HASIL DAN PEMBAHASAN Padat Tebar (ekor/liter)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN Padat Tebar (ekor/liter)"

Transkripsi

1 9 III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Berikut adalah hasil dari perlakuan padat tebar yang dilakukan dalam penelitian yang terdiri dari parameter biologi, parameter kualitas air dan parameter ekonomi Parameter Biologi Derajat Kelangsungan Hidup (SR) Derajat kelangsungan hidup pada perlakuan yang diperoleh pada perlakuan padat penebaran 35 ekor/liter, 40 ekor/liter, 45 ekor/liter dan 50 ekor/liter secara berturut-turut adalah 78,50±3,47%, 81,28±2,68%, 82,57±3,66% dan 65,81±3,36% (Gambar 1). Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan padat penebaran berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap derajat kelangsungan hidup (Lampiran 4d). Derajat kelangsungan hidup (%) Gambar 1. Grafik derajat kelangsungan hidup lele Clarias sp Laju Pertumbuhan Harian 78,50 ± 3,47 81,28 ± 2,68 82,57 ± 3,66 65,81 ± 3,36 a a a b Pertumbuhan bobot harian yang diperoleh pada perlakuan padat penebaran 35, 40, 45 dan 50 ekor/liter secara berturut-turut adalah 0,0068±0,0017 gram/hari, 0,0066±0,0006 gram/hari, 0,0062±0,0015 gram/hari, 0,0039±0,0009 gram/hari (Gambar 2); sedangkan laju pertumbuhan spesifik secara berturut-turut adalah sebesar 21,84±1,16%, 20,35±1,46%, 21,33±1,15% dan 19,31±2,82% (Gambar 3). Pertumbuhan bobot harian benih ikan lele sangkuriang tidak mengalami penurunan yang signifikan seiring dengan peningkatan padat penebaran. Hasil analisis ragam juga menunjukkan bahwa perlakuan padat tebar tidak berpengaruh

2 10 nyata (P>0,05) terhadap laju pertumbuhan bobot harian maupun laju pertumbuhan spesifik (Lampiran 1c). Namun, perlakuan padat penebaran tersebut berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap laju pertumbuhan biomassa harian (yield). Hal tersebut terlihat pada laju pertumbuhan biomassa yang diperoleh pada perlakuan padat penebaran 35 ekor/liter, 40 ekor/liter, 45 ekor/liter dan 50 ekor/liter secara berturut-turut, yakni 9,40 ± 2,59 gram/hari, 10,69 ± 1,27 gram/hari, 11,55 ± 2,22 gram/hari dan 6,27 ± 1,52 gram/hari (Gambar 4) ,0068 ± 0,0017 0,0066 ± 0,0006 0,0062 ± 0, Growth Rate (gram/hari) a a a 0,0039 ± 0,0009 a Gambar 2. Grafik pertumbuhan bobot harian lele Clarias sp. Spesific G rowth Rate (%) ,84 ±1,16 21,33 ± 1,15 20,35±1,46 19,31 ± 2,82 a a a a Gambar 3. Grafik laju pertumbuhan spesifik lele Clarias sp.

3 11 Yield (gram/hari) ,55 ± 2,22 10,69 ± 1,27 9,40 ± 2,59 6,27 ± 1,52 ab ab a b Gambar 4. Grafik laju pertumbuhan biomassa harian lele Clarias sp Pertumbuhan Panjang Mutlak Laju pertumbuhan panjang mutlak yang diperoleh pada perlakuan padat penebaran 35 ekor/liter, 40 ekor/liter, 45 ekor/liter, dan 50 ekor/liter secara berturut-turut, yakni sebesar 1,39±0,16 cm, 1,35±0,08 cm, 1,33±0,25 cm dan 1,17±0,06 cm (Gambar 5). Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan ketinggian air tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap laju pertumbuhan mutlak (Lampiran 3c). Panjang Mutlak (cm) ,39 ± 0,16 1,35 ± 0,08 1,33 ± 0,25 1,17 ±0,06 a a a a Gambar 5. Grafik panjang mutlak lele Clarias sp Koefisien Keragaman Panjang Nilai koefisien keragaman yang diperoleh pada perlakuan padat penebaran 35 ekor/liter, 40 ekor/liter, 45 ekor/liter dan 50 ekor/liter secara berturut-turut adalah 13,57±0,97%, 12,88±2,72%, 9,30±1,05% dan 15,08±2,19% (Gambar 6). Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan perbedaan padat penebaran

4 12 berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap laju koefisien keragaman (Lampiran 5b). Perbedaan tersebut terlihat antara perlakuan padat penebaran 45 ekor/liter dengan padat penebaran 50 ekor/liter. Koefisien Keragaman Panjang (%) 13,57 ± 0,97 Gambar 6. Grafik koefisien keragaman panjang lele Clarias sp Feed Conversion Ratio (FCR) 12,88 ± 2,72 Nilai Feed Conversion Ratio (FCR) pada perlakuan padat penebaran 35 ekor/liter, 40 ekor/liter, 45 ekor/liter dan 50 ekor/liter secara berturut-turut adalah 1,90±0,45, 2,06±0,22, 2,37±0,43 dan 2,52±0,08 (Gambar 7). Nilai FCR yang diperoleh tidak meningkat secara signifikan seiring kenaikan perlakuan padat penebaran sehingga hasil analisis ragam juga menunjukkan bahwa perbedaan padat penebaran tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap Nilai Feed Conversion Ratio (FCR) (Lampiran 6b). Feed Convertion Ratio (FCR) ,30 ± 1,05 15,08 ± 2,19 ab ab a b 1,90 ± 0,45 2,06 ± 0,22 2,37 ± 0,43 2,52 ± 0,08 a a a a Gambar 7. Grafik Feed convertion ratio (FCR) pada lele Clarias sp.

5 Parameter Kualitas Air Kondisi kualitas air selama penelitian berlangsung masih dalam kisaran optimal bagi pertumbuhan ikan lele. Nilai-nilai parameter kualitas air pada masing-masing perlakuan selama masa pemeliharaan percobaan berlangsung tercantum dalam Tabel 1. Tabel 1. Kisaran kualitas air selama pemeliharaan Parameter Kualitas Air Nilai parameter pada perlakuan perbedaan padat penebaran 35 ekor/liter 40 ekor/liter 45 ekor/liter 50 ekor/liter Pustaka* Suhu (ᴼC) (BBAT, 2005) DO (ppm) 1,45-2,87 1,76-2,55 1,42-2,93 1,52-2,99 >1,0 (BBAT, 2005) ph 6,51-7,04 6,81-7,10 6,77-7,11 6,69-7, (Wedemeyer, 2001) TAN (mg/l) 0,73-1,32 0,63-1,30 0,68-1,42 0,64-1,55 1,37-2,2 (WHO, 1992 dalam Effendi, 2003) Alkalinitas (mg/l CaCO3) (Wedemeyer, 2001) *kisaran nilai yang baik menurut pustaka Parameter Ekonomi Efisiensi ekonomi dihitung dalam jangka waktu satu tahun. Analisis usaha pada tiap perlakuan ditunjukkan pada Tabel 2. Asumsi yang digunakan dalam analisis usaha adalah sebagai berkut : a. Satu tahun dapat dilakukan 14 siklus produksi, dengan waktu 25 hari pada setiap siklus produksi (5 hari untuk persiapan, 20 hari untuk produksi). b. Harga faktor produksi dianggap tetap selama siklus produksi. c. Pendederan menggunakan 12 akuarium dengan pertimbangan mencukupi untuk produksi di tingkat masyarakat, dimana akuarium perlakuan memiliki ketinggian air 30 cm dengan volume 50,4 liter dengan perbedaan padat penebaran sebagai berikut: 1. Kepadatan 35 ekor/liter dengan jumlah 1764 ekor/akuarium 2. Kepadatan 40 ekor/liter dengan jumlah 2016 ekor/akuarium 3. Kepadatan 45 ekor/liter dengan jumlah 2268 ekor/akuarium 4. Kepadatan 50 ekor/liter dengan jumlah 2520 ekor/akuarium d. Kelangsungan hidup pada perlakuan perbedaan padat penebaran 35 ekor/liter, 40 ekor/liter, 45 ekor/liter dan 50 ekor/liter secara berturut-turut adalah 78,50±3,47%, 81,28±2,68%, 82,57±3,66% dan 65,81±3,36% (Lampiran 4c). e. Nilai FCR perlakuan padat penebaran 30 ekor/liter, 40 ekor/liter, 45 ekor/liter dan 50 ekor/liter secara berturut-turut adalah 1,90±0,45, 2,06±0,22, 2,37±0,43 dan 2,52±0,08 (Lampiran 6a).

6 14 f. Persentase penyusutan perlengkapan produksi sesuai Lampiran 8a. g. Biaya tenaga kerja sebesar Rp 300,00/siklus h. Biaya listrik Rp. 826,45/KWH. i. Harga benih ikan lele ukuran 0,77±0,03 cm sebesar Rp.7/ekor. j. Harga jual benih ikan lele ukuran 2-3 cm sebesar Rp.50/ekor. k. Setiap 1000 ekor maka dikeluarkan biaya panen sebesar Rp.2000 l. Setiap 1000 ekor dikemas dalam satu kantong plastik, setiap kantong plastik memerlukan biaya kantong plastik dan karet sebesar Rp.500 dan gas sebesar Rp.500. m. Persentase ukuran 2-3 cm pada semua perlakuan adalah 100% dari nilai SR. n. Harga pakan alami cacing sutra sebesar Rp.8.000/takar (±1000 gram). Tabel 2. Analisis usaha pada tiap perlakuan Parameter Perlakuan 35 ekor/liter 40 ekor/liter 45 ekor/liter 50 ekor/liter Investasi Rp Rp Rp Rp Biaya tetap Rp Rp Rp Rp Biaya tidak tetap Rp Rp Rp Rp Total biaya Rp Rp Rp Rp Penerimaan Rp Rp Rp Rp Keuntungan Rp ( ) Rp Rp Rp R/C 0,91 1,09 1,20 1,04 BEPp Rp Rp Rp Rp BEPu (Ekor) Payback Periode (Bulan) HPP Rp 59,86 Rp 52,61 Rp 47,78 Rp 55, Pembahasan Peningkatan kepadatan yang dilakukan dalam penelitian ini berkaitan dengan peningkatan kebutuhan pakan. Peningkatan kebutuhan pakan tersebut terlihat dari parameter FCR yang meningkat sejalan dengan peningkatan kepadatan ikan (Gambar 7). Dengan demikian, sejalan dengan peningkatan kepadatan juga akan menghasilkan metabolit yang tinggi di media pemeliharaan ikan lele, seperti yang terlihat pada Tabel 1. Peningkatan metabolit tersebut berdampak pada menurunnya kualitas air dalam media pemeliharaan dan penurunan pertumbuhan sesuai dengan pernyataan Suresh dan Lin (1992) bahwa kualitas air akan menurun seiring peningkatan padat tebar yang diikuti dengan penurunan tingkat pertumbuhan. Namun dalam penelitian ini berdasarkan Gambar 2, 3 dan 4 di atas menunjukkan bahwa hasil analisis ragam menunjukkan tidak adanya pengaruh nyata (p>0,05) perlakuan

7 15 padat penebaran terhadap laju pertumbuhan spesifik, pertumbuhan bobot harian dan pertumbuhan panjang mutlak. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa pertumbuhan masih dapat terjadi dikarenakan lingkungan ikan masih berada dalam kisaran yang baik untuk tumbuh (Tabel 1). Lingkungan masih berada dalam kisaran baik dikarenakan adanya pergantian air 100%. Pergantian air tersebut berpengaruh terhadap kualitas air media pemeliharaan, terutama oksigen dan akumulasi racun sisa metabolisme. Pernyataan tersebut didukung oleh pernyataan Goddard (1996) bahwa oksigen yang semakin berkurang dapat ditingkatkan dengan pergantian air dan pemberian aerasi. Berdasarkan keterkaitan tersebut diketahui bahwa faktor yang berpengaruh terhadap pertumbuhan bobot dan panjang adalah kepadatan ikan, pakan dan kondisi lingkungan. Selama masa pemeliharaan ikan diberikan pakan secara at satiation sehingga kebutuhan pakan untuk setiap ikan dapat terpenuhi. Demikian pula dengan kondisi lingkungan pada masa pemeliharaan masih berada dalam kisaran yang baik untuk mendukung pertumbuhan benih lele (Tabel 1). Menurut Hepher (1978), pada keadaan lingkungan yang baik dan pakan yang mencukupi, peningkatan kepadatan ikan akan menghasilkan pertumbuhan yang stabil. Perlakuan padat penebaran ini berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap laju pertumbuhan biomassa (yield) benih lele. Nilai yield berbeda nyata antara perlakuan padat penebaran 45 ekor/liter dengan 50 ekor/liter. Hal tersebut menunjukkan bahwa peningkatan kepadatan 45 ekor/liter telah mencapai titik maksimal hasil yang ditandai dengan penurunan hasil pada kepadatan 50 ekor/liter. Penurunan ini sesuai dengan data pertumbuhan bobot harian yang menurun pada padat penebaran 50 ekor/liter meski berdasarkan analisis ragam tidak berbeda nyata (p>0,05). Menurut Hepher dan Pruginin (1981), parameter pemeliharaan ikan pada kepadatan tinggi adalah hasil (yield) yang maksimal. Pada pemeliharaan ikan secara intensif peningkatan padat penebaran biasa dilakukan untuk mengetahui hasil maksimal yang dapat dicapai. Jika hasil yang didapat belum mencapai hasil maksimal atau belum terlihat menurun, maka peningkatan kepadatan masih dimungkinkan walaupun pertumbuhan ikan cenderung lambat. Pada penelitian ini telah terlihat titik maksimal terdapat pada padat penebaran 45 ekor/liter.

8 16 Nilai kelangsungan hidup yang didapat dalam penelitian ini cenderung menurun sejalan dengan peningkatan padat penebaran benih. Salah satu faktor yang dapat menyebabkan penurunan tingkat kelangsungan hidup pada kepadatan ikan yang meningkat adalah kualitas air yang telah menurun (Suresh dan Lin, 1992). Namun selama masa pemeliharaan kualitas air masih dalam kisaran yang memungkinkan ikan lele hidup dengan baik. Oleh karena itu, penurunan nilai kelangsungan hidup diduga terjadi dikarenakan faktor lain, diantaranya perkembangan benih ikan lele antara satu yang lainnya berbeda akibat selama masa pemeliharaan tidak dilakukan pemisahan ukuran (grading) sehingga terjadi kompetisi dan kanibalisme oleh benih ikan yang berukuran lebih besar, khususnya pada perlakuan padat penebaran tertinggi. Hal tersebut didukung dengan data kematian harian yang berbeda dengan jumlah panen yang dilakukan di akhir pemeliharaan (Lampiran 4a). Data koefisien keragaman yang menunjukkan bahwa perlakuan padat penebaran yang dilakukan berpengaruh secara nyata (p<0,05) terhadap nilai koefisien keragaman, sehingga benih yang dihasilkan selama percobaan cenderung beragam, terutama pada padat penebaran 50 ekor/liter sedangkan benih yang lebih seragam dihasilkan pada padat penebaran 45 ekor/liter. Pada perlakuan 45 ekor/liter diketahui bahwa nilai koefisien keragaman panjangnya lebih kecil dibandingkan perlakuan lainnya meskipun tidak berbeda nyata terhadap perlakuan 35 dan 40 ekor/liter. Hal tersebut diduga karena pada perlakuan padat penebaran 45 ekor/liter, pakan dapat dimanfaatkan secara merata, sehingga menghasilkan pertumbuhan benih yang hampir seragam sedangkan pada perlakuan 35, 40 dan 50 ekor/liter, pakan yang diberikan tidak termanfaatkan karena terlalu berlebihan. Data koefisien keragaman ini juga mendukung dari data kelangsungan hidup benih lele yang cenderung menurun pada perlakuan padat penebaran 50 ekor/liter yang diduga disebabkan ukuran benih yang beragam. Seperti yang dikemukakan oleh Lovell (1989) dalam Hartini (2002), jika ukuran benih beragam, menyebabkan kesempatan mendapatkan makanan akan berbeda, dimana benih yang berukuran besar mendapatkan kesempatan menguasai makanan daripada ikan kecil karena ditunjang ukuran tubuhnya.

9 17 Perlakuan padat penebaran yang dilakukan tidak berpengaruh secara nyata (p>0,05) terhadap feed convertion ratio (FCR). Berdasarkan Gambar 7 diketahui bahwa nilai FCR semakin meningkat sejalan dengan peningkatan padat penebaran dengan nilai FCR tertinggi pada perlakuan padat penebaran 50 ekor/liter, yakni sebesar 2,52±0,08 dan nilai FCR terendah pada padat penebaran 35 ekor/liter dengan nilai FCR sebesar 1,9±0,45. Hasil tersebut menunjukkan bahwa sejalan dengan peningkatan padat penebaran maka nilai konversi pakannya pun meningkat. Hasil tersebut berbeda dengan hasil penelitian Suresh dan Lin (1992) yang menyatakan bahwa pada kepadatan yang meningkat, nilai konversi pakan ikan nila cenderung. Namun, menurut Zonneveld et al. (1991) kejadian yang berbeda pada ikan lele merupakan suatu pengecualian. Ikan lele memiliki organ pernapasan tambahan yang berfungsi sebagai alat pernapasan tambahan. Dengan adanya organ pernapasan tambahan tersebut memungkinkan ikan lele dapat secara langsung memanfaatkan oksigen dari udara luar jika terjadi penurunan kandungan oksigen di air. Oleh karena itu, pada ikan lele nilai konversi pakan yang didapat cenderung berbeda, yakni memungkinkan terjadinya peningkatan nilai konversi pakan sejalan peningkatan kepadatan. Hasil penelitian mengenai parameter biologi yang telah dilakukan menunjukkan bahwa perlakuan padat penebaran 35, 40, 45 dan 50 ekor/liter terhadap kinerja produksi pendederan untuk menghasilkan benih lele Sangkuriang ukuran 2-3 cm dengan ketinggian media 30 cm tidak berpengaruh nyata terhadap nilai pertumbuhan bobot harian, pertumbuhan panjang mutlak dan feed conversion ratio (FCR), namun berpengaruh nyata terhadap derajat kelangsungan hidup nilai yield, dan koefisien keragaman panjang. Berdasarkan hasil tersebut diketahui bahwa pada setiap parameter biologi, padat penebaran 45 ekor/liter merupakan padat tebar yang optimal karena nilai derajat kelangsungan hidupnya paling tinggi dibandingkan perlakuan lainnya yakni mencapai 82,57%. Demikian pula dengan laju pertumbuhan biomassa (yield) yang mencapai 11,55 gram/hari. Hal tersebut juga ditunjang dengan ukuran benih yang seragam dengan nilai koefisien keragaman yang hanya sebesar 9,30% dan paling rendah dibandingkan perlakuan yang lain.

10 18 Berdasarkan hasil penelitian kali ini menunjukkan bahwa lingkungan tempat ikan dipelihara masih dalam kisaran yang baik untuk pertumbuhan ikan. Hasil ini didukung oleh hasil pertumbuhan ikan yang baik (Gambar 2, 3 dan 4) dan penerapan teknologi ketinggian air 30 cm dapat menunjang kondisi lingkungan yang optimal untuk pertumbuhan benih lele baik secara bioteknis maupun bioekonomis (Witjaksono, 2009). Salah satu parameter yang memberikan pengaruh besar pada perlakuan tersebut adalah kandungan oksigen terlarut. Ikan lele Sangkuriang mampu mentoleransi kandungan oksigen terlarut >3 mg/l (Rahman et al, 1992). Namun pada kisaran oksigen terlarut >2 mg/l, ikan lele dapat tumbuh meskipun lambat. Hal tersebut dapat terjadi karena ikan lele memiliki alat pernapasan tambahan berupa aborescent organ yang memungkinkan benih ikan lele Sangkuriang untuk mengambil oksigen secara langsung di udara (Zonneveld et al., 1991). Kadar TAN selama pemeliharaan pada perlakuan padat penebaran 35, 40, 45 dan 50 ekor/liter secara berturut-turut adalah 0,73-1,32 gram/liter, 0,63-1,30 gram/liter, 0,68-1,42 gram/liter dan 0,64-1,55 gram/liter. Kadar TAN tersebut tergolong tinggi karena menurut Rahman et al., (1992) kadar TAN sebaiknya <1 mg/l atau berkisar antara 0,05-0,2 (Wedemeyer, 2001). Namun, menurut UNESCO/WHO/UNEP (1992) dalam Effendi (2003), tingkat toleransi ikan terhadap TAN pada umumnya dapat mencapai 1,37-2,2 mg/l. TAN tersebut akan menjadi toksik jika kandungan oksigen di air rendah. Maka diperlukan peningkatan oksigen di air agar mengurangi toksisitasnya. Peningkatan kadar oksigen di air dapat dilakukan salah satunya dengan dengan pergantian air dan pemberian aerasi (Goddard, 1996). Oleh karena itu, pergantian air 100% setiap hari dan pemberian aerasi pada media pemeliharaan diharapkan mampu mengurangi kandungan amonia di air sehingga tidak mempengaruhi pertumbuhan ikan secara signifikan. Kisaran alkalinitas selama pemeliharaan pada perlakuan padat penebaran 35, 40, 45 dan 50 ekor/liter secara berturut-turut adalah mg/l CaCO3, mg/l CaCO3, mg/l CaCO3 dan mg/l CaCO3. Alkalinitas merupakan gambaran kapasitas air untuk menetralkan asam atau sebagai kapasitas penyangga (buffer capacity) terhadap perubahan ph. Perairan yang mengandung alkalinitas

11 19 20 ppm menunjukkan bahwa perairan tersebut relatif stabil terhadap perubahan asam dan basa sehingga kapasitas buffer atau basa lebih stabil (Boyd, 1990). Berdasarkan data tersebut, pada padat penebaran 35, 40, 45 dan 50 ekor/liter menunjukkan kapasitas penyangga yang relatif stabil karena kisaran alkalinitas di atas 20 mg/l CaCO 3. Analisis usaha pada Tabel 2 menunjukkan bahwa keuntungan terbesar terdapat pada perlakuan padat penebaran 45 ekor/liter, yaitu Rp per tahun dan kerugian terbesar terjadi pada perlakuan padat penebaran 35 ekor/liter, yakni sebesar Rp Dengan demikian peningkatan kepadatan dapat meningkatkan penerimaan dan keuntungan namun hanya mencapai kepadatan maksimal yakni pada kepadatan 45 ekor/liter. Menurut Boyd (1990), pertumbuhan dan kelangsungan hidup dipengaruhi kepadatan populasi, metabolisme ikan, pergantian air, dan suhu. Oleh karena itu, dengan adanya kepadatan populasi yang optimal dalam penerapan teknologi ketinggian air 30 cm dapat menciptakan kondisi air yang cenderung baik sehingga ikan dapat hidup dan tumbuh dengan baik. Analisis R/C digunakan untuk mengetahui setiap nilai rupiah biaya yang digunakan dalam kegiatan usaha dapat memberikan sejumlah nilai rupiah penerimaan. Kegiatan usaha yang menguntungkan memiliki nilai R/C yang besar (Rahardi et al., 1998). Nilai R/C (Tabel 2) terendah terdapat pada perlakuan padat penebaran 35 ekor/liter yaitu sebesar 0,91 yang berarti dengan pengeluaran biaya sebesar Rp 1,00 terjadi kerugian sebesar Rp 0,09. Nilai R/C tertinggi terdapat pada perlakuan padat penebaran 45 ekor/liter, yaitu sebesar 1,20. Sedangkan nilai R/C pada padat penebaran 40 dan 50 secara berturut-turut, yaitu 1,09 dan 1,04. Seperti halnya dengan penerimaan dan keutungan, hasil R/C juga menunjukkan bahwa peningkatan kepadatan dapat meningkatkan nilai R/C namun hanya mencapai kepadatan maksimal yakni pada kepadatan 45 ekor/liter. Nilai BEPp pada perlakuan padat penebaran 35 ekor/liter, yaitu sebesar Rp dan BEPu sebanyak ekor, artinya titik impas pada perlakuan perlakuan dicapai saat penerimaan mencapai Rp dengan produksi benih sebanyak ekor. Pada perlakuan 40 ekor/liter nilai BEPp sebesar Rp dan BEPu sebanyak ekor, artinya titik impas

12 20 dicapai saat penerimaan mencapai Rp dengan produksi benih sebanyak ekor. Pada perlakuan padat penebaran 45 ekor/liter, nilai BEPp sebesar Rp dan BEPu sebanyak ekor, artinya titik impas pada perlakuan tersebut dicapai saat penerimaan mencapai Rp dengan produksi benih sebanyak ekor. Sedangkan pada perlakuan padat penebaran 50 ekor/liter dicapai BEP tertinggi yaitu BEPp sebesar Rp dan BEPu sebanyak ekor, artinya titik impas pada perlakuan padat penebaran 50 ekor/liter dicapai saat penerimaan mencapai Rp dengan produksi benih sebanyak ekor. Payback periode (PP) adalah parameter yang digunakan untuk mengetahui lamanya waktu pengembalian modal. Nilai PP pada perlakuan padat penebaran 40, 45 dan 50 ekor/liter secara berturut-turut adalah 72, 31 dan 160 bulan. Berdasarkan nilai PP tersebut diketahui bahwa pengembalian modal tercepat terdapat pada perlakuan padat penebaran 45 ekor/liter. Namun untuk perlakuan padat penebaran 35 ekor/liter nilai PP tersebut tidak dapat dihitung karena nilai keuntungan usahanya tidak ada (rugi). Berdasarkan Tabel 2 diketahui nilai harga pokok produksi (HPP) pada perlakuan padat penebaran 35, 40, 45 dan 50 ekor/liter secara berturut-turut adalah Rp 59,86; Rp 52,61; Rp 47,78; dan Rp 55,51. Harga pokok produksi terendah terdapat pada perlakuan padat penebaran 45 ekor/liter, yaitu Rp 47,78 per ekor. Dari hasil perhitungan tersebut menunjukkan tidak terdapat selisih antara harga jual benih per ekor dengan harga pokok produksi. Dengan demikian keuntungan yang diperoleh tidak terlalu besar namun apabila dibandingkan dengan perlakuan lain, pada perlakuan 45 ekor/liter, harga pokok produksi cenderung lebih besar dari harga penjualan sehingga mengalami kerugian. Oleh karena itu perlakuan padat penebaran 45 ekor/liter akan menghasilkan keuntungan yang terbesar. Dari hasil perhitungan analisis usaha diketahui bahwa perlakuan padat penebaran 45 ekor/liter merupakan perlakuan yang ideal baik secara bioteknis maupun bioekonomis, yang dapat terlihat dari besarnya keuntungan, kecilnya harga pokok produksi, tingginya nilai R/C, dan waktu pengembalian investasi yang relatif cepat.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 15 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Berikut adalah hasil dari perlakuan ketinggian air yang dilakukan dalam penelitian yang terdiri dari beberapa parameter uji (Tabel 5). Tabel 5. Pengaruh perlakuan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3 II. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei 2011 bertempat di Laboratorium Teknik Produksi dan Manajemen Akuakultur, pengambilan data penunjang dilaksanakan

Lebih terperinci

Lampiran 1b, Data laju pertumbuhan spesifik benih lele Sangkuriang dengan lama pemeliharaan 20 hari

Lampiran 1b, Data laju pertumbuhan spesifik benih lele Sangkuriang dengan lama pemeliharaan 20 hari LAMPIRAN 24 25 Lampiran 1. Data sampling bobot benih ikan lele dan analisis ragam pertumbuhan bobot harian Lampiran 1a, Data sampling bobot benih ikan lele tiap perlakuan setiap 5 hari 35 ekor/liter 40

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Hasil dari penelitian yang dilakukan berupa parameter yang diamati seperti kelangsungan hidup, laju pertumbuhan bobot harian, pertumbuhan panjang mutlak, koefisien keragaman

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 9 III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei-Juni 2009. Perlakuan dan pemeliharaan dilaksanakan di Cibanteng Farm, pengambilan data penunjang dilaksanakan

Lebih terperinci

KINERJA PRODUKSI PENDEDERAN LELE SANGKURIANG Clarias sp. PADA PADAT PENEBARAN 35, 40, 45 DAN 50 EKOR/LITER DENGAN KETINGGIAN MEDIA 30 CM

KINERJA PRODUKSI PENDEDERAN LELE SANGKURIANG Clarias sp. PADA PADAT PENEBARAN 35, 40, 45 DAN 50 EKOR/LITER DENGAN KETINGGIAN MEDIA 30 CM KINERJA PRODUKSI PENDEDERAN LELE SANGKURIANG Clarias sp. PADA PADAT PENEBARAN 35, 40, 45 DAN 50 EKOR/LITER DENGAN KETINGGIAN MEDIA 30 CM TYAS PUTERI TAHIRA SKRIPSI DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Laju Pertumbuhan Bobot Harian Bobot benih ikan nila hibrid dari setiap perlakuan yang dipelihara selama 28 hari meningkat setiap minggunya. Bobot akhir benih ikan

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Evaluasi teknis budidaya Hasil dari teknologi budidaya penggunaan pakan sepenuhnya pada kolam air tenang dan teknologi budidaya penggunaan pakan pengganti limbah

Lebih terperinci

IV. HASIL DA PEMBAHASA

IV. HASIL DA PEMBAHASA IV. HASIL DA PEMBAHASA 4.1 Hasil 4.1.1 Pertumbuhan 4.1.1.1 Bobot Bobot rata-rata ikan patin pada akhir pemeliharaan cenderung bertambah pada setiap perlakuan dan berkisar antara 6,52±0,53 8,41±0,40 gram

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 12 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli 2009 sampai dengan bulan September 2009 bertempat di Laboratorium Sistem Produksi dan Manajemen Akuakultur, Departemen

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan bulan Agustus sampai September 2011, di Instalasi Riset Lingkungan Perikanan Budidaya dan Toksikologi, Cibalagung, Bogor. Analisis kualitas

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1 Rancangan Percobaan Penelitian dilakukan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) tiga perlakuan dengan masing-masing tiga ulangan yaitu : 1) Perlakuan A dengan pergantian air

Lebih terperinci

KINERJA PRODUKSI PENDEDERAN LELE SANGKURIANG (Clarias sp.) MELALUI PENERAPAN TEKNOLOGI PERGANTIAN AIR 50%, 100%, DAN 150% PER HARI

KINERJA PRODUKSI PENDEDERAN LELE SANGKURIANG (Clarias sp.) MELALUI PENERAPAN TEKNOLOGI PERGANTIAN AIR 50%, 100%, DAN 150% PER HARI KINERJA PRODUKSI PENDEDERAN LELE SANGKURIANG (Clarias sp.) MELALUI PENERAPAN TEKNOLOGI PERGANTIAN AIR 50%, 100%, DAN 150% PER HARI GALUH BUDI WIDIYANTARA SKRIPSI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil 3.1.1. Tingkat Kelangsungan Hidup (SR) Benih Ikan Lele Rata-rata tingkat kelangsungan hidup (SR) tertinggi dicapai oleh perlakuan naungan plastik transparan sebesar

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1. Kualitas Warna Perubahan warna ikan maskoki menjadi jingga-merah terdapat pada perlakuan lama pemberian pakan berkarotenoid 1, 2 dan 4 hari yaitu sebanyak 11,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Amonia Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh data berupa nilai dari parameter amonia yang disajikan dalam bentuk grafik. Dari grafik dapat diketahui

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1 Tahap Penelitian Penelitian ini terdiri dari dua tahap, yaitu tahap pendahuluan dan utama. Metodologi penelitian sesuai dengan Supriyono, et al. (2010) yaitu tahap pendahuluan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Grafik pertumbuhan benih C. macropomum yang dihasilkan selama 40 hari

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Grafik pertumbuhan benih C. macropomum yang dihasilkan selama 40 hari IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1 Pertumbuhan benih C. macropomum Grafik pertumbuhan benih C. macropomum yang dihasilkan selama 40 hari pemeliharaan disajikan pada Gambar 3. Gambar 3. Pertumbuhan C.

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. DAFTAR TABEL... xvi. DAFTAR GAMBAR... xvii. DAFTAR LAMPIRAN... xviii

DAFTAR ISI. DAFTAR TABEL... xvi. DAFTAR GAMBAR... xvii. DAFTAR LAMPIRAN... xviii xiv DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... xvi DAFTAR GAMBAR... xvii DAFTAR LAMPIRAN... xviii I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1 B. Tujuan Penelitian... 3 C. Manfaat Penelitian... 4 D. Kerangka Pikir... 4 E. Hipotesis...

Lebih terperinci

II. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan Agustus

II. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan Agustus II. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan Agustus 2013 di Laboratorium Budidaya Perikanan Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan Maret 2014 di

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan Maret 2014 di III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan Maret 2014 di Laboratorium Jurusan Budidaya Perairan Universitas Lampung. Analisis proksimat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Ikan Gurami Osphronemus gouramy Lac.

II. TINJAUAN PUSTAKA Ikan Gurami Osphronemus gouramy Lac. 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Gurami Osphronemus gouramy Lac. Ikan gurami Osphronemus gouramy Lac. merupakan ikan air tawar yang memiliki nilai ekonomis tinggi. Gurami dapat tumbuh dan berkembang pada

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Kolam Budidaya Ikan Ciburial, Sumedang selama kurang lebih dua bulan, yaitu sejak April - Juni 2011. 2.2 Alat dan Bahan 2.2.1 Wadah

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE Penelitian tentang budidaya sinodontis dengan densitas yang berbeda ini dilakukan pada bulan Juni sampai Agustus 2010 yang bertempat Laboratorium Teknologi dan Manajemen Produksi Akuakultur,

Lebih terperinci

ke dalam bak filter. Berdasarkan Anonim (2011 ) waktu tinggal dapat dihitung dengan rumus :

ke dalam bak filter. Berdasarkan Anonim (2011 ) waktu tinggal dapat dihitung dengan rumus : ke dalam bak filter. Berdasarkan Anonim (2011 ) waktu tinggal dapat dihitung dengan rumus : DT = Dimana : DT = detention time atau waktu tinggal (menit) V = volume wadah (liter) Q = debit air (liter/detik)

Lebih terperinci

PENGARUH PADAT PENEBARAN TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN GURAMI Osphronemus gouramy Lac. UKURAN 2 CM

PENGARUH PADAT PENEBARAN TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN GURAMI Osphronemus gouramy Lac. UKURAN 2 CM Jurnal Pengaruh Akuakultur padat penebaran Indonesia, terhadap 5(2): 127-135 kelangsungan (2006) hidup Available : http://journal.ipb.ac.id/index.php/jai 127 http://jurnalakuakulturindonesia.ipb.ac.id

Lebih terperinci

Gambar 3. Grafik Biomassa cacing sutra oligochaeta selama percobaan.

Gambar 3. Grafik Biomassa cacing sutra oligochaeta selama percobaan. III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil Selama masa pemeliharaan cacing sutra dilakukan pengamatan terhadap peningkatan bobot biomassa dan kualitas air pada wadah pemeliharaan serta tandon. 3.1.1. Biomassa

Lebih terperinci

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Budidaya Perairan Fakultas

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Budidaya Perairan Fakultas III. METODELOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada bulan April - Juni 2014. 3.2. Alat dan Bahan 3.2.1.

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1 Prosedur Penelitian 2.1.1 Pembuatan Media Pembuatan air bersalinitas 4 menggunakan air laut bersalinitas 32. Penghitungan dilakukan dengan menggunakan rumus pengenceran sebagai

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. M 1 V 1 = M 2 V 2 Keterangan : M 1 V 1 M 2 V 2

METODE PENELITIAN. M 1 V 1 = M 2 V 2 Keterangan : M 1 V 1 M 2 V 2 11 METODE PENELITIAN Tempat dan waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lingkungan Akuakultur, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor untuk pemeliharaan

Lebih terperinci

PENGARUH SUBTITUSI PARSIAL TEPUNG IKAN DENGAN TEPUNG TULANG TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN LELE SANGKURIANG (Clarias gariepinus.

PENGARUH SUBTITUSI PARSIAL TEPUNG IKAN DENGAN TEPUNG TULANG TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN LELE SANGKURIANG (Clarias gariepinus. e-jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan Volume III No 2 Februari 2015 ISSN: 2302-3600 PENGARUH SUBTITUSI PARSIAL TEPUNG IKAN DENGAN TEPUNG TULANG TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN LELE SANGKURIANG (Clarias

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tingkat Kelangsungan Hidup Kelangsungan hidup dapat digunakan sebagai tolok ukur untuk mengetahui toleransi dan kemampuan ikan untuk hidup dan dinyatakan sebagai perbandingan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Analisis pengaruh peningkatan kepadatan terhadap tingkat kelangsungan hidup (survival rate) benih ikan nilem

Lampiran 1. Analisis pengaruh peningkatan kepadatan terhadap tingkat kelangsungan hidup (survival rate) benih ikan nilem LAMPIRAN 32 Lampiran 1. Analisis pengaruh peningkatan kepadatan terhadap tingkat kelangsungan hidup (survival rate) benih ikan nilem Sumber Keragaman JK DB KT F-hit Sig. Perlakuan 5,662 2 2,831 1,469 0,302

Lebih terperinci

PRODUKSI IKAN NEON TETRA Paracheirodon innesi UKURAN L PADA PADAT TEBAR 20, 40 DAN 60 EKOR/LITER DALAM SISTEM RESIRKULASI

PRODUKSI IKAN NEON TETRA Paracheirodon innesi UKURAN L PADA PADAT TEBAR 20, 40 DAN 60 EKOR/LITER DALAM SISTEM RESIRKULASI Jurnal Akuakultur Indonesia, 6(2): 211 215 (2007) Available : http://journal.ipb.ac.id/index.php/jai http://jurnalakuakulturindonesia.ipb.ac.id 211 PRODUKSI IKAN NEON TETRA Paracheirodon innesi UKURAN

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Berikut ini adalah hasil penelitian dari perlakuan perbedaan substrat menggunakan sistem filter undergravel yang meliputi hasil pengukuran parameter kualitas air dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ikan lele dumbo merupakan komoditas perikanan yang banyak dibudidayakan

I. PENDAHULUAN. Ikan lele dumbo merupakan komoditas perikanan yang banyak dibudidayakan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan lele dumbo merupakan komoditas perikanan yang banyak dibudidayakan di air tawar dan disukai oleh masyarakat karena rasanya yang gurih. Selain itu ikan lele dumbo

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 21 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Kualitas Air Kualitas air merupakan parameter lingkungan yang memegang peranan penting dalam kelangsungan suatu kegiatan budidaya. Parameter kualitas air yang

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1 Tahap Penelitian Penelitian ini terdiri dari dua tahap, yaitu tahap pendahuluan dan utama. Pada tahap pendahuluan dilakukan penentuan kemampuan puasa ikan, tingkat konsumsi oksigen,

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1. Persiapan Wadah dan Media Budidaya Persiapan wadah dimulai dengan pembuatan wadah dan pemasangan sistem.wadah budidaya yang digunakan adalah ember dengan ketinggian 17 cm dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Derajat Kelangsungan Hidup Derajat kelangsungan hidup atau survival rate (SR) benih ikan patin yang dipelihara dengan masa pemeliharaan 30 hari memiliki hasil

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE. Keterangan : Yij = Hasil pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ = Nilai tengah

II. BAHAN DAN METODE. Keterangan : Yij = Hasil pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ = Nilai tengah II. BAHAN DAN METODE 2.1 Rancangan Percobaan Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap dengan 4 perlakuan dan 3 ulangan, yaitu: a. Lama pemberian pakan berkarotenoid

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1 Waktu dan tempat Penelitian teknologi budidaya sepenuhnya meggunakan pakan komersil pada kolam air tenang (teknologi 1) dan teknlogi budidaya menggunakan pakan pengganti berupa

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Tahap Penelitian 2.2 Prosedur Kerja Penelitian Pendahuluan Tingkat Kelangsungan Hidup Ikan Selama Pemuasaan

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Tahap Penelitian 2.2 Prosedur Kerja Penelitian Pendahuluan Tingkat Kelangsungan Hidup Ikan Selama Pemuasaan II. BAHAN DAN METODE 2.1 Tahap Penelitian Kegiatan penelitian ini terbagi dalam dua tahap yaitu tahap penelitian pendahuluan dan tahap utama. Penelitian pendahuluan meliputi hasil uji kapasitas serap zeolit,

Lebih terperinci

PENGARUH FREKUENSI PEMBERIAN PAKAN TERHADAP PRODUKSI PEMBESARAN IKAN MAS (Cyprinus carpio) DI KERAMBA JARING APUNG WADUK CIRATA

PENGARUH FREKUENSI PEMBERIAN PAKAN TERHADAP PRODUKSI PEMBESARAN IKAN MAS (Cyprinus carpio) DI KERAMBA JARING APUNG WADUK CIRATA 825 Pengaruh frekuensi pemberian pakan terhadap... (Moch. Nurdin) PENGARUH FREKUENSI PEMBERIAN PAKAN TERHADAP PRODUKSI PEMBESARAN IKAN MAS (Cyprinus carpio) DI KERAMBA JARING APUNG WADUK CIRATA Mochamad

Lebih terperinci

Tingkat Kelangsungan Hidup

Tingkat Kelangsungan Hidup BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tingkat Kelangsungan Hidup Tingkat kelangsungan hidup merupakan suatu nilai perbandingan antara jumlah organisme yang hidup di akhir pemeliharaan dengan jumlah organisme

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kualitas Air Kualitas hidup ikan akan sangat bergantung dari keadaan lingkunganya. Kualitas air yang baik dapat menunjang pertumbuhan, perkembangan, dan kelangsungan hidup

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Fisika Kimia Air Parameter fisika kimia air yang diamati pada penelitian ini adalah ph, CO 2, NH 3, DO (dissolved oxygen), kesadahan, alkalinitas, dan suhu. Pengukuran

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Alat dan Bahan 2.2 Tahap Penelitian

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Alat dan Bahan 2.2 Tahap Penelitian II. BAHAN DAN METODE 2.1 Alat dan Bahan Alat yang digunakan adalah akuarium dengan dimensi 50 x 30 x 30 cm 3 untuk wadah pemeliharaan ikan, DO-meter, termometer, ph-meter, lakban, stoples bervolume 3 L,

Lebih terperinci

Gambar 2. Grafik Pertumbuhan benih ikan Tagih

Gambar 2. Grafik Pertumbuhan benih ikan Tagih BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Laju Pertumbuhan Laju pertumbuhan merupakan penambahan jumlah bobot ataupun panjang ikan dalam periode waktu tertentu. Pertumbuhan terkait dengan faktor luar dan dalam

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3 Data perubahan parameter kualitas air

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3 Data perubahan parameter kualitas air 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Kualitas Air Kualitas air merupakan faktor kelayakan suatu perairan untuk menunjang kehidupan dan pertumbuhan organisme akuatik yang nilainya ditentukan dalam kisaran

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan Mei sampai Bulan Juli 2013

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan Mei sampai Bulan Juli 2013 BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan Mei sampai Bulan Juli 2013 bertempat di Balai Pengembangan Budidaya Ikan Air Tawar (BPBIAT) Provinsi Gorontalo. B. Alat

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Total Amonia Nitrogen (TAN) Konsentrasi total amonia nitrogen (TAN) diukur setiap 48 jam dari jam ke-0 hingga jam ke-120. Peningkatan konsentrasi TAN terjadi pada

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Laju pertumbuhan rata rata panjang dan berat mutlak lele sangkuriang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Laju pertumbuhan rata rata panjang dan berat mutlak lele sangkuriang BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Laju Pertumbuhan Mutlak Laju pertumbuhan rata rata panjang dan berat mutlak lele sangkuriang (Clarias sp), selama 10 hari dengan menggunakan tiga perlakuan yakni perlakuan

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Kadar Oksigen Terlarut Hasil pengukuran konsentrasi oksigen terlarut pada kolam pemeliharaan ikan nila Oreochromis sp dapat dilihat pada Gambar 2. Dari gambar

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Patin Siam ( Pangasius hypopthalmus 2.2. Transportasi Ikan

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Patin Siam ( Pangasius hypopthalmus 2.2. Transportasi Ikan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Patin Siam (Pangasius hypopthalmus) Ikan patin siam adalah jenis ikan patin yang diintroduksi dari Thailand (Khairuman dan Amri, 2008; Slembrouck et al., 2005). Ikan patin

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Laju Pertumbuhan Spesifik Benih Ikan Mas (SGR)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Laju Pertumbuhan Spesifik Benih Ikan Mas (SGR) IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Laju Pertumbuhan Spesifik Benih Ikan Mas (SGR) Perubahan bobot ikan selama masa pemeliharaan diukur dan dicatat untuk mendapatkan data mengenai laju pertumbuhan

Lebih terperinci

Pengaruh Pemberian Dosis Pakan Otohime yang Berbeda terhadap Pertumbuhan Benih Ikan Kerapu Bebek di BPBILP Lamu Kabupaten Boalemo

Pengaruh Pemberian Dosis Pakan Otohime yang Berbeda terhadap Pertumbuhan Benih Ikan Kerapu Bebek di BPBILP Lamu Kabupaten Boalemo Nikè: Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. Volume II, Nomor 1, Maret 2014 Pengaruh Pemberian Dosis Pakan Otohime yang Berbeda terhadap Pertumbuhan Benih Ikan Kerapu Bebek di BPBILP Lamu Kabupaten Boalemo

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Bahan Penelitian

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Bahan Penelitian II. BAHAN DAN METODE 2.1 Bahan Penelitian Ikan nila yang digunakan adalah ikan nila strain BEST yang berasal dari Instalasi Riset Plasma Nutfah, Cijeruk dengan ukuran panjang 4,52±3,9 cm dan bobot 1,35±0,3

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilakukan selama 2 bulan pada bulan Februari-April 2015,

III. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilakukan selama 2 bulan pada bulan Februari-April 2015, III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian telah dilakukan selama 2 bulan pada bulan Februari-April 2015, bertempat di Laboratorium Perikanan Jurusan Budidaya Perairan Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

PRODUKSI BENIH GURAMI

PRODUKSI BENIH GURAMI PRODUKSI BENIH GURAMI Osphronemus gouramy Lac. UKURAN 2 CM PADA PADAT PENEBARAN 20 EKOR/L DENGAN PERGANTIAN AIR 75%, 100% DAN 125% PER HARI DARI TOTAL VOLUME AIR RONA ALBRETTICO NEMANITA GINTING DEPARTEMEN

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Pertumbuhan beberapa tanaman air Pertumbuhan adalah perubahan dimensi (panjang, berat, volume, jumlah, dan ukuran) dalam satuan waktu baik individu maupun komunitas.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan mulai tanggal 10 Mei 30 Juni 2013 selama 50

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan mulai tanggal 10 Mei 30 Juni 2013 selama 50 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai tanggal 10 Mei 30 Juni 2013 selama 50 hari di Balai Benih Ikan (BBI) Natar, Kabupaten Lampung Selatan. Pembuatan pakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. komoditas unggulan, serta mempunyai prospek pasar yang baik. Beberapa kelebihan

BAB I PENDAHULUAN. komoditas unggulan, serta mempunyai prospek pasar yang baik. Beberapa kelebihan A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Ikan lele merupakan ikan air tawar yang banyak dibudidayakan hampir diseluruh wilayah Indonesia. Hal ini disebabkan ikan lele merupakan salah satu komoditas unggulan,

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP LOBSTER CAPIT MERAH Cherax quadricarinatus DIPELIHARA PADA SISTEM RESIRKULASI DENGAN KEPADATAN YANG BERBEDA

PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP LOBSTER CAPIT MERAH Cherax quadricarinatus DIPELIHARA PADA SISTEM RESIRKULASI DENGAN KEPADATAN YANG BERBEDA Jurnal Akuakultur Indonesia, 7(2): 109 114 (2008) Available : http://journal.ipb.ac.id/index.php/jai http://jurnalakuakulturindonesia.ipb.ac.id 109 PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP LOBSTER CAPIT MERAH

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Tingkat Kelangsungan Hidup Benih Ikan Patin Siam

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Tingkat Kelangsungan Hidup Benih Ikan Patin Siam BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Tingkat Kelangsungan Hidup Benih Ikan Patin Siam Jumlah rata rata benih ikan patin siam sebelum dan sesudah penelitian dengan tiga perlakuan yakni perlakuan A kepadatan

Lebih terperinci

Eko Harianto Dosen Program Studi Budidaya Perairan

Eko Harianto Dosen Program Studi Budidaya Perairan Kinerja Produksi Pembesaran Ikan Lele Sangkuriang Clarias gariepinus var sangkuriang Desa Pudak Kecamatan Muaro Kumpeh Kabupaten Muara Jambi Eko Harianto Dosen Program Studi Budidaya Perairan Program Studi

Lebih terperinci

Tingkat Penggunaan Limbah Laju Pertumbuhan %

Tingkat Penggunaan Limbah Laju Pertumbuhan % BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Laju Pertumbuhan Harian Berdasarkan hasil pengamatan terhadap benih Lele Sangkuriang selama 42 hari masa pemeliharaan diketahui bahwa tingkat penggunaan limbah ikan tongkol

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengamatan terhadap ikan didapatkan suatu parameter pertumbuhan dan kelangsungan hidup berupa laju pertumbuhan spesifik, pertumbuhan panjang mutlak dan derajat kelangsungan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada 2 Oktober sampai 10 November 2014,

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada 2 Oktober sampai 10 November 2014, III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada 2 Oktober sampai 10 November 2014, bertempat di Laboratorium Budidaya Perikanan, Jurusan Budidaya Perairan Universitas

Lebih terperinci

II. METODELOGI 2.1 Waktu dan Tempat 2.2 Alat dan Bahan 2.3 Tahap Penelitian

II. METODELOGI 2.1 Waktu dan Tempat 2.2 Alat dan Bahan 2.3 Tahap Penelitian II. METODELOGI 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November sampai dengan Desember 2011 di Laboratorium Lingkungan dan Laboratorium Kesehatan Ikan, Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan di Desa Purwodadi Kecamatan Sidayu Kabupaten Gresik RT 01 RW 01 selama 28 hari pada bulan Desember 2016 Januari 2017

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Prosedur Penelitian Bahan dan Alat Persiapan Wadah Pemeliharaan Ikan Uji Rancangan Pakan Perlakuan

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Prosedur Penelitian Bahan dan Alat Persiapan Wadah Pemeliharaan Ikan Uji Rancangan Pakan Perlakuan II. BAHAN DAN METODE 2.1 Prosedur Penelitian Penelitian ini meliputi tahap bahan dan alat, persiapan wadah pemeliharaan, ikan uji, rancangan pakan perlakuan, dan tahap pemeliharaan ikan serta pengumpulan

Lebih terperinci

Keragaan benih ikan mas (Cyprinus carpio) strain rajadanu dengan kepadatan berbeda

Keragaan benih ikan mas (Cyprinus carpio) strain rajadanu dengan kepadatan berbeda Prosiding Seminar Nasional Ikan ke 8 Keragaan benih ikan mas (Cyprinus carpio) strain rajadanu dengan kepadatan berbeda Yogi Himawan, Khairul Syahputra, Didik Ariyanto Balai Penelitian Pemuliaan Ikan Jl.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2012 hingga Februari 2013

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2012 hingga Februari 2013 18 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2012 hingga Februari 2013 bertempat di Laboratorium Perikanan, Jurusan Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan September-Oktober 2011 bertempat di. Balai Budidaya Ikan Hias, Natar, Lampung Selatan.

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan September-Oktober 2011 bertempat di. Balai Budidaya Ikan Hias, Natar, Lampung Selatan. III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan September-Oktober 2011 bertempat di Balai Budidaya Ikan Hias, Natar, Lampung Selatan. B. Alat dan Bahan Penelitian

Lebih terperinci

282 Jurnal Perikanan (J. FISH. Sci) X (2) : ISSN:

282 Jurnal Perikanan (J. FISH. Sci) X (2) : ISSN: 282 Jurnal Perikanan (J. FISH. Sci) X (2) : 282-289 ISSN: 0853-6384 Short Paper Abstract PENGARUH SALINITAS TERHADAP KELULUSAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN BAWAL AIR TAWAR, Colossoma macropomum THE

Lebih terperinci

PENGARUH KETINGGIAN AIR YANG BERBEDA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUPBENIH IKAN LELE SANGKURIANG

PENGARUH KETINGGIAN AIR YANG BERBEDA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUPBENIH IKAN LELE SANGKURIANG 1 PENGARUH KETINGGIAN AIR YANG BERBEDA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUPBENIH IKAN LELE SANGKURIANG (Clarias gariepinus) DI BALAI BENIH IKAN (BBI) KOTA GORONTALO 1.2 Kasmat Samaun, 2 Hasim, 2

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Pertumbuhan Ikan Betok Rerata panjang baku (PB), pertumbuhan harian, laju pertumbuhan spesifik, dan bobot per ekor ikan disajikan pada Tabel 1. Rerata panjang

Lebih terperinci

Gambar 4. Grafik Peningkatan Bobot Rata-rata Benih Ikan Lele Sangkuriang

Gambar 4. Grafik Peningkatan Bobot Rata-rata Benih Ikan Lele Sangkuriang Bobot ikan (g) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Laju Pertumbuhan Pertumbuhan merupakan penambahan jumlah bobot ataupun panjang ikan dalam satu periode waktu tertentu. Pertumbuhan dapat diartikan sebagai

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kelangsungan Hidup (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelangsungan Hidup (SR) Kelangsungan hidup merupakan suatu perbandingan antara jumlah organisme yang hidup diakhir penelitian dengan jumlah organisme

Lebih terperinci

PERBANDINGAN KARBON DAN NITROGEN PADA SISTEM BIOFLOK TERHADAP PERTUMBUHAN NILA MERAH (Oreochromis niloticus)

PERBANDINGAN KARBON DAN NITROGEN PADA SISTEM BIOFLOK TERHADAP PERTUMBUHAN NILA MERAH (Oreochromis niloticus) e-jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan Volume III No 1 Oktober 2014 ISSN: 2302-3600 PERBANDINGAN KARBON DAN NITROGEN PADA SISTEM BIOFLOK TERHADAP PERTUMBUHAN NILA MERAH (Oreochromis niloticus)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan lele (Clarias gariepinus) merupakan salah satu komoditas perikanan air tawar yang banyak dibudidayakan di Indonesia karena permintaannya terus meningkat setiap

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelangsungan Hidup Ikan Nila Nirwana Selama Masa Pemeliharaan Perlakuan Kelangsungan Hidup (%)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelangsungan Hidup Ikan Nila Nirwana Selama Masa Pemeliharaan Perlakuan Kelangsungan Hidup (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kelangsungan Hidup Berdasarkan hasil pengamatan dari penelitian yang dilakukan selama 30 hari, diperoleh bahwa pengaruh salinitas terhadap kelangsungan hidup benih nila

Lebih terperinci

PRODUKSI PENDEDERAN BENIH GURAMI Osphronemus gouramy Lac. UKURAN 6 CM PADA PADAT PENEBARAN 2, 3, 4 DAN 5 EKOR/LITER MUHAMMAD HARIR SKRIPSI

PRODUKSI PENDEDERAN BENIH GURAMI Osphronemus gouramy Lac. UKURAN 6 CM PADA PADAT PENEBARAN 2, 3, 4 DAN 5 EKOR/LITER MUHAMMAD HARIR SKRIPSI PRODUKSI PENDEDERAN BENIH GURAMI Osphronemus gouramy Lac. UKURAN 6 CM PADA PADAT PENEBARAN 2, 3, 4 DAN 5 EKOR/LITER MUHAMMAD HARIR SKRIPSI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN BUDIDAYA FAKULTAS

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan selama 40 hari pada bulan Agustus sampai dengan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan selama 40 hari pada bulan Agustus sampai dengan III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan selama 40 hari pada bulan Agustus sampai dengan September 2012 bertempat di Laboratorium Budidaya Perikanan Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

KINERJA PRODUKSI BENIH GURAME Osphronemus gouramy Lac. UKURAN 8 CM DENGAN PADAT PENEBARAN 3, 6 DAN 9 EKOR/LITER PADA SISTEM RESIRKULASI ZAENAL ABIDIN

KINERJA PRODUKSI BENIH GURAME Osphronemus gouramy Lac. UKURAN 8 CM DENGAN PADAT PENEBARAN 3, 6 DAN 9 EKOR/LITER PADA SISTEM RESIRKULASI ZAENAL ABIDIN KINERJA PRODUKSI BENIH GURAME Osphronemus gouramy Lac. UKURAN 8 CM DENGAN PADAT PENEBARAN 3, 6 DAN 9 EKOR/LITER PADA SISTEM RESIRKULASI ZAENAL ABIDIN PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN BUDIDAYA

Lebih terperinci

Lampiran 1. Pola Aliran Air Sistem Resirkulasi 3 m. Inlet. t= 0,75 m Kolam Kangkung. 3,25 m. Outlet. Inlet. Kolam Nila. Outlet. Inlet.

Lampiran 1. Pola Aliran Air Sistem Resirkulasi 3 m. Inlet. t= 0,75 m Kolam Kangkung. 3,25 m. Outlet. Inlet. Kolam Nila. Outlet. Inlet. LAMPIRA 24 Lampiran. Pola Aliran Air Sistem Resirkulasi 3 m Inlet t= 0,75 m Kolam Kangkung 3,25 m Outlet Inlet Kolam ila Kolam ilem Outlet Inlet Outlet Inlet Kolam Lele Outlet Pompa Debit= 0, liter/detik

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP LARVA IKAN BETOK

PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP LARVA IKAN BETOK PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP LARVA IKAN BETOK Anabas testudineus Bloch SELAMA 30 HARI PEMELIHARAAN DENGAN PADAT PENEBARAN AWAL 10, 20, DAN 30 LARVA/LITER WAHYU CATUR PAMUNGKAS DEPARTEMEN BUDIDAYA

Lebih terperinci

1) Staf Pengajar pada Prog. Studi. Budidaya Perairan, Fakultas

1) Staf Pengajar pada Prog. Studi. Budidaya Perairan, Fakultas Media Litbang Sulteng 2 (2) : 126 130, Desember 2009 1) Staf Pengajar pada Prog. Studi. Budidaya Perairan, Fakultas Pertanian Universitas Tadulako, Palu ISSN : 1979-5971 PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP

Lebih terperinci

Pengaruh Pemberian Viterna Plus dengan Dosis Berbeda pada Pakan terhadap Pertumbuhan Benih Ikan Lele Sangkuriang di Balai Benih Ikan Kota Gorontalo

Pengaruh Pemberian Viterna Plus dengan Dosis Berbeda pada Pakan terhadap Pertumbuhan Benih Ikan Lele Sangkuriang di Balai Benih Ikan Kota Gorontalo Pengaruh Pemberian Viterna Plus dengan Dosis Berbeda pada Pakan terhadap Pertumbuhan Benih Ikan Lele Sangkuriang di Balai Benih Ikan Kota Gorontalo 1.2 Robi Hendrasaputro, 2 Rully, dan 2 Mulis 1 robihendra40@gmail.com

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan dari bulan Juli hingga Agustus 2011 yang bertempat di

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan dari bulan Juli hingga Agustus 2011 yang bertempat di III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan dari bulan Juli hingga Agustus 2011 yang bertempat di Balai Benih Ikan Hias (BBIH) Natar, Lampung Selatan. B. Alat dan Bahan

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE PENELITIAN. 2009, bertempat di Kecamatan Rajabasa, Bandar Lampung.

III. MATERI DAN METODE PENELITIAN. 2009, bertempat di Kecamatan Rajabasa, Bandar Lampung. III. MATERI DAN METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan selama 40 hari pada bulan Agustus hingga September 2009, bertempat di Kecamatan Rajabasa, Bandar Lampung. B. Alat dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Lele Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Filum: Chordata Kelas : Pisces Ordo : Ostariophysi Famili : Clariidae Genus : Clarias Spesies :

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelangsungan Hidup Berdasarkan hasil pengamatan selama 40 hari massa pemeliharaan terhadap benih ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) diketahui rata-rata tingkat kelangsungan

Lebih terperinci

METODE KERJA. Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2014 sampai April 2015 di. Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Lampung.

METODE KERJA. Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2014 sampai April 2015 di. Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Lampung. 22 III. METODE KERJA A. Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2014 sampai April 2015 di Laboratorium Biologi Molekuler, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

PENGGUNAAN AERASI AIR MANCUR (FOINTAIN) DI KOLAM UNTUK PERTUMBUHAN IKAN NILA GIFT(Oreochromis niloticus)

PENGGUNAAN AERASI AIR MANCUR (FOINTAIN) DI KOLAM UNTUK PERTUMBUHAN IKAN NILA GIFT(Oreochromis niloticus) PENGGUNAAN AERASI AIR MANCUR (FOINTAIN) DI KOLAM UNTUK PERTUMBUHAN IKAN NILA GIFT(Oreochromis niloticus) Rukmini Fakultas Perikanan dan Kelautan UNLAM Banjarbaru Email rukmini_bp@yahoo.com ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan bulan Agustus sampai September 2011 bertempat di

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan bulan Agustus sampai September 2011 bertempat di III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan bulan Agustus sampai September 2011 bertempat di Laboratorium Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. Penelitian

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN IKAN PATIN SIAM (Pangasianodon hypopthalmus) YANG DIPELIHARA DENGAN SISTEM BIOFLOK PADA Feeding Rate YANG BERBEDA

PERTUMBUHAN IKAN PATIN SIAM (Pangasianodon hypopthalmus) YANG DIPELIHARA DENGAN SISTEM BIOFLOK PADA Feeding Rate YANG BERBEDA e-jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan Volume IV No 1 Oktober 2015 ISSN: 2302-3600 PERTUMBUHAN IKAN PATIN SIAM (Pangasianodon hypopthalmus) YANG DIPELIHARA DENGAN SISTEM BIOFLOK PADA Feeding

Lebih terperinci

II. METODOLOGI 2.1 Waktu dan Tempat 2.2 Tahap Penelitian 2.3 Alat dan Bahan Alat dan Bahan untuk Penentuan Kemampuan Puasa Ikan

II. METODOLOGI 2.1 Waktu dan Tempat 2.2 Tahap Penelitian 2.3 Alat dan Bahan Alat dan Bahan untuk Penentuan Kemampuan Puasa Ikan II. METODOLOGI 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei-Agustus 2010. Lokasi penelitian bertempat di Laboratorium Basah bagian Lingkungan. Departemen Budidaya Perairan. Fakultas

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Akuakultur Jurusan Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran. Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci