HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Amonia Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh data berupa nilai dari parameter amonia yang disajikan dalam bentuk grafik. Dari grafik dapat diketahui bahwa pada perlakuan penggunaan batu apung pada undergravel filter mulai terjadi peningkatan nilai amonia tertinggi pada minggu ke-2 yakni sebesar 0,0270 ppm dan kembali stabil pada minggu ke-3 hingga akhir pemeliharaan. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa pada minggu ke-2 perlakuan batu apung menunjukkan hasil yang berbeda nyata dengan perlakuan penggunaan batu split dan batu karang (p < 0,05) (Lampiran 7). Pada perlakuan penggunaan batu karang pada undergravel filter nilai amonia tertinggi terdapat pada minggu ke-3 sebesar 0,0286 ppm. Sedangkan nilai amonia pada batu split cenderung rendah dengan kisaran 0,0004 0,0038 ppm (Gambar 5). Ammonia (ppm) Waktu Pemeliharaan (Minggu ke-) Gambar 5. Amonia pada media pemeliharaan Nitrit Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan, diperoleh data berupa nilai dari parameter nitrit yang disajikan dalam bentuk grafik. Berdasarkan grafik tersebut diketahui bahwa nilai nitrit pada media pemeliharaan ikan nila selama 9

2 masa pemeliharaan berkisar antara 0,015 ppm sampai dengan 2,208 ppm. Peningkatan nilai nitrit tertinggi terjadi pada minggu ke-2 dan menurun mulai minggu ke-3 dan seterusnya yang terdapat pada perlakuan penggunaan batu split yaitu sebesar 1,265 ppm (Gambar 6). Berdasarkan hasil uji statistik tiap perlakuan menunjukkan hasil yang saling berbeda nyata pada minggu ke-0 (p<0,05), sedangkan pada minggu ke-1 batu karang berbeda nyata terhadap batu split dan batu apung (p<0,05) (Lampiran 8) Nitrit (ppm) Waktu Pemeliharaan (Minggu) Gambar 6. Nitrit pada media pemeliharaan Nitrat Berdasarkan hasil pengamatan pada penelitian yang telah dilakukan, diperoleh data berupa nilai dari parameter nitrat yang disajikan pada grafik. Dari grafik di bawah dapat diketahui bahwa terjadi peningkatan nilai nitrat pada minggu ke-1, lalu mengalami penurunan pada minggu ke-2 dan pada minggu ke-4 mencapai nilai nitrat tertinggi pada tiap-tiap perlakuan. Nilai nitrat tertinggi terdapat pada minggu ke-4 dengan kisaran antara 0,680 0,752 ppm. Dan nilai nitrat terendah terdapat pada awal penebaran dengan kisaran 0,080 ppm sampai dengan 0,108 ppm (Gambar 7). Berdasarkan hasil uji statistik diketahui bahwa tidak terjadi perbedaan secara nyata dari masing-masing perlakuan dan ulangannya (p>0,05) (Lampiran 9). 10

3 Nitrat (ppm) Waktu Pemeliharaan (Minggu) Gambar 7. Nitrat pada media pemeliharaan Oksigen Terlarut (DO) Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh data berupa nilai dari parameter oksigen terlarut (DO) yang disajikan dalam bentuk grafik. Dari grafik di bawah dapat diketahui bahwa nilai oksigen terlarut tertinggi terdapat pada awal penebaran kemudian terjadi fluktuasi nilai oksigen terlarut dalam media pemeliharaan. Nilai oksigen terlarut pada media pemeliharaan ikan nila selama masa pemeliharaan berkisar antara 3,3 6,1 mg/l (Gambar 8). Dari hasil uji statistik menunjukkan bahwa tidak terjadi perbedaan nyata (p>0,05) (Lampiran 10). 7.0 Oksigen Terlarut (mg/l) Waktu Pemeliharaan (Minggu) Gambar 8. Oksigen terlarut (DO) pada media pemeliharaan 11

4 3.1.5 Suhu Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh data berupa nilai dari parameter suhu yang disajikan dalam bentuk grafik. Selama masa pemeliharaan terjadi fluktuasi suhu pada media pemeliharaan ikan nila. Diketahui bahwa suhu pada media pemeliharaan ikan nila selama masa pemeliharaan berkisar antara 25,1 28,9 o C. Nilai suhu tertinggi terjadi pada minggu ke-3, kemudian kembali menurun pada minggu selanjutnya (Gambar 9). Hasil Uji statistik menunjukkan tidak terjadi perbedaan nyata pada suhu (p>0,05) (Lampiran 11) Suhu ( o C) Waktu Pemeliharaan (Minggu) Gambar 9. Nilai suhu pada media pemeliharaan Derajat Keasaman (ph) Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh data berupa nilai dari parameter derajat keasaman (ph) yang disajikan dalam bentuk grafik pada gambar di bawah. Dari grafik di bawah dapat diketahui bahwa derajat keasaman pada media pemeliharaan ikan nila selama masa pemeliharaan berkisar antara 5 8. Dari grafik tersebut dapat diketahui bahwa di minggu ke-3 pada perlakuan batu apung dan batu split pada undergravel filter terjadi penurunan ph dan kembali terjadi peningkatan secara perlahan pada minggu berikutnya, sedangkan perlakuan batu karang terjadi peningkatan derajat keasaman pada minggu ke-3 namun kembali terjadi penurunan hingga akhir pemeliharaan (Gambar 10). Hasil uji statistik yang dilakukan terjadi perbedaan nyata pada batu karang terhadap batu 12

5 apung dan split pada minggu ke-0, minggu ke-1, minggu ke-2 dan minggu ke-4 (p<0,05). Pada minggu ke-3 terjadi perbedaan nyata terhadap tiap-tiap perlakuan (p<0,05) (Lampiran 12). Derajat keasaman Waktu Pemeliharaan (Minggu) Gambar 10. Nilai ph pada media pemeliharaan Laju Pertumbuhan Spesifik (Spesifik Growth Rate, SGR) Laju pertumbuhan spesifik ikan nila yang dipelihara berkisar ,05% (Gambar 11). Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perbedaan penggunaan batu pada undergravel filter tidak berpengaruh secara nyata pada laju pertumbuhan spesifik ikan nila (P>0,05) (Lampiran 4). Pertumbuhan Bobot Harian (%) ± ± ± 0.13 a a a Perlakuan Keterangan : Huruf yang sama menunjukkan hasil tidak berbeda nyata Gambar 11. Pertumbuhan bobot harian atau spesifik growth rate 13

6 3.1.8 Tingkat Kelangsungan Hidup atau Survival Rate Tingkat kelangsungan hidup ikan nila selama masa pemeliharaan berkisar antara 77,41 85,56% (Gambar 12). Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perbedaan batu pada undergravel filter tidak berpengaruh secara nyata pada tingkat kelangsungan hidup ikan nila (P>0,05) (Lampiran 6). Tingkat Kelangsungan Hidup (%) ± ± ± 2.67 a a a Perlakuan Keterangan : Huruf yang sama menunjukkan hasil tidak berbeda nyata Gambar 12. Tingkat kelangsungan hidup atau survival rate 3.2 Pembahasan Pemeliharaan ikan dalam penelitian ini dilakukan secara intensif, ikan nila ditebar dengan padat tebar tinggi dan pakan dengan protein 30% diberikan dengan Feeding Ratio sebesar 5% dari biomassa. Peningkatan produksi budidaya dengan melakukan budidaya secara intensif akan meningkatkan pengaruh terhadap lingkungan perairan, yaitu akan dihasilkannya sejumlah bahan pencemar yang berasal dari limbah proses produksi berupa pakan tidak termakan, serta feses dari kegiatan budidaya masuk ke lingkungan perairan, yang pada jumlah tertentu dapat memperburuk kualitas. Pada penelitian ini, perbedaan penggunaan batu pada undergravel filter tidak berpengaruh langsung terhadap laju pertumbuhan spesifik dan tingkat kelangsungan hidup ikan. Perbedaan penggunaan batu akan menyebabkan kualitas air tetap terjaga dengan baik karena air pada wadah pemeliharaan akan terfiltrasi 14

7 oleh batu yang digunakan. Sisa pakan tidak termakan dan feses akan tertarik ke bawah dan menempel pada permukaan batu sebagai filter. Hasil uji statistik nilai amonia menunjukkan bahwa pada minggu ke-2 perlakuan batu apung menunjukkan hasil yang berbeda nyata dengan perlakuan penggunaan batu split dan batu karang (p < 0,05) (Lampiran 7), pada perlakuan batu apung sebagai filter mulai terjadi puncak peningkatan nilai amonia pada minggu ke-2 sebesar 0,0270 ppm dan kembali stabil pada minggu ke-3 hingga akhir pemeliharaan. Pada perlakuan batu karang nilai amonia tertinggi terdapat pada minggu ke-3 sebesar 0,0286 ppm. Sedangkan nilai amonia pada batu split berkisar antara 0, ppm. Brown (1957) dalam Sriharti (1992) mengemukakan bahwa kadar amonia yang rendah baik untuk kehidupan ikan. Boyd (1982) menyatakan bahwa kadar amonia berkisar 0,5-1,0 mg/l tidak dapat ditolerir oleh ikan dan akan bersifat racun. Dibandingkan dengan perlakuan penggunaan batu apung dan batu karang sebagai filter, nilai amonia pada perlakuan penggunaan batu split lebih rendah. Hal ini dimungkinkan karena persentase tingkat kelangsungan hidup pada perlakuan tersebut lebih rendah dibandingkan perlakuan lainnya, sehingga limbah yang dihasilkan baik berupa feses maupun sisa pakan lebih sedikit dibandingkan perlakuan lainnya. Berdasarkan hasil uji statistik dari penelitian yang telah dilakukan menunjukkan hasil yang saling berbeda nyata pada minggu ke-0 (p<0,05), sedangkan pada minggu ke-1 batu karang berbeda nyata terhadap batu split dan batu apung (p<0,05) (Lampiran 8). Peningkatan nilai nitrit secara signifikan terjadi pada minggu ke-3, dan kembali menurun pada minggu berikutnya. Konsentrasi nitrit pada semua perlakuan perbedaan jenis batu dengan menggunakan undergravel filter memiliki kisaran antara 0,015 2,208 ppm, tetapi masih memiliki tingkat kelangsungan hidup terkecil sebesar 77,41%. Sedangkan menurut Meade (1989) dan Pillay (2004) konsentrasi nitrit yang baik untuk budidaya yaitu lebih kecil dari 0,1 ppm. Tingginya nilai nitrit pada setiap perlakuan diduga karena kurang optimalnya proses nitrifikasi yang terjadi. Boyd (1982) menyatakan bahwa tingkat kematian akibat nitrit menurun dengan peningkatan ion kalsium di peraiiran. Peningkatan kalsium dalam dapat terjadi 15

8 akibat penggunaan batu yang mengandung ion kalsium sehingga terjadi pencampuran dengan air, contohnya yaitu batu apung dan batu karang. Hasil uji statistik diketahui bahwa tidak terjadi perbedaan secara nyata dari masing-masing perlakuan dan ulangannya (p>0,05) (Lampiran 9). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kisaran konsentrasi nitrat terendah dicapai pada perlakuan batu apung sebagai filter sebesar 0,080 0,680 ppm. Kisaran nitrat yang baik untuk budidaya nila yaitu 0-3 ppm (Hanley, 2005). Naik dan turunnya konsentrasi nitrat terjadi secara bersamaan pada setiap perlakuan yaitu pada minggu ke-1 dan minggu ke-4. Pada minggu ke-3 diduga bakteri nitrifikasi sudah berjalan dengan baik dan pada minggu ke-4 aktifitas bakteri nitrifikasi mulai menurun. Menurut Tyson (2007) dalam Ruly (2011) mengemukakan bahwa proses nitrifikasi oleh bakteri nitrifikasi mengubah sekitar 93 96% amonia menjadi nitrat dalam kondisi yang optimal dalam unit biofiltrasi. Menurut Rakocy et al. (2006) konsentrasi utama pada sistem filter adalah pemindahan amonia, zat hasil proses metabolisme melalui insang ikan. Amonia akan terakumulasi dan mencapai level beracun jika tidak dipindahkan dengan proses nitrifikasi (biofiltrasi). Proses tersebut melalui oksidasi amonia menjadi nitrit yang beracun, kemudian menjadi nitrat yang relatif tidak beracun. Proses ini melibatkan bakteri Nitrosomonas dan Nitrobacter. Bakteri nitrit tumbuh seperti lapisan film (biofilm) pada permukaan material (medium filter) atau melekat pada partikel organik. Pada undergravel filter ini, bakteri-bakteri tersebut tumbuh pada batu yang digunakan. Dan menurut Kaiser dan Wheaton (1983), media filter menyediakan permukaan media tumbuh dan berkembang bagi mikroorganisme. Dalam sistem biofilter, ukuran dan bentuk bahan yang digunakan sebagai filter sangat penting karena mempengaruhi populasi mikroorganisme selama proses nitrifikasi. Oksigen terlarut (Dissolve Oxygen) adalah oksigen yang terlarut yang terkandung di dalam air. Kandungan oksigen di perairan sangat dipengaruhi oleh kelimpahan fitoplankton yang melakukan proses fotosintesis pada siang hari, namun pada saat proses respirasi terjadi kandungan oksigen di dalam perairan akan berkurang, hal lainnya adalah proses difusi oksigen yang terdapat di udara serta suhu perairan itu sendiri. Menurut Endut et al (2009), debit air efisien dalam 16

9 menjaga parameter kualitas air yang dapat diterima sampai batas aman untuk pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan. Pada budidaya intensif dengan sistem resirkulasi dibutuhkan oksigen terlarut yang cukup baik untuk kebutuhan ikan maupun proses nitrifikasi oleh bakteri autotrof. Kisaran oksigen terlarut pada penelitian ini masih berada pada kondisi yang layak untuk pemeliharaan ikan nila. Dari hasil pemeliharaan yang dilakukan diperoleh kisaran nilai oksigen terlarut sebesar 3,3 6,1 mg/l (Gambar 8). Hasil uji statistik menunjukkan bahwa tidak terjadi perbedaan nyata (p>0,05) (Lampiran 10). Menurut Boyd (1982) oksigen terlarut yang optimal untuk pertumbuhan ikan harus lebih dari 5 ppm. Oksigen terlarut yang berkisar antara 1-5 ppm mengakibatkan pertumbuhan ikan menjadi lambat. Sedangkan oksigen terlarut yang kurang dari 1 ppm dapat bersifat toksik bagi sebagian besar spesies ikan. Kelarutan oksigen merupakan parameter kualitas air yang paling kritis dalam kegiatan akuakultur. Sehingga pengaruh DO sangat signifikan terhadap kelangsungan hidup ikan (Boyd, 1998). Suhu merupakan salah satu parameter penting dalam kegiatan akuakultur. Peningkatan suhu menyebabkan peningkatan kecepatan metabolisme dan respirasi organisme air serta mempengaruhi peningkatan konsumsi oksigen. Dari hasil percobaan yang dilakukan dapat diketahui bahwa selama masa pemeliharaan kisaran suhu yang diperoleh berkisar antara 25-28,9 C dengan rata-rata 26,1 C untuk tiap-tiap akuarium. Berdasarkan uji statistik diketahui bahwa tidak terjadi perbedaan nyata pada suhu (p>0,05) (Lampiran 11). Kisaran suhu yang diperoleh menunjukkan suhu ideal untuk pemeliharaan ikan nila, sehingga dapat meningkatkan laju pertumbuhan dengan baik. Menurut Khairuman dan Amri K. (2008) nila dapat hidup pada suhu C. Nilai ph merupakan hasil pengukuran aktivitas ion hidrogen dalam perairan dan menunjukkan keseimbangan asam dan basa air. Diperairan sendiri nilai ph sangat mempengaruhi tingkat kelangsungan organisme akuatik. Nilai ph yang terlalu rendah maupun terlalu tinggi dapat menyebabkan kematian. Hasil uji statistik yang dilakukan terjadi perbedaan nyata pada batu karang terhadap batu apung dan split pada minggu ke-0, minggu ke-1, minggu ke-2 dan minggu ke-4 (p<0,05). Pada minggu ke-3 terjadi perbedaan nyata terhadap tiap-tiap perlakuan (p<0,05) (Lampiran 12). Nilai derajat keasaman yang diperoleh selama masa 17

10 pemeliharaan berkisar antara 5,4-7,8. Boyd (1998) menyatakan bahwa kisaran ph > 4 merupakan titik kematian ikan pada kondisi asam, kisaran ph 4-5 merupakan titik dimana ikan tidak dapat bereproduksi, pada ph pertumbuhan ikan akan melambat, kisaran ph merupakan kisaran ph yang sesuai bagi ikan tumbuh dan bereproduksi, dan pada kisaran ph > 11 merupakan titik kematian ikan pada suasana basa. Nilai ph dalam air dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti aktivitas fotosintesis, suhu, dan terdapatnya anion dan kation. Makin tinggi ph air tambak/kolam, daya racun amonia semakin meningkat, sebab sebagian besar berada dalam bentuk NH3, sedangkan amonia dalam bentuk molekul (NH3) lebih beracun daripada yang berbentuk ion (NH4+). Amonia dalam bentuk molekul dapat menembus bagian membran sel lebih cepat daripada ion NH4+. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa perbedaan penggunaan batu pada undergravel filter tidak berpengaruh secara nyata pada tingkat kelangsungan hidup ikan nila (P>0,05) (Lampiran 4). Tetapi batu apung menunjukkan hasil yang tertinggi dibanding dengan perlakuan lainnya yakni dengan perolehan tingkat kelangsungan hidup tertinggi dibandingkan dengan batu lainnya, yakni sebesar 85,56 ±4,01%. Hal ini didukung dengan kualitas air pemeliharaan ikan nila pada perlakuan batu apung sebagai filter masih dalam ambang batas toleransi ikan nila menurut Khairuman (2008), yang menyatakan bahwa ikan nila dapat hidup pada suhu o C, ph 5-11, oksigen terlarut > 4mg/l dan kadar amonia < 0,01 mg/l. Batu apung memiliki struktur yang berongga / banyak sekali kapilerkapiler yang halus, sehingga memudahkan terjadinya penyerapan. Menurut Sutrisno (2008) batu apung mempunyai fungsi paling baik sebagai filter dan media tanam. Menurut Nixon dan Sitanggang (2001) kerikil dan batu apung merupakan media yang permukaannya cukup luas sehingga sangat baik untuk mendukung perkembangbiakan bakteri, dimanabakteri tersebut berfungsi menguraikan amonia menjadi nitrit, kemudian diubah menjadi nitrat yang tidak berbahaya bagi ikan. Hal yang paling mendukung dalam keberhasilan kegiatan pemeliharaan ikan, dalam hal ini laju pertumbuhan spesifik dan tingkat kelangsungan hidup yaitu terjaganya parameter kualitas air pemeliharaan ikan. Jika parameter kualitas 18

11 air pemeliharaan tidak mendukung ikan yang dipelihara maka dapat dikatakan kegiatan tersebut jauh dari berhasil. Pertumbuhan bobot dan panjang ikan nila terus bertambah seiring lama pemeliharaan. Hasil dari perhitungan laju pertumbuhan spesifik menunjukkan bahwa persentase laju pertumbuhan spesifik bobot tertinggi terdapat pada perlakuan batu apung yaitu sebesar 4,05±0,13. Sedangkan laju pertumbuhan bobot spesifik terendah terdapat pada perlakuan batu karang yaitu sebesar 3,94±0,09. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa perbedaan batu pada undergravel filter tidak berpengaruh secara nyata pada pertumbuhan bobot ikan nila (P>0,05) (Lampiran 6). Hasil analisa ragam menunjukkan bahwa pada ketiga perlakuan perbedaan penggunaan batu pada undergravel filter tidak berbeda nyata satu sama lain. Kelangsungan hidup ikan menentukan banyaknya jumlah ikan yang dipanen. Dari hasil perhitungan tingkat kelangsungan hidup ikan nila pada tiap perlakuan menunjukkan bahwa tingkat kelangsungan hidup tertinggi terdapat pada perlakuan penggunaan batu apung sebagai filter yaitu sebesar 85,56±4,01. Sedangkan tingkat kelangsungan hidup terendah terdapat pada perlakuan penggunaan batu split sebagai filter yaitu sebesar 77,41±4,62. Namun dari hasil analisa ragam menunjukkan bahwa tidak terjadi perbedaan yang nyata antara ketiga perlakuan. 19

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Berikut ini adalah hasil penelitian dari perlakuan perbedaan substrat menggunakan sistem filter undergravel yang meliputi hasil pengukuran parameter kualitas air dan

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil Berdasarkan hasil yang diperoleh dari kepadatan 5 kijing, persentase penurunan total nitrogen air di akhir perlakuan sebesar 57%, sedangkan untuk kepadatan 10 kijing

Lebih terperinci

Gambar 4. Kelangsungan Hidup Nilem tiap Perlakuan

Gambar 4. Kelangsungan Hidup Nilem tiap Perlakuan Kelangsugan Hidup (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kelangsungan Hidup Nilem Pada penelitian yang dilakukan selama 30 hari pemeliharaan, terjadi kematian 2 ekor ikan dari total 225 ekor ikan yang digunakan.

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Hasil dari penelitian yang dilakukan berupa parameter yang diamati seperti kelangsungan hidup, laju pertumbuhan bobot harian, pertumbuhan panjang mutlak, koefisien keragaman

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Kadar Oksigen Terlarut Hasil pengukuran konsentrasi oksigen terlarut pada kolam pemeliharaan ikan nila Oreochromis sp dapat dilihat pada Gambar 2. Dari gambar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Gurami ( Osphronemus gouramy ) adalah salah satu ikan air tawar bernilai

I. PENDAHULUAN. Gurami ( Osphronemus gouramy ) adalah salah satu ikan air tawar bernilai I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gurami ( Osphronemus gouramy ) adalah salah satu ikan air tawar bernilai ekonomis tinggi dan merupakan spesies asli Indonesia. Konsumsi ikan gurami (Osphronemus gouramy)

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. yang sering diamati antara lain suhu, kecerahan, ph, DO, CO 2, alkalinitas, kesadahan,

PENDAHULUAN. yang sering diamati antara lain suhu, kecerahan, ph, DO, CO 2, alkalinitas, kesadahan, 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kualitas air memegang peranan penting dalam bidang perikanan terutama untuk kegiatan budidaya serta dalam produktifitas hewan akuatik. Parameter kualitas air yang sering

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kualitas Air Kualitas hidup ikan akan sangat bergantung dari keadaan lingkunganya. Kualitas air yang baik dapat menunjang pertumbuhan, perkembangan, dan kelangsungan hidup

Lebih terperinci

Bab V Hasil dan Pembahasan

Bab V Hasil dan Pembahasan biodegradable) menjadi CO 2 dan H 2 O. Pada prosedur penentuan COD, oksigen yang dikonsumsi setara dengan jumlah dikromat yang digunakan untuk mengoksidasi air sampel (Boyd, 1988 dalam Effendi, 2003).

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3 Data perubahan parameter kualitas air

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3 Data perubahan parameter kualitas air 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Kualitas Air Kualitas air merupakan faktor kelayakan suatu perairan untuk menunjang kehidupan dan pertumbuhan organisme akuatik yang nilainya ditentukan dalam kisaran

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pertumbuhan Mikroalga Laut Scenedesmus sp. Hasil pengamatan pengaruh kelimpahan sel Scenedesmus sp. terhadap limbah industri dengan dua pelakuan yang berbeda yaitu menggunakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sistem resirkulasi merupakan sistem yang memanfaatkan kembali air yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sistem resirkulasi merupakan sistem yang memanfaatkan kembali air yang 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Resirkulasi Sistem resirkulasi merupakan sistem yang memanfaatkan kembali air yang sudah digunakan dengan cara memutar air secara terus-menerus melalui perantara sebuah

Lebih terperinci

Bab V Hasil dan Pembahasan. Gambar V.10 Konsentrasi Nitrat Pada Setiap Kedalaman

Bab V Hasil dan Pembahasan. Gambar V.10 Konsentrasi Nitrat Pada Setiap Kedalaman Gambar V.10 Konsentrasi Nitrat Pada Setiap Kedalaman Dekomposisi material organik akan menyerap oksigen sehingga proses nitrifikasi akan berlangsung lambat atau bahkan terhenti. Hal ini ditunjukkan dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan dalam sistem budidaya dapat dipengaruhi oleh kualitas air, salah

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan dalam sistem budidaya dapat dipengaruhi oleh kualitas air, salah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan dalam sistem budidaya dapat dipengaruhi oleh kualitas air, salah satu unsur yang dapat mempengaruhi kualitas air yakni unsur karbon (Benefield et al., 1982).

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Pertumbuhan beberapa tanaman air Pertumbuhan adalah perubahan dimensi (panjang, berat, volume, jumlah, dan ukuran) dalam satuan waktu baik individu maupun komunitas.

Lebih terperinci

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Plankton. Ima Yudha Perwira, SPi, Mp

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Plankton. Ima Yudha Perwira, SPi, Mp Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Plankton Ima Yudha Perwira, SPi, Mp Suhu Tinggi rendahnya suhu suatu badan perairan sangat mempengaruhi kehidupan plankton. Semakin tinggi suhu meningkatkan kebutuhan

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Total Amonia Nitrogen (TAN) Konsentrasi total amonia nitrogen (TAN) diukur setiap 48 jam dari jam ke-0 hingga jam ke-120. Peningkatan konsentrasi TAN terjadi pada

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Fisika Kimia Air Parameter fisika kimia air yang diamati pada penelitian ini adalah ph, CO 2, NH 3, DO (dissolved oxygen), kesadahan, alkalinitas, dan suhu. Pengukuran

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dari hasil pengukuran terhadap beberapa parameter kualitas pada

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dari hasil pengukuran terhadap beberapa parameter kualitas pada IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Kualitas Air Dari hasil pengukuran terhadap beberapa parameter kualitas pada masingmasing perlakuan selama penelitian adalah seperti terlihat pada Tabel 1 Tabel 1 Kualitas Air

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kelangsungan Hidup (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelangsungan Hidup (SR) Kelangsungan hidup merupakan suatu perbandingan antara jumlah organisme yang hidup diakhir penelitian dengan jumlah organisme

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. tidak dimiliki oleh sektor lain seperti pertanian. Tidaklah mengherankan jika kemudian

TINJAUAN PUSTAKA. tidak dimiliki oleh sektor lain seperti pertanian. Tidaklah mengherankan jika kemudian TINJAUAN PUSTAKA Ikan Patin Sektor perikanan memang unik beberapa karakter yang melekat di dalamnya tidak dimiliki oleh sektor lain seperti pertanian. Tidaklah mengherankan jika kemudian penanganan masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan jumlah penduduk dan pesatnya pembangunan menyebabkan sumber air bersih berkurang, khususnya di daerah perkotaan. Saat ini air bersih menjadi barang yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Padat Tebar (ekor/liter)

HASIL DAN PEMBAHASAN Padat Tebar (ekor/liter) 9 III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Berikut adalah hasil dari perlakuan padat tebar yang dilakukan dalam penelitian yang terdiri dari parameter biologi, parameter kualitas air dan parameter ekonomi.

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil 3.1.1. Tingkat Kelangsungan Hidup (SR) Benih Ikan Lele Rata-rata tingkat kelangsungan hidup (SR) tertinggi dicapai oleh perlakuan naungan plastik transparan sebesar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan budidaya perikanan (akuakultur) saat ini telah berkembang tetapi

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan budidaya perikanan (akuakultur) saat ini telah berkembang tetapi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan budidaya perikanan (akuakultur) saat ini telah berkembang tetapi terdapat kendala yang dapat menurunkan produksi berupa kematian budidaya ikan yang disebabkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelangsungan Hidup Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelangsungan hidup dari setiap perlakuan memberikan hasil yang berbeda-beda. Tingkat kelangsungan hidup yang paling

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini, data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel dan grafik. Penyajian grafik dilakukan berdasarkan variabel konsentrasi terhadap kedalaman dan disajikan untuk

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kultur Chaetoceros sp. dilakukan skala laboratorium dengan kondisi

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kultur Chaetoceros sp. dilakukan skala laboratorium dengan kondisi 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pertumbuhan Chaetoceros sp. Kultur Chaetoceros sp. dilakukan skala laboratorium dengan kondisi parameter kualitas air terkontrol (Lampiran 4). Selama kultur berlangsung suhu

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 21 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Kualitas Air Kualitas air merupakan parameter lingkungan yang memegang peranan penting dalam kelangsungan suatu kegiatan budidaya. Parameter kualitas air yang

Lebih terperinci

IV. HASIL DA PEMBAHASA

IV. HASIL DA PEMBAHASA IV. HASIL DA PEMBAHASA 4.1 Hasil 4.1.1 Pertumbuhan 4.1.1.1 Bobot Bobot rata-rata ikan patin pada akhir pemeliharaan cenderung bertambah pada setiap perlakuan dan berkisar antara 6,52±0,53 8,41±0,40 gram

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 27 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Distribusi Vertikal Oksigen Terlarut Oksigen terlarut merupakan salah satu faktor pembatas bagi sumberdaya suatu perairan karena akan berpengaruh secara langsung pada kehidupan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Laju Pertumbuhan Mutlak Nila Gift Laju pertumbuhan rata-rata panjang dan berat mutlak ikan Nila Gift yang dipelihara selama 40 hari, dengan menggunakan tiga perlakuan yakni

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN.1 PENELITIAN PENDAHULUAN Penelitian pendahuluan dilakukan untuk menentukan titik kritis pengenceran limbah dan kondisi mulai mampu beradaptasi hidup pada limbah cair tahu. Limbah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tingkat Kelangsungan Hidup Kelangsungan hidup dapat digunakan sebagai tolok ukur untuk mengetahui toleransi dan kemampuan ikan untuk hidup dan dinyatakan sebagai perbandingan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Laju Pertumbuhan Spesifik Benih Ikan Mas (SGR)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Laju Pertumbuhan Spesifik Benih Ikan Mas (SGR) IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Laju Pertumbuhan Spesifik Benih Ikan Mas (SGR) Perubahan bobot ikan selama masa pemeliharaan diukur dan dicatat untuk mendapatkan data mengenai laju pertumbuhan

Lebih terperinci

EFEKTIFITAS SISTEM AKUAPONIK DALAM MEREDUKSI KONSENTRASI AMONIA PADA SISTEM BUDIDAYA IKAN ABSTRAK

EFEKTIFITAS SISTEM AKUAPONIK DALAM MEREDUKSI KONSENTRASI AMONIA PADA SISTEM BUDIDAYA IKAN ABSTRAK e-jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan Volume III No 1 Oktober 2014 ISSN: 2302-3600 EFEKTIFITAS SISTEM AKUAPONIK DALAM MEREDUKSI KONSENTRASI AMONIA PADA SISTEM BUDIDAYA IKAN Riska Emilia Sartika

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Derajat Kelangsungan Hidup Derajat kelangsungan hidup atau survival rate (SR) benih ikan patin yang dipelihara dengan masa pemeliharaan 30 hari memiliki hasil

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelangsungan Hidup Ikan Nila Nirwana Selama Masa Pemeliharaan Perlakuan Kelangsungan Hidup (%)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelangsungan Hidup Ikan Nila Nirwana Selama Masa Pemeliharaan Perlakuan Kelangsungan Hidup (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kelangsungan Hidup Berdasarkan hasil pengamatan dari penelitian yang dilakukan selama 30 hari, diperoleh bahwa pengaruh salinitas terhadap kelangsungan hidup benih nila

Lebih terperinci

Konsentrasi (mg/l) Titik Sampling 1 (4 April 2007) Sampling 2 (3 Mei 2007) Sampling

Konsentrasi (mg/l) Titik Sampling 1 (4 April 2007) Sampling 2 (3 Mei 2007) Sampling Tabel V.9 Konsentrasi Seng Pada Setiap Titik Sampling dan Kedalaman Konsentrasi (mg/l) Titik Sampling 1 (4 April 2007) Sampling 2 (3 Mei 2007) Sampling A B C A B C 1 0,062 0,062 0,051 0,076 0,030 0,048

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Dari penelitian ini, didapatkan data sebagai berikut: daya listrik, kualitas air (DO, suhu, ph, NH 3, CO 2, dan salinitas), oxygen transfer rate (OTR), dan efektivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan lele sangkuriang (Clarias gariepinus) merupakan ikan lele hasil persilangan antara induk betina F 2 dengan induk jantan F 6 sehingga menghasilkan F 26. Induk jantan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelangsungan Hidup Berdasarkan hasil pengamatan selama 40 hari massa pemeliharaan terhadap benih ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) diketahui rata-rata tingkat kelangsungan

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Laju Pertumbuhan Bobot Harian Bobot benih ikan nila hibrid dari setiap perlakuan yang dipelihara selama 28 hari meningkat setiap minggunya. Bobot akhir benih ikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Budidaya ikan lele merupakan salah satu jenis usaha budidaya perikanan yang semakin berkembang. Budidaya lele berkembang pesat dikarenakan teknologi budidaya yang relatif

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Produktivitas Primer Fitoplankton Berdasarkan hasil penelitian di Situ Cileunca didapatkan nilai rata-rata produktivitas primer (PP) fitoplankton pada Tabel 6. Nilai PP

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan lele (Clarias gariepinus) merupakan salah satu komoditas perikanan air tawar yang banyak dibudidayakan di Indonesia karena permintaannya terus meningkat setiap

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 15 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Berikut adalah hasil dari perlakuan ketinggian air yang dilakukan dalam penelitian yang terdiri dari beberapa parameter uji (Tabel 5). Tabel 5. Pengaruh perlakuan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Udang putih (Litopenaeus vannamei) merupakan salah satu komoditas

I. PENDAHULUAN. Udang putih (Litopenaeus vannamei) merupakan salah satu komoditas I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Udang putih (Litopenaeus vannamei) merupakan salah satu komoditas perikanan laut Indonesia yang memiliki nilai ekonomi tinggi baik di pasar domestik maupun global. 77%

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Laju Pertumbuhan Spesifik (Specific Growth Rate) Selama 40 hari masa pemeliharaan nilem terjadi peningkatan bobot dari 2,24 ± 0,65 g menjadi 6,31 ± 3,23 g. Laju

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Budidaya ikan hias dapat memberikan beberapa keuntungan bagi pembudidaya antara lain budidaya ikan hias dapat dilakukan di lahan yang sempit seperti akuarium atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sumber daya alam yang sangat dibutuhkan oleh semua makhluk hidup, oleh karena itu kualitas air perlu dipertahankan sesuai dengan peruntukannya, khususnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perikanan. Bagi biota air, air berfungsi sebagai media baik internal maupun

I. PENDAHULUAN. perikanan. Bagi biota air, air berfungsi sebagai media baik internal maupun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Air merupakan kebutuhan pokok dalam pengembangan industri budidaya perikanan. Bagi biota air, air berfungsi sebagai media baik internal maupun eksternal. Sebagai media

Lebih terperinci

BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil Penelitian 5.1.1. Pertumbuhan Bobot dan Panjang Ikan Selais (Ompok hypophthalmus) Setelah 112 hari pemeliharaan benih ikan selais (Ompok hypophthalmus) didapatkan

Lebih terperinci

PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK

PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK 1. Siklus Nitrogen Nitrogen merupakan limiting factor yang harus diperhatikan dalam suatu ekosistem perairan. Nitrgen di perairan terdapat

Lebih terperinci

Tingkat Kelangsungan Hidup

Tingkat Kelangsungan Hidup BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tingkat Kelangsungan Hidup Tingkat kelangsungan hidup merupakan suatu nilai perbandingan antara jumlah organisme yang hidup di akhir pemeliharaan dengan jumlah organisme

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Akuakultur Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Padjadjaran, Jatinangor Sumedang, Jawa Barat. Penelitian

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada 2 Oktober sampai 10 November 2014,

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada 2 Oktober sampai 10 November 2014, III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada 2 Oktober sampai 10 November 2014, bertempat di Laboratorium Budidaya Perikanan, Jurusan Budidaya Perairan Universitas

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 20 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Isolasi Bakteri Penitrifikasi Sumber isolat yang digunakan dalam penelitian ini berupa sampel tanah yang berada di sekitar kandang ternak dengan jenis ternak berupa sapi,

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Hatchery Ciparanje Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran pada bulan April sampai Mei 2013. Tahapan yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Variasi Konsentrasi Limbah Terhadap Kualitas Fisik dan Kimia Air Limbah Tahu

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Variasi Konsentrasi Limbah Terhadap Kualitas Fisik dan Kimia Air Limbah Tahu BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Variasi Konsentrasi Limbah Terhadap Kualitas Fisik dan Kimia Air Limbah Tahu Berdasarkan analisis ANAVA (α=0.05) terhadap Hubungan antara kualitas fisik dan kimia

Lebih terperinci

REDUKSI AMONIA PADA SISTEM RESIRKULASI DENGAN PENGUNAAN FILTER YANG BERBEDA. Fitri Norjanna *, Eko Efendi, Qadar Hasani ABSTRAK

REDUKSI AMONIA PADA SISTEM RESIRKULASI DENGAN PENGUNAAN FILTER YANG BERBEDA. Fitri Norjanna *, Eko Efendi, Qadar Hasani ABSTRAK e-jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan Volume IV No 1 Oktober 2015 ISSN: 2302-3600 REDUKSI AMONIA PADA SISTEM RESIRKULASI DENGAN PENGUNAAN FILTER YANG BERBEDA Fitri Norjanna *, Eko Efendi, Qadar

Lebih terperinci

PENGARUH FREKUENSI PEMBERIAN PAKAN TERHADAP PRODUKSI PEMBESARAN IKAN MAS (Cyprinus carpio) DI KERAMBA JARING APUNG WADUK CIRATA

PENGARUH FREKUENSI PEMBERIAN PAKAN TERHADAP PRODUKSI PEMBESARAN IKAN MAS (Cyprinus carpio) DI KERAMBA JARING APUNG WADUK CIRATA 825 Pengaruh frekuensi pemberian pakan terhadap... (Moch. Nurdin) PENGARUH FREKUENSI PEMBERIAN PAKAN TERHADAP PRODUKSI PEMBESARAN IKAN MAS (Cyprinus carpio) DI KERAMBA JARING APUNG WADUK CIRATA Mochamad

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Lukman (2005) Recirculation Aquaculture System merupakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Lukman (2005) Recirculation Aquaculture System merupakan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem Resirkulasi Menurut Lukman (2005) Recirculation Aquaculture System merupakan teknik budidaya yang menggunakan teknik akuakultur dengan kepadatan tinggi di dalam ruang tertutup

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tingkat Kecerahan Warna Timbulnya warna ikan secara alami disebabkan tersedianya karotenoid dari makanan alami (Simpson et al. 1981 dalam Utomo dkk 2006), sedangkan sumber

Lebih terperinci

Gambar 2. Grafik Pertumbuhan benih ikan Tagih

Gambar 2. Grafik Pertumbuhan benih ikan Tagih BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Laju Pertumbuhan Laju pertumbuhan merupakan penambahan jumlah bobot ataupun panjang ikan dalam periode waktu tertentu. Pertumbuhan terkait dengan faktor luar dan dalam

Lebih terperinci

Ima Yudha Perwira, S.Pi, MP, M.Sc (Aquatic)

Ima Yudha Perwira, S.Pi, MP, M.Sc (Aquatic) PENGELOLAAN KUALITAS AIR DALAM KEGIATAN PEMBENIHAN IKAN DAN UDANG Ima Yudha Perwira, S.Pi, MP, M.Sc (Aquatic) DISSOLVED OXYGEN (DO) Oksigen terlarut ( DO ) adalah jumlah oksigen terlarut dalam air yang

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1. Kualitas Warna Perubahan warna ikan maskoki menjadi jingga-merah terdapat pada perlakuan lama pemberian pakan berkarotenoid 1, 2 dan 4 hari yaitu sebanyak 11,

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis IV. HASIL DA PEMBAHASA A. Penelitian Pendahuluan 1. Analisis Karakteristik Bahan Baku Kompos Nilai C/N bahan organik merupakan faktor yang penting dalam pengomposan. Aktivitas mikroorganisme dipertinggi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Derajat Kelangsungan Hidup (SR) Perlakuan Perendaman (%)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Derajat Kelangsungan Hidup (SR) Perlakuan Perendaman (%) IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Hasil yang diperoleh pada penelitian ini meliputi persentase jenis kelamin jantan rata-rata, derajat kelangsungan hidup (SR) rata-rata setelah perlakuan perendaman dan

Lebih terperinci

KUALITAS AIR DAN KELANGSUNGAN HIDUP UDANG KETAK (Harpiosquilla raphidea) YANG DIPELIHARA PADA WADAH MENGGUNAKAN SUBSTRAT DAN TANPA SUBSTRAT

KUALITAS AIR DAN KELANGSUNGAN HIDUP UDANG KETAK (Harpiosquilla raphidea) YANG DIPELIHARA PADA WADAH MENGGUNAKAN SUBSTRAT DAN TANPA SUBSTRAT KUALITAS AIR DAN KELANGSUNGAN HIDUP UDANG KETAK (Harpiosquilla raphidea) YANG DIPELIHARA PADA WADAH MENGGUNAKAN SUBSTRAT DAN TANPA SUBSTRAT M. Yusuf Arifin 1*, M. Sugihartono 1 1 Program Studi Budidaya

Lebih terperinci

Gambar 4. Grafik Peningkatan Bobot Rata-rata Benih Ikan Lele Sangkuriang

Gambar 4. Grafik Peningkatan Bobot Rata-rata Benih Ikan Lele Sangkuriang Bobot ikan (g) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Laju Pertumbuhan Pertumbuhan merupakan penambahan jumlah bobot ataupun panjang ikan dalam satu periode waktu tertentu. Pertumbuhan dapat diartikan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. Akuakultur merupakan sektor yang berkembang dengan pesat. Pada tahun

BAB I PENDAHULUAN UKDW. Akuakultur merupakan sektor yang berkembang dengan pesat. Pada tahun 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Akuakultur merupakan sektor yang berkembang dengan pesat. Pada tahun 1990, akuakultur hanya mampu menyumbang 13% total produksi ikan dunia, namun pada tahun 2010,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kadar Hematokrit Ikan Hematokrit adalah persentase sel darah merah dalam darah, bila kadar hematokrit 40% berarti dalam darah tersebut terdiri dari 40% sel darah merah dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Tingkat Kelangsungan Hidup Benih Ikan Patin Siam

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Tingkat Kelangsungan Hidup Benih Ikan Patin Siam BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Tingkat Kelangsungan Hidup Benih Ikan Patin Siam Jumlah rata rata benih ikan patin siam sebelum dan sesudah penelitian dengan tiga perlakuan yakni perlakuan A kepadatan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sungai merupakan suatu bentuk ekosistem akuatik yang mempunyai

TINJAUAN PUSTAKA. Sungai merupakan suatu bentuk ekosistem akuatik yang mempunyai TINJAUAN PUSTAKA Sungai Sungai merupakan suatu bentuk ekosistem akuatik yang mempunyai peranan penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air (catchment area) bagi daerah disekitarnya,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pertumbuhan Ikan Lele Sangkuriang 4.1.1 Pertambahan Bobot Lele Sangkuriang Selama penelitian, bobot dan panjang benih lele sangkuriang mengalami peningkatan untuk setiap

Lebih terperinci

PENGARUH KUALITAS AIR TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN NILA (Oreochromis sp.) DI KOLAM BETON DAN TERPAL

PENGARUH KUALITAS AIR TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN NILA (Oreochromis sp.) DI KOLAM BETON DAN TERPAL PENGARUH KUALITAS AIR TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN NILA (Oreochromis sp.) DI KOLAM BETON DAN TERPAL FAISOL MAS UD Dosen Fakultas Perikanan Program Studi Manajemen Sumber Daya Perairan Universitas Islam Lamongan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN . HASIL DAN PEMBAHASAN.. Hasil Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah pola distribusi vertikal oksigen terlarut, fluktuasi harian oksigen terlarut, produksi primer, rincian oksigen terlarut, produksi

Lebih terperinci

Lampiran 1. Analisis pengaruh peningkatan kepadatan terhadap tingkat kelangsungan hidup (survival rate) benih ikan nilem

Lampiran 1. Analisis pengaruh peningkatan kepadatan terhadap tingkat kelangsungan hidup (survival rate) benih ikan nilem LAMPIRAN 32 Lampiran 1. Analisis pengaruh peningkatan kepadatan terhadap tingkat kelangsungan hidup (survival rate) benih ikan nilem Sumber Keragaman JK DB KT F-hit Sig. Perlakuan 5,662 2 2,831 1,469 0,302

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif seperti hewan. Inti

TINJAUAN PUSTAKA. memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif seperti hewan. Inti II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Biologi Tetraselmis sp. Tetraselmis sp. merupakan alga bersel tunggal, berbentuk oval elips dan memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Benih ikan mas (Cyprinus carpio) tergolong ikan ekonomis penting karena ikan ini sangat dibutuhkan masyarakat dan hingga kini masih belum dapat dipenuhi oleh produsen

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Ikan Nila Merah Nila merah (Oreochromis niloticus) didatangkan ke Indonesia awal tahun 1981 oleh Balai Penelitian Perikanan Air Tawar (Santoso 2000).

Lebih terperinci

BAB 4. METODE PENELITIAN

BAB 4. METODE PENELITIAN BAB 4. METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama sembilan bulan dari bulan Maret sampai September 2014 di Laboratorium UPT Kolam Pembenihan, Fakultas Perikanan dan Ilmu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK LIMBAH CAIR Limbah cair tepung agar-agar yang digunakan dalam penelitian ini adalah limbah cair pada pabrik pengolahan rumput laut menjadi tepung agaragar di PT.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komposisi dan Kelimpahan Plankton Hasil identifikasi plankton sampai tingkat genus pada tambak udang Cibalong disajikankan pada Tabel 1. Hasil identifikasi komunitas plankton

Lebih terperinci

INFLUENCES OF Azolla sp. DENSITY TO WATER QUALITY PARAMETERS AND GROWTH OF AFRICAN CATFISH (Clarias gariepinus) IN WATER CLOSED SYSTEM ABSTRACT

INFLUENCES OF Azolla sp. DENSITY TO WATER QUALITY PARAMETERS AND GROWTH OF AFRICAN CATFISH (Clarias gariepinus) IN WATER CLOSED SYSTEM ABSTRACT e-jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan Volume I No 1 Oktober 2 ISSN: 232-3 PENGARUH KEPADATAN Azolla sp. YANG BERBEDA TERHADAP KUALITAS AIR DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN LELE DUMBO (Clarias gariepinus)

Lebih terperinci

Gambar 5. Grafik Pertambahan Bobot Rata-rata Benih Lele Dumbo pada Setiap Periode Pengamatan

Gambar 5. Grafik Pertambahan Bobot Rata-rata Benih Lele Dumbo pada Setiap Periode Pengamatan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Laju Pertumbuhan Harian Laju Pertumbuhan adalah perubahan bentuk akibat pertambahan panjang, berat, dan volume dalam periode tertentu (Effendi, 1997). Berdasarkan hasil

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Pengaruh kosentrasi limbah terhadap gerakan insang Moina sp Setelah dilakukan penelitian tentang gerakan insang dan laju pertumbuhan populasi Moina sp dalam berbagai kosentrasi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pencemaran Perairan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pencemaran Perairan 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pencemaran Perairan Menurut Odum (1971), pencemaran adalah perubahan sifat fisik, kimia dan biologi yang tidak dikehendaki pada udara, tanah dan air. Sedangkan menurut Saeni

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. Denpasar dengan kondisi awal lumpur berwarna hitam pekat dan sangat berbau. Air

BAB VI PEMBAHASAN. Denpasar dengan kondisi awal lumpur berwarna hitam pekat dan sangat berbau. Air BAB VI PEMBAHASAN 6.1 Pembibitan (Seeding) Lumpur Aktif Pembibitan (seeding) lumpur aktif dilakukan dengan mengambil sedimen lumpur dari tiga sumber (lokasi). Sumber lumpur pertama adalah IPAL Suwung Denpasar

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang mengkombinasikan pemeliharaan ikan dengan tanaman (Widyastuti, et.al.,2008).

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang mengkombinasikan pemeliharaan ikan dengan tanaman (Widyastuti, et.al.,2008). 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Akuaponik Akuaponik merupakan jawaban dari efisiensi air dan penghematan lahan budidaya yang mengkombinasikan pemeliharaan ikan dengan tanaman (Widyastuti, et.al.,2008).

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Januari 2013 hingga Maret 2013 bertempat di Panti Pembenihan, Komplek Kolam Percobaan Ciparanje Fakultas

Lebih terperinci

3. METODE Penelitian 1: Kecernaan pakan dan kecernaan protein pada pemeliharaan ikan lele.

3. METODE Penelitian 1: Kecernaan pakan dan kecernaan protein pada pemeliharaan ikan lele. 17 3. METODE Rangkaian penelitian ini terdiri dari empat tahap penelitian. Seluruh kegiatan dilakukan dalam kurun waktu tahun 2009 sampai dengan 2011 di Balai Penelitian Pemuliaan Ikan (d/h Loka Riset

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Pertumbuhan Biomassa Cacing Sutra Pola perkembangan biomassa cacing sutra relatif sama, yaitu biomassa cacing meningkat sejalan dengan masa pemeliharaan membentuk

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PEMIJAHAN, PENETASAN TELUR DAN PERAWATAN LARVA Pemijahan merupakan proses perkawinan antara induk jantan dengan induk betina. Pembuahan ikan dilakukan di luar tubuh. Masing-masing

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. banyak disukai konsumen karena rasanya yang lezat dan gurih, sedangkan oleh para

II. TINJAUAN PUSTAKA. banyak disukai konsumen karena rasanya yang lezat dan gurih, sedangkan oleh para II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gurami (Osphronemus gouramy ) Ikan Gurami merupakan salah satu komoditi perikanan air tawar yang banyak diminati oleh masyarakat, baik konsumen maupun para pembudidaya. Ikan Gurami

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Fisika Kimia Perairan Lokasi budidaya rumput laut diketahui memiliki dasar perairan berupa substrat pasir dengan serpihan karang mati. Direktorat Jendral Perikanan Budidaya

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengamatan terhadap ikan didapatkan suatu parameter pertumbuhan dan kelangsungan hidup berupa laju pertumbuhan spesifik, pertumbuhan panjang mutlak dan derajat kelangsungan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Grafik pertumbuhan benih C. macropomum yang dihasilkan selama 40 hari

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Grafik pertumbuhan benih C. macropomum yang dihasilkan selama 40 hari IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1 Pertumbuhan benih C. macropomum Grafik pertumbuhan benih C. macropomum yang dihasilkan selama 40 hari pemeliharaan disajikan pada Gambar 3. Gambar 3. Pertumbuhan C.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. dibicarakan karena mengancam masa depan dari kehidupan di bumi

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. dibicarakan karena mengancam masa depan dari kehidupan di bumi BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Perubahan iklim dewasa ini menjadi isu yang paling hangat dibicarakan karena mengancam masa depan dari kehidupan di bumi termasuk manusia. Pelepasan gas-gas yang disebabkan

Lebih terperinci