BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Transkripsi

1 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelangsungan Hidup Berdasarkan hasil pengamatan selama 40 hari massa pemeliharaan terhadap benih ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) diketahui rata-rata tingkat kelangsungan hidup benih ikan lele dumbo yang berkisar antara 48,33 % sampai dengan 91,67 % (Tabel 2). Tabel 2. Kelangsungan Hidup Ikan Lele Dumbo Selama Penelitian Perlakuan Kelangsungan Hidup (%) A (0 ml/kg) B (15 ml/kg) C (30 ml/kg) D (45 ml/kg) E (60 ml/kg) 48,33±35,47a 65,00±32,79a 65,00±44,44a 66,67±45,37a 91,67±10,41a Keterangan : Nilai yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji jarak berganda Duncan pada taraf 95%. Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 9) menunjukkan bahwa setiap perlakuan tidak menunjukkan perbedaan nyata. Kelangsungan hidup dengan nilai terbaik antara setiap perlakuan diperoleh pada perlakuan 60 ml/kg sebesar 91,67 % dengan nilai deviasi ± 10,41, sedangkan nilai kelangsungan hidup terendah dari setiap perlakuan diperoleh pada perlakuan 0 ml/kg sebesar 48,33 % dengan nilai deviasi ± 35,47. Menurut Effendie (1997) survival rate atau derajat kelangsungan hidup dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya faktor biotik dan abiotik. Faktor biotik meliputi persaingan, parasit, umur, predator, kepadatan dan penanganan manusia, sedangkan faktor abiotik meliputi sifat fisika dan kimia dalam perairan. 25

2 26 Berdasarkan pengamatan selama penelitian, benih ikan lele dumbo yang mengalami kematian dicirikan dengan tubuh ikan yang terlihat kaku, bagian perut ikan yang mengalami kembung atau pembengkakan, luka-luka borok pada sekitar bagian tubuh ikan dan posisi ikan berdiri di permukaan air. Suhu pada penelitian ini fluktuatif walaupun sudah dipasang thermostrat. Perubahan suhu yang rendah diduga terjadi pada dini hari atau ketika subuh sekitar pukul wib wib. Menurut Hickling (1971) keadaan suhu fluktuatif dapat menyebabkan ikan mengalami stress dan mati kaku. Hasil yang kurang maksimal yang diduga diketahui dari tidak berpengaruhnya penggunaan Bacillus sp. diantaranya adalah karena bakteri probiotik Bacillus sp. tersebut tidak berasal dari strain ikan yang sama sehingga bakteri tersebut diduga tidak dapat bekerja secara efektif didalam saluran pencernaan ikan. Berdasarkan Agrotekno (2013) efektivitas probiotik sangat tergantung pada jenis bakteri yang digunakan karena populasi bakteri yang hidup pada suatu lingkungan dengan kondisi fisika kimia berbeda kemungkinan akan memberikan hasil yang berbeda juga. Akan lebih efektif apabila bakteri probiotik menggunakan jenis mikroorganisme indigenous (asli) yaitu yang diperoleh atau berasal dari saluran pencernaan dan lingkungan yang sama atau mirip dengan hewan inang, sehingga diharapkan mampu beradaptasi dengan lokasi perlakuan dibandingkan jika mikroorganisme diperoleh dari lingkungan yang berbeda. Kelangsungan hidup benih ikan lele dumbo yang tidak diberi perlakuan (0 ml/kg) menghasilkan nilai kelangsungan hidup terendah antara setiap perlakuan sebesar 48,33% dengan nilai deviasi ± 35,47. Nilai kelangsungan hidup terendah antara setiap perlakuan diduga karena kurangnya jumlah bakteri probiotik yang ada didalam saluran pencernaan ikan yang berfungsi menekan bakteri patogen. Bakteri patogen dapat menyebabkan ikan mengalami penurunan nafsu makan yang kemudian menyebabkan kematian akibat kurangnya kekebalan tubuh ikan yang seharusnya didapat dalam pakan. Menurut Batubara et al. (2005) bakteri patogen dapat menginfeksi melalui makanan menuju sistem pencernaan dan akhirnya menimbulkan luka kecil pada tubuh dan disertai dengan tanda-tanda kehilangan nafsu makan dan lemah sehingga berakibat pada kematian.

3 27 Perlakuan dengan penambahan bakteri Bacillus sp. sebesar 60 ml/kg menghasilkan nilai kelangsungan hidup terbaik dibandingkan perlakuan lainnya sebesar 91,67 % dengan nilai deviasi ± 10,41. Nilai kelangsungan hidup terbaik diduga karena jumlah bakteri probiotik Bacillus sp. yang masuk kedalam tubuh ikan lele dumbo sudah optimal dan mampu meningkatkan daya tahan tubuh, sejalan dengan pernyataan Susanto et al. (2005) bahwa bakteri-bakteri probiotik yang masuk kedalam tubuh ikan dapat meningkatkan ketahanan tubuh ikan. Bakteri probiotik Bacillus sp. yang masuk kedalam saluran pencernaan ikan juga dapat melepaskan substansi kimia yang bersifat bakterisidal ataupun bakteriostatik terhadap populasi mikroba lain yang bersifat patogen. Adanya substansi penghambat kimia yang terdapat di dalam saluran pencernaan dan di permukaan tubuh inang akan menciptakan rintangan untuk mencegah perbanyakan dari bakteri patogen. Efek anti-bakterial disebabkan oleh produksi asam organik (asam laktat) yang dihasilkan oleh bakteri. Koloni bakteri yang menempel di dinding saluran pencernaan dengan ekskresi senyawa penghambatnya akan mencegah kolonisasi dan perbanyakan bakteri patogen didalam saluran pencernaan. Perlekatan bakteri ke permukaan jaringan merupakan tahapan awal dari infeksi patogenik, sehingga kerja bakteri Bacillus sp. yang berkompetisi ruang dengan bakteri patogen menjadi sangat penting untuk menciptakan keseimbangan bakteri didalam saluran pencernaan dan memberikan perlindungan dari serangan bakteri patogen. 4.2 Pertumbuhan Biomassa Berdasarkan hasil pengamatan terhadap benih ikan lele dumbo selama 40 hari masa pemeliharaan diketahui bahwa pemberian bakteri Bacillus sp. hasil isolasi dari saluran pencernaan ikan tagih pada pakan komersial dengan tingkat penggunaan yang berbeda-beda menghasilkan pertumbuhan rata-rata bobot biomassa yang berbeda. Rata-rata pertumbuhan bobot biomassa berkisar antara 3,76-4,90 % (Tabel 3).

4 28 Tabel 3. Rata-rata Laju Pertumbuhan Selama Penelitian Perlakuan A (0 ml/kg) B (15 ml/kg) C (30 ml/kg) D (45 ml/kg) E (60 ml/kg) Laju Pertumbuhan (g) 3,76±0,42a 3,84±1,03a 3,92±0,77a 4,08±1,01a 4,90±0,92a Keterangan : Nilai yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji jarak berganda Duncan pada taraf 95%. Peningkatan bobot biomassa pada ikan lele dumbo selama penelitian menunjukkan adanya pertumbuhan. Menurut Effendie (1997), pertumbuhan adalah pertambahan ukuran panjang atau berat dalam satuan waktu yang dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti keturunan, umur, parasit, pakan dan kondisi perairan. Pertumbuhan ikan lele dumbo terjadi karena adanya pasokan energi yang terkandung dalam pakan. Energi dalam pakan yang dikonsumsi melebihi kebutuhan energi yang dibutuhkan untuk pemeliharaan tubuh dan aktifitas tubuh lainnya, sehingga kelebihan energi tersebut dimanfaatkan ikan untuk pertumbuhan. Zonneveld et al. (1991), menyatakan bahwa pertumbuhan terjadi karena adanya kelebihan energi yang berasal dari pakan setelah dikurangi oleh energi hasil metabolisme dan energi yang terkandung dalam feses. Berdasarkan hasil analisis sidik ragam (Lampiran 11) menunjukkan bahwa penambahan bakteri Bacillus sp. dengan dosis yang berbeda tidak menunjukkan perbedaan pada setiap perlakuan. Perlakuan dengan tingkat pemberian Bacillus sp. sebesar 60 ml/kg pada pakan komersial menghasilkan rata-rata bobot biomassa terbaik dibandingkan perlakuan lainnya yaitu sebesar 4,90 g dengan nilai deviasi ± 0,92, diikuti oleh perlakuan 45 ml/kg sebesar 4,08 g dengan nilai deviasi ± 1,01, 30 ml/kg sebesar 3,92 g dengan nilai deviasi ± 0,77, dan 15 ml/kg sebesar 3,84 g dengan nilai deviasi ± 1,03. Sedangkan rata-rata bobot biomassa dengan nilai terendah didapat pada perlakuan 0 ml/kg sebesar 3,76 g dengan nilai deviasi ± 0,42.

5 29 Berdasarkan hasil penelitian, hasil yang diperoleh dari perhitungan statistik tidak menunjukan perbedaan antar perlakuan walaupun rata-rata nilai yang didapat terlihat berbeda antar perlakuan. Hasil ini diduga karena variasi data yang diperoleh pada penelitian. Disamping itu, hasil yang tidak berbeda nyata diduga disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya aktifitas enzim yang dihasilkan oleh bakteri Bacillus sp. Aktifitas enzim yang dihasilkan bakteri Bacillus sp didalam saluran pencernaan ikan diduga kurang optimal, dikarenakan dipengaruhi oleh beberapa faktor yang diantaranya meliputi suhu dan ph. Suhu pada saluran pencernaan ikan lele dumbo diduga kurang sesuai dengan aktifitas enzim yang dihasilkan bakteri Bacillus sp yang dapat bekerja secara optimal pada suhu 25 o C (Feliatra, 2004). Dari hasil pengamatan, suhu pada penelitian ini berbeda-beda antara setiap perlakuan. Suhu pada penelitian ini diduga fluktuatif, hal ini dapat terlihat dari hasil setiap perlakuan yang menghasilkan suhu antara o C. Suhu yang berbeda ini menunjukkan terjadinya fluktuasi suhu, karena pada setiap perlakuan telah dipasang thermostrat dengan suhu 28 o C. Suhu fluktuatif inilah yang diduga berpengaruh terhadap ikan lele dumbo yang pada akhirnya akan mempengaruhi aktifitas enzim yang dihasilkan Bacillus sp. didalam saluran pencernaan ikan. Wuryanti (2004) menyatakan bahwa temperatur mempengaruhi aktivitas enzim. Pada temperatur rendah, reaksi enzimatis berlangsung lambat, kenaikan temperatur akan mempercepat reaksi hingga suhu optimum tercapai dan reaksi enzimatis mencapai maksimum. Kenaikan temperatur melewati temperatur optimum akan menyebabkan enzim terdenaturasi dan menurunkan kecepatan reaksi enzimatis. Tingkat keasaman atau ph juga dapat mempengaruhi aktifitas enzim. Aktifitas enzim yang dihasilkan bakteri Bacillus sp. diduga kurang bekerja secara optimal dalam saluran pencernaan ikan. Aktifitas enzim yang dihasilkan bakteri Bacillus sp. akan bekerja secara optimal pada ph 4-5 (Fardiaz, 1992). sedangkan ph pada saluran pencernaan ikan umumnya netral atau berada pada kisaran 6-8. Perbedaan ph ini lah yang diduga membuat aktifitas enzim yang dihasilkan bacillus tidak dapat bekerja secara maksimal. Menurut Pelczar dan Chan (1986)

6 Rata-rata Laju Pertumbuhan 30 ph merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi aktivitas enzim, perbedaan ph dapat mempengaruhi fungsi aktif enzim. Faktor lain yang diduga mempengaruhi aktifitas enzim didalam saluran pencernaan ikan lele dumbo adalah pakan yang diberikan telah mengandung 39-41% protein, dengan kondisi ini diduga protein yang berasal dari pakan sudah cukup bagus dalam membantu pertumbuhan ikan lele dumbo. 6,00 5,00 4,00 3,00 2,00 1,00 3,76 3,84 3,92 4,08 4,90 0,00 A (0 ml/kg) B (15 ml/kg) C (30 ml/kg) D (45 ml/kg) E (60 ml/kg) Dosis Penambahan Bacillus sp. (ml/kg) Gambar 3. Rata-rata Laju Pertumbuhan Selama Penelitian Laju pertumbuhan pada perlakuan 0 ml/kg (Gambar 3) menghasilkan nilai pertumbuhan terendah dibandingkan perlakuan lainnya sebesar 3,76 g dengan standar deviasi ± 0,42. Nilai terendah diduga karena tidak adanya peran dari bakteri probiotik Bacillus sp. didalam saluran pencernaan ikan tersebut yang berfungsi menghambat bakteri patogen dan menghasilkan enzim yang membantu dalam proses pencernaan. Menurut Purwadaria et al. (2003) Bacillus sp. berperan dalam proses pencernaan (penghasil berbagai jenis enzim pencernaan seperti protease dan amilase) dan berperan sebagai penghambat pertumbuhan mikroba patogen yang hidup didalam saluran pencernaan. Namun, dalam hasil penelitian ini pakan yang diberikan tidak ditambahkan bakteri Bacillus sp. Tidak adanya bakteri probiotik Bacillus sp. yang ditambahkan dalam pakan diduga menyebabkan kurang cukupnya enzim yang ada didalam saluran pencernaan ikan tersebut yang dapat membantu dalam mencerna makanan

7 31 dan menghasilkan enzim pencernaan seperti protease, sehingga membuat ikan cenderung lambat dalam mencerna dan menyebabkan pertumbuhan ikan tidak maksimal. Perlakuan dengan penambahan Bacillus sp. sebesar 60 ml/kg pakan menghasilkan nilai pertumbuhan terbaik dibandingkan dengan perlakuan lainnya sebesar 4,90 g dengan nilai deviasi ± 0,92. Nilai pertumbuhan yang terbaik diantara perlakuan lainnya diduga karena adanya pengaruh dari bakteri Bacillus sp. yang terkandung didalam pakan yang masuk kedalam saluran pencernaan ikan, sehingga membantu proses pencernaan makanan. Menurut Irianto (2003) bakteri Bacillus sp. yang terkandung di dalam pakan masuk kedalam pencernaan ikan kemudian tumbuh dan berkoloni, mensekresikan enzim pencernaan seperti protease dan amilase. Enzim yang disekresikan oleh bakteri ini dapat mendegradasi pakan dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan energi bakteri itu sendiri dan memberikan keuntungan bagi ikan dengan meningkatkan aktifitas enzim pencernaan pada saluran pencernaan ikan tersebut, sehingga meningkatkan tingkat kecernaan makanan. Peningkatan daya cerna bermakna pada semakin tingginya nutrien yang tersedia untuk diserap tubuh, sehingga retensi protein dan pertumbuhan meningkat. Selain itu, bakteri tersebut dapat mendominasi di saluran pencernaan ikan dan bakteri-bakteri patogen akan berkurang keberadaannya sehingga ikan akan memanfaatkan bakteri baik tersebut untuk tumbuh dan ikan menjadi sehat. Kandungan bakteri probiotik yang ada di dalam saluran pencernaan ikan lele dumbo tersebut diduga sudah optimal dan dapat bekerja secara maksimal dalam pencernaan ikan, sehingga daya cerna ikan menjadi lebih tinggi dalam menyerap sari-sari makanan dan menghasilkan pertumbuhan yang baik.

8 Kualitas Air Air berperan sangat penting sebagai media hidup bagi ikan, maka dalam budidaya perairan, kualitas air atau media hidup bagi ikan mutlak diperhatikan demi menjaga kehidupan yang sesuai bagi ikan budidaya. Tabel 4. Rata-rata Kisaran Parameter Kualitas Air Selama Penelitian Perlakuan Parameter Kualitas Air Suhu ( o C) ph DO (mg/l) A ,08-6,86 3,9-6,1 B ,24-6,87 3,7-5,97 C 26-27,33 7,15-6,9 3,83-5,97 D ,09-6,88 3,8-5,3 E 26-27,67 7,03-6,89 3,87-5,73 Baku Mutu 6, o C > 4 mg/l Khairuman, dkk Cahyono (2009) SNI (2000) (2008) Suhu rata-rata selama penelitian adalah o C (Tabel 4), telah sesuai dengan suhu yang optimal bagi pertumbuhan benih ikan lele dumbo, seperti yang dijelaskan oleh Cahyono (2009), bahwa suhu air berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan ikan. Ikan lele dumbo dapat hidup pada suhu air berkisar antara o C. Suhu air yang sesuai akan meningkatkan aktivitas makan ikan, sehingga menjadikan ikan lele dumbo cepat tumbuh. Kemampuan air untuk mengikat atau melepaskan sejumlah ion hidrogen akan menunjukkan apakah larutan tersebut bersifat asam atau basa. Keasaman (ph) yang tidak optimal dapat menyebabkan ikan stress, mudah terserang penyakit, produktivitas dan pertumbuhan rendah. Kisaran ph yang terukur selama penelitian berkisar 6,86 7,24, merupakan ph yang optimal bagi ikan lele dumbo. Sebagaimana dinyatakan oleh Khairuman, dkk (2008), umumnya ikan lele dumbo dapat hidup di perairan dengan ph berkisar antara 6,5-8.

9 33 Kadar oksigen terlarut (DO) dalam penelitian ini berkisar 3,83 mg/l 6,1 mg/l menunjukkan kadar yang optimal bagi pertumbuhan ikan lele dumbo, dimana oksigen sangat diperlukan untuk pernapasan dan metabolisme ikan. Kandungan oksigen yang tidak mencukupi kebutuhan ikan dapat menyebabkan penurunan daya hidup ikan yang mencakup seluruh aktifitas ikan, seperti berenang, pertumbuhan dan reproduksi. Kandungan oksigen terlarut dalam air yang ideal untuk kehidupan dan pertumbuhan ikan lele dumbo adalah > 4 mg/l SNI (2010). Pernyataan lain dinyatakan oleh Karanth dan Selvaraj (2005), lele dumbo dapat bertahan pada oksigen terlarut yang rendah dibawah 3 mg/l.