Hasil dan Pembahasan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Hasil dan Pembahasan"

Transkripsi

1 Bab 4 asil dan Pembahasan 4.1 Pembuatan dan Kitosan Kulit udang yang digunakan sebagai bahan baku kitosan terdiri atas kepala, badan, dan ekor. Tahapan-tahapan dalam pengolahan kulit udang menjadi kitosan meliputi tahap penghilangan protein, penghilangan mineral, dan konversi kitin yang diisolasi menjadi kitosan melalui tahap deasetilasi. Kulit udang yang digunakan sebagai bahan baku kitosan sebanyak 100,00 gram dan menghasilkan kitosan sebanyak 16,45 gram. Rincian pengurangan massa pada tiap tahap pembuatan kitosan diperlihatkan pada Tabel 4.1. Kitosan yang diperoleh disintesis melalui dua kali deasetilasi. al ini dilakukan karena kitosan yang melalui satu kali tahap deasetilasi tidak larut dalam 3 1% dan memiliki derajat deasetilasi yang kecil, yaitu sebesar 69,68%. Kitosan yang melalui dua kali tahap deasetilasi larut dalam 3 1% dan memiliki derajat deasetilasi sebesar 83,23% dengan sebesar 4, g/mol. Perhitungan dan derajat deasetilasi dapat dilihat pada Lampiran A dan Lampiran B. Tabel 4.1 Rincian massa yang tersisa pada tiap tahap pembuatan kitosan* Proses Massa (g) Rendemen (%) Deproteinasi 50,23 50,23 Demineralisasi 23,00 23,00 Deasetilasi (1 4 jam) 20,46 20,46 Deasetilasi (2 4 jam) 16,45 16,45 *Massa limbah udang kering 100,00 g Spektrum serapan infra-merah untuk kitin dan kitosan ditunjukkan pada Gambar 4.1 dan Gambar 4.2. Puncak-puncak yang muncul pada spektrum serapan infra-merah kitin dan kitosan identik. Perbedaan muncul pada transmitan (%T) puncak pada bilangan gelombang 1658 cm -1 (gugus = amida). Pada bilangan gelombang ini (1658 cm -1 ), kitin memiliki

2 nilai serapan yang lebih besar daripada kitosan. Spektrum ini sesuai dengan hasil yang diharapkan karena menunjukkan bahwa gugus = amida pada kitin telah berkurang, yang berarti kitosan berhasil disintesis. 100 %T sampel /cm Gambar 4.1 Spektrum serapan infra-merah kitin. Tabel 4.2 Jenis vibrasi gugus-gugus pada kitosan. Bilangan Gelombang (cm -1 ) Jenis Vibrasi Ulur -, N- 2875,86 Ulur -, ,78 Ulur = (amida) 1585,49 Tekuk ,03 Regang -- 27

3 100 %T Khitosan /cm Gambar 4.2 Spektrum serapan infra-merah kitosan (dua kali deasetilasi). 4.2 Pembuatan Karboksimetil Kitosan Pembuatan karboksimetil kitosan dilakukan melalui dua jalur. Jalur pertama adalah sintesis karboksimetil kitosan dati bahan baku kitin. Jalur kedua adalah sintesis karboksimetil kitosan dari bahan baku kitosan. Konduktivitas proton pada kitosan amat bergantung pada gugus amina yang dimilikinya. Pada jalur sintesis kedua, reaksi antara kitosan dengan asam kloroasetat memungkinkan terjadinya substitusi pada gugus amina membentuk suatu N,-karboksimetil kitosan. Substitusi pada gugus amina ini dikhawatirkan dapat mengakibatkan turunnya konduktivitas dari kitosan yang telah termodifikasi. leh karena itu, jalur sintesis pertama dilakukan untuk mendapatkan suatu -karboksimetil kitosan. al ini dapat terjadi karena gugus amina pada kitin terlindungi oleh gugus asetil (dalam bentuk asetamida). Setelah karboksimetil kitin terbentuk, deasetilasi dilakukan untuk mengubah gugus asetamida menjadi gugus amina (deproteksi gugus amina) Kitin sebagai bahan baku Sintesis karboksimetil kitin dilakukan melalui dua metode, yaitu metode homogen dan metode heterogen. Karboksimetil kitin yang dihasilkan melalui metode homogen sangat 28

4 sedikit jumlahnya sehingga sangat tidak memungkinkan untuk dideasetilasi dan dijadikan membran. al ini disebabkan karena kitin yang terlarut dalam pelarut 5% Lil/DMAc hanya kitin yang memiliki massa molekul rata-rata kecil dan kelarutannya pun hanya 15%. Karboksimetil kitin yang dihasilkan melalui metode heterogen jumlahnya banyak, yaitu 18,33 gram sehingga memungkinkan untuk dideasetilasi dan dijadikan membran. Pada metode heterogen kitin dan asam kloroasetat direaksikan dalam bentuk padatan. Spektrum IR karboksimetil kitin melalui metode heterogen ini dapat dilihat pada Lampiran. Berdasarkan spektrum serapan IR, antara kitin dan karboksimetil kitin tidak memiliki perbedaan yang signifikan sehingga disimpulkan bahwa sintesis karboksimetil kitin yang dilakukan tidak berhasil. asil uji kelarutan karboksimetil kitin metode homogen, metode heterogen, dan kitin terhadap pelarut organik dan pelarut anorganik (pelarut-pelarut yang digunakan telah dijelaskan pada Sub-bab 3.5.3) menunjukkan hasil yang negatif, yaitu tidak larut pada semua pelarut tersebut. Dari hasil uji kelarutan tersebut terlihat jelas bahwa baik karboksimetil kitin dengan cara homogen maupun dengan cara heterogen memiliki kelarutan yang sama terhadap pelarut-pelarut yang digunakan. Dari hasil uji juga diperoleh kesimpulan bahwa karboksimetil kitin yang disintesis memiliki kelarutan yang sama dengan kitin. Perbandingan antara kelarutan kitin dengan karboksimetil kitin mendukung kesimpulan yang diperoleh dari spektrum serapan IR kedua polimer tersebut, yaitu sintesis karboksimetil kitin tidak berhasil. asil uji kelarutan ini digunakan juga untuk membedakan antara karboksimetil kitin dengan karboksimetil kitosan berdasarkan sifat kelarutannya pada berbagai pelarut Kitosan sebagai bahan baku asil uji kelarutan kitosan dan karboksimetil kitosan dapat dilihat pada Tabel 4.3. Kitosan larut dalam l 0,1 M dan 3 2% sesuai dengan literatur [6]. Menurut literatur [18] dan [23], karboksimetil kitosan larut dalam aqua dm dan Nal 1%, sama dengan hasil yang diperoleh dari pengujian kelarutan yang dilakukan. Larutnya karboksimetil kitosan pada aqua dm menunjukkan bahwa adanya gugus karboksimetil pada kitosan meningkatkan hidrofilisitas dari kitosan. Spektrum serapan IR karboksimetil kitosan ditunjukkan oleh Gambar 4.3. Puncak pada 1624,06 cm -1 (vibrasi asimetrik gugus karboksilat) dan 1413, 82 cm -1 (vibrasi simetrik gugus karboksilat) menunjukkan bahwa karboksimetilasi telah terjadi. Jika dibandingkan dengan spektrum serapan IR kitosan, puncak pada bilangan gelombang 3446,79 cm -1 menjadi lebih 29

5 lebar dan lemah. Perubahan puncak serapan ini menandakan bahwa karboksimetilasi terjadi pada gugus amina dan hidroksil primer pada unit glukosamin struktur kitosan [9]. Puncak serapan hidroksil pada karboksimetil kitosan lebih lebar daripada puncak serapan hidroksil pada kitosan. Ini menunjukkan bahwa karboksimetil kitosan memiliki hidrofilisitas yang lebih tinggi daripada kitosan (sesuai dengan hasil uji kelarutan). Tabel 4.3. Perbandingan kelarutan antara kitosan dengan karboksimetil kitosan (Mhitosan). Sampel Pelarut Na 0,5 M l 0,1 M Nal 1% Aqua dm 3 2% DMF DMAc TF Aseton Kitosan Mhitosan Keterangan: - = tidak larut; + = larut 100 %T sampel /cm Gambar 4.3 Spektrum serapan infra-merah karboksimetil kitosan. asil uji kelarutan dan analisis spektrum serapan IR menunjukkan bahwa sintesis karboksimetil kitosan dari kitosan telah berhasil dilakukan. Posisi karboksimetilasi pada karboksimetil kitosan yang diperoleh tidak bisa ditentukan dengan spektrum IR (perlu analisis lebih lanjut dengan 13 -NMR). 30

6 4.3 Analisis Termal Suhu operasional PEMF berada di antara 50 o 80 o [14]. leh karena itu, material yang akan digunakan sebagai membran elektrolit haruslah memiliki kestabilan termal yang baik pada rentang suhu tersebut. Kestabilan termal sangat penting untuk mencegah terdegradasinya membran elektrolit ketika PEMF beroperasi. Analisis termogravimetri (TGA) kitosan menunjukkan bahwa kitosan terdegradasi pada suhu 309,8 o. Kenaikan suhu menyebabkan lepasnya air yang terperangkap dan berinteraksi dengan kitosan. Sebagian besar air terlepas pada suhu 122,4 o dan setelah itu kestabilan termal terjagaa hingga akhirnya kembali mengalami penurunan massa pada suhu 286,9 o dan terdegradasi pada 309,8 o (lihat Gambar 4.4). Padaa suhu dekomposisi, kitosan yang tersisa sebanyak 69, 7% dari massa awal. Analisis DS menunjukkan bahwa kitosan memiliki suhu penguapan 115,4 o (lihat Lampiran D). Gambar 4.4 Kurva analisis termogravimetri kitosan. Analisis TGA karboksimetil kitosan menunjukkan bahwa karboksimetil kitosan terdegradasi pada suhu 209,8 o. Kenaikan suhu menyebabkann lepasnya air yang terperangkap dan berinteraksi dengan karboksimetil kitosan. Sebagian besar molekul air terlepas pada suhu 82,0 o dan pada suhu 189,1 o terjadi penurunann massa yang drastis hingga akhirnya karboksimetil kitosan terdegradasi pada suhuu 209,8 o. Pada suhu dekomposisi, karboksimetil kitosan telah terdegradasi sebanyak 35,9% dari massa awal. Analisis DS 31

7 menunjukkann bahwa karboksimetil kitosan memiliki suhu penguapan 102,2 o (lihat Lampiran D). Gambar 4.5 Kurva analisis termogravimetri karboksimetil kitosan. Kitosan memiliki rantai yang lebih kompak daripada karboksimetil kitosan. al ini dikarenakan karboksimetil kitosan memiliki gugus karboksimetil yang relatif lebih besar daripada gugus hidroksil pada kitosan. Gugus karboksimetil ini menyebabkan jarak antar rantai pada karboksimetil kitosan lebih jauh daripada pada kitosan. Rongga ini menyebabkan jumlah molekul air yang berada pada celah antar rantai karboksimetil kitosan lebih besar daripada padaa kitosan. Karena perbedaan celah itu pula, interaksi antara air dengan gugus- gugus pada kitosan (gugus hidroksil dan amina) lebih kuat daripada interaksi antara air dengan gugus-gugus padaa karboksimetil kitosan. Kuatnya interaksi ini menyebabkan air lebih sulit terlepas dari kitosan. Dari penjelasan ini, hasil TGA dapat dijelaskan dengan baik. Perbedaan suhu penguapan pada kitosan dan karboksimetil kitosan dapat digunakan untuk menjelaskan hidrofilisitas kedua polimer ini. Kurva DS kitosan berbentuk sempit. Artinya, air yang terikat (melalui ikatan hidrogen) dengan gugus hidroksil dan amina pada kitosan lepas secara serempak ketika suhu penguapan tercapai. Informasi lainnya yang dapat diperoleh adalah sebagian besar molekul-moleku air langsung terikat dengan gugus hidroksil dan amina, dan hanya sedikit molekul air yang terjebak pada celah antar rantai polimer kitosan. Kurva DS karboksimetil kitosan lebih lebar daripada kurva DS kitosan. 32

8 Artinya, pada karboksimetil kitosan, air terlepas secara perlahan. Pada karboksimetil kitosan, air yang pertama kali menguap bukanlah molekul air yang langsung berikatan dengan gugus hidroksil, amina, atau karboksilat, melainkan molekul air yang terikat dengan molekul air lainnya. Ketika suhu penguapan tercapai, molekul air yang langsung terikat dengan gugusgugus tersebut dan molekul air yang terjebak pada celah antar rantai polimer karboksimetil kitosan mulai terlepas (menguap). Dari penjelasan ini, kurva DS dapat dijelaskan dengan baik. asil analisis termal menunjukkan bahwa kitosan dan karboksimetil kitosan memiliki kestabilan termal yang baik pada suhu operasional PEMF (50 o 80 o ). Akan tetapi, kitosan memiliki kestabilan termal yang lebih baik daripada karboksimetil kitosan. 4.4 Pembuatan Membran Pelarut yang digunakan pada pembuatan membran adalah 3 2%. Membran dibuat melalui teknik inversi fasa dengan menggunakan cawan petri untuk mencetak membran. Larutan kitosan dan karboksimetil kitin dituangkan ke cawan petri, lalu pelarut dibiarkan menguap pada suhu kamar sehingga terjadi perubahan fasa dari cair menjadi padat (membran). Larutan Na 2M yang ditambahkan ke dalam cawan petri berfungsi sebagai non-pelarut (non-solvent) atau koagulan. Membran karboksimetil kitosan yang diperoleh lebih rapuh dan mudah robek dibandingkan dengan membran kitosan. Penurunan sifat mekanik ini disebabkan karena masuknya gugus karboksimetil (- 2 ) ke dalam rantai polimer kitosan menyebabkan terjadinya peningkatan fleksibilitas rantai polimer sehingga kekompakan antar rantai polimer mengalami penurunan [24]. 4.5 Karakterisasi Membran Analisis kapasitas penukar ion Penentuan kapasitas penukar ion menunjukkan bahwa kitosan dan karboksimetil kitosan memiliki nilai kapasitas penukar ion yang tidak berbeda jauh. Kitosan memiliki kapasitas penukar ion sebesar 5,385 meq g -1 sedangkan karboksimetil kitosan memiliki kapasitas penukar ion sebesar 5,137 meq g -1. Kedua membran ini memiliki nilai kapasitas penukar ion yang lebih besar daripada Nafion. Kapasitas penukar ion Nafion adalah 0,91 meq g -1 [14]. Tingginya kapasitas penukar ion yang dimiliki oleh kitosan disebabkan oleh tingginya nilai derajat deasetilasi kitosan. Semakin tinggi derajat deasetilasi, semakin banyak gugus amina 33

9 bebas yang dimiliki oleh kitosan. Dengan meningkatnya jumlah gugus amina bebas ini, kapasitas penukaran ion (dalam hal ini proton, + ) akan meningkat juga. Membran karboksimetil kitosan seharusnya memiliki kapasitas penukar ion yang lebih besar daripada kitosan. Dari hasil yang diperoleh, ada dugaan bahwa proton hanya berinteraksi dengan gugus karboksilat (pada gugus karboksimetil kitosan) Analisis potensial membran asil pengukuran dan curve fitting potensial membran kitosan dan karboksimetil kitosan ditunjukkan oleh Gambar 4.6. Karboksimetil kitosan memiliki potensial membran yang lebih tinggi daripada kitosan. Dari pengolahan data dengan piranti lunak rigin diperoleh hasil seperti yang tercantum pada Tabel 4.4. Nafion memiliki nilai Q + X + sebesar 0,536 mol L -1 [14]. Tabel 4.4 Nilai muatan efektif (Q + X + ), W, dan perbandingan mobilitas kation terhadap mobilitas anion. Membran Q + X + (mol L -1 ) W Kitosan 0, , ,5789 Karboksimetil Kitosan 0, , , Karboksimetil Kitosan (Data Eksperimen) Karboksimetil Kitosan (asil Fitting) 30 Kitosan (Data Eksperimen) Kitosan (asil Fitting) Δφ (mv) E-3 0,01 0,1 1 2 (mol L -1 ) Gambar 4.6 Kurva potensial membran terhadap konsentrasi Kl yang bervariasi. 34

10 Besarnya muatan efektif menunjukkan efektivitas gugus-gugus ionik pada suatu membran elektrolit. Membran karboksimetil kitosan memiliki nilai kapasitas penukar ion yang sedikit lebih kecil daripada membran kitosan, tetapi muatan efektifnya lebih besar daripada membran kitosan sehingga dapat dikatakan bahwa membran karboksimetil kitosan memiliki transpor kation yang lebih efektif daripada membran kitosan. Akan tetapi, jika dibandingkan dengan Nafion yang memiliki kapasitas penukar ion yang lebih kecil, karboksimetil kitosan masih kurang efektif. Pada analisis potensial membran, larutan elektrolit yang digunakan adalah Kl. Dari hasil pengolahan data terlihat bahwa kitosan memiliki mobilitas kation yang lebih besar daripada karboksimetil kitosan. al disebabkan oleh adanya perbedaan kekuatan interaksi antara kation (K + ) dengan gugus - pada karboksimetil kitosan dan dengan gugus N 2 pada kitosan. Interaksi antara ion K + dengan gugus - lebih kuat daripada interaksi antara ion K + dengan gugus N 2. Larutan Kl dipilih sebagai larutan elektrolit karena mobilitas ion K + dan mobilitas ion l - di dalam air hampir sama. Akibatnya, beda potensial yang ditimbulkan oleh perbedaan antara mobilitas kation dengan anion dapat dihilangkan. Jika beda potensial ini tidak dihilangkan, analisis berikutnya akan sulit untuk dilakukan karena ada ketidaksamaan antara jenis ion di dalam membran dengan ion yang ada pada larutan ruah [14] Analisis permeabilitas metanol Membran elektrolit pada PEMF harus memiliki sifat fuel barrier yang baik. Ini berarti bahwa membran kitosan dan mebran karboksimetil kitosan ini harus memiliki sifat fuel barrier yang baik. Aplikasi pada DMF mengharuskan kedua membran ini memiliki sifat permeabilitas metanol yang rendah sehingga sifat fuel barrier yang dimiliki membran ini baik. asil pengolahan data (Lampiran F) menunjukkan bahwa kitosan memiliki permeabilitas metanol yang lebih kecil daripada karboksimetil kitosan. Artinya, kitosan memiliki sifat fuel barrier yang lebih baik daripada karboksimetil kitosan. Pada Tabel 4.5 disajikan data permeabilitas metanol untuk kitosan, karboksimetil kitosan, dan Nafion 117. Permeabilitas metanol kitosan dan karboksimetil kitosan tidak dapat langsung dibandingkan dengan permeabilitas metanol Nafion 117. al ini dikarenakan sel pengukuran permeabilitas yang digunakan berbeda. Walaupun permeabilitas metanol membran karboksimetil kitosan lebih besar sepuluh kali dari membran kitosan, membran ini masih bisa diaplikasikan pada DMF. 35

11 Tabel 4.5 Perbandingan permeabilitas metanol untuk membran kitosan, karboksimetil kitosan, dan Nafion 117. Membran Permeabilitas Metanol (cm 2 s -1 ) Kitosan 5, Karboksimetil Kitosan 2, Nafion 117 [25] 2, Peningkatan permeabilitas metanol pada karboksimetil kitosan diakibatkan oleh masuknya gugus karboksilat pada kitosan. Gugus karboksilat yang berukuran besar menyebabkan jarak antar rantai pada karboksimetil kitosan lebih besar daripada jarak antar rantai pada kitosan. Dengan membesarnya jarak antar rantai jumlah metanol yang dapat melewati celah antar rantai akan semakin besar. Model permeabilitas metanol pada kitosan dan karboksimetil kitosan ditunjukkan oleh Gambar 4.7. Pada Gambar 4.7(a) terlihat bahwa kitosan memiliki rantai yang lebih kompak daripada karboksimetil kitosan. Molekul-molekul metanol akan berinteraksi cukup baik dengan gugus hidroksil atau gugus amina pada kitosan sehingga molekul metanol yang lainnya tidak dapat melewati celah antar rantai karena tertahan ( tersumbat ) oleh molekul metanol yang berinteraksi dengan gugus-gugus tersebut. Rantai N 2 N 2 N 2 Rantai 2 (a) Rantai N 2 N N 3 Rantai 2 (b) Gambar 4.7 Model transpor metanol pada (a) kitosan dan (b) karboksimetil kitosan. Pada Gambar 4.7(b) terlihat bahwa karboksimetil kitosan memiliki jarak antar rantai yang lebih renggang daripada kitosan. Molekul-molekul metanol berinteraksi dengan gugus-gugus 36

12 pada karboksimetil kitosan (gugus karboksilat, hidroksi, dan amina) sama baiknya dengan interaksi yang dijumpai pada kitosan. Namun, karena karboksimetil kitosan memiliki jarak antar rantai yang lebih renggang, karboksimetil kitosan tidak memiliki efek penyumbatan seperti yang dijumpai pada kitosan Analisis impedance spectroscopy (IS) Analisis IS dilakukan ketika kondisi membran basah. Kurva Nyquist untuk membran kitosan dan karboksimetil kitosan yang diperoleh dari pengukuran konduktivitas proton ditunjukkan oleh Gambar 4.8. Daerah setengah lingkaran dan daerah Warburg pada kurva Nyquist untuk membran kitosan dan membran karboksimetil kitosan saling berhimpit sehingga tahanan membran tidak dapat ditentukan dari kurva Nyquist. Akan tetapi, dengan mengalurkan kurva Bode, tahanan membran pada saat frekuensi ambang (threshold) dapat ditentukan (Lampiran G) Z'' (Ω) Karboksimetil Kitosan Kitosan Z' (Ω) Gambar 4.8 Kurva Nyquist untuk membran kitosan dan karboksimetil kitosan. Pada Tabel 4.6 terlihat bahwa karboksimetil kitosan memiliki konduktivitas proton yang lebih besar daripada kitosan. Namun, jika dibandingkan dengan Nafion yang memiliki konduktivitas proton S cm -1 [14], kedua membran ini masih memiliki nilai konduktivitas proton yang rendah. Dari IS, besarnya nilai frekuensi ambang dapat juga diperoleh. Dengan mengetahui nilai frekuensi ambang, mekanisme transpor proton dapat diketahui. Frekuensi ambang membran 37

13 kitosan dengan membran karboksimetil kitosan berbeda. Ini berarti transpor proton pada membran kitosan berbeda dengan transpor proton pada membran karboksimetil kitosan. Pada kitosan, transpor proton melibatkan gugus amina sedangkan pada karboksimetil kitosan transpor proton melibatkan gugus karboksilat. Tabel 4.6 asil analisis impedance spectroscopy Membran σ (S cm -1 ) f ambang (z) Kitosan 1, ,09 Karboksimetil Kitosan 2, ,76 Pada membran dengan sistem asam-basa, transpor proton sangat dipengaruhi oleh kekuatan gugus asam atau gugus basa yang dimiliki oleh membran tersebut. Semakin kuat keasaman atau kebasaan dari gugus tersebut, nilai konduktivitas proton dari membran polielektrolit bersistem asam-basa akan semakin tinggi. Berdasarkan hasil analisis IS dan penalaran konsep asam-basa, mekanisme transpor proton pada membran bersistem asam-basa dapat diperkirakan secara secara kualitatif dan sederhana. Jika ditinjau dari teori asam-basa Bronsted-Lowry, gugus - adalah basa kuat (basa konjugasi dari asam lemah, -) sedangkan gugus N 2 adalah suatu basa lemah dan gugus N + 3 adalah suatu asam kuat (asam konjugasi dari N 2 ). Karena gugus - - adalah basa kuat dan gugus adalah asam lemah, gugus - senang untuk menerima proton dan setelah gugus tersebut terprotonasi sulit untuk terdeprotonasi (karena gugus adalah asam lemah). Berbeda dengan gugus -, gugus N 2 adalah suatu basa lemah dan asam konjugasinya, gugus N + 3, adalah asam kuat. Protonasi memang akan lebih sulit, tetapi setelah protonasi terjadi, deprotonasi gugus N + 3 mudah untuk terjadi (lihat Gambar 4.9). Mekanisme transpor proton pada kitosan telah dijelaskan pada Sub-bab 2.6 (hal. 10). Pada kitosan, transpor proton berlangsung melalui mekanisme Grothus. Mekanisme transfer proton pada membran karboksimetil kitosan diramalkan berlangsung melalui mekanisme Grothus juga (secara dominan). Ada tiga mekanisme yang diperkirakan: Mekanisme transpor proton I (Gambar 4.10), Mekanisme transpor proton II (Gambar 4.11), dan Mekanisme transpor proton III (Gambar 4.12). 38

14 2 2 + N 2 n N 3 n (a) N 2 n N 2 n N 3 n N 3 n (b) Gambar 4.9 Reaksi protonasi (a) kitosan dan (b) karboksimetil kitosan. Mekanisme transpor proton I terjadi apabila gugus karboksimetil tersubstitusi pada gugus hidroksil di atom -6. Mekanisme transpor proton II dan III terjadi apabila gugus karboksimetil tersubstitusi pada gugus amina di atom -2. Mekanisme transpor proton I dijelaskan secara sederhana oleh Gambar Pada mekanisme ini, sistem asam-basa yang serupa dengan suatu ion zwitter terbentuk. Apabila ditinjau dari sudut pandang rantai 1, rantai 1 bertindak sebagai asam (-) dan rantai 2 bertindak sebagai basa (-N 2 ). Namun, hal yang sebaliknya diperoleh apabila ditinjau dari sudut pandang rantai 2. Dari sudut pandang rantai 2, rantai 2 bertindak sebagai asam (-N + 3 ) dan rantai 1 bertindak sebagai basa (- - ). Pada kondisi ini (Gambar 4.10), proton diperebutkan oleh gugus karboksilat dan gugus amina sehingga proton akan terombangambing di antara dua gugus tersebut. Terombang-ambing -nya proton ini menyebabkan proton tidak dimiliki secara utuh oleh gugus karboksilat dan gugus amina sehingga proton akan mudah berpindah ke terowongan yang dibentuk oleh molekul-molekul air yang saling berikatan hidrogen. Meningkatnya kemudahan perpindahan proton menyebabkan terjadi peningkatan konduktivitas proton. 39

15 Rantai 1 Rantai N 2 (1) Rantai N 2 Rantai 2 (2) Rantai N 2 Rantai 2 (3) Gambar 4.10 Mekanisme transpor proton I pada karboksimetil kitosan (1 3). Mekanisme transpor proton II dan III hampir serupa. Perbedaan antara mekanisme II dan mekanisme III terletak pada posisi transpor proton yang terjadi. Perbedaan ini terlihat dengan jelas dari Gambar 4.11 (mekanisme II) dan Gambar 4.12 (mekanisme III). Pada mekanisme transpor proton II (Gambar 4.11), gugus karboksilat membantu terjadinya proses transpor proton. Adanya gugus amina sekunder (2 ) yang terikat pada atom -α menyebabkan kerapatan elektron sedikit tertarik ke arah gugus amina 2. Berkurangnya kerapatan elektron pada gugus karboksilat menyebabkan ikatan antara gugus karboksilat dengan proton melemah. Dengan melemahnya ikatan antara gugus karboksilat dengan proton, proton akan lebih mudah terlepas dan berpindah ke terowongan air. Dengan demikian, peningkatan keasaman gugus dengan kehadiran gugus amina akan meningkatkan konduktivitas proton membran karboksimetil kitosan jika dibandingkan dengan membran kitosan. 40

16 N 2 + e - (1) N 2 + e - (2) N 2 + e - (3) Gambar 4.11 Mekanisme transpor proton II pada karboksimetil kitosan (1 3). Pada mekanisme transpor proton III (Gambar 4.12), gugus amina 2 membantu terjadinya proses transpor proton. Adanya gugus karboksilat yang terikat pada atom -α menyebabkan kerapatan elektron tertarik ke arah gugus karboksilat. Berkurangnya kerapatan elektron pada gugus amina menyebabkan ikatan antara gugus amina dengan proton melemah. Dengan melemahnya ikatan antara gugus amina dengan proton, proton akan lebih mudah berpindah ke terowongan air. Dengan demikian peningkatan keasaman gugus RR N + 2 dengan masuknya gugus karboksilat (- - ) menyebabkan konduktivitas proton membran karboksimetil kitosan lebih tinggi daripada konduktivitas proton membran kitosan. 41

17 N 2 + e - (1) N 2 + e - (2) 2 N 2 + e - (3) Gambar 4.12 Mekanisme transpor proton III pada karboksimetil kitosan (1 3). Melalui ketiga mekanisme transpor proton ini, alasan mengenai tingginya konduktivitas proton membran karboksimetil kitosan dibandingkan dengan membran kitosan dapat dijelaskan. Di antara ketiga mekanisme ini, mekanisme transpor proton yang diperkirakan memiliki nilai konduktivitas proton tertinggi adalah mekanisme I (melalui sistem kepemilikan proton bersama). 42

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1 Metoda Sintesis Membran Kitosan Sulfat Secara Konvensional dan dengan Gelombang Mikro (Microwave) Penelitian sebelumnya mengenai sintesis organik [13] menunjukkan bahwa jalur

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1 Isolasi Kitin dan Kitosan Isolasi kitin dan kitosan yang dilakukan pada penelitian ini mengikuti metode isolasi kitin dan kitosan dari kulit udang yaitu meliputi tahap deproteinasi,

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Polistiren Polistiren disintesis dari monomer stiren melalui reaksi polimerisasi adisi dengan inisiator benzoil peroksida. Pada sintesis polistiren ini, terjadi tahap

Lebih terperinci

4.1 Isolasi Kitin. 4 Hasil dan Pembahasan

4.1 Isolasi Kitin. 4 Hasil dan Pembahasan 4 asil dan Pembahasan 4.1 Isolasi Kitin Kitin banyak terdapat pada dinding jamur dan ragi, lapisan kutikula dan exoskeleton hewan invertebrata seperti udang, kepiting dan serangga. Bahan-bahan yang terdapat

Lebih terperinci

Metode Penelitian. 3.1 Alat dan Bahan Penelitian Daftar alat

Metode Penelitian. 3.1 Alat dan Bahan Penelitian Daftar alat Bab 3 Metode Penelitian Penelitian ini terdiri atas tahap pembuatan kitin dan kitosan, sintesis karboksimetil kitosan dari kitin dan kitosan, pembuatan membran kitosan dan karboksimetil kitosan, dan karakterisasi.

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Polistiren Polistiren disintesis melalui polimerisasi dari monomer (stiren). Polimerisasi ini merupakan polimerisasi radikal, dengan pusat aktif berupa radikal bebas.

Lebih terperinci

3 Metodologi Penelitian

3 Metodologi Penelitian 3 Metodologi Penelitian Prosedur penelitian ini terdiri dari beberapa tahap, tahap pertama sintesis kitosan yang terdiri dari isolasi kitin dari kulit udang, konversi kitin menjadi kitosan. Tahap ke dua

Lebih terperinci

3. Metodologi Penelitian

3. Metodologi Penelitian 3. Metodologi Penelitian 3.1 Alat dan bahan 3.1.1 Alat Peralatan gelas yang digunakan dalam penelitian ini adalah gelas kimia, gelas ukur, labu Erlenmeyer, cawan petri, corong dan labu Buchner, corong

Lebih terperinci

Hasil dan Pembahasan

Hasil dan Pembahasan Bab 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Polimer Benzilkitosan Somorin (1978), pernah melakukan sintesis polimer benzilkitin tanpa pemanasan. Agen pembenzilasi yang digunakan adalah benzilklorida. Adapun

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 asil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Polistiren Sintesis polistiren dilakukan dalam reaktor polimerisasi dengan suasana vakum. al ini bertujuan untuk menghindari terjadinya kontak dengan udara karena stiren

Lebih terperinci

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan Bab IV asil Penelitian dan Pembahasan IV.1 Isolasi Kitin dari Limbah Udang Sampel limbah udang kering diproses dalam beberapa tahap yaitu penghilangan protein, penghilangan mineral, dan deasetilasi untuk

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1. Sintesis Polistiren (PS) Pada proses sintesis ini, benzoil peroksida berperan sebagai suatu inisiator pada proses polimerisasi, sedangkan stiren berperan sebagai monomer yang

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1. Sintesis Polistiren Sintesis polistiren yang diinginkan pada penelitian ini adalah polistiren yang memiliki derajat polimerisasi (DPn) sebesar 500. Derajat polimerisasi ini

Lebih terperinci

3. Metodologi Penelitian

3. Metodologi Penelitian 3. Metodologi Penelitian 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian telah dilakukan di Laboratorium Kimia Fisik Material, Kelompok Keilmuan Kimia Anorganik dan Fisik, Program Studi Kimia ITB dari bulan

Lebih terperinci

Tinjauan Pustaka. 2.1 Fuel Cell (Sel Bahan Bakar)

Tinjauan Pustaka. 2.1 Fuel Cell (Sel Bahan Bakar) Bab Tinjauan Pustaka.1 Fuel Cell (Sel Bahan Bakar) Fuel cell merupakan suatu alat yang dapat mengubah energi kimia menjadi energi listrik seperti halnya baterai. Prinsip pembuatan fuel cell pertama kali

Lebih terperinci

2. Tinjauan Pustaka Sel Bahan Bakar (Fuel Cell)

2. Tinjauan Pustaka Sel Bahan Bakar (Fuel Cell) 2. Tinjauan Pustaka 2.1 2.1 Sel Bahan Bakar (Fuel Cell) Sel bahan bakar merupakan salah satu solusi untuk masalah krisis energi. Sampai saat ini, pemakaian sel bahan bakar dalam aktivitas sehari-hari masih

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Distanoksan Sintesis distanoksan dilakukan dengan mencampurkan dibutiltimah(ii)oksida dan dibutiltimah(ii)klorida (Gambar 3.2). Sebelum dilakukan rekristalisasi, persen

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Pembuatan Membran 4.1.1 Membran PMMA-Ditizon Membran PMMA-ditizon dibuat dengan teknik inversi fasa. PMMA dilarutkan dalam kloroform sampai membentuk gel. Ditizon dilarutkan

Lebih terperinci

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam klorida 0,1 N. Prosedur uji disolusi dalam asam dilakukan dengan cara

Lebih terperinci

3 Metodologi Penelitian

3 Metodologi Penelitian 3 Metodologi Penelitian Penelitian tugas akhir ini dilakukan di Laboratorium Kimia Fisik Material dan Laboratorium Kimia Analitik Program Studi Kimia ITB, serta di Laboratorium Polimer Pusat Penelitian

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 14 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan glukosamin hidroklorida (GlcN HCl) pada penelitian ini dilakukan melalui proses hidrolisis pada autoklaf bertekanan 1 atm. Berbeda dengan proses hidrolisis glukosamin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. teknologi elektronika. Alternatif yang menarik datang dari fuel cell, yang

BAB I PENDAHULUAN. teknologi elektronika. Alternatif yang menarik datang dari fuel cell, yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Konsumsi dunia terhadap energi listrik kian meningkat seiring pesatnya teknologi elektronika. Alternatif yang menarik datang dari fuel cell, yang diharapkan

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Polistirena Polistirena disintesis melalui polimerisasi adisi radikal bebas dari monomer stirena dan benzoil peroksida (BP) sebagai inisiator. Polimerisasi dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kitosan dihasilkan dari kitin dan mempunyai struktur kimia yang sama

BAB I PENDAHULUAN. Kitosan dihasilkan dari kitin dan mempunyai struktur kimia yang sama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kitosan dihasilkan dari kitin dan mempunyai struktur kimia yang sama dengan kitin, terdiri dari rantai molekul yang panjang dan berat molekul yang tinggi. Adapun perbedaan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pelaksanaan penelitian dimulai sejak Februari sampai dengan Juli 2010.

BAB III METODE PENELITIAN. Pelaksanaan penelitian dimulai sejak Februari sampai dengan Juli 2010. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Pelaksanaan penelitian dimulai sejak Februari sampai dengan Juli 2010. Sintesis cairan ionik, sulfonasi kitosan, impregnasi cairan ionik, analisis

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pembuatan Kitosan 4.1.1 Penyiapan Perlakuan Sampel Langkah awal yang dilakukan dalam proses isolasi kitin adalah dengan membersikan cangkang kepiting yang masih mentah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil preparasi bahan baku larutan MgO, larutan NH 4 H 2 PO 4, dan larutan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil preparasi bahan baku larutan MgO, larutan NH 4 H 2 PO 4, dan larutan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Preparasi 4.1.1 Sol Hasil preparasi bahan baku larutan MgO, larutan NH 4 H 2 PO 4, dan larutan ZrOCl 2. 8H 2 O dengan perbandingan mol 1:4:6 (Ikeda, et al. 1986) dicampurkan

Lebih terperinci

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan. IV.1 Sintesis dan karaktrisasi garam rangkap CaCu(CH 3 COO) 4.6H 2 O

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan. IV.1 Sintesis dan karaktrisasi garam rangkap CaCu(CH 3 COO) 4.6H 2 O Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan IV.1 Sintesis dan karaktrisasi garam rangkap CaCu(CH 3 COO) 4.6H 2 O Garam rangkap CaCu(CH 3 COO) 4.6H 2 O telah diperoleh dari reaksi larutan kalsium asetat dengan

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. asil dan Pembahasan 4.1 Analisis asil Sintesis Pada penelitian ini aldehida didintesis dengan metode reduksi asam karboksilat menggunakan reduktor ab 4 / 2 dalam TF. 4.1.1 Sintesis istidinal dan Fenilalaninal

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian Penelitian ini dilakukan dalam tiga tahap yaitu, tahap isolasi kitin yang terdiri dari penghilangan protein, penghilangan mineral, tahap dua pembuatan kitosan dengan deasetilasi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. hal ini memiliki nilai konduktifitas yang memadai sebagai komponen sensor gas

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. hal ini memiliki nilai konduktifitas yang memadai sebagai komponen sensor gas 31 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sintesis material konduktor ionik MZP, dilakukan pada kondisi optimum agar dihasilkan material konduktor ionik yang memiliki kinerja maksimal, dalam hal ini memiliki nilai

Lebih terperinci

Gambar IV 1 Serbuk Gergaji kayu sebelum ekstraksi

Gambar IV 1 Serbuk Gergaji kayu sebelum ekstraksi Bab IV Pembahasan IV.1 Ekstraksi selulosa Kayu berdasarkan struktur kimianya tersusun atas selulosa, lignin dan hemiselulosa. Selulosa sebagai kerangka, hemiselulosa sebagai matrik, dan lignin sebagai

Lebih terperinci

4 Hasil dan pembahasan

4 Hasil dan pembahasan 4 Hasil dan pembahasan 4.1 Sintesis dan Pemurnian Polistiren Pada percobaan ini, polistiren dihasilkan dari polimerisasi adisi melalui reaksi radikal dengan inisiator benzoil peroksida (BPO). Sintesis

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0 37 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini sampel komposit hidroksiapatit-gelatin dibuat menggunakan metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0 hari, 1 hari, 7 hari

Lebih terperinci

MODIFIKASI MEMBRAN KOMPOSIT KITOSAN DENGAN FILLER MONTMORILLONIT UNTUK APLIKASI SEL BAHAN BAKAR

MODIFIKASI MEMBRAN KOMPOSIT KITOSAN DENGAN FILLER MONTMORILLONIT UNTUK APLIKASI SEL BAHAN BAKAR Jurnal Dinamika, September 2016, halaman 26-33 P-ISSN: 2087 7889 E-ISSN: 2503 4863 Vol. 07. No.2 MODIFIKASI MEMBRAN KOMPOSIT KITOSAN DENGAN FILLER MONTMORILLONIT UNTUK APLIKASI SEL BAHAN BAKAR Muhammad

Lebih terperinci

3 Metodologi Penelitian

3 Metodologi Penelitian 3 Metodologi Penelitian 3.1 Alat dan Bahan 3.1.1 Alat 1. Pada tahap sintesis, pemurnian, dan sulfonasi polistiren digunakan peralatan gelas, alat polimerisasi, neraca analitis, reaktor polimerisasi, oil

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Jurusan Pendidikan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Jurusan Pendidikan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Deskripsi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI yang beralamat di Jl. Dr. Setiabudi No.229 Bandung. Untuk keperluan

Lebih terperinci

3 Percobaan. 3.1 Tahapan Penelitian Secara Umum. Tahapan penelitian secara umum dapat dilihat pada diagram alir berikut :

3 Percobaan. 3.1 Tahapan Penelitian Secara Umum. Tahapan penelitian secara umum dapat dilihat pada diagram alir berikut : 3 Percobaan 3.1 Tahapan Penelitian Secara Umum Tahapan penelitian secara umum dapat dilihat pada diagram alir berikut : Gambar 3. 1 Diagram alir tahapan penelitian secara umum 17 Penelitian ini dibagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. industri tapioka, yaitu : BOD : 150 mg/l; COD : 300 mg/l; TSS : 100 mg/l; CN - :

BAB I PENDAHULUAN. industri tapioka, yaitu : BOD : 150 mg/l; COD : 300 mg/l; TSS : 100 mg/l; CN - : BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Industri tapioka merupakan industri rumah tangga yang memiliki dampak positif bila dilihat dari segi ekonomis. Namun dampak pencemaran industri tapioka sangat dirasakan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 ASIL PECBAAN DAN PEMBAASAN Transesterifikasi, suatu reaksi kesetimbangan, sehingga hasil reaksi dapat ditingkatkan dengan menghilangkan salah satu produk yang terbentuk. Penggunaan metil laurat dalam

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sintesis dan Karakterisasi Karboksimetil Kitosan Spektrum FT-IR kitosan yang digunakan untuk mensintesis karboksimetil kitosan (KMK) dapat dilihat pada Gambar 8 dan terlihat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ion-ion logam, khususnya logam berat yang terlepas ke lingkungan sangat berbahaya bagi kesehatan. Ion-ion logam berat pada konsentrasi rendah dapat terakumulasi

Lebih terperinci

BAB IV. karakterisasi sampel kontrol, serta karakterisasi sampel komposit. 4.1 Sintesis Kolagen dari Tendon Sapi ( Boss sondaicus )

BAB IV. karakterisasi sampel kontrol, serta karakterisasi sampel komposit. 4.1 Sintesis Kolagen dari Tendon Sapi ( Boss sondaicus ) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian yang dibahas pada bab ini meliputi sintesis kolagen dari tendon sapi (Bos sondaicus), pembuatan larutan kolagen, rendemen kolagen, karakterisasi sampel kontrol,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap diazinon, terlebih dahulu disintesis adsorben kitosan-bentonit mengikuti prosedur yang telah teruji (Dimas,

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Kopolimer Akrilonitril-Glisidil metakrilat (PAN-GMA) Pembuatan kopolimer PAN-GMA oleh peneliti sebelumnya (Godjevargova, 1999) telah dilakukan melalui polimerisasi radikal

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PERCOBAAN. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: Beaker glass 50 ml pyrex. Beaker glass 100 ml pyrex

BAB 3 METODOLOGI PERCOBAAN. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: Beaker glass 50 ml pyrex. Beaker glass 100 ml pyrex BAB 3 METODOLOGI PERCOBAAN 3.1 Alat-Alat Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: Beaker glass 50 ml pyrex Beaker glass 100 ml pyrex Beaker glass 150 ml pyrex Beaker glass 200 ml pyrex Erlenmeyer

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan 4.1 Tahap Sintesis Biodiesel Pada tahap sintesis biodiesel, telah dibuat biodiesel dari minyak sawit, melalui reaksi transesterifikasi. Jenis alkohol yang digunakan adalah metanol,

Lebih terperinci

3 Metodologi Penelitian

3 Metodologi Penelitian 3 Metodologi Penelitian 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di laboratorium Kelompok Keilmuan (KK) Kimia Analitik, Program Studi Kimia FMIPA Institut Teknologi Bandung. Penelitian dimulai dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kitosan merupakan kitin yang dihilangkan gugus asetilnya dan termasuk

BAB I PENDAHULUAN. Kitosan merupakan kitin yang dihilangkan gugus asetilnya dan termasuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kitosan merupakan kitin yang dihilangkan gugus asetilnya dan termasuk kelompok senyawa polisakarida, dimana gugus asetilnya telah hilang sehingga menyisakan gugus amina

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Otot merupakan bagian utama sebagai pembangkit gaya dan gerak pada

BAB I PENDAHULUAN. Otot merupakan bagian utama sebagai pembangkit gaya dan gerak pada 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Balakang Otot merupakan bagian utama sebagai pembangkit gaya dan gerak pada semua aktivitas manusia. Filamen kontraktil dari otot skeletal yang disebut dengan benang otot

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar Asetil (ASTM D )

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar Asetil (ASTM D ) 5 Kadar Asetil (ASTM D-678-91) Kandungan asetil ditentukan dengan cara melihat banyaknya NaH yang dibutuhkan untuk menyabunkan contoh R(-C-CH 3 ) x xnah R(H) x Na -C-CH 3 Contoh kering sebanyak 1 g dimasukkan

Lebih terperinci

BATERAI BATERAI ION LITHIUM

BATERAI BATERAI ION LITHIUM BATERAI BATERAI ION LITHIUM SEPARATOR Membran polimer Lapisan mikropori PVDF/poli(dimetilsiloksan) (PDMS) KARAKTERISASI SIFAT SEPARATOR KOMPOSIT PVDF/POLI(DIMETILSILOKSAN) DENGAN METODE BLENDING DEVI EKA

Lebih terperinci

PENGGUNAAN KITOSAN DARI TULANG RAWAN CUMI-CUMI (LOLIGO PEALLI) UNTUK MENURUNKAN KADAR ION LOGAM Cd DENGAN MENGGUNAKAN SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM

PENGGUNAAN KITOSAN DARI TULANG RAWAN CUMI-CUMI (LOLIGO PEALLI) UNTUK MENURUNKAN KADAR ION LOGAM Cd DENGAN MENGGUNAKAN SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM Penggunaan Kitosan dari Tulang Rawan Cumi-Cumi (Loligo pealli) untuk Menurunkan Kadar Ion Logam (Harry Agusnar) PENGGUNAAN KITOSAN DARI TULANG RAWAN CUMI-CUMI (LOLIGO PEALLI) UNTUK MENURUNKAN KADAR ION

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. 3.1 Alat Alat Adapun alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah: Alat-alat Gelas.

BAB 3 METODE PENELITIAN. 3.1 Alat Alat Adapun alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah: Alat-alat Gelas. 18 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Alat Alat Adapun alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah: Nama Alat Merek Alat-alat Gelas Pyrex Gelas Ukur Pyrex Neraca Analitis OHaus Termometer Fisher Hot Plate

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1 Analisis Sintesis PS dan Kopolimer PS-PHB Sintesis polistiren dan kopolimernya dengan polihidroksibutirat pada berbagai komposisi dilakukan dengan teknik polimerisasi radikal

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. melakukan uji morfologi, Laboratorium Teknik Kimia Ubaya Surabaya. mulai dari bulan Februari 2011 sampai Juli 2011.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. melakukan uji morfologi, Laboratorium Teknik Kimia Ubaya Surabaya. mulai dari bulan Februari 2011 sampai Juli 2011. BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian dilakukan di Laboratorim Fisika Material Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga, Laboratorium Metalurgi ITS Surabaya

Lebih terperinci

Jurnal Teknologi Kimia Unimal

Jurnal Teknologi Kimia Unimal Jurnal Teknologi Kimia Unimal 1:1 (November 2012) 79-90 Jurnal Teknologi Kimia Unimal homepage jurnal: www.ft.unimal.ac.id/jurnal_teknik_kimia Jurnal Teknologi Kimia Unimal PEMBUATAN KITOSAN DARI LIMBAH

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk merubah karakter permukaan bentonit dari hidrofilik menjadi hidrofobik, sehingga dapat meningkatkan kinerja kitosan-bentonit

Lebih terperinci

Makalah Pendamping: Kimia Paralel E PENGARUH KONSENTRASI KITOSAN DARI CANGKANG UDANG TERHADAP EFISIENSI PENJERAPAN LOGAM BERAT

Makalah Pendamping: Kimia Paralel E PENGARUH KONSENTRASI KITOSAN DARI CANGKANG UDANG TERHADAP EFISIENSI PENJERAPAN LOGAM BERAT 276 PENGARUH KONSENTRASI KITOSAN DARI CANGKANG UDANG TERHADAP EFISIENSI PENJERAPAN LOGAM BERAT Antuni Wiyarsi, Erfan Priyambodo Jurusan Pendidikan Kimia FMIPA UNY Kampus Karangmalang, Yogyakarta 55281

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1 Mensintesis Senyawa rganotimah Sebanyak 50 mmol atau 2 ekivalen senyawa maltol, C 6 H 6 3 (Mr=126) ditambahkan dalam 50 mmol atau 2 ekivalen larutan natrium hidroksida,

Lebih terperinci

PEMBUATAN KHITOSAN DARI KULIT UDANG UNTUK MENGADSORBSI LOGAM KROM (Cr 6+ ) DAN TEMBAGA (Cu)

PEMBUATAN KHITOSAN DARI KULIT UDANG UNTUK MENGADSORBSI LOGAM KROM (Cr 6+ ) DAN TEMBAGA (Cu) Reaktor, Vol. 11 No.2, Desember 27, Hal. : 86- PEMBUATAN KHITOSAN DARI KULIT UDANG UNTUK MENGADSORBSI LOGAM KROM (Cr 6+ ) DAN TEMBAGA (Cu) K. Haryani, Hargono dan C.S. Budiyati *) Abstrak Khitosan adalah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 53 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Analisis Mutu Kitosan Hasil analisis proksimat kitosan yang dihasilkan dari limbah kulit udang tercantum pada Tabel 2 yang merupakan rata-rata dari dua kali ulangan.

Lebih terperinci

4 Hasil dan pembahasan

4 Hasil dan pembahasan 4 Hasil dan pembahasan 4.1 Karakterisasi Awal Serbuk Bentonit Dalam penelitian ini, karakterisasi awal dilakukan terhadap serbuk bentonit. Karakterisasi dilakukan dengan teknik difraksi sinar-x. Difraktogram

Lebih terperinci

Sintesis Karboksimetil Kitosan untuk Aplikasi Proton Exchange Membrane Fuel Cell

Sintesis Karboksimetil Kitosan untuk Aplikasi Proton Exchange Membrane Fuel Cell Sintesis Karboksimetil Kitosan untuk Aplikasi Proton Exchange Membrane Fuel Cell SKRIPSI Adit Pradhana Jayusman S NIM 10504013 PROGRAM STUDI KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KOMPOSISI SAMPEL PENGUJIAN Pada penelitian ini, komposisi sampel pengujian dibagi dalam 5 grup. Pada Tabel 4.1 di bawah ini tertera kode sampel pengujian untuk tiap grup

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Kulit udang yang diperoleh dari pasar Kebun Roek Ampenan kota

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Kulit udang yang diperoleh dari pasar Kebun Roek Ampenan kota BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Isolasi Kitin dari Kulit Udang 5.1.1 Tepung kulit udang Kulit udang yang diperoleh dari pasar Kebun Roek Ampenan kota Mataram dibersihkan kemudian dikeringkan yang selanjutnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kitin dan kitosan merupakan biopolimer yang secara komersial potensial

BAB I PENDAHULUAN. Kitin dan kitosan merupakan biopolimer yang secara komersial potensial 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kitin dan kitosan merupakan biopolimer yang secara komersial potensial dalam berbagai bidang dan industri. Kitin dan kitosan merupakan bahan dasar dalam bidang biokimia,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. PENGARUH SUHU SULFONASI TERHADAP KARAKTERISTIK MEMBRAN ELEKTROLIT POLIETER-ETER KETON TERSULFONASI Karakteristik membran elektrolit polieter-eter keton tersulfonasi (speek)

Lebih terperinci

PENGARUH SUHU DAN WAKTU REAKSI PADA PEMBUATAN KITOSAN DARI TULANG SOTONG (Sepia officinalis)

PENGARUH SUHU DAN WAKTU REAKSI PADA PEMBUATAN KITOSAN DARI TULANG SOTONG (Sepia officinalis) Jurnal Teknologi Kimia Unimal 5 : 2 (November 2016) 37-44 Jurnal Teknologi Kimia Unimal http://ft.unimal.ac.id/teknik_kimia/jurnal Jurnal Teknologi Kimia Unimal PENGARUH SUHU DAN WAKTU REAKSI PADA PEMBUATAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kolesterol adalah suatu molekul lemak di dalam sel yang terdiri atas LDL

BAB I PENDAHULUAN. Kolesterol adalah suatu molekul lemak di dalam sel yang terdiri atas LDL BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kolesterol adalah suatu molekul lemak di dalam sel yang terdiri atas LDL (low density lipoprotein), HDL (high density lipoprotein), total kolesterol dan trigliserida.

Lebih terperinci

PEMANFAATAN KITOSAN DARI CANGKANG RAJUNGAN PADA PROSES ADSORPSI LOGAM NIKEL DARI LARUTAN NiSO 4

PEMANFAATAN KITOSAN DARI CANGKANG RAJUNGAN PADA PROSES ADSORPSI LOGAM NIKEL DARI LARUTAN NiSO 4 PEMANFAATAN KITOSAN DARI CANGKANG RAJUNGAN PADA PROSES ADSORPSI LOGAM NIKEL DARI LARUTAN NiSO 4 Yuliusman dan Adelina P.W. Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Indonesia Kampus UI, Depok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan yang ekstensif pada bahan bakar fosil menyebabkan terjadinya emisi polutan-polutan berbahaya seperti SOx, NOx, CO, dan beberapa partikulat yang bisa mengancam

Lebih terperinci

2 Tinjauan Pustaka. 2.1 Proton Exchange Membrane Fuel Cell (PEMFC)

2 Tinjauan Pustaka. 2.1 Proton Exchange Membrane Fuel Cell (PEMFC) 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Proton Exchange Membrane Fuel Cell (PEMFC) Proton Exchange Membrane Fuel Cell (PEMFC) merupakan salah satu jenis fuel cell, yaitu sistem penghasil energi listrik, yang bekerja berdasarkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teknologi membran telah banyak digunakan pada berbagai proses pemisahan dan sangat spesifik terhadap molekul-molekul dengan ukuran tertentu. Selektifitas membran ini

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan 19 Bab IV Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Biodiesel Minyak jelantah semula bewarna coklat pekat, berbau amis dan bercampur dengan partikel sisa penggorengan. Sebanyak empat liter minyak jelantah mula-mula

Lebih terperinci

Tinjauan Pustaka. 2.1 Krisis Energi

Tinjauan Pustaka. 2.1 Krisis Energi Bab 2 Tinjauan Pustaka 2. Krisis Energi Sejak dimulainya revolusi industri di Eropa, konsumsi energi dunia cenderung bertambah secara konstan. Pada tahun 9, konsumsi energi dunia mencapai,7 TerraWatt (7

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah pencemaran belakangan ini sangat menarik perhatian masyarakat banyak.perkembangan industri yang demikian cepat merupakan salah satu penyebab turunnya kualitas

Lebih terperinci

TINGKATAN KUALISTAS KITOSAN HASIL MODIFIKASI PROSES PRODUKSI. Abstrak

TINGKATAN KUALISTAS KITOSAN HASIL MODIFIKASI PROSES PRODUKSI. Abstrak TINGKATAN KUALISTAS KITOSAN HASIL MODIFIKASI PROSES PRODUKSI Pipih suptijah* ) Abstrak Kitosan adalah turunan dari kitin yang merupakan polimer alam terdapat pada karapas/ limbah udang sekitar 10 % - 25%.

Lebih terperinci

Pengembangan Membran Penukar Proton Berbasis Polisulfon Tersulfonasi untuk aplikasi Direct Methanol fuel cell (DMFC)

Pengembangan Membran Penukar Proton Berbasis Polisulfon Tersulfonasi untuk aplikasi Direct Methanol fuel cell (DMFC) MIPA LAPORAN PENELITIAN HIBAH BERSAING (LANJUTAN) Pengembangan Membran Penukar Proton Berbasis Polisulfon Tersulfonasi untuk aplikasi Direct Methanol fuel cell (DMFC) Oleh: Dr. Bambang Piluharto, SSi,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Isolasi sinamaldehida dari minyak kayu manis. Minyak kayu manis yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Isolasi sinamaldehida dari minyak kayu manis. Minyak kayu manis yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari 37 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Isolasi sinamaldehida dari minyak kayu manis Minyak kayu manis yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari hasil penyulingan atau destilasi dari tanaman Cinnamomum

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Osteoarthritis (OA) 2.2 Glukosamin hidroklorida (GlcN HCl)

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Osteoarthritis (OA) 2.2 Glukosamin hidroklorida (GlcN HCl) 3 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Osteoarthritis (OA) Osteoarthritis yang juga sebagai penyakit degeneratif pada sendi adalah bentuk penyakit radang sendi yang paling umum dan merupakan sumber utama penyebab rasa

Lebih terperinci

PREPARASI MEMBRAN KOMPOSIT ELEKTROLIT KARBOKSIMETIL KITOSAN/ZnO/POLIVINIL ALKOHOL UNTUK APLIKASI SEL BAHAN BAKAR (FUEL CELLS)

PREPARASI MEMBRAN KOMPOSIT ELEKTROLIT KARBOKSIMETIL KITOSAN/ZnO/POLIVINIL ALKOHOL UNTUK APLIKASI SEL BAHAN BAKAR (FUEL CELLS) PREPARASI MEMBRAN KOMPOSIT ELEKTROLIT KARBOKSIMETIL KITOSAN/ZnO/POLIVINIL ALKOHOL UNTUK APLIKASI SEL BAHAN BAKAR (FUEL CELLS) Disusun oleh : THITA HARYATI M0309059 SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi sebagian

Lebih terperinci

Kata kunci: surfaktan HDTMA, zeolit terdealuminasi, adsorpsi fenol

Kata kunci: surfaktan HDTMA, zeolit terdealuminasi, adsorpsi fenol PENGARUH PENAMBAHAN SURFAKTAN hexadecyltrimethylammonium (HDTMA) PADA ZEOLIT ALAM TERDEALUMINASI TERHADAP KEMAMPUAN MENGADSORPSI FENOL Sriatun, Dimas Buntarto dan Adi Darmawan Laboratorium Kimia Anorganik

Lebih terperinci

Bab III Metodologi. III.1 Alat dan Bahan. III.1.1 Alat-alat

Bab III Metodologi. III.1 Alat dan Bahan. III.1.1 Alat-alat Bab III Metodologi Penelitian ini dibagi menjadi 2 bagian yaitu isolasi selulosa dari serbuk gergaji kayu dan asetilasi selulosa hasil isolasi dengan variasi waktu. Kemudian selulosa hasil isolasi dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini bahan bakar fosil telah digunakan di hampir seluruh aktivitas

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini bahan bakar fosil telah digunakan di hampir seluruh aktivitas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini bahan bakar fosil telah digunakan di hampir seluruh aktivitas manusia seperti penggunaan kendaraan bermotor, menjalankan mesin-mesin pabrik, proses memasak

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 6 HASIL DAN PEMBAHASAN Karboksimetil selulosa (CMC) merupakan salah satu turunan selulosa yang disebut eter selulosa (Nevell dan Zeronian 1985). CMC dapat larut di dalam air dingin dan air panas dan menghasilkan

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 21 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengujian Bahan Baku Chitosan Chitosan merupakan bahan dasar yang dipergunakan dalam pembuatan film elektrolit polimer. Hasil analisis terhadap chitosan yang digunakan adalah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. memiliki kandungan air yang cukup tinggi sehingga sukar kering. Setelah kulit

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. memiliki kandungan air yang cukup tinggi sehingga sukar kering. Setelah kulit 48 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Preparasi Kulit Batang Pisang Kepok Preparasi kulit batang pisang diawali dengan mencucinya menggunakan air hingga bersih dan dijemur di bawah sinar matahari hingga

Lebih terperinci

STUDI ANALISIS ANTIBAKTERI DARI FILM GELATIN- KITOSAN MENGGUNAKAN Staphylococcus aureus

STUDI ANALISIS ANTIBAKTERI DARI FILM GELATIN- KITOSAN MENGGUNAKAN Staphylococcus aureus STUDI ANALISIS ANTIBAKTERI DARI FILM GELATIN- KITOSAN MENGGUNAKAN Staphylococcus aureus Disusun oleh: MARDIAN DARMANTO NRP. 1407 100 051 Pembimbing 1 Lukman Atmaja, Ph.D Pembimbing 2 Drs. Muhammad Nadjib,

Lebih terperinci

BAB I Pendahuluan I.1 Deskripsi Penelitian dan Latar Belakang

BAB I Pendahuluan I.1 Deskripsi Penelitian dan Latar Belakang BAB I Pendahuluan I.1 Deskripsi Penelitian dan Latar Belakang Material tekstil dari serat selulosa merupakan material tekstil yang banyak diminati dibanding material tekstil lainnya. Hal ini disebabkan

Lebih terperinci

2 Tinjauan Pustaka. 2.1 Polimer. 2.2 Membran

2 Tinjauan Pustaka. 2.1 Polimer. 2.2 Membran 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Polimer Polimer (poly = banyak, meros = bagian) merupakan molekul besar yang terbentuk dari susunan unit ulang kimia yang terikat melalui ikatan kovalen. Unit ulang pada polimer,

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Aktivasi Zeolit Sebelum digunakan, zeolit sebaiknya diaktivasi terlebih dahulu untuk meningkatkan kinerjanya. Dalam penelitian ini, zeolit diaktivasi melalui perendaman dengan

Lebih terperinci

4 Pembahasan. 4.1 Sintesis Resasetofenon

4 Pembahasan. 4.1 Sintesis Resasetofenon 4 Pembahasan 4.1 Sintesis Resasetofenon O HO H 3 C HO ZnCl 2 CH 3 O Gambar 4. 1 Sintesis resasetofenon Pada sintesis resasetofenon dilakukan pengeringan katalis ZnCl 2 terlebih dahulu. Katalis ZnCl 2 merupakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tumbuhan yang akan diteliti dideterminasi di Jurusan Pendidikan Biologi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tumbuhan yang akan diteliti dideterminasi di Jurusan Pendidikan Biologi BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Determinasi Tumbuhan Tumbuhan yang akan diteliti dideterminasi di Jurusan Pendidikan Biologi FPMIPA UPI Bandung untuk mengetahui dan memastikan famili dan spesies tumbuhan

Lebih terperinci

Ion Exchange. Shinta Rosalia Dewi

Ion Exchange. Shinta Rosalia Dewi Ion Exchange Shinta Rosalia Dewi RESIN PARTICLE AND BEADS Pertukaran ion Adsorpsi, dan pertukaran ion adalah proses sorpsi, dimana komponen tertentu dari fase cairan, yang disebut zat terlarut, ditransfer

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN 22 BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Produksi Furfural Bonggol jagung (corn cobs) yang digunakan dikeringkan terlebih dahulu dengan cara dijemur 4-5 hari untuk menurunkan kandungan airnya, kemudian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelapa Sawit (Elaeis guineensis jack) termasuk produk yang banyak diminati oleh investor karena nilai ekonominya cukup tinggi. Para investor menanam modalnya untuk

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. adalah tanah-tanah bereaksi masam (ph rendah) dan miskin unsur hara, seperti

TINJAUAN PUSTAKA. adalah tanah-tanah bereaksi masam (ph rendah) dan miskin unsur hara, seperti TINJAUAN PUSTAKA Tanah Ultisol Tanah-tanah yang tersedia untuk pertanian sekarang dan akan datang adalah tanah-tanah bereaksi masam (ph rendah) dan miskin unsur hara, seperti ordo Ultisol. Ditinjau dari

Lebih terperinci

2. Tinjauan Pustaka Polymer Electrolyte Membran Fuel Cell (PEMFC) Gambar 2.1 Diagram Polymer Electrolyte Membrane Fuel Cell (PEMFC)

2. Tinjauan Pustaka Polymer Electrolyte Membran Fuel Cell (PEMFC) Gambar 2.1 Diagram Polymer Electrolyte Membrane Fuel Cell (PEMFC) 2. Tinjauan Pustaka 2.1. Polymer Electrolyte Membran Fuel Cell (PEMFC) Polymer Electrolyte Membran Fuel Cell (PEMFC) adalah salah satu tipe fuel cell yang sedang dikembangkan. PEMFC ini bekerja mengubah

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1 Pembuatan Asap Cair Asap cair dari kecubung dibuat dengan teknik pirolisis, yaitu dekomposisi secara kimia bahan organik melalui proses pemanasan tanpa atau sedikit oksigen

Lebih terperinci