III. HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "III. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Fisika Kimia Air Parameter fisika kimia air yang diamati pada penelitian ini adalah ph, CO 2, NH 3, DO (dissolved oxygen), kesadahan, alkalinitas, dan suhu. Pengukuran ph dan suhu dilakukan setiap hari, sedangkan untuk parameter lainnya diukur setiap 7 hari sekali. Hasil pengukuran parameter fisika kimia air disajikan dalam Tabel 1 sebagai berikut. Tabel 1. Data kisaran nilai parameter kualitas air selama masa pemeliharaan No Parameter Kualitas Perlakuan Air ph 3 ph 4 ph 5 ph 6 1 ph CO 2 (mg/l) 636,6 621,92 39,95-45,28 15,98-27,97 3 NH 3 (mg/l) 0,004 0,009 0,01-0,05 0,02-0,09 4 DO (mg/l) 3,94 3,89 3,09-3,99 4,05-4,24 5 Kesadahan (mg/l) 44,9 41,9 29,9-38,9 29,9-35,9 6 Alkalinitas (mg/l) Suhu ( o C) Selama masa pemeliharaan, kisaran CO 2 tertinggi terdapat pada perlakuan ph 5 yaitu berkisar antara 39,95-45,28 mg/l untuk ph 6 berkisar antara 15,98-27,97 mg/l sedangkan pada pengukuran awal, nilai CO 2 untuk ph 3 sebesar 636,6 mg/l sedangkan untuk ph 4 sebesar 621,92 mg/l. Kadar NH 3 awal pada perlakuan ph 3 adalah 0,004 mg/l dan pada perlakuan ph 4 adalah 0,009 mg/l sedangkan pada perlakuan ph 6 kadar NH 3 selama masa pemeliharaan memiliki kisaran nilai 0,02-0,09 mg/l, untuk ph 5 berkisar antara 0,01-0,05 mg/l. Kisaran DO pada perlakuan ph 6 lebih besar dibandingkan dengan perlakuan ph 3, ph 4, dan ph 5, pada perlakuan ph 6 kisaran DO selama masa pemeliharaan sebesar 4,05-4,24 mg/l sedangkan untuk ph 5 sebesar 3,09-3,99 mg/l. Untuk perlakuan ph 3 DO awal yang terukur adalah sebesar 3,84 mg/l sedangkan pada ph 4 sebesar 3,89 mg/l. Kesadahan awal pada perlakuan ph 3 sebesar 44,9 mg/l sedangkan pada perlakuan ph 4 sebesar 41,9 mg/l, pada perlakuan ph 6 dan ph 5 kesadahan selama pemeliharaan cenderung berfluktuasi, nilai kesadahan pada 8

2 perlakuan ph 6 berkisar antara 29,9-35,9 mg/l sedangkan untuk perlakuan ph 5 berkisar antara 29,9-38,9 mg/l. Alkalinitas awal pada perlakuan ph 3 dan ph 4 adalah 0 mg/l sedangkan pada perlakuan ph 6 nilai alkalinitas lebih besar dibandingkan dengan perlakuan lainnya, perlakuan ph 6 memiliki alkalinitas awal hingga akhir pemeliharaan berkisar antara mg/l, ph 5 berkisar antara mg/l Kerusakan Insang Hasil analisis perubahan struktur mikroanatomi insang ikan nila O. niloticus selama masa pemeliharaan 30 hari dapat dilihat pada Tabel 2 berikut: Tabel 2. Hasil analisis perubahan struktur mikroanatomi insang ikan nila O. niloticus setelah masa pemeliharaan dalam media masam. No Perlakuan 1 ph 3 2 ph 4 3 ph 5 4 ph 6 Waktu Pembedahan (minggu) Hiperplasia Hipertropi Fusi Telangiektasis Keterangan: ( - ) : tidak terjadi perubahan mikroanatomi (0%) ( + ) : terjadi sedikit perubahan mikroanatomi (1%-25%) ( ++) : terjadi sedang perubahan mikroanatomi (26%-50%) (+++) : terjadi banyak perubahan mikroanatomi (51%-75%) (++++) : terjadi sangat banyak perubahan mikroanatomi (76%-100%) 9

3 Pada Tabel 2 diatas, dapat dilihat kerusakan mikroanatomi insang paling parah di minggu awal pemeliharaan ditunjukkan pada perlakuan ph 3 dan ph 4, dimana terjadi banyak perubahan mikroanatomi seperti hiperplasia, hipertropi, dan fusi dibanding dengan ph perlakuan 5 dan 6. Pada perlakuan ph 5, terjadi sedikit perubahan kerusakan insang yang diawali dengan sedikit hipertropi, hiperplasia, dan fusi pada minggu pertama hingga kedua, pada minggu ketiga dan keempat mengalami kerusakan hipertropi dan hiperplasia, dan fusi parah serta mengalami kerusakan mikroanatomi berupa telangiektasis pada minggu ketiga, dan pada minggu keempat kerusakan telangiektasis meningkat. Pada perlakuan ph 6 menunjukkan kerusakan mikroanatomi berupa hiperplasia pada minggu pertama, selanjutnya pada minggu kedua dan minggu ketiga kerusakan mikroanatomi berupa hiperplasia dan hipertropi, pada minggu keempat kerusakan mikroanatomi insang berupa hiperplasia, hipertropi, dan fusi tanpa adanya kerusakan mikroanatomi telangiektasis. Pada perlakuan ph 6 tersebut kerusakan mikroanatomi tidak terlalu parah dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Kerusakan insang ikan meliputi hiperplasia, hipertropi, fusi, dan telangiektasis pada semua perlakuan dapat dilihat pada Gambar 1. 10

4 1a 1b 2c 2d 2e 2f 11

5 2g 3h 3i 3j 3k 3l Keterangan : 1. Hiperplasia; 2. Hipertropi; 3. Fusi; 4. Telangiektasis Gambar 1. Kerusakan mikroanatomi insang pada perlakukan ph 3; 1a, ph 4; 1b ph 5; 2(c-g), ph 6; 3(h-l) selama masa pemeliharaan 12

6 3.1.3 Laju Pertumbuhan Bobot Spesifik Harian (SGR) Pertumbuhan bobot spesifik harian ikan nila selama pemeliharaan 30 hari menunjukkan pola peningkatan setiap minggunya selama pemeliharaan. Pertumbuhan tertinggi terdapat pada perlakuan ph 6 sedangkan pada perlakuan ph 5 menunjukkan laju pertumbuhan terendah. Laju pertumbuhan pada perlakuan ph 6 sebesar 4,47% sedangkan ph 5 sebesar 1,87% (Gambar 2). Berdasarkan analisis ragam ANOVA menunjukkan, perlakuan ph 6 berbeda nyata dengan perlakuan ph 5. Selain itu perlakuan ph memberikan pengaruh beda nyata terhadap laju pertumbuhan bobot spesifik harian (p<0,05) (Lampiran 4). Gambar 2. Laju pertumbuhan bobot spesifik harian ikan nila O. niloticus pada media pemeliharaan dengan perlakuan ph 3, 4, 5, dan 6 selama 30 hari Pertambahan Panjang Mutlak Pertambahan panjang mutlak selama masa pemeliharaan sejalan dengan laju pertumbuhan bobot spesifik harian (SGR), pertambahan panjang mutlak menunjukkan pola peningkatan setiap minggunya selama pemeliharaan. Laju pertambahan panjang harian ikan nila selama pemeliharaan disajikan pada Gambar 3. Laju pertambahan panjang harian tertinggi terdapat pada perlakuan ph 6 sebesar 1,39% dan terendah pada perlakuan ph 5 sebesar 0,81%. Berdasarkan analisis ragam ANOVA menunjukkan, bahwa perlakuan ph 6 berbeda nyata terhadap perlakuan ph 5. Selain itu perlakuan ph memberikan pengaruh beda nyata terhadap laju pertambahan panjang harian (p<0,05) (Lampiran 4). 13

7 Gambar 3. Laju pertambahan panjang harian ikan nila O.niloticus pada media pemeliharaan dengan perlakuan ph 3, 4, 5, dan 6 selama 30 hari masa pemeliharaan Jumlah Konsumsi Pakan Jumlah pakan tertinggi yang dihabiskan oleh ikan perlakuan selama pemeliharaan terdapat pada perlakuan ph 6 sebesar 116,63 g sedangkan pada perlakuan ph jumlah pakan yang dihabiskan sebesar 53, 59 g (Gambar 4). Gambar 4. Jumlah konsumsi pakan ikan nila O. niloticus pada media pemeliharaan dengan perlakuan ph 3, 4, 5, dan 6 selama 30 hari Berdasarkan analisis ragam ANOVA menunjukkan, bahwa perlakuan ph 6 berbeda nyata dengan perlakuan ph 5. Selain itu perlakuan ph memberikan pengaruh beda nyata terhadap jumlah konsumsi pakan (p<0,05) (Lampiran 4). 14

8 3.1.6 Efisiensi Pakan (EP) Efisiensi pakan terbesar terdapat pada perlakuan ph 6 sebesar 96,48% sedangkan perlakuan dengan ph 5 memiliki efisiensi pakan sebesar 89,71% (Gambar 5). Gambar 5. Efisiensi pakan ikan nila O. niloticus pada media pemeliharaan dengan perlakuan ph 3, 4, 5, dan 6 selama 30 hari Berdasarkan analisis ragam ANOVA menunjukkan tidak ada pengaruh beda nyata antara perlakuan ph 5 dan ph 6 (Lampiran 4) Tingkat Kelangsungan Hidup (SR) Tingkat kelangsungan hidup ikan nila selama pemeliharaan disajikan dalam Gambar 6. Tingkat kelangsungan hidup tertinggi terdapat pada perlakuan ph 6 sebesar 75% sedangkan untuk ph 5 sebesar 50,8%. Gambar 6. Kelangsungan hidup ikan nila O. niloticus pada media pemeliharaan dengan perlakuan ph 3, 4, 5, dan 6 selama 30 hari 15

9 Berdasarkan analisis ragam ANOVA menunjukkan, bahwa perlakuan ph 6 berbeda nyata dengan perlakuan ph 5. Selain itu perlakuan ph memberikan pengaruh beda nyata terhadap tingkat kelangsungan hidup (p<0,05) (Lampiran 4). 3.2 Pembahasan Derajat kemasaman (ph) merupakan suatu ekspresi dari konsentrasi ion hidrogen (H + ) dan juga merupakan salah satu parameter kualitas air yang dapat mengontrol tipe dan laju kecepatan reaksi beberapa bahan di dalam air. Selain itu organisme akuatik dapat bertahan hidup pada kisaran ph tertentu. Pada penelitian ini, ph yang digunakan berada dalam kisaran ph masam yaitu, 3, 4, 5, dan 6 sedangkan untuk ikan perlakuan menggunakan ikan nila strain BEST (Bogor Enhanced Strain Tilapia), ikan tersebut merupakan hasil pemuliaan yang dilakukan di lingkungan kolam selama empat tahun, sehingga ikan nila strain BEST tersebut sudah dapat beradaptasi dengan lingkungan kolam yang kualitas air nya berbeda terutama pada parameter ph dengan habitat asli dari ikan nila tersebut yaitu, di daerah payau yang memiliki ph lebih basa dibandingkan dengan ph kolam. Perubahan ph pada media pemeliharaan menyebabkan perubahan pada beberapa parameter kualitas air seperti alkalinitas, kesadahan, amonia (NH 3 ), dan CO 2. Mackereth et al. (1989) dalam Effendi (2000) menyatakan bahwa ph berkaitan erat dengan alkalinitas. Alkalinitas secara umum menunjukkan konsentrasi basa atau bahan yang mampu menetralisir kemasaman dalam air. Secara khusus alkalinitas sering disebut juga sebagai besaran yang menunjukkan kapasitas pembufferan dari ion bikarbonat (HCO - 3 ) dan sampai tahap tertentu ion karbonat (CO 2-3 ) dan hidroksida (OH - ) dalam air. Nilai alkalinitas pada ph < 5 dapat mencapai nol, semakin tinggi nilai ph maka semakin tinggi nilai alkalinitas. Kisaran alkalinitas pada perlakuan ph 6 berkisar antara mg/l sedangkan pada perlakuan ph 5 berkisar antara mg/l (Tabel 1), nilai alkalinitas tersebut masih dalam kisaran yang baik karena menurut Effendi (2000) alkalinitas yang baik berkisar antara mg/l. Kesadahan merupakan suatu ukuran dari jumlah garam-garam kalsium (Ca) dan magnesium (Mg) yang ada dalam perairan, juga diekspresikan sebagai 16

10 konsentrasi setara kalsium karbonat (CaCO3). Kesadahan selama masa pemeliharaan menunjukkan kisaran sebesar 29,9-35,9 mg/l untuk perlakuan ph 6 sedangkan untuk ph 5 berkisar antara 29,9-38,9 mg/l (Tabel 1). Kisaran kesadahan pada media selama pemeliharaan termasuk ke dalam kriteria kesadahan lunak. Air lunak cenderung masam sedangkan air keras cenderung untuk menjadi alkalin. Hal tersebut sesuai dengan ph media yang digunakan pada perlakuan yang termasuk ke dalam golongan ph masam. Menurut Effendi (2000) hubungan antara kesadahan dan alkalinitas tidak selalu positif atau semakin besar nilai alkalinitas tidak selalu dibarengi dengan semakin tingginya kesadahan dan sebaliknya. Amonia merupakan bentuk nitrogen anorganik yang bersifat toksik terhadap organisme budidaya. Amonia juga meningkatkan konsumsi oksigen di jaringan, merusak insang, dan mengurangi kemampuan darah mengangkut oksigen (Boyd, 1982). Kandungan amonia tertinggi terdapat pada perlakuan ph 6 berkisar antara 0,02-0,09 mg/l sedangkan untuk ph 5 berkisar antara 0,01-0,05 mg/l (Tabel 1). Hasil tersebut sesuai dengan pernyataan Boyd (1990) bahwa amonia akan meningkat seiring dengan meningkatnya nilai ph. Kisaran amonia pada setiap perlakuan selama pemeliharaan tersebut masih dalam kisaran yang dapat ditoleransi oleh ikan nila dan hal tersebut bersesuaian dengan pernyataan Lovell (1989) bahwa ikan nila memiliki toleransi terhadap amoniak hingga 2,4 mg/l. Selain itu, menurut The European Inland Fisheries Advisory Commision (1973) dalam Boyd (1982) konsentrasi amonia yang bersifat toksik pada paparan singkat untuk semua spesies adalah 0,6-2 mg/l NH 3 -N. Toksisitas amonia lebih besar pada suhu dan ph tinggi, oleh karena itu pengelolaan air seperti pergantian air dapat dilakukan untuk mengatasi konsentrasi amonia yang tinggi dalam media pemeliharaan. Salah satu parameter kualitas air yang juga dipengaruhi oleh ph adalah karbondioksida, semakin asam suatu perairan maka semakin tinggi nilai karbondioksidanya karena semakin banyak H 2 CO 3 yang terbentuk sehingga kondisi perairan semakin asam (Ropiah dan Mahyudin (2000) dalam Darussalam (2005). Pengukuran CO 2 pada setiap perlakuan selama pemeliharaan menunjukkan nilai tertinggi pada ph 5 yaitu berkisar antara 39,95-91,89 mg/l 17

11 sedangkan pada perlakuan ph 6 sebesar 15,98-27,97 mg/l (Tabel 1). Kadar karbondioksida yang tinggi pada perlakuan ph 5 tersebut masih dapat ditolerir oleh ikan nila karena masih terdapat ikan yang hidup hingga akhir masa pemeliharaan meskipun dengan presentase yang rendah. Kondisi tersebut bersesuaian dengan penyatan Hart (1944) dalam Boyd (1982) bahwa pada umumnya organisme akuatik masih dapat bertahan hidup dalam perairan yang mengandung kadar CO 2 60 mg/l. Kisaran pada beberapa parameter kualitas air tersebut mempengaruhi kerusakan mikroanatomi insang, tingkat pertumbuhan, jumlah konsumsi pakan, efisiensi pakan, dan tingkat kelangsungan hidup selama masa pemeliharaan. Kualitas air yang tidak sesuai atau melebihi batas toleransi organisme akuatik (ikan) dapat menyebabkan kerusakan mikroanatomi pada insang. Insang merupakan organ yang paling lembut diantara struktur tubuh ikan dan merupakan alat utama bagi kelangsungan proses pernafasan. Insang sebagai organ pernafasan merupakan tempat pertukaran gas oksigen dengan karbondioksida melalui proses infiltrasi air, dengan demikian ikan dapat berhubungan langsung dengan media pemeliharaan. Keberhasilan ikan dalam mendapat oksigen tergantung daya dukung lingkungan dan terutama kemampuan fungsi insang untuk menangkap oksigen dalam perairan. Proses penyerapan oksigen dalam jaringan insang dilakukan oleh darah yang mengalir ke dalam filamen-filamen insang dan akibat adanya perbedaan tekanan gas antara darah dan filamen dengan air, maka akan terjadi difusi gas-gas. Oleh karena itu kondisi insang sangat menentukan kelangsungan hidup ikan (Lagler et al., 1977). Pengamatan histologi pada insang memperlihatkan bahwa pada ikan yang diberi perlakuan terdapat perubahan seperti hiperplasia, hipertropi, fusi, edema, dan telangiektasis. Kerusakan pada insang akan menyebabkan terganggunya mekanisme pernafasan pada ikan. Connel dan Miller (1995) menyatakan bahwa kerusakan pada sistem pernafasan dapat menyebabkan terhambatnya sistem transport elektron dan fosforilasi oksidatif pada rantai pernafasan. Selanjutnya akan mempengaruhi metabolisme dan pertumbuhan. Pada perlakuan ph 3 dan 4 terdapat kerusakan mikroanatomi ikan berupa hiperplasia, hipertropi, dan fusi yang parah sebesar 51-75% (Tabel 2), fusi lamella 18

12 sekunder tersebut diakibatkan karena adanya pembengkakan pada sel sel insang (edema). Terjadinya fusi lamella sekunder mengakibatkan fungsi lamella sekunder terganggu dalam hal proses pengambilan oksigen sehingga berpengaruh terhadap kematian (Laksman, 2003). Terganggunya proses pengambilan oksigen disebabkan oleh kondisi media pemeliharaan yang tidak sesuai dengan batas tolerir ikan (ph asam), dan menyebabkan insang mengeluarkan mucus (lendir) untuk melindungi insang terhadap kondisi media yang tidak sesuai tersebut. Akan tetapi mucus (lendir) yang dihasilkan menutup permukaan lamella insang sehingga pertukaran O 2 dengan CO 2 terhambat. Hal tersebut yang menyebabkan ikan banyak mengeluarkan lendir terlihat sulit untuk bernafas ketika dimasukkan ke dalam media perlakuan dan mengalami kematian dalam waktu beberapa jam. Pada perlakuan ph 5, terdapat kerusakan insang berupa hipertropi dan fusi pada minggu ke-1 sebesar 26-50%, pada minggu kedua terjadi kerusakan mikroanatomi berupa hipertropi dan hiperplasia sebesar 26-50% dan fusi sebesar 51-75%. Pada minggu ketiga dan keempat kerusakan mikroanatomi insang meningkat dan terjadi kerusakan mikroanatomi berupa telangiektasis sebesar 26-50% (minggu ketiga) dan kerusakan telangiektasis sebesar 51-75% (minggu keempat). Hiperplasia adalah pembentukan jaringan secara berlebihan karena bertambahnya jumlah sel. Hiperplasia diakibatkan oleh edema yang berlebihan sehingga sel darah merah keluar dari kapilernya dan sel akan lepas dari penyokongnya sedangkan hipertropi adalah pembesaran jaringan atau sel yang tidak dapat membelah. Pada minggu ketiga dan keempat terdapat kerusakan berupa fusi parah dan kerusakan mikroanatomi berupa telangiektasis. Menurut Robert (1978) telangiektasis dapat terjadi pada insang ikan yang berada pada kualitas air yang buruk, adanya serangan parasit, dan pemupukan sisa metabolisme. Telangiektasis terlihat pada ujung lamella sekunder yang terlihat seperti balon, hal tersebut terjadi karena pada ujung lamella sekunder mengalami pembendungan atau penggumpalan darah. Pada perlakuan ph 6, terjadi sedikit kerusakan insang berupa hiperplasia pada minggu pertama sebesar 26-50%, pada minggu kedua dan ketiga kerusakan mikroanatomi yang terjadi berupa hipertropi, dan hiperplasia sebesar 26-50% dan pada minggu keempat terjadi kerusakan mikroanatomi berupa hiperplasia sebesar 19

13 26-50%, hipertropi sebesar 1-25%, dan fusi sebesar 51-75%. Pada perlakuan tersebut kerusakan yang terjadi lebih sedikit setiap minggunya dibandingkan dengan perlakuan lain. Hal ini disebabkan oleh kondisi media pemeliharaan yang masih dalam batas toleransi ikan nila sehingga tidak menyebabkan kerusakan parah pada insang sebagai bagian yang pertama kali terkena dampak negatif apabila kondisi yang tidak sesuai terjadi pada media pemeliharaan. Adapun adanya sedikit kerusakan yang terjadi pada perlakuan ph 6 dapat disebabkan oleh kandungan amonia yang tinggi dibandingkan pada perlakuan ph 5 pada media selama masa pemeliharaan meskipun masih dalam batas yang dapat ditolerir oleh ikan nila karena menurut Boyd (1982) amonia dapat meningkatkan konsumsi oksigen di jaringan, merusak insang, dan mengurangi kemampuan darah mengangkut oksigen. Kerusakan insang yang terjadi pada ikan selama pemeliharaan dan kandungan DO (dissolved oxygen) yang rendah pada media pemeliharaan diduga dapat menyebabkan proses respirasi terganggu. Kisaran DO pada perlakuan ph 6 antara 4,05-4,24 mg/l sedangkan untuk perlakuan ph 5 berkisar antara 3,09-3,99 mg/l (Tabel 1). Kandungan oksigen terlarut yang rendah pada media pemeliharaan tersebut diduga karena kerapatan molekul dalam media tinggi sehingga penyebaran oksigen di dalam media pemeliharaan rendah. Nilai DO pada setiap perlakuan menunjukkan kisaran yang masih dapat ditolerir oleh ikan nila meskipun dalam kisaran yang rendah, sesuai dengan pernyataan Popma dan Lovshin (1996) dalam Maryam (2010) bahwa pada umumnya ikan nila masih dapat bertahan hidup pada perairan dengan kadar oksigen terlarut (DO) lebih rendah dari 0,5 mg/l, namun DO minimum yang harus dipertahankan dalam pemeliharaan ikan nila harus lebih tinggi dari 3 mg/l, karena rendahnya DO dapat berpengaruh terhadap fungsi biologis dan lambatnya pertumbuhan, bahkan dapat mengakibatkan kematian. Kadar oksigen yang rendah pada media pemeliharaan tersebut menyebabkan keberadaan oksigen tidak dapat memenuhi kebutuhan organisme akuatik (ikan) selain untuk respirasi juga untuk proses metabolisme (Effendi, 2000). Hal tersebut mengakibatkan proses metabolisme tidak berjalan dengan normal sehingga energi yang dihasilkan menjadi rendah. Energi tersebut digunakan untuk melakukan 20

14 adaptasi terhadap kondisi lingkungan yang tidak sesuai dengan batas toleransi ikan nila dibandingkan digunakan untuk pertumbuhan. Selain itu, energi yang rendah tersebut juga menyebabkan nafsu makan ikan menjadi menurun sehingga pertumbuhan, baik laju pertambahan panjang dan pertumbuhan bobot harian menjadi rendah. Hal tersebut bersesuaian dengan jumlah konsumsi pakan yang dihabiskan pada perlakuan ph 5 sebesar 53,59 g lebih sedikit dibandingkan dengan perlakuan pada ph 6, yaitu sebesar 116,63 g. Menurut Fry (1971) dan Brett (1979) derajat kemasaman air (ph) merupakan faktor pengontrol artinya faktor ini mempengaruhi dan menentukan kecepatan reaksi dalam konsumsi pakan sehingga mempengaruhi nafsu makan ikan, semakin rendah ph media pemeliharaan menyebabkan nafsu makan ikan menjadi menurun. Parameter lainnya yang dipengaruhi oleh kualitas air yang tidak sesuai adalah efisiensi pakan. Menurut Schmittou (1987) efisiensi pakan dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti kualitas pakan, jumlah pakan, spesies ikan, ukuran ikan, dan kualitas air. Efisiensi pakan merupakan salah satu parameter yang digunakan untuk mengetahui jumlah pakan yang dapat dimanfaatkan oleh ikan dan pemanfaatan pakan tersebut digunakan untuk pertumbuhan ikan selama masa pemeliharaan, baik pertambahan panjang harian maupun pertumbuhan bobot. Efisiensi pakan tertinggi terdapat pada perlakuan ph 6 yaitu sebesar 96,48% sedangkan untuk ph 5 sebesar 89,71%. Rendahnya efisiensi pakan pada perlakuan ph 5 tersebut, salah satunya disebabkan oleh kualitas air yang tidak sesuai dengan batas toleransi ikan nila. Jumlah konsumsi pakan dan efisiensi pakan selama pemeliharaan tersebut mempengaruhi pertumbuhan pada tiap perlakuan. Pertumbuhan merupakan proses yang terjadi dalam tubuh organisme yang menyebabkan pertumbuhan bobot atau protein dalam tubuh dalam jangka waktu tertentu. Pertumbuhan dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor internal meliputi sifat genetik dan kondisi fisologis serta faktor eksternal yakni yang berkaitan dengan lingkungan yang menjadi media pemeliharaan. Faktor-faktor eksternal tersebut diantaranya yaitu komposisi kimia air, substrat dasar, temperatur air dan ketersediaan pakan (Effendi, 1997). Pada penelitian ini laju pertumbuhan cenderung dipengaruhi oleh komposisi kimia air pada media pemeliharaan yaitu ph. Laju pertambahan panjang harian selama 21

15 perlakuan menunjukkan peningkatan yang signifikan. Pada perlakuan ph 6 laju pertumbuhan bobot tertinggi yaitu sebesar 4,47% sedangkan pada ph 5 sebesar 1,87%. Sebanding dengan laju pertumbuhan bobot, laju pertambahan panjang harian pada perlakuan ph 6 juga lebih tinggi dibandingkan pada perlakuan ph 5, yaitu 1,39% dan 0,81%., Laju pertumbuhan bobot dan pertambahan panjang yang rendah pada perlakuan ph 5 menunjukkan pada perlakuan tersebut perkembangan pertambahan panjang dan bobot ikan lambat. Laju pertambahan yang lambat tersebut berhubungan dengan pengaruh ph media yang rendah terhadap proses biokimiawi dan fisiologis dalam sistem metabolisme ikan. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan (Royce, 1973) bahwa derajat kemasaman mempengaruhi proses kecepatan reaksi kimiawi dalam air dan biokimiawi dalam tubuh ikan. Selanjutnya, parameter yang digunakan dalam uji pada media pemeliharaan dengan tingkat kemasaman rendah adalah tingkat kelangsungan hidup. Tingkat kelangsungan hidup merupakan suatu nilai perbandingan antara jumlah organisme yang hidup di akhir pemeliharaan dengan jumlah organisme awal saat penebaran yang dinyatakan dalam bentuk persen dimana semakin besar nilai persentase menunjukkan semakin banyak organisme yang hidup selama pemeliharaan (Effendie, 1997). Kelangsungan hidup pada perlakuan ph 6 selama masa pemeliharaan lebih tinggi dibandingkan dengan kelangsungan hidup pada perlakuan ph 3, ph 4, dan ph 5. Pada perlakuan ph 6 memiliki kelangsungan hidup 75%, ph 5 sebesar 50,8% sedangkan untuk ph 3 dan 4 ikan tidak dapat bertahan hidup sehingga kelangsungan hidupnya yaitu sebesar 0% (Gambar 8). Selama pengamatan, ikan yang telah diberi perlakuan asam ph 3 dan ph 4 mengeluarkan banyak mucus (lendir) pada bagian tubuhnya. Hal tersebut merupakan salah satu tingkah laku ikan dalam melakukan adaptasi dengan lingkungan yang tidak sesuai dengan batas toleransi untuk dapat tetap mempertahankan hidupnya. Tinggi rendahnya kelangsungan hidup organisme pada setiap perlakuan, khususnya pada perlakuan ph 3, 4, dan 5 tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor terutama oleh pengaruh rendahnya ph yang berbeda pada setiap perlakuan yang juga mempengaruhi parameter kualitas air lainnya menjadi tidak sesuai dengan batas toleransi ikan uji tersebut dan mengakibatkan kerusakan mikroanatomi insang sehingga proses pengambilan 22

16 oksigen terganggu. Selain itu, salah satu parameter kualitas air yang mempengaruhi tingkat kelangsungan hidup pada perlakuan ph 3 dan ph 4 tersebut adalah tingginya kandungan karbondioksida yang terdapat pada media, yaitu pada media pemeliharaan dengan perlakuan ph 3 sebesar 636,6 mg/l dan pada perlakuan ph 4 memiliki nilai karbondioksida sebesar 621,92 mg/l. Nilai karbondioksida tersebut melebihi batas toleransi dari ikan uji yang pada umumnya masih dapat bertahan hidup pada nilai karbodioksida sebesar 60 mg/l sehingga terjadi kematian sesaat pada perlakuan ph 3 dan ph 4 tersebut setelah ikan uji diberi perlakuan. 23

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Hasil dari penelitian yang dilakukan berupa parameter yang diamati seperti kelangsungan hidup, laju pertumbuhan bobot harian, pertumbuhan panjang mutlak, koefisien keragaman

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Bahan Penelitian

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Bahan Penelitian II. BAHAN DAN METODE 2.1 Bahan Penelitian Ikan nila yang digunakan adalah ikan nila strain BEST yang berasal dari Instalasi Riset Plasma Nutfah, Cijeruk dengan ukuran panjang 4,52±3,9 cm dan bobot 1,35±0,3

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 21 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Kualitas Air Kualitas air merupakan parameter lingkungan yang memegang peranan penting dalam kelangsungan suatu kegiatan budidaya. Parameter kualitas air yang

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3 Data perubahan parameter kualitas air

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3 Data perubahan parameter kualitas air 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Kualitas Air Kualitas air merupakan faktor kelayakan suatu perairan untuk menunjang kehidupan dan pertumbuhan organisme akuatik yang nilainya ditentukan dalam kisaran

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Berikut ini adalah hasil penelitian dari perlakuan perbedaan substrat menggunakan sistem filter undergravel yang meliputi hasil pengukuran parameter kualitas air dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Amonia Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh data berupa nilai dari parameter amonia yang disajikan dalam bentuk grafik. Dari grafik dapat diketahui

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. yang sering diamati antara lain suhu, kecerahan, ph, DO, CO 2, alkalinitas, kesadahan,

PENDAHULUAN. yang sering diamati antara lain suhu, kecerahan, ph, DO, CO 2, alkalinitas, kesadahan, 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kualitas air memegang peranan penting dalam bidang perikanan terutama untuk kegiatan budidaya serta dalam produktifitas hewan akuatik. Parameter kualitas air yang sering

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelangsungan Hidup Ikan Nila Nirwana Selama Masa Pemeliharaan Perlakuan Kelangsungan Hidup (%)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelangsungan Hidup Ikan Nila Nirwana Selama Masa Pemeliharaan Perlakuan Kelangsungan Hidup (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kelangsungan Hidup Berdasarkan hasil pengamatan dari penelitian yang dilakukan selama 30 hari, diperoleh bahwa pengaruh salinitas terhadap kelangsungan hidup benih nila

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Laju Pertumbuhan Spesifik Benih Ikan Mas (SGR)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Laju Pertumbuhan Spesifik Benih Ikan Mas (SGR) IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Laju Pertumbuhan Spesifik Benih Ikan Mas (SGR) Perubahan bobot ikan selama masa pemeliharaan diukur dan dicatat untuk mendapatkan data mengenai laju pertumbuhan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Derajat Kelangsungan Hidup Derajat kelangsungan hidup atau survival rate (SR) benih ikan patin yang dipelihara dengan masa pemeliharaan 30 hari memiliki hasil

Lebih terperinci

TOKSISITAS MERKURI (Hg) TERHADAP TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP, PERTUMBUHAN, GAMBARAN DARAH DAN KERUSAKAN PADA IKAN NILA Oreochromis niloticus

TOKSISITAS MERKURI (Hg) TERHADAP TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP, PERTUMBUHAN, GAMBARAN DARAH DAN KERUSAKAN PADA IKAN NILA Oreochromis niloticus TOKSISITAS MERKURI (Hg) TERHADAP TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP, PERTUMBUHAN, GAMBARAN DARAH DAN KERUSAKAN ORGAN PADA IKAN NILA Oreochromis niloticus VIKA YUNIAR DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Laju Pertumbuhan Mutlak Nila Gift Laju pertumbuhan rata-rata panjang dan berat mutlak ikan Nila Gift yang dipelihara selama 40 hari, dengan menggunakan tiga perlakuan yakni

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kualitas Air Kualitas hidup ikan akan sangat bergantung dari keadaan lingkunganya. Kualitas air yang baik dapat menunjang pertumbuhan, perkembangan, dan kelangsungan hidup

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Total Amonia Nitrogen (TAN) Konsentrasi total amonia nitrogen (TAN) diukur setiap 48 jam dari jam ke-0 hingga jam ke-120. Peningkatan konsentrasi TAN terjadi pada

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kelangsungan Hidup (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelangsungan Hidup (SR) Kelangsungan hidup merupakan suatu perbandingan antara jumlah organisme yang hidup diakhir penelitian dengan jumlah organisme

Lebih terperinci

IV. HASIL DA PEMBAHASA

IV. HASIL DA PEMBAHASA IV. HASIL DA PEMBAHASA 4.1 Hasil 4.1.1 Pertumbuhan 4.1.1.1 Bobot Bobot rata-rata ikan patin pada akhir pemeliharaan cenderung bertambah pada setiap perlakuan dan berkisar antara 6,52±0,53 8,41±0,40 gram

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 19 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Tahap I Berdasarkan hasil pengamatan selama penelitian diperoleh data sintasan (Gambar 1), sedangkan rata-rata laju pertumbuhan bobot dan panjang harian benih ikan

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Kadar Oksigen Terlarut Hasil pengukuran konsentrasi oksigen terlarut pada kolam pemeliharaan ikan nila Oreochromis sp dapat dilihat pada Gambar 2. Dari gambar

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tingkat Kelangsungan Hidup Kelangsungan hidup dapat digunakan sebagai tolok ukur untuk mengetahui toleransi dan kemampuan ikan untuk hidup dan dinyatakan sebagai perbandingan

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Penelitian Pendahuluan Hasil penelitian pendahuluan menyitir hasil penelitian Handayani (2012). 3.1.1.1 Kemampuan Puasa Ikan Kemampuan puasa benih ikan nila BEST

Lebih terperinci

Tingkat Kelangsungan Hidup

Tingkat Kelangsungan Hidup BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tingkat Kelangsungan Hidup Tingkat kelangsungan hidup merupakan suatu nilai perbandingan antara jumlah organisme yang hidup di akhir pemeliharaan dengan jumlah organisme

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil Berdasarkan hasil yang diperoleh dari kepadatan 5 kijing, persentase penurunan total nitrogen air di akhir perlakuan sebesar 57%, sedangkan untuk kepadatan 10 kijing

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1. Penelitian Pendahuluan 3.1.1.1 Tingkat Kelangsungan Hidup Ikan Selama Pemuasaan Kemampuan puasa benih nila BEST sebanyak 30 ekor dapat bertahan hidup dalam keadaan

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1. Kualitas Warna Perubahan warna ikan maskoki menjadi jingga-merah terdapat pada perlakuan lama pemberian pakan berkarotenoid 1, 2 dan 4 hari yaitu sebanyak 11,

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Parameter Air sebagai Tempat Hidup Ikan Nila (Oreochromis niloticus) Kualitas air merupakan salah satu faktor penting yang berpengaruh terhadap kelangsungan hidup ikan nila.

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil 3.1.1. Tingkat Kelangsungan Hidup (SR) Benih Ikan Lele Rata-rata tingkat kelangsungan hidup (SR) tertinggi dicapai oleh perlakuan naungan plastik transparan sebesar

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini, data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel dan grafik. Penyajian grafik dilakukan berdasarkan variabel konsentrasi terhadap kedalaman dan disajikan untuk

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Kurva Standar Berdasarkan percobaan yang dilakukan untuk mendapatkan nilai kurva standar, didapatkan bahwa semakin besar konsentrasi AS dalam akuades maka nilai

Lebih terperinci

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMANFAATAN PAKAN

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMANFAATAN PAKAN 4. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMANFAATAN PAKAN Faktor lingkungan dapat mempengaruhi proses pemanfaatan pakan tidak hanya pada tahap proses pengambilan, pencernaan, pengangkutan dan metabolisme saja, bahkan

Lebih terperinci

Gambar 5. Grafik Pertambahan Bobot Rata-rata Benih Lele Dumbo pada Setiap Periode Pengamatan

Gambar 5. Grafik Pertambahan Bobot Rata-rata Benih Lele Dumbo pada Setiap Periode Pengamatan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Laju Pertumbuhan Harian Laju Pertumbuhan adalah perubahan bentuk akibat pertambahan panjang, berat, dan volume dalam periode tertentu (Effendi, 1997). Berdasarkan hasil

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelimpahan Nannochloropsis sp. pada penelitian pendahuluan pada kultivasi

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelimpahan Nannochloropsis sp. pada penelitian pendahuluan pada kultivasi 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Pendahuluan Kelimpahan Nannochloropsis sp. pada penelitian pendahuluan pada kultivasi kontrol, kultivasi menggunakan aerasi (P1) dan kultivasi menggunakan karbondioksida

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 15 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Berikut adalah hasil dari perlakuan ketinggian air yang dilakukan dalam penelitian yang terdiri dari beberapa parameter uji (Tabel 5). Tabel 5. Pengaruh perlakuan

Lebih terperinci

Gambar 2. Grafik Pertumbuhan benih ikan Tagih

Gambar 2. Grafik Pertumbuhan benih ikan Tagih BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Laju Pertumbuhan Laju pertumbuhan merupakan penambahan jumlah bobot ataupun panjang ikan dalam periode waktu tertentu. Pertumbuhan terkait dengan faktor luar dan dalam

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Laju Pertumbuhan Bobot Harian Bobot benih ikan nila hibrid dari setiap perlakuan yang dipelihara selama 28 hari meningkat setiap minggunya. Bobot akhir benih ikan

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Penelitian Pendahuluan 3.1.1.1 Kemampuan Puasa Ikan Hasil uji kemampuan puasa benih ikan gurame yang dipelihara sebanyak 30 ekor menunjukkan bahwa ikan gurame

Lebih terperinci

Ima Yudha Perwira, S.Pi, MP, M.Sc (Aquatic)

Ima Yudha Perwira, S.Pi, MP, M.Sc (Aquatic) PENGELOLAAN KUALITAS AIR DALAM KEGIATAN PEMBENIHAN IKAN DAN UDANG Ima Yudha Perwira, S.Pi, MP, M.Sc (Aquatic) DISSOLVED OXYGEN (DO) Oksigen terlarut ( DO ) adalah jumlah oksigen terlarut dalam air yang

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dari hasil pengukuran terhadap beberapa parameter kualitas pada

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dari hasil pengukuran terhadap beberapa parameter kualitas pada IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Kualitas Air Dari hasil pengukuran terhadap beberapa parameter kualitas pada masingmasing perlakuan selama penelitian adalah seperti terlihat pada Tabel 1 Tabel 1 Kualitas Air

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pertumbuhan Mikroalga Laut Scenedesmus sp. Hasil pengamatan pengaruh kelimpahan sel Scenedesmus sp. terhadap limbah industri dengan dua pelakuan yang berbeda yaitu menggunakan

Lebih terperinci

PENENTUAN KUALITAS AIR

PENENTUAN KUALITAS AIR PENENTUAN KUALITAS AIR Analisis air Mengetahui sifat fisik dan Kimia air Air minum Rumah tangga pertanian industri Jenis zat yang dianalisis berlainan (pemilihan parameter yang tepat) Kendala analisis

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. M 1 V 1 = M 2 V 2 Keterangan : M 1 V 1 M 2 V 2

METODE PENELITIAN. M 1 V 1 = M 2 V 2 Keterangan : M 1 V 1 M 2 V 2 11 METODE PENELITIAN Tempat dan waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lingkungan Akuakultur, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor untuk pemeliharaan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Padat Tebar (ekor/liter)

HASIL DAN PEMBAHASAN Padat Tebar (ekor/liter) 9 III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Berikut adalah hasil dari perlakuan padat tebar yang dilakukan dalam penelitian yang terdiri dari parameter biologi, parameter kualitas air dan parameter ekonomi.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. tidak dimiliki oleh sektor lain seperti pertanian. Tidaklah mengherankan jika kemudian

TINJAUAN PUSTAKA. tidak dimiliki oleh sektor lain seperti pertanian. Tidaklah mengherankan jika kemudian TINJAUAN PUSTAKA Ikan Patin Sektor perikanan memang unik beberapa karakter yang melekat di dalamnya tidak dimiliki oleh sektor lain seperti pertanian. Tidaklah mengherankan jika kemudian penanganan masalah

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 27 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Distribusi Vertikal Oksigen Terlarut Oksigen terlarut merupakan salah satu faktor pembatas bagi sumberdaya suatu perairan karena akan berpengaruh secara langsung pada kehidupan

Lebih terperinci

BY: Ai Setiadi FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA

BY: Ai Setiadi FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA BY: Ai Setiadi 021202503125002 FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA Dalam budidaya ikan ada 3 faktor yang sangat berpengaruh dalam keberhasilan budidaya, karena hasil

Lebih terperinci

Gambar 4. Grafik Peningkatan Bobot Rata-rata Benih Ikan Lele Sangkuriang

Gambar 4. Grafik Peningkatan Bobot Rata-rata Benih Ikan Lele Sangkuriang Bobot ikan (g) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Laju Pertumbuhan Pertumbuhan merupakan penambahan jumlah bobot ataupun panjang ikan dalam satu periode waktu tertentu. Pertumbuhan dapat diartikan sebagai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif seperti hewan. Inti

TINJAUAN PUSTAKA. memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif seperti hewan. Inti II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Biologi Tetraselmis sp. Tetraselmis sp. merupakan alga bersel tunggal, berbentuk oval elips dan memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan dalam sistem budidaya dapat dipengaruhi oleh kualitas air, salah

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan dalam sistem budidaya dapat dipengaruhi oleh kualitas air, salah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan dalam sistem budidaya dapat dipengaruhi oleh kualitas air, salah satu unsur yang dapat mempengaruhi kualitas air yakni unsur karbon (Benefield et al., 1982).

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Jumlah Konsumsi Pakan Perbedaan pemberian dosis vitamin C mempengaruhi jumlah konsumsi pakan (P

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Struktur Mikroanatomi Hati Ikan Tagih Hasil penelitian pengaruh subletal merkuri klorida (HgCl 2 ) menggunakan konsentrasi 0,02 ppm; 0,04 ppm; dan 0,08 ppm; selama 28 hari

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelangsungan Hidup Berdasarkan hasil pengamatan selama 40 hari massa pemeliharaan terhadap benih ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) diketahui rata-rata tingkat kelangsungan

Lebih terperinci

V HASIL DAN PEMBAHASAN. pengamatan tersebut diberikan nilai skor berdasarkan kelompok hari moulting. Nilai

V HASIL DAN PEMBAHASAN. pengamatan tersebut diberikan nilai skor berdasarkan kelompok hari moulting. Nilai V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil 5.1.1 Kecepatan moulting kepiting bakau Pengamatan moulting kepiting bakau ini dilakukan setiap 2 jam dan dinyatakan dalam satuan moulting/hari. Pengamatan dilakukan selama

Lebih terperinci

ADAPTASI FISIOLOGI. Ani Rahmawati Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian UNTIRTA

ADAPTASI FISIOLOGI. Ani Rahmawati Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian UNTIRTA ADAPTASI FISIOLOGI Ani Rahmawati Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian UNTIRTA ADAPTASI FISIOLOGI LINGKUNGAN Adaptasi : Proses penyesuaian diri secara bertahap yang dilakukan oleh suatu organisme terhadap

Lebih terperinci

Tingkat Penggunaan Limbah Laju Pertumbuhan %

Tingkat Penggunaan Limbah Laju Pertumbuhan % BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Laju Pertumbuhan Harian Berdasarkan hasil pengamatan terhadap benih Lele Sangkuriang selama 42 hari masa pemeliharaan diketahui bahwa tingkat penggunaan limbah ikan tongkol

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Dari penelitian ini, didapatkan data sebagai berikut: daya listrik, kualitas air (DO, suhu, ph, NH 3, CO 2, dan salinitas), oxygen transfer rate (OTR), dan efektivitas

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengamatan terhadap ikan didapatkan suatu parameter pertumbuhan dan kelangsungan hidup berupa laju pertumbuhan spesifik, pertumbuhan panjang mutlak dan derajat kelangsungan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN.1 PENELITIAN PENDAHULUAN Penelitian pendahuluan dilakukan untuk menentukan titik kritis pengenceran limbah dan kondisi mulai mampu beradaptasi hidup pada limbah cair tahu. Limbah

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kultur Chaetoceros sp. dilakukan skala laboratorium dengan kondisi

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kultur Chaetoceros sp. dilakukan skala laboratorium dengan kondisi 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pertumbuhan Chaetoceros sp. Kultur Chaetoceros sp. dilakukan skala laboratorium dengan kondisi parameter kualitas air terkontrol (Lampiran 4). Selama kultur berlangsung suhu

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Surabaya, 24 Februari Penulis. Asiditas dan Alkalinitas Page 1

KATA PENGANTAR. Surabaya, 24 Februari Penulis. Asiditas dan Alkalinitas Page 1 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur senantiasa kita panjatkan kehadiran allah SWT, atas limpahan rahmat dan hidayahnya kepada kita, sehingga kelompok kami dapat menyelesaikan makalah Asiditas dan Alkalinitas.

Lebih terperinci

MANAJEMEN KUALITAS AIR

MANAJEMEN KUALITAS AIR MANAJEMEN KUALITAS AIR Ai Setiadi 021202503125002 FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS SATYA NEGARA INDONESIA Dalam budidaya ikan ada 3 faktor yang sangat berpengaruh dalam keberhasilan budidaya,

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Pertumbuhan beberapa tanaman air Pertumbuhan adalah perubahan dimensi (panjang, berat, volume, jumlah, dan ukuran) dalam satuan waktu baik individu maupun komunitas.

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Sumber oksigen terlarut dalam perairan

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Sumber oksigen terlarut dalam perairan 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Oksigen terlarut dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk pernapasan, proses metabolisme, atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi untuk pertumbuhan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Patin Siam ( Pangasius hypopthalmus 2.2. Transportasi Ikan

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Patin Siam ( Pangasius hypopthalmus 2.2. Transportasi Ikan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Patin Siam (Pangasius hypopthalmus) Ikan patin siam adalah jenis ikan patin yang diintroduksi dari Thailand (Khairuman dan Amri, 2008; Slembrouck et al., 2005). Ikan patin

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sungai merupakan suatu bentuk ekosistem akuatik yang mempunyai

TINJAUAN PUSTAKA. Sungai merupakan suatu bentuk ekosistem akuatik yang mempunyai TINJAUAN PUSTAKA Sungai Sungai merupakan suatu bentuk ekosistem akuatik yang mempunyai peranan penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air (catchment area) bagi daerah disekitarnya,

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Tahap Penelitian 2.2 Prosedur Kerja Penelitian Pendahuluan Tingkat Kelangsungan Hidup Ikan Selama Pemuasaan

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Tahap Penelitian 2.2 Prosedur Kerja Penelitian Pendahuluan Tingkat Kelangsungan Hidup Ikan Selama Pemuasaan II. BAHAN DAN METODE 2.1 Tahap Penelitian Kegiatan penelitian ini terbagi dalam dua tahap yaitu tahap penelitian pendahuluan dan tahap utama. Penelitian pendahuluan meliputi hasil uji kapasitas serap zeolit,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL. Pertumbuhan. Perlakuan A (0%) B (5%) C (10%) D (15%) E (20%) gurame. Pertambahan

BAB IV HASIL. Pertumbuhan. Perlakuan A (0%) B (5%) C (10%) D (15%) E (20%) gurame. Pertambahan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pertumbuhan Bobot Mutlak dan Laju Pertumbuhan Bobot Harian Pertumbuhan adalah perubahan bentuk akibat pertambahan panjang, berat, dan volume dalam periode tertentu (Effendi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Selama penelitian, ikan uji menunjukkan peningkatan bobot untuk semua perlakuan. Pada Gambar 1 berikut ini menyajikan pertumbuhan mutlak rata-rata ikan, sedangkan biomassa

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1 Tahap Penelitian Penelitian ini terdiri dari dua tahap, yaitu tahap pendahuluan dan utama. Metodologi penelitian sesuai dengan Supriyono, et al. (2010) yaitu tahap pendahuluan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP IKAN BETOK (Anabas testudineus) YANG DIPELIHARA PADA SALINITAS BERBEDA

PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP IKAN BETOK (Anabas testudineus) YANG DIPELIHARA PADA SALINITAS BERBEDA PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP IKAN BETOK (Anabas testudineus) YANG DIPELIHARA PADA SALINITAS BERBEDA TUGAS PENGENALAN KOMPUTER ZURRIYATUN THOYIBAH E1A012065 PENDIDIKAN BIOLOGI FAKULTAS KEGURUAN DAN

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Pengaruh kosentrasi limbah terhadap gerakan insang Moina sp Setelah dilakukan penelitian tentang gerakan insang dan laju pertumbuhan populasi Moina sp dalam berbagai kosentrasi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Derajat Kelangsungan Hidup (SR) Perlakuan Perendaman (%)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Derajat Kelangsungan Hidup (SR) Perlakuan Perendaman (%) IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Hasil yang diperoleh pada penelitian ini meliputi persentase jenis kelamin jantan rata-rata, derajat kelangsungan hidup (SR) rata-rata setelah perlakuan perendaman dan

Lebih terperinci

Pengaruh Metode Aklimatisasi Salinitas Terhadap Kelangsungan Hidup Benih Ikan Nila (Oreochromis sp.)

Pengaruh Metode Aklimatisasi Salinitas Terhadap Kelangsungan Hidup Benih Ikan Nila (Oreochromis sp.) Pengaruh Metode Aklimatisasi Salinitas Terhadap Kelangsungan Hidup Benih Ikan Nila (Oreochromis sp.) The Effect of Salinity Acclimatization on Survival Rate of Nile Fry (Oreochromis sp.) Yuliana Asri 1,*,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. manusia atau oleh proses alam, sehingga kualitas lingkungan turun sampai

TINJAUAN PUSTAKA. manusia atau oleh proses alam, sehingga kualitas lingkungan turun sampai TINJAUAN PUSTAKA Pencemaran Pencemaran lingkungan adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain kedalam lingkungan oleh kegiatan manusia atau oleh proses alam, sehingga

Lebih terperinci

BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil Penelitian 5.1.1. Pertumbuhan Bobot dan Panjang Ikan Selais (Ompok hypophthalmus) Setelah 112 hari pemeliharaan benih ikan selais (Ompok hypophthalmus) didapatkan

Lebih terperinci

MANAJEMEN KUALITAS AIR PADA BUDIDAYA IKAN NILA (Orechromis niloticus) DI KOLAM AIR DERAS

MANAJEMEN KUALITAS AIR PADA BUDIDAYA IKAN NILA (Orechromis niloticus) DI KOLAM AIR DERAS MANAJEMEN KUALITAS AIR PADA BUDIDAYA IKAN NILA (Orechromis niloticus) DI KOLAM AIR DERAS DISUSUN OLEH: KELOMPOK 6 ADI SAPUTRA FAUZI ISLAHUL RIDHO ILHAM NENCY MAHARANI DWI PUJI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI AKUAKULTUR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Benih ikan mas (Cyprinus carpio) tergolong ikan ekonomis penting karena ikan ini sangat dibutuhkan masyarakat dan hingga kini masih belum dapat dipenuhi oleh produsen

Lebih terperinci

PENGGUNAAN AERASI AIR MANCUR (FOINTAIN) DI KOLAM UNTUK PERTUMBUHAN IKAN NILA GIFT(Oreochromis niloticus)

PENGGUNAAN AERASI AIR MANCUR (FOINTAIN) DI KOLAM UNTUK PERTUMBUHAN IKAN NILA GIFT(Oreochromis niloticus) PENGGUNAAN AERASI AIR MANCUR (FOINTAIN) DI KOLAM UNTUK PERTUMBUHAN IKAN NILA GIFT(Oreochromis niloticus) Rukmini Fakultas Perikanan dan Kelautan UNLAM Banjarbaru Email rukmini_bp@yahoo.com ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelangsungan Hidup Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelangsungan hidup dari setiap perlakuan memberikan hasil yang berbeda-beda. Tingkat kelangsungan hidup yang paling

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 23 4.1 Hasil IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.1 Uji Akut Uji akut dilakukan pada konsentrasi timbal sebesar 20 ppm, 40 ppm, 80 ppm dan 160 ppm serta perlakuan kontrol negatif. Respon ikan uji terhadap deretan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Waduk merupakan salah satu bentuk perairan menggenang yang dibuat

I. PENDAHULUAN. Waduk merupakan salah satu bentuk perairan menggenang yang dibuat I. PENDAHULUAN Waduk merupakan salah satu bentuk perairan menggenang yang dibuat dengan cara membendung aliran sungai sehingga aliran air sungai menjadi terhalang (Thohir, 1985). Wibowo (2004) menyatakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Pendahuluan Uji Nilai Kisaran Uji Toksisitas Akut

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Pendahuluan Uji Nilai Kisaran Uji Toksisitas Akut 51 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Pendahuluan Uji Nilai Kisaran Hasil uji nilai kisaran (Range value test) merkuri pada ikan bandeng menunjukkan bahwa nilai konsentrasi ambang bawah sebesar 0.06

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Bernhard Grzimek (1973) dalam Yovita H.I dan Mahmud Amin

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Bernhard Grzimek (1973) dalam Yovita H.I dan Mahmud Amin TINJAUAN PUSTAKA Ikan Black Ghost (Apteronotus albifrons) Menurut Bernhard Grzimek (1973) dalam Yovita H.I dan Mahmud Amin dalam Rahman (2012), sistematika ikan black ghost adalah sebagai berikut : Kingdom

Lebih terperinci

Nike: Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. Volume 3, Nomor 1, Maret 2015

Nike: Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. Volume 3, Nomor 1, Maret 2015 Nike: Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. Volume 3, Nomor 1, Maret 2015 Pengaruh Salinitas Berbeda terhadap Pertumbuhan dan Tingkat Kelangsungan Hidup Benih Ikan Nila Merah (Oreochromis Niloticus) di

Lebih terperinci

RESPON ORGANISME AKUATIK TERHADAP VARIABEL LINGKUNGAN (ph, SUHU, KEKERUHAN DAN DETERGEN)

RESPON ORGANISME AKUATIK TERHADAP VARIABEL LINGKUNGAN (ph, SUHU, KEKERUHAN DAN DETERGEN) 1 RESPON ORGANISME AKUATIK TERHADAP VARIABEL LINGKUNGAN (ph, SUHU, KEKERUHAN DAN DETERGEN) Angga Yudhistira, Dwi Rian Antono, Hendriyanto Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,

Lebih terperinci

EFEKTIFITAS SISTEM AKUAPONIK DALAM MEREDUKSI KONSENTRASI AMONIA PADA SISTEM BUDIDAYA IKAN ABSTRAK

EFEKTIFITAS SISTEM AKUAPONIK DALAM MEREDUKSI KONSENTRASI AMONIA PADA SISTEM BUDIDAYA IKAN ABSTRAK e-jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan Volume III No 1 Oktober 2014 ISSN: 2302-3600 EFEKTIFITAS SISTEM AKUAPONIK DALAM MEREDUKSI KONSENTRASI AMONIA PADA SISTEM BUDIDAYA IKAN Riska Emilia Sartika

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Produktivitas Primer Fitoplankton Berdasarkan hasil penelitian di Situ Cileunca didapatkan nilai rata-rata produktivitas primer (PP) fitoplankton pada Tabel 6. Nilai PP

Lebih terperinci

Gambar 4. Kelangsungan Hidup Nilem tiap Perlakuan

Gambar 4. Kelangsungan Hidup Nilem tiap Perlakuan Kelangsugan Hidup (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kelangsungan Hidup Nilem Pada penelitian yang dilakukan selama 30 hari pemeliharaan, terjadi kematian 2 ekor ikan dari total 225 ekor ikan yang digunakan.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Tingkat Kelangsungan Hidup Benih Ikan Patin Siam

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Tingkat Kelangsungan Hidup Benih Ikan Patin Siam BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Tingkat Kelangsungan Hidup Benih Ikan Patin Siam Jumlah rata rata benih ikan patin siam sebelum dan sesudah penelitian dengan tiga perlakuan yakni perlakuan A kepadatan

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Pertumbuhan biomassa ikan selama 40 hari pemeliharaan yang diberi pakan dengan suplementasi selenium organik berbeda dapat dilihat pada Gambar 1 berikut ini: 250,00

Lebih terperinci

Konsentrasi (mg/l) Titik Sampling 1 (4 April 2007) Sampling 2 (3 Mei 2007) Sampling

Konsentrasi (mg/l) Titik Sampling 1 (4 April 2007) Sampling 2 (3 Mei 2007) Sampling Tabel V.9 Konsentrasi Seng Pada Setiap Titik Sampling dan Kedalaman Konsentrasi (mg/l) Titik Sampling 1 (4 April 2007) Sampling 2 (3 Mei 2007) Sampling A B C A B C 1 0,062 0,062 0,051 0,076 0,030 0,048

Lebih terperinci

BAB 4. METODE PENELITIAN

BAB 4. METODE PENELITIAN BAB 4. METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama sembilan bulan dari bulan Maret sampai September 2014 di Laboratorium UPT Kolam Pembenihan, Fakultas Perikanan dan Ilmu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Tanah Tanah adalah kumpulan benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horison-horison, terdiri dari campuran bahan mineral, bahan organik, air dan udara,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan budidaya perikanan (akuakultur) saat ini telah berkembang tetapi

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan budidaya perikanan (akuakultur) saat ini telah berkembang tetapi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan budidaya perikanan (akuakultur) saat ini telah berkembang tetapi terdapat kendala yang dapat menurunkan produksi berupa kematian budidaya ikan yang disebabkan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Persiapan Penelitian Penelitian Pendahuluan Tahap 1 Waktu dan Tempat

METODE PENELITIAN Persiapan Penelitian Penelitian Pendahuluan Tahap 1 Waktu dan Tempat 41 METODE PENELITIAN Penelitian ini terdiri atas 2 tahap yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian inti. Penelitian pendahuluan terdiri atas 2 tahap yaitu uji nilai kisaran (range value test) dan uji

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kadar Hematokrit Ikan Hematokrit adalah persentase sel darah merah dalam darah, bila kadar hematokrit 40% berarti dalam darah tersebut terdiri dari 40% sel darah merah dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Akumulasi Logam Berat Pb Konsentrasi awal logam berat di air pada awal perlakuan yang terukur dengan menggunakan spektrofotometer serapan atom (AAS) yaitu sebesar 2.36 mg/l.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pangasianodon, Spesies Pangasianodon hypopthalmus (Saanin 1984).

TINJAUAN PUSTAKA. Pangasianodon, Spesies Pangasianodon hypopthalmus (Saanin 1984). 3 TINJAUAN PUSTAKA Ikan Patin Siam Pangasianodon hypopthalmus Ikan patin siam adalah ikan yang termasuk kedalam Kelas Pisces, Sub Kelas Teleostei, Ordo Ostariophsy, Sub Ordo Siluroidea, Famili Pangasidae,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Prolarva 4.1.1 Laju Penyerapan Kuning Telur Penyerapan kuning telur pada larva lele dumbo diamati selama 72 jam, dengan rentang waktu pengamatan 12 jam. Pengamatan pada

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Parameter Air Sebagai Tempat Hidup Ikan Bawal Air Tawar Hasil analisis kualitas media air yang digunakan selama penelitian ditampilkan pada Tabel 4. Tabel 4 Hasil analisis kualitas

Lebih terperinci

Beberapa Sifat Kimia Tanah antara lain :

Beberapa Sifat Kimia Tanah antara lain : SIFAT KIMIA TANAH Beberapa Sifat Kimia Tanah antara lain : 1. Derajat Kemasaman Tanah (ph) Reaksi tanah menunjukkan sifat kemasaman atau alkalinitas tanah yang dinyatakan dengan nilai ph. Nilai ph menunjukkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Ikan Gurami Osphronemus gouramy Lac.

II. TINJAUAN PUSTAKA Ikan Gurami Osphronemus gouramy Lac. 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Gurami Osphronemus gouramy Lac. Ikan gurami Osphronemus gouramy Lac. merupakan ikan air tawar yang memiliki nilai ekonomis tinggi. Gurami dapat tumbuh dan berkembang pada

Lebih terperinci