TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Patin Siam ( Pangasius hypopthalmus 2.2. Transportasi Ikan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Patin Siam ( Pangasius hypopthalmus 2.2. Transportasi Ikan"

Transkripsi

1 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Patin Siam (Pangasius hypopthalmus) Ikan patin siam adalah jenis ikan patin yang diintroduksi dari Thailand (Khairuman dan Amri, 2008; Slembrouck et al., 2005). Ikan patin siam berasal dari Sungai Mekong di Vietnam sampai ke Sungai Chao Phraya di Thailand. Ikan patin siam memiliki badan memanjang berwarna putih seperti perak dengan punggung berwarna kebiruan. Panjang tubuh dapat mencapai 120 cm. Kepala patin siam relatif kecil dengan mulut terletak di ujung kepala relatif di bagian bawah (Susanto dan Amri, 1998). Di sudut mulutnya terdapat dua pasang kumis yang berfungsi sebagai alat pencari makan dan alat peraba pada saat berenang. Ikan patin siam mampu hidup di kualitas air yang kurang baik (Hamid et al., 2007), mampu dibudidayakan dalam kepadatan tinggi, dan termasuk ikan omnivora (Trong et al., 2002) 2.2. Transportasi Ikan Transportasi ikan adalah penempatan sementara ikan pada lingkungan yang sangat terbatas, yaitu ruang yang sempit dan kepadatan ikan yang tinggi sekali. Kondisi ini menjadikan lingkungan sangat labil dan mengalami perubahan dengan cepat dalam degradasi kualitas lingkungan/air yang mengancam kehidupan ikan. Keberhasilan mengurangi pengaruh perubahan lingkungan yang mendadak ini akan memberi kemungkinan untuk mengurangi tingkat kematian, yang berarti tercapainya tujuan transportasi (Huet, 1971). Effendi (2004) menyatakan bahwa transportasi ikan hidup adalah usaha memindahkan ikan dari suatu daerah (sentra produksi) ke daerah lain (sentra konsumsi) dengan kepadatan transportasi setinggi-tingginya dan biaya serendah-rendahnya serta ikan yang diangkut memiliki kelangsungan hidup setinggi-tingginya dan kondisi ikan sehat setelah sampai tujuan. Ada dua sistem dasar untuk transportasi ikan hidup yaitu sistem tertutup dan sistem terbuka. Sistem tertutup dilakukan dalam wadah yang tertutup dengan segala persyaratan yang dibutuhkan untuk bertahan hidup selama transportasi telah disertakan sejak awal di dalamnya (Berka, 1986). Dalam sistem ini tidak ada

2 4 persinggungan antara air media transportasi dengan udara luar, kebutuhan oksigen ikan selama transportasi disediakan dengan cara memasukan oksigen murni sehingga bisa berdifusi ke dalam air media transportasi menjadi oksigen terlarut yang bisa dimanfaatkan oleh ikan, sistem ini dapat menggunakan moda angkutan udara sehingga bisa dikirim untuk jarak jauh (Effendi, 2004); sedangkan sistem terbuka dilakukan dengan mengisi wadah dengan air lalu segala kebutuhan untuk bertahan hidup selama transportasi diberikan secara berkala dari luar. Sistemsistem ini kemudian dikaji dan disesuaikan dengan permasalahan persiapan ikan untuk transportasi, jenis kendaraan dan perlengkapan, masalah kualitas dan penggantian air selama transportasi, dan pencegahan menggunakan bahan kimia selama transportasi ikan (Berka, 1986). Menurut Nemoto (1957), hal penting yang harus diperhatikan dalam transportasi ikan adalah: a. Meningkatkan suplai oksigen dengan cara mengganti udara dengan oksigen murni, meningkatkan tekanan oksigen pada wadah, dan mengurangi konsumsi oksigen rata-rata. b. Mengontrol metabolisme, dengan cara mengurangi laju buangan metabolisme dan menetralisasi atau menghilangkan hasil metabolisme. Huet (1971) menyatakan, bahwa faktor utama yang mempengaruhi transportasi ikan hidup dengan mempertimbangkan persediaan oksigen dalam alat transportasi antara lain : a. Spesies ikan: kebutuhan ikan terhadap oksigen bervariasi tergantung spesiesnya b. Umur dan ukuran ikan: ikan yang lebih kecil memiliki kebutuhan oksigen lebih tinggi dibandingkan dengan ikan yang lebih besar. c. Ketahanan relatif ikan: ikan yang diberi pakan alami lebih tahan dibandingkan dengan ikan yang diberi pakan buatan, serta ikan dalam kondisi yang siap memijah memiliki daya tahan yang rendah dalam transportasi. d. Suhu air: pada suhu rendah mengakibatkan kadar oksigen di dalam air lebih tinggi, karena kebutuhan oksigen akan menurun.

3 5 e. Lama waktu angkut: makin pendek waktu ikan makin tinggi kepadatannya. f. Cara angkut ikan dan lama istirahat: makin cepat transportasi dan makin baik prasarana serta waktu istirahat yang pendek, kemungkinan keberhasilan transportasi lebih besar. g. Sifat alami alat pengangkut: transportasi dengan wadah kayu menyebabkan peningkatkan suhu air lebih lamban dibanding dengan wadah logam, tetapi wadah kayu dapat mengisolasi panas dalam wadah. h. Kondisi klimatologik : hal ini berpengaruh terhadap suhu air di dalam wadah maupun kandungan oksigen terlarutnya. Pada sistem tertutup, sedikit gerakan pada kantong dapat mendukung masuknya oksigen murni atmosferik ke dalam air. Untuk jangka waktu yang lama, kantong yang berisi ikan apabila dibiarkan tanpa gerakan sama sekali akan dapat menyebabkan kematian ikan walaupun cadangan oksigen di dalam kantong masih tinggi (Berka, 1986) Kemasan Transportasi yang paling sering dilakukan karena mudah dan aman untuk jarak dekat maupun jarak jauh adalah dengan menggunakan kantong plastik berukuran 40 x 60 cm yang diisi oksigen murni. Untuk transportasi jarak jauh terutama dengan menggunakan pesawat terbang, biasanya kantong plastik tersebut dimasukkan ke dalam kotak styrofoam. Pada styrofoam diletakkan es yang dibungkus dengan kantong plastik agar suhu selama transportasi rendah. (Hamid et al., 2007). Kemasan yang baik dalam transportasi sistem tertutup adalah menggunakan plastik jenis polietilen (PE) dengan ketebalan plastik 0,03 mm, karena ringan, mudah didapat, dan murah. Lebih lanjut, penggunaan kantong plastik pada transportasi jarak jauh sebaiknya diletakkan dalam kotak styrofoam untuk mengurangi kontak yang terjadi antara air di dalam kantong dengan temperatur lingkungan yang relatif panas. Garbhards (1965) menyatakan, bahwa penggunaan kantong plastik yang diletakkan pada kotak styrofoam meningkatkan kelangsungan hidup sebesar 99,9%.

4 Kepadatan ikan Kepadatan ikan adalah bobot ikan yang berada dalam suatu wadah pada waktu tertentu. Kepadatan ikan yang akan diangkut bergantung pada volume air, bobot ikan, spesies, ukuran ikan, lama transportasi, suplai oksigen dan suhu (Jhingran dan Pullin, 1985). Untuk kasus di BBAT Jambi transportasi benih patin siam umur 15 hari (0,75 inci) dengan waktu tempuh dibawah 2 jam, diisi 5000 ekor/kantong; sedangkan untuk jarak jauh dengan waktu tempuh 7-24 jam, diisi 2000 ekor/kantong (Hamid et al., 2007). Hal yang sama juga dikemukakan oleh Nurwahit (Pedagang Benih Ikan Patin Siam, Komunikasi Pribadi, 2009), untuk pengiriman benih patin ukuran 0,75 inci selama 8-12 jam diisi 2000 ekor/kantong dengan air 2,5 liter (800 ekor/liter) dengan SR hampir selalu 100% Persyaratan Kualitas Air Oksigen terlarut Konsumsi oksigen oleh ikan sangat bergantung pada jenis, ukuran, aktivitas ikan, toleransi terhadap stres, suhu, ph, CO 2 dan amoniak (Berka, 1986; Boyd, 1990). Nugroho (2006) mengemukakan bahwa oganisme berukuran kecil mengkonsumsi oksigen lebih banyak persatuan waktu dan bobot ikan daripada yang berukuran besar. Bobot ikan dan suhu air merupakan faktor penting yang mempengaruhi konsumsi oksigen ikan dalam kaitannya dengan metabolisme selama transportasi. Ikan yang lebih berat dan yang diangkut menggunakan air yang lebih hangat memerlukan oksigen yang lebih banyak. Apabila suhu air meningkat 10 C (misalnya dari 10 C menjadi 20 C), maka konsumsi oksigen akan meningkat 2 kali lipatnya (Berka, 1986) Oksigen terlarut (DO) adalah salah satu parameter kualitas air yang penting. Kekurangan oksigen biasanya merupakan penyebab utama kematian ikan secara mendadak dan dalam jumlah besar. Mempertahankan kondisi DO dalam kisaran normal akan membantu mempertahankan kondisi ikan selama penanganan. Konsentrasi DO yang terlalu rendah menimbulkan pengaruh yang buruk terhadap kesehatan ikan seperti anoreksia, stres pernafasan, hipoksia jaringan, ketidaksadaran, bahkan kematian (Wedemeyer, 1996). Oksigen terlarut

5 7 ialah faktor tunggal utama yang berperan dalam pengepakan. Namun, oksigen yang berlimpah dalam wadah tidak selalu menunjukkan bahwa ikan-ikan dalam kondisi baik. Ikan dapat mengatur volume oksigen yang masuk tubuh mereka. Piper et al. (1986) menyatakan, bahwa oksigen terlarut di dalam media transportasi ikan harus lebih besar dari 7 mg/l dan lebih kecil dari tingkat jenuh, sebab kebutuhan oksigen akan meningkat pada saat kadar CO 2 tinggi dan stres penanganan sehingga untuk persiapan disediakan dua kali kebutuhan normal. Pescod (1973) menyatakan, bahwa kandungan oksigen terlarut yang baik untuk transportasi ikan harus lebih dari 2 mg/l. Konsumsi oksigen tertinggi pada ikan terjadi 15 menit pertama dari saat transportasi Suhu Ikan bersifat poikilothermal, yaitu suhu tubuhnya mengikuti suhu lingkungannya (Boyd, 1990). Jadi, suhu mempunyai pengaruh yang nyata pada respirasi, pemasukan pakan, kecernaan, pertumbuhan dan berpengaruh terhadap metabolisme ikan. Suhu juga berakibat pada kelarutan oksigen dalam air, difusi oksigen ke insang dan kehidupan potensial bagi organisme patogen. Setiap spesies mempunyai kisaran suhu yang berbeda, maka bila terjadi perubahan di luar kisaran suhu tersebut akan membuat ikan stess bahkan bisa mengakibatkan kematian. Suhu yang lebih tinggi dari kisaran suhu optimal akan meningkatkan toksisitas dari kontaminan terlarut yang kemudian meningkatkan pertumbuhan dari patogen, menurunkan konsentrasi oksigen terlarut, meningkatkan konsumsi oksigen dari peningkatan suhu tubuh, serta meningkatkan laju metabolisme. Sebaliknya suhu yang lebih rendah dari kisaran suhu optimum akan mengakibatkan respon imunitas menjadi lebih lambat, mengurangi nafsu makan, aktifitas dan pertumbuhan (Wedemeyer, 1996). Demikian juga diungkapkan oleh Effendi (2003) bahwa suhu air berpengaruh tehadap aktifitas penting terutama pernafasan, reproduksi serta laju metabolisme. Stickey (1979) menyatakan bahwa, secara umum fluktuasi suhu yang membahayakan bagi ikan ialah 5 o C dalam waktu 1 jam. Jhingran dan Pullin (1985) menyatakan untuk transportasi jarak jauh dan lama (lebih dari 24 jam) oksigen harus selalu tersedia dan suhu tidak boleh melebihi 28 o C, adapun suhu

6 8 yang ideal untuk transportasi ikan tropis adalah o C. Suhu pemeliharaan ikan patin umumnya berkisar antara 26,5-28 o C untuk pembesaran (Asyari, 1992) dan o C untuk pembenihan (Slembrouck et al., 2005) Derajat keasamaan (ph) Nilai ph (power of hydrogen) merupakan ukuran konsentrasi ion H + di dalam air. Keasaman adalah kapasitas air untuk menetralkan ion-ion hidroksil (OH - ). Nilai ph disebut asam bila kurang dari 7, ph 7 disebut netral dan ph di atas 7 disebut basa (Boyd, 1990). Jaringan insang merupakan target organ pertama akibat stres asam. Ketika ikan berada dalam ph rendah, peningkatan lendir akan terlihat pada permukaan insang (Boyd, 1990). Begitu juga pada ph tinggi, karena insang sangat sensitif dan berbahaya bagi mata ikan. Nugroho (2006) mengatakan bahwa batas toleransi ikan terhadap ph berkisar antara Kriteria ph yang ideal menurut Pescod (1973) adalah 6,5-8, Karbondioksida (CO 2 ) CO 2 dalam media transportasi merupakan hasil respirasi dan dapat mengancam kelangsungan hidup ikan. Jumlah CO 2 yang terlampau banyak akan bersifat racun bagi ikan (Jhingran dan Pullin, 1985). Peningkatan CO 2 akan mengurangi kemampuan hemoglobin darah untuk membawa O 2 dan dibutuhkan lingkungan dengan kandungan oksigen terlarut yang lebih tinggi agar ikan dapat hidup (Royce, 1984). Kadar CO 2 terlarut lebih dapat ditoleransi oleh ikan dibandingkan dengan amoniak, bahkan banyak ikan yang hidup pada air yang mengandung CO 2 lebih besar dari 60 mg/l (Boyd, 1990). Kadar CO 2 sebesar mg/l dapat membunuh ikan dalam waktu relatif lama. Kadar CO 2 dalam air juga mempengaruhi ph air. Pada saat kandungan CO 2 tinggi maka ph air rendah demikian pula sebaliknya jika CO 2 rendah maka ph air tinggi (Boyd, 1990).

7 Amonia Ikan adalah hewan yang termasuk dalam golongan amonioletik, yaitu hewan yang mengekskresikan amonia sebagai produk akhir dari metabolisme asam amino (Nugroho, 2006). Pakan yang dimakan oleh ikan sebagian besar akan diubah menjadi daging atau jaringan tubuh, sedangkan sisanya dibuang menjadi kotoran padat (feses) dan terlarut (amonia) (Kordi dan Tancung, 2007). Sumber utama amoniak di perairan adalah ekskresi langsung amoniak oleh ikan atau hasil metabolisme ikan (Boyd, 1990). Soemirat (2005) mengklasifikasikan amonia sebagai racun yang merupakan metabolit organisme. Level racun amonia untuk pemaparan jangka pendek biasanya berkisar antara 0,6-2 mg/l pada suhu 30 o C. Di dalam air, amonia terdapat dalam 2 bentuk yaitu NH + 4 atau biasa disebut ionized amonia (IA) yang kurang beracun dan NH 3 atau unionized amonia (UIA) yang beracun (Kordi dan Tancung, 2007). Kedua bentuk amonia tersebut di dalam air berada dalam kesetimbangan seperti berikut : NH 3 + H 2 O NH OH- Keberadaan NH 3 bergantung pada suhu dan ph (Boyd, 1990; Effendi, 2003; Sanusi et al., 2005). Bentuk kandungan (NH 3 dan NH + 4 ) tergantung pada konsentrasi ion hidrogen pada air. Air dengan ph rendah memiliki ion hidrogen lebih banyak sehingga bentuk NH + 4 lebih dominan dimana NH + 4 lebih tidak beracun dibandingkan NH 3. Jika ph meningkat di atas 7,2 maka jumlah ion hidrogen akan berkurang dan mengakibatkan bentuk NH 3 lebih dominan. NH 3 sudah berbahaya pada konsentrasi lebih dari 0,04 mg/l, karena dapat menurunkan kapasitas darah untuk membawa oksigen sehingga jaringan akan kekurangan oksigen. Effendi (2003) menyatakan bahwa kadar NH 3 pada perairan tawar sebaiknya tidak melebihi 0,02 mg/l karena bersifat toksik bagi beberapa jenis ikan. Ketika konsentrasi amoniak pada lingkungan meningkat, ekskresi amoniak pada ikan menurun sehingga kadar amoniak dalam darah dan jaringan ikan meningkat (Boyd, 1990). Di dalam wadah transportasi ekskresi amoniak penting diketahui karena akumulasi akan berakibat fatal terhadap kelangsungan hidup organisme yang diangkut.

8 10 Jumlah amoniak yang diekskresikan juga bergantung pada sejumlah faktor seperti spesies, ukuran, makanan, dan temperatur (Boyd, 1990). Spotte (1970) mengemukakan bahwa laju metabolisme hewan air tawar yang berukuran lebih kecil akan lebih cepat dibandingkan hewan yang lebih besar pada spesies yang sama. Dalam wadah transportasi laju metabolime ikan lebih cepat sampai tiga kali metabolisme rutin sehingga menyebabkan laju ekskresi hasil metabolisme selama proses transportasi meningkat pula (Frose, 1985) Penanganan Pasca Transportasi Pelepasan ikan setelah sampai ditempat tujuan dapat menjadi tahapan yang paling kritis dalam proses transportasi ikan. Ikan berada pada tingkatan stres tertentu ketika proses transportasi. Apabila secara tiba-tiba ikan dimasukkan ke dalam air yang berbeda karakteristik atau air dengan kualitas yang lebih rendah akan meningkatkan stres pada ikan yang seringkali melampaui daya tahan ikan tersebut. Air berkualitas rendah dapat berarti air tanah yang baru saja dipompa yang memiliki kandungan oksigen yang rendah atau kandungan karbondioksida yang tinggi; sedangkan perbedaan karakteristik air maksudnya adalah perbedaan ph, suhu, atau saturasi gas antara air dalam kantong dan air yang digunakan sebagai wadah ikan setelah ikan sampai di lokasi tujuan. Kondisi pengiriman juga mempengaruhi komposisi darah dan parameter biokimia serum darah ikan. Peningkatan suhu dan penurunan rasio antara bobot ikan dengan konsentrasi air dapat meningkatkan jumlah eritrosit dan konsentrasi hemoglobin di dalam darah ikan. Hal tersebut tidak ditemukan pada temperatur yang lebih rendah dan kepadatan ikan yang lebih tinggi (Shevchenko, 1978 dalam Berka, 1986). Sisi ekonomi pada transportasi ikan merupakan hal yang penting dalam penentuan jumlah kepadatan dalam kemasan. Apabila biaya transportasi tinggi dan nilai ikan yang diangkut cenderung rendah, maka kepadatan dalam setiap unit kemasan (kantong) dapat ditingkatkan meskipun jumlah kematian ikan per kemasan diduga akan lebih tinggi bila dibandingkan dengan kemasan dengan kepadatan ikan yang lebih sedikit (Berka, 1986).

9 Efisiensi Ekonomi Efisiensi ekonomi adalah analisis usaha yang dilakukan untuk mengetahui sejauh mana kegiatan usaha mengalami keuntungan atau tidak, serta mengukur keberlanjutan usaha. Analisa usaha dalam bidang perikanan merupakan pemeriksaan keuangan untuk mengetahui keberhasilan usaha yang telah dicapai selama kegiatan usaha perikanan berlangsung. Parameter yang digunakan dalam analisis usaha adalah keuntungan, Revenue-cost ratio (R/C), break even point (BEP), harga pokok produksi (HPP), dan payback periode (PP). Break even point merupakan suatu nilai dimana hasil penjualan produksi sama dengan biaya produksi sehingga pengeluaran sama dengan pendapatan atau impas. Harga pokok produksi (HPP) digunakan untuk menentukan harga jual produk, jika ingin mendapatkan keuntungan, penjualan harus diatas HPP.

EFISIENSI TRANSPORTASI BENIH IKAN PATIN SIAM (Pangasius hypopthalmus) PADA UKURAN DAN KEPADATAN YANG BERBEDA

EFISIENSI TRANSPORTASI BENIH IKAN PATIN SIAM (Pangasius hypopthalmus) PADA UKURAN DAN KEPADATAN YANG BERBEDA EFISIENSI TRANSPORTASI BENIH IKAN PATIN SIAM (Pangasius hypopthalmus) PADA UKURAN DAN KEPADATAN YANG BERBEDA AGUS PURNOMO WIBISONO SKRIPSI DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Total Amonia Nitrogen (TAN) Konsentrasi total amonia nitrogen (TAN) diukur setiap 48 jam dari jam ke-0 hingga jam ke-120. Peningkatan konsentrasi TAN terjadi pada

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Tingkat Kelangsungan Hidup Benih Ikan Patin Siam

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Tingkat Kelangsungan Hidup Benih Ikan Patin Siam BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Tingkat Kelangsungan Hidup Benih Ikan Patin Siam Jumlah rata rata benih ikan patin siam sebelum dan sesudah penelitian dengan tiga perlakuan yakni perlakuan A kepadatan

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3 Data perubahan parameter kualitas air

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3 Data perubahan parameter kualitas air 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Kualitas Air Kualitas air merupakan faktor kelayakan suatu perairan untuk menunjang kehidupan dan pertumbuhan organisme akuatik yang nilainya ditentukan dalam kisaran

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Hasil dari penelitian yang dilakukan berupa parameter yang diamati seperti kelangsungan hidup, laju pertumbuhan bobot harian, pertumbuhan panjang mutlak, koefisien keragaman

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1. Penelitian Pendahuluan 3.1.1.1 Tingkat Kelangsungan Hidup Ikan Selama Pemuasaan Kemampuan puasa benih nila BEST sebanyak 30 ekor dapat bertahan hidup dalam keadaan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Parameter Air sebagai Tempat Hidup Ikan Nila (Oreochromis niloticus) Kualitas air merupakan salah satu faktor penting yang berpengaruh terhadap kelangsungan hidup ikan nila.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 15 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Berikut adalah hasil dari perlakuan ketinggian air yang dilakukan dalam penelitian yang terdiri dari beberapa parameter uji (Tabel 5). Tabel 5. Pengaruh perlakuan

Lebih terperinci

VI IDENTIFIKASI RISIKO PERUSAHAAN

VI IDENTIFIKASI RISIKO PERUSAHAAN VI IDENTIFIKASI RISIKO PERUSAHAAN 6.1 Sumber-sumber Risiko pada Usaha Pemasaran Benih Ikan Patin PT Mitra Mina Nusantara (PT MMN) dalam menjalankan kegiatan usahanya menghadapi risiko operasional. Risiko

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Padat Tebar (ekor/liter)

HASIL DAN PEMBAHASAN Padat Tebar (ekor/liter) 9 III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Berikut adalah hasil dari perlakuan padat tebar yang dilakukan dalam penelitian yang terdiri dari parameter biologi, parameter kualitas air dan parameter ekonomi.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ikan gurami merupakan jenis ikan konsumsi air tawar dengan bentuk badan oval

TINJAUAN PUSTAKA. Ikan gurami merupakan jenis ikan konsumsi air tawar dengan bentuk badan oval II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Ikan gurami merupakan jenis ikan konsumsi air tawar dengan bentuk badan oval agak panjang, pipih, dan punggung tinggi. Badan berwarna kecoklatan dengan

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Fisika Kimia Air Parameter fisika kimia air yang diamati pada penelitian ini adalah ph, CO 2, NH 3, DO (dissolved oxygen), kesadahan, alkalinitas, dan suhu. Pengukuran

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Penelitian Pendahuluan Hasil penelitian pendahuluan menyitir hasil penelitian Handayani (2012). 3.1.1.1 Kemampuan Puasa Ikan Kemampuan puasa benih ikan nila BEST

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Amonia Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh data berupa nilai dari parameter amonia yang disajikan dalam bentuk grafik. Dari grafik dapat diketahui

Lebih terperinci

IV. HASIL DA PEMBAHASA

IV. HASIL DA PEMBAHASA IV. HASIL DA PEMBAHASA 4.1 Hasil 4.1.1 Pertumbuhan 4.1.1.1 Bobot Bobot rata-rata ikan patin pada akhir pemeliharaan cenderung bertambah pada setiap perlakuan dan berkisar antara 6,52±0,53 8,41±0,40 gram

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ikan patin siam (Pangasius hypopthalmus) merupakan salah satu ikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ikan patin siam (Pangasius hypopthalmus) merupakan salah satu ikan 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Patin Siam (Pangasius hypopthalmus) Ikan patin siam (Pangasius hypopthalmus) merupakan salah satu ikan inroduksi yang telah lebih dulu dikenal masyarakat indonesia. Budidaya

Lebih terperinci

Gambar 2. Grafik Pertumbuhan benih ikan Tagih

Gambar 2. Grafik Pertumbuhan benih ikan Tagih BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Laju Pertumbuhan Laju pertumbuhan merupakan penambahan jumlah bobot ataupun panjang ikan dalam periode waktu tertentu. Pertumbuhan terkait dengan faktor luar dan dalam

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Berikut ini adalah hasil penelitian dari perlakuan perbedaan substrat menggunakan sistem filter undergravel yang meliputi hasil pengukuran parameter kualitas air dan

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Kadar Oksigen Terlarut Hasil pengukuran konsentrasi oksigen terlarut pada kolam pemeliharaan ikan nila Oreochromis sp dapat dilihat pada Gambar 2. Dari gambar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Akuakultur merupakan kegiatan memproduksi biota (organisme) akuatik di

I. PENDAHULUAN. Akuakultur merupakan kegiatan memproduksi biota (organisme) akuatik di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Akuakultur merupakan kegiatan memproduksi biota (organisme) akuatik di lingkungan terkontrol dalam rangka mendapatkan keuntungan (profit). Salah satu produk akuakultur

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kualitas Air Kualitas hidup ikan akan sangat bergantung dari keadaan lingkunganya. Kualitas air yang baik dapat menunjang pertumbuhan, perkembangan, dan kelangsungan hidup

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1 Tahap Penelitian Penelitian ini terdiri dari dua tahap, yaitu tahap pendahuluan dan utama. Metodologi penelitian sesuai dengan Supriyono, et al. (2010) yaitu tahap pendahuluan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 21 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Kualitas Air Kualitas air merupakan parameter lingkungan yang memegang peranan penting dalam kelangsungan suatu kegiatan budidaya. Parameter kualitas air yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelangsungan Hidup Ikan Nila Nirwana Selama Masa Pemeliharaan Perlakuan Kelangsungan Hidup (%)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelangsungan Hidup Ikan Nila Nirwana Selama Masa Pemeliharaan Perlakuan Kelangsungan Hidup (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kelangsungan Hidup Berdasarkan hasil pengamatan dari penelitian yang dilakukan selama 30 hari, diperoleh bahwa pengaruh salinitas terhadap kelangsungan hidup benih nila

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil 3.1.1. Tingkat Kelangsungan Hidup (SR) Benih Ikan Lele Rata-rata tingkat kelangsungan hidup (SR) tertinggi dicapai oleh perlakuan naungan plastik transparan sebesar

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Parameter Air Sebagai Tempat Hidup Ikan Bawal Air Tawar Hasil analisis kualitas media air yang digunakan selama penelitian ditampilkan pada Tabel 4. Tabel 4 Hasil analisis kualitas

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dari hasil pengukuran terhadap beberapa parameter kualitas pada

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dari hasil pengukuran terhadap beberapa parameter kualitas pada IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Kualitas Air Dari hasil pengukuran terhadap beberapa parameter kualitas pada masingmasing perlakuan selama penelitian adalah seperti terlihat pada Tabel 1 Tabel 1 Kualitas Air

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tingkat Kelangsungan Hidup Kelangsungan hidup dapat digunakan sebagai tolok ukur untuk mengetahui toleransi dan kemampuan ikan untuk hidup dan dinyatakan sebagai perbandingan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kelangsungan Hidup (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelangsungan Hidup (SR) Kelangsungan hidup merupakan suatu perbandingan antara jumlah organisme yang hidup diakhir penelitian dengan jumlah organisme

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Laju Pertumbuhan Bobot Harian Bobot benih ikan nila hibrid dari setiap perlakuan yang dipelihara selama 28 hari meningkat setiap minggunya. Bobot akhir benih ikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki beranekaragam jenis ikan asli yang berhabitat di beberapa sungai di Indonesia. Ikan baung merupakan salah satu jenis ikan asli yang berhabitat di

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Tahap Penelitian 2.2 Prosedur Kerja Penelitian Pendahuluan Tingkat Kelangsungan Hidup Ikan Selama Pemuasaan

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Tahap Penelitian 2.2 Prosedur Kerja Penelitian Pendahuluan Tingkat Kelangsungan Hidup Ikan Selama Pemuasaan II. BAHAN DAN METODE 2.1 Tahap Penelitian Kegiatan penelitian ini terbagi dalam dua tahap yaitu tahap penelitian pendahuluan dan tahap utama. Penelitian pendahuluan meliputi hasil uji kapasitas serap zeolit,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Lele Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Filum: Chordata Kelas : Pisces Ordo : Ostariophysi Famili : Clariidae Genus : Clarias Spesies :

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. manusia atau oleh proses alam, sehingga kualitas lingkungan turun sampai

TINJAUAN PUSTAKA. manusia atau oleh proses alam, sehingga kualitas lingkungan turun sampai TINJAUAN PUSTAKA Pencemaran Pencemaran lingkungan adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain kedalam lingkungan oleh kegiatan manusia atau oleh proses alam, sehingga

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Evaluasi teknis budidaya Hasil dari teknologi budidaya penggunaan pakan sepenuhnya pada kolam air tenang dan teknologi budidaya penggunaan pakan pengganti limbah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. yang sering diamati antara lain suhu, kecerahan, ph, DO, CO 2, alkalinitas, kesadahan,

PENDAHULUAN. yang sering diamati antara lain suhu, kecerahan, ph, DO, CO 2, alkalinitas, kesadahan, 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kualitas air memegang peranan penting dalam bidang perikanan terutama untuk kegiatan budidaya serta dalam produktifitas hewan akuatik. Parameter kualitas air yang sering

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan bulan Agustus sampai September 2011 bertempat di

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan bulan Agustus sampai September 2011 bertempat di III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan bulan Agustus sampai September 2011 bertempat di Laboratorium Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. Penelitian

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1 Tahap Penelitian Penelitian ini terdiri dari dua tahap, yaitu tahap pendahuluan dan utama. Pada tahap pendahuluan dilakukan penentuan kemampuan puasa ikan, tingkat konsumsi oksigen,

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Penelitian Pendahuluan 3.1.1.1 Kemampuan Puasa Ikan Hasil uji kemampuan puasa benih ikan gurame yang dipelihara sebanyak 30 ekor menunjukkan bahwa ikan gurame

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Alat dan Bahan 2.2 Tahap Penelitian

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Alat dan Bahan 2.2 Tahap Penelitian II. BAHAN DAN METODE 2.1 Alat dan Bahan Alat yang digunakan adalah akuarium dengan dimensi 50 x 30 x 30 cm 3 untuk wadah pemeliharaan ikan, DO-meter, termometer, ph-meter, lakban, stoples bervolume 3 L,

Lebih terperinci

Gambar 4. Grafik Peningkatan Bobot Rata-rata Benih Ikan Lele Sangkuriang

Gambar 4. Grafik Peningkatan Bobot Rata-rata Benih Ikan Lele Sangkuriang Bobot ikan (g) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Laju Pertumbuhan Pertumbuhan merupakan penambahan jumlah bobot ataupun panjang ikan dalam satu periode waktu tertentu. Pertumbuhan dapat diartikan sebagai

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelangsungan Hidup Berdasarkan hasil pengamatan selama 40 hari massa pemeliharaan terhadap benih ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) diketahui rata-rata tingkat kelangsungan

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1 Waktu dan tempat Penelitian teknologi budidaya sepenuhnya meggunakan pakan komersil pada kolam air tenang (teknologi 1) dan teknlogi budidaya menggunakan pakan pengganti berupa

Lebih terperinci

Tingkat Kelangsungan Hidup

Tingkat Kelangsungan Hidup BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tingkat Kelangsungan Hidup Tingkat kelangsungan hidup merupakan suatu nilai perbandingan antara jumlah organisme yang hidup di akhir pemeliharaan dengan jumlah organisme

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Waduk merupakan salah satu bentuk perairan menggenang yang dibuat

I. PENDAHULUAN. Waduk merupakan salah satu bentuk perairan menggenang yang dibuat I. PENDAHULUAN Waduk merupakan salah satu bentuk perairan menggenang yang dibuat dengan cara membendung aliran sungai sehingga aliran air sungai menjadi terhalang (Thohir, 1985). Wibowo (2004) menyatakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. tidak dimiliki oleh sektor lain seperti pertanian. Tidaklah mengherankan jika kemudian

TINJAUAN PUSTAKA. tidak dimiliki oleh sektor lain seperti pertanian. Tidaklah mengherankan jika kemudian TINJAUAN PUSTAKA Ikan Patin Sektor perikanan memang unik beberapa karakter yang melekat di dalamnya tidak dimiliki oleh sektor lain seperti pertanian. Tidaklah mengherankan jika kemudian penanganan masalah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Derajat Kelangsungan Hidup Derajat kelangsungan hidup atau survival rate (SR) benih ikan patin yang dipelihara dengan masa pemeliharaan 30 hari memiliki hasil

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil Berdasarkan hasil yang diperoleh dari kepadatan 5 kijing, persentase penurunan total nitrogen air di akhir perlakuan sebesar 57%, sedangkan untuk kepadatan 10 kijing

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli Benih ikan patin siam di

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli Benih ikan patin siam di BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2011. Benih ikan patin siam di trasportasikan dari hatchery pembenihan Balai Benih Ikan Inovatif (BBII) Provinsi

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Pengaruh kosentrasi limbah terhadap gerakan insang Moina sp Setelah dilakukan penelitian tentang gerakan insang dan laju pertumbuhan populasi Moina sp dalam berbagai kosentrasi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan Benur Udang Vannamei dan Pengemasan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan Benur Udang Vannamei dan Pengemasan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Persiapan Benur Udang Vannamei dan Pengemasan Benur udang vannamei yang digunakan dalam penelitian berasal dari Balai Benih Air Payau (BBAP) Situbondo menggunakan transportasi

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 27 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Distribusi Vertikal Oksigen Terlarut Oksigen terlarut merupakan salah satu faktor pembatas bagi sumberdaya suatu perairan karena akan berpengaruh secara langsung pada kehidupan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Gurami ( Osphronemus gouramy ) adalah salah satu ikan air tawar bernilai

I. PENDAHULUAN. Gurami ( Osphronemus gouramy ) adalah salah satu ikan air tawar bernilai I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gurami ( Osphronemus gouramy ) adalah salah satu ikan air tawar bernilai ekonomis tinggi dan merupakan spesies asli Indonesia. Konsumsi ikan gurami (Osphronemus gouramy)

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Laju Pertumbuhan Mutlak Nila Gift Laju pertumbuhan rata-rata panjang dan berat mutlak ikan Nila Gift yang dipelihara selama 40 hari, dengan menggunakan tiga perlakuan yakni

Lebih terperinci

Pengemasan benih ikan nila hitam (Oreochromis niloticus Bleeker) pada sarana angkutan udara

Pengemasan benih ikan nila hitam (Oreochromis niloticus Bleeker) pada sarana angkutan udara Standar Nasional Indonesia Pengemasan benih ikan nila hitam (Oreochromis niloticus Bleeker) pada sarana angkutan udara ICS 65.150 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Laju Pertumbuhan Spesifik Benih Ikan Mas (SGR)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Laju Pertumbuhan Spesifik Benih Ikan Mas (SGR) IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Laju Pertumbuhan Spesifik Benih Ikan Mas (SGR) Perubahan bobot ikan selama masa pemeliharaan diukur dan dicatat untuk mendapatkan data mengenai laju pertumbuhan

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. Ikan patin siam adalah jenis ikan yang secara taksonomi termasuk spesies

I. TINJAUAN PUSTAKA. Ikan patin siam adalah jenis ikan yang secara taksonomi termasuk spesies I. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Patin Siam (Pangasius hypopthalmus) Ikan patin siam adalah jenis ikan yang secara taksonomi termasuk spesies Pangasius hypophthalmus yang hidup di perairan tropis Indo Pasifik.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelangsungan Hidup Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelangsungan hidup dari setiap perlakuan memberikan hasil yang berbeda-beda. Tingkat kelangsungan hidup yang paling

Lebih terperinci

ADAPTASI FISIOLOGI. Ani Rahmawati Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian UNTIRTA

ADAPTASI FISIOLOGI. Ani Rahmawati Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian UNTIRTA ADAPTASI FISIOLOGI Ani Rahmawati Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian UNTIRTA ADAPTASI FISIOLOGI LINGKUNGAN Adaptasi : Proses penyesuaian diri secara bertahap yang dilakukan oleh suatu organisme terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Budidaya ikan hias dapat memberikan beberapa keuntungan bagi pembudidaya antara lain budidaya ikan hias dapat dilakukan di lahan yang sempit seperti akuarium atau

Lebih terperinci

RESPON ORGANISME AKUATIK TERHADAP VARIABEL LINGKUNGAN (ph, SUHU, KEKERUHAN DAN DETERGEN)

RESPON ORGANISME AKUATIK TERHADAP VARIABEL LINGKUNGAN (ph, SUHU, KEKERUHAN DAN DETERGEN) 1 RESPON ORGANISME AKUATIK TERHADAP VARIABEL LINGKUNGAN (ph, SUHU, KEKERUHAN DAN DETERGEN) Angga Yudhistira, Dwi Rian Antono, Hendriyanto Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kadar Hematokrit Ikan Hematokrit adalah persentase sel darah merah dalam darah, bila kadar hematokrit 40% berarti dalam darah tersebut terdiri dari 40% sel darah merah dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Benih ikan mas (Cyprinus carpio) tergolong ikan ekonomis penting karena ikan ini sangat dibutuhkan masyarakat dan hingga kini masih belum dapat dipenuhi oleh produsen

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pertumbuhan Mikroalga Laut Scenedesmus sp. Hasil pengamatan pengaruh kelimpahan sel Scenedesmus sp. terhadap limbah industri dengan dua pelakuan yang berbeda yaitu menggunakan

Lebih terperinci

Gambar 5. Grafik Pertambahan Bobot Rata-rata Benih Lele Dumbo pada Setiap Periode Pengamatan

Gambar 5. Grafik Pertambahan Bobot Rata-rata Benih Lele Dumbo pada Setiap Periode Pengamatan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Laju Pertumbuhan Harian Laju Pertumbuhan adalah perubahan bentuk akibat pertambahan panjang, berat, dan volume dalam periode tertentu (Effendi, 1997). Berdasarkan hasil

Lebih terperinci

Pengemasan benih udang vaname (Litopenaeus vannamei) pada sarana angkutan udara

Pengemasan benih udang vaname (Litopenaeus vannamei) pada sarana angkutan udara Standar Nasional Indonesia Pengemasan benih udang vaname (Litopenaeus vannamei) pada sarana angkutan udara ICS 65.150 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup...

Lebih terperinci

II. METODELOGI 2.1 Waktu dan Tempat 2.2 Alat dan Bahan 2.3 Tahap Penelitian

II. METODELOGI 2.1 Waktu dan Tempat 2.2 Alat dan Bahan 2.3 Tahap Penelitian II. METODELOGI 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November sampai dengan Desember 2011 di Laboratorium Lingkungan dan Laboratorium Kesehatan Ikan, Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tingkat Kecerahan Warna Timbulnya warna ikan secara alami disebabkan tersedianya karotenoid dari makanan alami (Simpson et al. 1981 dalam Utomo dkk 2006), sedangkan sumber

Lebih terperinci

BAB II TINJUAN PUSTAKA

BAB II TINJUAN PUSTAKA BAB II TINJUAN PUSTAKA 2.1. Lele Sangkuriang (Clarias gariepinus) Klasifikasi Ikan Lele Sangkuriang (Clarias gariepinus) menurut Lukito (2002), adalah sebagai berikut : Filum : Chordata Kelas : Pisces

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Grafik pertumbuhan benih C. macropomum yang dihasilkan selama 40 hari

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Grafik pertumbuhan benih C. macropomum yang dihasilkan selama 40 hari IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1 Pertumbuhan benih C. macropomum Grafik pertumbuhan benih C. macropomum yang dihasilkan selama 40 hari pemeliharaan disajikan pada Gambar 3. Gambar 3. Pertumbuhan C.

Lebih terperinci

Ima Yudha Perwira, S.Pi, MP, M.Sc (Aquatic)

Ima Yudha Perwira, S.Pi, MP, M.Sc (Aquatic) PENGELOLAAN KUALITAS AIR DALAM KEGIATAN PEMBENIHAN IKAN DAN UDANG Ima Yudha Perwira, S.Pi, MP, M.Sc (Aquatic) DISSOLVED OXYGEN (DO) Oksigen terlarut ( DO ) adalah jumlah oksigen terlarut dalam air yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pestisida

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pestisida 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pestisida Pestisida banyak digunakan oleh petani dengan tujuan untuk mengendalikan atau membasmi organisme pengganggu yang merugikan kegiatan petani. Menurut Lodang (1994), penggunaan

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Jumlah Konsumsi Pakan Perbedaan pemberian dosis vitamin C mempengaruhi jumlah konsumsi pakan (P

Lebih terperinci

KAJIAN PEMBERIAN MINYAK CENGKEH PADA KEPADATAN YANG BERBEDA TERHADAP KELULUSHIDUPAN DAN KADAR GLUKOSA DARAH BENIH NILA (Oreochromis niloticus)

KAJIAN PEMBERIAN MINYAK CENGKEH PADA KEPADATAN YANG BERBEDA TERHADAP KELULUSHIDUPAN DAN KADAR GLUKOSA DARAH BENIH NILA (Oreochromis niloticus) KAJIAN PEMBERIAN MINYAK CENGKEH PADA KEPADATAN YANG BERBEDA TERHADAP KELULUSHIDUPAN DAN KADAR GLUKOSA DARAH BENIH NILA (Oreochromis niloticus) Alfabetian Harjuno Condro Haditomo 1, Sri Rejeki 1, M Fajar

Lebih terperinci

II. METODOLOGI 2.1 Waktu dan Tempat 2.2 Tahap Penelitian 2.3 Alat dan Bahan Alat dan Bahan untuk Penentuan Kemampuan Puasa Ikan

II. METODOLOGI 2.1 Waktu dan Tempat 2.2 Tahap Penelitian 2.3 Alat dan Bahan Alat dan Bahan untuk Penentuan Kemampuan Puasa Ikan II. METODOLOGI 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei-Agustus 2010. Lokasi penelitian bertempat di Laboratorium Basah bagian Lingkungan. Departemen Budidaya Perairan. Fakultas

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sungai merupakan suatu bentuk ekosistem akuatik yang mempunyai

TINJAUAN PUSTAKA. Sungai merupakan suatu bentuk ekosistem akuatik yang mempunyai TINJAUAN PUSTAKA Sungai Sungai merupakan suatu bentuk ekosistem akuatik yang mempunyai peranan penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air (catchment area) bagi daerah disekitarnya,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Morfologi Clownfish Klasifikasi Clownfish menurut Burges (1990) adalah sebagai berikut: Kingdom Filum Ordo Famili Genus Spesies : Animalia : Chordata : Perciformes

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Danau Maninjau merupakan danau yang terdapat di Sumatera Barat, Kabupaten Agam. Secara geografis wilayah ini terletak pada ketinggian 461,5 m di atas permukaan laut

Lebih terperinci

MANAJEMEN KUALITAS AIR PADA BUDIDAYA IKAN NILA (Orechromis niloticus) DI KOLAM AIR DERAS

MANAJEMEN KUALITAS AIR PADA BUDIDAYA IKAN NILA (Orechromis niloticus) DI KOLAM AIR DERAS MANAJEMEN KUALITAS AIR PADA BUDIDAYA IKAN NILA (Orechromis niloticus) DI KOLAM AIR DERAS DISUSUN OLEH: KELOMPOK 6 ADI SAPUTRA FAUZI ISLAHUL RIDHO ILHAM NENCY MAHARANI DWI PUJI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI AKUAKULTUR

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Perilaku Kanibalisme Ketersediaan dan kelimpahan pakan dapat mengurangi frekuensi terjadinya kanibalisme (Katavic et al. 1989 dalam Folkvord 1991). Menurut Hecht dan Appelbaum

Lebih terperinci

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMANFAATAN PAKAN

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMANFAATAN PAKAN 4. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMANFAATAN PAKAN Faktor lingkungan dapat mempengaruhi proses pemanfaatan pakan tidak hanya pada tahap proses pengambilan, pencernaan, pengangkutan dan metabolisme saja, bahkan

Lebih terperinci

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI i KELANGSUNGAN HIDUP BENIH BAWAL AIR TAWAR Colossoma macropomum Cuvier. PADA SISTEM PENGANGKUTAN TERTUTUP DENGAN PADAT PENEBARAN 43, 86 DAN 129 EKOR/LITER ALFIE SYAUQI SKRIPSI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Ikan Gurami Osphronemus gouramy Lac.

II. TINJAUAN PUSTAKA Ikan Gurami Osphronemus gouramy Lac. 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Gurami Osphronemus gouramy Lac. Ikan gurami Osphronemus gouramy Lac. merupakan ikan air tawar yang memiliki nilai ekonomis tinggi. Gurami dapat tumbuh dan berkembang pada

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. M 1 V 1 = M 2 V 2 Keterangan : M 1 V 1 M 2 V 2

METODE PENELITIAN. M 1 V 1 = M 2 V 2 Keterangan : M 1 V 1 M 2 V 2 11 METODE PENELITIAN Tempat dan waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lingkungan Akuakultur, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor untuk pemeliharaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan lele dumbo ( Clarias gariepenus ) merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang berasal dari Afrika dan pertama kali diintroduksi ke Indonesia pada tahun 1986.

Lebih terperinci

[ GROUPER FAPERIK] [Pick the date]

[ GROUPER FAPERIK] [Pick the date] PENGARUH PEMBERIAN PROBIOTIK DENGAN DOSIS YANG BERBEDA TERHADAP TINGKAT KELULUSHIDUPAN (SR) BENIH IKAN NILA ( Oreochromis Niloticus ) ENDAH SIH PRIHATINI Dosen Program Studi Manajemen Sumber Daya Perairan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Clarias fuscus yang asli Taiwan dengan induk jantan lele Clarias mossambius yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Clarias fuscus yang asli Taiwan dengan induk jantan lele Clarias mossambius yang 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Lele dumbo merupakan ikan hasil perkawinan silang antara induk betina lele Clarias fuscus yang asli Taiwan dengan induk jantan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 12 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli 2009 sampai dengan bulan September 2009 bertempat di Laboratorium Sistem Produksi dan Manajemen Akuakultur, Departemen

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1. Kualitas Warna Perubahan warna ikan maskoki menjadi jingga-merah terdapat pada perlakuan lama pemberian pakan berkarotenoid 1, 2 dan 4 hari yaitu sebanyak 11,

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Prosedur kerja Kemampuan puasa ikan Tingkat konsumsi oksigen Laju ekskresi amoniak

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Prosedur kerja Kemampuan puasa ikan Tingkat konsumsi oksigen Laju ekskresi amoniak II. BAHAN DAN METODE Kegiatan penelitian ini terbagi dalam dua tahap yaitu tahap penelitian pendahuluan dan tahap utama. Penelitian pendahuluan meliputi hasil uji kapasitas serap zeolit, kapasitas serap

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sejarah Lele Sangkuriang Lele Sangkuriang merupakan jenis lele hasil perbaikan genetik melalui cara silang balik (back cross) antara induk betina generasi kedua (F2) dengan

Lebih terperinci

PENGARUH KUALITAS AIR TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN NILA (Oreochromis sp.) DI KOLAM BETON DAN TERPAL

PENGARUH KUALITAS AIR TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN NILA (Oreochromis sp.) DI KOLAM BETON DAN TERPAL PENGARUH KUALITAS AIR TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN NILA (Oreochromis sp.) DI KOLAM BETON DAN TERPAL FAISOL MAS UD Dosen Fakultas Perikanan Program Studi Manajemen Sumber Daya Perairan Universitas Islam Lamongan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PEMIJAHAN, PENETASAN TELUR DAN PERAWATAN LARVA Pemijahan merupakan proses perkawinan antara induk jantan dengan induk betina. Pembuahan ikan dilakukan di luar tubuh. Masing-masing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sumber daya alam yang sangat dibutuhkan oleh semua makhluk hidup, oleh karena itu kualitas air perlu dipertahankan sesuai dengan peruntukannya, khususnya

Lebih terperinci

APLIKASI PAKAN BUATAN UNTUK PEMIJAHAN INDUK IKAN MANDARIN (Synchiropus splendidus)

APLIKASI PAKAN BUATAN UNTUK PEMIJAHAN INDUK IKAN MANDARIN (Synchiropus splendidus) APLIKASI PAKAN BUATAN UNTUK PEMIJAHAN INDUK IKAN MANDARIN (Synchiropus splendidus) Oleh Adi Hardiyanto, Marwa dan Narulitta Ely ABSTRAK Induk ikan mandarin memanfaatkan pakan untuk reproduksi. Salah satu

Lebih terperinci

Gambar 2. Ikan Lele Dumbo

Gambar 2. Ikan Lele Dumbo BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepenus) Ikan Lele dumbo (Gambar 1) merupakan jenis ikan konsumsi air tawar dengan memiliki bentuk tubuh panjang, agak bulat, kepala

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ikan patin siam merupakan salah satu komoditas ikan yang dikenal sebagai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ikan patin siam merupakan salah satu komoditas ikan yang dikenal sebagai II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Ikan Patin Siam Ikan patin siam merupakan salah satu komoditas ikan yang dikenal sebagai komoditi yang berprospek cerah, karena memiliki harga jual yang

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2012 hingga Februari 2013

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2012 hingga Februari 2013 18 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2012 hingga Februari 2013 bertempat di Laboratorium Perikanan, Jurusan Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dibudidayakan secara komersial oleh masyarakat Indonesia. Budidaya ikan lele

I. PENDAHULUAN. dibudidayakan secara komersial oleh masyarakat Indonesia. Budidaya ikan lele I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan lele dumbo merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang sudah dibudidayakan secara komersial oleh masyarakat Indonesia. Budidaya ikan lele dumbo berkembang pesat

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Dari penelitian ini, didapatkan data sebagai berikut: daya listrik, kualitas air (DO, suhu, ph, NH 3, CO 2, dan salinitas), oxygen transfer rate (OTR), dan efektivitas

Lebih terperinci