HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambaran Umum Lokasi
|
|
- Yuliana Salim
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 36 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Kota Bekasi merupakan salah satu kota di Jawa Barat yang cukup mendapatkan perhatian, selain karena posisinya strategis yaitu sebagai kota penyeimbang ibu kota Negara (Jakarta), Kota Bekasi juga mendapatkan perhatian karena sektor industrinya memberikan kontribusi besar bagi pendapatan daerah maupun pendapatan Jawa Barat. Secara geografis, Kota Bekasi berada pada posisi 1060 o 55 Bujur Timur dan 6 o 7-6 o 15 Lintang Selatan, dengan ketinggian 19 m di atas permukaan laut. Kota Bekasi memiliki dua belas kecamatan dan luas wilayah sekitar km 2, dengan Kecamatan Mustika Jaya sebagai wilayah yang terluas (24.73 km 2 ) dan Kecamatan Bekasi Timur sebagai wilayah terkecil (13.49 km 2 ). Kecamatan Bekasi Timur akan dibahas mendalam dikarenakan kecamatan ini dipilih secara purposive menjadi lokasi penelitian. Kecamatan Bekasi Timur merupakan salah satu kecamatan diantara dua belas kecamatan di Kota Bekasi. Jika dilihat dari kondisi alamnya, Kecamatan Bekasi Timur mayoritas adalah dataran dengan luas wilayah km 2. Dibandingkan dengan kecamatan lainnya, Kecamatan Bekasi Timur ini adalah kecamatan yang mempunyai luas paling kecil tetapi terpadat penduduknya, yaitu mencapai jiwa/km 2. Kecamatan ini memiliki empat kelurahan dengan kantor kecamatan berada di Kelurahan Bekasi Jaya. Luas kelurahan dan kepadatan penduduk di Kecamatan Bekasi Timur tergambar pada Tabel 4. Tabel 4. Luas kelurahan dan kepadatan penduduk Kelurahan Jumlah Penduduk (jiwa) Luas (km 2 ) Kepadatan Penduduk (jiwa/km 2 ) Margahayu Duren Jaya Bekasi Jaya Aren Jaya Jumlah Sumber : Registrasi Penduduk Kecamatan Bekasi Timur (2007).
2 37 Adapun batas wilayah Kecamatan Bekasi Timur adalah : Sebelah Utara : Berbatasan dengan kecamatan Bekasi Utara Sebelah Selatan : Berbatasan dengan kecamatan Rawalumbu Sebelah Barat : Berbatasan dengan kecamatan Bekasi Selatan Dikarenakan besarnya wilayah Kecamatan Bekasi Timur dan ketersediaan izin dari pihak kecamatan maka peneliti mengambil secara purposive dua kelurahan untuk dilakukan pengambilan contoh secara proporsional. Dua kelurahan tersebut antara lain Kelurahan Duren Jaya dan Kelurahan Margahayu. Kelurahan Duren Jaya memiliki total luas wilayah 2.42 km 2. Jumlah RW yang berada di kelurahan ini berjumlah 18 dengan total RT sebanyak 195. Kelurahan ini berada diantara Kelurahan Aren Jaya dan Kelurahan Bekasi Jaya dan berada cukup jauh dari pusat keramaian. Kelurahan Margahayu memiliki total luas wilayah 4,44 km 2. Jumlah RW yang berada di kelurahan ini berjumlah 26 dengan total RT sebanyak 167. Berbeda dengan Kelurahan Duren Jaya, Kelurahan Margahayu berada dekat pusat keramaian dikarenakan letaknya yang berada di lingkungan terminal Kota Bekasi. Selain itu, beberapa fasilitas publik dan pemerintahan yang melingkupi keluarahan ini antara lain : Kantor DPRD Kota Bekasi, PT POS Kota Bekasi, PT PLN Kota Bekasi, Carrefour Hypermarket, PDAM, dan beberapa fasilitas publik lainnya membuat kelurahan ini ramai dengan lalu lintas aktivitas fasilitas publik tersebut. Tabel 5. Kelurahan Margahayu Bekasi Jaya Duren Jaya Aren Jaya Jumlah keluarga menurut tahapan keluarga sejahtera di Kecamatan Bekasi Timur tahun 2007 Tahapan Keluarga Pra KS KSI KSII KSIII KSIII+ Jumlah Jumlah Sumber : BKKBN Kecamatan Bekasi Timur (2007)
3 38 Dilihat dari kondisi ekonomi, Kelurahan Duren Jaya dan Margahayu menempati posisi kelurahan termiskin diantar empat kelurahan lainnya, hal ini dapat dilihat dari data tahapan keluarga (Tabel 5), data penerima JAMKESMAS, Raskin dan BLT (Tabel 6). Walaupun indikator penilaian dari masing-masing kriteria berbeda, namun dua kelurahan ini menempati posisi terbesar dari masing-masing pendekatan kriteria rumah tangga miskin tersebut. Tabel 6. Data penerima program JASKESMAS, Raskin, dan BLT Kelurahan JASKESMAS Raskin BLT (jiwa) (Rumah tangga) (Rumah Tangga) Margahayu Bekasi Jaya Duren Jaya Aren Jaya Jumlah Sumber : Kecamatan Bekasi Timur (2009) Jika meninjau sarana pendidikan yang berada di Kecamatan Bekasi Timur sudah cukup memadai yaitu 79 sekolah negeri dan 157 sekolah swasta. Untuk pelayanan kesehatan, terdapat tujuh rumah sakit dan empat Puskesmas. Sedangkan sarana peribadatan terdapat 109 mesjid, 185 langgar, 22 gereja, 2 pura dan 1 vihara. Karakteristik Sosial Ekonomi Keluarga Contoh Program Konversi yang digulirkan pemerintah sejak tahun 2007 secara tidak langsung telah merubah pola kehidupan keluarga terutama dalam penggunaan bahan bakar dalam kesehariannya. Perubahan perilaku merupakan salah inti untuk melihat keberhasilan program ini. Penelitian ini menggambarkan karaktersitik sosial ekononomi dan sikap keluarga contoh berdasarkan perilaku penggunaanya. Dari sebanyak enam puluh keluarga contoh terdapat 46 keluarga contoh yang beralih menggunakan LPG dan 14 keluarga contoh yang tetap menggunakan minyak tanah/kayu bakar walaupun mendapat kompor LPG dari program tersebut.
4 39 Kerangka contoh penelitian ini adalah keluarga miskin yang datanya didapat dari kelurahan dan penentuannya didasarkan pada kriteria BPS yang mencakup sembilan kriteria antara lain: 1) luas rumah; 2) kepemilikan atap, lantai dan dinding yang baik pada rumah; 3) kepemilikan fasilitas buang air besar; 4) Jenis penerangan rumah; 5) sumber air; 6) pada umumnya anggota keluarga makan hanya satu/dua kali sehari; 7) paling kurang sekali seminggu seluruh anggota makan daging/ikan/telur; 8) seluruh anggota kelurga hanya mampu membeli satu stel pakaian baru dalam setahun; dan 9) bila ada anggota keluarga sakit dibawa ke sarana kesehatan. Penelitian ini menggunakan pendekatan pendapatan per kapita dan pengeluaran per kapita untuk melihat kondisi ekonomi keluarga contoh. Pendapatan per kapita dikelompokkan menjadi empat kategori sedangkan pengeluaran per kapita dikelompokkan menjadi dua kategori berdasarkan cut off data pengeluaran per kapita rata-rata per bulan kota Bekasi yang diperoleh. Besar Keluarga Kerangka contoh penelitian ini adalah keluarga penerima program konversi minyak tanah ke LPG di Kecamatan Bekasi Timur, Kota Bekasi. Keseluruhan jumlah anggota keluarga dari enam puluh keluarga contoh adalah 271 orang. Jumlah anggota keluarga, dibedakan menjadi keluarga kecil ( 4 orang), sedang (5 6 orang) dan besar ( 7 orang). Tabel menjelaskan bahwa separuh keluarga contoh (50%) yang menggunakan LPG merupakan keluarga dengan kategori kecil sedangkan kondisi berbeda terjadi pada keluarga contoh yang tidak menggunakan LPG, separuh dari keluarga contoh yang tidak menggunakan LPG adalah keluara kategori besar. Namun hasil uji beda yang dilakukan menunjukkan tidak ada perbedaan besar keluarga antara dua perilaku (p>0.05). Berdasarkan jenis kelamin kepala keluarga, terdapat persen keluarga contoh dikepalai oleh perempuan karena ditinggal suami meninggal atau cerai dan 3.33 persen keluarga contoh dikepalai oleh suami
5 40 saja yang ditinggal istri meninggal atau cerai. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa keluarga contoh cukup banyak yang merupakan orangtua tunggal dalam menjalankan fungsinya di dalam keluarga. Usia Kepala Keluarga Berdasarkan usia suami dan istri, diketahui bahwa rata-rata usia suami contoh adalah tahun, Separuh dari suami contoh (58.33%) masuk kategori usia dewasa menengah. Kondisi berbeda terjadi pada ratarata usia istri, yang memperlihatkan bahwa rata-rata usia istri lebih muda dibandingkan usia suami yaitu tahun. Persentase istri yang berada pada kategori usia dewasa menengah pun lebih besar yaitu sebesar persen. Perbandingannya dengan perilaku menunjukkan bahwa pada perilaku menggunakan, usia suami didominasi (68.57%) oleh usia menengah. Kondisi yang tidak berbeda terjadi pada perilaku tidak meggunakan LPG yang persentase terbesarnya berada antrara usia suami dewasa menengah dan dewasa akhir. Kondisi ini bisa terjadi dikarenakan umur suami contoh banyak didominasi oleh kategori usia dewasa menengah. Namun hasil uji beda yang dilakukan menunjukkan tidak ada perbedaan usia suami antara dua perilaku penggunaan LPG (p>0.05). Kondisi yang lebih berbeda terjadi pada usia istri dimana hampir tidak ada perbedaan persentase umur terhadap dua perilaku. Pada perilaku menggunakan, lebih dari separuh contoh (64.44%) masuk kategori usia dewasa menengah. Hal yang sama terjadi pada perilaku tidak menggunakan, hanya saja persentasenya lebih besar yaitu 69.23%. Kondisi ini didukung dari hasil uji beda yang menunjukkan tidak ada perbedaan usia istri antara dua perilaku penggunaan LPG (p>0.05) Tingkat Pendidikan Kepala Keluarga Latar belakang pendidikan yang dimiliki seseorang umumnya akan sangat menentukan keseharian seseorang dalam bertindak. Pada tingkat
6 41 keluarga, Sumarwan (2002) mengemukakan bahwa pendidikan tersebut akan mempengaruhi proses keputusan dan pola konsumsi keluarga. Tingkat pendidikan seseorang juga akan mempengaruhi nilai-nilai yang dianutnya, cara berfikir, cara pandang bahkan persepsinya terhadap suatu masalah. Pada kasus Konversi Minyak Tanah ke LPG, idealnya tingkat pendidikan yang tinggi akan membuat keluarga contoh lebih mudah menyerap inovasi program dan menggunakan produk program. Tabel 7 menunjukkan bahwa suami yang memiliki tingkat pendidikan Tamat SLTP lebih besar peluang persentasenya untuk menggunakan LPG dengan persentase sebesar persen, sedangkan suami dengan tingkat pendidikan lebih rendah yaitu tamat SD lebih berpeluang untuk melakukan perilaku tidak menggunakan dengan persentase sebesar persen. Namun hasil uji beda yang dilakukan tidak menunjukkan ada perbedaan tingkat pendidikan antara dua perilaku penggunaan LPG keluarga contoh (p>0.05). Kondisi yang berbeda terjadi pada tingkat pendidikan istri contoh, Tabel 7 memperlihatkan bahwa semakin rendah tingkat pendidikan istri maka akan diikuti perilaku tidak menggunakan LPG. Kondisi ini dapat dilihat bahwa dari perilaku tidak menggunakan, lebih dari separuh keluarga contoh (53.85%) merupakan istri yang memiliki tingkat pendidikan tidak sekolah. Sedangkan pada perilaku menggunakan, hampir separuh contoh (42.22%) merupakan istri dengan tingkat pendidikan tamat SD. Hal ini didukung dengan hasil uji beda yang menunjukkan bahwa terdapat perbedaan tingkat pendidikan istri antara dua perilaku penggunaan LPG oleh keluarga contoh (p<0.05). Kondisi rendahnya tingkat pendidikan suami dan istri contoh dimungkinkan akan sangat mempengaruhi keluarga contoh bertindak sebagai konsumen termasuk dalam merespon program konversi minyak tanah ke LPG ini.
7 42 Pekerjaan Suami dan Istri Jenis pekerjaan suami dan istri contoh bermacam-macam seperti pedagang, buruh lepas, supir angkot/tukang ojek, karyawan swasta, buruh pabrik, tenaga honorer, pensiunan, dan ada yang tidak bekerja. Sebaran persentase jenis pekerjaan di kedua kelurahan memperlihatkan bahwa sumber mata pencaharian utama suami relatif berbeda. Namun, untuk melakukan pengolahan lebih lanjut. Penelitian ini mengelompokkan kembali jenis pekerjaan menjadi bekerja dan tidak bekerja. Tidak terlihat perbedaan jenis pekerjaan suami terhadap perilaku penggunaan LPG. Hal ini dikarenakan hanya sebesar 5.71 persen suami yang tidak bekerja. Sehingga persentase suami yang bekerja memiliki persentase yang hampir merata di dua perilaku. Hasil uji beda yang dilakukan juga menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan jenis pekerjaan suami antara dua perilaku penggunaan LPG oleh keluarga contoh (p>0.05). Kondisi yang lebih beragam terjadi pada jenis pekerjaan istri, istri yang bekerja memiliki persentase lebih besar pada perilaku tidak menggunakan LPG yaitu sebesar persen. Sedangkan pada perilaku menggunakan LPG, lebih dari separuh keluarga contoh (55.56%) merupakan istri yang tidak bekerja. Kondisi yang berbeda ini dapat dimungkinkan karena jenis pekerjaan akan mempengaruhi akses informasi yang berbeda kepada setiap orang. Informasi negatif yang terlalu banyak kepada istri akan membuat istri lebih sulit untuk menerima program terutama untuk menggunakan produk program. Namun hasil uji beda menunjukkan tidak ada perbedaan jenis pekerjaan istri antara dua perilaku penggunaan LPG (p>0.05).
8 43 Tabel 7. Sebaran keluarga contoh berdasarkan karakteristik sosial ekonomi keluarga contoh Perilaku Penggunaan LPG Kategori Tidak Menggunakan Menggunakan Total n % n % n % Besar Keluarga Kecil ( 4 orang) Sedang (5-6 orang) Besar ( 7 orang) Total P-value Umur Suami Dewasa Muda Dewasa menengah Dewasa Akhir tahun Total P-value Umur istri Dewasa Muda Dewasa menengah Dewasa Akhir tahun Total P-value Tingkat pendidikan suami Tidak sekolah Tidak Tamat SD Tamat SD Tamat SMP Tamat SMA Tamat PT Total P-value Tingkat pendidikan istri Tidak sekolah Tidak Tamat SD Tamat SD Tamat SMP Tamat SMA Tamat PT Total P-value Pekerjaan suami Bekerja Tidak Bekerja Total P-value Pekerjaan Istri Bekerja Tidak bekerja Total P-value 0.119
9 44 Tabel 7 (lanjutan ) Pendapatan per kapita Rp Rp Rp Rp Rp Rp Total P-value Pengeluaran per kapita Rp Rp Rp Rp Total P-value Pendapatan Per kapita Biro Pusat Statistik (BPS) menggunakan konsep kemampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar (basic need approach) untuk mengukur tingkat kesejahteraan keluarga. Sebaliknya kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan non makanan yang diukur dengan menggunakan garis kemiskinan. Pengeluaran keluarga merupakan salah satu indikator yang dapat memberikan gambaran kesejahteraan penduduk. Semakin tinggi pendapatan maka porsi pengeluaran akan bergeser dari pengeluaran untuk makanan ke pengeluaran bukan makanan. Pergeseran pola pengeluaran terjadi karena elastisitas permintaan terhadap makanan pada umumnya rendah, sebaliknya elastisitas permintaan terhadap barang bukan makanan pada umumnya tinggi (BPS, 2006). Keadaan ini jelas terlihat pada kelompok penduduk yang tingkat konsumsi makanannya sudah mencapai titik jenuh, sehingga peningkatan pendapatan akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan barang bukan makanan atau ditabung. Dengan demikian, pola pengeluaran dapat dipakai sebagai salah satu alat untuk mengukur tingkat kesejahteraan penduduk, dimana perubahan komposisinya digunakan sebagai petunjuk perubahan tingkat kesejahteraannya (BPS, 2006).
10 45 Tabel 7 memperlihatkan bahwa tidak ada perbedaan pendapatan perkapita antara keluarga contoh yang menggunakan LPG dan yang tidak menggunakan LPG. Hasil uji beda yang yang dilakukan juga mendukung hal tersebut (p>0.05). Persentase pendapatan perkapita terbesar dari keluarga contoh (51.67%) berkisar antara Rp Rp Hal ini menggambarkan bahwa lebih dari separuh contoh telah bisa memenuhi pendapatan Rp /orang/harinya. Sisanya sebesar 25 persen memiliki pendapatan per kapita yang rendah yaitu Rp Rp Pengeluaran Per kapita Pengeluaran per kapita contoh dikelompokkan menjadi dua kategori berdasarkan rata-rata pengeluaran per kapita Kota Bekasi yaitu sebesar Rp (BPS Jabar, 2007). Tabel 7 memperlihatkan bahwa hampir seluruh keluarga contoh (90%) berada dibawah rata-rata pengeluaran per kapita Kota Bekasi. Kondisi ini memperlihatkan bahwa hampir seluruh contoh belum bisa memenuhi kebutuhan rata-rata penduduk Kota Bekasi pada umumnya. Hampir seluruh contoh dimungkinkan melakukan upaya lain untuk memenuhi kebutuhan keluarga setiap bulannya. Pengeluaran per kapita terhadap perilaku penggunaan LPG tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan. Persentase terbesar berada pada pengeluaran per kapita Rp Rp baik pada keluarga contoh yang menggunakan LPG maupun yang tidak menggunakan LPG. Hasil uji beda yang dilakukan juga menunjukkan tidak ada perbedaan signifikan pengeluaran per kapita antara dua perilaku penggunaan LPG oleh keluara contoh. Jika dibandingkan dengan pendapata per kapita, maka interval pengeluaran per kapita keluarga contoh menunjukkan angka yang lebih besar. Kondisi ini memungkinkan keluarga contoh melakukan upaya lain untuk menutupi kekurangan kebutuhannya. Kondisi dilapangan
11 46 menunjukkan keluarga contoh banyak yang meminjam uang untuk menutupi kekuarangannya tersebut. Alokasi Pengeluaran Keluarga Contoh Sebelum dan Sesudah Program Program konversi minyak tanah ke LPG secara disadari akan mengubah pola pengeluaran keluarga terutama pengeluaran untuk bahan bakar. Pola pengeluaran ini bisa menjadi lebih baik apabila terjadi pengurangan pengeluaran keluarga karena menggunakan LPG lebih hemat dibandingkan minyak tanah atau bahkan bisa memburuk dikarenakan sikap takut menggunakan LPG membuat contoh tetap menggunakan minyak tanah walaupun dengan harga yang melambung tinggi. BPS (2002) membagi pengeluaran untuk pangan dan pengeluaran non-pangan. Pengeluaran untuk pangan yaitu pengeluaran untuk konsumsi kelompok padi-padian, ikan, daging, telur, sayuran, kacang-kacangan, buahbuahan, minyak dan lemak, minuman, dan makanan serta minuman jadi. Sementara pengeluaran untuk non-pangan adalah pengeluaran untuk konsumsi perumahan, bahan bakar, penerangan, air, barang dan jasa, pakaian, dan barang-barang tahan lama lainnya. BPS (2006) menilai bahwa pengeluaran keluarga adalah salah satu indikator yang dapat memberikan gambaran keadaan kesejahteraan penduduk. Keragaan alokasi pengeluaran keluarga contoh sebelum dan sesudah program tergambar pada Tabel 8. Berdasarkan Tabel 8 terjadi perubahan persentase pengeluaran keluarga contoh sebelum dan sesudah program dilakukan. Perubahan itu memperlihatkan bahwa ada beberapa alokasi pengeluaran yang mengalami kenaikan dan ada juga yang mengalami penurunan. Secara keseluruhan, alokasi pengeluaran yang mengalami kenaikan setelah program konversi dilakukan adalah pengeluaran pangan dari persen menjadi persen, pengeluaran kesehatan dari 3.70 persen menjadi 3.86 persen, pengeluaran untuk rokok dari 5.14 persen menjadi 5.34 persen dan pengeluaran lain-lain dari 9.85 persen menjadi persen. Hasil uji beda
12 47 menunjukkan bahwa pengeluaran untuk pangan berbeda signifikan antara sebelum dan sesudah program (P<0.05) Jika ditinjau dari terjadinya peningkatan pengeluaran untuk pangan, maka kondisi setelah program memperlihatkan terjadinya penurunan kesejahteraan keluarga contoh. Kondisi ini bisa terjadi dikarenakan saat program ini digulirkan pemerintah juga ikut menaikkan harga BBM yang berdampak pada naiknya harga bahan-bahan kebutuhan pokok. Peningkatan alokasi pengeluaran untuk kesehatan menunjukkan bahwa tingkat kesehatan keluarga contoh saat sebelum dan sesudah program memperlihatkan adanya penurunan. Alokasi pengeluaran keluarga lain yang mengalami peningkatan adalah alokasi pengeluaran lain-lain. Alokasi pengeluaran yang termasuk pengeluaran lain-lain antara lain pengeluaran pembayaran kredit, pajak, arisan, transport selain anak sekolah, pembelian air, rekreasi, telepon dan tabungan. Kondisi di lapangan menunjukkan alokasi untuk pembayaran kredit mengalami peningkatan dikarenakan dengan pendapatan yang terbatas, contoh memilih untuk mengambil kredit pinjaman terutama uang lebih banyak dibandingkan sebelum program. Secara keseluruhan, alokasi pengeluaran keluarga contoh yang mengalami penurunan setelah program dilakukan adalah pengeluaran untuk pendidikan dari persen menjadi 8.85 persen, pengeluaran untuk pakaian dari 1.45 persen menjadi 1.3 persen, dan pengeluaran untuk bahan bakar dari persen menjadi 8.88 persen. Hasil uji beda menunjukkan bahwa pengeluaran untuk pendidikan, pakaian, dan bahan bakar berbeda signifikan antara sebelum dan sesudah program (p<0.05) Pengeluaran untuk pendidikan mengalami penurunan dikarenakan pada saat yang bersamaan dengan dilakukannya program konversi, telah berlangsung pendidikan gratis ditingkat Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP). Uji hubungan yang dilakukan antara jumlah anak usia sekolah dengan pengeluaran untuk pendidikan memperlihatkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara jumlah anak usia sekolah
13 48 dengan pengeluaran untuk pendidikan setelah program dilakukan dengan nilai signifikansi (p<0.05). Pengeluaran untuk pakaian mengalami penurunan dikarenakan pada saat harga bahan-bahan pokok melambung tinggi keluarga contoh lebih memprioritaskan untuk memenuhi kebutuhan dasar terlebih dahulu dibandingkan kebutuhan akan pakaian. Pengeluaran lainnya yang mengalami penurunan adalah pengeluaran untuk bahan bakar. Pengeluaran untuk LPG sebagai pengganti minyak tanah sangat mempengaruhi perubahan akumulasi pengeluaran bahan bakar. Hal ini dikarenakan menggunakan LPG memang jauh lebih hemat dibandingkan menggunakan minyak tanah. Saat penelitian dilakukan, data dari Dinas Perekonomian Rakyat Kota Bekasi menunjukkan bahwa harga minyak tanah mencapai Rp /liter, naik hampir 4 kali lipat dibandingkan sebelum program konversi dilakukan. Pengeluaran bahan bakar menjadi pengeluaran yang patut disoroti lebih dalam terkait dengan program konversi minyak tanah ke LPG. Program konversi secara disadari akan mengubah pola pengeluaran keluarga terutama alokasi pengeluaran untuk bahan bakar dengan asumsi awal bahwa harus ada pengurangan alokasi pengeluaran dari sebelum program dengan setelah program. Besarnya persentase pengeluaran bahan bakar menunjukkan bahwa bahan bakar merupakan kebutuhan yang penting bagi masyarakat. Jika dilihat dari adanya penurunan alokasi pengeluaran bahan bakar maka adanya program ini dapat mengubah status kesejahteraan sebuah keluarga. Namun perubahan ini belum tentu dapat mengubah status kesejahteraannya menjadi lebih baik, hal ini dikarenakan penyesuaian terhadap alokasi pengeluaran setelah terjadinya penurunan pengeluaran untuk bahan bakar belum tentu membantu keluarga untuk menggunakan kelebihannya tersebut untuk ditabung atau kebutuhan pengembangan keluarga lainnya. Kondisi aktual yang terjadi menggambarkan penurunan pengeluaran bahan bakar diikuti dengan kenaikan pengeluaran akan pangan. Kondisi ini jika ditinjau
14 49 dari pengeluaran pangan maka terjadi penurunan tingkat kesejahteraan keluarga. Tabel 8. Keragaan pengeluaran pangan dan non pangan keluarga contoh sebelum dan sesudah program konversi minyak tanah ke LPG Alokasi Pengeluaran Total Rata-rata ± sdev % Pengeluaran Pangan Sebelum ± Sesudah ± p-value Pengeluaran Kesehatan Sebelum ± Sesudah ± p-value Pengeluaran Pendidikan Sebelum ± Sesudah ± p-value Pengeluaran Pakaian/Alas kaki Sebelum ± Sesudah ± p-value Pengeluaran Bahan Bakar Sebelum ± Sesudah ± p-value Pengeluaran Rokok Sebelum ± Sesudah ± p-value Pengeluaran Lain-lain Sebelum ± Sesudah ± p-value Total Sebelum Total Sesudah Tingkat Kesejahteraan Garis kemiskinan di setiap daerah berbeda berdasarkan lokasi dan indeks harga konsumen yang berlaku di daerah tersebut. Garis kemiskinan Kota Bekasi menurut BPS tahun 2007 sebesar Rp /kapita/bulan. Perbandingan pendapatan per kapita Kota Bekasi dengan garis kemiskinan Kota bekasi tersebut dapat menggambarkan tingkat kesejahteraan suatu keluarga. Suatu keluarga dikatakan sejahtera jika pendapatan per kapitanya
15 50 diatas garis kemiskinan yang ditetapkan oleh BPS. Tabel memperlihatkan kondisi kesejahteraan keluarga contoh program konversi minyak tanah ke LPG berdasarkan garis kemiskinan BPS kota Bekasi. Biro Pusat Statistik (BPS) menggunakan konsep kemampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar (basic need approach) untuk mengukur tingkat kesejahteraan keluarga. Sebaliknya kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan non makanan yang diukur dengan menggunakan garis kemiskinan. Garis kemiskinan di setiap daerah berbeda berdasarkan lokasi dan indeks harga konsumen yang berlaku di daerah tersebut. Garis kemiskinan Kota Bekasi menurut BPS tahun 2007 sebesar Rp /kapita/bulan. Tabel 9 memperlihatkan kondisi kesejahteraan keluarga contoh program konversi minyak tanah ke LPG berdasarkan garis kemiskinan BPS kota Bekasi. Tabel 9. Sebaran keluarga contoh berdasarkan tingkat kesejahteraan Tidak Menggunakan Menggunakan Total Kategori n % n % n % p value Miskin Tidak Miskin Total Berdasarkan Tabel 9 dapat dilihat bahwa terdapat lebih dari separuh keluarga contoh (60%) masuk kategori miskin, dan sisanya sebesar 40 persen masuk kategori sudah sejahtera. Kondisi ini memperlihatkan bahwa lebih dari separuh keluarga contoh belum bisa memenuhi kebutuhan dasar keluarganya baik makanan maupun non makanan. Jika dibedakan terhadap perilaku penggunaan maka pada perilaku tidak menggunakan LPG, lebih dari dua pertiga (78.57%) keluarga contoh merupakan kategori mskin. Namun tidak ada perbedaan signifikan tingkat kesejahteraan antara dua perilaku penggunaan LPG keluarga contoh (p>0.05)
16 51 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesejahteraan Kesejahteraan suatau keluarga sangat dipengaruhi oleh berbagai macam faktor, Berdasarkan hasil analisis faktor yang paling berpengaruh terhadap kesejahteraan menunjukkan bahwa besar keluarga, pendidikan istri, pekerjaan istri, sikap terhadap program dan penurunan bahan bakar berpengaruh signifikan terhadap kesejahteraan (p<0.1) (Lampiran 2). Hasil uji regresi menunjukkan sebesar 76 persen faktor yang berpengaruh terhadap kesejahteraan dapat dijelaskan dari hasil regresi sedangkan sisanya (24%) dijelaskan oleh variabel lain yang tidak diteliti. Hasil regresi logistik menyatakan bahwa semakin besar jumlah anggota keluarga berpengaruh terhadap semakin menurunnya tingkat kesejahteraan keluarga. Keluarga dengan jumlah anggota keluarga lebih kecil berpeluang sejahtera kali dibandingkan keluarga yang mempunyai jumlah anggota keluarga lebih besar. BPS menganggap jumlah anggota keluarga yang besar sebagai penambahan beban keluarga sehingga akan meningkatkan rasio ketergantungan (dependency ratio), apalagi jika tidak diikuti dengan penambahan pendapatan keluarga. Istri yang bekerja berpengaruh negatif terhadap kesejahteraan keluarga menurut BPS. Artinya, istri yang bekerja akan berpeluang lebih tidak sejahtera dibandingkan istri yang bekerja. Hal yang sama juga terjadi pada pendidikan istri. Kondisi di lapangan menunjukkan bahwa di Kelurahan Margahayu, persentase istri yang bekerja sebesar persen, namun jumlah anggota keluarga di kelurahan ini pun lebih besar, sehingga kondisi ini akan sangat mempengaruhi akumulasi pendapatan per kapita yang menjadi perbandingan dalam perhitungan tingkat kesejahteraan.
17 52 Tabel 10. Faktor yang berpengaruh terhadap kesejahteraan keluarga Indikator (0 =tidak sejahtera; 1=sejahtera) Variabel β Sig. Exp (B) Jumlah anggota keluarga Umur suami Umur istri Pekerjaan istri (0=tidak bekerja, 1=bekerja) Pendidikan istri (Tidak tamat SD) Pendidikan istri (Tamat SD) Pendidikan istri (Tamat SMP) Pendidikan istri (Tamat SMA) Sikap terhadap program % bahan bakar (turun) R 2 = P Value = Alokasi pengeluaran keluarga contoh sebelum dan sesudah program menunjukkan bahwa penurunan pengeluaran bahan bakar yang diakibatkan dari program ini dapat meningkatkan kesejahteraan keluarga sasaran. Keluarga contoh yang mengalami penurunan bahan bakar berpeluang sejahtera kali lebih besar dibandingkan keluarga yang tidak mengalami penurunan pengeluaran bahan bakar. Ini artinya keluarga yang menerima program konversi berpeluang lebih sejahtera dibandingkan yang tidak menerima. Penjelasan lebih lanjut tentang pegeluaran bahan bakar dan sikap keluraga contoh dijelaskan pada pembahasan selanjutnya. Selain itu, hasil penelitian juga menggambarkan bahwa sikap terhadap program berpengaruh signifikan terhadap kesejahteraan. Keluarga yang memiliki sikap positif terhadap program berpeluang sejahtera kali dibandingkan keluarga yang memiliki sikap negatif. Kondisi ini menunjukkan bahwa upaya pemerintah mengurangi sikap negatif dan merubahnya menjadi sikap positif sangatlah diperlukan, hal ini dikarenakan upaya tersebut secara langsung akan meningkatkan kesejahteraan keluarga sasaran program.
18 53 Sikap terhadap Program Sikap terhadap Program Peter dan Olson (1996) mengartikan sikap sebagai evaluasi umum konsumen terhadap suatu objek. Ahmadi (1999) mengartikan sikap sebagai kesiapan merespon yang sifatnya positif atau negatif terhadap objek atau situasi secara konsisten. Jika ditinjau dari sisi rumah tangga sebagai konsumen, sikap diartikan sebagai ungkapan perasaan konsumen tentang suatu objek apakah disukai atau tidak, dan sikap juga bisa menggambarkan kepercayaan konsumen terhadap berbagai atribut dan manfaat dari objek tersebut. Tabel 11. Sebaran keluarga contoh berdasarkan sikap terhadap program Kategori sikap Menggunakan Tidak Menggunakan Total n % n % n % Positif Negatif Total p-value 0.00 Hasil penelitian menunjukkan secara keseluruhan lebih dari setengah (55%) keluarga contoh memiliki sikap negatif terhadap program dan sisanya (45%) keluarga contoh memiliki sikap positif. Pada perilaku tidak menggunakan hampir seluruh (92.86%) keluarga contoh memiliki sikap negatif terhadap program dan lebih dari separuh (56.52) keluarga contoh yang menggunakan LPG memiliki sikap postif terhadap program. Hasil uji beda yang dilakukan menunjukkan bahwa terdapat perbedaan signifikan sikap keluarga contoh antara dua perilaku penggunaan LPG oleh keluarga contoh (p<0.05). Sikap memiliki tiga komponen, yaitu komponen kognitif, afektif dan konatif. Tiga komponen tersebut merupakan satu bagian keseluruhan yang membuat seseorang memiliki kecenderungan terhadap sebuah objek psikologi. Penelitian ini menggunakan tiga komponen sikap untuk mengidentifikasi dan mengukur sikap keluarga contoh terhadap Program
19 54 Konversi Minyak Tanah ke LPG. Sikap diukur menggunakan pernyataanpernyataan yang masing-masing mewakili komponen sikap tersebut. Komponen kognitif adalah komponen sikap yang berhubungan dengan gejala mengenal fikiran. Ini berarti berwujud pengolahan, pengalaman dan keyakinan serta harapan-harapan individu tentang objek atau kelompok objek tertentu. Komponene kognitif tergambar dari keyakinan contoh bahwa penggunaan LPG dapat dikatakan lebih hemat dibanding minyak tanah. Hampir seluruh keluarga cotoh (95%) menjawab antara setuju dan sangat setuju terhadap kondisi tersebut. Seperti yang dikemukakan contoh : make gas emang lebih murah Neng, tapi itu juga kalau ada uang, yah jadi kalau lagi gak ada uang ya pake kayu bakar aja (Bpk Nimpan, 59 tahun) Kondisi ini memang bisa terjadi karena dalam hitungan persentase pengeluaran keluarga untuk bahan bakar, terjadi penurunan pengeluaran antara menggunakan minyak tanah dengan menggunakan LPG dari 13,17 persen menjadi 9,28 persen. Dari sisi pengetahuan tentang program, lebih dari separuh keluarga contoh (58.33%) tidak memiliki keyakinan bahwa program Konversi yang digulirkan oleh pemerintah dapat mengurangi pemakaian minyak tanah pada keluarga yang merupakan sasaran program. Persentase lebih besar yaitu persen keluarga contoh menyatakan tidak setuju bahwa penggunaan minyak tanah memang harus dikurangi, hal ini dikarenakan banyak dari keluarga contoh yang merupakan sasaran program merasa kesulitan untuk membeli minyak tanah padahal pada waktu yang bersamaan, mereka belum berani menggunakan LPG dalam memasak, sehingga banyak dari mereka yang harus membeli minyak tanah dengan harga yang tinggi. Komponen afektif adalah berwujud proses yang menyangkut perasaan-perasaan tertentu seperti ketakutan, kedengkian, simpati, antipati dan sebagainya yang ditujukan kepada objek-objek tertentu. Hampir seluruh contoh memiliki sikap negatif terhadap kenyamanan dan keamanan
20 55 menggunakan LPG, contoh merasa lebih nyaman dan aman menggunakan minyak tanah dibandingkan LPG. Hal ini terjadi terutama di Kelurahan Margahayu, kondisi ini dikarenakan tempat tinggal yang masih tidak permanen dan berhimpitan dengan rumah lainnya serta bangunan yang didominasi oleh triplek membuat mereka tidak merasa aman menggunakan LPG. Alasan lain yang ditemukan dari dua kelurahan menunjukkan bahwa kebanyakan keluarga contoh takut menggunakan LPG dikarenakan pengalaman dan cerita yang tidak menyenangkan yang diperoleh dari media massa khususnya televisi serta orang lain. Beberapa contoh mengemukakan hal tersebut : lebih aman pake minyak tanah, kalo pake gas kepikiran melulu (Ibu Sriatun, 33 tahun) kondisi rumah masih gak aman buat make gas Neng, suka banyak tikus, saya takut selangnya digigit tikus.. (Ibu Cariwen, 34 tahun) Hampir seluruh contoh (91.67%) setuju dengan ukuran LPG 3 kg yang dibagikan pemerintah, ada rasa kesukaan yang cukup tinggi dikarenakan LPG dengan ukuran tersebut mudah untuk dibawa jika ingin melakukan isi ulang dan praktis. Lebih dari separuh contoh (73.33%) yakin bahwa program ini dapat membuat masyarakat semakin sejahtera, kondisi ini dimungkinkan terjadi dikarenakan harga LPG isi ulang yang lebih murah dibandingkan harga minyak tanah pada saat program dilakukan. Komponen konatif adalah berwujud proses tendensi/kecenderungan untuk berbuat sesuatu objek, misalnya kecenderungan memberi pertolongan, menjauhkan diri dan sebagainya. Hanya 3.33 persen keluarga contoh yang memiliki kecenderungan untuk tetap menggunakan minyak tanah walaupun mendapatkan gas dari program ini. Namun, hampir dua pertiga (68,33%) contoh memiliki kecenderungan beralih kembali ke minyak tanah jika harga minyak tanah turun. Kondisi ini mencerminkan pemakaian LPG oleh keluarga contoh menjadi suatu bentuk yang tidak menyenangkan karena keluarga contoh memiliki kecenderungan untuk beralih menggunakan
21 56 minyak tanah jika harga minyak tanah turun. Hal ini senada seperti pernyataan contoh : saya takut make gas, kalau harga minyak tanah turun Saya pengen pake minyak tanah lagi (Ibu Nini, 30 tahun) minyak tanah bisa dibeli eceran, gak punya duit Rp ga bisa beli gas, makanya kalau harga minyak tanah turun Saya mau beralih ke minyak lagi (Ibu Minah, 49 tahun) Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Sikap Sikap adalah komponen yang tidak bersifat statis, sikap bersifat dinamis dan sangat dipengaruhi oleh berbagai macam faktor. Dalam penelitian ini, berdarkan hasil analisis faktor yang paling berpengaruh terhadap pembentukan sikap contoh terhadap program menunjukkan bahwa tingkat pendidikan dan pekerjaan istri berpengaruh signifikan terhadap pembentukam sikap contoh terhadap program dengan nilai signifikansi masing-masing dan (p<0.05) (Lampiran 1). Hasil uji regresi menunjukkan sebesar 36 persen faktor yang berpengaruh terhadap sikap dapat dijelaskan dari hasil regresi sedangkan sisanya (64%) dijelaskan oleh variabel lain yang tidak diteliti. Berikut adalah model regresi: Y = X X X D D 2 Keterangan X1 : Umur suami X2 : Pendidikan suami X3 : Pendidikan istri D1 : Pekerjaan suami (1=bekerja, 0=tidak bekerja) D2 : Pekerjaan istri (1=bekerja, 0=tidak bekerja) Umur suami yang lebih tua memiliki kecenderungan memiliki sikap positif, walaupun dari hasil regresi tidak menunjukkan bahwa umur suami berpengaruh signifikan terhadap pembentukan sikap positif. Hal ini dapat disebabkan karena suami tidak terlibat langsung pada program ini. Pendidikan suami juga tidak berpengaruh signifikan terhadap pembentukan sikap. Hasil uji regresi menunjukkan bahwa suami dengan latar belakang tingkat pendidikan rendah mempunyai kecenderungan terhadap pembentukan sikap yang positif yang lebih besar.
22 57 Hasil uji regresi linear berganda menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan istri maka berpengaruh terhadap semakin positifnya sikap contoh terhadap program. Tingkat pendidikan akan mempengaruhi seseorang dalam memandang sebuah objek dan melakukan reaksi setelahnya. Tingkat pendidikan juga akan mempengaruhi pengetahuan, kepercayaan dan pikiran seseorang yang juga merupakan bagian dari komponen sikap. Menurut Rangkuti (2006), Sikap berasal dari hasil belajar dan ini berarti bahwa manusia tidak dilahirkan dengan membawa suatu sikap tertentu. Jadi sikap merupakan suatu kecenderungan untuk berperilaku dan dapat dipengaruhi oleh situasi. Oleh karena itu tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan mempengaruhi sikap seseorang menjadi lebih baik terhadap program. Pekerjaan contoh dikelompokkan menjadi bekerja dan tidak bekerja. Analisis regresi menunjukkan pekerjaan suami tidak berpengaruh signifikan terhadap pembentukan sikap contoh, namun suami yang bekerja memiliki kecenderungan untuk membentuk sikap positif terhadap program. Kondisi yang berbeda terjadi pada pekerjaan istri. Istri yang bekerja berpengaruh signifikan terhadap pembentukan sikap terhadap program. Istri yang bekerja berpeluang lebih besar memiliki sikap negatif terhadap program. Hal ini dikarenakan istri yang bekerja memiliki peluang yang lebih besar untuk berkomunikasi dengan orang lain dan terpapar informasi negatif tentang program.
23 58 Tabel 12. Model 3 (Constant) Umur suami Pendidikan suami Pendidikan istri Pekerjaan suami Pekerjaan istri Faktor yang berpengaruh terhadap sikap keluarga contoh terhadap program Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig. B Std. Error Beta Adj R Square = Perilaku Penggunaan Sumarwan (2002) mengartikan perilaku konsumen sebagai semua kegiatan, tindakan, serta proses psikologis yang mendorong tindakan tersebut pada saat sebelum membeli, ketika membeli, menggunakan, menghabiskan, produk dan jasa, sampai kepada evaluasi. Penelitian ini menggunakan konsep perilaku konsumen untuk mengidentifikasi perilaku sasaran program dalam menggunakan produk program baik mencakup perilaku pembelian maupun perilaku konsumsi/penggunaan. Tidak semua program yang dilakukan pemerintah akan mendapatkan respon positif dari masyarakat, apalagi jika program tersebut berhubungan dengan adanya proses perubahan perilaku dan budaya yang sudah mengakar cukup lama di masyarakat. Sama halnya yang terjadi pada Program Konversi Minyak Tanah ke LPG, masyarakat dihadapkan kepada keputusan untuk mengubah perilakunya dari menggunakan minyak tanah yang menurut mereka memiliki resiko kecelakaan yang kecil menjadi menggunakan LPG dengan resiko yang lebih tinggi. Maka tidak mengherankan, ada beberapa contoh yang tidak menggunakan produk program dikarenakan berbagai alasan. Kondisi ini dapat digambarkan dari perilaku penggunaan LPG yang dilakukan oleh keluarga contoh. Penelitian ini mengoperasionalkan perilaku
24 59 pengunaan LPG menjadi dua yaitu (1) Menggunakan LPG dan (2) tidak menggunakan LPG. Tabel 13 menunjukkan bahwa dua pertiga keluarga contoh (76.67%) menggunakan LPG sejak diberikan oleh aparat pemerintah terkait dan digunakan sampai penelitian dilakukan. Alasan utama (89,13%) perilaku ini dilakukan oleh keluarga contoh adalah harga minyak tanah yang melambung tinggi dan langkanya minyak tanah di pasaran dan hanya 10,87 persen keluarga contoh yang beralih ke penggunaan LPG dikarenakan mereka tahu manfaat LPG dibandingkan minyak tanah. Melihat kondisi ini maka penggunaan LPG oleh keluarga contoh menjadi suatu perilaku yang dipaksakan. Jika menggunakan analisis kebijakan publik yang dikeluarkan Dwidjowijoto (2003) maka ketidaksiapan sasaran program merupakan salah satu indikator bahwa program ini belum efektif dalam ketepatan targetnya. Target sebuah kebijakan harus merasa siap baik dalam arti secara alami maupun bebas dari kondisi konflik. Idealnya, target juga berada dalam kondisi mendukung pelaksanaan program dan menyadari akan manfaat yang besar dari program tersebut. Tabel 13. Sebaran keluarga contoh berdasarkan perilaku Penggunaan LPG No Menggunakan LPG Total n % 1 Ya Tidak Total Sebesar persen keluarga contoh tidak menggunakan LPG saat penelitian dilakukan. Keluarga contoh yang tidak menggunakan LPG memiliki dua kecenderungan, yaitu tidak menggunakan LPG sejak produk program tersebut diberikan di awal program dan tidak menggunakan setelah pernah mencoba menggunakan untuk beberapa kali namun sudah tidak dilakukan saat penelitian dilakukan. Alasan utama yang menjadi pendorong keluarga contoh tidak menggunakan LPG sejak diberikan adalah 80 persen dikarenakan takut menggunakan LPG dan 20 persen karena tidak
25 60 diperbolehkan oleh pemilik kontrakkan yang contoh tempati. Hal itu dikarenakan bentuk rumah yang terbuat dari triplek dan sangat berhimpitan dengan rumah lainnya. Pada kondisi ini, produk program yang tidak digunakan sebesar 80 persen diberikan ke keluarga lain dan 20 persen lainnya dijual. Perilaku ini didukung oleh pernyataan yang contoh kemukakan : disini semua yang ngontrak dapet, asal punya kartu keluarga, tapi gak boleh dipake sama yang punya kontrakkan, takut meleduk katanya (Laswi, 33 tahun) Alasan keluarga contoh tidak lagi menggunakan LPG setelah beberapa kali menggunakan produk program tersebut dikarenakan sebanyak 80 persen memiliki rasa takut yang tinggi, setiap kali ingin memasak, istri sebagai pengguna produk program harus meminta bantuan kepada orang lain terutama suami untuk menyalakan dan mematikan kompor LPG. Jika tidak ada bantuan maka istri memutuskan untuk tidak memasak. Kondisi ini membuat seluruh keluarga contoh merasa tidak nyaman dan akhirnya mengganti penggunaan LPG. Sebesar 20 persen keluarga contoh tidak lagi menggunakan LPG dikarenakan produk sudah rusak parah dan tidak memiliki uang untuk menggantinya. Pada kondisi ini produk program yang sudah lagi tidak digunakan sebesar 40% diberikan kepada keluarga lain, 40% disimpan dan 20% di jual. Beberapa pernyataan contoh yang mendukung perilaku ini antara lain : kalo gak ada minyak tanah gak bisa masak, waktu pake gas, kalo bapak ga ada, Saya gak berani nyalain gas, jadinya Saya gak masak. Trus kalo pake gas harus punya banyak uang, gak bisa dibeli eceran, harus nunggu punya uang Rp , padahal kalo pake kompor bisa dikontrol makenya (Suminta, 65 tahun) Saya takut nyalain gas, Saya minta tolong sama orang yang ada di rumah, kalo lagi gak ada orang, Saya gak masak. (Mumun, 45 tahun) Atribut pada perilaku pembelian yang ditanyakan dalam penelitian ini antara lain tempat pembelian, cara pembayaran, jenis yang dibeli, dan cara pemesanan produk. Tabel 16 menggambarkan tempat penjualan yang
26 61 biasa contoh datangi untuk membeli LPG isi ulang. Untuk atribut tempat pembelian, sebesar 50 persen contoh membeli LPG isi ulang di warung dan hanya persen contoh yang membeli LPG isi ulang selalu di agen, sebanyak persen pernah melakukan pembelian LPG di agen untuk pertama kali dan selanjutnya selalu melakukan pembelian di warung. Dalam program konversi, agen adalah tempat penjualan yang diberikan wewenang oleh pemerintah untuk menjual langsung kepada masyarakat dengan mekanisme perizinan resmi yang secara otomatis membuat agen harus mengikuti harga resmi penjualan LPG oleh pemerintah. Maka tidak mengherankan, harga yang dijual oleh agen jauh lebih murah dibandingkan harga yang dijual oleh warung. Namun, lokasi agen yang tidak menyebar didekat tempat tinggal contoh membuat contoh jarang menggunakan jasa agen. Masyarakat banyak yang menggunakan jasa warung yang lokasinya lebih dekat walaupun memiliki harga jual yang jauh lebih tinggi Tabel 14. Sebaran keluarga contoh berdasarkan lokasi pembelian LPG Tempat pembelian LPG Duren Jaya Margahayu Total n % n % N % Agen Warung Agen dan warung Total Untuk atribut cara pembelian, 88 persen keluarga contoh melakukan pembelian secara langsung yaitu langsung mendatangi warung atau agen. Untuk atribut cara pembayaran, 100 persen keluarga contoh melakukan secara tunai, pada kondisi ketika contoh tidak memilki uang untuk membeli LPG biasanya contoh akan meminjam uang ke tetangga atau terpaksa menunda pembelian LPG hal ini dikarenakan setiap warung ataupun agen hanya membuka peluang kepada transaksi yang bersifat tunai. Perilaku penggunaan ini sangat berpengaruh terhadap pencapaian tujuan program konversi minyak tanah ke LPG. Semakin banyak sasaran
27 62 program yang menerima program dan beralih menggunakan LPG akan mempengaruhi kondisi penggunaan bahan bakar. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang menggambarkan bahwa terjadi pengurangan konsumsi minyak tanah oleh keluarga contoh dari 91,67% sebelum program dan menjadi 5% setelah program dilaksanakan, kondisi ini sejalan dengan terjadinya peningkatan penggunaan LPG dari 18.33% sebelum program dan menjadi 76.67% setelah program. Namun di sisi lain, penggunaan kayu bakar terlihat meningkat yaitu dari 3.33% menjadi 5% (Gambar 3), meningkatnya penggunaan kayu bakar pada keluarga contoh dikarenakan contoh tidak mampu membeli LPG atau pun minyak tanah karena pada saat yang bersamaan naiknya harga bahan bakar membuat harga-harga bahan pokok lainnya juga ikut meningkat minyak tanah LPG kayu bakar sebelum sesudah Gambar 3. Persentase penggunaan bahan bakar sebelum dan sesudah program Hasil uji beda t-paired yang dilakukan terhadap penggunaan bahan bakar antara sebelum program dan setelah program mendukung hasil penelitian tersebut. Hasil uji beda tersebut menunjukkan bahwa terjadi perbedaan signifikan antara pemakaian bahan bakar sebelum dan sesudah program dengan tingkat signifikansi sebesar 0.00 (p<0.05). Dalam pelaksanaan Program Konversi Minyak Tanah ke LPG pemerintah membuat beberapa regulasi penunjang dan blueprint pelaksanaan program yang dijadikan acuan beberapa pihak yang
28 63 berkepentingan. Ketepatan contoh dan kelengkapan paket yang diterima contoh menjadi bagian penting yang diketahui dalam penelitian ini. Blueprint program pengalihan minyak tanah ke LPG yang dikeluarkan oleh departemen ESDM (2007) mengemukakan beberapa kriteria sasaran program adalah keluarga yang: 1) memiliki bukti kependudukan; 2) menggunakan minyak tanah sebelumnya dan 3) tidak memiliki kompor LPG sebelumnya. Gambar 4 menunjukkan bahwa dari enam puluh keluarga contoh yang merupakan sasaran program lebih dari dua pertiga contoh (86.67%) telah tepat sasaran, artinya telah mememenuhi tiga kriteria tersebut. Sedangkan sisanya (13.33%) tidak tepat sasaran, hal ini dikarenakan keluarga contoh telah memiliki kompor LPG, tidak menggunakan minyak tanah sebelumnya atau tidak memiliki bukti kependudukan. Kondisi kelengkapan paket menunjukkan bahwa seluruh keluarga miskin (100%) mendapatkan paket produk dalam keadaan lengkap yang mencakup: 1) tabung LPG dan isi perdana; 2) kompor LPG dan 3) Aksesoris (selang dan regulator). Gambar 4. Persentase ketepatan sasaran program Konversi Minyak Tanah ke LPG Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Penggunaan LPG Berdasarkan hasil analisis faktor yang paling berpengaruh terhadap perilaku penggunaan LPG oleh keluarga contoh menunjukkan bahwa sikap terhadap program berpengaruh signifikan dengan nilai signifikansi (p<0.05) (Lampiran 3). Hasil uji regresi menunjukkan sebesar 80.8 persen faktor yang berpengaruh terhadap perilaku penggunaan LPG dapat dijelaskan dari hasil regresi sedangkan sisanya (19.2%) dijelaskan oleh variabel lain yang tidak diteliti.
29 64 Hasil uji regresi logistik menyatakan bahwa semakin positif sikap keluarga contoh terhadap program maka akan diikuti perilaku menggunakan LPG sebagai bahan bakar memasak. Studi tentang sikap merupakan kunci untuk memahami mengapa seseorang berperilaku sedemikian rupa. Disamping itu, sikap merupakan hasil evaluasi yang mencerminkan rasa suka atau tidak suka terhadap suatu objek, sehingga dengan mengetahui hasil evaluasi tersebut, kita dapat menduga seberapa besar potensi pembeliannya (Rangkuti, 2006) atau melakukan suatu perilaku tertentu. Pada kasus Program Konversi Minyak Tanah ke LPG, sikap positif terhadap program akan diikuti perilaku menerima program dan menggunakan produk program. Keluarga contoh yang sebelum program menggunakan minyak tanah akan beralih menggunakan LPG jika contoh tersebut memiliki sikap yang positif terhadap program. Tabel memperlihatkan bahwa keluarga yang memiliki sikap negatif sebesar persen beperilaku tidak menggunakan LPG dan keluarga yang memiliki sikap positif sebesar persen berperilaku menggunakan LPG. Jumlah anggota keluarga yang lebih banyak memiliki kecenderungan keluarga contoh akan berperilaku tidak menggunakan LPG, walaupun dari hasil regresi tidak menunjukkan bahwa jumlah anggota keluarga berpengaruh signifikan terhadap pembentukan sikap positif terhadap program. Umur suami dan istri memiliki kecenderungan berpengaruh yang berbeda terhadap perilaku penggunaan LPG. Umur suami memiliki kecenderungan berpengaruh negative. Hal ini menunjukkan bahwa ini artinya semakin muda umur suami akan diikuti perilaku penggunaan LPG pada keluarga contoh. Sementara itu, umur istri memiliki kecenderungan berpengaruh positif. Ini artinya semakin muda umur istri maka akan diikuti perilaku tidak menggunakan LPG dalam kesehariannya. Hal ini juga tergambar pada Tabel 7 dimana persentase paling besar pada perilaku menggunakan LPG didominasi (68.57%) oleh suami usia dewasa menengah, sedangkan hal yang berbeda terjadi pada usia istri dimana perilaku tidak
tingkat kepentingan dan kepuasan sasaran serta keluaran atribut yang harus ditingkatkan pemerintah dan instansi terkait dalam pelaksanaan program
22 KERANGKA PEMIKIRAN Program konversi minyak tanah ke LPG yang dilakukan sejak tahun 2007 telah mengubah pola perilaku keluarga dari menggunakan minyak tanah menjadi menggunakan LPG. Sebagai suatu kebijakan,
Lebih terperinciANALISIS TINGKAT KESEJAHTERAAN, SIKAP, PERILAKU, DAN TINGKAT KEPUASAN KELUARGA SASARAN PROGRAM KONVERSI MINYAK TANAH KE LPG DI KOTA BEKASI
Jur. Ilm. Kel. & Kons., Agustus 2010, p : 114-121 Vol. 3, No. 2 ISSN : 1907-6037 ANALISIS TINGKAT KESEJAHTERAAN, SIKAP, PERILAKU, DAN TINGKAT KEPUASAN KELUARGA SASARAN PROGRAM KONVERSI MINYAK TANAH KE
Lebih terperinciKarakteristik Keluarga : Besar Keluarga Pendidikan Suami Pekerjaan Suami Pendapatan Keluarga Pengeluaran Keluarga. Persepsi Contoh terhadap LPG
KERANGKA PEMIKIRAN Program konversi minyak tanah ke LPG dilakukan melalui pembagian paket LPG kg beserta tabung, kompor, regulator dan selang secara gratis kepada keluarga miskin yang jumlahnya mencapai.
Lebih terperinciKatalog BPS : BADAN PUSAT STATISTIK KOTA PALANGKA RAYA
Katalog BPS : 1101002.6271012 BADAN PUSAT STATISTIK KOTA PALANGKA RAYA STATISTIK DAERAH KECAMATAN JEKAN RAYA 2014 ISSN : 2089-1725 No. Publikasi : 62710.1415 Katalog BPS : 1101002.6271012 Ukuran Buku
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Sumber: Data primer Profil Kelurahan Lenteng Agung 2009.
41 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Daerah Penelitian Letak Geografis dan Keadaan Wilayah Kelurahan Lenteng Agung merupakan salah satu kelurahan dari enam kelurahan di Kecamatan Jagakarsa termasuk dalam
Lebih terperinciSTATISTIK DAERAH KECAMATAN JEKAN RAYA 2013
Katalog BPS : 1101002.6271012 STATISTIK DAERAH KECAMATAN JEKAN RAYA 2013 BADAN PUSAT STATISTIK KOTA PALANGKA RAYA STATISTIK DAERAH KECAMATAN JEKAN RAYA 2013 STATISTIK DAERAH KECAMATAN JEKAN RAYA 2013
Lebih terperinciBAB IV GAMBARAN UMUM DESA POLOBOGO
BAB IV GAMBARAN UMUM DESA POLOBOGO 4. 1. Kondisi Geografis 4.1.1. Batas Administrasi Desa Polobogo termasuk dalam wilayah administrasi kecamatan Getasan, kabupaten Semarang, Provinsi Jawa Tengah. Wilayah
Lebih terperinciKONDISI SOSIAL EKONOMI RUMAH TANGGA PERIKANAN DI DESA TANJUNG PASIR
31 KONDISI SOSIAL EKONOMI RUMAH TANGGA PERIKANAN DI DESA TANJUNG PASIR Pengertian kondisi sosial ekonomi adalah suatu keadaan atau kedudukan yang diatur secara sosial dan menetapkan seseorang dalam posisi
Lebih terperinciBAB VI. KARAKTERISTIK PEDAGANG MARTABAK KAKI LIMA DAN WARUNG TENDA PECEL LELE DI KOTA BOGOR
BAB VI. KARAKTERISTIK PEDAGANG MARTABAK KAKI LIMA DAN WARUNG TENDA PECEL LELE DI KOTA BOGOR 6.1 Karakteristik Pedagang Martabak Kaki Lima di Kota Bogor Martabak merupakan salah satu jenis makanan yang
Lebih terperinciBAB II GAMBARAN UMUM KECAMATAN AJIBATA KABUPATEN TOBA SAMOSIR ( )
BAB II GAMBARAN UMUM KECAMATAN AJIBATA KABUPATEN TOBA SAMOSIR (1998-2005) 2.1 Letak Geografis dan Keadaan Alam Kecamatan Ajibata merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Toba Samosir dengan luas wilayah
Lebih terperinci14 KRITERIA MISKIN MENURUT STANDAR BPS ; 1. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8m2 per orang.
14 KRITERIA MISKIN MENURUT STANDAR BPS ; 1. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8m2 per orang. 2. Jenis lantai tempat tinggal terbuat dari tanah/bambu/kayu murahan. 3. Jenis dinding tempat
Lebih terperinciIV. POLA KONSUMSI RUMAH TANGGA MISKIN DI PULAU JAWA
IV. POLA KONSUMSI RUMAH TANGGA MISKIN DI PULAU JAWA Data pola konsumsi rumah tangga miskin didapatkan dari data pengeluaran Susenas Panel Modul Konsumsi yang terdiri atas dua kelompok, yaitu data pengeluaran
Lebih terperinciBAB IV KONDISI UMUM KABUPATEN BOGOR
BAB IV KONDISI UMUM KABUPATEN BOGOR 1.5 Kondisi Geografis dan Administratif Kabupaten Bogor Kabupaten Bogor merupakan salah satu wilayah daratan (tidak memiliki wilayah laut) yang berbatasan langsung dengan
Lebih terperinciDAFTAR PERTANYAAN RESPONDEN Daftar pertanyaan ini disusun untuk pembuatan skripsi sebagai salah satu syarat kelulusan dari Universitas Lampung
DAFTAR PERTANYAAN RESPONDEN Daftar pertanyaan ini disusun untuk pembuatan skripsi sebagai salah satu syarat kelulusan dari Universitas Lampung PETUNJUK PENGISIAN 1. Jawablah pertanyaan ini dengan sejujurnya.
Lebih terperinciPROFIL KEMISKINAN DI BALI SEPTEMBER 2014
No. 06/01/51/Th. IX, 2 Januari 2015 PROFIL KEMISKINAN DI BALI SEPTEMBER 2014 JUMLAH PENDUDUK MISKIN SEPTEMBER 2014 MENCAPAI 195,95 RIBU ORANG Jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita
Lebih terperinciKEMISKINAN SUMATERA UTARA SEPTEMBER 2016
BPS PROVINSI SUMATERA UTARA No. 05/01/12/Th. XX, 03 Januari 2017 KEMISKINAN SUMATERA UTARA SEPTEMBER PENDUDUK MISKIN SUMATERA UTARA SEPTEMBER SEBANYAK 1.452.550 ORANG (10,27%) Jumlah penduduk miskin di
Lebih terperinciKEMISKINAN OLEH HERIEN PUSPITAWATI
KEMISKINAN OLEH HERIEN PUSPITAWATI KRITERIA KEMISKINAN BPS GARIS KEMISKINAN Kota Bogor tahun 2003: Rp 133 803/kap/bln Kab Bogor tahun 2003: Rp 105 888/kap/bln UNDP US 1/kap/day tahun 2000 US 2/kap/day
Lebih terperinciPerilaku Merokok Penerima Jamkesmas/Penerima Bantuan Iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (PBI BPJS)
Perilaku Merokok Penerima Jamkesmas/Penerima Bantuan Iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (PBI BPJS) Dr. H. Sandu Siyoto, S.Sos., SKM., M.Kes (Ketua Stikes Surya Mitra Husada Kediri Jawa Timur) Latar
Lebih terperinciBAB IV PROFIL LOKASI PENELITIAN
BAB IV PROFIL LOKASI PENELITIAN 4.1 Kondisi Geografis Kelurahan Pluit merupakan salah satu wilayah kelurahan yang secara administratif masuk ke dalam wilayah Kecamatan Penjaringan, Kotamadya Jakarta Utara.
Lebih terperinciV. GAMBARAN UMUM. permukaan laut, dan batas-batas wilayah sebagai berikut : a) Batas Utara : Kabupaten Banyuasin
V. GAMBARAN UMUM 5.1 Keadaan Umum Kota Palembang Kota Palembang merupakan ibukota dari Provinsi Sumatera Selatan. Secara geografis Kota Palembang terletak antara 2 52' - 3 5' Lintang Selatan dan 104 37'
Lebih terperinciBAB IV PROFIL DESA BANJARWARU
BAB IV PROFIL DESA BANJARWARU 4.1. Lokasi dan Kondisi Geografis Desa Banjarwaru merupakan salah satu desa yang secara administratif termasuk dalam wilayah Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa
Lebih terperinciVIII. PENDAPATAN USAHA PEDAGANG MARTABAK KAKI LIMA DAN WARUNG TENDA PECEL LELE DI KOTA BOGOR
VIII. PENDAPATAN USAHA PEDAGANG MARTABAK KAKI LIMA DAN WARUNG TENDA PECEL LELE DI KOTA BOGOR 8.1 Pendapatan Usaha Martabak Kaki Lima di Kota Bogor Analisis pendapatan usaha bertujuan untuk mengetahui besarnya
Lebih terperinciBAB I GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN KABUPATEN MAJALENGKA
BAB I GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN KABUPATEN MAJALENGKA 1.1. Pertumbuhan Ekonomi PDRB Kabupaten Majalengka pada tahun 2010 atas dasar harga berlaku mencapai angka Rp 10,157 triliun, sementara pada tahun
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN. Populasi dan Teknik Pengambilan Contoh
METODE PENELITIAN Desain, Lokasi, dan Waktu Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan menggunakan desain cross sectional study, yaitu data dikumpulkan pada satu waktu untuk memperoleh gambaran
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN Desain Penelitian Teknik Penarikan Contoh
METODE PENELITIAN Desain Penelitian Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross sectional study. Cross sectional study dilakukan untuk mengidentifikasi dan menganalisis karakteristik
Lebih terperinciKONDISI KEMISKINAN PROVINSI GORONTALO SEPTEMBER 2014
No. 05/01/75/Th.IX, 2 Januari 2015 KONDISI KEMISKINAN PROVINSI GORONTALO SEPTEMBER 2014 Pada September 2014 persentase penduduk miskin di Provinsi Gorontalo sebesar 17,41 persen. Angka ini turun dibandingkan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan proses kenaikan pendapatan perkapita
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan proses kenaikan pendapatan perkapita penduduk suatu negara dalam jangka panjang. Definisi tersebut menjelaskan bahwa pembangunan tidak hanya
Lebih terperinciBAB V PROFIL RUMAHTANGGA MISKIN DI DESA BANJARWARU
BAB V PROFIL RUMAHTANGGA MISKIN DI DESA BANJARWARU Secara umum, rumahtangga miskin di Desa Banjarwaru dapat dikatakan homogen. Hal ini terlihat dari karakteristik individu dan rumahtangganya. Hasil tersebut
Lebih terperinciBPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT
BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT No. 05/01/61/Th. XVIII, 2 Januari 2015 TINGKAT KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN BARAT JANUARI 2015 Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada dibawah Garis Kemiskinan) di
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menggunakan minyak tanah dalam kehidupannya sehari hari.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dewasa ini tingkat ketergantungan masyarakat Indonesia terhadap Bahan Bakar Minyak (BBM) sangatlah besar. Hal ini dapat dilihat dari jumlah konsumsi BBM yang
Lebih terperinciBAB IV GAMBARAN UMUM
BAB IV GAMBARAN UMUM Pada bab IV ini penulis akan menyajikan gambaran umum obyek/subyek yang meliputi kondisi geografis, sosial ekonomi dan kependudukan Provinsi Jawa Tengah A. Kondisi Geografis Provinsi
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. a. Letak, Luas dan Batas Wilayah. dari kantor Kabupaten Wonogiri sekitar 30 km.
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Daerah Penelitian 1. Kondisi Fisiografis a. Letak, Luas dan Batas Wilayah Desa Punduh Sari merupakan bagian dari wilayah administratif di Kecamatan Manyaran
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN
TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah,
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
21 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian Kelurahan Kertamaya adalah salah satu kelurahan di Kecamatan Bogor Selatan, Provinsi Jawa Barat. Luas Kelurahan Kertamaya ialah 360 ha/m 2. Secara
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. menjadikan Indonesia sebagai salah satu anggota OPEC (Organization of. Tabel 1. Kondisi Perminyakan Indonesia Tahun
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara berkembang yang kaya akan sumber daya alam, baik di darat maupun di laut. Kekayaan alam yang dimiliki Indonesia berupa hasil pertanian, perkebunan,
Lebih terperinciKatalog BPS :
Katalog BPS : 1101002.6409010 Statistik Daerah Kecamatan Babulu 2015 Statistik Daerah Kecamatan Babulu No. Publikasi : 6409.550.1511 Katalog BPS : 1101002.6409010 Naskah : Seksi Statistik Neraca Wilayah
Lebih terperinciKONDISI KEHIDUPAN KELUARGA MISKIN DI KOTA CIMAHI Tukino, LPPM STKS Bandung
KONDISI KEHIDUPAN KELUARGA MISKIN DI KOTA CIMAHI Tukino, LPPM STKS Bandung Ringkasan Eksekutif Masalah kemiskinan akan sangat berkaitan dengan ketidakmampuan individu untuk memenuhi kebutuhan dasar minimal
Lebih terperinciVI PROSES PENGAMBILAN KEPUTUSAN PEMBELIAN TUNGKU SEKAM
VI PROSES PENGAMBILAN KEPUTUSAN PEMBELIAN TUNGKU SEKAM Keputusan pembelian didasari oleh beberapa tahapan yang pada umumnya dilalui oleh setiap konsumen sebelum akhirnya membuat keputusan untuk mengkonsumsi
Lebih terperinciBERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN BLITAR
BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN BLITAR No. 02/06/3505/Th.I, 13 Juni 2017 PROFIL KEMISKINAN KABUPATEN BLITAR TAHUN 2016 RINGKASAN Persentase penduduk miskin (P0) di Kabupaten Blitar pada tahun 2016
Lebih terperinciBAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH
BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH A. Kondisi Geografis Kabupaten Kubu Raya merupakan dataran rendah dengan ketinggian rata-rata 84 meter diatas permukaan laut. Lokasi Kabupaten Kubu Raya terletak pada posisi
Lebih terperinciV. GAMBARAN UMUM PENELITIAN. Kelurahan Penjaringan terletak di Kecamatan Penjaringan, Kotamadya
V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN 5.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian Kelurahan Penjaringan terletak di Kecamatan Penjaringan, Kotamadya Jakarta Utara. Kelurahan Penjaringan memiliki lahan seluas 395.43 ha yang
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN
BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Tinjauan Pustaka Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan
Lebih terperinciPROFIL KEMISKINAN DI MALUKU TAHUN 2014
No. 05/01/81/Th. XVII, 02 Januari 2015 Agustus 2007 PROFIL KEMISKINAN DI MALUKU TAHUN 2014 RINGKASAN Jumlah penduduk miskin (penduduk yang pengeluaran per bulannya berada di bawah Garis Kemiskinan) di
Lebih terperinciBAB VI KARAKTERISTIK INDIVIDU DAN RUMAHTANGGA PETANI PESERTA PROGRAM PEMBERDAYAAN PETANI MELALUI TEKNOLOGI DAN INFORMASI PERTANIAN (P3TIP)
58 BAB VI KARAKTERISTIK INDIVIDU DAN RUMAHTANGGA PETANI PESERTA PROGRAM PEMBERDAYAAN PETANI MELALUI TEKNOLOGI DAN INFORMASI PERTANIAN (P3TIP) Bab ini mendeskripsikan karakteristik demografi individu petani
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS. secara efektif dan efisien untuk tujuan memperoleh keuntungan yang
II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS A. Tinjauan Pustaka 1. Konsep usahatani Soekartawi (1995) menyatakan bahwa ilmu usahatani adalah ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang mengalokasikan
Lebih terperinciV. KEMISKINAN 5.1 Kemiskinan di Desa Sitemu
V. KEMISKINAN 5.1 Kemiskinan di Desa Sitemu Berdasarkan hasil pendataan sosial ekonomi penduduk (PSEP) yang dilakukan oleh BPS pada tahun 2005 diketahui jumlah keluarga miskin di Desa Sitemu 340 KK. Kriteria
Lebih terperinciKONDISI KEMISKINAN PROVINSI GORONTALO SEPTEMBER 2016
No. 05/01/75/Th.XI, 3 Januari 2017 KONDISI KEMISKINAN PROVINSI GORONTALO SEPTEMBER 2016 Berdasarkan survei pada September 2016 persentase penduduk miskin di Provinsi Gorontalo sebesar 17,63 persen. Angka
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. kesadaran masyarakat dalam membayar PBB di Desa Kadirejo.
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Bab ini akan mendeskripsikan tentang hasil penelitian yang telah diperoleh sekaligus pembahasannya. Hasil penelitian ini akan menjawab masalah penelitian pada Bab
Lebih terperinciPROFIL KEMISKINAN DI BALI SEPTEMBER 2013
No. 05/01/51/Th. VIII, 2 Januari 2014 PROFIL KEMISKINAN DI BALI SEPTEMBER 2013 JUMLAH PENDUDUK MISKIN SEPTEMBER 2013 MENCAPAI 186,53 RIBU ORANG Jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita
Lebih terperinciPROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2010
BADAN PUSAT STATISTIK No. 45/07/Th. XIII, 1 Juli 2010 PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2010 JUMLAH PENDUDUK MISKIN MARET 2010 MENCAPAI 31,02 JUTA Jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Kota Gorontalo 4.1.1 Keadaan Geografis Kota Gorontalo merupakan salah satu wilayah yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Gorontalo dan Kabupaten Bonebolango.
Lebih terperinciBPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR
BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR No. 58/07/64/Th.XX, 17 Juli 2017 TINGKAT KEMISKINAN DI KALIMANTAN UTARA MARET TAHUN 2017 R I N G K A S A N Jumlah penduduk miskin di Kalimantan Utara pada Maret 2017 sebanyak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. diperbaharui, karena memiliki proses pembentukan yang cukup lama serta
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Minyak bumi merupakan sumberdaya alam yang tidak dapat diperbaharui, karena memiliki proses pembentukan yang cukup lama serta jumlah dan persediaan yang terbatas.
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. KONDISI UMUM KOTA MAKASSAR. Luas Kota Makassar sekitar 175,77 km 2, terletak di bagian Barat
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. KONDISI UMUM KOTA MAKASSAR 1. Penyebaran Penduduk Luas Kota Makassar sekitar 175,77 km 2, terletak di bagian Barat Propinsi Sulawesi Selatan dengan batas-batas
Lebih terperinciPROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI BARAT SEPTEMBER 2013
BPS PROVINSI SULAWESI BARAT No. 05/01/76/Th.VIII, 2 Januari 2014 PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI BARAT SEPTEMBER 2013 JUMLAH PENDUDUK MISKIN SEPTEMBER 2013 SEBANYAK 154,20 RIBU JIWA Persentase penduduk
Lebih terperinciBPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT
BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT No. 54/09/61/Th.XVIII, 15 September 2015 TINGKAT KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN BARAT MARET 2015 Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada dibawah Garis Kemiskinan) di
Lebih terperinciTINGKAT KEMISKINAN DI PROVINSI BENGKULU SEPTEMBER 2014
No. 05/01/17/IX, 2 Januari 2015 TINGKAT KEMISKINAN DI PROVINSI BENGKULU SEPTEMBER 2014 - JUMLAH PENDUDUK MISKIN SEPTEMBER 2014 MENCAPAI 316,50 RIBU ORANG - TREN KEMISKINAN SEPTEMBER 2014 MENURUN DIBANDINGKAN
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Lokasi Penelitian
29 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Lokasi Penelitian Secara administratif, Desa Gelang termasuk dalam wilayah Kecamatan Rakit, Kabupaten Banjarnegara, Provinsi Jawa Tengah. Luas Desa Gelang adalah 187.800
Lebih terperinciPROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI BANTEN MARET 2014
No. 31/07/36/Th. VIII, 1 Juli 2014 PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI BANTEN MARET 2014 JUMLAH PENDUDUK MISKIN MARET 2014 MENCAPAI 622,84 RIBU ORANG Pada bulan Maret 2014, jumlah penduduk miskin (penduduk dengan
Lebih terperinciKEMISKINAN SUMATERA UTARA MARET 2017
BPS PROVINSI SUMATERA UTARA No. 40/07/12/Th. XX, 17 Juli 2017 KEMISKINAN SUMATERA UTARA MARET 2017 PENDUDUK MISKIN SUMATERA UTARA MARET 2017 SEBANYAK 1.453.870 ORANG (10,22%) Jumlah penduduk miskin di
Lebih terperinciPROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI BANTEN MARET 2015
No. 44/09/36/Th. IX, 15 September 2015 PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI BANTEN MARET 2015 JUMLAH PENDUDUK MISKIN MARET 2015 MENCAPAI 702,40 RIBU ORANG Pada bulan 2015, jumlah penduduk miskin (penduduk dengan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Karakteristik Keluarga
1 TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Keluarga Konsep Keluarga Keluarga adalah sebuah kelompok yang terdiri atas dua orang atau lebih yang terikat oleh perkawinan, darah, dan adopsi. Rumah tangga merupakan
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Sumber : OPEC dalam Nasrullah (2009) Gambar 1 Perkembangan harga minyak dunia.
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Energi memainkan peranan penting dalam semua aspek kehidupan manusia. Peningkatan kebutuhan energi mempunyai keterkaitan erat dengan bertambahnya jumlah penduduk. Remi (2008)
Lebih terperinciPaired Samples Statistics. Mean N Std. Deviation Std. Error Mean Pair 1 SEBELUM_BLT SESUDAH_BLT
Lampiran I Uji Statistik (paired sample t-test) Paired Samples Statistics Mean N Std. Deviation Std. Error Mean Pair 1 SEBELUM_BLT 17.6900 100 1.77920.17792 SESUDAH_BLT 18.2100 100 1.74827.17483 Paired
Lebih terperinciBAB II GAMBARAN UMUM SUMBUL PEGAGAN. Sumbul Pegagan adalah salah satu dari enam belas kecamatan di Kabupaten
BAB II GAMBARAN UMUM SUMBUL PEGAGAN 2.1 Letak Geografis Sumbul Pegagan Sumbul Pegagan adalah salah satu dari enam belas kecamatan di Kabupaten Dairi, Propinsi Sumatera Utara. Secara geografis Sumbul Pegagan
Lebih terperinciPROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI BANTEN SEPTEMBER 2015
No. 05/01/36/Th.X, 4 Januari 2016 PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI BANTEN SEPTEMBER 2015 JUMLAH PENDUDUK MISKIN SEPTEMBER 2015 MENCAPAI 690,67 RIBU ORANG Pada bulan ember 2015, jumlah penduduk miskin (penduduk
Lebih terperinciBAB V KARAKTERISTIK RESPONDEN
50 BAB V KARAKTERISTIK RESPONDEN 5.1 Faktor Internal Faktor internal dalam penelitian ini merupakan karakteristik individu yang dimiliki responden yang berbeda satu sama lain. Responden dalam penelitian
Lebih terperinciPROFIL KEMISKINAN DI SULAWESI TENGGARA MARET 2017 RINGKASAN
38/07/Th. XX, 17 JULI 2017 PROFIL KEMISKINAN DI SULAWESI TENGGARA MARET 2017 RINGKASAN Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada dibawah Garis Kemiskinan) di Sulawesi Tenggara pada bulan Maret 2017
Lebih terperinciBAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT
BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT 2.1. Gambaran Umum 2.1.1. Letak Geografis Kabupaten Sumba Barat merupakan salah satu Kabupaten di Pulau Sumba, salah satu
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. a. Letak, Batas dan Luas Daerah Penelitian. Kabupaten Wonosobo, terletak lintang selatan
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Daerah Penelitian 1. Kondisi Fisik a. Letak, Batas dan Luas Daerah Penelitian Kecamatan Mojotengah merupakan salah satu dari 15 kecamatan di Kabupaten
Lebih terperinciBPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT
BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT No. 40/7/61/Th. XVII, 1 Juli 2014 TINGKAT KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN BARAT MARET 2014 Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada dibawah Garis Kemiskinan) di Kalimantan
Lebih terperinciBPSPROVINSI JAWATIMUR
BPSPROVINSI JAWATIMUR No. 47/07/35/Th.XIV, 18 Juli 2016 PROFIL KEMISKINAN DI JAWA TIMUR MARET 2016 Penduduk Miskin di Jawa Timur Turun 0,23 poin persen Jumlah penduduk miskin di Jawa Timur bulan dibandingkan
Lebih terperinciIV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penggunaan lahan di Kabupaten Serang terbagi atas beberapa kawasan :
54 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Tata Guna Lahan Kabupaten Serang Penggunaan lahan di Kabupaten Serang terbagi atas beberapa kawasan : a. Kawasan pertanian lahan basah Kawasan pertanian lahan
Lebih terperinciVII. KEMISKINAN DI TINGKAT RUMAHTANGGA
VII. KEMISKINAN DI TINGKAT RUMAHTANGGA Sensus kemiskinan rumahtangga di wilayah desa merupakan kegiatan yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota setempat atas dasar kebutuhan dan desakan
Lebih terperinciPROFIL KEMISKINAN DI MALUKU UTARA SEPTEMBER 2014
BADAN PUSAT STATISTIK No. 05 / 01 / 82 / Th. XIV, 02 Januari 2015 PROFIL KEMISKINAN DI MALUKU UTARA SEPTEMBER 2014 JUMLAH PENDUDUK MISKIN DI MALUKU UTARA KEADAAN SEPTEMBER 2014 BERTAMBAH 2,2 RIBU ORANG
Lebih terperinciGambar 4. Kerangka Habitat Equivalency Analysis V. GAMBARAN UMUM WILAYAH. Wilayah penelitian pada masyarakat Kecamatan Rumpin secara
Sumber: Chapman, D. J (2004) Gambar 4. Kerangka Habitat Equivalency Analysis V. GAMBARAN UMUM WILAYAH 5.1 Kondisi Geografis dan Administratif Wilayah penelitian pada masyarakat Kecamatan Rumpin secara
Lebih terperinciGEOGRAFI DAN IKLIM Curah hujan yang cukup, potensial untuk pertanian
GEOGRAFI DAN IKLIM Curah hujan yang cukup, potensial untuk pertanian Curah hujan Kecamatan Babulu rata-rata 242,25 mm pada tahun 2010 Kecamatan Babulu memiliki luas 399,46 km 2. Secara geografis berbatasan
Lebih terperinciTINGKAT KEMISKINAN DI DKI JAKARTA TAHUN 2009
BPS PROVINSI DKI JAKARTA No. 26/07/31/Th XI, 1 Juli 2009 TINGKAT KEMISKINAN DI DKI JAKARTA TAHUN 2009 Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada di bawah Garis Kemiskinan) di DKI Jakarta pada bulan Maret
Lebih terperinciBPSPROVINSI JAWATIMUR
BPSPROVINSI JAWATIMUR No. 45/07/35/Th.XV, 17 Juli 2017 Profil Kemiskinan Di Jawa Timur Maret 2017 Penduduk Miskin di Jawa Timur Turun 0,08 Poin Persen Jumlah penduduk miskin di Jawa Timur bulan Maret 2017
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. Kemiskinan dapat diukur secara langsung dengan menetapkan persedian sumber
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Kemiskinan Secara ekonomi kemiskinan dapat diartikan sebagai kekurangan sumber daya yang dapat digunakan untuk meningkatkan
Lebih terperinciNo.01/07/81/Th. XX,17 Juli 2017 PROFIL KEMISKINAN DI MALUKU TAHUN 2017 RINGKASAN Jumlah penduduk miskin (penduduk yang pengeluaran per bulannya berada dibawah Garis Kemiskinan) di Maluku pada bulan Maret
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. keterbukaan sosial dan ruang bagi debat publik yang jauh lebih besar. Untuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia kini adalah negara dengan sistem demokrasi baru yang bersemangat, dengan pemerintahan yang terdesentralisasi, dengan adanya keterbukaan sosial dan
Lebih terperinciPROFIL KEMISKINAN DI SULAWESI TENGGARA MARET 2016 RINGKASAN
07/07/Th. XI, 18 JULI 2016 PROFIL KEMISKINAN DI SULAWESI TENGGARA MARET 2016 RINGKASAN Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada dibawah Garis Kemiskinan) di Sulawesi Tenggara pada bulan Maret 2016
Lebih terperinciBERITA RESMI STATISTIK
BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN BLITAR No. 01/11/Th.I, 21 November 2016 PROFIL KEMISKINAN KABUPATEN BLITAR TAHUN 2015 RINGKASAN Persentase penduduk miskin (P0) di Kabupaten Blitar pada tahun 2015
Lebih terperinciV. GAMBARAN UMUM. 5.1 Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Karawang. Kabupaten Karawang merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Jawa
V. GAMBARAN UMUM 5.1 Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Karawang Kabupaten Karawang merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Jawa Barat. Secara geografis, wilayah Kabupaten Karawang terletak antara 107
Lebih terperinciGAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN
111 GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN Keadaan Geografis DKI Jakarta terletak di 6 0 12 lintang selatan dan 106 0 48 bujur timur dengan luas wilayah 661,26 km2, berupa daratan 661.52 km2 dan lautan 6,977,5
Lebih terperinciPROFIL KEMISKINAN DI MALUKU TAHUN 2016
No.06/01/81/Th. XX,03 Januari 2017 Agustus 2007 PROFIL KEMISKINAN DI MALUKU TAHUN 2016 RINGKASAN Jumlah penduduk miskin (penduduk yang pengeluaran per bulannya berada dibawah Garis Kemiskinan) di Maluku
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN Desain, Lokasi, dan Waktu Penelitian Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh
19 METODE PENELITIAN Desain, Lokasi, dan Waktu Penelitian Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study, yaitu penelitian yang dilakukan pada satu waktu tertentu. Lokasi penelitian adalah Desa
Lebih terperinciSTATISTIK DAERAH KECAMATAN BALARAJA 2015 Badan Pusat Statistik Kabupaten Tangerang Katalog BPS : 1101002.3603.130 STATISTIK DAERAH KECAMATAN BALARAJA TAHUN 2015 Badan Pusat Statistik Kabupaten Tangerang
Lebih terperinciTINGKAT KEMISKINAN BALI, SEPTEMBER 2015
No. 06/01/51/Th. X, 4 Januari 2016 TINGKAT KEMISKINAN BALI, SEPTEMBER 2015 Terjadi kenaikan persentase penduduk miskin di Bali pada September 2015 jika dibandingkan dengan 2015. Tingkat kemiskinan pada
Lebih terperinciTINGKAT KEMISKINAN BALI, MARET 2009
No. 29/07/51/Th. III, 1 Juli 2009 TINGKAT KEMISKINAN BALI, MARET 2009 Jumlah penduduk miskin di Bali pada bulan Maret 2009 tercatat sebesar 181,7 ribu orang, mengalami penurunan sebesar 33,99 ribu orang
Lebih terperinciIV. KONDISI UMUM KABUPATEN SIMEULUE
IV. KONDISI UMUM KABUPATEN SIMEULUE 4.1 Kondisi Wilayah Pulau Simeulue merupakan salah satu pulau terluar dari propinsi Nanggroe Aceh Darussalam Ο Ο Ο Ο berada pada posisi 0 0 03-03 0 04 lintang Utara
Lebih terperinciSTATISTIK DAERAH KECAMATAN AIR DIKIT.
STATISTIK DAERAH KECAMATAN AIR DIKIT 214 Statistik Daerah Kecamatan Air Dikit 214 Halaman ii STATISTIK DAERAH KECAMATAN AIR DIKIT 214 STATISTIK DAERAH KECAMATAN AIR DIKIT 214 Nomor ISSN : - Nomor Publikasi
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kecamatan Wonosari merupakan salah satu dari 7 kecamatan yang ada di
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Keadaan Umum Wilayah Penelitian Kecamatan Wonosari merupakan salah satu dari 7 kecamatan yang ada di Kabupaten Boalemo, Di lihat dari letak geografisnya, Kecamatan Wonosari
Lebih terperinciPROFIL KEMISKINAN DI NUSA TENGGARA BARAT SEPTEMBER 2012
BADAN PUSAT STATISTIK No. 6/01/52/TH.VII, 2 JANUARI 2013 PROFIL KEMISKINAN DI NUSA TENGGARA BARAT SEPTEMBER 2012 JUMLAH PENDUDUK MISKIN SEPTEMBER 2012 MENCAPAI 828,33 RIBU ORANG Jumlah penduduk miskin
Lebih terperinciPROFIL KEMISKINAN DI BALI MARET 2014
No. 45/07/51/Th. VIII, 1 Juli 2014 PROFIL KEMISKINAN DI BALI MARET 2014 JUMLAH PENDUDUK MISKIN MARET 2014 MENCAPAI 185,20 RIBU ORANG Jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan
Lebih terperinciKEMISKINAN DAN KETIMPANGAN PROVINSI SULAWESI UTARA MARET 2017
No. 47/07/71/Th. XX, 17 Juli 2017 KEMISKINAN DAN KETIMPANGAN PROVINSI SULAWESI UTARA MARET 2017 Angka-angka kemiskinan yang disajikan dalam Berita Resmi Statistik ini merupakan angka yang dihasilkan melalui
Lebih terperinciKatalog BPS :
Katalog BPS : 3205011.32 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI JAWA BARAT PERKEMBANGAN TINGKAT KEMISKINAN JAWA BARAT SEPTEMBER 2016 Katalog BPS : 3205011.32 No. Publikasi : 32520.1701 Ukuran Buku : 18,2 cm
Lebih terperinciPROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH SEPTEMBER 2013
No. 07/01/62/Th. VIII, 2 Januari 2014 PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH SEPTEMBER 2013 RINGKASAN Jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan)
Lebih terperinciV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Keadaan Umum Wilayah Kota Bogor Kota Bogor terletak diantara 16 48 BT dan 6 26 LS serta mempunyai ketinggian minimal rata-rata 19 meter, maksimal 35 meter dengan
Lebih terperinci