4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelimpahan Nannochloropsis sp. pada penelitian pendahuluan pada kultivasi

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelimpahan Nannochloropsis sp. pada penelitian pendahuluan pada kultivasi"

Transkripsi

1 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Pendahuluan Kelimpahan Nannochloropsis sp. pada penelitian pendahuluan pada kultivasi kontrol, kultivasi menggunakan aerasi (P1) dan kultivasi menggunakan karbondioksida (P2) memperlihatkan hasil yang berbeda. Kelimpahan tertinggi dicapai pada perlakuan P2 dengan penambahan karbondioksida. Kelimpahan sel mikroalga disajikan pada Gambar 5 dan Tabel 2. Gambar 5. Kurva Kelimpahan Nannochloropsis sp. Penelitian Pendahuluan Menurut Mata et.al (2010), terdapat beberapa faktor abiotik dan biotik yang mempengaruhi pertumbuhan mikroalga. Pengaruh faktor abiotik antara lain cahaya (kualitas dan kuantitas), suhu, konsentrasi nutrien, oksigen (O 2 ), karbondioksida (CO 2 ), ph dan salinitas. Faktor biotik yang mempengaruhi antara lain patogen (bakteri, jamur dan virus) dan kompetisi dari jenis mikroalga yang lain. 21

2 22 Gambar 5 menunjukkan pertumbuhan Nannochloropsis sp. selama 10 hari pada saat penelitian pendahuluan. Kontrol dan P1 pada hari ke-2 sempat mengalami penurunan kelimpahan sel, tetapi pada hari ke-3 mengalami peningkatan kembali hingga hari ke-6 pada puncak kelimpahan sel. Kelimpahan sel Nannochloropsis sp. pada P2 terus mengalami peningkatan hingga mencapai puncaknya pada hari ke-6. Tabel 2. Kelimpahan Nannochloropsis sp. pada Kontrol, P1, dan P2 Kontrol P1 P2 Hari ke- (10 6 sel/ml) (10 6 sel/ml) (10 6 sel/ml) 0 9,82 9,83 9, ,08 11,43 13,20 2 9,92 11,40 15, ,63 12,78 16, ,10 14,08 19, ,32 14,95 20, ,88 16,48 23, ,07 15,37 21, ,55 12,47 18,43 9 9,07 11,78 16,43 Keterangan: P1 = kultivasi menggunakan aerasi P2 = kultivasi dengan penambahan karbondioksida Kultivasi Nannochloropsis sp. yang terbaik terdapat pada P2 dengan penambahan karbondioksida. Hal ini dapat dilihat dari kelimpahan sel pada P2 setiap harinya selalu yang tertinggi dibandingkan dengan kontrol dan P1. Nannochloropsis sp. memiliki daya adaptasi yang cukup baik apabila ditambahkan dengan karbondioksida secara langsung (Chiu et al., 2008). Peningkatan kelimpahan sel Nannochloropsis sp. pada kontrol dari awal kultivasi hingga puncak kelimpahan adalah 3,06 x 10 6 sel/ml, pada P1 peningkatan

3 23 kelimpahan sel sebesar 6,65 x 10 6 sel/ml dan pada P2 peningkatan kelimpahan sel sebesar 13,4 x 10 6 sel/ml. Berdasarkan nilai tersebut terlihat bahwa penambahan karbondioksida pada kultivasi mikroalga memberikan pengaruh yang sangat baik terhadap pertumbuhan dan kelimpahan sel mikroalga. Parameter kualitas air yang diukur pada saat penelitian antara lain suhu, ph serta salinitas. Ruangan yang digunakan sebagai tempat dilakukannya kultur di atur dengan menggunakan pendingin ruangan dengan suhu sebesar 20 C. Selama kultivasi dilakukan nilai salinitas mengalami peningkatan yang cukup signifikan selama kultivasi dari 30-35, menurut Hu dan Gao (2006) Nannochloropsis sp. dapat berkembang dengan baik pada salinitas 31 dan dapat terus menerus berkembang pada kisaran salinitas Pengukuran ph dilakukan dengan menggunakan ph indikator universal, nilai ph yang terukur pada kontrol dan P1 konstan yaitu sebesar 8, sedangkan pada P2 ph berubah-ubah setiap harinya. Hal ini dikarenakan pemakaian karbondioksida tidak konstan yaitu hanya dua hari sekali. Nilai ph pada hari ketika tidak diberikan tambahan karbondioksida berkisar antara 7-8, sedangkan pada hari ketika ditambahkan karbondioksida ph berkisar antara Hasil Penelitian Utama Kelimpahan Sel Nannochloropsis sp. Kelimpahan sel Nannochloropsis sp. pada penelitian utama menunjukkan pola yang hampir sama dengan penelitian pendahuluan. Kelimpahan sel mikroalga dalam bentuk kurva disajikan pada Tabel 3 dan Gambar 6.

4 24 Tabel 3. Kelimpahan Nannochloropsis sp. pada Kontrol, P1, dan P2 Hari ke- Kontrol P1 P2 (10 6 sel/ml) (10 6 sel/ml) (10 6 sel/ml) 0 3,40 ± 1,11 3,42 ± 1,19 3,43 ± 1,21 1 3,50 ± 0,88 3,78 ± 1,22 4,00 ± 0,90 2 3,58 ± 0,87 4,18 ± 1,19 4,56 ± 0,99 3 3,71 ± 0,96 4,34 ± 1,09 4,86 ± 0,94 4 3,96 ± 0,95 4,62 ± 1,08 5,13 ± 0,88 5 4,25 ± 0,62 4,95 ± 0,71 5,41 ± 0,55 6 4,22 ± 0,38 5,40 ± 0,81 5,93 ± 0,35 7 4,09 ± 0,18 4,95 ± 0,67 5,04 ± 0,44 8 3,13 ± 0,08 4,62 ± 0,60 4,59 ± 0,40 9 2,64 ± 0,18 3,67 ± 0,94 3,67 ± 0,59 Keterangan: P1 = kultivasi menggunakan aerasi P2 = kultivasi dengan penambahan karbondioksida Menurut Rocha et al. (2003), salah satu parameter yang mempengaruhi pertumbuhan Nannochloropsis sp. adalah nilai ph. Nilai ph ini dapat membuat pertumbuhan mikroalga menurun bahkan sampai mati, dan ada pula jenis mikroalga lain yang dapat tumbuh lebih baik pada media yang hanya di aerasi dengan blower. Nannochloropsis sp. adalah salah satu mikroalga yang mempunyai kemampuan adaptasi yang tinggi terhadap perubahan nilai ph dan termasuk yang terbaik bila dikultur dengan menambahkan gas karbondioksida (Chiu et al., 2008). Pada Tabel 3 terlihat bahwa kelimpahan Nannochloropsis sp. lebih tinggi pada P2, sedangkan pada kontrol dan P1 pertumbuhan Nannochloropsis sp. tidak terlalu tinggi. Kelimpahan sel pada kontrol menunjukkan peningkatan yang kurang signifikan (Gambar 6). Hal ini mungkin disebabkan karena tidak adanya aerasi pada

5 25 perlakuan ini sehingga tidak semua mikroalga mendapat asupan cahaya dan nutrien yang cukup. Puncak kelimpahan sel mikroalga terjadi pada hari ke-5 yaitu sebesar 4,25 x 10 6 sel/ml. Kelimpahan sel pada P1 terlihat mengalami peningkatan yang cukup signifikan dan mengalami puncak kelimpahan pada hari ke-6 yaitu sebesar 5,40 x 10 6 sel/ml (Gambar 6). Peningkatan kelimpahan sel mikroalga pada hari ke-1 hingga puncak kelimpahan diduga karena pada hari-hari tersebut kandungan mineral pada air media kultivasi masih cukup tinggi, sehingga mikroalga dapat memanfaatkan secara maksimal untuk pertumbuhannya. Penurunan kelimpahan sel mikroalga pada hari ke-7 hingga hari ke-9 diduga disebabkan karena nilai alkalinitas yang mengalami penurunan, nilai alkalinitas yang kecil berarti bahwa air media kultivasi mikroalga menjadi asam sehingga kandungan mineral pada media kurang menyebabkan kematian pada sel mikroalga. Gambar 6. Kelimpahan Nannochloropsis sp. Kelimpahan sel mikroalga pada P2 menunjukkan peningkatan yang paling signifikan dan memiliki puncak kelimpahan tertinggi dari ketiga perlakuan yaitu sebesar 5,93 x 10 6 sel/ml (Gambar 6). Hasil pengamatan menunjukkan bahwa

6 26 Nannochloropsis sp. cepat memiliki daya adaptasi terhadap lingkungan yang baru dan juga cepat beradapatasi dengan masukan karbondioksida. Hal ini diduga karena air laut kultivasi media, bibit dan nutrien berasal dari laboratorium yang sama sehingga mikroalga cepat beradaptasi. Peningkatan kelimpahan sel Nannochloropsis sp. pada kontrol dari awal kultivasi hingga puncak kelimpahan adalah 0,85 x 10 6 sel/ml, pada P1 peningkatan kelimpahan sel sebesar 1,98 x 10 6 sel/ml dan pada P2 peningkatan kelimpahan sel sebesar 2,50 x 10 6 sel/ml. Berdasarkan nilai tersebut terlihat bahwa penambahan karbondioksida pada kultivasi mikroalga memberikan pengaruh yang sangat baik terhadap pertumbuhan dan kelimpahan sel mikroalga Laju Pertumbuhan Spesifik Berdasarkan Tabel 4. dapat diketahui bahwa pola pertumbuhan Nannochloropsis sp. pada kontrol tanpa aerasi, perlakuan menggunakan aerasi dan perlakuan menggunakan karbondioksida memiliki daya adaptasi yang berbeda, hal ini dapat dilihat dari nilai laju pertumbuhan spesifik.

7 27 Tabel 4. Kelimpahan dan Laju Pertumbuhan Spesifik (µ) Nannochloropsis sp. Hari ke- Kontrol P1 P2 (10 6 sel/ml) µ (10 6 sel/ml) µ (10 6 sel/ml) µ 0 3, , , ,50 0,03 3,78 0,10 4,00 0,16 2 3,58 0,02 4,18 0,10 4,56 0,13 3 3,71 0,04 4,34 0,04 4,86 0,06 4 3,96 0,06 4,62 0,06 5,13 0,05 5 4,25 0,07 4,95 0,07 5,41 0,05 6 4,22-0,01 5,40 0,09 5,93 0,09 7 4,09-0,03 4,95-0,09 5,04-0,16 8 3,13-0,27 4,62-0,07 4,59-0,09 9 2,64-0,17 3,67-0,23 3,67-0,23 Keterangan: P1 = kultivasi menggunakan aerasi P2 = kultivasi dengan penambahan karbondioksida Fase lag dari Nannochloropsis sp. pada kontrol diduga terjadi kurang dari 24 jam, hal ini dapat dilihat dari kelimpahan pada awal kultivasi sebesar 3,40 x 10 6 sel/ml menjadi 3,50 x 10 6 sel/ml pada hari ke-1. Fase eksponensial diduga terjadi dalam waktu kurang dari 24 jam hingga hari ke-5, fase ini menunjukkan pertumbuhan pada Nannochloropsis sp. yang tinggi hingga mencapai puncaknya pada hari ke-5, pada fase ini mikroalga sudah dapat beradaptasi dengan baik pada kondisi kultivasi yang diberikan. Pada periode ini intensitas cahaya tidak terbatas dan perubahan konsentrasi nutrien disebabkan oleh penyerapan mikroalga (Becker, 1994). Fase stasioner diduga terjadi dari hari ke-5 hingga hari ke-6, terlihat dari nilai kelimpahan sel dan laju pertumbuhan yang menurun dengan nilai µ sebesar -0,01 dan kelimpahan sel sebesar 4,22 x10 6 sel/ml pada hari ke-6. Fase deklinasi terjadi pada hari ke-6 hingga hari ke-9 dimana nilai µ semakin menurun dengan nilai µ sebesar -0,17 pada

8 28 hari ke-9. Hal ini juga dapat dilihat dari kelimpahan sel mikroalga yang sangat kecil yaitu sebesar 2,64 x10 6 sel/ml. Fase deklinasi dapat terjadi karena nutrisi kultur telah habis dan terjadi akumulasi senyawa NH 4+ dalam konsentrasi tinggi dan adanya produk ekstraseluler dari mikroalga yang meracuni diri sendiri sehingga dapat meningkatkan mortalitas (Fogg, 1965 dalam Suantika, 2009). Gambar 7. Kurva pertumbuhan Nannochloropsis sp. (Penelitian Utama) Kelimpahan Nannochloropsis sp. pada P1 diawal kultivasi hingga hari ke-1 menunjukkan peningkatan yang drastis dari 3,42 x10 6 sel/ml menjadi 3,78 x10 6 sel/ml. Diduga dalam waktu kurang dari 24 jam fase lag terjadi, lalu fase eksponensial terjadi dari hari ke-1 hingga hari ke-6 yaitu pada saat puncak kelimpahan terjadi. Fase stasioner dimulai ketika terjadi keterbatasan mineral dan akumulasi toksik, sehingga dapat menurunkan laju pertumbuhan dan kelimpahan sel menurun (Becker, 1994). Fase stastioner pada P2 diduga terjadi dalam waktu kurang dari 24 jam, dapat dilihat dari menurunnya nilai µ. Fase deklinasi yaitu fase dimana

9 29 terjadi penurunan kelimpahan sel diduga terjadi dari hari ke-7 hingga hari ke-9 dilihat dari nilai µ yang semakin kecil mencapai nilai -0,23 pada hari ke-9. Turunnya laju pertumbuhan Nannochloropsis sp. dapat disebabkan oleh berkurangnya mikronutrien sebagai faktor pembatas karena telah banyak dimanfaatkan selama fase eksponensial. Selain itu adanya toksik yang dihasilkan oleh spesies mikroalga itu sendiri, sebagai hasil samping dari metabolisme dapat meracuni mikroalga itu sendiri dan berkurangnya proses fotosintesis akibat bertambahnya jumlah sel sehingga hanya bagian permukaan kultur saja yang memperoleh cahaya (Riley dan Chester, 1971 dalam Nugraheny, 2001). Fase lag pada P2 diduga terjadi dalam waktu kurang dari 24 jam, hal ini dapat dilihat dari peningkatan kelimpahan sel yang terjadi pada hari ke-1 dari 3,43 x 10 6 sel/ml menjadi 4,00 x 10 6 sel/ml. Fase eksponensial terjadi dari hari ke-1 hingga hari ke-6, terlihat dari Kelimpahan sel yang terus meningkat hingga mencapai puncaknya pada hari ke-6 yaitu sebesar 5,93 x 10 6 sel/ml. Fase stasioner diduga terjadi dalam waktu kurang dari 24 jam, hal ini dikarenakan pada hari ke-7 sel mengalami penurunan yang cukup signifikan dengan nilai µ sebesar -0,16, lalu fase deklinasi terjadi hingga hari ke-9 dimana kelimpahan sel mulai menurun hingga mencapai kelimpahan sebesar 3,67 x 10 6 sel/ml dan nilai µ yang juga menurun hingga mencapai nilai -0,23. Fase deklinasi terjadi ketika sel mikroalga mulai mati, ditandai dengan menurunnya kelimpahan sel. Kondisi lingkungan tidak lagi menguntungkan, umur kultivasi yang terlalu lama, terjadinya keterbatasan cahaya dan nutrien atau dapat disebabkan oleh tumbuhnya mikroorganisme lain (Becker, 1994).

10 30 Kisaran suhu kultivasi selama kultivasi mikroalga berlangsung pada ketiga perlakuan berkisar antara C (Gambar 10). Menurut Rocha et al. (2003) Nannochloropsis sp. memiliki rentang suhu yang cukup besar untuk dapat tumbuh, yaitu 25 ± 5 C, sehingga dengan rentang suhu tersebut Nannochloropsis sp. masih dapat bertumbuh dengan baik dan tidak menjadi faktor pembatas pertumbuhan. Menurut Hu dan Gao (2006) Nannochloropsis sp. masih dapat tumbuh dengan baik pada kisaran suhu C. Gambar 8. Perubahan rata-rata suhu kultivasi Nannochloropsis sp. Secara umum, kisaran salinitas kultivasi mukroalga pada setiap perlakuan menujukkan karakteristik yang hampir sama. Salinitas kultivasi masing-masing perlakuan semakin meningkat setiap harinya selama kultivasi, perubahan rata-rata salinitas pada kultur Nannochloropsis sp.selama penelitian, besarnya salinitas berkisar antara Nannochloropsis sp. dapat berkembang dengan baik pada salinitas 31 dan dapat terus menerus berkembang pada kisaran salinitas (Hu dan Gao, 2006) (Gambar 11).

11 31 Gambar 9. Perubahan rata-rata salinitas kultivasi Nannochloropsis sp. Sidik ragam yang dilakukan pada penelitian menunjukkan bahwa pemberian karbondioksida pada kultivasi mikroalga memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada pertumbuhan mikroalga. Dan uji lanjut yang dilakukan memperlihatkan bahwa tiap kultivasi memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada pertumbuhan mikroalga. Perhitungan sidik ragam dapat dilihat pada Lampiran Alkalinitas Alkalinitas merupakan jumlah basa yang terkandung dalam sebuah perairan, yang umumnya ditentukan oleh CO 2-3 dan HCO 3 dengan satuan CaCO 3 (Dongoran,, 2003). Menurut Effendi (2003) alkalinitas adalah gambaran kapasitas air untuk menetralkan asam atau kuantitas anion di dalam air yang dapat menetralkan kation hidrogen, serta sebagai kapasitas penyangga terhadap perubahan ph perairan. Menurut Chiu et al. (2008), Nannochloropsis sp. merupakan salah satu mikroalga yang sangat baik bila dikultur dengan tambahan gas karbondioksida,

12 32 karena spesies ini mampu beradaptasi dengan cepat sehingga pertumbuhannya juga sangat signifikan bila dibandingkan dengan kultur hanya menggunakan aerasi biasa. Pada penelitian ini perhitungan alkalinitas hanya dilakukan pada kultivasi dengan penambahan karbondioksida, karena pada kultivasi tanpa aerasi dan kultivasi dengan aerasi, ph yang terukur tidak dapat masuk dalam kisaran rumus yang digunakan. volume gas karbondioksida yang digunakan adalah 15 % CO 2 (v/v), dengan laju alir rata-rata sebesar 0.5 cc/min atau 0.5 ml/min selama 5 jam. Perubahan nilai ph dan nilai alkalinitas disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Perubahan Nilai ph dan Nilai Alkalinitas Hari ke- ph sebelum ditambahkan CO 2 ph sesudah ditambahkan CO 2 Alkalinitas (mg/l CaCO 3 ) 0 7,57 5,38 70,00 1 7,81 5,53 38,30 2 7,73 5,38 46,03 3 7,89 5,34 29,88 4 7,56 5,38 70,71 5 7,50 5,25 71,94 6 7,50 5,46 72,03 7 7,41 5,37 99,15 8 7,76 5,68 39,18 9 7,65 5,86 52,73 Terlihat pada Tabel 5 bahwa kisaran nilai alkalinitas pada penelitian ini tidak hanya dipengaruhi oleh ph setelah ditambahkan dengan karbondioksida, tetapi juga dipengaruhi oleh ph sebelum ditambahkan karbondioksida. Selama kultur kisaran nilai alkalinitas adalah antara 29,88-99,15 mg/l CaCO 3, nilai tersebut masih cukup baik bagi kehidupan organisme perairan dengan kisaran mg/l CaCO 3 (Effendi, 2003).

13 33 Nilai alkalinitas pada awal kultivasi adalah 70,00 mg/l CaCO 3, diduga pada awal kultivasi mikroalga air media bersifat sadah atau air memiliki kadar mineral yang tinggi. Pada hari ke-1 hingga hari ke 3 terjadi penurunan nilai alkalinitas, diduga air media memiliki kadar mineral yang rendah. Berarti pada hari ke-1 hingga hari ke-3 mikroalga memanfaatkan karbondioksida dan mineral-mineral. Hal ini dapat dilihat dari kelimpahan sel hari ke-1 hingga hari ke-3 yang mengalami peningkatan dan berada pada fase eksponensial. Pada hari ke-4 hingga hari ke-7 nilai alkalinitas mengalami peningkatan, hal ini mungkin disebabkan karena kelimpahan sel mikroalga sedang mengalami peningkatan, sel mikroalga tersebut selain melakukan fotosintesis juga melakukan respirasi yang mengeluarkan karbondioksida sehingga jumlah karbondioksida di air media menjadi jenuh dan mikroalga kurang memanfaatkan karbondioksida. Dan pada hari ke 8 dan hari ke-9 nilai alkalinitas mengalami penurunan, hal ini mungkin terjadi karena kelimpahan sel mikroalga mengalami penurunan sehingga karbondioksida yang dihasilkan oleh mikroalga menjadi sedikit sehingga mikroalga memanfaatkan karbondioksida yang dimasukkan. Menurut Effendi (2003) perairan dengan nilai alkalinitas > 40 mg/l CaCO 3 disebut perairan sadah (hard water), sedangkan perairan dengan nilai alkalinitas < 40 mg/l CaCO 3 disebut perairan lunak (soft water). Semakin tinggi nilai alkalinitas maka perairan tersebut cenderung bersifat alkali. Menurut Zooneveld et al (1991) dalam Anggraeni (2002), nilai alkalinitas yang tinggi dan cenderung bersifat alkali lebih produktif daripada perairan dengan nilai alkalinitas yang rendah atau cenderung masam. Lebih produktifnya perairan dengan nilai alkalinitas tinggi berkaitan dengan keberadaan fosfor dan elemen

14 34 esensial lainnya yang meningkat kadarnya dengan meningkatnya nilai alkalinitas. Alkalinitas tidak hanya dipengaruhi oleh ph juga dipengaruhi oleh komposisi mineral, suhu dan kekuatan ion (Effendi, 2003).

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pertumbuhan Mikroalga Laut Scenedesmus sp. Hasil pengamatan pengaruh kelimpahan sel Scenedesmus sp. terhadap limbah industri dengan dua pelakuan yang berbeda yaitu menggunakan

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. berflagel. Selnya berbentuk bola berukuran kecil dengan diameter 4-6 µm.

2. TINJAUAN PUSTAKA. berflagel. Selnya berbentuk bola berukuran kecil dengan diameter 4-6 µm. 3 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Nannochloropsis sp Mikroalga adalah tumbuhan tingkat rendah yang memiliki klorofil, yang dapat digunakan untuk melakukan proses fotosintesis. Mikroalga tidak memiliki

Lebih terperinci

PEMANFAATAN KARBONDIOKSIDA (CO 2 ) UNTUK KULTIVASI MIKROALGA Nannochloropsis sp. SEBAGAI BAHAN BAKU BIOFUEL

PEMANFAATAN KARBONDIOKSIDA (CO 2 ) UNTUK KULTIVASI MIKROALGA Nannochloropsis sp. SEBAGAI BAHAN BAKU BIOFUEL PEMANFAATAN KARBONDIOKSIDA (CO 2 ) UNTUK KULTIVASI MIKROALGA Nannochloropsis sp. SEBAGAI BAHAN BAKU BIOFUEL FEMI ZUMARITHA SKRIPSI DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kultur Chaetoceros sp. dilakukan skala laboratorium dengan kondisi

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kultur Chaetoceros sp. dilakukan skala laboratorium dengan kondisi 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pertumbuhan Chaetoceros sp. Kultur Chaetoceros sp. dilakukan skala laboratorium dengan kondisi parameter kualitas air terkontrol (Lampiran 4). Selama kultur berlangsung suhu

Lebih terperinci

3. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2009 hingga bulan April

3. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2009 hingga bulan April 3. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2009 hingga bulan April 2010 bertempat di Laboratorium Kultivasi Mikroalga di Pusat Penelitian Surfaktan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Dari pengamatan yang telah dilakukan, diperoleh data mengenai biomassa panen, kepadatan sel, laju pertumbuhan spesifik (LPS), waktu penggandaan (G), kandungan nutrisi,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif seperti hewan. Inti

TINJAUAN PUSTAKA. memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif seperti hewan. Inti II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Biologi Tetraselmis sp. Tetraselmis sp. merupakan alga bersel tunggal, berbentuk oval elips dan memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Kadar Oksigen Terlarut Hasil pengukuran konsentrasi oksigen terlarut pada kolam pemeliharaan ikan nila Oreochromis sp dapat dilihat pada Gambar 2. Dari gambar

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. kondisi yang sulit dengan struktur uniseluler atau multiseluler sederhana. Contoh

2. TINJAUAN PUSTAKA. kondisi yang sulit dengan struktur uniseluler atau multiseluler sederhana. Contoh 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mikroalga Nannochloropsis sp. Mikroalga merupakan mikroorganisme prokariotik atau eukariotik yang dapat berfotosintesis dan dapat tumbuh dengan cepat serta dapat hidup dalam kondisi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mikroalga dikenal sebagai organisme mikroskopik yang hidup dari nutrien

I. PENDAHULUAN. mikroalga dikenal sebagai organisme mikroskopik yang hidup dari nutrien I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mikroalga merupakan organisme air fotoautropik uniseluler atau multiseluler (Biondi and Tredici, 2011). Mikroalga hidup dengan berkoloni, berfilamen atau helaian pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. memerlukan area yang luas untuk kegiatan produksi. Ketersediaan mikroalga

I. PENDAHULUAN. memerlukan area yang luas untuk kegiatan produksi. Ketersediaan mikroalga I. PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Perairan laut Indonesia memiliki keunggulan dalam keragaman hayati seperti ketersediaan mikroalga. Mikroalga merupakan tumbuhan air berukuran mikroskopik yang memiliki

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. : Volvocales. : Tetraselmis. Tetraselmis sp. merupakan alga bersel tunggal, berbentuk oval elips dan memiliki

II. TINJAUAN PUSTAKA. : Volvocales. : Tetraselmis. Tetraselmis sp. merupakan alga bersel tunggal, berbentuk oval elips dan memiliki II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tetraselmis sp. Menurut B u t c h e r ( 1 9 5 9 ) klasifikasi Tetraselmis sp. adalah sebagai berikut: Filum : Chlorophyta Kelas : Chlorophyceae Ordo : Volvocales Sub ordo Genus

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Fisika Kimia Air Parameter fisika kimia air yang diamati pada penelitian ini adalah ph, CO 2, NH 3, DO (dissolved oxygen), kesadahan, alkalinitas, dan suhu. Pengukuran

Lebih terperinci

PEMANFAATAN GAS KARBONDIOKSIDA (CO 2 ) PADA KULTIVASI OUTDOOR MIKROALGA Nannochloropsis sp.

PEMANFAATAN GAS KARBONDIOKSIDA (CO 2 ) PADA KULTIVASI OUTDOOR MIKROALGA Nannochloropsis sp. PEMANFAATAN GAS KARBONDIOKSIDA (CO 2 ) PADA KULTIVASI OUTDOOR MIKROALGA Nannochloropsis sp. ADITYA HIKMAT NUGRAHA SKRIPSI DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

Lampiran 1. Perhitungan kelimpahan sel Nannochloropsis sp.

Lampiran 1. Perhitungan kelimpahan sel Nannochloropsis sp. L A M P I R A N 40 41 Lampiran 1. Perhitungan kelimpahan sel Nannochloropsis sp. Kelimpahan sel (ind x10 6 /ml) = n x 25 5 x104 Contoh : Pengamatan Nannochloropsis sp. pada perlakuan aerasi di hari ke

Lebih terperinci

3. BAHAN DAN METODE. 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari hingga bulan Juni 2012

3. BAHAN DAN METODE. 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari hingga bulan Juni 2012 11 3. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari hingga bulan Juni 2012 bertempat di Laboratorium Kultivasi Mikroalga di Pusat Penelitian Surfaktan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Spirulina sp.

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Spirulina sp. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Spirulina sp. Spirulina sp. merupakan mikroalga yang menyebar secara luas, dapat ditemukan di berbagai tipe lingkungan, baik di perairan payau, laut dan tawar. Spirulina

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam kegiatan budidaya ikan, pakan dibagi menjadi dua jenis, pakan buatan dan

I. PENDAHULUAN. Dalam kegiatan budidaya ikan, pakan dibagi menjadi dua jenis, pakan buatan dan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pakan merupakan salah satu input penting dalam budidaya ikan. Pakan menghabiskan lebih dari setengah biaya produksi dalam kegiatan budidaya ikan. Dalam kegiatan budidaya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. mikroalga Scenedesmus sp. sebagai bioremidiator limbah cair tapioka. Hal ini

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. mikroalga Scenedesmus sp. sebagai bioremidiator limbah cair tapioka. Hal ini BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Scenedesmus sp. Sebagai Bioremidiator Limbah Cair Tapioka Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan bahwa ada pengaruh mikroalga Scenedesmus sp. sebagai bioremidiator

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Kepadatan Sel Kepadatan sel Spirulina fusiformis yang dikultivasi selama 23 hari dengan berbagai perlakuan cahaya menunjukkan bahwa kepadatan sel tertinggi terdapat

Lebih terperinci

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMANFAATAN PAKAN

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMANFAATAN PAKAN 4. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMANFAATAN PAKAN Faktor lingkungan dapat mempengaruhi proses pemanfaatan pakan tidak hanya pada tahap proses pengambilan, pencernaan, pengangkutan dan metabolisme saja, bahkan

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3 Data perubahan parameter kualitas air

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3 Data perubahan parameter kualitas air 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Kualitas Air Kualitas air merupakan faktor kelayakan suatu perairan untuk menunjang kehidupan dan pertumbuhan organisme akuatik yang nilainya ditentukan dalam kisaran

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Hasil dari penelitian yang dilakukan berupa parameter yang diamati seperti kelangsungan hidup, laju pertumbuhan bobot harian, pertumbuhan panjang mutlak, koefisien keragaman

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Amonia Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh data berupa nilai dari parameter amonia yang disajikan dalam bentuk grafik. Dari grafik dapat diketahui

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Efek Laju Pembebanan Gas CO 2 terhadap Laju Pertumbuhan Mikroalga Pada penelitian ini, laju pembebanan gas CO 2 dibuat bervariasi untuk mengetahui efek laju pembebanan gas

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelangsungan Hidup Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelangsungan hidup dari setiap perlakuan memberikan hasil yang berbeda-beda. Tingkat kelangsungan hidup yang paling

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 21 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Kualitas Air Kualitas air merupakan parameter lingkungan yang memegang peranan penting dalam kelangsungan suatu kegiatan budidaya. Parameter kualitas air yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. fotosintesis (Bold and Wynne, 1985). Fitoplankton Nannochloropsis sp., adalah

TINJAUAN PUSTAKA. fotosintesis (Bold and Wynne, 1985). Fitoplankton Nannochloropsis sp., adalah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Nannochloropsis sp. 2.1.1 Klasifikasi dan Morfologi Mikroalga diartikan berbeda dengan tumbuhan yang biasa dikenal walaupun secara struktur tubuh keduanya memiliki klorofil

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dari hasil pengukuran terhadap beberapa parameter kualitas pada

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dari hasil pengukuran terhadap beberapa parameter kualitas pada IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Kualitas Air Dari hasil pengukuran terhadap beberapa parameter kualitas pada masingmasing perlakuan selama penelitian adalah seperti terlihat pada Tabel 1 Tabel 1 Kualitas Air

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang dibutuhkan untuk pertumbuhan larva (Renaud et.al, 1999). Pemberian pakan

I. PENDAHULUAN. yang dibutuhkan untuk pertumbuhan larva (Renaud et.al, 1999). Pemberian pakan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pakan alami memiliki peran penting dalam usaha akuakultur, terutama pada proses pembenihan. Peran pakan alami hingga saat ini belum dapat tergantikan secara menyeluruh.

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Berikut ini adalah hasil penelitian dari perlakuan perbedaan substrat menggunakan sistem filter undergravel yang meliputi hasil pengukuran parameter kualitas air dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perbedaan Suhu Terhadap Pertumbuhan Scenedesmus sp. yang Dibudidayakan Pada Media Limbah Cair Tapioka

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perbedaan Suhu Terhadap Pertumbuhan Scenedesmus sp. yang Dibudidayakan Pada Media Limbah Cair Tapioka BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perbedaan Suhu Terhadap Pertumbuhan Scenedesmus sp. yang Dibudidayakan Pada Media Limbah Cair Tapioka Berdasarkan hasil analisis statistik One Way Anova tentang

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan pada bulan Januari di Balai Besar Pengembangan Budidaya

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan pada bulan Januari di Balai Besar Pengembangan Budidaya III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan pada bulan Januari di Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut (BBPBL) Hanura Lampung dan uji proksimat di Politeknik Lampung 2012. B. Materi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Fitoplankton adalah alga yang berfungsi sebagai produsen primer, selama

TINJAUAN PUSTAKA. Fitoplankton adalah alga yang berfungsi sebagai produsen primer, selama 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biologi Nannochloropsis sp. Fitoplankton adalah alga yang berfungsi sebagai produsen primer, selama hidupnya tetap dalam bentuk plankton dan merupakan makanan langsung bagi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Mikroalga merupakan jasad renik dengan tingkat organisasi sel yang

I. PENDAHULUAN. Mikroalga merupakan jasad renik dengan tingkat organisasi sel yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mikroalga merupakan jasad renik dengan tingkat organisasi sel yang termasuk dalam tumbuhan tingkat rendah, dikelompokan dalam filum Thalophyta karena tidak memiliki akar,

Lebih terperinci

KANDUNGAN LEMAK TOTAL Nannochloropsis sp. PADA FOTOPERIODE YANG BERBEDA ABSTRAK

KANDUNGAN LEMAK TOTAL Nannochloropsis sp. PADA FOTOPERIODE YANG BERBEDA ABSTRAK e-jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan Volume I No 2 Februari 2013 ISSN: 2302-3600 KANDUNGAN LEMAK TOTAL Nannochloropsis sp. PADA FOTOPERIODE YANG BERBEDA Meytia Eka Safitri *, Rara Diantari,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang umumnya dikenal dengan nama fitoplankton. Organisme ini merupakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang umumnya dikenal dengan nama fitoplankton. Organisme ini merupakan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mikroalga Mikroalga merupakan organisme tumbuhan paling primitif berukuran seluler yang umumnya dikenal dengan nama fitoplankton. Organisme ini merupakan produsen primer perairan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dapat melakukan fotosintesa. Klasifikasi Nannochloropsis sp. menurut Renny

II. TINJAUAN PUSTAKA. dapat melakukan fotosintesa. Klasifikasi Nannochloropsis sp. menurut Renny II. TINJAUAN PUSTAKA A. Nannochloropsis sp. A.1. Klasifikasi dan Morfologi Nannochloropsis sp. Fitoplankton Nannochloropsis sp., adalah salah satu jenis Chlorophyta yang dapat melakukan fotosintesa. Klasifikasi

Lebih terperinci

Gambar 8. Kelimpahan Sel Chlorella Selama Kultur

Gambar 8. Kelimpahan Sel Chlorella Selama Kultur BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelimpahan Sel Chlorella sp. Hasil penelitian menunjukan bahwa kultur Chlorella yang diberi pupuk berupa ekstrak etanol bayam mengalami peningkatan kelimpahan sel yang tinggi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN KADAR C (KARBON) DAN KADAR N (NITROGEN) MEDIA KULTIVASI Hasil analisis molases dan urea sebagai sumber karbon dan nitrogen menggunakan metode Walkley-Black dan Kjeldahl,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai macam habitat akuatik/perairan maupun terestrial/daratan. Keanekaragaan

BAB I PENDAHULUAN. berbagai macam habitat akuatik/perairan maupun terestrial/daratan. Keanekaragaan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mikroalga merupakan organisme fotosintetik yang mampu mengubah energi cahaya menjadi energi kimia dalam bentuk biomassa. Mikroalga termasuk organisme yang mempunyai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perikanan. Pakan juga merupakan faktor penting karena mewakili 40-50% dari

I. PENDAHULUAN. perikanan. Pakan juga merupakan faktor penting karena mewakili 40-50% dari I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pakan merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam budidaya perikanan. Pakan juga merupakan faktor penting karena mewakili 40-50% dari biaya produksi. Pakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. pembagian tugas yang jelas pada sel sel komponennya. Hal tersebut yang

TINJAUAN PUSTAKA. pembagian tugas yang jelas pada sel sel komponennya. Hal tersebut yang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Nannochloropsis sp. 2.1.1 Klasifikasi dan Morfologi Nannochloropsis sp. Mikroalga merupakan tanaman yang mendominasi lingkungan perairan. Morfologi mikroalga berbentuk

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. terhadap pertumbuhan Chlorella sp.diperoleh hasil yang menunjukkan bahwa

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. terhadap pertumbuhan Chlorella sp.diperoleh hasil yang menunjukkan bahwa BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Perbedaan Konsentrasi Limbah Cair Tahu Terhadap Kelimpahan Mikroalga Chlorella sp. Berdasarkan hasil penelitian tentang pengaruh konsentrasi limbah cair tahu terhadap

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis IV. HASIL DA PEMBAHASA A. Penelitian Pendahuluan 1. Analisis Karakteristik Bahan Baku Kompos Nilai C/N bahan organik merupakan faktor yang penting dalam pengomposan. Aktivitas mikroorganisme dipertinggi

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini, data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel dan grafik. Penyajian grafik dilakukan berdasarkan variabel konsentrasi terhadap kedalaman dan disajikan untuk

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Parameter Air sebagai Tempat Hidup Ikan Nila (Oreochromis niloticus) Kualitas air merupakan salah satu faktor penting yang berpengaruh terhadap kelangsungan hidup ikan nila.

Lebih terperinci

PEMANFAATAN PUPUK CAIR TNF UNTUK BUDIDAYA Nannochloropsis sp ABSTRAK

PEMANFAATAN PUPUK CAIR TNF UNTUK BUDIDAYA Nannochloropsis sp ABSTRAK ejurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan Volume II No 1 Oktober 013 ISSN: 303600 PEMANFAATAN PUPUK CAIR TNF UNTUK BUDIDAYA Nannochloropsis sp Leonardo Bambang Diwi Dayanto *, Rara Diantari dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Mikroalga Tetraselmis sp. merupakan salah satu mikroalga hijau.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Mikroalga Tetraselmis sp. merupakan salah satu mikroalga hijau. 1 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tetraselmis sp. Mikroalga Tetraselmis sp. merupakan salah satu mikroalga hijau. Klasifikasi Tetraselmis sp. menurut Bold & Wynne (1985) adalah sebagai berikut: Filum Kelas Ordo

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Sumber oksigen terlarut dalam perairan

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Sumber oksigen terlarut dalam perairan 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Oksigen terlarut dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk pernapasan, proses metabolisme, atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi untuk pertumbuhan

Lebih terperinci

Hasil dan Pembahasan

Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan Hasil penelitian meliputi proses aklimatisasi, produksi AOVT (Asam Organik Volatil Total), produksi asam organik volatil spesifik (asam format, asam asetat, asam propionat,

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Total Amonia Nitrogen (TAN) Konsentrasi total amonia nitrogen (TAN) diukur setiap 48 jam dari jam ke-0 hingga jam ke-120. Peningkatan konsentrasi TAN terjadi pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kesuksesan budidaya. Kebutuhan pakan meningkat seiring dengan meningkatnya

I. PENDAHULUAN. kesuksesan budidaya. Kebutuhan pakan meningkat seiring dengan meningkatnya I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pakan merupakan kebutuhan penting dan berpengaruh besar dalam kesuksesan budidaya. Kebutuhan pakan meningkat seiring dengan meningkatnya usaha budidaya perikanan. Pakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK LIMBAH CAIR Limbah cair tepung agar-agar yang digunakan dalam penelitian ini adalah limbah cair pada pabrik pengolahan rumput laut menjadi tepung agaragar di PT.

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil 3.1.1. Tingkat Kelangsungan Hidup (SR) Benih Ikan Lele Rata-rata tingkat kelangsungan hidup (SR) tertinggi dicapai oleh perlakuan naungan plastik transparan sebesar

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Produktivitas Primer Fitoplankton Berdasarkan hasil penelitian di Situ Cileunca didapatkan nilai rata-rata produktivitas primer (PP) fitoplankton pada Tabel 6. Nilai PP

Lebih terperinci

PEMANFAATAN GAS KARBONDIOKSIDA (CO 2 ) PADA KULTIVASI MIKROALGA Porphyridium cruentum DAN KONVERSINYA MENJADI MINYAK MENTAH

PEMANFAATAN GAS KARBONDIOKSIDA (CO 2 ) PADA KULTIVASI MIKROALGA Porphyridium cruentum DAN KONVERSINYA MENJADI MINYAK MENTAH PEMANFAATAN GAS KARBONDIOKSIDA (CO 2 ) PADA KULTIVASI MIKROALGA Porphyridium cruentum DAN KONVERSINYA MENJADI MINYAK MENTAH RIZKY HERMAWAN SKRIPSI DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kelangsungan Hidup (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelangsungan Hidup (SR) Kelangsungan hidup merupakan suatu perbandingan antara jumlah organisme yang hidup diakhir penelitian dengan jumlah organisme

Lebih terperinci

The Recirculation Batch System of Photobioreactor Against Growth Rate of Chlorella vulgaris Microalgae, Chlorella sp. and Nannochloropsis oculata

The Recirculation Batch System of Photobioreactor Against Growth Rate of Chlorella vulgaris Microalgae, Chlorella sp. and Nannochloropsis oculata Penggunaan Fotobioreaktor Sistem Batch Tersirkulasi terhadap Tingkat Pertumbuhan Mikroalga Chlorella vulgaris, Chlorella sp. dan Nannochloropsis oculata Tri Nurhayati, Mochamad Bagus Hermanto, dan Musthofa

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kualitas Air Kualitas hidup ikan akan sangat bergantung dari keadaan lingkunganya. Kualitas air yang baik dapat menunjang pertumbuhan, perkembangan, dan kelangsungan hidup

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus-Oktober 2009 bertempat di Laboratorium Nutrisi Ikan Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,

Lebih terperinci

PENENTUAN KUALITAS AIR

PENENTUAN KUALITAS AIR PENENTUAN KUALITAS AIR Analisis air Mengetahui sifat fisik dan Kimia air Air minum Rumah tangga pertanian industri Jenis zat yang dianalisis berlainan (pemilihan parameter yang tepat) Kendala analisis

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pemberian intensitas cahaya yang berbeda terhadap pertumbuhan Scenedesmus sp.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pemberian intensitas cahaya yang berbeda terhadap pertumbuhan Scenedesmus sp. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Pemberian Intensitas Cahaya yang Berbeda Terhadap Pertumbuhan Scenedesmus sp. yang Dibudidayakan Pada Media Limbah Cair Tapioka Berdasarkan hasil penelitian yang

Lebih terperinci

SNTMUT ISBN:

SNTMUT ISBN: PENAMBAHAN NUTRISI MAGNESIUM DARI MAGNESIUM SULFAT (MgSO 4.7H 2 O) DAN NUTRISI KALSIUM DARI KALSIUM KARBONAT (CaCO 3 ) PADA KULTIVASI TETRASELMIS CHUII UNTUK MENDAPATKAN KANDUNGAN LIPID MAKSIMUM Dora Kurniasih

Lebih terperinci

PENGARUH SALINITAS DAN NITROGEN TERHADAP KANDUNGAN PROTEIN TOTAL Nannochloropsis sp. ABSTRAK

PENGARUH SALINITAS DAN NITROGEN TERHADAP KANDUNGAN PROTEIN TOTAL Nannochloropsis sp. ABSTRAK e-jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan Volume II No 2 Februari 2014 ISSN: 2302-3600 PENGARUH SALINITAS DAN NITROGEN TERHADAP KANDUNGAN PROTEIN TOTAL Nannochloropsis sp. Nindri Yarti *, Moh.

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Pertumbuhan Biomassa Cacing Sutra Pola perkembangan biomassa cacing sutra relatif sama, yaitu biomassa cacing meningkat sejalan dengan masa pemeliharaan membentuk

Lebih terperinci

dari reaksi kimia. d. Sumber Aseptor Elektron

dari reaksi kimia. d. Sumber Aseptor Elektron I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pertumbuhan didefenisikan sebagai pertambahan kuantitas konstituen seluler dan struktur organisme yang dapat dinyatakan dengan ukuran, diikuti pertambahan jumlah, pertambahan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Konsentrasi Limbah Cair Tapioka Terhadap Pertumbuhan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Konsentrasi Limbah Cair Tapioka Terhadap Pertumbuhan 41 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Konsentrasi Limbah Cair Tapioka Terhadap Pertumbuhan Kelimpahan Mikroalga Scenedesmus sp. Berdasarkan hasil statistik One Way Anova diketahui bahwa ada pengaruh

Lebih terperinci

BAB IV Pemilihan Jamur untuk Produksi Lakase

BAB IV Pemilihan Jamur untuk Produksi Lakase BAB IV Pemilihan Jamur untuk Produksi Lakase Abstrak Jamur pelapuk putih merupakan mikroorganisme yang mampu mendegradasi lignin pada proses pelapukan kayu. Degradasi lignin melibatkan aktivitas enzim

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Chaetoceros sp. adalah salah satu spesies diatom. Diatom (filum

2. TINJAUAN PUSTAKA. Chaetoceros sp. adalah salah satu spesies diatom. Diatom (filum 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Fitoplankton Chaetoceros sp. Chaetoceros sp. adalah salah satu spesies diatom. Diatom (filum Heterokontophyta, kelas Bacillariophyta) berbentuk uniseluler, walaupun demikian terdapat

Lebih terperinci

II. Pertumbuhan dan aktivitas makhluk hidup

II. Pertumbuhan dan aktivitas makhluk hidup II. Pertumbuhan dan aktivitas makhluk hidup Kompetensi: Setelah mengikuti kuliah mahasiswa dapat menjelaskan aktivitas makhluk hidup yang dapat dimanfaatkan untuk pengelolaan lingkungan A. Sifat pertumbuhan

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kultivasi Porphyridium cruentum Salah satu faktor lingkungan yang penting dalam kultivasi mikroalga adalah cahaya. Cahaya merupakan faktor utama dalam fotosintesis (Arad dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Tanah Tanah adalah kumpulan benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horison-horison, terdiri dari campuran bahan mineral, bahan organik, air dan udara,

Lebih terperinci

PRODUKTIVITAS DAN KESUBURAN PERAIRAN

PRODUKTIVITAS DAN KESUBURAN PERAIRAN PRODUKTIVITAS DAN KESUBURAN PERAIRAN SAHABUDDIN PenelitiPada Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau Dan Penyuluhan Perikanan Dipresentasikan pada Kuliah umum Praktik Lapang Terpadu mahasiswa Jurusan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Laju Pertumbuhan Mutlak Nila Gift Laju pertumbuhan rata-rata panjang dan berat mutlak ikan Nila Gift yang dipelihara selama 40 hari, dengan menggunakan tiga perlakuan yakni

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Scenedesmus sp. merupakan mikroalga yang bersifat kosmopolit dan

2. TINJAUAN PUSTAKA. Scenedesmus sp. merupakan mikroalga yang bersifat kosmopolit dan 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Morfologi Scenedesmus sp. Scenedesmus sp. merupakan mikroalga yang bersifat kosmopolit dan sebagian besar dapat hidup di lingkungan akuatik seperti perairan tawar

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 27 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Distribusi Vertikal Oksigen Terlarut Oksigen terlarut merupakan salah satu faktor pembatas bagi sumberdaya suatu perairan karena akan berpengaruh secara langsung pada kehidupan

Lebih terperinci

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 8. FOTOSINTESISLatihan Soal ph (derajat keasaman) apabila tidak sesuai kondisi akan mempengaruhi kerja...

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 8. FOTOSINTESISLatihan Soal ph (derajat keasaman) apabila tidak sesuai kondisi akan mempengaruhi kerja... SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 8. FOTOSINTESISLatihan Soal 8.4 1. ph (derajat keasaman) apabila tidak sesuai kondisi akan mempengaruhi kerja... Klorofil Kloroplas Hormon Enzim Salah satu faktor yang mempengaruhi

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN Diaphanasoma sp. YANG DIBERI PAKAN Nannochloropsis sp. Sri Susilowati 12 ABSTRAK

PERTUMBUHAN Diaphanasoma sp. YANG DIBERI PAKAN Nannochloropsis sp. Sri Susilowati 12 ABSTRAK e-jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan Volume II No 2 Februari 2014 ISSN: 2302-3600 PERTUMBUHAN Diaphanasoma sp. YANG DIBERI PAKAN Nannochloropsis sp. Sri Susilowati 12 ABSTRAK Pakan alami yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Penelitian pembuatan pupuk organik cair ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Limbah Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Secara

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan lokasi penelitian Penelitian dilaksanakan mulai bulan September 2010 sampai Mei 2011. Kegiatan penelitian meliputi tahap persiapan, pengamatan laju pertumbuhan Kappaphycus

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Padat Tebar (ekor/liter)

HASIL DAN PEMBAHASAN Padat Tebar (ekor/liter) 9 III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Berikut adalah hasil dari perlakuan padat tebar yang dilakukan dalam penelitian yang terdiri dari parameter biologi, parameter kualitas air dan parameter ekonomi.

Lebih terperinci

Tingkat Kelangsungan Hidup

Tingkat Kelangsungan Hidup BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tingkat Kelangsungan Hidup Tingkat kelangsungan hidup merupakan suatu nilai perbandingan antara jumlah organisme yang hidup di akhir pemeliharaan dengan jumlah organisme

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan di Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut (BBPBL) Hanura Lampung pada bulan Juli - Agustus 2011. B. Materi Penelitian B.1. Biota Uji Biota

Lebih terperinci

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Plankton. Ima Yudha Perwira, SPi, Mp

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Plankton. Ima Yudha Perwira, SPi, Mp Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Plankton Ima Yudha Perwira, SPi, Mp Suhu Tinggi rendahnya suhu suatu badan perairan sangat mempengaruhi kehidupan plankton. Semakin tinggi suhu meningkatkan kebutuhan

Lebih terperinci

III. METODE KERJA. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Besar Perikanan Budidaya Laut

III. METODE KERJA. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Besar Perikanan Budidaya Laut III. METODE KERJA A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Balai Besar Perikanan Budidaya Laut Lampung, Desa Hanura, Kecamatan Teluk Pandan, Kabupaten Pesawaran, Provinsi Lampung dari bulan Januari

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelangsungan Hidup Berdasarkan hasil pengamatan selama 40 hari massa pemeliharaan terhadap benih ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) diketahui rata-rata tingkat kelangsungan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Kemampuan Isolat Chlorella sp. Sebagai Bioremidiator Limbah Cair Tahu

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Kemampuan Isolat Chlorella sp. Sebagai Bioremidiator Limbah Cair Tahu BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kemampuan Isolat Chlorella sp. Sebagai Bioremidiator Limbah Cair Tahu Hasil analisis data yang diperoleh sebelum dan sesudah pemberian isolat Chlorella sp. pada limbah cair

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tetapi limbah cair memiliki tingkat pencemaran lebih besar dari pada limbah

BAB I PENDAHULUAN. tetapi limbah cair memiliki tingkat pencemaran lebih besar dari pada limbah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri tahu merupakan salah satu industri yang menghasilkan limbah organik. Limbah industri tahu yang dihasilkan dapat berupa limbah padat dan cair, tetapi limbah

Lebih terperinci

PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK

PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK 1. Siklus Nitrogen Nitrogen merupakan limiting factor yang harus diperhatikan dalam suatu ekosistem perairan. Nitrgen di perairan terdapat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Kopi Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi merupakan tanaman dengan perakaran tunggang yang mulai berproduksi sekitar berumur 2 tahun

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. yang sering diamati antara lain suhu, kecerahan, ph, DO, CO 2, alkalinitas, kesadahan,

PENDAHULUAN. yang sering diamati antara lain suhu, kecerahan, ph, DO, CO 2, alkalinitas, kesadahan, 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kualitas air memegang peranan penting dalam bidang perikanan terutama untuk kegiatan budidaya serta dalam produktifitas hewan akuatik. Parameter kualitas air yang sering

Lebih terperinci

: Komposisi impurities air permukaan cenderung tidak konstan

: Komposisi impurities air permukaan cenderung tidak konstan AIR Sumber Air 1. Air laut 2. Air tawar a. Air hujan b. Air permukaan Impurities (Pengotor) air permukaan akan sangat tergantung kepada lingkungannya, seperti - Peptisida - Herbisida - Limbah industry

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan Pada bulan Februari - Maret 2015 di Balai

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan Pada bulan Februari - Maret 2015 di Balai 17 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan Pada bulan Februari - Maret 2015 di Balai Besar Perikanan Budidaya Laut (BBPBL) Lampung, Desa Hanura, Kecamatan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komposisi dan Kelimpahan Plankton Hasil identifikasi komunitas plankton sampai tingkat genus di Pulau Biawak terdiri dari 18 genus plankton yang terbagi kedalam 14 genera

Lebih terperinci

III. METODE KERJA. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zooplankton, Balai Besar

III. METODE KERJA. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zooplankton, Balai Besar III. METODE KERJA A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zooplankton, Balai Besar Perikanan Budidaya Laut Lampung, Desa Hanura, Kecamatan Teluk Pandan, Kabupaten Pesawaran, Provinsi

Lebih terperinci

KINERJA ALGA-BAKTERI UNTUK REDUKSI POLUTAN DALAM AIR BOEZEM MOROKREMBANGAN, SURABAYA

KINERJA ALGA-BAKTERI UNTUK REDUKSI POLUTAN DALAM AIR BOEZEM MOROKREMBANGAN, SURABAYA Program Magister Jurusan Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya KINERJA ALGA-BAKTERI UNTUK REDUKSI POLUTAN DALAM AIR BOEZEM MOROKREMBANGAN,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Nannochloropsis sp. adalah salah satu jenis fitoplankton dari golongan Chlorophyta yang

TINJAUAN PUSTAKA. Nannochloropsis sp. adalah salah satu jenis fitoplankton dari golongan Chlorophyta yang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Nannochloropsis sp. 1. Klasifikasi dan Morfologi Nannochloropsis sp. Nannochloropsis sp. adalah salah satu jenis fitoplankton dari golongan Chlorophyta yang dapat melakukan fotosintesis.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Awal Bahan Baku Pembuatan Biogas Analisis bahan baku biogas dan analisis bahan campuran yang digunakan pada biogas meliputi P 90 A 10 (90% POME : 10% Aktivator), P 80 A 20

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakterisasi awal blotong dan sludge pada penelitian pendahuluan menghasilkan komponen yang dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Karakteristik blotong dan sludge yang digunakan

Lebih terperinci