IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "IV. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengamatan terhadap ikan didapatkan suatu parameter pertumbuhan dan kelangsungan hidup berupa laju pertumbuhan spesifik, pertumbuhan panjang mutlak dan derajat kelangsungan hidup serta efisiensi pakan dan kasus penyakit sebagai parameter pendukung. Selain itu terdapat pula parameter fisika kimia perairan berupa ph, salinitas, kecepatan srus, suhu, secerahan, oksigen terlarut, amoniak, nitrat, dan ortophosphat. Data pengamatan ikan dan kualitas air dapat dilihat pada Lampiran Pertumbuhan Bobot Bobot ikan dari masing-masing kelompok perlakuan mengalami peningkatan (Gambar 8). Peningkatan bobot ikan yang signifikan terjadi pada KJTB dengan peningkatan bobot sebesar 18,70 gram, pada saat penebaran ikan memiliki berat 75,96 gram dan pada akhir pemeliharaan bobot ikan bertambah menjadi 94,65 gram. Ikan pada KJTK memiliki pertumbuhan bobot yang tidak terlalu signifikan seperti halnya KJAK dengan nilai secara berturut-turut 5,33 dan 6,72 gram (Lampiran 3). Gambar 8. Bobot ikan kerapu macan (Ephinephelus fuscoguttatus) yang dipelihara selama 4 minggu. KJTK dan KJTB adalah ikan dalam

2 23 Laju pertumbuhan spesifik pada keempat kelompok perlakuan berbeda satu sama lain. KJTB memiliki laju pertumbuhan spesifik yang tertinggi yaitu sebesar 0,86%, sedangkan kelompok perlakuan ikan KJTK memiliki nilai laju pertumbuhan spesifik yang paling kecil yaitu 0,44%. Laju pertumbuhan spesifik ikan ukuran besar dalam KJA lebih kecil dibanding KJT, namun sebaliknya pada ikan ukuran kecil, KJA lebih tinggi dibandingkan KJT (Gambar 9). Secara umum ikan berukuran besar memiliki laju pertumbuhan yang lebih tinggi dibandingkan ikan ukuran kecil. Gambar 9 Laju pertumbuhan spesifik ikan kerapu macan (Ephinephelus fuscoguttatus) yang dipelihara selama 4 minggu. KJTK dan KJTB adalah ikan dalam keramba jaring tancap yang masing-masing berukuran kecil dan besar. KJAK dan KJAB adalah ikan dalam keramba jaring apung yang masing-masing berukuran kecil dan besar. Pengujian dengan statistik pada selang kepercayaan 95% antar perlakuan KJA, KJT dan antar kelompok kecil (12-14 cm), besar (15-17 cm) laju pertumbuhan spesifik ikan ukerapu macan tidak berbeda nyata (Lampiran 4) Pertumbuhan Panjang Pertumbuhan panjang paling pesat terjadi pada KJTB, pada awal pemeliharaan rata-rata panjang ikan di KJAB lebih tinggi dibanding dengan KJTB yaitu berturut-turut 15,8 cm dan 15,7 cm, namun pada akhir pemeliharaan ikan uji KJTB memiliki rata-rata panjang yang lebih tinggi dibandingkan KJAB yaitu

3 24 secara berturut-turut 16,7 cm dan 16,3 cm (Lampiran 3). Perbedaan terlihat pula pada pertumbuhan panjang ikan uji pada KJTK dan KJAK. Pada pertumbuhan panjang ikan KJTK memiliki kecenderungan pola pertumbuhan yang sama dengan KJAK, namun pada pertumbuhan panjang ikan KJAK lebih besar dibandingkan KJTK seperti yang terlihat pada Gambar 10. Panjang (cm) 17,0 16,5 16,0 15,5 15,0 14,5 14,0 13,5 13,0 12,5 12, minggu ke- KJTK KJTB KJAK KJAB Gambar 10 Pertumbuhan panjang ikan kerapu macan (Ephinephelus fuscoguttatus) yang dipelihara selama 4 minggu. KJTK dan KJTB adalah ikan dalam keramba jaring tancap yang masing-masing berukuran kecil dan besar. KJAK dan KJAB adalah ikan dalam keramba jaring apung yang masing-masing berukuran kecil dan besar. Selama penelitian, pertumbuhan panjang mutlak yang tertinggi ditunjukkan oleh kelompok perlakuan KJTB dengan pertumbuhan panjang sebesar 0,90 cm, namun nilai tersebut tidak berbeda jauh dengan ikan uji pada kelompok perlakuan KJAK yaitu 0,86 cm. Hal tersebut juga terjadi pada kelompok perlakuan KJAB yang nilainya tidak berbeda jauh dengan KJTK yang pertumbuhan panjangnya berturut-turut 0,45 cm dan 0,44 cm. Pertumbuhan panjang mutlak dari keempat kelompok perlakuan tersebut dapat dilihat pada Gambar 11.

4 25 Gambar 11 Pertumbuhan panjang mutlak ikan kerapu macan (Ephinephelus fuscoguttatus) yang dipelihara selama 4 minggu. KJTK dan KJTB adalah ikan dalam keramba jaring tancap yang masing-masing berukuran kecil dan besar. KJAK dan KJAB adalah ikan dalam keramba jaring apung yang masing-masing berukuran kecil dan besar. Pengujian statistik pada selang kepercayaan 95% antar perlakuan KJA, KJT dan antar kelompok kecil (12-14 cm), besar (15-17 cm), pertumbuhan panjang mutlak ikan uji tidak berbeda nyata (Lampiran 5) Kelangsungan Hidup Populasi ikan uji selama penelitian pada umumnya memiliki jumlah yang tetap, hanya pada KJTB saja yang mengalami penurunan. Penurunan jumlah populasi pada KJTB terjadi pada minggu ke dua dan minggu ke tiga. Pada minggu ke dua jumlah ikan pada KJTB berkurang sebanyak 2 ekor sedangkan pada minggu ke tiga berkurang lagi sebanyak 1 ekor. Berkurangnya populasi pada KJTB diakibatkan karena kematian ikan pada saat pemeliharaan. Perubahan jumlah ikan selama penelitian dapat dilihat pada Gambar 12.

5 26 Jumlah ikan (ekor) Gambar Minggu ke- KJTK KJTB KJAK KJAB Jumlah ikan kerapu macan (Ephinephelus fuscoguttatus) yang dipelihara selama 4 minggu. KJTK dan KJTB adalah ikan dalam Pada umumnya tingkat kelangsungan hidup dari semua perlakuan cenderung sama yaitu 100% hanya KJTB saja yang memiliki tingkat kelangsungan hidup sebesar 82,35% seperti yang terlihat pada Gambar 13. Gambar 13 Tingkat kelangsungan hidup ikan kerapu macan (Ephinephelus fuscoguttatus) yang dipelihara selama 4 minggu. KJTK dan KJTB adalah ikan dalam keramba jaring tancap yang masing-masing berukuran kecil dan besar. KJAK dan KJAB adalah ikan dalam keramba jaring apung yang masing-masing berukuran kecil dan besar.

6 27 Berdasarkan uji statistik dengan selang kepercayaan 95% antara perlakuan KJT dan KJA tidak berbeda nyata dengan rata-rata SR 100,00% untuk KJA dan 91,17% untuk keramba jaring tancap, serta kedua kelompok ikan besar maupun ikan kecil juga tidak berbeda nyata (Lampiran 6) Efisiensi Pemberian Pakan Berdasarkan perhitungan efisiensi pemberian pakan dari keempat kelompok perlakuan terlihat bahwa ikan uji pada kelompok KJAB memiliki efisiensi pakan yang paling baik yaitu sebesar 33%. Pada ikan uji dengan perlakuan keramba jaring tancap (KJTK,KJTB), efisiensi pakannya cenderung lebih kecil dibanding pada ikan di KJA (KJAK,KJAB) yaitu 21% untuk KJTK dan 28% untuk KJTB dibandingkan KJAK sebesar 24% dan KJAB sebesar 33% yang dapat dilihat pada Gambar 14. Gambar 14 Efisiensi pakan Ikan kerapu macan (Ephinephelus fuscoguttatus) yang dipelihara selama 4 minggu. KJTK dan KJTB adalah ikan dalam keramba jaring tancap yang masing-masing berukuran kecil dan besar. KJAK dan KJAB adalah ikan dalam keramba jaring apung Pengujian statistik mengenai efisiensi pemberian pakan dengan selang kepercayaan 95% menujukan bahwa tidak ada perbedaan yang nyata antara kedua perlakuan yaitu KJT dan KJA serta kedua kelompok ikan besar maupun ikan kecil (Lampiran 7).

7 Penyakit Kasus penyakit pada ikan uji banyak ditemukan pada perlakuan keramba jaring tancap baik kelompok KJTK maupun KJTB yaitu sebanyak 2 kasus pada masing-masing kelompok. Pada KJTK ikan yang terkena penyakit memiliki ciriciri mata katarak, terdapat benjolan seperti kutil, lecet pada mulut dan terdapat cacing pada siripnya, sedangkan pada KJTB ikan sakit terlihat benjolan seperti kutil dan terdapat cacing pada siripnya. Kasus penyakit pada perlakuan KJA hanya ditemukan pada kelompok KJAK saja sebanyak 1 kasus dengan ciri-ciri penyakit terdapat benjolan seperti kutil pada tubuh ikan dan untuk kelompok KJAB tidak ditemukan. Beberapa gambaran dari kasus yang ditemukan terdapat pada Lampiran 8. Jumlah kasus penyakit yang ditemukan selama penelitian terlihat pada Gambar 15. Gambar 15 Kasus penyakit pada ikan kerapu macan (Ephinephelus fuscoguttatus) yang dipelihara selama 4 minggu. KJTK dan KJTB adalah ikan dalam keramba jaring tancap yang masing-masing berukuran kecil dan besar. KJAK dan KJAB adalah ikan dalam keramba jaring apung yang masing-masing berukuran kecil dan besar. Berdasarkan uji statistik dengan SK 95% kasus penyakit yang terjadi pada perlakuan KJT, KJA dan kelompok ukuran kecil, besar tidak berbeda nyata (Lampiran 9).

8 Fisika-Kimia Air a. Oksigen Terlarut Kadar oksigen perairan pada saat pengamatan selama 4 minggu, antara kedua perlakuan memiliki kisaran yang hampir sama yaitu 5,968 9,671 ppm untuk keramba jaring tancap dan 5,893 9,661 ppm untuk KJA. Kadar oksigen perairan meningkat pada minggu ke-2 dan menurun kembali pada minggu ke-3 dan ke-4. Kadar oksigen yang berada pada kedua sistem budidaya masih berada di atas standar baku kelayakan budidaya yaitu antara 4-15 ppm. Fluktuasi dari oksigen terlarut selama pengamatan dapat dilihat pada Gambar 16. Gambar 16 Fluktuasi kadar oksigen dalam keramba jaring apung dan keramba jaring tancap selama 4 minggu. KJTK dan KJTB adalah ikan dalam b. Kecerahan Kecerahan perairan di sekitar lokasi penelitian pada umumnya berada pada kisaran baku mutu perairan untuk budidaya kerapu yaitu di atas 3 m. kecerahan di kedua wadah perlakuan memiliki nilai yang sama yaitu berkisar antara 4-10 m. Fluktuasi dari kecerahan selama pengamatan dapat dilihat pada Gambar 17.

9 30 Gambar 17 Fluktuasi kecerahan dalam keramba jaring apung dan keramba jaring tancap selama 4 minggu. KJTK dan KJTB adalah ikan dalam c. Suhu Suhu perairan selama penelitian berkisar antara 29,0 0 C hingga 29,6 0 C untuk keramba keramba jaring tancap dan 29,5 0 C hingga 29,8 0 C untuk keramba jaring apung. kedua kisaran tersebut berada di luar kisaran baku mutu perairan untuk budidaya kerapu secara intensif (Gambar 18). Gambar 18 Fluktuasi suhu dalam keramba jaring apung dan keramba jaring tancap selama 4 minggu. KJTK dan KJTB adalah ikan dalam

10 31 d. Kecepatan Arus Kecepatan arus pada kedua wadah perlakuan sama yaitu berkisar antara 0,03 m/s sampai dengan 0,08 m/s. Kisaran kecepatan arus selama penelitian masih berada di bawah nilai baku mutu perairan untuk budidaya kerapu. Fluktuasi dari kecepatan arus selama pengamatan dapat dilihat pada Gambar 19. Gambar 19 Fluktuasi kecepatan arus dalam keramba jaring apung dan keramba jaring tancap selama 4 minggu. KJTK dan KJTB adalah ikan dalam e. Salinitas Salintas perairan pada kedua wadah perlakuan cenderung normal berada pada kisaran baku mutu perairan untuk budidaya kerapu. Pada umumnya salinitas di keramba jaring tancap lebih tinggi berkisar antara ppt dibandingkan KJA yang kisarannya antara ppt. Fluktuasi dari salinitas selama pengamatan dapat dilihat pada Gambar 20.

11 32 Gambar 20 Fluktuasi salinitas dalam keramba jaring apung dan keramba jaring tancap selama 4 minggu. KJTK dan KJTB adalah ikan dalam f. Derajat Keasaman (ph) Kisaran ph pada kedua tempat berada pada kisaran baku mutu perairan untuk budidaya kerapu yaitu 6,5 9. Nilai derajat keasaman pada KJA cenderung lebih tinggi berkisar 8 9 dibandingkan ph pada keramba jaring tancap yang berkisar 7 8. Fluktuasi dari derajat keasaman selama pengamatan dapat dilihat pada Gambar 21. Gambar 21 Fluktuasi ph dalam keramba jaring apung dan keramba jaring tancap selama 4 minggu. KJTK dan KJTB adalah ikan dalam keramba jaring tancap KJAK dan KJAB adalah ikan dalam keramba jaring apung yang masingmasing berukuran kecil dan besar. g. Nitrat

12 33 Kadar nitrat pada kedua tempat memiliki kisaran yang sangat rendah, bahkan pada saat awal pemeliharaan hampir tidak terdeteksi dan selalu di dalam kisaran nilai baku mutu. Fluktuasi dari nitrat selama pengamatan dapat dilihat pada Gambar 22. Gambar 22 Fluktuasi nitrat dalam keramba jaring apung dan keramba jaring tancap selama 4 minggu. KJTK dan KJTB adalah ikan dalam h. Amoniak Nilai kisaran amoniak selama penelitian masih berada pada kisaran baku mutu perairan untuk budidaya kerapu yaitu di bawah 1,00 ppm. Pada wadah keramba jaring tancap kisaran amoniak cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan di KJA yaitu 0,10 0,22 ppm berbanding 0,06 0,10 ppm. Fluktuasi dari amoniak selama pengamatan dapat dilihat pada Gambar 23.

13 34 Gambar 23 Fluktuasi amoniak dalam keramba jaring apung dan keramba jaring tancap selama 4 minggu. KJTK dan KJTB adalah ikan dalam i. Ortophosphat Nilai ortophosphat di KJA cenderung lebih tinggi yaitu 0,10 0,12 ppm dibandingkan dengan keramba jaring tancap yang berkisar antara 0,05-0,08 ppm. Kedua kisaran tersebut masih dalam kondisi yang baik untuk budidaya ikan kerapu yaitu 0,01 0,10 ppm. Fluktuasi dari ortophosphat selama pengamatan dapat dilihat pada Gambar 24. Gambar 24 Fluktuasi ortophosphat dalam keramba jaring apung dan keramba jaring tancap selama 4 minggu. PCK dan PCB adalah ikan dalam

14 Pembahasan Selama penelitian, data fisika-kimia perairan yang diukur di dalam wadah pemeliharaan baik KJA maupun KJT, pada sore hari setiap minggunya secara umum memiliki nilai baku mutu yang masih sesuai dengan standar baku perairan untuk budidaya. Hanya pada suhu dan kecepatan arus saja yang nilainya tidak sesuai. Selama penelitian suhu berkisar antara 29-29,8 0 C sedangkan standar baku perairan untuk budidaya kerapu ialah 26, C, namun kisaran suhu tersebut cenderung konstan dan menurut Sudjiharno dan Winanto (1998) perubahan suhu yang cukup ekstrim akan berpengaruh terhadap proses metabolisme atau nafsu makan ikan. Karena selama penelitian tidak terjadi perubahan suhu yang ekstrim, sehingga faktor suhu masih dianggap layak untuk dilaksanakannya budidaya kerapu. Kecepatan arus pada saat penelitian berkisar anatara 0,02 0,08 m/s yang seharusnya standar baku perairan untuk budidaya kerapu memiliki kisaran kecepatan arus 0,2 0,3 m/s. Hal tersebut diduga berdampak pada penurunan mutu perairan diantaranya kadar oksigen perairan. Pada saat penelitian pengukuran fisika-kimia perairan hanya dilakukan pada sore hari dimana kadar oksigen terlarut masih tinggi. Pada malam hari kadar oksigen di perairan akan berkurang disebabkan konsumsi oksigen di perairan selain digunakan oleh ikan kerapu macan juga digunakan oleh fitoplankton dalam perairan untuk respirasi, sehingga kompetisi dalam memperoleh oksigen semakin tinggi. Dengan kecepatan arus yang relatif kecil, perputaran air pada wadah menjadi lambat menyebabkan kadar oksigen pada wadah semakin krisis. Oleh karena itu kematian ikan selama penelitian yang terjadi pada malam hari diduga karena kadar oksigen dalam wadah yang menurun secara drastis. Pada KJT kadar amoniak (0,14 ppm) lebih tinggi dibandingkan KJA (0,08 ppm), sedangkan kelarutan oksigen KJT (7,33 ppm) lebih rendah dibandingkan KJA (7,34 ppm), menurut Effendi (2000) toksisitas amoniak akan meningkat seiring dengan menurunnya kadar oksigen dalam suatu perairan. Oleh karena itu toksisitas amoniak pada KJT lebih tinggi dibandingkan di KJA sehingga secara umum ikan pada KJT lebih rentan dibandingkan ikan pada KJA.

15 36 Keberadaan perairan tersebut memberikan dampak pada nafsu makan ikan, efisiensi pakan dan tingkat kelangsungan hidup ikan kerapu macan. Pada kelompok ikan ukuran kecil KJA dan kelompok ikan ukuran kecil KJT memiliki nilai rata-rata konsumsi pakan harian yang sama yaitu 2,2% dari biomasa ikan, namun nilai efisiensi pakan dari ikan tersebut berbeda yaitu KJA (23%) lebih tinggi dibandingkan KJT (21%). Dengan demikian energi dari pakan yang dikonsumsi oleh ikan ukuran kecil pada KJT lebih sedikit diserap oleh tubuh dibandingkan ikan ukuran kecil pada KJA. Hal tersebut menyebabkan laju pertumbuhan spesifik ikan kecil pada KJT (0,44%) lebih rendah dibandingkan ikan kecil pada KJA (0,47%). Begitu pula yang terjadi pada ikan yang berukuran besar, nilai rata-rata konsumsi pakan harian ikan ukuran besar pada KJT (2,2% dari biomasa) lebih tinggi dibandingkan ikan ukuran besar pada KJA (2,0% dari biomasa). Hal tersebut menyebabkan laju pertumbuhan pada ikan ukuran besar pada KJT (0,86%) lebih tinggi dibandingkan ikan ukuran besar pada KJA (0,62%). Nafsu makan dan laju pertumbuhan yang tinggi menunjukan bahwa ikan menyukai perairan tersebut. Sesuai dengan pola hidup ikan kerapu macan menurut Anonimus (2007 b ), Pada saat stadia telur dan larva, ikan kerapu macan bersifat pelagis, namun begitu menginjak usia muda sampai dewasa bersifat demersal. Pada penelitian ini terlihat ikan kerapu ukuran kecil lebih menyukai wadah KJA dibandingkan KJT dengan laju pertumbuhan yang lebih tinggi pada KJA. Wadah KJA memiliki karakteristik pelagis dimana kantong jaring berada pada kolom perairan. Demikian pula pada ikan kerapu macan ukuran besar lebih menyukai wadah KJT yang memiliki karakteristik demersal dimana kantong jaring berada di dasar perairan. Hal tersebut juga sesuai dengan sistem pengadaptasian pada kegiatan sea farming dimana ikan kerapu macan ukuran kecil (11-13 cm) dipelihara dalam KJA, kemudian setelah besar (13-15 cm) dipelihara dalam KJT. Tingkat kelangsungan hidup dari masing-masing kelompok perlakuan umumnya memiliki nilai yang sama yaitu 100%, hanya kelompok ikan ukuran besar pada KJT saja yang memiliki tingkat kelangsungan hidup sebesar 82,35%. Pada sistem KJA, kantong jaring pemeliharaan ikan berada jauh dari dasar perairan yaitu 6,5 s.d 8 m, sedangkan keramba jaring tancap permukaan kantong

16 37 jaring berkenaan langsung dengan dasar perairan sehingga ikan dapat kontak langsung dengan substrat perairan yang menjadi tempat mengendapnya senyawasenyawa organik dan anorganik serta limbah yang bersifat toksik. Selain itu pada dasar perairan pun banyak terdapat vektor penyakit yang dapat menjangkit tubuh ikan kerapu macan yang dipelihara. Hal tersebut dapat terlihat pada kasus penyakit yang terjadi selama penelitian, pada ikan kerapu macan yang dipelihara dalam KJT didapatkan 2 kasus penyakit disetiap wadah, sedangkan pada ikan uji yang dipelihara pada KJA hanya terdapat 1 kasus penyakit yaitu pada kelompok ikan ukuran kecil. Dilihat dari sampel ikan yang mengalami kematian pada ikan ukuran besar dalam KJT, ikan mati dengan kondisi kurus yang diduga karena terjangkit oleh penyakit dalam pencernaan seperti cacing. Menurut Sindermann (1990), pada ikan dewasa cacing menyerang pada saluran pencernaan, sedangkan pada larva ikan cacing menyerang pada daging dan isi perut. Cacing dapat masuk ke dalam tubuh inang dikarenakan adanya kesalahan dalam mekanik, hilangnya substansi yang dibutuhkan oleh tubuh dalam metabolisme, adanya fasilitas bagi mikroorganisme patogen untuk masuk ke dalam tubuh inangnya serta lingkungan yang buruk menyebabkan ikan mudah terjangkit. Pada ikan yang terserang cacing pada pencernaannya akan terlihat kurus dan terlihat lemas. Kematian hanya terjadi pada ikan yang berukuran besar di KJT diduga karena pada saat terjadi up wealing atau gelombang tinggi, substrat dasar yang banyak mengandung senyawa-senyawa toksik terangkat dan terlarut dalam perairan, kemudian ikan besar lebih banyak menyerap air untuk metabolisme tubuh sedangkan perairan pada saat itu sedang mengalami penurunan mutu, akhirnya ikan besar akan banyak menyerap toksik dari perairan dan menyebabkan kematian terutama pada ikan yang sebelumnya telah terserang oleh penyakit.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Hasil dari penelitian yang dilakukan berupa parameter yang diamati seperti kelangsungan hidup, laju pertumbuhan bobot harian, pertumbuhan panjang mutlak, koefisien keragaman

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP IKAN KERAPU MACAN

PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP IKAN KERAPU MACAN PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP IKAN KERAPU MACAN (Epinephelus fuscoguttatus) DALAM KERAMBA JARING APUNG DAN KERAMBA JARING TANCAP DI PERAIRAN KARANG CONGKAK, KEPULAUAN SERIBU, DKI JAKARTA PANJI ABDILLAH

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kualitas Air Kualitas hidup ikan akan sangat bergantung dari keadaan lingkunganya. Kualitas air yang baik dapat menunjang pertumbuhan, perkembangan, dan kelangsungan hidup

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Berikut ini adalah hasil penelitian dari perlakuan perbedaan substrat menggunakan sistem filter undergravel yang meliputi hasil pengukuran parameter kualitas air dan

Lebih terperinci

Bab V Hasil dan Pembahasan. Gambar V.10 Konsentrasi Nitrat Pada Setiap Kedalaman

Bab V Hasil dan Pembahasan. Gambar V.10 Konsentrasi Nitrat Pada Setiap Kedalaman Gambar V.10 Konsentrasi Nitrat Pada Setiap Kedalaman Dekomposisi material organik akan menyerap oksigen sehingga proses nitrifikasi akan berlangsung lambat atau bahkan terhenti. Hal ini ditunjukkan dari

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Laju Pertumbuhan Mutlak Nila Gift Laju pertumbuhan rata-rata panjang dan berat mutlak ikan Nila Gift yang dipelihara selama 40 hari, dengan menggunakan tiga perlakuan yakni

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Laju Pertumbuhan Bobot Harian Bobot benih ikan nila hibrid dari setiap perlakuan yang dipelihara selama 28 hari meningkat setiap minggunya. Bobot akhir benih ikan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Pertumbuhan beberapa tanaman air Pertumbuhan adalah perubahan dimensi (panjang, berat, volume, jumlah, dan ukuran) dalam satuan waktu baik individu maupun komunitas.

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil Berdasarkan hasil yang diperoleh dari kepadatan 5 kijing, persentase penurunan total nitrogen air di akhir perlakuan sebesar 57%, sedangkan untuk kepadatan 10 kijing

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Amonia Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh data berupa nilai dari parameter amonia yang disajikan dalam bentuk grafik. Dari grafik dapat diketahui

Lebih terperinci

Tingkat Kelangsungan Hidup

Tingkat Kelangsungan Hidup BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tingkat Kelangsungan Hidup Tingkat kelangsungan hidup merupakan suatu nilai perbandingan antara jumlah organisme yang hidup di akhir pemeliharaan dengan jumlah organisme

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Kerapu Macan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Kerapu Macan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Kerapu Macan Ikan kerapu memiliki 15 genera yang terdiri atas 159 spesis. Ikan kerapu termasuk famili Serranidae, Subfamili Epinephelinea, yang umumnya dikenal dengan nama

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelangsungan Hidup Berdasarkan hasil pengamatan selama 40 hari massa pemeliharaan terhadap benih ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) diketahui rata-rata tingkat kelangsungan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelautan dan Perikanan Provinsi Gorontalo, yang melaksanakan tugas operasional

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelautan dan Perikanan Provinsi Gorontalo, yang melaksanakan tugas operasional BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Keadaan Umum Lokasi Penelitian BBIP Lamu, merupakan calon Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD)/Instalasi Pembenihan dibawah pengawasan dan pengelolaan Dinas Kelautan dan Perikanan

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Kadar Oksigen Terlarut Hasil pengukuran konsentrasi oksigen terlarut pada kolam pemeliharaan ikan nila Oreochromis sp dapat dilihat pada Gambar 2. Dari gambar

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Fisika Kimia Air Parameter fisika kimia air yang diamati pada penelitian ini adalah ph, CO 2, NH 3, DO (dissolved oxygen), kesadahan, alkalinitas, dan suhu. Pengukuran

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Padat Tebar (ekor/liter)

HASIL DAN PEMBAHASAN Padat Tebar (ekor/liter) 9 III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Berikut adalah hasil dari perlakuan padat tebar yang dilakukan dalam penelitian yang terdiri dari parameter biologi, parameter kualitas air dan parameter ekonomi.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tingkat Kelangsungan Hidup Kelangsungan hidup dapat digunakan sebagai tolok ukur untuk mengetahui toleransi dan kemampuan ikan untuk hidup dan dinyatakan sebagai perbandingan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Lele Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Filum: Chordata Kelas : Pisces Ordo : Ostariophysi Famili : Clariidae Genus : Clarias Spesies :

Lebih terperinci

V HASIL DAN PEMBAHASAN. pengamatan tersebut diberikan nilai skor berdasarkan kelompok hari moulting. Nilai

V HASIL DAN PEMBAHASAN. pengamatan tersebut diberikan nilai skor berdasarkan kelompok hari moulting. Nilai V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil 5.1.1 Kecepatan moulting kepiting bakau Pengamatan moulting kepiting bakau ini dilakukan setiap 2 jam dan dinyatakan dalam satuan moulting/hari. Pengamatan dilakukan selama

Lebih terperinci

Gambar 2. Grafik Pertumbuhan benih ikan Tagih

Gambar 2. Grafik Pertumbuhan benih ikan Tagih BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Laju Pertumbuhan Laju pertumbuhan merupakan penambahan jumlah bobot ataupun panjang ikan dalam periode waktu tertentu. Pertumbuhan terkait dengan faktor luar dan dalam

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Laju Pertumbuhan Spesifik Benih Ikan Mas (SGR)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Laju Pertumbuhan Spesifik Benih Ikan Mas (SGR) IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Laju Pertumbuhan Spesifik Benih Ikan Mas (SGR) Perubahan bobot ikan selama masa pemeliharaan diukur dan dicatat untuk mendapatkan data mengenai laju pertumbuhan

Lebih terperinci

Bab V Hasil dan Pembahasan

Bab V Hasil dan Pembahasan biodegradable) menjadi CO 2 dan H 2 O. Pada prosedur penentuan COD, oksigen yang dikonsumsi setara dengan jumlah dikromat yang digunakan untuk mengoksidasi air sampel (Boyd, 1988 dalam Effendi, 2003).

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. yang sering diamati antara lain suhu, kecerahan, ph, DO, CO 2, alkalinitas, kesadahan,

PENDAHULUAN. yang sering diamati antara lain suhu, kecerahan, ph, DO, CO 2, alkalinitas, kesadahan, 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kualitas air memegang peranan penting dalam bidang perikanan terutama untuk kegiatan budidaya serta dalam produktifitas hewan akuatik. Parameter kualitas air yang sering

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Tingkat Kelangsungan Hidup Benih Ikan Patin Siam

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Tingkat Kelangsungan Hidup Benih Ikan Patin Siam BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Tingkat Kelangsungan Hidup Benih Ikan Patin Siam Jumlah rata rata benih ikan patin siam sebelum dan sesudah penelitian dengan tiga perlakuan yakni perlakuan A kepadatan

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3 Data perubahan parameter kualitas air

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3 Data perubahan parameter kualitas air 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Kualitas Air Kualitas air merupakan faktor kelayakan suatu perairan untuk menunjang kehidupan dan pertumbuhan organisme akuatik yang nilainya ditentukan dalam kisaran

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelangsungan Hidup Ikan Nila Nirwana Selama Masa Pemeliharaan Perlakuan Kelangsungan Hidup (%)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelangsungan Hidup Ikan Nila Nirwana Selama Masa Pemeliharaan Perlakuan Kelangsungan Hidup (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kelangsungan Hidup Berdasarkan hasil pengamatan dari penelitian yang dilakukan selama 30 hari, diperoleh bahwa pengaruh salinitas terhadap kelangsungan hidup benih nila

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kelangsungan Hidup (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelangsungan Hidup (SR) Kelangsungan hidup merupakan suatu perbandingan antara jumlah organisme yang hidup diakhir penelitian dengan jumlah organisme

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 15 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Berikut adalah hasil dari perlakuan ketinggian air yang dilakukan dalam penelitian yang terdiri dari beberapa parameter uji (Tabel 5). Tabel 5. Pengaruh perlakuan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dari hasil pengukuran terhadap beberapa parameter kualitas pada

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dari hasil pengukuran terhadap beberapa parameter kualitas pada IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Kualitas Air Dari hasil pengukuran terhadap beberapa parameter kualitas pada masingmasing perlakuan selama penelitian adalah seperti terlihat pada Tabel 1 Tabel 1 Kualitas Air

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Grafik pertumbuhan benih C. macropomum yang dihasilkan selama 40 hari

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Grafik pertumbuhan benih C. macropomum yang dihasilkan selama 40 hari IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1 Pertumbuhan benih C. macropomum Grafik pertumbuhan benih C. macropomum yang dihasilkan selama 40 hari pemeliharaan disajikan pada Gambar 3. Gambar 3. Pertumbuhan C.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pertumbuhan Pada Tabel 2 dijelaskan bahwa pada minggu pertama nilai bobot biomasa rumput laut tertinggi terjadi pada perlakuan aliran air 10 cm/detik, dengan nilai rata-rata

Lebih terperinci

PENGARUH FREKUENSI PEMBERIAN PAKAN TERHADAP PRODUKSI PEMBESARAN IKAN MAS (Cyprinus carpio) DI KERAMBA JARING APUNG WADUK CIRATA

PENGARUH FREKUENSI PEMBERIAN PAKAN TERHADAP PRODUKSI PEMBESARAN IKAN MAS (Cyprinus carpio) DI KERAMBA JARING APUNG WADUK CIRATA 825 Pengaruh frekuensi pemberian pakan terhadap... (Moch. Nurdin) PENGARUH FREKUENSI PEMBERIAN PAKAN TERHADAP PRODUKSI PEMBESARAN IKAN MAS (Cyprinus carpio) DI KERAMBA JARING APUNG WADUK CIRATA Mochamad

Lebih terperinci

PENGARUH KUALITAS AIR TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN NILA (Oreochromis sp.) DI KOLAM BETON DAN TERPAL

PENGARUH KUALITAS AIR TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN NILA (Oreochromis sp.) DI KOLAM BETON DAN TERPAL PENGARUH KUALITAS AIR TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN NILA (Oreochromis sp.) DI KOLAM BETON DAN TERPAL FAISOL MAS UD Dosen Fakultas Perikanan Program Studi Manajemen Sumber Daya Perairan Universitas Islam Lamongan

Lebih terperinci

BAB 4. METODE PENELITIAN

BAB 4. METODE PENELITIAN BAB 4. METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama sembilan bulan dari bulan Maret sampai September 2014 di Laboratorium UPT Kolam Pembenihan, Fakultas Perikanan dan Ilmu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Waduk adalah wadah air yang terbentuk sebagai akibat dibangunnya bendungan

I. PENDAHULUAN. Waduk adalah wadah air yang terbentuk sebagai akibat dibangunnya bendungan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Waduk adalah wadah air yang terbentuk sebagai akibat dibangunnya bendungan dan berbentuk pelebaran alur atau badan atau palung sungai (PerMen LH No 28 Tahun 2009). Waduk

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Dari penelitian ini, didapatkan data sebagai berikut: daya listrik, kualitas air (DO, suhu, ph, NH 3, CO 2, dan salinitas), oxygen transfer rate (OTR), dan efektivitas

Lebih terperinci

IV. HASIL DA PEMBAHASA

IV. HASIL DA PEMBAHASA IV. HASIL DA PEMBAHASA 4.1 Hasil 4.1.1 Pertumbuhan 4.1.1.1 Bobot Bobot rata-rata ikan patin pada akhir pemeliharaan cenderung bertambah pada setiap perlakuan dan berkisar antara 6,52±0,53 8,41±0,40 gram

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pertumbuhan Mikroalga Laut Scenedesmus sp. Hasil pengamatan pengaruh kelimpahan sel Scenedesmus sp. terhadap limbah industri dengan dua pelakuan yang berbeda yaitu menggunakan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Pertumbuhan Hasil pengukuran ikan selais yang dipelihara dalam keramba yang ditempatkan di Kolam Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau, maka bobot rata-rata

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini, data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel dan grafik. Penyajian grafik dilakukan berdasarkan variabel konsentrasi terhadap kedalaman dan disajikan untuk

Lebih terperinci

Pengaruh Pemberian Dosis Pakan Otohime yang Berbeda terhadap Pertumbuhan Benih Ikan Kerapu Bebek di BPBILP Lamu Kabupaten Boalemo

Pengaruh Pemberian Dosis Pakan Otohime yang Berbeda terhadap Pertumbuhan Benih Ikan Kerapu Bebek di BPBILP Lamu Kabupaten Boalemo Nikè: Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. Volume II, Nomor 1, Maret 2014 Pengaruh Pemberian Dosis Pakan Otohime yang Berbeda terhadap Pertumbuhan Benih Ikan Kerapu Bebek di BPBILP Lamu Kabupaten Boalemo

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1 Rancangan Percobaan Penelitian dilakukan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) tiga perlakuan dengan masing-masing tiga ulangan yaitu : 1) Perlakuan A dengan pergantian air

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 27 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Distribusi Vertikal Oksigen Terlarut Oksigen terlarut merupakan salah satu faktor pembatas bagi sumberdaya suatu perairan karena akan berpengaruh secara langsung pada kehidupan

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1. Kualitas Warna Perubahan warna ikan maskoki menjadi jingga-merah terdapat pada perlakuan lama pemberian pakan berkarotenoid 1, 2 dan 4 hari yaitu sebanyak 11,

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di wilayah Teluk Ratai Kabupaten Pesawaran,

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di wilayah Teluk Ratai Kabupaten Pesawaran, III. METODOLOGI PENELITIAN.. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di wilayah Teluk Ratai Kabupaten Pesawaran, Lampung. Penelitian ini secara umum mencakup tahapan yaitu survei lapangan,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Fisika Kimia Perairan Lokasi budidaya rumput laut diketahui memiliki dasar perairan berupa substrat pasir dengan serpihan karang mati. Direktorat Jendral Perikanan Budidaya

Lebih terperinci

Gambar 4. Grafik Peningkatan Bobot Rata-rata Benih Ikan Lele Sangkuriang

Gambar 4. Grafik Peningkatan Bobot Rata-rata Benih Ikan Lele Sangkuriang Bobot ikan (g) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Laju Pertumbuhan Pertumbuhan merupakan penambahan jumlah bobot ataupun panjang ikan dalam satu periode waktu tertentu. Pertumbuhan dapat diartikan sebagai

Lebih terperinci

SUBSTITUSI TEPUNG IKAN DENGAN TEPUNG CACING TANAH DALAM PAKAN UNTUK PERTUMBUHAN DAN EFISIENSI PAKAN IKAN BAUNG (Mystus nemurus CV ABSTRAK

SUBSTITUSI TEPUNG IKAN DENGAN TEPUNG CACING TANAH DALAM PAKAN UNTUK PERTUMBUHAN DAN EFISIENSI PAKAN IKAN BAUNG (Mystus nemurus CV ABSTRAK SUBSTITUSI TEPUNG IKAN DENGAN TEPUNG CACING TANAH DALAM PAKAN UNTUK PERTUMBUHAN DAN EFISIENSI PAKAN IKAN BAUNG (Mystus nemurus CV Nur Asiah 1, Indra Suharman 1, Siska Wulandari 2 1 Staf Pengajar Jurusan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Anyperodon, Cephalopholis, Cromileptes, Epinephelus, Plectropomus, dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Anyperodon, Cephalopholis, Cromileptes, Epinephelus, Plectropomus, dan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Kerapu Macan 2.1.1. Klasifikasi Kerapu Macan Jumlah ikan kerapu ditaksir ada 46 spesies yang hidup diberbagai tipe habitat. Dari jumlah tersebut ternyata berasal dari 7genus,

Lebih terperinci

PARAMETER KUALITAS AIR

PARAMETER KUALITAS AIR KUALITAS AIR TAMBAK PARAMETER KUALITAS AIR Parameter Fisika: a. Suhu b. Kecerahan c. Warna air Parameter Kimia Salinitas Oksigen terlarut ph Ammonia Nitrit Nitrat Fosfat Bahan organik TSS Alkalinitas Parameter

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. M 1 V 1 = M 2 V 2 Keterangan : M 1 V 1 M 2 V 2

METODE PENELITIAN. M 1 V 1 = M 2 V 2 Keterangan : M 1 V 1 M 2 V 2 11 METODE PENELITIAN Tempat dan waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lingkungan Akuakultur, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor untuk pemeliharaan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Gambar 7 Lokasi penelitian di perairan dangkal Semak Daun.

METODE PENELITIAN. Gambar 7 Lokasi penelitian di perairan dangkal Semak Daun. METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Wilayah Perairan Semak Daun, Kelurahan Pulau Panggang, Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu (KAKS) Daerah Khusus bukota Jakarta

Lebih terperinci

Teknik pembenihan ikan air laut Keberhasilan suatu pembenihan sangat ditentukan pada ketersedian induk yang cukup baik, jumlah, kualitas dan

Teknik pembenihan ikan air laut Keberhasilan suatu pembenihan sangat ditentukan pada ketersedian induk yang cukup baik, jumlah, kualitas dan Teknik pembenihan ikan air laut Keberhasilan suatu pembenihan sangat ditentukan pada ketersedian induk yang cukup baik, jumlah, kualitas dan keseragaman.induk yang baik untuk pemijahan memiliki umur untuk

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Derajat Kelangsungan Hidup Derajat kelangsungan hidup atau survival rate (SR) benih ikan patin yang dipelihara dengan masa pemeliharaan 30 hari memiliki hasil

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Gurami ( Osphronemus gouramy ) adalah salah satu ikan air tawar bernilai

I. PENDAHULUAN. Gurami ( Osphronemus gouramy ) adalah salah satu ikan air tawar bernilai I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gurami ( Osphronemus gouramy ) adalah salah satu ikan air tawar bernilai ekonomis tinggi dan merupakan spesies asli Indonesia. Konsumsi ikan gurami (Osphronemus gouramy)

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Morfologi Clownfish Klasifikasi Clownfish menurut Burges (1990) adalah sebagai berikut: Kingdom Filum Ordo Famili Genus Spesies : Animalia : Chordata : Perciformes

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan Benur Udang Vannamei dan Pengemasan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan Benur Udang Vannamei dan Pengemasan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Persiapan Benur Udang Vannamei dan Pengemasan Benur udang vannamei yang digunakan dalam penelitian berasal dari Balai Benih Air Payau (BBAP) Situbondo menggunakan transportasi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelangsungan Hidup Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelangsungan hidup dari setiap perlakuan memberikan hasil yang berbeda-beda. Tingkat kelangsungan hidup yang paling

Lebih terperinci

II. METODOLOGI. a) b) Gambar 1 a) Ikan nilem hijau ; b) ikan nilem were.

II. METODOLOGI. a) b) Gambar 1 a) Ikan nilem hijau ; b) ikan nilem were. II. METODOLOGI 2.1 Materi Uji Sumber genetik yang digunakan adalah ikan nilem hijau dan ikan nilem were. Induk ikan nilem hijau diperoleh dari wilayah Bogor (Jawa Barat) berjumlah 11 ekor dengan bobot

Lebih terperinci

Tingkat Penggunaan Limbah Laju Pertumbuhan %

Tingkat Penggunaan Limbah Laju Pertumbuhan % BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Laju Pertumbuhan Harian Berdasarkan hasil pengamatan terhadap benih Lele Sangkuriang selama 42 hari masa pemeliharaan diketahui bahwa tingkat penggunaan limbah ikan tongkol

Lebih terperinci

Gambar 1. Ikan lele dumbo (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Gambar 1. Ikan lele dumbo (Sumber: Dokumentasi Pribadi) BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Biologi Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Lele dumbo adalah jenis ikan hibrida hasil silangan antara Clarias gariepinus dengan C. fuscus dan merupakan ikan introduksi yang pertama

Lebih terperinci

BY: Ai Setiadi FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA

BY: Ai Setiadi FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA BY: Ai Setiadi 021202503125002 FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA Dalam budidaya ikan ada 3 faktor yang sangat berpengaruh dalam keberhasilan budidaya, karena hasil

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Kolam Budidaya Ikan Ciburial, Sumedang selama kurang lebih dua bulan, yaitu sejak April - Juni 2011. 2.2 Alat dan Bahan 2.2.1 Wadah

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 21 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Kualitas Air Kualitas air merupakan parameter lingkungan yang memegang peranan penting dalam kelangsungan suatu kegiatan budidaya. Parameter kualitas air yang

Lebih terperinci

GROUPER FAPERIK ISSN

GROUPER FAPERIK ISSN STUDI TENTANG PERBEDAAN LAJU PERTUMBUHAN IKAN NILA (OREOCHOMIS NILOTICUS) YANG MENGGUNAKAN DAN YANG TIDAK MENGGUNAKAN PUPUK ORGANIK CAIR ENDAH SIH PRIHATINI Dosen Program Studi Manajemen Sumber Daya Perairan

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Total Amonia Nitrogen (TAN) Konsentrasi total amonia nitrogen (TAN) diukur setiap 48 jam dari jam ke-0 hingga jam ke-120. Peningkatan konsentrasi TAN terjadi pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menjalankan aktivitas budidaya. Air yang digunakan untuk keperluan budidaya

I. PENDAHULUAN. menjalankan aktivitas budidaya. Air yang digunakan untuk keperluan budidaya I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kualitas perairan merupakan faktor utama yang harus dipenuhi sebelum menjalankan aktivitas budidaya. Air yang digunakan untuk keperluan budidaya perikanan tidak sekedar

Lebih terperinci

PENGARUH FREKUENSI PEMBERIAN PAKAN TERHADAP PERTUMBUHAN DAN TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP BENIH IKAN. BAWAL BINTANG (Trachinotus blochii)

PENGARUH FREKUENSI PEMBERIAN PAKAN TERHADAP PERTUMBUHAN DAN TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP BENIH IKAN. BAWAL BINTANG (Trachinotus blochii) PENGARUH FREKUENSI PEMBERIAN PAKAN TERHADAP PERTUMBUHAN DAN TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP BENIH IKAN BAWAL BINTANG (Trachinotus blochii) Yudika Adekayasa 1*), Saptono Waspodo 1), Muhammad Marzuki 1) 1) Program

Lebih terperinci

1) Staf Pengajar pada Prog. Studi. Budidaya Perairan, Fakultas

1) Staf Pengajar pada Prog. Studi. Budidaya Perairan, Fakultas Media Litbang Sulteng 2 (2) : 126 130, Desember 2009 1) Staf Pengajar pada Prog. Studi. Budidaya Perairan, Fakultas Pertanian Universitas Tadulako, Palu ISSN : 1979-5971 PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP

Lebih terperinci

MANAJEMEN KUALITAS AIR

MANAJEMEN KUALITAS AIR MANAJEMEN KUALITAS AIR Ai Setiadi 021202503125002 FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS SATYA NEGARA INDONESIA Dalam budidaya ikan ada 3 faktor yang sangat berpengaruh dalam keberhasilan budidaya,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan September-Oktober 2011 bertempat di. Balai Budidaya Ikan Hias, Natar, Lampung Selatan.

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan September-Oktober 2011 bertempat di. Balai Budidaya Ikan Hias, Natar, Lampung Selatan. III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan September-Oktober 2011 bertempat di Balai Budidaya Ikan Hias, Natar, Lampung Selatan. B. Alat dan Bahan Penelitian

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2012 hingga Februari 2013

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2012 hingga Februari 2013 18 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2012 hingga Februari 2013 bertempat di Laboratorium Perikanan, Jurusan Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Lokasi dan objek penelitian ini berada di Teluk Cikunyinyi, Kecamatan

METODE PENELITIAN. Lokasi dan objek penelitian ini berada di Teluk Cikunyinyi, Kecamatan III METODE PENELITIAN.. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian Lokasi dan objek penelitian ini berada di Teluk Cikunyinyi, Kecamatan Padang Cermin, Kabupaten Pesawaran, Provinsi Lampung. Lokasi penelitian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan Larva Rajungan. Jenis Stadia dan Lama Waktu Perkembangan Larva

TINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan Larva Rajungan. Jenis Stadia dan Lama Waktu Perkembangan Larva TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan Larva Rajungan Jenis Stadia dan Lama Waktu Perkembangan Larva Tingkat perkembangan rajungan pada umumnya tidak berbeda dengan kepiting bakau. Perbedaannya hanya pada fase

Lebih terperinci

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Plankton. Ima Yudha Perwira, SPi, Mp

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Plankton. Ima Yudha Perwira, SPi, Mp Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Plankton Ima Yudha Perwira, SPi, Mp Suhu Tinggi rendahnya suhu suatu badan perairan sangat mempengaruhi kehidupan plankton. Semakin tinggi suhu meningkatkan kebutuhan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3 II. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei 2011 bertempat di Laboratorium Teknik Produksi dan Manajemen Akuakultur, pengambilan data penunjang dilaksanakan

Lebih terperinci

Gambar 5. Grafik Pertambahan Bobot Rata-rata Benih Lele Dumbo pada Setiap Periode Pengamatan

Gambar 5. Grafik Pertambahan Bobot Rata-rata Benih Lele Dumbo pada Setiap Periode Pengamatan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Laju Pertumbuhan Harian Laju Pertumbuhan adalah perubahan bentuk akibat pertambahan panjang, berat, dan volume dalam periode tertentu (Effendi, 1997). Berdasarkan hasil

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN . HASIL DAN PEMBAHASAN.. Hasil Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah pola distribusi vertikal oksigen terlarut, fluktuasi harian oksigen terlarut, produksi primer, rincian oksigen terlarut, produksi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Probiotik Penggunaan bakteri untuk kesejahteraan manusia seperti kesehatan dan pertanian sangat menarik perhatian lebih dari satu dekade terakhir. Probiotik sudah digunakan di

Lebih terperinci

PENOKOLAN UDANG WINDU, Penaeus monodon Fab. DALAM HAPA PADA TAMBAK INTENSIF DENGAN PADAT TEBAR BERBEDA

PENOKOLAN UDANG WINDU, Penaeus monodon Fab. DALAM HAPA PADA TAMBAK INTENSIF DENGAN PADAT TEBAR BERBEDA Jurnal Akuakultur Indonesia, 4 (2): 153 158 (25) Available : http://journal.ipb.ac.id/index.php/jai http://jurnalakuakulturindonesia.ipb.ac.id 153 PENOKOLAN UDANG WINDU, Penaeus monodon Fab. DALAM HAPA

Lebih terperinci

Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. 3, No. 4, Desember 2012: ISSN :

Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. 3, No. 4, Desember 2012: ISSN : Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. 3, No. 4, Desember 2012: 109-114 ISSN : 2088-3137 PENGARUH KEPADATAN TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH KERAPU BEBEK (Cromileptes altivelis) PADA PENDEDERAN

Lebih terperinci

Pengaruh Pemberian Viterna Plus dengan Dosis Berbeda pada Pakan terhadap Pertumbuhan Benih Ikan Lele Sangkuriang di Balai Benih Ikan Kota Gorontalo

Pengaruh Pemberian Viterna Plus dengan Dosis Berbeda pada Pakan terhadap Pertumbuhan Benih Ikan Lele Sangkuriang di Balai Benih Ikan Kota Gorontalo Pengaruh Pemberian Viterna Plus dengan Dosis Berbeda pada Pakan terhadap Pertumbuhan Benih Ikan Lele Sangkuriang di Balai Benih Ikan Kota Gorontalo 1.2 Robi Hendrasaputro, 2 Rully, dan 2 Mulis 1 robihendra40@gmail.com

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ikan patin siam (Pangasius hypopthalmus) merupakan salah satu ikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ikan patin siam (Pangasius hypopthalmus) merupakan salah satu ikan 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Patin Siam (Pangasius hypopthalmus) Ikan patin siam (Pangasius hypopthalmus) merupakan salah satu ikan inroduksi yang telah lebih dulu dikenal masyarakat indonesia. Budidaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Benih ikan mas (Cyprinus carpio) tergolong ikan ekonomis penting karena ikan ini sangat dibutuhkan masyarakat dan hingga kini masih belum dapat dipenuhi oleh produsen

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KUALITAS PERAIRAN DI SUNGAI KAHAYAN DARI KEBERADAAN SISTEM KERAMBA STUDI KASUS SUNGAI KAHAYAN KECAMATAN PAHANDUT KALIMANTAN TENGAH

IDENTIFIKASI KUALITAS PERAIRAN DI SUNGAI KAHAYAN DARI KEBERADAAN SISTEM KERAMBA STUDI KASUS SUNGAI KAHAYAN KECAMATAN PAHANDUT KALIMANTAN TENGAH IDENTIFIKASI KUALITAS PERAIRAN DI SUNGAI KAHAYAN DARI KEBERADAAN SISTEM KERAMBA STUDI KASUS SUNGAI KAHAYAN KECAMATAN PAHANDUT KALIMANTAN TENGAH Rezha Setyawan 1, Dr. Ir. Achmad Rusdiansyah, MT 2, dan Hafiizh

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 12 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli 2009 sampai dengan bulan September 2009 bertempat di Laboratorium Sistem Produksi dan Manajemen Akuakultur, Departemen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Budidaya ikan hias dapat memberikan beberapa keuntungan bagi pembudidaya antara lain budidaya ikan hias dapat dilakukan di lahan yang sempit seperti akuarium atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan nilem (Osteochilus hasselti) merupakan ikan yang banyak dipelihara di daerah Jawa Barat dan di Sumatera (khususnya Sumatera Barat). Ikan nilem ini mempunyai cita

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan kimia. Secara biologi, carrying capacity dalam lingkungan dikaitkan dengan

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan kimia. Secara biologi, carrying capacity dalam lingkungan dikaitkan dengan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Daya Dukung Penentuan carrying capacity dalam lingkungan dapat didekati secara biologi dan kimia. Secara biologi, carrying capacity dalam lingkungan dikaitkan dengan konsep ekologi

Lebih terperinci

Pembesaran udang galah Macrobrachium rosenbergii kini mengadopsi

Pembesaran udang galah Macrobrachium rosenbergii kini mengadopsi 1 Udang Galah Genjot Produksi Udang Galah Pembesaran udang galah Macrobrachium rosenbergii kini mengadopsi gaya rumah susun. Setiap 1 m² dapat diberi 30 bibit berukuran 1 cm. Hebatnya kelulusan hidup meningkat

Lebih terperinci

BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil Penelitian 5.1.1. Pertumbuhan Bobot dan Panjang Ikan Selais (Ompok hypophthalmus) Setelah 112 hari pemeliharaan benih ikan selais (Ompok hypophthalmus) didapatkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 45 hari dengan menggunakan 4 perlakuan yakni perlakuan A (Perlakuan dengan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 45 hari dengan menggunakan 4 perlakuan yakni perlakuan A (Perlakuan dengan 4.1. Laju Pertumbuhan Mutlak BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Laju pertumbuhan mutlak Alga K. alvarezii dengan pemeliharaan selama 45 hari dengan menggunakan 4 perlakuan yakni perlakuan A (Perlakuan dengan

Lebih terperinci

II. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan Agustus

II. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan Agustus II. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan Agustus 2013 di Laboratorium Budidaya Perikanan Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

ANALISA PENCEMARAN LIMBAH ORGANIK TERHADAP PENENTUAN TATA RUANG BUDIDAYA IKAN KERAMBA JARING APUNG DI PERAIRAN TELUK AMBON

ANALISA PENCEMARAN LIMBAH ORGANIK TERHADAP PENENTUAN TATA RUANG BUDIDAYA IKAN KERAMBA JARING APUNG DI PERAIRAN TELUK AMBON ANALISA PENCEMARAN LIMBAH ORGANIK TERHADAP PENENTUAN TATA RUANG BUDIDAYA IKAN KERAMBA JARING APUNG DI PERAIRAN TELUK AMBON OLEH : CAROLUS NIRAHUA NRP : 000 PROGRAM PASCASARJANA BIDANG KEAHLIAN TEKNIK MANAJEMEN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Estuari oleh sejumlah peneliti disebut-kan sebagai area paling produktif,

TINJAUAN PUSTAKA. Estuari oleh sejumlah peneliti disebut-kan sebagai area paling produktif, TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Estuari Estuari oleh sejumlah peneliti disebut-kan sebagai area paling produktif, karena area ini merupakan area ekoton daerah pertemuan dua ekosistem berbeda (tawar dan laut)

Lebih terperinci

Budidaya Nila Merah. Written by admin Tuesday, 08 March 2011 10:22

Budidaya Nila Merah. Written by admin Tuesday, 08 March 2011 10:22 Dikenal sebagai nila merah taiwan atau hibrid antara 0. homorum dengan 0. mossombicus yang diberi nama ikan nila merah florida. Ada yang menduga bahwa nila merah merupakan mutan dari ikan mujair. Ikan

Lebih terperinci

LINGKUNGAN BISNIS PELUANG BISNIS BUDIDAYA IKAN MAS : IMADUDIN ATHIF N.I.M :

LINGKUNGAN BISNIS PELUANG BISNIS BUDIDAYA IKAN MAS : IMADUDIN ATHIF N.I.M : LINGKUNGAN BISNIS PELUANG BISNIS BUDIDAYA IKAN MAS NAMA KELAS : IMADUDIN ATHIF : S1-SI-02 N.I.M : 11.12.5452 KELOMPOK : G STMIK AMIKOM YOGYAKARTA 2011 KATA PENGANTAR Puji syukur kita panjatkan kehadirat

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP IKAN BETOK (Anabas testudineus) YANG DIPELIHARA PADA SALINITAS BERBEDA

PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP IKAN BETOK (Anabas testudineus) YANG DIPELIHARA PADA SALINITAS BERBEDA PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP IKAN BETOK (Anabas testudineus) YANG DIPELIHARA PADA SALINITAS BERBEDA TUGAS PENGENALAN KOMPUTER ZURRIYATUN THOYIBAH E1A012065 PENDIDIKAN BIOLOGI FAKULTAS KEGURUAN DAN

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan Maret 2014 di

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan Maret 2014 di III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan Maret 2014 di Laboratorium Jurusan Budidaya Perairan Universitas Lampung. Analisis proksimat

Lebih terperinci