III. KERANGKA PEMIKIRAN. kesejahteraan, serta dampak kuota impor terhadap kesejahteran.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "III. KERANGKA PEMIKIRAN. kesejahteraan, serta dampak kuota impor terhadap kesejahteran."

Transkripsi

1 19 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Komponen utama perdagangan bawang merah di Indonesia mencakup kegiatan produksi, konsumsi, dan impor. Berikut ini dipaparkan teori dari fungsi produksi, fungsi permintaan, harga, teori perdagangan internasional, permintaan impor, surplus produsen dan surplus konsumen, dampak tarif terhadap kesejahteraan, serta dampak kuota impor terhadap kesejahteran Fungsi Produksi Produksi adalah suatu proses mengkombinasikan berbagai input untuk menghasilkan suatu output yang diinginkan. Fungsi produksi merupakan hubungan antara input yang digunakan dalam proses produksi dengan kuantitas output yang dihasilkan (Lipsey, et al., 1987). Proses produksi mengasumsikan bahwa produsen bertindak rasional yaitu selalu memaksimumkan keuntungan. Fungsi produksi bawang merah dapat dirumuskan sebagai berikut: QBM = f (ABM, LBM, NBM).... (3.1) dimana: QBM = Produksi bawang merah (Ton) ABM = Luas areal bawang merah (Ha) LBM = Tenaga kerja (HOK) NBM = Input produksi lainnya (Unit) Sehingga persamaan biaya total dapat dirumuskan sebagai berikut: C = C 0 + Pa*ABM + Pl*LBM + Pn*NBM..(3.2) Dimana C adalah biaya total, C 0 adalah biaya tetap sedangkan Pa, Pl, Pn adalah harga lahan, upah tenaga kerja, dan harga input lain.

2 20 Keuntungan didefinisikan sebagai selisih antara penerimaan dan biaya produksi, jika PBM adalah harga bawang merah maka fungsi keuntungan petani bawang merah dapat dirumuskan sebagai berikut: π = PBM*QBM C π = PBM * f (ABM, LBM, NBM) (C 0 + Pa * ABM + Pl * LBM + Pn*NBM).(3.3) Fungsi keuntungan maksimum akan tercapai apabila turunan pertama dari fungsi tersebut sama dengan nol, maka diperoleh: δπ/ δabm = PBM*MP ABM Pa = 0 maka PBM* MP ABM = Pa..(3.4) δπ/ δlbm = PBM* MP LBM Pl = 0 maka PBM* MP LBM = Pl.. (3.5) δπ/ δnbm = PBM* MP NBM Pm = 0 maka PBM* MP NBM = Pn...(3.6) Berdasarkan syarat order pertama, keuntungan petani akan maksimum jika pada suatu tingkat produksi tertentu diperoleh nilai produk marjinal masingmasing input sama dengan harga yang harus dibayarkan untuk memperoleh input tersebut. Selanjutnya fungsi (3.4), (3.5), dan (3.6) dapat dinyatakan dalam bentuk sebagai berikut: MP ABM = Pa/PBM. (3.7) MP LBM = Pl/PBM...(3.8) MP NBM = Pn/PBM. (3.9) Berdasarkan fungsi (3.7), (3.8), dan (3.9) dapat diperoleh fungsi permintaan masing-masing inputnya, yaitu berturut-turut ABM d, LBM d, NBM d adalah permintaan terhadap lahan, tenaga kerja, dan input lain. ABM d = a (Pa, PBM, Pl, Pn)..... (3.10) LBM d = l (Pl, PBM, Pa, Pn) (3.11) NBM d = n (Pn, PBM, Pa, Pl) (3.12)

3 21 Substitusi fungsi permintaan input ke dalam fungsi produksi (3.1) dapat menghasilkan fungsi produksi bawang merah sebagai berikut: QBM = f (PBM, Pa, Pl, Pn)......(3.13) Persamaan (3.13) menunjukkan bahwa jumlah produksi bawang merah merupakan fungsi dari harga bawang merah (PBM) dan harga input seperti lahan, tenaga kerja dan input lainnya. Harga lahan tidak tersedia dalam kurun waktu penelitian, sehingga harga lahan tidak diperhitungkan. Produksi bawang merah pada suatu periode waktu merupakan perkalian antara luas areal panen dengan hasil produksi per satuan luas (produktivitas). Fungsi produksi dapat dirumuskan sebagai berikut: QBM = ABM * YBM.....(3.14) dimana : QBM ABM YBM = Produksi bawang merah (Ton) = Luas areal panen bawang merah (Ha) = Produktivitas bawang merah (Ton/Ha) Henderson dan Quant (1982) dalam Tentamia (2002) mengemukakan bahwa secara teoritis tingkat produksi dipengaruhi oleh harga output, harga output alternatif, dan harga input. Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap produksi adalah luas areal tanam bawang merah, karena data luas areal tanam tidak tersedia maka didekati dengan luas areal panen. Luas areal panen selain dipengaruhi harga output itu sendiri juga dipengaruhi oleh harga output komoditas alternatifnya. Komoditas alternatif yang dipilih dalam penelitian ini adalah komoditas cabe merah karena cabe merah dapat dibudidayakan pada kondisi agroekosistem yang

4 22 sama dengan bawang merah. Fungsi luas areal panen dapat dirumuskan sebagai berikut: ABM t = a (PBM t, Pl t, PP t, PCM t ) (3.15) dimana: ABM t PBM t Pl t PP t PCM t = Luas areal panen bawang merah pada tahun ke-t (Ha) = Harga bawang merah pada tahun ke-t (Rp/Kg) = Upah tenaga kerja pada tahun ke-t (Rp/HOK) = Harga pupuk pada tahun ke-t (Rp/Kg) = Harga cabe merah pada tahun ke-t (Rp/Kg) Fungsi Permintaan Permintaan adalah jumlah barang yang sanggup dibeli oleh para pembeli pada tempat dan waktu tertentu dengan harga yang berlaku pada saat itu. Fungsi permintaan merupakan sebuah representasi yang menyatakan bahwa kuantitas yang diminta tergantung pada harga, pendapatan, dan preferensi (Nicholson, 2002). Menurut Koutsoyiannis (1979) fungsi permintaan diturunkan dari fungsi utilitas konsumen yang dimaksimumkan dengan kendala tingkat pendapatan tertentu. Fungsi utilitas konsumen dapat dirumuskan sebagai berikut: U = u (Q, R).....(3.16) dimana: U Q R = Total utilitas mengkonsumsi bawang merah = Jumlah konsumsi bawang merah (Ton) = Jumlah konsumsi komoditas lain (substitusi/komplementer) (Unit) Konsumen yang rasional akan selalu memaksimumkan kepuasannya terhadap konsumsi suatu komoditas pada tingkat harga yang berlaku dan pada

5 23 tingkat pendapatan tertentu. Tingkat pendapatan merupakan kendala dalam memaksimumkan fungsi utilitas yang dapat dinyatakan dalam persamaan berikut: Y = PBM * QBM + PR * R... (3.17) dimana: Y = Tingkat pendapatan konsumen (Rp) PBM = Harga bawang merah per unit (Rp/Kg) PR = Harga komoditas lain per unit (Rp/Unit) Dari persamaan (3.17) dan (3.18) dapat dirumuskan fungsi kepuasan yang akan dimaksimumkan dengan kendala pendapatan sebagai berikut: Z = U (Q, R) + λ (Y PBM*QBM PR*R)......(3.18) Dimana λ adalah lagrangian multiplier. Untuk memaksimumkan fungsi Z, maka turunan dari fungsi tersebut sama dengan nol. Dengan memasukkan syarat tersebut maka: δz/ δqbm = δu/ δqbm λ PBM = 0 atau MU QBM = λ PBM...(3.19) δz/ δr = δu/ δr λ PR = 0 atau MU R = λ PR....(3.20) δz/ δ λ = Y PBM*QBM PR*R = 0....(3.21) Dengan menyelesaikan persamaan (3.20) dan (3.21) maka diperoleh nilai: λ = MU QBM /PBM = MU R /PR atau MU QBM /MU R = PBM/PR... (3.22) dimana MU QBM dan MU R masing-masing adalah utilitas marjinal komoditas QBM dan R. Persamaan (3.20), (3.21), dan (3.22) menunjukkan bahwa PBM, PR, dan Y merupakan variabel eksogen yang mempengaruhi permintaan bawang merah. Dengan demikian, fungsi permintaan bawang merah dapat dirumuskan sebagai berikut:

6 24 QBM d = d (PBM, PR, Y). (3.23) Bawang merah merupakan salah satu komoditas yang berfungsi sebagai bumbu utama yang tidak dapat digantikan sehingga bawang merah tidak memiliki komoditas substitusi. Oleh karena itu, harga komoditas substitusi tidak termasuk sebagai salah satu faktor yang menentukan jumlah permintaan bawang merah. Menurut Lipsey, et al. (1987) selain dipengaruhi oleh harga komoditas tersebut dan pendapatan, permintaan suatu komoditas dipengaruhi oleh selera, distribusi pendapatan di antara rumahtangga, dan besarnya populasi Harga Harga merupakan sejumlah uang yang harus dikeluarkan untuk memperoleh satu unit komoditas. Teori harga secara sederhana dikembangkan dalam konteks harga konstan (Lipsey, et al., 1987). Menurut Nicholson (2002) harga barang yang diperdagangkan baik di pasar input maupun output ditentukan oleh penawaran dan permintaan. PerpoTongan kurva permintaan dengan kurva penawaran suatu barang dalam suatu pasar menentukan harga pasar (harga keseimbangan) untuk barang tersebut. Pada kondisi tersebut, kuantitas barang yang diminta oleh pembeli adalah sama dengan kuantitas yang ditawarkan oleh penjual. Harga pasar mempunyai dua fungsi utama, yaitu sebagai (Nicholson, 2002): 1) pemberi sinyal/informasi bagi produsen mengenai berapa banyak barang yang seharusnya diproduksi untuk mencapai laba maksimum dan 2) penentu tingkat permintaan bagi konsumen yang menginginkan kepuasan maksimum. Kenaikan dalam permintaan menyebabkan keseimbangan harga meningkat sehingga permintaan mempengaruhi harga secara positif. Penawaran

7 25 mempengaruhi harga secara negatif, dimana jika penawaran meningkat maka harga akan cenderung turun. Hal ini disebabkan kuantitas barang yang ditawarkan produsen lebih besar daripada yang dibutuhkan atau yang diinginkan oleh konsumen Teori Perdagangan Internasional Perdagangan internasional dapat diartikan sebagai pertukaran barang dan jasa yang terjadi melampaui batas-batas antar negara (Lipsey, et al., 1987). Meningkatnya taraf hidup dan kebutuhan masyarakat, kemajuan teknologi dan komunikasi, serta terjadinya perubahan politik di dunia menyebabkan tidak ada satu negara atau kelompok manapun yang terisolasi dari negara lain. Perdagangan internasional diperlukan untuk mendapatkan manfaat yang dimungkinkan karena adanya spesialisasi produksi. Menurut Lipsey, et al. (1987) perdagangan internasional memberikan dua sumber manfaat bagi negara-negara yang melakukan perdagangan. Sumber manfaat tersebut antara lain adalah: 1. Perbedaan dalam hal iklim dan kekayaan alam yang dimiliki masingmasing negara di dunia mengakibatkan adanya keunggulan dalam memproduksi barang-barang tertentu dan kelemahan dalam memproduksi barang yang lain. 2. Penurunan biaya produksi di masing-masing negara yang disebabkan oleh meningkatnya skala produksi karena adanya spesialisasi. Perdagangan internasional juga dapat terjadi karena adanya perbedaan permintaan dan penawaran suatu negara. Negara akan cenderung mengimpor suatu barang jika persediaan dalam negeri tidak cukup untuk memenuhi

8 26 permintaan serta biaya produksi di dalam negeri relatif lebih mahal dibandingkan dengan barang yang sama di luar negeri. Teori perdagangan internasional menunjukkan bahwa suatu negara akan memperoleh suatu tingkat kehidupan yang lebih baik dengan melakukan spesialisasi terhadap barang yang memiliki keunggulan komparatif dan mengimpor barang yang mempunyai kerugian komparatif. Negara pengimpor Hubungan perdagangan Negara pengekspor Internasional P S M P P P 3 S D D X ekspor S x P 2 = P W P 1 impor O Q O Q O Q Q s M Q d M D M Keterangan: Q D = Q M d - Q M s = Q X X s - Q d Sumber: Lindert dan Kindleberger (1993) Q D Gambar 3. Kurva Terjadinya Perdagangan Internasional Gambar 3. menunjukkan bahwa sebelum terjadinya perdagangan internasional, harga di negara pengekspor sebesar P 1 sedangkan harga di negara pengimpor sebesar P 3. Penawaran di pasar internasional akan terjadi jika harga internasional lebih besar daripada P 1, sedangkan permintaan di pasar internasional akan terjadi jika harga internasional lebih rendah dari P 3. Ketika harga internasional sama dengan harga P 2, maka di negara pengimpor terjadi kelebihan permintaan (excess demand) dan di negara pengekspor akan terjadi kelebihan penawaran (excess supply). Perpaduan antara kelebihan penawaran di negara pengekspor dan kelebihan permintaan di negara pengimpor akan menentukan harga yang terjadi di pasar internasional, yaitu sebesar P 2. Perdagangan D D Q d X Q s X

9 27 menyebabkan besarnya komoditas yang diperdagangkan di pasar internasional sama dengan besarnya komoditas yang ditawarkan negara pengekspor dan besarnya komoditas yang diminta negara pengimpor Permintaan Impor Impor merupakan aktifitas perdagangan dimana suatu negara membeli barang dari luar negeri. Pembelian barang ini disebabkan oleh produksi barang dalam negeri tidak mencukupi untuk kebutuhan konsumsi, suatu negara tidak dapat memproduksi dengan baik akibat adanya keterbatasan teknologi dan iklim, barang tersebut sangat penting dalam proses kehidupan sehingga terpaksa harus diimpor, serta suatu negara mempunyai teknologi tapi tidak mempunyai bahan baku untuk produksi dan diekspor kembali. Permintaaan impor merupakan kelebihan permintaan domestik di negera pengimpor (excess demand). Menurut Lindert dan Kindleberger (1993) kurva permintaan impor oleh suatu negara di pasar internasional adalah selisih antara permintaan dan penawaran akan komoditas bersangkutan di negara tersebut. Permintaan impor bawang merah dapat dirumuskan sebagai berikut: Mt = Qd Qb...(3.24) dimana: Mt Qd Qb = Impor bawang merah (Ton) = Permintaan bawang merah (Ton) = Produksi bawang merah domestik (Ton) Surplus Produsen dan Surplus Konsumen Kebijakan perdagangan dunia, seperti pengenaan tarif dan kuota impor untuk kasus negara pengimpor atau subsidi ekspor untuk negara pengekspor

10 28 merupakan suatu kebijakan yang dilakukan pemerintah dalam melindungi produsen maupun konsumen domestik. Dampak yang ditimbulkan dari adanya kebijakan tersebut dapat diketahui dengan menggunakan pendekatan teori ekonomi kesejahteraan (welfare economic) yaitu dengan konsep pengukuran surplus konsumen dan surplus produsen. Surplus konsumen dapat didefinisikan sebagai sejumlah uang yang bersedia dibayarkan oleh pembeli dari mengkonsumsi suatu barang dikurangi dengan sejumlah uang yang sebenarnya dibayarkan. Surplus produsen adalah sejumlah uang yang diterima oleh produsen dari suatu produk yang dihasilkannya dikurangi dengan biaya yang digunakan untuk memproduksi barang itu (Mankiw, 2001). Harga P 2 S P e SK SP E P 1 0 Qe D Jumlah Sumber: Mankiw (2001) Gambar 4. Surplus Produsen dan Surplus Konsumen pada Kondisi Keseimbangan Pasar Surplus produsen dan konsumen secara sederhana dapat dilihat pada Gambar 4. Jika diasumsikan tidak ada perdagangan ke luar negeri, maka pada keadaan keseimbangan (Pe dan Qe), surplus konsumen adalah P 2 EPe dan surplus produsen adalah PeEP 1. Kelemahan pengukuran surplus konsumen dengan kurva permintaaan biasa adalah tidak mempertimbangkan efek pendapatan akibat perubahan harga, sehingga konsep surplus konsumen kurang menggambarkan kondisi keinginan konsumen untuk membayar atau menerima. Secara matematis,

11 29 surplus produsen dan konsumen diukur dengan mengintergralkan fungsi penawaran dan fungsi permintaan sebagai berikut (Chiang, 1984 dalam Hidayat, 2012): ( )....(3.25) ( ). (3.26) dimana: Qd Qs SK SP Pe P 2 P 1 = Fungsi Permintaan = Fungsi Penawaran = Nilai surplus konsumen (Rp) = Nilai surplus produsen (Rp) = Harga keseimbangan (Rp) = Harga pada perpotongan kurva permintaan dengan sumbu harga (Rp/Unit) = Harga pada perpotongan kurva penawaran dengan sumbu harga (Rp/Unit) Dampak Tarif terhadap Kesejahteraan Tarif (tariff) adalah pajak yang dirancang untuk meningkatkan harga barang-barang dari luar negeri (Lipsey, et al., 1987). Menurut Lindert dan Kindleberger (1993) pengenaan tarif hampir selalu menurunkan kesejahteraan dunia meskipun akan membantu kelompok-kelompok yang ada kaitannya dengan produksi barang substitusi impor. Tarif akan bernilai penting apabila Indonesia menjadi negara pengimpor bawang merah setelah menjalin hubungan dagang dengan negara-negara lain.

12 30 Harga (P) Penawaran dalam negeri P 2 P 1 = P w G C A D B E F Q s 1 Q s 2 Q d 2 Q d 1 Keseimbangan tanpa perdagangan Harga domestik tarif Harga dunia Permintaan dalam negeri Jumlah (Q) Sumber: Mankiw (2001) Gambar 5. Dampak Pemberlakuan Tarif Impor Gambar 5 memperlihatkan situasi pasar bawang merah di Indonesia. Jika perdagangan bebas dimungkinkan, maka harga domestik akan sama dengan harga dunia. Penerapan tarif akan memperbesar harga bawang merah impor melebihi harga dunia dan kelebihannya itu sama dengan besaran tarif yang diterapkan. Petani bawang merah dengan adanya tarif dapat menjual bawang merah dengan harga yang sama dengan harga dunia plus tarif ke pasar domestik, sehingga penjual domestik diuntungkan sedangkan pembeli mengalami kerugian. Perubahan harga ini tentu saja mempengaruhi perilaku penjual dan pembeli domestik. Tarif menyebabkan kuantitas permintaan bawang merah domestik turun dari Q d 1 menjadi Q d 2, sedangkan kuantitas penawaran domestik naik dari Q S 1 menjadi Q S 2. Dengan demikian, penerapan tarif menurunkan kuantitas impor dan mendorong pasar domestik mendekati kondisi equilibrium tanpa perdagangan. Guna mengetahui berapa besar dampak adanya kebijakan tarif, maka perubahan-perubahan tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.

13 31 Tabel 4. Perubahan Kesejahteraan sebagai Akibat Pemberlakuan Tarif Uraian Sebelum tarif Setelah tarif Perubahan Surplus konsumen A + B + C + D + E + F A + B -(C + D + E + F) Surplus produsen G C + G + C Penerimaan pemerintah Tidak ada E + E Total surplus A + B + C + D + E + F + G A + B + C + E + G -(D + F) Sumber : Mankiw (2001) Dampak Kuota Impor terhadap Kesejahteraan Kuota impor (import quota) adalah pembatasan jumlah barang-barang yang berasal dari luar negeri untuk dijual di dalam negeri (Mankiw, 2010). Kebijakan kuota impor digunakan oleh negara pengimpor untuk menetapkan jumlah maksimum komoditas tertentu yang boleh diimpor setiap tahun. Harga (P) Keseimbangan tanpa perdagangan Penawaran dalam negeri Kuota Penawaran dalam negeri + impor A P 2 P 1 = P w 0 G C D Q S 1 Q S 2 B E E Impor dengan kuota Q D 2 F Q D 1 Keseimbangan setelah adanya kuota Harga dunia Permintaan dalam negeri Jumlah (Q) Sumber: Mankiw (2001) Impor tanpa kuota Gambar 6. Dampak Pemberlakuan Kuota Impor Gambar 6 menunjukkan situasi pasar bawang merah di Indonesia setelah dan sebelum adanya kebijakan kuota impor. Jika perdagangan bebas dimungkinkan, maka harga domestik akan sama dengan harga dunia. Penerapan kuota impor akan mengurangi jumlah impor bawang merah sehingga harga bawang merah impor meningkat melebihi harga. Petani bawang merah dengan adanya kuota impor dapat menjual bawang merah dengan harga yang sama

14 32 dengan harga dunia setelah adanya kuota impor, sehingga penjual domestik diuntungkan sedangkan pembeli mengalami kerugian. Perubahan harga ini tentu saja mempengaruhi perilaku penjual dan pembeli domestik. Kuota impor menyebabkan jumlah permintaan bawang merah domestik turun dari Q d 1 menjadi Q d 2, sedangkan kuantitas penawaran domestik naik dari Q S 1 menjadi Q S 2. Dengan demikian, penerapan kuota impor menurunkan jumlah impor dan mendorong pasar domestik mendekati kondisi equilibrium tanpa perdagangan. Guna mengetahui berapa besar dampak adanya kebijakan kuota impor, maka perubahan-perubahan tersebut dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Perubahan Kesejahteraan sebagai Akibat Pemberlakuan Kuota Uraian Sebelum kuota Setelah kuota Perubahan Surplus konsumen A + B + C + D + E + E + F A + B -(C + D + E + E + F) Surplus produsen G C + G + C Penerimaan kuota Tidak ada D + E + (D + E ) Total surplus A + B + C + D + E + E + F A + B + C + E + -(E + F) + G E + G Sumber : Mankiw (2001) 3.2. Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian mengenai dampak kebijakan impor dan faktor eksternal bawang merah di Indonesia berangkat dari pemahaman bahwa bawang merah merupakan komoditas utama dalam prioritas pengembangan sayuran dataran rendah Indonesia. Bawang merah merupakan sayuran rempah yang digunakan dalam rumahtangga sebagai bumbu/penyedap masakan sehari-hari. Usahatani bawang merah memiliki peluang pasar yang cukup luas, baik sebagai konsumsi rumahtangga dan industri pengolahan, baik pasar domestik maupun ekspor. Seperti yang diilustrasikan pada bagan kerangka pemikiran operasional pada Gambar 7, bahwa permintaan bawang merah terus berkelanjutan setiap waktu, sedangkan produksi bawang merah nasional masih bersifat musiman

15 33 sehingga belum mampu memenuhi permintaan bawang merah nasional. Oleh karena itu, untuk menjaga ketersediaan bawang merah dalam negeri perlu dilakukan impor. Liberalisasi perdagangan menyebabkan perekonomian bawang merah Indonesia semakin buruk. Penerapan hambatan tarif impor terhadap komoditas bawang merah yang selalu mengalami perubahan dari tahun ke tahun diduga memberikan dampak terhadap tingginya impor bawang merah yang masuk ke Indonesia. Dampak tingginya impor bawang merah terhadap harga domestik dan kesejahteraan masyarakat khususnya petani bawang merah menjadi perhatian utama pemerintah. Berdasarkan uraian tersebut, maka dilakukan analisis pengaruh kebijakan tarif impor bawang merah terhadap harga domestik dan kesejahteraan masyarakat Indonesia. Skenario yang dibangun dalam penelitian ini adalah peningkatan dan penurunan besarnya tarif impor, kuota impor, dan faktor eksternal. Analisis penelitian ini diharapkan dapat menjawab faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi impor bawang merah serta pengaruh perubahan kebijakan tarif impor, kuota impor, dan faktor eksternal terhadap variabel endogen dan kesejahteraan sehingga dapat diperoleh rekomendasi kebijakan perdagangan bawang merah yang efektif di Indonesia.

16 34 Produksi bawang merah bersifat musiman Impor bawang merah meningkat Permintaan bawang merah berkelanjutan Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi, permintaan, dan impor bawang merah (metode 2SLS) Pengaruh terhadap penawaran, permintaan, harga, surplus produsen dan surplus konsumen bawang merah Simulasi historis dengan menggunakan skenario kebijakan impor dan faktor eksternal Rekomendasi kebijakan perdagangan bawang merah di Indonesia Gambar 7. Diagram Alur Kerangka Pemikiran Operasional

III. KERANGKA PEMIKIRAN. fungsi permintaan, persamaan simultan, elastisitas, dan surplus produsen.

III. KERANGKA PEMIKIRAN. fungsi permintaan, persamaan simultan, elastisitas, dan surplus produsen. III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Komponen utama pasar beras mencakup kegiatan produksi dan konsumsi. Penelitian ini menggunakan persamaan simultan karena memiliki lebih dari satu

Lebih terperinci

III. KERANGKA TEORI. sisi produksi maupun pasar, disajikan pada Gambar 1. Dari sisi produksi,

III. KERANGKA TEORI. sisi produksi maupun pasar, disajikan pada Gambar 1. Dari sisi produksi, III. KERANGKA TEORI Pasar jagung, pakan dan daging ayam ras di Indonesia dapat dilihat dari sisi produksi maupun pasar, disajikan pada Gambar 1. Dari sisi produksi, keterkaitan ketiga pasar tersebut dapat

Lebih terperinci

DAMPAK KEBIJAKAN IMPOR DAN FAKTOR EKSTERNAL TERHADAP KESEJAHTERAAN PRODUSEN DAN KONSUMEN BAWANG MERAH DI INDONESIA

DAMPAK KEBIJAKAN IMPOR DAN FAKTOR EKSTERNAL TERHADAP KESEJAHTERAAN PRODUSEN DAN KONSUMEN BAWANG MERAH DI INDONESIA i DAMPAK KEBIJAKAN IMPOR DAN FAKTOR EKSTERNAL TERHADAP KESEJAHTERAAN PRODUSEN DAN KONSUMEN BAWANG MERAH DI INDONESIA AYU FITRIANA DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

Lebih terperinci

III. KERANGKA TEORITIS

III. KERANGKA TEORITIS 37 III. KERANGKA TEORITIS 3.1. Fungsi Permintaan Gula Keadaan konsumsi dan permintaan suatu komoditas sangat menentukan banyaknya komoditas yang dapat digerakkan oleh sistem tata niaga dan memberikan arahan

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN. transformasi input (resources) ke dalam output atau yang melukiskan antara

KERANGKA PEMIKIRAN. transformasi input (resources) ke dalam output atau yang melukiskan antara III. KERANGKA PEMIKIRAN Berdasarkan tinjauan pustaka yang telah dikemukakan di atas, menganalisis harga dan integrasi pasar spasial tidak terlepas dari kondisi permintaan, penawaran, dan berbagai kebijakan

Lebih terperinci

III. KERANGKA TEORITIS. adalah perbedaan antara permintaan dan penawaran di suatu negara. Perbedaan

III. KERANGKA TEORITIS. adalah perbedaan antara permintaan dan penawaran di suatu negara. Perbedaan III. KERANGKA TEORITIS 3.1 Konsep Pemikiran Teoritis Pada pasar kopi (negara kecil), keinginan untuk memperdagangkannya adalah perbedaan antara permintaan dan penawaran di suatu negara. Perbedaan antara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia menurut lapangan usaha pada tahun 2010 menunjukkan bahwa sektor

I. PENDAHULUAN. Indonesia menurut lapangan usaha pada tahun 2010 menunjukkan bahwa sektor 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor strategis dalam pembangunan perekonomian nasional seperti dalam hal penyerapan tenaga kerja dan sumber pendapatan bagi masyarakat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 11 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Tarif Bawang Merah Sejak diberlakukannya perjanjian pertanian WTO, setiap negara yang tergabung sebagai anggota WTO harus semakin membuka pasarnya. Hambatan perdagangan

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS

KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS 3.1. Teori Perdagangan Internasional Teori tentang perdagangan internasional telah mengalami perkembangan yang sangat maju, yaitu dimulai dengan teori klasik tentang keunggulan

Lebih terperinci

VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI, PERMINTAAN, IMPOR, DAN HARGA BAWANG MERAH DI INDONESIA

VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI, PERMINTAAN, IMPOR, DAN HARGA BAWANG MERAH DI INDONESIA 66 VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI, PERMINTAAN, IMPOR, DAN HARGA BAWANG MERAH DI INDONESIA 6.1. Keragaan Umum Hasil Estimasi Model Model ekonometrika perdagangan bawang merah dalam penelitian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Sarnowo dan Sunyoto (2013:1) permintaan adalah jumlah barang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Sarnowo dan Sunyoto (2013:1) permintaan adalah jumlah barang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Permintaan Menurut Sarnowo dan Sunyoto (2013:1) permintaan adalah jumlah barang yang diminta pada suatu pasar tertentu dengan tingkat harga tertentu. Rasul et al (2012:23)

Lebih terperinci

IV. KERANGKA PEMIKIRAN

IV. KERANGKA PEMIKIRAN 52 IV. KERANGKA PEMIKIRAN 4.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Sesuai dengan tujuan penelitian, kerangka teori yang mendasari penelitian ini disajikan pada Gambar 10. P P w e P d Se t Se P Sd P NPM=D CP O

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Pada penelitian tentang penawaran ekspor karet alam, ada beberapa teori yang dijadikan kerangka berpikir. Teori-teori tersebut adalah : teori

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain.

II. TINJAUAN PUSTAKA. atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Perdagangan Internasional Menurut Oktaviani dan Novianti (2009) perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan negara lain

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM KERAGAAN BAWANG MERAH Perkembangan Produksi Bawang Merah di Indonesia

V. GAMBARAN UMUM KERAGAAN BAWANG MERAH Perkembangan Produksi Bawang Merah di Indonesia 58 V. GAMBARAN UMUM KERAGAAN BAWANG MERAH 5.1. Perkembangan Produksi Bawang Merah di Indonesia Bawang merah sebagai sayuran dataran rendah telah banyak diusahakan hampir di sebagian besar wilayah Indonesia.

Lebih terperinci

III. KERANGKA TEORITIS

III. KERANGKA TEORITIS III. KERANGKA TEORITIS 3.. Penurunan Fungsi Produksi Pupuk Perilaku produsen pupuk adalah berusaha untuk memaksimumkan keuntungannya. Jika keuntungan produsen dinotasikan dengan π, total biaya (TC) terdiri

Lebih terperinci

III. KERANGKA TEORI. Integrasi usaha sapi pada kawasan persawahan bertujuan untuk. memanfaatkan potensi sumberdaya wilayah dalam rangka mempertahankan

III. KERANGKA TEORI. Integrasi usaha sapi pada kawasan persawahan bertujuan untuk. memanfaatkan potensi sumberdaya wilayah dalam rangka mempertahankan III. KERANGKA TEORI 3.1. Kerangka Konseptual Integrasi usaha sapi pada kawasan persawahan bertujuan untuk memanfaatkan potensi sumberdaya wilayah dalam rangka mempertahankan kesuburan lahan melalui siklus

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Teori Permintaan Permintaan adalah jumlah barang atau jasa yang rela dan mampu dibeli oleh konsumen selama periode tertentu (Pappas & Hirschey

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Sugiarto (2007), produksi adalah suatu kegiatan yang mengubah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Sugiarto (2007), produksi adalah suatu kegiatan yang mengubah BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Produksi Menurut Sugiarto (2007), produksi adalah suatu kegiatan yang mengubah input menjadi output. Kegiatan tersebut dalam ekonomi biasa dinyatakan dalam fungsi produksi.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Perdagangan Internasional Perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan bersama.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. dengan kekuatan permintaan dan penawaran (Waluya, 2003)

TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. dengan kekuatan permintaan dan penawaran (Waluya, 2003) TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI Tinjauan Pustaka Harga suatu barang ekspor dan impor merupakan variabel penting dalam merncanakan suatu perdagangan internasional. Harga barang ekspor berhadapan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumber daya alam yang beraneka ragam dan memiliki wilayah yang cukup luas. Hal ini yang membuat Indonesia menjadi

Lebih terperinci

ekonomi Kelas X INTERVENSI PEMERINTAH DALAM KESEIMBANGAN PASAR K-13 Semester 1 Kelas X IPS SMA/MA Kurikulum 2013 A.

ekonomi Kelas X INTERVENSI PEMERINTAH DALAM KESEIMBANGAN PASAR K-13 Semester 1 Kelas X IPS SMA/MA Kurikulum 2013 A. K-13 Kelas X ekonomi INTERVENSI PEMERINTAH DALAM KESEIMBANGAN PASAR Semester 1 Kelas X IPS SMA/MA Kurikulum 2013 Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan menjelaskan

Lebih terperinci

Teori Dasar Permintaan, Penawaran dan Keseimbangan

Teori Dasar Permintaan, Penawaran dan Keseimbangan Teori Dasar Permintaan, Penawaran dan Keseimbangan Prof. Dr. Ir. Zulkifli Alamsyah, M.Sc. Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Jambi Slide 2 PERMINTAAN (Demand) DEFINISI : Permintaan

Lebih terperinci

PERILAKU KONSUMEN. A. Pengertian Konsumen dan Perilaku Konsumen

PERILAKU KONSUMEN. A. Pengertian Konsumen dan Perilaku Konsumen PERILAKU KONSUMEN A. Pengertian Konsumen dan Perilaku Konsumen Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang

Lebih terperinci

VIII SKENARIO ALTERNATIF KEBIJAKAN PENGEMBANGAN SISTEM AGROINDUSTRI KAKAO

VIII SKENARIO ALTERNATIF KEBIJAKAN PENGEMBANGAN SISTEM AGROINDUSTRI KAKAO VIII SKENARIO ALTERNATIF KEBIJAKAN PENGEMBANGAN SISTEM AGROINDUSTRI KAKAO Pada bab sebelumnya, telah dilakukan analisis dampak kebijakan Gernas dan penerapan bea ekspor kakao terhadap kinerja industri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Program kebijakan revitalisasi pertanian menitikberatkan pada program

BAB I PENDAHULUAN. Program kebijakan revitalisasi pertanian menitikberatkan pada program 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Program kebijakan revitalisasi pertanian menitikberatkan pada program pengembangan agribisnis. Program ini bertujuan untuk memfasilitasi berkembangnya usaha agribisnis

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Penelitian Terdahulu Terdapat penelitian terdahulu yang memiliki kesamaan topik dan perbedaan objek dalam penelitian. Ini membantu penulis

Lebih terperinci

Prinsip Ekonomi dalam Usaha Perikanan. Kuliah Ke-3 EKONOMI PERIKANAN

Prinsip Ekonomi dalam Usaha Perikanan. Kuliah Ke-3 EKONOMI PERIKANAN Prinsip Ekonomi dalam Usaha Perikanan Kuliah Ke-3 EKONOMI PERIKANAN Pengantar Peran ilmu ekonomi dalam bidang usaha perikanan berkaitan erat dengan bagaimana seorang pengusaha perikanan mengelola (manage),

Lebih terperinci

KEBIJAKAN HARGA. Kebijakan Yang Mempengaruhi Insentif Bagi Produsen : Kebijakan Harga_2. Julian Adam Ridjal, SP., MP.

KEBIJAKAN HARGA. Kebijakan Yang Mempengaruhi Insentif Bagi Produsen : Kebijakan Harga_2. Julian Adam Ridjal, SP., MP. KEBIJAKAN HARGA Kebijakan Yang Mempengaruhi Insentif Bagi Produsen : Kebijakan Harga_2 Julian Adam Ridjal, SP., MP. Disampaikan pada Kuliah Kebijakan dan Peraturan Bidang Pertanian EMPAT KOMPONEN KERANGKA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Perkembangan Jagung Jagung merupakan salah satu komoditas utama tanaman pangan yang mempunyai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kopi merupakan salah satu komoditas ekspor unggulan subsektor perkebunan

I. PENDAHULUAN. Kopi merupakan salah satu komoditas ekspor unggulan subsektor perkebunan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kopi merupakan salah satu komoditas ekspor unggulan subsektor perkebunan yang memegang peranan penting dalam perdagangan dan perekonomian negara. Kopi berkontribusi cukup

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Pemanfaatan potensi perikanan laut di Sulawesi Tengah belum optimal

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Pemanfaatan potensi perikanan laut di Sulawesi Tengah belum optimal 18 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Teoritis Pemanfaatan potensi perikanan laut di Sulawesi Tengah belum optimal dikarenakan sebagian besar pola usaha nelayan masih berskala kecil, bersifat tradisional

Lebih terperinci

PENGARUH PAJAK DAN SUBSIDI TERHADAP KESEIMBANGAN PASAR

PENGARUH PAJAK DAN SUBSIDI TERHADAP KESEIMBANGAN PASAR PENGARUH PAJAK DAN SUBSIDI TERHADAP KESEIMBANGAN PASAR MATEMATIKA BISNIS Pertemuan 5 HIKMAH AGUSTIN, SP.,MM Pemerintah mengenakan pajak penjualan kepada para produsen. Pajak penjualan tersebut dinyatakan

Lebih terperinci

[SOAL LATIHAN PERMINTAAN PENAWARAN DAN HARGA KESEIMBANGAN LS001]

[SOAL LATIHAN PERMINTAAN PENAWARAN DAN HARGA KESEIMBANGAN LS001] 2018 KELAS EKONOMI TIM KELAS EKONOMI [SOAL LATIHAN PERMINTAAN PENAWARAN DAN HARGA KESEIMBANGAN LS001] Ini adalah kumpulan soal materi permintaan, penawaran, dan keseimbangan yang diharapkan dapat membantu

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN 23 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Teoritis Becker (1965), mengembangkan teori yang mempelajari tentang perilaku rumahtangga (household behavior). Teori tersebut memandang rumahtangga sebagai pengambil

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Daya Saing Perdagangan Internasional pada dasarnya merupakan perdagangan yang terjadi antara suatu negara tertentu dengan negara yang

Lebih terperinci

3 KERANGKA PEMIKIRAN

3 KERANGKA PEMIKIRAN 12 3 KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis Keseimbangan Pasar Menurut Baye (2010), pembentukan harga keseimbangan pasar ditentukan oleh interaksi antara pemintaan dan penawaran pasar. Harga keseimbangan

Lebih terperinci

ANALISIS PERMINTAAN DAN PENAWARAN CABAI MERAH DI PROVINSI SUMATERA UTARA

ANALISIS PERMINTAAN DAN PENAWARAN CABAI MERAH DI PROVINSI SUMATERA UTARA ANALISIS PERMINTAAN DAN PENAWARAN CABAI MERAH DI PROVINSI SUMATERA UTARA Chairia*), Dr. Ir Salmiah, MS**), Ir. Luhut Sihombing, MP**) *) Alumni Program Studi Agribisnis Fakutas Pertanian Universitas Sumatera

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Teori Produksi Produksi adalah kegiatan menghasilkan output dengan berbagai kombinasi input dan teknologi terbaik yang tersedia (Nicholson,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Komoditas tanaman pangan yang sangat penting dan strategis kedudukannya

I. PENDAHULUAN. Komoditas tanaman pangan yang sangat penting dan strategis kedudukannya I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Komoditas tanaman pangan yang sangat penting dan strategis kedudukannya adalah komoditas padi, karena komoditas padi sebagai sumber penyediaan kebutuhan pangan pokok berupa

Lebih terperinci

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR PENGARUH KENAIKAN TARIF CUKAI ROKOK KRETEK TERHADAP HARGA, PENAWARAN DAN PERMINTAAN KOMODITAS ROKOK KRETEK DAN KOMODITAS TEMBAKAU SERTA KESEJAHTERAAN MASYARAKAT AI SURYA BUANA DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura merupakan salah satu subsektor pertanian yang potensial dalam memberikan kontribusi yang besar terhadap pembangunan ekonomi dan memegang peranan penting

Lebih terperinci

KERANGKA TEORITIS. 3.1 Keterkaitan Variabel-Variabel Industri Komoditi Kelapa Sawit dan Karet

KERANGKA TEORITIS. 3.1 Keterkaitan Variabel-Variabel Industri Komoditi Kelapa Sawit dan Karet III. KERANGKA TEORITIS 3.1 Keterkaitan Variabel-Variabel Industri Komoditi Kelapa Sawit dan Karet Fenomena ekonomi dari industri komoditi kelapa sawit dan karet merupakan suatu sistem yang saling terkait

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap manusia untuk dapat melakukan aktivitas sehari-hari guna mempertahankan hidup. Pangan juga merupakan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN 26 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Teoritis Penelitian 3.1.1 Model Ekonomi Rumahtangga Pertanian Pada umumnya rumahtangga pertanian di pedesaan mempunyai ciri semi komersial karena penguasaan skala

Lebih terperinci

Keseimbangan Umum. Rus an Nasrudin. Mei Kuliah XII-2. Rus an Nasrudin (Kuliah XII-2) Keseimbangan Umum Mei / 20

Keseimbangan Umum. Rus an Nasrudin. Mei Kuliah XII-2. Rus an Nasrudin (Kuliah XII-2) Keseimbangan Umum Mei / 20 Keseimbangan Umum Rus an Nasrudin Kuliah XII-2 Mei 2013 Rus an Nasrudin (Kuliah XII-2) Keseimbangan Umum Mei 2013 1 / 20 Outline 1 Pendahuluan 2 Konsep Keseimbangan Umum 3 Permintaan dan Penawaran dalam

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. π = f (Py; Pxi; ;Pzj)

2. TINJAUAN PUSTAKA. π = f (Py; Pxi; ;Pzj) 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fungsi Keuntungan Jika diasumsikan dalam aktivitas usahatani bertujuan memaksimumkan keuntungan, maka dalam jangka pendek keuntungan merupakan selisih antara penerimaan total dikurangi

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Kerangka pemikiran teoritis meliputi penjelasan-penjelasan mengenai halhal

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Kerangka pemikiran teoritis meliputi penjelasan-penjelasan mengenai halhal III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis meliputi penjelasan-penjelasan mengenai halhal yang berdasar pada teori yang digunakan dalam penelitian. Penelitian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. negara dititikberatkan pada sektor pertanian. Produksi sub-sektor tanaman

I. PENDAHULUAN. negara dititikberatkan pada sektor pertanian. Produksi sub-sektor tanaman I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bagi negara berkembang seperti Indonesia landasan pembangunan ekonomi negara dititikberatkan pada sektor pertanian. Produksi sub-sektor tanaman pangan memberikan kontribusi

Lebih terperinci

Pengaruh pajak dan subsidi terhadap keseimbangan pasar. Sri Nurmi Lubis, S.Si

Pengaruh pajak dan subsidi terhadap keseimbangan pasar. Sri Nurmi Lubis, S.Si Pengaruh pajak dan subsidi terhadap keseimbangan pasar Sri Nurmi Lubis, S.Si Pengaruh Pajak Terhadap Keseimbangan Pasar Pemerintah mengenakan pajak penjualan kepada para produsen. Pajak penjualan tersebut

Lebih terperinci

3 KERANGKA PEMIKIRAN

3 KERANGKA PEMIKIRAN 19 3 KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis Perdagangan Internasional Pola perdagangan antar negara disebabkan oleh perbedaan bawaan faktor (factor endowment), dimana suatu negara akan mengekspor

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Peranan Kredit dalam Kegiatan Usahatani Ada dua sumber permodalan usaha yaitu modal dari dalam (modal sendiri) dan modal dari luar (pinjaman/kredit).

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Teori Produksi Produksi merupakan suatu proses transformasi atau perubahan dari dua atau lebih input (sumberdaya) menjadi satu atau lebih output

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan suatu alur pemikiran yang bersifat teoritis dengan mengacu kepada teori-teori yang berkaitan dengan penelitian.

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Analisis Daya Saing Analisis keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif digunakan untuk mempelajari kelayakan dan prospek serta kemampuan komoditi gula lokal yang dihasilkan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis LPG bagi pedagang martabak kaki lima dan warung tenda pecel lele di Kota Bogor adalah bahan bakar utama dalam proses produksinya. Kerangka pemikiran

Lebih terperinci

Pengantar Ekonomi Mikro. Modul ke: 7FEB. Review Bab 1-6. Fakultas. Febrina Mahliza, SE, M.Si. Program Studi Manajemen

Pengantar Ekonomi Mikro. Modul ke: 7FEB. Review Bab 1-6. Fakultas. Febrina Mahliza, SE, M.Si. Program Studi Manajemen Pengantar Ekonomi Mikro Modul ke: Review Bab 1-6 Fakultas 7FEB Febrina Mahliza, SE, M.Si Program Studi Manajemen www.mercubuana.ac.id Masalah Ekonomi dan Kebutuhan Membuat Pilihan Kelangkaan (scarcity)

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERNGK PEMIKIRN 3.1. Kerangka Teoritis Kerangka teoritis berisi teori-teori dan konsep yang berkaitan dengan penelitian analisis keunggulan komparatif dan kompetitif usahatani jambu biji. kerangka

Lebih terperinci

FUNGSI PERMINTAAN DAN PENAWARAN MATEMATIKA BISNIS

FUNGSI PERMINTAAN DAN PENAWARAN MATEMATIKA BISNIS FUNGSI PERMINTAAN DAN PENAWARAN MATEMATIKA BISNIS PENERAPAN FUNGSI DI BIDANG EKONOMI DAN BISNIS Penerapan fungsi Linier dalam bisnis dan teori ekonomi mikro, yaitu : Fungsi permintaan, fungsi penawaran,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bruto (PDB) Indonesia, dan berperan penting dalam perekonomian nasional

BAB I PENDAHULUAN. Bruto (PDB) Indonesia, dan berperan penting dalam perekonomian nasional 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor hortikultura merupakan salah satu subsektor pertanian yang memberikan kontribusi strategis dalam menyumbang nilai Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian di Indonesia masih memegang peranan penting dari keseluruhan

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian di Indonesia masih memegang peranan penting dari keseluruhan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sektor pertanian di Indonesia masih memegang peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional. Hal ini dapat ditunjukkan dari banyaknya penduduk dan tenaga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian di Indonesia masih memegang peranan penting dari

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian di Indonesia masih memegang peranan penting dari I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sektor pertanian di Indonesia masih memegang peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional. Hal ini ditunjukkan oleh banyaknya penduduk dan tenaga

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN 23 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Teori Dasar Perdagangan Internasional Teori perdagangan internasional adalah teori yang menganalisis dasardasar terjadinya perdagangan internasional

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan acuan alur pikir dalam melakukan penelitian berdasarkan tujuan penelitian. Tujuan dari penelitian ini adalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Mencermati data laporan Bank Indonesia dari berbagai seri dapat

I. PENDAHULUAN. Mencermati data laporan Bank Indonesia dari berbagai seri dapat I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mencermati data laporan Bank Indonesia dari berbagai seri dapat dinyatakan bahwa perekonomian Indonesia pada tahun 1997 telah mengalami kontraksi dari tahun sebelumnya,

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Landasan Teori Landasan teori mengenai penawaran dan permintaan barang dan jasa serta elastisitas harga dan mekanisme keseimbangan pasar secara umum berlaku sebagai landasan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian memiliki peran yang sangat besar dalam perekonomian

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian memiliki peran yang sangat besar dalam perekonomian I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sektor pertanian memiliki peran yang sangat besar dalam perekonomian Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari besarnya jumlah tenaga kerja yang bekerja di sektor

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu Penelitian Suherwin (2012), tentang harga Crude Palm Oil dengan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi harga CPO dunia. Tujuan umum penelitian adalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang tangguh dalam perekonomian dan memiliki peran sebagai penyangga pembangunan nasional. Hal ini terbukti pada saat Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Isu strategis yang kini sedang dihadapi dunia adalah perubahan iklim

BAB I PENDAHULUAN. Isu strategis yang kini sedang dihadapi dunia adalah perubahan iklim BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu strategis yang kini sedang dihadapi dunia adalah perubahan iklim global, krisis pangan dan energi yang berdampak pada kenaikan harga pangan dan energi, sehingga

Lebih terperinci

VI. PERILAKU PRODUSEN DAN KESEIMBANGAN PASAR

VI. PERILAKU PRODUSEN DAN KESEIMBANGAN PASAR 2 VI. PERILAKU PROUEN AN KEEIMBANGAN PAAR 6.1. Penawaran, ebagai Perilaku Produsen Penawaran didefinisikan sebagai kuantitas barang yang ditawarkan di pasar pada berbagai tingkat harga. Hukum penawaran

Lebih terperinci

Pertemuan 4: Referensi utama: Modern Industrial Organization Carlton and Pertloff 4 th ed Chapter 3, # 69-73

Pertemuan 4: Referensi utama: Modern Industrial Organization Carlton and Pertloff 4 th ed Chapter 3, # 69-73 Pertemuan 4: Efisiensi dan kesejahteraan Referensi utama: Modern Industrial Organization Carlton and Pertloff 4 th ed. 2005 Chapter 3, # 69-73 Kondisi di PPS Pada saat keseimbangan PPS, efisiensi dan kesejahteraan

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Model Fungsi Respons Produksi Kopi Robusta. Pendugaan fungsi respons produksi dengan metode 2SLS diperoleh hasil

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Model Fungsi Respons Produksi Kopi Robusta. Pendugaan fungsi respons produksi dengan metode 2SLS diperoleh hasil VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Model Fungsi Respons Produksi Kopi Robusta Pendugaan fungsi respons produksi dengan metode 2SLS diperoleh hasil yang tercantum pada Tabel 6.1. Koefisien determinan (R 2 ) sebesar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura merupakan salah satu sektor yang berkembang pesat dalam pertanian Indonesia. Jenis tanaman yang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura merupakan salah satu sektor yang berkembang pesat dalam pertanian Indonesia. Jenis tanaman yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura merupakan salah satu sektor yang berkembang pesat dalam pertanian Indonesia. Jenis tanaman yang dibudidayakan dalam hortikultura meliputi buah-buahan, sayur-sayuran,

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. elastisitas, konsep return to scale, konsep efisiensi penggunaan faktor produksi

III. KERANGKA PEMIKIRAN. elastisitas, konsep return to scale, konsep efisiensi penggunaan faktor produksi III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis berisi teori dan konsep kajian ilmu yang akan digunakan dalam penelitian. Teori dan konsep yang digunakan dalam penelitian

Lebih terperinci

VI. ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH PADA USAHATANI JAMBU BIJI

VI. ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH PADA USAHATANI JAMBU BIJI VI. ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH PADA USAHATANI JAMBU BIJI Daya saing usahatani jambu biji diukur melalui analisis keunggulan komparatif dan kompetitif dengan menggunakan Policy

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Lengkap Ekonomi Collins (1997) dalam Manaf (2000),

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Lengkap Ekonomi Collins (1997) dalam Manaf (2000), II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Teori 2.1.1. Subsidi Menurut Kamus Lengkap Ekonomi Collins (1997) dalam Manaf (2000), subsidi adalah cadangan keuangan dan sumber-sumber daya lainnya untuk mendukung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan komoditas penting dan strategis bagi bangsa Indonesia karena pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia dimana dalam pemenuhannya menjadi tanggung

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Tujuan dari penelitian yang akan dilakukan adalah untuk mengetahui tingkat pendapatan usahatani tomat dan faktor-faktor produksi yang mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perdagangan internasional merupakan kegiatan pertukaran barang dan jasa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perdagangan internasional merupakan kegiatan pertukaran barang dan jasa BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teori-teori 2.1.1 Perdagangan Internasional Perdagangan internasional merupakan kegiatan pertukaran barang dan jasa yang dilakukan penduduk suatu negara dengan penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk kemudian didatangkan ke negara tersebut dengan tujuan untuk memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. untuk kemudian didatangkan ke negara tersebut dengan tujuan untuk memenuhi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Salah satu kegiatan yang berperan penting dalam perekonomian suatu negara adalah kegiatan perdagangan internasional. Sehingga perdagangan internasional harus

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bawang merah (Allium ascalonicum L) merupakan Salah satu komoditas

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bawang merah (Allium ascalonicum L) merupakan Salah satu komoditas BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bawang merah (Allium ascalonicum L) merupakan Salah satu komoditas sayuran yang termasuk ke dalam kelompok rempah tidak bersubstitusi yang berfungsi sebagai bumbu masakan.

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN 23 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Konsep Dasar Ekonomi Rumahtangga Becker (1976), menganalisis keadaan ekonomi rumahtangga yang dalam penelitiannya tersebut menggunakan analisis simultan untuk melihat rumahtangga

Lebih terperinci

KESEIMBANGAN PASAR (MARKET EQUILIBRIUM)

KESEIMBANGAN PASAR (MARKET EQUILIBRIUM) KESEIMBANGAN PASAR (MARKET EQUILIBRIUM) Disusun dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Kewirausahaan Di susun oleh : RATNA INTANNINGRUM 3215076839 Pendidikan Fisika NR 2007 FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU

Lebih terperinci

VIII. ANALISIS KEBIJAKAN ATAS PERUBAHAN HARGA OUTPUT/ INPUT, PENGELUARAN RISET JAGUNG DAN INFRASTRUKTUR JALAN

VIII. ANALISIS KEBIJAKAN ATAS PERUBAHAN HARGA OUTPUT/ INPUT, PENGELUARAN RISET JAGUNG DAN INFRASTRUKTUR JALAN VIII. ANALISIS KEBIJAKAN ATAS PERUBAHAN HARGA OUTPUT/ INPUT, PENGELUARAN RISET JAGUNG DAN INFRASTRUKTUR JALAN 8.1. Pengaruh Perubahan Harga Output dan Harga Input terhadap Penawaran Output dan Permintaan

Lebih terperinci

4. ANALISIS SISTEM 4.1 Kondisi Situasional

4. ANALISIS SISTEM 4.1 Kondisi Situasional 83 4. ANALISIS SISTEM 4.1 Kondisi Situasional Produktivitas gula yang cenderung terus mengalami penurunan disebabkan efisiensi industri gula secara keseluruhan, mulai dari pertanaman tebu hingga pabrik

Lebih terperinci

III. TINJAUAN PUSTAKA

III. TINJAUAN PUSTAKA 36 III. TINJAUAN PUSTAKA Penelitian terdahulu menunjukkan perkembangan yang sistematis dalam penelitian kelapa sawit Indonesia. Pada awal tahun 1980-an, penelitian kelapa sawit berfokus pada bagian hulu,

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Produksi, Produktivitas, dan Luas Areal Ubi Kayu di Indonesia Serta

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Produksi, Produktivitas, dan Luas Areal Ubi Kayu di Indonesia Serta BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan 5.1.1 Produksi, Produktivitas, dan Luas Areal Ubi Kayu di Serta Proyeksinya 5.1.1.1 Produksi Produksi rata - rata ubi kayu di sampai dengan tahun 2009 mencapai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Menurut penelitian Fery (2013) tentang analisis daya saing usahatani kopi Robusta di kabupaten Rejang Lebong dengan menggunakan metode Policy Analiysis

Lebih terperinci

ANALISIS SENSITIVITAS / ELASTISITAS KURVA PERMINTAAN. Teori dan Elastisitas Permintaan

ANALISIS SENSITIVITAS / ELASTISITAS KURVA PERMINTAAN. Teori dan Elastisitas Permintaan ANALISIS SENSITIVITAS / ELASTISITAS KURVA PERMINTAAN Teori dan Elastisitas Permintaan ANALISIS PERMINTAAN DAN ELASTISITAS PASAR Permintaan yang secara relatif stabil memungkinkan operasi produksi yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Oleh sebab itu produksi telur ayam ras diartikan sebagai proses untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Oleh sebab itu produksi telur ayam ras diartikan sebagai proses untuk 6 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN A. Tinjauan Pustaka 1. Teori Produksi Produksi merupakan sebuah proses menghasilkan suatu barang atau jasa. Oleh sebab itu produksi telur ayam ras diartikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pertanian merupakan kegiatan pengelolaan sumber daya untuk menghasilkan bahan pangan, bahan baku untuk industri, obat ataupun menghasilkan sumber energi. Pertanian merupakan

Lebih terperinci

IX. KESIMPULAN DAN SARAN

IX. KESIMPULAN DAN SARAN IX. KESIMPULAN DAN SARAN 9.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil pembahasan yang telah dikemukakan dapat disimpulkan bahwa: 1. Penawaran output jagung baik di Jawa Timur maupun di Jawa Barat bersifat elastis

Lebih terperinci

BAB II Permintaan, Penawaran & Keseimbangan

BAB II Permintaan, Penawaran & Keseimbangan BAB II Permintaan, Penawaran & Keseimbangan 2.1. Pengertian Permintaan Permintaan adalah berbagai jumlah barang yang diminta oleh konsumen pada berbagai tingkat harga pada periode tertentu. Hukum permintaan

Lebih terperinci

VII DAMPAK PENCAPAIAN KEBIJAKAN GERNAS DAN PENERAPAN BEA EKSPOR KAKAO TERHADAP KINERJA INDUSTRI HILIR DAN PENERIMAAN PETANI

VII DAMPAK PENCAPAIAN KEBIJAKAN GERNAS DAN PENERAPAN BEA EKSPOR KAKAO TERHADAP KINERJA INDUSTRI HILIR DAN PENERIMAAN PETANI VII DAMPAK PENCAPAIAN KEBIJAKAN GERNAS DAN PENERAPAN BEA EKSPOR KAKAO TERHADAP KINERJA INDUSTRI HILIR DAN PENERIMAAN PETANI Agribisnis kakao memiliki permasalahan di hulu sampai ke hilir yang memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara agraris karena memiliki kekayaan alam yang berlimpah, terutama di bidang sumber daya pertanian seperti lahan, varietas serta iklim yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penyediaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahan

I. PENDAHULUAN. penyediaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan sumberdaya alam yang melimpah, terutama pada sektor pertanian. Sektor pertanian sangat berpengaruh bagi perkembangan

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkembangan Kajian Risiko Harga Komoditas Pertanian

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkembangan Kajian Risiko Harga Komoditas Pertanian II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkembangan Kajian Risiko Harga Komoditas Pertanian Risiko harga suatu komoditas dapat bersumber dari fluktuasi harga output maupun harga input pertanian. Umumnya kegiatan produksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berlebih, yang bisa mendatangkan suatu devisa maka barang dan jasa akan di ekspor

BAB I PENDAHULUAN. berlebih, yang bisa mendatangkan suatu devisa maka barang dan jasa akan di ekspor BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Semakin berkembangnya perdagangan bebas ini, persaingan bisnis global membuat masing-masing negera terdorong untuk melaksanakan perdagangan internasional. Perdagangan

Lebih terperinci