VII. KEMISKINAN DI TINGKAT RUMAHTANGGA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "VII. KEMISKINAN DI TINGKAT RUMAHTANGGA"

Transkripsi

1 VII. KEMISKINAN DI TINGKAT RUMAHTANGGA Sensus kemiskinan rumahtangga di wilayah desa merupakan kegiatan yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota setempat atas dasar kebutuhan dan desakan untuk mengidentifikasi rumahtangga miskin. Informasi potensi dan karakteristik rumahtangga dapat diketahui melalui kegiatan pendataan lengkap ( sensus) rumahtangga. Hasil dari pendataan tersebut menghasilkan data dasar seluruh rumahtangga yang ada di suatu wilayah dan karakteristik rumahtangga yang diidentifikasi menjadi golongan rumahtangga miskin dan tidak miskin. Selama ini kebutuhan akan informasi rumahtangga miskin sulit didapat, ketersediaan informasi kemiskinan tersebut disadari sangat penting. Pemerintah daerah (Pemda) perlu berusaha secara sungguh-sungguh agar informasi rumahtangga miskin secara mikro tersedia yang akan membantu perencanaan menjadi lebih terarah. Keterbukaan dan keingintahuan mengenai kondisi masyarakatnya serta mengetahui potensi yang ada di lingkungannya adalah cerminan tanggung jawab pimpinan daerah terhadap kemajuan di wilayahnya, bisa dimulai dari wilayah terkecil, yang tentunya akan mempengaruhi kemajuan di wilayah yang lebih tinggi lagi yaitu kabupaten/kota, provinsi dan nasional. Pemerintah daerah di wilayah terkecil diharapkan dapat mengidentifikasi rumahtangga miskin secara terus menerus dan berkesinambungan. Pemda dan Bappeda memegang peranan kunci untuk merangkum seluruh aspirasi yang berkembang dari semua sektor agar proses pelaksanaan

2 159 identifikasi rumahtangga dapat diterima oleh semua pihak. Hal mendasar lainnya, peran Pemda sebagai pelaksana komando utama dalam pelaksanaan kegiatan pengumpulan data lapangan. Namun secara teknis, pelaksana kegiatan lapangan dapat dilakukan oleh seluruh aparat sektoral. Hal tersebut akan berdampak positif terhadap hasil akhir dengan memikul tanggung jawab bersama, karena dari hasil pelaksanaan pengumpulan data pemerintah daerah harus menerapkannya di dalam penulisan target rencana kegiatan jangka panjang, menengah dan pendek untuk pemerintah daerah, dengan harapan program yang dijalankan tepat guna dan sesuai dengan prioritas bersama. Sebelum mengidentifikasi dan mendapatkan data dasar rumahtangga perlu menterjemahkan indikator-indikator kedalam bentuk pertanyaan yang terstruktur yang sederhana dan mudah pemahamannya pada saat pengumpulan data di lapangan. Dasar penetapan variabel dilihat dari indikator inti yang dapat diperoleh dan didasari atas sensitifitas variabel terhadap kondisi penduduk setempat dan juga didasari atas variabel-variabel yang sudah teruji dari kegiatankegiatan survei/sensus terdahulu. Kesepakatan tim kerja daerah dalam menganalisa hasil pendataan menjadi penting sesuai dengan muatan lokal. 7.1 Analisis Kemiskinan Relatif Pendekatan Departemen Pertanian Analisis rumahtangga miskin di Kabupaten Pandeglang pada tahap pertama didekati dengan pendekatan kemiskinan relatif yang digunakan oleh Departemen Pertanian yaitu melakukan pengelompokan variabel pertanyaan menjadi lima indikator dan antar indikator-indikator tidak menunjukkan tingkat gradasi terhadap penilaian kemiskinan dengan pengelompokan sebagai berikut:

3 16 Indikator 1: IF (b4k3<2 and b4k14=1) indik1 = 1 Rumahtangga dengan tingkat pendidikan kepala rumahtangga tidak pernah sekolah atau belum tamat sekolah dasar (SD) (b4k3<2) dan lapangan pekerjaannya bertani (b4k14=1). Pengelompokan ini didasari atas kelemahan dari pendapatan rumahtangga apabila tingkat pendidikan kepala rumahtangga rendah dan dengan lapangan pekerjaan sebagai petani sangatlah rawan terhadap kemiskinan, maka ditetapkan sebagai indikator satu. Indikator 2: IF ((b4k12= and b4k13=) b4k15= drop_out> ) indik2 = 1 Pengelompokan rumahtangga ini didasari atas ketidakmampuan rumahtangga dari sudut ekonomi yaitu, apabila rumahtangga dalam satu minggu terakhir ini tidak mengkonsumsi daging/ayam/telur/ikan selama satu minggu yang lalu (b4k12=) dan juga tidak mempunyai persediaan bahan makanan pokok (b4k13=). Didalam kelompok ini juga diklasifikasikan berdasarkan ketidakmampuan rumahtangga untuk membeli paling sedikit satu stel pakaian selama satu tahun yang lalu (b4k15=) atau di dalam rumahtangga ini terdapat anak usia sekolah 7 15 tahun yang tidak bisa sekolah (drop_out>1), maka dikategorikan sebagai indikator dua. Indikator 3: IF (b4k16= (b4k17= and b4k18= and b4k19= and b4k2=)) indik3 = 1 Kepemilikan aset rumahtangga dijadikan sebagai ukuran sederhana dari kemampuan cadangan rumahtangga didalam mempertahankan kelangsungan hidupnya, bahkan dapat dijadikan sebagai modal usaha rumahtangga. Apabila rumahtangga tidak mempunyai motor/mobil/perahu motor atau kendaraan motor (b4k17=) dan juga tidak memiliki sepeda/sampan atau kendaraan motor lainnya

4 161 (b4k18=) dan juga tidak memiliki kasur/tempat tidur (b4k19=) dan tidak memiliki hewan ternak(b4k2=), maka rumahtangga tersebut dapat dinyatakan tidak memiliki aset berharga yang dapat cepat dijual sewaktu-waktu untuk membeli bahan makanan dan dikategorikan sebagai indikator tiga. Didalam kelompok faktor ini ditambahkan juga pada rumahtangga yang tidak memiliki lahan/ladang untuk berkebun kurang dari.5 Ha dan bahkan tidak memiliki lahan untuk bertani (b4k16=). Indikator 4: IF ((tempat<8.1) (b4k9>5 and b4k1>4 and b4k11>2) ) indik4 = 1 Kondisi dan fasilitas rumah tinggal yang diperhatikan adalah luas lantai perkapita tempat tinggal apabila kurang dari 8.1 meter persegi (tempat<8.1) atau kondisi tempat tinggal dengan lantai tanah (b4k9>5) dan sumber air minum selain dari pada leding, pompa dan sumur terlindung (b4k1>4) serta tidak mempunyai fasilitas listrik PLN (b4k11>2) maka rumah tersebut dalam kondisi yang kurang sehat dan identik dengan rumahtangga yang tidak mampu, dikatagorikan indikator empat. Indikator 5: IF (makanan>8) indik5=1 Penentuan rumahtangga kurang mampu dilihat dari pola konsumsi makanannya maka apabila proporsi membeli bahan makanan terhadap pengeluaran rumahtangga keseluruhan dalam satu bulan lebih besar dari 8 persen, maka dianggap rumahtangga tersebut sebagian besar kemungkinannya memperoleh pendapatan hanya untuk makanan saja, untuk kebutuhan lainnya sangat kecil sehingga kemampuan rumahtangga untuk membeli kebutuhan pendidikan, kesehatan dan biaya-biaya listrik, bahan bakar tidak lebih dari 2 persen (makanan> 8 persen). Indikator ini sangat sensitif terhadap kebijakan

5 162 pemerintah yang menyangkut kebutuhan dasar rumahtangga, seperti kenaikan harga BBM, kenaikan tarif dasar listrik dan kenaikan harga tarif telepon. Berdasarkan indikator-indikator yang ada, maka untuk mengidentifikasi rumahtangga menjadi miskin dapat melihat kondisi tertentu. Sangat dimungkinkan apabila syarat indikator satu, indikator tiga dan indikator lima ketiga-tiganya terpenuhi, maka dapat dikatakan sebagai rumahtangga dengan kepala rumahtangga yang berpendidikan tidak pernah sekolah atau tidak tamat sekolah dasar dan juga bekerja di bidang pertanian, mempunyai pengeluaran untuk kebutuhan konsumsi makanan > 8 persen serta rumahtangga tersebut ketika diwawancarai tidak memiliki aset berupa mobil, motor, sepeda, kasur dan hewan, akan tetapi dimungkinkan rumahtangga tersebut memiliki rumah dengan luas rata-rata kurang dari 8.1 m 2 dan memiliki atau tidak memiliki lahan sawah atau ladang. Pemilikan ladang atau sawah dijadikan sebagai aset rumahtangga yang sulit untuk cepat dijual sehingga rumahtangga yang memiliki aset tanah atau ladang kurang sensitif untuk indikator kemiskinan, akan tetapi biasa dijadikan sebagai informasi aset yang diberdayakan untuk dapat menghasilkan tambahan pendapatan rumahtangga. Selain memenuhi ke tiga faktor tersebut, ada beberapa rumahtangga yang tidak memenuhi ketiga faktor tersebut akan tetapi memenuhi indikator dua dan empat sehingga dijadikan sebagai kelompok yang sama. If ((indik1=1 and indik5=1 and indik3=1) indik2=1 indik4=1) miskin=1 Hasil penetapan rumahtangga miskin tersebut perlu diverifikasi untuk melihat kembali persepsi petugas lapangan, sehingga apa yang sudah diamati secara langsung dan diberikan penilaian dapat dijadikan sebagai salah satu dasar yang lebih akurat untuk pengidentifikasian rumahtangga miskin tersebut. Apabila

6 163 dipasangkan antara penilaian hasil penghitungan statistik dan kemudian dilihat juga dari hasil penilaian petugas lapangan, maka akan dihasilkan sebagai berikut: 1. Menurut petugas miskin dan dari hasil penghitungan miskin. 2. Menurut petugas miskin tetapi dari hasil penghitungan tidak miskin. 3. Menurut petugas tidak miskin tetapi dari penghitungan dinyatakan miskin 4. Menurut petugas tidak miskin dan dari penghitungan juga tidak miskin. Sehingga apabila memenuhi syarat penghitungan statistik dinyatakan miskin dan dari pengamatan petugas dinyatakan miskin juga, maka rumahtangga tersebut diidentifikasi sebagai rumahtangga miskin. Rumahtangga yang telah teridentifikasi miskin tersebut terdapat rumahtangga yang memiliki balita sehingga untuk rumahtangga-rumahtangga tersebut dapat dijadikan sebagai prioritas utama yang mendapatkan penanganan program bantuannya. Hasil dari analisis kemiskinan di wilayah desa di Kabupaten Pandeglang dengan kasus di desa Babakan Keusik, Bulagor dan Sudimanik menunjukkan bahwa jumlah rumahtangga miskin di empat desa tersebut lebih tinggi dari 5 persen. Desa Babakan Keusik memiliki jumlah rumahtangga sebesar 698 rumahtangga, dari angka tersebut sebanyak 495 rumahtangga (7.9 2 persen) dikategorikan miskin sedangkan sisanya 23 rumahtangga (29.8 persen) termasuk kategori tidak miskin. Desa Bulagor memiliki jumlah penduduk sebesar 625 rumahtangga, dari angka tersebut 356 rumahtangga (57.6 persen) dikategorikan miskin sedangkan 269 rumahtangga (43.4 persen) dikategorikan tidak miskin. Desa Sudimanik dari 467 rumahtangga yang ada di desa tersebut, 381 rumahtangga (81.59 persen) di antaranya dikategorikan sebagai rumahtangga miskin, sedangkan sisanya 86 rumahtangga ( persen) dikategorikan tidak

7 164 miskin. Desa Cikalong dari 45 rumahtangga yang terdapat pada desa tersebut, sebanyak 33 rumahtangga ( persen) dikategorikan sebagai rumahtangga miskin, sedangkan sisanya sebanyak 12 rumahtangga (26.67 persen) dikategorikan tidak miskin. Tabel 44. di Kabupaten Pandeglang Berdasarkan Survei Data Dasar Rumahtangga, Tahun 26 No 1 Desa Babakan Keusik 2 Bulagor 3 Sudimanik Status Rumahtangga Jumlah Rumahtangga (Rumahtangga) Persentase (%) Tidak miskin Total Tidak miskin Total Tidak miskin Total Tidak miskin Cikalong Total 45 1 Sumber: Hasil Olahan Data Dasar Rumahtangga Apabila dibandingkan dengan hasil survei BLT yang dilakukan oleh BPS pada tahun 26 maka diperoleh hasil bahwa jumlah rumahtangga miskin hasil survei DDRT lebih tinggi jika dibandingkan hasil survei BLT. Berdasarkan survei BLT jumlah rumahtangga miskin di Desa Babakan keusik sebanyak 431 rumahtangga (65.1 persen). Jumlah rumahtangga miskin di Desa Bulagor sebanyak 28 rumahtangga (44.87 persen). Sebanyak 36 rumahtangga (83.72 persen) di Desa Sudimanik termasuk kategori miskin sedangkan di Desa Cikalong sebanyak 153 rumahtangga (39.33 persen).

8 165 Tabel 45. No di Kabupaten Pandeglang Berdasarkan Survei BLT, Tahun 26 Desa Sumber: BPS Kabuapeten Pandeglang 27 Jumlah Rumahtangga (Rumahtangga) Rumahtangga (Rumahtangga) Persentase (%) 1 Babakan Keusik Bulagor Sudimanik Cikalong Apabila dibandingkan antara data rumahtangga miskin BPS berdasarkan hasil survei untuk BLT dan data rumahtangga miskin hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah dan persentase penduduk miskin hasil penelitian memiliki angka yang lebih tinggi dibandingkan dengan data yang dikeluarkan BPS. BPS mengakui belum bisa secara maksimal mengungkap angka kemiskinan. Keterbatasan kemampuan BPS terutama disebabkan belum dimilikinya informasi tentang kondisi kemiskinan secara spesifik pada semua daerah di Indonesia. Penyebab kemiskinan di satu daerah tidak sama dengan daerah lain, sehingga diperlukan cara pengentasan yang beragam. Terkait hal itu, kebutuhan data statistik kemiskinan yang lebih beragam baik di pedesaan maupun perkotaan sangat mendesak. Sistem penghitungan kemiskinan yang berlaku saat ini, yakni dengan menggunakan persentase angka kemiskinan di desa, kelurahan atau kecamatan dengan memanfaatkan hasil sensus penduduk yang diperoleh dari kegiatan pemetaan kemiskinan (proverty mapping), tidak bisa memberikan hasil yang lebih komprehensif. Kondisi itu menyebabkan data kemiskinan pada umumnya mengedepankan jumlah. Padahal kemiskinan tidak hanya terkait jumlah atau persentase. Sebaliknya, kemiskinan berkaitan erat dengan kualitas hidup

9 166 masyarakat miskin. Kualitas hidup masyarakat miskin, berkaitan dengan status kesehatan, tingkat pendidikan, seberapa jauh mengakses fasilitas kesehatan dasar, pendidikan dasar, air bersih dan sanitasi (Muttaqin, 28). Terkait dengan hal di atas, penjabaran karakteristik kemiskinan secara deskriptif diperlukan guna menopang pengukuran kualitas hidup masyarakat miskin. Dengan demikian akan lebih memudahkan pemerintah (khususnya Dinas Pertanian, Perkebunan dan Peternakan Kabupaten Pandeglang) dalam melakukan perencanaan program bantuan dan target kegiatan pada kelompok sasaran. Adapun gambaran umum dari rumahtangga miskin di Kabupaten Pandeglang khususnya di empat desa yang dijadikan sampel yaitu: Desa Babakan Keusik, Bulagor, Sudimanik dan Cikalong adalah sebagai berikut Kependudukan Karakteristik rumahtangga dari aspek kependudukan dapat dilihat dari jumlah anggota rumahtangga dan jumlah balita yang dimiliki oleh rumahtangga. Gambar 39 menunjukkan bahwa rumahtangga di Desa Babakan Keusik secara umum memiliki jumlah anggota rumahtangga satu hingga empat orang (53.7 persen), angka ini lebih kecil bila dibandingkan dengan rumahtangga tidak miskin yaitu 78.4 persen. Rumahtangga dengan anggota lima hingga delapan orang pada kelompok miskin sebesar 4.7 persen sedangkan pada kelompok tidak miskin hanya sebesar 2.7 persen. Rumahtangga miskin yang memiliki jumlah anggota lebih dari delapan orang sebesar 5.4 persen sementara pada kelompok yang tidak miskin hanya satu persen. Dapat disimpulkan bahwa di Desa Babakan Keusik rumahtangga miskin secara umum memiliki jumlah anggota rumahtangga yang lebih banyak jika dibandingkan dengan rumahtangga tidak miskin.

10 >8 Tidak M iskin M iskin Total Gambar 39. Jumlah Anggota Rumahtangga Menurut Kelompok Rumahtangga dan Tidak di Desa Babakan Keusik Gambar 4 menunjukkan bahwa rumahtangga miskin di Desa Bulagor umumnya memiliki jumlah anggota rumahtangga satu hingga empat orang (55.3) persen, angka ini lebih kecil bila dibandingkan pada rumahtangga tidak miskin yang memiliki persentase 74. persen. Rumahtangga dengan anggota lima hingga delapan orang pada kelompok miskin sebesar 38.5 persen sedangkan di kelompok tidak miskin sebesar 26. persen. Rumahtangga miskin yang memiliki jumlah anggota lebih dari delapan orang sebesar 6.3 persen sedangkan pada kelompok yang tidak miskin tidak ada >8 Tidak M iskin M iskin Total Gambar 4. Jumlah Anggota Rumahtangga Menurut Kelompok Rumahtangga dan Tidak di Desa Bulagor

11 168 Rumahtangga miskin di Desa Sudimanik umumnya memiliki jumlah anggota rumahtangga satu hingga empat orang (51.7 persen), angka ini lebih kecil bila dibandingkan pada rumahtangga tidak miskin yang memiliki persentase 74.4 persen. Rumahtangga dengan anggota lima hingga delapan orang pada kelompok miskin sebesar 42.2 persen sedangkan di kelompok tidak miskin hanya sebesar 25.5 persen. Rumahtangga miskin yang memiliki jumlah anggota lebih dari delapan orang sebesar 5.7 persen sementara pada kelompok yang tidak miskin tidak ada yang memiliki anggota rumahtangga lebih dari delapan orang, hal tersebut ditunjukkan pada Gambar >8 Tidak M iskin M iskin Total Gambar 41. Jumlah Anggota Rumahtangga Menurut Kelompok Rumahtangga dan Tidak di Desa Sudimanik Rumahtangga miskin di Desa Cikalong umumnya memiliki jumlah anggota satu hingga empat orang (67.88 persen), angka ini lebih kecil bila dibandingkan pada rumahtangga tidak miskin yang memiliki persentase persen. Rumahtangga dengan anggota lima hingga delapan orang pada kelompok miskin sebesar persen sedangkan di kelompok tidak miskin hanya sebesar persen. Rumahtangga miskin yang memiliki jumlah anggota lebih dari delapan orang sebesar 3.33 persen sementara pada kelompok yang tidak miskin

12 169 tidak ada yang memiliki jumlah anggota rumahtangga yang lebih banyak dari delapan orang, secara lengkap hal ini disajikan pada Gambar 42. Persen tase (% Tidak M is kin M is kin Total >8 Gambar 42. Jumlah Anggota Rumahtangga Menurut Kelompok Rumahtangga dan Tidak di Desa Cikalong Jumlah anggota rumahtangga menurut kelompok miskin dan tidak miskin di empat desa di Kabupaten Pandeglang memiliki kecenderungan lebih banyak pada rumahtangga miskin jika dibandingkan dengan rumahtangga tidak miskin. Data ini memberikan informasi tentang pola dan keberhasilan atau kemunduran dari program Keluarga Berencana (KB). Ide alnya perlu dilakukan penyuluhan KB agar generasi yang akan datang rumahtangga miskin mempunyai jumlah anak yang lebih sedikit. Dilihat dari kepemilikan balita di Desa Babakan Keusik, terdapat 58.1 persen rumahtangga tidak memiliki balita pada kelompok tidak miskin dan 52.3 persen pada kelompok miskin. Rumahtangga yang mempunyai balita satu orang sebanyak 38.4 persen pada kelompok tidak miskin sedangkan pada kelompok miskin sebanyak 36.4 persen. Rumahtangga yang memiliki balita dua hingga empat orang secara kumulatif mencapai 3.5 persen pada kelompok tidak miskin, pada kelompok miskin sebesar 11.3 persen, hal ini disajikan pada Gambar 43.

13 Tidak M is kin M is kin Total Gambar 43. Jumlah Balita Menurut Kelompok Rumahtangga dan Tidak di Desa Babakan Keusik Gambar 44 menunjukkan kepemilikan Balita di Desa Bulagor, pada kelompok tidak miskin sebanyak 58. persen rumahtangga tidak memiliki balita sedangkan pada kelompok miskin sebanyak 52.2 persen. Rumahtangga yang mempunyai balita satu orang pada kelompok tidak miskin sebanyak 36.8 persen sedangkan pada kelompok miskin sebanyak 38.2 persen. Rumahtangga yang memiliki balita dua hingga empat orang secara kumulatif pada kelompok tidak miskin sebesar 5.2 persen sedangkan pada kelompok miskin sebesar 9.5 persen Tidak M iskin M iskin Total Gambar 44. Jumlah Balita Menurut Kelompok Rumahtangga dan Tidak di Desa Bulagor

14 171 Kepemilikan balita di Desa Sudimanik ditunjukkan pada Gambar 45, pada kelompok tidak miskin sebanyak 62.8 persen rumahtangga tidak memiliki balita sedangkan pada kelompok miskin sebanyak 45.7 persen. Rumahtangga yang mempunyai balita satu orang pada kelompok tidak miskin sebanyak 31.4 persen sedangkan pada kelompok miskin sebanyak 38.6 persen. Rumahtangga yang memiliki balita dua hingga empat orang secara kumulatif pada kelompok tidak miskin sebesar 5.8 persen sedangkan kelompok miskin sebesar 15.7 persen Tidak Total Gambar 45. Jumlah Balita Menurut Kelompok Rumahtangga dan Tidak di Desa Sudimanik Kepemilikan balita di Desa Cikalong ditunjukkan pada Gambar 46, kelompok tidak miskin 55. persen rumahtangga tidak memiliki balita sedangkan pada kelompok miskin sebanyak persen. Rumahtangga yang mempunyai satu orang balita pada kelompok tidak miskin sebanyak 4.83 persen sedangkan pada kelompok miskin sebanyak 4.3 persen. Rumahtangga yang memiliki dua hingga empat balita secara kumulatif pada kelompok tidak miskin mencapai 4.16 persen sedangkan pada kelompok miskin sebesar 13.3 persen.

15 Tidak Mis kin Mis kin Total Gambar 46. Jumlah Balita Menurut Kelompok Rumahtangga dan Tidak di Desa Cikalong Beban hidup kelompok rumahtangga miskin semakin besar karena jumlah balita yang dimiliki lebih banyak dibandingkan kelompok rumahtangga tidak miskin. Hal tersebut sejalan dengan hasil penelitian dimana kepemilikan balita yang lebih besar pada rumahtangga miskin di empat desa di Kabupaten Pandeglang. Hal tersebut akan berimplikasi pada pembiayaan anak usia balita yang jumlahnya akan lebih banyak dibandingkan bukan balita khususnya untuk menyelamatkan gizi anak-anak Karakteristik Pendidikan Jumlah anak usia sekolah di Desa Babakan Keusik, pada kelompok rumahtangga miskin lebih besar dibandingkan dengan pada kelompok rumahtangga tidak miskin. Rumahtangga yang memiliki anak usia sekolah pada kelompok rumahtangga tidak miskin secara kumulatif sebesar 48.8 persen sedangkan pada kelompok rumahtangga miskin sebanyak 65.3 persen seperti ditunjukkan pada Gambar 47.

16 Tidak Total > 3 Gambar 47. Jumlah Anak Usia Sekolah 7-15 Tahun Menurut Kelompok Rumahtangga dan Tidak di Desa Babakan Keusik Jumlah anak usia sekolah di Desa Bulagor, pada kelompok rumahtangga miskin lebih besar dibandingkan dengan pada kelompok rumahtangga tidak miskin. Rumahtangga yang memiliki anak usia sekolah pada kelompok rumahtangga tidak miskin secara kumulatif sebesar 58.7 persen sedangkan pada kelompok rumahtangga miskin sebanyak 63.5 persen. Secara lengkap jumlah anak usia sekolah di Desa Bulagor ditunjukkan pada Gambar Tidak M is kin M iskin Total > 3 Gambar 48. Jumlah Anak Usia Sekolah 7-15 Tahun Menurut Kelompok Rumahtangga dan Tidak di Desa Bulagor

17 174 Jumlah anak usia sekolah di Desa Sudimanik, pada kelompok rumahtangga miskin lebih besar dibandingkan dengan pada kelompok rumahtangga tidak miskin. Rumahtangga yang memiliki anak usia sekolah pada kelompok rumahtangga tidak miskin secara kumulatif mencapai 53.5 persen sedangkan pada kelompok rumahtangga miskin sebanyak 66.4 persen. Secara lengkap jumlah anak usia sekolah di Desa Sudimanik ditunjukkan pada Gambar Tidak Total > 3 Gambar 49. Jumlah AnakUsia Sekolah 7-15 Tahun Menurut Kelompok Rumahtangga dan Tidak di Desa Sudimanik Jumlah anak usia sekolah di Desa Cikalong, pada kelompok rumahtangga miskin lebih besar dibandingkan dengan pada kelompok rumahtangga tidak miskin. Rumahtangga yang memiliki anak usia sekolah pada kelompok rumahtangga tidak miskin secara kumulatif mencapai 37.5 persen sedangkan pada kelompok rumahtangga miskin sebanyak persen. Secara lengkap jumlah anak usia sekolah di Desa Cikalong ditunjukkan pada Gambar 5.

18 175 Persen tase (% Tidak M is kin M is kin Total > 3 Gambar 5. Jumlah Anak Usia Sekolah 7-15 Tahun Menurut Kelompok Rumahtangga dan Tidak di Desa Cikalong Jumlah anak 7 15 tahun yang drop out, di Desa Babakan Keusik pada kelompok rumahtangga yang tidak miskin tidak ada anak usia 7 15 tahun yang drop out. Sedangkan pada kelompok miskin anak yang drop out mencapai 24. persen. Jumlah anak yang drop out dalam satu rumahtangga umumnya sebanyak satu orang (18.2 persen) seperti ditunjukkan oleh Gambar 51. Persen tase (% T id ak M is kin M is kin T o tal 1 > 1 Statu s Ru mah tan g g a Gambar 51. Jumlah Anak Usia 7 15 Tahun Drop Out Menurut Kelompok Rumahtangga dan Tidak di Desa Babakan Keusik Jumlah anak 7 15 tahun yang drop out di Desa Bulagor pada kelompok rumahtangga yang tidak miskin tidak ada anak usia 7 15 tahun yang drop out.

19 176 Sedangkan pada kelompok miskin anak yang drop out mencapai 23.3 persen. Jumlah anak yang drop out dalam satu rumahtangga umumnya sebanyak satu orang (15.2 persen) seperti ditunjukkan oleh Gambar P e rs e n t a s e ( T id a k M is k in M is k in T o t a l 1 > 1 S t a t u s R u m a h t a n g g a Gambar 52. Jumlah Anak Usia 7-15 Tahun Drop Out Menurut Kelompok Rumah Tangga dan Tidak Desa Bulagor Jumlah anak 7 15 tahun yang drop out di Desa Sudimanik pada kelompok rumahtangga yang tidak miskin tidak ada anak usia 7 15 tahun yang drop out. Sedangkan pada kelompok miskin anak yang drop out mencapai 27.3 persen. Jumlah anak yang drop out dalam satu rumahtangga umumnya sebanyak satu orang (19.2 persen) seperti ditunjukkan oleh Gambar P e rse n ta se (% T id a k M is kin M is kin T o ta l 1 > 1 S ta tu s R u ma h ta n g g a Gambar 53. Jumlah Anak Usia 7-15 Tahun Drop Out Menurut Kelompok Rumahtangga dan Tidak di Desa Sudimanik

20 177 Jumlah anak 7 15 tahun yang drop out di Desa Cikalong pada kelompok rumahtangga yang tidak miskin tidak ada anak usia 7 15 tahun yang drop out. Sedangkan pada kelompok miskin anak yang drop out mencapai 19.4 persen. Jumlah anak yang drop out dalam satu rumahtangga umumnya sebanyak 1 orang (16.1 persen) seperti ditunjukkan oleh Gambar 54. P e rse n ta se (% T id a k M is kin M is kin T o ta l 1 > 1 S ta tu s R u ma h ta n g g a Gambar 54. Jumlah Anak Usia 7-15 Tahun Drop Out Menurut Kelompok Rumahtangga dan Tidak di Desa Cikalong Karakteristik rumahtangga miskin di empat desa di Kabupaten Pandeglang memiliki jumlah anggota rumahtangga yang lebih banyak dengan komposisinya terdapat anak usia balita dan anak usia sekolah, sehingga beban ekonomi rumahtangga miskin semakin jelas terlihat dari ketidakmampuan rumahtangga untuk menyekolahkan anak-anaknya pada jenjang usia sekolah (7 15 tahun) yang seharusnya menjadi usia wajib belajar karena biaya sekolah sampai jenjang tersebut seharusnya gratis. Hal yang sama juga dihasilkan oleh Nurmanaf et al. (2) yang menyatakan bahwa anggota rumahtangga miskin memiliki rata-rata tingkat pendidikan rendah. Ada kegagalan dalam program pendidikan karena cukup banyak (di atas 2 persen) anak-anak yang tidak mampu yaitu dari rumahtangga miskin tidak mendapatkan kesempatan untuk sekolah.

21 Karakteristik Rumah Tinggal Pendataan DDRT diperoleh pula informasi mengenai kondisi rumah tempat tinggal meliputi luas lantai (m 2 ), jenis lantai, sumber air minum dan sumber penerangan. Apabila dilakukan penghitungan luas lantai per kapita kasus di Desa Babakan Keusik, terlihat kelompok rumahtangga miskin mempunyai karakteristik luas rumah kecil dan dihuni oleh banyak anggota rumahtangga. Hal ini terlihat dengan tingginya persentase hunian per kapita kurang dari 5 m 2 dan antara 5-9 m 2 mencapai persen. Sedangkan untuk kelompok tidak miskin sebesar 1.84 persen, seperti ditunjukkan Gambar Tidak Total < 5 m2 5-9 m m m m2 > 1 m2 Gambar 55. Kelompok Luas Lantai Per Kapita Menurut Kelompok Rumahtangga dan Tidak di Desa Babakan Keusik Desa Bulagor seperti ditunjukkan oleh Gambar 56, kelompok rumahtangga miskin mempunyai karakteristik luas rumah kecil dihuni oleh banyak anggota rumahtangga terlihat dengan tingginya persentase hunian per kapita kurang dari 5 m 2 dan antara 5-9 m 2 mencapai persen. Kelompok rumahtangga tidak miskin, 6.22 persen memiliki luas lantai per kapita 1 19 m 2.

22 Tidak Total < 5 m2 5-9 m m m m2 > 1 m2 Gambar 56. Kelompok Luas Lantai Per Kapita Menurut Kelompok Rumahtangga dan Tidak di Desa Bulagor Desa Sudimanik juga memperlihatkan kelompok rumahtangga miskin mempunyai karakteristik luas rumah kecil dan dihuni oleh banyak anggota rumahtangga terlihat dengan tingginya persentase hunian per kapita kurang dari 5 m 2 dan antara 5-9 m 2 mencapai persen. Kelompok rumahtangga tidak miskin, persen memiliki luas lantai per kapita umumnya 1 19 m 2 seperti ditunjukkan oleh Gambar Tidak Total < 5 m2 5-9 m m m m2 > 1 m2 Gambar 57. Kelompok Luas Lantai Per Kapita Menurut Kelompok Rumahtangga dan Tidak di Desa Sudimanik

23 18 Demikian halnya Desa Cikalong, terlihat jelas kelompok rumahtangga miskin mempunyai karakteristik luas rumah kecil dihuni oleh banyak anggota rumahtangga terlihat dengan tingginya persentase hunian per kapita kurang dari 5 m 2 dan antara 5-9 m 2 mencapai persen. Kelompok rumahtangga tidak miskin, 6.8 persen memiliki luas lantai per kapita berkisar 1 19 m 2 seperti ditunjukkan oleh Gambar Tidak Total < 5 m2 5-9 m m m m2 > 1 m2 Gambar 58. Kelompok Luas Lantai Per Kapita Menurut Kelompok Rumahtangga dan Tidak di Desa Cikalong Jenis lantai hunian kelompok tidak miskin di Desa Babakan Keusik mayoritas adalah lantai semen sebesar 38.4 persen. Kelompok rumahtangga miskin mayoritas berlantai tanah (58. persen) seperti ditunjukkan oleh Gambar 59. Di Desa Bulagor, jenis lantai hunian kelompok tidak miskin mayoritas adalah lantai semen sebesar 3.1 persen sedangkan kelompok rumahtangga miskin mayoritas berlantai bambu (41.6 persen) seperti ditunjukkan oleh Gambar 6.

24 Tidak Total Marmer/keramik/teraso Ubin (tegel) Plester semen/bata Kayu/papan Bambu Tanah Lainnya Gambar 59. Jenis Lantai Hunian Menurut Kelompok Rumahtangga dan Tidak di Desa Babakan Keusik Tidak Total Marmer/keramik/teraso Ubin (tegel) Plester semen/bata Kayu/papan Bambu Tanah Lainnya Gambar 6. Jenis Lantai Hunian Menurut Kelompok Rumahtangga dan Tidak di Desa Bulagor Jenis lantai hunian kelompok tidak miskin di Desa Sudimanik terbesar pada lantai bambu yaitu sebesar 31.4 persen sedangkan pada kelompok rumahtangga miskin terbesar pada lantai bambu mencapai 5.7 persen seperti ditunjukkan oleh Gambar 61. Jenis lantai hunian kelompok tidak miskin di Desa Cikalong mayoritas adalah lantai bambu yaitu sebesar 49.2 persen sedangkan pada kelompok rumahtangga miskin terbesar lantai bambu mencapai 75.2 persen seperti ditunjukkan oleh Gambar 62.

25 Tidak Total Marmer/keramik/teraso Ubin (tegel) Plester semen/bata Kayu/papan Bambu Tanah Lainnya Gambar 61. Jenis Lantai Hunian Menurut Kelompok Rumahtangga dan Tidak di Desa Sudimanik Tidak Total Marmer/keramik/teraso Ubin (tegel) Plester semen/bata Kayu/papan Bambu Tanah Lainnya Gambar 62. Jenis Lantai Hunian Menurut Kelompok Rumahtangga dan Tidak di Desa Cikalong Persentase rumahtangga miskin di Desa Babakan Keusik yang mengkonsumsi air dari sumber yang kurang sehat seperti sumur tak terlindung, mata air tak terlindung, air sungai dan air hujan jika dikumulatifkan seperti ditunjukkan oleh Gambar 63 adalah sebesar 39.4 persen. Kelompok rumahtangga yang tidak miskin untuk hal yang sama sekitar 24.1 persen.

26 Tidak Total Air dalam kemasan Pompa Sumur terlindung Sumur tak terlindung Mata air terlindung Mata air tak terlindung Air sungai Air hujan Gambar 63. Sumber Air Minum Menurut Kelompok Rumahtangga dan Tidak di Desa Babakan Keusik Persentase rumahtangga miskin di Desa Bulagor yang mengkonsumsi air dari sumber yang kurang sehat seperti sumur tak terlindung, mata air tak terlindung, air sungai dan air hujan seperti ditunjukkan oleh Gambar 64 jika dikumulatifkan adalah sebesar 55.6 persen. Kelompok rumahtangga yang tidak miskin untuk hal yang sama sebesar 43.5 persen Lainnya Air dalam kemasan Pompa Sumur terlindung Sumur tak terlindung Mata air terlindung Tidak Total Mata air tak terlindung Air sungai Gambar 64. Sumber Air Minum Menurut Kelompok Rumahtangga dan Tidak di Desa Bulagor

27 184 Persentase rumahtangga miskin di Desa Sudimanik yang mengkonsumsi air dari sumber yang kurang sehat seperti sumur tak terlindung, mata air tak terlindung, air sungai dan air hujan seperti ditunjukkan oleh Gambar 65 jika dikumulatifkan adalah sebesar 7.4 persen. Kelompok rumahtangga yang tidak miskin untuk hal yang sama sekitar 49.9 persen. Sistem perolehan sumber air minum yang layak dan sehat untuk dikonsumsi di Desa Sudimanik masih perlu dibenahi Tidak Total Air dalam kemasan Leding Pompa Sumur terlindung Sumur tak terlindung Mata air terlindung Mata air tak terlindung Air sungai Gambar 65. Sumber Air Minum Menurut Kelompok Rumahtangga dan Tidak di Desa Sudimanik Persentase rumahtangga miskin di Desa Cikalong yang mengkonsumsi air dari sumber yang kurang sehat seperti sumur tak terlindung, mata air tak terlindung, air sungai dan air hujan seperti ditunjukkan oleh Gambar 66 jika dikumulatifkan adalah sebesar 67.8 persen. Kelompok rumahtangga yang tidak miskin untuk hal yang sama sekitar 45.8 persen. Secara umum di Desa Cikalong ini masih perlu dibenahi sistem perolehan sumber air minum yang layak untuk dikonsumsi.

28 Leding Pompa Sumur terlindung Sumur tak terlindung Mata air terlindung Tidak Total Mata air tak terlindung Air sungai Gambar 66. Sumber Air Minum Menurut Kelompok Rumahtangga dan Tidak di Desa Cikalong Sumber penerangan di Desa Babakan Keusik secara keseluruhan masih sangat rendah untuk pemakaian listrik PLN (23.4 persen) atau listrik disel (Non PLN) sebesar 6.4 persen. Gambar 67 menunjukkan bahwa secara umum rumahtangga miskin dan tidak miskin di Desa Babakan Keusik menggunakan sumber penerangan dengan menggunakan pelita/sentir ( masing-masing mencapai 39.2 persen dan 32. persen) Tidak Total Listrik PLN Listrik non PLN Pelita/sentir Lainnya Gambar 67. Sumber Penerangan Menurut Kelompok Rumahtangga dan Tidak di Desa Babakan Keusik

29 186 Sumber penerangan di Desa Bulagor secara keseluruhan sudah cukup baik untuk pemakaian listrik PLN (82.6 persen). Gambar 68 menunjukkan bahwa secara umum rumahtangga miskin dan tidak miskin di Desa Bulagor menggunakan sumber penerangan dengan menggunakan listrik PLN ( masingmasing 77.5 persen dan 89.2 persen). Persen tase (% Tidak M is kin M is kin Total Lis trik PLN Pelita/s en tir Lainnya Gambar 68. Sumber Penerangan Menurut Kelompok Rumahtangga dan Tidak di Desa Bulagor Sumber penerangan di Desa Sudimanik secara keseluruhan sudah cukup baik untuk pemakaian listrik PLN (82.9 persen). Gambar 69 menunjukkan bahwa secara umum rumahtangga miskin dan tidak miskin di Desa Sudimanik menggunakan sumber penerangan dengan menggunakan listrik PLN ( masingmasing 8.6 persen dan 93. persen). Sumber penerangan di Desa Cikalong seperti ditunjukkan oleh Gambar 7 secara keseluruhan masih rendah terutama untuk rumahtangga miskin. Rumahtangga miskin umumnya mereka menggunakan pelita/sentir (49.7 persen). Sedangkan untuk rumahtangga tidak miskin umumnya telah menggunakan listrik PLN (mencapai 8.8 persen).

30 Tidak Total Listrik PLN Listrik non PLN Petromak/aladin Pelita/sentir Lainnya Gambar 69. Sumber Penerangan Menurut Kelompok Rumahtangga dan Tidak di Desa Sudimanik Persen tase (% T id ak M is kin M is kin T o tal 4.9 Lis trik PLN Lis trik n o n PLN Petro mak/alad in Pelita/s en tir Statu s Ru mah tan g g a Gambar 7. Sumber Penerangan Menurut Kelompok Rumahtangga dan Tidak di Desa Cikalong Karakteristik Ekonomi Rumahtangga di Desa Babakan Keusik seperti ditunjukkan oleh Gambar 71 umumnya tidak memiliki lahan, rumahtangga miskin yang tidak memiliki lahan sebanyak 67.5 persen sedangkan untuk rumahtangga tidak miskin yang tidak memiliki lahan berjumlah 42.9 persen. Rumahtangga miskin di Desa Bulagor yang tidak memiliki lahan sebanyak 81.5 persen sedangkan untuk

31 188 rumahtangga tidak miskin yang tidak memiliki lahan berjumlah 49.8 persen. Rumahtangga miskin di Desa Sudimanik yang tidak memiliki lahan sebanyak 45.4 persen sedangkan untuk rumahtangga tidak miskin yang tidak memiliki lahan berjumlah 34.9 persen. Rumahtangga miskin di Desa Cikalong yang tidak memiliki lahan sebanyak 62.4 persen sedangkan untuk rumahtangga tidak miskin yang tidak memiliki lahan berjumlah 55. persen Tidak Punya 1.. Tidak Total Tidak Total Tidak Total Tidak Total Babakan Keusik Bulagor Sudimanik Cikalong Gambar 71. Karakteristik Kepemilikan Lahan Menurut Kelompok Rumahtangga dan Tidak Kemampuan rumahtangga untuk memiliki persediaan bahan makanan di Desa Babakan Keusik dan Bulagor sudah cukup baik seperti ditunjukkan oleh Gambar 72, pada kelompok rumahtangga miskin masing-masing hanya 24.6 dan 18.5 persen saja yang tidak mempunyai persediaan bahan makanan. Kemampuan rumahtangga di Desa Sudimanik dan Cikalong untuk memiliki persediaan bahan makanan pada kelompok rumahtangga miskin masih buruk. Desa Sudimanik sebanyak 77.2 persen dan di Desa Cikalong sebanyak 8.6 persen rumahtangga miskin tidak mempunyai persediaan bahan makanan pokok.

32 Tidak Ya. Tidak Total Tidak Total Tidak Total Tidak Total Babakan Keusik Bulagor Sudimanik Cikalong Gambar 72. Karakteristik Persediaan Bahan Makanan Pokok Menurut Kelompok Rumahtangga dan Tidak Pemilikan kendaraan bermotor seperti ditunjukkan oleh Gambar 73, umumnya rumahtangga di Desa Babakan Keusik, Bulagor, Sudimanik dan Cikalong tidak memiliki kendaraan bermotor. Desa Babakan Keusik, Sudimanik, Bulagor dan Cikalong memiliki persentase rumahtangga miskin yang tidak memiliki kendaraan bermotor secara umum di atas 87. persen Tidak Total Tidak Total Tidak Total Tidak Babakan Keusik Bulagor Sudimanik Cikalong Total Tidak Ya Gambar 73. Karakteristik Pemilikan Kendaraan Bermotor Menurut Kelompok Rumahtangga dan Tidak

33 19 Pemilikan kendaraan tidak bermotor seperti ditunjukkan oleh Gambar 74, umumnya rumahtangga di Desa Babakan Keusik, Bulagor, Sudimanik dan Cikalong tidak memiliki kendaraan tidak bermotor. Persentase rumahtangga miskin yang tidak memiliki kendaraan bermotor di Desa Babakan Keusik, Sudimanik, Bulagor dan Cikalong mencapai lebih dari 83. persen Tidak Total Tidak Total Tidak Total Tidak Babakan Keusik Bulagor Sudimanik Cikalong Total Tidak Ya Gambar 74. Karakteristik Pemilikan Kendaraan Tak Bermotor Menurut Kelompok Rumahtangga dan Tidak Terkait dengan pemilikan kasur seperti ditunjukkan oleh Gambar 75, baik rumahtangga miskin dan tidak miskin di Desa Babakan Keusik, Bulagor dan Sudimanik umumnya telah memiliki kasur. Namun di Desa Cikalong sebagian besar (55.8 persen) rumahtangga miskinnya tidak memiliki kasur, sedangkan rumahtangga tidak miskin umumnya telah memiliki kasur. Terkait dengan pemilikan hewan ternak seperti ditunjukkan oleh Gambar 76, baik rumahtangga miskin maupun tidak miskin umumnya mereka tidak memiliki hewan ternak. Rumahtangga miskin yang tidak mempunyai ternak di Desa Babakan Keusik mencapai 66.7 persen angka ini sedikit lebih kecil jika

34 191 dibandingkan rumahtangga tidak miskin yang mencapai 7.9 persen. Begitu pula di Desa Bulagor dan Sudimanik rumahtangga miskin yang tidak mempunyai ternak jumlahnya sedikit lebih kecil jika dibandingkan rumahtangga tidak miskin. Sedangkan di Desa Cikalong rumahtangga miskin yang tidak memiliki ternak sebanyak 82.7 persen sedangkan kelompok tidak miskin sebesar 7.8 persen Tidak Total Tidak Total Tidak Total Tidak Babakan Keusik Bulagor Sudimanik Cikalong Total Tidak Ya Gambar 75. Karakteristik Pemilikan Kasur Menurut Kelompok Rumahtangga dan Tidak Tidak Ya 1.. Tidak Total Tidak Total Tidak Total Tidak Total Babakan Keusik Bulagor Sudimanik Cikalong Gambar 76. Karakteristik Pemilikan Ternak Menurut Kelompok Rumahtangga dan Tidak

35 Karakteristik Konsumsi Melihat dari kemampuan rumahtangga untuk mengkonsumsi daging/ayam/ikan/telur selama seminggu yang lalu di Desa Babakan Keusik sudah cukup baik, terlihat dari kelompok rumahtangga miskin hanya 2.6 persen saja yang tidak mengkonsumsi. Kemampuan rumahtangga untuk mengkonsumsi daging/ayam/ikan/telur selama seminggu yang lalu di Desa Bulagor juga sudah cukup baik, terlihat dari kelompok rumahtangga miskin hanya 31.2 persen saja yang tidak dapat mengkonsumsi daging/ayam/ikan/telur selama seminggu yang lalu. Sementara itu di Desa Sudimanik masih buruk, terlihat sebanyak 6.1 persen yang tidak mengkonsumsi daging/ayam/ikan/telur selama seminggu yang lalu sedangkan untuk rumahtangga tidak miskin hanya 19.8 persen. Begitu pula di Desa Cikalong masih buruk, terlihat dari kelompok rumahtangga miskin hanya 72.1 persen saja yang tidak mengkonsumsi daging/ayam/ikan/telur selama seminggu yang lalu. Karakteristik konsumsi daging menurut kelompok rumahtangga dapat dilihat pada Gambar Tidak Total Tidak Total Tidak Total Tidak Babakan Keusik Bulagor Sudimanik Cikalong Total Tidak Ya Gambar 77. Karakteristik Konsumsi Daging/Ayam/Telur/Ikan Satu Minggu yang Lalu Menurut Kelompok Rumahtangga dan Tidak

36 193 Kemampuan membeli pakaian satu stel untuk kelompok rumahtangga miskin tidak miskin untuk di empat desa seperti ditunjukkan oleh Gambar 78 sudah cukup baik, terlihat 1 persen rumahtangga tidak miskin mampu membeli pakaian minimal satu stel dalam satu tahun. Sementara itu untuk rumahtangga miskin tidak semua rumahtangga dapat membeli. Rumahtangga miskin di Desa Babakan Keusik sebesar 84.6 persen yang dapat membeli pakaian, di Desa Bulagor sebesar 69.9 persen, di Desa Sudimanik sebesar 63.3 persen sementara itu di Desa Cikalong rumahtangga miskin yang mampu membeli pakaian satu stel sebesar 34.5 persen Tidak Total Tidak Total Tidak Total Tidak Total Tidak Ya Babakan Keusik Bulagor Sudimanik Cikalong Gambar 78. Konsumsi Minimal Satu Stel Pakaian Menurut Kelompok Rumahtangga dan Tidak Karakteristik Ketenagakerjaan Lapangan usaha kelompok rumahtangga miskin dan tidak miskin di Desa Babakan Keusik seperti ditunjukkan oleh Gambar 79, masih didominasi oleh sektor pertanian. Sekitar 52.7 persen rumahtangga miskin di Desa Babakan Keusik bermata pencaharian di sektor pertanian sedangkan pada kelompok

37 194 rumahtangga tidak miskin sebesar 48.3 persen. Jumlah rumahtangga miskin yang bekerja di sektor jasa sebanyak 9.5 persen sedangkan untuk kelompok rumahtangga yang tidak miskin sebanyak 12.3 persen. Sementara itu, sebanyak 11.5 persen rumahtangga miskin tidak bekerja sedangkan pada rumahtangga tidak miskin yang tidak bekerja sebanyak 12.3 persen Tidak Total Lainnya Pertanian Pertambangan dan penggalian Industri/kerajinan Konstruksi/bangunan Perdagangan Angkutan, pergudangan dan komunikasi Jasa-jasa Tidak bekerja Gambar 79. Lapangan Usaha dari Pekerjaan Utama Menurut Kelompok Rumahtangga dan Tidak di Desa Babakan Keusik Lapangan usaha kelompok rumahtangga miskin dan tidak miskin di Desa Bulagor seperti ditunjukkan oleh Gambar 8, masih di dominasi oleh pertanian. Sekitar 58.7 persen rumahtangga miskin di Desa Bulagor bermata pencaharian di sektor pertanian sedangkan pada kelompok rumahtangga tidak miskin sebesar 52.4 persen. Jumlah rumahtangga miskin yang bekerja di sektor perdagangan sebanyak 2.8 persen sedangkan rumahtangga tidak miskin sebanyak 4.5 persen. Jumlah rumahtangga miskin yang bekerja di sektor jasa sebanyak 2.5 persen, sedangkan untuk kelompok rumahtangga yang tidak miskin sebanyak 8.2 persen. Sementara itu, sebanyak 11.5 persen rumahtangga miskin

38 195 tidak bekerja sedangkan pada rumahtangga tidak miskin yang tidak bekerja sebanyak 4.1 persen Tidak Total Lainnya Pertanian Pertambangan dan penggalian Industri/kerajinan Konstruksi/bangunan Perdagangan Angkutan, pergudangan dan komunikasi Jasa-jasa Tidak bekerja Gambar 8. Lapangan Usaha dari Pekerjaan Utama Menurut Kelompok Rumahtangga dan Tidak di Desa Bulagor Lapangan usaha kelompok rumahtangga miskin dan tidak miskin di Desa Sudimanik seperti ditunjukkan oleh Gambar 81, masih di dominasi oleh sektor pertanian. Sekitar 56.5 persen rumahtangga miskin di Desa Bulagor bermata pencaharian di sektor pertanian, sedangkan pada kelompok rumahtangga tidak miskin sebesar 44.2 persen yang bekerja di sektor pertanian. Jumlah rumahtangga miskin yang bekerja di sektor jasa sebanyak 18.1 persen sedangkan untuk kelompok rumahtangga yang tidak miskin sebanyak 18.6 persen saja yang bekerja di sektor jasa. Jumlah rumahtangga miskin yang bekerja di sektor perdagangan sebanyak 5.8 persen sedangkan pada rumahtangga tidak miskin yang bekerja di sektor perdagangan sebanyak 14. persen. Sementara itu, sebanyak 9.4 persen rumahtangga miskin tidak bekerja sedangkan pada rumahtangga tidak miskin yang tidak bekerja sebanyak 1.5 persen.

39 Tidak Total Lainnya Industri/kerajinan Konstruksi/bangunan Angkutan, pergudangan dan komunikasi Jasa-jasa Pertanian Listrik, gas dan air Perdagangan Keuangan Tidak bekerja Gambar 81. Lapangan Usaha dari Pekerjaan Utama Menurut Kelompok Rumahtangga dan Tidak di Desa Sudimanik Lapangan usaha kelompok rumahtangga miskin dan tidak miskin di Desa Cikalong, masih di dominasi oleh sektor pertanian. Sebesar 37. persen rumahtangga miskin di Desa Cikalong bermata pencaharian di sektor pertanian, sedangkan pada kelompok rumahtangga tidak miskin sebesar 45.8 persen. Jumlah rumahtangga miskin yang bekerja di sektor jasa sebanyak 36.4 persen sedangkan untuk kelompok rumahtangga yang tidak miskin sebanyak 23.3 persen saja yang bekerja di sektor jasa. Jumlah rumahtangga miskin yang bekerja di sektor perdagangan sebanyak 1.2 persen sedangkan rumahtangga tidak miskin yang bekerja di sektor jasa sebanyak 6.7 persen. Sementara itu, sebanyak 15.5 persen rumahtangga miskin tidak bekerja sedangkan pada rumahtangga tidak miskin yang tidak bekerja sebanyak 12.5 persen. Lapangan usaha kelompok rumahtangga miskin dan tidak miskin di Desa Cikalong secara lengkap disajikan pada Gambar 82.

40 Tidak Total Lainnya Pertambangan dan penggalian Konstruksi/bangunan Angkutan, pergudangan dan komunikasi Tidak bekerja Pertanian Industri/kerajinan Perdagangan Jasa-jasa Gambar 82. Lapangan Usaha dari Pekerjaan Utama Menurut Kelompok Rumahtangga dan Tidak di Desa Cikalong Nurmanaf, et al. (2) menyatakan bahwa jenis kegiatan utama rumahtangga miskin adalah kegiatan di sektor pertanian, khususnya buruh tani. Sedangkan kegiatan di sektor luar pertanian cenderung melakukan jenis kegiatan yang mengandalkan tenaga fisik seperti buruh industri, buruh bangunan, dan buruh angkutan. Sementara itu, sumber pendapatan rumahtangga miskin di pedesaan berasal dari berbagai sumber (dua hingga tiga sumber). Sektor pertanian (usahatani dan buruh tani) merupakan sumber pendapatan yang dominan disusul oleh buruh di sektor luar pertanian Karakteristik Pengeluaran Rumahtangga Proporsi pengeluaran makanan terhadap total pengeluaran menjadi salah satu indikator yang cukup sensitif untuk melihat kecukupan pendapatan dirumahtangga. Apabila persentase pengeluaran makanan sudah mencapai 8 persen lebih maka itu menunjukkan daya beli rumahtangga terbesar hanya untuk kebutuhan makanan saja, yaitu kebutuhan dasar untuk hidup, sementara untuk

41 198 kebutuhan non makanan seperti pakaian, pendidikan, kesehatan, transportasi, rekreasi dan lainnya hanya dapat dialokasikan maksimum 2 persen dari total pendapatannya. Sangat menarik untuk dianalisis, persentase pengeluaran makan terhadap total pengeluaran di Desa Babakan Keusik pada kelompok rumahtangga tidak miskin yang persentasenya lebih besar dari 8 persen cukup tinggi yaitu 35.2 persen. Kelompok rumahtangga tidak miskin yang proporsi pengeluaran untuk makanan kurang dari 5 persen mencapai 3.1 persen. Rumahtangga miskin yang memiliki persentase pengeluaran untuk makanan lebih dari 8 persen dari total pengeluaran adalah sebanyak 41.7 persen. Sementara itu rumahtangga miskin yang memiliki proporsi pengeluaran makanan terhadap total pengeluaran kurang dari 5 persen adalah sebesar persen. Proporsi pengeluaran untuk makanan terhadap total pengeluaran menurut kelompok rumahtangga miskin dan tidak miskin di Desa Babakan Keusik secara lengkap ditunjukkan oleh Gambar < > 9 T idak miskin T otal Gambar 83. Proporsi Makanan Terhadap Total Pengeluaran Menurut Kelompok Rumahtangga dan Tidak di Desa Babakan Keusik

BUTIR KEGIATAN ANALIS KETAHANAN PANGAN BIDANG KERAWANAN PANGAN

BUTIR KEGIATAN ANALIS KETAHANAN PANGAN BIDANG KERAWANAN PANGAN BUTIR KEGIATAN ANALIS KETAHANAN PANGAN BIDANG KERAWANAN PANGAN Hotel Royal 26-29 September 2016 BIDANG KERAWANAN PANGAN PUSAT KETERSEDIAAN DAN KERAWANAN PANGAN BADAN KETAHANAN PANGAN KEMENTERIAN PERTANIAN

Lebih terperinci

14 KRITERIA MISKIN MENURUT STANDAR BPS ; 1. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8m2 per orang.

14 KRITERIA MISKIN MENURUT STANDAR BPS ; 1. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8m2 per orang. 14 KRITERIA MISKIN MENURUT STANDAR BPS ; 1. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8m2 per orang. 2. Jenis lantai tempat tinggal terbuat dari tanah/bambu/kayu murahan. 3. Jenis dinding tempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperbaharui, karena memiliki proses pembentukan yang cukup lama serta

BAB I PENDAHULUAN. diperbaharui, karena memiliki proses pembentukan yang cukup lama serta 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Minyak bumi merupakan sumberdaya alam yang tidak dapat diperbaharui, karena memiliki proses pembentukan yang cukup lama serta jumlah dan persediaan yang terbatas.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keterbukaan sosial dan ruang bagi debat publik yang jauh lebih besar. Untuk

BAB I PENDAHULUAN. keterbukaan sosial dan ruang bagi debat publik yang jauh lebih besar. Untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia kini adalah negara dengan sistem demokrasi baru yang bersemangat, dengan pemerintahan yang terdesentralisasi, dengan adanya keterbukaan sosial dan

Lebih terperinci

BAB VI KARAKTERISTIK INDIVIDU DAN RUMAHTANGGA PETANI PESERTA PROGRAM PEMBERDAYAAN PETANI MELALUI TEKNOLOGI DAN INFORMASI PERTANIAN (P3TIP)

BAB VI KARAKTERISTIK INDIVIDU DAN RUMAHTANGGA PETANI PESERTA PROGRAM PEMBERDAYAAN PETANI MELALUI TEKNOLOGI DAN INFORMASI PERTANIAN (P3TIP) 58 BAB VI KARAKTERISTIK INDIVIDU DAN RUMAHTANGGA PETANI PESERTA PROGRAM PEMBERDAYAAN PETANI MELALUI TEKNOLOGI DAN INFORMASI PERTANIAN (P3TIP) Bab ini mendeskripsikan karakteristik demografi individu petani

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN RIAU FEBRUARI 2016

KEADAAN KETENAGAKERJAAN RIAU FEBRUARI 2016 KEADAAN KETENAGAKERJAAN RIAU FEBRUARI 2016 FEBRUARI 2016 : TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 5,94 PERSEN No. 26/05/14/Th.XVII, 4 Mei 2016 Jumlah angkatan kerja di Riau pada 2016 mencapai 2.978.238 orang,

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN RIAU FEBRUARI 2017

KEADAAN KETENAGAKERJAAN RIAU FEBRUARI 2017 KEADAAN KETENAGAKERJAAN RIAU FEBRUARI 2017 No. 24/05/14/Th.XVIII, 5 Mei 2017 Jumlah angkatan kerja (pekerja dan pengangguran) di Riau pada 2017 mencapai 3,13 juta orang, atau naik 150 ribu orang (5,03

Lebih terperinci

INDEKS TENDENSI KONSUMEN JAWA TENGAH TRIWULAN I-2014

INDEKS TENDENSI KONSUMEN JAWA TENGAH TRIWULAN I-2014 No.30/05/33/Th.VIII, 5 Mei 2014 INDEKS TENDENSI KONSUMEN JAWA TENGAH TRIWULAN I-2014 A. Penjelasan Umum Indeks Tendensi Konsumen (ITK) adalah indikator perkembangan ekonomi terkini yang dihasilkan Badan

Lebih terperinci

dengan 7 (tujuh), sedangkan target nomor 8 (delapan) menjadi Angka kematian ibu per kelahiran hidup turun drastis

dengan 7 (tujuh), sedangkan target nomor 8 (delapan) menjadi Angka kematian ibu per kelahiran hidup turun drastis dengan 7 (tujuh), sedangkan target nomor 8 (delapan) menjadi kewenangan pemerintah pusat. Angka kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup turun drastis pada tahun 2011, hal ini karena kasus kematian ibu

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KEPRI

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KEPRI BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KEPRI No. 31/05/21/Th. VI, 5 Mei 2011 KEADAAN KETENAGAKERJAAN DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU SAMPAI DENGAN FEBRUARI 2011 TINGKAT PENGANGGURAN KEPRI SEBESAR 7,04 PERSEN Jumlah

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH FEBRUARI 2015

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH FEBRUARI 2015 No.08/05/62/Th.IX, 5 Mei 2015 KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH FEBRUARI 2015 Februari 2015 : Tingkat Pengangguran Terbuka Provinsi Kalimantan Tengah Sebesar 3,14 persen Jumlah angkatan

Lebih terperinci

Analisis Dan Perhitungan Pembanding Kemiskinan Di Provinsi Lampung

Analisis Dan Perhitungan Pembanding Kemiskinan Di Provinsi Lampung Analisis Dan Perhitungan Pembanding Kemiskinan Di Provinsi Lampung Dari kajian terdahulu memberi kesimpulan bahwa tingginya persentase dan jumlah penduduk miskin Lampung lebih disebabkan oleh masih tingginya

Lebih terperinci

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 28 TAHUN 2013 TENTANG INDIKATOR KELUARGA MISKIN DI KABUPATEN BANYUWANGI

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 28 TAHUN 2013 TENTANG INDIKATOR KELUARGA MISKIN DI KABUPATEN BANYUWANGI 1 BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 28 TAHUN 2013 TENTANG INDIKATOR KELUARGA MISKIN DI KABUPATEN BANYUWANGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI, Menimbang : a.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masalah ini menjadi perhatian nasional dan penanganannya perlu dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. Masalah ini menjadi perhatian nasional dan penanganannya perlu dilakukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia masih menghadapi masalah kemiskinan dan kerawanan pangan. Masalah ini menjadi perhatian nasional dan penanganannya perlu dilakukan secara terpadu

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN SUMATERA UTARA FEBRUARI 2016

KEADAAN KETENAGAKERJAAN SUMATERA UTARA FEBRUARI 2016 BPS PROVINSI SUMATERA UTARA No. 29/05/12/Th. XIX, 4 Mei 2016 KEADAAN KETENAGAKERJAAN SUMATERA UTARA FEBRUARI 2016 FEBRUARI 2016: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 6,49 PERSEN angkatan kerja di Sumatera

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN DI DKI JAKARTA AGUSTUS 2012

KEADAAN KETENAGAKERJAAN DI DKI JAKARTA AGUSTUS 2012 BPS PROVINSI DKI JAKARTA No.51/11/31/Th. XIV, 5 November KEADAAN KETENAGAKERJAAN DI DKI JAKARTA AGUSTUS Jumlah angkatan kerja di Provinsi DKI Jakarta pada mencapai 5,37 juta orang, bertambah 224,74 ribu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia telah mencapai 240 juta jiwa (BPS, 2011). Hal ini merupakan sumber daya

I. PENDAHULUAN. Indonesia telah mencapai 240 juta jiwa (BPS, 2011). Hal ini merupakan sumber daya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara agraris dan maritim memiliki sumber kekayaan alam yang berlimpah dan memiliki jumlah penduduk nomor empat di dunia. Saat ini penduduk Indonesia

Lebih terperinci

HASIL BASIS DATA TERPADU (BDT) 2015 PROVINSI BALI

HASIL BASIS DATA TERPADU (BDT) 2015 PROVINSI BALI HASIL BASIS DATA TERPADU (BDT) 2015 PROVINSI BALI Oleh: TIM KOORDINASI PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH (TKPKD) PROV. BALI Disampaikan Pada Acara: Verifikasi dan Validasi Basis Data Terpadu (BDT) 2015

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU SAMPAI DENGAN AGUSTUS 2009

KEADAAN KETENAGAKERJAAN DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU SAMPAI DENGAN AGUSTUS 2009 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KEPULAUAN RIAU No. 152/12/21/Th.IV, 1 Desember 2009 KEADAAN KETENAGAKERJAAN DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU SAMPAI DENGAN AGUSTUS 2009 TINGKAT PENGANGGURAN KEPRI KEMBALI NAIK

Lebih terperinci

Keadaan Ketenagakerjaan Kalimantan Selatan Agustus 2017

Keadaan Ketenagakerjaan Kalimantan Selatan Agustus 2017 Keadaan Ketenagakerjaan Kalimantan Selatan 2017 No. 064/11/63/Th. XIX, 06 November 2017 Keadaan Ketenagakerjaan Kalimantan Selatan 2017 Kalimantan Selatan mengalami TPT sebesar 4,77 persen. Jumlah angkatan

Lebih terperinci

4 GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR

4 GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR 44 Keterbatasan Kajian Penelitian PKL di suatu perkotaan sangat kompleks karena melibatkan banyak stakeholder, membutuhkan banyak biaya, waktu dan tenaga. Dengan demikian, penelitian ini memiliki beberapa

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN RIAU FEBRUARI 2015

KEADAAN KETENAGAKERJAAN RIAU FEBRUARI 2015 KEADAAN KETENAGAKERJAAN RIAU FEBRUARI 2015 FEBRUARI 2015 : TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 6,72 PERSEN No. 28/05/14/Th.XVI, 5 Mei 2015 Jumlah angkatan kerja di Riau pada 2015 mencapai 2.974.014 orang,

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM KABUPATEN SIMEULUE

IV. KONDISI UMUM KABUPATEN SIMEULUE IV. KONDISI UMUM KABUPATEN SIMEULUE 4.1 Kondisi Wilayah Pulau Simeulue merupakan salah satu pulau terluar dari propinsi Nanggroe Aceh Darussalam Ο Ο Ο Ο berada pada posisi 0 0 03-03 0 04 lintang Utara

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN DI DKI JAKARTA FEBRUARI 2016

KEADAAN KETENAGAKERJAAN DI DKI JAKARTA FEBRUARI 2016 BPS PROVINSI DKI JAKARTA No. 23/05/31/Th. XVI, 4 Mei 2016 KEADAAN KETENAGAKERJAAN DI DKI JAKARTA FEBRUARI 2016 TPT DKI JAKARTA BULAN FEBRUARI 2016 SEBESAR 5,77 PERSEN Jumlah angkatan kerja pada Februari

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN SUMATERA UTARA FEBRUARI 2017

KEADAAN KETENAGAKERJAAN SUMATERA UTARA FEBRUARI 2017 BPS PROVINSI SUMATERA UTARA No. 30/05/12/Th. XX, 5 Mei 2017 KEADAAN KETENAGAKERJAAN SUMATERA UTARA FEBRUARI 2017 FEBRUARI 2017: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 6,41 PERSEN angkatan kerja di Sumatera

Lebih terperinci

BPS PROVINSI JAWA BARAT

BPS PROVINSI JAWA BARAT BPS PROVINSI JAWA BARAT No. 29/05/32/Th.XIX, 5 Mei 2017 KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI JAWA BARAT FEBRUARI 2017 Angkatan kerja pada Februari 2017 sebanyak 22,64 juta orang, naik sekitar 0,46 juta orang

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM. Desa Lulut secara administratif terletak di Kecamatan Klapanunggal,

V. GAMBARAN UMUM. Desa Lulut secara administratif terletak di Kecamatan Klapanunggal, V. GAMBARAN UMUM 5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Desa Lulut secara administratif terletak di Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Desa ini berbatasan dengan Desa Bantarjati

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN DI DKI JAKARTA FEBRUARI 2011

KEADAAN KETENAGAKERJAAN DI DKI JAKARTA FEBRUARI 2011 BPS PROVINSI DKI JAKARTA KEADAAN KETENAGAKERJAAN DI DKI JAKARTA FEBRUARI 2011 TPT DKI JAKARTA BULAN FEBRUARI 2011 SEBESAR 10,83 PERSEN No. 19/05/31/Th XIII, 5 Mei 2011 Jumlah angkatan kerja pada Februari

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR

BAB III GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR 20 BAB III GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR 3.1. SITUASI GEOGRAFIS Secara geografis, Kota Bogor berada pada posisi diantara 106 derajat 43 30 BT-106 derajat 51 00 BT dan 30 30 LS-6 derajat 41 00 LS, atau kurang

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN NTT FEBRUARI 2015

KEADAAN KETENAGAKERJAAN NTT FEBRUARI 2015 No. 06/05/53/Th. XV, 5 Mei 2015 KEADAAN KETENAGAKERJAAN NTT FEBRUARI 2015 FEBRUARI 2015: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA NTT SEBESAR 3,12% Angkatan kerja NTT pada Februari 2015 mencapai 2.405.644 orang, bertambah

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2017

KEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2017 No. 08/05/Th. XI, 5 Mei 2017 KEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2017 FEBRUARI 2017: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 3,14 PERSEN Jumlah angkatan kerja di Sulawesi Tenggara pada Februari 2017 mencapai

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KEPRI

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KEPRI BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KEPRI No. xxx/05/21/th. V, 10 Mei 2010 KEADAAN KETENAGAKERJAAN DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU SAMPAI DENGAN FEBRUARI 2010 TINGKAT PENGANGGURAN KEPRI TERENDAH DALAM EMPAT TAHUN

Lebih terperinci

BPS PROVINSI DKI JAKARTA

BPS PROVINSI DKI JAKARTA BPS PROVINSI DKI JAKARTA No. 55/11/31/Th.XVI, 5 November 2014 KEADAAN KETENAGAKERJAAN DI DKI JAKARTA AGUSTUS 2014 AGUSTUS 2014: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 8,47 PERSEN Jumlah angkatan kerja di

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAKARTA TAHUN 2016 EKONOMI JAKARTA TAHUN 2016 TUMBUH 5,85 PERSEN

PERTUMBUHAN EKONOMI JAKARTA TAHUN 2016 EKONOMI JAKARTA TAHUN 2016 TUMBUH 5,85 PERSEN No. 09/02/31/Th.XIX, 6 Februari 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI JAKARTA TAHUN 2016 EKONOMI JAKARTA TAHUN 2016 TUMBUH 5,85 PERSEN Perekonomian Jakarta tahun 2016 yang diukur berdasarkan Produk Domestik Regional

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 43 IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Geografis 1. Letak dan Batas Wilayah Kabupaten Kudus secara geografis terletak antara 110º 36 dan 110 o 50 BT serta 6 o 51 dan 7 o 16 LS. Kabupaten Kudus

Lebih terperinci

KINERJA DAN PERSPEKTIF KEGIATAN NON-PERTANIAN DALAM EKONOMI PEDESAAN *

KINERJA DAN PERSPEKTIF KEGIATAN NON-PERTANIAN DALAM EKONOMI PEDESAAN * KINERJA DAN PERSPEKTIF KEGIATAN NON-PERTANIAN DALAM EKONOMI PEDESAAN * Oleh: Kecuk Suhariyanto, Badan Pusat Statistik Email: kecuk@mailhost.bps.go.id 1. PENDAHULUAN Menjelang berakhirnya tahun 2007, 52

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagaimana penyelesaian masalah tersebut. Peran itu dapat dilihat dari sikap

BAB I PENDAHULUAN. bagaimana penyelesaian masalah tersebut. Peran itu dapat dilihat dari sikap BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Peran pemerintah sangat penting dalam merancang dan menghadapi masalah pembangunan ekonomi. Seberapa jauh peran pemerintah menentukan bagaimana penyelesaian

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KEPULAUAN RIAU KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU FEBRUARI 2016

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KEPULAUAN RIAU KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU FEBRUARI 2016 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KEPULAUAN RIAU No. 40/05/21/Th. XI, 4 Mei 2016 KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU FEBRUARI 2016 FEBRUARI 2016: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 9,03 PERSEN

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN RIAU FEBRUARI 2014 FEBRUARI 2014 : TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 4,99 PERSEN

KEADAAN KETENAGAKERJAAN RIAU FEBRUARI 2014 FEBRUARI 2014 : TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 4,99 PERSEN No. 26/05/14/Th.XV, 5 Mei 2014 KEADAAN KETENAGAKERJAAN RIAU FEBRUARI 2014 FEBRUARI 2014 : TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 4,99 PERSEN Jumlah angkatan kerja di Riau pada 2014 mencapai 2.801.165 orang,

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN SUMATERA BARAT AGUSTUS 2014

KEADAAN KETENAGAKERJAAN SUMATERA BARAT AGUSTUS 2014 No. 66/11/13/Th XVII, 5 November KEADAAN KETENAGAKERJAAN SUMATERA BARAT Jumlah angkatan kerja di Sumatera Barat pada Agustus mencapai 2,33 juta orang, naik 110 ribu orang dibandingkan dengan jumlah angkatan

Lebih terperinci

BAB V PELAKSANAAN PKH DI KELURAHAN BALUMBANG JAYA

BAB V PELAKSANAAN PKH DI KELURAHAN BALUMBANG JAYA BAB V PELAKSANAAN PKH DI KELURAHAN BALUMBANG JAYA 5.1 Kelembagaan PKH Pemilihan rumah tangga untuk menjadi peserta PKH dilakukan berdasarkan kriteria BPS. Ada 14 (empat belas) kriteria keluarga miskin

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI BENGKULU FEBRUARI 2016

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI BENGKULU FEBRUARI 2016 KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI BENGKULU FEBRUARI 2016 No. 29 /05/17/Th X, 4 Mei 2016 KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI BENGKULU FEBRUARI 2016 FEBRUARI 2016: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 3,84

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI BALI AGUSTUS 2016

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI BALI AGUSTUS 2016 No. 76/11/51/Th. X, 7 November 2016 KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI BALI AGUSTUS 2016 Jumlah angkatan kerja di Provinsi Bali pada Agustus 2016 mencapai 2.463.039 orang, bertambah sebanyak 80.573 orang

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2016

KEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2016 No. 08/11/Th.X, 4 Mei 2016 KEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2016 FEBRUARI 2016: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 3,78 PERSEN Jumlah angkatan kerja di Sulawesi Tenggara pada Februari 2016 mencapai 1.212.040

Lebih terperinci

INDEKS TENDENSI KONSUMEN JAWA TENGAH TRIWULAN IV-2012

INDEKS TENDENSI KONSUMEN JAWA TENGAH TRIWULAN IV-2012 No. 13/02/33/Th.VII, 5 Februari 2013 INDEKS TENDENSI KONSUMEN JAWA TENGAH TRIWULAN IV-2012 A. Penjelasan Umum Indeks Tendensi Konsumen (ITK) adalah indikator perkembangan ekonomi terkini yang dihasilkan

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2015

KEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2015 KEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2015 No. 31 /05/17/Th IX, 5 Mei 2015 FEBRUARI 2015: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 3,21 PERSEN Jumlah angkatan kerja di Provinsi Bengkulu pada Februari 2015 mencapai

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI BENGKULU FEBRUARI 2016

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI BENGKULU FEBRUARI 2016 No. 29 /05/17/Th X, 4 Mei 2016 KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI BENGKULU FEBRUARI 2016 FEBRUARI 2016: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 3,84 PERSEN Jumlah angkatan kerja di Provinsi Bengkulu pada Februari

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU AGUSTUS 2013

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU AGUSTUS 2013 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KEPULAUAN RIAU No. 77/11/21/Th. VIII, 6 November 2013 KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU AGUSTUS 2013 AGUSTUS 2013: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 6,25

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN RIAU AGUSTUS 2015

KEADAAN KETENAGAKERJAAN RIAU AGUSTUS 2015 No. 60/11/14/Th. XVI, 5 November 2015 KEADAAN KETENAGAKERJAAN RIAU AGUSTUS 2015 AGUSTUS 2015, TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 7,83 PERSEN Jumlah angkatan kerja di Provinsi Riau pada Agustus 2015 mencapai

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN RIAU FEBRUARI 2013

KEADAAN KETENAGAKERJAAN RIAU FEBRUARI 2013 No. 26/05/14/Th. XIV, 6 Mei 2013 KEADAAN KETENAGAKERJAAN RIAU FEBRUARI 2013 Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Riau pada Februari 2013 sebesar 4,13 persen Jumlah angkatan kerja di Riau pada Februari 2013

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU FEBRUARI 2015

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU FEBRUARI 2015 BPS PROVINSI KEPULAUAN RIAU No. 42/05/21/Th. X, 4 Mei 2015 KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU FEBRUARI 2015 FEBRUARI 2015: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 9,05 PERSEN Jumlah angkatan

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN AGUSTUS 2015 AGUSTUS 2015: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA (TPT) SEBESAR 4,91 PERSEN

KEADAAN KETENAGAKERJAAN AGUSTUS 2015 AGUSTUS 2015: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA (TPT) SEBESAR 4,91 PERSEN No. 68 /11/17/Th IX, 5 November 2015 KEADAAN KETENAGAKERJAAN AGUSTUS 2015 AGUSTUS 2015: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA (TPT) SEBESAR 4,91 PERSEN Jumlah angkatan kerja di Provinsi Bengkulu pada Agustus 2015

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN NTT FEBRUARI 2014

KEADAAN KETENAGAKERJAAN NTT FEBRUARI 2014 No. 06/05/53/Th. XV, 5 Mei 2014 KEADAAN KETENAGAKERJAAN NTT FEBRUARI 2014 FEBRUARI 2014: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA NTT SEBESAR 1,97% Angkatan kerja NTT pada Februari 2014 mencapai 2.383.116 orang, bertambah

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI LAMPUNG AGUSTUS 2017

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI LAMPUNG AGUSTUS 2017 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI LAMPUNG KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI LAMPUNG AGUSTUS 2017 AGUSTUS 2017 TINGKAT PENGANGGUR- AN TERBUKA SEBESAR 4,33 PERSEN Penduduk yang bekerja pada Agustus 2017 berkurang

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH AGUSTUS 2012

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH AGUSTUS 2012 No. 08/11/62/Th.VI, 5 November 2012 KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH AGUSTUS 2012 Agustus 2012 : Tingkat Pengangguran Terbuka Provinsi Kalimantan Tengah Sebesar 3,17 persen Jumlah angkatan

Lebih terperinci

SURVEI KOMUTER MEBIDANG 2015

SURVEI KOMUTER MEBIDANG 2015 REPUBLIK INDONESIA BADAN PUSAT STATISTIK KOMUTER15 C RAHASIA 101. Provinsi SURVEI KOMUTER MEBIDANG 2015 PENCACAHAN RUMAH TANGGA KOMUTER I. KETERANGAN TEMPAT 102. Kabupaten/Kota *) 103. Kecamatan 104. Desa/Kelurahan

Lebih terperinci

pendapatan masyarakat. h. Jumlah Rumah Tangga Miskin status kesejahteraan dapat dilihat pada tabel 2.42.

pendapatan masyarakat. h. Jumlah Rumah Tangga Miskin status kesejahteraan dapat dilihat pada tabel 2.42. Tabel 2.41. Perhitungan Indeks Gini Kabupaten Temanggung Tahun 2012 Kelompok Jumlah Rata-rata % Kumulatif Jumlah % Kumulatif Xk-Xk-1 Yk+Yk-1 (Xk-Xk-1)* Pengeluaran Penduduk Pengeluaran Penduduk Pengeluaran

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN KALIMANTAN SELATAN AGUSTUS 2016

KEADAAN KETENAGAKERJAAN KALIMANTAN SELATAN AGUSTUS 2016 No.62/11/ 63/Th XX/07 November 2016 KEADAAN KETENAGAKERJAAN KALIMANTAN SELATAN AGUSTUS 2016 Jumlah angkatan kerja mencapai 2,08 juta orang atau terjadi penambahan sebesar 91,13 ribu orang dibanding Agustus

Lebih terperinci

STATISTIK DAN PERANAN PENYEDIAAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN YANG LAYAK TERHADAP KEMISKINAN DI JAWA TENGAH Disampaikan oleh: BPS Provinsi Jawa Tengah

STATISTIK DAN PERANAN PENYEDIAAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN YANG LAYAK TERHADAP KEMISKINAN DI JAWA TENGAH Disampaikan oleh: BPS Provinsi Jawa Tengah STATISTIK DAN PERANAN PENYEDIAAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN YANG LAYAK TERHADAP KEMISKINAN DI JAWA TENGAH Disampaikan oleh: BPS Provinsi Jawa Tengah FGD PENINGKATAN KUALITAS RTLH UNTUK MENDUKUNG PENANGGULANGAN

Lebih terperinci

DISTRIBUSI PENDAPATAN KOTA PALANGKA RAYA 2014

DISTRIBUSI PENDAPATAN KOTA PALANGKA RAYA 2014 DISTRIBUSI PENDAPATAN KOTA PALANGKA RAYA 2014 ISSN : No. Publikasi : Katalog BPS : Ukuran Buku : 17,6 cm x 25 cm Jumlah Halaman : iii + 20 halaman Naskah: Penanggung Jawab Umum : Sindai M.O Sea, SE Penulis

Lebih terperinci

BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT

BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT 2.1. Gambaran Umum 2.1.1. Letak Geografis Kabupaten Sumba Barat merupakan salah satu Kabupaten di Pulau Sumba, salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh orang dewasa. Hal ini disebabkan oleh anak-anak yang dianggap masih

BAB I PENDAHULUAN. oleh orang dewasa. Hal ini disebabkan oleh anak-anak yang dianggap masih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak-anak pada dasarnya merupakan kaum lemah yang harus dilindungi oleh orang dewasa. Hal ini disebabkan oleh anak-anak yang dianggap masih membutuhkan bimbingan orang

Lebih terperinci

Keadaan Ketenagakerjaan Banten Agustus 2017

Keadaan Ketenagakerjaan Banten Agustus 2017 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI BANTEN Keadaan Ketenagakerjaan Banten Agustus 2017 Tingkat Pengangguran Banten Agustus 2017 sebesar 9,28 persen Jumlah penduduk yang bekerja pada Agustus 2017 sebesar 5,08

Lebih terperinci

ANALISIS PENYERAPAN TENAGA KERJA PERDESAAN LAHAN KERING BERBASIS PERKEBUNAN

ANALISIS PENYERAPAN TENAGA KERJA PERDESAAN LAHAN KERING BERBASIS PERKEBUNAN ANALISIS PENYERAPAN TENAGA KERJA PERDESAAN LAHAN KERING BERBASIS PERKEBUNAN Adi Setiyanto PENDAHULUAN Tenaga kerja merupakan motor penggerak dalam pembangunan ekonomi. Tenaga kerja sebagai sumber daya

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN BANTEN AGUSTUS 2016

KEADAAN KETENAGAKERJAAN BANTEN AGUSTUS 2016 No. 66/11/36/Th.X, 7 November 2016 KEADAAN KETENAGAKERJAAN BANTEN AGUSTUS 2016 Jumlah angkatan kerja pada Agustus 2016 mencapai 5,6 juta orang, naik sekitar 253 ribu orang jika dibandingkan dengan keadaan

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN KALIMANTAN SELATAN AGUSTUS 2014

KEADAAN KETENAGAKERJAAN KALIMANTAN SELATAN AGUSTUS 2014 No.66 /11/ 63 / Th XVIII / 05 November 2014 KEADAAN KETENAGAKERJAAN KALIMANTAN SELATAN AGUSTUS 2014 Pada bulan Agustus 2014, jumlah angkatan kerja mencapai 1,94 juta orang atau terjadi penambahan sebesar

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI BALI FEBRUARI 2017

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI BALI FEBRUARI 2017 No. 34/05/51/Th. XI, 5 Mei 2017 KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI BALI FEBRUARI 2017 Jumlah angkatan kerja di Provinsi Bali pada Februari 2017 mencapai 2.469.104 orang, bertambah 86.638 orang dibanding

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN DI DKI JAKARTA AGUSTUS 2015

KEADAAN KETENAGAKERJAAN DI DKI JAKARTA AGUSTUS 2015 BPS PROVINSI DKI JAKARTA No. 54/11/31/Th. XVII, 5 November 2015 KEADAAN KETENAGAKERJAAN DI DKI JAKARTA AGUSTUS 2015 TPT DKI JAKARTA BULAN AGUSTUS 2015 SEBESAR 7,23 PERSEN Jumlah angkatan kerja pada Agustus

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN RIAU AGUSTUS 2016

KEADAAN KETENAGAKERJAAN RIAU AGUSTUS 2016 No. 056/11/14/Th. XVII, 7 November 2016 KEADAAN KETENAGAKERJAAN RIAU AGUSTUS 2016 AGUSTUS 2016, TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 7,43 PERSEN Jumlah angkatan kerja di Provinsi Riau pada Agustus 2016

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KEPRI

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KEPRI BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KEPRI No. 220/12/21/Th. V, 1 Desember 20 KEADAAN KETENAGAKERJAAN DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU SAMPAI DENGAN AGUSTUS 20 TINGKAT PENGANGGURAN KEPRI SEMAKIN TURUN Jumlah angkatan

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH Februari 2017

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH Februari 2017 No.08/05/62/Th. XI, 5 Mei 2017 KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH Februari 2017 Februari 2017 : Tingkat Pengangguran Terbuka Provinsi Kalimantan Tengah Sebesar 3,13 persen angkatan kerja

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI BALI AGUSTUS 2015

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI BALI AGUSTUS 2015 No. 78/11/51/Th. IX, 5 November 2015 KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI BALI AGUSTUS 2015 Jumlah angkatan kerja di Provinsi Bali pada Agustus 2015 mencapai 2.372.015 orang, bertambah sebanyak 55.257 orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terakhir. Pertumbuhan Indonesia hanya mencapai 5,8% pada tahun 2013 dan turun

BAB I PENDAHULUAN. terakhir. Pertumbuhan Indonesia hanya mencapai 5,8% pada tahun 2013 dan turun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami perlambatan dalam dua tahun terakhir. Pertumbuhan Indonesia hanya mencapai 5,8% pada tahun 2013 dan turun menjadi 5,2%

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI BALI FEBRUARI 2016

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI BALI FEBRUARI 2016 No. 34/05/51/Th. X, 4 Mei 2016 KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI BALI FEBRUARI 2016 Jumlah angkatan kerja di Provinsi Bali pada Februari 2016 mencapai 2.382.466 orang, bertambah sebanyak 10.451 orang dibanding

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN KALIMANTAN SELATAN AGUSTUS 2012

KEADAAN KETENAGAKERJAAN KALIMANTAN SELATAN AGUSTUS 2012 No. 63/11/63/Th XVI /05 November 2012 KEADAAN KETENAGAKERJAAN KALIMANTAN SELATAN AGUSTUS 2012 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) di Kalimantan Selatan keadaan Agustus 2012 sebesar 71,93 persen.

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAKARTA TAHUN 2015

PERTUMBUHAN EKONOMI JAKARTA TAHUN 2015 No. 09/02/31/Th.XVIII, 5 Februari 2016 PERTUMBUHAN EKONOMI JAKARTA TAHUN 2015 EKONOMI JAKARTA TAHUN 2015 TUMBUH 5,88 PERSEN MELAMBAT SEJAK TIGA TAHUN TERAKHIR Perekonomian Jakarta tahun 2015 yang diukur

Lebih terperinci

Keadaan Ketenagakerjaan Bali Agustus 2017

Keadaan Ketenagakerjaan Bali Agustus 2017 Berita Resmi Statistik Bulan November Provinsi Bali No. 75/11/51/Th. XI, 6 November BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI BALI Keadaan Ketenagakerjaan Bali Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Bali mencapai

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2017

KEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2017 BPS PROVINSI JAWA TIMUR KEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2017 No. 33/05/35/Th.XV, 5 Mei 2017 FEBRUARI 2017: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 4,10 PERSEN Penduduk usia 15 tahun ke atas di Jawa Timur

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH AGUSTUS 2016

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH AGUSTUS 2016 No.08/11/62/Th. X, 7 November 2016 KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH AGUSTUS 2016 Agustus 2016 : Tingkat Pengangguran Terbuka Provinsi Kalimantan Tengah Sebesar 4,82 persen angkatan kerja

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI JAMBI TAHUN 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI JAMBI TAHUN 2014 No. 11/02/15/Th.IX, 5 Februari 2015 PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI JAMBI TAHUN EKONOMI PROVINSI JAMBI TAHUN TUMBUH 7,9 PERSEN KINERJA POSITIF YANG TERUS TERJAGA DALAM KURUN LIMA TAHUN TERAKHIR Perekonomian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur Provinsi Kalimantan Timur terletak pada 113 0 44-119 0 00 BT dan 4 0 24 LU-2 0 25 LS. Kalimantan Timur merupakan

Lebih terperinci

DISTRIBUSI PENDAPATAN PENDUDUK KOTA PALANGKA RAYA TAHUN 2013

DISTRIBUSI PENDAPATAN PENDUDUK KOTA PALANGKA RAYA TAHUN 2013 DISTRIBUSI PENDAPATAN PENDUDUK KOTA PALANGKA RAYA TAHUN 2013 DISTRIBUSI PENDAPATAN PENDUDUK KOTA PALANGKA RAYA TAHUN 2013 KATA PENGANTAR Buku Distribusi Pendapatan Penduduk Kota Palangka Raya Tahun 2013

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN KALIMANTAN TIMUR FEBRUARI 2015 *)

KEADAAN KETENAGAKERJAAN KALIMANTAN TIMUR FEBRUARI 2015 *) BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR No.32/05/64/Th.XVIII, 5 Mei 2015 KEADAAN KETENAGAKERJAAN KALIMANTAN TIMUR FEBRUARI 2015 *) Jumlah angkatan kerja di Kalimantan Timur pada 2015 mencapai 1,65 juta orang yang

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROV SUMSEL FEBRUARI 2016

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROV SUMSEL FEBRUARI 2016 BPS PROVINSI SUMATERA SELATAN No. 29 /05/16/Th. XVIII, 04 Mei 2016 KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROV SUMSEL FEBRUARI 2016 Februari 2016: Tingkat Pengangguran Terbuka Sebesar 3,94 Persen Jumlah angkatan kerja

Lebih terperinci

BUPATI JEMBRANA PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 25 TAHUN 2012 TATA CARA PEMBERDAYAAN KELUARGA MISKIN DI KABUPATEN JEMBRANA

BUPATI JEMBRANA PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 25 TAHUN 2012 TATA CARA PEMBERDAYAAN KELUARGA MISKIN DI KABUPATEN JEMBRANA BUPATI JEMBRANA PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PEMBERDAYAAN KELUARGA MISKIN DI KABUPATEN JEMBRANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH AGUSTUS 2015

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH AGUSTUS 2015 No.08/11/62/Th.IX, 5 November 2015 KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH AGUSTUS 2015 Agustus 2015 : Tingkat Pengangguran Terbuka Provinsi Kalimantan Tengah Sebesar 4,54 persen angkatan kerja

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI BALI FEBRUARI 2015

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI BALI FEBRUARI 2015 No. 36/05/51/Th. IX, 5 Mei 2015 KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI BALI FEBRUARI 2015 Jumlah angkatan kerja di Provinsi Bali pada Februari 2015 mencapai 2.458.784 orang, bertambah sebanyak 142.026 orang

Lebih terperinci

INDEKS TENDENSI KONSUMEN JAWA TENGAH TRIWULAN I-2015

INDEKS TENDENSI KONSUMEN JAWA TENGAH TRIWULAN I-2015 No.36/05/33/Th.IX, 5 Mei 2015 INDEKS TENDENSI KONSUMEN JAWA TENGAH TRIWULAN I-2015 A. Penjelasan Umum Indeks Tendensi Konsumen (ITK) adalah indikator perkembangan ekonomi konsumen terkini yang dihasilkan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Letak dan Keadaan Geografi Daerah Penelitian Desa Perbawati merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Batas-batas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang sangat penting dalam

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang sangat penting dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang sangat penting dalam menunjang perekonomian Indonesia. Mengacu pada keadaan itu, maka mutlak diperlukannya

Lebih terperinci

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 29 TAHUN 2016 T E N T A N G INDIKATOR LOKAL KELUARGA MISKIN DI KABUPATEN CIAMIS

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 29 TAHUN 2016 T E N T A N G INDIKATOR LOKAL KELUARGA MISKIN DI KABUPATEN CIAMIS 1 BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 29 TAHUN 2016 T E N T A N G INDIKATOR LOKAL KELUARGA MISKIN DI KABUPATEN CIAMIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS, Menimbang

Lebih terperinci

Katalog BPS :

Katalog BPS : Katalog BPS : 1101002.6409010 Statistik Daerah Kecamatan Babulu 2015 Statistik Daerah Kecamatan Babulu No. Publikasi : 6409.550.1511 Katalog BPS : 1101002.6409010 Naskah : Seksi Statistik Neraca Wilayah

Lebih terperinci

Gambar Perkembangan Kemiskinan di Indonesia,

Gambar Perkembangan Kemiskinan di Indonesia, Kemiskinan Termasuk bagian penting dari aspek analisis ketenagakerjaan adalah melihat kondisi taraf kehidupan penduduk, yang diyakini merupakan dampak langsung dari dinamika ketenagakerjaan. Kemiskinan

Lebih terperinci

VII. ANALISIS TINGKAT KESEJAHTERAAN PEDAGANG DI TAMAN MARGASATWA RAGUNAN. 7.1 Pengaruh TMR terhadap Terciptanya Lapangan Usaha

VII. ANALISIS TINGKAT KESEJAHTERAAN PEDAGANG DI TAMAN MARGASATWA RAGUNAN. 7.1 Pengaruh TMR terhadap Terciptanya Lapangan Usaha VII. ANALISIS TINGKAT KESEJAHTERAAN PEDAGANG DI TAMAN MARGASATWA RAGUNAN 7. Pengaruh TMR terhadap Terciptanya Lapangan Usaha Keberadaan pariwisata memberikan dampak postif bagi pengelola, pengunjung, pedagang,

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA BARAT FEBRUARI 2014

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA BARAT FEBRUARI 2014 BPS PROVINSI JAWA BARAT No. 25/05/32/Th. XVI, 5 Mei 2014 KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA BARAT FEBRUARI 2014 FEBRUARI 2014: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 8,66 PERSEN Tingkat partisipasi angkatan kerja

Lebih terperinci

IV. POLA KONSUMSI RUMAH TANGGA MISKIN DI PULAU JAWA

IV. POLA KONSUMSI RUMAH TANGGA MISKIN DI PULAU JAWA IV. POLA KONSUMSI RUMAH TANGGA MISKIN DI PULAU JAWA Data pola konsumsi rumah tangga miskin didapatkan dari data pengeluaran Susenas Panel Modul Konsumsi yang terdiri atas dua kelompok, yaitu data pengeluaran

Lebih terperinci

Lampiran 1. Peta Lokasi Penelitian. Keterangan: 1. Kecamatan Gebang 2. Kecamatan Kandanghaur 3. Kecamatan Pelabuhanratu 4. Kecamatan Pangandaran

Lampiran 1. Peta Lokasi Penelitian. Keterangan: 1. Kecamatan Gebang 2. Kecamatan Kandanghaur 3. Kecamatan Pelabuhanratu 4. Kecamatan Pangandaran 224 LAMPIRAN 225 Lampiran 1. Peta Lokasi Penelitian 2 3 1 4 Keterangan: 1. Kecamatan Gebang 2. Kecamatan Kandanghaur 3. Kecamatan Pelabuhanratu 4. Kecamatan Pangandaran 226 Lampiran 2 Hasil uji reliabilitas

Lebih terperinci

ANALISIS HASIL PENELITIAN

ANALISIS HASIL PENELITIAN 69 VI. ANALISIS HASIL PENELITIAN Bab ini membahas hubungan antara realisasi target pertumbuhan ekonomi dan pengeluaran pemerintah terhadap ketimpangan gender di pasar tenaga kerja Indonesia. Pertama, dilakukan

Lebih terperinci

BPS PROVINSI DKI JAKARTA

BPS PROVINSI DKI JAKARTA BPS PROVINSI DKI JAKARTA No. 52/11/31/Th. XVIII, 7 November 2016 KEADAAN KETENAGAKERJAAN DI DKI JAKARTA AGUSTUS 2016 TPT DKI JAKARTA BULAN AGUSTUS 2016 SEBESAR 6,12 PERSEN Jumlah angkatan kerja pada Agustus

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI PAPUA BARAT AGUSTUS 2012

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI PAPUA BARAT AGUSTUS 2012 No. 52/11/91/Th. VI, 5 November 2012 KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI PAPUA BARAT AGUSTUS 2012 Jumlah angkatan kerja di Provinsi Papua Barat mencapai 361.597 orang, turun sebesar 22.495 orang dibandingkan

Lebih terperinci