HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Lokasi Penelitian

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Lokasi Penelitian"

Transkripsi

1 29 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Lokasi Penelitian Secara administratif, Desa Gelang termasuk dalam wilayah Kecamatan Rakit, Kabupaten Banjarnegara, Provinsi Jawa Tengah. Luas Desa Gelang adalah ha atau 5,79 persen dari luas total Kecamatan Rakit. Sebagian besar wilayah di Desa Gelang dimanfaatkan sebagai lahan pertanian yang terdiri atas berbagai macam jenis yaitu padi, kelapa, sayuran, buah (jeruk) dan hasil pertanian lainnya. Desa Gelang merupakan desa yang memiliki tanaman melati gambir terbanyak di Kabupaten Banjarnegara. Setiap tahunnya, melati yang dihasilkan di Desa Gelang sebanyak ±6 ton/ha/tahun dengan harga per kilogramnya yang tidak menentu setiap waktu. Pada saat dilakukan pengambilan data, harga melati gambir adalah Rp ,00/kg dengan pembagian Rp /kg untuk buruh pemetik dan Rp /kg untuk petani atau pemilik lahan melati gambir. Data terakhir pada Tahun 2010, jumlah penduduk Desa Gelang adalah orang yang terdiri atas laki-laki dan perempuan dengan Kepala Keluarga. Pekerjaan mayoritas penduduk di Desa Gelang adalah sebagai petani dan petani penggarap (buruh tani). Pekerjaan selanjutnya yang banyak dimiliki adalah buruh bangunan, buruh industri, dan pedagang. Hanya terdapat beberapa orang saja yang memiliki pekerjaan sebagai PNS. Sampai tahun 2008, jumlah rumah tangga miskin di Desa Gelang sebanyak 30,45 persen dari total rumah tangga. Fasilitas pendidikan yang terdapat di Desa Gelang antara lain enam Taman Kanak-kanak (TK), dua Play Group (PG), tiga Raudatul Aftal (RA), lima Sekolah Dasar (SD), dan dua Madrasah Ibtidai yah (MI). Sementara itu, untuk jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP) terdapat sebuah yayasan yang dibangun yaitu Yayasan Pendidikan Ma arif yang memberikan pendidikan gratis. Sampai Tahun 2010, penduduk di Desa Gelang yang berumur tahun yang berhasil menempuh pendidikan hingga SD sebanyak 980 orang, tamat SMP sebanyak 367 orang, tamat SMA sebanyak 287 orang, dan tamat Perguruan Tinggi sebanyak 63 orang.

2 30 Karakteristik Demografi Keluarga Jumlah Anggota Keluarga Jumlah anggota keluarga atau besar keluarga merupakan jumlah seluruh anggota keluarga yang masih menjadi tanggungan orang tua. Menurut BKKBN, besar keluarga digolongkan menjadi tiga yaitu keluarga kecil, keluarga sedang, dan keluarga besar. Keluarga kecil adalah keluarga dengan jumlah anggota tidak lebih dari empat orang. Keluarga sedang memiliki jumlah anggota sebanyak lima hingga enam orang sedangkan keluarga besar memiliki jumlah anggota lebih dari enam orang. Tabel 3 memperlihatkan bahwa lebih dari separuh keluarga contoh (51,51%) termasuk dalam keluarga kecil, sisanya yaitu sebesar 37,87 persen dan 10,62 persen merupakan keluarga sedang dan keluarga besar. Jumlah anggota keluarga terkecil adalah tiga orang dan jumlah terbanyak adalah sembilan orang. Semakin besar jumlah anggota keluarga maka beban orang tua untuk mencukupi kebutuhan anggota keluarga juga akan semakin besar. Tabel 3 Sebaran keluarga berdasarkan jumlah anggota keluarga Jumlah anggota keluarga Keluarga n % Keluarga kecil ( 4 orang) 34 51,51 Keluarga sedang (5-6 orang) 25 37,87 Keluarga besar ( 7 orang) 7 10,62 Total ,00 Min-max (orang) 3-9 Rataan±SD (orang) 4,67±1,35 Tipe Keluarga Tipe keluarga dibedakan menjadi keluarga inti (nuclear family) dan keluarga luas (extended family). Keluarga inti adalah keluarga yang terdiri atas ayah, ibu, dan anak, sedangkan keluarga luas adalah keluarga yang terdiri atas ayah, ibu, anak dan anggota keluarga lain seperti kakek, nenek, cucu, menantu, dan lain-lain. Tabel 4 menunjukkan bahwa terdapat sebesar 83,33 persen keluarga yang merupakan keluarga inti dan sebesar 16,67 persen keluarga yang merupakan keluarga luas. Tabel 4 Sebaran keluarga berdasarkan tipe keluarga Tipe keluarga Keluarga n % Keluarga inti 55 83,33 Keluarga luas 11 16,67 Total ,00

3 31 Usia Suami dan Istri Usia suami dan istri dikelompokkan menjadi tiga yaitu dewasa muda, dewasa tengah dan dewasa tua (Hurlock 1980). Tabel 5 menunjukkan bahwa usia suami berada pada rentang 28 sampai dengan 65 tahun dengan rataan 44,05 tahun. Terdapat sebesar 57,57 persen keluarga yang memiliki suami pada usia dewasa tengah dan sebanyak 40,90 persen keluarga dengan suami berada pada usia dewasa muda. Hanya 1,53 persen keluarga dengan suami pada usia dewasa tua. Tabel 5 Sebaran keluarga berdasarkan usia suami dan istri Usia Suami Istri n % n % Dewasa muda (18-40 tahun) 27 40, ,60 Dewasa tengah (41-60 tahun) 38 57, ,40 Dewasa tua (>60 tahun) 1 1,53 0 0,00 Total , ,00 Min-max (tahun) Rataan±SD (tahun) 44,05±8,17 39,38±7,63 Berbeda dengan usia suami, sebanyak 60,60 persen keluarga memiliki istri pada usia dewasa muda. Sisanya, yaitu 39,40 persen keluarga dengan istri usia dewasa tengah yaitu sebanyak 39,40 persen. Hanya terdapat 1,53 keluarga dengan istri yang berada pada usia 24 tahun. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa baik umur suami maupun umur istri berada pada usia produktif. Usia Anak Rentang usia anak sekolah dalam penelitian ini adalah 3-18 tahun. Rentang usia ini diambil berdasarkan usia seorang anak yang mulai mengenal pendidikan baik formal maupun non-formal sejak dini. Tabel 6 memperlihatkan bahwa rentang usia anak dibagi menjadi empat yaitu pra sekolah, anak usia sekolah, remaja, dan dewasa. Jumlah total anak sekolah yang dimiliki keluarga contoh adalah 100 anak. Lebih dari separuh anak keluarga contoh adalah anak usia sekolah dasar (56,00%). Urutan kedua adalah anak keluarga contoh dengan usia anak remaja (26,00%) dan terdapat masing-masing sembilan persen anak keluarga contoh yang berada pada usia pra sekolah dan dewasa awal.

4 32 Tabel 6 Sebaran anak keluarga contoh berdasarkan usia Usia anak Jumlah n % Pra sekolah (3-5 tahun) 9 9,00 Anak usia sekolah (6-12 tahun) 56 56,00 Remaja (13-15 tahun) 26 26,00 Dewasa awal (16-18 tahun) 9 9,00 Total ,00 Jumlah Anak Sekolah Jumlah anak sekolah yang dimiliki oleh satu keluarga berbeda-beda, mulai dari satu anak hingga empat anak sekolah seperti yang ditunjukkan Tabel 7 dibawah ini. Terdapat lebih dari separuh contoh memiliki anak sekolah sebanyak satu orang (56,06%). Terdapat 43,94 persen keluarga yang memiliki anak usia sekolah lebih dari satu orang yaitu 37,68 persen keluarga dengan dua anak sekolah, 4,54 persen keluarga dengan tiga anak sekolah dan 1,62 persen keluarga dengan empat anak sekolah. Tabel 7 Sebaran keluarga berdasarkan jumlah anak sekolah Jumlah anak sekolah (orang) Keluarga n % , , , ,62 Total ,00 Rataan±SD 1,52±0,66 Karakteristik Sosial Ekonomi Keluarga Pendidikan Orang tua Pendidikan menjadi salah satu tolok ukur kemampuan berifikir seseorang. Semakin tinggi pendidikan, seseorang akan semakin mampu untuk berifikir kompleks dengan permasalah yang ada, demikian sebaliknya. Lebih separuh keluarga memiliki istri dengan pendidikan hingga tamat Sekolah Dasar (SD) dan tidak terdapat keluarga dengan istri yang menempuh pendidikan hingga SMA. Sama seperti istri, terdapat lebih dari separuh keluarga yang memiliki suami dengan pendidikan hingga SD. Persentase keluarga dengan istri dan suami yang tidak tamat SD lebih besar dari pada keluarga dengan istri dan suami yang tamat SMP. Rentang pendidikan tertinggi istri hanya sampai Sekolah Menengah Pertama (SMP) sedangkan pendidikan tertinggi suami adalah Sekolah Menengah Atas (SMA).

5 33 Tabel 8 Sebaran keluarga berdasarkan tingkat pendidikan istri dan suami Lama pendidikan Istri Suami n % n % Tidak tamat SD 13 19, ,69 Tamat SD 42 63, ,17 Tamat SMP 11 17, ,63 Tamat SMA 0 0,00 1 1,51 Total , ,00 Min-max (tahun) Rataan±SD (tahun) 6,08±1,69 6,09±1,85 Pekerjaan Suami Melalui pendidikan yang tinggi diharapkan seseorang akan mendapatkan pekerjaan yang lebih baik. Seluruh suami adalah kepala keluarga yang bekerja sebagai pencari nafkah utama bagi keluarga (primary breadwinner) sedangkan istri berperan sebagai pencari nafkah tambahan (secondary breadwinner). Tabel 9 menunjukkan bahwa sebagian besar keluarga memiliki suami yang bekerja di bidang pertanian yaitu sebanyak 31,81 persen bekerja sebagai buruh tani (termasuk pemetik melati gambir) dan 27,27 persen bekerja sebagai petani. Pekerjaan lain yang ditekuni oleh suami adalah buruh non-tani (bangunan), pedagang, dan pekerjaan lain seperti pencari batu, reparasi jam, dan tukang pijit. Dikarenakan pendapatan dari pekerjaan utama masih kurang mencukupi kebutuhan anggota keluarga, terdapat 6,06 persen keluarga dengan suami yang memiliki pekerjaan tambahan. Pekerjaan tambahan yang dimiliki oleh suami antara lain menjadi tukang kayu, membajak sawah, dan melakukan kegiatan pertanian lainnya. Tabel 9 Sebaran keluarga berdasarkan jenis pekerjaan utama suami Jenis pekerjaan Jumlah n % Pedagang 6 9,09 Petani 18 27,27 Buruh tani 21 31,81 Buruh non-tani 12 18,18 Lain-lain 9 13,65 Total ,00 Pekerjaan Istri dan Anak Seluruh istri memiliki pekerjaan utama sebagai buruh pemetik melati gambir. Sama halnya dengan suami, istri juga mencari pekerjaan tambahan untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Terdapat 10,60 persen keluarga dengan istri yang memiliki pekerjaan tambahan. Jenis pekerjaan tambahan yang dimiliki

6 34 istri antara lain sebagai pekerja pabrik, pembuat jajanan, membuka warung di rumah dan penjual jamu. Selain orang tua, terdapat 33,33 persen keluarga yang memiliki sumber penghasilan keluarga dari anak. Pekerjaan yang dimiliki anak antara lain pekerja pabrik, pekerja migran (bekerja di luar kota), berdagang, buruh tani, membuka bengkel, dan bekerja di tempat fotocopy. Pendapatan Keluarga Pendapatan keluarga adalah sejumlah uang yang diterima oleh seluruh anggota keluarga dari pekerjaan utama dan pekerjaan tambahan, dihitung dalam rupiah/bulan. Hampir separuh keluarga contoh memiliki pendapatan keluarga kurang dari Rp ,00/bulan (46,96%). Proporsi terbesar kedua adalah keluarga dengan penghasilan antara Rp ,00 sampai Rp ,00/bulan yaitu sebesar 34,85 persen. Hanya terdapat sebagian kecil keluarga contoh yang memiliki pendapatan keluarga lebih dari sama dengan Rp ,00/bulan. Pendapatan keluarga contoh bervariasi dengan nilai minimal adalah Rp ,00/bulan sampai Rp ,00/bulan dengan rataan sebesar Rp ,91/bulan. Tabel 10 Sebaran keluarga berdasarkan pendapatan keluarga Pendapatan (Rp/bulan) Jumlah n % < , , , , , , ,00 6 9, , ,00 5 7,57 > ,00 1 1,53 Total ,00 Min-max (Rp/bulan) , ,00 Rataan±SD(Rp/bulan) ,91± ,58 Pendapatan per Kapita Pendapatan yang dihitung berdasarkan pendapatan seluruh anggota keluarga dibagi jumlah seluruh anggota keluarga adalah pendapatan per kapita yang dinyatakan dalam rupiah/kapita/bulan. Semakin banyak anggota keluarga maka akan semakin besar pula beban yang ditanggung oleh keluarga. Tabel 11 menunjukkan pendapatan keluarga yang dikelompokkan berdasarkan Garis Kemiskinan (GK) BPS. Hampir tiga per empat keluarga contoh memiliki pendapatan per kapita Rp ,00 atau termasuk dalam kategori miskin. Sedangkan sisanya

7 35 termasuk dalam kategori hampir miskin, hampir tidak miskin dan tidak miskin dengan persentase masing-masing sebesar 7,57 persen, 12,12 persen dan 8,59 persen. Pendapatan per kapita terendah yang dimiliki keluarga contoh adalah Rp ,00/bulan dan pendapatan per kapita tertinggi keluarga contoh adalah Rp ,00/bulan dengan rataan sebesar Rp ,84/bulan. Besar rata-rata pendapatan per kapita masih berada di bawah Garis Kemiskinan. Tabel 11 Sebaran keluarga berdasarkan pendapatan per kapita Pendapatan ab Jumlah (Rp/kapita/bulan) n % Miskin ( ,00) 47 71,72 Hampir miskin ( , ,50) 5 7,57 Hampir tidak miskin ( , ) 8 12,12 Tidak miskin (> ,00) 6 8,59 Total ,00 Min-max (Rp/bulan) , ,00 Rataan±SD (Rp/bulan) ,84± ,00 Keterangan: a. Rp ,00 adalah Garis Kemiskinan (GK) Propinsi Jawa Tengah untuk daerah perdesaan Tahun 2010 b. Menggunakan kriteria dari Badan Resmi Statistik No 47/IX/1 September 2006 (Miksin: <GK, Hampir miskin : 1,00-1,25GK, Hampir tidak miskin : GK dan Tidak miskin >1.50GK) Kontribusi Istri terhadap Pendapatan Keluarga Sebagai ibu rumah tangga yang memiliki pekerjaan sebagai sumber penghasilan, istri memiliki kontribusi terhadap pendapatan keluarga. Tabel 12 memperlihatkan besarnya kontribusi pendapatan suami, istri dan anak terhadap pendapatan keluarga. Rata-rata pendapatan keluarga adalah Rp ,91/bulan. Proporsi terbesar pendapatan keluarga masih berasal dari suami baik dari pekerjaan utama maupun dari pekerjaan tambahan yaitu sebesar 46,65 persen/bulan. Proporsi pendapatan total istri dan anak terhadap pendapatan keluarga hampir sama yaitu 26,25 persen/bulan untuk istri dan 27,10 persen/bulan untuk anak. Artinya, anak dan istri yang bekerja memiliki kontribusi cukup besar terhadap pendapatan keluarga. Sebesar 33,33 persen keluarga yang memiliki anak bekerja, terdapat 9,09 persen keluarga yang memiliki anak bekerja dengan usia anak sekolah yaitu antara tahun. Adanya anak usia sekolah yang bekerja bertujuan untuk menambah pendapatan keluarga sehingga anak bersekolah hanya sampai Sekolah Menengah Pertama (SMP). Selain itu, dapat dikatakan pula bahwa anak memiliki kontribusi penting terhadap pendapatan keluarga. Ketika anak yang

8 36 bekerja memutuskan untuk melanjutkan sekolah dan tidak bekerja maka keluarga akan kehilangan pendapatannya lebih dari satu per empat pendapatan keluarga. Tabel 12 Kontribusi anggota keluarga terhadap pendapatan keluarga per bulan Sumber Utama Tambahan Rataan pendapatan Rp % Rp % Rp % Suami ,00 44, ,03 2, ,03 46,65 Istri ,15 20, ,64 5, ,25 Anak ,09 27,10 0,00 0, ,10 Jumlah ,24 92, ,67 7, ,00 Penggunaan Pendapatan Istri sebagai Buruh Pemetik Melati Gambir Pendapatan rata-rata istri sebagai buruh pemetik melati adalah Rp ,15/bulan dengan kisaran antara Rp ,00 sampai Rp ,00 per bulan. Pendapatan yang diperoleh dari melati gambir digunakan untuk berbagai macam kebutuhan seperti yang ditunjukkan oleh Tabel 13. Penggunaan pendapatan istri sebagai buruh pemetik melati paling banyak digunakan adalah untuk membeli kebutuhan pokok yang hampir dilakukan oleh seluruh contoh (92,42%). Penggunaan ini sebagai upaya penambahan kebutuhan pokok yang belum tercukupi oleh suami. Terdapat beberapa istri yang tidak menggunakan pendapatan tersebut untuk memenuhi kebutuhan pokok karena pemenuhan kebutuhan pokok sudah menjadi tanggung jawab suami saja, sehingga dimanfaatkan oleh istri untuk pemenuhan kebutuhan lain. Pemanfaatan selanjutnya adalah untuk biaya pendidikan anak. Hasil ini mengindikasikan bahwa kebutuhan pendidikan anak masih menjadi prioritas penting bagi keluarga buruh pemetik melati. Tabel 13 Penggunaan pendapatan buruh pemetik melati gambir Kegiatan Keluarga n % Membeli kebutuhan pokok Biaya pendidikan anak Biaya kesehatan anak Membayar hutang Membeli peralatan rumah tangga Ditabung Investasi 5 7,58 Lain-lain (bahan dan peralatan pertanian) 2 3,03 Hasil lain menunjukkan bahwa terdapat lebih dari satu per tiga keluarga contoh yang memanfaatkan pendapatan dari memetik melati gambir untuk

9 37 membayar hutang baik hutang di warung atau hutang lainnya. Hal ini terjadi karena tingkat kepercayaan masyarakat untuk saling berhutang masih cukup tinggi. Kegiatan menabung juga hanya dilakukan oleh sedikit keluarga contoh. Kegiatan menabung tidak menjadi prioritas utama ketika mendapatkan uang dari pendapatan melati gambir karena pendapatan yang rendah sudah dimanfaatkan terlebih dahulu untuk pemenuhan kebutuhan lain terutama kebutuhan pokok sehingga tidak terdapat uang lebih yang dapat ditabung. Masyarakat memiliki pemahaman yang salah bahwa uang untuk menabung adalah sisa uang yang telah digunakan. Padahal, sebaiknya menabung dilakukan dengan menyisihkan uang diawal. Hasil ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Suryadarma et al (2005) di Cianjur dan Demak bahwa tedapat perbedaan kegiatan yang dilakukan oleh orang kaya dan orang miskin yaitu kebanyakan keluarga kaya memiliki dana tabungan, sementara hampir tidak satu pun keluarga miskin memiliki tabungan. Kesejahteraan Keluarga Indikator Garis Kemiskinan (GK) Badan Pusat Statistik (BPS) Indikator pertama yang digunakan untuk menganalisis kesejahteraan keluarga buruh pemetik melati gambir adalah indikator Garis Kemiskinan yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Pada indikator ini, keluarga dengan pendapatan per kapita kurang dari sama dengan Garis Kemiskinan termasuk dalam kategori keluarga miskin, dan sebaliknya. Terdapat hampir tiga per empat keluarga contoh memiliki pendapatan per kapita kurang dari sama dengan Garis Kemiskinan (71,21%) sedangkan sisanya yaitu 28,79 persen keluarga memiliki pendapatan per kapita di atas Garis Kemiskinan. Tabel 14 Sebaran keluarga berdasarkan indikator kesejahteraan Garis Kemiskinan BPS Pendapatan/kapita (Rp/bulan) Jumlah n % Miskin ( Rp ) 47 71,21 Tidak miskin (>Rp ) 19 28,79 Total ,00 Keterangan: Rp ,00 adalah Garis Kemiskinan Propinsi Jawa Tengah di Daerah Perdesaan tahun 2010 (BPS 2010)

10 38 Indikator 14 Kriteria Rumah Tangga Miskin penerima Bantuan Langsung Tunai (BLT) Indikator kedua yang digunakan untuk mengukur tingkat kesejahteraan keluarga adalah indikator 14 kriteria rumah tangga miskin penerima Bantuan Langsung Tunai (selanjutnya disebut BLT) yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Keluarga yang menjadi sasaran Bantuan Langsung Tunai adalah keluarga yang memenuhi sembilan kriteria dari 14 kriteria yang ada. Tabel 15 memperlihatkan sebaran keluarga berdasarkan 14 indikator BLT. Tabel 15 Sebaran keluarga berdasarkan 14 kriteria rumah tangga miskin penerima Bantuan Langsung Tunai (BLT) No Kriteria Keluarga n % 1 Luas lantai bangunan tempat tinggal <8m 2 per orang 5 7,57 2 Jenis lantai bangunan tempat tinggal terbuat dari 15 22,72 tanah/bambu kayu murahan 3 Jenis dinding rumah terbuat dari bambu/rumbia/kayu 37 56,06 berkualitas rendah/tembok tanpa diplester 4 Tidak memiliki fasilitas buang air besar/bersama-sama 46 69,69 dengan rumah tangga lain 5 Sumber penerangan tidak menggunakan listrik 0 0,00 6 Sumber air minum berasal dari sumur/mata air tidak ,00 terlindung/sungai/hujan 7 Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu 56 84,84 bakar/arang/minyak tanah 8 Hanya mengonsumsi susu atau daging/ayam satu kali dalam 54 81,81 seminggu 9 Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun 46 69,69 10 Hanya sanggup makan sebanyak satu/dua kali dalam sehari 0 0,00 11 Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di 0 0,00 puskesmas/poliklinik 12 Sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah petani 57 83,36 dengan luas 0,5ha, buruh tani/nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan/pekerjaan lain dengan pendapatan <Rp ,00 13 Pendidikan tertinggi kepala keluarga tidak sekolah/tidak 52 78,78 tamat SD/tamat SD 14 Tidak memiliki tabungan/barang yang mudah dijual dengan nilai minimal Rp ,00 seperti sepeda motor, emas, ternak, kapal motor, atau barang modal lainnya 17 25,75 Rumah adalah kebutuhan dasar manusia disamping pakaian dan makanan. Kondisi dan kualitas rumah menunjukkan keadaan sosial ekonomi pemiliknya, semakin baik kondisi rumah menunjukkan semakin baik pula keadaan sosial ekonomi rumah tangga (BPS 2007). Tabel 15 menunjukkan bahwa masih terdapat sebesar 7,57 persen keluarga contoh yang memiliki rumah dengan luas <8m 2 per orang, dan sebesar 22,71 persen keluarga contoh yang

11 39 memiliki rumah dengan lantai dari tanah/bambu kayu murahan. Dilihat dari jenis dinding, lebih dari setengah keluarga contoh (56,06%) memiliki rumah dengan dinding kayu dan tembok tanpa diplester. Salah satu fasilitas rumah yang penting adalah ketersediaan jamban atau fasilitas buang air besar. Keluarga yang berbagi fasilitas buang air akan lebih beresiko untuk terkena suatu penyakit tertentu seperti disentri, diare, dan thypus (BPS et al 2008). Terdapat sebesar 69,69 persen keluarga contoh yang tidak memiliki fasilitas buang air besar. Pada keluarga ini, sungai dijadikan sebagai fasilitas untuk buang air besar. Sungai yang melewati Desa Gelang, selain dipergunakan sebagai fasilitas buang air besar juga dipergunakan untuk mandi dan mencuci oleh beberapa keluarga contoh. Seluruh keluarga contoh memenuhi kebutuhan air bersih dengan menggunakan mata air dan air sumur. Fasilitas lain yang penting adalah ketersediaan listrik, di Desa Gelang seluruh contoh sudah menggunakan listrik sebagai sumber penerangan dan membantu berbagai aktivitas sehari-hari. Akan tetapi, untuk kegiatan memasak, sebagian besar keluarga contoh (84,84%) masih menggunakan kayu bakar atau minyak tanah. Pemerintah sudah menggalakkan program konversi minyak tanah ke gas, akan tetapi masyarakat belum merasakan manfaat dari program tersebut. Harga tabung gas yang dirasa mahal membuat masyarakat tetap menggunakan kayu bakar yang dapat diperoleh secara gratis. Terdapat sebanyak 81,81 persen responden yang tidak mampu mengonsumsi susu atau daging atau ayam dalam satu minggu satu kali. Hal ini terjadi karena sebagian besar contoh menganggap makanan bergizi seperti daging atau ayam dan susu sebagai makanan mewah dan diperoleh dengan harga mahal. Oleh karena itu, lebih baik mengonsumsi makanan jenis lain dengan harga yang lebih murah dan dapat dinikmati oleh seluruh anggota keluarga. Makanan seperti daging dan ayam biasanya dikonsumsi saat acara tertentu seperti pernikahan, khitanan, dan acara istimewa lainnya. Akan tetapi, seluruh keluarga contoh mampu makan lebih dari dua kali dalam satu hari. Kebutuhan keluarga untuk memenuhi kebutuhan sandang masih tergolong rendah. Sebagian besar keluarga contoh (69,69 persen) hanya memenuhi kebutuhan sandang atau pakaian satu tahun sekali, yaitu pada saat lebaran. Biaya pengobatan di puskesmas dapat dijangkau oleh seluruh keluarga contoh, walaupun tindakan kesehatan yang dilakukan oleh keluarga contoh sebagian besar merupakan tindakan kuratif yaitu pengobatan ke puskesmas

12 40 ketika terdapat anggota keluarga yang sakit. Terdapat 83,36 persen keluarga contoh dengan kepala keluarga yang memiliki penghasilan kurang dari Rp ,00/bulan. Selain memiliki penghasilan yang rendah, 78,78 persen keluarga contoh juga memiliki kepala keluarga dengan pendidikan terkahir sampai Sekolah Dasar (SD) atau bahkan tidak tamat Sekolah Dasar. Aset merupakan sumber daya materi yang benilai uang yang dimiliki oleh keluarga dapat berupa aset uang dan barang. Tidak semua keluarga memiliki aset, terdapat 25,75 persen keluarga contoh yang tidak memiliki tabungan mudah dijual seperti kolam, sawah, kebun, dan sepeda motor. Keluarga yang memenuhi kurang dari 9 kriteria termasuk sebagai keluarga tidak miskin, 9-10 kriteria termasuk sebagai keluarga hampir miskin dan lebih dari sama dengan 11 termasuk sebagai keluarga miskin. Keluarga yang berhak mendapatkan Bantuan Langsung Tunai (BLT) adalah keluarga yang termasuk dalam kelompok miskin dan hampir miskin. Dalam penelitian ini hanya ditemukan 18,18 persen keluarga buruh pemetik melati yang tergolong dalam keluarga hampir miskin dan berhak mendapatkan bantuan dana BLT seperti yang ditunjukkan oleh Tabel 16. Selain itu, tidak terdapat keluarga yang tergolong sebagai keluarga miskin. Tabel 16 Sebaran keluarga berdasarkan kategori miskin menurut indikator BPS untuk penerima Bantuan Langsung Tunai (BLT) Kategori Jumlah n % Miskin (skor 11) 0 0 Hampir miskin (skor 9-10) 12 18,18 Tidak miskin (skor <9) 54 81,82 Total ,00 Berdasarkan cut off point yang ada pada Tabel 16, sebagian besar keluarga buruh pemetik melati termasuk dalam keluarga tidak miskin. Hasil ini berbeda dengan jumlah keluarga miskin ketika diukur menggunakan indikator Garis Kemsikinan BPS bahwa jumlah keluarga miskin sebanyak 71,21 persen. Pada kasus ini, penggolongan keluarga sebagai keluarga miskin diubah menjadi keluarga yang memenuhi lima indikator yang dimiliki oleh lebih dari tiga per empat keluarga contoh di setiap item pernyataan indikator BLT yang dijadikan sebagai ciri keluarga miskin pada keluarga buruh pemetik melati gambir di wilayah penelitian. Lima indikator yang dimaksud adalah sumber air minum, sumber bahan bakar untuk memasak, kemampuan mengonsumsi susu/daging dan ayam, sumber penghasilan Kepala Keluarga, dan pendidikan Kepala

13 41 Keluarga. Keluarga contoh yang memenuhi lima indikator tersebut tergolong sebagai keluarga miskin. Berdasarkan indikator baru ini, sebanyak 54,54 persen keluarga contoh termasuk dalam kategori keluarga miskin, sisanya sebesar 45,46 persen termasuk dalam keluarga tidak miskin seperti yang ditunjukkan oleh Tabel 17. Tabel 17 Sebaran keluarga berdasarkan kategori miskin menurut indikator BPS untuk penerima Bantuan Langsung Tunai (BLT) dengan cut off point 5 Kategori Jumlah n % Miskin 36 54,54 Tidak miskin 30 45,46 Total ,00 Strategi Koping Menurut Voydanoff (1987), strategi koping adalah proses yang dilakukan oleh individu dan keluarga dalam menggunakan sumber daya yang dimiliki untuk mengatasi kesulitan ekonomi. Pada penelitian ini strategi koping diukur pada saat keluarga buruh pemetik melati gambir mengalami penurunan pendapatan, yaitu saat harga bunga melati gambir rendah. Mengurangi Pengeluaran (Cutting Back) Cutting back adalah strategi yang digunakan untuk merespon rendahnya keterbatasan sumber daya uang melalui pola pengeluaran yang berbeda sehingga dapat mengurangi pengeluaran. Dalam penelitian ini, strategi mengurangi pengeluaran (cutting back) dikelompokkan menjadi mengurangi kebutuhan pangan, kebutuhan kesehatan, kebutuhan pendidikan, dan kebutuhan lain-lain. Pangan merupakan kebutuhan pokok yang menjadi prioritas utama bagi manusia. Firdaus dan Sunarti (2009) mengatakan bahwa pengeluaran pangan tidak bisa dikurangi hingga batas tertentu, bahkan jika diperlukan keluarga berhutang terlebih dahulu untuk memenuhi kebutuhan pangan. Tabel 18 menunjukkan strategi mengurangi kebutuhan pangan. Strategi yang paling banyak dilakukan oleh keluarga contoh adalah mengurangi pembelian kebutuhan pangan baik jenis maupun jumlahnya, seperti lebih memilih makan menggunakan lauk tempe dari pada daging atau telur. Walaupun pandapatan keluarga rendah, pemenuhan kebutuhan pangan keluarga jarang mendapat pengurangan, karena pemenuhan kebutuhan pangan bagi keluarga adalah hal utama.

14 42 Strategi kedua yang banyak dilakukan oleh keluarga adalah mengubah distribusi pangan yang awalnya untuk ibu dialihkan untuk anak. Strategi lain yang banyak dilakukan adalah mengurangi pembelian susu dan jajan anak (43,93%); mengurangi penggunaan bahan minuman seperti kopi, teh dan gula (40,90%); dengan sengaja memanfaatkan makanan yang tidak habis untuk keesokkan harinya (28,78%) dan mengurangi porsi makan (misalnya satu piring menjadi setengah piring) (18,18%). Strategi mengurangi pengeluaran pangan yang paling sedikit dilakukan oleh keluarga adalah mengurangi frekuensi makan yang hanya dilakukan oleh 6,06 persen keluarga. Sementara itu, strategi pengeluaran yang tidak dilakukan oleh keluarga adalah strategi mengganti bahan pangan pokok (misalnya beras diganti menjadi jagung atau singkong). Tabel 18 Sebaran keluarga berdasarkan strategi koping mengurangi kebutuhan pangan No Strategi koping Keluarga n % 1 Mengurangi pembelian kebutuhan pangan (jenis 45 68,18 dan jumlah) 2 Mengurangi prosi makan (misalnya 1 piring 12 18,18 menjadi setengah piring) 3 Mengganti bahan pangan pokok (misalnya beras 0 0,00 diganti menjadi jagung atau singkong) 4 Mengurangi frekuensi makan (2 kali menjadi 1 kali) 4 6,06 5 Mengurangi pembelian susu dan jajan anak 29 43,93 6 Mengubah distribusi pangan (prioritas ibu menjadi 40 60,60 untuk anak) 7 Dengan sengaja memanfaatkan makanan yang 19 28,78 tidak habis untuk keesokan harinya 8 Mengurangi penggunaan bahan minuman (kopi, teh, gula) 27 40,90 Selain pangan, strategi pengeluaran juga dilakukan dalam mengurangi pengeluaran kesehatan. Tabel 19 menunjukkan bahwa strategi mengurangi pengeluaran dibidang kesehatan yang paling banyak dilakukan adalah keluarga contoh mencari tempat pengobatan gratis (menggunakan asuransi jaminan kesehatan). Strategi selanjutnya adalah menggunakan obat generik ketika berobat, menggunakan pengobatan tradisional untuk menyembuhkan penyakit, dan lebih memilih mengonsumsi jamu dari pada obat modern. Kesehatan anggota keluarga merupakan hal penting yang harus tetap dijaga. Ketika terdapat anggota keluarga yang sakit, hanya terdapat 6,06 persen keluarga yang menunda pengobatan seperti menggunakan obat warung terlebih dahulu. Jika anggota keluarga yang sakit tidak kunjung sembuh, keluarga akan

15 43 membawa ke Puskesmas atau mantri. Terdapat 4,54 persen keluarga yang mengurangi anggaran pemeriksanaan kesehatan. Selain menggunakan obat moderen, keluarga juga menggunakan obat tradisional atau alternatif untuk menyembuhkan sakit anggota keluarga, seperti menggunakan dedaunan dan tanaman obat. Pembelian suplemen atau vitamin untuk anak tidak menjadi prioritas utama keluarga. Banyak keluarga yang mengaku tidak terlalu memprioritaskan kebutuhan vitamin untuk anak, karena orang tua merasa anak sudah atau tetap sehat tanpa mengonsumsi vitamin. Dari keluarga yang terbiasa membeli vitamin untuk anak hanya terdapat 4,54 persen keluarga yang mengurangi pembelian vitamin. Tabel 19 Sebaran keluarga berdasarkan strategi koping mengurangi pengeluaran kesehatan No Strategi koping Keluarga n % 1 Menggunakan obat generik 11 16,67 2 Menggunakan jamu dari pada obat modern 6 9,09 3 Mencari tempat pengobatan gratis (menggunakan 35 53,03 asuransi jaminan kemiskinan) 4 Mengurangi pembelian suplemen/vitamin 3 4,54 5 Menunda pengobatan anggota keluarga yang sakit 4 6,06 6 Mengurangi anggaran pemeriksaan kesehatan 3 4,54 7 Mencari pengobatan alternatif/tradisional 10 15,15 Selain pangan dan kesehatan, strategi koping mengurangi pengeluaran juga dilakukan dalam bidang pendidikan seperti yang ditunjukkan Tabel 20 Kebutuhan pendidikan merupakan kebutuhan yang harus dicukupi oleh orang tua untuk membantu anak belajar. Akan tetapi, penghasilan yang kurang mencukupi sering membuat orang tua melakukan penghematan. Kegiatan yang paling banyak dilakukan oleh keluarga dalam menghemat pengeluaran pendidikan adalah dengan cara mengurangi pembelian buku pelajaran. Hal ini dapat diatasi dengan cara hanya membeli buku-buku penting yang diharuskan oleh pihak sekolah. Keluarga sangat jarang membeli buku tambahan yang dapat dimanfaatkan anak sebagai tambahan materi belajar. Kegiatan lain yang dilakukan adalah dengan mengurangi uang saku anak. Dalam penelitian ini tidak ditemukan keluarga yang memiliki anak berhenti sekolah karena kekurangan biaya, anak terpaksa bolos karena tidak memiliki uang saku, dan membeli buku bekas.

16 44 Tabel 20 Sebaran keluarga berdasarkan strategi koping mengurangi pengeluaran pendidikan No Strategi koping Keluarga n % 1 Mengurangi uang saku anak sehari-hari 22 33,33 2 Anak berhenti sekolah 0 0,00 3 Anak terpaksa bolos 0 0,00 4 Membeli buku bekas 0 0,00 5 Mengurangi pembelian buku pelajaran 27 40,90 Strategi mengurangi pengeluaran juga dilakukan oleh keluarga dalam pemenuhan kebutuhan lain, seperti peralatan rumah tangga, barang elektronik, pakaian, dan lain-lain seperti yang ditunjukkan oleh Tabel 21. Strategi mengurangi kebutuhan lain lebih banyak dilakukan oleh keluarga. Hal ini karena strategi mengurangi kebutuhan lain dianggap bukan suatu kebutuhan wajib yang harus dipenuhi layaknya kebutuhan pangan, pendidikan, dan kesehatan. Dalam kebutuhan lain-lain, strategi yang paling sering dilakukan adalah menunda pembelian barang elektronik (96,96%). Selanjutnya, keluarga menunda pembelian perabot rumah tangga seperti meja, kursi, lemari dan lain-lain (89,39%). Tabel 21 Sebaran keluarga berdasarkan strategi koping mengurangi pengeluaran lain-lain No Strategi koping Keluarga n % 1 Menunda pembelian perabot rumah tangga seperti 59 89,39 meja, kursi, lemari, dll 2 Menunda pembelian barang elektronik 64 96,96 3 Mengurangi penggunaan listrik 37 56,06 4 Mengurangi pembelian pakaian 50 75,75 5 Mengurangi sumbangan sosial 15 22,72 6 Mengurangi pembelian rokok 33 50,00 Gambar 2 menunjukkan pengelompokkan strategi koping mengurangi pengeluaran secara keseluruhan yang terdiri atas kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan, dan kebutuhan lain. Lebih dari separuh keluarga contoh melakukan strategi mengurangi pengeluaran dalam kategori sedikit (60,61%) yaitu hanya melakukan sedikit kegiatan mengurangi pengeluaran ketika terjadi masalah ekonomi yaitu masalah penurunan pendapatan. Sisanya yaitu sebesar 39,39 persen keluarga contoh tergolong dalam kategori sedang dan tidak terdapat keluarga yang melakukan strategi koping dalam kategori banyak.

17 45 Sedikit ( 9 kegiatan) 39,39% 60,61% Sedang (10-17 kegiatan) Banyak ( 18 kegiatan) Gambar 2 Sebaran keluarga berdasarkan kategori strategi koping mengurangi pengeluaran secara keseluruhan Menambah Pendapatan (Generating Income) Generating income adalah strategi untuk meningkatkan ketersediaan sumber daya uang di dalam keluarga yang dapat dilakukan dengan cara: anggota keluarga memiliki pekerjaan sampingan, menambah jam kerja atau menambah jumlah anggota keluarga yang bekerja. Sama halnya dengan strategi mengurangi pengeluaran, strategi menambah pendapatan juga dilihat dari kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan dan kebutuhan lainnya. Strategi menambah pendapatan dalam kebutuhan pangan yang paling banyak dilakukan oleh keluarga pemetik melati gambir di Desa Gelang adalah dengan sengaja menerima makanan dari saudara atau tetangga (Tabel 22). Kegiatan kedua yang paling banyak dilakukan adalah menggunakan hasil panen dari kebun/hasil ternak/kolam untuk dijual dan atau dikonsumsi sendiri. Kegiatan selanjutnya yaitu memelihara hewan ternak seperti ayam, itik, dan kambing; dan memanfaatkan lahah kosong untuk ditanami sayuran seperti bayam, daun singkong, kacang panjang dan jenis sayuran lain yang dengan cara penanaman yang mudah. Tabel 22 Sebaran keluarga berdasarkan strategi koping menambah pendapatan pangan No Strategi koping Keluarga n % 1 Memanfaatkan lahan kosong untuk ditanami sayuran,dll 28 42,42 2 Memeliharan hewan ternak (ayam atau bebek untuk diambil 31 46,96 telurnya) 3 Dengan sengaja menerima makanan dari tetangga/saudara 64 96,96 4 Menggunakan hasil panen dari kebun/hasil ternak/kolam untuk dijual dan dikonsumsi sendiri 40 60,60 Keluarga contoh tidak terlalu banyak melakukan kegiatan menambah pendapatan dalam bidang kesehatan. Hanya terdapat 24,24 persen keluarga

18 46 contoh yang memanfaatkan lahan kosong untuk ditanami obat seperti tanaman ciplukan, daun sirih, dan kunyit. Hal ini dikarenakan keluarga contoh banyak yang tidak mengenal tanaman obat dan lebih memilih menggunakan obat warung atau berobat ke puskesmas dan mantri ketika terdapat anggota keluarga yang sakit. Kegiatan menambah pendapatan di bidang pendidikan yang paling banyak dilakukan adalah meminta seragam bekas ke saudara atau tetangga (Tabel 23). Orang tua tetap mengusahakan untuk membeli buku sekolah anak dan tidak terdapat keluarga contoh yang meminta buku bekas ke saudara/tetangga. Hal ini disebabkan bergantinya buku-buku pelajaran yang digunakan anak untuk belajar di sekolah sehingga ketika anak meminta buku ke orang lain dikhawatirkan materi yang terdapat dalam buku berbeda. Selain itu, kebanyakan buku-buku yang dibeli adalah buku yang memang wajib untuk dimiliki oleh masing-masing anak di sekolah seperti Lembar Kerja Siswa (LKS). Untuk buku paket, dapat diakses oleh anak melalui perpustakaan. Meminta sepatu bekas ke saudara atau tetangga masih dilakukan oleh sebagian kecil keluarga (6,06%). Tabel 23 Sebaran keluarga berdasarkan strategi koping menambah pendapatan pendidikan No Strategi koping Keluarga n % 1 Mengusahakan beasiswa untuk anak 12 18,18 2 Meminta buku bekas ke saudara/tetangga 0 0,00 3 Meminta seragam bekas ke saudara/tetangga 22 33,33 4 Meminta sepatu bekas ke saudara/tetangga 4 6,06 Dalam bidang strategi menambah pendapatan lain-lain, sebagain keluarga contoh memiliki anak bekerja untuk membantu orang tua seperti berdagang, bertani, bekerja di pabrik dan bermigrasi ke kota (Tabel 24). Kegiatan selanjutnya adalah mencari pekerjaan tambahan baik suami maupun istri. Lebih dari satu per empat istri mencari pekerjaan tambahan, seperti membuka warung di rumah, bekerja di pabrik, membuat jajanan, dan berjualan keliling. Sementara itu, suami yang mencari pekerjaan tambahan lebih sedikit dari pada istri, karena pekerjaan suami sebagai petani sudah menyita waktu cukup banyak yaitu dari pagi sampai siang bahkan sampai sore.

19 47 Tabel 24 Sebaran keluarga berdasarkan strategi koping menambah pendapatan lain-lain No Strategi koping Keluarga n % 1 Suami mencari pekerjaan tambahan 18 27,27 2 Istri mencari pekerjaan tambahan 12 18,18 3 Suami menambah jam kerja dari pekerjaan utama 10 15,15 4 Istri menambah jam kerja dari pekerjaan utama 17 25,75 5 Anak bekerja membantu orang tua 32 48,48 6 Menjual aset rumah untuk keperluan sehari-hari 4 6,06 7 Menggadaikan barang 1 1,51 Strategi koping menambah pendapatan dikelompokkan menjadi sedikit, sedang, dan banyak (Gambar 3). Lebih dari separuh keluarga responden melakukan kegiatan menambah pendapatan pada kategori sedikit. Artinya keluarga contoh hanya melakukan sedikit kegiatan menambah pendapatan ketika terjadi masalah ekonomi. Sisanya, sebesar 36,37 persen keluarga contoh memiliki startegi koping dalam kategori sedang dan tidak terdapat keluarga contoh yang melakukan strategi koping dalam kategori banyak. sedikit ( 5 kegiatan) sedang (6-10 kegiatan) banyak ( 11 kegiatan) 36,37% 63,63% Gambar 3 Sebaran keluarga berdasarkan kategori strategi koping menambah pendapatan secara keseluruhan Jumlah strategi koping dihitung berdasarkan jumlah strategi mengurangi pengeluaran dan menambah pendapatan. Tabel 25 menunjukkan bahwa lebih dari separuh keluarga contoh (68,18%) melakukan strategi koping pada kategori sedikit baik cutting back maupun generating income. Sisanya yaitu sebesar 31,82 persen keluarga contoh melakukan strategi koping pada kategori sedang dan tidak terdapat keluarga contoh yang melakukan cutting back dan generating income pada kategori banyak.

20 48 Tabel 25 Sebaran keluarga berdasarkan strategi koping secara keseluruhan Kategori Keluarga n % Sedikit ( 14 kegiatan) 42 68,18 Sedang (15-28 kegiatan) 24 31,82 Banyak ( 29 kegiatan) 0 0,00 Total ,00 Investasi Anak Perilaku Investasi Anak Setiap manusia memiliki sumber daya yang dapat dikembangkan. Agar manusia dapat menggunakan sumber daya yang dimiliki, diperlukan suatu upaya berupa investasi sumber daya manusia. Investasi pada anak terdiri dari dua komponen yaitu nilai uang dari jasa seperti makanan, pakaian, rumah, transportasi, pendidikan, dan perawatan kesehatan; dan nilai waktu yaitu waktu yang dihabiskan orang tua, khususnya ibu untuk membesarkan anak baik melalui perawatan maupun pemeliharaan (Bryant & Zick, 2006). Perilaku investasi adalah seluruh perilaku atau tindakan yang dilakukan oleh orang tua untuk menunjang peningkatan kualitas anak seperti pendidikan dan kesehatan. Perilaku Investasi Pendidikan. Pendidikan merupakan jalan menuju produktivitas tinggi bagi masyarakat, sehingga diharapkan melalui pendidikan yang tinggi dapat menghasilkan SDM yang berkualitas. Perilaku investasi pendidikan adalah tindakan atau perilaku yang dilakukan oleh orang tua untuk menunjang pendidikan anak. Berdasarkan Gambar 4, sebagian besar keluarga contoh memiliki investasi pendidikan dalam kategori sedang (81,81%) dan hanya sebagian kecil keluarga contoh yang memiliki perilaku investasi pendidikan dalam kategori tinggi (7,59%). Rendah ( 33,33%) Sedang (33,34%-66,66%) Tinggi ( 66,67%) 7,59% 10,60% 81,81% Gambar 4 Sebaran keluarga berdasarkan perilaku investasi pendidikan

21 49 Perilaku Investasi Kesehatan. Perilaku investasi kesehatan merupakan segala tindakan atau perilaku yang dilakukan oleh orang tua untuk menunjang kesehatan anak. Gambar 5 menunjukkan bahwa lebih dari separuh keluarga contoh memiliki perilaku investasi kesehatan dalam kategori sedang. Sebesar 46,96 persen keluarga contoh memiliki perilaku investasi yang tergolong rendah dan hanya terdapat satu keluarga contoh yang memiliki perilaku kesehatan dalam kategori tinggi. rendah ( 33,33%) sedang (33,34%-66,66%) tinggi ( 66,67%) 1,53% 51,51% 46,96% Gambar 5 Sebaran keluarga contoh berdasarkan perilaku investasi kesehatan Dilihat dari perilaku investasi pendidikan dan investasi kesehatan secara keseluruhan, terdapat tiga per empat keluarga contoh yang memiliki perilaku investasi dalam kategori sedang, sisanya yaitu sebesar 24,24 persen termasuk dalam kategori rendah dan tidak terdapat keluarga yang memiliki perilaku investasi anak dalam kategori tinggi seperti yang ditunjukkan Tabel 26. Tabel 26 Sebaran keluarga berdasarkan perilaku investasi pendidikan dan kesehatan Kategori Keluarga n % Rendah ( 33,33%) 16 24,24 Sedang (33,34%-66,66%) 50 75,76 Tinggi ( 66,67) 0 0,00 Total ,00 Alokasi Uang. Alokasi uang untuk anak terdiri atas tiga kebutuhan yaitu pendidikan, kesehatan, dan kebutuhan lainnya. Kebutuhan pendidikan terdiri atas seragam sekolah, uang saku harian, buku pelajaran/buku cerita, les, kursus, sepatu, tas, uang SPP dan alat tulis. Kebutuhan kesehatan terdiri atas

22 50 suplemen/vitamin, medical check up dan obat-obatan. Kebutuhan pakaian, jalanjalan dan hobi termasuk dalam kebutuhan lainnya. Tabel 27 Alokasi uang untuk anak per bulan berdasarkan tingkat pendidikan anak Tingkat Rataan Standar Kegiatan pendidikan Rupiah % Deviasi Pendidikan ,44 11, ,75 PAUD Kesehatan ,33 2, ,49 Lainnya ,25 6, ,59 Total ,11 18, ,28 Pendidikan ,25 10, ,93 SD Kesehatan 9.666,58 1, ,09 Lainnya 8.052,40 1, ,68 Total ,12 11, ,80 Pendidikan ,60 13, ,11 SMP Kesehatan 6.875,00 1, ,00 Lainnya ,82 1, ,36 Total ,16 15, ,84 Pendidikan ,40 41, ,80 SMA Kesehatan 5.083,25 0, ,05 Lainnya ,89 1, ,56 Total ,60 43, ,80 Tabel 27 menunjukkan alokasi uang untuk anak per bulan. Alokasi pengeluaran minimal keluarga untuk anak adalah Rp ,00/anak/bulan sedangkan nilai maksimal adalah Rp ,00/anak/bulan dengan rata-rata pengeluaran sebesar Rp ,80/anak/bulan. Pengeluaran keluarga untuk anak bervariasi sesuai dengan jenjang pendidikan dan jumlah anak. Keluarga dengan anak Sekolah Menengah Atas (SMA) memiliki alokasi pengeluaran terbesar yaitu Rp ,60/bulan atau 43,56% dari pendapatan keluarga. Alokasi pengeluaran dikelompokkan menjadi tiga yaitu rendah, sedang dan tinggi. Lebih dari separuh anak memiliki alokasi pengeluaran dari orang tua dalam kategori rendah (55%) dengan persentase terbesar untuk kelompok Sekolah Dasar (SD) seperti yang ditunjukkan oleh Tabel 28. Hal ini karena anak dengan jenjang pendidikan Sekolah Dasar mendapat bantuan paling banyak dari pihak pemerintah dibandingkan dengan jenjang pendidikan lainnya, sehingga orang tua merasa kewajiban untuk membiayai sekolah anak beralih menjadi tanggung jawab pihak lain yaitu pemerintah (adanya bantuan memicu ketergantungan masyarakat terhadap pemerintah). Pada kelompok sedang, anak Sekolah Menengah Pertama (SMP) memiliki alokasi terbesar (50,00%), sedangkan untuk kelompok tinggi anak SMA mendapatkan persentase terbesar. Hal ini karena keluarga dengan anak SMA

23 51 memiliki beban yang semakin banyak untuk menunjang segala keperluan sekolah dan sedikitnya dana/bantuan yang diberikan pemerintah bila dibandingkan dengan jenjang pendidikan di bawahnya. Adanya biaya Sumbangan Pembangunan Pendidikan (SPP) menambah semakin banyaknya kebutuhan anak SMA. Selain itu, banyaknya pelajaran yang diterima oleh siswa SMA membuat biaya pendidikan semakin meningkat. Alokasi pengeluaran Tabel 28 Alokasi pengeluaran berdasarkan tingkat pendidikan anak Tingkat pendidikan Total TK SD SMP SMA n % n % n % n % n % Rendah 5 55, , , , Sedang 2 22, , , , Tinggi 2 22,2 3 5, , , Total Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesejahteraan Keluarga Faktor-faktor yang mempengaruhi kesejahteraan keluarga dianalisis menggunakan analisis regresi logistik untuk indikator Garis Kemiskinan (GK) dan indikator 14 kriteria rumah tangga miskin penerima Bantuan Langsung Tunai (BLT). Indikator Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang digunakan adalah indikator dengan lima skor. Keluarga yang memenuhi lima indikator keluarga miskin berdasarkan indikator baru ini tergolong sebagai keluarga miskin dan keluarga yang memenuhi kurang dari lima indikator tergolong sebagai keluarga tidak miskin. Hasil analisis regresi logistik pada Tabel 29 menunjukkan bahwa nilai Negelkerke adalah sebesar 0,332 untuk indikator kesejahteraan Garis Kemiskinan (GK) dan 0,560 untuk indikator kesejahteraan Bantuan Langsung Tunai (BLT). Artinya, model hanya dapat menjelaskan sebesar 33,2 persen dan 56,00 persen faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kesejahteraan berdasarkan indikator Garis Kemiskinan dan penerima Bantuan Langsung Tunai (BLT). Uji regresi logistik untuk variabel kesejahteraan Garis Kemiskinan (GK) sebagai variabel dependen menujukkan bahwa variabel pekerjaan tambahan suami dan mata pencaharian suami berpengaruh signifikan. Keluarga dengan suami memiliki pekerjaan tambahan dan memiliki mata pencaharian bukan di bidang pertanian berpeluang lebih sejahtera dibandingkan dengan keluarga dengan suami yang tidak memiliki pekerjaan tambahan dan bekerja di bidang

24 52 pertanian. Diantara tujuh variabel yang diduga berpengaruh terhadap kesejahteraan Garis Kemiskinan (GK), variabel pekerjaan tambahan suami memiliki pengaruh paling besar terhadap kesejahteraan Garis Kemiskinan (GK). Keluarga dengan suami memiliki pekerjaan tambahan, berpeluang 3,171 kali lipat untuk sejahtera dibandingkan keluarga dengan suami yang tidak memiliki pekerjaan. Tabel 29 Nilai koefisien regresi logistik faktor-faktor yang mempengaruhi kesejahteraan Kesejahteraan GK Kesejahteraan BLT Variabel independen B Exp (B).Sig B Exp (B).Sig Konstanta -3,636-0,026 0,243-8,484-0,000 0,025 Umur suami (tahun) 0,029 1,029 0,530 0,016 1,016 0,733 Jumlah anggota keluarga 0,110 1,117 0,693-0,410-0,664 0,283 (orang) Pendidikan istri (tahun) 0,062 1,064 0,754 0,197 1,218 0,378 Pendidikan suami (tahun) -0,088-0,916 0,628 0,933 2,541 0,003*** Pekerjaan tambahan suami 3,171 23,837 0,029** -0,735-0,479 0,690 (0=tidak memiliki; 1=memiliki) Mata pencaharian suami (0=pertanian; 1=bukan 2,190 8,933 0,004*** 1,465 4,325 0,061* pertanian) Tipe keluarga (0=keluarga inti; 1=keluarga luas) -1,692-0,184 0,189-0,531-0,588 0,616 Pendapatan keluarga (rupiah) 0,000 1,000 0,004** Chi-square 17,396 35,854 Nagelkerke R 2 0,332** 0,560 ** Keterangan : * =signifikan pada selang kepercayaan 90% **=signifikan pada selang kepercayaan 95% ***=signifikan pada selang kepercayaan 99% Variabel yang berpengaruh signifikan terhadap kesejahteraan keluarga berdasarkan indikator Bantuan Langsung Tunai (BLT) adalah pendidikan suami, mata pencaharian suami, dan pendapatan keluarga. Keluarga dengan pendidikan suami tinggi, memiliki mata pencaharian bukan di bidang pertanian, dan memiliki pendapatan keluarga yang tinggi berpeluang lebih besar untuk sejahtera. Diantara delapan variabel yang diduga berpengaruh terhadap kesejahteraan indikator Bantuan Langsung Tunai (BLT), mata pencaharian suami memiliki pengaruh paling besar. Keluarga dengan suami yang bekerja bukan di bidang pertanian memiliki peluang sejahtera sebanyak 1,465 kali lipat. Berdasarkan dua indikator yang telah digunakan untuk mengukur faktorfaktor yang berpengaruh terhadap kesejahteraan keluarga, variabel mata pencaharian suami berpengaruh secara konsisten terhadap indikator Garis

25 53 Kemiskinan (GK) dan indikator penerima Bantuan Langsung Tunai (BLT). Keluarga dengan suami yang bekerja bukan di bidang pertanian memiliki peluang yang lebih besar untuk sejahtera dibandingkan dengan keluarga dengan suami yang bekerja di bidang pertanian. Umur suami memiliki pengaruh positif tidak signifikan terhadap indikator kesejahteraan Garis Kemiskinan (GK) dan Bantuan Langsung Tunai (BLT). Semakin tua umur suami, peluang untuk sejahtera semakin besar. Bertambahnya umur suami, diikuti dengan pertambahan aset yang dimiliki oleh keluarga, sehingga akumulasi aset dapat terjadi seiring dengan pertambahan umur suami. Jumlah anggota keluarga tidak berpengaruh signifikan dengan kesejahteraan keluarga baik indikator Garis Kemiskinan (GK) maupun indikator Bantuan Langsung Tunai (BLT). Akan tetapi, terdapat hubungan positif antara jumlah anggota keluarga dengan indikator Garis Kemiskinan yang diukur menggunakan pendapatan perkapita keluarga. Hal ini diduga karena banyaknya anak yang bekerja dalam keluarga. Berdasarkan pengamatan, sebagian besar anak yang dimiliki oleh keluarga contoh memilih untuk bekerja pada usia dini yaitu sekitar 15 tahun ke atas atau setelah selesai menempuh pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP). Adanya anak bekerja memiliki kontribusi cukup penting terhadap pendapatan keluarga. Sementara itu, jumlah anggota keluarga memiliki hubungan negatif dengan kesejahteraan indikator Bantuan Langsung Tunai (BLT). Semakin banyak jumlah anggota keluarga, peluang keluarga untuk sejahtera semakin kecil karena banyaknya kebutuhan yang harus dipenuhi keluarga. Keluarga dengan jumlah anggota keluarga yang besar seringkali mempunyai masalah dalam pemenuhan kebutuhan pokok keluarga (Iskandar 2007). Pendidikan istri tidak berpengaruh signifikan terhadap pendapatan keluarga. Akan tetapi, terdapat hubungan positif antara lama pendidikan istri dengan kesejahteraan keluarga baik indikator Garis Kemiskinan (GK) dan Bantuan Langsung Tunai (BLT). Semakin tinggi pendidikan istri maka peluang keluarga untuk sejahtera lebih besar. Pendidikan suami berpengaruh negatif tidak signifikan terhadap indikator kesejahteraan Garis Kemiskinan (GK). Hasil ini diduga karena pendapatan suami tidak ditentukan oleh perbedaan lama tahun pendidikan yang didominasi oleh suami dengan tingkat pendidikan akhir di Sekolah Dasar. Perbedaan pendapatan

METODE PENELITIAN Desain, Lokasi, dan Waktu Penelitian Contoh dan Metode Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

METODE PENELITIAN Desain, Lokasi, dan Waktu Penelitian Contoh dan Metode Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data 21 METODE PENELITIAN Desain, Lokasi, dan Waktu Penelitian Penelitian ini menggunakan desain Cross Sectional Study yaitu penelitian yang dilakukan pada satu waktu dan menggunakan metode survei. Lokasi penelitian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 21 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian Kelurahan Kertamaya adalah salah satu kelurahan di Kecamatan Bogor Selatan, Provinsi Jawa Barat. Luas Kelurahan Kertamaya ialah 360 ha/m 2. Secara

Lebih terperinci

BAB VI KARAKTERISTIK INDIVIDU DAN RUMAHTANGGA PETANI PESERTA PROGRAM PEMBERDAYAAN PETANI MELALUI TEKNOLOGI DAN INFORMASI PERTANIAN (P3TIP)

BAB VI KARAKTERISTIK INDIVIDU DAN RUMAHTANGGA PETANI PESERTA PROGRAM PEMBERDAYAAN PETANI MELALUI TEKNOLOGI DAN INFORMASI PERTANIAN (P3TIP) 58 BAB VI KARAKTERISTIK INDIVIDU DAN RUMAHTANGGA PETANI PESERTA PROGRAM PEMBERDAYAAN PETANI MELALUI TEKNOLOGI DAN INFORMASI PERTANIAN (P3TIP) Bab ini mendeskripsikan karakteristik demografi individu petani

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. program darurat bagian dari jaring pengaman sosial (social safety net), namun

BAB I PENDAHULUAN. program darurat bagian dari jaring pengaman sosial (social safety net), namun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Raskin merupakan program bantuan yang sudah dilaksanakan Pemerintah Indonesia sejak Juli 1998 dengan tujuan awal menanggulangi kerawanan pangan akibat krisis moneter

Lebih terperinci

Lampiran 1. Peta Lokasi Penelitian. Keterangan: 1. Kecamatan Gebang 2. Kecamatan Kandanghaur 3. Kecamatan Pelabuhanratu 4. Kecamatan Pangandaran

Lampiran 1. Peta Lokasi Penelitian. Keterangan: 1. Kecamatan Gebang 2. Kecamatan Kandanghaur 3. Kecamatan Pelabuhanratu 4. Kecamatan Pangandaran 224 LAMPIRAN 225 Lampiran 1. Peta Lokasi Penelitian 2 3 1 4 Keterangan: 1. Kecamatan Gebang 2. Kecamatan Kandanghaur 3. Kecamatan Pelabuhanratu 4. Kecamatan Pangandaran 226 Lampiran 2 Hasil uji reliabilitas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Penelitian Kondisi Geografis Wilayah Kecamatan Dramaga berada pada ketinggian 500 meter di atas permukaan laut dan merupakan kawasan yang berbukit dengan suhu rata-rata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh orang dewasa. Hal ini disebabkan oleh anak-anak yang dianggap masih

BAB I PENDAHULUAN. oleh orang dewasa. Hal ini disebabkan oleh anak-anak yang dianggap masih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak-anak pada dasarnya merupakan kaum lemah yang harus dilindungi oleh orang dewasa. Hal ini disebabkan oleh anak-anak yang dianggap masih membutuhkan bimbingan orang

Lebih terperinci

14 KRITERIA MISKIN MENURUT STANDAR BPS ; 1. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8m2 per orang.

14 KRITERIA MISKIN MENURUT STANDAR BPS ; 1. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8m2 per orang. 14 KRITERIA MISKIN MENURUT STANDAR BPS ; 1. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8m2 per orang. 2. Jenis lantai tempat tinggal terbuat dari tanah/bambu/kayu murahan. 3. Jenis dinding tempat

Lebih terperinci

KEMISKINAN OLEH HERIEN PUSPITAWATI

KEMISKINAN OLEH HERIEN PUSPITAWATI KEMISKINAN OLEH HERIEN PUSPITAWATI KRITERIA KEMISKINAN BPS GARIS KEMISKINAN Kota Bogor tahun 2003: Rp 133 803/kap/bln Kab Bogor tahun 2003: Rp 105 888/kap/bln UNDP US 1/kap/day tahun 2000 US 2/kap/day

Lebih terperinci

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 29 TAHUN 2016 T E N T A N G INDIKATOR LOKAL KELUARGA MISKIN DI KABUPATEN CIAMIS

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 29 TAHUN 2016 T E N T A N G INDIKATOR LOKAL KELUARGA MISKIN DI KABUPATEN CIAMIS 1 BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 29 TAHUN 2016 T E N T A N G INDIKATOR LOKAL KELUARGA MISKIN DI KABUPATEN CIAMIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keterbukaan sosial dan ruang bagi debat publik yang jauh lebih besar. Untuk

BAB I PENDAHULUAN. keterbukaan sosial dan ruang bagi debat publik yang jauh lebih besar. Untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia kini adalah negara dengan sistem demokrasi baru yang bersemangat, dengan pemerintahan yang terdesentralisasi, dengan adanya keterbukaan sosial dan

Lebih terperinci

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 28 TAHUN 2013 TENTANG INDIKATOR KELUARGA MISKIN DI KABUPATEN BANYUWANGI

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 28 TAHUN 2013 TENTANG INDIKATOR KELUARGA MISKIN DI KABUPATEN BANYUWANGI 1 BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 28 TAHUN 2013 TENTANG INDIKATOR KELUARGA MISKIN DI KABUPATEN BANYUWANGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI, Menimbang : a.

Lebih terperinci

Gambar 2 Metode Penarikan Contoh

Gambar 2 Metode Penarikan Contoh 17 METODE PENELITIAN Disain, Tempat, dan Waktu Penelitian Penelitian ini menggunakan disain Cross Sectional Study, yaitu data dikumpulkan pada satu waktu untuk memperoleh gambaran karakteristik contoh

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM DESA POLOBOGO

BAB IV GAMBARAN UMUM DESA POLOBOGO BAB IV GAMBARAN UMUM DESA POLOBOGO 4. 1. Kondisi Geografis 4.1.1. Batas Administrasi Desa Polobogo termasuk dalam wilayah administrasi kecamatan Getasan, kabupaten Semarang, Provinsi Jawa Tengah. Wilayah

Lebih terperinci

IV. POLA KONSUMSI RUMAH TANGGA MISKIN DI PULAU JAWA

IV. POLA KONSUMSI RUMAH TANGGA MISKIN DI PULAU JAWA IV. POLA KONSUMSI RUMAH TANGGA MISKIN DI PULAU JAWA Data pola konsumsi rumah tangga miskin didapatkan dari data pengeluaran Susenas Panel Modul Konsumsi yang terdiri atas dua kelompok, yaitu data pengeluaran

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 24 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Keadaan Wilayah dan Potensi Sumber daya Alam Desa Cikarawang adalah sebuah desa yang terletak di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat dengan luas wilayah 2.27

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 36 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Evaluasi (penilaian) suatu program biasanya dilakukan pada suatu waktu tertentu atau pada suatu tahap tertentu (sebelum program, pada proses pelaksanaan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. dalam melakukan kegiatan sehingga juga akan mempengaruhi banyaknya

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. dalam melakukan kegiatan sehingga juga akan mempengaruhi banyaknya V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Keadaan Umum Responden 1. Umur Umur merupakan suatu ukuran lamanya hidup seseorang dalam satuan tahun. Umur akan berhubungan dengan kemampuan dan aktivitas seseorang dalam melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagaimana penyelesaian masalah tersebut. Peran itu dapat dilihat dari sikap

BAB I PENDAHULUAN. bagaimana penyelesaian masalah tersebut. Peran itu dapat dilihat dari sikap BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Peran pemerintah sangat penting dalam merancang dan menghadapi masalah pembangunan ekonomi. Seberapa jauh peran pemerintah menentukan bagaimana penyelesaian

Lebih terperinci

Lampiran 1 Peta Lokasi Kabupaten Sukabumi

Lampiran 1 Peta Lokasi Kabupaten Sukabumi LAMPIRAN 97 Lampiran 1 Peta Lokasi Kabupaten Sukabumi 95 96 Lampiran 2 Indepth Interview KASUS 1 Suami di-phk, Istri pun Menjadi TKW Dulu hidup kami serba berkecukupan Neng, kenang Bapak A (43 tahun) di

Lebih terperinci

PANGAN DAN GIZI SEBAGAI INDIKATOR KEMISKINAN

PANGAN DAN GIZI SEBAGAI INDIKATOR KEMISKINAN PANGAN DAN GIZI SEBAGAI INDIKATOR KEMISKINAN By : Suyatno, Ir. MKes Office : Dept. of Public Health Nutrition, Faculty of Public Health Diponegoro University, Semarang Contact : 081-22815730 / 024-70251915

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA CIREBON

BERITA DAERAH KOTA CIREBON BERITA DAERAH KOTA CIREBON 2 NOMOR 51 TAHUN 2009 PERATURAN WALIKOTA CIREBON NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG KRITERIA KELUARGA / RUMAH TANGGA MISKIN KOTA CIREBON Menimbang : WALIKOTA CIREBON, a. bahwa kemiskinan

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM KABUPATEN SIMEULUE

IV. KONDISI UMUM KABUPATEN SIMEULUE IV. KONDISI UMUM KABUPATEN SIMEULUE 4.1 Kondisi Wilayah Pulau Simeulue merupakan salah satu pulau terluar dari propinsi Nanggroe Aceh Darussalam Ο Ο Ο Ο berada pada posisi 0 0 03-03 0 04 lintang Utara

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang { PAGE \* MERGEFORMAT }

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang { PAGE \* MERGEFORMAT } BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Madrasah Ibtidaiyah Miftahul Ulum adalah sebuah lembaga pendidikan islam yang setara dengan tingkatan Sekolah Dasar (SD), yang berada di naungan Kementrian Agama. Sebagaimana

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian 25 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian Desa Cikahuripan merupakan salah satu desa yang berada di wilayah Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi dengan luas wilayah 702 Ha, ketinggian diatas

Lebih terperinci

VII. ANALISIS TINGKAT KESEJAHTERAAN PEDAGANG DI TAMAN MARGASATWA RAGUNAN. 7.1 Pengaruh TMR terhadap Terciptanya Lapangan Usaha

VII. ANALISIS TINGKAT KESEJAHTERAAN PEDAGANG DI TAMAN MARGASATWA RAGUNAN. 7.1 Pengaruh TMR terhadap Terciptanya Lapangan Usaha VII. ANALISIS TINGKAT KESEJAHTERAAN PEDAGANG DI TAMAN MARGASATWA RAGUNAN 7. Pengaruh TMR terhadap Terciptanya Lapangan Usaha Keberadaan pariwisata memberikan dampak postif bagi pengelola, pengunjung, pedagang,

Lebih terperinci

BAB IV KARAKTERISTIK RESPONDEN DAN SISTEM PERTANIAN

BAB IV KARAKTERISTIK RESPONDEN DAN SISTEM PERTANIAN BAB IV KARAKTERISTIK RESPONDEN DAN SISTEM PERTANIAN 23 Gambaran penelitian yang dimuat dalam bab ini merupakan karakteristik dari sistem pertanian yang ada di Desa Cipeuteuy. Informasi mengenai pemerintahan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Untuk memberikan arah jalannya penelitian ini akan disajikan beberapa pendapat

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Untuk memberikan arah jalannya penelitian ini akan disajikan beberapa pendapat II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Pustaka Untuk memberikan arah jalannya penelitian ini akan disajikan beberapa pendapat para ahli yang berkaitan dengan topik-topik kajian penelitian

Lebih terperinci

V. KEMISKINAN 5.1 Kemiskinan di Desa Sitemu

V. KEMISKINAN 5.1 Kemiskinan di Desa Sitemu V. KEMISKINAN 5.1 Kemiskinan di Desa Sitemu Berdasarkan hasil pendataan sosial ekonomi penduduk (PSEP) yang dilakukan oleh BPS pada tahun 2005 diketahui jumlah keluarga miskin di Desa Sitemu 340 KK. Kriteria

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. perhatian pemerintah di negara manapun. Salah satu aspek penting untuk mendukung strategi

BAB I. PENDAHULUAN. perhatian pemerintah di negara manapun. Salah satu aspek penting untuk mendukung strategi BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masalah kemiskinan merupakan salah satu persoalan mendasar yang menjadi pusat perhatian pemerintah di negara manapun. Salah satu aspek penting untuk mendukung

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kualitas bangsa ditentukan oleh kualitas penduduk yang tercermin pada kualitas sumberdaya manusia (SDM). Salah satu indikator kualitas penduduk adalah Human Development Index

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH SEPTEMBER 2012

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH SEPTEMBER 2012 No. 05/01/33/Th. VII, 2 Januari 2013 PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH SEPTEMBER 2012 JUMLAH PENDUDUK MISKIN SEPTEMBER 2012 MENCAPAI 4,863 JUTA ORANG RINGKASAN Jumlah penduduk miskin (penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masalah ini menjadi perhatian nasional dan penanganannya perlu dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. Masalah ini menjadi perhatian nasional dan penanganannya perlu dilakukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia masih menghadapi masalah kemiskinan dan kerawanan pangan. Masalah ini menjadi perhatian nasional dan penanganannya perlu dilakukan secara terpadu

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah,

Lebih terperinci

POLA KONSUMSI PANGAN DAN STATUS GIZI PADA RUMAH TANGGA PESERTA PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DI KOTA DAN KABUPATEN BOGOR

POLA KONSUMSI PANGAN DAN STATUS GIZI PADA RUMAH TANGGA PESERTA PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DI KOTA DAN KABUPATEN BOGOR Lampiran 1. Kuisioner penelitian Sheet: 1. Cover K U E S I O N E R POLA KONSUMSI PANGAN DAN STATUS GIZI PADA RUMAH TANGGA PESERTA PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DI KOTA DAN KABUPATEN BOGOR Program : (1=PNPM,

Lebih terperinci

Perilaku Merokok Penerima Jamkesmas/Penerima Bantuan Iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (PBI BPJS)

Perilaku Merokok Penerima Jamkesmas/Penerima Bantuan Iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (PBI BPJS) Perilaku Merokok Penerima Jamkesmas/Penerima Bantuan Iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (PBI BPJS) Dr. H. Sandu Siyoto, S.Sos., SKM., M.Kes (Ketua Stikes Surya Mitra Husada Kediri Jawa Timur) Latar

Lebih terperinci

V KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN

V KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN V KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN 5.1. Gambaran Umum Kecamatan Kebon Pedes, Kabupaten Sukabumi Gambaran umum Kecamatan Kebon Pedes, Kabupaten Sukabumi dalam penelitian ini dihat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Kesejahteraan Keluarga

TINJAUAN PUSTAKA Kesejahteraan Keluarga 7 TINJAUAN PUSTAKA Kesejahteraan Keluarga Undang-undang No 10 Tahun 1992 mendefinisikan keluarga sejahtera sebagai keluarga yang dibentuk berdasarkan atas perkawinan yang sah, mampu memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

PERMOHONAN BANTUAN UANG DUKA. Kepada Yth. BUPATI KUDUS Melalui Kepala Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Kudus

PERMOHONAN BANTUAN UANG DUKA. Kepada Yth. BUPATI KUDUS Melalui Kepala Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Kudus PERMOHONAN BANTUAN UANG DUKA Form : I Kepada Yth. BUPATI KUDUS Melalui Kepala Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Kudus Di - K U D U S Dengan hormat, yang bertanda tangan di bawah ini,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional ini mencakup pengertian yang

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional ini mencakup pengertian yang III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar Dan Batasan Operasional Konsep dasar dan definisi operasional ini mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan data dan melakukan analisis sehubungan dengan

Lebih terperinci

PROFIL KECAMATAN TOMONI 1. KEADAAN GEOGRAFIS

PROFIL KECAMATAN TOMONI 1. KEADAAN GEOGRAFIS PROFIL KECAMATAN TOMONI 1. KEADAAN GEOGRAFIS Kecamatan Tomoni memiliki luas wilayah 230,09 km2 atau sekitar 3,31 persen dari total luas wilayah Kabupaten Luwu Timur. Kecamatan yang terletak di sebelah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Tinjauan Pustaka Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN SISTEM MANAJEMEN DATABASE DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN KRITERIA PENDUDUK MISKIN KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

PENGEMBANGAN SISTEM MANAJEMEN DATABASE DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN KRITERIA PENDUDUK MISKIN KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PENGEMBANGAN SISTEM MANAJEMEN DATABASE DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN KRITERIA PENDUDUK MISKIN KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR Ummul Hairah ummihairah@gmail.com Program Studi Teknik Informatika

Lebih terperinci

KUESIONER ANGGOTA SIMPAN PINJAM PEREMPUAN

KUESIONER ANGGOTA SIMPAN PINJAM PEREMPUAN KUESIONER ANGGOTA SIMPAN PINJAM PEREMPUAN Petunjuk Pengisian Baca dan pahami setiap pernyataan di bawah ini, kemudian pilihlah jawaban yang sesuai dengan kenyataan yang sesungguhnya. Setiap orang mempunyai

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu Sukabumi. Penelitian berlangsung pada bulan Juli sampai dengan September 0.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Keadaan Umum Lokasi Penelitian Kabupaten Gorontalo Utara merupakan wilayah administrasi yang merupakan kabupaten hasil pemekaran dari Kabupaten Gorontalo, Provinsi Gorontalo

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI BARAT SEPTEMBER 2013

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI BARAT SEPTEMBER 2013 BPS PROVINSI SULAWESI BARAT No. 05/01/76/Th.VIII, 2 Januari 2014 PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI BARAT SEPTEMBER 2013 JUMLAH PENDUDUK MISKIN SEPTEMBER 2013 SEBANYAK 154,20 RIBU JIWA Persentase penduduk

Lebih terperinci

TINGKAT KEMISKINAN JAWA BARAT SEPTEMBER 2014

TINGKAT KEMISKINAN JAWA BARAT SEPTEMBER 2014 BPS PROVINSI JAWA BARAT No. 05 /01/32/Th. XVII, 2 Januari 2015 TINGKAT KEMISKINAN JAWA BARAT SEPTEMBER 2014 Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada dibawah Garis Kemiskinan) di Jawa Barat pada bulan

Lebih terperinci

BUPATI JEMBRANA PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 25 TAHUN 2012 TATA CARA PEMBERDAYAAN KELUARGA MISKIN DI KABUPATEN JEMBRANA

BUPATI JEMBRANA PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 25 TAHUN 2012 TATA CARA PEMBERDAYAAN KELUARGA MISKIN DI KABUPATEN JEMBRANA BUPATI JEMBRANA PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PEMBERDAYAAN KELUARGA MISKIN DI KABUPATEN JEMBRANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM. Desa Lulut secara administratif terletak di Kecamatan Klapanunggal,

V. GAMBARAN UMUM. Desa Lulut secara administratif terletak di Kecamatan Klapanunggal, V. GAMBARAN UMUM 5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Desa Lulut secara administratif terletak di Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Desa ini berbatasan dengan Desa Bantarjati

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM KARAKTERISTIK DAN ARAH PERUBAHAN KONSUMSI DAN PENGELUARAN RUMAH TANGGA Oleh : Harianto

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH SEPTEMBER 2014

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH SEPTEMBER 2014 No. 05/01/33/Th. IX, 2 Januari 2015 PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH SEPTEMBER 2014 JUMLAH PENDUDUK MISKIN SEPTEMBER 2014 MENCAPAI 4,562 JUTA ORANG RINGKASAN Jumlah penduduk miskin (penduduk yang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Faktor yang Mempengaruhi Wanita Bekerja. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Riyani, dkk (2001) mengenai

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Faktor yang Mempengaruhi Wanita Bekerja. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Riyani, dkk (2001) mengenai BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Faktor yang Mempengaruhi Wanita Bekerja Dalam penelitian yang dilakukan oleh Riyani, dkk (2001) mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan wanita untuk bekerja adalah

Lebih terperinci

Lampiran 1 KUISIONER PENELITIAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA HUTAN OLEH MASYARAKAT DESA BUNIWANGI KECAMATAN PELABUHAN RATU KABUPATEN SUKABUMI

Lampiran 1 KUISIONER PENELITIAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA HUTAN OLEH MASYARAKAT DESA BUNIWANGI KECAMATAN PELABUHAN RATU KABUPATEN SUKABUMI LAMPIRAN Lampiran 1 KUISIONER PENELITIAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA HUTAN OLEH MASYARAKAT DESA BUNIWANGI KECAMATAN PELABUHAN RATU KABUPATEN SUKABUMI A. Identitas Responden 1. Nama :... 2. Umur :. 3. Dusun/RT/RW

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 FORMULIR FOOD RECALL 24 JAM

LAMPIRAN 1 FORMULIR FOOD RECALL 24 JAM LAMPIRAN 1 FORMULIR FOOD RECALL 24 JAM No. Responden : Nama : Umur : Jenis Kelamin : Tinggi Badan : Berat Badan : Waktu makan Pagi Nama makanan Hari ke : Bahan Zat Gizi Jenis Banyaknya Energi Protein URT

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain Penelitian Teknik Penarikan Contoh

METODE PENELITIAN Desain Penelitian Teknik Penarikan Contoh METODE PENELITIAN Desain Penelitian Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross sectional study. Cross sectional study dilakukan untuk mengidentifikasi dan menganalisis karakteristik

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH SEPTEMBER 2014

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH SEPTEMBER 2014 No. 07/01/62/Th. IX, 2 Januari 2015 PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH SEPTEMBER 2014 RINGKASAN Jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan)

Lebih terperinci

BUPATI MOJOKERTO PERATURAN BUPATI MOJOKERTO NOMOR ^TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENERBITAN SURAT PERNYATAAN MISKIN (SPM)

BUPATI MOJOKERTO PERATURAN BUPATI MOJOKERTO NOMOR ^TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENERBITAN SURAT PERNYATAAN MISKIN (SPM) BUPATI MOJOKERTO PERATURAN BUPATI MOJOKERTO NOMOR ^TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENERBITAN SURAT PERNYATAAN MISKIN (SPM) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MOJOKERTO, Menimbang Mengingat a. bahwa

Lebih terperinci

TINGKAT KEMISKINAN DI PROVINSI BENGKULU SEPTEMBER 2014

TINGKAT KEMISKINAN DI PROVINSI BENGKULU SEPTEMBER 2014 No. 05/01/17/IX, 2 Januari 2015 TINGKAT KEMISKINAN DI PROVINSI BENGKULU SEPTEMBER 2014 - JUMLAH PENDUDUK MISKIN SEPTEMBER 2014 MENCAPAI 316,50 RIBU ORANG - TREN KEMISKINAN SEPTEMBER 2014 MENURUN DIBANDINGKAN

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR No. 07/01/64/Th.XIX, 4 Januari 2016 TINGKAT KEMISKINAN DI KALIMANTAN UTARA SEPTEMBER TAHUN 2015 RINGKASAN Jumlah penduduk miskin (penduduk di bawah Garis Kemiskinan) di Kalimantan

Lebih terperinci

BAB V PELAKSANAAN PKH DI KELURAHAN BALUMBANG JAYA

BAB V PELAKSANAAN PKH DI KELURAHAN BALUMBANG JAYA BAB V PELAKSANAAN PKH DI KELURAHAN BALUMBANG JAYA 5.1 Kelembagaan PKH Pemilihan rumah tangga untuk menjadi peserta PKH dilakukan berdasarkan kriteria BPS. Ada 14 (empat belas) kriteria keluarga miskin

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Kondisi Umum Agroforestri di Lokasi Penelitian Lahan agroforestri di Desa Bangunjaya pada umumnya didominasi dengan jenis tanaman buah, yaitu: Durian (Durio zibethinus),

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pangan dan rempah yang beraneka ragam. Berbagai jenis tanaman pangan yaitu

I. PENDAHULUAN. pangan dan rempah yang beraneka ragam. Berbagai jenis tanaman pangan yaitu I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang kaya dengan ketersediaan pangan dan rempah yang beraneka ragam. Berbagai jenis tanaman pangan yaitu padi-padian, umbi-umbian,

Lebih terperinci

Dampak Kenaikan Harga BBM bagi Golongan Termiskin di Dua Desa

Dampak Kenaikan Harga BBM bagi Golongan Termiskin di Dua Desa Dampak Kenaikan Harga BBM bagi Golongan Termiskin di Dua Desa Arief Budiman * PADA akhirnya, harga BBM dinaikkan juga pada tanggal 12 Januari 1984. banyak orang kemudian berkomentar, bahwa kenaikan ini

Lebih terperinci

BAB VI. KARAKTERISTIK PEDAGANG MARTABAK KAKI LIMA DAN WARUNG TENDA PECEL LELE DI KOTA BOGOR

BAB VI. KARAKTERISTIK PEDAGANG MARTABAK KAKI LIMA DAN WARUNG TENDA PECEL LELE DI KOTA BOGOR BAB VI. KARAKTERISTIK PEDAGANG MARTABAK KAKI LIMA DAN WARUNG TENDA PECEL LELE DI KOTA BOGOR 6.1 Karakteristik Pedagang Martabak Kaki Lima di Kota Bogor Martabak merupakan salah satu jenis makanan yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. a. Letak, Batas dan Luas Daerah Penelitian. Kabupaten Wonosobo, terletak lintang selatan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. a. Letak, Batas dan Luas Daerah Penelitian. Kabupaten Wonosobo, terletak lintang selatan BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Daerah Penelitian 1. Kondisi Fisik a. Letak, Batas dan Luas Daerah Penelitian Kecamatan Mojotengah merupakan salah satu dari 15 kecamatan di Kabupaten

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Disain, Tempat, dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Disain, Tempat, dan Waktu Penelitian 8 METODE PENELITIAN Disain, Tempat, dan Waktu Penelitian Disain yang digunakan dalam penelitian ini adalah disain cross sectional study. Disain ini dipilih karena ingin mendapatkan data pada saat yang

Lebih terperinci

Kertasari. Dengan mewajibkan peserta program untuk menggunakan. persalinan) dan pendidikan (menyekolahkan anak minimal setara SMP),

Kertasari. Dengan mewajibkan peserta program untuk menggunakan. persalinan) dan pendidikan (menyekolahkan anak minimal setara SMP), PENGARUH IMPLEMENTASI PROGRAM KELUARGA HARAPAN (PKH) TERHADAP PESERTA PROGRAM DI KELURAHAN KERTASARI KECAMATAN CIAMIS KABUPATEN CIAMIS TAHUN 2012 Oleh : Teguh Setiadi Abstrak : Penelitian ini ingin mengkaji

Lebih terperinci

BAB 4 METODE PENELITIAN

BAB 4 METODE PENELITIAN BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1. Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup penelitian adalah Ilmu Kesehatan Anak 4.2. Tempat dan waktu penelitian Penelitian dilaksanakan di ruang Perawatan Bayi Sehat (R. X) dan

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH SEPTEMBER 2013

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH SEPTEMBER 2013 No. 07/01/62/Th. VIII, 2 Januari 2014 PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH SEPTEMBER 2013 RINGKASAN Jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan)

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH MARET 2015

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH MARET 2015 No. 66/09/33/Th. IX, 15 ember 2015 PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH MARET 2015 JUMLAH PENDUDUK MISKIN MARET 2015 MENCAPAI 4,577 JUTA ORANG RINGKASAN Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR No.57/07/64/Th.XX,17 Juli 2017 TINGKAT KEMISKINAN DI KALIMANTAN TIMUR MARET TAHUN 2017 R I N G K A S A N Jumlah penduduk miskin di Kalimantan Timur pada Maret 2017 sebanyak

Lebih terperinci

BAB I GAMBARAN UMUM KELUARGA DAMPINGAN

BAB I GAMBARAN UMUM KELUARGA DAMPINGAN BAB I GAMBARAN UMUM KELUARGA DAMPINGAN 1.1.Profil Keluarga dampingan Keluarga dampingan merupakan salah satu program yang diusung oleh KKN-PPM (Kuliah Kerja Nyata-Pembelajaran Pemberdayaan Masyarakat)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperbaharui, karena memiliki proses pembentukan yang cukup lama serta

BAB I PENDAHULUAN. diperbaharui, karena memiliki proses pembentukan yang cukup lama serta 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Minyak bumi merupakan sumberdaya alam yang tidak dapat diperbaharui, karena memiliki proses pembentukan yang cukup lama serta jumlah dan persediaan yang terbatas.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Wilayah Desa Ciparigi Wilayah Desa Ciparigi menurut data umum dan geografis merupakan salah satu desa di Kecamatan Sukadana, yang berbatasan dengan Kecamatan Cisaga dan

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI ACEH MARET 2015

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI ACEH MARET 2015 B P S P R O V I N S I A C E H No. 46/09/TH.XVIII, 15 September 2015 PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI ACEH MARET 2015 JUMLAH PENDUDUK MISKIN Maret 2015 MENCAPAI 851 RIBU ORANG RINGKASAN Pada Maret 2015, jumlah

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK RESPONDEN

KARAKTERISTIK RESPONDEN 18 KARAKTERISTIK RESPONDEN Bab ini menjelaskan mengenai karakteristik lansia yang menjadi responden. Adapun data karakteristik yang dimaksud meliputi jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan, status perkawinan,

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN MALUKU UTARA SEPTEMBER 2016

PROFIL KEMISKINAN MALUKU UTARA SEPTEMBER 2016 No. 05/01/82/Th. XVI, 3 Januari 2017 PROFIL KEMISKINAN MALUKU UTARA SEPTEMBER 2016 JUMLAH PENDUDUK MISKIN DI MALUKU UTARA KEADAAN SEPTEMBER 2016 SEBANYAK 76,40 RIBU ORANG ATAU SEBESAR 6,41 PERSEN Jumlah

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Keadaan Anggota Kelompok Wanita Tani Menurut Umur. Anggota Kelompok Wanita Tani (KWT) Dusun Pakel Jaluk juga merupakan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Keadaan Anggota Kelompok Wanita Tani Menurut Umur. Anggota Kelompok Wanita Tani (KWT) Dusun Pakel Jaluk juga merupakan V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Identitas Petani 1. Keadaan Anggota Kelompok Wanita Tani Menurut Umur Anggota Kelompok Wanita Tani (KWT) Dusun Pakel Jaluk juga merupakan ibu rumah tangga yang mengurusi kebutuhan

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH MARET 2017

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH MARET 2017 No. 06/07/62/Th. XI, 17 Juli 2017 1. PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH MARET 2017 RINGKASAN Jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan)

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN Menurut Saliem dkk dalam Ariani dan Tribastuti (2002), pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar bagi

Lebih terperinci

skripsi dengan judul Pengaruh Program Pertanian Organik terhadap Sosial Ekonomi

skripsi dengan judul Pengaruh Program Pertanian Organik terhadap Sosial Ekonomi Kuesioner Penelitian No. Responden : Dengan Hormat, Saya yang bernama David Frans Siregar, Mahasiswa Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial FISIP USU sedang mengadakan penelitian dalam rangka penyelesaian

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH MARET 2014

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH MARET 2014 No. 40/07/33/Th. VIII, 1 Juli 2014 PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH MARET 2014 JUMLAH PENDUDUK MISKIN MARET 2014 MENCAPAI 4,836 JUTA ORANG RINGKASAN Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK

BADAN PUSAT STATISTIK BADAN PUSAT STATISTIK No. 05/09/53/Th.XVIII, 15 Sept 2015 PROFIL KEMISKINAN DI NUSA TENGGARA TIMUR MARET 2015 JUMLAH PENDUDUK MISKIN MARET 2015 MENCAPAI 1.159,84 RIBU ORANG (22,61PERSEN) Jumlah penduduk

Lebih terperinci

KUESIONER BEASISWA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

KUESIONER BEASISWA INSTITUT PERTANIAN BOGOR NAMA BEASISWA : 1. Nama Lengkap : 2. NIM (Nomor Induk Mahasiswa) : 3. Fakultas : 4. Departemen : 5. Semester : 6. IPK : 7. Beasiswa yang pernah diterima : 8. Beasiswa yang saat ini diterima : 9. Email

Lebih terperinci

VII. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMBIAYAAN AGRIBISNIS PADA KOPERASI BAYTUL IKHTIAR

VII. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMBIAYAAN AGRIBISNIS PADA KOPERASI BAYTUL IKHTIAR VII. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMBIAYAAN AGRIBISNIS PADA KOPERASI BAYTUL IKHTIAR 7.1. Karakteristik Umum Responden Responden penelitian ini adalah anggota Koperasi Baytul Ikhtiar yang sedang memperoleh

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR No. 59/07/64/Th.XIX, 18 Juli 2016 TINGKAT KEMISKINAN DI KALIMANTAN UTARA MARET TAHUN 2016 RINGKASAN Jumlah penduduk miskin (penduduk di bawah Garis Kemiskinan) di Kalimantan

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK

BADAN PUSAT STATISTIK BADAN PUSAT STATISTIK No. 05/07/53/Th.XX, 17 Juli 2017 PROFIL KEMISKINAN DI NUSA TENGGARA TIMUR Maret 2017 JUMLAH PENDUDUK MISKIN Maret 2017 MENCAPAI 1.150,79 RIBU ORANG (21,85 PERSEN) Jumlah penduduk

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DAN TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK PROVINSI ACEH MARET 2017

PROFIL KEMISKINAN DAN TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK PROVINSI ACEH MARET 2017 B P S P R O V I N S I A C E H No. 32/07/Th.XX, 17 Juli 2017 PROFIL KEMISKINAN DAN TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK PROVINSI ACEH MARET 2017 JUMLAH PENDUDUK MISKIN MARET 2017 MENCAPAI 872 RIBU DENGAN

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Desain, Waktu dan Lokasi Penelitian

METODE PENELITIAN. Desain, Waktu dan Lokasi Penelitian 46 METODE PENELITIAN Desain, Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini merupakan studi cross-sectional karena data dikumpulkan pada satu waktu tidak berkelanjutan (Singarimbun dan Effendi 1991). Penelitian

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI BARAT SEPTEMBER 2016

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI BARAT SEPTEMBER 2016 BPS PROVINSI SULAWESI BARAT No. 05/01/76/Th.XI, 3 Januari 2017 PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI BARAT SEPTEMBER 2016 JUMLAH PENDUDUK MISKIN sebesar 146,90 RIBU JIWA (11,19 PERSEN) Persentase penduduk

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS. secara efektif dan efisien untuk tujuan memperoleh keuntungan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS. secara efektif dan efisien untuk tujuan memperoleh keuntungan yang II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS A. Tinjauan Pustaka 1. Konsep usahatani Soekartawi (1995) menyatakan bahwa ilmu usahatani adalah ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang mengalokasikan

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI ACEH SEPTEMBER 2014

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI ACEH SEPTEMBER 2014 B P S P R O V I N S I A C E H No. 4/01/Th.XVIII, 2 Januari 2015 PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI ACEH SEPTEMBER 2014 JUMLAH PENDUDUK MISKIN SEPTEMBER 2014 MENCAPAI 837 RIBU ORANG RINGKASAN Pada September

Lebih terperinci

V. KONDISI WILAYAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK PERILAKU RUMAHTANGGA PETANI

V. KONDISI WILAYAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK PERILAKU RUMAHTANGGA PETANI 54 V. KONDISI WILAYAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK PERILAKU RUMAHTANGGA PETANI 5. by Kondisi Umum Wilayah Penelitian 5. Kondisi Geografis Wilayah Penelitian Wilayah Kecamatan Sadang memiliki luas 5.7212,8

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. belum mampu memenuhi kebutuhan hidup sebagian besar petani di Indonesia. Hal

BAB III METODE PENELITIAN. belum mampu memenuhi kebutuhan hidup sebagian besar petani di Indonesia. Hal 18 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Indonesia merupakan negara agraris yang mana sebagian besar dari penduduknya bekerja disektor pertanian. Namun, sektor pertanian ini dinilai belum mampu

Lebih terperinci

BAB V STATUS GIZI BALITA DAN LINGKUNGAN RENTAN GIZI DI DESA PECUK. A. Gambaran Status Gizi Baik Balita di Desa Pecuk

BAB V STATUS GIZI BALITA DAN LINGKUNGAN RENTAN GIZI DI DESA PECUK. A. Gambaran Status Gizi Baik Balita di Desa Pecuk BAB V STATUS GIZI BALITA DAN LINGKUNGAN RENTAN GIZI DI DESA PECUK A. Gambaran Status Baik Balita di Desa Pecuk Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi,

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH SEPTEMBER 2013

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH SEPTEMBER 2013 No. 05/01/33/Th. VIII, 2 Januari 2014 PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH SEPTEMBER 2013 JUMLAH PENDUDUK MISKIN SEPTEMBER 2013 MENCAPAI 4,705 JUTA ORANG RINGKASAN Jumlah penduduk miskin (penduduk

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH MARET 2014

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH MARET 2014 No. 07/07/62/Th. VIII, 1 Juli 2014 PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH MARET 2014 RINGKASAN Jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan)

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI JAWA TENGAH SEPTEMBER 2015

PROFIL KEMISKINAN DI JAWA TENGAH SEPTEMBER 2015 PROFIL KEMISKINAN DI JAWA TENGAH SEPTEMBER 2015 No. 05/01/33/Th. X, 4 Januari 2016 PERSENTASE PENDUDUK MISKIN SEPTEMBER 2015 MENCAPAI 13,32 PERSEN Pada bulan ember 2015, jumlah penduduk miskin (penduduk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan pada umumnya penduduk negara ini tinggal di daearah pedesaan yang bekerja

I. PENDAHULUAN. dan pada umumnya penduduk negara ini tinggal di daearah pedesaan yang bekerja I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara agraris dimana sebagian besar penduduknya hidup dari hasil bercocok tanam atau bertani, sehingga pertanian merupakan sektor yang memegang peranan

Lebih terperinci