RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 143/PUU-VII/2009

Transkripsi

1 Xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxp;;;;;;;;;;;;;;;;;;; ;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;; MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 143/PUU-VII/2009 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG SURAT BERHARGA SYARIAH NEGARA TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 ACARA PEMERIKSAAN PENDAHULUAN (I) J A K A R T A KAMIS, 19 NOVEMBER 2009

2 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 143/PUU-VII/2009 PERIHAL Pengujian Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun PEMOHON - Bastian Lubis, S.E., M.M. ACARA Pemeriksaan Pendahuluan (I) Kamis, 19 November 2009, Pukul WIB Ruang Sidang Pleno Gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jl. Medan Merdeka Barat No. 6, Jakarta Pusat. SUSUNAN PERSIDANGAN 1) Dr. H.M. Arsyad Sanusi, S.H., M.Hum. (Ketua) 2) Prof. Dr. Maria Farida Indrati, S.H., M.H. (Anggota) 3) Dr. H.M. Akil Mochtar, S.H., M.H. (Anggota) Cholidin Nasir, S.H. Panitera Pengganti 1

3 Pihak yang Hadir: Pemohon: - Bastian Lubis, S.E., M.M. (Ketua Yayasan Patria Artha) - Dr. Zainuddin Djaka, S.H., M.H. (Rektor Universitas Patria Artha) 2

4 SIDANG DIBUKA PUKUL WIB 1. KETUA : DR. H.M. ARSYAD SANUSI, S.H., M.HUM. Bismillahirahmanirrahim, Assalamualaikum wr. wb. Selamat pagi dan salam sejahtera untuk kita semuanya. Sidang Perkara Nomor 143/PUU-VII/2009 dibuka dinyatakan terbuka untuk umum. KETUK PALU 3X Saudara Pemohon dan Kuasa Pemohon, kami persilakan untuk memperkenalkan diri. 2. PEMOHON : BASTIAN LUBIS, S.E., M.M. Bismillahirahmanirrahim, Assalamualaikum wr. wb. Selamat pagi dan salam sejahtera untuk kita semua. Nama saya Bastian Lubis, S.E., M.M., sebagai Ketua Yayasan Patria Artha, Pembina Universitas Patria Artha, alamat di Jl. Bangau Nomor 7 Makassar. Sebelah saya pendamping saya adalah Dr. Zainuddin Djaka Rektor Universitas Patria Artha, Makassar. Permohonan kami yang sekarang ini adalah permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara khususnya Pasal 10, 11, 12 terhadap Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Terima kasih, Pak. 3. KETUA : DR. H.M. ARSYAD SANUSI, S.H., M.HUM. Ya, baik. Saudara Pemohon Bastian Lubis,S.E., jadi Mahkamah sudah menerima permohonan Saudara, lalu tentunya untuk penegasan, ya, Panel minta Saudara untuk menguraikan pokok-pokok permohonan Saudara terutama legal standing Saudara, kerugian-kerugian apa saja, ya, yang Saudara alami dengan berlakunya undang-undang ini. Silakan. 4. PEMOHON : BASTIAN LUBIS, S.E., M.M. Baik, Yang Mulia. Nah, permohonan kami ini sendiri adalah dalam hal Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 24 3

5 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi dinyatakan bahwa para Pemohon penguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 adalah pihak yang menganggap hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya Undang-Undang Republik Indonesia selanjutnya dinyatakan Pemohon adalah perorangan warga negara Indonesia. Nah, yang kedua selanjutnya penjelasan Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa yang dimaksud dengan hak konstitusional adalah hak-hak warga negara yang diatur dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun Nah, lebih lanjut sesuai dengan Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi dan seterusnya adalah dicantumkan 5 syarat kerugian konstitusional sebagai berikut (...) 5. KETUA : DR. H.M. ARSYAD SANUSI, S.H., M.HUM. Itu sudah ya syarat-syarat kerugian itu. Nah, coba gambarkan di mana itu? Jelaskan di mana itu? 6. PEMOHON : BASTIAN LUBIS, S.E., M.M. Baik. 7. KETUA : DR. H.M. ARSYAD SANUSI, S.H., M.HUM. Pasal yang Saudara uji itu apa? 8. PEMOHON : BASTIAN LUBIS, S.E., M.M. Pasal yang diuji itu adalah Pasal 10, Pasal 11, Pasal 12 Undang- Undang Nomor 19 Tahun Ini di sini memang dilihat daripada saya untuk mengikuti daripada perkembangan daripada undang-undang yang terbit. Kami dari Universitas Patria Artha ini dahulu memang mengikuti terjadinya bentuk Undang-Undang Keuangan Negara Nomor 17 Tahun 2003 dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun Nah, di sini sebagai Pemohon apabila diberlakukan undangundang khususnya Pasal 10, 11, 12 ini sendiri adalah diberlakukan apa negara bisa meminjam, pemerintah bisa meminjam uang dengan jaminan barang-barang negara, barang-barang milik negara. Nah, di sini sebagai Pemohon ya, saya sebagai pengelola Universitas Patria Artha apabila ini terjadi akan sulit untuk mengembangkan suatu pengelolaan untuk perguruan tinggi di mana aset-aset yang nantinya akan diberlakukan Undang-Undang Nomor 10, 11, 12 ini apabila dia dijaminkan kepada pihak ketiga, kami tidak bisa menggunakan lagi fasilitas-fasilitas yang digunakan, misalnya growth center. Growth center 4

6 itu sebenarnya adalah tempat uji daripada laboratorium, lapangan olah raga, gedung-gedung olah raga yang ada di yang pokoknya milik pemerintah. Apabila terjadi Pasal 10, 11, 12 ini, pemerintah membuat suatu surat utang negara kepada pihak ketiga dan dijual, dijaminkan atau digadaikan, kami dari warga negara ndak bisa lagi memakai daripada aset-aset itu sendiri. Apalagi kalau misalnya pemerintah gagal bayar. Nah, di situlah kerugian materiil langsung terbentuk di situ. Jadi, sekarang universitas kami itu sendiri anak-anak murid yang kami kelola, kami masih memanfaatkan gedung-gedung pemerintah. Jadi, di sini sehubungan dengan kewenangan undang-undang, di sini dinyatakan bahwa Pemohon menguji materiil terhadap Undang- Undang Konstitusional 45 ini, Undang-Undang Dasar Republik Indonesia. Jadi, Pemohon ini di sini bahwa sehubungan dengan digunakan barang milik negara sebagai dasar penerbitan surat berharga syariah negara maka barang milik negara tersebut telah beralih kemanfaatannya. Sehingga Pemohon sebagai warga negara sangat dirugikan karena tidak berhak lagi mendapatkan kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama mencapai persamaan dan keadilan terhadap barang milik negara tersebut sebagaimana juga yang tercantum dalam Pasal 28H ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945, Setiap warga negara berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan keadilan. 9. KETUA : DR. H.M. ARSYAD SANUSI, S.H., M.HUM. Baik, ya. Mana konkrit kerugian Saudara itu dimana? Pertanyaannya sekarang apakah negara boleh melakukan transaksi? 10. PEMOHON : BASTIAN LUBIS, S.E., M.M. Dengan adanya undang-undang ini bisa, Pak Hakim. 11. KETUA : DR. H.M. ARSYAD SANUSI, S.H., M.HUM. Ya? 12. PEMOHON : BASTIAN LUBIS, S.E., M.M. Jadi bisa negara ini menjaminkan. 13. KETUA : DR. H.M. ARSYAD SANUSI, S.H., M.HUM. Tanpa undang-undang ini (...) 5

7 14. PEMOHON : BASTIAN LUBIS, S.E., M.M. Bisa, Pak Hakim. 15. KETUA : DR. H.M. ARSYAD SANUSI, S.H., M.HUM. Selaku badan hukum publik, bisa nggak bertransaksi? 16. PEMOHON : BASTIAN LUBIS, S.E., M.M. Undang-Undang Nomor 1 tentang Pembendaharaan tidak boleh, Pak Hakim. 17. KETUA : DR. H.M. ARSYAD SANUSI, S.H., M.HUM. Ya. Lalu kemudian? 18. PEMOHON : BASTIAN LUBIS, S.E., M.M. Jadi, di situ (...) 19. KETUA : DR. H.M. ARSYAD SANUSI, S.H., M.HUM. Undang-Undang Nomor 1 Pembendaharaan Negara itu kalau aset negara itu disita, dijual, dan lain sebagainya, itu tidak boleh, kan begitu? Tapi ada mekanismenya. Sekarang pemerintah melakukan transaksi internasional, transaksi dengan negara-negara lain boleh nggak? 20. PEMOHON : BASTIAN LUBIS, S.E., M.M. Boleh aja, Pak Hakim. 21. KETUA : DR. H.M. ARSYAD SANUSI, S.H., M.HUM. Ya? 22. PEMOHON : BASTIAN LUBIS, S.E., M.M. Tapi dengan ini, Pak Hakim, dia tidak boleh menggadaikan atau menjaminkan barang milik negara ini, Pak Hakim. Ini kan sekarang masalahnya dijaminkan barang milik negara ini, Pak Hakim. 23. KETUA : DR. H.M. ARSYAD SANUSI, S.H., M.HUM. Ya. 6

8 24. PEMOHON : BASTIAN LUBIS, S.E., M.M. Kalau transaksi bilateral dengan apa boleh. Tapi kalau misalnya dia menjual surat utang negara yang berbentuk syariah itu sendiri dia ada barang yang digadaikan. 25. KETUA : DR. H.M. ARSYAD SANUSI, S.H., M.HUM. Ya, lalu? 26. PEMOHON : BASTIAN LUBIS, S.E., M.M. Berbentuk gedung-gedung atau sarana, tanah dan prasarana pemerintah. Kalau ini sudah digadaikan, Pak Hakim, ini kami masyarakat sudah tidak bisa lagi memanfaatkan itu (...) 27. KETUA : DR. H.M. ARSYAD SANUSI, S.H., M.HUM. Apa contoh konkritnya itu? 28. PEMOHON : BASTIAN LUBIS, S.E., M.M. Ya, gedung olah raga itu nanti, Pak Hakim. 29. KETUA : DR. H.M. ARSYAD SANUSI, S.H., M.HUM. Kapan gedung olah raga dijual, digadaikan, dipinjamkan oleh pemerintah? Apa gedung olah raga Bung Karno itu dijual? 30. PEMOHON : BASTIAN LUBIS, S.E., M.M. Tidak Pak Hakim, tapi digadaikan. Kalau digadaikan dalam hal ini, Pak Hakim, nanti pada waktu kita nanti memanfaatkan itu kan sudah pindah hak, Pak hakim. Makanya di undang-undang suku itu (...) 31. KETUA : DR. H.M. ARSYAD SANUSI, S.H., M.HUM. Kalau digadaikan bahkan di sini undang-undangnya pemerintah pun berhak membeli, menjual, membeli kembali. 32. PEMOHON : BASTIAN LUBIS, S.E., M.M. Nah, makanya Pak Hakim, karena di undang-undang itu ada harus pemerintah membeli kembali kenapa? Karena tadi sudah terlepas, Pak Hakim. Apabila gagal bayar atau default (...) 7

9 33. KETUA : DR. H.M. ARSYAD SANUSI, S.H., M.HUM. Ya, dimana konkritnya bahwa aset barang milik negara ini itu boleh diperjualkan, dibelikan itu bertentangan dengan Undang-Undang Dasar, di mana itu? Mana kerugiannya? Dimana kerugian? 34. PEMOHON : BASTIAN LUBIS, S.E., M.M. Jadi, memang terjadi potensi untuk kerugian nanti yang potensi akan terjadi kerugiannya, Pak Hakim, belakangan. 35. KETUA : DR. H.M. ARSYAD SANUSI, S.H., M.HUM. Potensi kerugian apa? 36. PEMOHON : BASTIAN LUBIS, S.E., M.M. Ya, kami sebagai warga negara tidak bisa mendapatkan pelayanan karena barang itu sudah digadai, kan di sukuk kan harus ada penggadaian. Jadi penerbitan surat berharga (...) 37. KETUA : DR. H.M. ARSYAD SANUSI, S.H., M.HUM. Pertanyaannya sekarang apakah Saudara Pemohon itu pemerintah daerah, kepala daerah, presiden, kepala negara, menteri, apa semua departemennya? Boleh tidak mengajukan hubungan hukum dalam bidang keperdataan? Itu dulu pertanyaannya. Kalau boleh, boleh menjual, boleh membeli, boleh jual beli kembali, boleh sewakan, boleh gadaikan. 38. PEMOHON : BASTIAN LUBIS, S.E., M.M. Tidak boleh, Pak Hakim. 39. KETUA : DR. H.M. ARSYAD SANUSI, S.H., M.HUM. Di mana dasarnya? 40. PEMOHON : BASTIAN LUBIS, S.E., M.M. Di Undang-Undang Perbendaharaan Negara Nomor 1 Tahun 2004 Pak Hakim, di situ. 8

10 41. KETUA : DR. H.M. ARSYAD SANUSI, S.H., M.HUM. Ya, kalau dilarang itu konflik antara Undang-Undang Perbendaharaan Negara dengan Undang-Undang tentang Surat Berharga Syariah Negara ini. 42. PEMOHON : BASTIAN LUBIS, S.E., M.M. Jadi kalau di sini (...) 43. KETUA : DR. H.M. ARSYAD SANUSI, S.H., M.HUM. Kalau konflik antara undang-undang dengan undang-undang bukan itu tempatnya di sini. 44. PEMOHON : BASTIAN LUBIS, S.E., M.M. Begini, Pak Hakim yang terhormat. Jadi yang di sini itu dinyatakan bahwa di Pasal 28 huruf H ayat (2) itu, Setiap warga negara berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan keadilan. Apabila yang Undang-Undang 19, ini cuma salah satu contoh saja Pak Hakim, yang Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 itu sendiri. Yang saya mau uji di sini adalah Undang-Undang Nomor 19 dengan Pasal 28H ayat (2) Undang-Undang Dasar Apabila pemerintah itu menggadaikan barang-barang milik negara itu kan hak-haknya sudah tidak bisa kita pakai lagi ke depan. 45. KETUA : DR. H.M. ARSYAD SANUSI, S.H., M.HUM. Jadi barang milik negara? Gedung olahraga, tanah, bangunan, kantor, apa semua mobil dan lain sebagainya? 46. PEMOHON : BASTIAN LUBIS, S.E., M.M. Betul. 47. KETUA : DR. H.M. ARSYAD SANUSI, S.H., M.HUM. Ya di situ dia gunakan sebagai dasar penerbitan surat berharga, kan begitu? 48. PEMOHON : BASTIAN LUBIS, S.E., M.M. Betul, Pak Hakim. 9

11 49. KETUA : DR. H.M. ARSYAD SANUSI, S.H., M.HUM. Lalu kemudian itu sebagai aset surat berharga syariah negara. Nah, sekarang berupa tanah bangunan, kemudian nilai spesifikasi ini digunakan sebagai aset SBSN, apa itu melanggar undang-undang? Melanggar Undang-Undang Dasar? 50. PEMOHON : BASTIAN LUBIS, S.E., M.M. Kalau dia sudah digadaikan (...) 51. KETUA : DR. H.M. ARSYAD SANUSI, S.H., M.HUM. Sekarang barang ini saya jadikan aset, terbit surat berharga, apa melanggar Undang-Undang Dasar itu tidak? 52. PEMOHON : BASTIAN LUBIS, S.E., M.M. Jadi begini Pak Hakim, jadi itu barang yang sudah digadaikan itu tidak bisa dimanfaatkan oleh warga negara, Pak Hakim. Jadi warga negara tidak punya lagi memanfaatkan itu, apalagi kalau misalnya gagal bayar itu kan akan disita, Pak Hakim. Makanya di Undang-Undang Sukuk itu menteri wajib membeli kembali barang yang bersangkutan. 53. KETUA : DR. H.M. ARSYAD SANUSI, S.H., M.HUM. Ya, kalau wajib membeli kembali itu, itu melanggar undangundang atau tidak? Bertentangan tidak dengan Undang-Undang Dasar dalam lalu lintas perdagangan in casu lalu lintas perdata? 54. PEMOHON : BASTIAN LUBIS, S.E., M.M. Ya, bertentangan, Pak Hakim. Karena tidak ada kepastian hukum, tidak ada kepastian bahwa barang itu bisa dimanfaatkan oleh warga negara sampai nantinya, karena itu tergadaikan. 55. KETUA : DR. H.M. ARSYAD SANUSI, S.H., M.HUM. Dimana melihatnya bahwa Pasal 10, 11, 12 itu bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Lihat saja Saudara punya petitum itu, yang mana ini melanggar Undang-Undang Dasar 1945, coba lihat itu pasalnya yang Saudara anu-kan, secara umum Saudara uraikan itu. Coba lihat itu petitum-nya itu. Mahkamah sendiri tidak bisa paham apa yang dilanggar ini. Pasal 18 tentang Pemerintahan Daerah, Pasal 23 tentang Keuangan, Pasal 24, 25 Kekuasaan Kehakiman, Pasal 25 syarat-syarat sebagai hakim diangkat, diberhentikan, apa kaitannya itu dengan 10

12 permohonan ini? Pasal 27, 28, 34, fakir miskin anak terlantar dipelihara oleh negara. Apa kaitannya dengan objek ini? 56. PEMOHON : BASTIAN LUBIS, S.E., M.M. Mohon maaf Pak Hakim, kami sudah mengoreksi daripada pasal ini ada yang baru, Pak Hakim. 57. KETUA : DR. H.M. ARSYAD SANUSI, S.H., M.HUM. Bagaimana caranya yang baru, belum sampai di tangan kita ini. 58. PEMOHON : BASTIAN LUBIS, S.E., M.M. Kemarin kami konsultasi di sini katanya pas ada sidang pemeriksaan pendahuluan saja dimasukkan (...) 59. KETUA : DR. H.M. ARSYAD SANUSI, S.H., M.HUM. Jadi ini petitum keduanya Pasal 18 itu ada tujuh ayat itu, tambah 18A dan B, yang mana? Pasal 23 ada tiga ayat tambah dua, 23A sampai dengan G. Pasal 24, 25 itu 18 ayat, yang mana ini? Ya, jadi Saudara coba ini nanti menjadi perhatian petitum Saudara tetapi di sini Saudara juga katakan di dalam permohonan Saudara itu coba halaman dua. SBSN bertentangan atau tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar, yang mana ini? Kalau pengujian di sini bertentangan dengan konstitusi, Undang-Undang Dasar. Tapi ini bertentangan atau tidak bertentangan, ya kalau tidak bertentangan ngapain Saudara majukan di sini? Bagaimana itu, Saudara? 60. PEMOHON : BASTIAN LUBIS, S.E., M.M. Mohon izin, Pak Hakim. Ada yang baru, Pak Hakim, saya bawa ini saya koreksi kemarin. 61. KETUA : DR. H.M. ARSYAD SANUSI, S.H., M.HUM. Ya, nanti diserahkan ke kepaniteraan saja, itu salah satu advice ya, petunjuk-petunjuk. Barangkali ada, Pak Akil? 62. HAKIM ANGGOTA : DR. H.M. AKIL MOCHTAR, S.H., M.H. Saudara Pemohon, ya. Inikan sidang panel ini punya kewajiban untuk memeriksa kelengkapan permohonan dan berkas perkara ini dan 11

13 Saudara punya kewajiban memperbaiki permohonan ini dalam waktu 14 hari, itu berdasarkan Pasal 39 Undang-Undang Mahkamah Konstitusi. Kemudian terhadap permohonan ini panel itu wajib memberikan masukan dan nasihat kepada Pemohon. Oleh karena itu tadi diminta Saudara untuk menguraikan pokok-pokok permohonannya, kemudian Majelis atau Panel ini memberikan masukan, di samping ada hal yang Saudara bisa jawab secara lisan ada hal yang memang perlu diperbaiki, tetapi hak itu terserah Saudara nanti kalau mau diperbaiki, perbaiki, kalau tidak juga tidak masalah karena Saudara yang mengajukan permohonan ke sini sedangkan kami mengadili permohonan Saudara ini. Oleh karena itu, mungkin Saudara perlu lihat permohonannya ya, nanti berkenaan dengan legal standing. Kalau soal kewenangan Mahkamah itu sudah saya kira tidak ada masalah. Soal legal standing ini Saudara kan baru mengutip tentang pengertian umum apa yang dimaksud dengan legal standing itu, tapi tidak menghubungkan dengan kedudukan Saudara sendiri sebagai Pemohon sehingga Saudara itu berhak mengajukan permohonan ini. Perorangan warga negara kah? Atau Saudara itu adalah suatu badan hukum karena ini kan kalau tidak salah ini dosen apakah mewakili perguruan tingginya? Kemudian pembina Universitas Patria Artha ini apakah bentuknya yayasan, badan hukum lain, atau apa? Atau yang Saudara maksudkan di sini perorangan warga negara sebagaimana yang dijelaskan oleh Undang-Undang Mahkamah Konstitusi maupun Putusan Mahkamah Konstitusi, itu harus dijelaskan. Atau satuan masyarakat adat yang mempunyai potensi atau mempunyai kedudukan sebagai orang yang mempunyai hak konstitusional untuk mengajukan permohonan, itu harus diuraikan dulu. Di sini kan belum ini. Sehingga bahwa Saudara itu berhak mengajukan permohonan. Ini penting, karena kalau tidak ada legal standing nanti permohonan Saudara ini tidak dapat diterima. Nah, untuk punya legal standing ada syarat tadi. Itu diuraikan. Kemudian Saudara ini dalam permohonannya sapu jagat, Undang- Undang Dasar itu dipakai semua sebegitu banyak. Itu Undang-Undang Dasar itu kalau Bapak sebutkan mulai dari Pasal 18 sampai 34, itu kita capek mencari hubungan konstitusionalitasnya. Karena masing-masing norma ayat di dalam pasal-pasal Undang-Undang Dasar itu mempunyai makna konstitusionalitas dengan pokok permohonan Saudara ini. Apakah Saudara berdalil bahwa kepastian hukum Saudara yang terlanggar, apakah tidak ada jaminan dari negara terhadap warga negaranya, atau ada hak-hak konstitusional Saudara yang lain berupa hak asasi terhalangi dengan adanya pasal ini. Saya kira kalau main sapu jagat begini, itu Pasal 18 sampai dengan 34 itu kan mulai dari pemerintah daerah sampai kepada pertahanan keamanan, semua masuk itu. Ini dipikirkan ulang, kalau begini permohonannya ya tentu sulit. Oleh sebab itu harus jelas ini, pasal berapa batu uji di dalam Undang-Undang Dasar yang ingin Saudara pakai. Kalau mau menggunakan Pasal 28A sampai J 12

14 misalnya, dilihatlah salah satu di situ, itu mengenai hak asasi manusia. Kalau Pasal 18 tentang Pemerintah Daerah mulai dari apa yang dimaksud dengan Pemerintah Daerah sampai dengan Tata Cara Pemilihan Pemerintah Daerah, apa hubungannya dengan pasal ini, itu harus dijelaskan. Kemudian, di dalam permohonan ini tidak perlulah konsepsi tentang peran negara, teoritik landasan konstitusional tidak perlu. Saudara Pemohon uraikan saja bahwa Pasal 8, 9, 10 ini merugikan hakhak konstitusional Saudara dalam bidang ini yang hak-hak konstitusional Saudara itu dijamin dalam Undang-Undang Dasarnya pasal berapa. Sehingga secara tegas potensi kerugian maupun kerugian nyata itu memang akan dialami oleh Pemohon kalau undang-undang ini berjalan, kan kira-kira begitu. Tapi karena terlalu luas, ya saya juga tanya ini kirakira dengan Pasal 18 itu hubungannya apa, dengan Pasal 24 hubungannya apa dengan kekuasaan kehakiman. Karena itu punya makna semua itu. Nah, kemudian Undang-Undang Dasarnya jangan cuma disebut pasal, dikutiplah di situ, normanya ditulis. Kan pasal undang-undang itu Bapak tulis di situ, tapi kok Undang-Undang Dasar cuma pasal saja tidak ada anunya, jadi jelas begitu. Konstitusional, segala macam itu tidak usah saja, Bapak uraikan saja langsung secara urut, kalau pasal ini berlaku, ini ruginya, saya sebagai warga negara Indonesia yang dijamin dalam Undang-Undang Dasar itu pasal apa, apakah perekonomian ini, karena ini menyangkut surat berharga negara syariah itu. Sekarang saya tadi juga melihat ini kok Saudara justru mempertentangkan dengan Undang-Undang tentang Perbendaharaan Negara. Kalau pertentangan undang-undang ya mungkin dalam uraian bisa saja, tapi itu bukan inti utama dari persoalan yang Saudara majukan ke sini. Bisa saja, tapi bukan itu intinya. Tapi kalau itu menjadi intinya bukan di sini sengketanya, Pak. Di sini undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar. Kalau antara undang-undang, ke sanalah lapor DPR, kenapa bikinnya begini, kan begitu. Apa maksudnya itu? Baru sekarang kita ke pasal yang Bapak uji ini. Ya, kita samasama belajarlah ini, kita juga tidak begitu ahli ekonomi. Yang dimaksud dengan underlying asset itu, dalam penerbitan surat hutang negara itu bagaimana kira-kira menurut Bapak itu pengertiannya? 63. PEMOHON : BASTIAN LUBIS, S.E., M.M. Izin, Pak Hakim. Underlying itu sendiri penjaminan, jadi barang itu digadaikan. 64. HAKIM ANGGOTA : DR. H.M. AKIL MOCHTAR, S.H., M.H. Itu aset jaminan kan? 13

15 65. PEMOHON : BASTIAN LUBIS, S.E., M.M. Ya. 66. HAKIM ANGGOTA : DR. H.M. AKIL MOCHTAR, S.H., M.H. Sekarang kalau kita lihat kepada pengertian Pasal 1-nya, Pak. Pasal 1 tentang ketentuan umum Undang-Undang tentang Surat Berharga ini, ayat (3), angka 3. Aset SBSN adalah obyek pembiayaan SBSN dan atau barang milik negara yang memiliki nilai ekonomi berupa tanah dan bangunan maupun selain tanah dan/atau bangunan yang dalam rangka penerbitan SBSN dijadikan sebagai dasar penerbitan SBSN. Artinya tidak semua asset toh? MK ini aset negara bangunannya, tapi kan dia tidak dijadikan underlying asset bagi penerbitan SBSN itu. Kenapa? Karena berdasarkan ketentuan lebih lanjut, itu kan berdasarkan kontrak, berdasarkan akad, dan lain sebagainya menurut saya. Artinya sebagian aset yang dijadikan underlying asset itulah yang bisa dijaminkan, termasuk digadaikan dan segala macam. Tapi kan tidak semena-mena, karena dia juga tunduk dengan aturan-aturan yang berkaitan dengan Undang-Undang Perbendaharan Negara, karena pemegang kuasa keuangan negara itu APBN kan presiden, APBD gubernur atau walikota/bupati, dan itu juga punya ketentuan. Nah, SBSN itu kan, apakah semua SBSN itu semuanya bisa diterbitkan. Kenapa? Karena dia tunduk kepada Kementerian BUMN, diatur dengan badan khusus, jadi tidak juga semena-mena. Dan untuk itu juga harus mendapat persetujuan juga dari Dewan Perwakilan Rakyat. Artinya hak kedaulatan rakyat itu tetap juga menjadi sesuatu yang harus dipertimbangkan, tidak juga langsung lossing begitu tanpa persetujuan dewan. Nah,ini saya kira maksud yang saya ingin sampaikan itu adalah apakah Pasal 10 ini, iya kan, kan tidak bisa juga dilihat begitu, cuma Bapak kan keberatan karena bisa dijamin, bisa digadai, bisa dijual, bahkan bisa wajib dibeli kembali oleh pemerintah. Tapi kan dalam konteks penerbitan SBSN itu Surat Hutang Negara Syariah itu kan, kan negara wajib membayar surat hutang itu kalau sudah jatuh tempo, betul tidak Pak? Artinya kalau tidak ada jaminan itu siapa yang mau beli, kan begitu? Nah, untuk bisa mengeluarkan SBSN kan harus lihat underlying asset-nya apa ini? Kalau misalnya saya menerbitkan surat hutang Mahkamah Konstitusi Syariah misalnya dengan jaminan aset ini 100 triliun, orang tidak mau beli, Pak, orang asetnya tidak sampai 100 triliun, kan kira-kira begini ini. Ya, saya tidak begitu ahli soal itu, tetapi sedikit mengertilah. Oleh sebab itu saya melihat, apakah ketentuan ini melanggar hakhak konstitusional Saudara, itu yang harus dibuktikan di dalam uraian permohonan ini, terutama pasal yang menjamin hak Saudara dalam Undang-Undang Dasar itu lho. Tapi jangan main sapu jagat begitu, tidak mungkin itu. Misalnya Pasal 10 ini ayat (1), Barang milik negara 14

16 digunakan sebagai dasar penerbitan SBSN, yang untuk selanjutnya barang milik negara dimaksud disebut sebagai aset, aset SBSN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa tanah... dan seterusnya, jenis nilai. Jadi dia merupakan aset dari sukuk itu yang dijual itu. Nah, Pasal 10 itu, karena Saudara anggap bertentangan dengan hak konstitusional Saudara, dia berapa batu ujinya pasal berapa di Undang-Undang Dasar yang melarang bahwa barang milik negara digunakan sebagai SBSN itu dilarang menurut Saudara, kira-kira begitu. Karena itu bertentangan dengan hak konstitusional Saudara yang dijamin dalam Undang-undang Dasar, itu yang diuraikan. Kemudian Pasal 11-nya apa, penggunaan barang milik negara sebagaimana yang dimaksud Pasal 10 dengan cara menjual, menyewakan, memanfaatkan barang milk negara atau cara lain yang sesuai dengan akad, kan tadi saya sudah sebut, yang sesuai dengan akad, kan tidak bisa semua, yang digunakan dalam rangka penerbitan SBSN. Nah, itu menurut Saudara melanggar hak-hak konstitusional, silakan dalam uraian permohonan ini dibuktikan. Jadi itu sekali lagi saya ingin...,kemudian petitumnya perbaikilah, jangan di seluruh pasal begitu. Saya kira dari saya itu yang penting saya memberi alurnya. Yang jelas bahwa permohonan Bapak ini harus diperbaiki kalau masih mau terus. Panel juga punya wewenang juga sebaiknya Bapak boleh cabut juga, silakan itu bisa. Setelah Bapak berpikir, berkontemplasi lagi kira-kira ini susah ini kan gitu misalnya atau oh tidak ada kerugian konstitusional kita yang di sana, gitu. Nah, ini kan tadi saya lihat argumentasi Bapak itu, Kita tidak bisa menggunakan gedung pemerintah untuk belajar. Apakah gedung pemerintah berupa sarana pendidikan itu boleh dijadikan aset SBSN, sebagai underlying asset? Nah, itu kita pertanyakan juga, kan begitu. Tentukan, kalau dibilang tidak boleh jual banyak juga itu aset-aset negara yang ditukar guling segala macam jual juga itu namanya. Ada, dari dulu itu banyak sekali. Ada yang dianggap, wah ini sudah tidak mempunyai nilai ekonomis, tukar, jual, guling, ganti lagi yang baru, bisa juga itu, bahkan banyak aset negara yang tidak ketahuan, ganti kebijakan ganti asetnya hilang semua. Nah, sekarang KPK lagi mendata aset-aset negara semuanya gemetaran juga. Itu kan ada juga. Nah, ini dari Saya Pak Ketua, terima kasih. 67. HAKIM ANGGOTA : PROF. DR. MARIA FARIDA INDRATI, S.H., M.H. Terima kasih, Pak Ketua. Saya menambahkan, betul bahwa pengajuan permohonan ini masih dikatakan tadi sapu jagat karena bertentangannya langsung dari Pasal 18 sampai Pasal 34. Jadi harus dicari pasal mana yang betul-betul dianggap bertentangan itu. Dan di sini dikatakan tadi dalam halaman 7 15

17 huruf I bahwa norma yang terkandung dalam Pasal 10, 11, dan 12 Undang-Undang 19 Tahun 2008 mencerminkan ketidakkonsistennya pembuat undang-undang yang khilaf sehingga merugikan hak konstitusional warga negara. Berarti di sini Anda mempertentangkan antara undang-undang dan undang-undang yang lainnya tapi ini sebetulnya bisa Anda kaitkan kalau Anda menginginkan sebagai seorang legal standing. Di sini dalam halaman 2 dikatakan kerugian hak dan atau kewenangan konstitusional tersebut bersifat spesifik atau khusus dan aktual atau setidak-tidaknya bersifat potensial yang menurut penalaran yang wajar dapat dipastikan akan terjadi. Jadi harus dikemukakan kalau ada aturan ini maka ini ada konsekuensi secara langsung, ada hubungan sebab akibat di sana dan kemudian dengan dikabulkannya permohonan ini maka kerugian tersebut tidak akan terjadi lagi. Itu yang harus ditekankan sehingga legal standing Anda itu terlihat dengan jelas. Tetapi selain itu kalau kita melihat pada Pasal 10, 11, dan 12 maka SBSN ini kan tidak serta merta boleh dilakukan, begitu ya. Kita harus melihat tujuan penerbitan SBSN itu apa? Dalam Pasal 4 undang-undang ini dikatakan SBSN diterbitkan dengan tujuan untuk membiayai anggaran pendapatan dan belanja negara termasuk membiayai pembangunan proyek. Jadi di sini SBSN ini ada tujuannya kenapa itu harus dikeluarkan. Dan kemudian di sini dikatakan bahwa kalau untuk menerbitkan itu maka SBSN dapat dilaksanakan secara langsung oleh pemerintah atau melalui perusahaan penerbit SBSN. Pasal 6 ayat (2) SBSN yang dapat diterbitkan oleh pemerintah maupun perusahaan penerbit SBSN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah semua jenis SBSN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3. Jadi ini kaitannya itu erat. Pasal 10, 11, 12 itu didahului dari pasal-pasal sebelumnya, bagaimana tata cara penerbitan SBSN tersebut. Dan di sini Pasal 7 bahkan mengatakan ayat (1), Dalam hal akan dilakukan penerbitan SBSN untuk tujuan sebagaimana dimaksud pada Pasal 4 menteri terlebih dahulu berkoordinasi dengan Bank Indonesia dan khusus untuk penerbitan SBSN dalam rangka pembiayaan proyek menteri berkoordinasi dengan menteri yang bertanggung jawab di bidang perencanaan pembangunan nasional. Jadi penerbitan SBSN ini tidak langsung kemudian langsung boleh menteri menerbitkan itu. Ini ada tata cara yang diatur dalam Pasal 5, 6, 7, 8 dimana di sini ada persetujuan DPR. Jadi kita melihat pada Pasal 10, 11, 12 itu tidak ujug-ujug ada, begitu ya. Kalau penerbitan itu tentu ada pemikiran-pemikiran kenapa harus diterbitkan itu sehingga di sini harus dijelaskan di dalam pokok permohonan ini kenapa ini merugikan Anda sebagai lembaga karena ini Anda sebagai orang yang bergerak di bidang pendidikan dan mungkin perseorangan, jadi apakah secara perseorangan atau sebagai ketua yayasan, jadi badan hukum itu dengan adanya Pasal 10, 11, 12 itu kemudian tercederai karena ini dianggap bertentangan dengan konstitusi. 16

18 Jadi di sini kita bisa melihat bahwa harus dilihat apakah betul dengan adanya pasal ini kemudian Anda, hak konstitusional Anda dikesampingkan atau dicederai oleh pasal-pasal ini, tergantung Anda melihat pada pasal-pasal berapa yang ada dalam konstitusi. Saya rasa itu. 68. KETUA : DR. H.M. ARSYAD SANUSI, S.H., M.HUM. Jadi permohonan Saudara ini permohonan sapu jagat, ya. Jadi 37 pasal Undang-Undang Dasar 1945 itu Saudara uraikan semua, itu satu. Kemudian yang kedua saya melihat dan mencermati permohonan ini dengan petunjuk-petunjuk daripada Hakim Akil dan Hakim Maria itu Saudara membaca undang-undang ini hanya bersifat parsial tidak komprehensi. Jadi kalau Saudara mencermati Pasal 4, 6, 7, 8 tujuan tadi dengan terbitnya underlying asset ini SBSN ini kalau Saudara lihat tujuannya Saudara katakan tadi bahwa itu pendidikan, padahal di sini tujuannya untuk pembangunan, termasuk pendidikan. Jadi kalau Anda menghilangkan pasal ini maka pemerintah ini dia harus bukan hanya semata-mata dia harus mencarikan sumber dananya untuk pendidikan, guru, dosen dan lain sebagainya dari pajak saja tapi dia juga harus melakukan transaksi-transaksi baik itu nasional maupun internasional. Sekarang contoh misalnya katakanlah itu di Papua di Freeport itu, itu sewa juga, masuk ke negara. Tapi ada batasnya. Misalnya salah satu contoh. Nah, kalau itu hilang? Jadi ini Saudara- Saudara melihat saja ini Saudara punya permohonan ini perlu Saudara perbaiki dan itu tolong dicermati betul-betul undang-undang ini. Barangkali demikian, Saudara mengajukan bukti berapa banyak ini? Ada 3 bukti, ya? Nah, ini coba Saudara renungkan saran-saran tadi dicatat, dilihat betul-betul, karena ini Saudara itu nampaknya ada pemikiran seolah-olah yang kontradiksi ini Undang-Undang Perbendaharaan Negara dengan Undang-Undang Syariah, seolah-olah itu. Jadi itu pemikiran Saudara. Tapi kalau itu ada konflik rule antar undang-undang, bukan tempatnya di sini. Baik, dengan demikian Saudara diberi waktu untuk 2 minggu memperbaiki. Kalau memang Saudara tidak perbaiki Saudara masih berpikir, karena itu otonomi Saudara, ya hak Saudara untuk merenungkan kembali apakah ini beralasan atau tidak, betul-betul merugikan tidak, ada kerugian Saudara atau tidak, kerugian warga negara, kerugian konstitusional Saudara. Saudara Panitera, catat ini pengesahan bukti belum. Nanti ini pada, bagaimana? Jadi itu saja. Jadi tidak perlu direspon lagi. Saudara sudah bisa melihat titik-titik kelemahan daripada permohonan ini, bagaimana menyempurnakannya. Namun, juga pada titik terakhir, Saudara bisa bahwa ini ya kalau saya ajukan ini baru undang-undang ini dibatalkan, apa payung hukumnya penggantinya? Merugikan tidak? Jadi kita mengajukan permohonan di sini, tatkala kita menyatakan kerugian 17

19 kita pribadi, tahu-tahu ini adalah malapetaka untuk negara ini, misalnya. Karena tidak ada payung hukumnya lagi, harus apa pemerintah. Baik Saudara, dengan demikian nanti Saudara berhubungan dengan kepaniteraan, kalau Saudara mau memperbaiki, merubah, atau mencabut permohonan ini, itu nanti Saudara berhubungan dengan kepaniteraan dan sidang yang akan datang itu nanti Saudara mendapat panggilan, ya. Dengan demikian, persidangan pada hari ini dianggap selesai dan sidang dinyatakan ditutup. KETUK PALU 3X SIDANG DITUTUP PUKUL WIB 18