BAB II Tinjauan Pustaka

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II Tinjauan Pustaka"

Transkripsi

1 BAB II Tinjauan Pustaka Material tekstil tersusun dari serat-serat, baik serat buatan maupun alam. Serat alam merupakan serat yang yang sudah tersedia di alam dalam bentuk serabutserabut halus, contohnya adalah serat kapas, wol, sutera dan rami. Serat buatan adalah serat yang dibentuk dari polimer buatan, seperti poliester, poliamida dan poliakrilat ataupun polimer alam seperti selulosa yang dikenal dengan serat rayon viskosa dan rayon asetat. Jika ditinjau dari senyawa penyusun, serat terbagi menjadi tiga golongan yaitu serat selulosa contohnya adalah kapas, rayon dan rami, serat protein misalnya wol dan sutera, dan serat sintetik contohnya poliester, poliamida dan poliakrilat. Serat selulosa adalah serat yang saat ini paling banyak digunakan karena beberapa kelebihannya yaitu memiliki kenyamanan dipakai. al ini disebabkan selulosa memiliki banyak gugus hidroksil sehingga memiliki kelembaban yang tinggi. Salah satu serat selulosa yang paling banyak digunakan adalah kapas. II.1 Kapas Serat kapas dihasilkan dari biji buah tanaman yang termasuk dalam jenis Gossypium. Saat ini penghasil kapas terbesar untuk serat tekstil adalah jenis Gossypium hirsutum yang dikenal dengan istilah kapas Upland atau kapas Amerika. Serat kapas sendiri merupakan perpanjangan dari sel epidermis biji tanaman yang membentuk serabut halus dan panjang, yang kemudian disebut serat kapas. Pertumbuhan serat kapas di dalam buah kapas terjadi sekitar 20 hari setelah berbunga, saat itu buah kapas mencapai besar maksimum, kemudian saat berikutnya adalah masa pertumbuhan dinding sel serat kapas yang disebut masa pendewasaan. Buah kapas kemudian membuka sekitar 50 hari setelah buah mencapai besar maksimum, dan membentuk gumpalan kapas yang dikenal dengan istilah otton Bowl. Saat itulah tanaman kapas siap untuk dipanen sebagai serat kapas untuk material tekstil. Morfologi kapas ditunjukkan pada Gambar II.1. 8

2 Gambar II.1 Buah tanaman kapas ( Serat kapas mempunyai bentuk pita terpilin yang halus dengan panjang sekitar 2 sampai 3 cm dan diameter sekitar 5 sampai 10 mµ, sedangkan pengamatan dengan mikroskop menunjukkan penampang melintang kapas berbentuk ginjal dengan lubang di tengah yang disebut lumen. Lumen merupakan sisa-sisa protoplasma yang menguap pada saat kapas membuka. Penampang serat kapas membujur dan melintang ditunjukkan pada Gambar II.2 (a) (b) Gambar II.2 Penampang (a), membujur dan (b), melintang serat kapas. II.1.1 Struktur Kimia Kapas Analisis serat kapas menunjukkan bahwa serat kapas tersusun hampir 95% selulosa yang merupakan suatu polimer dari β 1,4 D glukosa seperti yang 9

3 ditunjukkan pada Gambar II.3 dengan derajat polimerisasi sekitar dan massa molekul sekitar Zat-zat lain selain selulosa yang terdapat pada dinding primer berupa pektin, protein, lilin, abu, pigmen dan zat lainnya sekitar 5%. Komposisi serat kapas disajikan pada Tabel II.1. Tabel II.1 Komposisi serat kapas (amby, 1965) Zat penyusun % Komposisi Selulosa 94 Protein 1,3 Pektin 1,2 Lilin 0,6 Abu 1,2 Pigmen dan zat lain 1, n-1 2 Gambar II.3 Struktur kimia selulosa (Gosh, 2004). II.1.2 Sifat Serat Kapas Kapas sebagian besar mengandung selulosa dan akibatnya sifat kimia kapas sama dengan sifat kimia selulosa. Asam-asam kuat dapat menyebabkan terjadinya hidrolisis ikatan glikosida dalam rantai, sehingga akan menyebabkan degradasi rantai polimer yang berakibat menurunnya kekuatan serat kapas. Kapas mudah diserang oleh jamur dan bakteri terutama dalam kondisi hangat dan lembab. Kerusakan karena oksidasi menghasilkan oksiselulosa yang umumnya disebabkan karena proses pemutihan dengan oksidator yang berlebihan dan pemanasan yang 10

4 lama pada temperatur di atas 140 o. Alkali mempunyai pengaruh yang tidak begitu berarti pada serat kapas, kecuali alkali kuat pada konsentrasi tinggi yang menyebabkan penggelembungan yang besar pada serat. Penggelembungan maksimum terjadi pada perlakuan dengan larutan a 18% (w/v) yang dikenal dengan proses merserisasi (Shenai, 1995). Proses merserisasi adalah perlakuan kapas dengan larutan a 18% (w/v) yang bertujuan untuk meningkatkan kilau dan kekuatan serat. Kapas berwarna putih kekuningan yang disebabkan adanya pigmen yang dikandungnya. Warna kekuningan akan hilang dalam proses pemutihan yang dikenal dengan proses bleaching (pengelantangan). Kekuatan serat kapas sekitar 7000 psi atau sekitar 49 kg/mm 2 dengan mulur saat putus sekitar 7%. Kandungan kelembaban (moisture content) kapas sekitar 8%. Kapas mempunyai elastisitas dan stabilitas dimensi yang rendah dan mudah kusut. II.1.3 Sifat Anti Kusut Material Kapas Kelemahan tekstil dari serat kapas adalah mudah kusut dan mudah diserang bakteri. Sifat mudah kusut kapas ini disebabkan karena susunan rantai molekul kapas yang kaku dan adanya gugus gugus hidroksil pada rantai selulosa menyebabkan terjadinya ikatan hidrogen antar rantai yang cukup besar, sehingga rantai selulosa sulit untuk bergerak. Ketika ada gaya luar yang diterima rantai molekul selulosa misalnya kain dilipat, terjadi pergeseran rantai molekul dan pada posisi terlipat terjadi ikatan hidrogen yang baru yang menyebabkan bentuk lipatan stabil atau dikatakan kusut (hen, et al., 2004). Untuk mengatasi kekusutan perlu dilakukan proses penyempurnaan untuk meningkatkan ketahanan kusut dengan pemberian resin anti kusut. Resin anti kusut dapat berupa senyawa turunan metilol, glioksal atau karboksilat. II.2 Ketahanan Kusut Tekstil Ketahanan kusut pada tekstil adalah suatu sifat dari material yang berhubungan dengan kemampuan kembali dari deformasi akibat lipatan yang terjadi selama 11

5 pemakaian. Kemampuan kembali ini ada yang langsung terjadi, yang berarti material tersebut tahan terhadap deformasi, atau ada yang lambat sehingga timbul lipatan yang disebut kusut. W.E. Morton (1995) menjelaskan mekanisme kekusutan dengan Gambar II. 4 di bawah ini Gambar II.4 Mekanisme kekusutan (W.E. Morton, 1995). (a). Struktur molekul dengan ikatan silang, (b). Pembentukan ikatan silang baru memberikan kekusutan, (c). Perpanjangan dari ikatan silang akan menyebabkan kembali dari kekusutan Gambar II.4 a menjelaskan susunan rantai molekul material tekstil dengan adanya ikatan antar rantai molekul. Jika material ditekuk membentuk kekusutan ada dua kemungkinan yaitu ikatan antara rantai putus dan terbentuk kembali ikatan pada posisi yang baru, sehingga pada saat gaya dilepas tekukan tidak kembali ke posisi semula yang dinamakan kusut (Gambar II.4.b). Kemungkinan kedua ikatan antar rantai tidak putus tetapi memanjang (strained without breaking), sehingga pada kondisi ini ketika beban dihilangkan, tekukan / susunan molekul akan kembali ke semula dan dinamakan tidak kusut. Pada saat material ditekuk/dilipat (baik sengaja atau oleh penggunaan) akan terlihat tanda lipatan yang disebut kusut, dan dimana terjadi pergerakan molekul seperti yang telah dijelaskan, terjadi perpanjangan. Kemampuan material untuk kembali dari kekusutan tergantung pada gaya antar molekul pada rantai, yang dapat berupa gaya tarik karena adanya ikatan silang antar molekul atau gaya yang dihasilkan dari ikatan hidrogen dan van der Waals. Pada saat ditekuk (ada gaya distorsi) akan terjadi pergerakan molekul. Kapas karena molekulnya kaku, susah 12

6 bergerak, maka ketika ada tekukan terjadi perubahan / pergelinciran molekul, dan pada saat gaya dilepaskan molekulnya sulit untuk kembali ke posisi semula sehingga lipatannya tetap atau dikatakan kusut (Buck, 1959, hen, et al., 2004). Mekanisme anti kusut pada material tekstil dapat dijelaskan secara analisis mekanik dari material. Ketika suatu material mengalami tegangan maka material mengalami deformasi (Vlack, 1989, Dong, et al., 2003). Deformasi yang terjadi terdiri dari tiga jenis, yaitu deformasi elastis seketika (fast elastic deformation), deformasi elastis tunda (delay deformation)dan deformasi plastis atau deformasi permanen (plastic deformation). Pada deformasi elastis seketika material akan kembali ke posisi semula ketika gaya yang dialami dihilangkan. Pada deformasi tunda material kembali ke posisi semula beberapa saat setelah gaya yang dialami dihilangkan, sedangkan pada deformasi plastik material tidak kembali seluruhnya ke posisi semula ketika gaya dihilangkan. Pada deformasi plastis ada perpanjangan (strain) permanen yang dialami oleh material. Untuk menggambarkan deformasi yang terjadi dapat dijelaskan melalui kurva hubungan tegangan dan regangan di bawah ini Gambar II.5 Kurva tegangan regangan material (Young,., D., et al 2002) 13

7 Kembalinya kain dari kekusutan merupakan fenomena yang terjadi pada daerah elastis (Dong, et al., 2003). Pada daerah elastis berlaku hubungan yang linier antara tegangan dan regangan yang dikenal dengan hukum ooke. σ x = Eε x...(ii.1) σ = Tegangan tarik atau gaya persatuan luas ε = Regangan E= modulus elastisitas Pada saat terjadi deformasi elastis, gaya luar mengalami perlawanan oleh energi ikatan interaksi antar molekul (interaction bond energi). Deformasi elastis bersifat mampu balik, deformasi akan kembali ke posisi semula ketika gaya dihilangkan (Dieter, 1986, ollieu, et al, 1983). Kemampuan material menyerap energi saat berdeformasi elastis dan kemampuan melepaskan energi untuk kembali ke bentuk semula setelah beban dihilangkan disebut resilience (kelentingan). Energi yang digunakan untuk melawan energi ikatan antar molekul besarnya sama dengan gaya (tegangan ) dikalikan jarak yang ditempuh (regangan). Uo = σ ε... (II.2) x x Pada daerah elastis gaya dan deformasi bertambah secara linier, sehingga energi yang digunakan sama dengan setengah hasil kali gaya dengan regangan atau sama dengan luas di bawah kurva pada daerah elastis (ollieu, et al, 1983 Young, et al 2002). Uo 1 2 Uo= Energi regangan. σ = Tegangan tarik yang dialami material ε = Regangan E= modulus elastisitas = σ x ε x = Eε...(II.3) Semakin besar nilai Uo maka material akan semakin mudah kembali ke bentuk semula. Persamaan II.2. menunjukkan bahwa kemampuan material kembali ke 14

8 bentuk semula dipengaruhi oleh tegangan tarik yang dilawan oleh gaya ikat antar molekul, regangan dan modulus elastisitas. II.2.1 Peningkatan Sifat Anti Kusut Peningkatan sifat anti kusut dapat dilakukan dengan membentuk ikatan silang antar rantai berupa ikatan kovalen. Ikatan kovalen ini lebih kuat daripada ikatan hidrogen sehingga ikatan tersebut dapat menahan tergelincirnya susunan molekul akibat rusaknya ikatan hidrogen, dan ikatan kovalen tersebut dapat menarik molekul ke posisi semula ketika gaya distorsi dihilangkan, sehingga dapat mengatasi kekusutan yang terjadi. Mekanisme anti kusut dengan pemberian ikatan silang jika dihubungkan dengan persamaan II.3 menjelaskan bahwa jika ada ikatan silang antar molekul, maka internal stress yang dialami material tekstil menyebabkan tegangan σ semakin besar akibatnya energi regangan semakin besar sehingga material tekstil lebih mudah kembali ke bentuk semula ketika gaya yang dialami dihilangkan. ara ini dilakukan pada proses anti kusut dengan pemberian senyawa turunan metilol yang akan membentuk ikatan silang antar rantai (Wang, 2003., Voncina, 2002., Morton, 1995) seperti yang digambarkan pada Gambar II n Gambar II.6 Ikatan silang antara dimetilol dihidroksi etilena urea dengan selulosa. 15

9 Kemungkinan reaksi yang dapat terjadi pada proses anti kusut kapas dengan turunan metilol digambarkan pada Gambar II.7. Reaksi yang diharapkan terjadi adalah seperti reaksi nomor 1 pada Gambar II.7, namun selain bereaksi dengan gugus hidroksil dari selulosa turunan metilol dapat terjadi reaksi antar resin metilol dan pembebasan formaldehid dari gugus -metilol seperti yang digambarkan pada Gambar II.7 (Voncina, 2002) ell 2 katalis 2 - ell + 2 T (1) katalis T (2) 2 2 katalis T (3) katalis T (4) katalis 2 T + 2 (5) Gambar II.7 Reaksi dari turunan metilol selama proses penyempurnaan anti kusut Reaksi no 2 dan 4 merupakan reaksi antar rantai metilol sendiri sehingga akan menurunkan rendemen ikatan silang antar rantai selulosa, sedangkan reaksi 3 dan 5 menghasilkan formaldehid bebas, hal ini merupakan kelemahan dari resin turunan metilol. Untuk mengatasi hal ini beberapa usaha telah dilakukan diantaranya memodifikasi proses dengan mensulfonasi selulosa sebelum direaksikan dengan resin turunan 16

10 metilol, dan hasilnya dapat menurunkan kadar formaldehid yang dibebaskan (ashem 2003). Dalam usaha mengatasi kelemahan dari resin turunan metilol beberapa tahun terakhir dikembangkan zat anti kusut yang tidak membebaskan formaldehid diantaranya resin dari turunan glioksal dan atau suatu polikarboksilat (Wang, Yang, 2003). II.2.2 Turunan Karboksilat Sebagai Zat Anti Kusut Penyempurnaan anti kusut pada kain kapas adalah proses pembentukan ikatan silang antara molekul selulosa dengan suatu senyawa yang mempunyai minimal dua buah gugus fungsi. Masing-masing gugus fungsi akan berikatan dengan gugus hidroksil dari selulosa sehingga terjadi ikatan silang antar rantai selulosa. Gugus fungsi harus dapat berikatan dengan gugus hidroksil selulosa yang berjauhan. leh karena itu senyawa yang digunakan harus mempunyai ukuran molekul yang cukup besar, sehingga mempunyai rintangan sterik untuk berikatan antara gugus hidroksil yang berdekatan pada satu rantai selulosa. Lickfield dkk.dari ational Textile enter di ina melakukan esterifikasi kapas dengan BTA (Butanetetracarboxylic acid) dengan katalis natriumhipofosfit (Lickfield et al. 2002, Lee So 2002). Asam karboksilat tersebut dapat berikatan silang dengan selulosa melalui reaksi esterifikasi seperti yang ditunjukkan Gambar II n Gambar II.8 Reaksi ikatan silang antara selulosa dengan BTA (Bajaj, 2002). 17

11 II.2.3 Proses Esterifikasi Reaksi esterifikasi secara garis besar dapat terjadi dengan tiga cara yaitu a) Reaksi antara asam karboksilat dan alkohol. Reaksi esterifikasi langsung dari asam karboksilat dan alkohol merupakan reaksi reversible seperti yang ditunjukkan Gambar II.9. Reaksi ini sangat bergantung kepada halangan sterik dari alkohol dan asam karboksilatnya. Kekuatan asam dari asam karboksilat berpengaruh sangat kecil terhadap laju pembentukan ester. R R 2 R 1 R Gambar II.9 Reaksi esterifikasi antara asam karboksilat dan alkohol. b) Reaksi dari halida asam dengan alkohol Esterifikasi melalui halida asam sangat efektif untuk senyawa yang terintangi secara sterik. Klorida asam yang sering digunakan adalah Sl 2 dan Pl 3. Asam karboksilat diubah menjadi asil halida. Asil halida yang lebih reaktif direaksikan dengan alkohol membentuk ester seperti yang ditunjukkan dalam Gambar II.10. R 1 + Sl 2 R 1 + S 2 + l l R 1 + R 2 R 1 R 2 + l l Gambar II.10 Reaksi esterifikasi antara asil halida dengan alkohol. c) Reaksi anhidrida asam dengan alkohol Reaksi esterifikasi melalui anhidrida asam sering digunakan untuk mensintesis ester dari asam dikarboksilat. Asam dikarboksilat akan berubah menjadi anhidrida yang lebih reaktif dengan perantara anhidrida asam asetat. 18

12 Anhidrida yang dihasilkan direaksikan dengan alkohol menghasilkan ester seperti yang ditunjukkan Gambar II.11 R R 2 R R 1 + R 2 R 2 R 1 + R 2 R 2 Gambar II.11 Reaksi esterifikasi antara anhidrida asam dengan alkohol. d) Transesterifikasi Reaksi transesterifikasi terjadi secara reversible antara ester dan alkohol seperti yang ditunjukkan Gambar II.12. Umumnya digunakan dengan alkohol berlebih R 1 R 2 + R 3 R 1 R 3 + R 2 Gambar II.12 Reaksi trans esterifikasi antara ester dan alkohol. II.3 Kerusakan Serat Kapas Karena Asam Kapas merupakan serat selulosa, sebagaimana selulosa yang lainnya kapas tidak tahan terhadap asam. Asam kuat yang berlebihan akan menyebabkan terhidrolisisnya rantai glukosa pada jembatan oksigen. Terputusnya jembatan akan menyebabkan terjadinya depolimerisasi sehingga dihasilkan rantai dengan derajat polimerisasi lebih rendah. Adanya asam dapat menyebabkan terjadinya hidrolisis pada ikatan glikosida dari kapas membentuk senyawa aldehid seperti yang digambarkan pada Gambar II

13 2 o o 2 o 2 o o n 2 o o o 2 o 2 o o o o 2 2 Gambar II.13 Reaksi kerusakan kapas oleh asam. al ini menyebabkan penurunan kekuatan tarik kain dari material selulosa yang telah mengalami hidrolisis asam. Penentuan secara kuantitatif kerusakan selulosa dinyatakan dengan bilangan tembaga yang menyatakan jumlah u 2+ yang direduksi menjadi u + untuk setiap 100 gram kapas (ASTM D ). II.4 Sifat Anti Bakteri Material Tekstil Kain kapas memiliki banyak gugus hidroksil oleh karena itu memiliki kemampuan menyimpan uap air yang cukup besar (sekitar 8%) sehingga nyaman dipakai. Selain sebagai material tekstil pakaian serat kapas juga cukup banyak digunakan sebagai tekstil bidang kesehatan seperti kain verban, masker operasi, ataupun tekstil rumah tangga seperti sprei, handuk dan lainnya. Kadar kelembaban yang tinggi menyebabkan kain kapas menjadi tempat yang baik untuk tumbuh berkembangnya bakteri. Bakteri yang paling umum berada dalam lingkungan manusia adalah bakteri jenis Staphylcoccus aureus, satu dari tiga orang sehat akan membawa bakteri jenis Staphylococcus aureus di dalam tubuhnya misalnya di kulit, di hidung ataupun di tenggorokan ( Bakteri ini dapat hidup bersama manusia tetapi tidak langsung menimbulkan infeksi. Infeksi pada manusia timbul jika ada luka terbuka, misalnya bekas operasi atau luka cidera lainnya dan jika sistim kekebalan tubuh pada 20

14 manusia sedang menurun. Infeksi yang dapat ditimbulkan oleh bakteri ini antara lain, infeksi kulit (jerawat, bisul, ruam kulit) infeksi luka, abses, paru-paru (pneumonia) infeksi tulang dan sendi (osteomyelitis and septic arthritis), infeksi klep jantung, meningitis (radang otak) dan infeksi saluran kencing (S, Grundmann 2001). Bakteri kedua yang sering kali mempengaruhi kesehatan manusia adalah Escherichia coli. Jika Staphylococcus aureus merupakan bakteri jenis gram positif, Escherichia coli termasuk bakteri jenis gram negatif. Bakteri ini mudah tumbuh pada kondisi hangat dan membentuk spora, sehingga untuk mematikannya memerlukan pengulangan proses seperti pasteurisasi. Bakteri ini menyebabkan infeksi pada saluran kencing, saluran pencernaan dan bersifat patogen (Ahmed, 2006). Pertumbuhan mikroorganisme pada material tekstil dapat mengakibatkan penurunan kualitas material tekstil tersebut antara lain pemudaran warna dan penurunan kekuatan. Selain penurunan kualitas pada material pertumbuhan bakteri juga dapat mempengaruhi kesehatan manusia. Sebagai contoh pertumbuhan bakteri pada material tekstil dapat menimbulkan reaksi alergi, timbulnya bau tak sedap, pada penggunaan tekstil medis adanya bakteri dapat menyebabkan perpindahan infeksi. (Ramachandran, 2004) Untuk mengatasi tumbuhnya bakteri pada material tekstil berbagai upaya telah dilakukan, seperti penggunaan zat anti bakteri (Breier, 2005). Zat anti bakteri yang dapat digunakan antara lain senyawa fenol, organo logam, turunan formaldehid dan senyawa amina (Sun, Lin, 2001.Yun 2002, Gupta 2004). Zat anti bakteri dapat dibagi menjadi dua kategori yaitu yang berfungsi sebagai biostatik dan biosida. Biosida berfungsi untuk menonaktifkan bakteri dengan cara mematikan bakteri, sedangkan biostatik lebih berfungsi untuk menekan laju pertumbuhan bakteri. Secara umum kerja dari zat anti bakteri dapat diduga dengan meninjau struktur sel bakteri. Suatu sel hidup memiliki sejumlah enzim untuk melangsungkan proses metabolisme protein asam nukleat dan senyawa lainya 21

15 (Pelczar 1988). Membran sitoplasma merupakan lapisan tipis yang secara selektif mengatur keluar masuknya zat antara sel dengan lingkungan di luar. Pada membran ini juga terjadi reaksi beberapa enzim, sedangkan dinding sel merupakan pelindung bagi sel. Kerusakan pada salah satu sistem dapat menyebabkan terjadinya perubahan yang berakibat matinya sel hidup tersebut. Perubahan yang mungkin terjadi dengan adanya zat anti bakteri antara lain kerusakan pada dinding sel. al ini dapat dilakukan dengan menghambat pertumbuhan dinding sel. Kerusakan pada membran akan menyebabkan terganggunya integritas komponen sel yang akan mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan sel hingga matinya sel. Proses denaturasi protein juga akan mengakibatkan matinya sel. Temperatur tinggi dan adanya beberapa senyawa kimia dapat menyebabkan terjadinya proses denaturasi protein yang akan berakibat matinya sel. DA (deoxyrybonucleic acid), RA (Ribonucleic acid) dan protein memegang peranan penting dalam proses kehidupan sel. Gangguan dalam sintesis DA, RA dan protein yang terganggu dapat mengakibatkan kerusakan sel (Liu 2006, Johnson, 2003). Beberapa zat yang digunakan sebagai zat anti bakteri dapat berbahaya bagi kesehatan manusia. Idealnya zat anti bakteri tidak hanya membunuh bakteri yang tidak diinginkan tetapi juga harus memenuhi tiga persyaratan (Ye, 2006) yaitu : pertama zat tersebut tidak mengeluarkan racun yang berbahaya bagi tubuh atau lingkungan, zat anti bakteri dapat kompatibel dengan zat aditif lain yang digunakan bersama-sama dan tidak menurunkan kualitas material tekstil misalnya pudarnya warna, dan yang ketiga zat anti bakteri yang digunakan harus tahan terhadap pencucian berulang agar sifat anti bakteri pada material tekstil dapat bertahan lama. Dengan bertambahnya kesadaran akan masalah lingkungan, perusahaan tekstil mulai mencari pengganti zat-zat yang berbahaya dengan zat yang ramah lingkungan. Salah satu senyawa yang saat ini menjadi perhatian adalah kitosan. Senyawa kitosan dapat digunakan sebagai zat aditif pada proses tekstil karena sifatnya yang biokompatibel, tidak beracun dan dapat terbiodegradasi (Robert, 1992, Dutta, et al., 2002, Lim, et al, 2003). 22

16 II.5 Kitin dan Kitosan Kitin merupakan senyawa organik yang sangat melimpah di alam setelah selulosa. Sumber kitin dapat berasal dari binatang kelas arthropoda dan yang sangat potensial adalah dari kerangka luar crustacean. Kitin adalah polimer dari asetil- D-glukosamin (-asetil-2-amino-2-deoksi-d-glukopiranosa) yang terikat dengan ikatan glikosida pada posisi 1,4. Kitin yang mirip dengan selulosa memiliki kelarutan dan reaktivitas yang rendah (Kumar 2000). Perbedaan dengan selulosa adalah gugus hidroksil pada posisi 2 digantikan dengan gugus asetamida. Keberadaan kitin di alam terdapat dalam bentuk kitin α dan β tergantung kepada sumber kitin diisolasi. Beberapa literatur menyebutkan adanya bentuk kitin γ, tetapi analisis lebih lanjut menyimpulkan bahwa bentuk kitin γ merupakan variasi dari bentuk kitin α (Atkin, 1985). Isolasi kitin dari kulit udang dan kepiting menghasilkan kitin α, dan bentuk ini merupakan jumlah yang terbanyak di alam. Kitin β diperoleh dari hasil isolasi kitin dari cumi-cumi tetapi jumlahnya sangat terbatas di alam. (Rinaudo, 2006). Karakterisasi dengan difraksi sinar X menunjukkan pola difraksi yang hampir mirip antara kitin α dan β, perbedaannya hanya terletak pada intensitas cincin difraksi pada jarak antar bidang 0,338 nm untuk kitin α dan 0,324 nm untuk kitin β. Pola difraksi dari kitin α dan β ditunjukkan pada Gambar II.14. Gambar II.14 Pola difraksi (a) kitin α dan (b) kitin β (Rinaudo, 2006). II.5.1 Isolasi Kitin dan Transformasi Menjadi Kitosan Kitin dapat diisolasi dari kulit binatang laut berkulit keras seperti udang dan kepiting. Isolasi kitin dilakukan melalui penghilangan protein kemudian diikuti 23

17 dengan penghilangan mineral yang dikandung kulit binatang laut. Kitin hasil isolasi sulit dilarutkan dalam berbagai pelarut organik. al ini yang menyebabkan keterbatasan pengunaan kitin dalam industri (Muzarelli, 1974). leh karena itu umumnya dilakukan proses hidrolisis kitin dengan alkali. Proses hidrolisis kitin dengan a yang dikenal dengan proses deasetilasi, akan menghasilkan kitosan dengan gugus aktif amina. Pada proses hidrolisis ini gugus aseto amida dihidrolisis menghasilkan gugus amina. Reaksi hidrolisis kitin dengan alkali ditunjukkan pada Gambar II.15. Kondisi proses deasetilasi (waktu, temperatur dan konsentrasi alkali) sangat mempengaruhi sifat kitosan yang dihasilkan (hen 2004, Tsaih 2003) n a n Gambar II.15. Reaksi hidrolisis kitin oleh alkali menjadi kitosan. + 3 a Senyawa kitin dapat disebut kitosan jika derajat deasetilasi mencapai minimum 50% (Rinaudo, 2006). Pengukuran derajat deasetilasi dapat dilakukan dengan metoda titrasi balik dengan anhidrida asetat atau secara instrumentasi menggunakan spektroskopi infra merah (Duarte, et al., 2002, Shigemasa, et al., 1996). Pengukuran derajat deasetilasi dengan spektroskopi infra merah dilakukan dengan mengukur absorbansi pada bilangan gelombang sekitar 3400 cm -1 yang menunjukkan pita serapan tekuk dan puncak serapan pada bilangan gelombang sekitar 1650 cm -1 yang merupakan pita serapan amida II (Moore, et al, Miya, et al., 1980). Derajat asetilasi dihitung dengan membandingkan absorbansi pada kedua pita serapan. Kitosan merupakan polimer dari glukosamin. Senyawa kitosan didapat dari hasil deasetilasi kitin sehingga gugus asetil amina pada kitin berubah menjadi gugus 24

18 amina pada kitosan. Senyawa kitosan biasanya masih mengandung 15-20% asetil amina. Analisis konformasi rantai polimer kitin dengan berbagai nilai derajat deasetilasi menunjukkan bahwa kitin dan kitosan merupakan polimer yang semi kaku (Mazeau, et al., 2000). Struktur molekul kitin dan kitosan disajikan pada Gambar II. 16. Gambar II.16. Model molekul (a) kitin dan (b) kitosan (Mazeau, et al.2000). Gambar II. 16. menunjukkan dua buah ikatan hidrogen dari kitin yaitu yang pertama antara gugus pada posisi 3 dengan dalam cincin piranosa, dan ikatan hidrogen kedua terjadi antara gugus pada posisi 6 dengan karbonil =. Pada kitosan ikatan hidrogen terjadi antara gugus hidroksil pada posisi 1 dengan pada cincin piranosa dan antara pada posisi 6 dengan. II.5.2 Sifat Kitosan Seperti halnya polisakarida yang lain kitosan mempunyai sifat dapat terbiodegradasi, dan tidak beracun. Selain itu kitosan mempunyai kemampuan untuk dibuat film. Sifat fisik kitosan yang lain adalah : - Kitosan merupakan senyawa yang tidak larut dalam air, tetapi larut dalam pelarut organik membentuk larutan viskos pada p < 6,5. - Mempunyai massa molekul yang cukup tinggi yaitu sekitar 3x10 5 dan mempunyai rantai molekul yang linier. 25

19 - Kitosan mempunyai gugus reaktif amina dan hidroksil. - Kitosan mempunyai sifat biokompatibel dan bersifat anti bakteri Sifat kimia kitosan mirip dengan polisakarida yang lain. Sifat kimia yang spesifik dari kitosan adalah kelarutannya dalam larutan asam asetat 2% dan asam formiat. Karakteristik penting dari kitosan adalah massa molekul dan derajat deasetilasi yang sangat mempengaruhi sifat fisik kitosan (Rinaudo 2006) II.5.3 Massa Molekul Kitosan asil Proses Deasetilasi Massa molekul merupakan parameter yang cukup penting dalam penggunaan ataupun sintesis polimer. Massa molekul kitosan bergantung pada sumber kitosan dan proses deasetilasi. Pada penggunaannya sebagai zat fungsional dalam industri tekstil, massa molekul kitosan tidak boleh terlalu tinggi, dengan tujuan agar molekul kitosan dapat lebih mudah masuk ke dalam susunan rantai molekul polimer tekstil. Pengukuruan massa molekul kitosan dapat dilakukan dengan beberapa cara misalnya light scattering, gel permeation chromatography dan yang paling sederhana dan mudah dilakukan adalah dengan metode pengukuran massa molekul rata-rata viskositas. Pengukuran viskositas relatif larutan polimer dilakukan pada berbagai konsentrasi polimer yang sangat encer yaitu sekitar 5 g/l (Malcolm 1989). Viskositas relatif adalah perbandingan viskositas larutan terhadap viskositas pelarut. Untuk konsentrasi yang cukup encer, perbandingan viskositas larutan akan sebanding dengan perbandingan waktu alir sejumlah volume larutan melalui kapiler yang panjangnya sama. Dari viskositas relatif dapat dihitung viskositas intrinsik melalui persamaan : η rel η t = = η o t o...(ii.4) η ηo t to ηsp = = = ηrel 1 ηo to...( II.5) 26

20 ηsp [ η] = 0...( II.6) Pengukuran massa molekul berdasarkan viskositas dapat dilakukan dengan menggunakan persamaan Mark ouwink (Malcolm, 1989) [ η ] = K Mv a...(ii.7) η rel merupakan viskositas relatif, η sp adalah viskositas spesifik dan [ η ] adalah viskositas intrinsik. K dan a merupakan konstanta Mark ouwink, nilai K dan a bergantung pada pelarut yang digunakan. (Robert, 1992, Kasaai, 2006). ilai K dan a pada beberapa sistim pelarut disajikan pada Tabel II.2 Tabel II.2 ilai K dan a dari persamaan Mark ouwink untuk larutan Kitosan (Kasaai, 2007 ) o Sistim Pelarut K(cm 3 g -1 ) a 1 0,2M 3 / 0,1M al/ 4M Urea 8,93 x , ,1M 3 / 0,2M al 0,33M 3 / 0,3M al 1,81 x ,41 x ,93 1,02 Pengukuran massa molekul kitosan sangat diperlukan untuk mensintesis turunan kitosan, karena massa molekul akan sangat mempengaruhi sifat hasil sintesis. Penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa massa molekul kitosan mempengaruhi sifat anti bakteri yang dihasilkan (o. et al, 2002). Penelitian sebelumnya melaporkan bahwa sifat anti bakteri yang tinggi terletak pada massa molekul 5000 sampai Dalton (Kumar et al, Shon, 2001). an et al (2006) melaporkan sifat anti bakteri yang cukup baik diperoleh pada kisaran massa molekul 7000 Dalton. Semakin besar massa molekul akan menaikkan sifat anti bakteri sampai pada massa molekul tertentu, kemudian mengalami penurunan 27

21 kembali (Zheng et al, 2003). Penelitian sebelumnya menjelaskan bahwa sampai massa molekul kitosan sebesar 9000 Dalton, sifat anti bakteri semakin baik seiring dengan kenaikan jumlah gugs 2. Pada massa molekul di atas 9000 Dalton, sifat anti bakteri mengalami penurunan (Liu, 2001). al ini disebabkan terlalu banyak gugus amina pada rantai polimer menimbulkan adanya ikatan hidrogen antar molekul sehingga sulit untuk mengikat permukaan sel bakteri akibatnya aktifitas bakterinyapun berkurang. II.5.4 Kelarutan Kitosan Kelarutan kitosan merupakan sifat yang penting dalam aplikasi polimer. Kelarutan suatu polimer dalam pelarut bergantung pada nilai parameter kelarutan. Pada suatu sistim biner entalpi larutan Δ mix dinyatakan dalam hubungan (Malcolm, 1989) : Δ mix = V mix ( δ 1 - δ 2 ) 2 φ 1 φ 2...(II.8) Dengan δ 1 dan δ 2 merupakan parameter kelarutan dari polimer dan pelarut, φ 1 dan φ 2 merupakan fraksi volume dan V mix merupakan volume total kedua campuran. Suatu proses pelarutan berhubungan dengan energi bebas yang dinyatakan dalam persamaan ΔG = Δ - TΔS...(II.9) Agar polimer dapat larut maka ΔG harus negatif atau Δ harus sekecil mungkin sehingga (δ 1 - δ 2 ) 2 harus sekecil mungkin atau dapat dikatakan nilai δ 1 sama atau mendekati δ 2. ilai parameter kelarutan dari polimer turunan selulosa dan beberapa pelarut yang mempunyai nilai parameter mendekati polimer disajikan pada Tabel II.3 Pelarut yang umumnya digunakan untuk kitosan adalah asam asetat 2%. Penggunaan campuran asam asetat 2% dengan metanol akan memberikan kelarutan yang lebih baik (irano, 2003). Karena nilai parameter kelarutannya semakin kecil perbedaannya. 28

22 Tabel II.3 ilai parameter kelarutan dari turunan selulosa, kitosan dan beberapa pelarut (Brandup, 1975 dan Ravindra, 1998) o Polimer / pelarut Selulosa asetat Selulosa asetat butirat Etil selulosa itroselulosa Kitosan Asam asetat Metanol Dimetilformamida Parameter kelarutan (cal cm- 3 ) ½ 9,9 14,7 8,5 14,7 8,5 10,8 7,8 14,7 18,4 20,1 10,1 14,5 12,1 Untuk mendapatkan kitosan yang dapat larut dalam air dapat dilakukan dengan cara mendegradasi rantai polimer sehingga dihasilkan oligokitosan yang larut dalam air (Qin, et al. 2006). Kitosan dapat larut dalam air dalam berbagai kisaran p jika massa molekul kitosan kurang dari 1500 Dalton (Li, et al., 2006). Jika diinginkan massa molekul yang cukup besar tetapi larut dalam air dapat dilakukan modifikasi kitosan dengan gugus yang bersifat hidrofil seperti yang dilakukan oleh Park dkk. (2000), yang mensubstitusi gugus hidroksil dari kitosan dengan propilena oksida. II.5.5 Sifat Anti Bakteri Dari Kitosan Kitosan merupakan polimer linier glukosamin hasil hidrolisis dari kitin yang banyak terdapat pada kulit binatang laut berkulit keras seperti udang dan kepiting (Muzzarelli 1977, Rinaudo, 2006). Senyawa aminoglukosida telah lama digunakan sebagai zat antibiotik dalam dunia kedokteran (ordeiro, et al., 2001). Adanya gugus amina pada kitosan dapat menghambat pertumbuhan bakteri dengan mengikat muatan negatif dari dinding sel bakteri (Liu, 2001). Beberapa penelitian menyebutkan sifat anti bakteri dari kitosan disebabkan karena pertama pengikatan sitoplasma oleh gugus amina yang menyebabkan terganggunya susunan sel sehingga mengakibatkan kematian pada bakteri (Liu, et al., 2006), dan yang kedua adalah pembentukan lapisan kitosan pada permukaan sel 29

23 membran, sehingga menghalangi keluar masuknya cairan sel, yang mengakibatkan terganggunya metabolisme dan terjadinya denaturasi protein yang berakibat kematian bakteri (Dessen 2004). Liu et al, (2006) dan Li et al (2007) pada penelitiannya menjelaskan mekanisme antibakteri kitosan terhadap Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. Terjadinya interaksi antara kitosan dengan permukaan sel membran Staphylococcus aureus menyebabkan terjadinya kerusakan sel membran yang berakibat matinya sel Staphylococcus aureus seperti yang digambarkan pada Gambar II.17. (a) Gambar II.17 Foto mikrograf (a) Staphylococcus aureus sebelum interaksi dengan kitosan, (b) Staphylococcus aureus sesudah interaksi dengan kitosan (Li, Y. et al,2007). (b) Pengujian terhadap Escherichia coli menggambarkan mekanisme yang berbeda, pada gram negatif menunjukkan terhambatnya sintesis RA dan protein yang berakibat matinya sel Escherichia coli (hung,y,., 2004). Terjadinya kerusakan sel Escherichia coli setelah perlakuan dengan kitosan ditunjukkan pada Gambar II

24 (a) Gambar II.18 Foto mikrograf (a) Escherichia coli sebelum interaksi dengan kitosan, (b) Escherichia coli sesudah interaksi dengan kitosan (hung,y,., 2004). (b) II.6 Modifikasi Kitosan Modifikasi kitosan telah banyak dilakukan oleh berbagai kelompok penelitian melalui proses asetilasi atau alkilasi untuk mensubstitusi gugus hidroksil atau amina dari kitosan. Umumnya kitosan termodifikasi digunakan dalam dunia medis dan sebagai pengikat logam berat dalam pengolahan limbah cair. Galo, et al. (2002) telah mensintesis turunan kitosan dengan etil dan metil kloro format menghasilkan kitosan alkil karbamat yang digunakan untuk mencegah kerusakan akibat timbulnya bakteri pada hasil panen biji bijian. irano, et al. (2003) melakukan asilasi kitosan dengan anhidrida asetat, propionat dan heksanoat untuk mendapatkan kelarutan yang memadai. Pada penelitian ini menunjukkan bahwa semakin tinggi derajat substitusi akan dihasilkan asil kitosan yang sukar larut dalam air. Merkovich, et al. (2001) memodifikasi kitosan dengan glutarat aldehid untuk meningkatkan sifat mekanik dari film kitosan. momura, et al. (2003) memodifikasi kitosan dengan aldehid untuk memperoleh kelarutan yang lebih baik dan kemampuan untuk dikombinasikan dengan polimer lain. Aplikasi hasil penelitian ini digunakan sebagai media pengikat logam palladium. Wang, et al. (2003) melakukan modifikasi kitosan dengan poliakrilat untuk meningkatkan kemampuan kitosan mengikat logam. Rekso (2005) dalam disertasinya melakukan pencakokan asam metakrilat pada kitosan untuk 31

25 menghasilkan zat pengkelat logam ion. asil penelitiannya menunjukkan terjadinya kenaikkan kemampuan mengikat logam dari turunan kitosan. Meifang, et al. (2006) mencakokkan polietilenaglikol pada kitosan untuk mendapatkan struktur berpori pada aplikasi teknologi membran. Guinesi, et al. (2006) mensubstitusi kitosan dengan salisilat aldehid untuk mendapatkan sifat anti bakteri dan mempelajari sifat termal dari hasil sintesis, dan hasilnya menunjukkan kestabilan termal turunan kitosan lebih rendah dibandingkan kitosan. Mallika, et al. (2006), melakukan modifikasi kitosan dengan polivinilpirolidon untuk memperbaiki sifat mekanik film yang dihasilkan dari pencampuran kedua polimer tersebut. Tikhonov, et al. (2006) mensintesis turunan kitosan dengan dodec-2-enyl succinoil untuk mempelajari aktivitas antibakteri pada beberapa jenis bakteri, yang menunjukkan bahwa derajat substitusi mempengaruhi aktivitas antibakteri pada beberapa jenis bakteri yang berbeda. Li, et al., (2007) memodifikasi kitosan dengan isobutil untuk meningkatkan sifat kelarutan polimer dalam air dan mempelajari sifat sitotoksin serta kemampuan didegradasinya. asil modifikasi menunjukkan kemampuan biodegradasi yang lebih baik dan efek sitotoksin yang tidak berbeda dibandingkan kitosan. II.7 Esterifikasi Kitosan dengan Turunan Karboksilat Esterifikasi kitosan dengan turunan karboksilat dilakukan pada fasa homogen. Kitosan dilarutkan dalam asam asetat 2% dan metanol dengan perbandingan volume 1:1. ampuran metanol dan asam asetat 2% akan menyebabkan rantai + molekul kitosan teregang dan gugus amina terionkan menjadi gugus 3 (irano, et al., Kurita, et al., 1977). Reaksi pada fasa homogen memudahkan reaksi substitusi pada gugus amina terdistribusi secara heterogen (Kurita, et al., 1977). Gugus karboksilat dapat tersubstitusi pada gugus amina karena gugus amina lebih bersifat nukleofilik dibandingkan dengan gugus hidroksil. Jika konsentrasi karboksilat berlebih selain tersubstitusi pada gugus amina, gugus karboksilat juga dapat tersubstitusi pada gugus hidroksil primer dari kitosan. Reaksi esterifikasi kitosan dengan turunan karboksilat ditunjukkan Gambar II

26 - ( 2 ) n ( 2 )n -( 2 )n ( 2 )n 2 -( 2 )n Gambar II.19 Reaksi substitusi gugus karboksilat pada gugus amina dan hidroksil dari kitosan. II.8 Esterifikasi Kain Kapas dengan Kitosan Karboksilat Esterifikasi kain kapas dengan kitosan karboksilat dimaksudkan untuk memanfaatkan kitosan sebagai zat anti bakteri dan gugus karboksilat sebagai zat pengikat silang (rosslinking Agent). Pelapisan kain kapas dengan kitosan amonium kuartener dapat memberikan sifat anti bakteri pada kain kapas tetapi sifatnya tidak permanen, sifat anti bakteri hilang setelah dua kali pencucian berulang (Kim,1998). Kitosan karboksilat mempunyai gugus karboksilat yang dapat berikatan dengan gugus hidroksil primer dari selulosa pada kain kapas. Mekanisme ikatan yang terjadi melalui reaksi esterifikasi. Temperatur yang cukup tinggi sekitar 150 o sampai 170 o diperlukan untuk dapat mengatasi rintangan sterik yang mungkin terjadi. (Tao, et al., 1998). Proses esterifikasi kapas dengan kitosan karboksilat akan menghasilkan kapas kitosan karboksilat yang mempunyai sifat anti bakteri. al ini disebabkan adanya senyawa kitosan yang berikatan dengan kapas, sehingga kain kapas akan mempunyai sifat anti bakteri yang permanen. II.9 Penggunaan Kitosan Pada Tekstil Kitosan banyak digunakan dalam industri, terutama dalam industri farmasi dan pengolahan limbah cair sebagai zat pengikat logam. Penggunaan kitosan dalam 33

27 industri tekstil telah dilakukan dalam proses pencelupan dan proses finishing (Lim & udson, 2003). Perlakuan kain kapas dengan kitosan dapat menaikkan kerataan warna pada kain kapas yang dicelup dengan zat warna reaktif tetapi tidak meningkatkan ketahanan luntur warna terhadap pencucian (Rippon, 1984). ktem (2003) telah memperlihatkan pengaruh perlakuan kitosan pada kain kapas. Perlakuan kapas dengan kitosan 5% dapat menaikkan absorpsi zat warna. al ini disebabkan karena adanya gugus hidroksil yang dimiliki kitosan. asil pencelupan menunjukkan warna yang lebih tua, tetapi mempunyai ketahanan luntur warna yang relatif rendah. Kitosan juga telah digunakan untuk memperbaiki sifat anti mengkerut pada serat wol (Julia, 2000, Rybicki, et al, 2000). Serat kitosan selain dapat digunakan untuk benang operasi juga digunakan sebagai penyaring air minum untuk menghilangkan bau klor (Van Luyen, 1993). Kitosan dapat digunakan sebagai bahan baku untuk zat anti bakteri pada tekstil (Ramachandran, et al. 2004). Penggunaan kitosan sebagai senyawa antibakteri pada bahan kapas menunjukkan sifat anti bakteri yang tidak permanen (Shin, et al, 2001, Lee, et al., 1999, Seong, 1999). Modifikasi kitosan untuk senyawa anti bakteri pada material tekstil oleh Kim, et al (1998) dan Seong, (2000), hasilnya menunjukkan turunan kitosan dapat meningkatkan sifat anti bakteri pada material tekstil, tetapi efek anti bakteri ini tidak bersifat permanen. al ini disebabkan tidak adanya ikatan kimia antara turunan kitosan dengan selulosa. Pencampuran kitosan mikrokristalin pada pembuatan serat rayon viskosa dapat meningkatkan sifat anti bakteri Staphylococcus aureus pada serat rayon (Seo, dari ousiainen, P., 2002). 34

BAB I Pendahuluan I.1 Deskripsi Penelitian dan Latar Belakang

BAB I Pendahuluan I.1 Deskripsi Penelitian dan Latar Belakang BAB I Pendahuluan I.1 Deskripsi Penelitian dan Latar Belakang Material tekstil dari serat selulosa merupakan material tekstil yang banyak diminati dibanding material tekstil lainnya. Hal ini disebabkan

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 asil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Polistiren Sintesis polistiren dilakukan dalam reaktor polimerisasi dengan suasana vakum. al ini bertujuan untuk menghindari terjadinya kontak dengan udara karena stiren

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1 Isolasi Kitin dan Kitosan Isolasi kitin dan kitosan yang dilakukan pada penelitian ini mengikuti metode isolasi kitin dan kitosan dari kulit udang yaitu meliputi tahap deproteinasi,

Lebih terperinci

PENELITIAN PEMBUATAN KAIN ANTIBAKTERI MENGGUNAKAN KITOSAN

PENELITIAN PEMBUATAN KAIN ANTIBAKTERI MENGGUNAKAN KITOSAN PENELITIAN PEMBUATAN KAIN ANTIBAKTERI MENGGUNAKAN KITOSAN Wiwin Winiati, Cica Kasipah, Wulan Septiani, Rizka Yulina, Eva Novarini ZAT ANTIBAKTERI UNTUK TEKSTIL Existing : Senyawa fenol, organo logam, turunan

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Polistiren Polistiren disintesis dari monomer stiren melalui reaksi polimerisasi adisi dengan inisiator benzoil peroksida. Pada sintesis polistiren ini, terjadi tahap

Lebih terperinci

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan Bab IV asil Penelitian dan Pembahasan IV.1 Isolasi Kitin dari Limbah Udang Sampel limbah udang kering diproses dalam beberapa tahap yaitu penghilangan protein, penghilangan mineral, dan deasetilasi untuk

Lebih terperinci

Gambar IV 1 Serbuk Gergaji kayu sebelum ekstraksi

Gambar IV 1 Serbuk Gergaji kayu sebelum ekstraksi Bab IV Pembahasan IV.1 Ekstraksi selulosa Kayu berdasarkan struktur kimianya tersusun atas selulosa, lignin dan hemiselulosa. Selulosa sebagai kerangka, hemiselulosa sebagai matrik, dan lignin sebagai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hidrogel yang terbuat dari polisakarida alami sudah secara luas di teliti dalam bidang farmasi dan kesehatan, seperti rekayasa jaringan, penghantaran obat, imobilisasi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pembuatan Kitosan 4.1.1 Penyiapan Perlakuan Sampel Langkah awal yang dilakukan dalam proses isolasi kitin adalah dengan membersikan cangkang kepiting yang masih mentah

Lebih terperinci

4 Hasil dan pembahasan

4 Hasil dan pembahasan 4 Hasil dan pembahasan 4.1 Sintesis dan Pemurnian Polistiren Pada percobaan ini, polistiren dihasilkan dari polimerisasi adisi melalui reaksi radikal dengan inisiator benzoil peroksida (BPO). Sintesis

Lebih terperinci

Hasil dan Pembahasan

Hasil dan Pembahasan Bab 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Polimer Benzilkitosan Somorin (1978), pernah melakukan sintesis polimer benzilkitin tanpa pemanasan. Agen pembenzilasi yang digunakan adalah benzilklorida. Adapun

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan 4.1 Tahap Sintesis Biodiesel Pada tahap sintesis biodiesel, telah dibuat biodiesel dari minyak sawit, melalui reaksi transesterifikasi. Jenis alkohol yang digunakan adalah metanol,

Lebih terperinci

Hasil dan Pembahasan

Hasil dan Pembahasan Bab 4 asil dan Pembahasan 4.1 Pembuatan dan Kitosan Kulit udang yang digunakan sebagai bahan baku kitosan terdiri atas kepala, badan, dan ekor. Tahapan-tahapan dalam pengolahan kulit udang menjadi kitosan

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Pemisahan senyawa total flavanon 4.1.1.1 Senyawa GR-8 a) Senyawa yang diperoleh berupa padatan yang berwama kekuningan sebanyak 87,7 mg b) Titik leleh: 198-200

Lebih terperinci

SERAT ALAMI DAN SERAT BUATAN (SINTETIS) SERAT ALAMI DAN SERAT BUATAN (SINTETIS)

SERAT ALAMI DAN SERAT BUATAN (SINTETIS) SERAT ALAMI DAN SERAT BUATAN (SINTETIS) SERAT ALAMI DAN SERAT BUATAN (SINTETIS). SERAT ALAMI DAN SERAT BUATAN (SINTETIS) Pengertian serat. SERAT adalah suatu benda yang berbanding panjang diameternya sangat besar sekali. asal serat bahan tekstil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kitosan dihasilkan dari kitin dan mempunyai struktur kimia yang sama

BAB I PENDAHULUAN. Kitosan dihasilkan dari kitin dan mempunyai struktur kimia yang sama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kitosan dihasilkan dari kitin dan mempunyai struktur kimia yang sama dengan kitin, terdiri dari rantai molekul yang panjang dan berat molekul yang tinggi. Adapun perbedaan

Lebih terperinci

2. Tinjauan Pustaka Sel Bahan Bakar (Fuel Cell)

2. Tinjauan Pustaka Sel Bahan Bakar (Fuel Cell) 2. Tinjauan Pustaka 2.1 2.1 Sel Bahan Bakar (Fuel Cell) Sel bahan bakar merupakan salah satu solusi untuk masalah krisis energi. Sampai saat ini, pemakaian sel bahan bakar dalam aktivitas sehari-hari masih

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1. Sintesis Polistiren Sintesis polistiren yang diinginkan pada penelitian ini adalah polistiren yang memiliki derajat polimerisasi (DPn) sebesar 500. Derajat polimerisasi ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bahan makanan pada umumnya sangat sensitif dan mudah mengalami penurunan kualitas karena faktor lingkungan, kimia, biokimia, dan mikrobiologi. Penurunan kualitas bahan

Lebih terperinci

2.6.4 Analisis Uji Morfologi Menggunakan SEM BAB III METODOLOGI PENELITIAN Alat dan Bahan Penelitian Alat

2.6.4 Analisis Uji Morfologi Menggunakan SEM BAB III METODOLOGI PENELITIAN Alat dan Bahan Penelitian Alat DAFTAR ISI ABSTRAK... i ABSTRACK... ii KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... v DAFTAR LAMPIRAN... vii DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR ISTILAH... x BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Membran adalah sebuah penghalang selektif antara dua fase. Membran memiliki ketebalan yang berbeda- beda, ada yang tebal dan ada juga yang tipis. Ditinjau dari bahannya,

Lebih terperinci

KIMIA. Sesi HIDROKARBON (BAGIAN II) A. ALKANON (KETON) a. Tata Nama Alkanon

KIMIA. Sesi HIDROKARBON (BAGIAN II) A. ALKANON (KETON) a. Tata Nama Alkanon KIMIA KELAS XII IPA - KURIKULUM GABUNGAN 16 Sesi NGAN HIDROKARBON (BAGIAN II) Gugus fungsional adalah sekelompok atom dalam suatu molekul yang memiliki karakteristik khusus. Gugus fungsional adalah bagian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Pembuatan Pulp dari Serat Daun Nanas

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Pembuatan Pulp dari Serat Daun Nanas BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pembuatan Pulp dari Serat Daun Nanas Pembuatan pulp dari serat daun nanas diawali dengan proses maserasi dalam akuades selama ±7 hari. Proses ini bertujuan untuk melunakkan

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Pembuatan Nata-de-coco Pada pembuatan nata-de-coco, digunakan air kelapa yang sebelumnya telah disaring dengan kain kasa untuk membersihkan air kelapa dari sisa-sisa kotoran

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KOMPOSISI SAMPEL PENGUJIAN Pada penelitian ini, komposisi sampel pengujian dibagi dalam 5 grup. Pada Tabel 4.1 di bawah ini tertera kode sampel pengujian untuk tiap grup

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan. IV.2.1 Proses transesterifikasi minyak jarak (minyak kastor)

Bab IV Hasil dan Pembahasan. IV.2.1 Proses transesterifikasi minyak jarak (minyak kastor) 23 Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1 Penyiapan Sampel Kualitas minyak kastor yang digunakan sangat mempengaruhi pelaksanaan reaksi transesterifikasi. Parameter kualitas minyak kastor yang dapat menjadi

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Polistiren Polistiren disintesis melalui polimerisasi dari monomer (stiren). Polimerisasi ini merupakan polimerisasi radikal, dengan pusat aktif berupa radikal bebas.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kolesterol adalah suatu molekul lemak di dalam sel yang terdiri atas LDL

BAB I PENDAHULUAN. Kolesterol adalah suatu molekul lemak di dalam sel yang terdiri atas LDL BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kolesterol adalah suatu molekul lemak di dalam sel yang terdiri atas LDL (low density lipoprotein), HDL (high density lipoprotein), total kolesterol dan trigliserida.

Lebih terperinci

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam klorida 0,1 N. Prosedur uji disolusi dalam asam dilakukan dengan cara

Lebih terperinci

Gambar 2 Penurunan viskositas intrinsik kitosan setelah hidrolisis dengan papain.

Gambar 2 Penurunan viskositas intrinsik kitosan setelah hidrolisis dengan papain. 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh konsentrasi papain terhadap hidrolisis kitosan Pengaruh papain dalam menghidrolisis kitosan dapat dipelajari secara viskometri. Metode viskometri merupakan salah satu

Lebih terperinci

BIOKIMIA Kuliah 2 KARBOHIDRAT

BIOKIMIA Kuliah 2 KARBOHIDRAT BIOKIMIA Kuliah 2 KARBOHIDRAT 1 2 . 3 . 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 Biokimia Kuliah 2 POLISAKARIDA 17 POLISAKARIDA Sebagian besar karbohidrat dalam bentuk polisakarida. Suatu polisakarida berbeda

Lebih terperinci

3 Metodologi Penelitian

3 Metodologi Penelitian 3 Metodologi Penelitian Prosedur penelitian ini terdiri dari beberapa tahap, tahap pertama sintesis kitosan yang terdiri dari isolasi kitin dari kulit udang, konversi kitin menjadi kitosan. Tahap ke dua

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Polistirena Polistirena disintesis melalui polimerisasi adisi radikal bebas dari monomer stirena dan benzoil peroksida (BP) sebagai inisiator. Polimerisasi dilakukan

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 14 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan glukosamin hidroklorida (GlcN HCl) pada penelitian ini dilakukan melalui proses hidrolisis pada autoklaf bertekanan 1 atm. Berbeda dengan proses hidrolisis glukosamin

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1 Metoda Sintesis Membran Kitosan Sulfat Secara Konvensional dan dengan Gelombang Mikro (Microwave) Penelitian sebelumnya mengenai sintesis organik [13] menunjukkan bahwa jalur

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar Asetil (ASTM D )

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar Asetil (ASTM D ) 5 Kadar Asetil (ASTM D-678-91) Kandungan asetil ditentukan dengan cara melihat banyaknya NaH yang dibutuhkan untuk menyabunkan contoh R(-C-CH 3 ) x xnah R(H) x Na -C-CH 3 Contoh kering sebanyak 1 g dimasukkan

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan Dalam penelitian tugas akhir ini dibuat membran bioreaktor ekstrak kasar enzim α-amilase untuk penguraian pati menjadi oligosakarida sekaligus sebagai media pemisahan hasil penguraian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kitosan merupakan kitin yang dihilangkan gugus asetilnya dan termasuk

BAB I PENDAHULUAN. Kitosan merupakan kitin yang dihilangkan gugus asetilnya dan termasuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kitosan merupakan kitin yang dihilangkan gugus asetilnya dan termasuk kelompok senyawa polisakarida, dimana gugus asetilnya telah hilang sehingga menyisakan gugus amina

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 6 HASIL DAN PEMBAHASAN Karboksimetil selulosa (CMC) merupakan salah satu turunan selulosa yang disebut eter selulosa (Nevell dan Zeronian 1985). CMC dapat larut di dalam air dingin dan air panas dan menghasilkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. industri tapioka, yaitu : BOD : 150 mg/l; COD : 300 mg/l; TSS : 100 mg/l; CN - :

BAB I PENDAHULUAN. industri tapioka, yaitu : BOD : 150 mg/l; COD : 300 mg/l; TSS : 100 mg/l; CN - : BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Industri tapioka merupakan industri rumah tangga yang memiliki dampak positif bila dilihat dari segi ekonomis. Namun dampak pencemaran industri tapioka sangat dirasakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap diazinon, terlebih dahulu disintesis adsorben kitosan-bentonit mengikuti prosedur yang telah teruji (Dimas,

Lebih terperinci

PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Kombinasi Protein Koro Benguk dan Karagenan Terhadap Karakteristik Mekanik (Kuat Tarik dan Pemanjangan)

PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Kombinasi Protein Koro Benguk dan Karagenan Terhadap Karakteristik Mekanik (Kuat Tarik dan Pemanjangan) 4. PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Kombinasi Protein Koro Benguk dan Karagenan Terhadap Karakteristik Mekanik (Kuat Tarik dan Pemanjangan) Karakteristik mekanik yang dimaksud adalah kuat tarik dan pemanjangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terdiri dari lautan yang menghasilkan berbagai macam hasil perikanan yang terus

BAB I PENDAHULUAN. terdiri dari lautan yang menghasilkan berbagai macam hasil perikanan yang terus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara maritim, sebagian besar wilayah Indonesia terdiri dari lautan yang menghasilkan berbagai macam hasil perikanan yang terus meningkat setiap

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian Penelitian ini dilakukan dalam tiga tahap yaitu, tahap isolasi kitin yang terdiri dari penghilangan protein, penghilangan mineral, tahap dua pembuatan kitosan dengan deasetilasi

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. mengoksidasi lignin sehingga dapat larut dalam sistem berair. Ampas tebu dengan berbagai perlakuan disajikan pada Gambar 1.

PEMBAHASAN. mengoksidasi lignin sehingga dapat larut dalam sistem berair. Ampas tebu dengan berbagai perlakuan disajikan pada Gambar 1. PEMBAHASAN Pengaruh Pencucian, Delignifikasi, dan Aktivasi Ampas tebu mengandung tiga senyawa kimia utama, yaitu selulosa, lignin, dan hemiselulosa. Menurut Samsuri et al. (2007), ampas tebu mengandung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ginjal merupakan organ utama yang berfungsi menyaring zat sisa metabolisme tubuh yang harus dikeluarkan melalui ekskresi (Vanholder, 1992). Senyawa sisa metabolit tersebut

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI digilib.uns.ac.id Pembuatan Kitosan dari Cangkang Keong Mas untuk Adsorben Fe pada Air BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka A.1. Keong mas Keong mas adalah siput sawah yang merupakan salah satu hama

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pelarut dengan penambahan selulosa diasetat dari serat nanas. Hasil pencampuran

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pelarut dengan penambahan selulosa diasetat dari serat nanas. Hasil pencampuran 37 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sampel plastik layak santap dibuat dari pencampuran pati tapioka dan pelarut dengan penambahan selulosa diasetat dari serat nanas. Hasil pencampuran ini diperoleh 6 sampel

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Total Fenolat Senyawa fenolat merupakan metabolit sekunder yang banyak ditemukan pada tumbuh-tumbuhan, termasuk pada rempah-rempah. Kandungan total fenolat dendeng sapi yang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberculosis (TB) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis (Mutschler, 1991). Tuberculosis (TB) menyebar antar individu terutama

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa ini penggunaan plastik di Indonesia sebagai bahan kemasan pangan untuk memenuhi kebutuhan sehari hari sangat besar (mencapai 1,9 juta ton di tahun 2013) (www.kemenperin.go.id),

Lebih terperinci

KIMIA. Sesi. Polimer A. PENGELOMPOKAN POLIMER. a. Berdasarkan Asalnya

KIMIA. Sesi. Polimer A. PENGELOMPOKAN POLIMER. a. Berdasarkan Asalnya KIMIA KELAS XII IPA - KURIKULUM GABUNGAN 19 Sesi NGAN Polimer Polimer adalah suatu senyawa raksasa yang tersusun dari molekul kecil yang dirangkai berulang yang disebut monomer. Polimer merupakan kelompok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Limbah dari berbagai industri mengandung zat pewarna berbahaya, yang harus dihilangkan untuk menjaga kualitas lingkungan. Limbah zat warna, timbul sebagai akibat langsung

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Distanoksan Sintesis distanoksan dilakukan dengan mencampurkan dibutiltimah(ii)oksida dan dibutiltimah(ii)klorida (Gambar 3.2). Sebelum dilakukan rekristalisasi, persen

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0 37 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini sampel komposit hidroksiapatit-gelatin dibuat menggunakan metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0 hari, 1 hari, 7 hari

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1 Analisis Sintesis PS dan Kopolimer PS-PHB Sintesis polistiren dan kopolimernya dengan polihidroksibutirat pada berbagai komposisi dilakukan dengan teknik polimerisasi radikal

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar belakang. digunakan pada industri antara lain sebagai polimer pada industri plastik cetakan

PENDAHULUAN. Latar belakang. digunakan pada industri antara lain sebagai polimer pada industri plastik cetakan PENDAHULUAN Latar belakang Selulosa asetat merupakan salah satu jenis polimer yang penting dan banyak digunakan pada industri antara lain sebagai polimer pada industri plastik cetakan (moulding), film

Lebih terperinci

Isolasi dan Identifikasi Mikroorganisme Penghasil Enzim Kitinase Termofil pada Permandian Air Panas Prataan, Tuban Steven Yasaputera, Tjandra Pantjajani, Ruth Chrisnasari * Departemen Biologi, Fakultas

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan 19 Bab IV Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Biodiesel Minyak jelantah semula bewarna coklat pekat, berbau amis dan bercampur dengan partikel sisa penggorengan. Sebanyak empat liter minyak jelantah mula-mula

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Berdasarkan penelitian diperoleh hasil kadar ikan kembung yang diawetkan dengan garam dan khitosan ditunjukkan pada tabel 4.1. Tabel 4.1 Hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi mendorong pesatnya perkembangan di berbagai sektor kehidupan manusia terutama sektor industri. Perkembangan

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1. Sintesis Polistiren (PS) Pada proses sintesis ini, benzoil peroksida berperan sebagai suatu inisiator pada proses polimerisasi, sedangkan stiren berperan sebagai monomer yang

Lebih terperinci

4 Pembahasan Degumming

4 Pembahasan Degumming 4 Pembahasan Proses pengolahan biodiesel dari biji nyamplung hampir sama dengan pengolahan biodiesel dari minyak sawit, jarak pagar, dan jarak kepyar. Tetapi karena biji nyamplung mengandung zat ekstraktif

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. ANALISIS BAHAN BAKU Analisis bahan baku bertujuan untuk mengetahui karakteristik bahan baku yang digunakan pada penelitian utama. Parameter yang digunakan untuk analisis mutu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ion-ion logam, khususnya logam berat yang terlepas ke lingkungan sangat berbahaya bagi kesehatan. Ion-ion logam berat pada konsentrasi rendah dapat terakumulasi

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Pembuatan Membran 4.1.1 Membran PMMA-Ditizon Membran PMMA-ditizon dibuat dengan teknik inversi fasa. PMMA dilarutkan dalam kloroform sampai membentuk gel. Ditizon dilarutkan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan karakteristik dilakukan untuk mengetahui kebenaran identitas zat yang digunakan. Dari hasil pengujian, diperoleh karakteristik zat seperti yang tercantum

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 SERAT KELAPA (COCONUT FIBER) Serat kelapa yang diperoleh dari bagian terluar buah kelapa dari pohon kelapa (cocus nucifera) termasuk kedalam anggota keluarga Arecaceae (family

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 19 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penelitian Tahap Pertama Tahap pertama penelitian ini dilakukan untuk mengetahui mutu kitosan komersil yang digunakan, antara lain meliputi kadar air, kadar abu, kadar nitrogen,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN BAB I. 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN BAB I. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nanofiber merupakan fiber (serat) berukuran submikron hingga skala nanometer. Sebagai bidang riset yang baru, teknologi nanofiber memiliki potensi aplikasi sebagai

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1. Kertas Tanpa Aditif 4.1.1. Pembuatan kertas Metode pembuatan kertas dilakukan berdasarkan hasil optimasi dari penelitian sebelumnya (Wisastra, 2007) dengan modifikasi tanpa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar belakang I.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN Limbah cair yang mengandung zat warna telah banyak dihasilkan oleh beberapa industri domestik seperti industri tekstil dan laboratorium kimia. Industri-industri tekstil

Lebih terperinci

MAKALAH PROGRAM PPM PEMUTIHAN SERAT ECENG GONDOK. Oleh: Kun Sri Budiasih, M.Si NIP Jurusan Pendidikan Kimia Fakultas MIPA

MAKALAH PROGRAM PPM PEMUTIHAN SERAT ECENG GONDOK. Oleh: Kun Sri Budiasih, M.Si NIP Jurusan Pendidikan Kimia Fakultas MIPA MAKALAH PROGRAM PPM PEMUTIHAN SERAT ECENG GONDOK Oleh: Kun Sri Budiasih, M.Si NIP.19720202 200501 2 001 Jurusan Pendidikan Kimia Fakultas MIPA UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2011 I. Pendahuluan Pemutihan

Lebih terperinci

TINGKATAN KUALISTAS KITOSAN HASIL MODIFIKASI PROSES PRODUKSI. Abstrak

TINGKATAN KUALISTAS KITOSAN HASIL MODIFIKASI PROSES PRODUKSI. Abstrak TINGKATAN KUALISTAS KITOSAN HASIL MODIFIKASI PROSES PRODUKSI Pipih suptijah* ) Abstrak Kitosan adalah turunan dari kitin yang merupakan polimer alam terdapat pada karapas/ limbah udang sekitar 10 % - 25%.

Lebih terperinci

1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULAN

1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULAN BAB 1 PENDAHULAN 1.1. Latar Belakang Pangan yang bersumber dari hasil ternak termasuk produk pangan yang cepat mengalami kerusakan. Salah satu cara untuk memperkecil faktor penyebab kerusakan pangan adalah

Lebih terperinci

= nilai pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ = rataan umum α i ε ij

= nilai pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ = rataan umum α i ε ij 5 Pengujian Sifat Binderless MDF. Pengujian sifat fisis dan mekanis binderless MDF dilakukan mengikuti standar JIS A 5905 : 2003. Sifat-sifat tersebut meliputi kerapatan, kadar air, pengembangan tebal,

Lebih terperinci

16! 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

16! 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 16 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Bahan Baku Chitosan dan Larutan Chitosan-PVA Bahan dasar yang digunakan pada pembuatan film adalah chitosan. Menurut Khan et al. (2002), nilai derajat deasetilasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Plastik adalah bahan yang banyak sekali di gunakan dalam kehidupan manusia, plastik dapat di gunakan sebagai alat bantu yang relative kuat, ringan, dan mempunyai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Selulosa merupakan polisakarida yang berbentuk padatan, tidak berasa, tidak berbau dan terdiri dari 2000-4000 unit glukosa yang dihubungkan oleh ikatan β-1,4 glikosidik

Lebih terperinci

2 Tinjauan Pustaka. 2.1 Polimer. 2.2 Membran

2 Tinjauan Pustaka. 2.1 Polimer. 2.2 Membran 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Polimer Polimer (poly = banyak, meros = bagian) merupakan molekul besar yang terbentuk dari susunan unit ulang kimia yang terikat melalui ikatan kovalen. Unit ulang pada polimer,

Lebih terperinci

Senyawa Alkohol dan Senyawa Eter. Sulistyani, M.Si

Senyawa Alkohol dan Senyawa Eter. Sulistyani, M.Si Senyawa Alkohol dan Senyawa Eter Sulistyani, M.Si sulistyani@uny.ac.id Konsep Dasar Senyawa Organik Senyawa organik adalah senyawa yang sumber utamanya berasal dari tumbuhan, hewan, atau sisa-sisa organisme

Lebih terperinci

Reaksi Esterifikasi. Oleh : Stefanus Dedy ( ) Soegiarto Adi ( ) Cicilia Setyabudi ( )

Reaksi Esterifikasi. Oleh : Stefanus Dedy ( ) Soegiarto Adi ( ) Cicilia Setyabudi ( ) Reaksi Esterifikasi Oleh : Stefanus Dedy (5203011003) Soegiarto Adi (5203011006) Cicilia Setyabudi (5203011014) Macam Reaksi Senyawa Organik Reaksi Substitusi Reaksi penggantian (penukaran) suatu gugus

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Hasil pemeriksaan ciri makroskopik rambut jagung adalah seperti yang terdapat pada Gambar 4.1.

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Hasil pemeriksaan ciri makroskopik rambut jagung adalah seperti yang terdapat pada Gambar 4.1. BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pada awal penelitian dilakukan determinasi tanaman yang bertujuan untuk mengetahui kebenaran identitas botani dari tanaman yang digunakan. Hasil determinasi menyatakan

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Osteoarthritis (OA) 2.2 Glukosamin hidroklorida (GlcN HCl)

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Osteoarthritis (OA) 2.2 Glukosamin hidroklorida (GlcN HCl) 3 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Osteoarthritis (OA) Osteoarthritis yang juga sebagai penyakit degeneratif pada sendi adalah bentuk penyakit radang sendi yang paling umum dan merupakan sumber utama penyebab rasa

Lebih terperinci

REAKSI PENATAAN ULANG. perpindahan (migrasi) tersebut adalah dari suatu atom ke atom yang lain yang

REAKSI PENATAAN ULANG. perpindahan (migrasi) tersebut adalah dari suatu atom ke atom yang lain yang EAKSI PENATAAN ULANG eaksi penataan ulang adalah reaksi penataan kembali struktur molekul untuk membentuk struktur molekul yang baru yang berbeda dengan struktur molekul yang semula. eaksi ini dapat terjadi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. melakukan uji morfologi, Laboratorium Teknik Kimia Ubaya Surabaya. mulai dari bulan Februari 2011 sampai Juli 2011.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. melakukan uji morfologi, Laboratorium Teknik Kimia Ubaya Surabaya. mulai dari bulan Februari 2011 sampai Juli 2011. BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian dilakukan di Laboratorim Fisika Material Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga, Laboratorium Metalurgi ITS Surabaya

Lebih terperinci

3. Metodologi Penelitian

3. Metodologi Penelitian 3. Metodologi Penelitian 3.1 Alat dan bahan 3.1.1 Alat Peralatan gelas yang digunakan dalam penelitian ini adalah gelas kimia, gelas ukur, labu Erlenmeyer, cawan petri, corong dan labu Buchner, corong

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. adalah Timbal (Pb). Timbal merupakan logam berat yang banyak digunakan

PENDAHULUAN. adalah Timbal (Pb). Timbal merupakan logam berat yang banyak digunakan 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah pencemaran lingkungan oleh logam berat cukup membahayakan kehidupan. Salah satu logam berbahaya yang menjadi bahan pencemar tersebut adalah Timbal (Pb). Timbal

Lebih terperinci

3. Metodologi Penelitian

3. Metodologi Penelitian 3. Metodologi Penelitian 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian telah dilakukan di Laboratorium Kimia Fisik Material, Kelompok Keilmuan Kimia Anorganik dan Fisik, Program Studi Kimia ITB dari bulan

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan Bab ini terdiri dari 6 bagian, yaitu optimasi pembuatan membran PMMA, uji kinerja membran terhadap air, uji kedapat-ulangan pembuatan membran menggunakan uji Q Dixon, pengujian aktivitas

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Kulit udang yang diperoleh dari pasar Kebun Roek Ampenan kota

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Kulit udang yang diperoleh dari pasar Kebun Roek Ampenan kota BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Isolasi Kitin dari Kulit Udang 5.1.1 Tepung kulit udang Kulit udang yang diperoleh dari pasar Kebun Roek Ampenan kota Mataram dibersihkan kemudian dikeringkan yang selanjutnya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 6 HASIL DAN PEMBAHASAN Beberapa jenis polimer superabsorben mempunyai beberapa kelemahan, yaitu kapasitas absorpsi yang kecil, kurang stabil terhadap perubahan ph, suhu dan sifat fisik yang kurang baik.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada pembuatan dispersi padat dengan berbagai perbandingan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada pembuatan dispersi padat dengan berbagai perbandingan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Pembuatan Serbuk Dispersi Padat Pada pembuatan dispersi padat dengan berbagai perbandingan dihasilkan serbuk putih dengan tingkat kekerasan yang berbeda-beda. Semakin

Lebih terperinci

Struktur Aldehid. Tatanama Aldehida. a. IUPAC Nama aldehida dinerikan dengan mengganti akhiran a pada nama alkana dengan al.

Struktur Aldehid. Tatanama Aldehida. a. IUPAC Nama aldehida dinerikan dengan mengganti akhiran a pada nama alkana dengan al. Kamu tentunya pernah menyaksikan berita tentang penyalah gunaan formalin. Formalin merupakan salah satu contoh senyawa aldehid. Melalui topik ini, kamu tidak hanya akan mempelajari kegunaan aldehid yang

Lebih terperinci

PENGGUNAAN KITOSAN DARI TULANG RAWAN CUMI-CUMI (LOLIGO PEALLI) UNTUK MENURUNKAN KADAR ION LOGAM Cd DENGAN MENGGUNAKAN SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM

PENGGUNAAN KITOSAN DARI TULANG RAWAN CUMI-CUMI (LOLIGO PEALLI) UNTUK MENURUNKAN KADAR ION LOGAM Cd DENGAN MENGGUNAKAN SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM Penggunaan Kitosan dari Tulang Rawan Cumi-Cumi (Loligo pealli) untuk Menurunkan Kadar Ion Logam (Harry Agusnar) PENGGUNAAN KITOSAN DARI TULANG RAWAN CUMI-CUMI (LOLIGO PEALLI) UNTUK MENURUNKAN KADAR ION

Lebih terperinci

Tugas Perancangan Pabrik Kimia Prarancangan Pabrik Amil Asetat dari Amil Alkohol dan Asam Asetat Kapasitas ton/tahun BAB I PENGANTAR

Tugas Perancangan Pabrik Kimia Prarancangan Pabrik Amil Asetat dari Amil Alkohol dan Asam Asetat Kapasitas ton/tahun BAB I PENGANTAR BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Perkembangan industri di Indonesia semakin meningkat dari tahun ke tahun. Mulai dari industri makanan, tekstil, kimia hingga farmasi. Dalam proses produksinya, beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan plastik semakin populer di kalangan masyarakat Indonesia, karena memiliki banyak kegunaan dan praktis. Plastik merupakan produk polimer sintetis yang terbuat

Lebih terperinci

Protein (asal kata protos dari bahasa Yunani yang berarti "yang paling utama") adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan

Protein (asal kata protos dari bahasa Yunani yang berarti yang paling utama) adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan A. Protein Protein (asal kata protos dari bahasa Yunani yang berarti "yang paling utama") adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan polimer dari monomer-monomer asam amino

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi Bahan Baku Karet Crepe

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi Bahan Baku Karet Crepe IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakterisasi Bahan Baku 4.1.2 Karet Crepe Lateks kebun yang digunakan berasal dari kebun percobaan Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Ciomas-Bogor. Lateks kebun merupakan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kitosan adalah polimer glukosamin yang merupakan selulosa beramin, nomer dua terbanyak di alam setelah selulosa. Kitosan ditemukan pada cangkang invetebrata hewan perairan.

Lebih terperinci