ANALISIS DAMPAK PENGHAPUSAN CAPTIVE POWER TERHADAP SISTEM KELISTRIKAN DI INDONESIA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS DAMPAK PENGHAPUSAN CAPTIVE POWER TERHADAP SISTEM KELISTRIKAN DI INDONESIA"

Transkripsi

1 ANALISIS DAMPAK PENGHAPUSAN CAPTIVE POWER TERHADAP SISTEM KELISTRIKAN DI INDONESIA Indyah Nudyastuti ABSTRACT Based on the esults of the BASE CASE, the total capacity of ca powe in Java is pojected to decease between 2 to 23, but those capacities in Sumata, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Nu Tenggaa, and Papua ae pojected to incease. Howe, based on the ca case, the total capacity of ca in all islands in Indone is pojected to decease between 2 and 23, due to the eplacement of ca powe in 22. Howe, the case fo Java shows similaity in capacity between the BASE CASE and the ca case between 2 and 23. This means that at pesent the quality of eliability and availability of electicity distibution in Java is consideed highe than those pesent in othe islands. Gin these situations, the ca case has been deloped. The esults suggest that the Gonment of Indonesia has to incease the eliability and availability of the electicity distibution in othe islands as soon as possible to succesfuly eplace ca powe in 22 by othe centalized powe geneation. 1 PENDAHULUAN Total konsumsi listik pada sekto industi, umah tangga, bisnis dan lainnya (sosial, gedung pemeintah, dan peneangan jalan umum) di Indonesia pada tahun 2 mencapai GWh dengan pang masing-masing adalah 43%, 39%, 13% dan 5%. Pada tahun 23 total konsumsi listik tesebut meningkat menjadi GWh atau pada kuun waktu 2-23 tumbuh ata-ata sebe 4,5% pe tahun, dengan sekto bisnis mengalami petumbuhan konsumsi listik tebe yaitu 7,7% pe tahun, kemudian disusul sekto lainnya yang tumbuh sebe 7,4% pe tahun. Sedangkan konsumsi listik di sekto industi dan umah tangga pada kuun waktu tesebut masing-masing tumbuh sebe 2,4% dan 5,4% pe tahun. Untuk memenuhi konsumsi listik pada tahun 2 di bebagai sekto tesebut, dipelukan total kapasitas pembangkit listik PLN dan non PLN (temasuk ca powe) sebe 37,59 GW (2,76 GW untuk Pembangkit Listik PLN dan 1,61 GW untuk Pembangkit Listik Swasta seta ca powe sebe 15,22 GW). Apabila konsumsi listik untuk semua sekto diasumsikan tumbuh sepeti kuun waktu tesebut akan memicu pada kenaikan petumbuhan kapasitas pembangkit listik PLN, swasta, dan ca powe, dengan kontibusi poduksi listik dai ca powe mencapai sekita 5% dai total poduksi listik nasional. Kontibusi poduksi listik dai ca powe nasional dima mendatang tesebut dianggap telalu be, sehingga pang poduksi listik dai ca powe pelu dipikikan untuk dikuangi. Masih dipelukannya ca powe at disebabkan ada bebeapa industi yang dalam poduksinya memelukan suplai listik yang bekesinambungan dan tegangan yang elatif stabil yang selama ini ngat sulit untuk diandalkan dai suplai PLN, mengingat at ini availability (ketesediaan) dan eliability (keandalan) dai listik yang disediakan PLN masih elati endah. Dima datang dengan tewujudnya industi ketenagalistikan yang efektif, efisien dan mandii, memungkinkan taget PLN untuk menjaga kesinambungan dan keandalan pasokan listik dengan tegangan yang elatif stabil sesuai dengan tingkat yang dihaapkan oleh semua konsumen pada tahun 22 dapat telakna. Selanjutnya, bebeapa jenis ca powe yang dimanfaatkan baik sebagai poses poduksi maupun hanya sebagai stand by di industi sudah tidak dipelukan, kecuali 29

2 photovoltaic, bioma dan minihydo/hydo yang masih dibutuhkan teutama di wilayah yang tepencil yang tidak dialii listik PLN. Dengan pekiaan petumbuhan kapasitas pembangkit listik selama kuun waktu 2-23 sebe 7,7% pe tahun akan mengakibatkan kapasitas pembangkit listik dan ca powe meningkat masing-masing menjadi 177,78 GW dan 31,17 GW. Peningkatan kapasitas ca powe tesebut, walaupun elati kecil, namun belum menceminkan keadaan sepeti yang dihaapkan yaitu tehapusnya ca powe pada tahun 22, kecuali yang masih dipelukan di daeah tepencil yang tidak dialii listik PLN. Penelitian dampak penghapun ca powe tehadap sistem kelistikan di Indonesia setelah dihapuskannya ca powe tahun 22 meupakan hal yang ngat penting, kaena analisis hasil penelitian tesebut dapat menggambakan kesinambungan pasokan listik ke konsumen di seluuh wilayah Indonesia. 2 METODOLOGI PENELITIAN 2.1 Peangkat Lunak lam melakukan penelitian dampak penghapun ca powe mulai tahun 22 tehadap sistem kelistikan di Indonesia digunakan peangkat lunak dalam hal ini model MARKAL. Model ini dipilih kaena model ini memiliki kemampuan untuk menganalisis sistem enegi secaa menyeluuh temasuk penyediaan listik dengan seluuh altenatif sumbe enegi dan teknologi enegi. Masukan model yang ngat dipelukan adalah data tekno-ekonomis dai semua jenis teknologi temasuk pembangkit listik dan ca powe baik yang telah tesedia maupun yang belum tesedia. ta tekno-ekonomis meupakan data utama dalam model untuk menunjang omasi pemilihan teknologi dengan konsep minimum cost. Diagam ali analisis dampak penghapun ca powe tehadap sistem kelistikan di Indonesia ditunjukkan pada Gamba 1. Gamba 1. Diagam Ali Analisis mpak Penghapun Powe tehadap Sistem Kelistikan di Indonesia 2.2 Analisis mpak Penghapun Powe mpak penghapun ca powe tehadap sistem kelistikan di analisis bedakan keluaan model MARKAL pada kasus da dan kasus penghapun ca powe dengan mempetimbangkan biaya sistem penyediaan enegi yang endah dan opsi pemilihan teknologi yang amah lingkungan. 3

3 Kuun waktu yang diambil untuk analisis adalah mulai tahun 2 mpai tahun 23 dan hasil keluaan model yang dibutuhkan untuk bahan analisis adalah jenis dan kapasitas pembangkit listik seta ca powe, total sistem biaya untuk undiscounted dan discounted cost, total pemakaian enegi (batubaa, gas, minyak dan enewable) dan CO 2, seta shadow pice (biaya pokok poduksi listik). Penghapun ca powe dihaapkan membeikan dampak positif bagi ekonomi mako, membeikan kesinambungan pasokan listik jangka panjang, dan mendoong penggunaan enegi non fosil. 3 HASIL PENELITIAN Sebelum menganalisis hasil penelitian bedakan keluaan model telebih dahulu haus dilakukan evaluasi data pembangkit listik yang telah ada pada tahun 2. Evaluasi data tesebut amat penting untuk dapat melihat keakuatan keluaan model dengan membandingkan data kapasitas pembangkit listik tahun 2 dan kapasitas pembangkit listik keluaan model pada peiode 1. Kuun waktu untuk setiap peiode dalam penelitian ini adalah 5 tahun, sehingga untuk peiode 1 mencakup dai tahun 1998 mpi tahun Evaluasi ta Kapasitas Pembangkit Listik Tahun 2 Sepeti yang dijelaskan pada bab pendahuluan, pada akhi tahun 2 total kapasitas pembangkit listik PLN dan non PLN (temasuk ca powe) adalah sebe 37,59 GW (2,76 GW untuk Pembangkit Listik PLN dan 1,61 GW untuk Pembangkit Listik Swasta seta 15,22 GW untuk ca powe). Jenis pembangkit listik PLN dan non PLN yang telah tepang mpai akhi tahun 2 teseba di seluuh wilayah Indonesia, sepeti Pembangkit Listik Tenaga Uap (PLTU) Batubaa dan Gas Tubin tepang di wilayah Sumata Bagian Selatan dan Jawa, PLTU Minyak dan PLTU Gas tepang di wilayah Sumata Bagian Utaa dan Jawa, Gas Combined Cycle tepang di wilayah Kalimantan Baat, Sumata Bagian Utaa dan Jawa, High Speed Diesel (HSD) Gas Tubin tepang di wilayah Batam, Kalimantan, Sulawesi, Sumata Bagian Selatan, Sumata Bagian Utaa dan Jawa, Pembangkit Listik Tenaga Diesel (PLTD) tepang di semua wilayah Indonesia, Pembangkit Listik Tenaga Ai (PLTA) hampi di semua wilayah kecuali Batam, Maluku, Bali dan Nu Tenggaa, seta Panas Bumi yang at itu bau tepang di Jawa. Pada umumnya, wilayah yang mempunyai cadangan gas bumi atau yang telewati jaingan pipa gas telah memanfaatkan gas bumi dalam mempoduksi listiknya, sedangkan untuk wilayah yang tidak mempunyai cadangan gas bumi ataupun jaingan pipa gas lebih memilih untuk memanfaatkan sumbe enegi yang mudah dipeoleh, diesel, dan sumbe enegi setempat. Sebagai contoh di Nanggoe Aceh uslam (NAD), khususnya di daeah tepencil (emote aeas), povince Riau, Jambi, Sumata Selatan dan Bengkulu memanfaatkan diesel powe plants (PLTD) untuk membangkitkan listik, kaena wilayah ini kebutuhan listiknya endah. Di semua wilayah, bianya PLTD digunakan pada at peak load, sehingga PLTD amat bepean pada wilayah yang pada at base load kebutuhan listiknya endah. Benya kapasitas tepang pe jenis ca powe pe popinsi pada akhi tahun 2 ditunjukkan pada Tabel 1. 31

4 Tabel 1. Kapasitas Tepang Powe Pe Jenis Pembangkit Pe Popinsi (MW) Popinsi PLTA PLTU- Minyak PLTU- Batubaa PLTU- Gas PLT Disel PLT Gas PLTU- Limbah Kayu D.I Aceh 42,81 113,49 347,24 4,98 544,52 Sumata Utaa 535,68,16 6,17 167,24 9,25 56,26 774,76 Sumata Baat,84 12, 5,63 8,89 72,36 Riau 78,95 19,7 498,94 364,66 57,51 29,13 Jambi 11,38 8,92 14, 124,3 Bengkulu 1,58 1,58 Sumata Selatan 95,6 21,34 231,41 196,85 1,42 555,8 Lampung 5,18 141,67 71,4 4,8 258,33 Kalimantan Baat,18 224,14 3,6 227,92 Kalimantan Tengah 4,38 64,58 6, 74,96 Kalimantan Selatan 7,5 68,75 24,26 85,54 13,1 379,15 Kalimantan Timu 2,83 167,8 188,3 345,41 357,82 25,5 114,67 Sulawesi Utaa 39,88 39,88 Sulawesi Tengah 15,38 15,38 Sulawesi Tenggaa 45,22 45,22 Sulawesi Selatan 477,4 26,4 5,28 176,12 4,3 689,14 Maluku 2,98 2,98 Iian Jaya 5,6 4,48 174,91 2,82 187,81 Bali 64,53 64,53 Nu Tenggaa Baat 265,6 426,68 Nu Tenggaa Timu 9,23 9,23 Lua Jawa 119,16 238,3 253, , , ,5 28, ,61 Jawa Timu 17,11 226,39 8,88 221,51 5, ,77 Jawa Tengah 2, 577,36 7,68 661,4 D.I. Yogyakata 83,88 3,84 87,72 Jawa Baat 157,28 2,25 69,2 545, ,68 539,61 47,9 D.K.I Jaya 126,1 126,1 Jawa 157,28 183,36 69,2 774, ,89 761,12 17,4 7324,52 Indonesia 1176,44 421,66 322, ,43 857,47 225,62 298,4 1522,13 Sumbe: Statistik Ketenagalistikan n Enegi Tahun Analisis Kapasitas Pembangkit Listik dan Powe Bedakan Keluaan Model MARKAL Bedakan keluaan model MARKAL, pada kasus da, total kapasitas pembangkit listik dan ca powe di Indonesia pada tahun 2 mencapai 38,45 GW dan meningkat menjadi 28,95 GW pada tahun 23. Pebedaan total kapasitas pembangkit listik dan ca powe antaa hasil keluaan model MARKAL dengan data statistik PLN dan Statistik Ketenagalistikan dan Enegi Tahun 2, disebabkan hasil keluaan model MARKAL tahun 2 sudah mempetimbangkan petambahan kapasitas pembangkit listik dan ca powe mpai dengan tahun 25, sedangkan data statistik PLN dan Statistik Ketenagalistikan dan Enegi Tahun 2 hanya menunjukkan benya kapasitas pembangkit listik dan ca powe pada tahun 2. Selama kuun waktu 3 tahun tesebut, total kapasitas pembangkit listik akan meningkat sebe 7,4% pe tahun dai 21,16 GW pada tahun 2 menjadi 177,78 GW pada tahun 23, sedangkan total kapasitas ca powe hanya meningkat sebe 2% pe tahun dai 17,29 GW pada tahun 2 menjadi 31,7 GW pada tahun 23. Pada kasus penghapun ca mulai tahun 22, total kapasitas pembangkit listik hanya sedikit meningkat dai kasus da, yaitu sebe 7,6% pe tahun atau pada tahun 23 meningkat menjadi 189,25 GW, begitupula dengan ca powe peningkatannya menjadi lebih kecil dibanding kasus da, yaitu sebe 1,2% pe tahun atau menjadi 24,48 GW pada tahun 23. Masih adanya peningkatan ca powe pada kasus ini disebabkan ada jenis ca (cogeneation) yang kebeadaannya ngat menguntungkan industi (kayu, gula, ketas dan tekstil) seta ada jenis ca (bioma, photovoltaic, dan hydo/minihydo) lainnya yang kebeadaannya dapat membantu pemenuhan kebutuhan listik teutama di daeah tepencil yang jauh dai alian listik PLN. Sampai dengan tahun 25, total kapasitas pembangkit listik pada ke dua kasus tesebut ma dan selanjutnya mulai tahun 21 mpai dengan tahun 23 total kapasitas pembangkit listik pada ke dua kasus tesebut bebeda. Pebedaan total kapasitas pembangkit listik pada kasus penghapun ca pada tahun 22 tehadap kasus da disebabkan pada kasus penghapun ca Total 32

5 tesebut, mulai tahun 21 bebeapa jenis ca, kapasitas tepangnya tidak ditingkatkan hanya dibiakan sesuai life time nya, sehingga beangsu-angsu akan menuun, sedangkan bebeapa jenis ca lainnya sesuai dengan kasus yang diambil yaitu sudah tidak dipoduksikan lagi sejak tahun 22, sehingga kapasitas dai ca tesebut digantikan oleh PLTU Batubaa (Sumata, Jawa dan Sulawesi); PLTD (untuk semua wilayah kecuali Sumata dan Jawa); Gas Gas Tubin (untuk semua wilayah kecuali Kalimantan dan Pada tahun 2 hingga 25 pembangkit Sulawesi); seta HSD Gas Tubin (Sulawesi). Listik combined cycle meupakan pembangkit listik dengan kapasitas tebe dengan pang 26% dai total kapasitas tepang disusul PLTU Batubaa, PLTD, PLTU Minyak, dan HSD Gas Tubin. Sedangkan pada tahun 21 mpai dengan 23 pada ke dua kasus tesebut, combined cycle tidak lagi meupakan pembangkit listik dengan kapasitas tebe akan tetapi sebaliknya PLTU Batubaa yang tadinya hanya menduduki peingkat ke dua, pada kuun waktu tesebut, PLTU Batubaa menjadi pembangkit listik dengan kapasitas tebe bau kemudian disusul combined cycle dan untuk pembangkit listik lainnya pangnya elatif kecil. Hal tesebut disebabkan biaya pembangunan PLTU Batubaa dapat being dengan pembangkit listik combined cycle. Pulau Jawa mempunyai kapasitas pembangkit listik combined cycle dan PLTU Batubaa dengan pang tebe. Pada awalnya pang kapasitas pembangkit listik combined cycle di Jawa mencapai lebih dai 8% dai total kapasitas tepang pembangkit listik combined cycle di Indonesia, dan sinya teseba di Nu Tenggaa Baat, Sulawesi Utaa, Sulawesi Selatan, dan Sumata. Sedangkan pang kapasitas tepang PLTU Batubaa di Pulau Jawa mencapai sekita 9% dai kapasitas tepang PLTU Batubaa di Indonesia. Walaupun kapasitas PLTU batubaa di Jawa mempunyai pang tebe, akan tetapi pang kapasitas PLTU Batubaa di Jawa tesebut beangsu-angsu menuun hingga pada tahun 23 menjadi 69%, kaena selain adanya peningkatan dai pembangkit listik combined cycle juga bedakan hasil model ini mulai tahun 22 PLTN sedikit demi sedikit akan mulai dapat being. Beingnya PLTN tehadap PLTU Batubaa disebabkan penambahan kapasitas pelabuhan peneima batubaa di Jawa dibatasi, sehingga pasokan batubaa ke Jawa tebatas dan penambahan kapasitas PLTU Batubaa hanya mampu sesuai dengan benya pasokan batubaa. Sebaliknya dengan penuunan kapasitas PLTU Minyak dan PLTD menyebabkan pang kapasitas PLTU Batubaa di Sumata, Kalimantan Sulawesi Utaa, dan Sulawesi Selatan meningkat. Pebedaan kapasitas pembangkit listik dai ke dua kasus tesebut mulai tahun 21 mpai dengan tahun 23 ditunjukkan pada Tabel 2. Tabel 2. Pebedaan Kapasitas Pembangkit Listik pada Kasus dan Kasus Penghapun Tahun 21 mpai dengan Tahun 23 p- p- p- p- p- ti ti ti ti ti PLTU Batubaa 19,63 19,6 34,52 34, ,5 15, 93 PLTD 2,24 2,37 1,69 2,8,3 1,1,1 4,8 1,39 5,72 Gas Gas Tubin 1,83 1,79 2,2 2,51 2,65 3,8 1,39 2,13 1,53 2,73 HSD Gas Tubin 1,65 1,68 1,68 1,7 1, ,2 8 Hydo 2,39 2,39 5,53 5,83 7, Nukli 4, 4,61 11,2 11,2 13,92 13,9 2 PLTUMinyak 1,37 1,37 1, 1,,91,91,1,1 Panas Bumi,98,98 1,2 1,2 2,83 2,83 3,71 3,71 5,47 5,47 Combined Cycle 6,59 7,5 5,39 5,85 9,58 1,11 24,4 3,27 28,25 3,4 7 33

6 Pebandingan total kapasitas pembangkit dan ca powe pada kasus da (BASECASE) dan kasus penghapun ca (cacase) dai tahun 2 mpai dengan tahun 23 ditunjukkan pada Gafik 1. Kapasitas Basecase Tot Kap Pembangkit Basecase Tot Kap case Tot Kap Pembangkit case Tot Kap 2 25 Tahun Gafik 1. Pebandingan Total Kapasitas Pembangkit dan Powe pada BASECASE dan case Pada kedua kasus yang diambil, sejak tahun 25 kapasitas ca diesel, minyak dan HSD Gas Tubin beangsu-angsu bekuang sesuai dengan life time nya. Hal tesebut disebabkan kebutuhan listik di industi sudah dicukupi oleh poduksi listik PLN, sehingga industi yang wilayahnya dialii listik PLN tidak memelukan ca powe lagi atau ca powe hanya befungsi sebagai cadangan. Pebedaan kapasitas ca powe pe jenis dai kedua kasus tesebut dai tahun 2 mpai dengan tahun 23 ditunjukkan pada Gafik Kapasitas Photo Voltaic Diesel Hydo+Minihido Biomass Batubaa HSD Gas Tubine Minyak Cogeneation 2 25 Gafik 2. Pebedaan Kapasitas Powe pe Jenis pada BASECASE dan case Belainan dengan ketiga ca tesebut, dai gafik 2 telihat bahwa ca batubaa yang pada kasus da kapasitasnya meningkat setelah adanya kasus penghapun ca powe yang di mulai pada tahun 22 menyebabkan pada kasus ini tejadi penuunan kapasitas secaa dastis kaena bebeapa daeah yang memanfaatkan ca batubaa memungkinkan dapat menggantikannya 34

7 dengan suplai listik PLN. Sedangkan photovoltaic dan bioma pada ke dua kasus tesebut kapasitasnya meningkat, disebabkan ca ini tepang di daeah tepencil yang jauh dai listik PLN. Sedangkan ca hydo/minihydo kapasitasnya tetap kaena ca tesebut mempunyai life time yang cukup lama yaitu 5 tahun, sedangkan penelitian ini hanya dilakukan pada kuun waktu 3 tahun. cogeneation sebagai penghasil listik tidak mungkin dihapuskan kaena ngat menguntungkan, teutama pada industi yang menghasilkan steam. Ditinjau bedakan wilayah yang memanfaatkan ca tenyata dai ke dua kasus tesebut, yaitu kasus da dan kasus penghapun ca, Pulau Jawa mempunyai total kapasitas ca tetinggi disusul Sumata, Kalimantan, dan Sulawesi, sedangkan Maluku, Nu Tenggaa Baat, Nu Tenggaa Timu, dan Papua hanya sebagaian kecil yang ditunjukkan pada Gafik Tot. Jawa Tot. Kalimantan Tot. Maluku, NTB, NTT Tot. Sumata Tot. Sulawesi Tot. Papua Kapasitas Gafik 3. Pebedaan Kapasitas Powe pe Wilayah pada BASECASE dan case Jenis dan kapasitas ca pe wilayah untuk kasus da dan kasus penghapun ca dibahas secaa inci pada sub-bab beikut Jenis dan Kapasitas di Pulau Jawa Pulau Jawa mempunyai penduduk yang paling be dengan kepadatan penduduk yang paling padat dibanding dengan pulau lainnya, sehingga kebutuhan listiknya juga paling be, apalagi semua kegiatan ekonomi teput di pulau tesebut. Sampai tahun 24 masih banyak industi di pulau ini yang memanfaatkan ca untuk mempoduksi listik, akan tetapi dengan adanya komitmen PLN untuk meningkatkan kehandalan dan menjaga kesinambungan suplai listiknya, mengakibat kebeadaan ca, teutama ca yang bebahan baka batubaa, diesel, dan minyak baka di industi beangsu-angsu dapat dihapuskan. Hal tesebut dapat telihat dai keluaan mode pada kasus da dan kasus penghapun ca, setelah tahun 22 semua jenis ca tesebut sudah tidak dipelukan lagi, akan tetapi untuk jenis ca bioma dan cogeneation kebeadaannya masih dipelukan, teutama pada industi kayu dan industi gula seta tekstil. Sedangkan ca minihydo/hydo dan photovoltaic dipelukan untuk melistiki daeah tepencil yang jauh dai alian listik PLN. Khusus ca photovoltaic apabila pada ke dua kasus tesebut dibelakukan biaya instasi sebe 5.83 juta $/GW dan 3.19 juta $/GW, biaya ca tesebut tidak akan dapat being dengan jenis ca lainnya, akan tetapi ca photovoltaic tesebut dapat being setelah biaya instasinya dituunkan menjadi 1.65 juta $/GW dan pemakaian diesel seta minyak baka pada ca dihapuskan. Hal tesebut menyebabkan total kapasitas ca di 35

8 Pulau Jawa setelah tahun 225 meningkat. Bebagai jenis ca dan kapasitasnya di Pulau Jawa ditunjukkan pada Tabel 3. Tabel 3. Jenis dan Kapasitas di Pulau Jawa Batubaa 2,48 2,48 2,48 2,48 2,48 2,48 Diesel 2,68 2,68 1,34 1,34 HSD Gas Tubin,46,46,33,33,2,2 Minihydo+Hydo,16,16,16,16,16,16,16,16,16,16 Minyak,11,11,7,7,7,7 Biomass,7,7,9,9,11,11,12,12,14,14 Cogeneation 1,4 1,4 1,13 1,13 1,26 1,26 1,38 1,38 1,51 1,51 Photovoltaic 12,16 13,2 Total 7, 7, 5,6 5,6 4,28 4,28 1,66 1,66 13,97 15, Jenis dan Kapasitas di Sumata Belainan dengan Pulau Jawa, walaupun Sumata kaya akan bebagai sumbe enegi, akan tetapi industi yang ada di Sumata elatif kecil. Sumata mempunyai penduduk yang lebih kecil dibandingkan Jawa dengan kepadatan penduduk endah, sehingga kebutuhan listiknya lebih endah dai pada Jawa. Bebagai jenis ca dan kapasitasnya di Pulau Sumata ditunjukkan pada Tabel 4. Tabel 4. Jenis dan Kapasitas di Sumata Batubaa 3, Diesel, HSD Gas Tubin,5,5,25,25 Minihydo+Hydo,54,54,54,54,54,54,54,54,54,54 Minyak,11,11,7,7,7,7 Biomass,42,42,61,61,68,68,74,74,81,81 Cogeneation,46,46,48,48,5,5,53,53,57,57 Photovoltaic,29,29 2,3 2,76 2,3 2,76 Total 6,45 6,42 6,9 6,3 6,39 5,8 7,95 6,92 5,8 4,68 Pada Tabel 4 telihat bahwa ca batubaa, bioma, cogeneation,minihydo/hydo dan photovoltaic tetap dipelukan di pulau ini, mengingat di pulau ini masih banyak industi yang bepoduksi didaeah tepencil yang jauh dai alian listik PLN dan adapula bebeapa industi yang dalam poduksinya memelukan batubaa dan bioma bahkan ada industi yang menghasilkan steam, sehingga dalam menghasilkan listiknya sumbe enegi tesebut dapat dimanfaatkan. Khusus ca photovoltaic apabila pada ke dua kasus tesebut dibelakukan biaya instasi sebe 5.83 juta $/GW dan 3.19 juta $/GW, biaya ca tesebut tidak akan dapat being dengan jenis ca lainnya, akan tetapi ca photovoltaic tesebut dapat being setelah biaya instasinya dituunkan menjadi 1.65 juta $/GW dan pemakaian diesel dan minyak baka pada ca dihapuskan Jenis dan Kapasitas di Kalimantan Sepeti halnya Sumata, Kalimantan juga kaya akan bebagai sumbe enegi, tetapi kegiatan yang menunjang peekonomian di pulau ini elatif kecil. Selain itu sepeti Sumata, kepadatan penduduk di pulau ini juga endah, yang mengakibatkan kebutuhan listiknyapun elatif endah dibandingkan Jawa. Pada kasus da mpai dengan tahun 23 semua ca dibutuhkan disini, kaena ketesediaan 36

9 listik PLN masih belum menyeluuh ke pelosok Kalimantan. Pada kasus penghapun ca, mulai tahun 225 kebeadaan ca batubaa dan minyak baka sudah tidak dibutuhkan dan digantikan dengan ca bioma, kaena ca bioma lebih muah dibandingkan dengan ke dua ca tesebut. Sepeti di Jawa dan Sumata, kebeadan ca cogeneation pada industi yang menghasilkan steam tetap dipetahankan kaena menguntungkan. Sedangkan photovoltaic ngat dipelukan untuk melistiki daeah tepencil yang jauh dai alian listik PLN apabila biaya instasinya dituunkan menjadi 1.65 juta $/GW. Bebagai jenis ca dan kapasitasnya di Pulau Kalimantan ditunjukkan pada Tabel 5. Tabel 5. Jenis dan Kapasitas di Pulau Kalimantan Batubaa,24,24,9,24 2,19,24 3,97 4,62 Diesel,41,41,24,24,38,42,52,42 1,17,42 HSD Gas Tubin,92,93 1,7 1,6 1,14 1,21 1,21,92 1,18,64 Minyak,3,3,5,3,5,3,1,1 Bioma,5,5,6,6,8,9,8,61,14,71 Cogeneation,13,13,14,14,15,15,16,16,17,17 Photovoltaic,13,34,54,59,64 1,48 Total 1,78 1,79 2,46 1,77 4,12 2,48 6,49 2,7 7,93 3, Jenis dan Kapasitas di Sulawesi Sulawesi dalam memenuhi kebutuhan listik dalam kegiatan peekonomiannya membutuhkan ca hingga jaingan tansmisi PLN yang menghubungkan listik ke konsumen di pulau ini telah tembung ke seluuh wilayah Sulawesi. Pada kasus da dan kasus penghapun ca mpai dengan tahun 23 bebeapa jenis ca, yaitu ca batubaa, ca bioma, ca minihydo/hydo dan ca batubaa dibutuhkan disini. Bebagai jenis ca dan kapasitasnya di Pulau Sulawesi ditunjukkan pada Tabel 6. Tabel 6. Jenis dan Kapasitas di Sulawesi Batubaa,41,44,8,78 1,35,78 2,7,77 2,65,6 Diesel,56,44,62,41,38,16,24,3,9 Minihydo+Hydo,5,5,5,5,5,5,5,5,5,5 Minyak,3,3,3,3 Biomass,1,1,1,1,1,1,1,1,1,1 Total 1,51 1,42 1,96 1,73 2,24 1,45 2,82 1,31 3,25 1, Jenis dan Kapasitas di Pulau Maluku, Nu Tenggaa Baat, n Nu Tenggaa Timu Pulau Maluku, Nu Tenggaa Baat, dan Nu Tenggaa Timu dalam menjalankan peekonomiannya memelukan pasokan listik secaa bekesinambungan, dimana sebagaian be kebutuhan listiknya dipeoleh dai ca diesel mengingat kebutuhan listik di wilayah ini masih elatif kecil. Selain kegiatannya yang masih tebatas, juga penduduknya yang elatif kecil dengan kepadatan yang endah, sehingga ca diesel dan ca photovoltaic ngat sesuai untuk memenuhi kebutuhan listik sepeti yang ditunjukkan pada kasus da. Pada kasus penghapun ca, dalam memenuhi kebutuhan listiknya mpai dengan tahun 23 hanya ca photovoltaic yang ngat bepean disini, kaena ca ini ngat sesuai dengan kondisi setempat. Bebagai jenis ca dan kapasitasnya di Pulau Maluku, Nu Tenggaa Baat, dan Nu Tenggaa Timu ditunjukkan pada Tabel 7. 37

10 Tabel 7. Jenis dan Kapasitas di Pulau Maluku, Nu Tenggaa Baat, dan Nu Tenggaa Timu Diesel,23,23,15,12,2,27,35 Photovoltaic,1,1,1,1,1,1,1,1 Total,23,23,16,13,21,1,28,1,36, Jenis dan Kapasitas di Papua Sepeti halnya Sumata dan Kalimantan, Papua juga kaya akan bebagai sumbe enegi, sepeti gas bumi, minyak bumi dan enegi ai, sedangkan industi yang ada di Papua masih ngat tebatas, sehingga kebutuhan listiknyapun juga masih endah. Selain itu penduduk dan kepadatan penduduknya juga endah. Bebagai jenis ca dan kapasitasnya di Papua ditunjukkan pada Tabel 8. Tabel 8. Jenis dan Kapasitas di Papua Diesel,9,9,4,4 HSD Gas Tubin,8,8,13,13,23,23,32,18,48,15 Minihydo+Hydo,1,1,1,1,1,1,1,1,1,1 Cogeneation,7,7,7,7,8,8,9,9,9,9 Total,25,25,25,25,32,32,42,28,58,25 Tabel 8 menunjukkan bahwa pada kasus da dan kasus penghapun ca mpai dengan tahun 215 semua ca (diesel, HSD gas tubin, Minihydo+Hydo, dan cogeneation) dibutuhkan disini, kaena ketebatan ketesediaan listik PLN. Selanjutnya mulai tahun 22, kebeadaan ca diesel sudah tidak dipelukan. 3.3 Discounted dan Undiscounted Total Biaya Sistem Discounted dan undiscounted total biaya sistem pada kasus penghapun ca pada tahun 2 mpai 21 lebih kecil dibandingkan dengan total sistem biaya pada kasus da, kaena pemanfaatan enewable (panas bumi, tenaga ai, tenaga suya, dan bioma) pada kasus da lebih tinggi dibandingkan kasus penghapun ca. Pada umumnya biaya pembangkitan pembangkit listik bebahan baka enewable dan nukli lebih tinggi dibandingkan dengan biaya pembangkit listik bebahan baka fosil (batubaa, gas bumi, dan minyak). Setelah tahun 21, yaitu tahun 215 mpai tahun 23 pemanfaatan enewable dan nukli pada pembangkit listik lebih be dibandingkan dengan kasus da. Oleh kaenanya dengan adanya pebedaan pemanfaatan enewable dan nukli pada pembangkit listik dai ke dua kasus tesebut, mengakitbatkan discounted dan undiscounted total biaya sistem pada kasus penghapun ca lebih tinggi dibandingkan dengan discounted dan undiscounted total biaya sistem pada kasus da. Pebedaan discounted total biaya sistem pada kasus da dan kasus penghapun ca dai peiode tahun 2 mpai 23 ditunjukkan pada Gafik 4 dan Gafik 5. 38

11 16, 3,5 3, 4 Undiscounted Tot Sy: US$/Yea 14, 12, 1, 8, 6, 4, 2, , 2,5 2, 1,5 1, 5-5 Diffeences Undiscou Cost Discounted Total System Cost (US$/Tahun) 25, 2, 15, 1, 5, Selisih Discounted Total System Cost (Juta S$/Tahun) BASE CASE CAPTIVE CASE SELISIH BASE CASE CAPTIVE CASE SELISIH Gafik 4. Pebedaan Discounted Biaya Sistem Kasus tehadap Kasus Tahun 2 mpai 23 Gafik 5. Pebedaan undiscounted Total Biaya Sistem Kasus tehadap Kasus Tahun 2 mpai Hubungan Discounted Total Biaya Sistem tehadap Emisi CO 2, Pemakaian Minyak, Pemakaian Gas, Pemakaian Batubaa, Pemakaian Nukli, dan Pemakaian Renewable Pada tahun 2 mpai dengan tahun 235, telihat bahwa total peningkatan pemanfaatan enewable dan nukli diikuti dengan peningkatan pemanfaatan minyak dan gas bumi seta penguangan pemanfaatan batubaa. Peningkatan minyak dan gas bumi pada kasus penghapun ca dai kasus da masih lebih kecil dibandingkan penguangan pemakaian batubaa, sehingga pada kasus penghapun ca dapat menguangi benya CO 2. Selain itu penguangan benya CO 2 pada kasus penghapun ca juga disebabkan tejadinya peningkatan pemanfaatan enewable dan nukli tehadap kasus da. Tabel 9 menunjukkan hubungan discounted total biaya sistem, CO 2, pemakaian minyak, pemakaian gas, pemakaian batubaa, pemakaian nukli, dan pemakaian enewable pada kasus penghapun ca dan kasus da. Tabel 9. Hubungan Discounted Total Biaya Sistem tehadap Emisi CO 2, Pemakaian Minyak, Pemakaian Gas, Pemakaian Batubaa, Pemakaian Nukli, dan Pemakaian Renewable pada Kasus Penghapun tehadap Kasus Discounted Total Sistem Biaya CO 2 Pemakaian Minyak Tahun Pemakaian Gas Pemakaian Batubaa Pemakaian Nukli Pemakaian Renewable Juta US$ Juta Ton PJ PJ PJ PJ PJ Base Pebedaan Keteangan: Petumbuhan kebutuhan listik ata-ata pe tahun adalah 7% Sumbe : Keluaan Model MARKAL, Biaya Pokok Poduksi Listik i hasil penelitian disini benya biaya pokok poduksi listik ngat dipengauhi oleh bebeapa vaiabel yaitu biaya bahan baka, biaya instasi, biaya opeasi dan peawatan (fix dan vaiabel) seta life time pembangkit listik, seta biaya tansmisi dan distibusi mpai ke konsumen (Tabel 1). Hasil keluaan model untuk biaya pokok poduksi listik (shadow pice) mpai konsumen pe wilayah yang ditunjukkan pada Tabel 1 meupakan biaya ata-ata siang dan malam dai semua jenis pembangkit listik dengan mempetimbangkan biaya tansmisi dan distibusi mpai ke konsumen. Oleh kaenanya dengan adanya peningkatan poduksi listik yang beal dai penambahan kapasitas pembangkit listik dai pembangkit listik bebahan baka enewable dan nukli pada tahun 39

12 21 mpai dengan 23 pada kasus da dan kasus penghapun ca menyebabkan biaya pokok poduksi listik ata-ata meningkat. Tabel 1. Biaya Pokok Poduksi Listik ata-ata pe Wilayah Kasus Kasus Kasus Kasus Kasus Kasus Kasus Kasus Kasus (Rp/kWh) Kasus Jawa Sumata KalSel KalBa KalTeng KalTim SulSel SulTa Sulteng SuLut Maluku Papua NTB NTT KESIMPULAN 1) Sampai tahun 24 masih banyak industi yang memanfaatkan ca untuk mempoduksi listik aga mendapatkan pasokan listik secaa bekesinambungan dengan tegangan yang elatif stabil yang belum didapatkan dai poduksi listik PLN. Hal tesebut disebabkan at ini availability (ketesediaan) dan eliability (keandalan) dai listik yang disediakan PLN masih elatif endah, tetapi PLN sudah bekomitmen untuk meningkatkan keandalan dan menjaga kesinambungan suplai listiknya dan pada tahun 22 PLN behaap kesinambungan suplai listik dan keandalan penyediaan listik dengan tegangan yang elatif stabil sesuai dengan tingkat yang dihaapkan oleh semua konsumen. Selanjutnya, kebeadaan ca (ca batubaa, diesel, dan minyak baka) di industi pada daeah yang dilewati listik PLN beangsu-angsu dapat dihapuskan, sedangkan untuk melistiki daeah tepencil kebeadaan ca hydo/minihydo, photovoltaic dan bioma masih dipelukan. 2) 3) Hasil keluaan model MARKAL pada kasus da dan kasus penghapun ca mempelihatkan bahwa setelah tahun 22 semua jenis ca kecuali ca bioma, hydo/minihydo, photovoltaic dan cogeneation sudah tidak dipelukan lagi. photovoltaic dan bioma pada ke dua kasus tesebut kapasitasnya meningkat, disebabkan ca ini tepang di daeah tepencil yang jauh dai listik PLN. Sedangkan ca hydo/minihydo kapasitasnya tetap kaena ca tesebut mempunyai life time yang cukup lama yaitu 5 tahun, sedangkan penelitian ini hanya dilakukan pada kuun waktu 3 tahun. cogeneation sebagai penghasil listik tidak mungkin dihapuskan kaena ngat menguntungkan, teutama pada industi yang menghasilkan steam. pat beingnya pemanfaatan ca photovoltaic dengan jenis ca lainnya pada ke dua kasus tesebut disebabkan biaya instasi dai ca photovoltaic dipediksi tuun dai 5.83 juta $/GW dan 3.19 juta $/GW pada peiode tahun 2 dan 25 menjadi 1.65 juta $/GW dai tahun 21 mpai tahun 235. Discounted dan undiscounted total sistem biaya pada kasus penghapun ca pada tahun 2 mpai 21 lebih kecil dibandingkan dengan total sistem biaya pada kasus da, kaena pemanfaatan enewable (panas bumi, tenaga ai, tenaga suya, dan bioma) pada kasus da lebih 4

13 tinggi dibandingkan kasus penghapun ca. Pada umumnya biaya pembangkitan pembangkit listik bebahan baka enewable dan nukli lebih tinggi dibandingkan dengan biaya pembangkit listik bebahan baka fosil (batubaa, gas bumi, dan minyak). Oleh kaenanya dengan adanya peningkatan kapasitas pembangkit listik pada tahun 21 mpai dengan 23 pada kasus da dan kasus penghapun ca yang sebagaian peningkatan kapasitasnya beal dai pembangkit listik bebahan baka enewable dan nukli menyebabkan tejadi peningkatan pada biaya pokok poduksi listik ata-ata. Juga adanya peningkatan kapasitas pembangkit listik enewable dan nukli pada kasus da lebih be dibandingkan kasus penghapun ca, mengakitbatkan discounted dan undiscounted total sistem biaya pada kasus penghapun ca lebih tinggi dibanding kasus da, sebaliknya pada kasus penghapun ca dapat menguangi benya CO 2. Setelah tahun 21, yaitu tahun 215 mpai tahun 23 pemanfaatan enewable dan nukli pada pembangkit listik lebih be dibandingkan dengan kasus da. Oleh kaenanya dengan adanya Peningkatan minyak dan gas bumi pada kasus penghapun ca dai kasus da masih lebih kecil dibandingkan penguangan pemakaian batubaa, oleh kaena itu 1) DAFTAR PUSTAKA 1. BPPT. Indonesian MARKAL tabase Document, BPPT. Indonesia Enegy Demand Foecast fo the Peiod 2 up to 225. ASEAN Repot. 3. BPPT-BPMIGAS. Lapoan Studi Penyusunan dan Instalasi Sistim Analisis untuk Pemaan Gas Bumi Diectoate Geneal of Oil and Gas. Statistik Ketenagalistikan dan Enegi Tahun 23. Jakata DESDM. KEPMEN Rencana Umum Katenagalistikan Nasional PLN. PLN Statistics PLN. Rencana Penyediaan Tenaga Listik Lua Jawa-Madua-Bali Jakata, Septembe PT Paikesit Indotama-BPPT. Lapoan Hasil Studi Evaluasi dan Pengkajian Bidang Teknologi Enegi. Desembe Instment cost of Photovoltaic. US Reseach

ANALISIS DAMPAK KENAIKAN HARGA MINYAK MENTAH DAN BATUBARA TERHADAP SISTEM PEMBANGKIT DI INDONESIA

ANALISIS DAMPAK KENAIKAN HARGA MINYAK MENTAH DAN BATUBARA TERHADAP SISTEM PEMBANGKIT DI INDONESIA ANALISIS DAMPAK KENAIKAN HARGA MINYAK MENTAH DAN BATUBARA TERHADAP SISTEM PEMBANGKIT DI INDONESIA Hari Suharyono ABSTRACT Power generation in Indonesia relies on coal and refined products, more than 60%

Lebih terperinci

ANALISIS SISTEM PEMBANGKIT LISTRIK DI JAWA TERHADAP PENYEDIAAN BATUBARA YANG TIDAK TERBATAS ( )

ANALISIS SISTEM PEMBANGKIT LISTRIK DI JAWA TERHADAP PENYEDIAAN BATUBARA YANG TIDAK TERBATAS ( ) ANALISIS SISTEM PEMBANGKIT LISTRIK DI JAWA TERHADAP PENYEDIAAN BATUBARA YANG TIDAK TERBATAS (2000 2030) Adhi D. Permana dan Muchammad Muchlis ABSTRACT This paper discusses the impact of coal supply capacity

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH KONSERVASI LISTRIK DI SEKTOR RUMAH TANGGA TERHADAP TOTAL KEBUTUHAN LISTRIK DI INDONESIA

ANALISIS PENGARUH KONSERVASI LISTRIK DI SEKTOR RUMAH TANGGA TERHADAP TOTAL KEBUTUHAN LISTRIK DI INDONESIA ANALISIS PENGARUH KONSERVASI LISTRIK DI SEKTOR RUMAH TANGGA TERHADAP TOTAL KEBUTUHAN LISTRIK DI INDONESIA Erwin Siregar dan Nona Niode ABSTRACT The improvement of device efficiency in the household sector

Lebih terperinci

SISTEM KELISTRIKAN LUAR JAMALI TAHUN 2003 S.D. TAHUN 2020

SISTEM KELISTRIKAN LUAR JAMALI TAHUN 2003 S.D. TAHUN 2020 SISTEM KELISTRIKAN LUAR JAMALI TAHUN 23 S.D. TAHUN 22 Agus Nurrohim dan Erwin Siregar ABSTRACT In national electricity plan, there are Jawa-Madura-Bali (Jamali) and Non Jamali systems. Those two systems

Lebih terperinci

ANALISIS SEKTOR BASIS DAN NON BASIS DI PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM

ANALISIS SEKTOR BASIS DAN NON BASIS DI PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM ANALISIS SEKTOR BASIS DAN NON BASIS DI PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM AZHAR, SYARIFAH LIES FUAIDAH DAN M. NASIR ABDUSSAMAD Juusan Sosial Ekonomi Petanian, Fakultas Petanian Univesitas Syiah Kuala -

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB PENDAHULUAN Lata Belakang Pada zaman moden sepeti saat sekaang ini, enegi listik meupakan kebutuhan pime bagi manusia, baik masyaakat yang tinggal di pekotaan maupun masyaakat yang tinggal di pedesaan

Lebih terperinci

SENSITIVITAS ANALISIS POTENSI PRODUKSI PEMBANGKIT LISTRIK RENEWABLE UNTUK PENYEDIAAN LISTRIK INDONESIA

SENSITIVITAS ANALISIS POTENSI PRODUKSI PEMBANGKIT LISTRIK RENEWABLE UNTUK PENYEDIAAN LISTRIK INDONESIA SENSITIVITAS ANALISIS POTENSI PRODUKSI PEMBANGKIT LISTRIK RENEWABLE UNTUK PENYEDIAAN LISTRIK INDONESIA La Ode Muhammad Abdul Wahid ABSTRACT Electricity demand has been estimated to grow in the growth rate

Lebih terperinci

ANALISIS GAMBARAN KELISTRIKAN JAWA DAN LUAR JAWA TAHUN 2003

ANALISIS GAMBARAN KELISTRIKAN JAWA DAN LUAR JAWA TAHUN 2003 ANALISIS GAMBARAN KELISTRIKAN JAWA DAN LUAR JAWA TAHUN 23 Hari Suharyono ABSTRACT Electricity generation in Indonesia is grouping into public power generation owned by private or PLN that sells electricity

Lebih terperinci

SISTEM KELISTRIKAN DI JAMALI TAHUN 2003 S.D. TAHUN 2020

SISTEM KELISTRIKAN DI JAMALI TAHUN 2003 S.D. TAHUN 2020 SISTEM KELISTRIKAN DI JAMALI TAHUN 2003 S.D. TAHUN 2020 Moh. Sidik Boedoyo ABSTRACT Jamali or Jawa, Madura and Bali is a populated region, in which about 60% of Indonesia population lives in the region,

Lebih terperinci

Data yang disajikan merupakan gabungan antara data PLN Holding dan Anak Perusahaan,

Data yang disajikan merupakan gabungan antara data PLN Holding dan Anak Perusahaan, Kata Pengantar Buku Statistik PLN 2015 diterbitkan dengan maksud memberikan informasi kepada publik mengenai pencapaian kinerja perusahaan selama tahun 2015 dan tahun-tahun sebelumnya. Data yang disajikan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. identifikasi variabel penelitian, definisi operasional variabel penelitian, subjek

BAB III METODE PENELITIAN. identifikasi variabel penelitian, definisi operasional variabel penelitian, subjek 9 BAB III METODE PEELITIA A. Identifikasi Vaiabel Penelitian Pada bagian ini akan diuaikan segala hal yang bekaitan dengan identifikasi vaiabel penelitian, definisi opeasional vaiabel penelitian, subjek

Lebih terperinci

Analisis Pengaruh Marketing Mix Terhadap Kepuasan Konsumen Sepeda Motor

Analisis Pengaruh Marketing Mix Terhadap Kepuasan Konsumen Sepeda Motor 34 Analisis Pengauh Maketing Mix Tehadap Kepuasan Konsumen Sepeda Moto Ti Wahyudi 1), Yopa Eka Pawatya 2) 1,2) Pogam Studi Teknik Industi Juusan Teknik Elekto Fakultas Teknik Univesitas Tanjungpua. e-mail

Lebih terperinci

MODIFIKASI DISTRIBUSI MASSA PADA SUATU OBJEK SIMETRI BOLA

MODIFIKASI DISTRIBUSI MASSA PADA SUATU OBJEK SIMETRI BOLA p-issn: 2337-5973 e-issn: 2442-4838 MODIFIKASI DISTIBUSI MASSA PADA SUATU OBJEK SIMETI BOLA Yuant Tiandho Juusan Fisika, Univesitas Bangka Belitung Email: yuanttiandho@gmail.com Abstak Umumnya, untuk menggambakan

Lebih terperinci

ANALISIS POTENSI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA SURYA DI INDONESIA

ANALISIS POTENSI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA SURYA DI INDONESIA ANALISIS POTENSI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA SURYA DI INDONESIA Irawan Rahardjo dan Ira Fitriana ABSTRACT The high generating cost of PV power generation makes this technology unattractive compared with

Lebih terperinci

Perkembangan Kelistrikan Indonesia dan Kebutuhan Sarjana Teknik Elektro

Perkembangan Kelistrikan Indonesia dan Kebutuhan Sarjana Teknik Elektro Perkembangan Kelistrikan Indonesia dan Kebutuhan Sarjana Teknik Elektro Dr. HERMAN DARNEL IBRAHIM Direktur Transmisi dan Distribusi PLN I MADE RO SAKYA Ahli Operasi Sistem - PLN Electricity For A Better

Lebih terperinci

ISSN : NO

ISSN : NO ISSN : 0852-8179 NO. 02701-150430 02701-150430 Statistik PLN 2014 Kata Pengantar Buku Statistik PLN 2014 diterbitkan dengan maksud memberikan informasi kepada publik mengenai pencapaian kinerja perusahaan

Lebih terperinci

LISTRIK STATIS. Nm 2 /C 2. permitivitas ruang hampa atau udara 8,85 x C 2 /Nm 2

LISTRIK STATIS. Nm 2 /C 2. permitivitas ruang hampa atau udara 8,85 x C 2 /Nm 2 LISTIK STATIS A. Hukum Coulomb Jika tedapat dua muatan listik atau lebih, maka muatan-muatan listik tesebut akan mengalami gaya. Muatan yang sejenis akan tolak menolak sedangkan muatan yang tidak sejenis

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA A. Perambatan Bunyi di Luar Ruangan

TINJAUAN PUSTAKA A. Perambatan Bunyi di Luar Ruangan Kebisingan yang belebihan akan sangat bepengauh tehadap indea pendengaan. Seseoang yang telalu seing beada pada kawasan dengan kebisingan yang tinggi setiap hainya dapat mengalami gangguan pendengaan sementaa

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. banyaknya komponen listrik motor yang akan diganti berdasarkan Renewing Free

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. banyaknya komponen listrik motor yang akan diganti berdasarkan Renewing Free BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4. Pendahuluan Bedasakan tujuan penelitian ini, yaitu mendapatkan ekspektasi banyaknya komponen listik moto yang akan diganti bedasakan Renewing Fee Replacement Waanty dua dimensi,

Lebih terperinci

OPTIMASI SUPLAI ENERGI DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN TENAGA LISTRIK JANGKA PANJANG DI INDONESIA

OPTIMASI SUPLAI ENERGI DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN TENAGA LISTRIK JANGKA PANJANG DI INDONESIA OPTIMASI SUPLAI ENERGI DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN TENAGA LISTRIK JANGKA PANJANG DI INDONESIA M. Sidik Boedoyo dan Agus Sugiyono Abstract Energy supply optimation is aimed to meet electricity demand for domestic

Lebih terperinci

PROYEKSI KEBUTUHAN LISTRIK PLN TAHUN 2003 S.D 2020

PROYEKSI KEBUTUHAN LISTRIK PLN TAHUN 2003 S.D 2020 PROYEKSI KEBUTUHAN LISTRIK PLN TAHUN 2003 S.D 2020 Moch. Muchlis dan Adhi Darma Permana ABSTRACT Electricity demand will increase every year to follow population growth, prosperity improvement, and economic

Lebih terperinci

BAB III METODE STUDI SEKURITI SISTEM KETERSEDIAAN DAYA DKI JAKARTA & TANGERANG

BAB III METODE STUDI SEKURITI SISTEM KETERSEDIAAN DAYA DKI JAKARTA & TANGERANG BAB III METODE STUDI SEKURITI SISTEM KETERSEDIAAN DAYA DKI JAKARTA & TANGERANG 2007-2016 Dari keterangan pada bab sebelumnya, dapat dilihat keterkaitan antara kapasitas terpasang sistem pembangkit dengan

Lebih terperinci

DIREKTORAT JENDERAL KETENAGALISTRIKAN KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL

DIREKTORAT JENDERAL KETENAGALISTRIKAN KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL PROGRAM LISTRIK PERDESAAN DI INDONESIA: KEBIJAKAN, RENCANA DAN PENDANAAN Jakarta, 20 Juni 2013 DIREKTORAT JENDERAL KETENAGALISTRIKAN KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL KONDISI SAAT INI Kondisi

Lebih terperinci

BAB II MEDAN LISTRIK DI SEKITAR KONDUKTOR SILINDER

BAB II MEDAN LISTRIK DI SEKITAR KONDUKTOR SILINDER BAB II MDAN ISTRIK DI SKITAR KONDUKTOR SIINDR II. 1 Hukum Coulomb Chales Augustin Coulomb (1736-1806), adalah oang yang petama kali yang melakukan pecobaan tentang muatan listik statis. Dai hasil pecobaannya,

Lebih terperinci

Tugas Akhir (ME )

Tugas Akhir (ME ) FAKULTAS TEKNOLOGI KELAUTAN JURUSAN TEKNIK SISTEM PERKAPALAN Kampus ITS Sukolilo, Surabaya 60111 Telp. 01 99 1 ext. 110 Fax. 01 99 77 DISTRIBUSI GAS ALAM CAIR (LNG) DARI KILANG MENUJU FLOATING STORAGE

Lebih terperinci

Hand Out Fisika 6 (lihat di Kuat Medan Listrik atau Intensitas Listrik (Electric Intensity).

Hand Out Fisika 6 (lihat di Kuat Medan Listrik atau Intensitas Listrik (Electric Intensity). Hand Out Fisika 6 (lihat di http:).1. Pengetian Medan Listik. Medan Listik meupakan daeah atau uang disekita benda yang bemuatan listik dimana jika sebuah benda bemuatan lainnya diletakkan pada daeah itu

Lebih terperinci

PERAWATAN BOILER/KETEL TAKUMA TEKANAN 21 BAR DENGAN MENGENDALIKAN RESIDUAL PHOSPHAT

PERAWATAN BOILER/KETEL TAKUMA TEKANAN 21 BAR DENGAN MENGENDALIKAN RESIDUAL PHOSPHAT PERAWATAN BOILER/KETEL TAKUMA TEKANAN 21 BAR DENGAN MENGENDALIKAN RESIDUAL PHOSPHAT Agung Subyakto 1),Si Muwanti 2) Agus Suono 3), Imam Syafil 4), Dunat Indatmo 5), NuHusodo 6) 1),2 ),3),4 ) Pogam Studi

Lebih terperinci

BAB MEDAN DAN POTENSIAL LISTRIK

BAB MEDAN DAN POTENSIAL LISTRIK 1 BAB MEDAN DAN POTENSIAL LISTRIK 4.1 Hukum Coulomb Dua muatan listik yang sejenis tolak-menolak dan tidak sejenis taik menaik. Ini beati bahwa antaa dua muatan tejadi gaya listik. Bagaimanakah pengauh

Lebih terperinci

PERBANDINGAN BIAYA PEMBANGKITAN PEMBANGKIT LISTRIK DI INDONESIA

PERBANDINGAN BIAYA PEMBANGKITAN PEMBANGKIT LISTRIK DI INDONESIA PERBANDINGAN BIAYA PEMBANGKITAN PEMBANGKIT LISTRIK DI INDONESIA PengembanganSistem Kelistrikan Dalam Menunjang Pembangunan Nasional Jangka Panjang Perbandingan Biaya Pembangkitan Pembangkit Listrik di

Lebih terperinci

Fiskal vs Moneter Kebijakan Mana Yang Lebih Effektif?

Fiskal vs Moneter Kebijakan Mana Yang Lebih Effektif? Fiskal vs Monete Kebijakan Mana Yang Lebih Effektif? Oleh : Pemeintah bau saja mengumumkan encana peubahan defisit PN 2009 dai 1,0% tehadap PD menjadi 2,5% tehadap PD. Pada kesempatan yang sama Pemeintah

Lebih terperinci

DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009

DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009 ACEH ACEH ACEH SUMATERA UTARA SUMATERA UTARA SUMATERA BARAT SUMATERA BARAT SUMATERA BARAT RIAU JAMBI JAMBI SUMATERA SELATAN BENGKULU LAMPUNG KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KEPULAUAN RIAU DKI JAKARTA JAWA BARAT

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. mengenai Identifikasi Variabel Penelitian, Definisi Variabel Penelitian,

BAB III METODE PENELITIAN. mengenai Identifikasi Variabel Penelitian, Definisi Variabel Penelitian, BAB III METODE PENELITIAN Pembahasan pada bagian metode penelitian ini akan menguaikan mengenai Identifikasi Vaiabel Penelitian, Definisi Vaiabel Penelitian, Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel,

Lebih terperinci

BAB II METODE PENELITIAN. penelitian korelasional dengan menggunakan pendekatan kuantitatif dan

BAB II METODE PENELITIAN. penelitian korelasional dengan menggunakan pendekatan kuantitatif dan BAB II METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Bentuk penelitian yang dipegunakan dalam penelitian ini adalah bentuk penelitian koelasional dengan menggunakan pendekatan kuantitatif dan menggunakan umus

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Keangka Pemikian Konseptual Setiap oganisasi apapun jenisnya baik oganisasi non pofit maupun oganisasi yang mencai keuntungan memiliki visi dan misi yang menjadi uh dalam setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Energi adalah bagian yang sangat penting pada aspek sosial dan perkembangan ekonomi pada setiap

BAB I PENDAHULUAN. Energi adalah bagian yang sangat penting pada aspek sosial dan perkembangan ekonomi pada setiap BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Energi adalah bagian yang sangat penting pada aspek sosial dan perkembangan ekonomi pada setiap bangsa dan negara. Indonesia sebagai negara yang berkembang sangat

Lebih terperinci

Jakarta, 3 Desember 2009 Divisi Monitoring & Analisis Anggaran Indonesia Corruption Watch (ICW)

Jakarta, 3 Desember 2009 Divisi Monitoring & Analisis Anggaran Indonesia Corruption Watch (ICW) Jakarta, 3 Desember 2009 Divisi Monitoring & Analisis Anggaran Indonesia Corruption Watch (ICW) www.antikorupsi.org Ringkasan : Krisis Listrik yang terjadi saat ini tidak terlepas dari tidak jelasnya tata

Lebih terperinci

OPSI NUKLIR DALAM BAURAN ENERGI NASIONAL

OPSI NUKLIR DALAM BAURAN ENERGI NASIONAL KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA OPSI NUKLIR DALAM BAURAN ENERGI NASIONAL Konferensi Informasi Pengawasan Oleh : Direktur Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan Jakarta, 12

Lebih terperinci

BAB II METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian asosiatif dengan analisa

BAB II METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian asosiatif dengan analisa .1. Bentuk Penelitian BAB II METODOLOGI PENELITIAN Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian asosiatif dengan analisa kuantitatif, dengan maksud untuk mencai maksud dan pengauh antaa vaiable independen

Lebih terperinci

PEMBERDAYAAN DAN KEBERPIHAKAN UNTUK MENGATASI KETIMPANGAN. 23 Oktober 2017

PEMBERDAYAAN DAN KEBERPIHAKAN UNTUK MENGATASI KETIMPANGAN. 23 Oktober 2017 PEMBERDAYAAN DAN KEBERPIHAKAN UNTUK MENGATASI KETIMPANGAN 23 Oktober 2017 1 Minyak Solar 48 (Gas oil) Bensin (Gasoline) min.ron 88 Rp.7 Ribu Rp.100 Ribu 59 2 Progress dan Roadmap BBM Satu Harga Kronologis

Lebih terperinci

KORELASI. menghitung korelasi antar variabel yang akan dicari hubungannya. Korelasi. kuatnya hubungan dinyatakan dalam besarnya koefisien korelasi.

KORELASI. menghitung korelasi antar variabel yang akan dicari hubungannya. Korelasi. kuatnya hubungan dinyatakan dalam besarnya koefisien korelasi. KORELASI Tedapat tiga macam bentuk hubungan anta vaiabel, yaitu hubungan simetis, hubungan sebab akibat (kausal) dan hubungan Inteaktif (saling mempengauhi). Untuk mencai hubungan antaa dua vaiabel atau

Lebih terperinci

ANALISIS PEMANFAATAN ENERGI PADA PEMBANGKIT TENAGA LISTRIK DI INDONESIA

ANALISIS PEMANFAATAN ENERGI PADA PEMBANGKIT TENAGA LISTRIK DI INDONESIA ANALISIS PEMANFAATAN ENERGI PADA PEMBANGKIT TENAGA LISTRIK DI INDONESIA Indyah Nurdyastuti ABSTRACT Energy demand for various economic sectors in Indonesia is fulfilled by various energy sources, either

Lebih terperinci

BAB 2 DASAR TEORI. on maka S 1. akan off. Hal yang sama terjadi pada S 2. dan S 2. Gambar 2.1 Topologi inverter full-bridge

BAB 2 DASAR TEORI. on maka S 1. akan off. Hal yang sama terjadi pada S 2. dan S 2. Gambar 2.1 Topologi inverter full-bridge BAB 2 DASAR EORI 2. Pendahuluan Konvete dc-ac atau biasa disebut invete adalah suatu alat elektonik yang befungsi untuk menghasilkan keluaan ac sinusoidal dai masukan dc dimana magnitudo dan fekuensinya

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN PROSPEK PEMBANGKIT LISTRIK DAUR KOMBINASI GAS UNTUK MENDUKUNG DIVERSIFIKASI ENERGI

1. PENDAHULUAN PROSPEK PEMBANGKIT LISTRIK DAUR KOMBINASI GAS UNTUK MENDUKUNG DIVERSIFIKASI ENERGI PROSPEK PEMBANGKIT LISTRIK DAUR KOMBINASI GAS UNTUK MENDUKUNG DIVERSIFIKASI ENERGI INTISARI Oleh: Ir. Agus Sugiyono *) PLN sebagai penyedia tenaga listrik yang terbesar mempunyai kapasitas terpasang sebesar

Lebih terperinci

BAB III EKSPEKTASI BANYAKNYA PENGGANTIAN KOMPONEN LISTRIK MOTOR BERDASARKAN FREE REPLACEMENT WARRANTY DUA DIMENSI

BAB III EKSPEKTASI BANYAKNYA PENGGANTIAN KOMPONEN LISTRIK MOTOR BERDASARKAN FREE REPLACEMENT WARRANTY DUA DIMENSI BAB III EKSPEKTASI BANYAKNYA PENGGANTIAN KOMPONEN LISTRIK MOTOR BERDASARKAN FREE REPLACEMENT WARRANTY DUA DIMENSI 3. Pendahuluan Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan ekspektasi banyaknya komponen

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENGGUNAAN SUMBER BELAJAR DAN MINAT BELAJAR DENGAN HASIL BELAJAR PENGUKURAN DASAR SURVEY

HUBUNGAN PENGGUNAAN SUMBER BELAJAR DAN MINAT BELAJAR DENGAN HASIL BELAJAR PENGUKURAN DASAR SURVEY ISSN 085-05 Junal Penelitian Bidang Pendidikan Volume 0(): 6 -, 04 HUBUNGAN PENGGUNAAN SUMBER BELAJAR DAN MINAT BELAJAR DENGAN HASIL BELAJAR PENGUKURAN DASAR SURVEY Dedek Suhendo dan Kistian Juusan Pendidikan

Lebih terperinci

Medan Listrik. Medan : Besaran yang terdefinisi di dalam ruang dan waktu, dengan sifat-sifat tertentu.

Medan Listrik. Medan : Besaran yang terdefinisi di dalam ruang dan waktu, dengan sifat-sifat tertentu. Medan Listik Pev. Medan : Besaan yang tedefinisi di dalam uang dan waktu, dengan sifat-sifat tetentu. Medan ada macam : Medan skala Cnthnya : - tempeatu dai sebuah waktu - apat massa Medan vekt Cnthnya

Lebih terperinci

FISIKA. Sesi LISTRIK STATIK A. GAYA COULOMB

FISIKA. Sesi LISTRIK STATIK A. GAYA COULOMB ISIKA KELAS XII IPA - KURIKULUM GABUNGAN 04 Sesi NGAN LISTRIK STATIK A. GAYA COULOMB Jika tedapat dua atau lebih patikel bemuatan, maka antaa patikel tesebut akan tejadi gaya taik-menaik atau tolak-menolak

Lebih terperinci

Kebijakan Pemerintah Di Sektor Energi & Ketenagalistrikan

Kebijakan Pemerintah Di Sektor Energi & Ketenagalistrikan Kebijakan Pemerintah Di Sektor Energi & Ketenagalistrikan DIREKTORAT JENDERAL LISTRIK DAN PEMANFAATAN ENERGI DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL Kebijakan Pemerintah Di Sektor Energi dan Pembangkitan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Faktor-faktor yang..., Iva Prasetyo Kusumaning Ayu, FE UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Faktor-faktor yang..., Iva Prasetyo Kusumaning Ayu, FE UI, 2010. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan berlangsungnya pelaksanaan pembangunan ekonomi nasional, maka transformasi struktural dalam perekonomian merupakan suatu proses yang tidak terhindarkan.

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) 1-6 1

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) 1-6 1 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (213) 1-6 1 Desain Sistem Kontol Menggunakan Fuzzy Gain Scheduling Untuk Unit Boile-Tubine Nonlinea Daiska Kukuh Wahyudianto, Tihastuti Agustinah Teknik Elekto, Fakultas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. pendekatan asosiatif simetris, yaitu hubungan yang bersifat sebab-akibat yang

BAB III METODE PENELITIAN. pendekatan asosiatif simetris, yaitu hubungan yang bersifat sebab-akibat yang 40 BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian 1. Jenis Penelitian Adapun jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif pendekatan asosiatif simetis, yaitu hubungan yang besifat sebab-akibat

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Deskriptif. Karena

METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Deskriptif. Karena 35 III. METODOLOGI PENELITIAN 1.1 Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Deskiptif. Kaena penelitian ini mengkaji tentang Pengauh Kontol Dii dan Lingkungan Keluaga Tehadap

Lebih terperinci

BAB II Tinjauan Teoritis

BAB II Tinjauan Teoritis BAB II Tinjauan Teoitis BAB II Tinjauan Teoitis 2.1 Antena Mikostip 2.1.1 Kaakteistik Dasa Antena mikostip tedii dai suatu lapisan logam yang sangat tipis ( t

Lebih terperinci

Perbandingan Biaya Pembangkitan Pembangkit Listrik di Indonesia

Perbandingan Biaya Pembangkitan Pembangkit Listrik di Indonesia Perbandingan Biaya Pembangkitan Pembangkit Listrik di Indonesia La Ode Muh. Abdul Wahid ABSTRAK Dalam pemenuhan kebutuhan tenaga listrik akan diinstalasi berbagai jenis pembangkit listrik sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif, 30 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskiptif, suatu metode penelitian yang ditujukan untuk untuk menggambakan fenomenafenomena

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. adalah untuk mengetahui kontribusi motivasi dan minat bekerja di industri

BAB III METODE PENELITIAN. adalah untuk mengetahui kontribusi motivasi dan minat bekerja di industri BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Bedasakan pemasalahan, maka penelitian ini temasuk penelitian koelasional yang besifat deskiptif, kaena tujuan utama dai penelitian ini adalah untuk mengetahui

Lebih terperinci

ANALISIS PENERAPAN METODE BASIS DAN SHIFT-SHARE DALAM MENGATASI TINGKAT DISPARITAS PENDAPATAN ANTAR WILAYAH DI PROVINSI JAWA TENGAH

ANALISIS PENERAPAN METODE BASIS DAN SHIFT-SHARE DALAM MENGATASI TINGKAT DISPARITAS PENDAPATAN ANTAR WILAYAH DI PROVINSI JAWA TENGAH ANALISIS PENERAPAN METODE BASIS DAN SHIFT-SHARE DALAM MENGATASI TINGKAT DISPARITAS PENDAPATAN ANTAR WILAYAH DI PROVINSI JAWA TENGAH Uma Chadhiq, Ismiyatun dan Nanang Yusoni Univesitas Wahid Hasyim Semaang

Lebih terperinci

PERMINTAAN DAN PENYEDIAAN ENERGI BERDASARKAN KONDISI PEREKONOMIAN DI INDONESIA DENGAN MENGGUNAKAN MODEL NONLINEAR PROGRAMMING

PERMINTAAN DAN PENYEDIAAN ENERGI BERDASARKAN KONDISI PEREKONOMIAN DI INDONESIA DENGAN MENGGUNAKAN MODEL NONLINEAR PROGRAMMING PERMINTAAN DAN PENYEDIAAN ENERGI BERDASARKAN KONDISI PEREKONOMIAN DI INDONESIA DENGAN MENGGUNAKAN MODEL NONLINEAR PROGRAMMING Oleh: Agus Sugiyono *) ABSTRACT Enegy demand and supply model is developed

Lebih terperinci

PENGARUH PENERAPAN PLTU BATUBARA SKALA KECIL TERHADAP STRATEGI KELISTRIKAN DI WILAYAH TIMUR INDONESIA

PENGARUH PENERAPAN PLTU BATUBARA SKALA KECIL TERHADAP STRATEGI KELISTRIKAN DI WILAYAH TIMUR INDONESIA PENGARUH PENERAPAN PLTU BATUBARA SKALA KECIL TERHADAP STRATEGI KELISTRIKAN DI WILAYAH TIMUR INDONESIA M. Sidik Boedoyo ABSTRACT Indonesia is a developing country that has a various enegy resources, such

Lebih terperinci

PENERAPAN ALGORITMA ELECTRE DALAM MENENTUKAN LOKASI SHETLER TRANS JOGJA

PENERAPAN ALGORITMA ELECTRE DALAM MENENTUKAN LOKASI SHETLER TRANS JOGJA PENERAPAN ALGORITMA ELECTRE ALAM MENENTUKAN LOKASI SHETLER TRANS JOGJA Supiatin Sistem Infomasi STMIK AMIKOM Yogyakata supiatin@amikom.ac.id Abstak Tans Jogja meupakan salah satu altenatif tanspotasi massa

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH HARGA JUAL DAN SALURAN DISTRIBUSI TERHADAP VOLUME PENJUALAN AYAM POTONG DI UD. SUPPLIER DAGING AYAM KOTA TANGERANG

ANALISIS PENGARUH HARGA JUAL DAN SALURAN DISTRIBUSI TERHADAP VOLUME PENJUALAN AYAM POTONG DI UD. SUPPLIER DAGING AYAM KOTA TANGERANG Junal Agibisnis, Vol. 9, No. 2, Desembe 2015, [ 137-148 ] ISSN : 1979-0058 ANALISIS PENGARUH HARGA JUAL DAN SALURAN DISTRIBUSI TERHADAP VOLUME PENJUALAN AYAM POTONG DI UD. SUPPLIER DAGING AYAM KOTA TANGERANG

Lebih terperinci

INDEKS TENDENSI BISNIS DAN INDEKS TENDENSI KONSUMEN TRIWULAN I-2013

INDEKS TENDENSI BISNIS DAN INDEKS TENDENSI KONSUMEN TRIWULAN I-2013 BADAN PUSAT STATISTIK No. 34/05/Th. XVI, 6 Mei 2013 INDEKS TENDENSI BISNIS DAN INDEKS TENDENSI KONSUMEN TRIWULAN I-2013 KONDISI BISNIS DAN EKONOMI KONSUMEN MENINGKAT A. INDEKS TENDENSI BISNIS A. Penjelasan

Lebih terperinci

Dan koefisien korelasi parsial antara Y, X 2 apabila X 1 dianggap tetap, dinyatakan sebagai r y 2.1 rumusnya sebagai berikut:

Dan koefisien korelasi parsial antara Y, X 2 apabila X 1 dianggap tetap, dinyatakan sebagai r y 2.1 rumusnya sebagai berikut: Koelasi Pasial Koelasi Pasial beupa koelasi antaa sebuah peubah tak bebas dengan sebuah peubah bebas sementaa sejumlah peubah bebas lainnya yang ada atau diduga ada petautan dengannya, sifatnya tetentu

Lebih terperinci

INDONESIA Percentage below / above median

INDONESIA Percentage below / above median National 1987 4.99 28169 35.9 Converted estimate 00421 National JAN-FEB 1989 5.00 14101 7.2 31.0 02371 5.00 498 8.4 38.0 Aceh 5.00 310 2.9 16.1 Bali 5.00 256 4.7 30.9 Bengkulu 5.00 423 5.9 30.0 DKI Jakarta

Lebih terperinci

KETERSEDIAAN SUMBER DAYA ENERGI UNTUK PENGEMBANGAN KELISTRIKAN DI SUMATERA SELATAN

KETERSEDIAAN SUMBER DAYA ENERGI UNTUK PENGEMBANGAN KELISTRIKAN DI SUMATERA SELATAN KETERSEDIAAN SUMBER DAYA ENERGI UNTUK PENGEMBANGAN KELISTRIKAN DI SUMATERA SELATAN Adjat Sudradjat Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi Konversi dan Konservasi Energi (P3TKKE) Deputi Bidang Teknologi

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA. analisis paired sample T-test yaitu Ada atau tidaknya Pengaruh Terapi Rational

BAB IV ANALISIS DATA. analisis paired sample T-test yaitu Ada atau tidaknya Pengaruh Terapi Rational BAB IV ANALISIS DATA Analisis data meupakan hasil kegiatan setelah data dai seluuh esponden atau sumbe data lainnya tekumpul. Hal ini betujuan untuk mengetahui tingkat kebenaan hipotesis-hipotesis penelitian

Lebih terperinci

FISIKA DASAR 2 PERTEMUAN 2 MATERI : POTENSIAL LISTRIK

FISIKA DASAR 2 PERTEMUAN 2 MATERI : POTENSIAL LISTRIK UNIVERSITAS BUANA PERJUANGAN KARAWANG Teknik Industi FISIKA DASAR PERTEMUAN MATERI : POTENSIAL LISTRIK SILABI FISIKA DASAR Muatan dan Medan Listik Potensial Listik Kapasito dan Dielektik Aus dan Resistansi

Lebih terperinci

INDEKS TENDENSI KONSUMEN

INDEKS TENDENSI KONSUMEN No. 10/02/91 Th. VI, 6 Februari 2012 INDEKS TENDENSI KONSUMEN A. Penjelasan Umum Indeks Tendensi Konsumen (ITK) adalah indikator perkembangan ekonomi terkini yang dihasilkan Badan Pusat Statistik melalui

Lebih terperinci

Liston Hasiholan 1) dan Sudradjat 2)

Liston Hasiholan 1) dan Sudradjat 2) EVALUASI KINERJA KARYAWAN MENGGUNAKAN METODE PEMROGRAMAN LINEAR FUY *) Liston Hasiholan 1) dan Sudadjat 2) ABSTRAK Pengukuan kineja kayawan meupakan satu hal yang mutlak dilakukan secaa peiodik oleh suatu

Lebih terperinci

ANALISA PENGARUH SISTEM MANAJEMEN TQC TERHADAP TINGKAT KERUSAKAN PRODUK (STUDI KASUS PADA PT. SINAR KAYU ABADI SURABAYA)

ANALISA PENGARUH SISTEM MANAJEMEN TQC TERHADAP TINGKAT KERUSAKAN PRODUK (STUDI KASUS PADA PT. SINAR KAYU ABADI SURABAYA) ANALISA PENGARUH SISTEM MANAJEMEN TQC TERHADAP TINGKAT KERUSAKAN PRODUK (STUDI KASUS PADA PT. SINAR KAYU ABADI SURABAYA) Da.Heny Mahmudah Dosen unisla ABSTRAK Pada hakekatnya suatu peusahaan didiikan untuk

Lebih terperinci

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN I-2016 DAN PERKIRAAN TRIWULAN II-2016

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN I-2016 DAN PERKIRAAN TRIWULAN II-2016 BPS PROVINSI LAMPUNG No. 10/05/18/Th. VI, 4 Mei 2016 INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN I-2016 DAN PERKIRAAN TRIWULAN II-2016 INDEKS TENDENSI KONSUMEN LAMPUNG TRIWULAN I-2016 SEBESAR 101,55

Lebih terperinci

PERHITUNGAN DANA PENSIUN DENGAN METODE PROJECTED UNIT CREDIT DAN INDIVIDUAL LEVEL PREMIUM

PERHITUNGAN DANA PENSIUN DENGAN METODE PROJECTED UNIT CREDIT DAN INDIVIDUAL LEVEL PREMIUM E-Junal Matematika Vol. 3, No.2 Mei 2014, 64-74 ISSN: 2303-175 PERHITUNGAN DA PENSIUN DENGAN METODE PROJECTED UNIT CREDIT DAN INDIVIDUAL LEVEL PREMIUM I GUSTI AYU KOMANG KUSUMA WARDHANI 1, I NYOMAN WIDA

Lebih terperinci

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMILIHAN PENERIMA BEASISWA MAHASISWA KURANG MAMPU PADA STMIK BUDIDARMA MEDAN MENERAPKAN METODE PROFILE MATCHING

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMILIHAN PENERIMA BEASISWA MAHASISWA KURANG MAMPU PADA STMIK BUDIDARMA MEDAN MENERAPKAN METODE PROFILE MATCHING SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMILIHAN PENERIMA BEASISWA MAHASISWA KURANG MAMPU PADA STMIK BUDIDARMA MEDAN MENERAPKAN METODE PROFILE MATCHING T.M Syahu Ichsan (1111667 ) Mahasiswa Pogam Studi Teknik Infomatika

Lebih terperinci

Pengaturan Footprint Antena Ground Penetrating Radar Dengan Menggunakan Susunan Antena Modified Dipole

Pengaturan Footprint Antena Ground Penetrating Radar Dengan Menggunakan Susunan Antena Modified Dipole Pengatuan Footpint Antena Gound Penetating Rada Dengan Menggunakan Susunan Antena Modified Dipole Ande Eka Saputa (1324243) Jalu Pilihan Teknik Telekomunikasi Sekolah Teknik Elekto dan Infomatika Institut

Lebih terperinci

INDEKS TENDENSI BISNIS DAN INDEKS TENDENSI KONSUMEN TRIWULAN I-2015

INDEKS TENDENSI BISNIS DAN INDEKS TENDENSI KONSUMEN TRIWULAN I-2015 BADAN PUSAT STATISTIK No. 46/05/Th. XVIII, 5 Mei 2015 INDEKS TENDENSI BISNIS DAN INDEKS TENDENSI KONSUMEN TRIWULAN I-2015 KONDISI BISNIS MENURUN NAMUN KONDISI EKONOMI KONSUMEN SEDIKIT MENINGKAT A. INDEKS

Lebih terperinci

BAB 3 SEJARAH SINGKAT BADAN PUSAT STATISTIK (BPS) 3.1 Sejarah Badan Pusat Statistik (BPS) di Indonesia

BAB 3 SEJARAH SINGKAT BADAN PUSAT STATISTIK (BPS) 3.1 Sejarah Badan Pusat Statistik (BPS) di Indonesia BAB 3 SEJARAH SINGKAT BADAN PUSAT STATISTIK (BPS) 3.1 Sejaah Badan Pusat Statistik (BPS) di Indonesia Adapun sejaah Badan Pusat Statistik di Indonesia tejadi empat masa pemeintahan di Indonesia, antaa

Lebih terperinci

Model Matematika Sistem Persediaan (Q, R) Yang Terkait Dengan Mutu Barang Dan Informasi Permintaan Lengkap

Model Matematika Sistem Persediaan (Q, R) Yang Terkait Dengan Mutu Barang Dan Informasi Permintaan Lengkap Vol. 3, No., 7-79, Januai 7 Model Matematika Sistem Pesediaan (Q, R) Yang Tekait Dengan Mutu Baang Dan Infomasi Pemintaan Lengkap Agus Sukmana Abstact This pape deals with an inventoy model fo continuous

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUBUNGAN UMPAN BALIK DENGAN MOTIVASI BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM SISWA SMP NEGERI 9 BATANG

BAB IV ANALISIS HUBUNGAN UMPAN BALIK DENGAN MOTIVASI BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM SISWA SMP NEGERI 9 BATANG BAB IV ANALISIS HUBUNGAN UMPAN BALIK DENGAN MOTIVASI BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM SISWA SMP NEGERI 9 BATANG Setelah data dai kedua vaiabel yaitu vaiabel X dan vaiabel Y tekumpul seta adanya teoi yang

Lebih terperinci

Dr. Unggul Priyanto Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi

Dr. Unggul Priyanto Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Dr. Unggul Priyanto Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi 1 Pendahuluan Energi Primer Kelistrikan 3 Energy Resources Proven Reserve Coal 21,131.84 million tons Oil Natural Gas (as of 2010) 3,70

Lebih terperinci

PENGARUH CONTRACTING CONTINYU SEBUAH PENDEKATAN BEHAVIORISTIK DALAM MENINGKATKAN SELF AWARNES

PENGARUH CONTRACTING CONTINYU SEBUAH PENDEKATAN BEHAVIORISTIK DALAM MENINGKATKAN SELF AWARNES Posiding Konfeda dan Semina Nasional BK PD ABKIN Sulawesi Selatan Optimalisasi Pean Pendidik Dalam Membangun Kaakte Bangsa Di Ea MEA 30 Makassa, 4-5 Maet 017 PENGARUH CONTRACTING CONTINU SEBUAH PENDEKATAN

Lebih terperinci

Rancang Bangun Antena Mikrostrip 900 MHz

Rancang Bangun Antena Mikrostrip 900 MHz Rancang Bangun Antena Mikostip 900 MHz Siska Novita Posma 1, M. Yanua Haiyawan 2, Adiyan Khabzli 3 1,2,3 Juusan Teknik Elekto Politeknik Caltex Riau Tel : (0761-53939) Fax : (0761-554224) siska@pc.ac.id

Lebih terperinci

BAB. III METODE PENELITIAN. A.Identifikasi Variabel Penelitian. Variabel-variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

BAB. III METODE PENELITIAN. A.Identifikasi Variabel Penelitian. Variabel-variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: BAB. III METODE PEELITIA A.Identifikasi Vaiabel Penelitian Pada bagian ini akan diuaikan segala hal yang bekaitan dengan identifikasi vaiabel penelitian, definisi opeasional vaiabel penelitian, subjek

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketahanan nasional mutlak dimiliki setiap negara yang berdaulat. Salah satu faktor penentu pencapaian ketahanan nasional adalah dengan meningkatkan pertumbuhan ekonomi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3. Jenis dan Lokasi Penelitian 3.. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian ekspeimen semu (quasi ekspeimental eseach, kaena penelitian yang akan dilakukan

Lebih terperinci

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN I-2017 DAN PERKIRAAN TRIWULAN II-2017

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN I-2017 DAN PERKIRAAN TRIWULAN II-2017 BPS PROVINSI LAMPUNG No. 10/05/18/Th. VII, 5 Mei 2017 INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN I-2017 DAN PERKIRAAN TRIWULAN II-2017 INDEKS TENDENSI KONSUMEN LAMPUNG TRIWULAN I-2017 SEBESAR 101,81

Lebih terperinci

PANDUAN PENGGUNAAN Aplikasi SIM Persampahan

PANDUAN PENGGUNAAN Aplikasi SIM Persampahan PANDUAN PENGGUNAAN Aplikasi SIM Persampahan Subdit Pengelolaan Persampahan Direktorat Pengembangan PLP DIREKTORAT JENDRAL CIPTA KARYA KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT Aplikasi SIM PERSAMPAHAN...(1)

Lebih terperinci

EFISIENSI RELATIF DENGAN METODE DATA ENVELOPMENT ANALYSIS (DEA) (STUDI KASUS : Bank BRI Syariah DI JAWA)

EFISIENSI RELATIF DENGAN METODE DATA ENVELOPMENT ANALYSIS (DEA) (STUDI KASUS : Bank BRI Syariah DI JAWA) EFISIENSI RELATIF DENGAN METODE DATA ENVELOPMENT ANALYSIS (DEA) (STUDI KASUS : Bank BRI Syaiah DI JAWA) Enny Aiyani Podi Teknik Industi FTI-UPNV Jawa Timu ABSTRAK Pemasalahan dalam penelitian ini bahwa

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 33 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Obyek dan Lokasi Penelitian Dalam penelitian ini peneliti memilih obyek penelitian UD. Usaha Mandii Semaang, yang betempat di Jalan Semaang Indah C-VI No 20. UD. Usaha

Lebih terperinci

Bidang Studi Teknik Sistem Tenaga Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya

Bidang Studi Teknik Sistem Tenaga Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya ANALISIS KEBUTUHAN LISTRIK BERKAITAN DENGAN PENYUSUNAN TARIF LISTRIK REGIONAL DI DAERAH PROVINSI BALI GUNA MEMENUHI PASOKAN ENERGI LISTRIK 10 TAHUN MENDATANG I Putu Surya Atmaja 2205 100 107 Dosen Pembimbing

Lebih terperinci

APLIKASI PENGELOLAAN DATA KERJA PRAKTEK MAHASISWA (STUDI KASUS: FAKULTAS TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI UNIVERSITAS SEMARANG)

APLIKASI PENGELOLAAN DATA KERJA PRAKTEK MAHASISWA (STUDI KASUS: FAKULTAS TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI UNIVERSITAS SEMARANG) APLIKASI PENGELOLAAN DATA KERJA PRAKTEK MAHASISWA (STUDI KASUS: FAKULTAS TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI UNIVERSITAS SEMARANG) B. Vey Chistioko 1,, Dian Ti Wiyanti 2 Pogam Studi Teknik Infomatika Juusan

Lebih terperinci

BAB 3 PEMODELAN, ASUMSI DAN KASUS

BAB 3 PEMODELAN, ASUMSI DAN KASUS BAB 3 PEMODELAN, ASUMSI DAN KASUS 3.1 Kerangka Pemodelan Kajian Outlook Energi Indonesia meliputi proyeksi kebutuhan energi dan penyediaan energi. Proyeksi kebutuhan energi jangka panjang dalam kajian

Lebih terperinci

INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI PAPUA TRIWULAN IV-2016

INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI PAPUA TRIWULAN IV-2016 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI PAPUA INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI PAPUA TRIWULAN A. Penjelasan Umum No. 11/02/94/Th. VII, 6 Februari 2017 Indeks Tendensi Konsumen (ITK) adalah indikator perkembangan

Lebih terperinci

LISTRIK STATIS. F k q q 1. k 9.10 Nm C 4. 0 = permitivitas udara atau ruang hampa. Handout Listrik Statis

LISTRIK STATIS. F k q q 1. k 9.10 Nm C 4. 0 = permitivitas udara atau ruang hampa. Handout Listrik Statis LISTIK STATIS * HUKUM COULOM. ila dua buah muatan listik dengan haga q dan q, saling didekatkan, dengan jaak pisah, maka keduanya akan taik-menaik atau tolak-menolak menuut hukum Coulomb adalah: ebanding

Lebih terperinci

INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI PAPUA TRIWULAN I-2017

INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI PAPUA TRIWULAN I-2017 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI PAPUA INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI PAPUA TRIWULAN I-2017 A. Penjelasan Umum 1. Indeks Tendensi Konsumen (ITK) I-2017 No. 27/05/94/Th. VII, 5 Mei 2017 Indeks Tendensi

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT No. 45/08/61/Th. XV, 6 Agustus 2012 INDEKS TENDENSI KONSUMEN KALIMANTAN BARAT TRIWULAN II- 2012 Indeks Tendensi Konsumen (ITK) Kalimantan Barat pada II-2012 sebesar 109,62;

Lebih terperinci

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN III-2015 DAN PERKIRAAN TRIWULAN IV-2015

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN III-2015 DAN PERKIRAAN TRIWULAN IV-2015 BPS PROVINSI LAMPUNG No. 10/11/18.Th.V, 5 November 2015 INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN III-2015 DAN PERKIRAAN TRIWULAN IV-2015 INDEKS TENDENSI KONSUMEN LAMPUNG TRIWULAN III-2015 SEBESAR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Listrik merupakan salah satu energi yang sangat dibutuhkan oleh manusia pada era modern ini. Tak terkecuali di Indonesia, negara ini sedang gencargencarnya melakukan

Lebih terperinci

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. #Energi Berkeadilan. Disampaikan pada Pekan Pertambangan. Jakarta, 26 September 2017

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. #Energi Berkeadilan. Disampaikan pada Pekan Pertambangan. Jakarta, 26 September 2017 Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral #Energi Berkeadilan Disampaikan pada Pekan Pertambangan Jakarta, 26 September 2017 1 #EnergiBerkeadilan Untuk Kesejahteraan Rakyat, Iklim Usaha dan Pertumbuhan

Lebih terperinci

Ini merupakan tekanan suara p(p) pada sembarang titik P dalam wilayah V seperti yang. (periode kedua integran itu).

Ini merupakan tekanan suara p(p) pada sembarang titik P dalam wilayah V seperti yang. (periode kedua integran itu). 7.3. Tansmisi Suaa Melalui Celah 7.3.1. Integal Kichhoff Cukup akses yang bebeda untuk tik-tik difaksi disediakan oleh difaksi yang tepisahkan dapat dituunkan dai teoema Geen dalam analisis vekto. Hal

Lebih terperinci

RENCANA UMUM KETENAGALISTRIKAN NASIONAL

RENCANA UMUM KETENAGALISTRIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR: 1213 K/31/MEM/2005 TENTANG RENCANA UMUM KETENAGALISTRIKAN NASIONAL DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL JAKARTA, 25 April

Lebih terperinci