III. METODOLOGI PENELITIAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "III. METODOLOGI PENELITIAN"

Transkripsi

1 21 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Kerangka Analisis Untuk menjawab semua permasalahan dan tujuan yang ingin dicapai, penelitian ini dilakukan dalam dua tahapan. Pada tahap pertama, penelitian dilakukan untuk menganalisis dampak pelaksanaan reforma agraria terhadap tingkat output masing-masing sektor, perekonomian Indonesia secara makro serta tingkat pendapatan kelompok rumah tanggamelalui pendekatan analisis computable general equilibrium (CGE). Pada tahapan selanjutnya, hasil yang diperoleh dari analisis CGE digunakan dalam analisis microsimulation untuk mengukur bagaimana dampak perubahan pendapatan yang terjadi diantara kelompok masyarakat mempengaruhi kemiskinan dan distribusi pendapatan di Indonesia. Kerangka tahapan penelitan yang dilakukan oleh penulis dapat ditunjukkan pada Gambar 5. Analisis CGE : mengukur dampak simulasi reformasi agraria terhadap : a) output per sektor ekonomi b) kondisi makroekonomi c) pendapatan kelompok rumah tangga Analisis microsimulation : mengukur dampak perubahan tingkat pendapatan kelompok rumah tangga sebagai akibat reforma agraria terhadap : a) tingkat kemiskinan b) distribusi pendapatan Penelitian Tahap 1 Penelitian Tahap 2 Gambar 5 Kerangka tahapan penelitian Model Analisis Sesuai dengan pembahasan sebelumnya dimana pada penelitian ini digunakan dua pendekatan yaitu computable general equilibrium (CGE) dan analisis microsimulation, maka pada bagian ini akan dibahas mengenai kedua model yang digunakan.

2 Computable General Equilibrium (CGE) Teori general equilibrium (GE) dalam ilmu ekonomi adalah teori yang menjelaskan tentang keberadaan pasar sebagai suatu sistem dalam suatu perekonomian yang terdiri atas beberapa macam pasar dan memiliki kaitan antara satu pasar dengan pasar lainnya. Adanya kaitan tersebut menyebabkan setiap perubahan pada satu pasar akan berpengaruh terhadap kinerja pasar lainnya. Teori GE ini pertama kali dikembangkan oleh Leon Walras. Teori ini mengemukakan bahwa semua harga dan kuantitas barang di semua pasar ditentukan secara simultan melalui proses interaksi antara satu dengan lainnya. Model CGE pada dasarnya merupakan model keseimbangan. Model CGE meliputi model multimarket dimana keputusan-keputusan agen yang terlibat bersifat responsif terhadap harga dan pasar bersifat responsif terhadap keputusan permintaan dan penawaran. Secara umum, framework model CGE dapat dijelaskan pada Gambar 6. Gambar 6 Framework model CGE.

3 23 Model CGE terdiri dari persamaan-persamaan yang mewakili keseimbangan seluruh pasar mulai dari pasar input sampai pasar output untuk keseluruhan sektor yang dianalisis. Selain itu, model CGE ini secara eksplisit memodelkan perilaku rasional agen-agen perekonomian baik produsen yang memaksimalkan keuntungan, rumah tangga yang memaksimalkan kepuasan (utility), dan agen lain dalam perekonomian. Model GE juga menangkap perilaku arus dana antar agen, serta persamaan-persamaan lain yang mendefinisikan pembentukan harga dan kuantitas. Secara keseluruhan, model CGE merupakan sekumpulan persamaan matematis yang simultan dan dapat diselesaikan. Model CGE sering digunakan untuk permasalahan strategi perdagangan, distribusi pendapatan, dan perubahan struktural di suatu negara. Model CGE memiliki sejumlah fitur umum yang menjadikan CGE sesuai untuk penelitian ini. Pertama, CGE dapat mensimulasikan fungsi dari pasar-pasar yang berada dalam perekonomian, termasuk pasar tenaga kerja, pasar modal, dan pasar komoditas, serta menyediakan perspektif yang sangat bermanfaat mengenai perubahan yang terjadi dalam kondisi ekonomi melalui harga dan pasar. Kedua, sifat struktural dari model CGE dapat mengakomodir berbagai fenomena baru. Ketiga, model CGE mempertimbangkan seluruh kendala perekonomian secara luas. Dalam penelitian ini reforma agraria diperkirakan dapat mempengaruhi tingkat pendapatan antar kelompok rumah tangga yang pada akhirnya akan mampu mempengaruhi kondisi perekonomian Indonesia secara keseluruhan. Keempat, karena model CGE terdiri dari sektor yang sangat detil maka model ini dapat digunakan sebagai "simulation laboratory" untuk menguji secara kuantitatif bagaimana dampak dari kebijakan yang berbeda mempengaruhi kinerja dan struktur ekonomi. Terakhir, model CGE secara teoritis dapat memberikan framework untuk menganalisis kesejahteraan dan distribusinya. Dalam model CGE, keputusan ekonomi merupakan hasil optimalisasi dari produsen dan konsumen dengan kerangka perekonomian secara luas dan koheren. Berbagai mekanisme substitusi ditetapkan, termasuk substitusi antar tenaga kerja, antara modal dan tenaga kerja, antara barang domestik dan barang impor, serta

4 24 antara penjualan domestik dan ekspor. Semua itu terjadi sebagai respon terhadap variasi harga relatif. Selain memiliki beberapa keunggulan yang telah disebutkan sebelumnya, penggunaan model CGE ini memiliki beberapa kelemahan. Pendekatan ekonomi secara luas tidak cocok untuk menganalisis semua masalah. Dalam pengembangan gambaran komprehensif dari seluruh perekonomian, beberapa detail permasalahan seringkali dihilangkan. Jika detail yang sangat relevan dengan analisa itu dihilangkan, pendekatan jelas kurang cocok. Selain itu, asumsi-asumsi yang digunakan dalam pemodelan bisa saja berbeda dengan kondisi yang nyata dilapangan sehingga hasil yang diperoleh dari analisis model ini akan berlaku jika kondisinya sesuai dengan asumsi yang diterapkan. Secara umum, model CGE merupakan suatu alat analisis yang paling sering digunakan dan sangat bermanfaat dalam menentukan sebuah pilihan kebijakan Data Base dan Pemilihan Sektor Ekonomi Pada penelitian ini, data yang digunakan untuk analisis CGE adalah Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) Indonesia tahun SNSE merupakan suatu kerangka data yang disusun dalam bentuk matriks yang merangkum berbagai variabel sosial dan ekonomi secara terintegrasi sehingga dapat memberikan gambaran umum mengenai perekonomian suatu negara dan keterkaitan antar variabel ekonomi dan sosial pada suatu waktu tertentu. Secara umum, SNSE memuat mengenai distribusi pendapatan, baik distribusi pendapatan rumah tangga maupun distribusi pendapatan faktor produksi serta pola pengeluaran rumah tangga. Data dasar SNSE Indonesia tahun 2008 terdiri dari empat komponen neraca yaitu : 1. Neraca faktor produksi, 2. Neraca institusi, 3. Neraca sektor produksi, dan 4. Neraca lainnya (rest of the world).

5 25 Pada penelitian ini, faktor produksi yang akan dianalisis terdiri atas tenaga kerja, modal, dan lahan. Dalam penelitian ini tenaga kerja diklasifikasikan menjadi empat kelompok utama yaitu tenaga kerja sektor pertanian desa, tenaga kerja sektor pertanian kota, tenaga kerja sektor non pertanian desa, tenaga kerja sektor non pertanian kota. Adapun Institusi yang akan dianalisis dibagi menjadi 4 kelompok utama, yakni rumah tangga, pemerintah, perusahaan, dan luar negeri (rest of the world). Kelompok rumah tangga selanjutnya dibagi menjadi 10 kategori, yaitu: 1. Buruh pertanian/hh1 2. Pengusaha pertanian memiliki tanah 0.0 ha 0.5 ha (Pengusaha pertanian kecil)/hh2 3. Pengusaha pertanian memiliki tanah 0.5 ha -1.0 ha (Pengusaha pertanian menengah)/hh3 4. Pengusaha pertanian memiliki tanah 1.0 ha lebih (Pengusaha pertanian besar) /HH4 5. Pengusaha bebas golongan rendah, tenaga TU, pedagang keliling, pekerja bebas sektor angkutan, jasa perorangan, buruh kasar pedesaan/ HH5 6. Bukan angkatan kerja dan golongan tidak jelas pedesaan/hh6 7. Pengusaha bebas golongan atas, pengusaha bukan pertanian, manajer, militer, profesional, teknisi, guru, pekerja TU dan penjualan golongan atas pedesaan/hh7 8. Pengusaha bebas golongan rendah, tenaga TU, pedagang keliling, pekerja bebas sektor angkutan, jasa perorangan, buruh kasar perkotaan/hh8 9. Bukan angkatan kerja dan golongan tidak jelas perkotaan/hh9 10. Pengusaha bebas golongan atas, pengusaha bukan pertanian, manajer, militer, profesional, teknisi, guru, pekerja TU dan penjualan golongan atas perkotaan/hh10

6 26 Adapun untuk sektor produksi yang akan dianalisis terdiri atas : 1. Pertanian Tanaman Pangan 2. Pertanian Tanaman Lainnya 3. Peternakan dan Hasil-hasilnya 4. Kehutanan dan Perburuan 5. Perikanan 6. Pertambangan 7. Industri Makanan, Minuman dan Tembakau 8. Industri Lainnya 9. Jasa Swasta 10. Sektor Lainnya Secara umum, SNSE yang digunakan dalam penelitian ini berbeda dengan data dasar SNSE Untuk memperoleh SNSE yang sesuai dengan tujuan penelitian, maka dilakukan proses Agregasi dan disagregasi pada SNSE dasar tahun 2008 dengan menggunakan informasi yang ada di tabel input-output (I-O) tahun Selain data-data dasar yang berasal dari SNSE, model keseimbangan umum juga membutuhkan informasi elastisitas dan beberapa parameter behavioural lainnya. Parameter elastisitas yang digunakan dalam model ini terdiri dari elastisitas substitusi tenaga kerja, elastisitas substitusi faktor kapital, elastisitas substitusi input primer, elastistas transformasi total output suatu perusahaan, elastistas transformasi produk untuk pasar domestik dan ekspor, elastisitas permintaan ekspor, elastisitas Armington dan elastisitas pengeluaran. Semua nilai elastisitas yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat di Lampiran Model CGE empiris Pada penelitian ini, model CGE yang digunakan mengadopsi CGE PEP-1-1 (Single-Country, Static Version) yang disesuaikan dengan kebutuhan dan karakteristik penelitian. Model CGE PEP-1-1 ini merupakan model standar CGE yang berbasis syntax untuk software General Algebraic Modeling

7 27 System(GAMS) yang bisa dikases secara bebas dari website Poverty & Economic Policy (PEP). Dalam model ini perusahaan diasumsikan beroperasi pada sistem pasar persaingan sempurna. Semua perusahaan berupaya untuk memaksimumkan keuntungan dengan kendala teknologi produksi tertentu serta menghadapi tingkat harga input dan output tertentu pula (dalam hal ini perusahaan bertindak sebagai price taker). Fungsi produksi yang digunakan dalam model ini ditunjukkan pada Gambar 7. Output (XST J ) CES Value added (VA j ) Aggregate Intermediate Consumption (CI j ) Leontief Composite Labor (LDC j ) CES Composite Capital (KDC j ) Product 1 (DI 1,j ) Product 2 (DI 2,j ) CES CES Labor 1 (LD 1,j ) Labor 2 (LD 2,j ) Capital Land Gambar 7 Struktur Fungsi Produksi. Gambar 7 menunjukkan bahwa struktur fungsi produksi dapat dijelaskan melalui beberapa tingkatan. Pada tingkatan paling atas, gambar tersebut menjelaskan bahwa total output yang dihasilkan oleh suatu sektor j merupakan kombinasi antara value added dengan intermediate consumption dengan mengikuti fungsi constant elasticity of substitution (CES).Dalam hal ini, semua input bersifat substitusi dan antara value added dengan intermediate consumption dapat dipertukarkan dengan koefisien tertentu. Fungsi yang digunakan dalam penelitian ini berbeda dengan model dasarnya, dimana komposisi value added dengan intermediate consumption dalam membentuk total produksi dinyatakan

8 28 dengan fungsi Leontief dan memiliki proporsi yang tetap. Pada tingkat kedua, nilai value added dari masing-masing sektor produksi terdiri komposit tenaga kerja dan komposit modal. Penyusunan nilai value added idari komposit tenaga kerja dan komposit modal ini mengikuti fingsi (CES) Pada tingkatan paling bawah di sisi value added, komposit tenaga kerja merupakan kombinasi dari semua kategori tenaga kerja (yang dilambangkan dengan L1, L2,,L l ) dengan mengikuti fungsi CES dan hubungan antar jenis tenaga tersebut bersifat imperfect substitutability. Perusahaan mencoba untuk mengkombinasikan berbagai jenis tenaga kerja guna meminimumkan biaya tenaga kerja pada tingkat upah tertentu. Permintaan tenaga kerja diperoleh dari first order condition untuk meminimumkan biaya dengan kendala teknologi tertentu dengan menggunakan fungsi CES. Sisi lain pada tingkatan paling bawah dari value added adalah komposit modal. Dalam model ini komposit modal dibedakan antar sektor pertanian dengan non pertanian. Untuk sektor pertanian komposit modal merupakan kombinasi dari lahan dan modal lainnya yang bersifat imperfect substitutability. Adapun untuk sektor non pertanian komposit modal hanya terdiri dari satu komponen yaitu modal. Permintaan masing-masing jenis modal merupakan hasil dari proses minimisasi biaya. Kembali pada tingkat kedua, pada sisi intermediate consumption, total intermediate consumption merupakan kombinasi dari berbagai barang dan jasa yang ada di pasar produk. Dalam penyusunan total intermediate consumption diasumsikan bahwa semua penyusunnya bersifat kompelementer secara sempurna yang mengikuti fungsi Leontif. Asumsi penting lain yang perlu dibahas dalam model ini adalah terkait dengan pemodelan tabungan. Model fungsi tabungan rumah tangga yang digunakan dalam model ini sedikit berbeda dari fungsi tabungan yang banyak digunakan dalam model yang lain. Dalam model ini memungkinkan nilai marginal propensity to save berbeda dengan nilai average propensity. Pemilihan model ini dilakukan untuk mengakomodir jika terjadi nilai tabungan yang negatif.

9 29 Jika nilai marginal propensity to save sama dengan nilai average propensity, dan berdasarkan hasil kalibrasi menghasilkan nilai tabungan yang negatif maka akan memberikan hasil yang kurang sesuai dengan teori. Ketika terjadi penurunan pendapatan rumah tangga maka akan meningkatkan tingkat tabungannya, dan sebaliknya, jika terjadi peningkatan pendapatan maka akan menambah tingkat utang rumah tangga. Model ini mencoba untuk menghindari kesalahan yang sangat mendasar seperti ini, namun demikian model ini membutuhkan nilai parameter tambahan berupa nilai marginal propensity to save. Untuk tujuan ini, maka nilai marginal propensity to save bisa diperoleh dari hasil estimasi ekonometrika sesuai dengan kondisi masing-masing kelompok rumah tangga. Untuk keluarga dengan tingkat tabungan negatif akan memiliki intersep yang negatif sedangkan slope dari fungsi tabungannya bernilai positif. Dalam model ini, permintaan investasi terdiri dari penanaman modal total domestik bruto (gross fixed capital formation/gfcf)dan perubahan stok modal (change in inventories). Kedua komponen permintaan investasi ini sangat berbeda. Nilai GFCF tidak boleh negatif sedangkan nilai perubahan stok modal bisa bernilai positif ataupun negatif. Dalam model ini nilai GFCF merupakan variabel yang bersifat endogen sedangkan perubahan stok modal bersifat eksogen. Total pengeluaran investasi ditentukan oleh kendala persamaan saving-investment dengan nilai tabungan yang bersifat endogen. Nilai GFCF diperoleh dari hasil pengurangan antara total pengeluaran investasi dengan perubahan stok modal. Dalam pemodelannya, nilai GFCF merupakan sebuah proporsi tertentu dari total pengeluaran investasi dengan nilai yang tetap dan secara implist model ini menunjukkan bahwa fungsi produksi dari modal yang baru adalah fungsi Cobb- Douglas. Besaran pengeluaran investasi tertentu, jumlah barang untuk kegiatan investasi berbanding terbalik dengan harga barang tersebut. Asumsi seperti ini juga digunakan dalam memodelkan pengeluaran pemerintah untuk barang dan jasa. Pada besaran nilai anggaran belanja pemerintah tertentu, jumlah barang yang diminta per komoditas akan berubah-ubah mengikuti perubahan tingkat harga dengan arah yang berlawanan.

10 30 Tingkat permintaan barang dan jasa (baik untuk barang domestik ataupun impor) merupakan penjumlahan antara permintaan konsumsi rumah tangga, permintaan untuk investasi, permintaan untuk kepentingan pelayanan publik serta permintaan untuk marjin perdagangan dan pengangkutan. Dalam model ini, tingkat konsumsi rumah tangga diasumsikan mengikuti Stone- Gearyutilityfunctions (yang diturunkan dari fungsi linear expenditure system/les). Terdapat hal yang sangat mendasar yang membedakan antara Stone- Gearyutilityfunctions dengan fungsi yang lainnya yaitu dengan adanya tingkat konsumsi minimum dari masing-masing produk barang dan jasa. Berbeda dengan fungsi Cobb-Douglas (yang banyak digunakan dalam literatur lain) model ini bisa menangkap nilai elastisitas permintaan antara barang yang nol atau menyatakan semua barang bersifat unit income-elasticities. Pemodelan seperti ini memberikan keleluasaan bagi peneliti untuk menentukan besaran elastisitas yang digunakan dalam penelitiannya. Dalam model ini, fungsi konsumsi masing-masing rumah tangga merupakan sebuah proses maksimisasi utuilitas dengan kendala anggaran tertentu. Beberapa model CGE mengasumsikan bahwa produsen selalu dapat menjual barang dan jasa yang dihasilkan ke pasar luar negeri sebanyak mungkin sesuai dengan apa yang mereka kehendaki. Berbeda dari model-model tersebut, model CGE ini mencoba untuk mengembangkan asumsi lain dimana para produsen lokal dapat meningkatkan proporsi penjualannya dalam pasar internasional melalui penurunan harga ekspor yang menunjukan keunggulan relatif terhadap produk luar negeri. Kemudahan seorang produsen lokal untuk meningkatkan proporsi penjualannya di pasar internasional akan sangat tergantung dari nilai elastisitas substistusi ekspor. Selain itu model ini mengakomodir kemungkinan peningkatan permintaan ekspor (dalam model ini diasumsikan bersifat eksogen) yang dapat dilakukan dengan merubah besaran nilai autonomous ekspor. Selanjutnya, model ini mengasumsikan perilaku dari para konsumen dalam perekonomian mengikuti perilaku dari produsen. Model ini mengasumsikan bahwa barang hasil impor tidak bisa disubstitusikan secara sempurna dengan

11 31 barang-barang hasil produksi dalam negeri. Oleh karena itu, permintaan barang dan jasa yang terjadi dalam sebuah perekonomian merupakan permintaan gabungan antara barang impor dengan barang domestik. Tingkat substitusi yang tidak sempurna antara kedua jenis barang yang diminta ditunjukkan oleh fungsi elastisitas substitusi yang konstan (constant elasticity of substitution/ces) Dalam model ini, fungsi penawaran Impor dinyatakan secara implisit. Asumsi Negara kecil menyiratkan bahwa elastisitas penawaran impor bersifat tidak terbatas sebagai akibat adanya perubahan harga sehingga dalam model ini harga impor dunia nilainya diasumsikan tetap. Asumsi lain dari model ini adalah bahwa modal bersifat industry-specific dengan jumlah modal di setiap industri yang tetap, sehingga sewa kapitalyang terjadi antar indutsri akan berbeda. Selain asumsi-asumsi diatas, model ini memiliki asumsi dan pemodelan yang sama dengan model dasar dan model CGE yang lainnya. Secara lengkap rumusan matematis dari model yang digunakan di model ini dapat dilihat di Lampiran Simulasi yang Dilakukan Untuk menjawab permasalahan dan tujuan penelitian, maka dalam penelitian ini dilakukan dua buah simulasi kebijakan yaitu : 1. Kebijakan redistrbusi kepemilikan lahan dengan menambah kepemilikan lahan bagi kelompok masyarakat dengan kategori buruh tani, dan kelompok masyarakat pengusaha pertanian dengan kepemilikan lahan kurang dari 0.5 ha(petani kecil) yang berasal dari kelompok pengusaha pertanian dengan kepemilikan lahan diatas 1 ha(pengusaha pertanian golongan atas), golongan atas perdesaan serta rumah tangga golongan atas perkotaan. Dengan kata lain, pada simulasi yang pertama kebijakan yang dilakukan hanya berupa redistribusi lahan. Selanjutnya, kebijakan refoma agraria yang hanya berupa kegiatan reditribusi kepemilikan lahan disebut sebagai redistribusi lahan. 2. Simulasi kedua dari penelitian ini terdiri dari kebijakan redistribusi kepemilikan lahan yang disertai dengan kenaikan produktivitas

12 32 (teknologi produksi) dari sektor-sektor pertanian. Seperti halnya dijelaskan pada bagian sebelumnya, dimana terdapat perbedaan antara konsep reforma agraria dan redistribusi lahan. Istilah redistribusi lahan dipakai untuk merujuk pada program-program sekitar redistribusi kepemilkan lahan dalam rangka menata ulang struktur kepemilikan tanah yang timpang menjadi lebih adil. Adapun istilah reforma agararia mengacu pada pengertian lebih luas dan komprehensif, karena mencakup juga berbagai program pendukung yang dapat mempengaruhi kinerja sektor pertanian pasca redistribusi kepemilikan lahan. Dalam penelitian ini, simulasi kedua selanjutnya disebut sebagai redistribusi lahan plus. Besarnya penambahan kepemilikan lahan dilakukan dengan besaran nilai yang disesuaikan dengan struktur kepemilikan lahan yang ada di Indonesia seperti yang dijelaskan pada Tabel 3. Tabel 3 Besaran redistribusi lahan yang digunakan dalam simulasi Kelompo k Rumah tangga Jumlah HH Pendapatan HH dari lahan (dalam Milyar Rp) Kondisi Awal Total lahan yang dikuasai setiap kelompok HH Sumber : diolah dari SNSE dan SUSENAS 2008 Rata-rata Kepemili kan lahan (Susenas) Total lahan yang dikuasai setiap kelompok HH Kondisi Akhir Rata-rata Kepemili kan lahan Perubahan Kepemilik an lahan HH % HH % HH % HH % HH % HH % HH % HH % HH % HH % Total Besaran nilai redsitribusi kepemilikan lahan yang dilakukan dalam penelitian ini didasarkan pada data yang terdapat dalam SNSE dan SUSENAS Redistribusi kepemilikan lahan dilakukan kepada kelompok rumah tangga yang memiliki rata-rata kepemilikan lahan lebih dari 2 ha dan dalam hal ini

13 33 kelompok rumah tangga yang rata-rata kepemilikan lahannya lebih dari 2 ha adalah kelompok rumah tangga pengusaha pertanian besar (HH4), rumah tangga pedesaan golongan atas (HH7) dan kelompok rumah tangga golongan atas perkotaan (HH10). Bagi kelompok rumah tangga yang kepemilikan lahan-nya lebih dari 2 ha maka kelebihan-nya akan diambil dan dialihkan kepada kelopok buruh tani (HH1) dan kelopok pengusaha pertanian dengan kepemilikan lahan kurang dari 0.5 ha (HH2). Adapun besaran simulasi kenaikan produktivitas sektor pertanian didasarkan pada perkembangan produktivitas dari sektor-sektor pertanian sebagaimana dijelaskan oleh Tabel 4 berikut. Tabel 4 Persentase kenaikan produktivitas sektor pertanian di Indonesia tahun Sektor Tahun (%) Rata-rata produktivitas tahunan (%) Tahun (%) Besaran Simulasi (%) Pertanian Tanaman Pangan Pertanian Tanaman Lainnya Sumber : diolah dari database Deptan Microsimulation Analisis microsimulation merupakan salah satu metode yang sering digunakan untuk mengukur bagaimana dampak perubahan tingkat pendapatan suatu masyarakat (sebagai akibat dari adanya suatu kebijakan) terhadap tingkat kemiskinan dan distribusi pendapatan. Untuk tujuan ini, indeks kemiskinan FGT (Foster-Greer-Thorbecke) digunakan untuk mengukur kondisi kemiskinan serta Indeks Gini untuk mengukur distribusi pendapatan. Dalam penelitian ini, analisis microsimulation digunakan untuk mentransmisikan hasil yang diperoleh dari analisis CGE ke dalam data individu rumah tangga (microdata) untuk mengukur seberapa besar dampak perubahan tingkat pendapatan dari setiap individu rumah tangga terhadap kondisi kemiskinan individu tersebut. Dalam praktiknya, analisis microsimulation ini menghitung ukuran tingkat kemiskinan dan distribusi pendapatan dalam suatu masyarakat antara sebelum dan setelah diterapkan-nya suatu kebijakan dengan menggunakan data individu rumah tangga.

14 Data Base Untuk melakukan analisis microsimulation, penelitian ini menggunakan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) Indonesia tahun Data SUSENAS merupakan data hasil survei rumah tangga mengenai berbagai karakteristik sosial-ekonomi penduduk, terutama yang erat kaitannya dengan pengukuran tingkat kesejahteraan masyarakat. Secara struktur model, data SUSENAS terpisah atau independen dari database CGE yaitu SNSE. Agar SUSENAS dapat terintegrasi dengan SNSE-CGE maka dilakukan rekonsiliasi kelompok rumahtangga sehingga perubahan di CGE dapat ditransmisikan ke data SUSENAS. Rumahtangga yang ada di model CGE dijadikanz referensi dalam pengelompokan rumahtangga di SUSENAS Foster-Greer-Thorbecke Dalam penelitian ini, tingkat kemiskinan diukur dengan menggunakan rumus berikut (Foster et al. 1984) : 1 P ( y; z) n q i1 dengan definisi : P Y i n q z z yi z,( 0) = tingkat kemiskinan = pengeluaran rumahtangga per kapita individu ke i = jumlah populasi = jumlah kelompok rumahtangga = garis kemiskinan Dengan melihat nilai alpha (α), maka terdapat 3 (tiga) kemungkinan dalam mengukur tingkat kemiskinan: 1. Jika α = 0, P 0 menyatakan headcount index yang menunjukkan jumlah populasi di bawah garis kemiskinan. Dengan demikian rumus tersebut berubah menjadi : 1 P0 ( y; z) n q i1 z yi z 0

15 35 2. α=1 menunjukkan ukuran poverty gap yang menghitung jarak relatif terhadap garis kemiskinan. Dengan memasukkan nilai alpha=-1, maka angka kemiskinan dihitung dengan formula berikut ini: q 1 z yi P1 ( y; z) n i1 z 1 3. Jika α=2, P 2 menunjukkan derajat poverty severity (keparahan kemiskinan) karena indikator ini sangat sensitif terhadap perubahan pendapatan. Rumusnya indikator kemiskinannya menjadi : 1 P2 ( y; z) n q i1 z yi z Koefisien Gini Koefisien Gini (Gini Index) adalah salah satu ukuran yang paling sering digunakan untuk mengukur tingkat ketimpangan pendapatan secara menyeluruh. Koefisien Gini diturunkan dari kurva Lorenz yang merupakan sebuah kurva pengeluaran kumulatif yang membandingkan distribusi dari pendapatan dengan distribusi seragam yang mewakili persentase kumulatif penduduk. Untuk membentuk koefisien Gini, grafik persentase kumulatif penduduk (dari termiskin hingga terkaya) digambar pada sumbu horizontal dan persentase kumulatif pengeluaran (pendapatan) digambar pada sumbu vertikal dan hal ini menghasilkan kurva Lorenz. Dalam penelitian ini, koefisien Gini diperoleh dengan menggunakan rumus yang dikemukakan oleh Gini (1921) yang dinyatakan sebagai berikut: n k1 G 1 X X Y Y k K 1 k K 1 dengan definisi bahwa X k adalah proporsi kumulatif dari jumlah rumah tangga, untuk k = 0,...,n, dengan X 0 = 0, X n = 1. Y k adalah proporsi kumulatif dari jumlah

16 36 pendapatan rumah tangga sampai kelas ke-k, untuk k = 0,...,n, dengan Y 0 = 0, Y n =1. Jika kurva Lorenz dinyatakan dengan fungsi Y = L(X), maka nilai koefisien gini dapat diperoleh dengan mencari nilai integral dari fungsi tersebut yaitu 1 L( X ) dx, sehingga rumus koefisien Gini menjadi 0 1 G 1 2 L( X ) dx. 0

GAMBARAN UMUM SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI (SNSE) KABUPATEN INDRAGIRI HILIR

GAMBARAN UMUM SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI (SNSE) KABUPATEN INDRAGIRI HILIR GAMBARAN UMUM SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI (SNSE) KABUPATEN INDRAGIRI HILIR Pada bab ini dijelaskan mengenai gambaran umum SNSE Kabupaten Indragiri Hilir yang meliputi klasifikasi SNSE Kabupaten Indragiri

Lebih terperinci

VII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

VII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 224 VII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 7.1. Kesimpulan Pada bagian ini akan diuraikan secara ringkas kesimpulan yang diperoleh dari hasil pembahasan sebelumnya. Beberapa kesimpulan yang dapat ditarik

Lebih terperinci

VI. DAMPAK PENINGKATAN PRODUKTIVITAS TERHADAP KINERJA EKONOMI, PENDAPATAN RUMAHTANGGA DAN TINGKAT KEMISKINAN

VI. DAMPAK PENINGKATAN PRODUKTIVITAS TERHADAP KINERJA EKONOMI, PENDAPATAN RUMAHTANGGA DAN TINGKAT KEMISKINAN VI. DAMPAK PENINGKATAN PRODUKTIVITAS TERHADAP KINERJA EKONOMI, PENDAPATAN RUMAHTANGGA DAN TINGKAT KEMISKINAN Peningkatan produktivitas yang dimaksud dalam penelitian ini adalah peningkatan produktivitas

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. sektor produksi merupakan salah satu kunci keberhasilan pembangunan ekonomi.

III. KERANGKA PEMIKIRAN. sektor produksi merupakan salah satu kunci keberhasilan pembangunan ekonomi. III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Teoritis Input-Output Integrasi ekonomi yang menyeluruh dan berkesinambungan di antar semua sektor produksi merupakan salah satu kunci keberhasilan pembangunan ekonomi.

Lebih terperinci

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010 65 V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010 5.1. Gambaran Umum dan Hasil dari Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) Kabupaten Musi Rawas Tahun 2010 Pada bab ini dijelaskan

Lebih terperinci

VIII. DAMPAK KEBIJAKAN EKONOMI DI SEKTOR AGROINDUSTRI TERHADAP KEMISKINAN

VIII. DAMPAK KEBIJAKAN EKONOMI DI SEKTOR AGROINDUSTRI TERHADAP KEMISKINAN VIII. DAMPAK KEBIJAKAN EKONOMI DI SEKTOR AGROINDUSTRI TERHADAP KEMISKINAN Ada dua pendekatan dalam menghitung pendapatan masing-masing individu sebagai dasar menghitung angka kemiskinan. Pertama, berdasarkan

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN Bab ini akan menjelaskan metode yang digunakan pada penelitian ini dan tahapan-tahapan analisis pada penelitian ini. Diawali dengan penjelasan mengenai sumber data yang akan digunakan,

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. fungsi permintaan, persamaan simultan, elastisitas, dan surplus produsen.

III. KERANGKA PEMIKIRAN. fungsi permintaan, persamaan simultan, elastisitas, dan surplus produsen. III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Komponen utama pasar beras mencakup kegiatan produksi dan konsumsi. Penelitian ini menggunakan persamaan simultan karena memiliki lebih dari satu

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS HASIL PENELITIAN

BAB 4 ANALISIS HASIL PENELITIAN BAB 4 ANALISIS HASIL PENELITIAN Bab ini akan menganalisis dampak dari injeksi pengeluaran Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) pada sektor komunikasi terhadap perekonomian secara agregat melalui sektor-sektor

Lebih terperinci

III. KERANGKA TEORITIS

III. KERANGKA TEORITIS III. KERANGKA TEORITIS 3.1. Kebijakan Fiskal dan Kebijakan Moneter Kebijakan fiskal mempengaruhi perekonomian (pendapatan dan suku bunga) melalui permintaan agregat pada pasar barang, sedangkan kebijakan

Lebih terperinci

Pengeluaran Agregat yang direncanakan (AE) dan Ekuilibrium Output

Pengeluaran Agregat yang direncanakan (AE) dan Ekuilibrium Output Pengeluaran Agregat yang direncanakan (AE) dan Ekuilibrium Output 1. Model Arus Lingkar Pendapatan (The Circular Flow of Income model) 2. Pengeluaran Agregate yang direncanakan (Agregate Expenditure, AE)

Lebih terperinci

III. KERANGKA TEORI. sisi produksi maupun pasar, disajikan pada Gambar 1. Dari sisi produksi,

III. KERANGKA TEORI. sisi produksi maupun pasar, disajikan pada Gambar 1. Dari sisi produksi, III. KERANGKA TEORI Pasar jagung, pakan dan daging ayam ras di Indonesia dapat dilihat dari sisi produksi maupun pasar, disajikan pada Gambar 1. Dari sisi produksi, keterkaitan ketiga pasar tersebut dapat

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. menjadi dua, yaitu data primer dan data sekunder. Data sekunder adalah data yang

METODE PENELITIAN. menjadi dua, yaitu data primer dan data sekunder. Data sekunder adalah data yang III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data Menurut Sugiyono (2005:129) pengumpulan data dilakukan dengan berbagai setting, berbagai sumber, dan berbagai cara. Berdasarkan sumbernya, data dibedakan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Teoritis 3.1.1. Teori Pertumbuhan Ekonomi Berbagai model pertumbuhan ekonomi telah banyak dikemukakan oleh para ahli ekonomi. Teori pertumbuhan yang dikembangkan dimaksudkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Distribusi Input dan Output Produksi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Distribusi Input dan Output Produksi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Dasar 2.1.1 Distribusi Input dan Output Produksi Proses produksi adalah suatu proses yang dilakukan oleh dunia usaha untuk mengubah input menjadi output. Dunia usaha

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan data tabel FSNSE pada tahun Jenis data

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan data tabel FSNSE pada tahun Jenis data 38 III. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Penelitian ini menggunakan data tabel FSNSE pada tahun 2005. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS

III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS 27 III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS 3.1. Kerangka Pemikiran Kebutuhan untuk menggunakan I-O Regional dalam Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi NTT semakin terasa penting jika dikaitkan dengan pelaksanaan

Lebih terperinci

SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI INDONESIA TAHUN 2008 ISSN : 0216.6070 Nomor Publikasi : 07240.0904 Katalog BPS : 9503003 Ukuran Buku : 28 x 21 cm Jumlah Halaman : 94 halaman Naskah : Subdirektorat Konsolidasi

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Model ekonomi keseimbangan umum digunakan untuk menganalisis secara

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Model ekonomi keseimbangan umum digunakan untuk menganalisis secara BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Model ekonomi keseimbangan umum digunakan untuk menganalisis secara bersamaan perubahan-perubahan makroekonomi maupun perekonomian secara sektoral dan regional, serta

Lebih terperinci

DAMPAK TRANSFER PAYMENT TERHADAP PENDAPATAN RUMAHTANGGA PETANI DAN PEMBANGUNAN EKONOMI DI INDONESIA

DAMPAK TRANSFER PAYMENT TERHADAP PENDAPATAN RUMAHTANGGA PETANI DAN PEMBANGUNAN EKONOMI DI INDONESIA Dampak Transfer Payment (Achmad Zaini) 15 DAMPAK TRANSFER PAYMENT TERHADAP PENDAPATAN RUMAHTANGGA PETANI DAN PEMBANGUNAN EKONOMI DI INDONESIA (The Impact of Transfer Payment on Income of Farmers Household

Lebih terperinci

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Kebijakan Revitalisasi Perkeretaapian Terhadap Pendapatan Faktor Produksi, Institusi, dan Sektor Produksi.

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Kebijakan Revitalisasi Perkeretaapian Terhadap Pendapatan Faktor Produksi, Institusi, dan Sektor Produksi. BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Pengaruh Kebijakan Revitalisasi Perkeretaapian Terhadap Pendapatan Faktor Produksi, Institusi, dan Sektor Produksi. Sub bab ini akan membahas tentang analisis hasil terhadap

Lebih terperinci

Sebagai suatu model kuantitatif, Tabel IO akan memberikan gambaran menyeluruh mengenai: mencakup struktur output dan nilai tambah masingmasing

Sebagai suatu model kuantitatif, Tabel IO akan memberikan gambaran menyeluruh mengenai: mencakup struktur output dan nilai tambah masingmasing Model Tabel Input-Output (I-O) Regional Tabel Input-Output (Tabel IO) merupakan uraian statistik dalam bentuk matriks yang menyajikan informasi tentang transaksi barang dan jasa serta saling keterkaitan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. ini merupakan besarnya tingkat ketimpangan distribusi pendapatan masyarakat

BAB III METODE PENELITIAN. ini merupakan besarnya tingkat ketimpangan distribusi pendapatan masyarakat BAB III METODE PENELITIAN A. Objek dan Subjek Penelitian Objek dalam penelitian ini adalah Desa Beluk Kecamatan Belik Kabupaten Pemalang Provinsi Jawa Tengah. Sedangkan subjek dalam penelitian ini merupakan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. sektor, total permintaan Provinsi Jambi pada tahun 2007 adalah sebesar Rp 61,85

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. sektor, total permintaan Provinsi Jambi pada tahun 2007 adalah sebesar Rp 61,85 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Struktur Perekonomian Provinsi Jambi 5.1.1 Struktur Permintaan Berdasarkan tabel Input-Output Provinsi Jambi tahun 2007 klasifikasi 70 sektor, total permintaan Provinsi Jambi

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI. Kebijakan di sektor transportasi jalan dengan investasi atau pengeluaran

IV. METODOLOGI. Kebijakan di sektor transportasi jalan dengan investasi atau pengeluaran IV. METODOLOGI Kebijakan di sektor transportasi jalan dengan investasi atau pengeluaran pemerintah (goverment expenditure) melalui APBN akan meningkatkan output sektor industri disebabkan adanya efisiensi/

Lebih terperinci

Pengantar Ekonomi Mikro. Modul ke: 1FEB. Konsep Ilmu Ekonomi. Fakultas. Febrina Mahliza, SE, M.Si. Program Studi Manajemen

Pengantar Ekonomi Mikro. Modul ke: 1FEB. Konsep Ilmu Ekonomi. Fakultas. Febrina Mahliza, SE, M.Si. Program Studi Manajemen Pengantar Ekonomi Mikro Modul ke: Konsep Ilmu Ekonomi Fakultas 1FEB Febrina Mahliza, SE, M.Si Program Studi Manajemen www.mercubuana.ac.id Definisi Kegiatan ekonomi merupakan kegiatan individu/perusahaan/masyarakat

Lebih terperinci

IV METODOLOGI PENELITIAN

IV METODOLOGI PENELITIAN IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Provinsi Jawa Barat. Provinsi Jawa Barat memiliki 25 kabupaten/kota. Peta lokasi penelitian disajikan pada Gambar 10.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN BAB ILMU EKONOMI 1.2. PENGERTIAN EKONOMI MIKRO

PENDAHULUAN BAB ILMU EKONOMI 1.2. PENGERTIAN EKONOMI MIKRO Teori Ekonomi Mikro PENDAHULUAN BAB 1 1.1 ILMU EKONOMI Secara umum ilmu ekonomi atau ekonomika dapat diartikan sebagai suatu ilmu tentang usaha-usaha manusia untuk memenuhi kebutuhannya dengan adanya alat-alat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator penting untuk menganalisis pembangunan ekonomi yang terjadi disuatu Negara yang diukur dari perbedaan PDB tahun

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN 26 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Teoritis Penelitian 3.1.1 Model Ekonomi Rumahtangga Pertanian Pada umumnya rumahtangga pertanian di pedesaan mempunyai ciri semi komersial karena penguasaan skala

Lebih terperinci

ANALISIS DAMPAK KEBIJAKAN SUBSIDI PUPUK TERHADAP KINERJA MAKROEKONOMI DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN

ANALISIS DAMPAK KEBIJAKAN SUBSIDI PUPUK TERHADAP KINERJA MAKROEKONOMI DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN P r o s i d i n g 24 ANALISIS DAMPAK KEBIJAKAN SUBSIDI PUPUK TERHADAP KINERJA MAKROEKONOMI DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN M. Rizal Taufikurahman (1) (1) Program Studi Agribisnis Universitas Trilogi Jakarta

Lebih terperinci

DISTRIBUSI PENDAPATAN PENDUDUK KOTA PALANGKA RAYA TAHUN 2013

DISTRIBUSI PENDAPATAN PENDUDUK KOTA PALANGKA RAYA TAHUN 2013 DISTRIBUSI PENDAPATAN PENDUDUK KOTA PALANGKA RAYA TAHUN 2013 DISTRIBUSI PENDAPATAN PENDUDUK KOTA PALANGKA RAYA TAHUN 2013 KATA PENGANTAR Buku Distribusi Pendapatan Penduduk Kota Palangka Raya Tahun 2013

Lebih terperinci

4. KONSTRUKSI DATA DASAR

4. KONSTRUKSI DATA DASAR 4. KONSTRUKSI DATA DASAR Sumber data utama yang digunakan untuk membangun data dasar (data base) pada model CGE INDOTDL adalah Tabel I-O Indonesia tahun 2008. Model CGE INDOTDL merupakan model CGE yang

Lebih terperinci

Model Keseimbangan Pengeluaran Dua Sektor

Model Keseimbangan Pengeluaran Dua Sektor 4. Model Keseimbangan Pengeluaran Dua Sektor Mengapa Anda Perlu Tahu Ketika seseorang bekerja pada perusahaan atau pemerintah maka dia akan mendapatkan gaji. Tentu, gaji yang didapatkan perlu dipotong

Lebih terperinci

Matematika Ekonomi. Diana Chalil, PhD

Matematika Ekonomi. Diana Chalil, PhD Matematika Ekonomi Diana Chalil, PhD 1 Matematika ekonomi adalah: Analisa ekonomi dengan menggunakan simbol dan teori matematika dalam perumusan dan solusi masalah 2 Rifki mempunyai uang sebesar Rp50.000,-

Lebih terperinci

V. TIPOLOGI KEMISKINAN DAN KERENTANAN

V. TIPOLOGI KEMISKINAN DAN KERENTANAN V. TIPOLOGI KEMISKINAN DAN KERENTANAN Pada tahap pertama pengolahan data, dilakukan transfer data dari Podes 2003 ke Susenas 2004. Ternyata, dari 14.011 desa pada sample SUSENAS 13.349 diantaranya mempunyai

Lebih terperinci

Pertanyaan: Isi semua kolom tersebut (sertakan perhitungannya di bawah tabel)

Pertanyaan: Isi semua kolom tersebut (sertakan perhitungannya di bawah tabel) Tugas PIE Makro 1. Diketahui: C = 50 + 0,8 Yd S = - 50 + 0,2 Yd I = 40 Pendapatan Nasional Konsumsi RT Tabungan RT Investasi Pengeluaran Agregat 0 150 200 450 600 750 Pertanyaan: Isi semua kolom tersebut

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor Alat analisis Input-Output (I-O) merupakan salah satu instrumen yang secara komprehensif dapat digunakan untuk

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Pasuruan Provinsi Jawa Timur pada bulan Mei sampai dengan Juli 2004. 4.2. Jenis dan Sumber Data Data yang

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. banyak belum menjamin bahwa akan tersedia lapangan pekerjaan yang memadai

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. banyak belum menjamin bahwa akan tersedia lapangan pekerjaan yang memadai BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Penduduk merupakan faktor penting dalam proses pembangunan yakni sebagai penyedia tenaga kerja. Namun dengan kondisi tenaga kerja dalam jumlah banyak belum menjamin bahwa

Lebih terperinci

Antiremed Kelas 10 Ekonomi

Antiremed Kelas 10 Ekonomi Antiremed Kelas 10 Ekonomi Pendapatan Nasional - Soal Halaman 1 01. Pada metode pendapatan, besar pendapatan nasional suatu negara akan sama dengan (A) jumlah produksi ditambah upah (B) jumlah investasi

Lebih terperinci

V. MEMBANGUN DATA DASAR

V. MEMBANGUN DATA DASAR V. MEMBANGUN DATA DASAR Sudah dikemukakan sebelumnya, di bagian metodologi bahwa sumber data utama yang digunakan dalam studi ini dalam rangka membangun Model CGE-Investasi Regional (CGE-IR) adalah Tabel

Lebih terperinci

/w :/ tp ht w w o. id s. g.b p PRODUK DOMESTIK BRUTO INDONESIA MENURUT PENGELUARAN TAHUN 2011-2015 ISBN : 978-979-064-978-1 Katalog : 9301005 Nomor Publikasi : 07240.1601 Ukuran Buku : 28 x 21 cm Jumlah

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. deskriptif analitik. Penelitian ini tidak menguji hipotesis atau tidak menggunakan

III. METODE PENELITIAN. deskriptif analitik. Penelitian ini tidak menguji hipotesis atau tidak menggunakan III. METODE PENELITIAN Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analitik. Penelitian ini tidak menguji hipotesis atau tidak menggunakan hipotesis, melainkan hanya mendeskripsikan

Lebih terperinci

BAB 2 Data Makroekonomi

BAB 2 Data Makroekonomi BAB 2 Data Makroekonomi Tutorial PowerPoint untuk mendampingi MAKROEKONOMI, edisi ke-6 N. Gregory Mankiw oleh Mannig J. Simidian 1 Produk Domestik Bruto (Gross Domestic Product, GDP) adalah nilai mata

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pertanian dan peternakan untuk mendapatkan keanekaragaman dan berkelanjutan

II. TINJAUAN PUSTAKA. pertanian dan peternakan untuk mendapatkan keanekaragaman dan berkelanjutan 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Agroforestri Agroforestri adalah sistem manajemen sumberdaya alam yang bersifat dinamik dan berbasis ekologi, dengan upaya mengintegrasikan pepohonan dalam usaha pertanian dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seorang tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok seperti pangan, sandang,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seorang tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok seperti pangan, sandang, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kemiskinan Saat ini banyak terdapat cara pengukuran kemiskinan dengan standar yang berbedabeda. Ada dua kategori tingkat kemiskinan yaitu kemiskinan absolut dan kemiskinan relatif.

Lebih terperinci

Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Riau pada Maret 2017 adalah 514,62 ribu jiwa atau 7,78 persen dari total penduduk.

Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Riau pada Maret 2017 adalah 514,62 ribu jiwa atau 7,78 persen dari total penduduk. No. 32/07/14/Th. XVIII, 17 Juli 2017 TINGKAT KEMISKINAN RIAU MARET 2017 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Riau pada Maret 2017 adalah 514,62 ribu jiwa atau 7,78 persen dari total penduduk. Jumlah penduduk

Lebih terperinci

PERAN SEKTOR AGROINDUSTRI DALAM PEREKONOMIAN NASIONAL DAN PENDAPATAN RUMAH TANGGA PERTANIAN. Sri Hery Susilowati 1

PERAN SEKTOR AGROINDUSTRI DALAM PEREKONOMIAN NASIONAL DAN PENDAPATAN RUMAH TANGGA PERTANIAN. Sri Hery Susilowati 1 PERAN SEKTOR AGROINDUSTRI DALAM PEREKONOMIAN NASIONAL DAN PENDAPATAN RUMAH TANGGA PERTANIAN Sri Hery Susilowati 1 ABSTRAK Penelitian bertujuan untuk menganalisis peran sektor agroindustri dalam perekonomian

Lebih terperinci

VII. PERANAN DAN DAMPAK KEBIJAKAN SUBSIDI PUPUK DALAM PEREKONOMIAN

VII. PERANAN DAN DAMPAK KEBIJAKAN SUBSIDI PUPUK DALAM PEREKONOMIAN VII. PERANAN DAN DAMPAK KEBIJAKAN SUBSIDI PUPUK DALAM PEREKONOMIAN 7.1. Peranan Langsung Sektor Pupuk Terhadap Nilai Tambah Dalam kerangka dasar SNSE 2008, nilai tambah perekonomian dibagi atas tiga bagian

Lebih terperinci

DISTRIBUSI PENDAPATAN KOTA PALANGKA RAYA 2014

DISTRIBUSI PENDAPATAN KOTA PALANGKA RAYA 2014 DISTRIBUSI PENDAPATAN KOTA PALANGKA RAYA 2014 ISSN : No. Publikasi : Katalog BPS : Ukuran Buku : 17,6 cm x 25 cm Jumlah Halaman : iii + 20 halaman Naskah: Penanggung Jawab Umum : Sindai M.O Sea, SE Penulis

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. 6.1 Kesimpulan

BAB VI PENUTUP. 6.1 Kesimpulan BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisa pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap ketimpangan pendapatan dan kemiskinan, serta menganalisa keberpihakan pertumbuhan ekonomi

Lebih terperinci

Bab IV. Metode dan Model Penelitian

Bab IV. Metode dan Model Penelitian Bab IV Metode dan Model Penelitian 4.1 Spesifikasi Model Sesuai dengan tinjauan literatur, hal yang akan diteliti adalah pengaruh real exchange rate, pertumbuhan ekonomi domestik, pertumbuhan ekonomi Jepang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan usaha yang meliputi perubahan pada berbagai aspek

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan usaha yang meliputi perubahan pada berbagai aspek BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pembangunan merupakan usaha yang meliputi perubahan pada berbagai aspek termasuk di dalamnya struktur sosial, sikap masyarakat, serta institusi nasional dan mengutamakan

Lebih terperinci

Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 /

Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 / BAB II METODOLOGI Dalam penyusunan publikasi Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Lamandau dipakai konsep dan definisi yang selama ini digunakan oleh BPS di seluruh Indonesia. Konsep dan definisi tersebut

Lebih terperinci

VI. PERANAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN KABUPATEN SIAK

VI. PERANAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN KABUPATEN SIAK VI. PERANAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN KABUPATEN SIAK 6.1. Struktur Perekonomian Kabupaten Siak 6.1.1. Struktur PDB dan Jumlah Tenaga Kerja Dengan menggunakan tabel SAM Siak 2003

Lebih terperinci

Katalog BPS 9207. PRODUK DOMESTIK BRUTO INDONESIA MENURUT PENGGUNAAN (DAN AGREGAT-AGREGATNYA) TAHUN 2000 2005:Triwulan III Badan Pusat Statistik, Jakarta - Indonesia PRODUK DOMESTIK BRUTO INDONESIA MENURUT

Lebih terperinci

DAMPAK INVESTASI SWASTA YANG TERCATAT DI SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN JAWA TENGAH (ANALISIS INPUT-OUTPUT)

DAMPAK INVESTASI SWASTA YANG TERCATAT DI SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN JAWA TENGAH (ANALISIS INPUT-OUTPUT) DIPONEGORO JOURNAL OF ECONOMICS Volume 2, Nomor 3, Tahun 2013, Halaman 1-9 http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jme DAMPAK INVESTASI SWASTA YANG TERCATAT DI SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN JAWA

Lebih terperinci

DAMPAK INVESTASI SUMBER DAYA MANUSIA TERHADAP DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN KEMISKINAN DI INDONESIA 1)

DAMPAK INVESTASI SUMBER DAYA MANUSIA TERHADAP DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN KEMISKINAN DI INDONESIA 1) Dampak Investasi Sumber Daya Manusia terhadap Distribusi (R.K. Sitepu et al.) DAMPAK INVESTASI SUMBER DAYA MANUSIA TERHADAP DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN KEMISKINAN DI INDONESIA 1) (The Impact of Human Capital

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan kualitas manusia, yang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan kualitas manusia, yang 17 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan kualitas manusia, yang dilakukan secara berkelanjutan, berdasarkan kemampuan dengan pemanfaatan kemajuan

Lebih terperinci

PROSIDING ISSN: M-15 SEKTOR EKONOMI DAN PENDAPATAN RUMAH TANGGA PEDESAAN DI PROVINSI JAWA TENGAH (ANALISA SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI)

PROSIDING ISSN: M-15 SEKTOR EKONOMI DAN PENDAPATAN RUMAH TANGGA PEDESAAN DI PROVINSI JAWA TENGAH (ANALISA SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI) M-15 SEKTOR EKONOMI DAN PENDAPATAN RUMAH TANGGA PEDESAAN DI PROVINSI JAWA TENGAH (ANALISA SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI) Sri Subanti 1), Edy Dwi Kurniati 2), Hartatik 3), Dini Yuniarti 4), Arif Rahman Hakim

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS. penelitian mengenai dampak investasi infrastruktur transportasi terhadap

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS. penelitian mengenai dampak investasi infrastruktur transportasi terhadap BAB III KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS 3.1. Kerangka Pemikiran Berdasarkan studi pustaka dan kerangka pemikiran yang digunakan, penelitian mengenai dampak investasi infrastruktur transportasi terhadap penyerapan

Lebih terperinci

1. Pengertian dan fungsi ekonomi, 2. MAKRO. 3. MIKRO

1. Pengertian dan fungsi ekonomi, 2. MAKRO. 3. MIKRO Silabus: 1. Pengertian dan fungsi ekonomi, 2. MAKRO. 3. MIKRO Peran pemerintah dalam bidang ekonomi. Organisasi Bisnis dan Keuangan Produksi dan Pendapatan Nasional. Uang dan Lembaga Keuangan Bank Indonesia.

Lebih terperinci

PENDAPATAN NASIONAL. Model circular flow membagi perekonomian menjadi empat sektor:

PENDAPATAN NASIONAL. Model circular flow membagi perekonomian menjadi empat sektor: PENDAPATAN NASIONAL SIKLUS ALIRAN PENDAPATAN Siklus Aliran Pendapatan (Circular Flow) dan Interaksi Antarpasar 1. Siklus Aliran Pendapatan (Circular Flow) Siklus aliran pendapatan (circular flow) seperti

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN

IV. METODOLOGI PENELITIAN IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian lapangan dilaksanakan selama 3 (tiga) bulan, yaitu pada bulan Oktober sampai dengan Desember 2004. Lokasi penelitian adalah provinsi

Lebih terperinci

id o..g ps.b w w w :// tp ht Produk Domestik Bruto menurut Penggunaan 2008-2013 ISSN: 1979-8776 No. Publikasi: 07240.1401 Katalog BPS: 9302004 Ukuran Buku: 21 cm x 29 cm Jumlah Halaman: viii + 98 halaman

Lebih terperinci

PENDAPATAN NASIONAL. Andri Wijanarko,SE,ME. 1

PENDAPATAN NASIONAL. Andri Wijanarko,SE,ME. 1 PENDAPATAN NASIONAL Andri Wijanarko,SE,ME andri_wijanarko@yahoo.com 1 Output Nasional 2 Output Nasional (#1) Merupakan gambaran awal tentang seberapa efisien sumber daya yang ada dalam perekonomian untuk

Lebih terperinci

KESEIMBANGAN EKONOMI Melihat lebih mendalam keseimbangan Pendapatan Nasional yang ditentukan oleh Pengeluaran Agregat ( Pendekatan Keynesian )

KESEIMBANGAN EKONOMI Melihat lebih mendalam keseimbangan Pendapatan Nasional yang ditentukan oleh Pengeluaran Agregat ( Pendekatan Keynesian ) KESEIMBANGAN EKONOMI Melihat lebih mendalam keseimbangan Pendapatan Nasional yang ditentukan oleh Pengeluaran Agregat ( Pendekatan Keynesian ) PREPARED BY : S. K.TOMASOA, SE.,M.Si. Keseimbangan Ekonomi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor. merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang.

I. PENDAHULUAN. Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor. merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang. Gouws (2005) menyatakan perluasan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN HARGA. Kebijakan Yang Mempengaruhi Insentif Bagi Produsen : Kebijakan Harga_2. Julian Adam Ridjal, SP., MP.

KEBIJAKAN HARGA. Kebijakan Yang Mempengaruhi Insentif Bagi Produsen : Kebijakan Harga_2. Julian Adam Ridjal, SP., MP. KEBIJAKAN HARGA Kebijakan Yang Mempengaruhi Insentif Bagi Produsen : Kebijakan Harga_2 Julian Adam Ridjal, SP., MP. Disampaikan pada Kuliah Kebijakan dan Peraturan Bidang Pertanian EMPAT KOMPONEN KERANGKA

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Peran Sektor Pertanian Terhadap Perekonomian Kabupaten

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Peran Sektor Pertanian Terhadap Perekonomian Kabupaten V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Peran Sektor Pertanian Terhadap Perekonomian Kabupaten Banjarnegara Pada sub bab ini akan dijelaskan mengenai peranan ekonomi sektoral ditinjau dari struktur permintaan, penerimaan

Lebih terperinci

Daftar Isi. Daftar Isi... i Daftar Tabel... iii Daftar Gambar... vii 1. PENDAHULUAN...1

Daftar Isi. Daftar Isi... i Daftar Tabel... iii Daftar Gambar... vii 1. PENDAHULUAN...1 Daftar Isi Daftar Isi... i Daftar Tabel... iii Daftar Gambar... vii 1. PENDAHULUAN...1 1.1 Latar Belakang... 1 1.1.1 Isu-isu Pokok Pembangunan Ekonomi Daerah... 2 1.1.2 Tujuan... 5 1.1.3 Keluaran... 5

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN 23 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Teoritis Becker (1965), mengembangkan teori yang mempelajari tentang perilaku rumahtangga (household behavior). Teori tersebut memandang rumahtangga sebagai pengambil

Lebih terperinci

VII. SIMPULAN DAN SARAN

VII. SIMPULAN DAN SARAN VII. SIMPULAN DAN SARAN 7.1. Simpulan Hasil analisis menunjukkan bahwa secara umum dalam perekonomian Indonesia terdapat ketidakseimbangan internal berupa gap yang negatif (defisit) di sektor swasta dan

Lebih terperinci

BAB VI ANALISIS MULTIPLIER & DISTRIBUSI PENDAPATAN RUMAH TANGGA. Investasi infrastruktur transportasi di Provinsi Jawa Barat diharapkan

BAB VI ANALISIS MULTIPLIER & DISTRIBUSI PENDAPATAN RUMAH TANGGA. Investasi infrastruktur transportasi di Provinsi Jawa Barat diharapkan 138 BAB VI ANALISIS MULTIPLIER & DISTRIBUSI PENDAPATAN RUMAH TANGGA 6.1. Infrastruktur dan Kinerja perekonomian Investasi infrastruktur transportasi di Provinsi Jawa Barat diharapkan dapat meningkatkan

Lebih terperinci

5. HASIL DAN PEMBAHASAN

5. HASIL DAN PEMBAHASAN 5. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Simulasi Model Pertumbuhan kegiatan kepariwisataan di Indonesia yang dikaitkan dengan adanya liberalisasi perdagangan, dalam penelitian ini, dianalisis dengan menggunakan model

Lebih terperinci

BAB 2. Keseimbangan Perekonomian Dua Sektor (Tertutup Sederhana)

BAB 2. Keseimbangan Perekonomian Dua Sektor (Tertutup Sederhana) BAB 2 Keseimbangan Perekonomian Dua Sektor (Tertutup Sederhana) Perekonomian tertutup merupakan perekonomian yang tidak mengenal hubungan ekonomi dengan negara lain (seperti ekspor, transaksi impor, transaksi

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI SOSIAL EKONOMI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

BAB IV KONDISI SOSIAL EKONOMI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR BAB IV KONDISI SOSIAL EKONOMI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Per Kapita dan Struktur Ekonomi Tingkat pertumbuhan ekonomi Provinsi Nusa Tenggara Timur dalam lima tahun terakhir

Lebih terperinci

Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Riau pada Maret 2016 adalah 515,40 ribu atau 7,98 persen dari total penduduk.

Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Riau pada Maret 2016 adalah 515,40 ribu atau 7,98 persen dari total penduduk. No. 35/07/14 Th. XVII, 18 Juli 2016 TINGKAT KEMISKINAN RIAU MARET 2016 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Riau pada Maret 2016 adalah 515,40 ribu atau 7,98 persen dari total penduduk. Jumlah penduduk

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Metode Penelitian Penelitian ini mencakup perekonomian nasional dengan obyek yang diteliti adalah peranan sektor kehutanan dalam perekonomian nasional dan perubahan struktur

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki peran penting bagi perekonomian nasional. Berdasarkan sisi perekonomian secara makro, Jawa Barat memiliki

Lebih terperinci

ekonomi K-13 PENDAPATAN NASIONAL K e l a s A. KONSEP PENDAPATAN NASIONAL Semester 1 Kelas XI SMA/MA K-13 Tujuan Pembelajaran

ekonomi K-13 PENDAPATAN NASIONAL K e l a s A. KONSEP PENDAPATAN NASIONAL Semester 1 Kelas XI SMA/MA K-13 Tujuan Pembelajaran K-13 ekonomi K e l a s XI PENDAPATAN NASIONAL Semester 1 Kelas XI SMA/MA K-13 Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mampu memahami konsep pendapatan nasional, metode penghitungan

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 54 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 SPESIFIKASI MODEL Dari beberapa teori serta penjelasan yang terdapat pada bagian sebelumnya, dapat diketahui bahwa produktivitas merupakan salah satu faktor yang cukup

Lebih terperinci

PERILAKU KONSUMEN. A. Pengertian Konsumen dan Perilaku Konsumen

PERILAKU KONSUMEN. A. Pengertian Konsumen dan Perilaku Konsumen PERILAKU KONSUMEN A. Pengertian Konsumen dan Perilaku Konsumen Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Uraian dalam Bab ini menjelaskan hasil pengolahan data dan pembahasan terhadap 4 (empat) hal penting yang menjadi fokus dari penelitian ini, yaitu: (1) peranan sektor kehutanan

Lebih terperinci

III HASIL DAN PEMBAHASAN

III HASIL DAN PEMBAHASAN 7 III HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Perumusan Model Pada bagian ini akan dirumuskan model pertumbuhan ekonomi yang mengoptimalkan utilitas dari konsumen dengan asumsi: 1. Terdapat tiga sektor dalam perekonomian:

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Lengkap Ekonomi Collins (1997) dalam Manaf (2000),

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Lengkap Ekonomi Collins (1997) dalam Manaf (2000), II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Teori 2.1.1. Subsidi Menurut Kamus Lengkap Ekonomi Collins (1997) dalam Manaf (2000), subsidi adalah cadangan keuangan dan sumber-sumber daya lainnya untuk mendukung

Lebih terperinci

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan Provinsi Maluku

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan Provinsi Maluku VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU 6.1. Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan Provinsi Maluku Aktivitas atau kegiatan ekonomi suatu wilayah dikatakan mengalami kemajuan,

Lebih terperinci

LAPORAN KEMAJUAN PENELITIAN FUNDAMENTAL

LAPORAN KEMAJUAN PENELITIAN FUNDAMENTAL Kode/Nama Rumpun Ilmu: 561/ Ekonomi Pembangunan LAPORAN KEMAJUAN PENELITIAN FUNDAMENTAL JUDUL PENELITIAN ANALISIS DAMPAK PERUBAHAN HARGA BERAS TERHADAP TINGKAT KEMISKINAN DI INDONESIA Tahun ke-1 dari 1

Lebih terperinci

IX. KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Hasil analisis angka pengganda (multiplier) meliputi value added multiplier

IX. KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Hasil analisis angka pengganda (multiplier) meliputi value added multiplier IX. KESIMPULAN DAN SARAN 9.1. Kesimpulan 1. Hasil analisis angka pengganda (multiplier) meliputi value added multiplier (VM ), household induced income multiplier (HM), firm income multiplier (FM), other

Lebih terperinci

BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. dilakukan oleh para peneliti terdahulu. Alitasari (2014), teknik analisis yang

BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. dilakukan oleh para peneliti terdahulu. Alitasari (2014), teknik analisis yang BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS A. Tinjauan Penelitian Terdahulu Penelitian yang berkaitan dengan indeks pembangunan manusia juga telah dilakukan oleh para peneliti terdahulu. Alitasari (2014), teknik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya pembangunan ekonomi nasional bertujuan untuk. membangun manusia Indonesia seutuhnya, dan pembangunan tersebut harus

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya pembangunan ekonomi nasional bertujuan untuk. membangun manusia Indonesia seutuhnya, dan pembangunan tersebut harus 13 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pada dasarnya pembangunan ekonomi nasional bertujuan untuk membangun manusia Indonesia seutuhnya, dan pembangunan tersebut harus dilaksanakan dengan berpedoman

Lebih terperinci

TUGAS MODEL EKONOMI Dosen : Dr. Djoni Hartono

TUGAS MODEL EKONOMI Dosen : Dr. Djoni Hartono UNIVERSITAS INDONESIA TUGAS MODEL EKONOMI Dosen : Dr. Djoni Hartono NAMA Sunaryo NPM 0906584134 I Made Ambara NPM 0906583825 Kiki Anggraeni NPM 090xxxxxxx Widarto Susilo NPM 0906584191 M. Indarto NPM 0906583913

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 29 III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian adalah data sekunder berupa Tabel Input-Output Indonesia tahun 2008 yang diklasifikasikan menjadi 10 sektor dan

Lebih terperinci

Pembangunan ekonomi berhubungan erat dengan perkembangan jumlah. penduduk, penyediaan kesempatan ke ja, distribusi pendapatan, tingkat output yang

Pembangunan ekonomi berhubungan erat dengan perkembangan jumlah. penduduk, penyediaan kesempatan ke ja, distribusi pendapatan, tingkat output yang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi berhubungan erat dengan perkembangan jumlah penduduk, penyediaan kesempatan ke ja, distribusi pendapatan, tingkat output yang dihasilkan, penghapusan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. kesejahteraan, serta dampak kuota impor terhadap kesejahteran.

III. KERANGKA PEMIKIRAN. kesejahteraan, serta dampak kuota impor terhadap kesejahteran. 19 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Komponen utama perdagangan bawang merah di Indonesia mencakup kegiatan produksi, konsumsi, dan impor. Berikut ini dipaparkan teori dari fungsi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. sedangkan untuk negara yang sedang berkembang digunakan istilah pembangunan

II. TINJAUAN PUSTAKA. sedangkan untuk negara yang sedang berkembang digunakan istilah pembangunan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pertumbuhan Ekonomi Menurut beberapa pakar ekonomi pembangunan, pertumbuhan ekonomi merupakan istilah bagi negara yang telah maju untuk menyebut keberhasilannya, sedangkan untuk

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN 23 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Konsep Dasar Ekonomi Rumahtangga Becker (1976), menganalisis keadaan ekonomi rumahtangga yang dalam penelitiannya tersebut menggunakan analisis simultan untuk melihat rumahtangga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kebutuhan manusia selalu berkembang sejalan dengan tuntutan zaman, tidak

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kebutuhan manusia selalu berkembang sejalan dengan tuntutan zaman, tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kebutuhan manusia selalu berkembang sejalan dengan tuntutan zaman, tidak sekedar memenuhi kebutuhan hayati saja, namun juga menyangkut kebutuhan lainnya seperti

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Konsumsi adalah pembelanjaan atas barang-barang dan jasa-jasa yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Konsumsi adalah pembelanjaan atas barang-barang dan jasa-jasa yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsumsi dan Fungsi Konsumsi Konsumsi adalah pembelanjaan atas barang-barang dan jasa-jasa yang dilakukan oleh rumah tangga dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan. Barangbarang

Lebih terperinci