BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Prolarva Laju Penyerapan Kuning Telur Penyerapan kuning telur pada larva lele dumbo diamati selama 72 jam, dengan rentang waktu pengamatan 12 jam. Pengamatan pada awal penelitian menunjukkan bahwa rata-rata volume kuning telur awal adalah 1,98±0,46 mm 3. Dari analisis deskriptif diperoleh hasil bahwa perlakuan suhu 30 0 C dan 32 0 C memiliki penyerapan kuning telur paling cepat setelah 72 jam pemeliharaan, dengan volume kuning telur akhir rata-rata masing-masing 0, mm 3 dan 0, mm 3, sedangkan perlakuan suhu ruang memiliki penyerapan kuning telur paling lambat dengan volume akhir kuning telur akhir rata-rata sebesar 0,1566 mm 3. Semakin rendah suhu media pemeliharaan maka laju penyerapan kuning telur semakin lambat atau sebaliknya (Gambar 4). Volume kuning telur (mm 3 ) asuhu Ruang bsuhu 26 0 C csuhu 28 0 C dsuhu 30 0 C esuhu 32 0 C Jam ke- Gambar 5. Penurunan volume kuning telur (mm 3 ) larva lele dumbo berdasarkan perlakuan selama72 jam 34

2 35 Berdasarkan Gambar 5. menunjukkan bahwa laju penyerapan kuning telur rata-rata tertinggi terdapat pada suhu 30 0 C dan 32 0 C masing-masing sebesar 0,1895 mm 3 /jam dan 0,1923 mm 3 /jam, sedangkan laju penyerapan kuning telur terendah terdapat pada perlakuan suhu ruang yaitu 0,0352 mm 3 /jam. Hasil uji Tukey menunjukkan bahwa suhu ruang, berbeda nyata (p<0,05) dengan suhu 26 0 C, suhu 28 0 C, suhu 30 0 C dan suhu 32 0 C, namun suhu 26 0 C tidak berbeda nyata (p>0,05) dengan suhu 28 0 C. Suhu 30 0 C tidak berbeda nyata (p>0,05) dengan perlakuan suhu 32 0 C. Hal ini diduga pada suhu ruang mempunyai kisaran suhu terendah ( C) dengan rentang fluktuasi suhu media pemeliharaan yang cukup tinggi daripada perlakuan lain yaitu 22,3-24,6 0 C sehingga menyebabkan menurunnya laju metabolisme larva. Fluktuasi suhu media pemeliharaan yang cukup tinggi diduga mengganggu laju metabolisme larva lele dumbo sehingga laju penyerapan kuning telur lebih lambat dibandingkan dengan perlakuan suhu yang konstan. Ivlevas s dalam Kamler (1992) mengatakan bahwa suhu berpengaruh terhadap laju metabolisme hewan akuatik. Aktivitas metabolisme yang tinggi akan mempercepat laju penyerapan kuning telur. Pada suhu yang lebih rendah aktivitas metabolik berjalan lebih lambat sehingga laju penyerapan kuning telurnya lebih kecil. Hal ini terbukti dengan laju penyerapan kuning telur larva lele dumbo terbesar yang dicapai oleh perlakuan suhu 30 0 C dan 32 0 C masing-masing sebesar 0,151 dan 0,157 mm 3 /jam. Kuning telur merupakan cadangan pakan serta sebagai nutrien dan energi untuk tumbuh dan berkembang. Laju penyerapan kuning telur yang lebih tinggi memungkinkan tersedianya energi yang lebih tinggi (Woynarovich dan Horvath 1980 dalam Ardimas 2012). Berdasarkan Gambar 5 menunjukkan bahwa penyusutan kuning telur relatif lebih cepat pada awal penyerapan sampai dengan jam ke-24, kemudian penyerapan mulai melambat sampai kuning telur habis. Hal ini berkaitan dengan mulai terjadinya pembentukan organ-organ tubuh larva yang nantinya berguna untuk pemangsaan (organogenesis) tubuh larva. Pramono dan Marnani (2006) menyatakan bahwa laju penyerapan kuning telur yang relatif cepat erat kaitannya dengan pertumbuhan larva, pemeliharaan kondisi tubuh dan pembentukan organ. Secara umum kuning telur

3 36 merupakan sumber energi utama bagi larva sebelum memperoleh makan dari luar guna proses perkembangan dan pertumbuhannya. Energi yang berasal dari kuning telur digunakan pertama kali untuk proses perkembangannya. Apabila masih terdapat sisa energi kemudian digunakan untuk pertumbuhan larva lebih lanjut, sedangkan bila energi dari kuning telur habis, maka larva ikan akan memanfaatkan energi dari luar (exogenous energy) yaitu berupa pakan (Pramono dan Marnani 2006) Laju Pertumbuhan Panjang Pertumbuhan panjang larva lele dumbo pada fase endogenous feeding yang dipelihara selama 72 jam berkisar antara 6,618-7,933 mm (Gambar 6). Dari analisis deskriptif diperoleh hasil bahwa perlakuan suhu 30 0 C memiliki pertumbuhan panjang paling cepat dengan panjang akhir rata-rata 7,933±0,042 mm sedangkan perlakuan suhu ruang memiliki pertumbuhan panjang paling lambat dengan panjang akhir ratarata sebesar 6,618±0,052 mm. Panjang larva (mm) Gambar Suhu ruang (A) a (B) b (C) c (D) d (E) e Suhu media pemeliharaan ( 0 C) Rata-rata pertumbuhan panjang akhir larva lele dumbo setelah 72 jam pemeliharaan. Huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata (p<0,05). Berdasarkan hasil uji Tukey menunjukkan bahwa suhu 30 0 C berbeda nyata (p<0,05) dengan suhu ruang, suhu 26 0 C, suhu 28 0 C dan suhu 32 0 C. Suhu 28 0 C tidak berbeda nyata (p>0,05) dengan suhu 32 0 C. Hal ini diduga pada suhu 30 0 C berlangsung laju metabolisme cukup tinggi yang erat kaitannya dengan laju penyerapan kuning telur larva lele dumbo sebagai sumber energi metabolisme larva.

4 37 Nugraha et al. (2012) menyatakan suhu berpengaruh terhadap laju metabolisme hewan akuatik yang bersifat poikilotermal, aktivitas metabolisme yang tinggi memerlukan energi yang besar sehingga laju penyerapan kuning telur menjadi lebih cepat. Ditegaskan pula oleh Morgan 1997 dalam Soraya et al. bahwa poikiloterm merupakan sifat ikan yang suhu tubuhnya sesuai dengan suhu lingkungan, dimana ketika peningkatan suhu akan berbanding lurus dengan peningkatan laju metabolisme pada tubuh ikan. Kamler (1992) menambahkan bahwa suhu merupakan salah satu faktor penting sebagai controlling factor yang mempengaruhi laju perkembangan dan laju pertumbuhan larva selama periode endogenus feeding. Diantara suhu 30 0 C dengan 32 0 C meski kedua perlakuan tersebut memiliki laju penyerapan kuning telur yang hampir sama, namun pada perlakuan suhu 32 0 C mempunyai laju pertumbuhan yang lebih rendah bila dibandingkan dengan perlakuan suhu 30 0 C. Hal ini diduga pada suhu 32 0 C energi yang dihasilkan dari proses metabolisme lebih banyak digunakan untuk aktivitas gerak larva yang meningkat seiring dengan semakin meningkatnya suhu. Berbeda dengan suhu 28 0 C dan suhu 30 0 C yang lebih banyak menggunakan energi yang dihasilkan dari proses metabolisme sebagai pembentukan jaringan baru (pertumbuhan). Menurut Landsman et al. (2011) dalam Nugraha et al. (2012), laju metabolisme yang tinggi menyebabkan konsumsi energi (kuning telur) cepat diserap. Dengan demikian pertumbuhan yang berkembang pada stadia tertentu hingga stadia kuning telur habis sangat dipengaruhi oleh besarnya energi yang hilang selama masa perkembangan tersebut. Aktivitas ini dalam metabolisme dipengaruhi suhu (Fry 1971 dalam Nugraha et al. 2012). Ditegaskan oleh hukum Van t Hoff dalam Kelabora (2010) yang menyatakan bahwa untuk setiap perubahan kimiawi, kecepatan reaksinya naik 2-3 kali lipat setiap kenaikan suhu sebesar 10 0 C. Namun untuk pertumbuhan larva kenaikan suhu tersebut malah menurunkan pertumbuhan, dikarenakan larva ikan mempunyai batas toleransi suhu.

5 38 8 Pertumbuhan panjang (mm) asuhu Ruang bsuhu 26 o C csuhu 28 o C dsuhu 30 o C esuhu 32 o C Jam ke- Gambar 7. Pertumbuhan panjang larva lele dumbo pada setiap perlakuan selama 72 jam pemeliharaan Menurut Effendie (1997) hubungan pertambahan ukuran dengan waktu jika digambarkan dalam suatu sistem koordinat menghasilkan suatu diagram yang disebut kurva pertumbuhan. Pertumbuhan ikan yang diplotkan selama masa hidupnya akan mendapatkan kurva sigmoid. Bentuk kurva demikian disebabkan alamiah pertumbuhan autokatalitik dari ikan dimana pertumbuhan pada fase awal dari hidupnya mula-mula lambat kemudian cepat dan lambat lagi pada umur tua. Kamler (1992) Tinca tinca mengkonversi lebih banyak kuning telur untuk jaringan tubuh seiring dengan meningkatnya suhu inkubasi. Berbeda halnya dengan Tautoga onitis, Salmo salar, Ctenopharyngdon idella menunjukkan korelasi yang negatif antara berat dengan suhu inkubasi Efisiensi Pemanfaatan Kuning Telur Efisiensi pemanfaatan kuning telur merupakan banyaknya atau besarnya jaringan tubuh yang terbentuk dari penyerapan kuning telur. Besarnya efisiensi penyerapan kuning telur dengan rata-rata akhir berkisar antara 3,853-15,920%. Nilai tertinggi diperoleh pada perlakuan suhu ruang sebesar 15,920% dan nilai terendah diperoleh pada perlakuan suhu 32 0 C sebesar 3,853% (Gambar 7).

6 39 Gambar 8. Efisiensi pemanfaatan kuning telur (%) Suhu ruang (A) 1 (B) 2 (C) 3 (D) 4 (E) 5 Suhu media pemeliharaan ( 0 C) Efisiensi pemanfaatan kuning telur larva lele dumbo pada setiap perlakuan selama pemeliharaan. Huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata (p<0,05). Berdasarkan hasil uji Tukey menunjukkan bahwa suhu 30 0 C dan 32 0 C berbeda nyata (p<0,05) dengan suhu ruang, 26 0 C dan suhu 28 0 C, namun suhu 30 0 C tidak berbeda nyata (p>0,05) dengan suhu 32 0 C. Suhu ruang tidak berbeda nyata (p>0,05) dengan suhu 26 0 C dan 28 0 C. Pada perlakuan suhu ruang memiliki nilai efisiensi pemanfaatan kuning telur tertinggi, tingginya efisiensi pemanfaatan kuning telur pada suhu ruang tidak diikuti oleh tingginya laju pertumbuhan (Gambar 7), hal ini diduga dengan rendahnya suhu maka aktivitas gerak yang dilakukan oleh larva lebih rendah dibandingkan dengan suhu lainnya, sehingga jumlah energi yang dihasilkan dari penyerapan kuning telur lebih banyak digunakan untuk pertumbuhan. Sebaliknya pada suhu 30 0 C dan 32 0 C, selain digunakan untuk pertumbuhan, energi yang dihasilkan juga digunakan untuk aktivitas larva yang lebih aktif bergerak daripada perlakuan suhu lainnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Shukla (2009) bahwa nilai efisiensi tinggi dihasilkan dari aktvitas yang rendah. Pada perlakuan suhu 32 0 C mempunyai efisieinsi pemanfaatan kuning telur terendah, hal ini diduga energi yang dihasilkan dari metabolisme kuning telur selain digunakan untuk pertumbuhan dan aktivitas larva, juga digunakan untuk beradaptasi dengan kondisi lingkungan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Dijelaskan oleh Budiardi et al. (2005), bahwa ketika larva dapat beradaptasi dengan kondisi lingkungannya maka

7 40 jumlah energi yang didapatkan dari proses penyerapan kuning telur lebih tinggi digunakan untuk pertumbuhan dibandingkan untuk aktivitas dan pemeliharaan larva Derajat Kelangsungan Hidup (Prolarva) Derajat kelangsungan hidup (survival rate) adalah perbandingan ikan yang hidup hingga akhir pemeliharaan dengan jumlah ikan pada awal pemeliharaan. Derajat kelangsungan hidup larva lele dumbo yang dipelihara selama 72 jam berkisar antara 72,78-88,33% (Gambar 9). Nilai tertinggi diperoleh pada perlakuan suhu media pemeliharaan 30 0 C sebesar 88,33±3,33% dan nilai terendah pada perlakuan suhu ruang sebesar 72,78±8,55%. Gambar 9. Survival Rate (%) Suhu ruang (A) 26 (B) 28 (C) 30 (D) Suhu media pemeliharaan ( 0 C) Kelangsungan hidup larva lele dumbo pada setiap perlakuan selama pemeliharaan. Huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata (p<0,05). Berdasarkan hasil uji Tukey menunjukkan bahwa suhu 30 0 C berbeda nyata (p<0,05) dengan suhu ruang. Sedangkan suhu 30 0 C tidak berbeda nyata (p>0,05) dengan suhu 26 0 C, suhu 28 0 C, dan suhu 32 0 C. Suhu ruang tidak berbeda nyata (p>0,05) dengan suhu 26 0 C, 28 0 C dan suhu 32 0 C. Pada fase ini ketersediaan energi (pakan) tersedia didalam tubuh larva, sehingga derajat kelangsungan hidup diantara perlakuan suhu ruang, 26 0 C, 28 0 C, 30 0 C dan 32 0 C tidak terdapat perbedaan nilai yang tinggi. Kematian larva pada fase endogenous feeding diduga karena ketidakmampuan larva lele dumbo beradaptasi dengan suhu air yang berbeda (suhu media penetasan berbeda dengan media perlakuan). Vladimirov (1975) dalam Ardimas (2012) 32 (E)

8 41 menyatakan bahwa kondisi lingkungan yang tidak menunjang (diluar kisaran normal) seperti terlalu tinggi suhu, adanya cahaya langsung dan lainnya dapat mengakibatkan kematian terutama pada masa transisi atau kritis. 4.2 Postlarva Pertumbuhan Panjang Mutlak Pertumbuhan panjang larva lele dumbo setelah fase endogenous feeding, yang dipelihara selama 14 hari berkisar antara 4,82-10,59 mm (Gambar 10). Dari analisis deskriptif diperoleh hasil bahwa perlakuan suhu 30 0 C memiliki pertumbuhan panjang paling cepat dengan panjang akhir rata-rata 10,59±0,09 mm sedangkan perlakuan suhu ruang memiliki pertumbuhan panjang paling lambat dengan panjang akhir akhir ratarata sebesar 4,82±0,13 mm Panjang (mm) Suhu ruang (A) 1 (B) 2 (C) 3 (D) 4 (E) 5 Suhu media pemeliharaan ( 0 C) Gambar 10. Pertumbuhan panjang mutlak larva lele dumbo pada setiap perlakuan selama 14 hari pemeliharaan. Huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata (p<0,05) Dari hasil uji Tukey menunjukkan bahwa diperoleh antar perlakuan suhu media pemeliharaan terdapat beda nyata (p<0,05). Hal ini karena pada setiap perlakuan suhu memiliki laju metabolisme yang berbeda-beda sehingga mempengaruhi pertumbuhan panjang larva. Laju metabolisme yang cukup tinggi yang memungkinkan larva untuk aktif mencari makan sehingga energi yang diperoleh dapat dimanfaatkan dengan lebih baik untuk pertumbuhan (Nugraha et al. 2012). Pertumbuhan panjang larva lele dumbo juga berkaitan dengan proses organogenesis

9 42 terutama perkembangan mulut larva pada fase endogenous feeding. Dengan proses organogenesis larva yang lebih sempurna terbentuk ketika memasuki fase exogenous feeding, larva pada perlakuan suhu 28 0 C, suhu 30 0 C dan suhu 32 0 C dibandingkan dengan suhu ruang dan suhu sehingga memungkinkan larva pada perlakuan suhu 28 0 C, suhu 30 0 C dan suhu 32 0 C sudah dapat makan terlebih dahulu dibandingkan pada perlakuan suhu ruang dan suhu 26 0 C. Menurut Shirota (1970) dalam Ardimas (2012) larva dengan mulut yang lebih kecil tumbuh lebih lambat daripada larva dengan mulut yang lebih besar. Hyatt (1979) menambahkan bahwa ukuran mulut menjadi faktor pembatas untuk memakan pakan alami maupun pakan buatan Derajat Kelangsungan Hidup (Postlarva) Derajat kelangsungan hidup (survival rate) larva lele dumbo yang dipelihara selama 14 hari berkisar antara 60,96-95,74% (Gambar 11). Nilai tertinggi diperoleh pada perlakuan suhu media pemeliharaan suhu 32 0 C dengan nilai masing-masing sebesar 95,74±3,70% sedangkan nilai terendah pada perlakuan suhu suhu ruang sebesar 60,96±9,69%. Survival Rate (%) Suhu ruang (A) 26 (B) Suhu media pemeliharaan ( 0 C) Gambar 11. Kelangsungan hidup larva lele dumbo pada setiap perlakuan selama 14 hari pemeliharaan. Huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata (p<0,05). 28 (C) 30 (D) 32 (E)

10 43 Hasil uji Tukey menunjukkan bahwa pada suhu ruang berbeda nyata (p<0,05) dengan suhu 26 0 C, suhu 28 0 C, 30 0 C dan suhu 32 0 C. Untuk suhu 26 0 C tidak berbeda nyata (p>0,05) dengan perlakuan suhu 28 0 C, suhu 30 0 C dan suhu 32 0 C. Hal ini diduga ketika memasuki fase exogenous feeding larva lele dumbo pada perlakuan suhu ruang proses organogenesis masih terus berlangsung dan berkembang, hal ini erat kaitannya dengan laju penyerapan kuning telur yang rendah pada fase endogenous feeding, dengan terganggunya proses organogenesis maka organ-organ pemangsaan (bintik mata, bukaan mulut dan lain-lainya) larva belum terbentuk secara sempurna sehingga ketika memasuki fase exogenous feeding, larva tidak mampu mendapatkan dan memanfaatkan energi dari luar berupa pakan. Meskipun nilai efisiensi pemanfaatan kuning telur larva suhu ruang ketika fase endogenous feeding tinggi tidak menjamin larva tersebut memiliki organ-organ yang telah mendukung kelangsungan hidupnya ketika memasuki fase exogenous feeding. Dijelaskan sebelumnya oleh Shukla (2009) bahwa nilai efisiensi tinggi dihasilkan dari aktvitas yang rendah. Larva dengan aktifitas rendah diduga memiliki kelainan karena larva yang berkualitas baik adalah larva yang berenang aktif. Aktifitas renang tersebut merupakan upaya untuk pembentukan gelembung udara pada tubuh larva. Jadi, dapat dipastikan bahwa dalam kasus ini efisiensi pemanfaatan kuning telur berkorelasi negatif dengan keberlangsungan proses organogenesis larva lele dumbo. Menurut Effendi (2004) kematian larva yang tinggi dikarenakan pada fase stadia larva terjadi peralihan makanan dari kuning telur (endogenous feeding) ke pemanfaatan pakan dari luar (exogenous feeding). Apabila terjadi kesenjangan energi dari endogenous feeding ke exogenous feeding maka akan menyebabkan kematian larva. Kesenjangan diartikan pada saat kuning telur larva habis, larva belum melakukan proses organogenesis secara sempurna seperti pembentukan bintik mata, bukaan mulut, dan lainnya. Ketidaksempurnaan dalam proses organogenesis dengan memanfaatkan energi dari kuning telur (endogenous feeding) akan mengakibatkan ketidakmampuan larva dalam memanfaatkan pakan dari luar (exogenous feeding). Hal lain yang diduga menyebabkan kematian adalah ketidakmampuan larva beradaptasi dengan baik terhadap fluktuatif suhu air. Fluktuatif suhu air dapat

11 44 mengakibatkan ikan stress dan mengakibatkan kematian bagi ikan. Disamping itu, penyerapan kuning telur yang terjadi pada perlakuan suhu ruang tidak optimal sehingga menyebabkan perkembangan organ tubuh tidak berjalan dengan baik. Sembiring (2011) mengatakan bahwa salah satu konsekuensi dari hal tersebut adalah keterlambatan pembentukan organ-organ pemangsaan salah satunya keterlambatan perkembangan bukaan mulut larva sehingga pada saat kuning telur larva telah habis selanjutnya larva memerlukan pakan dari luar namun larva tidak dapat memanfaatkan pakan tersebut dengan baik. 4.3 Pengukuran Kualitas Air Parameter kualitas air yang diamati meliputi Suhu, DO (Dissolved Oxygen), ph, TAN (Total Ammonia Nitrogen) pada media pemeliharaan larva lele dumbo selama pemeliharaan (Tabel 3). Parameter kualitas air Tabel 3. Data kisaran nilai parameter kualitas air selama masa pemeliharaan larva lele dumbo pada media pemeliharaan Perlakuan Pustaka A B C D E Suhu ( 0 C) 22,3-24, ,2 27,5-28,7 29,5-30,4 30,9-31,6 DO (mg/l) 8,0-9,4 6,5-8,8 6,1-7,9 5,3-6,9 5,5-6,3 >5 a ph 7,42-7,7 7,48-7,78 7,34-7,4 7,38-7,55 7,34-7,4 6,5-8,5 a TAN (mg/l) 0,25-0,31 0,25-0,41 0,25-0,42 0,25-0,71 0,25-0,77 <1 a Keterangan: a ) Effendi (2003) Berdasarkan hasil analisis kualitas air (Tabel 3) yang dilakukan pada awal, tengah, dan akhir pemeliharaan didapat hasil parameter kualitas air yaitu Suhu, ph, DO, dan TAN masih berada pada kisaran normal. Nilai dari masing-masing parameter kualitas air diatas menunjukkan bahwa kualitas air pada media pemeliharaan tidak berpengaruh negatif terhadap parameter-parameter uji. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kematian larva terjadi bukan disebabkan oleh kualitas air yang buruk.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. a b c

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. a b c BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Perkembangan Embrio Ikan Nilem Hasil pengamatan embriogenesis ikan nilem, setelah pencampuran sel sperma dan telur kemudian telur mengalami perkembangan serta terjadi fase

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan nilem (Osteochilus hasselti) merupakan ikan yang banyak dipelihara di daerah Jawa Barat dan di Sumatera (khususnya Sumatera Barat). Ikan nilem ini mempunyai cita

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tingkat Kelangsungan Hidup Kelangsungan hidup dapat digunakan sebagai tolok ukur untuk mengetahui toleransi dan kemampuan ikan untuk hidup dan dinyatakan sebagai perbandingan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kualitas Air Kualitas hidup ikan akan sangat bergantung dari keadaan lingkunganya. Kualitas air yang baik dapat menunjang pertumbuhan, perkembangan, dan kelangsungan hidup

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada tanggal 23 Februari sampai 11 Maret 2013, di Laboratorium Akuakultur dan untuk pengamatan selama endogenous

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Biologi Lele Dumbo Salah satu komoditas perikanan yang cukup populer di masyarakat adalah lele dumbo (Clarias gariepinus). Ikan ini berasal dari Benua Afrika dan pertama kali

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelangsungan Hidup Berdasarkan hasil pengamatan selama 40 hari massa pemeliharaan terhadap benih ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) diketahui rata-rata tingkat kelangsungan

Lebih terperinci

EFISIENSI PEMANFAATAN KUNING TELUR EMBRIO DAN LARVA IKAN MAANVIS (Pterophyllum scalare) PADA SUHU INKUBASI YANG BERBEDA

EFISIENSI PEMANFAATAN KUNING TELUR EMBRIO DAN LARVA IKAN MAANVIS (Pterophyllum scalare) PADA SUHU INKUBASI YANG BERBEDA Jurnal Akuakultur Indonesia, 4 (1): 57 61 (2005) Available : http://journal.ipb.ac.id/index.php/jai http://jurnalakuakulturindonesia.ipb.ac.id 57 EFISIENSI PEMANFAATAN KUNING TELUR EMBRIO DAN LARVA IKAN

Lebih terperinci

Tingkat Penggunaan Limbah Laju Pertumbuhan %

Tingkat Penggunaan Limbah Laju Pertumbuhan % BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Laju Pertumbuhan Harian Berdasarkan hasil pengamatan terhadap benih Lele Sangkuriang selama 42 hari masa pemeliharaan diketahui bahwa tingkat penggunaan limbah ikan tongkol

Lebih terperinci

Lampiran 1. Fase Perkembangan Embrio Telur Ikan Nilem

Lampiran 1. Fase Perkembangan Embrio Telur Ikan Nilem LAMPIRAN 46 Lampiran 1. Fase Perkembangan Embrio Telur Ikan Nilem Waktu Gambar Keterangan 6 April 2013 Cleavage 19.00 6 April 2013 21.00 Morula 6 April 2013 22.00 Blastula 6 April 2013 23.00 Grastula 47

Lebih terperinci

Lampiran 1. Tata Letak Wadah Perlakuan

Lampiran 1. Tata Letak Wadah Perlakuan LAMPIRAN 39 40 Lampiran 1. Tata Letak Wadah Perlakuan Perlakuan B Perlakuan C B 3 B 1 C 4 C 3 B 4 B 2 C 2 C 1 Perlakuan D Perlakuan E D 1 D 2 E 1 E 4 D 4 D 3 E 3 E 2 Perlakuan A A 2 A 3 A 1 A 4 41 Lampiran

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kelangsungan Hidup (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelangsungan Hidup (SR) Kelangsungan hidup merupakan suatu perbandingan antara jumlah organisme yang hidup diakhir penelitian dengan jumlah organisme

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Fisika Kimia Air Parameter fisika kimia air yang diamati pada penelitian ini adalah ph, CO 2, NH 3, DO (dissolved oxygen), kesadahan, alkalinitas, dan suhu. Pengukuran

Lebih terperinci

Tingkat Kelangsungan Hidup

Tingkat Kelangsungan Hidup BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tingkat Kelangsungan Hidup Tingkat kelangsungan hidup merupakan suatu nilai perbandingan antara jumlah organisme yang hidup di akhir pemeliharaan dengan jumlah organisme

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelangsungan Hidup Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelangsungan hidup dari setiap perlakuan memberikan hasil yang berbeda-beda. Tingkat kelangsungan hidup yang paling

Lebih terperinci

Gambar 2. Grafik Pertumbuhan benih ikan Tagih

Gambar 2. Grafik Pertumbuhan benih ikan Tagih BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Laju Pertumbuhan Laju pertumbuhan merupakan penambahan jumlah bobot ataupun panjang ikan dalam periode waktu tertentu. Pertumbuhan terkait dengan faktor luar dan dalam

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3 Data perubahan parameter kualitas air

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3 Data perubahan parameter kualitas air 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Kualitas Air Kualitas air merupakan faktor kelayakan suatu perairan untuk menunjang kehidupan dan pertumbuhan organisme akuatik yang nilainya ditentukan dalam kisaran

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Amonia Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh data berupa nilai dari parameter amonia yang disajikan dalam bentuk grafik. Dari grafik dapat diketahui

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Laju Pertumbuhan Spesifik Benih Ikan Mas (SGR)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Laju Pertumbuhan Spesifik Benih Ikan Mas (SGR) IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Laju Pertumbuhan Spesifik Benih Ikan Mas (SGR) Perubahan bobot ikan selama masa pemeliharaan diukur dan dicatat untuk mendapatkan data mengenai laju pertumbuhan

Lebih terperinci

Gambar 5. Grafik Pertambahan Bobot Rata-rata Benih Lele Dumbo pada Setiap Periode Pengamatan

Gambar 5. Grafik Pertambahan Bobot Rata-rata Benih Lele Dumbo pada Setiap Periode Pengamatan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Laju Pertumbuhan Harian Laju Pertumbuhan adalah perubahan bentuk akibat pertambahan panjang, berat, dan volume dalam periode tertentu (Effendi, 1997). Berdasarkan hasil

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Total Amonia Nitrogen (TAN) Konsentrasi total amonia nitrogen (TAN) diukur setiap 48 jam dari jam ke-0 hingga jam ke-120. Peningkatan konsentrasi TAN terjadi pada

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Hasil dari penelitian yang dilakukan berupa parameter yang diamati seperti kelangsungan hidup, laju pertumbuhan bobot harian, pertumbuhan panjang mutlak, koefisien keragaman

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Bernhard Grzimek (1973) dalam Yovita H.I dan Mahmud Amin

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Bernhard Grzimek (1973) dalam Yovita H.I dan Mahmud Amin TINJAUAN PUSTAKA Ikan Black Ghost (Apteronotus albifrons) Menurut Bernhard Grzimek (1973) dalam Yovita H.I dan Mahmud Amin dalam Rahman (2012), sistematika ikan black ghost adalah sebagai berikut : Kingdom

Lebih terperinci

Gambar 4. Grafik Peningkatan Bobot Rata-rata Benih Ikan Lele Sangkuriang

Gambar 4. Grafik Peningkatan Bobot Rata-rata Benih Ikan Lele Sangkuriang Bobot ikan (g) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Laju Pertumbuhan Pertumbuhan merupakan penambahan jumlah bobot ataupun panjang ikan dalam satu periode waktu tertentu. Pertumbuhan dapat diartikan sebagai

Lebih terperinci

Jatinangor, Juli Eka Hariani Suhardi. vii

Jatinangor, Juli Eka Hariani Suhardi. vii KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan ke Hadirat Allah SWT yang telah memberikan rakhmat dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul Pengaruh Suhu Media

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Padat Tebar (ekor/liter)

HASIL DAN PEMBAHASAN Padat Tebar (ekor/liter) 9 III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Berikut adalah hasil dari perlakuan padat tebar yang dilakukan dalam penelitian yang terdiri dari parameter biologi, parameter kualitas air dan parameter ekonomi.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Derajat Kelangsungan Hidup (SR) Perlakuan Perendaman (%)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Derajat Kelangsungan Hidup (SR) Perlakuan Perendaman (%) IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Hasil yang diperoleh pada penelitian ini meliputi persentase jenis kelamin jantan rata-rata, derajat kelangsungan hidup (SR) rata-rata setelah perlakuan perendaman dan

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Laju Pertumbuhan Bobot Harian Bobot benih ikan nila hibrid dari setiap perlakuan yang dipelihara selama 28 hari meningkat setiap minggunya. Bobot akhir benih ikan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL. Pertumbuhan. Perlakuan A (0%) B (5%) C (10%) D (15%) E (20%) gurame. Pertambahan

BAB IV HASIL. Pertumbuhan. Perlakuan A (0%) B (5%) C (10%) D (15%) E (20%) gurame. Pertambahan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pertumbuhan Bobot Mutlak dan Laju Pertumbuhan Bobot Harian Pertumbuhan adalah perubahan bentuk akibat pertambahan panjang, berat, dan volume dalam periode tertentu (Effendi

Lebih terperinci

PENGGUNAAN AERASI AIR MANCUR (FOINTAIN) DI KOLAM UNTUK PERTUMBUHAN IKAN NILA GIFT(Oreochromis niloticus)

PENGGUNAAN AERASI AIR MANCUR (FOINTAIN) DI KOLAM UNTUK PERTUMBUHAN IKAN NILA GIFT(Oreochromis niloticus) PENGGUNAAN AERASI AIR MANCUR (FOINTAIN) DI KOLAM UNTUK PERTUMBUHAN IKAN NILA GIFT(Oreochromis niloticus) Rukmini Fakultas Perikanan dan Kelautan UNLAM Banjarbaru Email rukmini_bp@yahoo.com ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 15 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Berikut adalah hasil dari perlakuan ketinggian air yang dilakukan dalam penelitian yang terdiri dari beberapa parameter uji (Tabel 5). Tabel 5. Pengaruh perlakuan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengamatan terhadap ikan didapatkan suatu parameter pertumbuhan dan kelangsungan hidup berupa laju pertumbuhan spesifik, pertumbuhan panjang mutlak dan derajat kelangsungan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Pertumbuhan beberapa tanaman air Pertumbuhan adalah perubahan dimensi (panjang, berat, volume, jumlah, dan ukuran) dalam satuan waktu baik individu maupun komunitas.

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Parameter Air sebagai Tempat Hidup Ikan Nila (Oreochromis niloticus) Kualitas air merupakan salah satu faktor penting yang berpengaruh terhadap kelangsungan hidup ikan nila.

Lebih terperinci

BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil Penelitian 5.1.1. Pertumbuhan Bobot dan Panjang Ikan Selais (Ompok hypophthalmus) Setelah 112 hari pemeliharaan benih ikan selais (Ompok hypophthalmus) didapatkan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pertumbuhan Mikroalga Laut Scenedesmus sp. Hasil pengamatan pengaruh kelimpahan sel Scenedesmus sp. terhadap limbah industri dengan dua pelakuan yang berbeda yaitu menggunakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Rasio Kelamin Ikan Nilem Penentuan jenis kelamin ikan dapat diperoleh berdasarkan karakter seksual primer dan sekunder. Pemeriksaan gonad ikan dilakukan dengan mengamati

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komposisi dan Kelimpahan Plankton Hasil identifikasi plankton sampai tingkat genus pada tambak udang Cibalong disajikankan pada Tabel 1. Hasil identifikasi komunitas plankton

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tingkat Kecerahan Warna Timbulnya warna ikan secara alami disebabkan tersedianya karotenoid dari makanan alami (Simpson et al. 1981 dalam Utomo dkk 2006), sedangkan sumber

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Evaluasi teknis budidaya Hasil dari teknologi budidaya penggunaan pakan sepenuhnya pada kolam air tenang dan teknologi budidaya penggunaan pakan pengganti limbah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PEMIJAHAN, PENETASAN TELUR DAN PERAWATAN LARVA Pemijahan merupakan proses perkawinan antara induk jantan dengan induk betina. Pembuahan ikan dilakukan di luar tubuh. Masing-masing

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Laju Pertumbuhan Mutlak Nila Gift Laju pertumbuhan rata-rata panjang dan berat mutlak ikan Nila Gift yang dipelihara selama 40 hari, dengan menggunakan tiga perlakuan yakni

Lebih terperinci

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN. penelitian adalah perubahan cuaca yang signifikan, periode musim kemarau yang

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN. penelitian adalah perubahan cuaca yang signifikan, periode musim kemarau yang 18 BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Selama penelitian yang dilakukan, kendala utama yang menjadi penghambat penelitian adalah perubahan cuaca yang signifikan, periode musim kemarau yang cukup panjang menjadi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 21 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Kualitas Air Kualitas air merupakan parameter lingkungan yang memegang peranan penting dalam kelangsungan suatu kegiatan budidaya. Parameter kualitas air yang

Lebih terperinci

Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia, 1(1) :34-45 (2013) ISSN :

Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia, 1(1) :34-45 (2013) ISSN : Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia, 1(1) :34-45 (2013) ISSN : 2303-2960 LAJU PENYERAPAN KUNING TELUR TAMBAKAN (Helostoma temminckii C.V) DENGAN SUHU INKUBASI BERBEDA Yolk Adsorption Rate of Kissing Gouramy

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Fisika dan Kimia Perairan Kondisi alami sampel karang berdasarkan data (Lampiran 1) dengan kondisi tempat fragmentasi memiliki perbedaan yang tidak terlalu signifikan

Lebih terperinci

Institut Pertanian Bogor, Kampus Darmaga, Bogor (16680), Indonesia ABSTRACT

Institut Pertanian Bogor, Kampus Darmaga, Bogor (16680), Indonesia ABSTRACT Jurnal Pengaruh Akuakultur Hormon Indonesia, Triiodotironin 2(1): 1 6 terhadap (23) Larva Ikan Gurame Available : http://journal.ipb.ac.id/index.php/jai 1 http://jurnalakuakulturindonesia.ipb.ac.id PENGARUH

Lebih terperinci

V HASIL DAN PEMBAHASAN. pengamatan tersebut diberikan nilai skor berdasarkan kelompok hari moulting. Nilai

V HASIL DAN PEMBAHASAN. pengamatan tersebut diberikan nilai skor berdasarkan kelompok hari moulting. Nilai V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil 5.1.1 Kecepatan moulting kepiting bakau Pengamatan moulting kepiting bakau ini dilakukan setiap 2 jam dan dinyatakan dalam satuan moulting/hari. Pengamatan dilakukan selama

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Grafik pertumbuhan benih C. macropomum yang dihasilkan selama 40 hari

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Grafik pertumbuhan benih C. macropomum yang dihasilkan selama 40 hari IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1 Pertumbuhan benih C. macropomum Grafik pertumbuhan benih C. macropomum yang dihasilkan selama 40 hari pemeliharaan disajikan pada Gambar 3. Gambar 3. Pertumbuhan C.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Perilaku Kanibalisme Ketersediaan dan kelimpahan pakan dapat mengurangi frekuensi terjadinya kanibalisme (Katavic et al. 1989 dalam Folkvord 1991). Menurut Hecht dan Appelbaum

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) 2.1.1. Klasifikasi Secara biologis ikan lele dumbo mempunyai kelebihan dibandingkan dengan jenis lele lainnya, yaitu lebih mudah dibudidayakan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Dari pengamatan yang telah dilakukan, diperoleh data mengenai biomassa panen, kepadatan sel, laju pertumbuhan spesifik (LPS), waktu penggandaan (G), kandungan nutrisi,

Lebih terperinci

S. Mulyati, M. Zairin Jr., dan M. M. Raswin

S. Mulyati, M. Zairin Jr., dan M. M. Raswin Pengaruh Jurnal Akuakultur Tiroksin Indonesia, terhadap Larva 1(1): Ikan 21 25(2002) Gurami Available : http://journal.ipb.ac.id/index.php/jai 21 http://jurnalakuakulturindonesia.ipb.ac.id PENGARUH UMUR

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelangsungan Hidup Ikan Nila Nirwana Selama Masa Pemeliharaan Perlakuan Kelangsungan Hidup (%)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelangsungan Hidup Ikan Nila Nirwana Selama Masa Pemeliharaan Perlakuan Kelangsungan Hidup (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kelangsungan Hidup Berdasarkan hasil pengamatan dari penelitian yang dilakukan selama 30 hari, diperoleh bahwa pengaruh salinitas terhadap kelangsungan hidup benih nila

Lebih terperinci

2.2. Parameter Fisika dan Kimia Tempat Hidup Kualitas air terdiri dari keseluruhan faktor fisika, kimia, dan biologi yang mempengaruhi pemanfaatan

2.2. Parameter Fisika dan Kimia Tempat Hidup Kualitas air terdiri dari keseluruhan faktor fisika, kimia, dan biologi yang mempengaruhi pemanfaatan 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Chironomida Organisme akuatik yang seringkali mendominasi dan banyak ditemukan di lingkungan perairan adalah larva serangga air. Salah satu larva serangga air yang dapat ditemukan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Persentase Ikan Jantan Salah satu faktor yang dapat digunakan dalam mengukur keberhasilan proses maskulinisasi ikan nila yaitu persentase ikan jantan. Persentase jantan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Lele Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Filum: Chordata Kelas : Pisces Ordo : Ostariophysi Famili : Clariidae Genus : Clarias Spesies :

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil Berdasarkan hasil yang diperoleh dari kepadatan 5 kijing, persentase penurunan total nitrogen air di akhir perlakuan sebesar 57%, sedangkan untuk kepadatan 10 kijing

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Berikut ini adalah hasil penelitian dari perlakuan perbedaan substrat menggunakan sistem filter undergravel yang meliputi hasil pengukuran parameter kualitas air dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Benih ikan mas (Cyprinus carpio) tergolong ikan ekonomis penting karena ikan ini sangat dibutuhkan masyarakat dan hingga kini masih belum dapat dipenuhi oleh produsen

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai. Secara ekologis sungai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai. Secara ekologis sungai 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Sungai merupakan suatu perairan yang airnya berasal dari air tanah dan air hujan, yang mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Aliran tersebut dapat

Lebih terperinci

PENGARUH SUBTITUSI PARSIAL TEPUNG IKAN DENGAN TEPUNG TULANG TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN LELE SANGKURIANG (Clarias gariepinus.

PENGARUH SUBTITUSI PARSIAL TEPUNG IKAN DENGAN TEPUNG TULANG TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN LELE SANGKURIANG (Clarias gariepinus. e-jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan Volume III No 2 Februari 2015 ISSN: 2302-3600 PENGARUH SUBTITUSI PARSIAL TEPUNG IKAN DENGAN TEPUNG TULANG TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN LELE SANGKURIANG (Clarias

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Parameter Air Sebagai Tempat Hidup Ikan Bawal Air Tawar Hasil analisis kualitas media air yang digunakan selama penelitian ditampilkan pada Tabel 4. Tabel 4 Hasil analisis kualitas

Lebih terperinci

Gambar 1. Ikan lele dumbo (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Gambar 1. Ikan lele dumbo (Sumber: Dokumentasi Pribadi) BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Biologi Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Lele dumbo adalah jenis ikan hibrida hasil silangan antara Clarias gariepinus dengan C. fuscus dan merupakan ikan introduksi yang pertama

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Lele (Clarias) merupakan salah satu dari berbagai jenis ikan yang sudah banyak

I. PENDAHULUAN. Lele (Clarias) merupakan salah satu dari berbagai jenis ikan yang sudah banyak I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lele (Clarias) merupakan salah satu dari berbagai jenis ikan yang sudah banyak dibudidayakan di Indonesia. Pengembangan usaha budidaya lele semakin meningkat setelah masuknya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelangsungan Hidup Hasil pengamatan kelangsungan hidup larva ikan Nilem selama 15 hari dengan pemberian Artemia yang diperkaya dengan susu bubuk afkir 0,3 g/l, 0,5 g/l,

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kualitas Air Pemeliharaan Lobster Kualitas air merupakan salah satu faktor penting yang dapat mempengaruhi kondisi lobster air tawar. Air yang digunakan dalam proses adaptasi,

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Dari penelitian ini, didapatkan data sebagai berikut: daya listrik, kualitas air (DO, suhu, ph, NH 3, CO 2, dan salinitas), oxygen transfer rate (OTR), dan efektivitas

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Fisiologi Hewan Air Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, pada bulan Maret 2013 sampai dengan April 2013.

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Jumlah Konsumsi Pakan Perbedaan pemberian dosis vitamin C mempengaruhi jumlah konsumsi pakan (P

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. Ikan lele dumbo adalah jenis ikan hibrida hasil persilangan antara C. batracus

I. TINJAUAN PUSTAKA. Ikan lele dumbo adalah jenis ikan hibrida hasil persilangan antara C. batracus I. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) 2.1.1 Klasifikasi Ikan lele dumbo adalah jenis ikan hibrida hasil persilangan antara C. batracus dengan C. fuscus dan merupakan ikan introduksi

Lebih terperinci

PENGARUH FOTOPERIODE TERHADAP PERTUMBUHAN LELE DUMBO (Clarias gariepinus) ABSTRAK

PENGARUH FOTOPERIODE TERHADAP PERTUMBUHAN LELE DUMBO (Clarias gariepinus) ABSTRAK e-jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan Volume I No 2 Februari 2013 ISSN: 2302-3600 PENGARUH FOTOPERIODE TERHADAP PERTUMBUHAN LELE DUMBO (Clarias gariepinus) Belly Maishela *, Suparmono, Rara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan lele dumbo ( Clarias gariepenus ) merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang berasal dari Afrika dan pertama kali diintroduksi ke Indonesia pada tahun 1986.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ikan baung (Mystus nemurus) merupakan ikan asli perairan Indonesia. Ikan baung

I. PENDAHULUAN. Ikan baung (Mystus nemurus) merupakan ikan asli perairan Indonesia. Ikan baung I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan baung (Mystus nemurus) merupakan ikan asli perairan Indonesia. Ikan baung hanya terdapat di perairan-perairan tertentu di Pulau Sumatera, Jawa, dan Kalimantan. Ikan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pertumbuhan Pada Tabel 2 dijelaskan bahwa pada minggu pertama nilai bobot biomasa rumput laut tertinggi terjadi pada perlakuan aliran air 10 cm/detik, dengan nilai rata-rata

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Pengaruh Variasi Dosis Tepung Ikan Gabus Terhadap Pertumbuhan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Pengaruh Variasi Dosis Tepung Ikan Gabus Terhadap Pertumbuhan BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Hasil penelitan pengaruh variasi dosis tepung ikan gabus terhadap pertumbuhan dan hemoglobin ikan lele, dengan beberapa indikator yaitu pertambahan

Lebih terperinci

Efektivitas Suplemen Herbal Terhadap Pertumbuhan dan Kululushidupan Benih Ikan Lele (Clarias sp.)

Efektivitas Suplemen Herbal Terhadap Pertumbuhan dan Kululushidupan Benih Ikan Lele (Clarias sp.) Efektivitas Suplemen Herbal Terhadap Pertumbuhan dan Kululushidupan Benih Ikan Lele (Clarias sp.) Dian Puspitasari Program studi Budidaya Perairan, Fakultas pertanian, Universitas Asahan Email: di_dianri@yahoo.com

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Derajat Kelangsungan Hidup Derajat kelangsungan hidup atau survival rate (SR) benih ikan patin yang dipelihara dengan masa pemeliharaan 30 hari memiliki hasil

Lebih terperinci

Tingkat pertumbuhan dan kelangsungan hidup larva ikan bawal air tawar (Collosoma sp.) dengan laju debit air berbeda pada sistem resirkulasi

Tingkat pertumbuhan dan kelangsungan hidup larva ikan bawal air tawar (Collosoma sp.) dengan laju debit air berbeda pada sistem resirkulasi 56 Jurnal Akuakultur Indonesia 9 (1), 56 60 (2010) Available : http://journal.ipb.ac.id/index.php/jai http://jurnalakuakulturindonesia.ipb.ac.id Tingkat pertumbuhan dan kelangsungan hidup larva ikan bawal

Lebih terperinci

Pengaruh Pemberian Pakan Tambahan Terhadap Tingkat Pertumbuhan Benih Ikan Bandeng (Chanos chanos) Pada Saat Pendederan

Pengaruh Pemberian Pakan Tambahan Terhadap Tingkat Pertumbuhan Benih Ikan Bandeng (Chanos chanos) Pada Saat Pendederan Pengaruh Pemberian Pakan Tambahan Terhadap Tingkat Pertumbuhan Maya Ekaningtyas dan Ardiansyah Abstrak: Ikan bandeng (Chanos chanos) adalah salah satu jenis ikan yang banyak di konsumsi oleh masyarakat

Lebih terperinci

PERGANTIAN PAKAN TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN PANJANG LARVA IKAN SEPAT COLISA (Trichogaster lalius)

PERGANTIAN PAKAN TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN PANJANG LARVA IKAN SEPAT COLISA (Trichogaster lalius) PERGANTIAN PAKAN TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN PANJANG LARVA IKAN SEPAT COLISA (Trichogaster lalius) Arli 1, Yuneidi Basri 2, Mas Eriza 2 E-mail : aarnye@ymail.com 1 Mahasiswa Jurusan Budidaya

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Kepadatan Sel Kepadatan sel Spirulina fusiformis yang dikultivasi selama 23 hari dengan berbagai perlakuan cahaya menunjukkan bahwa kepadatan sel tertinggi terdapat

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan Maret 2014 di

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan Maret 2014 di III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan Maret 2014 di Laboratorium Jurusan Budidaya Perairan Universitas Lampung. Analisis proksimat

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari hingga Juni 2012. Penelitian dilaksanakan di Ruang Penelitian, Hanggar 2, Balai Penelitian dan Pengembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. upaya untuk meningkatkan produksi perikanan adalah melalui budidaya (Karya

BAB I PENDAHULUAN. upaya untuk meningkatkan produksi perikanan adalah melalui budidaya (Karya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan merupakan salah satu sumber makanan yang sangat digemari masyarakat karena mengandung protein yang cukup tinggi dan dibutuhkan oleh manusia untuk pertumbuhan.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN.1 PENELITIAN PENDAHULUAN Penelitian pendahuluan dilakukan untuk menentukan titik kritis pengenceran limbah dan kondisi mulai mampu beradaptasi hidup pada limbah cair tahu. Limbah

Lebih terperinci

Bab V Hasil dan Pembahasan. Gambar V.10 Konsentrasi Nitrat Pada Setiap Kedalaman

Bab V Hasil dan Pembahasan. Gambar V.10 Konsentrasi Nitrat Pada Setiap Kedalaman Gambar V.10 Konsentrasi Nitrat Pada Setiap Kedalaman Dekomposisi material organik akan menyerap oksigen sehingga proses nitrifikasi akan berlangsung lambat atau bahkan terhenti. Hal ini ditunjukkan dari

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Pertumbuhan biomassa ikan selama 40 hari pemeliharaan yang diberi pakan dengan suplementasi selenium organik berbeda dapat dilihat pada Gambar 1 berikut ini: 250,00

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Morfologi Clownfish Klasifikasi Clownfish menurut Burges (1990) adalah sebagai berikut: Kingdom Filum Ordo Famili Genus Spesies : Animalia : Chordata : Perciformes

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam kegiatan budidaya ikan, pakan dibagi menjadi dua jenis, pakan buatan dan

I. PENDAHULUAN. Dalam kegiatan budidaya ikan, pakan dibagi menjadi dua jenis, pakan buatan dan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pakan merupakan salah satu input penting dalam budidaya ikan. Pakan menghabiskan lebih dari setengah biaya produksi dalam kegiatan budidaya ikan. Dalam kegiatan budidaya

Lebih terperinci

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMANFAATAN PAKAN

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMANFAATAN PAKAN 4. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMANFAATAN PAKAN Faktor lingkungan dapat mempengaruhi proses pemanfaatan pakan tidak hanya pada tahap proses pengambilan, pencernaan, pengangkutan dan metabolisme saja, bahkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum di dalam Kandang Rataan temperatur dan kelembaban di dalam kandang selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Rataan Suhu dan Kelembaban Relatif Kandang Selama

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Pertumbuhan Biomassa Cacing Sutra Pola perkembangan biomassa cacing sutra relatif sama, yaitu biomassa cacing meningkat sejalan dengan masa pemeliharaan membentuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu usaha yang mutlak dibutuhkan untuk mengembangkan budi daya ikan adalah penyediaan benih yang bermutu dalam jumlah yang memadai dan waktu yang tepat. Selama ini

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Laju Pertumbuhan Spesifik (Specific Growth Rate) Selama 40 hari masa pemeliharaan nilem terjadi peningkatan bobot dari 2,24 ± 0,65 g menjadi 6,31 ± 3,23 g. Laju

Lebih terperinci

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Plankton. Ima Yudha Perwira, SPi, Mp

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Plankton. Ima Yudha Perwira, SPi, Mp Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Plankton Ima Yudha Perwira, SPi, Mp Suhu Tinggi rendahnya suhu suatu badan perairan sangat mempengaruhi kehidupan plankton. Semakin tinggi suhu meningkatkan kebutuhan

Lebih terperinci

PEMANFAATAN KOMPOS KULIT KAKAO (Theobroma cacao) UNTUK BUDIDAYA Daphnia sp. ABSTRAK

PEMANFAATAN KOMPOS KULIT KAKAO (Theobroma cacao) UNTUK BUDIDAYA Daphnia sp. ABSTRAK e-jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan Volume II No 2 Februari 2014 ISSN: 2302-3600 PEMANFAATAN KOMPOS KULIT KAKAO (Theobroma cacao) UNTUK BUDIDAYA Daphnia sp. Arif Wibowo *, Henni Wijayanti

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kadar Hematokrit Ikan Hematokrit adalah persentase sel darah merah dalam darah, bila kadar hematokrit 40% berarti dalam darah tersebut terdiri dari 40% sel darah merah dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Produk Fermentasi Fermentasi merupakan teknik yang dapat mengubah senyawa kompleks seperti protein, serat kasar, karbohidrat, lemak dan bahan organik lainnya

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1. Kualitas Warna Perubahan warna ikan maskoki menjadi jingga-merah terdapat pada perlakuan lama pemberian pakan berkarotenoid 1, 2 dan 4 hari yaitu sebanyak 11,

Lebih terperinci