasan berikut tidak dibahas mengenai penerbitan obligasi berkaitan dengan pengembangan pasar sekunder, tetapi hanya semata-mata dibatasi pada sisi risiko finansialnya pada saat penerbitan (pasar perdana). Dengan melihat fluktuasi basis pembayaran bunga yang telah lalu akan dapat diperkirakan rentang (ditunjukkan dengan standar deviasi) biaya bungan dari masingmasing jenis obligasi dan dengan memperhatikan biaya bunga tersebut pemerintah

17 47 dapat memilih apakah obligasi jenis VR atau FR yang lebih menguntungkan atau tidak bila diterbitkan pada suatu titik waktu (pasar perdana), dan apabila menerbitkan obligasi jenis tersebut, seberapa besar risiko/range beban bunga yang kemungkinan akan ditanggung oleh pemerintah. Tujuan estimasi ini sendiri adalah bahwa dengan melihat situasi pada tiga tahun terakhir, bagaimana seharusnya perlakuan obligasi jenis VR dan FR untuk penerbitan tahun 2007, terlepas dari tujuan campur tangan dalam mengembangkan dan mengendalikan pasar uang di Indonesia. Suku bunga SBI, sebagai basis pembayaran bunga obligasi jenis VR, apabila kondisi makro ekonomi atau faktor-faktor yang mempengaruhi suku bunga SBI dalam kondisi yang stabil dan terkendali, seharusnya berada dibawah suku bunga pasar yang dijadikan basis penentuan bunga kupon obligasi jenis FR. Apabila dasar pembayaran bunga (suku bunga SBI) menunjukkan trend yang stabil atau menurun, maka penerbitan obligasi jenis VR akan sangat menguntungkan karena pada dasarnya obligasi negara jenis VR (dengan suatu pertimbangan investasi tertentu) selalu menawarkan suku bunga yang lebih rendah bila dibandingkan yield untuk obligasi negara jenis FR. Sebaliknya, apabila suku bunga SBI terlalu berfluktuasi atau ada kecenderungan meningkat di masa depan, tentunya penerbitan obligasi jenis VR justru akan meningkatkan beban/risiko pembayaran bunga. a). Asumsi Suku Bunga SBI 3 Bulan Tahun 2007 Pembayaran bunga kupon obligasi jenis VR adalah berdasarkan suku bunga SBI 3 bulanan, dimana suku bunga tersebut berfluktuasi sesuai dengan perubahan indikator ekonomi makro. Indikator-indikator ekonomi makro yang mendominasi pergerakan suku bunga SBI, diantaranya adalah perubahan laju

18 48 inflasi, perubahan nilai tukar rupiah, dan perbedaan suku bunga di dalam dan di luar negeri, perubahan arus modal ke luar negeri, perubahan tingkat suku bunga riil domestik, perubahan jumlah uang yang beredar, dan lain sebagainya. Perubahan laju inflasi sendiri dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya adalah pasokan bahan/produk tertentu (misalnya bahan makanan), perubahan nilai tukar rupiah, arus distribusi barang kebutuhan pokok masyarakat, harga minyak dunia, perubahan harga bahan/produk tertentu terkait dengan kebijakan pemerintah terhadap produk tersebut (misalnya perubahan harga BBM), jumlah uang yang beredar, dan lain sebagainya. Adapun nilai tukar rupiah juga dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: jumlah cadangan devisa Indonesia, neraca pembayaran Indonesia, peristiwa-peristiwa tertentu baik di dalam maupun di luar negeri (misalnya terjadi huru-hara atau demonstrasi besarbesaran atau aksi borong mata uang asing tertentu sehingga meningkatkan tekanan pada nilai tukar rupiah). Oleh karena faktor-faktor yang mempengaruhi fluktuasi tingat suku bunga SBI 3 bulanan sangatlah banyak, sehingga sangat sulit dilakukan prediksi yang tepat atas tingkat suku bunga tersebut. Maka, agar tercipta keyakinan yang cukup memadai, perkiraan tingkat suku bunga SBI 3 bulanan tahun 2007 adalah sebagaimana yang tercantum dalam Nota Keuangan dan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) Tahun Anggaran 2007 yang diperkirakan sebesar 8,5 persen. 1. Risiko Beban Bunga Tahun 2006 Grafik 4.7:

19 49 Trend Suku Bunga SBI 3 Bulan Tahun 2006 Sumber: Diolah dari Berdasarkan grafik 4.7, secara keseluruhan trend suku bunga SBI 3 bulan tahun 2006 mengalami penurunan, bahkan sempat menyentuh level 10,00 persen pada akhir tahun Pada tahun ini, rata-rata tertimbang suku bunga kupon obligasi jenis VR adalah sebesar 11,68 persen atau lebih rendah 0,72 persen dari obligasi jenis FR, dengan kisaran bunga antara 11,36 persen sampai dengan 12,92 persen. Selama tahun 2006 pula, suku bunga SBI sempat berada diatas 12,40 persen (rata-rata tertimbang selama tiga tahun untuk bunga kupon obligasi jenis FR), walaupun pada akhirnya secara berangsur-angsur mengalami penurunan hingga akhir tahun Obligasi jenis VR mempunyai porsi sebesar 43,03 persen dari total obligasi negara yang berdenomiasi rupiah atau 38,03 persen dari total tradable bonds atau sebesar Rp180,186 triliun per akhir Desember 2006 (rincian berbagai jenis SUN dapat dilihat pada Lampiran 1). Jumlah ini menurun dari tahun 2005 yang sebesar 48,52 persen dari total tradable bonds. Sehingga

20 50 terdapat kontribusi untuk menurunkan risiko beban bunga terutama akibat tertekannya suku bunga SBI 3 bulan. Sampai dengan akhir tahun 2007, suku bunga SBI terus mengalami penurunan, yang berindikasi pada membaiknya situasi ekonomi makro. Tentunya hal seperti inilah yang diharapkan dari penerbit obligasi, karena dengan semakin menurunnya suku bunga SBI maka akan semakin memperingan tekanan fiskal khususnya pada pembiayaan APBN dalam rangka pembayaran bunga obligasi, yang berarti pula akan menurunkan interest rate risk khususnya pada obligasi jenis VR dikarenakan beban bunga yang harus dibayar oleh pemerintah menjadi semakin rendah. Selama tiga tahun terakhir, kisaran bunga utang yang harus ditanggung oleh pemerintah yang berasal dari obligasi jenis VR ini adalah berkisar antara 7,24 persen hingga 12,93 persen setahun dengan fluktuasi (standar deviasi) suku bunga SBI selama tiga tahun terakhir sebesar 2,34 persen dan rata-rata selama tiga tahun terakhir sebesar 9,38 persen Artinya rata-rata suku bunga tertinggi adalah sebesar 11,72 persen dan terendah adalah sebesar 7,04 persen. Bila diselisihkan antara rata-rata suku bunga tertinggi dan terendah adalah sebesar 4,68 persen. Angka inilah yang sebenarnya merupakan rentang risiko perubahan suku bunga pada obligasi jenis VR. 2. Simulasi Penerbitan Obligasi Domestik Tahun 2007 Dengan Mempertimbangkan Interest Rate Risk Diasumsikan bahwa simulasi ini bukan dalam rangka membentuk benchmark suku bunga pasar obligasi dan mengembangkan pasar sekunder di

21 51 Indonesia, tetapi hanya melihat penerbitan obligasi negara dari sisi cost and risk khususnya risiko finansial sehingga dapat menekan cost of borrowing. Selain itu, asumsi-asumsi yang digunakan antara lain: Bahwa pemerintah membutuhkan dana untuk pembiayaan defisit APBN sejumlah Rp40,6 triliun, sesuai dengan Pembiayaan Neto yang disetujui oleh DPR yang berasal dari SUN untuk Tahun Anggaran Asumsi bunga kupon yang dipakai untuk obligasi jenis VR adalah perkiraan rata-rata suku bunga SBI 3 bulanan sesuai dengan Nota Keuangan dan RAPBN Tahun Anggaran 2007 yaitu sebesar 8,5 persen. Sedangkan bunga kupon obligasi jenis FR adalah sebesar rata-rata yield IGSYC per 30 Desember 2006 dengan tenor antara 3 tahun sampai 19 tahun, yaitu sebesar 9,030 persen. Rata-rata suku bunga SBI sebesar 9,49 persen (suku bunga SBI setelah dirata-rata selama empat tahun dari tahun ) dan dengan standar deviasi sebesar 2 persen, maka suku bunga terendah adalah sebesar 7,49 persen dan yang tertinggi adalah sebesar 11,49 persen. Logika risk and cost suatu sekuritas bagi pemerintah merupakan kebalikan cara pandang investasi dari sisi investor, dimana investor lebih memandang sisi risk and return. Dengan membandingkan risk and return tersebut diperoleh komposisi tertentu yang menghubungkan risiko dan imbal hasilnya pada titik yang optimum.

22 52 Rumus yang digunakan untuk mengetahui hubungan risk and return dikaitkan dengan komposisinya adalah rumus untuk mencari garis efficiency frontier. Sumbu X diwakili oleh standar deviasi (mewakili range fluktuasi) dari return gabungan dua sekuritas, sehingga rumus X adalah σ = Var( portfolio). Variance portofolio gabungan dua sekuritas diperoleh dari: 2 x σ A x σ A, 2 x σ ( 2 2 portfolio) + 2 A A B B B B Var = +. x Secara berurutan, X A ; σ A ; σ A,B ; X B ; dan σ B ; adalah porsi obligasi jenis VR pada suatu penerbitan X; standar deviasi dari suku bunga tiga tahun terakhir ditambah rata-rata proyeksi suku bunga SBI tahun 2007; standar deviasi gabungan dari obligasi jenis FR dan VR; porsi obligasi jenis FR pada suatu penerbitan X; dan terakhir adalah standar deviasi bunga kupon obligasi jenis FR. Sedangkan sumbu Y diwakili oleh expected cost gabungan dari dua sekuritas yang dirumuskan dengan Exp Cost = ( I X ) + ( I X ). I A dan X A. A A B B masing-masing adalah proyeksi cost setelah ditambah suku bunga SBI tahun 2007 dan porsi obligasi jenis VR pada suatu penerbitan X, sedangkan I B dan X B adalah rata-rata kupon FR setelah ditambah Indonesia Government Securities Yield Curve per 31 Desember 2006 untuk tenor 3 sampai 19 tahun. Dari data suku bunga SBI tiga tahun terakhir, proyeksi rata-rata suku bunga SBI tahun 2007, dan IGSYC per 31 Desember 2006, serta dengan menggunakan rumus mencari efficiency frontier diperoleh hasil dan grafik sebagai berikut:

23 53 Grafik 4.8: Expected Risk and Cost Tahun 2007 Interest Rate Risk Dari grafik 4.8 di atas, titik-titik A sampai K masing-masing mewakili suatu skenario penerbitan obligasi dengan porsi VR dan FR tertentu serta pada titik-titik tersebut ditunjukkan proyeksi dari expected cost dan rentang perubahan yang mungkin terjadi berdasarkan data historis beberapa tahun terakhir. Hasil lengkap dari perhitungan di atas adalah sebagai berikut: Tabel 4.6: Expected Risk and Cost Tahun 2007 Interest Rate Risk Titik Porsi Porsi Standar Deviasi Expected VR FR Cost Portofolio Cost A 0 1 0,00% 9,03% B 0,1 0,9 0,22% 9,08% C 0,2 0,8 0,45% 9,12% D 0,3 0,7 0,67% 9,17% E 0,4 0,6 0,90% 9,21% F 0,5 0,5 1,12% 9,26% G 0,6 0,4 1,34% 9,31% H 0,7 0,3 1,57% 9,35% I 0,8 0,2 1,79% 9,40% J 0,9 0,1 2,02% 9,44% K 1 0 2,24% 9,49%

24 54 Jika dilihat dari sisi investor pada obligasi negara. Pada Grafik 4.8, sumbu vertikal adalah standar deviasi imbal hasil gabungan dari dua jenis sekuritas yaitu obligasi jenis FR dan VR, sedangkan sumbu horizontal adalah proyeksi beban bunga yang menjadi beban pemerintah dari dua sekuritas tersebut. Dengan membandingkan ekspektasi return dan standar deviasi dari obligasi domestik ini kemungkinan investor (yang risk taker) lebih cenderung menginvestasikan keseluruhan uangnya dalam obligasi jenis VR. Karena, obligasi jenis VR memberikan rata-rata imbal hasil sebesar 9,49 persen, walaupun dengan fluktuasi antara 7,25 persen sampai dengan 11,73 persen (titik K). Nilai fluktuasi ini diperoleh dari penambahan dan pengurangan expected cost dan standar deviasi cost portofolio (9,49 % ± 2,22%). Sementara untuk obligasi jenis FR memberikan rata-rata imbal hasil sebesar 9,03 persen, tanpa risiko fluktuasi bunga. Bentuk grafik adalah garis lurus karena salah satu portofolio adalah berbunga tetap (tidak ada fluktuasi) sehingga standar deviasi perubahan bunga untuk obligasi jenis FR adalah nol. Arah garis dari kiri bawah ke kanan atas menggambarkan semakin tinggi bunga yang diharapkan oleh investor, semakin menambah rentang fluktuasi suku bunga. Apabila dilihat dari sisi pemerintah, tentunya cara pandang tersebut bersifat sebaliknya yaitu untuk mengurangi cost-of-borrowing obligasi domestik, akan lebih hemat apabila pemerintah banyak menerbitkan obligasi jenis FR. Karena berdasarkan perhitungan di atas, secara umum obligasi jenis

25 55 FR memiliki beban bunga yang lebih rendah bila dibandingkan dengan menerbitkan obligasi jenis VR, artinya kinerja ekonomi pemerintah selama ini tidak begitu stabil, sehingga menurut perhitungan investor, apabila mereka harus membeli obligasi jenis VR maka mereka meminta imbal hasil yang lebih tinggi dari pada instrumen fixed-rate, untuk menutup risiko investasi mereka. Kembali ke grafik di atas, apabila obligasi diterbitkan seluruhnya dalam jenis FR (titik A pada Grafik 4.8), maka risiko perubahan beban bunganya adalah nol atau tidak ada risiko perubahan suku bunga (standar deviasi sama dengan nol), dengan biaya bunga sebesar Rp3,67 triliun setahun (Rp40,6 triliun dikalikan 9,03 persen). Apabila sebagian (50 persen) obligasi diterbitkan dalam jenis VR dan sisanya dalam jenis FR, maka Pemerintah harus siap menghadapi risiko perubahan beban bunga sebesar antara Rp3,3 triliun sampai dengan Rp4,21 triliun, dan apabila seluruhnya diterbitkan dalam bentuk VR maka risiko perubahan biaya bunga sebesar antara Rp2,94 triliun sampai dengan Rp4,76 triliun per tahun. Jelas terlihat bahwa semakin banyak porsi obligasi jenis FR yang diterbitkan maka penghematan biaya bunga bagi pemerintah semakin besar. Secara keseluruhan perhitungan tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut: Tabel 4.7: Beban Bunga Terhadap Komposisi Obligasi Interest Rate Risk Dalam triliun rupiah Porsi Porsi Bunga Bunga Expected VR FR Tertinggi Terendah Cost 0 1 3,67 3,67 3,67 0,1 0,9 3,78 3,59 3,68

26 56 0,2 0,8 3,89 3,52 3,70 0,3 0,7 4,00 3,45 3,72 0,4 0,6 4,10 3,38 3,74 0,5 0,5 4,21 3,30 3,76 0,6 0,4 4,32 3,23 3,78 0,7 0,3 4,43 3,16 3,80 0,8 0,2 4,54 3,09 3,82 0,9 0,1 4,65 3,02 3, ,76 2,94 3,85 Apabila digambarkan dalam bentuk grafik, akan tampak rentang fluktuasi bunga yang mungkin terjadi pada skenario penerbitan tersebut sehingga akan tampak sebagai berikut: Grafik 4.9: Beban Bunga Terhadap Komposisi Obligasi Interest Rate Risk Untuk melihat signifikansi dari penghematan beban bunga ini, antara obligasi yang diterbitkan seluruhnya dalam FR dan seluruhnya dalam VR mempunyai selisih sampai dengan sebesar Rp182 miliar per tahun. Dengan demikian peluang untuk menerbitkan obligasi jenis FR dalam rangka mengurangi cost-of-borrowing adalah masih terbuka lebar dibandingkan menerbitkan obligasi jenis VR.

27 57 Oleh karena itu, kesimpulan yang dapat diambil pada analisis ini, melalui pendekatan penilaian risiko finansial, khususnya pada interest rate risk, kinerja DJPU dalam rangka menekan cost-of-borrowing penerbitan obligasi negara di tahun 2007 dapat dikatakan perform apabila Surat Utang Negara diterbitkan dalam bentuk fixed-rate atau lebih dikenal sebagai Obligasi Negara jenis FR. C. Risiko Pembiayaan Kembali (Refinancing Risk) 1. Gambaran Umum Risiko Pembiayaan Kembali Refinancing risk adalah risiko penerbitan obligasi berkaitan dengan besarnya biaya bunga dan pokok pinjaman yang harus dikeluarkan issuer saat obligasi jatuh tempo. Refinancing risk berkenaan langsung terhadap semua jenis obligasi, baik yang menggunakan mata uang asing maupun mata uang domestik. Refinancing risk makin besar manakala beberapa obligasi jatuh tempo pada saat bersamaan sehingga membutuhkan biaya untuk membayar bunga dan pokok pinjamannya. Tentunya makin banyak obligasi yang jatuh tempo secara bersamaan, makin besar pula biaya yang harus dikeluarkan. Sebenarnya ukuran jatuh tempo juga menjadi pertimbangan dalam menerbitkan obligasi terkait dengan pengembangan pasar khususnya pasar uang dalam negeri. Karena peminat obligasi di Indonesia kebanyakan masih dari korporasi dan didominasi oleh bidang usaha tertentu, dalam hal ini sektor perbankan dan lembaga keuangan dengan porsi sebesar 68,04 persen dari total obligasi domestik yang diterbitkan oleh pemerintah. Sementara itu, masing-

28 58 masing bidang usaha mempunyai karakteristik tertentu dalam manajemen investasinya. Misalnya, untuk sektor perbankan dan lembaga keuangan cenderung berminat pada obligasi dengan year-to-maturity jangka pendek, sementara untuk industri manufaktur lebih cenderung untuk membeli obligasi dalam jangka panjang. Namun, dalam analisis ini tidak ditujukan untuk analisis mengenai year-to-maturity dalam rangka pengembangan pasar uang, tetapi semata-mata untuk menilai optimalisasi penerbitan obligasi tahun 2007 dengan mencari durasi yang optimal secara finansial. 2. Risiko Pembiayaan Kembali Tahun ,00 Grafik 4.10: Struktur Jatuh Tempo Tradable Bond Per 31 Desember ,00 20,00 10, Total 24,4 27,4 30,5 29,3 34,5 31,9 33,6 32,7 32,4 32,6 29,8 22,5 26,4 36,7 10,3 6,60 4,18-8,72 2,45 Int'l ,0 10,0 9,00 10, ,0 VR 9,04 26,3 9,80-4,01 1,07-11,4 17,4 18,3 16,8 17,9 22,7 25, FR 15,4 1,10 20,7 29,3 30,5 30,9 33,6 11,3 5,00 5,33 3,00 4,64 3,71 11,4 10,3 6,60 4,18-8,72 2, Sumber: Diolah Dari Data Bulanan DJPU Berdasarkan grafik 4.10 struktur jatuh tempo tradable bond per 31 Desember 2006, rata-rata nominal jatuh tempo obligasi negara baik yang berdenominasi rupiah maupun yang berdenominasi dolar adalah sebesar Rp. 16,34 triliun. Namun proporsi jatuh tempo terbesar terjadi antara tahun 2008 sampai dengan tahun Pada tahun-tahun tersebut, rata-rata nominal jatuh

29 59 tempo adalah Rp30,84 triliun. Sedangkan, rata-rata jangka waktu jatuh tempo adalah 8,05 tahun, dengan durasi rata-rata 6,08 tahun. Secara teoritis, struktur jatuh tempo utang Pemerintah yang paling ideal ialah yang sesuai dengan daya dukung fiskal setiap tahunnya. Jadi, pada tahuntahun dimana penerimaan negara diperkirakan meningkat, maka tahun-tahun itu memperoleh porsi jatuh tempo utang yang lebih besar. Namun demikian, mengingat sangat sulit memperkirakan penerimaan Pemerintah dalam jangka panjang, maka dalam rangka prudent debt management dapat diasumsikan struktur jatuh tempo yang baik ialah yang smooth (merata) dan dalam jumlah yang tidak terlampau tinggi setiap tahunnya. Namun demikian, tidak ada batasan baku seberapa persen besar rata-rata jatuh tempo ideal per tahun agar dikatakan struktur jatuh temponya tidak terlalu tinggi. Pada kenyataannya, Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang menggunakan angka 8 persen dari total obligasi yang outstanding sebagai batas maksimal surat utang agar dikatakan jumlah jatuh temponya dalam batas yang prudent. Dengan angka 8 persen ini, ketahanan fiskal Indonesia masih terjaga dan sesuai data penerimaan negara, dengan maksimum 8 persen nilai jatuh tempo per tahun, APBN masih mampu membayar tanpa default. D. Simulasi Penerbitan Obligasi Negara Tahun 2007 Dengan Mempertimbangkan Refinancing Risk

30 60 Sesuai dengan karakteristik dari Macaulay duration pada Bab II, untuk mengoptimalkan struktur jatuh tempo, ukuran yang paling tepat bukanlah jangka waktu jatuh temponya, tetapi durasi obligasi menjadi ukuran yang paling tepat. Jadi pada simulasi ini digunakan ukuran Macaulay duration. Ide durasi adalah menilai arus kas dikaitkan dengan perubahan tingkat bunga dan dibobot menurut year-to-maturity-nya. Secara sederhana, semakin besar tingkat bunga kupon pada suatu obligasi maka semakin memperpendek durasinya, karena banyak arus kas yang keluar di awal-awal periode. Banyaknya arus kas inilah yang kemudian semakin menggeser bobot durasi menjadi lebih pendek. Oleh karena itu, jika dilihat dari sisi penerbit (Pemerintah), maka semakin panjang durasi akibat suatu penerbitan, menjadi suatu indikasi yang menguntungkan untuk Pemerintah, karena cash flow yang keluar per tahun semakin kecil. Dalam analisis ini, diasumsikan maksimum nilai jatuh tempo utang yang berasal dari Surat Utang Negara adalah sebesar Rp ,00 setahun. Apabila pada suatu tahun tertentu terdapat nilai utang yang melebihi Rp ,00, maka sisa kelebihan nilai utang tersebut akan direstrukturisasi dengan menerbitkan Obligasi Negara jenis FR dan akan dihitung tenor optimum agar diperoleh durasi dengan nilai tertinggi. Sebesar Rp ,00 ini berasal dari perhitungan 8 persen prudent level dikalikan dengan jumlah utang yang berasal dari Surat Utang Negara per 31 Desember 2006 yang sebesar Rp ,00. Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya bahwa nilai utang yang sebesar delapan persen dari total utang

31 61 merupakan batas maksimum yang dapat ditoleransi oleh APBN agar APBN tetap dalam kondisi sustainable. Sebelum melangkah ke analisis terhadap durasi obligasi, berikut ditampilkan data struktur jatuh tempo Surat Utang Negara per 31 Desember 2006, agar diketahui tahun-tahun yang memiliki porsi jatuh tempo lebih dari prudent level yang sebesar Rp ,00. Asumsi nilai tukar rupiah untuk Obligasi Internasional adalah Rp10.000,00 per US$1,00: Tahun Jatuh Tempo FR VR Int'l Nilai Jatuh Tempo (Triliun Rp) ,45 9,04-24, ,10 26,33-27, ,74 9,80-30, , , ,51 4,01-34, ,90 1,07-31, , , ,38 11,41 10,00 32, ,00 17,45 10,00 32, ,33 18,32 9,00 32, ,00 16,82 10,00 29, ,64 17,92-22, ,71 22,72-26, ,47 25,32-36, , , , , , , , , , , ,00 16,00 JUMLAH 238,56 180,19 55,00 473,75

32 62 Dari data diatas, diketahui nilai maksimum total jatuh tempo utang adalah sebesar Rp36,79 triliun yang akan terjadi pada tahun Sebagaimana diungkapkan dalam uraikan sebelumnya bahwa nilai jatuh tempo pada suatu tahun tertentu di-maintain untuk tidak melebihi sebesar Rp ,00. Sehingga, perhitungan analisis durasi tidak dapat dilanjutkan karena tidak ada tahun yang nilai jatuh temponya melebihi Rp ,00 atau dapat dikatakan sampai dengan 31 Desember 2006 struktur jatuh tempo pembiayaan negara yang berasal dari Surat Utang Negara masih dalam batas yang prudent. Oleh karena itu, untuk tahun 2007, berdasarkan analisis diatas tidak perlu dilakukan restrukturisasi utang atau dengan kata lain, tetap mempertahankan struktur utang yang telah ada. Kalau pun harus dilakukan restrukturisasi, sebagaimana dalam analisis tentang risiko perubahan suku bunga, seharusnya penerbitan baru Surat Utang Negara menggunakan instrumen Obligasi Negara jenis FR. E. Perbandingan Rencana Penerbitan Sesuai Hasil Analisi dengan Penerbitan Aktual Sesuai dengan diagram alur pikir, proses selanjutnya adalah membandingkan rencana penerbitan berdasarkan hasil analisis pada subbab sebelumnya terhadap penerbitan aktual selama tahun Beberapa kesimpulan (asumsi) dari analisis diatas yang akan digunakan sebagai dasar pembandingan adalah: (i) penerbitan baru Surat Utang Negara pada tahun 2007 dalam rangka menekan cost of borrowing adalah dengan menerbitkan Obligasi

33 63 Negara jenis FR (ii) penerbitan di tahun 2007 adalah dengan menerbitkan seri baru dan bukan berasal dari restrukturisasi utang tahun-tahun yang memiliki beban fiskal tinggi atau dapat berupa penerbitan yang merupakan debt-switch seri obligasi sebelumnya dalam rangka menurunkan risiko bunga; (iii) nilai total utang setelah penerbitan pada akhir tahun 2007 diharapkan tidak melebihi Rp ,00 dari jumlah utang per akhir tahun Untuk menjawab asumsi yang pertama digunakan data penerbitan domestic tradable bonds selama tahun 2007 yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang sebagai berikut: No Series First Issued Maturity Date Date Coupon Face Value TRADABLE SECURITIES Rupiah Denominated a. Fixed Coupon 1 FR Jan Jul-27 10,2500% Rp ,00 2 FR Feb Jul-22 10,2500% Rp ,00 3 FR Apr Sep-24 10,0000% Rp ,00 4 FR Mei Mei-37 9,7500% Rp ,00 5 FR Jul Jul-23 9,5000% Rp ,00 6 FR Agust Feb-28 10,0000% Rp ,00 7 FR Sep Sep-18 9,0000% Rp ,00 8 ORI Mar Mar-10 9,2800% Rp ,00 9 ORI Sep Sep-11 9,4000% Rp ,00 Total Fixed Rate Rp ,00 b. Variable Coupon 1 - tidak ada penerbitan - Rp - Total Variable Coupon Rp - Total Rupiah Denominated Rp ,00 Terlihat bahwa seluruh penerbitan selama tahun 2007 adalah penerbitan Surat Utang Negara jenis FR, tanpa menerbitkan Surat Utang Negara jenis VR. Sehingga, berdasarkan pada analisis sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa penerbitan Surat Utang Negara selama tahun 2007 telah sesuai dengan analisis pada subbab sebelumnya. Selain itu, tampak bahwa pasar masih mengizinkan penerbitan Surat

34 64 Utang Negara jenis FR atau dengan kata lain, kondisi pasar untuk penjualan Surat Utang Negara jenis FR belum mengalami situasi crowding-out. Dari tabel di atas pula dapat dilihat bahwa seluruh penerbitan Surat Utang Negara merupakan penerbitan obligasi baru, bukan berasal dari restrukturisasi utang yang dalam satu tahun fiskal yang sama memiliki jumlah utang yang jatuh tempo dalam jumlah yang besar (diatas delapan persen dari total utang). Selain itu, dari data debt-switch selama tahun 2007 yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang (Lihat Lampiran 3), telah sesuai dengan asumsi pembandingan yang kedua yaitu apabila dilakukan penerbitan bukan merupakan restrukturisasi dari utang yang over-load pada satu tahun fiskal yang sama tetapi merupakan debt-switch ke instrumen utang yang memiliki risiko bunga lebih rendah (jenis FR) atau penerbitan Surat Utang Negara jenis FR baru dalam rangka mengganti seri FR yang lama dengan seri FR yang memiliki tingkat bunga yang lebih rendah. Sampai dengan akhir tahun 2007 jumlah utang yang berasal dari penerbitan Surat Utang Negara tradable mencapai Rp ,00. Sebagaimana asumsi ketiga bahwa pada akhir tahun 2007 jumlah rata-rata utang yang jatuh tempo tidak boleh melebihi Rp ,00 setahun. Berdasarkan perhitungan struktur jatuh tempo utang per 31 Desember 2007 diperoleh angka bahwa nilai tertinggi jatuh tempo utang adalah Rp36,92 triliun, yaitu pada tahun 2017, dengan rata-rata jatuh tempo per tahun sebesar Rp17,64 triliun. Sehingga struktur utang per 31 Desember 2007 masih dan telah sesuai dengan asumsi yang dibuat sebelumnya. Adapun struktur jatuh tempo utang per 31 Desember 2007 dapat dilihat pada grafik berikut:

35 65 Grafik : 4.11 Struktur Jatuh Tempo Utang per 31 Desember ,00 35,00 30,00 25,00 20,00 15,00 10,00 5, Total - 26,8 27,5 31,5 36,6 28,1 33,6 32,7 36,5 32,6 36,9 26,7 26,4 36,7 10,3 19,2 9,53 5,59 12,9 2,45 14,4 7, ,0 Int'l VR FR Int'l ,0 10,0 9,00 10, ,0 VR - 25,7 8,96-3,46 0,52-11,4 17,4 18,3 16,8 17,9 22,7 25, FR - 1,10 18,6 31,5 33,1 27,5 33,6 11,3 9,10 5,33 10,1 8,86 3,71 11,4 10,3 19,2 9,53 5,59 12,9 2,45 14,4 7,

LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN PENGELOLAAN SURAT UTANG NEGARA TAHUN 2008

LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN PENGELOLAAN SURAT UTANG NEGARA TAHUN 2008 LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN PENGELOLAAN SURAT UTANG NEGARA TAHUN 2008 DISAMPAIKAN SEBAGAI BAGIAN DARI PERTANGGUNGJAWABAN PELAKSANAAN APBN 2008 LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN PENGELOLAAN SURAT BERHARGA NEGARA

Lebih terperinci

LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN PENGELOLAAN SURAT BERHARGA NEGARA TAHUN 2009

LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN PENGELOLAAN SURAT BERHARGA NEGARA TAHUN 2009 LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN PENGELOLAAN SURAT BERHARGA NEGARA TAHUN 2009 DISAMPAIKAN SEBAGAI BAGIAN DARI PERTANGGUNGJAWABAN PELAKSANAAN APBN 2009 LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN PENGELOLAAN SURAT BERHARGA NEGARA

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Beberapa literatur tentang Obligasi Negara, serta tingkat resiko finansial yang akan dibahas dalam tesis ini dijelaskan dalam bab ini. Demikian pula pendekatanpendekatan analisis

Lebih terperinci

Surat Berharga Syariah Negara

Surat Berharga Syariah Negara Lampiran 13 LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN PENGELOLAAN SURAT BERHARGA NEGARA TA 2011 I. PENDAHULUAN Laporan Pertanggungjawaban Pengelolaan Surat Berharga Negara ini disusun untuk memenuhi amanat pasal 16 Undang-Undang

Lebih terperinci

SUN SEBAGAI INSTRUMEN PEMBIAYAAN DEFISIT APBN

SUN SEBAGAI INSTRUMEN PEMBIAYAAN DEFISIT APBN SUN SEBAGAI INSTRUMEN PEMBIAYAAN DEFISIT APBN Salah satu upaya untuk mengatasi kemandegan perekonomian saat ini adalah stimulus fiskal yang dapat dilakukan diantaranya melalui defisit anggaran. SUN sebagai

Lebih terperinci

LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN PENGELOLAAN SURAT UTANG NEGARA TAHUN 2007

LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN PENGELOLAAN SURAT UTANG NEGARA TAHUN 2007 LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN PENGELOLAAN SURAT UTANG NEGARA TAHUN 2007 DISAMPAIKAN SEBAGAI BAGIAN DARI PERTANGGUNGJAWABAN PELAKSANAAN APBN 2007 I. Pendahuluan Laporan pertanggungjawaban pengelolaan Surat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pembiayaan alternatif selain pembiayaan melalui perjanjian pinjaman (loan

BAB 1 PENDAHULUAN. pembiayaan alternatif selain pembiayaan melalui perjanjian pinjaman (loan BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Surat Berharga Negara (SBN) dipandang oleh pemerintah sebagai instrumen pembiayaan alternatif selain pembiayaan melalui perjanjian pinjaman (loan agreement). Kondisi APBN

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Kerangka Pikir Berdasarkan latar belakang dan landasan teori yang telah diuraikan maka akan dibuat kerangka pikir untuk penelitian ini. Kerangka pikir ini dibuat untuk

Lebih terperinci

LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN PENGELOLAAN SURAT BERHARGA NEGARA TA 2010

LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN PENGELOLAAN SURAT BERHARGA NEGARA TA 2010 LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN PENGELOLAAN SURAT BERHARGA NEGARA TA 2010 I. PENDAHULUAN Laporan Pertanggungjawaban Pengelolaan Surat Berharga Negara ini disusun untuk memenuhi amanat pasal 16 Undang-Undang

Lebih terperinci

LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN PENGELOLAAN SURAT UTANG NEGARA TAHUN 2005

LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN PENGELOLAAN SURAT UTANG NEGARA TAHUN 2005 LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN PENGELOLAAN SURAT UTANG NEGARA TAHUN 2005 DISAMPAIKAN SEBAGAI BAGIAN PERTANGGUNGJAWABAN PELAKSANAAN APBN TAHUN 2005 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... 3 DAFTAR GRAFIK... 4 I. Pendahuluan...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang membeli obligasi disebut pemegang obligasi (bondholder) yang akan menerima

BAB I PENDAHULUAN. yang membeli obligasi disebut pemegang obligasi (bondholder) yang akan menerima BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dewasa ini perkembangan dunia investasi semakin marak. Banyaknya masyarakat yang tertarik dan masuk ke bursa untuk melakukan investasi menambah semakin berkembangnya

Lebih terperinci

LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN PENGELOLAAN SURAT UTANG NEGARA TAHUN 2004

LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN PENGELOLAAN SURAT UTANG NEGARA TAHUN 2004 LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN PENGELOLAAN SURAT UTANG NEGARA TAHUN 2004 DISAMPAIKAN SEBAGAI BAGIAN DARI PERTANGGUNGJAWABAN PELAKSANAAN APBN TAHUN 2004 2 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL...5 DAFTAR GRAFIK...6 I. PENDAHULUAN...7

Lebih terperinci

PENGELOLAAN SURAT UTANG NEGARA (SUN)

PENGELOLAAN SURAT UTANG NEGARA (SUN) Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Direktorat Surat Utang Negara PENGELOLAAN SURAT UTANG NEGARA (SUN) Jakarta, 30 November 2017 DJPPR Kemenkeu

Lebih terperinci

XXI. Resume Investasi Obligasi Ritel Indonesia Seri 10danSimulasi Perhitungan ORI 10. PPA Univ. Trisakti

XXI. Resume Investasi Obligasi Ritel Indonesia Seri 10danSimulasi Perhitungan ORI 10. PPA Univ. Trisakti PPA Univ. Trisakti XXI Resume Investasi Obligasi Ritel Indonesia Seri 10danSimulasi Perhitungan ORI 10 Tugas Mata Kuliah : Manajemen Keuangan dan Pasar Modal Dosen Pengajar : Ibu Susi Muchtar Mahasiswa

Lebih terperinci

Menuju Pengelolaan SUN yang Lebih Baik LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN PENGELOLAAN SURAT UTANG NEGARA TAHUN 2006

Menuju Pengelolaan SUN yang Lebih Baik LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN PENGELOLAAN SURAT UTANG NEGARA TAHUN 2006 Menuju Pengelolaan SUN yang Lebih Baik LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN PENGELOLAAN SURAT UTANG NEGARA TAHUN 2006 DISAMPAIKAN SEBAGAI BAGIAN PERTANGGUNGJAWABAN PELAKSANAAN APBN TAHUN 2006 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi pemicu kenaikan jumlah nominal utang pemerintah Indonesia (DJPU,

BAB I PENDAHULUAN. menjadi pemicu kenaikan jumlah nominal utang pemerintah Indonesia (DJPU, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan pasar keuangan global yang sangat cepat dan semakin terintegrasi telah mengakibatkan pasar obligasi memainkan peranan penting sebagai alternatif sumber

Lebih terperinci

ANALISIS INVERSTASI DAN PORTOFOLIO

ANALISIS INVERSTASI DAN PORTOFOLIO ANALISIS INVERSTASI DAN PORTOFOLIO Obligasi perusahaan merupakan sekuritas yang diterbitkan oleh suatu perusahaan yang menjanjikan kepada pemegangnya pembayaran sejumlah uang tetap pada suatu tanggal jatuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan untuk melakukan hedging kewajiban valuta asing beberapa bank. (lifestyle.okezone.com/suratutangnegara 28 Okt.2011).

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan untuk melakukan hedging kewajiban valuta asing beberapa bank. (lifestyle.okezone.com/suratutangnegara 28 Okt.2011). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada masa Orde Baru, pemerintah menerapkan kebijakan Anggaran Berimbang dalam penyusunan dan pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), yang artinya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Investasi merupakan suatu daya tarik bagi para investor karena dengan

I. PENDAHULUAN. Investasi merupakan suatu daya tarik bagi para investor karena dengan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Investasi merupakan suatu daya tarik bagi para investor karena dengan berinvestasi seorang investor dihadapkan pada dua hal yaitu return (imbal hasil) dan risiko. Dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Investasi adalah alat bagi seorang investor untuk meningkatkan nilai aset

BAB I PENDAHULUAN. Investasi adalah alat bagi seorang investor untuk meningkatkan nilai aset BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Investasi adalah alat bagi seorang investor untuk meningkatkan nilai aset yang dimilikinya. Investor dapat melakukan investasi pada beragam aset finansial, salah satunya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah liberalisasi sektor keuangan di Indonesia bisa dilacak ke belakang,

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah liberalisasi sektor keuangan di Indonesia bisa dilacak ke belakang, BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Sejarah liberalisasi sektor keuangan di Indonesia bisa dilacak ke belakang, setidaknya sejak tahun 1983 saat pemerintah mengeluarkan deregulasi perbankan (Pakjun 1983).

Lebih terperinci

Prediksi Tingkat Suku Bunga SPN 3 Bulan 6,3%

Prediksi Tingkat Suku Bunga SPN 3 Bulan 6,3% 1 Prediksi Tingkat Suku Bunga SPN 3 Bulan 6,3% Prediksi tingkat suku bunga SPN 3 Bulan tahun 2016 adalah sebesar 6,3% dengan dipengaruhi oleh kondisi ekonomi internal maupun eksternal. Data yang digunakan

Lebih terperinci

Perkembangan Utang Negara (Pinjaman Luar Negeri & Surat Utang Negara),

Perkembangan Utang Negara (Pinjaman Luar Negeri & Surat Utang Negara), Perkembangan Utang Negara (Pinjaman Luar Negeri & Surat Utang Negara), 2000 2008 up date 31 Juli 2008 Ringkasan Eksekutif Ratio Utang (Pinjaman Luar Negeri + Surat Utang Negara) terhadap PDB terus menurun

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF DAFTAR ISI

RINGKASAN EKSEKUTIF DAFTAR ISI RINGKASAN EKSEKUTIF Pembiayaan APBNP 2017 masih didukung oleh peran utang Pemerintah Pusat. Penambahan utang neto selama bulan Agustus 2017 tercatat sejumlah Rp45,81 triliun, berasal dari penarikan pinjaman

Lebih terperinci

Perkembangan Utang Negara (Pinjaman Luar Negeri & Surat Utang Negara),

Perkembangan Utang Negara (Pinjaman Luar Negeri & Surat Utang Negara), Perkembangan Utang Negara (Pinjaman Luar Negeri & Surat Utang Negara), 2000 2008 up date 30 November 2008 Ringkasan Eksekutif Rasio Utang (Pinjaman Luar Negeri + Surat Utang Negara) terhadap PDB terus

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF DAFTAR ISI

RINGKASAN EKSEKUTIF DAFTAR ISI RINGKASAN EKSEKUTIF Utang Pemerintah Pusat berperan dalam mendukung pembiayaan APBNP 2017. Penambahan utang neto selama bulan September 2017 tercatat sejumlah Rp40,66 triliun, berasal dari penerbitan Surat

Lebih terperinci

OVERVIEW investasi obligasi. 1/51

OVERVIEW investasi obligasi. 1/51 http://www.deden08m.wordpress.com OVERVIEW Konsep pengertian obligasi. Karakteristik dan jenis obligasi. Hasil-hasil (yields) yang diperoleh dari investasi obligasi. 1/51 OBLIGASI PERUSAHAAN Obligasi perusahaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. atau nilai tukar (Miskhin, 2007:435). Bagi negara berkembang dengan

I. PENDAHULUAN. atau nilai tukar (Miskhin, 2007:435). Bagi negara berkembang dengan 0 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Harga mata uang suatu negara dalam harga mata uang negara lain disebut kurs atau nilai tukar (Miskhin, 2007:435). Bagi negara berkembang dengan perekonomian

Lebih terperinci

Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Direktorat Surat Utang Negara.

Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Direktorat Surat Utang Negara. Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Direktorat Surat Utang Negara SUN Ritel Jakarta, 30 November 2017 Pembicara: SANDI ARIFIANTO Kepala Seksi Perencanaan

Lebih terperinci

MEMILIH INVESTASI REKSA DANA TAHUN 2010

MEMILIH INVESTASI REKSA DANA TAHUN 2010 MEMILIH INVESTASI REKSA DANA TAHUN 2010 Indonesia cukup beruntung, karena menjadi negara yang masih dapat mencatatkan pertumbuhan ekonomi positif tahun 2009 sebesar 4,4 % di tengah krisis keuangan global

Lebih terperinci

PENGGUNAAN SPN 3 BULAN SEBAGAI PENGGANTI SBI 3 BULAN DALAM APBN (Perspektif Bank Indonesia)

PENGGUNAAN SPN 3 BULAN SEBAGAI PENGGANTI SBI 3 BULAN DALAM APBN (Perspektif Bank Indonesia) 1. SBI 3 bulan PENGGUNAAN SPN 3 BULAN SEBAGAI PENGGANTI SBI 3 BULAN DALAM APBN (Perspektif Bank Indonesia) SBI 3 bulan digunakan oleh Bank Indonesia sebagai salah satu instrumen untuk melakukan operasi

Lebih terperinci

PELATIHAN MANAJEMEN OBLIGASI DAERAH TAHAP MIDDLE/2

PELATIHAN MANAJEMEN OBLIGASI DAERAH TAHAP MIDDLE/2 PELATIHAN MANAJEMEN OBLIGASI DAERAH TAHAP MIDDLE/2 BAGI STAF BPKD PEMPROF DKI JAKARTA DI GEDUNG DIKLAT 23 27 MEI 2011 OBLIGASI PEMERINTAH RILYA ARYANCANA Topik KARAKTERISTIK OBLIGASI PEMERINTAH JENIS OBLIGASI

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi,

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi, BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA 4.1 Perkembangan Laju Inflasi di Indonesia Tingkat inflasi merupakan salah satu indikator fundamental ekonomi suatu negara selain faktor-faktor lainnya seperti

Lebih terperinci

MATERI 7. TEORI INVESTASI DAN PORTFOLIO

MATERI 7.  TEORI INVESTASI DAN PORTFOLIO MATERI 7 http://www.deden08m.com TEORI INVESTASI DAN PORTFOLIO OBLIGASI PERUSAHAAN 2/51 Obligasi perusahaan merupakan sekuritas yang diterbitkan oleh suatu perusahaan yang menjanjikan kepada pemegangnya

Lebih terperinci

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN 2011

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN 2011 Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN 2011 Nomor. 30/AN/B.AN/2010 0 Bagian Analisa Pendapatan Negara dan Belanja Negara Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN SETJEN DPR-RI Analisis Asumsi Makro Ekonomi

Lebih terperinci

Alamat Redaksi: Grup Neraca Pembayaran dan Pengembangan Statistik Departemen Statistik Bank Indonesia Menara Sjafruddin Prawiranegara, Lantai 15 Jl.

Alamat Redaksi: Grup Neraca Pembayaran dan Pengembangan Statistik Departemen Statistik Bank Indonesia Menara Sjafruddin Prawiranegara, Lantai 15 Jl. September 2014-1 Alamat Redaksi: Grup Neraca Pembayaran dan Pengembangan Statistik Departemen Statistik Bank Indonesia Menara Sjafruddin Prawiranegara, Lantai 15 Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350 Telepon

Lebih terperinci

BAB I. Surat Utang Negara (SUN) atau Obligasi Negara. Sesuai dengan Pasal 1 Undang-

BAB I. Surat Utang Negara (SUN) atau Obligasi Negara. Sesuai dengan Pasal 1 Undang- BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam periode 2004 2009, pembiayaan defisit APBN melalui utang menunjukkan adanya pergeseran dominasi dari pinjaman luar negeri menjadi Surat Utang Negara (SUN) atau

Lebih terperinci

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia Perlambatan pertumbuhan Indonesia terus berlanjut, sementara ketidakpastian lingkungan eksternal semakin membatasi ruang bagi stimulus fiskal dan moneter

Lebih terperinci

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER PANDANGAN GUBERNUR BANK INDONESIA PADA RAPAT KERJA PANITIA ANGGARAN DPR RI MENGENAI LAPORAN SEMESTER I DAN PROGNOSIS SEMESTER II APBN TA 2006 2006 Anggota Dewan yang terhormat, 1. Pertama-tama perkenankanlah

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND

LAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND LAPORAN BULANAN - PANIN Rp CASH FUND 10-Mar-2004 Panin Rp Cash Fund bertujuan untuk memberikan hasil yang relatif stabil melalui penempatan terutama pada instrumen pasar uang. Pasar Uang 100% RD Pasar

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND

LAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND LAPORAN BULANAN - PANIN Rp CASH FUND 10-Mar-2004 Panin Rp Cash Fund bertujuan untuk memberikan hasil yang relatif stabil melalui penempatan terutama pada instrumen pasar uang. Pasar Uang 100.00% Deposito

Lebih terperinci

Perkembangan Utang Negara (Pinjaman Luar Negeri & Surat Utang Negara), up date 28 Februari 2009

Perkembangan Utang Negara (Pinjaman Luar Negeri & Surat Utang Negara), up date 28 Februari 2009 Perkembangan Utang Negara (Pinjaman Luar Negeri & Surat Utang Negara), 2000 2009 up date 28 Februari 2009 Gambaran Umum Stok Utang & Bunga Trend Defisit 3-28.1-10.272-1.9-3.1-26.5665-23.8524-19.1004-9.4482

Lebih terperinci

OVERVIEW 1/51. Konsep pengertian obligasi. Karakteristik dan jenis obligasi. Hasil-hasil (yields) yang diperoleh dari investasi obligasi.

OVERVIEW 1/51. Konsep pengertian obligasi. Karakteristik dan jenis obligasi. Hasil-hasil (yields) yang diperoleh dari investasi obligasi. OVERVIEW 1/51 Konsep pengertian obligasi. Karakteristik dan jenis obligasi. Hasil-hasil (yields) yang diperoleh dari investasi obligasi. OBLIGASI PERUSAHAAN 2/51 Obligasi perusahaan merupakan sekuritas

Lebih terperinci

ECONOMIC & DEBT MARKET Daily Report

ECONOMIC & DEBT MARKET Daily Report 1 Februari 1 ECONOMIC & DEBT MARKET Daily Report RESEARCH Data Pasar Hari Kerja Sebelumnya Perubahan Tingkat Suku Bunga dan Kurs Acuan BI Nilai Tukar Rupiah terhadap Mata Uang Utama Dunia Keterangan Hari

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan Pengaruh Tingkat Suku Bunga Deposito, Gross Domestic Product (GDP), Nilai Kurs, Tingkat Inflasi, dan Jumlah Uang Beredar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi dalam perkembangannya ditandai dengan adanya perdagangan

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi dalam perkembangannya ditandai dengan adanya perdagangan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era globalisasi dalam perkembangannya ditandai dengan adanya perdagangan bebas. Perdagangan bebas merupakan suatu kegiatan jual beli produk antar negara tanpa adanya

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN DAN VOLATILITAS NILAI TUKAR RUPIAH

PERKEMBANGAN DAN VOLATILITAS NILAI TUKAR RUPIAH PERKEMBANGAN DAN VOLATILITAS NILAI TUKAR RUPIAH Asumsi nilai tukar rupiah terhadap US$ merupakan salah satu indikator makro penting dalam penyusunan APBN. Nilai tukar rupiah terhadap US$ sangat berpengaruh

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN UTANG INDONESIA

PERKEMBANGAN UTANG INDONESIA PERKEMBANGAN UTANG INDONESIA Utang merupakan bagian dari kebijakan fiskal yang digunakan sebagai salah satu bentuk pembiayaan ketika APBN mengalami defisit dan untuk membayar kembali utang yang jatuh tempo

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. antar negara. Nilai tukar memainkan peran vital dalam tingkat perdagangan

I.PENDAHULUAN. antar negara. Nilai tukar memainkan peran vital dalam tingkat perdagangan I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nilai tukar atau kurs merupakan indikator ekonomi yang sangat penting karena pergerakan nilai tukar berpengaruh luas terhadap aspek perekonomian suatu negara. Saat

Lebih terperinci

Press Release Monthly Bond Market Review September Depresiasi Rupiah Tekan Pasar Obligasi Domestik

Press Release Monthly Bond Market Review September Depresiasi Rupiah Tekan Pasar Obligasi Domestik Spread Yield to maturity Press Release Monthly Bond Market Review September 2015 Depresiasi Rupiah Tekan Pasar Obligasi Domestik Kondisi pasar obligasi Indonesia pada bulan September mengalami tekanan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI DISCLAIMER

DAFTAR ISI DISCLAIMER DAFTAR ISI 1. Tujuan dan Kebijakan Pengelolaan Utang 2. Realisasi APBNP 2017 dan Defisit Pembiayaan APBN 3. Perkembangan Posisi Utang Pemerintah Pusat dan Grafik Posisi Utang Pemerintah Pusat 4. Perkembangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional sangatlah diperlukan untuk mengejar ketertinggalan di bidang ekonomi

I. PENDAHULUAN. nasional sangatlah diperlukan untuk mengejar ketertinggalan di bidang ekonomi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara berkembang masih memiliki tingkat kesejahteraan penduduk yang relatif rendah. Oleh karena itu kebutuhan akan pembangunan nasional sangatlah diperlukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kegiatan investasi dalam ekonomi syariah merupakan kegiatan muamalah yang sangat dianjurkan. Karena dengan berinvestasi, harta yang dimiliki menjadi lebih produktif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan sektor properti dan real estat yang ditandai dengan kenaikan

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan sektor properti dan real estat yang ditandai dengan kenaikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan sektor properti dan real estat yang ditandai dengan kenaikan harga tanah dan bangunan yang lebih tinggi dari laju inflasi setiap tahunnya menyebabkan semakin

Lebih terperinci

Seri ORI004. Direktorat Surat Berharga Negara Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang Departemen Keuangan Republik Indonesia

Seri ORI004. Direktorat Surat Berharga Negara Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang Departemen Keuangan Republik Indonesia Seri ORI004 Direktorat Surat Berharga Negara Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang Departemen Keuangan Republik Indonesia Struktur ORI004 Penerbit : Pemerintah Pusat Negara Republik Indonesia Masa Penawaran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan investasi di suatu negara akan dipengaruhi oleh pertumbuhan

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan investasi di suatu negara akan dipengaruhi oleh pertumbuhan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan investasi di suatu negara akan dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi negara tersebut. Semakin baik tingkat perekonomian suatu negara, maka semakin baik pula

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND

LAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND LAPORAN BULANAN - PANIN Rp CASH FUND 10-Mar-2004 Panin Rp Cash Fund bertujuan untuk memberikan hasil yang relatif stabil melalui penempatan terutama pada instrumen pasar uang. Pasar Uang 100% BII (TD)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Konsumtifnya masyarakat Indonesia terlihat dari pertumbuhan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. Konsumtifnya masyarakat Indonesia terlihat dari pertumbuhan ekonomi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Konsumtifnya masyarakat Indonesia terlihat dari pertumbuhan ekonomi yang selama ini banyak ditopang oleh konsumsi. Untuk itu, sudah sepatutnya masyarakat

Lebih terperinci

Pendek (< 1 Tahun) Obligasi Mata Uang Asing Saham Properti Emas Koleksi

Pendek (< 1 Tahun) Obligasi Mata Uang Asing Saham Properti Emas Koleksi Produk Investasi Deposito SBI Pendek (< 1 Tahun) Jangka Waktu Investasi Menengah (1-5 Thn) Panjang (>5 Thn) Obligasi Mata Uang Asing Saham Properti Emas Koleksi 2 INSTRUMEN INVESTASI JANGKA PENDEK 3 Dipergunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara umum diukur dari pertumbuhan ekonomi negara tersebut. Hal ini disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. secara umum diukur dari pertumbuhan ekonomi negara tersebut. Hal ini disebabkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan perekonomian suatu negara dan tingkat kesejahteraan penduduk secara umum diukur dari pertumbuhan ekonomi negara tersebut. Hal ini disebabkan karena pertumbuhan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 13/10/PBI/2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 12/19/PBI/2010 TENTANG GIRO WAJIB MINIMUM BANK UMUM PADA BANK INDONESIA DALAM RUPIAH DAN VALUTA ASING

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan tersebut muncul dari faktor internal maupun faktor eksternal. Namun saat ini, permasalahan

Lebih terperinci

PENGELOLAAN SURAT UTANG NEGARA

PENGELOLAAN SURAT UTANG NEGARA Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Direktorat Surat Utang Negara PENGELOLAAN SURAT UTANG NEGARA Jakarta, 8 November 2017 DJPPR Kemenkeu @djpprkemenkeu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lalu, Federal Reserve (bank sentral Amerika) dan bank sentral dari negara-negara

BAB I PENDAHULUAN. lalu, Federal Reserve (bank sentral Amerika) dan bank sentral dari negara-negara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konsekuensi dari krisis keuangan global yang mulai terjadi pada tahun 2008 lalu, Federal Reserve (bank sentral Amerika) dan bank sentral dari negara-negara maju harus

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND

LAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND LAPORAN BULANAN - PANIN Rp CASH FUND 10-Mar-2004 Panin Rp Cash Fund bertujuan untuk memberikan hasil yang relatif stabil melalui penempatan terutama pada instrumen pasar uang. Pasar Uang 100% Deposito

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kinerja perekonomian secara umum.

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kinerja perekonomian secara umum. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai perekonomian terbuka kecil, perkembangan nilai tukar merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kinerja perekonomian secara umum. Pengaruh nilai tukar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi suatu negara di satu sisi memerlukan dana yang relatif besar.

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi suatu negara di satu sisi memerlukan dana yang relatif besar. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi suatu negara di satu sisi memerlukan dana yang relatif besar. Sementara di sisi lain, usaha pengerahan dana untuk membiayai pembangunan tersebut

Lebih terperinci

S e p t e m b e r

S e p t e m b e r September 2014 1 Alamat Redaksi: Grup Neraca Pembayaran dan Pengembangan Statistik Departemen Statistik Bank Indonesia Menara Sjafruddin Prawiranegara, Lantai 15 Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350 Telepon

Lebih terperinci

Pendek (< 1 Tahun) Obligasi Mata Uang Asing Saham Properti Emas Koleksi

Pendek (< 1 Tahun) Obligasi Mata Uang Asing Saham Properti Emas Koleksi Produk Investasi Deposito SBI Pendek (< 1 Tahun) Jangka Waktu Investasi Menengah (1-5 Thn) Panjang (>5 Thn) Obligasi Mata Uang Asing Saham Properti Emas Koleksi 2 INSTRUMEN INVESTASI JANGKA PENDEK 5

Lebih terperinci

1. Tinjauan Umum

1. Tinjauan Umum 1. Tinjauan Umum Perekonomian Indonesia dalam triwulan III-2005 menunjukkan kinerja yang tidak sebaik perkiraan semula, dengan pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan lebih rendah sementara tekanan terhadap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. B. Belanja Negara (triliun Rupiah)

I. PENDAHULUAN. B. Belanja Negara (triliun Rupiah) 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang sedang fokus terhadap pembangunan nasional. Menurut data Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Grafik 1.1 Perkembangan NFA periode 1997 s.d 2009 (sumber : International Financial Statistics, IMF, diolah)

BAB 1 PENDAHULUAN. Grafik 1.1 Perkembangan NFA periode 1997 s.d 2009 (sumber : International Financial Statistics, IMF, diolah) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam beberapa dekade terakhir, perekonomian Indonesia telah menunjukkan integrasi yang semakin kuat dengan perekonomian global. Keterkaitan integrasi ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengalami krisis yang berkepanjangan. Krisis ekonomi tersebut membuat pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. mengalami krisis yang berkepanjangan. Krisis ekonomi tersebut membuat pemerintah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Krisis ekonomi tahun 1997 di Indonesia telah mengakibatkan perekonomian mengalami krisis yang berkepanjangan. Krisis ekonomi tersebut membuat pemerintah Indonesia terbelit

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Reksa Dana 2.1.1 Pengertian Reksa Dana Berdasarkan Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal, reksa dana adalah wadah yang dipergunakan untuk menghimpun dana dari masyarakat

Lebih terperinci

Inflasi mtm sedikit meningkat, BI Rate Akan Kembali Diturunkan

Inflasi mtm sedikit meningkat, BI Rate Akan Kembali Diturunkan Inflasi mtm sedikit meningkat, BI Rate Akan Kembali Diturunkan Inflasi Akhir semester I 2009 Inflasi sebesar 0,11% dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) sebesar 114,10 terjadi pada penghujung Jun. Inflasi

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND

LAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND LAPORAN BULANAN - PANIN Rp CASH FUND 10-Mar-2004 Panin Rp Cash Fund bertujuan untuk memberikan hasil yang relatif stabil melalui penempatan terutama pada instrumen pasar uang. Pasar Uang 100% Obligasi

Lebih terperinci

SAL SEBAGAI SALAH SATU ALTERNATIF SUMBER PEMBIAYAAN DALAM APBN

SAL SEBAGAI SALAH SATU ALTERNATIF SUMBER PEMBIAYAAN DALAM APBN SAL SEBAGAI SALAH SATU ALTERNATIF SUMBER PEMBIAYAAN DALAM APBN Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran/Sisa Kurang Pembiayaan Anggaran (SiLPA/SiKPA) adalah selisih lebih/kurang antara realisasi penerimaan dan pengeluaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. motor penggerak perekonomian nasional. Perdagangan internasional dapat

BAB I PENDAHULUAN. motor penggerak perekonomian nasional. Perdagangan internasional dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perdagangan internasional mempunyai peranan sangat penting sebagai motor penggerak perekonomian nasional. Perdagangan internasional dapat didefinisikan sebagai

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND

LAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND LAPORAN BULANAN - PANIN Rp CASH FUND 10-Mar-2004 Panin Rp Cash Fund bertujuan untuk memberikan hasil yang relatif stabil melalui penempatan terutama pada instrumen pasar uang. Pasar Uang 100% Deposito

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS II.1 Landasan Teori II.1.1 Obligasi Korporasi (Corporate Bond) II.1.1.1 Definisi Obligasi Korporasi Menurut Harmono, obligasi merupakan surat tanda utang

Lebih terperinci

Laporan Kinerja Bulanan

Laporan Kinerja Bulanan CONSERVATIVE TENTANG PT SUN LIFE FINANCIAL INDONESIA Sun Life Financial adalah perusahaan penyedia layanan jasa keuangan internasional terkemuka yang menyediakan berbagai macam produk dan layanan asuransi

Lebih terperinci

Lampiran Surat Edaran No. 10/ 22 /DPM Tanggal 7 Juli 2008

Lampiran Surat Edaran No. 10/ 22 /DPM Tanggal 7 Juli 2008 Lampiran Surat Edaran No. 10/ 22 /DPM Tanggal 7 Juli 2008 Lampiran-1b Contoh Perhitungan Pemenang Lelang Penjualan SUN SOR dan Multiple Yield untuk SUN INDOGB 12 10/10 Target Indikatif : Rp 6 Triliun Target

Lebih terperinci

Laporan Kinerja Bulanan

Laporan Kinerja Bulanan CONSERVATIVE TENTANG PT SUN LIFE FINANCIAL INDONESIA Capital konvensional Sun Life mencapai 752% (unaudited ), jauh melebihi rasio minimum yang ditetapkan oleh pemerintah yakni 12 dengan total aset perusahaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan menerbitkan obligasi dengan tujuan untuk menghindari risiko yang

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan menerbitkan obligasi dengan tujuan untuk menghindari risiko yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu kebijakan perusahaan agar bisa mendapatkan dana tanpa harus berutang ke perbankan dan menerbitkan saham baru adalah menerbitkan obligasi. Perusahaan

Lebih terperinci

Laporan Kinerja Bulanan

Laporan Kinerja Bulanan CONSERVATIVE TENTANG PT SUN LIFE FINANCIAL INDONESIA Sun Life Financial adalah perusahaan penyedia layanan jasa keuangan internasional terkemuka yang menyediakan berbagai macam produk dan layanan asuransi

Lebih terperinci

PROSPEK INVESTASI SURAT UTANG NEGARA

PROSPEK INVESTASI SURAT UTANG NEGARA PROSPEK INVESTASI SURAT UTANG NEGARA Aula Ged B Lt.5, Sekretariat BPPK, 9 November 2017 Subhan Noor Direktorat Surat Utang Negara Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko OUTLINE 1 2 Mengenal Instrumen

Lebih terperinci

PENGELOLAAN SURAT UTANG NEGARA

PENGELOLAAN SURAT UTANG NEGARA PENGELOLAAN SURAT UTANG NEGARA Auditorium Sabang Kantor Pusat DJBC, 2 November 2017 Subhan Noor Direktorat Surat Utang Negara Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan OUTLINE 1 2 Mengenal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu kunci penting dalam mencapai pertumbuhan ekonomi yang sehat adalah sinergi antara sektor moneter, fiskal dan riil. Bila ketiganya dapat disinergikan

Lebih terperinci

LAPORAN November KINERJA 2014 BULANAN - PANIN Rp CASH FUND

LAPORAN November KINERJA 2014 BULANAN - PANIN Rp CASH FUND LAPORAN BULANAN PANIN Rp CASH FUND LAPORAN November 2014 BULANAN - PANIN Rp CASH FUND Panin Rp Cash Fund bertujuan untuk memberikan hasil yang relatif stabil melalui penempatan terutama pada instrumen

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN I. Ekonomi Dunia Pertumbuhan ekonomi nasional tidak terlepas dari perkembangan ekonomi dunia. Sejak tahun 2004, ekonomi dunia tumbuh tinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khususnya yang diterbitkan oleh Pemerintah atau lebih dikenal sebagai Surat

BAB I PENDAHULUAN. khususnya yang diterbitkan oleh Pemerintah atau lebih dikenal sebagai Surat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam dekade terakhir, pasar obligasi di Indonesia berkembang cukup pesat ditandai dengan semakin beragamnya instrumen utang yang dapat memenuhi kebutuhan investor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Modal memegang peranan penting dalam perusahaan untuk pembiayaan

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Modal memegang peranan penting dalam perusahaan untuk pembiayaan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Modal memegang peranan penting dalam perusahaan untuk pembiayaan modal kerja maupun pemodalan investasi atau ekspansi. Sumber pembiayaan eksternal bisa didapatkan melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pasar modal syariah. Masalah asymmetric information yang dihadapi oleh industri

BAB I PENDAHULUAN. pasar modal syariah. Masalah asymmetric information yang dihadapi oleh industri BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk beragama Islam terbesar di dunia. Potensi ini seharusnya bisa menjadi pasar yang besar bagi industri perbankan

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND

LAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND LAPORAN BULANAN - PANIN Rp CASH FUND 10-Mar-2004 Panin Rp Cash Fund bertujuan untuk memberikan hasil yang relatif stabil melalui penempatan terutama pada instrumen pasar uang. Pasar Uang 100% Deposito

Lebih terperinci

PRUlink Quarterly Newsletter

PRUlink Quarterly Newsletter PRUlink Quarterly Newsletter Kuartal Kedua 2014 PT Prudential Life Assurance terdaftar dan diawasi oleh Otoritas Jasa Sekilas Ekonomi dan Pasar Modal Indonesia Informasi dan analisis yang tertera merupakan

Lebih terperinci

PRUlink Newsletter Kuartal I 2009

PRUlink Newsletter Kuartal I 2009 PRUlink Newsletter Kuartal I 2009 Publikasi dari PT Prudential Life Assurance Sekilas Ekonomi dan Pasar Modal Indonesia Informasi dan analisis yang tertera merupakan hasil pemikiran internal perusahaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Konsep keuangan berbasis syariah Islam (Islamic finance) dewasa ini telah

BAB I PENDAHULUAN. Konsep keuangan berbasis syariah Islam (Islamic finance) dewasa ini telah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konsep keuangan berbasis syariah Islam (Islamic finance) dewasa ini telah tumbuh secara pesat, diterima secara universal dan diadopsi tidak hanya oleh negaranegara Islam

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2002 TENTANG SURAT UTANG NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2002 TENTANG SURAT UTANG NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2002 TENTANG SURAT UTANG NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa guna mewujudkan masyarakat adil dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi makro, maka dari itu kondisi ekonomi makro yang stabil dan baik

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi makro, maka dari itu kondisi ekonomi makro yang stabil dan baik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kondisi pasar modal yang mengalami pasang surut memberikan tanda bahwa kegiatan di pasar modal memiliki hubungan yang erat dengan keadaan ekonomi makro, maka

Lebih terperinci

MATERI 7. TEORI INVESTASI DAN PORTFOLIO

MATERI 7.  TEORI INVESTASI DAN PORTFOLIO MATERI 7 http://www.deden08m.com TEORI INVESTASI DAN PORTFOLIO OBLIGASI PERUSAHAAN 2/51 Obligasi perusahaan merupakan sekuritas yang diterbitkan oleh suatu perusahaan yang menjanjikan kepada pemegangnya

Lebih terperinci