BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Struktur Mikroanatomi Hati Ikan Tagih Hasil penelitian pengaruh subletal merkuri klorida (HgCl 2 ) menggunakan konsentrasi 0,02 ppm; 0,04 ppm; dan 0,08 ppm; selama 28 hari terhadap struktur mikroanatomi hati ikan tagih (Mystus nemurus) mengindikasikan bahwa semakin tinggi konsentrasi merkuri klorida yang diberikan menyebabkan kerusakan organ semakin berat. Terjadinya suatu perubahan dalam struktur mikroanatomi hati pada ikan tagih merupakan suatu indikator bahwa ikan tersebut telah terkena dampak toksisitas merkuri klorida. Reessang (1984) dan Sudiono (2003) menyatakan kerusakan hati dapat diketahui berdasarkan tingkatan ringan hingga berat. Kerusakan ringan ditandai dengan pembengkakan sel atau degenerasi vakuola, kerusakan sedang meliputi hemoragi dan kongesti, sedangkan tingkat kerusakan berat adalah kematian sel atau nekrosis. Hal ini sesuai dengan hasil pengamatan preparat struktur mikroanatomi hati bahwa semakin tinggi konsentrasi merkuri klorida yang diberikan maka tingkat kerusakannya semakin berat berupa kongesti, hemoragi dan nekrosis. Data hasil penelitian dapat dilihat pada Tabel 2. 33

2 34 Konsentrasi HgCl 2 Tabel 2. Hasil pengamatan struktur mikroanatomi hati ikan tagih Kerusakan Yang Terjadi 0 ppm Tidak ditemukan Tingkat Kerusakan Keterangan - - Vena sentralis tampak kosong dan berbentuk bulat - Sinusoid terlihat jelas - Sel hepatosit berbentuk polihedral dengan inti berbentuk bulat hingga oval - Sitoplasma berwarna merah muda 0,02 ppm Kongesti Sedang - Adanya pembengkakan sel - Sinusoid mengalami penyempitan - Terjadi pembendungan darah 0,04 ppm Kongesti Hemoragi 0,08 ppm Kongesti Hemoragi Nekrosis Sedang - Adanya pembengkakan sel - Sinusoid mengalami penyempitan - Terjadi pembendungan darah - Pecahnya pembuluh darah - Darah keluar dari sinusoid Berat - Adanya pembengkakan sel - Sinusoid mengalami penyempitan - Terjadi pembendungan darah - Pecahnya pembuluh darah - Darah keluar dari sinusoid - Dinding sel lisis - Inti sel mengkerut dan ada sebagian yang mati Gambaran struktur mikroanatomi hati pada berbagai uji toksisitas dengan perbesaran mikroskop 10x40 dapat dilihat pada Gambar 4.

3 35 A 1 Normal A 2 Vena sentralis A 3 Hepatosit A 4 Sinusoid B 1 Kongesti B 2 Pembesaran C 1 Kongesti C 2 Pembesaran C 3 Hemoragi C 4 Pembesaran D 1 Kongesti D 2 Pembesaran D 3 Hemoragi D 4 Pembesaran D 5 Nekrosis D 6 Pembesaran Gambar 4. Struktur mikroanatomi hati ikan tagih pada berbagai uji toksisitas Keterangan : A B C D V S H K H : HgCl 2 0 ppm : HgCl 2 0,02 ppm : HgCl 2 0,04 ppm : HgCl 2 0,08 ppm : Vena sentralis : Sinusoid : Hepatosit : Kongesti : Hemoragi N E D Si Ps Sp In Id : Nekrosis : Eritrosit : Dinding sel : Sitoplasma : Pembengkakan Sel : Sinusoid pecah : Inti sel normal : Inti sel degenerasi

4 36 Struktur mikroanatomi hati ikan tagih tanpa pemberian merkuri klorida tampak normal seperti yang terlihat pada Gambar 4 A 1,2,3,4 ditandai dengan sel hepatosit berbentuk polihedral, sitoplasma setelah dilakukan pewarnaan menunjukan warna merah muda dan terlihat jelas, memiliki inti berbentuk bulat hingga oval terletak di tengah sitoplasma, sinusoid terlihat jelas, dan vena sentralis sebagai pusat lobulus tampak kosong dan berbentuk bulat. Pengaruh merkuri klorida dengan konsentrasi 0,02 ppm (Gambar 4 B 1,2 ) mengakibatkan kerusakan struktur mikroanatomi hati berupa kongesti. Kongesti adalah pembendungan darah yang disebabkan adanya gangguan sirkulasi darah pada sinusoid (Sudiono 2003). Kongesti terjadi akibat adanya pembengkakan sel. Anderson (1995) menyatakan bahwa sel melakukan kestabilan lingkungan eksternal dengan cara mengeluarkan energi metabolik untuk memompa ion natrium keluar dari sel. Terakumulasinya bahan beracun merkuri klorida di dalam sel hati menyebabkan terganggunya proses metabolisme sehingga sel tidak mampu memompa ion natrium keluar cukup banyak, akibatnya konsentrasi ion natrium di dalam sel lebih tinggi dan air dapat masuk kedalam sel. Masuknya air berlebih ke dalam sel menyebabkan terjadinya pembengkakan sel, sehingga ukuran bertambah yang mengakibatkan sinusoid menyempit. Sinusoid merupakan suatu rongga yang terdapat pada jaringan hati yang memungkinkan terjadinya pertukaran nutrisi dan zat lainnya antara darah dan hepatosit. Apabila sinusoid menyempit akibat pembengkakan sel, maka darah akan terbendung di dalam jaringan hati sehingga proses pertukaran nutrisi maupun zat lain antara darah dan hepatosit terganggu. Pengaruh merkuri klorida dengan konsentrasi 0,04 ppm (Gambar 4 C 1,2,3,4 ) mengakibatkan kerusakan berupa kongesti dan hemoragi. Terjadinya kongesti pada konsentrasi 0,04 ppm lebih banyak ditemukan bila dibandingkan dengan konsentrasi 0,02 ppm, hal ini dikarenakan konsentrasi merkuri korida yang digunakan lebih tinggi sehingga pembengkakan sel pun lebih cepat terjadi. Selain kongesti ditemukan juga kerusakan lain yaitu hemoragi. Menurut Ressang (1984) hemoragi merupakan kerusakan pada jaringan hati berupa keluarnya darah dari sistem sirkulasi kardiovaskuler karena terjadinya kerusakan pada susunan

5 37 kardiovaskuler (arteri, vena dan kapiler). Hemoragi merupakan tahap kerusakan selanjutnya dari kongesti, karena sinusoid sudah tidak mampu untuk membendung darah dan pada akhirnya pembuluh-pembuluh darah yang ada di sinusoid pecah. Apabila terjadi kerusakan berupa hemoragi maka asupan nutrisi dan zat lain ke hati akan terhenti sehingga sel-sel akan kekurangan nutrisi, dan apabila kerusakan ini berangsur dalam jangka waktu yang lebih lama maka akan menyebabkan sel hati mengalami degradasi atau nekrosis akibatnya hati tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Pengaruh merkuri klorida dengan konsentrasi 0,08 ppm (Gambar 4 D 1,2,3,4,5,6 ) mengakibatkan kerusakan berupa kongesti, hemoragi, dan nekrosis. Pada konsentrasi ini kerusakan lebih sering ditemukan daripada konsentrasi 0,04 ppm, karena konsentrasi merkuri klorida yang diberikan lebih besar. Pada perlakuan ini ditemukan juga kerusakan hati yang sudah memasuki tingkat berat yaitu nekrosis atau degenerasi sel. Nekrosis pada perlakuan ini diduga akibat pembendungan darah atau kongesti yang semakin parah. Kerusakan ini disebabkan karena darah yang mengalir dari perifer lobulus hati ke pusat (vena sentralis) kebanyakan sudah kehilangan nutrien saat sampai di pertengahan lobulus, sehingga sel hati akan kekurangan nutrien dan lama kelamaan akan terjadi degenerasi (Ressang 1984). Selain itu nekrosis diduga disebabkan oleh pembengkakan sel dalam jangka waktu yang lama. Pembengkakan sel ini akan menyebabkan sel kehilangan intergitas membrannya yang berakibat keluarnya materi sel dan mengalami kematian (nekrosis). Pembengkakan sel atau degenerasi vakuola bersifat reversibel sehingga apabila bahan beracun tidak terdapat dalam sel maka sel dapat kembali normal, tetapi jika pengaruh bahan beracun berlangsung lama maka sel tidak dapat mentolerir kerusakan yang diakibatkan oleh bahan beracun tersebut. Pemberian merkuri klorida 0,08 ppm (perlakuan D) dengan lama waktu pemaparan 28 hari ikan uji tidak mengalami kematian, hal ini diduga bahwa sel hati masih dapat melakukan proses regenerasi, tetapi apabila dilakukan dengan waktu yang lebih lama diduga ikan akan mengalami kematian. Hal ini sesuai dengan pernyataan

6 38 Destiany (2007) yang melakukan uji toksisitas merkuri klorida 0,08 ppm pada minggu ke 5 ikan mengalami kematian. Kerusakan hati akibat logam berat merkuri klorida disebabkan aktifitas logam tersebut dalam mempengaruhi kerja enzim/hormon proteolitik (Lu 1995). Enzim dan hormon terdiri dari protein kompleks yang sistem kerjanya memerlukan adanya aktivator atau kofaktor. Logam berat yang masuk ke dalam tubuh dapat menonaktifkan aktivator (berikatan dengan enzim menggantikan aktivator/kofaktor) sehingga enzim atau hormon tidak dapat bekerja dan akan menghambat kerja sel yang selanjutnya dapat menyebabkan kerusakan jaringan. Hal ini sesuai pernyataan Ochiai dalam Connel dan Miller (1995), bahwa salah satu mekanisme toksisitas ion logam adalah menahan gugus fungsi biologi yang essensial dalam biomolekul, misalnya protein dan enzim. 4.2 Struktur Mikroanatomi Insang Ikan Tagih Hasil penelitian pengaruh subletal merkuri klorida (HgCl 2 ) menggunakan konsentrasi 0,02 ppm; 0,04 ppm; dan 0,08 ppm; selama 28 hari terhadap struktur mikroanatomi insang ikan tagih (Mystus nemurus) mengindikasikan bahwa semakin tinggi konsentrasi merkuri klorida yang diberikan menyebabkan kerusakan insang semakin parah. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 3.

7 39 Konsentrasi HgCl 2 Tabel 3. Hasil pengamatan struktur mikroanatomi insang ikan tagih Kerusakan Yang Terjadi Tingkat Kerusakan Keterangan 0 ppm Tidak ditemukan - - Pada lamela primer terlihat jelas tulang rawan penopang, sel mukus, dan sel-sel interlamela - Pada lamela sekunder terlihat jelas butiran eritrosit, sel pillar, epithelium, dan lumen kapiler 0,02 ppm Edema Ringan - Adanya pembengkakan sel akibat penimbunan cairan - Eritrosit terlihat pecah 0,04 ppm Edema Hiperplasia Teleangiotaksis 0,08 ppm Edema Hiperplasia Teleangiotaksis Fusi lamela Sedang - Adanya pembengkakan sel akibat penimbunan cairan - Eritrosit terlihat pecah - Penambahan jumlah sel pada lamela primer - Penyempitan pembuluh darah - Terjadi pembendungan darah pada pangkal lamela sekunder Berat - Adanya pembengkakan sel akibat penimbunan cairan - Eritrosit terlihat pecah - Penambahan jumlah sel pada lamela primer - Penyempitan pembuluh - Terjadi pembendungan darah pada pangkal lamela sekunder - Lamela sekunder saling menempel Gambaran struktur mikroanatomi insang pada berbagai uji toksisitas dengan perbesaran mikroskop 10x40 dapat dilihat pada Gambar 5.

8 40 A 1 Lamela primer A 2 Lamela sekunder B 1 Edema B 2 Pembesaran C 1 Teleangiotaksis dan edema C 2 Pembesaran C 3 Pembesaran C 4 Hiperplasia C 5 Pembesaran D 1 Fusi lamela D 2 Pembesaran D 3 Hiperplasia dan edema D 4 Pembesaran D 5 Pembesaran D 6 Teleangiotaksis D 7 Pembesaran Gambar 5. Struktur mikroanatomi insang ikan tagih pada berbagai uji toksisitas Keterangan : A B C D TP Si Sm L : HgCl 2 0 ppm : HgCl 2 0,02 ppm : HgCl 2 0,04 ppm : HgCl 2 0,08 ppm : Tulang rawan penopang : Sel interlamela : Sel mukus : Lamela Ep E T H F IE Pc Er Sp : Epithelium : Edema : Teleangiotaksis : Hiperplasia : Fusi Lamela : Investasi ektoparasit : Penimbunan cairan : Eritrosit : Sel Pilar Ps Pe Pj : Penyempitan sinusoid : Pembendungan eritrosit : Penambahan jumlah sel

9 41 Berdasarkan pengamatan struktur mikroanatomi insang ditemukan berbagai kerusakan yang terjadi meliputi edema, hiperplasia, teleangiotaksis, dan fusi lamela. Kerusakan ini disebabkan karena permukaan insang bersifat permeable terhadap senyawa kimia seperti merkuri klorida, sehingga senyawa ini akan mudah masuk melalui insang dan terakumulasi (Darmono 1995). Pada insang ikan yang normal, dalam satu lengkung insang terdiri dari beberapa lamela primer, satu lamela primer terdiri dari beberapa lamela sekunder. Insang ikan yang normal hanya terdiri dari dua atau tiga lapis sel epitel yang rata dan terletak di membran basal. Jika lebih atau kurang maka insang tersebut dapat dikatakan abnormal. Lapisan epitel insang yang tipis dan berhubungan langsung dengan lingkungan luar menyebabkan berpeluang besar terpapar bahan beracun. Di antara sel-sel epitel insang terdapat sel-sel klorid. Sel-sel tersebut berbentuk bulat dan berperan penting dalam osmoregulasi. Gambaran struktur mikroanatomi insang tanpa pemberian merkuri klorida dengan perbesaran mikroskop 10x40 tampak normal (Gambar 5 A 1,2 ). Insang yang normal memiliki bagian-bagian lamela primer dan lamela sekunder masih lengkap dan belum mengalami kerusakan. Pada lamela primer terdapat tulang rawan penopang yang berfungsi sebagai penegak lamela primer. Pada lamela sekunder terdapat selubung epithelium pipih dan sub epithelium yang kaya akan eritrosit. Sel pillar pada lamela sekunder berfungsi sebagai penegak (Lagler et al., 1977). Apabila terjadi kerusakan berupa hyperlasia maka sel pillar ini akan terdorong menyentuh bagian lamela sekunder lain sehingga akan terlipat, tentu hal ini akan mengganggu dalam proses respirasi pada ikan. Gambaran struktur mikroanatomi insang pada konsentrasi 0,02 ppm (Gambar 5 B 1,2 ) terdapat kerusakan berupa edema dan masih dalam kriteria ringan (Tandjung 1982). Edema merupakan suatu gejala awal apabila insang telah terkena suatu bahan toksik berupa merkuri klorida. Edema adalah pembengkakan sel atau penimbunan cairan secara berlebih di dalam jaringan tubuh (Laksman 2003). Edema yang terjadi pada penelitian ini diduga oleh dua hal, pertama yaitu masuknya zat toksik merkuri klorida ke dalam insang yang menyebabkan sel mengalami iritasi sehingga sel membengkak. Proses masuknya merkuri klorida ke

10 42 dalam insang menurut Palar (1994) yaitu merkuri bersama-sama dengan ion logam lain membentuk ion-ion yang dapat larut dalam lemak. Ion-ion logam yang dapat larut dalam lemak akan mampu melakukan penetrasi pada membran sel insang sehingga akhirnya ion-ion logam tersebut akan terakumulasi di dalam insang. Dugaan kedua yaitu karena hilangnya pengaturan volume pada bagian sel yang menyebabkan terhambatnya pertukaran ion natrium. Hal ini akan mengakibatkan meningkatnya konsentrasi natrium dan masuknya air ke dalam sel (Anderson 1995). Pengaruh merkuri klorida dengan konsentrasi 0,04 ppm (Gambar 5 C 1,2,3,4,5 ) mengakibatkan kerusakan struktur mikroanatomi insang berupa edema, hiperplasia dan teleangiotaksis. Pada konsentrasi ini terdapat peningkatan kerusakan dari konsentrasi 0,02 ppm, hal ini sesuai dengan pernyataan Lu (1995) yang menyatakan bahwa semakin tinggi konsentrasi suatu bahan beracun di perairan maka kerusakan yang terjadi pun akan semakin banyak. Edema yang terjadi pada bagian lamela primer terlihat hampir pada seluruh tulang rawan penopang yang mengakibatkan eritrosit beresiko pecah karena terdesak oleh cairan di dalam sel. Apabila Hal ini terjadi maka dapat menyebabkan asphyxia yaitu kesulitan bernafas karena kekurangan oksigen, sehingga apabila ikan terpapar dalam waktu yang lebih lama dapat menyebabkan kematian. Pengaruh lain yang diakibatkan edema pada konsentrasi 0,04 ppm menyebabkan lamela primer membesar dan lamela sekunder terdorong hingga menabrak lamela yang lainnya sehingga sel pilar sebagai penegak lamela primer patah. Kerusakan lain yang terlihat pada konsentrasi 0,04 ppm yaitu hiperplasia. Laksman (2003) menyatakan bahwa hiperplasia adalah pembentukan jaringan secara berlebih karena bertambahnya jumlah sel. Dengan adanya penambahan jumlah sel menyebabkan tertutupnya sebagian lamela sekunder sehingga proses pertukaran oksigen dalam insang akan terganggu. Selain edema dan hiperplasia ditemukan juga kerusakan berupa teleangiotaksis. Teleangiotaksis adalah pembendungan atau penggumpalan darah akibat terjadinya edema dan hiperplasia. Teleangiotaksis pada Gambar 5 C 3 terlihat menggelembung dan didalamnya terjadi pembendungan eritrosit. Kerusakan ini mengakibatkan gangguan fungsi

11 43 insang dalam proses respirasi karena aliran darah yang membawa oksigen terhambat. Teleangiotaksis akan berakibat fatal jika ikan berada pada kondisi lingkungan yang bersuhu tinggi, karena oksigen terlarut dalam air akan menjadi rendah, sedangkan kebutuhan oksigen metabolik pada ikan akan tinggi. Pengaruh merkuri klorida dengan konsentrasi 0,08 ppm (Gambar 5 D 1,2,3,4,5,6,7 ) mengakibatkan kerusakan berupa edema, hyperplasia, teleangiotaksis, dan fusi lamela. Pada konsentrasi ini ditemukan kerusakan struktur mikroanatomi insang yang lebih banyak dari konsentrasi 0,02 ppm dan 0,04 ppm. Menurut Robert (2001) edema pada lamela dapat diakibatkan karena terpaparnya limbah bahan-bahan kimia diantaranya logam berat. Pada gambar juga terlihat lamela primer membesar dan menghimpit lamela sekunder, apabila hal ini terjadi lebih lama maka sel-sel epitel akan mengalami nekrosis atau kematian sel. Hyperplasia dan edema yang berlebih pada konsentrasi 0,08 ppm menyebabkan fusi lamela. Fusi lamela adalah penempelan 2 bagian lamela sekunder. Selain itu fusi lamela juga diakibatkan oleh adanya lendir yang berlebih pada insang sehingga akan menutup lamela sekunder. Lendir yang berlebih ini merupakan salah satu respon kelenjar mukus untuk melindungi insang dari merkuri klorida, namun apabila lendir yang dihasilkan berlebihan tentu akan bersifat negatif sehingga pengambilan oksigen dari air akan terhambat. Pada konsentrasi 0,08 ppm, kerusakan teleangiotaksis yang terjadi sudah cukup parah karena pembendungan darah terlihat lebih banyak jika dibandingkan dengan konsentrasi 0,04 ppm. Selain itu lamela sekunder yang berada di sekitar lamela yang mengalami teleangiotaksis telah menghilang, hal ini disebabkan karena lamela sekunder tersebut telah rusak akibat teleangiotaksis sehingga terlepas dan mati. Lagler (1977) menyebutkan bahwa sebagian besar kematian ikan yang disebabkan oleh bahan pencemar atau bahan beracun terjadi karena kerusakan pada bagian insang dan organ-organ yang berhubungan dengan insang. Lamela insang merupakan organ yang paling lembut diantara struktur insang ikan dan merupakan alat utama bagi kelangsungan proses pernafasan. Insang sebagai organ pernafasan merupakan tempat pertukaran gas oksigen dengan karbondioksida melalui proses infiltrasi air, sehingga ikan dapat berhubungan langsung dengan

12 44 media hidupnya. Kerusakan insang akibat merkuri klorida adalah adanya degradasi sel atau bahkan kerusakan jaringan insang. Sandi (1994) menyatakan bahwa secara langsung bahan anorganik terlarut menyebabkan iritasi pada insang dan lamella insang menjadi tertutup. Hal ini menyebabkan fungsi insang menjadi tidak normal dan mengganggu proses pernafasan karena insang merupakan organ utama yang terkena langsung oleh merkuri. 4.3 Struktur Misai Ikan Tagih Gambaran Kerusakan misai pada ikan tagih didapat dengan cara dokumentasi langsung menggunakan kamera. Pengamatan tidak dilakukan pada tingkat struktrur mikroanatomi, melainkan pengamatan langsung secara kasat mata. Hasil pengamatan kerusakan yang terjadi pada misai ikan tagih setelah dilakukan pemaparan merkuri klorida selama 28 hari dapat terlihat pada gambar 6. Normal Rusak Gambar 6. Perbandingan misai normal dan rusak akibat pemberian merkuri klorida Supyan (2011) menyatakan bahwa ikan tagih memiliki 3-4 pasang misai peraba yang panjang dan secara fisik dapat terihat. Misai atau yang biasa disebut sungut ini memiliki peran penting bagi ikan yang biasa hidup di dasar perairan berlumpur dan sedikit cahaya matahari yang masuk. Misai merupakan organ indera khusus bagi ikan sejenis catfish karena berperan penting dalam mendeteksi makanan yang ada di badan perairan. Hasil pengamatan secara fisik, terlihat dengan jelas bahwa misai ikan tagih yang tidak diberi merkuri klorida tampak terlihat normal, ukuran panjang misai sama dan berwarna keabu-abuan. Hal ini

13 45 menunjukan bahwa misai ikan tagih pada perlakuan kontrol masih berfungsi dengan baik dalam mencari makan. Pada konsentrasi merkuri klorida 0,02 ppm; 0,04 ppm; dan 0,08 ppm terdapat kerusakan pada misai. Pada gambar 6 terlihat ada bagian misai yang hilang, terputusnya misai menunjukan bahwa ikan tersebut telah terkena dampak dari merkuri klorida. Terputusnya bagian misai disebabkan karena misai sering terkena merkuri klorida yang mengendap di dasar wadah pemeliharaan, akibatnya sel-sel yang terdapat pada misai ini mengalami nekrosis atau kematian, hal ini sesuai dengan pernyataan Robert (2001) bahwa semakin lama suatu organ terkena dampak dari zat toksik maka sel-sel yang membentuk organ tersebut akan mengalami degenerasi dan lama-kelamaan akan mati atau nekrosis. 4.4 Kualitas Air Hasil penelitian kualitas air selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Kisaran parameter kualitas air pada setiap perlakuan Parameter Perlakuan Standar A (0 ppm) B (0,02 ppm) C (0,04 ppm) D (0,08 ppm) Suhu ( o C) 25,5 26,5 25, ,5 25,5 26, * Oksigen terlarut 6,7 7,3 6,2 7,1 6,8 7,2 6,3 7,2 Minimal 4 ppm* (ppm) ph 7 7,3 7,4 7,6 7,1 7,5 7,4 7,6 Normal* * Supyan 2011 Pada tabel 4 terlihat bahwa kualitas air selama penelitian yang meliputi suhu ( o C), oksigen terlarut (ppm), dan ph masih berada dalam kisaran normal bagi pertumbuhan ikan tagih. Suhu selama masa pemeliharaan berkisar antara 25 o C 26,5 o C pada semua perlakuan dan kontrol, kisaran suhu tersebut berada pada kisaran suhu normal untuk ikan tagih, hal ini sesuai dengan peryataan supyan (2011) yang menyatakan bahwa suhu optimum bagi kehidupan ikan tagih berkisar antara 24 o C - 27 o C. Suhu air memiliki peranan penting dalam kecepatan laju metabolisme dan respirasi. Apabila suhu meningkat diluar kisaran toleransi ikan

14 46 tagih, maka respirasi akan semakin cepat dan akan berpengaruh terhadap uptake rate logam berat di perairan (Connel 1995). Menurut Connel (1995) kenaikan ph di perairan lebih dari 7 cenderung akan menurunkan kelarutan logam berat sehingga logam berat akan mengendap. Logam berat yang mengendap akan lebih cepat terserap oleh ikan tagih, karena ikan ini hidup di dasar perairan. Pada penelitian ini kisaran ph masih berada pada nilai normal yaitu 7,0 7,3. Dengan kisaran ph yang normal maka logam berat tidak akan mudah larut dan mengendap. Sama halnya dengan suhu, apabila perairan memiliki konsentrasi oksigen terlarut yang rendah maka organisme perairan akan melakukan respirasi lebih cepat dari biasanya sehingga mengakibatkan masuknya logam berat ke insang akan lebih cepat (Connel 1995). Kisaran oksigen terlarut selama penelitian ini berkisar antara 6,2 7,3 ppm dan masih dalam kisaran yang aman bagi ikan tagih yaitu minimal 4 ppm (Supyan 2011). Apabila dilihat dari ketiga parameter kualitas air ini maka tidak ada yang berpengaruh terhadap uptake rate logam berat pada ikan tagih, sehingga akumulasi logam berat lebih cenderung disebabkan oleh konsentrasi merkuri klorida yang diberikan.

Jurnal Perikanan Kelautan Vol.4 No.4, Desember 2013 : ISSN : Derri Dwima*, Titin Herawati** dan Junianto**

Jurnal Perikanan Kelautan Vol.4 No.4, Desember 2013 : ISSN : Derri Dwima*, Titin Herawati** dan Junianto** Jurnal Perikanan Kelautan Vol.4 No.4, Desember 2013 : 463-474 ISSN : 2088-3137 STUDI TOKSISITAS MERKURI KLORIDA (HgCl 2 ) TERHADAP STRUKTUR MIKROANATOMI DAN PERTUMBUHAN IKAN TAGIH (Mystus nemurus) ABSTRAK

Lebih terperinci

TOKSISITAS MERKURI (Hg) TERHADAP TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP, PERTUMBUHAN, GAMBARAN DARAH DAN KERUSAKAN PADA IKAN NILA Oreochromis niloticus

TOKSISITAS MERKURI (Hg) TERHADAP TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP, PERTUMBUHAN, GAMBARAN DARAH DAN KERUSAKAN PADA IKAN NILA Oreochromis niloticus TOKSISITAS MERKURI (Hg) TERHADAP TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP, PERTUMBUHAN, GAMBARAN DARAH DAN KERUSAKAN ORGAN PADA IKAN NILA Oreochromis niloticus VIKA YUNIAR DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kerusakan Hati Ikan Mas Hati merupakan salah satu organ yang paling banyak mengalami kerusakan. Menurut Carlton (1995) dalam Permana (2009) ada dua alasan yang menyebabkan

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Fisika Kimia Air Parameter fisika kimia air yang diamati pada penelitian ini adalah ph, CO 2, NH 3, DO (dissolved oxygen), kesadahan, alkalinitas, dan suhu. Pengukuran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Industri tekstil selain menghasilkan suatu produk juga menghasilkan produk sampingan berupa air limbah, yang sering kali mencemari lingkungan terutama perairan.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. serbaguna bagi kehidupan mahluk hidup (Yani, 2010). Air sungai saat ini banyak

I. PENDAHULUAN. serbaguna bagi kehidupan mahluk hidup (Yani, 2010). Air sungai saat ini banyak I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sungai sebagai sumber air merupakan salah satu sumber daya alam yang berfungsi serbaguna bagi kehidupan mahluk hidup (Yani, 2010). Air sungai saat ini banyak dimanfaatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Program pembangunan Indonesia yang dewasa ini sedang berkembang diwarnai dengan pertambahan penduduk dan kebutuhan pangan yang terus meningkat. Sumberdaya perairan

Lebih terperinci

Pengaruh logam timbal (pb) terhadap jaringan hati ikan kerapu bebek (Cromileptes altivelis)

Pengaruh logam timbal (pb) terhadap jaringan hati ikan kerapu bebek (Cromileptes altivelis) 42 Maspari Journal 01 (2010) 42-47 http://masparijournal.blogspot.com Pengaruh logam timbal (pb) terhadap jaringan hati ikan kerapu bebek (Cromileptes altivelis) Ade Elha Triadayani, Riris Aryawati, dan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Ikan Tagih (Mystus nemurus) Berdasarkan Eschmeyer (1998) dan Kottelat (1996) dalam Supyan (2011) klasifikasi Ikan Tagih sebagai berikut : Kingdom : Animalia

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Ambang Batas Dari uji yang dilakukan diperoleh nilai konsentrasi ambang bawah (LC 0-48 jam) sebesar 0,06 mg/l, yaitu konsentrasi tertinggi dari moluskisida niklosamida yang tidak

Lebih terperinci

ANALISIS HISTOFISIOLOGIS IKAN BAUNG (Hemibagrus nemurus Blkr.) PADA ALIRAN SUNGAI BATANG OMBILIN, SUMATERA BARAT YANG TERKENA DAMPAK PENCEMARAN

ANALISIS HISTOFISIOLOGIS IKAN BAUNG (Hemibagrus nemurus Blkr.) PADA ALIRAN SUNGAI BATANG OMBILIN, SUMATERA BARAT YANG TERKENA DAMPAK PENCEMARAN ANALISIS HISTOFISIOLOGIS IKAN BAUNG (Hemibagrus nemurus Blkr.) PADA ALIRAN SUNGAI BATANG OMBILIN, SUMATERA BARAT YANG TERKENA DAMPAK PENCEMARAN (Dibawah bimbingan Dr. Djong Hon Tjong, dan Dr. Indra Junaidi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Akumulasi Logam Berat Pb Konsentrasi awal logam berat di air pada awal perlakuan yang terukur dengan menggunakan spektrofotometer serapan atom (AAS) yaitu sebesar 2.36 mg/l.

Lebih terperinci

PERUBAHAN JARINGAN GINJAL IKAN PARI KEMBANG (Dasyatis kuhlii) AKIBAT PAPARAN LOGAM MERKURI (Hg)

PERUBAHAN JARINGAN GINJAL IKAN PARI KEMBANG (Dasyatis kuhlii) AKIBAT PAPARAN LOGAM MERKURI (Hg) PERUBAHAN JARINGAN GINJAL IKAN PARI KEMBANG (Dasyatis kuhlii) AKIBAT PAPARAN LOGAM MERKURI (Hg) MC-6 Joeharnani Tresnati Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin E-mail: jtresnati@yahoo.com

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 23 4.1 Hasil IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.1 Uji Akut Uji akut dilakukan pada konsentrasi timbal sebesar 20 ppm, 40 ppm, 80 ppm dan 160 ppm serta perlakuan kontrol negatif. Respon ikan uji terhadap deretan

Lebih terperinci

ORGANISASI KEHIDUPAN. Sel

ORGANISASI KEHIDUPAN. Sel ORGANISASI KEHIDUPAN Sel Sel adalah unit terkecil dari makhluk hidup. Ukuran sangat kecil untuk melihat harus dibantu dengan mikroskop. Kata sel berasal dari bahasa latin cellulae, yang berarti bilik kecil.

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1. Penelitian Pendahuluan 3.1.1.1 Tingkat Kelangsungan Hidup Ikan Selama Pemuasaan Kemampuan puasa benih nila BEST sebanyak 30 ekor dapat bertahan hidup dalam keadaan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gejala Klinis Benih Lele Sangkuriang yang terinfeksi Aeromonas hydrophila Pengamatan gejala klinis benih lele sangkuriang yang diinfeksikan Aeromonas hydrophila meliputi

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Kadar Oksigen Terlarut Hasil pengukuran konsentrasi oksigen terlarut pada kolam pemeliharaan ikan nila Oreochromis sp dapat dilihat pada Gambar 2. Dari gambar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sawah sebagai tempat budidaya ikan perlu dicermati lebih lanjut, karena aktivitas

I. PENDAHULUAN. sawah sebagai tempat budidaya ikan perlu dicermati lebih lanjut, karena aktivitas I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lahan bekas sawah yang sudah tidak produktif lagi merupakan salah satu alternatif sebagai tempat untuk membudidayakan ikan. Penggunaan lahan bekas sawah sebagai tempat

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pertumbuhan Mikroalga Laut Scenedesmus sp. Hasil pengamatan pengaruh kelimpahan sel Scenedesmus sp. terhadap limbah industri dengan dua pelakuan yang berbeda yaitu menggunakan

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Kurva Standar Berdasarkan percobaan yang dilakukan untuk mendapatkan nilai kurva standar, didapatkan bahwa semakin besar konsentrasi AS dalam akuades maka nilai

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Rata-rata penurunan jumlah glomerulus ginjal pada mencit jantan (Mus

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Rata-rata penurunan jumlah glomerulus ginjal pada mencit jantan (Mus IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil. Jumlah Penurunan Glomerulus Rata-rata penurunan jumlah glomerulus ginjal pada mencit jantan (Mus musculus L.) setelah diberi perlakuan pajanan medan listrik tegangan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. manusia atau oleh proses alam, sehingga kualitas lingkungan turun sampai

TINJAUAN PUSTAKA. manusia atau oleh proses alam, sehingga kualitas lingkungan turun sampai TINJAUAN PUSTAKA Pencemaran Pencemaran lingkungan adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain kedalam lingkungan oleh kegiatan manusia atau oleh proses alam, sehingga

Lebih terperinci

MAKALAH SISTEM RESPIRASI PADA IKAN

MAKALAH SISTEM RESPIRASI PADA IKAN MAKALAH SISTEM RESPIRASI PADA IKAN OLEH : MUSTAIN FAKULTAS BUDIDAYA PERIKANAN DAN KELAUTAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PERIKANAN PONTIANAK 2012 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap makhluk hidup memerlukan

Lebih terperinci

Faktor Pembatas (Limiting Factor) Siti Yuliawati Dosen Fakultas Perikanan Universitas Dharmawangsa Medan 9 April 2018

Faktor Pembatas (Limiting Factor) Siti Yuliawati Dosen Fakultas Perikanan Universitas Dharmawangsa Medan 9 April 2018 Faktor Pembatas (Limiting Factor) Siti Yuliawati Dosen Fakultas Perikanan Universitas Dharmawangsa Medan 9 April 2018 Faktor Pembatas Keadaan yang mendekati atau melampaui batas toleransi. Kondisi batas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pencemaran logam berat merupakan salah satu masalah penting yang sering terjadi di perairan Indonesia, khususnya di perairan yang berada dekat dengan kawasan industri,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Amonia Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh data berupa nilai dari parameter amonia yang disajikan dalam bentuk grafik. Dari grafik dapat diketahui

Lebih terperinci

MEKANISME TRANSPOR PADA MEMBRAN SEL

MEKANISME TRANSPOR PADA MEMBRAN SEL MEKANISME TRANSPOR PADA MEMBRAN SEL Berbagai organel yang terdapat di dalam sitoplasma memiliki membran yang strukturnya sama dengan membran plasma. Walaupun tebal membran plasma hanya ± 0,1 μm, membran

Lebih terperinci

Bab II Pemodelan. Gambar 2.1: Pembuluh Darah. (Sumber:

Bab II Pemodelan. Gambar 2.1: Pembuluh Darah. (Sumber: Bab II Pemodelan Bab ini berisi tentang penyusunan model untuk menjelaskan proses penyebaran konsentrasi oksigen di jaringan. Penyusunan model ini meliputi tinjauan fisis pembuluh kapiler, pemodelan daerah

Lebih terperinci

Biosaintifika 5 (1) (2013) Biosantifika. Berkala Ilmiah Biologi.

Biosaintifika 5 (1) (2013) Biosantifika. Berkala Ilmiah Biologi. Biosaintifika 5 (1) (2013) Biosantifika Berkala Ilmiah Biologi http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/biosaintifika Struktur Mikroanatomi Insang Ikan Bandeng di Tambak Wilayah Tapak Kelurahan Tugurejo

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. Ikan patin siam adalah jenis ikan yang secara taksonomi termasuk spesies

I. TINJAUAN PUSTAKA. Ikan patin siam adalah jenis ikan yang secara taksonomi termasuk spesies I. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Patin Siam (Pangasius hypopthalmus) Ikan patin siam adalah jenis ikan yang secara taksonomi termasuk spesies Pangasius hypophthalmus yang hidup di perairan tropis Indo Pasifik.

Lebih terperinci

SISTEM EKSKRESI. - Sistem ekskresi pada uniseluler dan multiseluler. - Pembuangan limbah nitrogen dan CO 2

SISTEM EKSKRESI. - Sistem ekskresi pada uniseluler dan multiseluler. - Pembuangan limbah nitrogen dan CO 2 SISTEM EKSKRESI 1. Pendahuluan - Pengertian Ekskresi - Sistem ekskresi pada uniseluler dan multiseluler 2. Fungsi pokok sistem ekskresi - Pembuangan limbah nitrogen dan CO 2 - Keseimbangan air, garam,

Lebih terperinci

Konsep Sel, Jaringan, Organ dan Sistem Organ

Konsep Sel, Jaringan, Organ dan Sistem Organ Konsep Sel, Jaringan, Organ dan Sistem Organ STRUKTUR TUBUH MANUSIA SEL (UNSUR DASAR JARINGAN TUBUH YANG TERDIRI ATAS INTI SEL/ NUCLEUS DAN PROTOPLASMA) JARINGAN (KUMPULAN SEL KHUSUS DENGAN BENTUK & FUNGSI

Lebih terperinci

5. Paru-paru dibungkus oleh dua selaput yang dinamakan... a. pleura b. bronkus c. alveolus d. trakea

5. Paru-paru dibungkus oleh dua selaput yang dinamakan... a. pleura b. bronkus c. alveolus d. trakea 1. Terjadinya inspirasi pada proses pernapasan manusia adalah karena diafragma.... a. melengkung, tulang rusuk dan dada terangkat b. melengkung, tulang rusuk dan dada turun c. mendatar, tulang rusuk dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Aktivitas pencemaran lingkungan yang dihasilkan dari suatu kegiatan industri merupakan suatu masalah yang sangat umum dan sulit untuk dipecahkan pada saat

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2 Rataan bobot badan ayam (gram) yang diberikan ekstrak tanaman obat dari minggu ke-1 sampai dengan minggu ke-4

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2 Rataan bobot badan ayam (gram) yang diberikan ekstrak tanaman obat dari minggu ke-1 sampai dengan minggu ke-4 28 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Evaluasi dataperforman Ayam Dari hasil penelitian didapatkan rataan bobot badan ayam pada masing-masing kelompok perlakuan, data tersebut dapat dilihat pada Tabel

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Perubahan Ion Leakage Ion merupakan muatan larutan baik berupa atom maupun molekul dan dengan reaksi transfer elektron sesuai dengan bilangan oksidasinya menghasilkan ion.

Lebih terperinci

ADAPTASI FISIOLOGI. Ani Rahmawati Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian UNTIRTA

ADAPTASI FISIOLOGI. Ani Rahmawati Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian UNTIRTA ADAPTASI FISIOLOGI Ani Rahmawati Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian UNTIRTA ADAPTASI FISIOLOGI LINGKUNGAN Adaptasi : Proses penyesuaian diri secara bertahap yang dilakukan oleh suatu organisme terhadap

Lebih terperinci

TERHADAP STRUKTUR MIKROANATOMI BRANCHIA IKAN NILA. (Oreochromis niloticus)

TERHADAP STRUKTUR MIKROANATOMI BRANCHIA IKAN NILA. (Oreochromis niloticus) UJI LC 50-96 LIMBAH CAIR INDUSTRI TAPIOKA dan PENGARUHNYA TERHADAP STRUKTUR MIKROANATOMI BRANCHIA IKAN NILA (Oreochromis niloticus) Artikel Publikasi Ilmiah Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Gambar 4. Borok Pada Ikan Mas yang Terinfeksi Bakteri Aeromonas hydrophila

BAB IV PEMBAHASAN. Gambar 4. Borok Pada Ikan Mas yang Terinfeksi Bakteri Aeromonas hydrophila BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Gejala Klinis Ikan Mas yang Terinfeksi Aeromonas hydrophila Pengamatan gejala klinis pada ikan mas yang diinfeksi Aeromonas hydrophila meliputi kerusakan jaringan tubuh dan perubahan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil analisis (pada lampiran 4) tentang Pengaruh Perbedaan Lama

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil analisis (pada lampiran 4) tentang Pengaruh Perbedaan Lama BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Hasil analisis (pada lampiran 4) tentang Pengaruh Perbedaan Lama Pemberian Diet Kolesterol terhadap Perlemakan Hati (Fatty Liver) Tikus Putih (Rattus norvegicus),

Lebih terperinci

TOKSISITAS MERKURI (Hg) TERHADAP TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP, PERTUMBUHAN, GAMBARAN DARAH DAN KERUSAKAN PADA IKAN NILA Oreochromis niloticus

TOKSISITAS MERKURI (Hg) TERHADAP TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP, PERTUMBUHAN, GAMBARAN DARAH DAN KERUSAKAN PADA IKAN NILA Oreochromis niloticus TOKSISITAS MERKURI (Hg) TERHADAP TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP, PERTUMBUHAN, GAMBARAN DARAH DAN KERUSAKAN ORGAN PADA IKAN NILA Oreochromis niloticus VIKA YUNIAR DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

Ani Rahmawati, S.Pi, M.Si Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian- UNTIRTA

Ani Rahmawati, S.Pi, M.Si Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian- UNTIRTA Ani Rahmawati, S.Pi, M.Si Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian- UNTIRTA Mengapa oksigen penting? RESPIRASI Respirasi adalah proses pengambilan oksigen dari lingkungan ke dalam tubuh dan pelepasan karbondioksida

Lebih terperinci

KESEHATAN IKAN. Achmad Noerkhaerin P. Jurusan Perikanan-Untirta

KESEHATAN IKAN. Achmad Noerkhaerin P. Jurusan Perikanan-Untirta KESEHATAN IKAN Achmad Noerkhaerin P. Jurusan Perikanan-Untirta Penyakit adalah Akumulasi dari fenomena-fenomena abnormalitas yang muncul pada organisme (bentuk tubuh, fungsi organ tubuh, produksi lendir,

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini, data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel dan grafik. Penyajian grafik dilakukan berdasarkan variabel konsentrasi terhadap kedalaman dan disajikan untuk

Lebih terperinci

Ima Yudha Perwira, S.Pi, MP, M.Sc (Aquatic)

Ima Yudha Perwira, S.Pi, MP, M.Sc (Aquatic) PENGELOLAAN KUALITAS AIR DALAM KEGIATAN PEMBENIHAN IKAN DAN UDANG Ima Yudha Perwira, S.Pi, MP, M.Sc (Aquatic) DISSOLVED OXYGEN (DO) Oksigen terlarut ( DO ) adalah jumlah oksigen terlarut dalam air yang

Lebih terperinci

Ilmu Pengetahuan Alam

Ilmu Pengetahuan Alam Ilmu Pengetahuan Alam Sistem Peredaran Darah SEKOLAH DASAR TETUM BUNAYA Kelas Yupiter Nama Pengajar: Kak Winni Ilmu Pengetahuan Alam Sistem Peredaran Darah A. Bagian-Bagian Darah Terdiri atas apakah darah

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN. (Penyesuaian Hewan Poikilotermik Terhadap Oksigen Lingkungan)

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN. (Penyesuaian Hewan Poikilotermik Terhadap Oksigen Lingkungan) LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN (Penyesuaian Hewan Poikilotermik Terhadap Oksigen Lingkungan) Disusun oleh : Aida Fitriah (1110016100006) Musliyadi (1110016100025) Qumillailah (1110016100026) Izkar Sobhah

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA Biologi Ikan patin Siam (Pangasius hypopthalmus) Klasifikasi ikan patin siam menurut Saanin, 1984 adalah sebagai berikut:

I. TINJAUAN PUSTAKA Biologi Ikan patin Siam (Pangasius hypopthalmus) Klasifikasi ikan patin siam menurut Saanin, 1984 adalah sebagai berikut: I. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biologi Ikan patin Siam (Pangasius hypopthalmus) Klasifikasi ikan patin siam menurut Saanin, 1984 adalah sebagai berikut: Filum Sub Filum Kelas Sub Kelas Ordo Sub Ordo Famili Genus

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Laju Pertumbuhan Mutlak Nila Gift Laju pertumbuhan rata-rata panjang dan berat mutlak ikan Nila Gift yang dipelihara selama 40 hari, dengan menggunakan tiga perlakuan yakni

Lebih terperinci

SISTEM PEMBULUH DARAH MANUSIA. OLEH: REZQI HANDAYANI, M.P.H., Apt

SISTEM PEMBULUH DARAH MANUSIA. OLEH: REZQI HANDAYANI, M.P.H., Apt SISTEM PEMBULUH DARAH MANUSIA OLEH: REZQI HANDAYANI, M.P.H., Apt ARTERI Membawa darah bersih (oksigen) kecuali arteri pulmonalis Mempunyai dinding yang tebal Mempunyai jaringan yang elastis Katup hanya

Lebih terperinci

Gambar 4. Grafik Peningkatan Bobot Rata-rata Benih Ikan Lele Sangkuriang

Gambar 4. Grafik Peningkatan Bobot Rata-rata Benih Ikan Lele Sangkuriang Bobot ikan (g) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Laju Pertumbuhan Pertumbuhan merupakan penambahan jumlah bobot ataupun panjang ikan dalam satu periode waktu tertentu. Pertumbuhan dapat diartikan sebagai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 19 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Tahap I Berdasarkan hasil pengamatan selama penelitian diperoleh data sintasan (Gambar 1), sedangkan rata-rata laju pertumbuhan bobot dan panjang harian benih ikan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil penimbangan berat badan dan pengukuran gula darah tikus model selama penelitian

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil penimbangan berat badan dan pengukuran gula darah tikus model selama penelitian 41 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil penimbangan berat badan dan pengukuran gula darah tikus model selama penelitian Penimbangan berat badan menunjukkan bahwa pada awal penelitian berat badan tikus

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Bahan Penelitian

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Bahan Penelitian II. BAHAN DAN METODE 2.1 Bahan Penelitian Ikan nila yang digunakan adalah ikan nila strain BEST yang berasal dari Instalasi Riset Plasma Nutfah, Cijeruk dengan ukuran panjang 4,52±3,9 cm dan bobot 1,35±0,3

Lebih terperinci

Jaringan Hewan. Compiled by Hari Prasetyo

Jaringan Hewan. Compiled by Hari Prasetyo Jaringan Hewan Compiled by Hari Prasetyo Tingkatan Organisasi Kehidupan SEL JARINGAN ORGAN SISTEM ORGAN ORGANISME Definisi Jaringan Kumpulan sel sejenis yang memiliki struktur dan fungsi yang sama untuk

Lebih terperinci

HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN

HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN FUNGSI AIR Penyusun tubuh tanaman (70%-90%) Pelarut dan medium reaksi biokimia Medium transpor senyawa Memberikan turgor bagi sel (penting untuk pembelahan

Lebih terperinci

Sel sebagai unit dasar kehidupan

Sel sebagai unit dasar kehidupan Sel sebagai unit dasar kehidupan 2.1 Kimia kehidupan (Book 1A, p. 2-3) A Apa unsur-unsur kimia anorganik penyusun organisme? (Book 1A, p. 2-3) 1 Air (Book 1A, p. 2-3) Fungsi Sebagai pelarut Sebagai agen

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelangsungan Hidup Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelangsungan hidup dari setiap perlakuan memberikan hasil yang berbeda-beda. Tingkat kelangsungan hidup yang paling

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan kesejahteraan hidup rakyat melalui pembangunan di bidang industri, nampak memberikan dampak terhadap perubahan lingkungan perairan pesisir dan laut karena

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. adalah Timbal (Pb). Timbal merupakan logam berat yang banyak digunakan

PENDAHULUAN. adalah Timbal (Pb). Timbal merupakan logam berat yang banyak digunakan 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah pencemaran lingkungan oleh logam berat cukup membahayakan kehidupan. Salah satu logam berbahaya yang menjadi bahan pencemar tersebut adalah Timbal (Pb). Timbal

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Total Protein Darah Ayam Sentul

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Total Protein Darah Ayam Sentul IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Total Protein Darah Ayam Sentul Pengaruh tingkat energi protein dalam ransum terhadap total protein darah ayam Sentul dapat dilihat pada Tabel 6.

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Hasil dari penelitian yang dilakukan berupa parameter yang diamati seperti kelangsungan hidup, laju pertumbuhan bobot harian, pertumbuhan panjang mutlak, koefisien keragaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan, khususnya lingkungan perairan, dan memiliki toksisitas yang tinggi

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan, khususnya lingkungan perairan, dan memiliki toksisitas yang tinggi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kadmium (Cd) merupakan logam berat yang banyak ditemukan di lingkungan, khususnya lingkungan perairan, dan memiliki toksisitas yang tinggi pada konsentrasi yang rendah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penampilannya atau lebih tahan tehadap korosi dan keausan. Dampak negatif dari

BAB I PENDAHULUAN. penampilannya atau lebih tahan tehadap korosi dan keausan. Dampak negatif dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan teknologi dan berkembangnya kegiatan industri dapat membawa dampak positif maupun dampak negatif. Salah satu contohnya adalah industri pelapisan logam.

Lebih terperinci

Keanekaragaman Organisme Kehidupan

Keanekaragaman Organisme Kehidupan Keanekaragaman Organisme Kehidupan Salah satu ciri makhluk hidup adalah tubuhnya tersusun atas sel. Sel merupakan satuan atau unit terkecil dari makhluk hidup, seperti pencernaan makanan, bernafas, ekskresi,

Lebih terperinci

FUNGSI PHOSPOR DALAM METABOLISME ATP

FUNGSI PHOSPOR DALAM METABOLISME ATP TUGAS MATA KULIAH NUTRISI TANAMAN FUNGSI PHOSPOR DALAM METABOLISME ATP Oleh : Dewi Ma rufah H0106006 Lamria Silitonga H 0106076 FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2008 Pendahuluan Fosfor

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. struktur parenkhim masih normal. Corpusculum renalis malpighi disusun oleh komponen

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. struktur parenkhim masih normal. Corpusculum renalis malpighi disusun oleh komponen BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Perubahan pada Parenkhim Ginjal 4.1.1 Perubahan pada Copusculum Malphigi Ginjal Gambaran kualitatif corpusculum malphigi ginjal pada kelompok tikus normal tanpa

Lebih terperinci

CREATIVE THINKING. MANUSIA DAN ILMU PENGETAHUAN Panca Indra

CREATIVE THINKING. MANUSIA DAN ILMU PENGETAHUAN Panca Indra CREATIVE THINKING MANUSIA DAN ILMU PENGETAHUAN Panca Indra HIDUNG Hidung merupakan panca indera manusia yang sangat penting untuk mengenali bau dan juga untuk bernafas. Bagian-Bagian Hidung Dan Fungsinya

Lebih terperinci

PENGARUH METIL METSULFURON TERHADAP SEL DARAH MERAH IKAN PATIN SIAM (Pangasius hypopthalmus) ABSTRAK

PENGARUH METIL METSULFURON TERHADAP SEL DARAH MERAH IKAN PATIN SIAM (Pangasius hypopthalmus) ABSTRAK e-jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan Volume II No 1 Oktober 2013 ISSN: 2302-3600 PENGARUH METIL METSULFURON TERHADAP SEL DARAH MERAH IKAN PATIN SIAM (Pangasius hypopthalmus) Qorie Astria *,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Waduk Cirata Waduk Cirata merupakan salah satu waduk yang dibangun di DAS Citarum, yang pada saat pembangunannya ditunjukan sebagai pembangkit listrik. Waduk ini dibangun pada

Lebih terperinci

Acta Aquatica, 3:2 (Oktober, 2016): Acta Aquatica. Aquatic Sciences Journal

Acta Aquatica, 3:2 (Oktober, 2016): Acta Aquatica. Aquatic Sciences Journal ISSN. 2406-9825 Acta Aquatica, 3:2 (Oktober, 2016): 46-53 Acta Aquatica Aquatic Sciences Journal Pengaruh insektisida golongan organofosfat terhadap benih ikan nila gift (Oreochromis niloticus, Bleeker):

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serta lapisan kerak bumi (Darmono, 1995). Timbal banyak digunakan dalam

BAB I PENDAHULUAN. serta lapisan kerak bumi (Darmono, 1995). Timbal banyak digunakan dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Logam timbal atau Pb adalah jenis logam lunak berwarna coklat kehitaman dan mudah dimurnikan. Logam Pb lebih tersebar luas dibanding kebanyakan logam toksik lainnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbahaya dalam arti (toksisitas) yang tinggi, biasanya senyawa kimia yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. berbahaya dalam arti (toksisitas) yang tinggi, biasanya senyawa kimia yang sangat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Suatu tatanan lingkungan hidup dapat tercemar atau menjadi rusak disebabkan oleh banyak hal. Namun yang paling utama dari sekian banyak penyebab tercemarnya suatu tatanan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pada bidang industri di Indonesia saat ini mengalami kemajuan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pada bidang industri di Indonesia saat ini mengalami kemajuan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan pada bidang industri di Indonesia saat ini mengalami kemajuan yang sangat pesat. Hal ini dapat menimbulkan dampak bagi manusia dan lingkungan sekitarnya.

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Pengaruh kosentrasi limbah terhadap gerakan insang Moina sp Setelah dilakukan penelitian tentang gerakan insang dan laju pertumbuhan populasi Moina sp dalam berbagai kosentrasi

Lebih terperinci

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMANFAATAN PAKAN

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMANFAATAN PAKAN 4. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMANFAATAN PAKAN Faktor lingkungan dapat mempengaruhi proses pemanfaatan pakan tidak hanya pada tahap proses pengambilan, pencernaan, pengangkutan dan metabolisme saja, bahkan

Lebih terperinci

BAB I PEDAHULUAN. banyak terdapat ternak sapi adalah di TPA Suwung Denpasar. Sekitar 300 ekor sapi

BAB I PEDAHULUAN. banyak terdapat ternak sapi adalah di TPA Suwung Denpasar. Sekitar 300 ekor sapi BAB I PEDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semakin berkurangnya lahan sebagai tempat merumputnya sapi, maka banyak peternak mencari alternatif lain termasuk melepas ternak sapinya di tempat pembuangan sampah

Lebih terperinci

Gambar 1. Ikan lele dumbo (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Gambar 1. Ikan lele dumbo (Sumber: Dokumentasi Pribadi) BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Biologi Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Lele dumbo adalah jenis ikan hibrida hasil silangan antara Clarias gariepinus dengan C. fuscus dan merupakan ikan introduksi yang pertama

Lebih terperinci

SISTEM EKSKRESI PADA MANUSIA

SISTEM EKSKRESI PADA MANUSIA A. GINJAL SISTEM EKSKRESI PADA MANUSIA Sebagian besar produk sisa metabolisme sel berasal dari perombakan protein, misalnya amonia dan urea. Kedua senyawa tersebut beracun bagi tubuh dan harus dikeluarkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. coba setelah pemberian polisakarida krestin (PSK) dari jamur Coriolus versicolor

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. coba setelah pemberian polisakarida krestin (PSK) dari jamur Coriolus versicolor BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Data primer berupa gambaran histologi ginjal dan kadar kreatinin hewan coba setelah pemberian polisakarida krestin (PSK) dari jamur Coriolus versicolor

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Berikut ini adalah hasil penelitian dari perlakuan perbedaan substrat menggunakan sistem filter undergravel yang meliputi hasil pengukuran parameter kualitas air dan

Lebih terperinci

II. KERJA BAHAN TOKSIK DALAM TUBUH ORGANISMS

II. KERJA BAHAN TOKSIK DALAM TUBUH ORGANISMS II. KERJA BAHAN TOKSIK DALAM TUBUH ORGANISMS A. Interaksi Senyawa Kimia dengan Organisme Ilmu yang mempelajari tentang interaksi senyawa kimia dengan organisme hidup disebut farmakologi, dengan demikian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pestisida

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pestisida 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pestisida Pestisida banyak digunakan oleh petani dengan tujuan untuk mengendalikan atau membasmi organisme pengganggu yang merugikan kegiatan petani. Menurut Lodang (1994), penggunaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tunggang dengan akar samping yang menjalar ketanah sama seperti tanaman dikotil lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. tunggang dengan akar samping yang menjalar ketanah sama seperti tanaman dikotil lainnya. BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Tomat (Lycopersicum esculentum Mill) merupakan tanaman perdu dan berakar tunggang dengan akar samping yang menjalar ketanah sama seperti tanaman dikotil lainnya. Tomat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Derajat Kelangsungan Hidup Derajat kelangsungan hidup atau survival rate (SR) benih ikan patin yang dipelihara dengan masa pemeliharaan 30 hari memiliki hasil

Lebih terperinci

HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN

HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN FUNGSI AIR Penyusun tubuh tanaman (70%-90%) Pelarut dan medium reaksi biokimia Medium transpor senyawa Memberikan turgor bagi sel (penting untuk pembelahan

Lebih terperinci

Tingkat Kelangsungan Hidup

Tingkat Kelangsungan Hidup BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tingkat Kelangsungan Hidup Tingkat kelangsungan hidup merupakan suatu nilai perbandingan antara jumlah organisme yang hidup di akhir pemeliharaan dengan jumlah organisme

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gejala Klinis Ikan Nilem yang Terinfeksi Aeromonas hydrophila 4.1.1 Kerusakan Tubuh Berdasarkan hasil pengamatan, gejala klinis yang pertama kali terlihat setelah ikan diinfeksikan

Lebih terperinci

RESPON ORGANISME AKUATIK TERHADAP VARIABEL LINGKUNGAN (ph, SUHU, KEKERUHAN DAN DETERGEN)

RESPON ORGANISME AKUATIK TERHADAP VARIABEL LINGKUNGAN (ph, SUHU, KEKERUHAN DAN DETERGEN) 1 RESPON ORGANISME AKUATIK TERHADAP VARIABEL LINGKUNGAN (ph, SUHU, KEKERUHAN DAN DETERGEN) Angga Yudhistira, Dwi Rian Antono, Hendriyanto Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,

Lebih terperinci

Karakteristik Organisme Hidup. UNSYIAH Universitas Syiah Kuala 9/28/2016. Tema-tema dalam Mempelajari Kehidupan. Organisasi Biologi

Karakteristik Organisme Hidup. UNSYIAH Universitas Syiah Kuala 9/28/2016. Tema-tema dalam Mempelajari Kehidupan. Organisasi Biologi UNSYIAH Universitas Syiah Kuala Pengantar Biologi MPA-107, 3 (2-1) Kuliah 10 STRUKTUR & PERKEMBANGAN: HEWAN Tim Pengantar Biologi Jurusan Biologi FMIPA Unsyiah Keanekaragaman hewan dengan berbagai modifikasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pakan. Biaya untuk memenuhi pakan mencapai 60-70% dari total biaya produksi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pakan. Biaya untuk memenuhi pakan mencapai 60-70% dari total biaya produksi 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Pakan Sapi Perah Faktor utama dalam keberhasilan usaha peternakan yaitu ketersediaan pakan. Biaya untuk memenuhi pakan mencapai 60-70% dari total biaya produksi (Firman,

Lebih terperinci

Mekanisme Serapan Hara oleh Akar: Transport Jarak Dekat AGH 322

Mekanisme Serapan Hara oleh Akar: Transport Jarak Dekat AGH 322 Mekanisme Serapan Hara oleh Akar: Transport Jarak Dekat AGH 322 Penyerapan Hara Dalam beberapa hari, dalam media: -Volume air berkurang diabsorpsi -K, P, NO 3-, konsentrasinya menurun diabsorpsi -Na +

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. yang sering diamati antara lain suhu, kecerahan, ph, DO, CO 2, alkalinitas, kesadahan,

PENDAHULUAN. yang sering diamati antara lain suhu, kecerahan, ph, DO, CO 2, alkalinitas, kesadahan, 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kualitas air memegang peranan penting dalam bidang perikanan terutama untuk kegiatan budidaya serta dalam produktifitas hewan akuatik. Parameter kualitas air yang sering

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Penelitian Pendahuluan Hasil penelitian pendahuluan menyitir hasil penelitian Handayani (2012). 3.1.1.1 Kemampuan Puasa Ikan Kemampuan puasa benih ikan nila BEST

Lebih terperinci

Jurnal MIPA 37 (1): 1-6 (2014) Jurnal MIPA.

Jurnal MIPA 37 (1): 1-6 (2014) Jurnal MIPA. Jurnal MIPA 37 (1): 1-6 (014) Jurnal MIPA http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/jm UJI TOKSISITAS DAN PERUBAHAN STRUKTUR MIKROANATOMI INSANG IKAN NILA LARASATI (Oreochromis nilloticus) YANG DIPAPAR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan akibat buruk merokok, baik secara langsung maupun tidak langsung.

BAB I PENDAHULUAN. merupakan akibat buruk merokok, baik secara langsung maupun tidak langsung. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Merokok mengganggu kesehatan barangkali merupakan istilah yang tepat, namun tidak populer dan tidak menarik bagi perokok. Banyak orang sakit akibat merokok, tetapi orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dewasa ini cukup pesat, terutama di kawasan pusat industri Bangil. Hampir setiap

BAB I PENDAHULUAN. dewasa ini cukup pesat, terutama di kawasan pusat industri Bangil. Hampir setiap ( ( 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan industri di kawasan Kabupaten Pasuruan dan sekitarnya dewasa ini cukup pesat, terutama di kawasan pusat industri Bangil. Hampir setiap tahunnya mengalami

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3 Data perubahan parameter kualitas air

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3 Data perubahan parameter kualitas air 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Kualitas Air Kualitas air merupakan faktor kelayakan suatu perairan untuk menunjang kehidupan dan pertumbuhan organisme akuatik yang nilainya ditentukan dalam kisaran

Lebih terperinci

PRINSIP BIOENERGETIKA PADA HEWAN

PRINSIP BIOENERGETIKA PADA HEWAN PRINSIP BIOENERGETIKA PADA HEWAN BAHAN MAKANAN (MOLEKUL ORGANIK) Lingkungan eksternal Hewan KONSUMSI MAKANAN PROSES PENCERNAAN PROSES PENYERAPAN PANAS energi yg hilang dalam feses MOLEKUL NUTRIEN (dalam

Lebih terperinci