16! 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
|
|
- Hendri Salim
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 16 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Bahan Baku Chitosan dan Larutan Chitosan-PVA Bahan dasar yang digunakan pada pembuatan film adalah chitosan. Menurut Khan et al. (2002), nilai derajat deasetilasi adalah salah satu sifat kimia yang dapat mempengaruhi kemampuan chitosan dalam berbagai aplikasi. Derajat deasetilasi menggambarkan jumlah gugus amino bebas dalam rantai chitosan dan menjadi indeks teknis penting (Teng 2012). Hasil analisis terhadap chitosan yang digunakan adalah nilai derajat deasetilasi sebesar 87,5%, kadar air 8,6% dan kadar abu 0,5%. Hasil karakterisasi dari chitosan dan standar disajikan pada Tabel 3. Tabel 3 Hasil karakterisasi chitosan Parameter Hasil penelitian (%) Standar* (%) Derajat deasetilasi 87,5 > 75 Kadar air 8,6 < 10 Kadar abu 0,5 < 2 *) sumber : Muzarelli (1985) Berdasarkan hasil dan pembandingan dengan standar Muzarelli (1985) yang tersaji pada Tabel 3, hasil karakterisasi chitosan yang digunakan telah memenuhi standar chitosan dari Muzarelli (1985). Nilai derajat deasetilasi chitosan yang digunakan juga lebih tinggi dibandingkan dengan penelitian lain, dimana nilai derajat deasetilasi chitosan yang telah digunakan pada pembuatan film antara lain 85,6% (Bahrami et al. 2003), 79% (Tripathi et al. 2009) dan 85% (Portes et al. 2009). Perbedaaan ini diduga karena konsentrasi larutan alkali dan suhu dalam pembuatan chitosan yang digunakan. Hal ini senada dengan pernyataan Zeng (1992) yang menyebutkan bahwa konsentrasi NaOH, waktu dan suhu reaksi yang digunakan sangat mempengaruhi nilai derajat deasetilasi. Hasil karakterisasi kadar air dan kadar abu chitosan yang digunakan menunjukkan bahwa nilai kadar air dan kadar abu chitosan berada dalam standar dari Muzarelli (1985) yaitu <10% untuk kadar air dan <2% untuk kadar abu. Menurut Oduor-Odote et al. (2005), nilai kadar air chitosan dapat dipengaruhi oleh sifat alami dari chitosan yang higroskopis, karena terdapat ikatan hidrogen pada gugus fungsinya. Menurut Islam et al. (2011), rendahnya nilai kadar abu chitosan mengindikasikan efektifitas dari tahapan demineralisasi dalam
2 17 menghilangkan kandungan mineral. Li et al. (1997) menambahkan nilai kadar abu chitosan juga dapat dipengaruhi oleh konsentrasi reagen, waktu dan suhu yang digunakan pada proses demineralisasi. Kekentalan (viskositas) adalah sifat dari fluida untuk melawan tegangan geser pada waktu bergerak atau mengalir. Nilai viskositas larutan chitosan-pva pada konsentrasi chitosan 0%, 1%, 1,5% dan 2% berturut-turut adalah 50,00 + 0,00 cp; 55,00 + 0,00 cp; 83,00 + 0,00 cp; dan 124,00 + 0,00 cp. Nilai viskositas larutan chitosan-pva hasil penelitian meningkat seiring peningkatan konsentrasi chitosan. Hasil pengukuran viskositas dari larutan chitosan-pva disajikan pada Gambar 5. Gambar 5 Histogram nilai viskositas larutan chitosan-pva Semakin tinggi konsentrasi chitosan yang digunakan akan meningkatkan nilai viskositas dari larutan campuran chitosan-pva. Hal ini disebabkan oleh banyaknya muatan positif chitosan seiring dengan peningkatan konsentrasi chitosan. Selain itu semakin tinggi konsentrasi chitosan maka jumlah ikatan hidrogen pun semakin banyak akibat interaksi antara gugus hidroksil dan gugus amina dari chitosan dengan gugus hidroksil dari PVA. Ikatan hidrogen yang terbentuk dapat meningkatkan tegangan permukaan dari larutan dan dapat meningkatkan viskositas larutan. Pendapat ini didukung Dunn et al. (1997) yang menyatakan bahwa semakin tinggi konsentrasi chitosan maka residu amina pada gugus chitosan akan semakin banyak sehingga muatan positif chitosan juga akan semakin banyak. Selanjutnya Wang et al. (1991) menambahkan bahwa di dalam larutan tingginya muatan positif akan menghasilkan adanya gaya tolak menolak
3 18 yang akan membuat polimer chitosan yang sebelumnya berbentuk gulungan, membuka menjadi rantai lurus yang akibatnya viskositas larutan akan meningkat. Nilai viskositas larutan akan mempengaruhi sifat fisik dari film yang dihasilkan. Jika nilai viskositas larutan rendah maka film yang terbentuk akan rapuh dan sebaliknya jika nilai viskositas larutan tinggi maka film yang terbentuk akan kokoh dan kuat. Hal ini disebabkan oleh adanya interaksi antara chitosan dengan PVA yang membentuk film yang kuat akibat crosslink antara gugus hidroksil dan amina dari chitosan dengan gugus hidroksil dari PVA yang membentuk ikatan hidrogen. Menurut Kumar et al. (2010), peningkatan konsentrasi chitosan dalam larutan chitosan-pva akan menimbulkan efek crosslink dan akibatnya terjadi peningkatan jumlah ikatan hidrogen. Viskositas juga akan mempengaruhi nilai kuat tarik dari film yang terbentuk akibat dari peningkatan konsentrasi chitosan. Tingginya konsentrasi chitosan akan meningkatkan jumlah ikatan hidrogen dalam film dan menjadikan film semakin non-elastis dan memiliki nilai kuat tarik yang tinggi. Menurut Park et al. (2002), peningkatan nilai kuat tarik dari film berhubungan dengan peningkatan viskositas dan peningkatan konsentrasi chitosan. Selama pembentukan film, jumlah ikatan hidrogen pada film chitosan meningkat dengan meningkatnya jumlah gugus amino dan gugus hidroksil akibat peningkatan konsentrasi chitosan, sehingga nilai viskositas tinggi dan meningkatkan nilai kuat tarik dari film. 4.2 Bentuk Film Komposit Polimer Chitosan-PVA Bentuk film yang telah dibuat terlihat menyerupai lembaran plastik tipis dan transparan dengan warna sedikit kekuningan. Film ini memiliki ketebalan yang berkisar dari 0,11-0,22 milimeter. Penampakan film chitosan yang telah dibuat disajikan pada Gambar 6. (a) (b) (c) (d) Gambar 6 Bentuk film chitosan-pva pada berbagai konsentrasi chitosan a) 0% (kontrol) b) 1% c) 1,5% d) 2%
4 19 Film chitosan yang telah terbentuk secara visual memperlihatkan campuran yang homogen antara chitosan dengan polivinil alkohol sehingga membentuk lapisan plastik tipis yang transparan. Warna film yang kekuningan diduga karena pengaruh konsentrasi dari chitosan digunakan. Semakin tinggi konsentrasi chitosan yang digunakan akan menyebabkan warna larutan menjadi semakin kuning, sehingga dihasilkan warna film menjadi lebih gelap. Hal ini didukung oleh Dallan et al. (2007) yang menyatakan bahwa peningkatan konsentrasi chitosan dalam larutan akan membuat warna larutan semakin keruh yang akan mempengaruhi warna film yang dihasilkan. Mangala et al. (2003) menambahkan bahwa semakin keruh larutan chitosan yang dihasilkan maka film yang terbentuk akan makin berwarna semakin kuning gelap. 4.3 Ketebalan Film Komposit Polimer Chitosan-PVA Film komposit polimer chitosan-pva yang dihasilkan pada chitosan 0%, 1%, 1,5%, dan 2% memiliki rata-rata ketebalan masing-masing 0,14 ± 0,03 mm; 0,16 ± 0,04 mm; 0,17 ± 0,04 mm; dan 0,18 ± 0,04 mm dengan rentang ketebalan 0,11-0,22 mm. Hasil pengukuran ketebalan film disajikan pada Gambar 7. Gambar 7 Histogram nilai ketebalan film komposit polimer chitosan-pva Nilai ketebalan dari film yang dihasilkan cenderung tidak berbeda jauh namun peningkatan konsentrasi chitosan terlihat makin meningkatkan ketebalan film. Peningkatan ketebalan pada film diduga oleh banyaknya ikatan hidrogen yang terbentuk akibat interaksi yang terbentuk antara gugus hidroksil dan amino dari chitosan dengan gugus hidroksil PVA yang menyebabkan kedua bahan
5 20 tersebut terikat kuat dan membentuk suatu padatan yang menyebabkan padatan tersebut menjadi sulit menguap saat berubah menjadi film. Raymond et al. (2006) menyatakan bahwa gugus hidroksil dan gugus amina yang berinteraksi dalam ikatan hidrogen menjadikan suatu larutan menjadi lebih sulit menguap dari senyawa lain. Gontard et al. (1993) menambahkan, bahwa ketebalan film dipengaruhi oleh jumlah padatan yang terdapat pada larutan. Semakin makin jumlah padatan maka film yang terbentuk akan semakin tebal. Hal lain yang mempengaruhi ketebalan film menurut Park et al. (1995) diantaranya adalah luas cetakan, volume larutan, dan jumlah padatan dalam larutan. 4.4 Spektrofotometer Fourier Transform Infrared (FTIR) Analisis FTIR digunakan pada penentuan keberadaan gugus fungsi yang berada pada film komposit chitosan-pva. Nilai derajat deasetilasi chitosan yang dipergunakan telah berada standar dari Muzarelli et al. (1985) yaitu memiliki nilai lebih dari 70%. Grafik spektra inframerah dari film chitosan-pva disajikan pada Gambar , , ,31 a %T 3435, , ,80 b 3499, , ,77 c 3429, , ,91 d cm -1 Gambar 8 Spektrum inframerah dari film komposit chitosan-pva pada berbagai konsentrasi chitosan (a) chitosan 0% (kontrol); (b) chitosan 1%; (c) chitosan 1,5%; (d) chitosan 2%
6 21 Spektra gugus yang terlihat pada film chitosan 0% (kontrol) menunjukkan bilangan gelombang pada 3435,31 cm -1 dan 1732,62 cm -1 yang merupakan gugus fungsi dari hidroksil (OH) dan keton. Hal ini tidak jauh berbeda dengan yang disampaikan oleh Silverstein et al. (1981) yang menyatakan spektra dari gugus OH berada pada bilangan gelombang 3439 cm -1 dan gugus keton pada 1736 cm -1. Pada Gambar 7 menunjukkan terjadi perubahan bilangan gelombang spektra dari gugus hidroksil pada film chitosan 1%, 1,5% dan 2%. Perubahan bilangan gelombang gugus OH dikarenakan telah terjadinya ikatan hidrogen antara gugus hidrogen dari chitosan dan PVA. Hal ini bisa dilihat lebih lanjut pada spektra dari gugus CH yang bervariasi pada bilangan gelombang (2360,62 cm -1 ; 2159,77 cm -1 ; 2142,91 cm -1 ; 2362,51 cm -1 ). Menurut Zhang et al. (2007) perubahan bilangan gelombang dapat terjadi akibat interaksi antara gugus-gugus dari chitosan dengan PVA. Pada film chitosan 1% dan 1,5% belum terlihat spektra dari gugus NH, namun pada film chitosan 2% terlihat spektra gugus NH pada bilangan gelombang 1632,91 cm -1. Hal ini diduga pada film chitosan 1% dan 1,5% konsentrasinya masih rendah sehingga belum terlihat gugus NH, tetapi spektra dari gugus keton (1723,80 cm -1 dan 1750,77 cm -1 ) masih terlihat. Menurut Chen et al. (2007), gugus NH pada chitosan terdapat pada bilangan gelombang 1653 cm -1. Selanjutnya pada film chitosan 2% mulai terlihat spektra dari gugus NH pada bilangan gelombang 1632,91 cm -1, namun spektra dari gugus keton tidak terlihat kembali. Hal ini diduga pada konsentrasi chitosan 2% gugus NH lebih dominan dibandingkan pada chitosan 1% dan 1,5% sehingga terbaca pada bilangan gelombang 1632,91 cm -1. Hal ini didukung dengan hasil penelitian dari El-Hefian et al. (2010) yang melaporkan dengan peningkatan konsentrasi PVA dapat menghilangkan spektra dari gugus NH yang terbaca dan meningkatkan intensitas gugus CH. El-Hefian et al. (2010) juga menyampaikan bahwa ketika dua atau lebih polimer dicampurkan maka perubahan karakteristik puncak spektrum dapat terjadi karena refleksi dari pencampuran kedua polimer secara fisik dan adanya interaksi kimia. Kemampuan pencampuran yang baik antara chitosan dan PVA disebabkan oleh pembentukan ikatan hidrogen antarmolekul antara kelompok amino dan hidroksil dalam chitosan dan gugus hidroksil pada PVA.
7 Scanning Electron Microscopy (SEM) Analisis SEM dilakukan untuk mengetahui morfologi dari film komposit chitosan-pva. Menurut Merret et al. (2002) dari analisis morfologi dapat diketahui karakteristik permukaan dari biomaterial meliputi struktur kimia, keberadaan kelompok ionik, morfologi struktur dan dimensi. Hasil analisis film chitosan-pva dengan SEM disajikan pada Gambar 9. (a) (b) (c) (d) Gambar 9 Hasil analisis SEM film komposit polimer chitosan-pva dengan perbedaan konsentrasi chitosan (a) chitosan 0% (kontrol); (b) chitosan 1%; (c) chitosan 1,5%; (d) chitosan 2% Berdasarkan hasil analisis SEM yang tersaji pada Gambar 9 secara umum film chitosan-pva tampak halus dan homogen serta terdapat butir-butir halus yang seragam yang terdapat pada permukaan film. Hal ini menunjukan bahwa chitosan dan PVA tercampur dengan baik atau dengan kata lain terjadi interaksi antara chitosan dengan PVA. Menurut El-Hefian et al. (2010), pembentukan campuran yang homogen dari chitosan dan PVA sebagian besar disebabkan oleh interaksi antara chitosan dengan PVA. Menurut Koyano et al. (2000) interaksi chitosan dengan PVA adalah berupa pembentukan ikatan hidrogen antara gugus
8 23 amina (NH 2 ) pada chitosan yang bermuatan positif dengan gugus hidroksil (OH) pada PVA yang bermuatan negatif. Ikatan hidrogen ini membuat kedua bahan bercampur dengan baik dan menghasilkan homogenitas yang baik pada permukaan film. Interaksi kimia dari chitosan dengan PVA disajikan pada Gambar 10. Gambar 10 Interaksi kimia chitosan dengan PVA Sumber: Devi et al. (2006) Hasil analisis morfologi film yang dihasilkan menunjukan semakin tinggi konsentrasi chitosan yang digunakan terlihat semakin banyak butiran-butiran yang terdapat pada film. Hal ini dipengaruhi oleh keberadaan chitosan yang semakin banyak seiring dengan peningkatan konsentrasi chitosan. Homogenitas dari film mempengaruhi kemampuan film dalam menyerap gelombang. Hal ini senada seperti yang disampaikan Wang et al. (2011) yang menyatakan bahwa morfologi dan kristalinitas dari permukaan bahan penyerap gelombang radar sangat berperan penting pada penyerapan maupun pemantulan gelombang elektromagnetik. Permukaan yang halus dan homogen merupakan morfologi yang sangat baik untuk menyerap gelombang, sedangkan pada permukaan yang kasar kurang baik untuk penyerapan gelombang sebab struktur morfologi tidak homogen dan memungkinkan terjadinya pemantulan gelombang. 4.6 Tensile Strength (Kuat Tarik) Analisis kuat tarik dilakukan untuk mengetahui kekuatan dari film yang dihasilkan. Menurut Krochta & Mulder-Johnstone (1997), kuat tarik merupakan tarikan maksimum yang dapat dicapai sampai film dapat tetap bertahan sebelum putus. Pengukuran ini untuk mengetahui besarnya gaya yang dicapai untuk mencapai tarikan maksimum pada setiap satuan luas area film untuk merenggang
9 24 atau memanjang. Hasil analisis kuat tarik film chitosan-pva disajikan pada Gambar 11. Gambar 11 Histogram nilai uji kuat tarik film chitosan-pva Berdasarkan hasil yang tersaji pada Gambar 10, dapat diketahui semakin tinggi konsentrasi chitosan yang digunakan maka nilai kuat tariknya akan semakin besar. Hal ini dapat dilihat peningkatan nilai kuat tarik dari 106,33 ± 2,82 kpa hingga 143,50 ± 2,59 kpa. Peningkatan nilai kuat tarik disebabkan oleh peningkatan konsentrasi chitosan. Hal ini disebabkan interaksi antara gugus OH dan NH 2 dari chitosan dengan gugus OH dari PVA yang membentuk ikatan hidrogen yang kuat. Semakin tinggi konsentrasi chitosan maka diduga ikatan hidrogen yang terbentuk akan semakin banyak sehingga kuat tarik akan semakin besar. Hal ini senada dengan hasil penelitian El-Hefian et al. (2011) yang menghasilkan nilai kuat tarik akan semakin menurun seiring dengan peningkatan konsentrasi PVA. Menurut Rinaudo (2006) kuat tarik juga dapat dipengaruhi oleh derajat deasetilasi chitosan, derajat deasetilasi yang tinggi maka jumlah gugus NH 2 akan semakin banyak sehingga ikatan hidrogen yang terbentuk pun akan semakin kuat. 4.7 Reflection Loss Analisis reflection loss merupakan analisis untuk mengetahui seberapa besar daya serap gelombang elektromagnetik (radar) oleh material prototype yang telah dibuat. Menurut Renata et al. (2011) bila semakin besar nilai reflection loss maka akan semakin besar nilai penyerapan gelombang yang dapat dilakukan oleh
10 25 spesimen tersebut. Hasil pengukuran nilai reflection loss pada material prototype penyerap gelombang radar disajikan pada Tabel 4. Tabel 4 Hasil pengukuran reflection loss dari protoype penyerap gelombang radar Frekuensi Reflection loss (-db) cuplik Chitosan 0%(*) Chitosan 1% Chitosan 1,5% Chitosan 2% 5 GHz 27, , , , GHz 27, , , , GHz 29, , , , GHz 30, , , , GHz 33, , , , GHz 38, , , ,7125 Rata-rata 31,1780 ± 4, ,9289 ± 4, ,7771 ± 4, ,5832 ± 4,1755 Keterangan : (*) = kontrol Besarnya nilai reflection loss dapat terlihat bahwa pada film kontrol atau tanpa penambahan chitosan pada setiap frekuensi cuplik memiliki nilai yang paling rendah yaitu berkisar dari -27, ,5156 db dengan rata-rata -31,1780 ± 4,3097 db. Material prototype dengan konsentrasi chitosan 1% menghasilkan nilai reflection loss paling tinggi pada setiap frekuensi cupliknya yaitu dengan kisaran angka -28, ,8229 db dengan rata-rata -31,9289 ± 4,0094 db, konsentrasi chitosan 1,5% menghasilkan nilai reflection loss dengan kisaran -28, ,6587 db dengan rata-rata -31,7771 ± 4,0001 db, dan konsentrasi chitosan 2% menghasilkan nilai reflection loss dengan kisaran -27, ,7125 db dengan rata-rata -31,5832 ± 4,1755 db. Visualisasi nilai rata-rata reflection loss disajikan pada Gambar 12. Gambar 12 Histogram nilai reflection loss material protoype
11 26 Berdasarkan visualisasi hasil pengukuran reflection loss pada Gambar 12, dapat dilihat bahwa secara umum dengan penambahan chitosan dapat meningkatkan nilai reflection loss bila dibandingkan dengan kontrol (tanpa penambahan chitosan). Nilai reflection loss optimum terdapat pada material prototype dengan konsentrasi chitosan 1% yaitu yang berkisar pada -28, ,8229 db, kemudian terjadi penurunan dengan meningkatnya konsentrasi chitosan yaitu pada chitosan 1,5% berkisar pada -28, ,6587 db dan pada chitosan 2% berkisar -27, ,7125 db. Data-data tersebut menunjukkan bahwa chitosan dapat meningkatkan daya serap gelombang. Material prototype pada konsentrasi 1% memiliki daya serap gelombang optimum dibandingkan film pada konsentrasi yang lain dan terjadi penurunan daya serap gelombang seiring dengan peningkatan konsentrasi chitosan. Hal ini berkaitan dengan sifat permitivitas dielektrik chitosan sebagai bahan dielektrik. Menurut Begum et al. (2011), chitosan merupakan material dengan konstanta dielektrik yang rendah. Iushchenko et al. (2009) menambahkan chitosan termasuk bahan dielektrik dengan konstanta dielektrik 3,3. Salah satu parameter dari material dielektrik yang penting adalah permitivitas, yaitu yang menunjukkan kemampuan polarisasi dan penyimpanan energi. Semakin tinggi nilai permitivitas dielektrik maka kemampuan penyimpanan energi akan semakin besar (McMeeking et al. 2005). Data hasil penelitian Lima et al. (2006) yang menggunakan film chitosan-kolagen dengan perbedaan rasio jumlah chitosan menunjukkan bahwa peningkatan konsentrasi chitosan dalam film dapat menurunkan nilai permitivitas dielektrik pada frekuensi cuplik 1 GHz, yaitu dari 2,41 menjadi 2,05. Berdasarkan data literatur tersebut maka diduga peningkatan konsentrasi chitosan dalam film menyebabkan jumlah energi dari gelombang elektromagnetik yang terserap menjadi semakin sedikit karena terdapat penurunan nilai permitivitas dielektrik yang berkaitan dengan kerapatan muatan pada film, sehingga pada film dengan konsentrasi chitosan 2% daya serap gelombang lebih kecil dibandingkan film dengan konsentrasi chitosan 1% yang mampu menyerap gelombang lebih banyak. Dugaan ini didukung oleh pendapat Mihai & Dragan (2011) yang menyatakan bahwa semakin tinggi konsentrasi chitosan maka kerapatan muatan di dalam film akan meningkat. Hal ini akan mempengaruhi
12 27 permitivitas dielektrik dari material prototype dimana kerapatan berbanding terbalik dengan permitivitas dielektrik, sehingga bila semakin tinggi kerapatan muatan maka nilai permitivitas dielektrik akan semakin rendah (Zhang et al. 2011). Menurut Won-Jun et al. (2005) dalam Renata et al. (2011), suatu material dapat menyerap gelombang elektromagnetik melalui dua cara, yaitu dengan mengubah gelombang yang masuk menjadi energi panas oleh bahan dielektrik dan dengan menyerap (medan magnetik) oleh material magnetik. Chitosan digolongkan kepada material dielektrik dengan muatan dwi kutub (dipol) (Krajewska 2004) Folgueras et al. (2010) menyatakan ketika sebuah medan listrik eksternal diterapkan, maka pada bahan dielektrik akan terbentuk rotasi dipol listrik. Interaksi antara dipol dan medan listrik mengarah pada pembentukan dipol yang sejajar yang memungkinkan dalam bahan terdapat ruang untuk menyimpan energi potensial. Pada material yang telah dibuat, gugus amina pada chitosan dan gugus hidroksil pada PVA yang merupakan gugus aktif yang berotasi dan bergetar untuk menyerap energi dari gelombang elektromagnetik yang dipancarkan. Menurut Wu et al. (2003), rotasi dan getaran molekul disebabkan oleh kesamaan frekuensi gelombang yang dipancarkan dengan frekuensi getar dari molekul pada suatu bahan. Pada material yang dihasilkan diduga adanya kesamaan frekuensi yang dipancarkan dengan frekuensi getar dari gugus amina dan hidroksil dari material yang telah dibuat. Hal ini diilustrasikan pada gambar yang tersaji pada Gambar 13. Gambar 13 Ilustrasi rotasi dipol pada material prototype Sumber : Lee et al. (2008) Soethe et al. (2011) menjelaskan bahwa mekanisme penyerapan gelombang oleh material penyerap gelombang radar didasari oleh polarisasi pada film akibat pengaruh gelombang elektromagnetik yang mengonversi gelombang elekromagnetik menjadi energi panas. Ketika gelombang elektromagnetik
13 28 membentur film maka terjadi polarisasi oleh medan gelombang listrik dan akibatnya tercipta arus listrik. Selanjutnya energi dari gelombang elektromagnetik diubah menjadi panas melalui efek Joule, karena adanya cacat pada struktur film yang memberikan perlawan terhadap arus listrik. Pendapat lain disampaikan oleh Qadariyah et al. (2009) yang menyatakan bahwa timbulnya panas berasal dari medan listrik gelombang elektromagnetik yang memaksa ion-ion pada bahan dielektrik untuk berputar dan pindah dari respon lambat mengikuti medan listrik yang cepat. Pembandingan nilai reflection loss dari material prototype hasil penelitian dengan material lain disajikan dalam Tabel 5. Tabel 5 Pembandingan nilai reflection loss hasil penelitian dengan sumber lain Jenis bahan Nilai reflection loss (db) Chitosan-PVA 1-31,928 Serat berbasis kolagen 2-4,730 Serat karbon 3-25,000 Besi karbonil 4-23,060 Keterangan : (1) hasil penelitian (2) Liu et al. (2011) (3) Saville et al. (2005) (4) Duan et al.(2006) Nilai reflection loss (RL) dari hasil penelitian memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan penelitian lain yang menggunakan material dengan bahan dasar serat kolagen (RL -4,730 db), serat karbon (RL -25,000 db) dan besi karbonil (RL -23,060). Penelitian Liu et al. (2011) yang menggunakan material penyerap radar organik berbasis serat kolagen menunjukkan nilai penyerapan yang rendah. Hal ini disebabkan dari sifat kolagen yang lemah sebagai bahan dielektrik karena memiliki muatan listrik yang sedikit sehingga daya penyerapan gelombangnya lemah. Saville et al. (2005) menyatakan bahwa standar material penyerap gelombang sebagai penyerap gelombang yang baik bila memiliki nilai reflection loss lebih dari -40 db. Material prototype yang diteliti memiliki nilai lebih kecil dari standar, namun mendekati nilai dari standar dari Saville et al. (2005). Beberapa faktor yang mempengaruhi besar kecilnya daya serap gelombang elektromagnetik adalah jenis bahan yang digunakan (bahan dielektrik atau material magnetik). Material anorganik yang digunakan sebagai material penyerap gelombang radar pada penelitian Saville et al. (2005) dan Duan et al. (2006) adalah serat karbon dan besi karbonil. Material tersebut memiliki nilai RL yang lebih tinggi dibandingkan serat kolagen. Menurut Won-Jun et al. (2005) material
14 29 anorganik tersebut bersifat magnetik sehingga gelombang magnet yang ada pada gelombang elektromagnetik diserap oleh material magnetik tersebut. Faktor lain yang mempengaruhi daya serap gelombang elektromagnetik adalah ketebalan bahan. Berdasarkan hasil penelitian Renata et al. (2011), ketebalan dari material yang digunakan mempengaruhi besar kecilnya daya serap gelombang. Pada penelitiannya menggunakan barium heksaferrite dengan ketebalan 2 mm, 4 mm, dan 6 mm. Semakin tebal bahan yang digunakan maka akan kapasitas untuk melakukan penyerapan gelombang akan semakin banyak. Hal ini terbukti dari hasil penelitiannya yang menunjukkan peningkatan daya serap gelombang elektromagnetik seiring bertambahnya ketebalan material yang terbentuk, yaitu berkisar dari db.
3 METODE 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat
10 3 METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan dari bulan April-Juli 2012. Penelitian dilakukan di Laboratorium Biokimia Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan
Lebih terperinci2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Struktur kimia chitosan Sumber: Teng (2012)
5 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Chitosan Chitosan merupakan biopolimer yang didapatkan dari proses deasetilasi dari chitin. Islam et al. (2011) menjelaskan bahwa chitin yang merupakan polimer karbohidrat alami
Lebih terperinci4 HASIL DAN PEMBAHASAN
21 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengujian Bahan Baku Chitosan Chitosan merupakan bahan dasar yang dipergunakan dalam pembuatan film elektrolit polimer. Hasil analisis terhadap chitosan yang digunakan adalah
Lebih terperinciBAB 3 METODE PENELITIAN. 3.1 Alat Alat Adapun alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah: Alat-alat Gelas.
18 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Alat Alat Adapun alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah: Nama Alat Merek Alat-alat Gelas Pyrex Gelas Ukur Pyrex Neraca Analitis OHaus Termometer Fisher Hot Plate
Lebih terperinci4. Hasil dan Pembahasan
4. Hasil dan Pembahasan 4.1 Isolasi Kitin dan Kitosan Isolasi kitin dan kitosan yang dilakukan pada penelitian ini mengikuti metode isolasi kitin dan kitosan dari kulit udang yaitu meliputi tahap deproteinasi,
Lebih terperinciBAB IV. karakterisasi sampel kontrol, serta karakterisasi sampel komposit. 4.1 Sintesis Kolagen dari Tendon Sapi ( Boss sondaicus )
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian yang dibahas pada bab ini meliputi sintesis kolagen dari tendon sapi (Bos sondaicus), pembuatan larutan kolagen, rendemen kolagen, karakterisasi sampel kontrol,
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KOMPOSISI SAMPEL PENGUJIAN Pada penelitian ini, komposisi sampel pengujian dibagi dalam 5 grup. Pada Tabel 4.1 di bawah ini tertera kode sampel pengujian untuk tiap grup
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap diazinon, terlebih dahulu disintesis adsorben kitosan-bentonit mengikuti prosedur yang telah teruji (Dimas,
Lebih terperinci4 Hasil dan Pembahasan
4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Padatan TiO 2 Amorf Proses sintesis padatan TiO 2 amorf ini dimulai dengan melarutkan titanium isopropoksida (TTIP) ke dalam pelarut etanol. Pelarut etanol yang digunakan
Lebih terperinciHasil dan Pembahasan
Bab 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Polimer Benzilkitosan Somorin (1978), pernah melakukan sintesis polimer benzilkitin tanpa pemanasan. Agen pembenzilasi yang digunakan adalah benzilklorida. Adapun
Lebih terperinci4.1. Pengaruh Pra Perlakuan dan Jenis Larutan Ekstraksi terhadap Rendemen Gelatin yang Dihasilkan.
4. PEMBAHASAN Pada penelitian ini, tulang ikan nila mengalami tiga jenis pra perlakuan dan dua jenis ekstraksi untuk mendapatkan ekstrak gelatin yang nantinya akan digunakan sebagai bahan dasar pembuatan
Lebih terperinciGambar 4.1 Hasil Formulasi Nanopartikel Polimer PLGA Sebagai Pembawa Deksametason Natrium Fosfat.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Organoleptis Nanopartikel Polimer PLGA Uji organoleptis dilakukan dengan mengamati warna, bau, dan bentuk nanopartikel PLGA pembawa deksametason natrium fosfat. Uji organoleptis
Lebih terperinciKata kunci: surfaktan HDTMA, zeolit terdealuminasi, adsorpsi fenol
PENGARUH PENAMBAHAN SURFAKTAN hexadecyltrimethylammonium (HDTMA) PADA ZEOLIT ALAM TERDEALUMINASI TERHADAP KEMAMPUAN MENGADSORPSI FENOL Sriatun, Dimas Buntarto dan Adi Darmawan Laboratorium Kimia Anorganik
Lebih terperinciUntuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam
Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam klorida 0,1 N. Prosedur uji disolusi dalam asam dilakukan dengan cara
Lebih terperinci4 HASIL DAN PEMBAHASAN
14 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan glukosamin hidroklorida (GlcN HCl) pada penelitian ini dilakukan melalui proses hidrolisis pada autoklaf bertekanan 1 atm. Berbeda dengan proses hidrolisis glukosamin
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0
37 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini sampel komposit hidroksiapatit-gelatin dibuat menggunakan metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0 hari, 1 hari, 7 hari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Graphene merupakan susunan atom-atom karbon monolayer dua dimensi yang membentuk struktur kristal heksagonal menyerupai sarang lebah. Graphene memiliki sifat
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5 Komposisi poliblen PGA dengan PLA (b) Komposisi PGA (%) PLA (%)
Tabel 5 Komposisi poliblen PGA dengan PLA (b) Komposisi PGA PLA A1 A2 A3 A4 65 80 95 35 05 Pembuatan PCL/PGA/PLA Metode blending antara PCL, PGA, dan PLA didasarkan pada metode Broz et al. (03) yang disiapkan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC)
39 HASIL DAN PEMBAHASAN Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC) Hasil karakterisasi dengan Difraksi Sinar-X (XRD) dilakukan untuk mengetahui jenis material yang dihasilkan disamping menentukan
Lebih terperinciBab IV Hasil dan Pembahasan
Bab IV Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Polistirena Polistirena disintesis melalui polimerisasi adisi radikal bebas dari monomer stirena dan benzoil peroksida (BP) sebagai inisiator. Polimerisasi dilakukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Membran adalah sebuah penghalang selektif antara dua fase. Membran memiliki ketebalan yang berbeda- beda, ada yang tebal dan ada juga yang tipis. Ditinjau dari bahannya,
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pelarut dengan penambahan selulosa diasetat dari serat nanas. Hasil pencampuran
37 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sampel plastik layak santap dibuat dari pencampuran pati tapioka dan pelarut dengan penambahan selulosa diasetat dari serat nanas. Hasil pencampuran ini diperoleh 6 sampel
Lebih terperinciBab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan
Bab IV asil Penelitian dan Pembahasan IV.1 Isolasi Kitin dari Limbah Udang Sampel limbah udang kering diproses dalam beberapa tahap yaitu penghilangan protein, penghilangan mineral, dan deasetilasi untuk
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 20%, 30%, 40%, dan 50%. Kemudian larutan yang dihasilkan diendapkan
6 didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 3.3.3 Sintesis Kalsium Fosfat Sintesis kalsium fosfat dalam penelitian ini menggunakan metode sol gel. Senyawa kalsium fosfat diperoleh dengan mencampurkan serbuk
Lebih terperinciPengaruh Jenis dan Konsentrasi Larutan Perendam terhadap Rendemen Gelatin
4. PEMBAHASAN Dalam penelitian ini dilakukan proses ekstraksi gelatin dari bahan dasar berupa cakar ayam broiler. Kandungan protein dalam cakar ayam broiler dapat mencapai 22,98% (Purnomo, 1992 dalam Siregar
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk merubah karakter permukaan bentonit dari hidrofilik menjadi hidrofobik, sehingga dapat meningkatkan kinerja kitosan-bentonit
Lebih terperinci2.6.4 Analisis Uji Morfologi Menggunakan SEM BAB III METODOLOGI PENELITIAN Alat dan Bahan Penelitian Alat
DAFTAR ISI ABSTRAK... i ABSTRACK... ii KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... v DAFTAR LAMPIRAN... vii DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR ISTILAH... x BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang...
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pesat sehingga untuk mentransmisikan energi yang besar digunakan sistem
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Permintaan kebutuhan energi listrik akan terus mengalami peningkatan secara pesat sehingga untuk mentransmisikan energi yang besar digunakan sistem tegangan tinggi
Lebih terperinciPEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Kombinasi Protein Koro Benguk dan Karagenan Terhadap Karakteristik Mekanik (Kuat Tarik dan Pemanjangan)
4. PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Kombinasi Protein Koro Benguk dan Karagenan Terhadap Karakteristik Mekanik (Kuat Tarik dan Pemanjangan) Karakteristik mekanik yang dimaksud adalah kuat tarik dan pemanjangan
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 SIFAT MEKANIK PLASTIK Sifat mekanik plastik yang diteliti terdiri dari kuat tarik dan elongasi. Sifat mekanik diperlukan dalam melindungi produk dari faktor-faktor mekanis,
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada pembuatan dispersi padat dengan berbagai perbandingan
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Pembuatan Serbuk Dispersi Padat Pada pembuatan dispersi padat dengan berbagai perbandingan dihasilkan serbuk putih dengan tingkat kekerasan yang berbeda-beda. Semakin
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
6 HASIL DAN PEMBAHASAN Karboksimetil selulosa (CMC) merupakan salah satu turunan selulosa yang disebut eter selulosa (Nevell dan Zeronian 1985). CMC dapat larut di dalam air dingin dan air panas dan menghasilkan
Lebih terperinciSINTESIS POLIVINIL ASETAT BERBASIS PELARUT METANOL YANG TERSTABILKAN OLEH DISPONIL SKRIPSI
SINTESIS POLIVINIL ASETAT BERBASIS PELARUT METANOL YANG TERSTABILKAN OLEH DISPONIL SKRIPSI 7 AGUSTUS 2014 SARI MEIWIKA S. NRP. 1410.100.032 Dosen Pembimbing Lukman Atmaja, Ph.D Pendahuluan Metodologi Hasil
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Jurusan Pendidikan
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Deskripsi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI yang beralamat di Jl. Dr. Setiabudi No.229 Bandung. Untuk keperluan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN BaTiO 3 merupakan senyawa oksida keramik yang dapat disintesis dari senyawaan titanium (IV) dan barium (II). Proses sintesis ini dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti suhu, tekanan,
Lebih terperinci3. Metodologi Penelitian
3. Metodologi Penelitian 3.1 Alat dan bahan 3.1.1 Alat Peralatan gelas yang digunakan dalam penelitian ini adalah gelas kimia, gelas ukur, labu Erlenmeyer, cawan petri, corong dan labu Buchner, corong
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Material yang diubah ke dalam skala nanometer tidak hanya meningkatkan sifat alaminya, tetapi juga memunculkan sifat baru (Wang et al., 2009). Nanofiber yang memiliki
Lebih terperinciPEMBAHASAN. mengoksidasi lignin sehingga dapat larut dalam sistem berair. Ampas tebu dengan berbagai perlakuan disajikan pada Gambar 1.
PEMBAHASAN Pengaruh Pencucian, Delignifikasi, dan Aktivasi Ampas tebu mengandung tiga senyawa kimia utama, yaitu selulosa, lignin, dan hemiselulosa. Menurut Samsuri et al. (2007), ampas tebu mengandung
Lebih terperinci4 Hasil dan Pembahasan
4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Penentuan Kadar Air Pada pengukuran inframerah dari pelumas ini bertujuan untuk membandingkan hasil spektra IR dari pelumas yang bebas air dengan pelumas yang diduga memiliki
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pada bab ini akan disajikan hasil karakterisasi yang sudah dilakukan.
24 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini dilakukan untuk mengukur nilai sifat mekanis hasil sintesis dan kualitas hasil sintesis pada bahan dasar kaca laminating dan tempered. Sifat mekanis yang diukur
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil preparasi bahan baku larutan MgO, larutan NH 4 H 2 PO 4, dan larutan
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Preparasi 4.1.1 Sol Hasil preparasi bahan baku larutan MgO, larutan NH 4 H 2 PO 4, dan larutan ZrOCl 2. 8H 2 O dengan perbandingan mol 1:4:6 (Ikeda, et al. 1986) dicampurkan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi Bahan Baku Karet Crepe
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakterisasi Bahan Baku 4.1.2 Karet Crepe Lateks kebun yang digunakan berasal dari kebun percobaan Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Ciomas-Bogor. Lateks kebun merupakan
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pembuatan Kitosan 4.1.1 Penyiapan Perlakuan Sampel Langkah awal yang dilakukan dalam proses isolasi kitin adalah dengan membersikan cangkang kepiting yang masih mentah
Lebih terperinci4 Hasil dan Pembahasan
4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Distanoksan Sintesis distanoksan dilakukan dengan mencampurkan dibutiltimah(ii)oksida dan dibutiltimah(ii)klorida (Gambar 3.2). Sebelum dilakukan rekristalisasi, persen
Lebih terperinci4. HASIL DAN PEMBAHASAN
Intensitas (arb.unit) Intensitas (arb.unit) Intensitas (arb. unit) Intensitas 7 konstan menggunakan buret. Selama proses presipitasi berlangsung, suhu larutan tetap dikontrol pada 7 o C dengan kecepatan
Lebih terperinci4 Hasil dan Pembahasan
4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Polistiren Polistiren disintesis dari monomer stiren melalui reaksi polimerisasi adisi dengan inisiator benzoil peroksida. Pada sintesis polistiren ini, terjadi tahap
Lebih terperinciBATERAI BATERAI ION LITHIUM
BATERAI BATERAI ION LITHIUM SEPARATOR Membran polimer Lapisan mikropori PVDF/poli(dimetilsiloksan) (PDMS) KARAKTERISASI SIFAT SEPARATOR KOMPOSIT PVDF/POLI(DIMETILSILOKSAN) DENGAN METODE BLENDING DEVI EKA
Lebih terperinci3 Metodologi Penelitian
3 Metodologi Penelitian Secara garis besar penelitian dibagi menjadi tiga, yaitu pembuatan kertas dengan modifikasi tanpa tahap penghilangan lemak, penambahan aditif kitin, kitosan, agar-agar, dan karagenan,
Lebih terperinciBab III Metodologi Penelitian
Bab III Metodologi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penelitian Kimia Analitik, Program Studi Kimia FMIPA ITB sejak September 2007 sampai Juni 2008. III.1 Alat dan Bahan Peralatan
Lebih terperinciPRISMA FISIKA, Vol. I, No. 2 (2013), Hal ISSN :
Uji Kualitas Minyak Goreng Berdasarkan Perubahan Sudut Polarisasi Cahaya Menggunakan Alat Semiautomatic Polarymeter Nuraniza 1], Boni Pahlanop Lapanporo 1], Yudha Arman 1] 1]Program Studi Fisika, FMIPA,
Lebih terperinci4 Hasil dan Pembahasan
4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Pembuatan Membran 4.1.1 Membran PMMA-Ditizon Membran PMMA-ditizon dibuat dengan teknik inversi fasa. PMMA dilarutkan dalam kloroform sampai membentuk gel. Ditizon dilarutkan
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN. melakukan uji morfologi, Laboratorium Teknik Kimia Ubaya Surabaya. mulai dari bulan Februari 2011 sampai Juli 2011.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian dilakukan di Laboratorim Fisika Material Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga, Laboratorium Metalurgi ITS Surabaya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nanopartikel magnetik adalah partikel yang bersifat magnetik, berukuran dalam kisaran 1 nm sampai 100 nm. Ukuran partikel dalam skala nanometer hingga mikrometer identik
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan, dimulai dari bulan
25 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan, dimulai dari bulan Januari 2011. Penelitian dilakukan di Laboratorium Fisika Material jurusan
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
26 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini, pembuatan soft magnetic menggunakan bahan serbuk besi dari material besi laminated dengan perlakuan bahan adalah dengan proses kalsinasi dan variasi
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
59 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENDAHULUAN Pada bab IV ini akan menjelaskan kajian dari efek fotoinisiator yang akan mempengaruhi beberapa parameter seperti waktu pemolimeran, kelarutan poly tetrahydrofurfuryl
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN. sol-gel, dan mempelajari aktivitas katalitik Fe 3 O 4 untuk reaksi konversi gas
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengantar Penelitian ini pada intinya dilakukan dengan dua tujuan utama, yakni mempelajari pembuatan katalis Fe 3 O 4 dari substrat Fe 2 O 3 dengan metode solgel, dan mempelajari
Lebih terperinciHubungan kristalinitas sampel CaO sintesis, CaO pada CaOZnO 0,08 dan CaO pada CaOZnO 0,25
Hubungan kristalinitas sampel CaO, CaO pada 0,08 dan CaO pada 0,25 Sampel 2 ( o ) Tinggi Puncak, I (counts) I/Io % Kristalinitas Kristalinitas CaO > CaO pada 0,25 > CaO pada 0,08 CaO 37,34 1248,68* 1 100
Lebih terperinciPENDAHULUAN BAB I. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nanofiber merupakan fiber (serat) berukuran submikron hingga skala nanometer. Sebagai bidang riset yang baru, teknologi nanofiber memiliki potensi aplikasi sebagai
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Perlakuan Terhadap Sifat Fisik Buah Pala Di Indonesia buah pala pada umumnya diolah menjadi manisan dan minyak pala. Dalam perkembangannya, penanganan pascapanen diarahkan
Lebih terperinciPENGGUNAAN KITOSAN DARI TULANG RAWAN CUMI-CUMI (LOLIGO PEALLI) UNTUK MENURUNKAN KADAR ION LOGAM Cd DENGAN MENGGUNAKAN SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM
Penggunaan Kitosan dari Tulang Rawan Cumi-Cumi (Loligo pealli) untuk Menurunkan Kadar Ion Logam (Harry Agusnar) PENGGUNAAN KITOSAN DARI TULANG RAWAN CUMI-CUMI (LOLIGO PEALLI) UNTUK MENURUNKAN KADAR ION
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Lateks karet alam didapat dari pohon Hevea Brasiliensis yang berasal dari famili Euphorbia ceae ditemukan dikawasan tropikal Amazon, Amerika Selatan. Lateks karet
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. percampuran natrium alginat-kitosan-kurkumin dengan magnetic stirrer sampai
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan absorbent dressing sponge dimulai dengan tahap percampuran natrium alginat-kitosan-kurkumin dengan magnetic stirrer sampai penghilangan air dengan proses lyophilizer.
Lebih terperinci2 Tinjauan Pustaka. 2.1 Polimer. 2.2 Membran
2 Tinjauan Pustaka 2.1 Polimer Polimer (poly = banyak, meros = bagian) merupakan molekul besar yang terbentuk dari susunan unit ulang kimia yang terikat melalui ikatan kovalen. Unit ulang pada polimer,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Teknologi membran telah banyak digunakan dalam berbagai proses pemisahan dan pemekatan karena berbagai keunggulan yang dimilikinya, antara lain pemisahannya
Lebih terperinci4. Hasil dan Pembahasan
4. Hasil dan Pembahasan 4.1 Metoda Sintesis Membran Kitosan Sulfat Secara Konvensional dan dengan Gelombang Mikro (Microwave) Penelitian sebelumnya mengenai sintesis organik [13] menunjukkan bahwa jalur
Lebih terperinciGambar 3.1 Diagram Alir Penelitian Secara Keseluruhan
25 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian Secara umum penelitian akan dilakukan dengan pemanfaatan limbah media Bambu yang akan digunakan sebagai adsorben dengan diagram alir keseluruhan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bahan makanan pada umumnya sangat sensitif dan mudah mengalami penurunan kualitas karena faktor lingkungan, kimia, biokimia, dan mikrobiologi. Penurunan kualitas bahan
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang dilakukan adalah metode eksperimen secara kualitatif dan kuantitatif. Metode penelitian ini menjelaskan proses degradasi fotokatalis
Lebih terperinciBab IV Hasil dan Pembahasan
Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1 Larutan Garam Klorida Besi dari Pasir Besi Hasil reaksi bahan alam pasir besi dengan asam klorida diperoleh larutan yang berwarna coklat kekuningan, seperti ditunjukkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konstanta dielektrik adalah perbandingan nilai kapasitansi kapasitor pada bahan dielektrik dengan nilai kapasitansi di ruang hampa. Konstanta dielektrik atau permitivitas
Lebih terperinci= nilai pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ = rataan umum α i ε ij
5 Pengujian Sifat Binderless MDF. Pengujian sifat fisis dan mekanis binderless MDF dilakukan mengikuti standar JIS A 5905 : 2003. Sifat-sifat tersebut meliputi kerapatan, kadar air, pengembangan tebal,
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Kenampakan dan Tekstur PJT Pati jagung yang digunakan berupa serbuk putih halus, yang sesudah dicampur dengan HCl dan NaH 2 PO 4 Na 2 HPO 4 membentuk pasta, tetapi setelah dikenai
Lebih terperinci3 Metodologi Penelitian
3 Metodologi Penelitian Prosedur penelitian ini terdiri dari beberapa tahap, tahap pertama sintesis kitosan yang terdiri dari isolasi kitin dari kulit udang, konversi kitin menjadi kitosan. Tahap ke dua
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Membran dan Klasifikasinya Membran merupakan suatu lapisan tipis yang membatasi dua bilik dan berfungsi sebagai media perpindahan partikel. Bilik pertama adalah feed atau larutan
Lebih terperinci2. Tinjauan Pustaka Sel Bahan Bakar (Fuel Cell)
2. Tinjauan Pustaka 2.1 2.1 Sel Bahan Bakar (Fuel Cell) Sel bahan bakar merupakan salah satu solusi untuk masalah krisis energi. Sampai saat ini, pemakaian sel bahan bakar dalam aktivitas sehari-hari masih
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakterisasi mikroskopik yang pertama dilakukan adalah analisis
41 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Serapan Fourier Transform Infrared (FTIR) Karakterisasi mikroskopik yang pertama dilakukan adalah analisis FTIR. Analisis serapan FTIR dilakukan untuk mengetahui
Lebih terperinciBAB.IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Data analisis kandungan Resin, Wax dan Aspalten di dalam minyak mentah dapat dilihat pada Tabel 4.1.
BAB.IV HASIL DAN PEMBAHASAN Data analisis kandungan Resin, Wax dan Aspalten di dalam minyak mentah dapat dilihat pada Tabel 4.1. Tabel 4.1. Analisis kandungan Resin, Wax dan Aspalten. Jenis Persen Minyak
Lebih terperinciBab III Metodologi Penelitian
Bab III Metodologi Penelitian Penelitian ini dilakukan dalam tiga tahap yaitu, tahap isolasi kitin yang terdiri dari penghilangan protein, penghilangan mineral, tahap dua pembuatan kitosan dengan deasetilasi
Lebih terperinciTabel 3. Hasil uji karakteristik SIR 20
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK BAHAN BAKU 1. Karakteristik SIR 20 Karet spesifikasi teknis yang digunakan dalam penelitian ini adalah SIR 20 (Standard Indonesian Rubber 20). Penggunaan SIR 20
Lebih terperinci1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Polyvinyl alcohol (PVA) merupakan salah satu polimer yang banyak digunakan di kalangan industri. Dengan sifatnya yang tidak beracun, mudah larut dalam air, biocompatible
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. penyamakan kulit dengan menggunakan Spektrofotometer UV-VIS Mini
43 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Proses elektrokoagulasi terhadap sampel air limbah penyamakan kulit dilakukan dengan bertahap, yaitu pengukuran treatment pada sampel air limbah penyamakan kulit dengan menggunakan
Lebih terperinciBAB 3 RANCANGAN PENELITIAN
BAB 3 RANCANGAN PENELITIAN Penelitian ini dilakukan dalam tiga tahap: 1. Pembuatan (sintesis) material. Pada tahap ini, dicoba berbagai kombinasi yaitu suhu, komposisi bahan, waktu pemanasan dan lama pengadukan.
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Monggupo Kecamatan Atinggola Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo,
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penyiapan Sampel Sampel daging buah sirsak (Anonna Muricata Linn) yang diambil didesa Monggupo Kecamatan Atinggola Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo, terlebih
Lebih terperinci4 Hasil dan Pembahasan
4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Polistiren Polistiren disintesis melalui polimerisasi dari monomer (stiren). Polimerisasi ini merupakan polimerisasi radikal, dengan pusat aktif berupa radikal bebas.
Lebih terperinci1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULAN
BAB 1 PENDAHULAN 1.1. Latar Belakang Pangan yang bersumber dari hasil ternak termasuk produk pangan yang cepat mengalami kerusakan. Salah satu cara untuk memperkecil faktor penyebab kerusakan pangan adalah
Lebih terperinciPEMBUATAN KHITOSAN DARI KULIT UDANG UNTUK MENGADSORBSI LOGAM KROM (Cr 6+ ) DAN TEMBAGA (Cu)
Reaktor, Vol. 11 No.2, Desember 27, Hal. : 86- PEMBUATAN KHITOSAN DARI KULIT UDANG UNTUK MENGADSORBSI LOGAM KROM (Cr 6+ ) DAN TEMBAGA (Cu) K. Haryani, Hargono dan C.S. Budiyati *) Abstrak Khitosan adalah
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan dan Ekstraksi Sampel Uji Aktivitas dan Pemilihan Ekstrak Terbaik Buah Andaliman
17 HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan dan Ekstraksi Sampel Sebanyak 5 kg buah segar tanaman andaliman asal Medan diperoleh dari Pasar Senen, Jakarta. Hasil identifikasi yang dilakukan oleh Pusat Penelitian
Lebih terperinciHasil dan Pembahasan
Bab 4 asil dan Pembahasan 4.1 Pembuatan dan Kitosan Kulit udang yang digunakan sebagai bahan baku kitosan terdiri atas kepala, badan, dan ekor. Tahapan-tahapan dalam pengolahan kulit udang menjadi kitosan
Lebih terperinci3 Metodologi Penelitian
3 Metodologi Penelitian 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di laboratorium Kelompok Keilmuan (KK) Kimia Analitik, Program Studi Kimia FMIPA Institut Teknologi Bandung. Penelitian dimulai dari
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. ditemukan sangat banyak dalam kehidupan sehari-hari, sehingga banyak orang
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Polimer saat ini telah berkembang sangat pesat. Berbagai aplikasi polimer ditemukan sangat banyak dalam kehidupan sehari-hari, sehingga banyak orang yang sudah mengenal
Lebih terperinci4 Hasil dan Pembahasan
4 asil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Polistiren Sintesis polistiren dilakukan dalam reaktor polimerisasi dengan suasana vakum. al ini bertujuan untuk menghindari terjadinya kontak dengan udara karena stiren
Lebih terperinci4 Hasil dan pembahasan
4 Hasil dan pembahasan 4.1 Karakterisasi Awal Serbuk Bentonit Dalam penelitian ini, karakterisasi awal dilakukan terhadap serbuk bentonit. Karakterisasi dilakukan dengan teknik difraksi sinar-x. Difraktogram
Lebih terperinci4 Hasil dan Pembahasan
4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Surfaktan Gemini 12-2-12 Sintesis surfaktan gemini dilakukan dengan metode konvensional, yaitu dengan metode termal. Reaksi yang terjadi adalah reaksi substitusi bimolekular
Lebih terperinciTabel 3.1 Efisiensi proses kalsinasi cangkang telur ayam pada suhu 1000 o C selama 5 jam Massa cangkang telur ayam. Sesudah kalsinasi (g)
22 HASIL PENELITIAN Kalsinasi cangkang telur ayam dan bebek perlu dilakukan sebelum cangkang telur digunakan sebagai prekursor Ca. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, kombinasi suhu
Lebih terperinciBab IV Hasil dan Pembahasan
33 Bab IV Hasil dan Pembahasan Pada bab ini dilaporkan hasil sintesis dan karakterisasi dari senyawa yang disintesis. Senyawa disintesis menggunakan metoda deposisi dalam larutan pada temperatur rendah
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Selulosa merupakan bahan atau materi yang sangat berlimpah di bumi ini. Selulosa yang dihasilkan digunakan untuk membuat perabot kayu, tekstil, kertas, kapas serap,
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Kapasitansi Membran Telur dari Ayam Petelur Tanpa Perebusan
Pelaksanaan Penelitian Pelaksanaan penelitian meliputi persiapan penelitian, persiapan eksperimen, eksperimen, analisa data dan dilanjutkan dengan pembahasan hasil dalam bentuk skripsi. Persiapan penelitian
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN
BAB IV HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN 4.1. KARAKTERISTIK SERBUK 4.1.1. Serbuk Fe-50at.%Al Gambar 4.1. Hasil Uji XRD serbuk Fe-50at.%Al Berdasarkan gambar di atas, dapat diketahui bahwa secara keseluruhan
Lebih terperinciBab IV Hasil dan Pembahasan
Bab IV Hasil dan Pembahasan Kualitas minyak dapat diketahui dengan melakukan beberapa analisis kimia yang nantinya dibandingkan dengan standar mutu yang dikeluarkan dari Standar Nasional Indonesia (SNI).
Lebih terperinci