HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Akumulasi Logam Berat Pb Konsentrasi awal logam berat di air pada awal perlakuan yang terukur dengan menggunakan spektrofotometer serapan atom (AAS) yaitu sebesar 2.36 mg/l. Tabel 3 Pengaruh pemberian Pb dalam air terhadap peningkatan konsentrasi Pb dalam daging dan beberapa peubah pertumbuhan ikan. Pengamatan Rata-rata Konsentrasi Pb dalam daging(mg/kg) Rata-rata Kelangsungan Hidup (%) Rata-rata pertumbuhan bobot tubuh ikan (gr) Laju pertumbuhan bobot rerata harian (%) Pengamatan Minggu Ke - Nilai Awal < ±0.69 1,73 ± ,98±0.63 4,54 ± ± 9.67± ± ± ± ± ± ± ±0.42 Berdasarkan Tabel 3 dapat dibuat grafik konsentrasi rata-rata logam berat Pb dalam daging ikan selama proses akumulasi pada media percobaan. Grafik ini disajikan pada gambar 2 Gambar 2 Grafik jumlah Pb yang terkonsentrasi pada daging ikan selama proses akumulasi pada media air yang mengandung logam berat. 43

2 Dari Tabel 3 dan Gambar 2 terlihat adanya peningkatan terhadap konsentari Pb dalam daging ikan dengan semakin bertambahnya waktu pemeliharaan. Peningkatan yang diperoleh diakibatkan karena adanya pemberian logam berat Pb dalam air sebagai media pemeliharaan dan seiring bertambahnya waktu pemeliharaan. Dari hasil pengukuran kosentarsi Pb dalam daging bahwa laju akumulasi konsentrasi Pb dalam daging relatif cepat dan mengalami peningkatan setiap minggu selama empat minggu. pada minggu ke-1 konsentrasi Pb dalam daging ikan mencapai 0,96 mg/kg, pada minggu ke-2 yaitu 1,73 mg/kg, minggu ke-3 2,98 mg/kg sedangkan pada minggu ke-4 mencapai 4,54 mg/kg. Rata-rata tingkat akumulasi logam berat pada pengamatan memberikan respon kuadratik terhadap konsentrasi logam berat dalam air (gambar 2) dengan persamaan : Y= 0.197X X ; R 2 = Selama tahap akumulasi bobot tubuh ikan mengalami peningkatan dari minggu pertama hingga minggu ke-empat. Pada minggu pertama kenaikan bobot tubuh ikan mencapai 9.67 gr dengan rata-rata pertumbuhan harian 0,76%. Sedangkan pada minggu ke-4 pertambahan bobot tubuh ikan hingga mencapai gr dengan rata-rata pertumbuhan harian 0,96%. Adanya paparan timbal selama pemeliharaan tidak mempengaruhi tingkat pertumbuhan ikan nila terhadap penambahan berat bobot tubuh. Hal ini terjadi karena efesiensi ikan dalam pemanfaatan pakan tidak terganggu dan tidak menyebabkan terganggunya sistem metabolisme tubuh ikan nila merah, sehingga energi dari pakan dapat digunakan secara optimal untuk pertumbuhan. Pemeliharaan ikan pada perlakuan ini menunjukan laju pertumbuhan dan kelangsungan hidup yang cukup baik. Hasil yang terlihat pada tabel diatas menunjukan bahwa pada minggu ke-1 sampai minggu ke-3 kelangsungan hidup ikan masih mencapai 100% sedangkan pada minggu ke-4 pemeliharaan ikan nila, mengalami kematian sebesar 5% yang diduga karena efek toksitas logam berat Pb dalam tubuh ikan dimana peningkatan akumulasi Pb di beberapa organ ikan, menyebabkan terganggunya sistem metabolisme tubuh ikan nila. 44

3 Depurasi Logam Berat Pb dengan Air Bersalinitas Hasil konsentrasi Pb dalam daging ikan nila setelah proses depurasi secara umum mengalami penurunan yang disebabkan oleh perlakuan salinitas. Tabel 4 Rata-rata konsentrasi Pb dalam daging ikan nila pada salinitas dan waktu pengamatan yang berebda. Salinitas Media (ppt) Konsentrasi Pb dalam daging ikan (mg/kg) 0 jam 60 jam 120 jam 0 4,54±0.12 a 2,76±0.09 a 1,84±0.06 a 5 4,52±0.25 a 2,64±0.64 a 0,27±0.05 b 10 4,53±0.25 a 0,99±0.33 b 0,14±0.13 bc 15 4,50±0.24 a 0,58±0.42 bc 0,12±0.23 bc 20 4,47±0.76 a 0,46±0.55 c 0.05±0.14 c Nilai ditunjukan sebagai rata-rata±standar deviasi dengan pengujian tiga kali ulangan. Huruf yang berbeda dalam satu baris menunjukan berbeda nyata (P> 0.05). Berdasarkan Tabel 4 dapat dibuat grafik konsentrasi rata-rata logam berat Pb yang tersisa di daging oleh proses depurasi pada salinitas berbeda dan waktu pengamatan yang berebda. Grafik ini disajikan pada gambar 3 0 jam 60 jam 120 jam Gambar 3 Grafik konsentrasi rata-rata logam berat Pb dalam daging ikan nila pada salinitas dan waktu pengamatan yang berebda. Pada Tabel 4 diketahui bahwa perlakuan salinitas untuk menurunkan logam berat Pb di daging ikan memiliki tingkat efektifitas yang tinggi. Perlakuan 45

4 salinitas dapat mendepurasi logam berat pada daging dengan tingkat pengeluaran hingga mencapai ± 98%. Depurasi logam berat Pb oleh masing-masing perlakuan salinitas dan waktu pengamatan saling berbeda. Berdasarkan uji statistik pada didapatkan bahwa perlakuan salinitas dan waktu pengamatan berpengaruh terhadap depurasi logam berat Pb dalam daging ikan. Hal ini dapat terlihat pada perlakuan kontrol (0 ppt) berbeda nyata dengan perlakuan salinitas. perlakuan salinitas 20 ppt lebih baik dibandingkan dengan perlakuan salinitas 5 ppt, 10 ppt dan 15 ppt dalam mendepurasi logam berat Pb dalam daging. Depurasi pada perlakuan salinitas yang semakin tinggi seiring dengan lamanya waktu pemeliharaan. Semakin lama waktu pemeliharaan ada kecenderungan bahwa semakin banyak logam berat Pb yang keluar dari daging ikan. Pada setiap waktu depurasi dengan perlakuan salinitas menunjukan bahwa laju depurasi logam berat Pb dari tubuh ikan nila menunjukan bahwa terjadi penurunan konsentrasi yang semakin cepat dengan semakin tingginya salinitas. Gambar 4 Persentase (%) konsentrasi Pb yang tersisa di daging ikan dengan salinitas yang berbeda pada akhir penelitian. Pada gambar diatas terlihat bahwa selama proses depurasi logam berat Pb pada berbagai salinitas terjadi penurunan konsentrasi Pb dalam daging ikan. Dari hasil uji statistika pada Tabel 4 menunjukan bahwa persentase konsentrasi Pb dalam daging pada perlakuan kontrol (0 ppt) lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan salinitas 5 ppt, 10 ppt, 15 ppt dan 20 ppt. Selama proses depurasi persentase konsentrasi Pb pada daging ikan yang paling rendah terdapat pada 46

5 perlakuan salinitas 20 ppt yaitu 1.21%. Hal ini menunjukan bahwa dengan semakin meningkatnya salinitas maka proses depurasi logam berat pada tubuh ikan semakin meningkat. Tingkat Konsumsi Oksigen (TKO) Pengukuran konsumsi oksigen merupakan salah satu parameter fisiologi yang baik secara tidak langsung digunakan dalam menetukan laju metabolisme yaitu dengan menentukan oksgen yang digunakan dalam proses oksidasi dalam memperoleh energi yang akan digunakan untuk mempertahankan hidup (dalam hal ini termasuk osmoregulasi) dan pertumbuhan. Kebutuhan oksigen biologi didefenisikan sebagai banyaknya oksigen yang diperlukan oleh organisme pada saat pemecahan bahan organik, pada kondisi aerobik. Pemecahan bahan organik diartikan bahwa bahan organik ini digunakan oleh organisme sebagai bahan makanan dan energinya diperoleh dari proses oksidasi. Tingkat konsumsi oksigen pada setiap perlakuan dan ulangan terdapat pada (tabel lampiran 8). Rata-rata tingkat konsumsi oksigen pada setiap perlakuan disajikan pada tabel 5 dan gambar 5 Tabel 5 Rata-rata tingkat konsumsi oksigen ikan nila pada salinitas yang berbeda Salinitas (ppt) TKO (mgo 2 /g Ikan/jam) 0,28 + 0,05 0, ,09 0,38 + 0,06 0,57 + 0,05 0,64 + 0,02 Berdasarkan Tabel 5 dapat dibuat grafik rata-rata tingkat konsumsi oksigen ikan nila pada salinitas yang berbeda. Grafik ini disajikan pada gambar 5 47

6 Gambar 5 Rata-rata tingkat konsumsi oksigen ikan nila pada salinitas yang berbeda. Tingkat konsumsi oksigen dapat dijadikan sebagai parameter untuk mengetahui laju metabolisme organisme air. Pada tabel 5 memperlihatkan bahwa tingkat konsumsi oksigen ikan nila terendah didapatkan pada salinitas 0 ppt (0,28 + 0,05 mgo 2 /g ikan/jam) dan tertinggi pada salinitas 20 ppt (0,64 + 0,02 mgo 2 /g ikan/jam). Rata-rata tingkat konsumsi oksigen pada perlakuan memberikan respon kuadratik terhadap peningkatan salinitas (gambar 5) dengan persamaan : Y = 0.011X X 0.242: R 2 = Perubahan Bobot Tubuh Ikan Tabel 6 Rata-rata pertumbuhan harian (gr) ikan nila yang dipelihara pada salinitas yang berbeda. Salinitas (ppt) Bobot Awal Perubahan Bobot Ikan (gr) 0 Jam 60 Jam 120 Jam 0 241,06± ±0.57 a 2.0 ±1.06 a 4.01 ± 0.74 a 5 242,32± ,18± ,72± ,34± ± 0.35 ab ±0.78 ab -8.92±1.15 b 1.79± 0.15 ab ±2.0 b -9.41±1.00 b 2.01±0.15 b ±1.15 bc ± 2.08 c 2.30±0.9 b ±2.03 c ±1.15 c Nilai ditunjukan sebagai rata-rata±standar deviasi dengan pengujian tiga kali ulangan. Huruf yang berbeda dalam satu baris menunjukan berbeda nyata (P>0.05). 48

7 Berdasarkan Tabel 6 dapat dibuat grafik rata-rata pertumbuhan mutlak (gr) ikan nila yang dipelihara pada salinitas dan waktu yang berbeda. Grafik ini disajikan pada gambar 6. Gambar 6 Rata-rata pertumbuhan mutlak (gr) ikan nila yang dipelihara pada salinitas yang berbeda Perbedaan perubahan bobot tubuh ikan nila antar perlakuan pada penelitian ini disebabkan oleh berbagai faktor. Salah satu faktor yang berhubungan dengan proses pertumbuhan ikan adalah penggunaan energi metabolisme. Payne et al. (1988) menyatakan bahwa beberapa faktor utama yang berhubungan dengan pengaruh salinitas terhadap perubahan bobot tubuh ikan salah satunya adalah energi metabolisme. Pada gambar terlihat bahwa pertumbuhan bobot tubuh ikan pada salinitas 0 ppt (kontrol) berbeda nyata dengan salinitas media 5 ppt, 10 ppt, 15 ppt dan 20 ppt. Pada salinitas 5 ppt tidak berbeda nyata deangan perlakuan media 10 ppt, dan berbeda nyata pada perlakuan 15 ppt dan 20 ppt. tetapi pada perlakuan salinitas 15 ppt tidak berbeda nyata pada perlakuan 20 ppt sedangkan pada perlakuan salinitas 15 ppt tidak berbeda nyata dengan perlakuan salinitas 20 ppt. Berdasarkan tabel tersebut terlihat bahwa pertumbuhan ikan pada perlakuan kontrol (0 ppt) mengalami peningkatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan pada perlakuan salinitas. Menurunnya pertumbuhan ikan disebabkan karena meningkatnya tekanan salinitas media. Menurut Syakirin (1999) ikan yang dipelihara pada 49

8 media yang mempunyai salinitas yang tinggi maka kebutuhan energi untuk melakukan osmoregulasi semakin besar sehingga dapat mempengaruhi pertumbuhan. Kadar Lemak Tubuh Ikan Komposisi kimiawi tubuh yang meliputi kadar lemak yang terkandung dalam tubuh ikan nila selama percobaan disajikan pada Tabel 7. Tabel 7 Persentase (%) kadar lemak ikan nila (O. niloticus) yang dipelihara pada salinitas yang berbeda selama percobaan Salinitas (ppt) Komposisi Lemak pada Daging Ikan (%) Berdasarkan Tabel 7 dapat dibuat grafik persentase (%) kadar lemak ikan nila (O. niloticus) yang dipelihara pada salinitas yang berbeda selam percobaan. Grafik ini disajikan pada gambar 7. Gambar 7 Persentase (%) kadar lemak ikan nila (O. niloticus) yang dipelihara pada salinitas yang berbeda. 50

9 Tabel 7 di atas menunjukan bahwa kadar lemak pada tubuh ikan nila selama percobaan bervarisi. Kandungan lemak ikan kontrol lebih tinggi dibandingkan ikan perlakuan. Rendahnya kandungan lemak pada ikan perlakuan karena meningkatnya proses osmoregulasi. Mekanisme tersebut diduga melalui optimasi pemanfaatan lemak sebagai sumber energi untuk proses osmoregulasi. Selanjutnya, penurunan kadar lemak tubuh pada ikan perlakuan diduga berkaitan dengan aktivitas enzim lipase, sesuai yang dikemukakan oleh Irawati et al. (2012), bahwa kandungan lemak yang lebih rendah dibandingkan pada kontrol diduga meningkatnya proses katabolisme dalam tubuh untuk pemanfaatan energi terhadap perubahan kondisi lingkungan. Hal ini tersebut terlihat pertumbuhan pada perlakuan salinitas yang lebih rendah dibandingkan pada ikan pada kontrol. Kadar lemak dalam tubuh ikan nila selama percobaan mengalami penurunan dengan semakin meningkatnya salinitas. Perubahan kandungan lemak dalam tubuh ikan akan mempengaruhi komposisi dan nilai asam lemak yang terkandung dalam tubuh ikan (Fitriani 2009). Kelangsungan Hidup Data kelangsungan hidup ikan nila yang diperoleh pada akhir penelitian, dapat dilihat pada tabel 8. Kelangsungan hidup tertinggi terjadi pada perlakuan 0 ppt, 5 ppt, dan 10 ppt yaitu 100% sedangkan nilai terendah terdapat pada perlakuan 20 ppt yaitu 83,3%. Kematian yang terjadi pada perlakuan 20 ppt diduga adanya kerusakan jaringan insang sehingga kemampuan insang menyerap oksigen berkurang dan ikan mengalami anemia dengan tingkat yang lebih akut. Tabel 8. Derajat kelangsungan hidup (%) ikan nila (O.niloticus) pada perlakuan salinitas yang berbeda. Salinitas (ppt) SR (%) 0 Jam 60 jam

10 Berdasarkan data yang terdapat pada Tabel 8 di atas, terlihat bahwa derajat kelangsungan hidup ikan nila tertinggi dicapai pada salinitas media 0 ppt, 5 ppt dan 10 ppt yang mencapai 100%. Sedangkan pada salinitas 15 ppt dan 20 ppt masing-masing mencapai 91.7% dan 83.3%. Hal ini disebabkan karena ikan tidak mampu lagi megimbangi perubahan kondisi lingkungan dalam hal ini perubahan salinitas yang sangat tinggi dan juga karena pengaruh efek logam berat Pb pada saat proses akumulasi. Menurut Affandi dan Tang (2002) menyatakan bahwa ikan sebagai hewan yang hidup di air mempunyai kapasitas osmoregulasi baik melalui insang maupun kulit. Terganggunya proses osmoregulasi dapat disebabkan karena insang atau kulit menjadi lebih permeabel sehingga sulit dilalui air, akibatnya pengeluaran garam dari insang menjadi terhenti dan menyebabkan gagal ginjal dan akan menyebabkan ikan mati (Bonga 1992). Hal serupa dilaporkan oleh Holiday (1969) bahwa kemampuan ikan untuk bertahan pada media bersalinitas tergantung pada kemampuan untuk mengatur cairan tubuh sehingga mampu mempertahankan tingkat tekanan osmotik yang mendekati normal. Analisis Histopathologi Gambaran histopatologi organ ikan nila ini dapat dijadikan indikasi ada atau tidak adanya efek pemaparan logam berat pada saat uji akumulasi dan pemeliharaan pada media bersalinitas. Analisa histopathologi organ insang dan ginjal ikan akan dapat menunjukkan kerusakan jaringan yang beragam, sehingga dapat dijadikan indikasi terjadinya pemaparan logam berat maupun adanya perubahan salinitas yang menyebabkan struktur sel mengalami kerusakan. Analisis Histopatologi Insang ikan Nila (O. niloticus) Dalam menganalisis suatu pencemaran dalam tubuh organisme terutama pada ikan, organ insang memiliki peranan yang penting. Insang merupakan salah satu media masuknya berbagai macam partikel tersuspensi yang ada di perairan, selain melalui kulit dan sistem pencernaan. Semakin lama paparan akan suatu bahan pencemar akan berpengaruh pada kerusakan organ insang ikan yang akan terlihat jelas melalui pengamatan histopathologi. Berdasarkan hasil analisa histopatologi terhadap organ insang, pada ikan nila terlihat adanya kelainan atau perubahan pada organ tersebut. Perubahan-perubahan yang terjadi pada organ 52

11 insang ikan nila yakni mengalami degenerasi, deformasi, nekrosis dan hypertrophy seperti yang tercantum pada Tabel 9 dan Tabel 10 serta sebagai pembanding insang ikan normal dapat dilihat pada Gambar 8. Tabel 9 Perubahan histopathologi insang ikan nila pada salinitas yang berbeda. Salinitas (ppt) Kerusakan Insang = Mineralisasi = Deformasi sel-sel lamella = Mineralisasi = Nekrosis = Degenerasi sel-sel lamella = Deformasi sel-sel lamella = Degenerasi sel-sel lamella = Nekrosis = Degenerasi sel-sel lamella = Nekrosis Keterangan Degenerasi : lamella insang yang mengalami lisis atau hancur Deformasi : susunan lamella yang tidak teratur Nekrosis : kematian sel Hypertrophi : pembesaran akibat suatu gangguan Sebagai bahan perbandingan antara organ insang ikan yang tercemar dengan organ insang ikan normal dapat dilihat pada Gambar 7. Pada organ insang yang masih normal susunan struktur dari lamella-lamella masih sangat teratur, terlihat antara lamella primer dengan lamella sekundernya, jaringan kartilago yang berisi pembuluh darah juga masih terlihat solid. Gambar 8 Histopathologi insang ikan nila kontrol (tanpa pemaparan logam berat Pb) 53

12 Tabel 10 Histopathologi organ insang ikan nila pada salinitas yang berbeda. Perlakuan Jam ke-60 Jam ke ppt 5 ppt 10 ppt 15 ppt 20 ppt 54

13 Dari Tabel 10 dan Tabel 11 tersebut dapat dilihat bahwa hampir semua insang ikan nila yang terpapar logam berat Pb pada setiap perlakuan salinitas memperlihatkan terjadinya gejala kerusakan jaringan yaitu degenerasi sel-sel lamella, mineralisasi, nekrosis dan hypertrophi. Hal ini disebabkan insang merupakan organ pertama tempat penyaringan air yang masuk ke dalam tubuh ikan, oleh karenanya jika air di suatu perairan mengandung logam berat akan memberikan dampak pada jaringan organ insang tersebut. Hal ini sesuai dengan pendapat Darmono (2002), bahwa insang sangat pekah terhadap pengaruh toksisitas logam dan akan memberikan gangguan pada fungsi normal metaloenzim dan metabolisme terhadap sel. Mineralisasi yang terdapat pada insang ikan nila secara histologi terlihat dari adanya bintik hitam, merupakan indikasi adanya suatu bahan pencemar yang masuk ke dalam insang ikan melalui media air. Bahan pencemar yang masuk dalam insang ikan diduga berasal dari kandungan logam berat Pb. Pada ikan nila yang tidak terpapar logam berat terdapat insang yang normal yaitu satu lembar insang terdiri dari beberapa lamella primer dan satu lamela primer terdiri dari beberapa lamella sekunder. Sel-sel pernapasan (insang) ikan yang sehat hanya terdiri dari dua atau tiga lapis sel epitel yang rata dan terletak di membran basal, jika lebih atau kurang maka insang tersebut dapat dikatakan abnormal. Lapisan epitel insang yang tipis dan berhubungan langsung dengan lingkungan luar menyebabkan berpeluang besar terpapar penyakit. Di antara sel-sel epitel insang terdapat sel-sel klorid. Sel-sel tersebut berbentuk bulat dan berperan penting dalam osmoregulasi. Analisis Histopathologi Ginjal Ikan Nila (O. niloticus) Histopathologi organ ginjal pada ikan nila yang dilakukan selama proses uji depurasi terlihat adanya kelainan atau perubahan pada struktur sel ginjal ikan nila tersebut. Dalam hal ini pada ginjal terjadi mineralisasi, nekrosa, infeksi dan radang limfosit. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 11 dan Tabel 12 dan sebagai pembanding ginjal ikan normal dapat dilihat pada Gambar 9. 55

14 Tabel 11 Perubahan histopathologi ginjal ikan nila Salinitas (ppt) Kerusakan Ginjal = Bintik hitam (adanya mineralisasi) = Nekrosa pada tubulus = Mineralisasi = Nekrosa pada tubulus = Mineralisasi = Sel radang (limfosit) = Mineralisasi Pendarahan = Nekrosa = Mineralisasi = Nekrosa pada tubulus Keterangan Mineralisasi : indikasi adanya bahan pencemar yang masuk ke dalam organ Nekrosa : kematian sel Pendarahan : sel yang mengalami pendarahan Sel radang limfosit : indikasi Pencemaran sudah berlangsung lama pada organ tersebut Histopathologi ginjal normal pada ikan nila tampak adanya glomerolus yang berbentuk bulat dan ada juga tubuli-tubuli serta jaringan hematopoietik. Glomerolus yang dikelilingi kapsul bowman yang terlihat seperti zona bening. Tubuli ginjal berbentuk mirip lengkungan dengan corak bergaris, corak ini karena pada bagian basal sel dari tubuli terdapat mitokondria yang berderet-deret. Sedangkan jaringan hematopoietik (pembentuk sel-sel darah merah) memiliki inti yang bulat. Gambar 9 Histopathologi ginjal ikan nila kontrol (tanpa pemaparan logam berat Pb) 56

15 Tabel 12 Histopathologi organ ginjal ikan nila pada salinitas yang berbeda. Perlakuan Jam ke-60 Jam ke ppt 5 ppt 10 ppt 15 ppt 20 ppt 57

16 Secara keseluruhan dari hasil analisa histopatologi menunjukkan bahwa ginjal ikan nila mengalami peradangan (nephritis), pendarahan (hemorage), nekrosa, gomerulus dan tubulus mengalami perusakan serta terdapat bintik-bintik hitam. Sel yang mengalami peradangan pada organ ginjal ikan nila adalah sel limfosit. Sel limfosit yang radang tersebut mengindikasikan bahwa akumulasi pada pemaparan logam berat Pb diduga akibat adanya sifat toksik dari logam Pb tersebut. Price dan Wilson (1992) dalam Permana (2009) mengatakan bahwa bila sel mengalami gangguan tapi tidak mati, maka sel-sel tersebut menunjukkan perubahan-perubahan morfologis, umumnya sel yang terlilbat adalah sel-sel aktif secara metabolik seperti pada ginjal. Pada ginjal yang mengalami nekrosis menandakan adanya sel yang mati pada bagian tersebut yang disebabkan karena berupa gangguan benda asing. Pada ginjal yang tidak terlihat lagi antara glomerulus, tubuli dan jaringan hematopoietik biasa disebut kariolisi yaitu hilangnnya bentuk inti sel sehingga tidak nampak lagi. Kualitas Air Tabel 13 Kisaran parameter kualitas air selama proses akumulasi logam Pb pada ikan nila Pengamatan Minggu ke- Parameter Kualitas Air Suhu ( o C) ph DO (mg/l) Alkalinitas (mg/l) ,6 7,2 5, ,5 7, ,5 7, , ,6-7,0 5,

17 Tabel 14 Kisaran parameter kualitas air pada selama proses depurasi logam Pb yang terakumulasi dalam tubuh ikan nila. Salinitas (ppt) Parameter Kualitas Air Suhu ( o C) ph DO (mg/l) Alkalinitas (mg/l) ,5 7, , ,8 7, , , , Pada Tabel 13 dan 14 terlihat parameter kualitas air selama pemeliharaan yang meliputi suhu ( o C), ph, oksigen terlarut (mg/l) dan alkalinitas (mg/l) masih dalam kisaran optimal bagi kelangsungan hidup ikan nila. Selama penelitian dilakukan pengamatan fisika kimia air media pemeliharaan yang meliputi suhu, DO, ph dan alkalinitas. Suhu media selama penelitian berkisar antara o C. DO yaitu berkisar antara mg/l pengukuran ph yang berkisar serta alkalinitas media berkisar mg/l. hal ini sesuai dengan toleransi lingkungan ikan nila (O. niloticus) dapat hidup pada salinitas = 0 s/d 29 promil, suhu = 14 s/d 38 o C, ph = 5 s/d 11 sert DO = 3.0 (Tjakrawidjaja 2001). 59

18 Pembahasan Laju penyerapan Pb kedalam tubuh ikan nila pada media semakin meningkat selama pemeliharaan pada proses akumulasi. Hal ini menujukan bahwa penyerapan dan distribusi timbal dalam jaringan tubuh ikan nila melalui penyerapan dalam air selama empat minggu mencapai konsentrasi melebihi ambang batas seperti yang telah ditetapkan oleh Ditjen POM No /B/SK/VII/1989 bahwa akumulasi Pb organ ikan dalam jaringan ikan yang aman dikonsumsi tidak lebih dari 2 ppm. Penyerapan logam berat pada organisme akuatik dapat terjadi apabila sumber dan konsentrasi bahan tersebut tersedia atau terjadi pemasukan secara rutin dalam media perairan. Penyimpanan logam berat dalam jaringan ikan sangat tergantung oleh kondisi internal ikan, kondisi lingkungan dan sifat bahan tersebut. Menurut Hutton (1982), sifat bahan kimia yang masuk atau terkontaminasi dengan jaringan ikan dapat bersifat hidrophobik (tidak suka air), Lipophilik (suka lemak), Hidrophilik (suka air) atau lipophobik (tidak suka lemak). Oleh karena itu konsentrasi residu suatu bahan polutan atau unsur lain dalam suatu organisme dapat berbeda. Pada Tabel 3 terlihat bahwa laju penyerapan logam berat Pb oleh ikan nila tertinggi pada pengamatan minggu ke-4 yaitu sebesar 4,54 ±0.27 mg/kg. Hal ini diduga karena ikan mampu menyerap logam berat Pb yang terkonsentrasi dalam media air. Besarnya penyerapan logam berat kedalam tubuh ikan disebabkan kemampuan sel penerima dan kecepatan logam berat Pb yang masuk kedalam tubuh melaui mulut (oral), insang dan melalui kulit. Hal ini diperkuat oleh pernyataan Darmono (1995) bahwa Pb termasuk kelompok logam berat yang diregulasi oleh organisme air yang terus-menerus terakumulasi dalam jaringan organisme sehingga kandunganya terus bertambah dengan konsentrasi logam dalam air dan hanya sedikit sekali yang diekskresikan. Akumulasi Pb yang terjadi pada organ daging ikan nila tidak memberikan pengaruh negatif terhadap perubahan bobot tubuh ikan selama empat minggu pemeliharaan. Terukurnya jumlah akumulasi Pb pada minggu pertama pemeliharaan pada organ daging ikan nila, diikuti dengan peningkatan laju pertumbuhan. Hal ini terjadi karena proses fisiologi ikan untuk pertumbuhan 60

19 berjalan dengan baik tanpa terganggu bahan pencemar meskipun akumlasi Pb pada daging pada minggu ke tiga hingga minggu ke empat konsentrasi Pb dalam daging sudah melebihi ambang batas, akan tetapi kondisi tersebut tidak mengakibatkan penurunan bobot tubuh ikan nila. Hal ini menunjukan bahwa peningkatan akumulasi Pb pada organ daging tidak menyebabkan terganggunya sistem metabolisme tubuh ikan nila. Selain itu besarnya akumulasi logam berat Pb pada organ daging ikan nila selama pemeliharaan masih dalam ambang batas toleransi ikan nila untuk bisa tumbuh dengan baik dengan mengoptimalkan pasokan pakan yang diberikan sebagai sumber energi sehingga energi dari pakan dapat digunakan secara optimal untuk pertumbuhan. Pelepasan logam berat Pb yang telah terakumulasi dalam tubuh ikan dapat dilakukan dengan sistem depurasi yaitu menempatkan ikan pada air bersih tanpa terkontaminasi logam berat. Depurasi logam berat Pb pada kondisi air bersalinitas dengan melalui beberapa jalur. Proses depurasi dapat terjadi melalui ekskresi, transformasi ke dalam bentuk-bentuk lain yang lebih sederhana dan bersifat kurang toksit. Aktifitas ini dapat terjadi karena proses biologi dan metabolisme atau dikeluarkan dalam jaringan nonaktif secara metabolik (Connell et al. 1999). Apabila laju depurasi lebih tinggi dalam media salinitas maka dampak negatif logam berat Pb dalam tubuh ikan semakin kecil. Dari hasil penelitian menujukan bahwa laju depurasi logam berat Pb dari tubuh ikan nila menunjukan bahwa terjadi penurunan konsentrasi yang semakin cepat dengan semakin tingginya salinitas. Perbedaan laju depurasi logam berat Pb pada kondisi salinitas berbeda dimungkinan oleh sifat osmoregulasi akibat kandungan ion-ion dalam tubuh dan lingkungan yang berbeda. Proses osmosis akan mempengaruhi perpindahan ion-ion dalam tubuh dan lingkungan untuk mempertahankan keseimbangannya. Hal ini terjadi melalui pengeluaran air oleh organ ekskresi disertai dengan pengambilan ion dari lingkungan, untuk mengimbangi kehilangan ion yang tidak dapat dihindari pada saat pengeluaran air (Nyebaken 1992). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa logam berat Pb 2+ dalam tubuh ikan nila akan terdepurasi lebih cepat pada media bersalinitas tinggi dibandingkan dengan salinitas rendah atau perairan tawar. 61

20 Pada depurasi menggunakan air dengan slinitas berbeda menunjukan kecenderungan bahwa pada media kontrol (0 ppt) tidak terjadi penurunan Pb yang signifikan di dalam daging ikan bila dibandingkan dengan perlakuan pada media bersalinitas yang mengalami penurunan konsentrasi Pb dengan baik. Presentase penurunan konsentrasi Pb pada daging ikan terjadi pada semua media perlakuan baik pada kontrol maupun pada perlakuan salinitas. Secara umum, pada proses depurasi ditemukan penurunan konsentrasi Pb pada jam ke- 120 dengan kondisi air bersalinitas 20 ppt yaitu sebesar ± 98,79%. Hal ini disebabkan karena semakin tinggi salinitas menyebabkan penggunaan energi pada proses osmoregulasi semakin besar. Salah satu sumber utama energi yang digunakan pada saat proses osmoregulasi adalah kandungan lemak pada ikan yang cenderung tempat penyimapanan logam berat Pb. Sehingga semakin banyak kandungan lemak yang dibutuhkan pada saat proses osmoregulasi maka menyebabkan banyaknya kandungan logam berat yang terurai dan terbuang bersama cairan tubuh pada saat proses osmoregulasi berlangsung. Pengukuran konsumsi oksigen adalah merupakan salah satu parameter fisiologis yang baik secara tidak langsung digunakan dalam menetukan laju metabolisme yaitu dengan menentukan oksigen yang digunakan dalam proses oksidasi dalam memperoleh energi yang akan digunakan untuk mempertahankan hidup (dalam hal ini termasuk osmoregulasi) dan pertumbuhan. Tingkat konsumsi oksigen pada beberapa jenis tilapia telah diteliti oleh beberapa peneliti, secara umum dapat dikatakan sangat bervariasi yaitu dengan kisaran persen (tabel 1). Hal ini menunjukan bahwa informasi tingkat konsumsi oksigen sangat bervariasi pada tilapia. Walaupun demikian seperti dikatakan Ross dan Mckinney (1988) bahwa salinitas berpengaruh pada tingkat konsumsi oksigen pada ikan nila. Pada percobaan ini rata-rata tingkat konsumsi oksigen metabolisme aktif pada salinitas 20 ppt diperoleh nilai konsumsi oksigen lebih tinggi dibandingkan dengan salinitas 0, 5, 10 dan 15 ppt. Rendahnya tingkat konsumsi oksigen metabolisme aktif pada salinitas 0, 5, 10 dan 15 ppt menggambarkan bahwa penggunaan oksigen untuk proses oksidasi untuk menghasilkan energi yang digunakan dalam osmoregulasi adalah sedikit. Sebaliknya tingkat konsumsi oksigen yang lebih tinggi pada salinitas 20 ppt atau dengan nilai tingkat konsumsi 62

21 oksigen aktif 0.64 mg/g/jam, diduga disebabkan oleh proses kerja transport aktif ion yang diperlukan dalam mempertahankan komposisi mineral dalam cairan tubuh ikan pada salinitas tersebut lebih tinggi dibandingkan perlakuan salinitas lainya. Pengaruh salinitas terhadap pertumbuhan ikan dapat terjadi melalui osmoregulasi. Dalam hal ini akan terjadi pemanfaatan energi untuk keperluan osmoregulasi yang dengan sendirinya akan berpengaruh terhadap pemanfaatan energi yang digunakan untuk pertumbuhan. Penggunaan energi untuk keperluan osmoregulasi tersebut berkaitan erat dengan tingkat konsumsi oksigen yang dilakukan ikan dalam upaya untuk melakukan respon terhadap adanya perubahan salinitas. Tekanan salinitas yang semakin rendah akan mengakibatkan sedikitnya energi yang digunakan untuk osmoregulasi sehingga proses pertumbuhan akan semakin besar (Ballarin dan Haller 1982). Keadaan sebaliknya pada kondisi hiperosmotik dimana tekanan salinitas semakin besar akan menyebabkan besarnya energi yang digunakan untuk osmoregulasi sehingga porsi energi untuk pertumbuhan akan semakin kecil (Holliday, 1969). Pendapat yang sama juga disampaikan oleh Frank dan leffler (1975) yang menyatakan bahwa semakin tinggi salinitas pada pemeliharaan ikan nila dapat mengakibatkan pemanfaatan energi untuk osmoregulasi yang semakin tinggi. Pada percobaan depurasi logam berat Pb yang terkandung dalam daging ikan nila pada air bersalinitas memperlihatkan respon penurunan pertumbuhan ikan nila terhadap perubahan tekanan salinitas sebagaimana yang disajikan pada Tabel 5. Berdasarkan tabel tersebut terlihat bahwa penurunan pertumbuhan ikan nila semakin mengecil sejalan dengan meningkatnya salinitas media. Kondisi ini terjadi karena pada tekanan salinitas media yang rendah (minimum), sehingga energi untuk keperluan osmoregulasi juga akan mencapai nilai minimum dan dengan sendirinya energi untuk mempertahankan kondisi tubuh sangat besar untuk memperkecil penurunan pertumbuhannya. Semakin besar tekanan salinitas terlihat bahwa penurunan pertumbuhan semakin meningkat. Hal ini sejalan dengan semakin meningkatnya tingkat konsumsi oksigen ikan sehingga energi untuk osmoregulasi juga semakin besar dan akibatnya porsi energi untuk 63

22 mempertahankan kondisi tubuh juga semakin besar. Dengan demikian terjadi penurunan pertumbuhan yang semakin besar. Pada perlakuan kontrol (0 ppt) ikan nila memiliki respon nafsu makan yang baik sehingga mempunyai laju pertumbuhan yang baik jika dibandingkan dengan ikan perlakuan salinitas yang memiliki nafsu makan yang sangat kurang bahkan tidak makan sama sekali. Hal ini sesuai dengan pernyataan Connel et al (1995), bahwa pengaruh penting dari zat beracun dan perubahan kondisi lingkungan berdampak pada penurunan nafsu makan yang menyebabkan laju pertumbuhan menurun. Semakin kecil kemampuan ikan dalam mengkonsumsi pakan maka semakin kecil kesempatan ikan tersebut untuk memperoleh nutrien (Karbohidrat, lemak, protein, vitamin dan mineral) yang seimbang dan energi yang cukup untuk proses metabolisme sehingga menyebabkan perubahan bobot tubuh yang menurun. Kelangsungan hidup ikan mengalami penurunan dengan semakin meningkatnya salinitas msekipun secara statistik diketahui bahwa salinitas memberi pengaruh yang nyata (P<0,05) terhadap kelangsungan hidup ikan seperti tabel 7. Pada perlakuan salinitas 15 ppt dan 20 ppt setelah jam 120, kelangsungan hidup ikan berkisar 83,3% dan 91.7%. Hal ini disebabkan karena organ ikan dalam kondisi terpapar logam berat Pb dan menghadapi masalah osmoregulasi yang sangat tinggi sehingga pada salinitas tersebut mendekati konsentrasi yang letal. Hal ini jelas terlihat bahwa pada salinitas 15 dan 20 ppt ikan tidak dapat bertahan hidup sehingga memberikan gambaran bahwa pada salinitas tersebut merupakan kisaran salinitas yang tidak dapat ditolerir oleh ikan nila dalam keadaan terpapar logam berat Pb. oleh sebab itu dalam penelitian ini terlihat bahwa kemampuan ikan dalam mentolerir perubahan salinitas yang semakin tinggi hingga waktu 120 jam sangat kurang apalagi dengan meningkatnya salinitas secara tidak langsung mempengaruhi kebutuhan energi lebih banyak untuk proses osmoregulasi dan untuk menjaga agar terjadinya keseimbangan kadar garam antara lingkungan dan tubuh ikan. Sehingga ikan yang tidak mampu beradaptasi atau mentolerir perubahan lingkungannya menyebabkan ikan stress yang akhirnya mati. 64

23 Nilai laju pertumbuhan ikan nila yang rendah juga disebabkan karena proses metabolisme di dalam tubuh ikan juga berkurang. Rendahnya pertumbuhan ikan pada perlakuan diduga akibat terjadinya kerusakan organ dalam berupa kerusakan insang dan ginjal. Lu (1997) menyatakan bahwa ginjal merupakan salah organ tempat terakumulasinya logam berat dan terganggunya ginjal berpengaruh terhadap proses metabolisme. Kerusakan jaringan insang dan ginjal pada ikan perlakuan mengakibatkan ikan kehilangan nafsu makan sehingga menyebabkan berat badan menurun. Jika kesehatan ikan menurun maka ikan akan mengalami stress sehingga menurunkan kemampuannya untuk mempertahankan diri dari perubahan lingkungan. Stress dapat mengganggu sistem imunitas yang berdampak negatif terhadap pertumbuhan dan kelangsungan hidup. Lemak yang terdapat dalam tubuh ikan merupakan sumber energi dan asam lemak yang sangat dibutuhkan oleh tubuh. Selain itu menurut (Godard 1996), lemak dan asam lemak yang tersimpan dalam tubuh ikan dapat mempengaruhi warna, tekstur dan rasa (organoleptik) daging ikan. Hasil penelitian menunjukan bahwa perlakuan salinitas memiliki kandungan lemak yang lebih rendah, dalam hal ini lemak diduga juga akan mempengaruhi tekstur daging karena lemak berfungsi sebagai pembungkus daging. Rendahnya kadar lemak akan menyebabkan tekstur daging akan menjadi padat. Selain itu kandungan lemak juga dapat mempengaruhi citra rasa daging ikan nila. Diduga menurunya kandungan lemak menyebabkan kandungan mineral seperti Na +, CL -, Mg 2+ dan Ca 2+ lebih tinggi pada ikan nila perlakuan salinitas akan membuat citra rasa yang lebih baik dari pada daging ikan yang dipelihara pada media air tawa (kontrol). Kandungan sejumlah ion-ion penting yang terdapat pada media salinitas berbeda dengan ion-ion yang terdapat pada air tawar. Pada air bersalinitas (air laut) konsentrasi beberapa ion lebih banyak dari air tawar sehingga konsentrasi mineral dalam tubuh ikan yang hidup pada media bersalinitas tentu akan lebih tinggi dari ikan yang hidup di air tawar. Perbedaan konsentrasi garam yang terkandung dalam daging membuat perubahan dan perbedaan citra rasa daging ikan nila perlakuan salinitas dan ikan nila perlakuan air tawar. 65

24 Selama penelitian dilakukan pengamatan fisika kimia air media pemeliharaan yang meliputi suhu, Do, ph dan alkalinitas. Suhu media selama penelitian berkisar antara o C. Kisaran suhu ini masih layak untuk pemeliharaan ikan nila karena suhu yang optimal untuk mendukung pertumbuhan ikan nila adalah 14 s/d 38 o C. Sedangkan DO selama penelitian ini masih layak untuk pemeliharaan ikan nila yaitu berkisar antara mg/l dimana kisaran DO yang mendukung pertumbuhan ikan nila adalah 3.0. Begitu pula pada pengukuran ph yang masih layak untuk pemeliharaan ikan nila yang berkisar dimana ph yang mendukung pertumbuhan ikan nila adalah Pengukuran kualitas media uji selama penelitian menunjukan bahwa kualitas media masih layak bagi kelangsungan hidup ikan nila baik pada proses akumulasi seperti pada tabel 12 maupun pada percobaan depurasi seperti yang terlihat pada tabel 13. Dengan demikian respon mortalitas, laju penyerapan dan depurasi logam berat Pb pada ikan nila selama penelitian merupakan Pengaruh langsung dari daya racun dari tingkat konsentrasi logam berat Pb, serta respon ikan nila terhadap perlakuan salinitas yang diberikan. 66

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 19 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Tahap I Berdasarkan hasil pengamatan selama penelitian diperoleh data sintasan (Gambar 1), sedangkan rata-rata laju pertumbuhan bobot dan panjang harian benih ikan

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Fisika Kimia Air Parameter fisika kimia air yang diamati pada penelitian ini adalah ph, CO 2, NH 3, DO (dissolved oxygen), kesadahan, alkalinitas, dan suhu. Pengukuran

Lebih terperinci

TOKSISITAS MERKURI (Hg) TERHADAP TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP, PERTUMBUHAN, GAMBARAN DARAH DAN KERUSAKAN PADA IKAN NILA Oreochromis niloticus

TOKSISITAS MERKURI (Hg) TERHADAP TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP, PERTUMBUHAN, GAMBARAN DARAH DAN KERUSAKAN PADA IKAN NILA Oreochromis niloticus TOKSISITAS MERKURI (Hg) TERHADAP TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP, PERTUMBUHAN, GAMBARAN DARAH DAN KERUSAKAN ORGAN PADA IKAN NILA Oreochromis niloticus VIKA YUNIAR DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Laju Pertumbuhan Mutlak Nila Gift Laju pertumbuhan rata-rata panjang dan berat mutlak ikan Nila Gift yang dipelihara selama 40 hari, dengan menggunakan tiga perlakuan yakni

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelangsungan Hidup Ikan Nila Nirwana Selama Masa Pemeliharaan Perlakuan Kelangsungan Hidup (%)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelangsungan Hidup Ikan Nila Nirwana Selama Masa Pemeliharaan Perlakuan Kelangsungan Hidup (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kelangsungan Hidup Berdasarkan hasil pengamatan dari penelitian yang dilakukan selama 30 hari, diperoleh bahwa pengaruh salinitas terhadap kelangsungan hidup benih nila

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 23 4.1 Hasil IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.1 Uji Akut Uji akut dilakukan pada konsentrasi timbal sebesar 20 ppm, 40 ppm, 80 ppm dan 160 ppm serta perlakuan kontrol negatif. Respon ikan uji terhadap deretan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Pendahuluan Uji Nilai Kisaran Uji Toksisitas Akut

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Pendahuluan Uji Nilai Kisaran Uji Toksisitas Akut 51 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Pendahuluan Uji Nilai Kisaran Hasil uji nilai kisaran (Range value test) merkuri pada ikan bandeng menunjukkan bahwa nilai konsentrasi ambang bawah sebesar 0.06

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Hasil dari penelitian yang dilakukan berupa parameter yang diamati seperti kelangsungan hidup, laju pertumbuhan bobot harian, pertumbuhan panjang mutlak, koefisien keragaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Industri tekstil selain menghasilkan suatu produk juga menghasilkan produk sampingan berupa air limbah, yang sering kali mencemari lingkungan terutama perairan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serta lapisan kerak bumi (Darmono, 1995). Timbal banyak digunakan dalam

BAB I PENDAHULUAN. serta lapisan kerak bumi (Darmono, 1995). Timbal banyak digunakan dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Logam timbal atau Pb adalah jenis logam lunak berwarna coklat kehitaman dan mudah dimurnikan. Logam Pb lebih tersebar luas dibanding kebanyakan logam toksik lainnya

Lebih terperinci

BAB I PEDAHULUAN. banyak terdapat ternak sapi adalah di TPA Suwung Denpasar. Sekitar 300 ekor sapi

BAB I PEDAHULUAN. banyak terdapat ternak sapi adalah di TPA Suwung Denpasar. Sekitar 300 ekor sapi BAB I PEDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semakin berkurangnya lahan sebagai tempat merumputnya sapi, maka banyak peternak mencari alternatif lain termasuk melepas ternak sapinya di tempat pembuangan sampah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Amonia Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh data berupa nilai dari parameter amonia yang disajikan dalam bentuk grafik. Dari grafik dapat diketahui

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kelangsungan Hidup (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelangsungan Hidup (SR) Kelangsungan hidup merupakan suatu perbandingan antara jumlah organisme yang hidup diakhir penelitian dengan jumlah organisme

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan, khususnya lingkungan perairan, dan memiliki toksisitas yang tinggi

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan, khususnya lingkungan perairan, dan memiliki toksisitas yang tinggi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kadmium (Cd) merupakan logam berat yang banyak ditemukan di lingkungan, khususnya lingkungan perairan, dan memiliki toksisitas yang tinggi pada konsentrasi yang rendah

Lebih terperinci

Tingkat Kelangsungan Hidup

Tingkat Kelangsungan Hidup BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tingkat Kelangsungan Hidup Tingkat kelangsungan hidup merupakan suatu nilai perbandingan antara jumlah organisme yang hidup di akhir pemeliharaan dengan jumlah organisme

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Persiapan Penelitian Penelitian Pendahuluan Tahap 1 Waktu dan Tempat

METODE PENELITIAN Persiapan Penelitian Penelitian Pendahuluan Tahap 1 Waktu dan Tempat 41 METODE PENELITIAN Penelitian ini terdiri atas 2 tahap yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian inti. Penelitian pendahuluan terdiri atas 2 tahap yaitu uji nilai kisaran (range value test) dan uji

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kualitas Air Kualitas hidup ikan akan sangat bergantung dari keadaan lingkunganya. Kualitas air yang baik dapat menunjang pertumbuhan, perkembangan, dan kelangsungan hidup

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Berikut ini adalah hasil penelitian dari perlakuan perbedaan substrat menggunakan sistem filter undergravel yang meliputi hasil pengukuran parameter kualitas air dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. serbaguna bagi kehidupan mahluk hidup (Yani, 2010). Air sungai saat ini banyak

I. PENDAHULUAN. serbaguna bagi kehidupan mahluk hidup (Yani, 2010). Air sungai saat ini banyak I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sungai sebagai sumber air merupakan salah satu sumber daya alam yang berfungsi serbaguna bagi kehidupan mahluk hidup (Yani, 2010). Air sungai saat ini banyak dimanfaatkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengamatan Gejala Klinis Pengamatan gejala klinis pada benih ikan mas yang diinfeksi bakteri Aeromonas hydrophila meliputi kelainan fisik ikan, uji refleks, dan respon

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kerusakan Hati Ikan Mas Hati merupakan salah satu organ yang paling banyak mengalami kerusakan. Menurut Carlton (1995) dalam Permana (2009) ada dua alasan yang menyebabkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. coco. Berikut data mortalitas uji pendahuluan: Jumlah Ikan (ekor)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. coco. Berikut data mortalitas uji pendahuluan: Jumlah Ikan (ekor) A. Hasil Penelitian BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. Uji Pendahuluan Variasi Kadar Limbah (% vol.) Uji pendahuluan dilakukan untuk memperoleh kadar ambang atas (LC 100-24 jam) dan ambang bawah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Derajat Kelangsungan Hidup Derajat kelangsungan hidup atau survival rate (SR) benih ikan patin yang dipelihara dengan masa pemeliharaan 30 hari memiliki hasil

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 21 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Kualitas Air Kualitas air merupakan parameter lingkungan yang memegang peranan penting dalam kelangsungan suatu kegiatan budidaya. Parameter kualitas air yang

Lebih terperinci

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMANFAATAN PAKAN

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMANFAATAN PAKAN 4. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMANFAATAN PAKAN Faktor lingkungan dapat mempengaruhi proses pemanfaatan pakan tidak hanya pada tahap proses pengambilan, pencernaan, pengangkutan dan metabolisme saja, bahkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Program pembangunan Indonesia yang dewasa ini sedang berkembang diwarnai dengan pertambahan penduduk dan kebutuhan pangan yang terus meningkat. Sumberdaya perairan

Lebih terperinci

Tabel 13. Rata-rata kualitas air pada tiap stasiun pengamatan Stasiun ph Suhu salinitas TSS , , ,5 30 0,5 0,065

Tabel 13. Rata-rata kualitas air pada tiap stasiun pengamatan Stasiun ph Suhu salinitas TSS , , ,5 30 0,5 0,065 51 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Kualitas Air Pengambilan titik sampel ditentukan berdasarkan karakteristik perairan, yakni Stasiun 1 bagian hulu sungai, Stasiun 2 bagian tengah sungai dan stasiun 3 bagian

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. yang sering diamati antara lain suhu, kecerahan, ph, DO, CO 2, alkalinitas, kesadahan,

PENDAHULUAN. yang sering diamati antara lain suhu, kecerahan, ph, DO, CO 2, alkalinitas, kesadahan, 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kualitas air memegang peranan penting dalam bidang perikanan terutama untuk kegiatan budidaya serta dalam produktifitas hewan akuatik. Parameter kualitas air yang sering

Lebih terperinci

Gambar 5. Grafik Pertambahan Bobot Rata-rata Benih Lele Dumbo pada Setiap Periode Pengamatan

Gambar 5. Grafik Pertambahan Bobot Rata-rata Benih Lele Dumbo pada Setiap Periode Pengamatan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Laju Pertumbuhan Harian Laju Pertumbuhan adalah perubahan bentuk akibat pertambahan panjang, berat, dan volume dalam periode tertentu (Effendi, 1997). Berdasarkan hasil

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gejala Klinis Benih Lele Sangkuriang yang terinfeksi Aeromonas hydrophila Pengamatan gejala klinis benih lele sangkuriang yang diinfeksikan Aeromonas hydrophila meliputi

Lebih terperinci

Ima Yudha Perwira, S.Pi, MP, M.Sc (Aquatic)

Ima Yudha Perwira, S.Pi, MP, M.Sc (Aquatic) PENGELOLAAN KUALITAS AIR DALAM KEGIATAN PEMBENIHAN IKAN DAN UDANG Ima Yudha Perwira, S.Pi, MP, M.Sc (Aquatic) DISSOLVED OXYGEN (DO) Oksigen terlarut ( DO ) adalah jumlah oksigen terlarut dalam air yang

Lebih terperinci

ADAPTASI FISIOLOGI. Ani Rahmawati Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian UNTIRTA

ADAPTASI FISIOLOGI. Ani Rahmawati Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian UNTIRTA ADAPTASI FISIOLOGI Ani Rahmawati Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian UNTIRTA ADAPTASI FISIOLOGI LINGKUNGAN Adaptasi : Proses penyesuaian diri secara bertahap yang dilakukan oleh suatu organisme terhadap

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. coba setelah pemberian polisakarida krestin (PSK) dari jamur Coriolus versicolor

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. coba setelah pemberian polisakarida krestin (PSK) dari jamur Coriolus versicolor BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Data primer berupa gambaran histologi ginjal dan kadar kreatinin hewan coba setelah pemberian polisakarida krestin (PSK) dari jamur Coriolus versicolor

Lebih terperinci

PENGARUH TEKNIK ADAPTASI SALINITAS TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN PATIN, Pangasius sp.

PENGARUH TEKNIK ADAPTASI SALINITAS TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN PATIN, Pangasius sp. Jurnal Akuakultur Indonesia, 4 (1): 25 3 (25) 25 Available : http://journal.ipb.ac.id/index.php/jai http://jurnalakuakulturindonesia.ipb.ac.id PENGARUH TEKNIK ADAPTASI SALINITAS TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Struktur Mikroanatomi Hati Ikan Tagih Hasil penelitian pengaruh subletal merkuri klorida (HgCl 2 ) menggunakan konsentrasi 0,02 ppm; 0,04 ppm; dan 0,08 ppm; selama 28 hari

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pertumbuhan Mikroalga Laut Scenedesmus sp. Hasil pengamatan pengaruh kelimpahan sel Scenedesmus sp. terhadap limbah industri dengan dua pelakuan yang berbeda yaitu menggunakan

Lebih terperinci

BAB VII SISTEM UROGENITALIA

BAB VII SISTEM UROGENITALIA BAB VII SISTEM UROGENITALIA Sistem urogenital terdiri dari dua system, yaitu system urinaria (systema uropoetica) dan genitalia (sytema genitalia). Sistem urinaria biasa disebut sistem ekskresi. Fungsinya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Perilaku Kanibalisme Ketersediaan dan kelimpahan pakan dapat mengurangi frekuensi terjadinya kanibalisme (Katavic et al. 1989 dalam Folkvord 1991). Menurut Hecht dan Appelbaum

Lebih terperinci

BAB IV HASIL. Pertumbuhan. Perlakuan A (0%) B (5%) C (10%) D (15%) E (20%) gurame. Pertambahan

BAB IV HASIL. Pertumbuhan. Perlakuan A (0%) B (5%) C (10%) D (15%) E (20%) gurame. Pertambahan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pertumbuhan Bobot Mutlak dan Laju Pertumbuhan Bobot Harian Pertumbuhan adalah perubahan bentuk akibat pertambahan panjang, berat, dan volume dalam periode tertentu (Effendi

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR (SB )

TUGAS AKHIR (SB ) TUGAS AKHIR (SB-091358) Akumulasi Logam Berat Timbal (Pb) pada Juvenile Ikan Mujair (Oreochromis mossambicus) secara In-Situ di Kali Mas Surabaya Oleh : Robby Febryanto (1507 100 038) Dosen Pembimbing

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Perairan Kolong Grasi Secara Fisika dan Kimia

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Perairan Kolong Grasi Secara Fisika dan Kimia 41 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Perairan Kolong Grasi Secara Fisika dan Kimia Kondisi fisika dan kimia perairan kolong Grasi Kecamatan Sungailiat, Kabupaten Sungailiat Provinsi Kepulauan Bangka Belitung,

Lebih terperinci

Pengaruh Pemberian Viterna Plus dengan Dosis Berbeda pada Pakan terhadap Pertumbuhan Benih Ikan Lele Sangkuriang di Balai Benih Ikan Kota Gorontalo

Pengaruh Pemberian Viterna Plus dengan Dosis Berbeda pada Pakan terhadap Pertumbuhan Benih Ikan Lele Sangkuriang di Balai Benih Ikan Kota Gorontalo Pengaruh Pemberian Viterna Plus dengan Dosis Berbeda pada Pakan terhadap Pertumbuhan Benih Ikan Lele Sangkuriang di Balai Benih Ikan Kota Gorontalo 1.2 Robi Hendrasaputro, 2 Rully, dan 2 Mulis 1 robihendra40@gmail.com

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Jumlah Konsumsi Pakan Perbedaan pemberian dosis vitamin C mempengaruhi jumlah konsumsi pakan (P

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Benih ikan mas (Cyprinus carpio) tergolong ikan ekonomis penting karena ikan ini sangat dibutuhkan masyarakat dan hingga kini masih belum dapat dipenuhi oleh produsen

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tingkat Kelangsungan Hidup Kelangsungan hidup dapat digunakan sebagai tolok ukur untuk mengetahui toleransi dan kemampuan ikan untuk hidup dan dinyatakan sebagai perbandingan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.3 Tujuan

BAB I PENDAHULUAN. 1.3 Tujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan merupakan hewan akutik yang memilki tulang belakang (vertebrata) yang berhabitat di dalam perairan. Ikan bernapas dengan insang, bergerak dan menjaga keseimbangan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelangsungan Hidup Berdasarkan hasil pengamatan selama 40 hari massa pemeliharaan terhadap benih ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) diketahui rata-rata tingkat kelangsungan

Lebih terperinci

ANALISIS HISTOFISIOLOGIS IKAN BAUNG (Hemibagrus nemurus Blkr.) PADA ALIRAN SUNGAI BATANG OMBILIN, SUMATERA BARAT YANG TERKENA DAMPAK PENCEMARAN

ANALISIS HISTOFISIOLOGIS IKAN BAUNG (Hemibagrus nemurus Blkr.) PADA ALIRAN SUNGAI BATANG OMBILIN, SUMATERA BARAT YANG TERKENA DAMPAK PENCEMARAN ANALISIS HISTOFISIOLOGIS IKAN BAUNG (Hemibagrus nemurus Blkr.) PADA ALIRAN SUNGAI BATANG OMBILIN, SUMATERA BARAT YANG TERKENA DAMPAK PENCEMARAN (Dibawah bimbingan Dr. Djong Hon Tjong, dan Dr. Indra Junaidi

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. M 1 V 1 = M 2 V 2 Keterangan : M 1 V 1 M 2 V 2

METODE PENELITIAN. M 1 V 1 = M 2 V 2 Keterangan : M 1 V 1 M 2 V 2 11 METODE PENELITIAN Tempat dan waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lingkungan Akuakultur, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor untuk pemeliharaan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Produk Fermentasi Fermentasi merupakan teknik yang dapat mengubah senyawa kompleks seperti protein, serat kasar, karbohidrat, lemak dan bahan organik lainnya

Lebih terperinci

Gambar 4. Grafik Peningkatan Bobot Rata-rata Benih Ikan Lele Sangkuriang

Gambar 4. Grafik Peningkatan Bobot Rata-rata Benih Ikan Lele Sangkuriang Bobot ikan (g) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Laju Pertumbuhan Pertumbuhan merupakan penambahan jumlah bobot ataupun panjang ikan dalam satu periode waktu tertentu. Pertumbuhan dapat diartikan sebagai

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Pertumbuhan biomassa ikan selama 40 hari pemeliharaan yang diberi pakan dengan suplementasi selenium organik berbeda dapat dilihat pada Gambar 1 berikut ini: 250,00

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Kadar Oksigen Terlarut Hasil pengukuran konsentrasi oksigen terlarut pada kolam pemeliharaan ikan nila Oreochromis sp dapat dilihat pada Gambar 2. Dari gambar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pencemaran logam berat merupakan salah satu masalah penting yang sering terjadi di perairan Indonesia, khususnya di perairan yang berada dekat dengan kawasan industri,

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan selama 3 (tiga) bulan yaitu pada bulan Februari - April 2012. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lingkungan BDP, Fakultas Perikanan

Lebih terperinci

Tingkat Penggunaan Limbah Laju Pertumbuhan %

Tingkat Penggunaan Limbah Laju Pertumbuhan % BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Laju Pertumbuhan Harian Berdasarkan hasil pengamatan terhadap benih Lele Sangkuriang selama 42 hari masa pemeliharaan diketahui bahwa tingkat penggunaan limbah ikan tongkol

Lebih terperinci

SISTEM EKSKRESI. - Sistem ekskresi pada uniseluler dan multiseluler. - Pembuangan limbah nitrogen dan CO 2

SISTEM EKSKRESI. - Sistem ekskresi pada uniseluler dan multiseluler. - Pembuangan limbah nitrogen dan CO 2 SISTEM EKSKRESI 1. Pendahuluan - Pengertian Ekskresi - Sistem ekskresi pada uniseluler dan multiseluler 2. Fungsi pokok sistem ekskresi - Pembuangan limbah nitrogen dan CO 2 - Keseimbangan air, garam,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu yang sudah tidak memiliki nilai manfaat lagi, baik itu yang bersifat basah

BAB I PENDAHULUAN. suatu yang sudah tidak memiliki nilai manfaat lagi, baik itu yang bersifat basah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Limbah adalah sisa dari suatu usaha atau aktivitas yang dianggap sebagai suatu yang sudah tidak memiliki nilai manfaat lagi, baik itu yang bersifat basah maupun kering,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. manusia atau oleh proses alam, sehingga kualitas lingkungan turun sampai

TINJAUAN PUSTAKA. manusia atau oleh proses alam, sehingga kualitas lingkungan turun sampai TINJAUAN PUSTAKA Pencemaran Pencemaran lingkungan adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain kedalam lingkungan oleh kegiatan manusia atau oleh proses alam, sehingga

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Dari penelitian ini, didapatkan data sebagai berikut: daya listrik, kualitas air (DO, suhu, ph, NH 3, CO 2, dan salinitas), oxygen transfer rate (OTR), dan efektivitas

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelangsungan Hidup Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelangsungan hidup dari setiap perlakuan memberikan hasil yang berbeda-beda. Tingkat kelangsungan hidup yang paling

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3 Data perubahan parameter kualitas air

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3 Data perubahan parameter kualitas air 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Kualitas Air Kualitas air merupakan faktor kelayakan suatu perairan untuk menunjang kehidupan dan pertumbuhan organisme akuatik yang nilainya ditentukan dalam kisaran

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Kurva Standar Berdasarkan percobaan yang dilakukan untuk mendapatkan nilai kurva standar, didapatkan bahwa semakin besar konsentrasi AS dalam akuades maka nilai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pakan. Biaya untuk memenuhi pakan mencapai 60-70% dari total biaya produksi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pakan. Biaya untuk memenuhi pakan mencapai 60-70% dari total biaya produksi 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Pakan Sapi Perah Faktor utama dalam keberhasilan usaha peternakan yaitu ketersediaan pakan. Biaya untuk memenuhi pakan mencapai 60-70% dari total biaya produksi (Firman,

Lebih terperinci

V HASIL DAN PEMBAHASAN. pengamatan tersebut diberikan nilai skor berdasarkan kelompok hari moulting. Nilai

V HASIL DAN PEMBAHASAN. pengamatan tersebut diberikan nilai skor berdasarkan kelompok hari moulting. Nilai V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil 5.1.1 Kecepatan moulting kepiting bakau Pengamatan moulting kepiting bakau ini dilakukan setiap 2 jam dan dinyatakan dalam satuan moulting/hari. Pengamatan dilakukan selama

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 52 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Kadar Logam Berat Timbal (Pb) Pada Kerang Bulu (Anadara antiquata) Setelah Perendaman dalam Larutan Buah Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia Swingle.) dan Belimbing Wuluh

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pertumbuhan Pada Tabel 2 dijelaskan bahwa pada minggu pertama nilai bobot biomasa rumput laut tertinggi terjadi pada perlakuan aliran air 10 cm/detik, dengan nilai rata-rata

Lebih terperinci

KANDUNGAN MERKURI (Hg) PADA IKAN KAKAP MERAH

KANDUNGAN MERKURI (Hg) PADA IKAN KAKAP MERAH BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Konsentrasi Logam Berat Merkuri (Hg) Penelitian kandungan Hg dilakukan pada ikan kakap merah yang berasal dari tiga pasar tradisional, yaitu pasar Bilungala, pasar Mupuya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Gambar 1 menunjukkan adanya penambahan bobot rata-rata pada ikan uji. Penambahan bobot akhir rata-rata dari bobot awal rata-rata pada perlakuan pakan RUSNAS sebesar

Lebih terperinci

Gambar 2. Grafik Pertumbuhan benih ikan Tagih

Gambar 2. Grafik Pertumbuhan benih ikan Tagih BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Laju Pertumbuhan Laju pertumbuhan merupakan penambahan jumlah bobot ataupun panjang ikan dalam periode waktu tertentu. Pertumbuhan terkait dengan faktor luar dan dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. buang tanpa adanya pengolahan limbah yang efesien dan terbuang mengikuti arus

BAB 1 PENDAHULUAN. buang tanpa adanya pengolahan limbah yang efesien dan terbuang mengikuti arus BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indramayu merupakan salah satu daerah yang penduduknya terpadat di Indonesia, selain itu juga Indramayu memiliki kawasan industri yang lumayan luas seluruh aktivitas

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Pengaruh Variasi Dosis Tepung Ikan Gabus Terhadap Pertumbuhan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Pengaruh Variasi Dosis Tepung Ikan Gabus Terhadap Pertumbuhan BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Hasil penelitan pengaruh variasi dosis tepung ikan gabus terhadap pertumbuhan dan hemoglobin ikan lele, dengan beberapa indikator yaitu pertambahan

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Penelitian Pendahuluan 3.1.1.1 Kemampuan Puasa Ikan Hasil uji kemampuan puasa benih ikan gurame yang dipelihara sebanyak 30 ekor menunjukkan bahwa ikan gurame

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kadar Hematokrit Ikan Hematokrit adalah persentase sel darah merah dalam darah, bila kadar hematokrit 40% berarti dalam darah tersebut terdiri dari 40% sel darah merah dan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dari hasil pengukuran terhadap beberapa parameter kualitas pada

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dari hasil pengukuran terhadap beberapa parameter kualitas pada IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Kualitas Air Dari hasil pengukuran terhadap beberapa parameter kualitas pada masingmasing perlakuan selama penelitian adalah seperti terlihat pada Tabel 1 Tabel 1 Kualitas Air

Lebih terperinci

Faktor Pembatas (Limiting Factor) Siti Yuliawati Dosen Fakultas Perikanan Universitas Dharmawangsa Medan 9 April 2018

Faktor Pembatas (Limiting Factor) Siti Yuliawati Dosen Fakultas Perikanan Universitas Dharmawangsa Medan 9 April 2018 Faktor Pembatas (Limiting Factor) Siti Yuliawati Dosen Fakultas Perikanan Universitas Dharmawangsa Medan 9 April 2018 Faktor Pembatas Keadaan yang mendekati atau melampaui batas toleransi. Kondisi batas

Lebih terperinci

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 11. SISTEM EKSKRESI MANUSIALatihan Soal 11.1

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 11. SISTEM EKSKRESI MANUSIALatihan Soal 11.1 . Perhatikan gambar nefron di bawah ini! SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB. SISTEM EKSKRESI MANUSIALatihan Soal. Urin sesungguhnya dihasilkan di bagian nomor... Berdasarkan pada gambar di atas yang dimaksud dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri penyamakan kulit merupakan industri yang dapat mengubah kulit mentah menjadi kulit yang memiliki nilai ekonomi tinggi melalui proses penyamakan, akan tetapi

Lebih terperinci

BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil Penelitian 5.1.1. Pertumbuhan Bobot dan Panjang Ikan Selais (Ompok hypophthalmus) Setelah 112 hari pemeliharaan benih ikan selais (Ompok hypophthalmus) didapatkan

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Gambar 4. Borok Pada Ikan Mas yang Terinfeksi Bakteri Aeromonas hydrophila

BAB IV PEMBAHASAN. Gambar 4. Borok Pada Ikan Mas yang Terinfeksi Bakteri Aeromonas hydrophila BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Gejala Klinis Ikan Mas yang Terinfeksi Aeromonas hydrophila Pengamatan gejala klinis pada ikan mas yang diinfeksi Aeromonas hydrophila meliputi kerusakan jaringan tubuh dan perubahan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gejala Klinis Ikan Nilem yang Terinfeksi Aeromonas hydrophila 4.1.1 Kerusakan Tubuh Berdasarkan hasil pengamatan, gejala klinis yang pertama kali terlihat setelah ikan diinfeksikan

Lebih terperinci

Konsentrasi (mg/l) Titik Sampling 1 (4 April 2007) Sampling 2 (3 Mei 2007) Sampling

Konsentrasi (mg/l) Titik Sampling 1 (4 April 2007) Sampling 2 (3 Mei 2007) Sampling Tabel V.9 Konsentrasi Seng Pada Setiap Titik Sampling dan Kedalaman Konsentrasi (mg/l) Titik Sampling 1 (4 April 2007) Sampling 2 (3 Mei 2007) Sampling A B C A B C 1 0,062 0,062 0,051 0,076 0,030 0,048

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelangsungan Hidup Hasil pengamatan kelangsungan hidup larva ikan Nilem selama 15 hari dengan pemberian Artemia yang diperkaya dengan susu bubuk afkir 0,3 g/l, 0,5 g/l,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Laju Pertumbuhan Spesifik Benih Ikan Mas (SGR)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Laju Pertumbuhan Spesifik Benih Ikan Mas (SGR) IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Laju Pertumbuhan Spesifik Benih Ikan Mas (SGR) Perubahan bobot ikan selama masa pemeliharaan diukur dan dicatat untuk mendapatkan data mengenai laju pertumbuhan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Pengaruh kosentrasi limbah terhadap gerakan insang Moina sp Setelah dilakukan penelitian tentang gerakan insang dan laju pertumbuhan populasi Moina sp dalam berbagai kosentrasi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 34 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Penapisan fitokimia merupakan suatu metode kimia untuk mengetahui kandungan kimia suatu simplisia, ekstrak ataupun fraksi senyawa metabolit suatu tanaman herbal. Hasil penapisan

Lebih terperinci

HASIL PENELITIAN. Kondisi Kualitas Air

HASIL PENELITIAN. Kondisi Kualitas Air HASIL PENELITIAN Kondisi Kualitas Air Kualitas Air pada Tahap Eksplorasi Salinitas yang digunakan sebagai perlakuan didasarkan pada penelitian pendahuluan yang menghasilkan petunjuk batas kisaran optimal

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Manusia dapat terpapar logam berat di lingkungan kehidupannya seharihari.

BAB 1 PENDAHULUAN. Manusia dapat terpapar logam berat di lingkungan kehidupannya seharihari. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia dapat terpapar logam berat di lingkungan kehidupannya seharihari. Pada lingkungan yang kadar logam beratnya cukup tinggi, kontaminasi dalam makanan, air, dan

Lebih terperinci

OSMOREGULASI Berasal dari kata osmo dan regulasi Artinya pengaturan tekanan osmotik (tekanan untuk mempertahankan partikel zat pelarut agar tidak muda

OSMOREGULASI Berasal dari kata osmo dan regulasi Artinya pengaturan tekanan osmotik (tekanan untuk mempertahankan partikel zat pelarut agar tidak muda OSMOREGULASI Mata Kuliah Fisiologi Hewan Air Ani Rahmawati Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian UNTIRTA OSMOREGULASI Berasal dari kata osmo dan regulasi Artinya pengaturan tekanan osmotik (tekanan untuk

Lebih terperinci

HASIL. Parameter Utama

HASIL. Parameter Utama 42 HASIL Parameter Utama Parameter utama hasil pengamatan pemberian hormon tiroksin terhadap reproduksi ikan nila yang dipelihara pada media bersalinitas terdiri dari hepato somatik indeks (HSI, %), diameter

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau Panggang adalah salah satu pulau di gugusan Kepulauan Seribu yang memiliki berbagai ekosistem pesisir seperti ekosistem mangrove, padang lamun, dan terumbu

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Total Amonia Nitrogen (TAN) Konsentrasi total amonia nitrogen (TAN) diukur setiap 48 jam dari jam ke-0 hingga jam ke-120. Peningkatan konsentrasi TAN terjadi pada

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Nutrien

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Nutrien HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Hasil analisa proksimat digunakan sebagai acuan dalam menentukan kualitas nutrien bahan pakan dan dalam menghitung komponen nutrien karena kualitas nutrien bahan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Performa adalah pengukuran yang dilakukan untuk mengetahui pengaruh perlakuan selama penelitian. Performa ayam petelur selama penelitian disajikan dalam Tabel 6. Tabel 6. Rataan Performa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sawah sebagai tempat budidaya ikan perlu dicermati lebih lanjut, karena aktivitas

I. PENDAHULUAN. sawah sebagai tempat budidaya ikan perlu dicermati lebih lanjut, karena aktivitas I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lahan bekas sawah yang sudah tidak produktif lagi merupakan salah satu alternatif sebagai tempat untuk membudidayakan ikan. Penggunaan lahan bekas sawah sebagai tempat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Ambang Batas Dari uji yang dilakukan diperoleh nilai konsentrasi ambang bawah (LC 0-48 jam) sebesar 0,06 mg/l, yaitu konsentrasi tertinggi dari moluskisida niklosamida yang tidak

Lebih terperinci

Pengaruh Metode Aklimatisasi Salinitas Terhadap Kelangsungan Hidup Benih Ikan Nila (Oreochromis sp.)

Pengaruh Metode Aklimatisasi Salinitas Terhadap Kelangsungan Hidup Benih Ikan Nila (Oreochromis sp.) Pengaruh Metode Aklimatisasi Salinitas Terhadap Kelangsungan Hidup Benih Ikan Nila (Oreochromis sp.) The Effect of Salinity Acclimatization on Survival Rate of Nile Fry (Oreochromis sp.) Yuliana Asri 1,*,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Air Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat di daratan, perairan lepas pantai (off shore water) dan perairan laut. Ekosistem air yang terdapat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 7. Bakteri Bacillus Sumber : Dokumentasi Pribadi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 7. Bakteri Bacillus Sumber : Dokumentasi Pribadi BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pembentukan Organisme Bioflok 4.1.1 Populasi Bakteri Populasi bakteri pada teknologi bioflok penting untuk diamati, karena teknologi bioflok didefinisikan sebagai teknologi

Lebih terperinci

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Plankton. Ima Yudha Perwira, SPi, Mp

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Plankton. Ima Yudha Perwira, SPi, Mp Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Plankton Ima Yudha Perwira, SPi, Mp Suhu Tinggi rendahnya suhu suatu badan perairan sangat mempengaruhi kehidupan plankton. Semakin tinggi suhu meningkatkan kebutuhan

Lebih terperinci