4 Hasil dan Pembahasan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "4 Hasil dan Pembahasan"

Transkripsi

1 4 Hasil dan Pembahasan 4.1. Kertas Tanpa Aditif Pembuatan kertas Metode pembuatan kertas dilakukan berdasarkan hasil optimasi dari penelitian sebelumnya (Wisastra, 2007) dengan modifikasi tanpa melakukan tahap penghilangan lemak. Secara keseluruhan, metode pembuatan kertas pada penelitian ini bersifat aman terhadap keselamatan kerja dan ramah lingkungan. Metode ini juga relatif murah dan mudah untuk diterapkan di masyarakat. Tahap penghilangan air melalui penjemuran di bawah sinar matahari dipilih karena memberikan hasil pengeringan lebih merata dibandingkan dengan hasil pengeringan menggunakan oven (Wisastra, 2007). Proses ini menghilangkan air dalam albedo markisa konyal dengan reduksi rata-rata 80,44% terhadap massa albedo awal (data lengkap pada Lampiran A). Pada penelitian ini proses pembuatan kertas dimodifikasi dengan tidak melakukan tahap penghilangan lemak. Albedo markisa konyal yang sudah dihilangkan air rata-rata mengandung lemak sebesar 0,911% dan dapat dihilangkan dengan ekstraksi menggunakan campuran pelarut toluen dan etanol 2:1 sebanyak 300 ml selama 9 jam untuk satu kali proses pembuatan kertas (Wisastra, 2007). Maka, modifikasi ini dapat meminimalkan penggunaan reagen dan merupakan efisiensi kerja. Secara kasat mata, kertas yang dihasilkan tanpa tahap penghilangan lemak berwarna sama dengan kertas yang dihasilkan melalui tahap penghilangan lemak. Namun, kertas yang dihasilkan tanpa tahap penghilangan lemak relatif lebih elastis dan lebih tahan air dibandingkan kertas yang dihasilkan melalui tahap penghilangan lemak. Struktur molekular lemak merujuk pada analisis bahwa karena lemak mengandung banyak rantai hidrokarbon tidak jenuh yang strukturnya relatif linear sehingga bersifat fleksibel dan berkontribusi pada elastisitas. Rantai hidrokarbon juga bersifat hidrofob berkontribusi pada sifat ketahanan lebih tinggi terhadap air dibandingkan kertas yang dihasilkan melalui tahap penghilangan lemak. 24

2 Pulping adalah proses pemurnian selulosa dengan melarutkan senyawa lain dalam albedo markisa konyal, terutama lignin. Keberadaan lignin menyebabkan warna coklat pada kertas dan mengurangi elastisitas kertas sehingga harus dihilangkan. Lignin merupakan matriks berupa polimer yang mengelilingi kerangka serat selulosa dan menyebabkan dinding sel tumbuhan bersifat kuat dan kaku (Lehninger, 1982). Selama proses pulping, pelarut menjadi semakin berwarna gelap karena semakin banyak lignin yang terhidrolisis dan terlarut, lihat Gambar 4-1 A. Proses pulping dilakukan dengan pemanasan selama 3,5 jam yang merupakan waktu optimum untuk menghidrolisis lignin secara sempurna. Pemanasan tidak dilakukan dengan waktu lebih lama untuk menghindari terjadinya degradasi selulosa menjadi rantai polisakarida lebih pendek yang bersifat rapuh. Pada akhir proses pulping diperoleh pelarut berwarna coklat pekat (black liquor) yang warnanya tidak berubah lagi, lihat Gambar 4-1 B. Gambar 4-1 Perubahan warna pelarut selama proses pulping Gambar A menunjukkan pelarut menjadi berwarna coklat setelah pulping selama 30 menit. Gambar B menunjukkan pelarut berwarna coklat pekat (black liquor) setelah pulping selesai Pulping menggunakan pelarut asam asetat dan asam klorida (HCl) yang merupakan katalis sebagai asam kuat yang mengontrol reaksi hidrolisis lignin. Reaksi ini merupakan pemutusan ikatan kovalen antara lignin dan selulosa (Froass et.al., 1996). Berdasarkan usulan mekanisme yang dibuat (Gambar 4-2), adanya ion hidrogen dari HCl memungkinkan penyerangan dari elektron bebas pada oksigen sehingga ikatan glikosidiknya menjadi lemah dan putus menghasilkan suatu molekul glukosa dan monomer lignin berupa alkohol. 25

3 R H R HO RO O H 2 C O OH C H 2 OCH 3 OMe H + HO RO H 2 C O OH O + C H 2 OCH 3 OMe R HO RO CH 2 + O OH OCH 3 + HO C H 2 OMe Gambar 4-2 Usulan mekanisme reaksi pada proses pulping Setelah disaring, padatan pulp kering rata-rata diperoleh 67,01% (b/b) terhadap massa albedo sampel (data lengkap pada Lampiran A). Sebagian besar pulp dihasilkan berwarna coklat (Gambar 4-3 A), menunjukkan masih terdapat lignin pada selulosa. Meskipun telah terhidrolisis, monomer alkohol hasil hidrolisis lignin dapat membentuk ikatan hidrogen dengan gugus hidroksi pada selulosa sehingga sulit dipisahkan dan menyebabkan pulp masih berwarna coklat. Maka, dilakukan tahap bleaching untuk menghilangkan lignin sehingga diperoleh selulosa murni dengan warna lebih cerah (Gambar 4-3 B). Gambar 4-3 Pulp Gambar A menunjukkan pulp setelah pulping dan disaring. Gambar B menunjukkan pulp setelah bleaching dan disaring. Pada penelitian ini bleaching menggunakan hidrogen peroksida (H 2 O 2 ) yang dapat mengoksidasi alkohol membentuk asam karboksilat. Selanjutnya, asam karboksilat dapat mengalami reaksi esterifikasi dengan alkohol lignin yang tersisa. Terjadinya esterifikasi 26

4 monomer lignin menyebabkan ikatan hidrogen antara selulosa dan lignin putus. Selain larutan hidrogen peroksida, digunakan juga larutan NaOH sebagai katalis. Namun, penggunaan basa harus dibatasi untuk menghindari peningkatan ph karena selulosa dapat terdegradasi pada ph tinggi. Degradasi selulosa akan mengakibatkan serat menjadi rusak dan berwarna coklat. Perlu dicatat bahwa hidrogen peroksida merupakan bahan kimia yang cenderung bersifat tidak stabil. Penyimpanan pada keadaan yang tidak tepat dan dalam waktu cukup lama menyebabkan hidrogen peroksida sangat mudah terdekomposisi. Pengaruh penggunaan hidrogen peroksida yang sudah terdekomposisi serta kondisi reaksi yang kurang sesuai, seperti waktu pemanasan atau pengadukan yang kurang sempurna, menghasilkan kertas masih berwarna kecoklatan (Gambar 4-4 A). Sebaliknya, penggunaan hidrogen peroksida yang masih baik dan kondisi reaksi bleaching yang sempurna menghasilkan kertas yang berwarna putih lebih cerah (Gambar 4-4 B). Gambar 4-4 Hasil bleaching kertas tanpa aditif Gambar A menunjukkan kertas berwarna kecoklatan karena penggunaan H 2 O 2 yang sudah terdekomposisi dan proses bleaching yang kurang sempurna. Gambar B menunjukkan kertas berwarna putih karena penggunaan H 2 O 2 yang masih baik dan proses bleaching yang sempurna. Dengan menggunakan mesin kertas, proses pencetakan dilakukan dari suspensi pulp yang terdiri atas 99% air (Catalyst, 2008). Namun, hal tersebut tidak memungkinkan untuk dilakukan pada skala laboratorium karena proses pengeringan yang sulit. Suspensi dengan konsentrasi pulp basah 5% (b/v) terhadap air memerlukan waktu pengeringan lebih dari dua minggu. Suspensi dengan konsentrasi pulp basah 10% (b/v) terhadap air memerlukan waktu pengeringan selama satu minggu. Sedangkan suspensi dengan konsentrasi pulp basah 15% (b/v) terhadap air memerlukan waktu pengeringan selama satu hari pada kondisi cuaca hujan atau mendung dan hanya memerlukan waktu pengeringan sekitar 12 jam pada kondisi cuaca panas. Maka, proses pencetakan selanjutnya dilakukan dengan konsentrasi pulp basah 15% (b/v) terhadap air. Selain itu, proses pencetakan secara langsung di atas kaca menghasilkan kertas kering yang sangat menempel pada permukaan kaca sehingga sulit dilepaskan. Proses pencetakan secara langsung di atas mika juga memberikan hasil yang sama. Proses pencetakan dan pengeringan 27

5 harus dilakukan di atas kaca atau mika yang dilapisi plastik tipis. Proses ini menghasilkan lembaran kertas dengan ketebalan mm Karakterisasi Analisis foto permukaan secara mikroskopik dengan SEM memperlihatkan struktur kertas secara mikroskopik. Dari struktur penampang melintangnya, kertas diketahui terdiri atas banyak lapisan serat, seperti ditunjukkan pada Gambar 4-13 C. Semakin tebal kertas yang dicetak, semakin banyak jumlah lapisan seratnya. Lapisan serat ini juga menentukan sifat mekanik kertas. Semakin rapat dan kompak lapisan-lapisan serat, semakin baik kekuatan kertas. Karena proses pencetakan dan pengeringan dilakukan secara manual, kertas dihasilkan dengan struktur kedua sisi permukaan yang berbeda. Sisi bawah kertas memiliki struktur permukaan lebih halus (Gambar 4-5 A dan B). Sedangkan sisi atas kertas memiliki struktur permukaan kurang halus (Gambar 4-6 A dan B). Hal ini disebabkan perbedaan perlakuan pada proses pencetakan dan pengeringan kertas. Gambar 4-5 Hasil SEM permukaan bawah kertas tanpa aditif Gambar A menunjukkan hasil SEM dengan perbesaran 500 kali dan Gambar B dengan perbesaran 2000 kali. Kertas memiliki struktur permukaan bawah yang lebih halus. Gambar 4-6 Hasil SEM permukaan atas kertas tanpa aditif Gambar A menunjukkan hasil SEM dengan perbesaran 500 kali dan Gambar B dengan perbesaran 2000 kali. Kertas memiliki struktur permukaan atas yang kurang halus. 28

6 Sisi bawah kertas mengalami tekanan mekanik ketika roller dilewatkan pada proses pencetakan kertas. Adanya permukaan datar berupa kaca atau mika selama proses pengeringan juga menyebabkan susunan serat menjadi rapat dan teratur. Permukaan kertas menjadi lebih halus. Sedangkan sisi atas kertas hanya dibentuk sekali dengan roller kemudian dibiarkan di udara terbuka hingga kertas kering. Penguapan air melalui pori kertas menyebabkan permukaan bagian atas menjadi tidak rapat dan membentuk jalinan serat yang kurang teratur. Kemungkinan masuknya debu atau kotoran berukuran mikro dari udara juga berkontribusi terhadap kehalusan permukaan kertas. Hasil ini sangat berbeda dengan kertas komersial yang diproses menggunakan suatu mesin kertas. Kedua sisi permukaan kertas komersial diperoleh sama halus karena sama-sama dicetak dengan dilewatkan pada serangkaian roller dan dikeringkan secara gravitasi, pengisapan, dan pemberian tekanan (Paperonline.org, 2007). Karakterisasi uji tarik terhadap kertas dilakukan untuk mengetahui kekuatan dan kelenturan kertas. Hasil uji tarik ditunjukkan pada Tabel 4-1. Nilai stress menunjukkan kekuatan mekanik kertas dengan membandingkan gaya yang dibutuhkan untuk merobek kertas terhadap luas daerah putus pada kertas. Semakin tinggi nilai stress menunjukkan semakin tinggi kekuatan mekaniknya. Kertas yang dihasilkan tanpa tahap penghilangan lemak memiliki nilai stress 25,41 N/mm 2. Sedangkan kertas yang diproses dengan penghilangan lemak memiliki nilai stress N/mm 2 (Wisastra, 2007). Nilai stress kertas tanpa proses penghilangan lemak dan kertas dengan proses penghilangan lemak berbeda tidak terlalu signifikan dan lebih tinggi dibandingkan kertas tulis komersial (HVS) yang memiliki nilai stress sebesar 21 N/mm 2. Maka, secara umum kertas yang berasal dari albedo markisa konyal dapat dinyatakan memiliki kekuatan mekanik lebih tinggi dibandingkan kertas tulis komersial. Tabel 4-1 Hasil uji tarik kertas tanpa aditif jenis kertas stress (N/mm 2 ) strain (%) modulus elastisitas (N/mm 2 ) HVS dengan penghilangan lemak tanpa penghilangan lemak Nilai yang tertera merupakan nilai rata-rata berdasarkan data dan perhitungan pada Lampiran B Kelenturan kertas dinyatakan dengan modulus elastisitas yang merupakan perbandingan stress dan strain. Namun, karena keterbatasan kemampuan alat, hasil uji tarik adalah nilai pada saat putus sehingga modulus elastisitas yang diperoleh adalah modulus elastisitas pada saat putus. Kertas tanpa penghilangan lemak memiliki nilai modulus elastisitas sangat tinggi, 29

7 yaitu N/mm 2, jauh lebih tinggi dibandingkan kertas dengan penghilangan lemak maupun kertas tulis komersial. Karena sudah berbentuk lembaran tipis, karakterisasi spektrum inframerah dilakukan secara langsung terhadap kertas, tidak menggunakan pelet KBr. Namun, analisis tidak dapat dilakukan dengan baik pada daerah panjang gelombang cm -1 dan cm -1 karena dihasilkan puncak-puncak serapan dengan transmitan di bawah 0%. Kemungkinan terbesar hal ini karena kertas relatif lebih tebal dari pelet KBr sehingga tidak ada radiasi inframerah yang diteruskan ke detektor. Pembuatan kertas yang lebih tipis tidak memungkinkan karena kesulitan proses pencetakannya, yaitu sulit melepas lembaran kertas dari permukaan kaca, serta kertas akan memiliki kekuatan mekanik yang rendah. Hasil spektrum inframerah kertas (Lampiran C) menunjukkan puncak-puncak khas selulosa, seperti dirangkum pada Tabel 4-2. Tabel 4-2 Data spektrum inframerah kertas tanpa aditif panjang gelombang (cm -1 ) gugus fungsi ~3400 -OH 2899 C-H 1246 C-O-C 1201 C-O-H ~1000 karbon siklik 4.2. Pembuatan Kertas dengan Penambahan Aditif dan Karakterisasinya Kitin Serbuk kitin yang digunakan pada penelitian ini merupakan hasil isolasi dari udang yang tidak diketahui jenisnya sehingga tidak dapat ditentukan metode pelarutan yang tepat. Kelarutan kitin juga dipengaruhi oleh derajat deasetilasinya. Derajat deasetilasi kitin dihitung dengan membandingkan jumlah gugus NH 2 terhadap gugus OH sebagai pembanding yang diperoleh berdasarkan nilai absorbansi pada spektrum inframerah (Lampiran B) sehingga dapat disimpulkan bahwa kitin ini memiliki derajat deasetilasi 55.13%. Dengan metode penambahan jalur A, kitin ditambahkan langsung ke pulp siap cetak. Suspensi tidak terbentuk homogen karena perbedaan kepolaran; kitin bersifat nonpolar sedangkan pulp bersifat sedikit polar dan tidak dapat dimediasi oleh air yang bersifat polar. Suspensi bahkan menjadi sangat lengket dan sulit dicetak, menghasilkan gumpalan pada daerah-daerah tertentu dan hanya berupa lapisan tipis yang setelah proses pengeringan terjadi 30

8 penguapan dan meninggalkan lubang. Kertas dihasilkan berlubang seperti ditunjukkan pada Gambar 4-7. Gambar 4-7 Kertas dengan aditif kitin 1% dengan metode penambahan jalur A Dengan metode penambahan jalur B, kitin terlebih dahulu harus dilarutkan dalam pelarut yang sesuai. Karena tidak diketahui asal kitin yang digunakan dalam percobaan ini, maka kitin dicoba dilarutkan dalam larutan asam asetat, asam format, dan LiCl-DMAC. Pemilihan pelarut ini didasarkan atas pelarut yang umum digunakan dalam melarutkan kitin. Namun, meski memiliki derajat deasetilasi cukup tinggi untuk ukuran kitin, kelarutan kitin ini tetap sangat terbatas. Kitin ini tidak larut dalam asam asetat, asam format, maupun dalam LICl- DMAC seperti ditunjukkan pada Gambar 4-8. Selanjutnya, penambahan aditif kitin dengan metode B tidak diproses hingga diperoleh kertas karena diperkirakan akan menunjukkan hasil yang sama dengan hasil yang diperoleh melalui metode A. Gambar 4-8 Kitin tidak larut di larutan LiCl - DMAC Dengan metode penambahan jalur C, kitin diharapkan berinteraksi dan dapat membentuk suspensi homogen bersama komponen pulp lain. Namun, pulp akhir diperoleh masih mengandung serbuk-serbuk kitin yang tetap terlihat secara makroskopik. Permukaan kertas yang dihasilkan memiliki tekstur kasar dan cenderung rapuh (Gambar 4-9). 31

9 Gambar 4-9 Kertas dengan aditif kitin 1% dengan metode penambahan jalur C Gambar A menunjukkan kertas secara keseluruhan. Gambar B menunjukkan permukaan kertas yang masih tampak serbuk-serbuk kitin tidak homogen. Berdasarkan ketiga metode yang dilakukan, penambahan aditif kitin jalur C memberikan hasil lebih baik dibandingkan dengan jalur A dan B. Namun, kertas yang dihasilkan dengan metode penambahan jalur C ini tidak menunjukkan peningkatan sifat-sifat fisik dibandingkan dengan kertas tanpa aditif. Berdasarkan penelitian lain, Nishiyama et.al. menyarankan modifikasi kitin dengan reaksi alkilasi atau asetilasi untuk selanjutnya dibuat dope dan didispersikan ke dalam suspensi pulp serta perlu penambahan sejumlah besar aditif lain untuk meningkatkan kekuatan ikatan yang relatif lemah antara kitin dan selulosa, misalnya penggunaan aditif urea sebagai agen pembentuk ikatan hidrogen (Nishiyama, et.al., 1977) Kitosan Dengan metode penambahan jalur A, serbuk kitosan ditambahkan langsung ke pulp siap cetak. Pulp dengan aditif kitosan tidak membentuk suspensi homogen. Kertas dihasilkan masih mengandung butiran-butiran besar serbuk kitosan, seperti ditunjukkan pada Gambar 4-10 A. Semakin tinggi konsentrasi kitosan yang ditambahkan, semakin banyak serbuk kitosan yang terdapat pada kertas. Selain tekstur permukaannya yang tidak halus, kertas juga menjadi sangat rapuh. Serbuk kitosan dicoba dilarutkan dalam asam asetat dan asam format tetapi tidak dicoba dilarutkan di larutan LiCl-DMAC karena lebih mahal dan lebih sulit proses penyiapannya. Serbuk kitosan dapat larut di asam asetat maupun asam format. Untuk penelitian ini dipilih asam asetat karena lebih murah, tidak berbau menyengat, dan lebih aman dibandingkan asam format. Pengadukan kitosan selama beberapa jam dalam larutan asam asetat 1% menghasilkan dope yang larut sempurna dan sudah jenuh pada konsentrasi kitosan 2,5% (b/v) terhadap volume total sehingga menjadi tidak homogen di atas konsentrasi tersebut. 32

10 Penambahan dope kitosan pada pulp siap cetak menghasilkan suspensi cukup homogen. Namun, setelah dicetak dan dikeringkan, kertas dihasilkan memiliki tekstur permukaan yang relatif kasar karena masih mengandung serbuk kitosan, seperti ditunjukkan Gambar 4-10 B. Semakin tinggi konsentrasi kitosan yang ditambahkan, semakin banyak serbuk kitosan yang terdapat pada kertas. Mekipun demikian, kitosan pada kertas ini berukuran lebih kecil dibandingkan pada kertas dengan metode A. Metode penambahan jalur C menghasilkan tekstur permukaan kertas paling baik. Pulp yang ditambahkan dope kitosan dalam asam asetat membentuk suspensi homogen, baik pada konsentrasi kitosan 1%, 2%, maupun 5% b/b terhadap massa albedo sampel. Secara makroskopik, kertas yang dihasilkan juga tidak terlihat adanya serbuk kitosan, seperti ditunjukkan pada Gambar 4-10 C. Permukaan kertas tetap memiliki tekstur halus meskipun konsentrasi kitosan ditingkatkan. Tekstur permukaan kertas ini sama halus dengan kertas yang diproses tanpa penambahan aditif. Gambar 4-10 Kertas dengan aditif kitosan 1% dibandingkan kertas tanpa aditif Gambar A menunjukkan permukaan kertas yang tidak halus dan rapuh dengan metode penambahan kitosan jalur A. Gambar B menunjukkan permukaan kertas lebih halus dengan metode penambahan kitosan jalur B. Gambar C menunjukkan permukaan kertas paling halus dan rapuh dengan metode penambahan kitosan jalur C. Gambar D menunjukkan permukaan kertas tanpa aditif. Terkait dengan metode B dan C tersebut, dapat dianalisis bahwa dalam larutan asam asetat 1%, kitosan yang mengandung gugus amino dan gugus hidroksi menjadi berperan sebagai polikation. Sedangkan pulp hasil bleaching mengandung gugus hidroksil, gugus aldehid, dan gugus asam karboksilat yang dapat mengalami self dissosiation sebagai contact ion pair 33

11 sehingga pulp cenderung bersifat sebagai polianion. Karena muatan positif pada larutan kitosan cukup kuat, kitosan teradsorpsi sangat cepat pada serat yang bermuatan negatif. Adsorpsi ini diketahui merupakan interaksi elektrostatik, selain adanya beberapa kemungkinan interaksi lain antara kitosan dan serat selulosa. Karakterisasi Hasil analisis SEM menunjukkan kitosan ditemukan cukup banyak pada salah satu permukaan kertas, yaitu pada permukaan atas (Gambar 4-11 A dan B), tetapi tidak ditemukan sama sekali pada permukaan bawah kertas (Gambar 4-12 A dan B). Hal ini dapat dianalisis bahwa telah terjadi adsorpsi ke permukaan kertas. Kitosan teradsorpsi, berinteraksi, dan hanya terlihat pada area tertentu, yaitu area yang mengandung partikel lain bukan selulosa (fines) yang memiliki daerah permukaan BET (Brunauer-Emmett-Teller) lebih luas dan muatan permukan lebih tinggi dibandingkan serat selulosa. Selain adsorbsi ke permukaan serat, kitosan membentuk kompleks dengan karbohidrat lain, seperti hemiselulosa dan glukosa. Kompleks tertahan pada permukaan substrat. Secara umum, fenomena fisikokimia ini membantu pembentukan kertas dan meningkatkan kekuatan kertas (Li, et.al., 2004). Namun demikian, ketidakberadaan partikel kitosan di permukaan bawah tidak mendukung teori di atas. Dengan adsorpsi permukaan, seharusnya kitosan juga terdapat di permukaan bawah. Analisis lain yang mungkin berlaku adalah perbedaan massa jenis kitosan dengan pulp sehingga kitosan cenderung naik ke permukaan selama proses pengeringan. B Gambar 4-11 Hasil SEM permukaan atas kertas kitosan Gambar A menunjukkan hasil SEM dengan perbesaran 500 kali dan Gambar B dengan perbesaran 2000 kali terhadap kertas dengan aditif kitosan 1% melalui metode penambahan jalur C. Lingkaran merah menunjukkan beberapa kitosan yang teradsorbsi pada permukaan kertas 34

12 Gambar 4-12 Hasil SEM permukaan bawah kertas kitosan Gambar A menunjukkan hasil SEM dengan perbesaran 500 kali dan Gambar B dengan perbesaran 2000 kali terhadap kertas dengan aditif kitosan 1% melalui metode penambahan jalur C. Hasil ini tidak menunjukkan adanya kitosan. Interaksi antara kitosan dan substrat selulosa merupakan adsorpsi yang dapat terjadi melalui lima kemungkinan (Li, et.al., 2004). Interaksi pertama adalah ikatan hidrogen yang terjadi karena adanya hydrogen binding site pada permukaan substrat selulosa dan segmen kitosan, yaitu antara gugus hidroksi pada selulosa dengan gugus hidroksi pada kitosan serta antara gugus hidroksi pada selulosa dengan gugus amino pada kitosan. Interaksi kedua adalah interaksi elektrostatik yang muncul pada berbagai komponen suspensi pulp akibat penambahan kitosan sebagai polielektrolit kation yang diadsorbsi melalui sisi bermuatan negatif pada pulp. Interaksi ketiga adalah gaya van der waals yang selalu terjadi secara alami pada sistem koloid. Interaksi keempat adalah ikatan kovalen akibat reaksi antara gugus amino primer dari kitosan dan gugus aldehid pada substrat selulosa membentuk ikatan imino. Interaksi kelima adalah agregasi atau asosiasi yang terjadi melalui dua mekanisme, yaitu flokulasi patch dan jembatan interpartikel. Dengan perhitungan derajat asetilasi berdasarkan absorbansi spektrum inframerahnya (Lampiran B), kitosan yang digunakan dalam penelitian ini memiliki derajat deasetilasi 77.44%. Adsorpsi kitosan ke permukaan substrat semakin tinggi dengan meningkatnya derajat deasetilasi kitosan. Peningkatan derajat deasetilasi berarti kitosan memiliki lebih banyak gugus NH 2 dibandingkan gugus NHCOCH 3. Banyaknya gugus NH 2 menyebabkan hydrogen binding site makin banyak sehingga memungkinkan ikatan hidrogen antara kitosan dan selulosa terbentuk lebih banyak. Selain itu, terjadi penurunan interaksi ikatan hidrogen intramolekuler yang sebelumnya terjadi antara gugus asetamido dan hidroksimetil dalam kotosan sehingga kerangka molekul kitosan menjadi lebih fleksibel. Kedua hal ini akhirnya meningkatkan kecenderungan terjadinya adsorpsi kitosan ke permukaan selulosa. Hasil uji tarik ditunjukkan pada Tabel 4-3. Kertas yang dihasilkan melalui metode penambahan kitosan jalur A dan B memiliki nilai stress jauh lebih rendah dibandingkan dengan kertas tanpa aditif maupun dengan kertas HVS karena kertas tidak diperoleh homogen sehingga cenderung tidak stabil dan rapuh. Sedangkan kertas yang dihasilkan 35

13 melalui metode penambahan kitosan jalur C memberikan hasil jauh lebih baik dibandingkan dengan kertas tanpa aditif maupun dengan kertas HVS karena kitosan teradsorpsi homogen dan berinteraksi kuat dengan komponen pulp sehingga membentuk susunan serat yang rapat dan kompak. Kertas yang ditambahkan kitosan dengan metode jalur C sebanyak 5%, 2%, dan 1% masingmasing memiliki nilai stress 27,22%, 30,62%, dan 35%, relatif lebih tinggi dibandingkan dengan kertas tanpa aditif dan kertas HVS komersial. Data tersebut menyimpulkan bahwa penambahan kitosan memprkuat kekuatan tarik dari kertas namun demikian semakin tinggi konsentrasi kitosan yang ditambahkan, kekuatan mekaniknya tidak menjadi semakin baik, melainkan semakin menurun. Jika terlalu banyak kitosan ditambahkan, maka semakin banyak residu kitosan yang tidak teradsorbsi sempurna sehingga sistem menjadi tidak stabil, termasuk karena kelebihan muatan positif dari larutan kitosan. Nilai optimum penambahan kitosan untuk percobaan ini tidak dilakukan karena keterbatasan bahan baku dan waktu penelitian. Meskipun memiliki kekuatan mekanik paling tinggi, kertas yang mengandung kitosan 1% dengan metode penambahan jalur C ini memiliki elastisitas lebih rendah dari kertas tanpa aditif yang dihasilkan dari penelitian ini namun tetap bernilai lebih tinggi dibandingkan kertas tanpa lemak yang dihasilkan dari penelitian sebelumnya (Wisastra, 2007). Sebaliknya, kertas dengan kekuatan mekanik lebih rendah, yaitu kertas yang ditambahkan kitosan 1,5% dengan metode jalur C memiliki elastisitas tinggi N/mm 2, hampir mendekati nilai elastisitas kertas tanpa aditif 2466,74 N/mm 2. Nilai modulus elastisitas secara keseluruhan tidak menunjukkan hasil yang linear terhadap konsentrasi kertas sehingga memerlukan data lebih banyak untuk penentuan konsentrasi optimumnya. Namun, karena keterbatasan waktu dan bahan baku penelitian, penentuan kondisi optimum ini pun belum dapat dilakukan. Tabel 4-3 Hasil uji tarik kertas dengan aditif kitosan jenis kertas stress (N/mm 2 ) strain (%) modulus elastisitas (N/mm 2 ) HVS tanpa aditif kitosan 1%, jalur A kitosan 0.5%, jalur B kitosan 1%, jalur B kitosan 1.5%, jalur B kitosan 1%, jalur C kitosan 2%, jalur C kitosan 5%, jalur C Nilai yang tertera merupakan nilai rata-rata berdasarkan data dan perhitungan pada Lampiran B 36

14 Hasil pengamatan secara visual, kertas yang mengandung aditif kitosan dihasilkan lebih tebal sehingga memerlukan waktu pengeringan lebih lama. Analisis SEM menunjukkan bahwa kertas dengan aditif kitosan memiliki lebih banyak lapisan serat yang tersusun lebih rapat (Gambar 4-13 A dan B) dibandingkan lapisan serat pada kertas tanpa aditif (Gambar 4-13 C). Hal ini dapat dihubungkan dengan kekuatan kertas dengan aditif kitosan yang lebih baik dibandingkan kertas tanpa aditif. Gambar 4-13 Hasil SEM penampang melintang kertas kitosan Gambar A menunjukkan hasil SEM dengan perbesaran 500 kali dan Gambar B dengan perbesaran 1000 kali terhadap kertas dengan aditif kitosan 1% dengan metode penambahan jalur C. Gambar C menunjukkan hasil SEM dengan perbesaran 500 kali terhadap kertas tanpa aditif. Kertas yang mengandung kitosan memiliki struktur penempang melintang lebih tebal dan rapat. Hasil karakterisasi spektrum inframerah (Lampiran C) kertas dengan aditif kitosan menunjukkan puncak-puncak hampir sama dengan spektrum inframerah kertas tanpa aditif. Perbedaan paling jelas dari spektrum inframerah kertas dengan aditif kitosan adalah terdapat puncak medium pada panjang gelombang 1643 cm -1 yang merupakan daerah serapan NH 2 amina primer dari kitosan. Puncak ini berbeda dengan puncak tajam pada panjang gelombang 1643 cm -1 pada spektrum inframerah kertas tanpa aditif yang menunjukkan adanya CO 2. Puncak CO 2 muncul akibat proses pengukuran yang tidak dilakukan dengan vakum. Uji ketahanan terhadap air dilakukan secara sederhana dengan mencelupkan kertas ke dalam air dan dibandingkan waktu setiap kertas mulai rusak. Semakin lama waktu yang dibutuhkan maka kertas semakin tahan terhadap air. Meskipun sangat bergantung terhadap objektivitas pengamat dan kondisi pengamatan, uji ini relatif valid karena dilakukan secara teliti dan 37

15 dalam kondisi pengamatan yang relatif sama dengan lima kali pengulangan. Hasil uji ketahanan terhadap air ditunjukkan pada Tabel 4-4 (data lengkap pada Lampiran A). Kertas tanpa aditif memiliki ketahanan terhadap air paling tinggi dibandingkan kertas HVS maupun kertas dengan aditif kitosan dan semakin berkurang dengan bertambahnya konsentrasi kitosan sehingga kertas dengan aditif kitosan melalui metode penambahan jalur C menunjukkan nilai relatif lebih baik pada konsentrasi kitosan 1%. Tabel 4-4 Hasil uji ketahanan terhadap air jenis kertas waktu rata-rata (menit) HVS 40.6 kertas tanpa aditif 51.2 kertas dengan aditif kitosan 1% jalur C kertas dengan aditif kitosan 2% jalur C kertas dengan aditif kitosan 5% jalur C Nilai yang tertera merupakan nilai rata-rata berdasarkan data pada Lampiran A Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa penambahan aditif kitosan pada kertas dari albedo markisa konyal meningkatkan kekuatan mekanik dan elastisitas kertas. Aditif kitosan 1% yang ditambahkan pada awal pulping setelah dilarutkan dalam asam asetat menghasilkan kertas dengan kekuatan mekanik paling tinggi. Hasil penelitian ini sinergi dengan hasil penelitian Antal, et.al. dan Li, et al yang menyatakan bahwa kitosan meningkatkan sifat-sifat mekanik kertas, ketahanan terhadap air, tidak berbahaya bagi makhluk hidup, termasuk dapat digunakan untuk keperluan medis, dan bersifat biodegradable. Secara umum disimpulkan bahwa penambahan kitosan 1% dianjurkan untuk memperoleh kertas yang kuat. Namun, jika kekuatan mekanik kertas tidak terlalu menjadi pertimbangan, maka pilihan terbaik adalah kertas yang dibuat tanpa aditif dan tanpa proses penghilangan lemak yang memiliki nilai elastisitas dan ketahanan terhadap air lebih tinggi Agar-agar Adanya pektin dalam kertas diperkirakan berperan terhadap peningkatan sifat-sifat fisik kertas. Namun, senyawa pektin sulit diperoleh sebagai produk komersil di pasaran. Sebagai ganti senyawa pektin, pada penelitian ini digunakan agar-agar dan karagenan yang lebih mudah diperoleh dan dikenal masih termasuk kelompok senyawa pektin. Namun, 38

16 penambahan agar-agar dan karagenan sebagai aditif kertas ternyata tidak sesuai dengan hasil yang diharapkan. Serbuk agar-agar tidak larut di air dingin. Maka, penambahan aditif agar-agar dengan metode penambahan jalur A tidak membentuk suspensi pulp homogen karena masih mengandung banyak serbuk agar-agar. Proses pembuatan kertas dengan metode ini tidak berhasil dilakukan. Dengan metode penambahan jalur B, serbuk agar-agar dalam air dingin dipanaskan sebentar hingga larut. Namun, proses ini dengan sangat cepat menyebabkan larutan agar-agar berubah menjadi gel sehingga tidak dapat dicampur dengan pulp. Bentuk gel juga tidak memungkinkan penentuan secara tepat konsentrasi larutan agar-agar yang ditambahkan. Maka, proses pembuatan kertas dengan metode ini pun tidak berhasil dilakukan. Dengan metode penambahan jalur C, pulp dihasilkan cukup homogen. Namun, pulp sulit dicetak. Setelah proses pengeringan cukup lama, kertas dihasilkan dengan lubang relatif banyak (Gambar 4-14 A, B dan C). Permukaan kertas memiliki tekstur kasar disebabkan permukaan lembaran kertas yang tidak merata ketika dicetak dalam keadaan basah. Jika diteliti secara mikroskopik, terlihat pulp membentuk gumpalan pada daerah-daerah tertentu dan gel yang tidak mengandung pulp berkumpul pada daerah lain Kertas ini juga sangat rapuh sehingga tidak dapat dianalisis kekuatan mekaniknya. Gambar 4-14 Kertas dengan aditif agar-agar melalui metode penambahan jalur C Gambar A menunjukkan kertas dengan aditif agar-agar 1%, Gambar B dengan agar-agar 2%, Gambar C dengan agar-agar 5% Karagenan Seperti hasil yang diperoleh dengan aditif agar-agar, kertas dengan aditif karegenan pun tidak dihasilkan baik, baik melalui metode penambahan jalur A, jalur B, maupun jalur C. Karagenan bahkan lebih sulit diolah dibandingkan agar-agar. Ketika dipanaskan, karagenan dalam air sangat mudah membentuk gel. Karagenan lebih sulit dicetak dan menghasilkan kertas yang lebih berlubang. Dengan bertambahnya konsentrasi karagenan, pulp menjadi 39

17 semakin sulit diolah, dan semakin tidak memungkinkan untuk digunakan sebagai aditif kertas dari albedo markisa konyal. Gambar 4-15 Kertas dengan aditif karagenan melalui metode penambahan jalur C Gambar A menunjukkan kertas dengan aditif karagenan 1% dan Gambar B dengan karagenan 2%. Hasil karakterisasi spektrum inframerah kertas dengan aditif karegenan (Lampiran B) memperlihatkan puncak-puncak yang hampir sama dengan spektrum inframerah kertas dengan aditif agar-agar. Namun, kertas dengan aditif karagenan memiliki puncak serapan inframerah pada panjang gelombang 1201 cm -1 yang merupakan daerah serapan khas untuk gugus S=O. Puncak ini tidak muncul pada spektrum inframerah kertas dengan aditif agaragar karena berbeda dengan karagenan, agar-agar tidak mengandung gugus ester sulfat. 40

3 Metodologi Penelitian

3 Metodologi Penelitian 3 Metodologi Penelitian Secara garis besar penelitian dibagi menjadi tiga, yaitu pembuatan kertas dengan modifikasi tanpa tahap penghilangan lemak, penambahan aditif kitin, kitosan, agar-agar, dan karagenan,

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1 Isolasi Kitin dan Kitosan Isolasi kitin dan kitosan yang dilakukan pada penelitian ini mengikuti metode isolasi kitin dan kitosan dari kulit udang yaitu meliputi tahap deproteinasi,

Lebih terperinci

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan Bab IV asil Penelitian dan Pembahasan IV.1 Isolasi Kitin dari Limbah Udang Sampel limbah udang kering diproses dalam beberapa tahap yaitu penghilangan protein, penghilangan mineral, dan deasetilasi untuk

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Polistiren Polistiren disintesis dari monomer stiren melalui reaksi polimerisasi adisi dengan inisiator benzoil peroksida. Pada sintesis polistiren ini, terjadi tahap

Lebih terperinci

Gambar IV 1 Serbuk Gergaji kayu sebelum ekstraksi

Gambar IV 1 Serbuk Gergaji kayu sebelum ekstraksi Bab IV Pembahasan IV.1 Ekstraksi selulosa Kayu berdasarkan struktur kimianya tersusun atas selulosa, lignin dan hemiselulosa. Selulosa sebagai kerangka, hemiselulosa sebagai matrik, dan lignin sebagai

Lebih terperinci

6 Daftar Pustaka. Antal, M. et.al., (2005), Papermaking Additive, WIPO, WO 2005/

6 Daftar Pustaka. Antal, M. et.al., (2005), Papermaking Additive, WIPO, WO 2005/ 6 Daftar Pustaka Antal, M. et.al., (2005), Papermaking Additive, WIPO, WO 2005/118952 20051215 Austin, P. R., (1977), Chitin Solution, US Patent, Nov.22 1977 Aziz, S. et.al. (1987), Solvent Pulping - Promise

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 14 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan glukosamin hidroklorida (GlcN HCl) pada penelitian ini dilakukan melalui proses hidrolisis pada autoklaf bertekanan 1 atm. Berbeda dengan proses hidrolisis glukosamin

Lebih terperinci

3. Metodologi Penelitian

3. Metodologi Penelitian 3. Metodologi Penelitian 3.1 Alat dan bahan 3.1.1 Alat Peralatan gelas yang digunakan dalam penelitian ini adalah gelas kimia, gelas ukur, labu Erlenmeyer, cawan petri, corong dan labu Buchner, corong

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 asil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Polistiren Sintesis polistiren dilakukan dalam reaktor polimerisasi dengan suasana vakum. al ini bertujuan untuk menghindari terjadinya kontak dengan udara karena stiren

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Anorganik, Departemen Kimia, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas

BAB III METODE PENELITIAN. Anorganik, Departemen Kimia, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Pelaksanaan Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia Fisik dan Kimia Anorganik, Departemen Kimia, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan, dimulai dari bulan

BAB III METODE PENELITIAN. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan, dimulai dari bulan 25 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan, dimulai dari bulan Januari 2011. Penelitian dilakukan di Laboratorium Fisika Material jurusan

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1. Sintesis Polistiren Sintesis polistiren yang diinginkan pada penelitian ini adalah polistiren yang memiliki derajat polimerisasi (DPn) sebesar 500. Derajat polimerisasi ini

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Pembuatan Pulp dari Serat Daun Nanas

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Pembuatan Pulp dari Serat Daun Nanas BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pembuatan Pulp dari Serat Daun Nanas Pembuatan pulp dari serat daun nanas diawali dengan proses maserasi dalam akuades selama ±7 hari. Proses ini bertujuan untuk melunakkan

Lebih terperinci

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam klorida 0,1 N. Prosedur uji disolusi dalam asam dilakukan dengan cara

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian Penelitian ini dilakukan dalam tiga tahap yaitu, tahap isolasi kitin yang terdiri dari penghilangan protein, penghilangan mineral, tahap dua pembuatan kitosan dengan deasetilasi

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1. Sintesis Polistiren (PS) Pada proses sintesis ini, benzoil peroksida berperan sebagai suatu inisiator pada proses polimerisasi, sedangkan stiren berperan sebagai monomer yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. selulosa Nata de Cassava terhadap pereaksi asetat anhidrida yaitu 1:4 dan 1:8

BAB III METODE PENELITIAN. selulosa Nata de Cassava terhadap pereaksi asetat anhidrida yaitu 1:4 dan 1:8 34 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini diawali dengan mensintesis selulosa asetat dengan nisbah selulosa Nata de Cassava terhadap pereaksi asetat anhidrida yaitu 1:4 dan 1:8

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pragel pati singkong yang dibuat menghasilkan serbuk agak kasar

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pragel pati singkong yang dibuat menghasilkan serbuk agak kasar BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Pembuatan Pragel Pati Singkong Pragel pati singkong yang dibuat menghasilkan serbuk agak kasar berwarna putih. Rendemen pati yang dihasilkan adalah sebesar 90,0%.

Lebih terperinci

7 HIDROLISIS ENZIMATIS DAN ASAM-GELOMBANG MIKRO BAMBU BETUNG SETELAH KOMBINASI PRA-PERLAKUAN SECARA BIOLOGIS- GELOMBANG MIKRO

7 HIDROLISIS ENZIMATIS DAN ASAM-GELOMBANG MIKRO BAMBU BETUNG SETELAH KOMBINASI PRA-PERLAKUAN SECARA BIOLOGIS- GELOMBANG MIKRO 75 7 HIDROLISIS ENZIMATIS DAN ASAM-GELOMBANG MIKRO BAMBU BETUNG SETELAH KOMBINASI PRA-PERLAKUAN SECARA BIOLOGIS- GELOMBANG MIKRO 7.1 Pendahuluan Aplikasi pra-perlakuan tunggal (biologis ataupun gelombang

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sintesis dan Karakterisasi Karboksimetil Kitosan Spektrum FT-IR kitosan yang digunakan untuk mensintesis karboksimetil kitosan (KMK) dapat dilihat pada Gambar 8 dan terlihat

Lebih terperinci

Bab III Metodologi. III.1 Alat dan Bahan. III.1.1 Alat-alat

Bab III Metodologi. III.1 Alat dan Bahan. III.1.1 Alat-alat Bab III Metodologi Penelitian ini dibagi menjadi 2 bagian yaitu isolasi selulosa dari serbuk gergaji kayu dan asetilasi selulosa hasil isolasi dengan variasi waktu. Kemudian selulosa hasil isolasi dan

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. mengoksidasi lignin sehingga dapat larut dalam sistem berair. Ampas tebu dengan berbagai perlakuan disajikan pada Gambar 1.

PEMBAHASAN. mengoksidasi lignin sehingga dapat larut dalam sistem berair. Ampas tebu dengan berbagai perlakuan disajikan pada Gambar 1. PEMBAHASAN Pengaruh Pencucian, Delignifikasi, dan Aktivasi Ampas tebu mengandung tiga senyawa kimia utama, yaitu selulosa, lignin, dan hemiselulosa. Menurut Samsuri et al. (2007), ampas tebu mengandung

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Pembuatan Membran 4.1.1 Membran PMMA-Ditizon Membran PMMA-ditizon dibuat dengan teknik inversi fasa. PMMA dilarutkan dalam kloroform sampai membentuk gel. Ditizon dilarutkan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. melakukan uji morfologi, Laboratorium Teknik Kimia Ubaya Surabaya. mulai dari bulan Februari 2011 sampai Juli 2011.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. melakukan uji morfologi, Laboratorium Teknik Kimia Ubaya Surabaya. mulai dari bulan Februari 2011 sampai Juli 2011. BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian dilakukan di Laboratorim Fisika Material Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga, Laboratorium Metalurgi ITS Surabaya

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juli sampai bulan Oktober 2011 di

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juli sampai bulan Oktober 2011 di 20 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juli sampai bulan Oktober 2011 di Laboratorium Instrumentasi Jurusan Kimia FMIPA Unila. B. Alat dan Bahan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan sampel bertempat di daerah Cihideung Lembang Kab

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan sampel bertempat di daerah Cihideung Lembang Kab BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Deskripsi Penelitian Lokasi pengambilan sampel bertempat di daerah Cihideung Lembang Kab Bandung Barat. Sampel yang diambil berupa tanaman KPD. Penelitian berlangsung sekitar

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Jurusan Pendidikan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Jurusan Pendidikan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Deskripsi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI yang beralamat di Jl. Dr. Setiabudi No.229 Bandung. Untuk keperluan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Onggok Sebelum Pretreatment Onggok yang digunakan dalam penelitian ini, didapatkan langsung dari pabrik tepung tapioka di daerah Tanah Baru, kota Bogor. Onggok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kitosan dihasilkan dari kitin dan mempunyai struktur kimia yang sama

BAB I PENDAHULUAN. Kitosan dihasilkan dari kitin dan mempunyai struktur kimia yang sama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kitosan dihasilkan dari kitin dan mempunyai struktur kimia yang sama dengan kitin, terdiri dari rantai molekul yang panjang dan berat molekul yang tinggi. Adapun perbedaan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April sampai September 2015 dengan

METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April sampai September 2015 dengan III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April sampai September 2015 dengan tahapan isolasi selulosa dan sintesis CMC di Laboratorium Kimia Organik

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia dan Laboratorium

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia dan Laboratorium BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia dan Laboratorium Kimia Lingkungan Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI yang beralamat

Lebih terperinci

3 Percobaan. 3.1 Tahapan Penelitian Secara Umum. Tahapan penelitian secara umum dapat dilihat pada diagram alir berikut :

3 Percobaan. 3.1 Tahapan Penelitian Secara Umum. Tahapan penelitian secara umum dapat dilihat pada diagram alir berikut : 3 Percobaan 3.1 Tahapan Penelitian Secara Umum Tahapan penelitian secara umum dapat dilihat pada diagram alir berikut : Gambar 3. 1 Diagram alir tahapan penelitian secara umum 17 Penelitian ini dibagi

Lebih terperinci

2. Tinjauan Pustaka Sel Bahan Bakar (Fuel Cell)

2. Tinjauan Pustaka Sel Bahan Bakar (Fuel Cell) 2. Tinjauan Pustaka 2.1 2.1 Sel Bahan Bakar (Fuel Cell) Sel bahan bakar merupakan salah satu solusi untuk masalah krisis energi. Sampai saat ini, pemakaian sel bahan bakar dalam aktivitas sehari-hari masih

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Mei sampai dengan Agustus 2014, yang

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Mei sampai dengan Agustus 2014, yang 32 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Mei sampai dengan Agustus 2014, yang dilakukan di Laboratorium Kimia Organik Jurusan Kimia Fakultas

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1 Metoda Sintesis Membran Kitosan Sulfat Secara Konvensional dan dengan Gelombang Mikro (Microwave) Penelitian sebelumnya mengenai sintesis organik [13] menunjukkan bahwa jalur

Lebih terperinci

3 Metodologi Penelitian

3 Metodologi Penelitian 3 Metodologi Penelitian Prosedur penelitian ini terdiri dari beberapa tahap, tahap pertama sintesis kitosan yang terdiri dari isolasi kitin dari kulit udang, konversi kitin menjadi kitosan. Tahap ke dua

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA II KLINIK

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA II KLINIK LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA II KLINIK NAMA NIM KEL.PRAKTIKUM/KELAS JUDUL ASISTEN DOSEN PEMBIMBING : : : : : : HASTI RIZKY WAHYUNI 08121006019 VII / A (GANJIL) UJI PROTEIN DINDA FARRAH DIBA 1. Dr. rer.nat

Lebih terperinci

3 Metodologi Penelitian

3 Metodologi Penelitian 3 Metodologi Penelitian Penelitian tugas akhir ini dilakukan di Laboratorium Kimia Fisik Material dan Laboratorium Kimia Analitik Program Studi Kimia ITB, serta di Laboratorium Polimer Pusat Penelitian

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan 4.1 Tahap Sintesis Biodiesel Pada tahap sintesis biodiesel, telah dibuat biodiesel dari minyak sawit, melalui reaksi transesterifikasi. Jenis alkohol yang digunakan adalah metanol,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil preparasi bahan baku larutan MgO, larutan NH 4 H 2 PO 4, dan larutan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil preparasi bahan baku larutan MgO, larutan NH 4 H 2 PO 4, dan larutan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Preparasi 4.1.1 Sol Hasil preparasi bahan baku larutan MgO, larutan NH 4 H 2 PO 4, dan larutan ZrOCl 2. 8H 2 O dengan perbandingan mol 1:4:6 (Ikeda, et al. 1986) dicampurkan

Lebih terperinci

2 Tinjauan Pustaka. 2.1 Polimer. 2.2 Membran

2 Tinjauan Pustaka. 2.1 Polimer. 2.2 Membran 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Polimer Polimer (poly = banyak, meros = bagian) merupakan molekul besar yang terbentuk dari susunan unit ulang kimia yang terikat melalui ikatan kovalen. Unit ulang pada polimer,

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Polistiren Polistiren disintesis melalui polimerisasi dari monomer (stiren). Polimerisasi ini merupakan polimerisasi radikal, dengan pusat aktif berupa radikal bebas.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 5 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Biogas Biogas adalah gas yang terbentuk melalui proses fermentasi bahan-bahan limbah organik, seperti kotoran ternak dan sampah organik oleh bakteri anaerob ( bakteri

Lebih terperinci

BAB IV. karakterisasi sampel kontrol, serta karakterisasi sampel komposit. 4.1 Sintesis Kolagen dari Tendon Sapi ( Boss sondaicus )

BAB IV. karakterisasi sampel kontrol, serta karakterisasi sampel komposit. 4.1 Sintesis Kolagen dari Tendon Sapi ( Boss sondaicus ) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian yang dibahas pada bab ini meliputi sintesis kolagen dari tendon sapi (Bos sondaicus), pembuatan larutan kolagen, rendemen kolagen, karakterisasi sampel kontrol,

Lebih terperinci

3 Metodologi Penelitian

3 Metodologi Penelitian 3 Metodologi Penelitian 3.1 Alat dan Bahan 3.1.1 Alat 1. Pada tahap sintesis, pemurnian, dan sulfonasi polistiren digunakan peralatan gelas, alat polimerisasi, neraca analitis, reaktor polimerisasi, oil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bahan makanan pada umumnya sangat sensitif dan mudah mengalami penurunan kualitas karena faktor lingkungan, kimia, biokimia, dan mikrobiologi. Penurunan kualitas bahan

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan Dalam penelitian tugas akhir ini dibuat membran bioreaktor ekstrak kasar enzim α-amilase untuk penguraian pati menjadi oligosakarida sekaligus sebagai media pemisahan hasil penguraian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pembuatan Kitosan 4.1.1 Penyiapan Perlakuan Sampel Langkah awal yang dilakukan dalam proses isolasi kitin adalah dengan membersikan cangkang kepiting yang masih mentah

Lebih terperinci

BAB III BAHAN, ALAT DAN CARA KERJA

BAB III BAHAN, ALAT DAN CARA KERJA BAB III BAHAN, ALAT DAN CARA KERJA Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Farmasi Fisik, Kimia, dan Formulasi Tablet Departemen Farmasi FMIPA UI, Depok. Waktu pelaksanaannya adalah dari bulan Februari

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. dicatat volume pemakaian larutan baku feroamonium sulfat. Pembuatan reagen dan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 17.

HASIL DAN PEMBAHASAN. dicatat volume pemakaian larutan baku feroamonium sulfat. Pembuatan reagen dan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 17. Tegangan Permukaan (dyne/cm) Tegangan permukaan (dyne/cm) 6 dihilangkan airnya dengan Na 2 SO 4 anhidrat lalu disaring. Ekstrak yang diperoleh kemudian dipekatkan dengan radas uap putar hingga kering.

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka

I PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesa, dan (7) Waktu

Lebih terperinci

4.2. Kadar Abu Kadar Metoksil dan Poligalakturonat

4.2. Kadar Abu Kadar Metoksil dan Poligalakturonat Kualitas pektin dapat dilihat dari efektivitas proses ekstraksi dan kemampuannya membentuk gel pada saat direhidrasi. Pektin dapat membentuk gel dengan baik apabila pektin tersebut memiliki berat molekul,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kitosan merupakan kitin yang dihilangkan gugus asetilnya dan termasuk

BAB I PENDAHULUAN. Kitosan merupakan kitin yang dihilangkan gugus asetilnya dan termasuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kitosan merupakan kitin yang dihilangkan gugus asetilnya dan termasuk kelompok senyawa polisakarida, dimana gugus asetilnya telah hilang sehingga menyisakan gugus amina

Lebih terperinci

= nilai pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ = rataan umum α i ε ij

= nilai pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ = rataan umum α i ε ij 5 Pengujian Sifat Binderless MDF. Pengujian sifat fisis dan mekanis binderless MDF dilakukan mengikuti standar JIS A 5905 : 2003. Sifat-sifat tersebut meliputi kerapatan, kadar air, pengembangan tebal,

Lebih terperinci

PENENTUAN KADAR GULA METODE NELSON-SOMOGYI. Kelompok 8 Dini Rohmawati Nafisah Amira Nahnu Aslamia Yunus Septiawan

PENENTUAN KADAR GULA METODE NELSON-SOMOGYI. Kelompok 8 Dini Rohmawati Nafisah Amira Nahnu Aslamia Yunus Septiawan PENENTUAN KADAR GULA METODE NELSON-SOMOGYI Kelompok 8 Dini Rohmawati Nafisah Amira Nahnu Aslamia Yunus Septiawan Latar Belakang Tujuan: Menentukan kadar gula pereduksi dalam bahan pangan Prinsip: Berdasarkan

Lebih terperinci

Hasil dan Pembahasan

Hasil dan Pembahasan Bab 4 asil dan Pembahasan 4.1 Pembuatan dan Kitosan Kulit udang yang digunakan sebagai bahan baku kitosan terdiri atas kepala, badan, dan ekor. Tahapan-tahapan dalam pengolahan kulit udang menjadi kitosan

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan 19 Bab IV Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Biodiesel Minyak jelantah semula bewarna coklat pekat, berbau amis dan bercampur dengan partikel sisa penggorengan. Sebanyak empat liter minyak jelantah mula-mula

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. 3.1 Alat Alat Adapun alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah: Alat-alat Gelas.

BAB 3 METODE PENELITIAN. 3.1 Alat Alat Adapun alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah: Alat-alat Gelas. 18 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Alat Alat Adapun alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah: Nama Alat Merek Alat-alat Gelas Pyrex Gelas Ukur Pyrex Neraca Analitis OHaus Termometer Fisher Hot Plate

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Membran adalah sebuah penghalang selektif antara dua fase. Membran memiliki ketebalan yang berbeda- beda, ada yang tebal dan ada juga yang tipis. Ditinjau dari bahannya,

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan Kualitas minyak dapat diketahui dengan melakukan beberapa analisis kimia yang nantinya dibandingkan dengan standar mutu yang dikeluarkan dari Standar Nasional Indonesia (SNI).

Lebih terperinci

PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Kombinasi Protein Koro Benguk dan Karagenan Terhadap Karakteristik Mekanik (Kuat Tarik dan Pemanjangan)

PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Kombinasi Protein Koro Benguk dan Karagenan Terhadap Karakteristik Mekanik (Kuat Tarik dan Pemanjangan) 4. PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Kombinasi Protein Koro Benguk dan Karagenan Terhadap Karakteristik Mekanik (Kuat Tarik dan Pemanjangan) Karakteristik mekanik yang dimaksud adalah kuat tarik dan pemanjangan

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISASI AWAL BAHAN Karakterisistik bahan baku daun gambir kering yang dilakukan meliputi pengujian terhadap proksimat bahan dan kadar katekin dalam daun gambir kering.

Lebih terperinci

PENUNTUN PRAKTIKUM KIMIA DASAR II KI1201

PENUNTUN PRAKTIKUM KIMIA DASAR II KI1201 PENUNTUN PRAKTIKUM KIMIA DASAR II KI1201 Disusun Ulang Oleh: Dr. Deana Wahyuningrum Dr. Ihsanawati Dr. Irma Mulyani Dr. Mia Ledyastuti Dr. Rusnadi LABORATORIUM KIMIA DASAR PROGRAM TAHAP PERSIAPAN BERSAMA

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Selulosa merupakan polisakarida yang berbentuk padatan, tidak berasa, tidak berbau dan terdiri dari 2000-4000 unit glukosa yang dihubungkan oleh ikatan β-1,4 glikosidik

Lebih terperinci

Kertas adalah barang ciptaan manusia berwujud lembaranlembaran tipis yang dapat dirobek, digulung, dilipat, direkat, dicoret. Kertas dibuat untuk

Kertas adalah barang ciptaan manusia berwujud lembaranlembaran tipis yang dapat dirobek, digulung, dilipat, direkat, dicoret. Kertas dibuat untuk Kertas adalah barang ciptaan manusia berwujud lembaranlembaran tipis yang dapat dirobek, digulung, dilipat, direkat, dicoret. Kertas dibuat untuk memenuhi kebutuhan hidup yang sangat beragam. Selain untuk

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Dalam penelitian ini digunakan TiO2 yang berderajat teknis sebagai katalis.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Dalam penelitian ini digunakan TiO2 yang berderajat teknis sebagai katalis. 33 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakterisasi TiO2 Dalam penelitian ini digunakan TiO2 yang berderajat teknis sebagai katalis. TiO2 dapat ditemukan sebagai rutile dan anatase yang mempunyai fotoreaktivitas

Lebih terperinci

Beberapa keuntungan dari kromatografi planar ini :

Beberapa keuntungan dari kromatografi planar ini : Kompetensi Dasar: Mahasiswa diharapkan dapat menjelaskan metode pemisahan dengan KLT dan dapat mengaplikasikannya untuk analisis suatu sampel Gambaran Umum KLT Kromatografi lapis tipis (KLT) dikembangkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Material komposit merupakan suatu materi yang dibuat dari variasi penggunaan matrik polimer dengan suatu substrat yang dengan sengaja ditambahkan atau dicampurkan untuk

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Jurusan Pendidikan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Jurusan Pendidikan 22 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Deskripsi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI yang beralamat di Jl. Dr. Setiabudi No.229 Bandung. Untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jagung (Zea mays) Menurut Effendi S (1991), jagung (Zea mays) merupakan salah satu tanaman pangan dunia yang terpenting selain padi dan gandum. Kedudukan tanaman ini menurut

Lebih terperinci

PEMBUATAN KHITOSAN DARI KULIT UDANG UNTUK MENGADSORBSI LOGAM KROM (Cr 6+ ) DAN TEMBAGA (Cu)

PEMBUATAN KHITOSAN DARI KULIT UDANG UNTUK MENGADSORBSI LOGAM KROM (Cr 6+ ) DAN TEMBAGA (Cu) Reaktor, Vol. 11 No.2, Desember 27, Hal. : 86- PEMBUATAN KHITOSAN DARI KULIT UDANG UNTUK MENGADSORBSI LOGAM KROM (Cr 6+ ) DAN TEMBAGA (Cu) K. Haryani, Hargono dan C.S. Budiyati *) Abstrak Khitosan adalah

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu. Kadar Abu (%) = (C A) x 100 % B

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu. Kadar Abu (%) = (C A) x 100 % B Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu 1. Analisis Kadar Air (Apriyantono et al., 1989) Cawan Alumunium yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya diisi sebanyak 2 g contoh lalu ditimbang

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 DATA PENELITIAN

LAMPIRAN 1 DATA PENELITIAN LAMPIRAN 1 DATA PENELITIAN 1.1 BILANGAN IODIN ADSORBEN BIJI ASAM JAWA Dari modifikasi adsorben biji asam jawa yang dilakukan dengan memvariasikan rasio adsorben : asam nitrat (b/v) sebesar 1:1, 1:2, dan

Lebih terperinci

4 Pembahasan Degumming

4 Pembahasan Degumming 4 Pembahasan Proses pengolahan biodiesel dari biji nyamplung hampir sama dengan pengolahan biodiesel dari minyak sawit, jarak pagar, dan jarak kepyar. Tetapi karena biji nyamplung mengandung zat ekstraktif

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan Bab ini terdiri dari 6 bagian, yaitu optimasi pembuatan membran PMMA, uji kinerja membran terhadap air, uji kedapat-ulangan pembuatan membran menggunakan uji Q Dixon, pengujian aktivitas

Lebih terperinci

Hasil dan Pembahasan

Hasil dan Pembahasan Bab 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Polimer Benzilkitosan Somorin (1978), pernah melakukan sintesis polimer benzilkitin tanpa pemanasan. Agen pembenzilasi yang digunakan adalah benzilklorida. Adapun

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI 01-2891-1992) Sebanyak 1-2 g contoh ditimbang pada sebuah wadah timbang yang sudah diketahui bobotnya. Kemudian dikeringkan

Lebih terperinci

PROSES PEMBUATAN BIOPLASTIK BERBASIS PATI SORGUM DENGAN PENGISI BATANG SINGKONG

PROSES PEMBUATAN BIOPLASTIK BERBASIS PATI SORGUM DENGAN PENGISI BATANG SINGKONG Deskripsi PROSES PEMBUATAN BIOPLASTIK BERBASIS PATI SORGUM DENGAN PENGISI BATANG SINGKONG Bidang Teknik Invensi Invensi ini berhubungan dengan proses pembuatan bioplastik, lebih khusus lagi proses pembuatan

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Distanoksan Sintesis distanoksan dilakukan dengan mencampurkan dibutiltimah(ii)oksida dan dibutiltimah(ii)klorida (Gambar 3.2). Sebelum dilakukan rekristalisasi, persen

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi 2 dikeringkan pada suhu 105 C. Setelah 6 jam, sampel diambil dan didinginkan dalam eksikator, lalu ditimbang. Hal ini dilakukan beberapa kali sampai diperoleh bobot yang konstan (b). Kadar air sampel ditentukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia memiliki hasil perkebunan yang cukup banyak, salah satunya hasil perkebunan ubi kayu yang mencapai 26.421.770 ton/tahun (BPS, 2014). Pemanfaatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Digester Digester merupakan alat utama pada proses pembuatan pulp. Reaktor ini sebagai tempat atau wadah dalam proses delignifikasi bahan baku industri pulp sehingga didapat

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1 Serbuk Awal Membran Keramik Material utama dalam penelitian ini adalah serbuk zirkonium silikat (ZrSiO 4 ) yang sudah ditapis dengan ayakan 400 mesh sehingga diharapkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ 20:1 berturut-turut

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ 20:1 berturut-turut BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 5. Reaksi Transesterifikasi Minyak Jelantah Persentase konversi metil ester dari minyak jelantah pada sampel MEJ 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Umumnya inhibitor korosi berasal dari senyawa-senyawa organik dan

BAB I PENDAHULUAN. Umumnya inhibitor korosi berasal dari senyawa-senyawa organik dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Umumnya inhibitor korosi berasal dari senyawa-senyawa organik dan anorganik seperti nitrit, kromat, fospat, urea, fenilalanin, imidazolin, dan senyawa-senyawa amina.

Lebih terperinci

INDUSTRI PULP DAN KERTAS. 11/2/2010 Universitas Darma Persada By YC

INDUSTRI PULP DAN KERTAS. 11/2/2010 Universitas Darma Persada By YC INDUSTRI PULP DAN KERTAS 11/2/2010 Universitas Darma Persada By YC 1 A. BAHAN BAKU Selulosa (terdapat dalam tumbuhan berupa serat) Jenis-jenis selulosa : 1. α-selulosa untuk pembuatan kertas 2. β-selulosa

Lebih terperinci

REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK

REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK TUJUAN : Mempelajari proses saponifikasi suatu lemak dengan menggunakan kalium hidroksida dan natrium hidroksida Mempelajari perbedaan sifat sabun dan detergen A. Pre-lab

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Hasil pemeriksaan ciri makroskopik rambut jagung adalah seperti yang terdapat pada Gambar 4.1.

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Hasil pemeriksaan ciri makroskopik rambut jagung adalah seperti yang terdapat pada Gambar 4.1. BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pada awal penelitian dilakukan determinasi tanaman yang bertujuan untuk mengetahui kebenaran identitas botani dari tanaman yang digunakan. Hasil determinasi menyatakan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 45 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Uji Akademi Kimia Analisis Penelitian dilakukan bulan Desember 2011 sampai dengan Februari 2012.

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Polistirena Polistirena disintesis melalui polimerisasi adisi radikal bebas dari monomer stirena dan benzoil peroksida (BP) sebagai inisiator. Polimerisasi dilakukan

Lebih terperinci

3 METODE 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian

3 METODE 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian 9 3 METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus sampai dengan September 2012. Laboratorium yang digunakan yaitu Laboratorium Biokimia Hasil Perairan I untuk preparasi sampel

Lebih terperinci

MAKALAH PRAKTIKUM KIMIA DASAR REAKSI-REAKSI ALKOHOL DAN FENOL

MAKALAH PRAKTIKUM KIMIA DASAR REAKSI-REAKSI ALKOHOL DAN FENOL MAKALAH PRAKTIKUM KIMIA DASAR REAKSI-REAKSI ALKOHOL DAN FENOL Oleh : ZIADUL FAIEZ (133610516) PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS ISLAM RIAU PEKANBARU 2015 BAB I PENDAHULUAN LatarBelakang

Lebih terperinci

4 Hasil dan pembahasan

4 Hasil dan pembahasan 4 Hasil dan pembahasan 4.1 Sintesis dan Pemurnian Polistiren Pada percobaan ini, polistiren dihasilkan dari polimerisasi adisi melalui reaksi radikal dengan inisiator benzoil peroksida (BPO). Sintesis

Lebih terperinci

C w : konsentrasi uap air dalam kesetimbangan, v f dan f w menyatakan laju penguapan dengan dan tanpa film di permukaan

C w : konsentrasi uap air dalam kesetimbangan, v f dan f w menyatakan laju penguapan dengan dan tanpa film di permukaan Adanya film monomolekuler menyebabkan laju penguapan substrat berkurang, sedangkan kesetimbangan tekanan uap tidak dipengaruhi Laju penguapan dinyatakan sebagai v = m/t A (g.det -1.cm -2 ) Tahanan jenis

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji pendahuluan Mikrokapsul memberikan hasil yang optimum pada kondisi percobaan dengan

Lebih terperinci

SINTESA DAN UJI BIODEGRADASI POLIMER ALAMI

SINTESA DAN UJI BIODEGRADASI POLIMER ALAMI SINTESA DAN UJI BIODEGRADASI POLIMER ALAMI Suryani Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Lhokseumawe Jl. Banda Aceh Medan Buketrata - Lhokseumawe Email : suryani_amroel@yahoo.com Abstrak Pati (khususnya

Lebih terperinci

KARAKTERISASI DAN UJI KEMAMPUAN SERBUK AMPAS KELAPA ASETAT SEBAGAI ADSORBEN BELERANG DIOKSIDA (SO 2 )

KARAKTERISASI DAN UJI KEMAMPUAN SERBUK AMPAS KELAPA ASETAT SEBAGAI ADSORBEN BELERANG DIOKSIDA (SO 2 ) KARAKTERISASI DAN UJI KEMAMPUAN SERBUK AMPAS KELAPA ASETAT SEBAGAI ADSORBEN BELERANG DIOKSIDA (SO 2 ) Yohanna Vinia Dewi Puspita 1, Mohammad Shodiq Ibnu 2, Surjani Wonorahardjo 3 1 Jurusan Kimia, FMIPA,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KOMPOSISI SAMPEL PENGUJIAN Pada penelitian ini, komposisi sampel pengujian dibagi dalam 5 grup. Pada Tabel 4.1 di bawah ini tertera kode sampel pengujian untuk tiap grup

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Bahan Baku Ibuprofen

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Bahan Baku Ibuprofen BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan bahan baku dilakukan untuk menjamin kualitas bahan yang digunakan dalam penelitian ini. Tabel 4.1 dan 4.2 menunjukkan hasil pemeriksaan bahan baku. Pemeriksaan

Lebih terperinci

PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU. Oleh : Dra. ZULTINIAR,MSi Nip : DIBIAYAI OLEH

PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU. Oleh : Dra. ZULTINIAR,MSi Nip : DIBIAYAI OLEH PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU Oleh : Dra. ZULTINIAR,MSi Nip : 19630504 198903 2 001 DIBIAYAI OLEH DANA DIPA Universitas Riau Nomor: 0680/023-04.2.16/04/2004, tanggal

Lebih terperinci