ANALISIS KERAWANAN PANGAN Dl TINGKAT KECAMATAN KOTA BOGOR

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS KERAWANAN PANGAN Dl TINGKAT KECAMATAN KOTA BOGOR"

Transkripsi

1 ANALISIS KERAWANAN PANGAN Dl TINGKAT KECAMATAN KOTA BOGOR ERNA LUCIASARI SOFlATl SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2 PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHlR DAN SUMBER INFORMAS1 Dengan ini saya menyatakan bahwa tugas akhir Analisis Kerawanan Pangan di Tingkat Kecamatan Kota Bogor adalah karya saya dengan arahan dari kornisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tugas akhir ini. Bogor, Februari 2009 Erna Luciasari Sofiafi A

3 ABSTRACT ERNA LUClASARl SOFIATI. Analysis of Food Insecurity at Sub District Level at Bogor. Under direction of YAYUK FARIDA BALlWATl and SIT1 MADANIJAH. Bogor city is one of the hinder lands of the capital city, Jakarta, whose population is always increasing and percentage of poor people in 2006 was 23 percent. However, until now, the classification of food insecurity level in every sub district to anticipate food insecurity condition is not available yet. Food insecurity in a region is the reflection of non secured food condition shown by household's incapability to access food, both physically and economically. The components to assess food insecurity in urban area are food access and health and nutrition access. The indicators of food access are percentage of poor family and percentage of household which able to access electricity, while the indicators of health and nutrition access are Live Expectation (LE), prevalence of under five years old children suffered from malnutrition (BWIU), food consumption level, population-doctor ratio, percentage of population able to obtain clean water, and percentage of children having immunization. Moreover, the basic price of rice is also analyzed. The objectives of this research were to study insecurity at sub district level in Bogor City based on the data from related institutions and to know the program conducted by the government of Bogor City to overcome problem related to food insecurity. The method used to determine food insecurity is by calculating the value of each insecurity indicator (World Food Program 2003). Then, the value was ranked based on total value of each insecurity indicator. The data was analyzed descriptively. The result of the analysis indicates that food availability in Bogor City, especially rice, is mostly (93.61%) obtained by import, since Bogor City is not agricultural area. Food that available to consume in the form of energy is kcallcapitalday, while in the form of protein is 80.9 gramlcapitalday. However, 68.9 percent of the household has energy consumption less than 70 percent of the energy requirement (food insecure). Based on the indicator used to determine food insecurity, there are 2 sub districts that are categorized as "mild insecure", which are Bogor Selatan and Bogor Tengah Sub Districts. The program conducted by the government of Bogor City is already appropriate, which is alleviating poverty to increase household access on food, but this still has to be conducted intensively. Keywords: food insecurity, food access, health and nutrition access

4 RINGKASAN ERNA LUClASARl SOFIATI. Analisis Kerawanan Pangan di Tingkat Kecarnatan Kota Bogor. Dibirnbing oleh YAYUK FARIDA BALlWATl dan SIT1 MADANIJAH. Pangan rnerupakan kebutuhan dasar rnanusia agar dapat hidup dan beraktivitas. Kondisi terpenuhinya kebutuhan ini dikenal dengan istilah ketahanan pangan. Rawan pangan atau ketidaktahanan pangan rnerupakan suatu kondisi tidak tersedianya pangan yang cukup, baik jurnlah rnaupun rnutunya, arnan, rnerata dan terjangkau. Gizi buruk pada balita rnerupakan rnasalah pangan dan gizi yang menjadi outcome situasi ketahanan pangan wilayah. Kondisi Kota Bogor yang tahan pangan seharusnya rnasalah tersebut tidak terjadi. Keadaan ini rnenunjukkan bahwa ketahanan pangan rnerupakan rnasalah yang kornpleks dan perlu analisis rnendalarn. Saat ini belurn ada klasifikasi tingkat kerawanan pangan di Kota Bogor untuk rnengantisipasi kondisi rawan pangan. Penelitian ini bertujuan untuk rnenganalisis situasi kerawanan pangan di tingkat kecarnatan Kota Bogor, rnenganalisis kesesuaian intervensi dengan situasi kerawanan pangan, dan rnenyusun rekornendasi jenis intervensi pangan. Data dianalisis secara deskriptif, 'kernudian diklasifikasikan ke dalarn enarn kategori yaitu sangat rawan, rawan, agak rawan, cukup tahan, tahan dan sangat tahan. Pengkategorian tersebut berdasarkan dua indikator kerawanan pangan yaitu akses pangan dan kesehatan. lndikator yang digunakan dalarn analisis kerawanan pangan disesuaikan dengan indikator FIA (Food Insecurity Atlas) yang digunakan WFP (World Food Programme 2003) dalarn analisis kerawanan pangan nasionai. Garnbaran urnurn rnengenai ketersediaan pangan di Kota Bogor dianalisis menggunakan data konsurnsi norrnatif per kapita dibanding ketersediaan produksi setara beras yang diperoleh dari produksi beras dan jagung; akses pangan dilihat dari: 1) jurnlah rumahtangga miskin, 2) persentase rurnahtangga dengan akses listrik; kesehatan dan gizi dinilai dari 1) Angka Harapan Hidup (AHH), 2) prevalensi balita gizi kurang, 3) jurnlah penduduk per dokter sesuai dengan kepadatan penduduk, 4) persentase rurnahtangga yang akses ke air bersih 5) persentase anak yang tidak diirnunisasi dan 6) tingkat konsurnsi pangan. Dari indikator tersebut kernudian diranking sehingga didapat enarn kategori kerawanan pangan. Kornoditas yang dipakai sebagai dasar perhitungan ketersediaan adalah ketersediaan bersih beras dan jagung. Dilihat dari sisi produksi beras dan jagung ternyata kebutuhan pangan penduduk seluruh wilayah Kota Bogor tidak dapat dipenuhi oleh produksi seternpat. Keadaan ini rnenunujukkan bahwa ketersediaan pangan penduduk terutarna beras sangat tergantung pada suplai dari luar daerah. Berdasarkan persen rumahtangga rniskin, Kecarnatan Bogor Selatan, Tirnur dan Tengah terrnasuk dalarn kategori rawan pangan. ~ecarnatan Bogor Barat dan Tanah Sareal terrnasuk ke dalarn kategori agak rawan, sedangkan Kecarnatan Bogor Utara termasuk kategori tahan pangan. Kecarnatan Bogor Tirnur dan Tengah terrnasuk kategori rawan pangan dari segi persentase rumahtangga dengan akses listrik. Rata-rata Urnur Harapan Hidup (AHH) tertinggi berada di Bogor Barat yaitu 72.4 tahun pada tahun 2004 sedangkan yang terendah di Bogor Selatan yaitu 68.6 tahun. Jika dibandingkan dengan rata-rata angka harapan hidup nasional (63 tahun) pada tahun yang sarna rnaka AHH di tiap kecarnatan Kota

5 Bogor sudah diatas angka rata-rata nasional. Menurut AHH dan persen balita gizi buruk pada tiap kecarnatan terrnasuk dalam kategori sangat tahan pangan. Menurut rasio penduduk per dokter rnasih terdapat kecamatan dalam kategori sangat rawan (Kecamatan Bogor Selatan dan Utara) dan rawan pangan (Kecamatan Tirnur dan Tengah). Berdasarkan persentase rurnahtangga yang mendapatkan air bersih Kecamatan Bogor Selatan, Tengah dan Barat terrnasuk ke dalam kategori agak rawan, sedangkan Kecarnatan Bogor Tirnur, Utara dan Tanah Sareal terrnasuk ke dalam kategori cukup tahan. Menurut persen balita tidak diirnunisasi sernua kecamatan di Kota Bogor terrnasuk dalarn kategori cukup tahan kecuali Kecarnatan Bogor Tirnur (sangat tahan). Bila dilihat dari jumlah rumahtangga rawan pangan di masing-masing kecarnatan rnaka lirna dari kecarnatan yang ada di Kota Bogor terrnasuk dalam kategori daerah rawan pangan, kecuali Tanah Sareal yang terrnasuk agak rawan pangan. Berdasarkan gabungan dari ketiga kornponen kerawanan pangan diperoleh bahwa ernpat kecarnatan dari enarn kecarnatan yang ada di Kota Bogor rnasuk dalam kategori cukup tahan yaitu kecarnatan Bogor Timur, Utara, Barat dan Tanah Sareal, sedangkan dua kecamatan yaitu Bogor Selatan dan Tengah rnasuk dalam kategori agak rawan. Program yang telah dilakukan oleh pernerintah daerah antara lain: program pengentasan kerniskinan melalui peningkatan daya beli, pendidikan dan kesehatan rumahtangga rniskin; raskin; bantuan biaya pendidikan dalarn bentuk KBBS (Kartu Bebas Biaya Sekolah); persebaran sarana kesehatan rnerata khususnya pusat kesehatan rnasyarakat (puskesrnas) yang rnelayani kesehatan dasar; Pernberian Makanan Tambahan Pemulihan (PMT-P) bagi balita penderita gizi buruk dan Makanan Pendarnping AS1 (MP-ASI); intensifikasi areal tanaman (terutarna hortikultura (sayuran), buahbuahan, tanarnan obat dan tanarnan hias) yang dapat ditanam di pekarangan; penambahan jaringan listrik; dan bantuan rurnah layak huni untuk membantu rumahtangga rniskin. Rekomendasi yang dapat dilakukan adalah pengelolaan atau rnanajernen irnpor dan ekspor pangan secara berkelanjutan oleh pernerintah daerah, pernantauan jurnlah rumahtangga rniskin secara berkala, penarnbahan jaringan listrik, penarnbahan jumlah dokter rnelalui Dinas Kesehatan, peningkatan pelayanan dan cakupan air bersih bagi penduduk, penyuluhan tentang pentingnya imunisasi terutama imunisasi dasar (BCG, DPT, Polio dan carnpak).

6 O Hak Cipta milik IPB, tahun 2009 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang D~Iararzg ri~engutip sebagiarz ntau seluruh kaiya tzclis irzi tarzpa i?zeizcaiztzc~nknn afuu nzei7yebutkan su7izbeuilj~a. Pengutipan lzaizyu untuk lcepeiztingan pendidikarz, penelitian, perzulisait lrniya ilntiah, penytrsunarz laporun, peizulisan kritil, atnu tiiljauar7 suntu inasalah; dun peizgutipan tersebut tidak merugikaiz kepeittirzgnn yarlg %vajar IPB Dilararzg nze~lgurnunzkan dun nzenzperbarzyak sebagiarz atau selul-zclz Kaiya tulis dalarn berztuk apapun tarzpa seizin IPB

7 ANALISIS KERAWANAN PANGAN Dl TINGKAT KECAMATAN KOTA BOGOR ERNA LUClASARl SOFlATl Tugas Akhir sebagai salah satu syarat untuk mernperoleh gelar Magister Profesional Pada Program Studi Manajemen Ketahanan Pangan SEKOLAHPASCASARJANA INSTITUT PERTAMIAN BOGOR BOGOR 2009

8 Judul Tugas Akhir Nama NIM : Analisis Kerawanan Pangan di Tingkat Kecamatan Kota Bogor : Erna Luciasari Sofiati : A Disetujui Komisi Pembimbing Dr. Ir. Yavuk Farida Baliwati, M.S. Ketua Dr. Ir. ~i; Madaniiah. M.S. Anggota Diketahui Ketua Program Studi Manajemen Ketahanan Pangan,*.. L... \_., Tanggal Ujian : 30 Desember MAR 2009 Tanggal Lulus...

9 PRAKATA Puji dan Syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunianya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalarn gladikarya yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2007 ini adalah ketahanan pangan, dengan judul Analisis Kerawanan Pangan di Tingkat Kecarnatan Kota Bogor. Terima kasih penulis ucapkan kepada Direktur Province Heath Project (PHP) II beserta staf yang telah memberi dana selama kuliah dan penelitian. Dr. Budi Setiawan selaku ketua program studi dan Dr. Ir. Yayuk Farida Baliwati, MS dan Dr. Ir. Siti Madanijah, MS selaku pernbirnbing, yang telah banyak memberi birnbingan dan saran serta masukan. Disarnping itu penghargaan penulis sarnpaikan kepada lr. Lucy, MM dari Dinas Agribisnis dan Dra. Susi dari BPS Kota Bogor yang telah rnembantu selama pengurnpulan data. Ungkapan terima kasih juga disarnpaikan kepada bapa dan marnah (alrn), suami, anak-anak serta keluarga atas segala bantuan, doa dan kasih sayangnya. Sernoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Februari 2009 Erna Luciasari Sofiafi

10 Penulis lahir di Bogor Jawa Barat pada tanggal 20 Januari 1961, sebagai anak pertarna dari lima bersaudara dengan lbu bernarna R. Saribanon Adirnihardja (ah) dan Ayah Endang Moeljadi Wiriadisastra (alrn). Pada tanggal 8 Juli 1984 penulis rnenikah dengan Drs. H. Almasjhuri, Apt.,MSi., dan dikaruniai tiga orang anak iaki-laki yaitu Medisa Aris Ginanjar (Anjar), Argya Syarnbarkah (Agi) dan Arifin Septiadi (Afin). Pendidikan formal dirnulai dari Sekolah Dasar lrnmanuel Ill di Medan dan lulus pada tahun Kernudian melanjutkan ke SMP lmrnanuel II dan pada tahun 1975 pindah ke SMP St. Yoris di Sernarang dan lulus tahun yang sama. Pendidikan sekolah rnenengah atas diselesaikan di SMA Kesatuan Bogor dan lulus tahun Penulis kernudian kuliah di Akaderni Gizi Jakarta dan lulus tahun Sejak Maret 1984 penulis mulai bekerja di Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi dan Makanan Departernen Kesehatan sebagai staf di bidang Biokimia, hingga saat ini rnasih di Puslitbang Gizi dan Makanan sebagai peneliti di Kelornpok Kornunikasi, lnforrnasi dan Edukasi Gizi sejak tahun Pada tahun 1994 penulis lulus dari Jurusan Gizi Masyarakat dan Surnberdaya Rurnahtangga Fakultas Pertanian lnstiiut Pertanian Bogor dengan dana yang diberikan Bank Dunia rnelalui Departernen Kesehatan. Pada tahun 2006 penulis rnendapat kesempatan untuk studi S2 sebagai rnahasiswa Tugas Belajar pada Program Studi Profesional Manajernen Ketahanan Pangan Sekolah Pascasarjana lnstitut Pertanian Bogor atas biaya Province Health Project (PHP) II.

11 DAFTAR IS1 DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN xii xiv... xv PENDAHULUAN... I Latar Belakang... 1 Perurnusan Masalah Tujuan Penellt~an Manfaat Penel~t~an Ruang Lingkup Penelitian... 5 TINJAUAN PUSTAKA... 7 Definisi Kerawanan Pangan... 7 lndikator Kerawanan Pangan METODE PENELlTlAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Jenis, Sumber dan Cara Pengumpulan Data Pengolahan dan Analisis Data Definisi Operasional HASlL DAN PEMBAHASAN Garnbaran Umurn Lokasi Penelitian Letak Geografis Penggunaan Lahan Penduduk Angka Melek Huruf Jenis Pekerjaan Ketersediaan Pangan Distribusi Pangan Situasi Kerawanan Pangan Kerawanan Pangan Berdasarkan Akses pangan Kerawanan Pangan Berdasarkan Kesehatan dan Gizi Tingkat Kerawanan Pangan Program Pencegahan dan Penanganan Kerawanan Pangan yang Telah Dilaksanakan Pemerintah Rekornendasi Pencegahan dan Penanggulangan Kerawanan Pangan SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 74

12

13 33 Konsurnsi rnenurut berat bahan pangan Peringkat kategori masing-masing indikator kerawanan pangan per kecamatan Jumlah puskesrnas. puskesrnas pernbantu dan puskesrnas keliling tahun Jumlah posyandu per kecarnatan ldentifikasi rnasalah dan program pemerintah daerah Kota Bogor tahun

14 DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Ruang lingkup penelitian analisis tingkat kerawanan pangan di tingkat kecamatan Kota Bogor Kerangka pikir penyebab masalah gizi (UNICEF 1990 dalam Atrnawikarta & Murniningtyas Keterkaitan antara faktor sosial ekonomi, konsumsi pangan, dan penyakit dengan status gizi pada kelompok rawan'(tabor, Soekirman, & Martianto 2004) ,...,...,... 22

15 DAFTAR LAMPIRAN Halarnan 1 Nama kelurahanldesa di Kota Bogor pada tahun Peta Kota Bogor Rekapitulasi mutasi persediaan, pemasukan dan penyaluran fisik beras di Gudang Bulog Baru Bogor sub divre Cianjur tahun Perkembangan harga komoditas pertanian di Kota Bogor selama tahun ,...,....,,..., Panjang jalan rnenurut keadaan status jalan di Kota Bogor Rute dan jumlah angkutan di Kota Bogor tahun Jumlah dan cakupan irnunisasi bayi menurut puskesmas per kecamatan di Kota Bogor tahun Jumlah rumahtangga menurut tahap kesejahteraan di Kota Bogor tahun

16 PENDAHULUAN Latar Belakang Pangan rnerupakan kebutuhan dasar rnanusia agar dapat hidup dan beraktivitas. Kondisi terpenuhinya kebutuhan ini dikenal dengan istilah ketahanan pangan. Undang-undang No. 7 Tahun 1996 rnengenai Pangan rnenjelaskan bahwa ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi setiap rurnahtangga, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup baik jurnlah rnaupun rnutunya, arnan, merata, dan terjangkau. Ketahanan pangan rnernpunyai peran strategis karena rnenjarnin hak atas pangan, menjadi basis pernbentukan sumberdaya yang berkualitas dan rnenjadi pilar ketahanan nasional (Nainggolan 2006). Tujuan pernbangunan ketahanan pangan adalah rnenjarnin ketersediaan dan konsurnsi pangan yang cukup, arnan, bermutu dan gizi seimbang, baik pada tingkat nasional, daerah hingga rumahtangga. Data rnenunjukkan bahwa ketahanan pangan nasional cukup baik. Dari sisi ketersediaan pangan tahun produksi pangan nasional mengalami peningkatan. Hal ini tampak pada rneningkatnya ketersediaan energi dari rnenjadi kkallkaplhari (rneningkat 1.53% per tahun) dan rnenurunnya ketersediaan protein dari rnenjadi grlkaplhari (menurun 0.37% per tahun). Ketersediaan protein berasal dari protein nabati dan hewani. Protein nabati dari rnenjadi grlkaplhari (rnenurun 1.15% per tahun) dan protein hewani dari menjadi grlkaplhari (rneningkat 3.84% per tahun) (Nainggolan 2006). Dari sisi konsumsi selarna tahun asupan energi per kapita per hari rneningkat dari kkal menjadi 1' 997 kkal. Jurnlah tersebut sernakin rnendekati rekomendasi Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi ke Vlll yaitu kkallkapitalhari. Kualitas konsurnsi ditunjukkan skor Pola Pangan Harapan (PPH) rneningkat pula dari 66.3 pada tahun 1999 menjadi 78.2 pada tahun 2005 walaupun belurn rnencapai keragaman yang diharapkan (Nainggolan 2006). Namun, perbaikan ketahanan pangan di tingkat nasional tersebut rnasih terlihat belurn rnerata. Hasil penelitian di suatu kecarnatan di kabupaten Bogor rnenunjukkan bahwa sebagian besar (82.2%) rumahtangga petani rnasih berada pada kondisi ketidaktahanan pangan (Baliwati 2001). Sasaran pembangunan ketahanan pangan rnenekankan agar rnanusia rnarnpu mengkonsumsi pangan dengan gizi seimbang sehingga tercapai status gizi yang baik. Hal ini ditunjukkan oleh salah satu rurnusan Kebijakan Urnum

17 Ketahanan Pangan yaitu pencegahan dan penanganan kerawanan pangan dan gizi. Kerawanan pangan adalah suatu kondisi ketidakcukupan pangan yang dialarni daerah, masyarakat atau rurnahtangga pada waktu tertentu untuk mernenuhi standar kebutuhan fisiologis bagi pertumbuhan dan kesehatan rnasyarakat. Kerawanan pangan dapat terjadi secara berulang-ulang pada waktu-waktu tertentu (kronis), dan dapat pula terjadi akibat keadaan darurat seperti bencana alam rnaupun bencana sosial (transien) (Nainggolan 2006). Kornponen yang digunakan untuk rnenjeiaskan dirnensi kerawanan pangan rneliputi ketersediaan, kesehatan dan akses pangan dengan beberapa indikator antara lain: ratio konsurnsi dan produksi, jurnlah penduduk rniskin, akses listrik, akses air bersih, jurnlah anak kurang gizi dan perbandingan jurnlah penduduk per dokter, jurnlah anak yang tidak rnendapat irnunisasi. Kornponenkornponen tersebut saling berkaitan antara satu dengan lainnya, dengan dernikian kerawanan pangan dapat terjadi dari berbagai aspek tersebut (Dewan Ketahanan Pangan RI & Program Pangan Dunia PBB 2003). Kerawanan pangan di lndonesia juga dapat ditunjukkan oleh jurnlah penduduk rawan pangan (konsurni kurang dari 80 persen AKE yaitu 1800 kkallkapitalhari). Pada tahun 2005 sebesar jiwa rnengalami rawan pangan, sementara jiwa diantaranya rnerupakan penduduk rawan pangan tingkat berat atau defisit energi tingkat berat (konsumsi kurang dari 70 persen AKE yaitu 1400 kkallkapitalhari) (Atrnawikarta & Murniningtyas 2006). Prevalensi balita kurang gizi dalarn kurun waktu rnenunjukkan penurunan, namun pada periode persentase balita gizi kurang rneningkat dari 24.7 persen pada tahun 2000 rnenjadi 27.5 persen pada tahun Gizi buruk, busung lapar, atau hoenger oedema pada orang dewasa pernah terjadi di lndonesia pada zarnan' Jepang hingga akhir tahun 60-an. Merebaknya kernbali masalah gizi buruk balita rnenjadi ancarnan nyata terjadinya gizi buruk seluruh penduduk lndonesia di rnasa yang akan datang. Oleh karena itu, penanganan masalah pangan dan gizi dalarn pencegahan dan penanggulangan gizi buruk dan kelaparan sangat penting dilakukan (Atmawikarta & Murniningtyas 2006). Kerniskinan rnerniliki keterkaitan erat dengan ketahanan pangan. Kerniskinan dan ketahanan pangan secara bersarna-sarna rnenjadi faktor yang rnernpengaruhi status gizi kelornpok rawan (Tabor, Soekirman, & Martianto

18 2004). Pada tahun 2006 diperkirakan 4.46 juta rurnahtangga Indonesia sangat rniskin, 7.76 juta rniskin dan 7.02 juta rnendekati rniskin (Ahnaf 2006). Kerniskinan ini rnenyebabkan rurnahtangga tidak dapat rnernenuhi kebutuhan pangan dan gizi anggota rumahtangganya untuk turnbuh dan berkernbang rnenjadi rnanusia yang produktif. Gizi kurang dan gizi buruk yang terjadi pada balita berpotensi rnenyebabkan kerusakan otak yang tidak dapat diperbaiki. Kerniskinan juga rnenyebabkan rnasyarakat tidak rnarnpu rnernperoleh pendidikan yang baik dan berdarnpak pada rendahnya kemarnpuan ekonorni karena tidak bisa rnernperoleh pekerjaan rnernadai. Penduduk rniskin merniliki risiko tinggi dan rentan terhadap kerawanan pangan. Suatu kenyataan yang sangat rnengkhawatirkan jika dihadapkan pada kenyataan bahwa angka kerniskinan ternyata rneningkat kernbali dalarn tahun terakhir ini. Apabila program-program pernantapan ketahanan pangan kurang rnemperhatikan kelornpok rniskin rnaka berdarnpak pada peningkatan kerniskinan, kerawanan pangan dan status gizi yang rendah. Kota Bogor terbagi atas enarn kecarnatan dan rnenjadi wilayah penyangga ibukota negara. Banyak pekerja Jakarta yang berternpat tinggal di kota ini. Jurnlah penduduknya selalu meningkat dengan laju pertarnbahan penduduk 2.35 persen pertahun. Sekitar 23 persen dari rurnahtangga rnasuk kategori rniskin (Badan Pusat Stastistik Bogor 2006). Walaupun jumlah penduduk rniskin Kota Bogor rnasih berada di bawah rata-rata Jawa Barat yang besarnya persen (BPS 2006) tetapi rnasih di atas rata-rata yang diharapkan (kurang dari 5%) (Dewan Ketahanan Pangan RI & Program Pangan Dunia PBB). Jumlah penduduk dan kemiskinan rnernerlukan pengelolaan pangan dengan lebih baik. Pada laporan analisis kerawanan pangan Jawa Barat tahun 2005, Kota Bogor terrnasuk pada kategori tahan pangan. Pada kenyataannya, terdapat peningkatan persentase penduduk miskin yang sangat besar di Kota Bogor pada tahun 2005 sebesar persen rnenjadi 23 persen pada tahun Disarnping itu hasil Pernantauan Status Gizi (PSG) tahun 2005 rnenunjukkan persentase balita rnenderita gizi kurang, diatas 27 persen (Dinas Agribisnis 2006). Berbagai program untuk rnernperbaiki keadaan pangan dan gizi penduduk telah dilakukan, narnun jurnlah balita yang rnengalarni gizi kurang rnasih tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa program yang menangani rnasalah kerawanan pangan harus ditingkatkan sehingga perlu dilakukan klasifikasi kerawanan pangan di tingkat kecarnatan untuk rnenentukan prioritas wilayah.

19 Perumusan Masalah Rawan pangan atau ketidaktahanan pangan merupakan suatu kondisi tidak tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau. Gizi buruk pada balita merupakan masalah pangan dan gizi yang menjadi outcome situasi ketahanan pangan wilayah. Dengan kondisi Kota Bogor yang tahan pangan seharusnya masalah tersebut tidak terjadi. Keadaan ini menunjukkan bahwa ketahanan pangan rnerupakan masalah yang kornpleks dan perlu analisis mendalam. Hingga saat ini belum ada klasifikasi tingkat kerawanan pangan di Kota ~o~or' untuk mengantisipasi kondisi rawan pangan. Upaya Pemda untuk mengatasi masalah gizi buruk berupa PMT- pernulihan, Kredit Usaha Kecil (KUK), penanggulangan kerniskinan, serta penyuluhan pangan dan gizi, perbaikan sarana dan prasarana yang dilakukan hingga saat ini belum diketahui pengaruhnya terhadap perbaikan gizi balita Kota Bogor. Disarnping itu analisis terhadap faktor-faktor ketahanan pangan secara holistik untuk rnewujudkan kerawanan pangan dengan rnenggunakan data-data yang berasal dari instansi terkait pada tahun belum dilakukan, karena pada laporan Analisis Kerawanan Pangan Jawa Barat menggunakan data tahun Penelitian ini juga melakukan penelusuran kesesuaian program-program yang telah dilakukan oleh instansi terkait terhadap keadaan kerawanan pangan. Sebelum rnenentukan jenis alternatif program yang tepat, terlebih dahulu dilakukan analisis situasi pangan untuk rnewujudkan ketahanan pangan Kota Bogor secara holistik. Tujuan Penelitian Tujuan Umum Menganalisis kerawanan pangan di tingkat kecamatan Kota Bogor. Tujuan Khusus 1. Menganalisis situasi kerawanan pangan di tingkat kecarnatan 2. Menganalisis kesesuaian program dengan situasi kerawanan pangan 3. Menyusun rekornendasi penc~gahan/penanggulangan kerawanan pangan

20 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan berrnanfaat untuk: 1. Sebagai rekornendasi kepada Pemerintah Kota Bogor untuk penanganan rnasalah pangan dan gizi dalam usaha pencegahan dan penanggulangan kerawanan pangan dan gizi di rnasa rnendatang 2. Memberikan rnasukan kepada sernua pihak yang terlibat secara langsung rnaupun tidak langsung dalarn program pangan dan gizi. Ruang Lingkup Penelitian Kornponen yang digunakan untuk menjelaskan dirnensi kerawanan pangan meliputi akses pangan dan kesehatan. Pangan yang cukup setiap saat, dan dapat diakses individu untuk rnemperolehnya (fisitdekonorni) rnerupakan kunci ketahanan pangan (Saleh 1999). ~kses individu mernpunyai arti bahwa individu tidak rnerniliki harnbatan untuk mernperoleh pangan secara fisik atau rnernpunyai kernarnpuan secara ekonomilfinansial untuk rnendapatkan atau rnernbeli pangan yang cukup untuk hidup produktif dan sehat. Akses pangan dalam konteks rurnah tangga rnenurut Sen (1981) diacu dalarn Maxwell dan Frankenberger (1992) didasarkan pada konsep entiflement atau kernarnpuan untuk rnenguasai pangan. Ketersediaan data pada kornponen ketersediaan pangan di tiap kecarnatan yaitu produksi jagung, ubi kayu dan ubi jalar tidak dapat dijadikan indikator karena Kota Bogor merupakan daerah bukan potensi produksi pangan. Sedangkan data produksi utarna non pangan di tiap kecarnatan yang dapat dikonversikan ke harga beras tidak tersedia. Akses pangan dihitung berdasarkan jumlah rurnahtangga rniskin dan persentase rurnahtangga dengan akses listrik. Kerniskinan rnenggarnbarkan daya beli rumahtangga rendah yang rnenyebabkan akses terhadap pangan rnenjadi rendah. Kernudahan rurnahtangga untuk mengakses listrik rnernberikan peluang untuk hidup dan mernpunyai penghasilan sehingga rnernpermudah menjangkau pangan. Kornponen kesehatan dan gizi dihitung indikator dari dampak langsung dan tidak langsung terhadap tingkat kerawanan pangan rurnahtangga. Darnpak langsung dihitung berdasarkan angka harapan hidup (AHH), prevalensi balita gizi kurang (BBIU) dan konsumsi pangan. Darnpak tidak langsung dihitung dari indikator rasio jurnlah penduduk per dokter, persentase rumahtangga dengan akses ke air bersih dan persentase anak yang tidak rnendapat irnunisasi.

21 lndikator yang digunakan dalam penelitian ini dirujuk dari Dewan Ketahanan Pangan RI dan Program Pangan Dunia PBB (2003). Prograrnlinte~ensi pernerintah yaitu program yang telah dilaksanakan oleh pemerintah daerah melalui instansi terkait. Kesesuaian pelaksanaan program pemerintah daerah tersebut dibandingkan dengan indikator kerawanan pangan di masing-masing kecamatan. Berdasarkan penilaian tersebut dapat disampaikan rekornendasi yang sesuai dengan kebutuhan untuk rnengurangi tingkat kerawanan pangan di masing-masing kecamatan. Ruang lingkup penelitian analisis tingkat kerawanan pangan di tingkat kecamatan Kota Bogor dapat dilihat pada Garnbar 1., _~ Ketersediaan I j 1, (Tingkat Kecarnatan) :+-I Konsumsi Normatif j I ' I I ~ t : Akses Pangan Persen rumahtangga Miskin * Persen rumahtangga akses Listrik Programllntervensi Pemerintah Rekomendasi Prevalensi Balita Gizi Kurang Tingkat konsumsi pangan Dampak tidak langsung: Rasio Jumlah Penduduk Per Dokter Persen Akses Air Bersih Persen Anak Tidak lmunisasi Keterangan: I I Variabel yang diteliti I Variabel yang tidak diteliti I--.-_._..-..-r Garnbar 1 Ruang lingkup penelitian analisis tingkat kerawanan pangan di tingkat kecamatan Kota Bogor.

22 TINJAUAN PUSTAKA Definisi Kerawanan Pangan Pada sarnbutan Widya Karya Pangan dan Gizi Vlll tahun 2004 Menteri~ Pertanian, Menteri Negara Riset dan Teknologi, Menteri Kesehatan dan Menteri Negara Perencanaan Pernbangunan NasionallKepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional rnenyampaikan bahwa ketahanan pangan dan gizi rnerupakan salah satu unsur penting dan strategis dalam rneningkatkan kualitas sumberdaya rnanusia dan menghasilkan generasi yang berkualitas. Oleh karena itu pernbangunan ketahanan pangan akan tetap menjadi komitrnen nasional (Mentan 2004 dan Suryana 2003). Maxwell dan Frankenberger (1992) mendefinisikan ketahanan pangan sebagai suatu kesatuan konsep yang saling berkaitan antara akses, kecukupan, kearnanan dan ketahanan pangan. FA0 (1997) diacu dalarn Tabor, Soekirman, dan Martianto (2004) rnendefinisikan ketahanan pangan sebagai situasi dimana semua rurnahtangga rnempunyai akses fisik rnaupun ekonorni untuk memperoleh pangan bagi seluruh anggota rumahtangganya dan tidak berisiko kehilangan akses tersebut. Pengertian ketahanan pangan menurut UU No 7 Tahun 1996 adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rurnahtangga yang tercermin dari: (1) tersedianya pangan secara cukup, baik dalarn jumlah rnaupun mutunya; (2) arnan; (3) rnerata; dan (4) terjangkau. Pangan tersedia dengan cukup berarti bahwa seluruh pangan cukup tersedia untuk rnernenuhi kebutuhan seluruh zat gizi yang berrnanfaat bagi pertumbuhan kesehatan manusia. Pangan yang aman berarti bahwa pangan bebas dari cernaran biologis, kirnia, dan benda lain yang dapat rnengganggu, rnerugikan, dan mernbahayakan kesehatan rnanusia, serta arnan dari kaidah agarna (halal). Pangan terpenuhi dengan rnerata berrnakna bahwa pangan harus tersedia setiap saat dan rnerata di seluruh tanah air. Pangan yang terjangkau berrnakna bahwa pangan rnudah diperoleh dengan harga yang terjangkau (BBKP 2001). Secara teoritis terdapat dua ancaman ketahanan pangan yaitu ancarnan kronis dan peralihan. Ancarnan ketahanan pangan kronis adalah keadaan kekurangan pangan yang terus menerus akibat kurangnya akses terhadap pangan baik rnelalui pasar rnaupun produksi sendiri. Hal ini rnenirnpa orangorang miskin yang berdaya beli rendah. Ancarnan ketahanan pangan peralihan adalah kekurangan pangan akibat gejolak sernentara yang rnernbuat akses

23 pangan terganggu seperti kenaikan harga, bencana yang sebabkan kesulitan pangan, serta penurunan produksi dan stok pangan (Khornsan 1997). Ketahanan pangan tingkat rurnahtangga dapat diketahui melalui pengurnpulan data konsumsi dan ketersediaan pangan dengan cara survei pangan secara langsung dan hasilnya dibandingkan dengan angka kecukupan yang telah ditetapkan. Selain pengukuran konsurnsi dan ketersediaan pangan melalui suwei tersebut dapat pula digunakan data mengenai sosial ekonomi dan dernografi untuk rnengetahui resiko ketahanan pangan seperti pendapatan, pendidikan, struktur rurnahtangga, harga pangan, pengeluaran pangan dan sebagainya. Data tersebut dapat digunakan sebagai indikator risiko terhadap ketahanan pangan pada tingkat rurnahtangga (Sukandar et a/. 2001). Buku berjudul The Population Bomb (Ledakan Penduduk) pada tahun 1968 oleh Paul R. Ehrlich rnerarnalkan adanya bencana kernanusiaan akibat terlalu banyaknya penduduk dan ledakan penduduk. Karya tersebut menggunakan argumen yang sama seperti yang dikernukakan Thomas Malthus dalam An Essay on the Principle of Population (1798), bahwa laju pertumbuhan penduduk mengikuti perturnbuhan eksponensial dan akan melampaui suplai makanan yang akan mengakibatkan kelaparan (Wikipedia 2008). Ketersediaan yang cukup di suatu wilayah tidak dapat rnenjamin ha1 yang sarna di tingkat rurnahtangga, karena tergantung kemarnpuan rurnahtangga dalam mengakses pangan secara fisik (daya jangkau) maupun ekonomi (daya beli). Dernikian halnya dengan konsurnsi pangan, walaupun kemarnpuan rurnahtangga telah rneningkat narnun kemarnpuan rata-rata konsumsi pangan per kapita masih belurn mencapai tingkat yang rnernadai untuk turnbuh, sehat dan produktif. Oleh karena itu ketahanan pangan di tingkat rurnahtangga rnasih rendah (Syafrudin 2006). Metode untuk rnengetahui kondisi ketersediaan pangan wilayah tingkat nasional maupun provinsi dan kabupatenlkota adalah Neraca Bahan Makanan (NBM) atau Food Balance Sheet (FBS). Satuan untuk rnengukur tingkat ketersediaan pangan adalah volume pangan (tonltahun, kglkapitalhari, glkapitalhari), energi (kkal/kapitalhari) maupun zat gizi (protein: glkapitalhari; lemak: glkapitalhari; vitamin A: Sllkapitalhari; mineral seperti Fe: rnglkapitalhari) (Baliwati & Roosita 2004). Acuan secara kuantitatif ketersediaan pangan berupa Angka Kecukupan Gizi (AKG) rekornendasi Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi Vlll tahun 2004

24 yaitu rata-rata perkapita perhari energi sebesar kkal dan protein 57 garn. Disamping itu, terdapat pula acuan untuk rnenilai tingkat keragarnan konsurnsi pangan (rnutu ketahanan pangan) melalui Pola Pangan Harapan (PPH) dengan skor ideal 100 (DKP 2006). PPH berpatokan pada syarat kecukupan gizi, konsurnsi aneka ragam pangan, dan kontribusi energi masing-masing bahan pangan (Khornsan 1997). Sebagai wujud dari kornitrnen pernerintah untuk rneningkatkan ketahanan pangan, telah disusun beberapa perangkat lunak dalarn rnendeteksi situasi ketahanan pangan sebagai pedornan untuk rnenentukan kebijakan. lnstrurnen untuk rnernantau situasi ketahanan pangan tersebut yang telah dilakukan diantaranya adalah Food Securify Atlas (FIA). Pendekatan ini pada prinsipnya akan rnernberikan inforrnasi kepada kita tentang situasi pangan di suatu wilayah rnelalui penjaringan data dan inforrnasi dengan rnenggunakan indikator-indikator yang telah disusun sebagai cerminan faktor-faktor yang rnenentukan tingkat kerawanan pangan. Kerawanan pangan adalah suatu kondisi ketidakcukupan pangan yang dialarni daerah, rnasyarakat atau rurnahtangga, pada waktu tertentu untuk rnernenuhi standar kebutuhan fisiologis bagi perturnbuhan dan kesehatan rnasyarakat. Kerawanan pangan dapat terjadi secara berulang-ulang pada waktu-waktu tertentu (kronis), dan dapat pula terjadi akibat keadaan darurat seperti bencana alarn rnaupun bencana sosial (transien). Kondisi rawan pangan dapat disebabkan karena: (a) tidak adanya akses secara ekonorni bagi individulrurnahtangga untuk rnernperoleh pangan yang cukup, (b) tidak adanya akses secara fisik bagi individulrurnahtangga untuk rnernperoleh pangan yang cukup, (c) tidak tercukupinya pangan untuk kehidupan yang produktif individulrurnahtangga, (d) tidak terpenuhinya pangan secara cukup dalarn jurnlah rnutu, ragarn, kearnanan serta keterjangkauan harga (Murniningtyas & Atrnawikarta 2006). Kerawanan pangan dan kelaparan.sering terjadi pada petani skala kecil dan nelayan, dan rnasyarakat sekitar hutan yang rnenggantungkan hidup dari surnberdaya alam yang rniskin dan terdegradasi. Walaupun dernikian. rnasyarakat urban di perkotaan dengan tingkat pendidikan dan pendapatan yang rendah sangat rentan rnenjadi rnasyarakat yang rawan pangan. Peta kerawanan pangan pada tingkat provinsi merupakan aiat bantu untuk memfasilitasi penyusunan startegi yang sesuai dalarn penanganan

25 rnasalah kerawanan pangan yang sedang terjadi dan mungkin berlanjut pada jangka panjang. Peta kerawanan pangan biasanya dilakukan di tingkat provinsi, ataupun kabupatenlkota. Hal ini bukan rnernotret kinerja suatu wilayah melainkan rnenyediakan inforrnasi bagi para pengarnbil kebijakan di tingkat pusat, provinsi, kabupatenlkota. Suatu wilayah atau rnasyarakat dikatakan tahan pangan bila dilihat secara keseluruhan indikator yang rnelibatkan aspek ketersediaan pangan, akses pangan dan kesehatan. Daerah dengan skor rawan pangan yang tinggi dirnasukan dalarn kategori rawan pangan sedangkan daerah dengan skor yang rendah dikategorikan daerah tahan pangan (Dewan Ketahanan Pangan 2003). Untuk menghasilkan perencanaan yang lebih baik serta rnembantu perencanaan rnitigasi bencana, persiapan serta usaha untuk rnengatasi secara lebih tepat dilakukan peta kerawanan di tingkat kecarnatan yang dilihat dari berbagai aspek antara lain ketersediaan, akses dan utilisasi pangan. Ketersediaan data di tingkat kecarnatan rnerupakan faktor pernbatas utarna dalam pernilihan indikator. Situasi rawan pangan di Indonesia juga dapat dipantaui rnelalui Sistern Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG). SKPG adalah kegiatan pengarnatan terhadap situasi pangan dan gizi rnasyarakat secara teratur dan terus rnenerus yang bertujuan untuk rnenyediakan inforrnasi bagi penentuan kebijakan, perencanaan program dan penetapan tindakan dalarn penanganan rnasalah pangan dan gizi. Kerawanan pangan adalah kondisi ketidakcukupan pangan di tingkat rurnahtangga dan kurangnya akses untuk rnendapatkan pelayanan kesehatan dan gizi yang mernadai. Kerawanan pangan pada tingkat rurnahtangga akan rnenyebabkan keadaan giil masyarakat yang sudah rnenurun menjadi lebih buruk (DKP 2007). Menurut Arnin, Suharno, dan Saifullah (1998), kondisi rawan pangan rnerupakan keadaan kebalikan dari kondisi ketahanan pangan. Kondisi kerawanan pangan adalah rnasalah yang multidimensional. Kerawanan pangan secara urnurn didefinisikan sebagai suatu kondisi ketidakrnarnpuan untuk rnernperoleh pangan yang cukup dan sesuai untuk hidup sehat dan beraktivitas dengan baik, baik secara sernentara rnaupun dalarn jangka panjang. Kondisi kerawanan pangan dapat saja sedang terjadi berpotensi untuk terjadi (Dewan Ketahanan Pangan RI & Program Pangan Dunia PBB 2003). Menurut Badan Birnas Ketahanan Pangan (2001b) kerawanan pangan adalah situasi daerah, rnasyarakat atau rurnahtangga yang tingkat ketersediaan

26 dan kearnanan pangannya tidak cukup untuk rnernenuhi standar kebutuhan fisiologis bagi perturnbuhan dan kesehatan sebagian besar masyarakat. Berdasarkan acuan dari FAO, USAlD & UU no. 7 tahun 1996 tentang pangan, kondisi rawan pangan rnengandung beberapa kornponen penting yaitu: (a) Akses secara ekonorni individu atau rurnahtangga untuk rnernperoleh pangan yang cukup tidak ada; (b) Akses secara fisik bagi individu atau rurnahtangga untuk rnernperoleh pangan yang cukup tidak ada; (c) Pangan untuk hidup produktif bagi individu atau rumahtangga tidak tercukupi; (d) pangan tidak cukup terpenuhi dalarn jumlah, rnutu, ragarn, keamanan pangan dan keterjangkauan harga (Arnin ef al. 1998). Rawan pangan rnerupakan kondisi ketidakrnarnpuan untuk memperoleh pangan yang cukup dan sesuai untuk hidup sehat dan aktif. Kerawanan pangan terjadi apabila setiap individu hanya rnarnpu mernenuhi 80 persen kebutuhan pangan dan gizi hariannya. Kondisi kerawanan pangan yang lebih parah berdampak pada terjadinya kelaparan dimana individu tidak rnarnpu rnemenuhi 70 persen dari kebutuhan pangan dan gizinya berturut-turut selarna dua bulan diikuti penurunan berat badan karena masalah daya beli dan atau ketersediaan pangan. Pada dasarnya kerawanan pangan dan kelaparan disebabkan rnasalah kekurangan pangan antara lain akibat: (1) rendahnya ketersediaan pangan; (2) gangguan distribusi karena kerusakan sarana dan prasarana serta kearnanan distribusi; (3) terjadinya bencana alam menyebabkan suatu wilayah terisolasi; (4) kegagalan produksi pangan; serta (5) gangguan kondisi sosial (Pusat Pengembangan Distribusi Pangan DKP 2005). Daerah rawan pangan dapat diartikan sebagai daerah yang ketesediaan pangannya tidak cukup untuk mernenuhi kebutuhan konsurnsi pangan penduduknya sehingga tirnbul kekurangan pangan. Masyarakat atau penduduk rawan pangan adalah penduduk yang rentan terhadap kekurangan pangan akibat perubahan musim yang tidak menguntungkan atau bencana alam seperti kekeringan panjang, banjir, gempa bumi dan sebagainya. Kelompok rnasyarakat rawan pangan tesebut banyak kaitannnya dengan faktor biologis yaitu kelornpok bayi, anak-anak, wanita harnil/rnenyusui dan kelompok lanjut usia disarnping rnereka yang tergolong penduduk rniskin (Suhardjo 1999). Kerawanan pangan dibagi dalarn tiga tingkatan yaitu tingkat nasionallregional, rurnahtangga dan individu. Di tingkat nasional kerawanan pangan rnerupakan situasi dimana pasokan pangan lebih rendah dari

27 perrnintaan, sehingga harganya tidak wajar (tinggi). Kenaikan harga pangan yang cukup akan mempengaruhi rawan pangan bagi kelompok rentan yaitu rnereka yang rniskin (Arnin eta/. 1998). Menurut Dewan Ketahanan Pangan RI & program Pangan Dunia PBB (2003) kerawanan pangan pada tingkat nasional dapat disebabkan oleh ketidakrnarnpuan untuk rnengirnpor pangan yang rnemadai. Menurut Amin et al. (1998) di tingkat nasional kerawanan pangan rnerupakan situasi dirnana pasokan pangan lebih rendah dari perrnintaan rnenyebabkan harganya tidak wajar (tinggi). Harga pangan yang naik dengan cepat tersebut akan mernpengaruhi kelornpok rentan yaitu rnereka yang rniskin. Kerawanan pangan di tingkat provinsi, dapat disebabkan oleh kurangnya produksi atau distribusi pangan yang rnemadai ke seluruh pelosok dengan harga yang terjangkau. Kerawanan pangan di tingkat rurnahtangga urnurnnya disebabkan oleh kurangnya kesempatan rnernperoleh nafkah yang rnencukupi serta tingginya harga pangan. Pada tingkat individu, beberapa aspek seperti ketidakwajaran, akses pelayanan umum seperti kesehatan, air dan sanitasi, pendidikan, perbedaan gender dan lainnya yang menirnbulkan kerawanan pangan. Kerentanan terhadap bencana alam dan sejenisnya, degradasi lingkungan dan lain-lain dapat rnernpengaruhi derajat ketahanan pangan pada semua tingkat (Dewan Ketahanan Pangan RI & program Pangan Dunia PBB 2003). Pusat Distribusi Pangan DKP (2005) menjelaskan bahwa darnpak dari kerawanan pangan dan kekurangan gizi dapat terjadi pada skala rnakro dan rnikro. Pada skala rnikro darnpak terjadi pada sernua kelompok umur yaitu orang tua, orang dewasa, anak-anak, bayi dan para wanita termasuk juga wanita harnil. Berbagai darnpak yang ditirnbulkan sebagai berikut : (1) rnalnutrisi pada orang tua disebabkan kekurangan rnakanan dan penurunan kesehatan, menyebabkan kesempatan bekerja dan pendapatan rnenurun dan urnur harapan hidup rendah, (2) penurunan derajat kesehatan dan kernampuan fisik usia produktif ditunjukkan dengan kesakitan meningkat, absensi rneningkat, perturnbuhan dan daya tangkap menurun, kesegaran fisik rnenurun, prestasi oleh raga jelek, interaksi sosial kurang, krirninalitas meningkat, (3) rnalnutrisi pada wanita harnil dan rneningkatnya angka kematian ibu, perkembangan otak janin dan pertumbuhan terharnbat, berat bayi lahir rendah, (4) penurunan derajat kesehatan pada anakanak, keterbelakangan mental, penyapihan yang tidak cukup waktu sehingga

28 rnudah terkena infeksi serta kekurangan makanan, serta (5) penurunan berat badan bayi, meningkatnya angka kematian, terganggunya perkernbangan mental dan meningkatnya resiko terkena penyakit kronis setelah dewasa. Sedangkan darnpak yang terjadi pada skala rnakro, adalah timbulnya permasalahan pada kehidupan masyarakat, dengan ditandai sulitnya mata pencaharian, daya beli masyarakat menurun tajam yang kemudian dapat menjadi penyebab tingginya tingkat kriminalitas seperti pencurian, perampokan dan lain sebagainya. Akibat yang lebih rnernbahayakan lagi adalah, dimana setiap individu berupaya untuk rnemperoleh kebutuhan hidup tanpa mernperhatikan kepentingan orang lain, sehingga dapat menirnbulkan perpecahan di rnasyarakat (Deptan 2006). Rawan pangan kronis adalah keadaan rawan pangan yang berkelanjutan yang terjadi sepanjang waktu yang dapat disebabkan karena keterbatasan sumber daya alam (SDA) dan keterbatasan kernarnpuan sumber daya manusia (SDM) sehingga menyebabkan kondisi masyarakat menjadi miskin. Rawan pangan transien adalah keadaan kerawanan pangan yang disebabkan oleh kondisi yang tidak terduga antara lain berbagai musibah, bencana alam, kerusuhan, musim yang menyirnpang dan keadaan lain yang bersifat rnendadak. lndikator kerawanan pangan kronis tercak,up dalam tiga aspekldimensi rawan pangan yaitu: masalah kesehatan, masalah ketersediaan pangan, rnasalah kemiskinan. lndikator untuk kerawanan pangan transien, rnenggambarkan aspek dari pengaruh lingkungan alarn dan iklim, rneliputi indikator persentase daerah tak berhutan, persentase puso, daerah rawan longsor dan banjir, serta fluktuasilpenyimpangan curah hujan (Pusat Pengembangan Distribusi Pangan DKP 2005). lndikator Kerawanan Pangan Maxwell dan Timothy (1992) menyatakan bahwa indikator pencapaian ketahanan pangan dibedakan atas indikator proses dan indikator darnpak. lndikator proses menggambarkan situasi pangan yang ditunjukkan oleh ketersediaan dan akses pangan, sedangkan indikator darnpak meliputi indikator langsung maupun tak langsung. lndikator ketersediaan pangan berkaitan dengan produksi pertanian, iklirn, akses terhadap sumberdaya alarn, praktek pengelolaan lahan, pengernbangan institusi, pasar, konflik regional dan kerusuhan sosial. lndikator akses pangan meliputi surnber pendapatan, akses terhadap kredit modal, serta strategi rumahtangga untuk memenuhi kekurangan pangan.

29 lndikator dampak secara langsung meliputi konsumsi, frekuensi pangan dan status gizi, sedangkan indikator dampak secara tak langsung meliputi penyimpanan pangan. Chung et a/. (1997) diacu dalam Setiawan (2002) merangkum beragam indikator ketahanan pangan rumahtangga sesuai dengan aspek ketersediaan, akses dan pemanfaatan pangan. Faktor yang mempengaruhi ketahanan pangan dapat dilihat pada Gambar 2. r Ketahanan Pangan (Food Security) Gambar 2 Faktor yang mempengaruhi ketahanan pangan (Chung 1997 diacu dalam Setiawan 2002). t Food availability Food Utilization I I I 1 I v 1 I I I Resources : Production : Consumption : Nutritional = Natural Farm ----c = Food status * Physical = Non farm = Non food = Human Aspek ketersediaan dan stabilitas pangan tergantung pada sumberdaya (alam, manusia, dan sosial) serta produksi pangan (on farm dan offfarm). Akses pangan rnenunjukkan jaminan bahwa setiap rumahtangga dan individu mempunyai sumberdaya yang cukup untuk, memenuhi kebutuhan pangan sesuai dengan norma gizi. Akses pangan tercermin dari kemampuan rumahtangga meningkatkan pendapatan dan produksi pangan. Hal ini tergantung pada harga pangan maupun tingkat sumberdaya keluarga. Akses pangan tergantung pula pada pengetahuan atau dimensi sumberdaya manusia (human capital) serta sumberdaya sosial. Aspek pemanfaatan pangan mencerminkan kemampuan tubuh untuk mengolah pangan dan mengubahnya dalam bentuk energi yang dapat digunakan untuk menjalankan aktivitas sehari-hari atau disimpan. Pemanfaatan pangan meliputi konsumsi pangan dan status gizi. Cara pengukuran ketahanan pangan menurut Smith, Obeid, Jensen, dan Johnson (1999) didasarkan pada tiga indikator. Ketiga indikator tersebut antara lain ketersediaan energi per kapita, kemiskinan (besarnya pendapatan), dan status gizi anak (banyaknya anak yang menderita malnutrisi). Tingkat ketersediaan energi perkapita merupakan suatu ukuran dari ketersediaan pangan nasional. Ketersediaan energi perkapita merupakan turunan dari neraca bahan

30 makanan (food balance sheets) dan jurnlah penduduk. Data produksi dan perdagangan pangan serta penggunaan benih, perubahan stok, tercecer, dan yang digunakan untuk makanan digunakan untuk mengetahui jumlah komoditas yang tersedia dan dikonsumsi manusia setiap tahun. Khornsan (1997) menjelaskan bahwa indikator resiko terhadap ketidaktahanan pangan adalah konsumsi pangan, status ekonomi, sosial, dan dernografi seperti pendapatan, pendidikan, struktur anggota keluarga, serta pengeluaran pangan. Ketahanan pangan bersifat rnultidimensi sehingga indikatornya banyak. Apabila upaya pemanfaatan sumberdaya lokal secara maksirnal ternyata tidak cukup, maka pangan harus didatangkan dari wilayah lain (impor). Sedangkan Suryana (2004) rnenyatakan bahwa indikator untuk rnenggambarkan keragaan ketahanan pangan ditingkat negara atau wilayah yakni: (1) ketersediaan pangan, (2) 'kebutuhan dan neraca pangan. (3) ketergantungan pada impor. (4) stabilitas harga pangan, (5) ketersediaan dan konsumsi per kapita, dan (6) status gizi. Sebagai wujud dari komitmen pemerintah untuk meningkatkan ketahanan pangan, telah disusun beberapa perangkat lunak dalam mendeteksi situasi ketahanan pangan sebagai pedoman untuk menentukan kebijakan. Instrumen untuk memantau situasi ketahanan pangan tersebut yang telah dilakukan diantaranya adalah Food Security Atlas (FIA). Pendekatan ini pada prinsipnya akan memberikan informasi kepada kita tentang situasi pangan di suatu wilayah rnelalui penjaringan data dan inforrnasi dengan menggunakan indikator-indikator yang telah disusun sebagai cerminan faktor-faktor yang menentukan tingkat kerawanan pangan. lndikator kerawanan pangan yang digunakan oleh SKPG rnerupakan indikator dari aspek kesehatan, sosial ekonomi dan aspek sektor pertanian. lndikator dari aspek kesehatan adalah prevalensi Kurang Energi protein (KEP). Prevalensi KEP pada balita diukur berdasarkan berat badan menurut umur dari hasil pernantauan status gizi yang dilakukan satu tahun sekali. lndikator dari aspek sosial ekonomi adalah rurnahtangga,miskin. lndikator kepala rumahtangga miskin dihitung berdasarkan jumlah rurnahtangga miskin terhadap total rumahtangga di wilayah yang bersangkutan. lndikator dari sektor pertanian untuk daerah potensi produksi tanaman pertanian (padi) adalah persentase luas area kerusakan atau areal poso (Badan Bimas Ketahanan Pangan 2001a).

31 Dewan Ketahanan Pangan RI & program Pangan Dunia PBB (2003), rnenyatakan bahwa indikator kerawanan pangan terdiri dari ernpat aspek yaitu aspek ketersediaan pangan, akses pangan dan surnber nafkah, pernanfaatan atau penyerapan pangan dan kerentanan pangan. Dalam aspek pemanfaatan atau penyerapan pangan terdiri dari indikator harapan hidup anak urnur satu tahun, balita kurang gizi, persentase anak tidak diirnunisasi, persentase orang akses ke fasilitas air bersih untuk rninurn, persentase orang tinggal lebih dari 5 km dari puskesmas dan orang per dokter disesuaikan dengan kepadatan penduduk. Sekalipun suatu daerah atau masyarakat terlihat tahan pangan, dilihat dari aspek ketersediaan pangannya dan asupan pangan. Masalah kerawanan pangan bukan hanya masalah sektor pertanian yang terkait dengan ketersediaan pangan saja. Masalah ini berdasarkan lirna belas indikator yang digunakan untuk mengukur tingkat kerawanan pangan, yang terkait juga sektor kesehatan, pendidikan, kehutanan, dan prasarana fisik (Anonirn 2009). Secara keseluruhan kerawanan pangan rnasih tergantung pada beberapa indikator seperti akses pada prasarana kesehatan dan fasilitas dasar seperti akses terhadap air bersih, kebersihan dan lain-lain hasil dari pemanfaatan atau penyerapan pangan. Status kesehatan rnasyarakat tergantung tidak hanya pada jurnlah dan rnutu dari pangan yang dikonsurnsi, tetapi juga dari pemeliharaan kesehatan, akses terhadap air bersih dan fasilitas-fasilitas kebersihan yang dapat rnengurangi tirnbulnya penyakit dan kematian. Tingginya tingkat status gizi, rendahnya tingkat tirnbulnya penyakit dan kematian akan dapat rneningkatkan harapan hidup rnasyarakat (Dewan Ketahanan Pangan RI & program Pangan Dunia PBB 2003). Menurut Sapuan (1977) diacu dalarn Amin ef a/. (1998) tanda-tanda terjadinya rawan pangan cukup banyak rnulai dari hal-ha1 yang berkaitan dengan penyebab rawan pangan hingga akibat rawan pangan. Selain itu juga terdapat tanda-tanda rawan pangan yang erat kaitannya dengan usaha individu atau rurnahtanga untuk rnengatasi kerawanan pangan. Tanda-tanda pada kelompok pertama, berhubungan dengan gejala kekurangan produksi dan cadangan pangan suatu ternpat yaitu (1) terjadinya eksplosif atau peledakan hama dan penyakit pada tanarnan; (2) terjadi bencana alam berupa kekeringan, banjir, gempa burni, gunung rneletus dan sebagainya; (3) terjadi kegagalan tanaman

Ketahanan Pangan yaitu pencegahan dan penanganan kerawanan pangan dan gizi. Kerawanan pangan adalah suatu kondisi ketidakcukupan pangan

Ketahanan Pangan yaitu pencegahan dan penanganan kerawanan pangan dan gizi. Kerawanan pangan adalah suatu kondisi ketidakcukupan pangan PENDAHULUAN Latar Belakang Pangan rnerupakan kebutuhan dasar rnanusia agar dapat hidup dan beraktivitas. Kondisi terpenuhinya kebutuhan ini dikenal dengan istilah ketahanan pangan. Undang-undang No. 7

Lebih terperinci

pangan terganggu seperti kenaikan harga, bencana yang sebabkan kesulitan pangan, serta penurunan produksi dan stok pangan (Khornsan 1997).

pangan terganggu seperti kenaikan harga, bencana yang sebabkan kesulitan pangan, serta penurunan produksi dan stok pangan (Khornsan 1997). TINJAUAN PUSTAKA Definisi Kerawanan Pangan Pada sarnbutan Widya Karya Pangan dan Gizi Vlll tahun 2004 Menteri~ Pertanian, Menteri Negara Riset dan Teknologi, Menteri Kesehatan dan Menteri Negara Perencanaan

Lebih terperinci

Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan dan Analisis Data METODE PENELlTlAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini rnenggunakan rnenggunakan data sekunder yang berkaitan dengan rnasalah kerawanan pangan tahun 2004 atau 2005 serta intewensi yang telah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk rnengernbangkan daerah yang. bersangkutan. Tujuan dari pernbangunan daerah adalah untuk

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk rnengernbangkan daerah yang. bersangkutan. Tujuan dari pernbangunan daerah adalah untuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pernbangunan daerah rnerupakan bagian dari pernbangunan nasional yang diarahkan untuk rnengernbangkan daerah yang bersangkutan. Tujuan dari pernbangunan daerah adalah untuk

Lebih terperinci

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLlKASl KEBIJAKAN. memiliki struktur yang searah dengan pola yang terjadi secara nasional,

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLlKASl KEBIJAKAN. memiliki struktur yang searah dengan pola yang terjadi secara nasional, VIII. KESIMPULAN DAN IMPLlKASl KEBIJAKAN 8.1. Kesirnpulan 1. Pola konsurnsi dan pengeluaran rata-rata rumahtangga di wilayah KT1 memiliki struktur yang searah dengan pola yang terjadi secara nasional,

Lebih terperinci

- persaingan Prirnkopti berada dalarn kuadran (star) bintang. Prirnkopti sarnpai

- persaingan Prirnkopti berada dalarn kuadran (star) bintang. Prirnkopti sarnpai RINGKASAN DlEN EVlTA HENDRIANA. ANALISIS PEMlLlHAN STRATEGI BERSAING PRlMKOPTl KOTAMADYA BOGOR SETELAH PENGHAPUSAN MONOPOLI TATANIAGA KEDELAI OLEH BULOG. (Dibawah Bimbingan NUNUNG NURYARTONO) Kedelai sebagai

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN LUAS LAHAN PERTANIAN PANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN PENDUDUK KABUPATEN LAMPUNG BARAT SUMARLIN

ANALISIS KEBUTUHAN LUAS LAHAN PERTANIAN PANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN PENDUDUK KABUPATEN LAMPUNG BARAT SUMARLIN ANALISIS KEBUTUHAN LUAS LAHAN PERTANIAN PANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN PENDUDUK KABUPATEN LAMPUNG BARAT SUMARLIN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bahwa dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah dilaksanakan

I. PENDAHULUAN. bahwa dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah dilaksanakan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan bahwa dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah dilaksanakan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Disisi lain, wisata juga dapat rnerusak suatu daerah jika tidak

I. PENDAHULUAN. Disisi lain, wisata juga dapat rnerusak suatu daerah jika tidak 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Kesadaran pernerintah akan besarnya potensi kelautan Indonesia, rnenyebabkan paradigrna pernbangunan yang selarna ini kurang rnernperhatikan sektor kelautan rnulai ditinggalkan.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalarn pernbangunan ekonorni Indonesia, sektor perdagangan luar

I. PENDAHULUAN. Dalarn pernbangunan ekonorni Indonesia, sektor perdagangan luar I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. Dalarn pernbangunan ekonorni Indonesia, sektor perdagangan luar negeri rnernpunyai peranan yang sangat penting. Pada periode tahun 1974-1981 surnber utarna pernbangunan

Lebih terperinci

V. PRODUKSI DAN PERAN SUB SEKTOR PETERNAKAN KABUPATEN BENGKALlS. adalah ternak sapi, kerbau, kambing, babi, ayarn buras, ayarn pedaging,

V. PRODUKSI DAN PERAN SUB SEKTOR PETERNAKAN KABUPATEN BENGKALlS. adalah ternak sapi, kerbau, kambing, babi, ayarn buras, ayarn pedaging, V. PRODUKSI DAN PERAN SUB SEKTOR PETERNAKAN KABUPATEN BENGKALlS 5.1. Produksi dan Kebutuhan Ternak 5.1.1 Jenis dan Populasi Ternak Secara urnum jenisjenis ternak yang dikernbangkan rnasyarakat adalah ternak

Lebih terperinci

SEKILAS TENTANG RAWAN PANGAN. Written by adminbkpp2 Wednesday, 20 May :37 - Last Updated Wednesday, 20 May :59

SEKILAS TENTANG RAWAN PANGAN. Written by adminbkpp2 Wednesday, 20 May :37 - Last Updated Wednesday, 20 May :59 Beberapa media sering sekali memberitakan tentang rawan pangan/ kerawanan pangan dan kelaparan yang terjadi pada suatu daerah. Dengan adanya pemberitaan ini maka dengan sendirinya masyarakat jadi tahu

Lebih terperinci

PDB 59,4 % dan terhadap penyerapan tenaga

PDB 59,4 % dan terhadap penyerapan tenaga I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonorni dan rnoneter telah mernberikan pengaruh yang sangat besar terhadap perturnbuhan perekonornian Indonesia yang ditunjukkan dengan rnenurunnya Produk Dornestik

Lebih terperinci

Dilihat dan asal-usulnya, kelapa sawit bukanlah tanarnan asli lndonesia,

Dilihat dan asal-usulnya, kelapa sawit bukanlah tanarnan asli lndonesia, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dilihat dan asal-usulnya, kelapa sawit bukanlah tanarnan asli lndonesia, tetapi seiring dsngan perkembangannya tanaman kelapa sawit ini rnarnpu tumbuh dan berkernbang dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Secara konstitusional koperasi telah mendapat posisi politis

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Secara konstitusional koperasi telah mendapat posisi politis I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Koperasi memiliki kedudukan yang khusus dalam perekonomian Indonesia. Secara konstitusional koperasi telah mendapat posisi politis X yang kuat dalam UUD 1945, dan dalam

Lebih terperinci

Dalarn rnengantisipasi rneningkatnya perrnintaan konsurnen

Dalarn rnengantisipasi rneningkatnya perrnintaan konsurnen I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalarn rnengantisipasi rneningkatnya perrnintaan konsurnen terhadap produk olahan perikanan yang berrnutu, dewasa ini rnuncul industri pengolahan perikanan yang rnengalarni

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. laku perekonomian kota ini. Sebagai pintu gerbang internasional yang

I. PENDAHULUAN. laku perekonomian kota ini. Sebagai pintu gerbang internasional yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang DKI Jakarta rnemiliki banyak keunggulan dibandingkan dengan propinsi lain. Sebagai ibukota negara dan pusat pernerintahan, berbagai kebijaksanaan ekonomi nasional dilahirkan

Lebih terperinci

ANALISIS POLA KEMITRAAN PADA INDUSTRI KERAJINAN UKIR KAYU DAN MEBEL DI KABUPATEN JEPARA

ANALISIS POLA KEMITRAAN PADA INDUSTRI KERAJINAN UKIR KAYU DAN MEBEL DI KABUPATEN JEPARA ANALISIS POLA KEMITRAAN PADA INDUSTRI KERAJINAN UKIR KAYU DAN MEBEL DI KABUPATEN JEPARA WlSllNU EKA SAPUTRA A 27.1583 JURUSAN ILMU-ILMU SOSLAL EKONOMI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

ANALISIS POLA KEMITRAAN PADA INDUSTRI KERAJINAN UKIR KAYU DAN MEBEL DI KABUPATEN JEPARA

ANALISIS POLA KEMITRAAN PADA INDUSTRI KERAJINAN UKIR KAYU DAN MEBEL DI KABUPATEN JEPARA ANALISIS POLA KEMITRAAN PADA INDUSTRI KERAJINAN UKIR KAYU DAN MEBEL DI KABUPATEN JEPARA WlSllNU EKA SAPUTRA A 27.1583 JURUSAN ILMU-ILMU SOSLAL EKONOMI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

dirnensi kehidupan terrnasuk sektor agribisnis akan sangat berpengaruh pada derajat persaingan pada tingkat lokal, wilayah dan nasional tetapi

dirnensi kehidupan terrnasuk sektor agribisnis akan sangat berpengaruh pada derajat persaingan pada tingkat lokal, wilayah dan nasional tetapi I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Era globalisasi yang sedang berjalan dewasa ini di berbagai dirnensi kehidupan terrnasuk sektor agribisnis akan sangat berpengaruh pada derajat persaingan pada tingkat

Lebih terperinci

ANALISIS WILAYAH RAWAN PANGAN DAN GIZI KRONIS SERTA ALTERNATIF PENANGGULANGANNYA 1)

ANALISIS WILAYAH RAWAN PANGAN DAN GIZI KRONIS SERTA ALTERNATIF PENANGGULANGANNYA 1) 66 Pengembangan Inovasi Pertanian 1(1), 2008: 66-73 Mewa Ariani et al. ANALISIS WILAYAH RAWAN PANGAN DAN GIZI KRONIS SERTA ALTERNATIF PENANGGULANGANNYA 1) Mewa Ariani, H.P.S. Rachman, G.S. Hardono, dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sangat penting karena pertanian berhubungan langsung dengan ketersediaan pangan. Pangan yang dikonsumsi oleh individu terdapat komponen-komponen

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKTIUITAS KERJA PENGRAJIN ROTAN

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKTIUITAS KERJA PENGRAJIN ROTAN ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKTIUITAS KERJA PENGRAJIN ROTAN (Studi Kasus Pad* Industri Kecll Rotan, Desa Curug Kulon, Kecamatan Curug, Kabupaten Tangerang) Duma Netty Simanjuntak A. 280948

Lebih terperinci

ANALISIS KONSUMSI BERAS RUMAHTANGGA DAN KECUKUPAN BERAS NASIONAL TAHUN ARIS ZAINAL MUTTAQIN

ANALISIS KONSUMSI BERAS RUMAHTANGGA DAN KECUKUPAN BERAS NASIONAL TAHUN ARIS ZAINAL MUTTAQIN ANALISIS KONSUMSI BERAS RUMAHTANGGA DAN KECUKUPAN BERAS NASIONAL TAHUN 2002 2007 ARIS ZAINAL MUTTAQIN PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci

PENERAPAN METODE HARGA POKOK PROSES DAN ANALISIS TlTlK IMPAS PERUSAHAAN KECAP CAP "WM" SURABAYA, JAWA TlMUR

PENERAPAN METODE HARGA POKOK PROSES DAN ANALISIS TlTlK IMPAS PERUSAHAAN KECAP CAP WM SURABAYA, JAWA TlMUR ,p PENERAPAN METODE HARGA POKOK PROSES DAN ANALISIS TlTlK IMPAS PERUSAHAAN KECAP CAP "WM" SURABAYA, JAWA TlMUR Oleh : Maria Imelda Melina A. 29.0842 JURUSAN ILMU-ILMU SOSIAL EKONOMI PERTANIAN FAKULTAS

Lebih terperinci

PENERAPAN METODE HARGA POKOK PROSES DAN ANALISIS TlTlK IMPAS PERUSAHAAN KECAP CAP "WM" SURABAYA, JAWA TlMUR

PENERAPAN METODE HARGA POKOK PROSES DAN ANALISIS TlTlK IMPAS PERUSAHAAN KECAP CAP WM SURABAYA, JAWA TlMUR ,p PENERAPAN METODE HARGA POKOK PROSES DAN ANALISIS TlTlK IMPAS PERUSAHAAN KECAP CAP "WM" SURABAYA, JAWA TlMUR Oleh : Maria Imelda Melina A. 29.0842 JURUSAN ILMU-ILMU SOSIAL EKONOMI PERTANIAN FAKULTAS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang mendasar atau bagian dari Hak Asasi Manusia (HAM) yang penyelenggaraannya

I. PENDAHULUAN. yang mendasar atau bagian dari Hak Asasi Manusia (HAM) yang penyelenggaraannya I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan adalah salah satu kebutuhan dasar manusia untuk mempertahankan hidup, sehingga usaha pemenuhan kebutuhan pangan merupakan suatu usaha kemanusiaan yang mendasar

Lebih terperinci

ABSTRACT. Keywords : Food Security, Household, Ordinal Logistik Regression

ABSTRACT. Keywords : Food Security, Household, Ordinal Logistik Regression ABSTRACT INDA WULANDARI. Determinant of Household Food Security in East Nusa Tenggara Province. Under supervision of SRI HARTOYO and YETI LIS PURNAMADEWI. The issue of food security has become an important

Lebih terperinci

SISTEM KEWASPADAAN PANGAN DAN GIZI

SISTEM KEWASPADAAN PANGAN DAN GIZI SISTEM KEWASPADAAN PANGAN DAN GIZI A. Pendahuluan Berdasarkan Undang-undang Pangan Nomor: 18 Tahun 2012, ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang

Lebih terperinci

Oleh : DlNA RATNA SARI A

Oleh : DlNA RATNA SARI A STRATEGI KELUARGA DALAM MENANGGULANGI NAIKNYA HARGA PANGAN UNTUK KONSUMSI BALITA (Kasus di Desa Pangkalan Jati, Kecamatan Limo, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat) Oleh : DlNA RATNA SARI A 30.0370 JURUSAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dari perspektif sejarah, istilah ketahanan pangan (food security) mulai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dari perspektif sejarah, istilah ketahanan pangan (food security) mulai II. TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Ketahanan pangan Dari perspektif sejarah, istilah ketahanan pangan (food security) mulai mengemuka saat terjadi krisis pangan dan kelaparan yang menimpa dunia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia masih memerlukan perhatian yang lebih terhadap persoalan

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia masih memerlukan perhatian yang lebih terhadap persoalan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia masih memerlukan perhatian yang lebih terhadap persoalan pangan. Banyak kasus kurang gizi disebabkan karena rendahnya pemahaman pola konsumsi yang sehat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pola pembangunan ekonomi sentralistik yang telah berlangsung selama lebih dari 32 tahun telah rnernberikan darnpak yang luas bagi pernbangunan ekonomi nasional, khususnya

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN LUAS LAHAN PERTANIAN PANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN PENDUDUK KABUPATEN LAMPUNG BARAT SUMARLIN

ANALISIS KEBUTUHAN LUAS LAHAN PERTANIAN PANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN PENDUDUK KABUPATEN LAMPUNG BARAT SUMARLIN ANALISIS KEBUTUHAN LUAS LAHAN PERTANIAN PANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN PENDUDUK KABUPATEN LAMPUNG BARAT SUMARLIN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) BADAN KETAHANAN PANGAN PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) BADAN KETAHANAN PANGAN PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN (IKU) BADAN KETAHANAN PANGAN PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NO 1. Dipertahankannya ketersediaan pangan yang cukup, meningkatkan kemandirian masyarakat, pemantapan ketahanan pangan dan menurunnya

Lebih terperinci

Konsep dan Implementasi Strategi Nasional Penanggulangan Kemiskinan: Upaya Mendorong Terpenuhinya Hak Rakyat Atas Pangan

Konsep dan Implementasi Strategi Nasional Penanggulangan Kemiskinan: Upaya Mendorong Terpenuhinya Hak Rakyat Atas Pangan Konsep dan Implementasi Strategi Nasional Penanggulangan Kemiskinan: Upaya Mendorong Terpenuhinya Hak Rakyat Atas Pangan Arif Haryana *) Pendahuluan Kemiskinan dapat didefinisikan sebagai kondisi dimana

Lebih terperinci

BAB l PENDAHULUAN. Pasar Farrnasi lndonesia rnerupakan salah satu sektor yang

BAB l PENDAHULUAN. Pasar Farrnasi lndonesia rnerupakan salah satu sektor yang BAB l PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pasar Farrnasi lndonesia rnerupakan salah satu sektor yang rnenarik untuk diamati rneskipun dalam kondisi krisis beberapa tanun terakhir ini. Tingginya populasi masyarakat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN berhasil tidak suatu organisasi. Salah satu karakteristik yang harus dirniliki

I. PENDAHULUAN berhasil tidak suatu organisasi. Salah satu karakteristik yang harus dirniliki I. PENDAHULUAN I.I. Latar Belakang Surnberdaya rnanusia rnerupakan faktor utarna dalarn rnenentukan berhasil tidak suatu organisasi. Salah satu karakteristik yang harus dirniliki oleh seorang Pirnpinan

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KONSUMSI IKAN PADA KELUARGA NELAYAN DAN BUKAN NELAYAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN STATUS GIZl BALITA

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KONSUMSI IKAN PADA KELUARGA NELAYAN DAN BUKAN NELAYAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN STATUS GIZl BALITA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KONSUMSI IKAN PADA KELUARGA NELAYAN DAN BUKAN NELAYAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN STATUS GIZl BALITA (Kasus di Desa Pasar Krui dan Desa Ulu Krui, Kecamatan Pesisir Tengah Krui,

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KONSUMSI IKAN PADA KELUARGA NELAYAN DAN BUKAN NELAYAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN STATUS GIZl BALITA

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KONSUMSI IKAN PADA KELUARGA NELAYAN DAN BUKAN NELAYAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN STATUS GIZl BALITA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KONSUMSI IKAN PADA KELUARGA NELAYAN DAN BUKAN NELAYAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN STATUS GIZl BALITA (Kasus di Desa Pasar Krui dan Desa Ulu Krui, Kecamatan Pesisir Tengah Krui,

Lebih terperinci

Oleh AGUS RIYANTO JURUSAN ILMU-ILMU SOSIAL EKONOMI PERTANIAN FAKULTAS BERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR A

Oleh AGUS RIYANTO JURUSAN ILMU-ILMU SOSIAL EKONOMI PERTANIAN FAKULTAS BERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR A ANALISIS PENDAPATAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI PADA USAHATANI BAWANG MERAH (Studi Kasus di Desa Keboledan, Kecamatan Wanasari, Kabupaten Dati II Brebes, Propinsi Dati I Jawa Tengah) Oleh

Lebih terperinci

BAB l PENDAHULUAN. Pada era globalisasi dan kemajuan tekhnologi informasi serta

BAB l PENDAHULUAN.  Pada era globalisasi dan kemajuan tekhnologi informasi serta BAB l PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada era globalisasi dan kemajuan tekhnologi informasi serta desentralisasi, dituntut adanya pelayanan publik yang cepat, tepat dan akurat. Dalam program pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. indeks pembangunan manusia (Badan Pusat Statistik, 2013). Walaupun Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. indeks pembangunan manusia (Badan Pusat Statistik, 2013). Walaupun Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia yang memiliki penduduk 230 juta dengan beraneka ragam budaya, sosio-ekonomi dan letak geografis menduduki peringkat 107 dari 177 negara untuk indeks pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN dielakkan. Arus globalisasi yang bergerak cepat ke arah rnasyarakat tanpa

BAB I PENDAHULUAN dielakkan. Arus globalisasi yang bergerak cepat ke arah rnasyarakat tanpa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mernasuki abad 21, aparatur Pernerintah Propinsi Daerah Khusus lbukota Jakarta rnenghadapi banyak tantangan yang tidak dapat dielakkan. Arus globalisasi yang bergerak

Lebih terperinci

II. TINAJUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Pangan merupakan kebutuhan mendasar bagi setiap makhluk hidup

II. TINAJUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Pangan merupakan kebutuhan mendasar bagi setiap makhluk hidup 7 II. TINAJUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN A. Tinjauan Pustaka 1. Pola makan anak balita Pangan merupakan kebutuhan mendasar bagi setiap makhluk hidup khususnya manusia. Pangan merupakan bahan yang

Lebih terperinci

KERANGKA PENDEKATAN TEORI. tahun 1970an bersamaan dengan adanya krisis pangan dan kelaparan dunia

KERANGKA PENDEKATAN TEORI. tahun 1970an bersamaan dengan adanya krisis pangan dan kelaparan dunia II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Ketahanan pangan Konsep ketahanan pangan (food security) mulainya berkembang pada tahun 1970an bersamaan dengan adanya krisis pangan dan kelaparan dunia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalarn rangka pernbangunan bidang ekonomi, sektor pertanian sangat

I. PENDAHULUAN. Dalarn rangka pernbangunan bidang ekonomi, sektor pertanian sangat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalarn rangka pernbangunan bidang ekonomi, sektor pertanian sangat diandalkan sebagai salah satu tumpuan dalam memulihkan kondisi perekonomian rnasyarakat, bahkan secara

Lebih terperinci

INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) : MEWUJUDKAN JAWA TIMUR LEBIH SEJAHTERA, BERDAYA SAING MELALUI KETAHANAN PANGAN YANG BERKELANJUTAN

INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) : MEWUJUDKAN JAWA TIMUR LEBIH SEJAHTERA, BERDAYA SAING MELALUI KETAHANAN PANGAN YANG BERKELANJUTAN INDIKATOR KINERJA (IKU) INSTANSI VISI MISI TUJUAN TUGAS : BADAN KETAHANAN PANGAN PROVINSI JAWA TIMUR : MEWUJUDKAN JAWA TIMUR LEBIH SEJAHTERA, BERDAYA SAING MELALUI KETAHANAN PANGAN YANG BERKELANJUTAN :

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Pengertian Pangan Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya menjadi hak

Lebih terperinci

KONSENTRASI KOTORAN KUDA OPTIMUM TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PUNCAK POPULASI. Daphnia sp. Oleh : PANCA MARDl HARl SANYOTO C

KONSENTRASI KOTORAN KUDA OPTIMUM TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PUNCAK POPULASI. Daphnia sp. Oleh : PANCA MARDl HARl SANYOTO C KONSENTRASI KOTORAN KUDA OPTIMUM TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PUNCAK POPULASI Daphnia sp. Oleh : PANCA MARDl HARl SANYOTO C01495065 SKRlPSl Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mernperoleh Gelar Sarjana Bidang

Lebih terperinci

UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG PENGGALIAN DATA UNTUK PEMETAAN Rosihan Asmara, SE, MP Email :rosihan@brawijaya.ac.id UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG Peta Kerawanan Pangan Peta kerawanan pangan pada tingkat provinsi merupakan alat-bantu

Lebih terperinci

pangan menyebabkan rendahnya produktivitas yang berakibat pada rendahnya pendapatan (Andersen, 1982 diacu dari Haddad, Lawrence, Frankenberger,

pangan menyebabkan rendahnya produktivitas yang berakibat pada rendahnya pendapatan (Andersen, 1982 diacu dari Haddad, Lawrence, Frankenberger, PENDAHULUAN Latar belakang Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VII tahun 2000 bidang pertanian dan ketahanan pangan merekomendasikan perlunya reorientasi kebijakan ketahanan pangan dengan mernpertirnbangkan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ketahanan pangan merupakan hal yang sangat penting dalam rangka pembangunan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ketahanan pangan merupakan hal yang sangat penting dalam rangka pembangunan

Lebih terperinci

ANALISIS EKONOMI PEMASARAN SAYUR MAYUR Dl WILAYAH KOTA BOGOR ANT0 GUSTANTO A

ANALISIS EKONOMI PEMASARAN SAYUR MAYUR Dl WILAYAH KOTA BOGOR ANT0 GUSTANTO A I ",om 03-@ ANALISIS EKONOMI PEMASARAN SAYUR MAYUR Dl WILAYAH KOTA BOGOR ANT0 GUSTANTO A07496067 JURUSAN ILMU-ILMU SOSIAL EKONOMI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2000 RINGKASAN ANT0

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Nainggolan K. (2005), pertanian merupakan salah satu sektor

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Nainggolan K. (2005), pertanian merupakan salah satu sektor BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut Nainggolan K. (2005), pertanian merupakan salah satu sektor yang sangat dominan dalam pendapatan masyarakat di Indonesia karena mayoritas penduduk Indonesia

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETAHANAN DAN KERENTANAN PANGAN DI KABUPATEN ASAHAN TESIS. Oleh. Gayu Saputra / MAG

ANALISIS FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETAHANAN DAN KERENTANAN PANGAN DI KABUPATEN ASAHAN TESIS. Oleh. Gayu Saputra / MAG ANALISIS FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETAHANAN DAN KERENTANAN PANGAN DI KABUPATEN ASAHAN TESIS Oleh Gayu Saputra 107039005 / MAG PROGRAM STUDI MAGISTER AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Perolehan pangan yang cukup baik dalam jumlah maupun mutu merupakan sesuatu yang penting bagi setiap manusia agar dapat hidup secara berkualitas. Oleh karena itu hak atas kecukupan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ketahanan Pangan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan menyebutkan bahwa ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercemin dari tersedianya

Lebih terperinci

Terjadinya krisis ekonorni yang rnultidirnensi berdarnpak terhadap. tingkat kesehatan rnasyarakat di wilayah pedesaan, perkotaan maupun

Terjadinya krisis ekonorni yang rnultidirnensi berdarnpak terhadap. tingkat kesehatan rnasyarakat di wilayah pedesaan, perkotaan maupun I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Terjadinya krisis ekonorni yang rnultidirnensi berdarnpak terhadap tingkat kesehatan rnasyarakat di wilayah pedesaan, perkotaan maupun metropolitan. Krisis ekonorni tersebut

Lebih terperinci

KETAHANAN PANGAN : SUBSISTEM KETERSEDIAAN

KETAHANAN PANGAN : SUBSISTEM KETERSEDIAAN KETAHANAN PANGAN : SUBSISTEM KETERSEDIAAN Aku sehat karena panganku cukup, beragam, bergizi seimbang, aman, dan halal TEORI KETAHANAN PANGAN Indikator Swasembada Pangan Kemandirian Pangan Kedaulatan Pangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. keuangan setiap negara. Bank antara lain berperan sebagai ternpat penyirnpanan

I. PENDAHULUAN. keuangan setiap negara. Bank antara lain berperan sebagai ternpat penyirnpanan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang lndustri perbankan, khususnya bank urnurn, rnerupakan pusat dari sistern keuangan setiap negara. Bank antara lain berperan sebagai ternpat penyirnpanan dana, rnernbantu

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakanq. Setiap keluarga berusaha mernenuhi kebutuhan dengan menggunakan

PENDAHULUAN. Latar Belakanq. Setiap keluarga berusaha mernenuhi kebutuhan dengan menggunakan PENDAHULUAN Latar Belakanq Setiap keluarga berusaha mernenuhi kebutuhan dengan menggunakan sumberdaya yang tersedia. Karena kebutuhan semakin beragarn dan saling rnendesak untuk didahulukan, rnaka individu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertanian dan Pangan (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2000), pp

I. PENDAHULUAN. Pertanian dan Pangan (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2000), pp I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia telah mengalami pemulihan yang cukup berarti sejak krisis ekonomi tahun 1998. Proses stabilisasi ekonomi Indonesia berjalan cukup baik setelah mengalami krisis

Lebih terperinci

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 5 TAHUN 2013

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 5 TAHUN 2013 GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG KETAHANAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI, Menimbang : bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN BERDASARKAN KEMANDIRIAN DAN KEDAULATAN PANGAN

PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN BERDASARKAN KEMANDIRIAN DAN KEDAULATAN PANGAN PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN BERDASARKAN KEMANDIRIAN DAN KEDAULATAN PANGAN Oleh : Tenaga Ahli Badan Ketahanan Pangan Dr. Ir. Mei Rochjat Darmawiredja, M.Ed SITUASI DAN TANTANGAN GLOBAL Pertumbuhan Penduduk

Lebih terperinci

Kesimpulan. Beberapa kesimpulan yang menjadi perhatian dari penelitian ini disusun

Kesimpulan. Beberapa kesimpulan yang menjadi perhatian dari penelitian ini disusun KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Beberapa kesimpulan yang menjadi perhatian dari penelitian ini disusun dalarn rangkaian berikut ini: (1) Karakteristik Personal: Sernua peternak, baik peternak ayarn buras

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa ketahanan pangan merupakan hal yang sangat penting dalam rangka pembangunan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Memperoleh pangan yang cukup merupakan suatu hal yang sangat penting bagi manusia agar berada dalam kondisi sehat, produktif dan sejahtera. Oleh karena itu hak untuk memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan pokok merupakan kebutuhan minimal manusia yang mutlak harus dipenuhi untuk menjamin kelangsungan hidup. Kebutuhan pokok manusia terdiri atas, kebutuhan pangan,

Lebih terperinci

BAB l PENDAHULUAN. Perdagangan internasional tidak dapat dihindari oleh rnanusia. dalarn kehidupan sehari-hari, dirnulai dari kebutuhan primer hingga

BAB l PENDAHULUAN. Perdagangan internasional tidak dapat dihindari oleh rnanusia. dalarn kehidupan sehari-hari, dirnulai dari kebutuhan primer hingga BAB l PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perdagangan internasional tidak dapat dihindari oleh rnanusia dalarn kehidupan sehari-hari, dirnulai dari kebutuhan primer hingga sekunder. Tercatat dalarn abad terakhir,

Lebih terperinci

MASYARAUAT KE LAS ATAS

MASYARAUAT KE LAS ATAS (St~ldi Ibsus MASYARAUAT KE LAS ATAS 111; I{otaiiladya Bogor) Oleh : DEVI YULIANTI MARTIAS r A 30.0017 JURUSAN ILMU-ILMU SOSIAL EKONOMI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 1997 RINGKASAN

Lebih terperinci

Kabupaten Malang (Batu dan Poncokusumo) dan Pasuruan. (Nongkojajar) Jawa Tirnur rnerupakan daerah sentra produksi ape1

Kabupaten Malang (Batu dan Poncokusumo) dan Pasuruan. (Nongkojajar) Jawa Tirnur rnerupakan daerah sentra produksi ape1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kabupaten Malang (Batu dan Poncokusumo) dan Pasuruan (Nongkojajar) Jawa Tirnur rnerupakan daerah sentra produksi ape1 (Malus sylvestris Mill.) di Indonesia. Pada daerah

Lebih terperinci

PENGARUH IMPLANTAS! LHRH DAN ESTRADIOL-17p TERHADAP PERKEMBANGAN GONAD IKAN Pangasius djambal. Oleh: Sularto NRP

PENGARUH IMPLANTAS! LHRH DAN ESTRADIOL-17p TERHADAP PERKEMBANGAN GONAD IKAN Pangasius djambal. Oleh: Sularto NRP PENGARUH IMPLANTAS! LHRH DAN ESTRADIOL-17p TERHADAP PERKEMBANGAN GONAD IKAN Pangasius djambal Oleh: Sularto NRP. 99459 PROGFWM PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2002 ABSTRAK SULARTO. Pengaruh lrnplantasi

Lebih terperinci

ANALISIS HUBUNGAN AKSES FISIK, AKSES EKONOMI, DAN PENGETAHUAN GlZl TERHADAP KONSUMSI PANGAN MAHASISWA IPB IPAH RAHMAH

ANALISIS HUBUNGAN AKSES FISIK, AKSES EKONOMI, DAN PENGETAHUAN GlZl TERHADAP KONSUMSI PANGAN MAHASISWA IPB IPAH RAHMAH ANALISIS HUBUNGAN AKSES FISIK, AKSES EKONOMI, DAN PENGETAHUAN GlZl TERHADAP KONSUMSI PANGAN MAHASISWA IPB IPAH RAHMAH PROGRAM STUD1 GlZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYAKELUARGA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

HASlL DAN PEMBAHASAN

HASlL DAN PEMBAHASAN HASlL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian Bogor rnerniliki beberapa arti kata, nalnun keseluruhannya berrnakna terkait dengan pohon kawung atau pohon enau. Dalarn bahasa Sunda urnum rnenurut

Lebih terperinci

ANALISIS PEMILIHAN DAN PENYEBARAN PERONTOK KEDELAI MEKANIS PADA TINGKAT KELOMPOK TAN1 Dl KABUPATEN LANGKAT, SUMATERA UTARA

ANALISIS PEMILIHAN DAN PENYEBARAN PERONTOK KEDELAI MEKANIS PADA TINGKAT KELOMPOK TAN1 Dl KABUPATEN LANGKAT, SUMATERA UTARA Pb ANALISIS PEMILIHAN DAN PENYEBARAN PERONTOK KEDELAI MEKANIS PADA TINGKAT KELOMPOK TAN1 Dl KABUPATEN LANGKAT, SUMATERA UTARA Oleh S U H E R M A N F 21. 0539 1989 FAKULTAS TEKWOLOGI PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Jumlah penduduk lndonesia yang besar dengan laju tingkat

PENDAHULUAN. Jumlah penduduk lndonesia yang besar dengan laju tingkat L PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Jumlah penduduk lndonesia yang besar dengan laju tingkat pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi merupakan pasar yang potensial bagi pemasaran berbagai jenis produk

Lebih terperinci

STUD1 TENTANG POTENSI DAN ANALISIS EKONOMI PERIKANAN KEMBUNG (Rastrelligerspp.) Dl SUNGAlLlAT BANGKA. Oleh: Rinto C

STUD1 TENTANG POTENSI DAN ANALISIS EKONOMI PERIKANAN KEMBUNG (Rastrelligerspp.) Dl SUNGAlLlAT BANGKA. Oleh: Rinto C STUD1 TENTANG POTENSI DAN ANALISIS 610 - EKONOMI PERIKANAN KEMBUNG (Rastrelligerspp.) Dl SUNGAlLlAT BANGKA Oleh: Rinto C06495074 SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana pada Fakultas

Lebih terperinci

Besamya jurnlah penduduk, kondisi geografis dan pendapatan. bagi usaha penjualan kendaraan roda dua khususnya sepeda motor. PT.

Besamya jurnlah penduduk, kondisi geografis dan pendapatan. bagi usaha penjualan kendaraan roda dua khususnya sepeda motor. PT. 1. PENDAHULUAN 1.I. Latar Belakang Besamya jurnlah penduduk, kondisi geografis dan pendapatan perkapita masyarakat Indonesia merupakan potensi pasar yang sangat baik bagi usaha penjualan kendaraan roda

Lebih terperinci

prasyarat utama bagi kepentingan kesehatan, kemakmuran, dan kesejahteraan usaha pembangunan manusia Indonesia yang berkualitas guna meningkatkan

prasyarat utama bagi kepentingan kesehatan, kemakmuran, dan kesejahteraan usaha pembangunan manusia Indonesia yang berkualitas guna meningkatkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Perumusan Masalah Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya menjadi hak asasi manusia. Pangan yang bermutu, bergizi, dan berimbang merupakan suatu

Lebih terperinci

MASYARAUAT KE LAS ATAS

MASYARAUAT KE LAS ATAS (St~ldi Ibsus MASYARAUAT KE LAS ATAS 111; I{otaiiladya Bogor) Oleh : DEVI YULIANTI MARTIAS r A 30.0017 JURUSAN ILMU-ILMU SOSIAL EKONOMI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 1997 RINGKASAN

Lebih terperinci

Memasuki era pasar bebas, dimana semua bangsa atau negara. batasan yang berarti. Minya setiap negara semakin bebas bergerak dan

Memasuki era pasar bebas, dimana semua bangsa atau negara. batasan yang berarti. Minya setiap negara semakin bebas bergerak dan 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Memasuki era pasar bebas, dimana semua bangsa atau negara semakin mendunia atau mengglobal, sehingga antar negara tidak ada lagi batasan yang berarti. Minya setiap negara

Lebih terperinci

BAB l PENDAHULUAN. bidang perkebunan dan perindustrian teh dan karet dengan produksi yang

BAB l PENDAHULUAN. bidang perkebunan dan perindustrian teh dan karet dengan produksi yang BAB l PENDAHULUAN A. Latar Belakang PT. Gunung Lingkung merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang perkebunan dan perindustrian teh dan karet dengan produksi yang paling dominan saat ini adalah teh.

Lebih terperinci

Kelapa sawit termasuk salah satu komoditi andalan lndonesia di. sektor lndustri Agribisnis, karena kelapa sawit merupakan bahan baku

Kelapa sawit termasuk salah satu komoditi andalan lndonesia di. sektor lndustri Agribisnis, karena kelapa sawit merupakan bahan baku I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kelapa sawit termasuk salah satu komoditi andalan lndonesia di sektor lndustri Agribisnis, karena kelapa sawit merupakan bahan baku minyak nabati untuk memenuhi konsurnsi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. krisis ekonorni di Indonesia yang berkepanjangan, diperlukan suatu usaha

PENDAHULUAN. krisis ekonorni di Indonesia yang berkepanjangan, diperlukan suatu usaha L PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalarn usaha rnernbangkitkan sektor perekonornian rnenghadapi krisis ekonorni di Indonesia yang berkepanjangan, diperlukan suatu usaha dari seluruh lapisan rnasyarakat,

Lebih terperinci

Oleh : YANTl ANGGRAlNl A

Oleh : YANTl ANGGRAlNl A HUBUNGAN KARAKTERISTIK DENGAN MOBILITAS KERJA PEGAWAI NEGERI SIPIL (PNS) PADA ORGANlSASl PEMERINTAHAN (Kasus di Sekretariat Daerah Kota Cilegon, Provinsi Banten) Oleh : YANTl ANGGRAlNl A09499040 PROGRAM

Lebih terperinci

11. TINJAUAN PUSTAKA

11. TINJAUAN PUSTAKA 11. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Manajemen Keuangan Daerah Pada dasarnya tujuan utarna pengelolaan keuangan daerah terdiri dari: (1) tanggungjawab, (2) memenuhi kewajiban keuangan. (3) kejujuran,

Lebih terperinci

PETANI MlSKlN Dl PlNGGlRAN PERKOTAAN DAN STRATEGI BERTAHAN HlDUP RUMAH TANGGA (Studi Kasus Petani Lahan Tidur di Kabupaten Bekasi) OLEH : NURMALINDA

PETANI MlSKlN Dl PlNGGlRAN PERKOTAAN DAN STRATEGI BERTAHAN HlDUP RUMAH TANGGA (Studi Kasus Petani Lahan Tidur di Kabupaten Bekasi) OLEH : NURMALINDA PETANI MlSKlN Dl PlNGGlRAN PERKOTAAN DAN STRATEGI BERTAHAN HlDUP RUMAH TANGGA (Studi Kasus Petani Lahan Tidur di Kabupaten Bekasi) OLEH : NURMALINDA PROGRAM PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2002 ABSTRAK

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang berlangsung sejak pertengahan tahun 1997 sampai

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang berlangsung sejak pertengahan tahun 1997 sampai I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi yang berlangsung sejak pertengahan tahun 1997 sampai sekarang telah menyadarkan bangsa Indonesia betapa rapuhnya fundamental ekonomi negara termasuk ketahanan

Lebih terperinci

ANALISA HUBUNGAN TINGKAT HASlL DAN KETERSEDIAAN TENAGADALAM PRODUKSIPANGAN Dl KOTAMADYA BOGOR - JAWA BARAT. Oleh SAFlTRl NUR TAQWANINGTYAS F 31.

ANALISA HUBUNGAN TINGKAT HASlL DAN KETERSEDIAAN TENAGADALAM PRODUKSIPANGAN Dl KOTAMADYA BOGOR - JAWA BARAT. Oleh SAFlTRl NUR TAQWANINGTYAS F 31. ANALISA HUBUNGAN TINGKAT HASlL DAN KETERSEDIAAN TENAGADALAM PRODUKSIPANGAN Dl KOTAMADYA BOGOR - JAWA BARAT Oleh SAFlTRl NUR TAQWANINGTYAS F 31.1106 2000 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 16 TAHUN 2017 TENTANG PENGADAAN, PENGELOLAAN, DAN PENYALURAN CADANGAN PANGAN

WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 16 TAHUN 2017 TENTANG PENGADAAN, PENGELOLAAN, DAN PENYALURAN CADANGAN PANGAN SALINAN WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 16 TAHUN 2017 TENTANG PENGADAAN, PENGELOLAAN, DAN PENYALURAN CADANGAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : WALIKOTA

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5360 KESEJAHTERAAN. Pangan. Ketahanan. Ketersediaan. Keamanan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 227) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu butir yang tercantum dalam pembangunan milenium (Millenium Development Goals) adalah menurunkan proporsi penduduk miskin dan kelaparan menjadi setengahnya antara tahun

Lebih terperinci

RINGKASAN. V) dan sifat pernesinan. Sehingga diperlukan upaya perbaikan kualitas yang sesuai.

RINGKASAN. V) dan sifat pernesinan. Sehingga diperlukan upaya perbaikan kualitas yang sesuai. RINGKASAN Kajian Sifat Pemesinan Kayu Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Terkompregnasi Sebagai Bahan Bangunan dan Perabotan Rumah Tangga oleh Asep Mulyono dibawah bimbingan Dr. Ir. Edi Suhaimi Bakar, M.Agr.

Lebih terperinci

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat - 1 - Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat Menimbang PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG KETAHANAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALI KOTA TASIKMALAYA, : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Status Gizi 1. Pengertian status gizi Status gizi adalah suatu keadaan tubuh yang diakibatkan oleh keseimbangan antara asupan zat gizi dengan kebutuhan. Jika keseimbangan tadi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Rata-rata konsumsi daging ayam ras perkapita penduduk lndonesia. dibandingkan dengan negara Malaysia yang sudah mencapai 25,8 kg dan

I. PENDAHULUAN. Rata-rata konsumsi daging ayam ras perkapita penduduk lndonesia. dibandingkan dengan negara Malaysia yang sudah mencapai 25,8 kg dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang A.1. Konsumsi Daging Ayam Ras Rata-rata konsumsi daging ayam ras perkapita penduduk lndonesia baru mencapai 3,45 kg di tahun 2000 merupakan tingkat yang rendah bila dibandingkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Kakao merupakan salah satu produk perkebunan lndonesia yang

I. PENDAHULUAN Kakao merupakan salah satu produk perkebunan lndonesia yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kakao merupakan salah satu produk perkebunan lndonesia yang potensinya cerah di masa depan. Dalam perdagangan dunia kakao dikenal dan dibudidayakan sudah cukup lama baik

Lebih terperinci

Globalisasi dan krisis ekonorni rnerupakan dua ha1 pokok yang banyak. mernbawa perubahan yang sangat rnendasar bagi setiap industri.

Globalisasi dan krisis ekonorni rnerupakan dua ha1 pokok yang banyak. mernbawa perubahan yang sangat rnendasar bagi setiap industri. I. PENDAHULUAN 1.l.Latar Belakang Globalisasi dan krisis ekonorni rnerupakan dua ha1 pokok yang banyak mernbawa perubahan yang sangat rnendasar bagi setiap industri. Darnpak yang ditirnbulkan secara langsung

Lebih terperinci