Hasil dan Pembahasan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Hasil dan Pembahasan"

Transkripsi

1 Bab 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Polimer Benzilkitosan Somorin (1978), pernah melakukan sintesis polimer benzilkitin tanpa pemanasan. Agen pembenzilasi yang digunakan adalah benzilklorida. Adapun reaksi benzilasi yang terjadi adalah sebagai berikut: Cl H H NHCCH 3 H NHCCH 3 -H + H NHCCH 3 H NHCCH 3 H H Gambar 4.1 Reaksi benzilasi kitin Benzilkitin yang dihasilkan dapat larut dalam asam format. Namun kelarutannya memang tidak sebaik kelarutan benzoilkitin. Kelarutan yang rendah dari benzilkitin disebabkan oleh derajat benzilasi yang rendah.[16] Pada penelitian ini, reaksi benzilasi terhadap benzilkitin dilakukan juga dengan menggunakan pemanasan pada tekanan tinggi. Tingginya tekanan diharapkan mampu meningkatkan tumbukan efektif yang menghasilkan reaksi. Berdasarkan hasil percobaan, diamati bahwa produk reaksi hasil benzilasi kitin dengan metode pemanasan dan tekanan tinggi memiliki kelarutan yang cukup baik dalam asam format setelah diaduk dan didiamkan dalam lemari pendingin (suhu rendah).penampakan fisik produk hasil reaksi dengan metode pemanasan dan tekanan tinggi berwarna kecoklatan sedangkan pada cara tanpa pemanasan produk reaksi yang dihasilkan berwarna putih kekuningan.

2 Gambar 4.2 Larutan benzilkitin dalam asam format Reaksi benzilasi terhadap kitosan dilakukan dengan metode dan agen pembenzilasi yang sama. Reaksi benzilasi terhadap molekul kitosan adalah reaksi substitusi nukelofilik, mirip dengan reaksi yang terjadi pada reaksi benzilasi kitin seperti yang dikonfirmasi oleh Somorin (1978). Hanya saja, pada reaksi benzilasi molekul kitosan, ada dua gugus yang dapat dibenzilasi, yaitu gugus hidroksil (-H) pada atom karbon nomor enam (C6) dari glukosamin dan juga gugus amina (-NH 2 ) yang terikat pada atom karbon nomor dua (C2) dari glukosamin. Dilihat dari karakteristik nukleofilisitasnya, gugus amina lebih reaktif terhadap reaksi benzilasi dibandingkan dengan gugus hidroksil. Dengan demikian, gugus benzil diperkirakan akan masuk dan terikat pada gugus amina. Adapun reaksinya adalah sebagai berikut: H H H NH 2 H -H + H NH 2 H NH H NH 2 H Cl Gambar 4.3 Reaksi benzilasi kitosan Sama seperti produk pada reaksi benzilasi kitin, produk pada benzilasi kitosan juga larut dengan cukup baik dalam asam format. 4.2 Analisis Spektrofotometri FTIR Produk reaksi benzilasi kitosan dikonfirmasi dengan melakukan karakterisasi spektrofotometri FTIR. Hasil spektrum infra merah yang diperoleh kemudian dibandingkan dengan spektrum infra merah dari kitosan sebagai acuan. 28

3 %T kitosan /cm Gambar 4.4 Spektrum IR kitosan Pada spektrum IR kitosan, terdapat puncak-puncak yang khas yang dapat dirangkum pada Tabel 4.1 berikut. Tabel 4.1 Puncak-puncak IR yang khas pada kitosan Bilangan gelombang (cm -1 ) Jenis vibrasi Regang -H, N-H 2920 Regang C-H, CH Regang C= amida 1381 Tekuk C-H Puncak yang khas dan utama dari spektrum IR kitosan terdapat pada bilangan gelombang cm -1 sebagai akibat dari vibrasi ulur (regang) dari -H dan juga N-H, dan pada 1653 cm -1 sebagai akibat dari vibrasi ulur (regang) C= amida. Berdasarkan data spektrum infra merah di atas, diperoleh keterangan bahwa kitosan yang digunakan pada penelitian ini memiliki persen derajat deasetilasi (% DD) sebesar 91,71 %. Kitosan dengan persen DD yang cukup besar ini diperoleh setelah melakukan proses 29

4 deasetilasi terhadap kitin sebanyak dua kali. Kitosan yang dihasilkan ini sangat mudah larut dalam asam asetat maupun asam format. 55 %T benzilkitosan /cm Gambar 4.5 Spektrum IR benzilkitosan Serapan-serapan spesifik dari molekul benzilkitosan adalah pada panjang gelombang 1452 cm -1 dan 866 cm -1 yang merupakan puncak dari gugus aromatik. Puncak 1452 cm -1 muncul karena adanya vibrasi dari ikatan rangkap C=C aromatik,sedangkan puncak 866 cm -1 muncul karena adanya mode vibrasi dari ikatan C-H aromatik. Selain itu, pada spektrum tersebut terlihat adanya penyempitan lebar puncak serapan ikatan hidrogen dari gugus -H dan N-H. Ini menunjukkan bahwa masuknya gugus aromatik yang bersifat hidrofobik mengganggu ikatan hidrogen yang terdapat dalam matriks polimer kitosan. 30

5 4.3 Karakterisasi Membran Paduan (Blending) Analisis Sudut Kontak Sudut kontak membran paduan (blending) diukur untuk mengetahui seberapa besar pengaruh matriks benzilkitosan terhadap sifat hidrofilisitas dari membran. Membran kitosan tanpa matriks benzilkitosan juga diukur sebagai acuan untuk melihat ada tidaknya perubahan sudut kontak. Hasil pada Tabel 4.2 memperlihatkan bahwa sudut kontak dari membran kitosan adalah yang terkecil jika dibandingkan dengan keempat membran lainnya. Ini menunjukkan bahwa membran kitosan lebih bersifat hidrofil dibanding keempat membran yang lain. Adanya penambahan benzilkitosan dengan fraksi massa benzilkitosan sebesar 33 %, ternyata meningkatkan nilai sudut kontak dari 66 0 menjadi Penambahan jumlah benzilkitosan yang tidak terlalu besar pengaruhnya terhadap perubahan sudut kontak terjadi sampai pada fraksi massa benzilkitosan sebanyak 50 %. Pada fraksi yang lebih besar lagi (sekitar 66,67 % benzilkitosan), sudut kontak membran meningkat menjadi 78 0 mendekati sudut kontak benzilkitosan 100 % yang mencapai Tabel 4.2 Sudut kontak membran Membran % Fraksi Massa Benzilkitosan Θ( 0 ) Kitosan 0,00 66 Benzilkitosan-Kitosan (1:2) 33,33 74 Benzilkitosan-Kitosan (1:1) 50,00 74 Benzilkitosan-Kitosan (2:1) 66,67 78 Benzilkitosan 100,00 80 Data ini menggambarkan bahwa penambahan benzilkitosan dapat menurunkan tingkat hidrofilisitas dari membran tersebut. Penurunan hidrofilisitas hampir berbanding lurus dengan bertambahnya jumlah fraksi benzilkitosan. Hasil pengukuran sudut kontak memberikan konfirmasi yang sesuai dengan data spektrum infra merah. Berdasarkan data pada spektrum infra merah untuk benzilkitosan, polimer benzilkitosan lebih bersifat hidrofob dibandingkan kitosan, yang teramati dengan 31

6 menyempitnya lebar pita pada daerah cm -1. Sehingga penambahan polimer benzilkitosan ke dalam matriks membran kitosan jelas dapat menurunkan hidrofilisitas membran tersebut Analisis Citra Mikroskop ptik dari Membran Analisis citra terhadap membran dilakukan secara transmisi dengan menggunakan mikroskop optik untuk mengetahui secara kasar tentang pola distribusi cluster yang terbentuk dari polimer yang di-blending. Sebelum diamati dengan mikroskop optik, membran diberi perlakuan dengan perendaman dalam larutan Cu 2+ (CuS 4 0,1 M). Ion Cu 2+ dalam air akan membentuk kompleks tetraaquokuprat, [Cu(H 2 ) 4 ] 2+. Ion kompleks ini berwarna biru dan khas hanya untuk kompleks tetraaquokuprat saja. [18] Ion Cu 2+ dalam matriks membran akan berinteraksi membentuk kompleks yang baru dengan gugus-gugus nukleofil yang ada dalam membran tersebut. Dalam membran kitosan dan membran blending benzilkitosan-kitosan, gugus-gugus yang dimaksud adalah gugus hidroksil (-H) dan gugus amina (-NH 2 ). Struktur kompleks yang terbentuk diperkirakan seperti pada Gambar 4.6 berikut. HH 2 C NH Cu 2+ CH 2 NH 2 H 2 N CH 2 N H CH 2 H Gambar 4.6 Struktur kompleks ion Cu 2+ dengan gugus-gugus hidroksil dan amina pada molekul kitosan Kompleks tersebut memberikan penampakan spot-spot berwarna biru keunguan pada membran. Pola spot-spot tersebut diamati dengan menggunakan mikroskop optik pada perbesaran 1000 kali. 32

7 Keterangan: Distribusi intensitas gelap-terang pada membran tersebar secara merata Gambar 4.7 Citra membran kitosan Sebagaimana terlihat pada Gambar 4.7 di atas, membran kitosan yang telah direndam dalam larutan Cu 2+ menunjukkan pola intensitas gelap terang yang cenderung sama, homogen, dan tersebar merata di seluruh bagian membran. Dengan mengacu pada hal tersebut, diperkirakan bahwa kompleks antara ion Cu 2+ dengan gugus-gugus amina dan hidroksil pada matriks membran terbentuk di hampir seluruh bagian membran. Perubahan besar pada pola distribusi gelap terang teramati pada membran blending benzilkitosan-kitosan 1:2 seperti nampak pada Gambar 4.8. Keterangan: Distribusi intensitas gelap-terang kurang merata Terdapat cluster hidrofil berukuran besar Gambar 4.8 Membran blending benzilkitosan-kitosan 1:2 Pada Gambar 4.8, dapat terlihat adanya cluster gelap dengan intensitas yang cukup besar. Cluster-cluster gelap berukuran besar ini seolah-olah membentuk suatu kelompok yang masing-masing terpisah satu sama lain pada jarak tertentu yang cukup jauh. 33

8 Keterangan: Distribusi intensitas gelap-terang membran agak merata Ukuran cluster sedang Gambar berikutnya, Gambar memperlihatkan 4.9 Membran pola blending distribusi benzilkitosan-kitosan intensitas gelap-terang 1:1 yang lebih Distribusi gelap-terang pada membran blending 1:1 (Gambar 4.9) sudah cukup seragam, namun masih memiliki ukuran cluster yang cukup besar. Ukuran cluster ini lebih kecil dibandingkan cluster pada membran benzilkitosan-kitosan 1:2, namun masih lebih besar daripada ukuran cluster pada membran blending benzilkitosan-kitosan 2:1. Pada Gambar 4.10, dapat dilihat bahwa ukuran cluster semakin kecil dan distribusinya lebih merata dibanding kedua membran lainnya. Keterangan: Distribusi intensitas gelap-terang membran cukup tersebar merata Ukuran cluster kecil Gambar 4.10 Membran blending benzilkitosan-kitosan 2:1 34

9 Untuk memperjelas perbedaan pola distribusi gelap-terang pada membran tersebut, dilakukan transformasi data dari gambar menjadi grafik kontur intensitas terhadap posisi. Analisis dilakukan dengan menggunakan program Scion Image. Gambar 4.11 Kontur intensitas gelap-terang membran. (a) kitosan. (b) benzilkitosankitosan 2:1. (c) benzilkitosan-kitosan 1:1. (d) benzilkitosan-kitosan 1:2 Bila kedalaman atau ketinggian dari pola intensitas gelap-terang pada Gambar 4.11 masingmasing dirata-ratakan, maka akan diperoleh suatu kurva dua dimensi yang menghubungkan antara intensitas gelap terang terhadap posisi. Kurva tersebut dirangkumkan seperti pada Gambar Kurva pada Gambar 4.12 memberikan informasi yang cukup jelas bahwa pada membran kitosan, distribusi matriks polimer sangat merata di hampir seluruh bagian membran. Pada saat penambahan sedikit benzilkitosan (benzilkitosan 33,33 %), terbentuk cluster-cluster (kelompok) matriks dengan ukuran yang cukup besar dan tersebar secara tidak merata. Cluster-cluster ini adalah cluster dari gugus-gugus yang hidrofilik (seperti -NH 2, dan -H) yang ditandai dengan intensitas yang tinggi pada kurva intensitas-posisi, serta cluster dari gugus yang hidrofobik (gugus benzil, -CH 2 C 6 H 5 ) yang ditandai dengan intensitas rendah pada kurva intensitas-posisi. 35

10 kitosan Gambar 4.12 Kurva intensitas gelap-terang rata-rata terhadap posisi untuk membran kitosan dan membran blending benzilkitosan-kitosan. Inset menerangkan bahwa puncak kurva berarti daerah tersebut memiliki intensitas gelap yang tinggi, sedangkan lembah menyatakan bahwa intensitas gelap pada daerah tersebut sangat rendah. Distribusi cluster hidrofilik menjadi lebih merata pada saat jumlah fraksi benzilkitosan sebanding dengan kitosan. Ukuran cluster pada membran ini (membran benzilkitosankitosan 1:1) masih cukup besar dibanding cluster pada membran benzilkitosan-kitosan 2:1. Sedangkan pada saat jumlah fraksi benzilkitosan lebih banyak daripada kitosan, nampak jelas terlihat bahwa ukuran cluster cenderung mengecil dan tersebar secara lebih merata di hampir seluruh bagian membran. Dari hasil analisis terhadap kontur intensitas gelap-terang membran dapat disimpulkan bahwa matriks dalam membran blending antara benzilkitosan-kitosan cenderung berkumpul membentuk cluster-cluster. Ukuran cluster semakin besar saat perbandingan benzilkitosankitosan mencapai 1:2, dan cenderung mengecil seiring dengan makin banyaknya jumlah fraksi massa benzilkitosan. 36

11 4.3.3 Analisis Konduktivitas Proton Sebagaimana telah disebutkan pada bab sebelumnya bahwa konduktivitas proton merupakan karakteristik yang paling utama dari membran penghantar proton. Semakin besar nilai konduktivitasnya, maka membran tersebut semakin baik. Pada penelitian ini, pengukuran konduktivitas dilakukan dengan menggunakan alat Conductivity Bridge Model 31 (220 V, Serial 6923, Hz). Alat tersebut bekerja dengan menggunakan arus bolak-balik (arus AC). Penggunaan arus AC dipilih agar selama pengukuran tidak terjadi polarisasi muatan yang menyebabkan menurunnya daya hantar proton terukur dari membran tersebut. Sebelum dilakukan pengukuran konduktivitas proton, membran harus diberi perlakuan terlebih dahulu dengan perendaman dalam larutan asam sulfat 1 M. Perlakuan awal ini dimaksudkan agar seluruh gugus amina dalam membran tersebut terprotonasi menjadi NH + 3. Proton yang terikat pada gugus amina itulah yang kemudian akan digunakan sebagai ion yang akan ditransportasikan dari satu sisi/bagian membran ke sisi/bagian membran yang lain. Pada saat pengukuran dilakukan, membran harus dalam keadaan basah oleh air agar mobilitas proton yang ada di dalamnya tidak terganggu. Molekul-molekul air akan terautoprotolisis menjadi ion H + dan ion H -. Ion H + yang dihasilkan tersebut akan berkesetimbangan dengan ion H + yang terikat pada gugus amina, kemudian, dengan adanya tegangan listrik yang diberikan oleh konduktometer, proton-proton bebas yang terdapat dalam membran akan bermigrasi dan bergerak ke salah satu sisi membran melintasi matriks membran. Ketika arah arus berubah, proton tersebut bergerak ke arah yang berlawanan dengan arah geraknya semula. Gerakan bolak-balik dari proton sepanjang membran inilah yang terukur sebagai nilai konduktivitas proton pada alat konduktometer. Tebal membran yang dibuat pada penelitian ini berkisar antara 0,1-0,2 mm atau sekitar Å. Jarak tempuh ini cukup besar jika dibandingkan dengan ukuran sebuah proton. Selama perjalanan, proton-proton tersebut akan berinteraksi dengan matriks membran. Pada membran kitosan, matriks membran dipenuhi dengan gugus-gugus hidroksil yang bersifat hidrofil. Gugus hidrofil ini terdapat sepanjang rantai pada polimer kitosan. Interaksi Coulomb yang terjadi antara gugus hidroksil dengan proton dapat memperlambat mobilitas proton dalam membran tersebut. Berbeda halnya, jika di dalam matriks membran tersebut terdapat gugus-gugus hidrofob. Adanya gugus-gugus tersebut akan dapat menyebabkan proton terdorong oleh tolakan hidrofobik yang terjadi. Akibatnya, mobilitas proton menjadi bertambah seiring bertambahnya kehadiran gugus hidrofob ini. Kesimpulan ini dapat 37

12 Konduktivitas (µs cm -1 ) terkonfirmasi sebagaimana dapat dilihat dari hasil pengukuran terhadap membran paduan (blending) benzilkitosan-kitosan % Massa Benzilkitosan Gambar 4.13 Kurva konduktivitas membran pada berbagai persen massa benzilkitosan Pada kurva konduktivitas di atas, terlihat bahwa dengan penambahan sedikit benzilkitosan ke dalam matriks membran kitosan (pada fraksi benzilkitosan 33,33 %), nilai konduktivitas membran malah lebih kecil dibandingkan konduktivitas membran kitosan tanpa penambahan benzilkitosan. Hal ini sepertinya terjadi karena cluster-cluster hidrofil pada membran tersebut tersebar secara tidak merata sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 4.8, sehingga kehadiran gugus hidrofob malah mempersulit masuknya proton ke dalam membran. Tetapi kemudian, seiring dengan semakin bertambahnya jumlah benzilkitosan dalam matriks membran (pada fraksi benzilkitosan 50 % dan 66,67%), nilai konduktivitas proton cenderung meningkat. Fenomena ini mengindikasikan bahwa proton semakin mudah masuk ke dalam membran. Mudahnya proton untuk masuk ke dalam membran sesuai dengan pengamatan citra permukaan untuk membran benzilkitosan-kitosan 1:1 dan 2:1. Pada kedua membran tersebut, distribusi gugus-gugus hidrofil pada permukaan membran semakin merata dengan ukuran cluster yang semakin kecil. leh sebab itu, proton pada kedua membran tersebut menjadi lebih mudah masuk dan tertarik ke dalam membran dibandingkan membran benzilkitosan-kitosan 1:2. 38

13 Potensial Membran (mv) Setelah masuk ke dalam membran, mobilitas proton diperkirakan lebih cepat dibandingkan mobilitas proton pada membran kitosan. Cepatnya laju migrasi proton tersebut disebabkan adanya tolakan hidrofobik dari gugus aromatik (gugus benzil) yang terdapat dalam matriks membran Analisis Potensial Membran Potensial membran dapat menggambarkan daya tahan suatu membran terhadap perbedaan muatan yang terdapat diantara kedua sisi membran jika membran tersebut berada diantara batas dua larutan atau cairan dengan potensial muatan yang berbeda. Semakin besar potensial membran yang terukur, maka membran tersebut akan semakin tahan terhadap perbedaan muatan yang mengenai kedua sisi permukaannya [KCl] 10 Benzilkitosan-kitosan (1:2) Benzilkitosan-kitosan (1:1) Benzilkitosan-kitosan (2:1) Kitosan Gambar 4.14 Potensial membran dengan berbagai macam perbandingan komposisi blending Pada analisis terhadap keempat membran yang disintesis, dapat dilihat bahwa nilai potensial membran cenderung meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah benzilkitosan dalam matriks membran. Ini menandakan bahwa kemampuan membran untuk menahan ion menjadi semakin besar. 39

14 4.3.5 Analisis Differential Scanning Calorimetry Kitosan memiliki suhu transisi gelas sekitar C. [9] Kandungan air dalam matriks membran sangat mempengaruhui kinerja dari membran kitosan dalam menghantarkan proton. Molekul-molekul air bekerjasama dengan gugus-gugus amina, bertindak sebagai agen pembawa proton yang memindahkan proton dari anoda ke katoda. leh sebab itu, kandungan air dalam matriks membran harus dipertahankan seoptimal mungkin agar kinerja dari sel bahan bakar jenis PEMFC atau DMFC dapat berlangsung dengan baik. Suhu kerja dari sel bahan bakar dan komponen matriks membran dapat mempengaruhi jumlah kandungan molekul air yang terdapat dalam membran. Pengaruh penambahan benzilkitosan terhadap suhu keluarnya air dari dalam matriks membran kitosan dapat diamati seperti pada Tabel 4.3. Tabel 4.3 Tabel suhu penguapan air (suhu keluarnya air dari dalam matriks membran) % Fraksi Benzilkitosan Suhu penguapan air Energi (mw.g -1 ) 0,00 115,4 0 C 1,700 33,33 116,4 0 C 1,290 50,00 106,9 0 C 0,925 66,67 108,8 0 C 1,700 Berdasarkan data pada tabel 4.3, terlihat jelas bahwa penambahan benzilkitosan ke dalam matriks membran kitosan tidak memberikan pengaruh yang besar terhadap suhu keluarnya air dari dalam matriks membran, terutama pada penambahan benzilkitosan sebanyak 33,33 %. Tetapi, dengan mengamati data pada kolom ketiga tabel 4.3 di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa penambahan jumlah benzilkitosan ke dalam matriks membran menyebabkan jumlah energi yang diperlukan untuk mengeluarkan air dari dalam matriks membran per satuan gram membran menjadi semakin berkurang. Artinya, semakin banyak jumlah benzilkitosan, air semakin mudah untuk keluar dari dalam matriks membran. Kehadiran benzilkitosan menyebabkan terganggunya interaksi hidrogen yang terbentuk antara air dengan gugus polihidroksi dan amina yang terdapat pada molekul kitosan sehingga energi yang dibutuhkan untuk mengeluarkan air menjadi semakin kecil. 40

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1 Metoda Sintesis Membran Kitosan Sulfat Secara Konvensional dan dengan Gelombang Mikro (Microwave) Penelitian sebelumnya mengenai sintesis organik [13] menunjukkan bahwa jalur

Lebih terperinci

Hasil dan Pembahasan

Hasil dan Pembahasan Bab 4 asil dan Pembahasan 4.1 Pembuatan dan Kitosan Kulit udang yang digunakan sebagai bahan baku kitosan terdiri atas kepala, badan, dan ekor. Tahapan-tahapan dalam pengolahan kulit udang menjadi kitosan

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Polistiren Polistiren disintesis melalui polimerisasi dari monomer (stiren). Polimerisasi ini merupakan polimerisasi radikal, dengan pusat aktif berupa radikal bebas.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0 37 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini sampel komposit hidroksiapatit-gelatin dibuat menggunakan metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0 hari, 1 hari, 7 hari

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Polistiren Polistiren disintesis dari monomer stiren melalui reaksi polimerisasi adisi dengan inisiator benzoil peroksida. Pada sintesis polistiren ini, terjadi tahap

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk merubah karakter permukaan bentonit dari hidrofilik menjadi hidrofobik, sehingga dapat meningkatkan kinerja kitosan-bentonit

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1 Isolasi Kitin dan Kitosan Isolasi kitin dan kitosan yang dilakukan pada penelitian ini mengikuti metode isolasi kitin dan kitosan dari kulit udang yaitu meliputi tahap deproteinasi,

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1. Sintesis Polistiren Sintesis polistiren yang diinginkan pada penelitian ini adalah polistiren yang memiliki derajat polimerisasi (DPn) sebesar 500. Derajat polimerisasi ini

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1. Sintesis Polistiren (PS) Pada proses sintesis ini, benzoil peroksida berperan sebagai suatu inisiator pada proses polimerisasi, sedangkan stiren berperan sebagai monomer yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap diazinon, terlebih dahulu disintesis adsorben kitosan-bentonit mengikuti prosedur yang telah teruji (Dimas,

Lebih terperinci

Tinjauan Pustaka. 2.1 Krisis Energi

Tinjauan Pustaka. 2.1 Krisis Energi Bab 2 Tinjauan Pustaka 2. Krisis Energi Sejak dimulainya revolusi industri di Eropa, konsumsi energi dunia cenderung bertambah secara konstan. Pada tahun 9, konsumsi energi dunia mencapai,7 TerraWatt (7

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 14 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan glukosamin hidroklorida (GlcN HCl) pada penelitian ini dilakukan melalui proses hidrolisis pada autoklaf bertekanan 1 atm. Berbeda dengan proses hidrolisis glukosamin

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 asil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Polistiren Sintesis polistiren dilakukan dalam reaktor polimerisasi dengan suasana vakum. al ini bertujuan untuk menghindari terjadinya kontak dengan udara karena stiren

Lebih terperinci

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam klorida 0,1 N. Prosedur uji disolusi dalam asam dilakukan dengan cara

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC) 39 HASIL DAN PEMBAHASAN Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC) Hasil karakterisasi dengan Difraksi Sinar-X (XRD) dilakukan untuk mengetahui jenis material yang dihasilkan disamping menentukan

Lebih terperinci

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan Bab IV asil Penelitian dan Pembahasan IV.1 Isolasi Kitin dari Limbah Udang Sampel limbah udang kering diproses dalam beberapa tahap yaitu penghilangan protein, penghilangan mineral, dan deasetilasi untuk

Lebih terperinci

4 Hasil dan pembahasan

4 Hasil dan pembahasan 4 Hasil dan pembahasan 4.1 Sintesis dan Pemurnian Polistiren Pada percobaan ini, polistiren dihasilkan dari polimerisasi adisi melalui reaksi radikal dengan inisiator benzoil peroksida (BPO). Sintesis

Lebih terperinci

3 Metodologi Penelitian

3 Metodologi Penelitian 3 Metodologi Penelitian Prosedur penelitian ini terdiri dari beberapa tahap, tahap pertama sintesis kitosan yang terdiri dari isolasi kitin dari kulit udang, konversi kitin menjadi kitosan. Tahap ke dua

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Distanoksan Sintesis distanoksan dilakukan dengan mencampurkan dibutiltimah(ii)oksida dan dibutiltimah(ii)klorida (Gambar 3.2). Sebelum dilakukan rekristalisasi, persen

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Polistirena Polistirena disintesis melalui polimerisasi adisi radikal bebas dari monomer stirena dan benzoil peroksida (BP) sebagai inisiator. Polimerisasi dilakukan

Lebih terperinci

3. Metodologi Penelitian

3. Metodologi Penelitian 3. Metodologi Penelitian 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian telah dilakukan di Laboratorium Kimia Fisik Material, Kelompok Keilmuan Kimia Anorganik dan Fisik, Program Studi Kimia ITB dari bulan

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. 3.1 Alat Alat Adapun alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah: Alat-alat Gelas.

BAB 3 METODE PENELITIAN. 3.1 Alat Alat Adapun alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah: Alat-alat Gelas. 18 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Alat Alat Adapun alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah: Nama Alat Merek Alat-alat Gelas Pyrex Gelas Ukur Pyrex Neraca Analitis OHaus Termometer Fisher Hot Plate

Lebih terperinci

BAB IV. karakterisasi sampel kontrol, serta karakterisasi sampel komposit. 4.1 Sintesis Kolagen dari Tendon Sapi ( Boss sondaicus )

BAB IV. karakterisasi sampel kontrol, serta karakterisasi sampel komposit. 4.1 Sintesis Kolagen dari Tendon Sapi ( Boss sondaicus ) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian yang dibahas pada bab ini meliputi sintesis kolagen dari tendon sapi (Bos sondaicus), pembuatan larutan kolagen, rendemen kolagen, karakterisasi sampel kontrol,

Lebih terperinci

2. Tinjauan Pustaka Sel Bahan Bakar (Fuel Cell)

2. Tinjauan Pustaka Sel Bahan Bakar (Fuel Cell) 2. Tinjauan Pustaka 2.1 2.1 Sel Bahan Bakar (Fuel Cell) Sel bahan bakar merupakan salah satu solusi untuk masalah krisis energi. Sampai saat ini, pemakaian sel bahan bakar dalam aktivitas sehari-hari masih

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Surfaktan Gemini 12-2-12 Sintesis surfaktan gemini dilakukan dengan metode konvensional, yaitu dengan metode termal. Reaksi yang terjadi adalah reaksi substitusi bimolekular

Lebih terperinci

Sintesis dan Karakterisasi Membran Blending Benzilkitosan- Kitosan untuk Aplikasi Sel Bahan Bakar

Sintesis dan Karakterisasi Membran Blending Benzilkitosan- Kitosan untuk Aplikasi Sel Bahan Bakar Sintesis dan Karakterisasi Membran Blending Benzilkitosan- Kitosan untuk Aplikasi Sel Bahan Bakar (Synthesis and Characterization of Blending Membrane of Benzylchitosan-Chitosan for Fuel Cell Application)

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Padatan TiO 2 Amorf Proses sintesis padatan TiO 2 amorf ini dimulai dengan melarutkan titanium isopropoksida (TTIP) ke dalam pelarut etanol. Pelarut etanol yang digunakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pembuatan Kitosan 4.1.1 Penyiapan Perlakuan Sampel Langkah awal yang dilakukan dalam proses isolasi kitin adalah dengan membersikan cangkang kepiting yang masih mentah

Lebih terperinci

BATERAI BATERAI ION LITHIUM

BATERAI BATERAI ION LITHIUM BATERAI BATERAI ION LITHIUM SEPARATOR Membran polimer Lapisan mikropori PVDF/poli(dimetilsiloksan) (PDMS) KARAKTERISASI SIFAT SEPARATOR KOMPOSIT PVDF/POLI(DIMETILSILOKSAN) DENGAN METODE BLENDING DEVI EKA

Lebih terperinci

3. Metodologi Penelitian

3. Metodologi Penelitian 3. Metodologi Penelitian 3.1 Alat dan bahan 3.1.1 Alat Peralatan gelas yang digunakan dalam penelitian ini adalah gelas kimia, gelas ukur, labu Erlenmeyer, cawan petri, corong dan labu Buchner, corong

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil preparasi bahan baku larutan MgO, larutan NH 4 H 2 PO 4, dan larutan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil preparasi bahan baku larutan MgO, larutan NH 4 H 2 PO 4, dan larutan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Preparasi 4.1.1 Sol Hasil preparasi bahan baku larutan MgO, larutan NH 4 H 2 PO 4, dan larutan ZrOCl 2. 8H 2 O dengan perbandingan mol 1:4:6 (Ikeda, et al. 1986) dicampurkan

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1 Pembuatan Asap Cair Asap cair dari kecubung dibuat dengan teknik pirolisis, yaitu dekomposisi secara kimia bahan organik melalui proses pemanasan tanpa atau sedikit oksigen

Lebih terperinci

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan. IV.1 Sintesis dan karaktrisasi garam rangkap CaCu(CH 3 COO) 4.6H 2 O

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan. IV.1 Sintesis dan karaktrisasi garam rangkap CaCu(CH 3 COO) 4.6H 2 O Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan IV.1 Sintesis dan karaktrisasi garam rangkap CaCu(CH 3 COO) 4.6H 2 O Garam rangkap CaCu(CH 3 COO) 4.6H 2 O telah diperoleh dari reaksi larutan kalsium asetat dengan

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis PSDVB-PAR Senyawa 4-(2 Piridilazo) Resorsinol merupakan senyawa yang telah lazim digunakan sebagai indikator logam pada analisis kimia karena kemampuannya membentuk

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 21 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengujian Bahan Baku Chitosan Chitosan merupakan bahan dasar yang dipergunakan dalam pembuatan film elektrolit polimer. Hasil analisis terhadap chitosan yang digunakan adalah

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Pembuatan Membran 4.1.1 Membran PMMA-Ditizon Membran PMMA-ditizon dibuat dengan teknik inversi fasa. PMMA dilarutkan dalam kloroform sampai membentuk gel. Ditizon dilarutkan

Lebih terperinci

Tabel 3.1 Efisiensi proses kalsinasi cangkang telur ayam pada suhu 1000 o C selama 5 jam Massa cangkang telur ayam. Sesudah kalsinasi (g)

Tabel 3.1 Efisiensi proses kalsinasi cangkang telur ayam pada suhu 1000 o C selama 5 jam Massa cangkang telur ayam. Sesudah kalsinasi (g) 22 HASIL PENELITIAN Kalsinasi cangkang telur ayam dan bebek perlu dilakukan sebelum cangkang telur digunakan sebagai prekursor Ca. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, kombinasi suhu

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. M yang berupa cairan berwarna hijau jernih (Gambar 4.1.(a)) ke permukaan Al 2 O 3

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. M yang berupa cairan berwarna hijau jernih (Gambar 4.1.(a)) ke permukaan Al 2 O 3 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sintesis Katalis Katalis Ni/Al 2 3 diperoleh setelah mengimpregnasikan Ni(N 3 ) 2.6H 2 0,2 M yang berupa cairan berwarna hijau jernih (Gambar 4.1.(a)) ke permukaan Al 2

Lebih terperinci

4.1 Isolasi Kitin. 4 Hasil dan Pembahasan

4.1 Isolasi Kitin. 4 Hasil dan Pembahasan 4 asil dan Pembahasan 4.1 Isolasi Kitin Kitin banyak terdapat pada dinding jamur dan ragi, lapisan kutikula dan exoskeleton hewan invertebrata seperti udang, kepiting dan serangga. Bahan-bahan yang terdapat

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.Sintesis dan Karakterisasi Resin Pengkhelat Sintesis resin pengkhelat dilakukan dengan tujuan untuk mempelajari karakteristik retensi ion logam Cu 2+ pada resin PSDVB-NN. Untuk

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. asil dan Pembahasan 4.1 Analisis asil Sintesis Pada penelitian ini aldehida didintesis dengan metode reduksi asam karboksilat menggunakan reduktor ab 4 / 2 dalam TF. 4.1.1 Sintesis istidinal dan Fenilalaninal

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5 Komposisi poliblen PGA dengan PLA (b) Komposisi PGA (%) PLA (%)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5 Komposisi poliblen PGA dengan PLA (b) Komposisi PGA (%) PLA (%) Tabel 5 Komposisi poliblen PGA dengan PLA (b) Komposisi PGA PLA A1 A2 A3 A4 65 80 95 35 05 Pembuatan PCL/PGA/PLA Metode blending antara PCL, PGA, dan PLA didasarkan pada metode Broz et al. (03) yang disiapkan

Lebih terperinci

KONDUKTOMETRI OLEH : AMANAH FIRDAUSA NOFITASARI KIMIA A

KONDUKTOMETRI OLEH : AMANAH FIRDAUSA NOFITASARI KIMIA A KONDUKTOMETRI OLEH : AMANAH FIRDAUSA NOFITASARI KIMIA A 2011 11030234016 Pengertia n Konduktometri Metode analisis yang memanfaatkan pengukuran daya hantar listrik, yang dihasilkan dari sepasang elektroda

Lebih terperinci

2.6.4 Analisis Uji Morfologi Menggunakan SEM BAB III METODOLOGI PENELITIAN Alat dan Bahan Penelitian Alat

2.6.4 Analisis Uji Morfologi Menggunakan SEM BAB III METODOLOGI PENELITIAN Alat dan Bahan Penelitian Alat DAFTAR ISI ABSTRAK... i ABSTRACK... ii KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... v DAFTAR LAMPIRAN... vii DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR ISTILAH... x BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang...

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan 4.1 Tahap Sintesis Biodiesel Pada tahap sintesis biodiesel, telah dibuat biodiesel dari minyak sawit, melalui reaksi transesterifikasi. Jenis alkohol yang digunakan adalah metanol,

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN Intensitas (arb.unit) Intensitas (arb.unit) Intensitas (arb. unit) Intensitas 7 konstan menggunakan buret. Selama proses presipitasi berlangsung, suhu larutan tetap dikontrol pada 7 o C dengan kecepatan

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan 19 Bab IV Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Biodiesel Minyak jelantah semula bewarna coklat pekat, berbau amis dan bercampur dengan partikel sisa penggorengan. Sebanyak empat liter minyak jelantah mula-mula

Lebih terperinci

Kata kunci: surfaktan HDTMA, zeolit terdealuminasi, adsorpsi fenol

Kata kunci: surfaktan HDTMA, zeolit terdealuminasi, adsorpsi fenol PENGARUH PENAMBAHAN SURFAKTAN hexadecyltrimethylammonium (HDTMA) PADA ZEOLIT ALAM TERDEALUMINASI TERHADAP KEMAMPUAN MENGADSORPSI FENOL Sriatun, Dimas Buntarto dan Adi Darmawan Laboratorium Kimia Anorganik

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. sol-gel, dan mempelajari aktivitas katalitik Fe 3 O 4 untuk reaksi konversi gas

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. sol-gel, dan mempelajari aktivitas katalitik Fe 3 O 4 untuk reaksi konversi gas IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengantar Penelitian ini pada intinya dilakukan dengan dua tujuan utama, yakni mempelajari pembuatan katalis Fe 3 O 4 dari substrat Fe 2 O 3 dengan metode solgel, dan mempelajari

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. hal ini memiliki nilai konduktifitas yang memadai sebagai komponen sensor gas

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. hal ini memiliki nilai konduktifitas yang memadai sebagai komponen sensor gas 31 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sintesis material konduktor ionik MZP, dilakukan pada kondisi optimum agar dihasilkan material konduktor ionik yang memiliki kinerja maksimal, dalam hal ini memiliki nilai

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian Penelitian ini dilakukan dalam tiga tahap yaitu, tahap isolasi kitin yang terdiri dari penghilangan protein, penghilangan mineral, tahap dua pembuatan kitosan dengan deasetilasi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN BaTiO 3 merupakan senyawa oksida keramik yang dapat disintesis dari senyawaan titanium (IV) dan barium (II). Proses sintesis ini dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti suhu, tekanan,

Lebih terperinci

3 Percobaan. 3.1 Tahapan Penelitian Secara Umum. Tahapan penelitian secara umum dapat dilihat pada diagram alir berikut :

3 Percobaan. 3.1 Tahapan Penelitian Secara Umum. Tahapan penelitian secara umum dapat dilihat pada diagram alir berikut : 3 Percobaan 3.1 Tahapan Penelitian Secara Umum Tahapan penelitian secara umum dapat dilihat pada diagram alir berikut : Gambar 3. 1 Diagram alir tahapan penelitian secara umum 17 Penelitian ini dibagi

Lebih terperinci

Gambar 4. Pengaruh kondisi ph medium terhadap ionisasi polimer dan pembentukan kompleks poliion (3).

Gambar 4. Pengaruh kondisi ph medium terhadap ionisasi polimer dan pembentukan kompleks poliion (3). Gambar 4. Pengaruh kondisi ph medium terhadap ionisasi polimer dan pembentukan kompleks poliion (3). 51 o CH 2 H H o CH 2 H H CNa H H CNa H H NH 2 NH 2 H H H H KITSAN NATRIUM ALGINAT ionisasi ionisasi

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.I Sintesis dan Karakterisasi Zeolit Bahan baku yang digunakan pada penelitian ini adalah kaolin alam Cicalengka, Jawa Barat, Indonesia. Kaolin tersebut secara fisik berwarna

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sintesis dan Karakterisasi Karboksimetil Kitosan Spektrum FT-IR kitosan yang digunakan untuk mensintesis karboksimetil kitosan (KMK) dapat dilihat pada Gambar 8 dan terlihat

Lebih terperinci

4 Pembahasan. 4.1 Sintesis Resasetofenon

4 Pembahasan. 4.1 Sintesis Resasetofenon 4 Pembahasan 4.1 Sintesis Resasetofenon O HO H 3 C HO ZnCl 2 CH 3 O Gambar 4. 1 Sintesis resasetofenon Pada sintesis resasetofenon dilakukan pengeringan katalis ZnCl 2 terlebih dahulu. Katalis ZnCl 2 merupakan

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1 Analisis Sintesis PS dan Kopolimer PS-PHB Sintesis polistiren dan kopolimernya dengan polihidroksibutirat pada berbagai komposisi dilakukan dengan teknik polimerisasi radikal

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dari penelitian ini telah berhasil diisolasi senyawa flavonoid murni dari kayu akar

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dari penelitian ini telah berhasil diisolasi senyawa flavonoid murni dari kayu akar IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Isolasi Senyawa Fenolik Dari penelitian ini telah berhasil diisolasi senyawa flavonoid murni dari kayu akar tumbuhan kenangkan yang diperoleh dari Desa Keputran Sukoharjo Kabupaten

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada pembuatan dispersi padat dengan berbagai perbandingan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada pembuatan dispersi padat dengan berbagai perbandingan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Pembuatan Serbuk Dispersi Padat Pada pembuatan dispersi padat dengan berbagai perbandingan dihasilkan serbuk putih dengan tingkat kekerasan yang berbeda-beda. Semakin

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Isolat Actinomycetes Amilolitik Terpilih 1. Isolat Actinomycetes Terpilih Peremajaan isolat actinomycetes dilakukan dengan tujuan sebagai pemeliharaan isolat actinomycetes agar

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KOMPOSISI SAMPEL PENGUJIAN Pada penelitian ini, komposisi sampel pengujian dibagi dalam 5 grup. Pada Tabel 4.1 di bawah ini tertera kode sampel pengujian untuk tiap grup

Lebih terperinci

Gambar 4.1 Hasil Formulasi Nanopartikel Polimer PLGA Sebagai Pembawa Deksametason Natrium Fosfat.

Gambar 4.1 Hasil Formulasi Nanopartikel Polimer PLGA Sebagai Pembawa Deksametason Natrium Fosfat. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Organoleptis Nanopartikel Polimer PLGA Uji organoleptis dilakukan dengan mengamati warna, bau, dan bentuk nanopartikel PLGA pembawa deksametason natrium fosfat. Uji organoleptis

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Monggupo Kecamatan Atinggola Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Monggupo Kecamatan Atinggola Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo, BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penyiapan Sampel Sampel daging buah sirsak (Anonna Muricata Linn) yang diambil didesa Monggupo Kecamatan Atinggola Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo, terlebih

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 59 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENDAHULUAN Pada bab IV ini akan menjelaskan kajian dari efek fotoinisiator yang akan mempengaruhi beberapa parameter seperti waktu pemolimeran, kelarutan poly tetrahydrofurfuryl

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. melakukan uji morfologi, Laboratorium Teknik Kimia Ubaya Surabaya. mulai dari bulan Februari 2011 sampai Juli 2011.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. melakukan uji morfologi, Laboratorium Teknik Kimia Ubaya Surabaya. mulai dari bulan Februari 2011 sampai Juli 2011. BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian dilakukan di Laboratorim Fisika Material Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga, Laboratorium Metalurgi ITS Surabaya

Lebih terperinci

3 Metodologi Penelitian

3 Metodologi Penelitian 3 Metodologi Penelitian Penelitian tugas akhir ini dilakukan di Laboratorium Kimia Fisik Material dan Laboratorium Kimia Analitik Program Studi Kimia ITB, serta di Laboratorium Polimer Pusat Penelitian

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK I PERCOBAAN III SIFAT-SIFAT KIMIA HIDROKARBON

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK I PERCOBAAN III SIFAT-SIFAT KIMIA HIDROKARBON LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK I PERCOBAAN III SIFAT-SIFAT KIMIA HIDROKARBON OLEH NAMA : HABRIN KIFLI HS. STAMBUK : F1C1 15 034 KELOMPOK ASISTEN : VI (ENAM) : HERIKISWANTO LABORATORIUM KIMIA FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCBAAN DAN PEMBAHASAN Penelitian ini bertujuan untuk membuat, mengisolasi dan mengkarakterisasi derivat akrilamida. Penelitian diawali dengan mereaksikan akrilamida dengan anilin sulfat.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi 2 dikeringkan pada suhu 105 C. Setelah 6 jam, sampel diambil dan didinginkan dalam eksikator, lalu ditimbang. Hal ini dilakukan beberapa kali sampai diperoleh bobot yang konstan (b). Kadar air sampel ditentukan

Lebih terperinci

Studi Efek Pendadah Berbagai Asam dan Temperatur Terhadap Konduktivitas Polibenzidin. Oleh : Agus salim Suwardi

Studi Efek Pendadah Berbagai Asam dan Temperatur Terhadap Konduktivitas Polibenzidin. Oleh : Agus salim Suwardi Studi Efek Pendadah Berbagai Asam dan Temperatur Terhadap Konduktivitas Polibenzidin Oleh : Agus salim Suwardi Pendahuluan Polimer elektroaktif telah menjadi objek penelitian yang menarik bagi kalangan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. percampuran natrium alginat-kitosan-kurkumin dengan magnetic stirrer sampai

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. percampuran natrium alginat-kitosan-kurkumin dengan magnetic stirrer sampai BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan absorbent dressing sponge dimulai dengan tahap percampuran natrium alginat-kitosan-kurkumin dengan magnetic stirrer sampai penghilangan air dengan proses lyophilizer.

Lebih terperinci

3 Metodologi Penelitian

3 Metodologi Penelitian 3 Metodologi Penelitian 3.1 Alat dan Bahan 3.1.1 Alat 1. Pada tahap sintesis, pemurnian, dan sulfonasi polistiren digunakan peralatan gelas, alat polimerisasi, neraca analitis, reaktor polimerisasi, oil

Lebih terperinci

Gambar IV 1 Serbuk Gergaji kayu sebelum ekstraksi

Gambar IV 1 Serbuk Gergaji kayu sebelum ekstraksi Bab IV Pembahasan IV.1 Ekstraksi selulosa Kayu berdasarkan struktur kimianya tersusun atas selulosa, lignin dan hemiselulosa. Selulosa sebagai kerangka, hemiselulosa sebagai matrik, dan lignin sebagai

Lebih terperinci

Metode Penelitian. 3.1 Alat dan Bahan Penelitian Daftar alat

Metode Penelitian. 3.1 Alat dan Bahan Penelitian Daftar alat Bab 3 Metode Penelitian Penelitian ini terdiri atas tahap pembuatan kitin dan kitosan, sintesis karboksimetil kitosan dari kitin dan kitosan, pembuatan membran kitosan dan karboksimetil kitosan, dan karakterisasi.

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Bahan - Kitosan - NaOH p.a (E.Merck) - Cu(NO 3 ) 2.5H2O p.a (E.Merck) - Asam Asetat p.a (E.Merck) - HNO 3 p.a (E.Merck) - Akua steril - Aquadest - Air Sungai Belawan 3.2. Alat

Lebih terperinci

Hasil Penelitian dan Pembahasan

Hasil Penelitian dan Pembahasan Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan IV.1 Pengaruh Arus Listrik Terhadap Hasil Elektrolisis Elektrolisis merupakan reaksi yang tidak spontan. Untuk dapat berlangsungnya reaksi elektrolisis digunakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Jurusan Pendidikan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Jurusan Pendidikan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Deskripsi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI yang beralamat di Jl. Dr. Setiabudi No.229 Bandung. Untuk keperluan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Sampel Akar tumbuhan akar wangi sebanyak 3 kg yang dibeli dari pasar

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Sampel Akar tumbuhan akar wangi sebanyak 3 kg yang dibeli dari pasar IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Persiapan Sampel Sampel Akar tumbuhan akar wangi sebanyak 3 kg yang dibeli dari pasar Bringharjo Yogyakarta, dibersihkan dan dikeringkan untuk menghilangkan kandungan air yang

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan. IV.2.1 Proses transesterifikasi minyak jarak (minyak kastor)

Bab IV Hasil dan Pembahasan. IV.2.1 Proses transesterifikasi minyak jarak (minyak kastor) 23 Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1 Penyiapan Sampel Kualitas minyak kastor yang digunakan sangat mempengaruhi pelaksanaan reaksi transesterifikasi. Parameter kualitas minyak kastor yang dapat menjadi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 20%, 30%, 40%, dan 50%. Kemudian larutan yang dihasilkan diendapkan

HASIL DAN PEMBAHASAN. didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 20%, 30%, 40%, dan 50%. Kemudian larutan yang dihasilkan diendapkan 6 didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 3.3.3 Sintesis Kalsium Fosfat Sintesis kalsium fosfat dalam penelitian ini menggunakan metode sol gel. Senyawa kalsium fosfat diperoleh dengan mencampurkan serbuk

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pelaksanaan penelitian dimulai sejak Februari sampai dengan Juli 2010.

BAB III METODE PENELITIAN. Pelaksanaan penelitian dimulai sejak Februari sampai dengan Juli 2010. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Pelaksanaan penelitian dimulai sejak Februari sampai dengan Juli 2010. Sintesis cairan ionik, sulfonasi kitosan, impregnasi cairan ionik, analisis

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Poliuretan Pada penelitian ini telah dilakukan sintesis poliuretan dengan menggunakan monomer diisosianat yang berasal dari toluena diisosianat (TDI) dan monomer

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada penelitian ini telah dihasilkan homopolimer emulsi polistirena

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada penelitian ini telah dihasilkan homopolimer emulsi polistirena 36 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini telah dihasilkan homopolimer emulsi polistirena yang berwarna putih susu atau milky seperti terlihat pada gambar 4.1. Gambar 4.1 Hasil polimer emulsi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada penelitian ini telah disintesis tiga cairan ionik

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada penelitian ini telah disintesis tiga cairan ionik BAB IV HASIL DA PEMBAHASA Pada penelitian ini telah disintesis tiga cairan ionik berbasis garam benzotriazolium yaitu 1,3-metil oktadesil-1,2,3-benzotriazolium bromida 1, 1,3- metil heksadesil-1,2,3-benzotriazolium

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Membran adalah sebuah penghalang selektif antara dua fase. Membran memiliki ketebalan yang berbeda- beda, ada yang tebal dan ada juga yang tipis. Ditinjau dari bahannya,

Lebih terperinci

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI MEMBRAN SELEKTIF ION TIMBAL (II) DENGAN MENGGUNAKAN ETILEN DIAMIN TETRA ASETAT (EDTA) SEBAGAI IONOFOR ABSTRACT

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI MEMBRAN SELEKTIF ION TIMBAL (II) DENGAN MENGGUNAKAN ETILEN DIAMIN TETRA ASETAT (EDTA) SEBAGAI IONOFOR ABSTRACT Jurnal Atomik., 2017, 02 (1) hal 169-174 ISSN 2549-0052 (Online) PREPARATION AND CHARACTERIZATION OF PLUMBUM (II) ION SELECTIVE MEMBRANE USING ETHYLENE DIAMINE TETRA ACETATES AS IONOPHORES PEMBUATAN DAN

Lebih terperinci

16! 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

16! 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 16 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Bahan Baku Chitosan dan Larutan Chitosan-PVA Bahan dasar yang digunakan pada pembuatan film adalah chitosan. Menurut Khan et al. (2002), nilai derajat deasetilasi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tumbuhan yang akan diteliti dideterminasi di Jurusan Pendidikan Biologi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tumbuhan yang akan diteliti dideterminasi di Jurusan Pendidikan Biologi BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Determinasi Tumbuhan Tumbuhan yang akan diteliti dideterminasi di Jurusan Pendidikan Biologi FPMIPA UPI Bandung untuk mengetahui dan memastikan famili dan spesies tumbuhan

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1 Serbuk Awal Membran Keramik Material utama dalam penelitian ini adalah serbuk zirkonium silikat (ZrSiO 4 ) yang sudah ditapis dengan ayakan 400 mesh sehingga diharapkan

Lebih terperinci

BAB IV DATA DAN PEMBAHASAN

BAB IV DATA DAN PEMBAHASAN BAB IV DATA DAN PEMBAHASAN 4.1 SINTESIS SBA-15 Salah satu tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan material mesopori silika SBA-15 melalui proses sol gel dan surfactant-templating. Tahapan-tahapan

Lebih terperinci

Asam Amino dan Protein

Asam Amino dan Protein Modul 1 Asam Amino dan Protein Dra. Susi Sulistiana, M.Si. M PENDAHULUAN odul 1 ini membahas 2 unit kegiatan praktikum, yaitu pemisahan asam amino dengan elektroforesis kertas dan uji kualitatif Buret

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan Kualitas minyak dapat diketahui dengan melakukan beberapa analisis kimia yang nantinya dibandingkan dengan standar mutu yang dikeluarkan dari Standar Nasional Indonesia (SNI).

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 6 HASIL DAN PEMBAHASAN Karboksimetil selulosa (CMC) merupakan salah satu turunan selulosa yang disebut eter selulosa (Nevell dan Zeronian 1985). CMC dapat larut di dalam air dingin dan air panas dan menghasilkan

Lebih terperinci

Eksperimen HASIL DAN PEMBAHASAN Pengambilan data

Eksperimen HASIL DAN PEMBAHASAN Pengambilan data 7 jam dan disonikasi selama jam agar membran yang dihasilkan homogen. Langkah selanjutnya, membran dituangkan ke permukaan kaca yang kedua sisi kanan dan kiri telah diisolasi. Selanjutnya membran direndam

Lebih terperinci

PENGGUNAAN KITOSAN DARI TULANG RAWAN CUMI-CUMI (LOLIGO PEALLI) UNTUK MENURUNKAN KADAR ION LOGAM Cd DENGAN MENGGUNAKAN SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM

PENGGUNAAN KITOSAN DARI TULANG RAWAN CUMI-CUMI (LOLIGO PEALLI) UNTUK MENURUNKAN KADAR ION LOGAM Cd DENGAN MENGGUNAKAN SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM Penggunaan Kitosan dari Tulang Rawan Cumi-Cumi (Loligo pealli) untuk Menurunkan Kadar Ion Logam (Harry Agusnar) PENGGUNAAN KITOSAN DARI TULANG RAWAN CUMI-CUMI (LOLIGO PEALLI) UNTUK MENURUNKAN KADAR ION

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Energi cahaya matahari dapat dikonversi menjadi energi listrik melalui suatu sistem yang disebut sel surya. Peluang dalam memanfaatkan energi matahari masih

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Ekstraksi dan Fraksinasi Sampel buah mahkota dewa yang digunakan pada penelitian ini diperoleh dari kebun percobaan Pusat Studi Biofarmaka, Institut Pertanian Bogor dalam bentuk

Lebih terperinci

Sintesis Nanopartikel ZnO dengan Metode Kopresipitasi

Sintesis Nanopartikel ZnO dengan Metode Kopresipitasi Sintesis Nanopartikel ZnO dengan Metode Kopresipitasi NURUL ROSYIDAH Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember Pendahuluan Kesimpulan Tinjauan Pustaka

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 47 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengantar Penelitian ini bertujuan untuk menunjukan pengaruh suhu sintering terhadap struktur Na 2 O dari Na 2 CO 3 yang dihasilkan dari pembakaran tempurung kelapa. Pada

Lebih terperinci