BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN
|
|
- Siska Jayadi
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Tinjauan Pustaka Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan dan minuman bagi konsumsi manusia termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan dan atau pembuatan makanan dan minuman (BKP, 2010). Pangan dikelompokkan menjadi sembilan kelompok yakni : 1) Padi- padian Terdiri dari beras, jagung, terigu 2) Makanan berpati atau umbi- umbian Terdiri dari kentang, wortel, ubi kayu, ubi jalar, sagu dan umbi- umbian lain 3) Pangan hewani dan tumbuhan Terdiri dari ikan, daging, susu, telur 4) Minyak dan lemak Terdiri dari minyak kelapa, minyak jagung, minyak kelapa sawit dan margarine 5) Buah dan biji berminyak Terdiri dari kelapa, kemiri, kenari, mete, dan coklat 6) Kacang- kacang lainnya
2 Terdiri dari kacang tanah, kacang hijau, tahu dan tempe 7) Gula Terdiri dari gula pasir, gula merah dan gula lainnya 8) Sayur dan buah Adalah seluruh jenis sayur dan buah yang biasa dikonsumsi 9) Lain- lain Terdiri dari teh, kopi, bumbu makanan dan minuman beralkohol. (BKP, 2010). Kemiskinan Penentuan batas kemiskinan yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) mengacu pada kebutuhan minimal yang setara dengan kebutuhan energi sebesar kalori per kapita per hari ditambah dengan pemenuhan kebutuhan minimum non-makanan. Patokan kalori ditentukan berdasarkan hasil Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi yang menyatakan bahwa hidup sehat rata- rata setiap orang harus mengkonsumsi makanan setara kalori per kapita per hari (BPS, 2009). Konsep kemiskinan menurut Inpres nomor 12 Tahun 2005 tentang Pelaksanaan Program Raskin, dapat dikelompokkan menjadi 3 kelompok. Hal ini dapat dilihat dari tingkat pengeluaran keluarga yang terdiri atas 4 anggota keluarga. 1) Golongan sangat miskin adalah mereka yang mengkonsumsi makanan senilai sampai dengan kalori per hari, yang senilai dengan Rp ,- per
3 minggu atau bila disetarakan dengan pengeluaran per bulannya adalah Rp ,- per rumah tangga per bulan. 2) Golongan miskin adalah mereka yang mengkonsumsi makanan senilai sampai kalori per hari, yang senilai dengan Rp ,- per minggu atau bila disetarakan dengan pengeluaran per bulannya adalah Rp ,- per rumah tangga per bulan. 3) Golongan hampir miskin yaitu mereka yang mengkonsumsi makanan senilai sampai dengan kalori per hari, yang senilai sampai dengan Rp ,- per minggu atau bila disetarakan dengan pengeluaran per bulannya adalah Rp ,- per rumah tangga per bulan (Asa ad, 2007). Pengeluaran Rumah Tangga Pengeluaran rumah tangga merupakan salah satu indikator yang dapat memberikan gambaran keadaan kesejahteraan penduduk. Tingkat pengeluaran terdiri atas dua kelompok, yaitu pengeluaran untuk makanan dan bukan makanan. Tingkat kebutuhan/ permintaan (demand) terhadap kedua kelompok tersebut pada dasarnya berbeda- beda. Dalam kondisi pendapatan terbatas, kebutuhan makanan didahulukan, sehingga pada kelompok masyarakat berpendapatan rendah akan terlihat bahwa sebagian besar pendapatannya digunakan untuk membeli makanan. Seiring dengan peningkatan pendapatan, maka lambat laun akan terjadi pergeseran pola pengeluaran, yaitu penurunan porsi pendapatan yang dibelanjakan untuk makanan dan peningkatan porsi pendapatan yang dibelanjakan untuk bukan makanan (BKP, 2010).
4 Pergeseran komposisi dan pola pengeluaran tersebut terjadi karena elastisitas permintaan terhadap makanan secara umum rendah, sedangkan elastisitas terhadap kebutuhan bukan makanan relatif tinggi. Keadaan ini jelas terlihat pada kelompok penduduk yang tingkat konsumsi makanannya sudah mencapai titik jenuh, sehingga peningkatan pendapatan digunakan untuk memenuhi kebutuhan barang bukan makanan, sedangkan sisa pendapatan dapat disimpan sebagai tabungan (saving) atau diinvestasikan (BKP, 2010). Uraian di atas dapat menjelaskan bahwa pola pengeluaran merupakan salah satu variabel yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat kesejahteraan (ekonomi penduduk), sedangkan pergeseran komposisi pengeluaran dapat mengindikasikan perubahan tingkat kesejahteraan penduduk (BKP, 2010). Pangsa atau Persentase Pengeluaran Pangan Yang dimaksud dengan pangsa atau persentase pengeluaran pangan pada tingkat rumah tangga adalah rasio pengeluaran pangan terhadap total pengeluaran rumah tangga. Perhitungan pangsa atau persentase pengeluaran pangan pada tingkat rumah tangga menggunakan formula sebagai berikut : PF = Dimana : PF = Pangsa atau persentase pengeluaran pangan (%) PP = Pengeluaran untuk pangan rumah tangga (Rp/bulan) TP = Total pengeluaran rumah tangga (Rp/bulan) (Sinaga dan Nyak Ilham, 2002).
5 Dalam konteks analisis ketahanan pangan, pengetahuan tentang proporsi atau pangsa pengeluaran pangan terhadap total pengeluaran pangan rumah tangga merupakan indikator ketahanan pangan rumah tangga yang sangat penting. Hubungan antara pangsa pengeluaran pangan dengan total pengeluaran dikenal sebagai Hukum Working. Dalam hukum working menyatakan bahwa ketahanan pangan mempunyai hubungan yang negatif dengan pangsa pengeluaran pangan. Hal ini berarti semakin besar pangsa pengeluaran pangan suatu rumah tangga, maka semakin rendah tingkat ketahanan pangan rumah tangga tersebut (Pakpahan, 1993). Apabila menggunakan indikator ekonomi, dengan kriteria apabila pangsa atau persentase pengeluaran pangan rendah ( 60 % pengeluaran total) maka kelompok rumah tangga tersebut merupakan rumah tangga tahan pangan. Sementara itu apabila pangsa atau pengeluaran pangan tinggi (> 60 % pengeluaran total) maka kelompok rumah tangga tersebut merupakan rumah tangga rawan (Purwantini, 1999). Rumah tangga tahan pangan adalah rumah tangga yang mempunyai pangsa pengeluaran rendah dan cukup mengkonsumsi energi. Pangsa pengeluaran pangan rendah berarti kurang dari 60 % bagian pendapatan dibelanjakan untuk pangan. Dan ini mengindikasikan bahwa rumah tangga tahan pangan memiliki kemampuan untuk mencukupi konsumsi energi karena mempunyai akses yang tinggi secara ekonomi juga memiliki akses yang tinggi secara fisik. Rumah tangga rawan pangan adalah rumah tangga yang mempunyai pangsa pengeluaran tinggi dan kurang mengkonsumsi energi. Pangsa pengeluaran pangan
6 tinggi berarti lebih dari 60 % bagian pendapatan dibelanjakan untuk pangan. Ini mengindikasikan rendahnya pendapatan yang diterima oleh kelompok rumah tangga tersebut. Dengan rendahnya pendapatan yang dimiliki, rumah tangga rawan pangan dalam mengalokasikan pengeluaran pangannya tidak dapat memenuhi kecukupan energi (Purwaningsih, 2010). Yang dimaksud dengan akses secara fisik adalah: akses pangan yang dipengaruhi oleh kondisi ketersediaan/ produksi pangan dan sarana infrastruktur seperti akses jalan, transportasi yang mendukung lancarnya distibusi pangan untuk menjamin pasokan pangan tersedia dengan cukup di mana saja dan di setiap waktu. Sedangkan yang dimaksud dengan akses secara ekonomi adalah akses pangan yang dipengaruhi oleh daya beli masyarakat terhadap pangan. Daya beli antara lain dipengaruhi oleh sumber mata pencaharian dan pendapatan (BKP, 2010). Beberapa faktor yang mempengaruhi pengeluaran pangan rumah tangga miskin antara lain: pendapatan rumah tangga, tingkat pendidikan ibu rumah tangga, jumlah anggota rumah tangga, lamanya berumah tangga/ umur perkawinan dan jumlah subsidi beras untuk keluarga miskin (raskin) yang diterima. 1) Pendapatan Rumah Tangga Adanya sifat keterbatasan sumberdaya keluarga atau pendapatan yang tersedia akan mempengaruhi adanya prioritas alokasi pengeluaran keluarga. Keluarga yang berpenghasilan rendah, sebagian besar pendapatannya digunakan untuk mencukupi kebutuhan pangan, sehingga persentase pengeluaran untuk pangan akan relatif besar. Akan tetapi karena kebutuhan pangan relatif terbatas, maka mulai pada tingkat pendapatan tertentu pertambahan pendapatan akan
7 dialokasikan lebih banyak untuk memenuhi kebutuhan nonpangan, sehingga pada kondisi tersebut persentase pengeluaran untuk pangan akan menurun. Peningkatan pendapatan menyebabkan timbulnya kebutuhan- kebutuhan lain selain pangan, sementara pengeluaran untuk memenuhi kebutuhan pangan dalam peningkatannya tidak sebesar pengeluaran nonpangan (Fatimah,1995). Hasil penelitian Oktavionita, 1989 menunjukkan bahwa tingkat pendapatan yang berbeda akan menyebabkan alokasi pengeluaran yang berbeda, karena tingkat pengeluaran merupakan fungsi dari total pendapatan. Pada golongan berpendapatan rendah, persentase pengeluaran untuk pangan lebih besar dibandingkan pengeluaran lainnya, sedangkan pada golongan berpendapatan tinggi, persentase pengeluaran pangan lebih kecil dibandingkan dengan pengeluaran lainnya. Pada rumah tangga dengan pendapatan rendah, % dari pendapatannya dibelanjakan untuk makanan. Elastisitas pendapatan untuk makanan yang digambarkan dari persentase perubahan kebutuhan akan makanan untuk tiap 1 % perubahan pendapatan, lebih besar pada rumah tangga yang miskin dibandingkan pada rumah tangga kaya (Soekirman, 2000). Untuk komoditas pangan, peningkatan pendapatan tidak diikuti dengan peningkatan permintaan yang progresif. Hal ini sesuai dengan Hukum Engel, yang menyatakan bahwa semakin rendah pendapatan keluarga, maka semakin besar proporsi dari pendapatan tersebut yang dibelanjakan untuk makanan. (Sinaga dan Nyak Ilham, 2002).
8 2) Tingkat Pendidikan Ibu Rumah Tangga Tingkat pendidikan juga berkaitan dengan pendapatan dan pengeluaran. Seseorang yang berpendidikan lebih tinggi akan mempunyai peluang untuk mendapatkan pekerjaan yang akan memberikan pendapatan relatif lebih tinggi pula. Oleh karenanya, orang yang berpendidikan tinggi akan mempunyai kemampuan untuk memiliki pangan lebih banyak dan lebih bermutu (Roedjito, dkk, 1988). Seorang ibu memiliki peranan besar dalam keluarga, dialah yang berbelanja pangan, mengatur menu keluarga, mendistribusikan makanan, dan lain- lain. Pendidikan ibu rumah tangga berkaitan dengan pengasuhan dan kesadaran dalam pemberian pangan kepada anak. Pendidikan yang tinggi akan meningkatkan kesadaran seorang ibu rumah tangga untuk mencari informasi sebanyakbanyaknya dalam usaha mensejahterakan keluarganya, termasuk informasi tentang pangan dan pengetahuan gizi. Sebaliknya, ibu rumah tangga dengan pendidikan rendah, maka rata- rata pengetahuan gizi ibu rumah tangga ini pun rendah. Semakin tinggi pendidikan seorang ibu rumah tangga, maka semakin kecil persentase pengeluaran untuk pangan (Fatimah, 1995). 3) Jumlah Anggota Rumah Tangga Jumlah anggota rumah tangga akan mempengaruhi konsumsi. Rumah tangga dengan jumlah anggota rumah tangga yang lebih besar cenderung mempunyai tingkat konsumsi yang tinggi. Jumlah anggota rumah tangga menentukan sampai batas tertentu jumlah pangan yang dikonsumsi, susunan isi keranjang pangan,
9 ukuran ruang rumah tempat tinggal, pengeluaran untuk pakaian, pendidikan, kesehatan dan rekreasi (Sicat dan Arndt, H., 1991). 4) Lamanya Berumah Tangga/ Umur Perkawinan Alokasi pengeluaran rumah tangga dipengaruhi oleh lamanya berumah tangga/ umur perkawinan. Setiap tingkatan keluarga baik keluarga yang muda ataupun keluarga tua memiliki tingkat kebutuhan yang berbeda- beda, baik pangan dan nonpangan.. Karena kebutuhan berbeda pada setiap tahapan rumah tangga, maka penggunaan/ alokasi pendapatan akan berbeda pula (Fatimah, 1995). 5) Jumlah Subsidi Beras untuk Keluarga Miskin (Raskin) yang Diterima Mengingat pentingnya pemenuhan kebutuhan minimum bagi rakyat miskin sebagai salah satu langkah peningkatan ketahanan pangan, maka sejak tahun 2002 pemerintah melakukan kebijakan Beras Untuk Keluarga Miskin (RASKIN). Kebijakan RASKIN ini dianggap sebagai subsidi pangan terarah atau income transfer kepada keluarga miskin dalam bentuk beras. Alasan dilaksanakannya program ini adalah masih banyaknya masyarakat miskin yang masih kesulitan untuk memenuhi kebutuhan minimumnya yaitu makanan pokok. Orientasi RASKIN adalah lebih kepada bantuan kesejahteraan sosial bagi keluarga miskin.
10 2.2. Landasan Teori Teori Konsumsi Keynes dalam bukunya yang berjudul The General Theory of Employment, Interest and Money memberikan perhatian besar terhadap hubungan antara konsumsi dan pendapatan. Lebih lanjut Keynes mengatakan bahwa ada pengeluaran konsumsi minimum yang harus dilakukan oleh masyarakat (outonomous consumption) dan pengeluaran konsumsi akan meningkat dengan bertambahnya penghasilan (Waluyo, D. E., 2002). Menurut Supriana (2008) dalam bukunya Ekonomi Makro menyebutkan bahwa konsumsi itu merupakan fungsi dari pendapatan yang dapat dibelanjakan. Penghasilan keluarga atau uang masuk sebagian besar dibelanjakan lagi, untuk membeli yang diperlukan untuk hidup. Dalam ilmu ekonomi dikatakan: dibelanjakan untuk dikonsumsi. Konsumsi tidak hanya mengenai makanan, tetapi mencakup pemakaian barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan hidup (Gilarso, 1992). Teori konsumsi dengan menggunakan hipotesis pendapatan relatif dikemukakan oleh James Duesenberry dengan bukunya Income, Saving, and the Theory of Consummer Behavior, bermaksud merekonsiliasi hubungan yang tidak proporsional dan yang proporsional antara konsumsi dengan pendapatan dengan maksud agar diperoleh gambaran mengenai alasan sebab- sebab timbulnya perbedaan tersebut.
11 Di dalam teorinya, Duesenberry menggunakan dua asumsi yang digunakan untuk mengamati faktor- faktor yang dapat berpengaruh terhadap pengeluaran konsumsi seseorang. a) Selera rumah tangga atas barang konsumsi adalah Interdependen. Artinya, pengeluaran konsumsi rumah tangga dipengaruhi oleh pengeluaran konsumsi yang dilakukan oleh masyarakat sekitarnya (tetangga). Jadi faktor lingkungan dapat berpengaruh terhadap pengeluaran konsumsi. b) Pengeluaran konsumsi adalah Irreversible. Artinya, pola pengeluaran pada saat penghasilan naik berbeda dengan pola pengeluaran pada saat penghasilan mengalami penurunan. Di dalam hal ini dikatakan bahwa pengeluaran konsumsi seseorang dalam jangka pendek dapat dipengaruhi oleh besarnya pendapatan relatif. Pendapatan relatif disini adalah merupakan pendapatan tertinggi yang pernah dicapai oleh seseorang. Sebagai misal, apabila pendapatan seseorang mengalami kenaikan maka secara otomatis konsumsi juga mengalami kenaikan dengan proporsi tertentu, dan sebaliknya bila pendapatan mengalami penurunan maka akan diikuti juga oleh penurunan konsumsinya. Akan tetapi, proporsi penurunannya lebih kecil dibandingkan proporsi akibat kenaikan pendapatan tadi (Waluyo, D. E., 2002).
12 2.3. Kerangka Pemikiran Pengeluaran rumah tangga dibagi dua, yakni pengeluaran untuk pangan dan pengeluaran untuk nonpangan. Besar pangsa atau persentase pengeluaran untuk pangan dan nonpangan dapat dianalisis terhadap total pengeluaran pada rumah tangga tersebut. Dilihat dari besar pangsanya, yaitu jenis pengeluaran terhadap jumlah pengeluaran (pangan dan nonpangan), menunjukkan bahwa semakin rendah tingkat ketahanan pangan suatu rumah tangga maka semakin besar pangsa pengeluaran pangan dan semakin kecil pangsa pengeluaran nonpangan. Pengeluaran pangan rumah tangga miskin dipengaruhi oleh beberapa faktor dan masing- masing faktor tersebut saling berkaitan satu sama lain. Beberapa faktor tersebut antara lain seperti: pendapatan rumah tangga, tingkat pendidikan ibu rumah tangga, jumlah anggota rumah tangga, lamanya berumah tangga/ umur perkawinan dan jumlah subsidi beras untuk keluarga miskin (raskin) yang diterima. Untuk lebih jelasnya, kaitan antara faktor- faktor tersebut tersebut dapat dilihat pada Gambar 1.
13 Rumah Tangga Miskin Faktor- Faktor: Pendapatan Rumah Tangga Tingkat Pendidikan Ibu Rumah Tangga Jumlah Anggota Rumah Tangga Lamanya Berumah Tangga/ Umur Perkawinan Jumlah Subsidi Beras untuk Keluarga Miskin (Raskin) yang Diterima Total Pengeluaran Pengeluaran Pangan Pengeluaran Nonpangan Pangsa Pengeluaran Pangan Ketahanan Pangan Rumah Tangga Keterangan : : Menyatakan Hubungan : Menyatakan Pengaruh Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran
14 2.4. Hipotesis Penelitian Adapun hipotesis pada penelitian ini adalah : 1) Rumah tangga miskin di daerah penelitian, memiliki pangsa atau persentase pengeluaran pangan tinggi (> 60% pengeluaran total) sehingga tergolong rumah tangga rawan pangan. 2) Faktor pendapatan rumah tangga, tingkat pendidikan ibu rumah tangga, jumlah anggota rumah tangga, lamanya berumah tangga/ umur perkawinan dan jumlah subsidi beras untuk keluarga miskin (raskin) yang diterima memiliki pengaruh yang nyata/ siginifikan terhadap pengeluaran pangan rumah tangga miskin di daerah penelitian.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN
BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Tinjauan Pustaka Pangan adalah sesuatu yang hakiki dan menjadi hak setiap warga negara untuk memperolehnya. Ketersediaan pangan sebaiknya
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN
TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESA PENELITIAN
BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESA PENELITIAN 2.1 Tinjuan Pustaka Pengeluaran rumah tangga merupakan salah satu indikator yang dapat memberikan gambaran keadaan kesejahteraan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. laut ini, salah satunya ialah digunakan untuk memenuhi kebutuhan pangan.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perairan laut di Indonesia mengandung sumberdaya kelautan dan perikanan yang siap diolah dan dimanfaatkan semaksimal mungkin, sehingga sejumlah besar rakyat Indonesia
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Pangan Menurut Balitbang (2008), Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia, karena itu pemenuhan atas pangan yang cukup, bergizi dan aman menjadi
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN
II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2. 1 Tinjauan Pustaka Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN
Tinjauan Pustaka TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN Menurut Saliem dkk dalam Ariani dan Tribastuti (2002), pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar bagi
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN. No Data Sumber Instansi 1 Konsumsi pangan menurut kelompok dan jenis pangan
17 METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian ini menggunakan desain prospective study berdasarkan data hasil survei sosial ekonomi nasional (Susenas) Provinsi Riau tahun 2008-2010. Pemilihan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. cukup mendasar, dianggapnya strategis dan sering mencakup hal-hal yang bersifat
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Amang (1993), Pangan merupakan salah satu kebutuhan manusia yang cukup mendasar, dianggapnya strategis dan sering mencakup hal-hal yang bersifat emosional
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. untuk jangka waktu tertentu yang akan dipenuhi dari penghasilannya. Dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pola Konsumsi adalah susunan tingkat kebutuhan seseorang atau rumahtangga untuk jangka waktu tertentu yang akan dipenuhi dari penghasilannya. Dalam menyusun pola konsumsi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Pangan Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling utama, karena itu pemenuhannya menjadi bagian dari hak asasi setiap individu. Di Indonesia,
Lebih terperinciMETODE. Keadaan umum 2010 wilayah. BPS, Jakarta Konsumsi pangan 2 menurut kelompok dan jenis pangan
METODE Desain, Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan dengan pendekatan prospective study dengan menggunakan data hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Provinsi Papua tahun 2008 sampai tahun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Setiap individu atau keluarga berusaha memenuhi kebutuhannya dengan. menggunakan sumberdaya yang tersedia. Kebutuhan manusia dapat
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap individu atau keluarga berusaha memenuhi kebutuhannya dengan menggunakan sumberdaya yang tersedia. Kebutuhan manusia dapat diklasifikasikan sebagai kebutuhan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kualitas dan kuantitas makanan yang dikonsumsi oleh suatu kelompok sosial
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsumsi Pangan Kualitas dan kuantitas makanan yang dikonsumsi oleh suatu kelompok sosial budaya dipengaruhi banyak hal yang saling kait mengait, di samping untuk memenuhi
Lebih terperinciPOLA PANGAN HARAPAN (PPH)
PANDUAN PENGHITUNGAN POLA PANGAN HARAPAN (PPH) Skor PPH Nasional Tahun 2009-2014 75,7 85,7 85,6 83,5 81,4 83,4 Kacangkacangan Buah/Biji Berminyak 5,0 3,0 10,0 Minyak dan Lemak Gula 5,0 Sayur & buah Lain-lain
Lebih terperinciBAB 2 LANDASAN TEORI
BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Pengertian Pangan Pangan dan gizi merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam pembangunan. Komponen ini memberikan kontribusi dalam mewujudkan sumberdaya manusia yang
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ketahanan Pangan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan menyebutkan bahwa ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercemin dari tersedianya
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA Pangsa Pengeluaran Pangan Rumah Tangga. Ketahanan pangan merupakan kondisi dimana terpenuhinya pangan bagi
8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pangsa Pengeluaran Pangan Rumah Tangga Ketahanan pangan merupakan kondisi dimana terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang dapat dicerminkan dari tersedianya pangan yang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN A. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sangat penting karena pertanian berhubungan langsung dengan ketersediaan pangan. Pangan yang dikonsumsi oleh individu terdapat komponen-komponen
Lebih terperinciBAB. I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB. I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peningkatan ketahanan pangan merupakan prioritas utama dalam pembangunan karena pangan merupakan kebutuhan yang paling hakiki dan mendasar bagi sumberdaya manusia suatu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang di olah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengertian pangan menurut Peraturan Pemerintah RI Nomor 28 Tahun 2004 adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang di olah maupun yang tidak
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. gizinya (BKP, 2013). Menurut Suhardjo dalam Yudaningrum (2011), konsumsi
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsumsi Pangan Konsumsi Pangan adalah sejumlah makanan dan minuman yang dikonsumsi seseorang, kelompok, atau penduduk untuk memenuhi kebutuhan gizinya (BKP, 2013). Menurut
Lebih terperinciDATA STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2014
DATA STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2014 BADAN KETAHANAN PANGAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2015 1 Perkembangan Produksi Komoditas Pangan Penting Tahun 2010 2014 Komoditas Produksi Pertahun Pertumbuhan Pertahun
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. kecukupan pangan bagi suatu bangsa merupakan hal yang sangat strategis untuk
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan manusia yang paling azasi, sehingga ketersedian pangan bagi masyarakat harus selalu terjamin. Manusia dengan segala kemampuannya selalu berusaha
Lebih terperinciPola Pengeluaran dan Konsumsi Penduduk Indonesia 2013
Katalog BPS: 3201023 ht tp :/ /w w w.b p s. go.i d Pola Pengeluaran dan Konsumsi Penduduk Indonesia 2013 BADAN PUSAT STATISTIK Katalog BPS: 3201023 ht tp :/ /w w w.b p s. go.i d Pola Pengeluaran dan Konsumsi
Lebih terperinciPROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH SEPTEMBER 2014
No. 05/01/33/Th. IX, 2 Januari 2015 PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH SEPTEMBER 2014 JUMLAH PENDUDUK MISKIN SEPTEMBER 2014 MENCAPAI 4,562 JUTA ORANG RINGKASAN Jumlah penduduk miskin (penduduk yang
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN
BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Pola Konsumsi Non Beras Sektor pertanian tidak akan pernah lepas dari fungsinya sebagai sumber
Lebih terperinciKOMPOSISI KONSUMSI ENERGI DAN PROTEIN YANG DIANJURKAN
KOMPOSISI KONSUMSI ENERGI DAN PROTEIN YANG DIANJURKAN A. KOMPOSISI KONSUMSI ENERGI YANG DIANJURKAN Tabel 1. Komposisi Konsumsi Pangan Berdasarkan Pola Pangan Harapan Pola Pangan Harapan Nasional % AKG
Lebih terperinciPROFIL KEMISKINAN DI BALI SEPTEMBER 2014
No. 06/01/51/Th. IX, 2 Januari 2015 PROFIL KEMISKINAN DI BALI SEPTEMBER 2014 JUMLAH PENDUDUK MISKIN SEPTEMBER 2014 MENCAPAI 195,95 RIBU ORANG Jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita
Lebih terperinciIV. POLA KONSUMSI RUMAH TANGGA MISKIN DI PULAU JAWA
IV. POLA KONSUMSI RUMAH TANGGA MISKIN DI PULAU JAWA Data pola konsumsi rumah tangga miskin didapatkan dari data pengeluaran Susenas Panel Modul Konsumsi yang terdiri atas dua kelompok, yaitu data pengeluaran
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN
BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Pengertian Pangan Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya menjadi hak
Lebih terperinciBAB VIII KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. 1. Tingkat partisipasi konsumsi rumah tangga di DIY menurut wilayah tempat
BAB VIII KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 8.1. Kesimpulan 1. Tingkat partisipasi konsumsi rumah tangga di DIY menurut wilayah tempat tinggal, tingkat kemiskinan dan distribusi raskin yang terbanyak adalah
Lebih terperinciSTATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2013
STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2013 BADAN KETAHANAN PANGAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2014 1 I. Aspek Ketersediaan dan Kerawanan Pangan Perkembangan Produksi Komoditas Pangan Penting Tahun 2009 2013 Komoditas
Lebih terperinciPROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH SEPTEMBER 2012
No. 05/01/33/Th. VII, 2 Januari 2013 PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH SEPTEMBER 2012 JUMLAH PENDUDUK MISKIN SEPTEMBER 2012 MENCAPAI 4,863 JUTA ORANG RINGKASAN Jumlah penduduk miskin (penduduk
Lebih terperinciPROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH MARET 2015
No. 66/09/33/Th. IX, 15 ember 2015 PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH MARET 2015 JUMLAH PENDUDUK MISKIN MARET 2015 MENCAPAI 4,577 JUTA ORANG RINGKASAN Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada
Lebih terperinciBUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 16 TAHUN 2011
BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG PELAKSANAAN GERAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL KABUPATEN BLITAR BUPATI BLITAR Menimbang : a.
Lebih terperinciLAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM
LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM KARAKTERISTIK DAN ARAH PERUBAHAN KONSUMSI DAN PENGELUARAN RUMAH TANGGA Oleh : Harianto
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. belum mampu memenuhi kebutuhan hidup sebagian besar petani di Indonesia. Hal
18 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Indonesia merupakan negara agraris yang mana sebagian besar dari penduduknya bekerja disektor pertanian. Namun, sektor pertanian ini dinilai belum mampu
Lebih terperinciWALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG
WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN GERAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL KOTA KEDIRI WALIKOTA KEDIRI, Menimbang
Lebih terperinciTINGKAT KEMISKINAN DI PROVINSI BENGKULU SEPTEMBER 2014
No. 05/01/17/IX, 2 Januari 2015 TINGKAT KEMISKINAN DI PROVINSI BENGKULU SEPTEMBER 2014 - JUMLAH PENDUDUK MISKIN SEPTEMBER 2014 MENCAPAI 316,50 RIBU ORANG - TREN KEMISKINAN SEPTEMBER 2014 MENURUN DIBANDINGKAN
Lebih terperinciV. HASIL DAN PEMBAHASAN. dalam melakukan kegiatan sehingga juga akan mempengaruhi banyaknya
V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Keadaan Umum Responden 1. Umur Umur merupakan suatu ukuran lamanya hidup seseorang dalam satuan tahun. Umur akan berhubungan dengan kemampuan dan aktivitas seseorang dalam melakukan
Lebih terperinciBUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG GERAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL
BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG GERAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKAMARA, Menimbang
Lebih terperinciTINGKAT KEMISKINAN DI DKI JAKARTA TAHUN 2009
BPS PROVINSI DKI JAKARTA No. 26/07/31/Th XI, 1 Juli 2009 TINGKAT KEMISKINAN DI DKI JAKARTA TAHUN 2009 Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada di bawah Garis Kemiskinan) di DKI Jakarta pada bulan Maret
Lebih terperinciGUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 71 TAHUN 2009 TENTANG
GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 71 TAHUN 2009 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN GERAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL PROVINSI JAWA TIMUR GUBERNUR
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. PTPN IV merupakan perseroan yang bergerak pada bidang usaha agroindustri.
BAB I PENDAHULUAN 1. 1 LatarBelakang PTPN IV merupakan perseroan yang bergerak pada bidang usaha agroindustri. PTPN IV mengusahakan perkebunan dan pengelolahan komoditas kelapa sawit dan teh yang mencangkup
Lebih terperinciTINGKAT KEMISKINAN BALI, SEPTEMBER 2015
No. 06/01/51/Th. X, 4 Januari 2016 TINGKAT KEMISKINAN BALI, SEPTEMBER 2015 Terjadi kenaikan persentase penduduk miskin di Bali pada September 2015 jika dibandingkan dengan 2015. Tingkat kemiskinan pada
Lebih terperinciPROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH SEPTEMBER 2014
No. 07/01/62/Th. IX, 2 Januari 2015 PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH SEPTEMBER 2014 RINGKASAN Jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan)
Lebih terperinciTINGKAT KEMISKINAN BALI, MARET 2017
No. 46/07/51/Th. X, 17 Juli 2017 TINGKAT KEMISKINAN BALI, MARET 2017 Terjadi kenaikan persentase penduduk miskin di Bali pada 2017 jika dibandingkan dengan September 2016. Tingkat kemiskinan pada 2017
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. merupakan kebutuhan dasar manusia. Ketahanan pangan adalah ketersediaan
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketahanan pangan merupakan hal yang sangat penting, mengingat pangan merupakan kebutuhan dasar manusia. Ketahanan pangan adalah ketersediaan pangan dan kemampuan seseorang
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan pertanian sebagai bagian dari pembangunan nasional selama ini mempunyai tugas utama untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat, menyediakan kesempatan kerja, serta
Lebih terperinciPROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH MARET 2014
No. 40/07/33/Th. VIII, 1 Juli 2014 PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH MARET 2014 JUMLAH PENDUDUK MISKIN MARET 2014 MENCAPAI 4,836 JUTA ORANG RINGKASAN Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada
Lebih terperinciTINGKAT KEMISKINAN DI DKI JAKARTA TAHUN 2010
BPS PROVINSI DKI JAKARTA No. 21/07/31/Th. XII, 1 Juli 2010 TINGKAT KEMISKINAN DI DKI JAKARTA TAHUN 2010 RINGKASAN Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada di bawah Garis Kemiskinan) di DKI Jakarta
Lebih terperinci12 PESAN DASAR NUTRISI SEIMBANG
12 PESAN DASAR NUTRISI SEIMBANG Makanlah Aneka Ragam Makanan Kecuali bayi diperlukan tubuh baik kualitas maupun kuantintasnya Triguna makanan; - zat tenaga; beras, jagung, gandum, ubi kayu, ubi jalar,
Lebih terperinciAGRIC Vol.22, No. 1, Juli 2010:67-74 PENDAHULUAN
PENDAHULUAN Ketahanan pangan merupakan pilar bagi pembentukan sumberdaya manusia dan generasi yang berkualitas yang diperiukan untuk membangun daya saing bangsa dalam era globalisasi. Ketahanan pangan
Lebih terperinciPROFIL KEMISKINAN DI BALI SEPTEMBER 2013
No. 05/01/51/Th. VIII, 2 Januari 2014 PROFIL KEMISKINAN DI BALI SEPTEMBER 2013 JUMLAH PENDUDUK MISKIN SEPTEMBER 2013 MENCAPAI 186,53 RIBU ORANG Jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita
Lebih terperinciBPSPROVINSI JAWATIMUR
BPSPROVINSI JAWATIMUR No. 06/01/35/Th.XIII, 2 Januari 2015 PROFIL KEMISKINAN DI JAWA TIMUR SEPTEMBER 2014 RINGKASAN Jumlah penduduk miskin di Jawa Timur pada bulan September 2014 dibandingkan turun sebesar
Lebih terperinciBPSPROVINSI JAWATIMUR
BPSPROVINSI JAWATIMUR No. 47/07/35/Th.XIV, 18 Juli 2016 PROFIL KEMISKINAN DI JAWA TIMUR MARET 2016 Penduduk Miskin di Jawa Timur Turun 0,23 poin persen Jumlah penduduk miskin di Jawa Timur bulan dibandingkan
Lebih terperinciSITUASI PANGAN DAN GIZI WILAYAH (Kasus di Kabupaten Tuban) PENDAHULUAN
SITUASI PANGAN DAN GIZI WILAYAH (Kasus di Kabupaten Tuban) P R O S I D I N G 58 Fahriyah 1*, Rosihan Asmara 1 1 Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya *E-mail ria_bgl@yahoo.com
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Wilayah Desa Ciparigi Wilayah Desa Ciparigi menurut data umum dan geografis merupakan salah satu desa di Kecamatan Sukadana, yang berbatasan dengan Kecamatan Cisaga dan
Lebih terperinciDINAMIKA POLA DAN KERAGAMAN KONSUMSI RUMAH TANGGA PERDESAAN PADA AGROEKOSISTEM LAHAN KERING BERBASIS PERKEBUNAN
DINAMIKA POLA DAN KERAGAMAN KONSUMSI RUMAH TANGGA PERDESAAN PADA AGROEKOSISTEM LAHAN KERING BERBASIS PERKEBUNAN Tri Bastuti Purwantini PENDAHULUAN Banyak kemajuan telah dicapai dalam pembangunan pangan
Lebih terperinciPROFIL KEMISKINAN DI JAWA TENGAH SEPTEMBER 2015
PROFIL KEMISKINAN DI JAWA TENGAH SEPTEMBER 2015 No. 05/01/33/Th. X, 4 Januari 2016 PERSENTASE PENDUDUK MISKIN SEPTEMBER 2015 MENCAPAI 13,32 PERSEN Pada bulan ember 2015, jumlah penduduk miskin (penduduk
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS PENELITIAN
BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Tinjauan Pustaka Beras bagi kehidupan Bangsa Indonesia memiliki arti yang sangat penting. Dari jenis bahan pangan
Lebih terperinciBAB VIII KEMISKINAN DAN KETAHANAN PANGAN DI SUMATERA SELATAN
BAB VIII KEMISKINAN DAN KETAHANAN PANGAN DI SUMATERA SELATAN Faharuddin, M.Si. (Bidang Statistik Sosial BPS Provinsi Sumatera Selatan) 8.1. Konsep Dasar Ketahanan Pangan Ketahanan pangan dikonseptualisasikan
Lebih terperinciBPSPROVINSI JAWATIMUR
BPSPROVINSI JAWATIMUR No. 64/09/35/Th.XIII, 15 September 2015 PROFIL KEMISKINAN DI JAWA TIMUR MARET 2015 RINGKASAN Jumlah penduduk miskin di Jawa Timur pada bulan dibandingkan September 2014 naik sebesar
Lebih terperinciPENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN DAN GIZI : FAKTOR PENDUKUNG PENINGKATAN KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA
PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN DAN GIZI : FAKTOR PENDUKUNG PENINGKATAN KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA Oleh : Dr. Ir. Achmad Suryana, MS Kepala Badan Ketahanan Pangan Departemen Pertanian RI RINGKASAN Berbagai
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN. Pertanian. Konsumsi Pangan. Sumber Daya Lokal.
No.397, 2009 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN. Pertanian. Konsumsi Pangan. Sumber Daya Lokal. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 43/Permentan/OT.140/10/2009 TENTANG GERAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perkebunan mempunyai kedudukan yang penting di dalam pengembangan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkebunan mempunyai kedudukan yang penting di dalam pengembangan pertanian baik pada tingkat nasional maupun regional. Perkembangan kegiatan perkebunan di Propinsi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dalam hal ekonomi rumah tangga mereka. Banyak petani padi sawah khususnya. di pedesaan yang masih berada dalam garis kemiskinan.
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya bermatapencaharian sebagai petani. Luasnya lahan pertanian di Indonesian pada kenyataannya belum mampu
Lebih terperinciTINGKAT KEMISKINAN DI PROVINSI BENGKULU MARET 2015 SEBESAR 17,88 PERSEN.
No. 55/09/17/Th.IX, 15 September 2015 TINGKAT KEMISKINAN DI PROVINSI BENGKULU MARET 2015 SEBESAR 17,88 PERSEN. Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada dibawah Garis Kemiskinan) di Provinsi Bengkulu
Lebih terperinciPROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2010
BADAN PUSAT STATISTIK No. 45/07/Th. XIII, 1 Juli 2010 PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2010 JUMLAH PENDUDUK MISKIN MARET 2010 MENCAPAI 31,02 JUTA Jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran
Lebih terperinciPERATURAN BUPATI BELITUNG TIMUR NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG
SALINAN PERATURAN BUPATI BELITUNG TIMUR NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG GERAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN MELALUI KONSEP RUMAH PANGAN LESTARI BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciBADAN PUSAT STATISTIK
BADAN PUSAT STATISTIK No. 05/09/53/Th.XVIII, 15 Sept 2015 PROFIL KEMISKINAN DI NUSA TENGGARA TIMUR MARET 2015 JUMLAH PENDUDUK MISKIN MARET 2015 MENCAPAI 1.159,84 RIBU ORANG (22,61PERSEN) Jumlah penduduk
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan sektor yang berperan penting terhadap pemenuhan
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang berperan penting terhadap pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat Indonesia. Secara umum pangan diartikan sebagai segala sesuatu
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7) Tempat dan Waktu Penelitian.
I PENDAHULUAN Bab ini akan dibahas mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7)
Lebih terperinciPROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH SEPTEMBER 2013
No. 07/01/62/Th. VIII, 2 Januari 2014 PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH SEPTEMBER 2013 RINGKASAN Jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan)
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN A. Latar Belakang
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara maritim yang lautannya lebih luas daripada daratan. Luas lautan Indonesia 2/3 dari luas Indonesia. Daratan Indonesia subur dengan didukung
Lebih terperinciPROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI BARAT SEPTEMBER 2013
BPS PROVINSI SULAWESI BARAT No. 05/01/76/Th.VIII, 2 Januari 2014 PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI BARAT SEPTEMBER 2013 JUMLAH PENDUDUK MISKIN SEPTEMBER 2013 SEBANYAK 154,20 RIBU JIWA Persentase penduduk
Lebih terperinciKATA PENGANTAR. Jakarta, Oktober 2013 Kepala Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian, Ir. M. Tassim Billah, MSc.
OKTOBER 2013 KATA PENGANTAR Dalam rangka menyediakan data indikator makro sektor pertanian serta hasil analisisnya, Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian pada tahun 2013 kembali menerbitkan Buletin
Lebih terperinciPROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH SEPTEMBER 2013
No. 05/01/33/Th. VIII, 2 Januari 2014 PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH SEPTEMBER 2013 JUMLAH PENDUDUK MISKIN SEPTEMBER 2013 MENCAPAI 4,705 JUTA ORANG RINGKASAN Jumlah penduduk miskin (penduduk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Ketahanan pangan merupakan kondisi terpenuhinya pangan rumah tangga yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Ketahanan pangan merupakan kondisi terpenuhinya pangan rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya,
Lebih terperinciPROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH MARET 2013
No. 07/07/62/Th. VII, 1 Juli 2013 PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH MARET 2013 RINGKASAN Jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan) di
Lebih terperinciPROFIL KEMISKINAN DI BALI MARET 2014
No. 45/07/51/Th. VIII, 1 Juli 2014 PROFIL KEMISKINAN DI BALI MARET 2014 JUMLAH PENDUDUK MISKIN MARET 2014 MENCAPAI 185,20 RIBU ORANG Jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan
Lebih terperinciBPS PROVINSI LAMPUNG
BPS PROVINSI LAMPUNG No. 07/01/18/TH.VII, 2 Januari 2015 ANGKA KEMISKINAN LAMPUNG SEPTEMBER 2014 Angka kemiskinan Lampung pada September 2014 sedikit mengalami penurunan dibanding Maret 2014 yakni dari
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu
digilib.uns.ac.id 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu Berdasarkan hasil penelitian terdahulu oleh Yuliasih (2007) yang berjudul Analisis Ketersediaan Pangan Pokok dan Konsumsi Pangan Keluarga
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia selalu ingin memenuhi kebutuhan hidupnya baik moral maupun material. Kebutuhan pokok dapat dijelaskan sebagai kebutuhan yang sangat penting guna kelangsungan
Lebih terperinciPROFIL KEMISKINAN DI BALI SEPTEMBER 2016
PROFIL KEMISKINAN DI BALI SEPTEMBER 2016 No. 06/01/51/Th. XI, 3 Januari 2017 JUMLAH PENDUDUK MISKIN SEPTEMBER 2016 MENCAPAI 174.94 RIBU ORANG Jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita
Lebih terperinciIdentifikasi Sumber Makanan Pokok untuk Meningkatkan Sistem Ketahanan Pangan Menggunakan Analisa Hirarki Process (AHP)
Petunjuk Sitasi: Sriwana, I. K. (2017). Identifikasi Sumber Makanan Pokok untuk Meningkatkan Sistem Ketahanan Pangan Menggunakan Analisa Hirarki Process (AHP). Prosiding SNTI dan SATELIT 2017 (pp. F193-198).
Lebih terperinciBPS PROVINSI LAMPUNG ANGKA KEMISKINAN LAMPUNG MARET PERKEMBANGAN PENDUDUK MISKIN DI LAMPUNG. No. 08/07/18/TH.
BPS PROVINSI LAMPUNG ANGKA KEMISKINAN LAMPUNG MARET 2016 No. 08/07/18/TH.VIII, 18 Juli 2016 Angka kemiskinan Lampung dari penghitungan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Maret 2016 mencapai
Lebih terperinciKATA PENGANTAR. Jakarta, Juni 2013 Kepala Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian, Ir. M. Tassim Billah, MSc.
JUNI 2013 KATA PENGANTAR Dalam rangka menyediakan data indikator makro sektor pertanian serta hasil analisisnya, Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian pada tahun 2013 kembali menerbitkan. Indikator
Lebih terperinciBPS PROVINSI KEPULAUAN RIAU
BPS PROVINSI KEPULAUAN RIAU No. 06/01/21/Th.VII, 2 Januari 2012 PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU, SEPTEMBER 2011 Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada di bawah Garis Kemiskinan) di Provinsi
Lebih terperinciBPSPROVINSI JAWATIMUR
BPSPROVINSI JAWATIMUR No. 45/07/35/Th.XV, 17 Juli 2017 Profil Kemiskinan Di Jawa Timur Maret 2017 Penduduk Miskin di Jawa Timur Turun 0,08 Poin Persen Jumlah penduduk miskin di Jawa Timur bulan Maret 2017
Lebih terperinciPROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI BANTEN SEPTEMBER 2013
PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI BANTEN SEPTEMBER 2013 No. 04/01/36/Th.VIII, 2 Januari 2014 JUMLAH PENDUDUK MISKIN SEPTEMBER 2013 MENCAPAI 682,71 RIBU ORANG Pada bulan September 2013, jumlah penduduk miskin
Lebih terperinciBPSPROVINSI JAWATIMUR
BPSPROVINSI JAWATIMUR No. 05/01/35/Th.XIV, 4 Januari 2016 PROFIL KEMISKINAN DI JAWA TIMUR SEPTEMBER 2015 RINGKASAN Jumlah penduduk miskin di Jawa Timur pada bulan September 2015 dibandingkan turun sebesar
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. pangan dan rempah yang beraneka ragam. Berbagai jenis tanaman pangan yaitu
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang kaya dengan ketersediaan pangan dan rempah yang beraneka ragam. Berbagai jenis tanaman pangan yaitu padi-padian, umbi-umbian,
Lebih terperinciPROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI ACEH SEPTEMBER 2016
B P S P R O V I N S I A C E H No.04/01/Th.XX, 3 Januari 2017 PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI ACEH SEPTEMBER 2016 Jumlah Penduduk Miskin Mencapai 841 Ribu Orang RINGKASAN Pada September 2016, jumlah penduduk
Lebih terperinciBPS PROVINSI LAMPUNG
BPS PROVINSI LAMPUNG No. 07/09/18/TH.VII, 15 September 2015 ANGKA KEMISKINAN LAMPUNG MARET 2015 Jumlah penduduk miskin di Lampung pada Maret 2015 mencapai 1.163,49 ribu orang (14,35 persen), bertambah
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan proses kenaikan pendapatan perkapita
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan proses kenaikan pendapatan perkapita penduduk suatu negara dalam jangka panjang. Definisi tersebut menjelaskan bahwa pembangunan tidak hanya
Lebih terperinciPROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU, SEPTEMBER 2016
BPS PROVINSI KEPULAUAN RIAU No 07/01/21/Th. XII, 3 Januari 2017 PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU, SEPTEMBER 2016 Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada di bawah Garis Kemiskinan) di Provinsi
Lebih terperinciKETAHANAN PANGAN PADA KELUARGA MISKIN DI DESA BANDAR KLIPPA KECAMATAN PERCUT SEI TUAN KABUPATEN DELI SERDANG
KETAHANAN PANGAN PADA KELUARGA MISKIN DI DESA BANDAR KLIPPA KECAMATAN PERCUT SEI TUAN KABUPATEN DELI SERDANG Achmad Ridho Ramadhani Sinaga 1), Tavi Supriana 2), Satia Negara Lubis 3) 1) Mahasiswa Program
Lebih terperinciSISTEM KEWASPADAAN PANGAN DAN GIZI
SISTEM KEWASPADAAN PANGAN DAN GIZI A. Pendahuluan Berdasarkan Undang-undang Pangan Nomor: 18 Tahun 2012, ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang
Lebih terperinci