BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Kulit udang yang diperoleh dari pasar Kebun Roek Ampenan kota

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Kulit udang yang diperoleh dari pasar Kebun Roek Ampenan kota"

Transkripsi

1 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Isolasi Kitin dari Kulit Udang Tepung kulit udang Kulit udang yang diperoleh dari pasar Kebun Roek Ampenan kota Mataram dibersihkan kemudian dikeringkan yang selanjutnya dihaluskan dengan menggunakan blender, dan diayak dengan ayakan 100 mesh sehingga diperoleh tepung kulit udang yang bewarna pink seperti yang terdapat pada lampiran 1. Hasil yang lewat dari ayakan ini digunakan untuk memperoleh kitin Proses demineralisasi Proses demineralisasi ini bertujuan untuk menghilangkan garam-garam anorganik atau kandungan mineral yang ada pada kulit udang. Kandungan mineral utamanya adalah CaCO 3 dan Ca 3 (PO 4 ) 2 dalam jumlah kecil, mineral yang terkandung dalam kulit udang ini lebih mudah dipisahkan dibandingkan dengan protein karena hanya terikat secara fisik (Marganov, 2003). Pada proses demineralisasi, dari 200 g tepung kulit udang yang digunakan setelah proses diperoleh kitin kasar sebanyak 95 g. Proses yang terjadi pada tahap demineralisasi adalah mineral yang terkandung dalam kulit udang bereaksi dengan HCl sehingga terjadi pemisahan mineral dari kulit udang tersebut. Proses pemisahan mineral ditunjukkan dengan terbentuknya gas CO 2 berupa gelembung udara pada saat larutan HCl ditambahkan ke dalam sampel (Hendry, 2008), sehingga penambahan HCl ke dalam sampel dilakukan secara bertahap agar sampel tidak meluap. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut: 35

2 36 Ca 3 (PO 4 ) 2(s)+ 6HCl (aq) CaCO 3(s) + 2HCl (aq) H 2 CO 3(g) 3CaCl 2(aq) + 2H 3 PO 4(aq) CaCl 2(aq) + H 2 CO 3(g) CO 2(g) + H 2 O (l) Proses deproteinasi Kulit udang bebas mineral yang diperoleh dari tahap demineralisasi dilanjutkan dengan tahap deproteinasi. Proses ini bertujuan untuk memisahkan atau melepaskan ikatan-ikatan protein dari kitin. Pada tahap deproteinasi, protein yang terkandung dalam kulit udang larut dalam basa sehingga protein yang terikat secara kovalen pada gugus fungsi kitin akan terpisah. Menurut Karmas (1982) penggunaan larutan NaOH dengan konsentrasi dan suhu yang tinggi maka proses penghilangan protein semakin efektif dan menyebabkan terjadinya proses deasetilasi. Proses pengadukan dan pemanasan bertujuan untuk mempercepat pengikatan ujung rantai protein dengan NaOH sehingga proses degradasi dan pengendapan protein berlangsung sempurna (Austin, 1981). Pada proses demineralisasi terjadi pengurangan massa serbuk kulit udang sebesar 105 g dari 200 g serbuk kulit udang menjadi 95 g kulit udang tanpa mineral. Pada proses deproteinasi terjadi pengurangan massa sebesar 21,479 g dari 95 g kulit udang bebas mineral (kitin kasar) menjadi 73,521 g kulit udang tanpa protein. Jadi pada penelitian ini diperoleh rendemen kitin sebesar 36,76% (dapat dilihat pada lampiran 2). Hasil ini sesuai dengan penemuan para peneliti sebelumnya yang menyatakan kadar kitin kulit udang di atas 20% (Marganov, 2003). Kitin yang diperoleh dicuci dengan aquades sampai ph netral. Kitin tersebut dikarakterisasi secara FTIR untuk identifikasi gugus-gugus aktifnya. Spektra FTIR pembentukan senyawa kitin pada penelitian ini berada pada daerah

3 37 serapan bilangan gelombang sekitar 3475,73 cm -1 menunjukkan serapan gugus hidroksil (pada literatur serapan gugus hidroksil pada bilangan gelombang 3448 cm -1 ). Terjadi perbedaan serapan gugus hidroksil pada hasil penelitian ini disebabkan masih adanya gugus asetil yang terikat kuat pada struktur senyawa kitin. Sedangkan gugus amina (ikatan N-H ulur) muncul di daerah 3265, 49 cm -1 (pada literatur menunjukkan di daerah cm -1 ), (ikatan C-H) pada daerah 2883,58 cm -1 (literatur 2891 cm -1 ), gugus amida (ikatan C=O ulur) muncul pada daerah 1660,71 cm -1 (literatur cm -1 ), serapan ikatan N-H bengkokan muncul pada bilangan gelombang 1554,63 cm -1 (literatur cm -1 ), dan gugus amina (ikatan N-H kibasan) muncul di daerah bilangan gelombang 707,88 cm -1 (literatur cm -1 ). 5.2 Proses Deasetilasi Kitin menjadi Kitosan Transformasi kitin menjadi kitosan melalui proses deasetilasi. Proses deasetilasi merupakan proses penghilangan gugus asetil (-COCH 3 ) dari kitin dengan menggunakan larutan alkali agar berubah menjadi gugus amina (-NH 2 ). Kitin mempunyai struktur kristalin yang panjang dengan ikatan hidrogen yang kuat antara atom nitrogen dan gugus karboksilat pada rantai bersebelahan (Muzzarelli, 1986). Pemutusan ikatan antara gugus asetil dengan gugus nitrogen sehingga berubah menjadi gugus amina (-NH 2 ) perlu digunakan natrium hidroksida dengan konsentrasi 60% pada suhu C selama 4 jam. Penggunaan larutan alkali dengan konsentrasi yang tinggi serta suhu tinggi selama proses deasetilasi dapat mempengaruhi besarnya derajat deasetilasi yang dihasilkan (Kim, 2004; Odote et al., 2005). Hal ini membuktikan bahwa semakin besar konsentrasi semakin banyak zat-zat yang bereaksi dan semakin besar

4 38 kemungkinan terjadinya tumbukan (Habibi, 2008). Proses deasetilasi dalam basa kuat dan panas menyebabkan hilangnya gugus asetil pada kitin mengakibatkan kitosan bermuatan positif sehingga dapat larut dalam asam organik (Bastaman, 1989) seperti asam asetat ataupun asam formiat. Reaksi pembentukan kitosan dari kitin merupakan reaksi hidrolisis suatu amida oleh suatu basa. Kitin bertindak sebagai amida dan NaOH sebagai basanya. Mula-mula terjadi reaksi adisi, pada proses ini gugus OH - masuk ke dalam gugus NHCOCH 3 kemudian terjadi eliminasi gugus CH 3 COO - sehingga dihasilkan suatu amina yaitu kitosan (Mahatmanti, 2001). Kitosan yang dihasilkan sebanyak 47,305 g dari serbuk kitin awal yang digunakan pada proses deasetilasi 70,521 g, terjadi pengurangan massa akibat mengalami proses deasetilasi sehingga diperoleh presentase transformasi kitin menjadi kitosan sebesar 67,08% (dapat dilihat pada lampiran 2) dengan penampilan serbuk yang bewarna putih krem. Hasil yang diperoleh ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yaitu kadar kitosan dari kitin kulit udang lebih besar dari 50% (Marganov, 2003). Spektra FTIR kitosan (lampiran 4) menunjukkan adanya serapan pada daerah bilangan gelombang 3441,01 cm -1 (O-H stetching), 1660,71 (C=O amida). Serapan pada bilangan gelombang cm -1 (puncak amida) masih muncul disebabkan kitosan yang dihasilkan belum terdeasetilasi secara keseluruhan. Kualitas kitosan dapat diketahui juga dari besarnya persen derajat deasetilasi. Perhitungan derajat deasetilasi kitosan dengan metode base line yang diusulkan oleh Domszy dan Rovert (Khan et al, 2002) digunakan untuk mengetahui persen derajat deasetilasi (DD) kitosan kulit udang. Pada penelitian ini diperoleh persen

5 39 derajat deasetilasi sebesar 84,85% (perhitungan DD kitosan terdapat pada lampiran 5), hal ini menunjukkan belum seluruhnya kitin terdeasetilasi menjadi kitosan. Kitosan dikatakan telah terdeasetilasi sempurna jika DD > 90% (Srijanto, 2003). Masih rendahnya DD kitosan hasil penelitian disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya faktor pengadukan, suhu serta jenis habitat atau pemeliharaan udang yang digunakan. 5.3 Karakterisasi Kitosan Kitosan yang diperolah dikarakterisasi untuk mengetahui mutu kitosan yang dihasilkan. Karakterisasi yang dilakukan meliputi uji kadar air, kelarutan dalam asam asetat 2%, tekstur, warna, serta uji dengan larutan ninhidrine. Hasil karakterisasi kitosan yang diperoleh dari penelitian dibandingkan dengan standar mutu internasional kitosan yang dapat dilihat pada Tabel 5.1 Tabel 5.1 Karakterisasi Kitosan Parameter Nilai dari kitosan Nilai dari standar yang diperoleh internasional Kadar air 1,55 % 10 % Kelarutan dalam asam asetat 2% Larut Larut Tekstur Serbuk Serbuk Warna Putih krem Putih sampai kuning pucat Uji dengan larutan ninhidrine Positif bewarna ungu - Karakterisasi kitosan hasil penelitian pada tabel 5.1 di atas menunjukkan bahwa kitosan yang diperoleh telah memenuhi nilai standar internasional sehingga bisa digunakan untuk berbagai aplikasi. Kitosan yang dihasilkan memiliki kadar air yang rendah. Besarnya kandungan air pada kitosan tidak dikehendaki dalam pemanfaatan di berbagai bidang, karena akan mempengaruhi daya tahan terhadap serangan mikroorganisme (Rochima et al., 2004). Kadar air pada kitosan

6 40 dipengaruhi oleh proses pada saat pengeringan, lama pengeringan, jumlah kitosan yang dikeringkan dan luas permukaan tempat kitosan dikeringkan (Apsari et al, 2010). Kelarutan kitosan dalam asam asetat merupakan salah satu parameter yang dapat dijadikan sebagai standar penilaian mutu kitosan. Semakin tinggi kelarutan kitosan dalam asam asetat 2% berarti mutu kitosan yang dihasilkan semakin baik (Rochima et al., 2004; Mukherjee, 2001). Kitosan yang dihasilkan memiliki kelarutan yang sempurna dalam asam asetat 2%. Kelarutan diamati dengan membandingkan kejernihan larutan kitosan dengan kejernihan pelarutnya. Pembuktian ada tidaknya gugus amina pada kitosan dilakukan uji menggunakan larutan ninhidrine. Hasil uji ninhidrine kitosan menunjukkan positif yang dapat dilihat dari perubahan warna kitosan yang bewarna putih krem menjadi ungu. Ninhidrine merupakan oksidator kuat yang bereaksi dengan gugus amina dari senyawa kitosan pada ph 4-8 menghasilkan senyawa hasil ikatan antara hidrindantin dan ninhidrine melalui jembatan nitrogen yang bewarna ungu (Sanjaya et al., 2007). Ninhidrine digunakan untuk mengetahui ada tidaknya gugus amina bebas pada kitosan yang diperoleh sebelum dikarakterisasi menggunakan FTIR. 5.4 Kadar Total Kolesterol Darah Sebelum dan Setelah Pemberian Kitosan Pengukuran kadar total kolesterol dalam darah tikus Sprague dawley dilakukan setelah tikus percobaan diberikan asupan makanan yang mengandung kolesterol tinggi. Pengambilan darah tikus dari pleksus retroorbitalis dan diukur dengan metode presipitasi secara spektrofotometri. Tikus percobaan hiperkolesterolemia ditandai dengan kadar total kolesterol mencapai > 130 mg/dl.

7 41 Hasil dari pemeriksaan ini merupakan data kadar total kolesterol darah sebelum diberikan perlakuan dibandingkan dengan data kadar total kolesterol darah setelah pemberian perlakuan. Kelompok A merupakan kelompok kontrol positif yaitu tikus hiperkolesterolemia tanpa diberikan obat simvastatin maupun kitosan. Kelompok B yaitu kelompok tikus percobaan hiperkolesterolemia diberikan obat standar penurun kolesterol darah yaitu simvastatin. Kelompok C, D dan E merupakan tikus percobaan hiperkolestrolemia diberikan bahan uji kitosan masing-masing 0,5% b/v, 1% b/v, dan 2% b/v. Kadar total kolesterol darah setelah pemberian obat penurun kolesterol darah diukur pada minggu ke III dan ke V. Kadar total kolesterol darah tikus percobaan sebelum dan setelah pemberian kitosan dan simvastatin ditunjukkan pada Tabel 5.2. Tabel 5.2 Rata-rata kadar total kolesterol darah sebelum dan setelah pemberian kitosan Kadar total kolesterol darah Penurunan kolesterol darah (mg/dl) Kelompok perlakuan Minggu ke Minggu ke 0 III V 0 III V Kontrol positif (A) e 113 d 0 9 e 26 d Simvastatin (B) a 64,5 a 0 58 a 78,5 a Kitosan 0,5% (C) ,5 d 97 c 0 38,5 d 46 c Kitosan 1% (D) c 79 b 0 44 c 64 b Kitosan 2% (E) b 64,5 a 0 51 b 78,5 a Keterangan : Nilai dengan superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan nyata (P<0,05) Kadar rata-rata total kolesterol darah tikus percobaan setelah pemberian kitosan mengalami penurunan dibandingkan sebelum pemberian kitosan. Hal ini disebabkan kitosan merupakan serat larut dan berbentuk gel jika dilarutkan dalam air sehingga menghambat penyerapan lemak oleh tubuh (Jin et al., 2003). Kitosan dapat mengikat dan menyerap lemak dengan efisien sehingga berpengaruh terhadap berat badan serta kadar lemak pada feses (Wiyatna et al., 2006). Selain

8 42 mengikat lemak, kitosan juga berfungsi dalam menurunkan sintesis kolesterol oleh tubuh karena bahan dasar atau prekursor untuk sintesis kolesterol telah diserap oleh kitosan dan dikeluarkan melalui feses (Anderson et al., 1990). Hasil pengamatan kadar total kolesterol darah tikus percoban pada minggu ke III terlihat bahwa kadar total kolesterol darah berbeda nyata pada semua perlakuan. Tetapi pada minggu ke V kadar total kolesterol darah pada kelompok perlakuan yang diberikan kitosan 2% b/v (E) tidak berbeda nyata dengan kelompok perlakuan yang diberikan simvastatin (B), tetapi berbeda nyata dengan kontrol positif (A), pemberian kitosan 0,5% b/v (C) dan pemberian kitosan 1% b/v (D). Hal ini mengindikasikan bahwa aktivitas penurunan kadar total kolesterol darah pada tikus yang diberikan kitosan 2% b/v sama dengan obat standar penurun kolesterol darah yaitu simvastatin dengan dosis 0,6mg/BB pada minggu ke V. Bukti bahwa lemak dikeluarkan melalui feses dapat dilihat dari hasil analisis kandungan lemak pada feses sebelum dan setelah pemberian kitosan yang dapat dilihat pada Tabel 5.3. Tabel 5.3 Rata-rata kadar lemak pada feses sebelum dan setelah pemberian kitosan Kelompok perlakuan Kadar lemak (%) Peningkatan kadar lemak (%) Minggu ke Minggu ke 0 III V 0 III V Kontrol positif (A) 0,02 5,20 a 7,05 a 0 5,17 a 7,02 a Simvastatin (B) 0,04 6,83 b 12,06 b 0 6,79 b 12,02 b Kitosan 0,5% 0,04 7,99 b, c 15,54 c 0 7,94 b, c 15,49 c Kitosan 1% 0,06 9,41 c, d 19,19 d 0 9,34 c, d 19,12 d Kitosan 2% 0,05 10,79 d 21,83 e 0 10,74 d 21,78 e Keterangan : Nilai dengan superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan nyata (P<0,05) Rata-rata kadar lemak pada feses tikus percobaan sebelum dan setelah pemberian kitosan mengalami kenaikan sesuai dengan penelitian sebelumnya yaitu kandungan lemak feses meningkat dengan bertambahnya jumlah kitosan

9 43 yang diberikan yang mengakibatkan menurunnya pertambahan bobot badan tikus (Wiyatna et al, 2006). Hal ini disebabkan kitosan merupakan salah satu serat larut yang berbentuk gel yang dapat berfungsi mengikat lemak sehingga lemak tidak diserap oleh tubuh tetapi dikeluarkan dari tubuh bersama feses. Mekanisme hipokolesterolemia oleh serat kitosan terjadi dalam beberapa cara antara lain melalui mekanisme penundaan pengosongan lambung atau menjaga rasa kenyang dan asupan kalori berkurang serta sekresi insulin berkurang yang diikuti dengan penghambatan kerja enzim HMG Co-A reduktase sehingga sintesis kolesterol menurun (Izadi et al., 2012). Serat larut air mengikat lemak, protein dan karbohidrat yang mengakibatkan proses pencernaan dan penyerapan lemak menjadi terganggu. Serat larut air mengikat asam kenodeoksikolat serta menghambat kerja enzim HMG Co-A reduktase, sehingga sintesis kolesterol menjadi berkurang. Lignin dan pektin mengikat asam empedu dan membentuk formasi misel yang selanjutnya diekskresikan bersama feses dan serat pangan di kolon difermentasi menghasilkan asam lemak rantai pendek seperti asetat, propionat dan butirat yang kemudian propianat menghambat kerja enzim HMG Co-A reduktase yang menghambat sintesis kolesterol di hati (Izadi et al., 2012). Serat larut air mempengaruhi aktivitas enzim yang berperan dalam biosintesis kolesterol dan asam empedu (Anderson et al., 1990). Kitosan merupakan suatu polimer yang bersifat polikationik. Kitosan dengan struktur [β-(1-4)-2-amina-2-deoksi-d-glukosa] merupakan hasil dari deasetilasi kitin (Apsari et al., 2010). Keberadaan gugus hidroksil dan amino sepanjang rantai polimer mengakibatkan kitosan sangat efektif mengikat kation

10 44 ion logam berat maupun kation dari zat-zat organik (protein dan lemak). Kemampuan pengkelat logam yang ditunjukkan oleh kitosan menyebabkan gangguan fisiologis bagi enzim HMG-CoA reduktase, sehingga menyebabkan kegagalan enzim tersebut dalam membentuk mevalonat. Logam sangat diperlukan oleh enzim karena merupakan kofaktor bagi enzim. Enzim yang kehilangan logam mengalami gangguan fungsi dan rusak (De Bolster, 1997). Kemampuan menurunkan kadar total kolesterol darah terbaik ditunjukkan oleh kitosan 2% b/v dan simvastatin 0,6mg/BB. Persentase penurunan total kolesterol darah mencapai 54,9% pada minggu ke V. Dilihat dari kemampuan kitosan dalam menurunkan kadar total kolesterol darah, semakin tinggi kadar kitosan yang diberikan maka semakin rendah kadar total kolesterol darah. Namun, dalam penelitian ini penggunaan kadar kitosan dibatasi sampai 2% b/v karena merujuk dari penelitian Suarsana (2012) yang menyatakan penggunaan kitosan 2% dan 4% memberikan hasil penurunan kadar total kolesterol darah yang sama. Alasan lain penggunaan kitosan 2% b/v karena kemampuan kitosan sebagai pengkelat logam dikhawatirkan dapat mengikat logam-logam yang terdapat dalam makanan, sedangkan logam-logam yang terdapat dalam bahan makanan merupakan nutrien yang dibutuhkan oleh tubuh. Menurut Hardjito (2006) belum ada efek negatif kitosan terhadap manusia dan toleransi untuk manusia adalah 1,333 gr/kg berat badan. Pada manusia kitosan tidak dapat dicerna sehingga tidak mempunyai nilai kalori dan langsung dikeluarkan oleh tubuh bersama feses. Kemampuan mengikat lemak yang dikeluarkan melalui feses lebih tinggi kitosan 2% b/v dibandingkan dengan simvastatin dengan persentase masingmasing kitosan dan simvastatin yaitu 21,78% dan 12,02%. Hal ini terjadi karena

11 45 mekanisme kerja dari simvastatin dan kitosan berbeda. Simvastatin bekerja sebagai inhibitor kompetitif yaitu menghambat kerja enzim dengan cara menempati sisi aktif enzim HMG CoA reduktase sehingga substrat tidak dapat berikatan dengan enzim sehingga terjadi kegagalan dalam sintesis kolesterol. (Witztum, 1996). Sedangkan kitosan merupakan salah satu serat larut bekerja di dalam usus mengikat lemak sehingga bahan dasar atau prekursor untuk sintesis kolesterol berkurang menyebabkan sintesis kolesterol menurun (Anderson et al., 1990). Kemampuan kitosan dalam mengikat lemak dipengaruhi juga oleh ukuran partikel kitosan yang digunakan, semakin kecil ukuran partikel maka semakin luas permukaan kitosan sehingga semakin banyak lemak yang bisa diikat. Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Suarsana (2012) dan Wiyatna et al (2006) tidak mencantumkan ukuran partikel kitosan yang digunakan untuk menurunkan kadar kolesterol darah sehingga presentase pengikatan lemak dan penurunan kolesterolnya berbeda dengan penelitian ini. Perbandingan kadar total kolesterol darah dan kadar lemak pada feses sebelum dan setelah pemberian kitosan dapat dilihat pada Gambar 5.1 dan 5.2. kadar kolesterol darah (mg/dl) (B) minggu ke kontrol positif (A) simvastatin (B) kitosan 0,5% (C) kitosan 1% (D) kitosan 2% (E) (A) (C) (D) (E) Gambar 5.1 Kadar total kolesterol darah sebelum dan setelah pemberian kitosan

12 46 kadar lemak (%) 20,02 18,02 16,02 14,02 12,02 10,02 8,02 6,02 4,02 2,02 0, minggu ke kontrol positif (A) simvastatin (B) kitosan 0,5% (C) kitosan 1% (D) kitosan 2% (E) (E) (D) (C) (B) (A) Gambar 5.2 Kadar lemak pada feses sebelum dan setelah pemberian kitosan Gambar 5.1 menunjukkan perbedaan kemampuan kitosan dalam menurunkan total kolesterol darah dari masing-masing kelompok perlakuan. Kelompok A adalah kontrol positif yang dibuat hiperkolesterolemia tanpa pemberian kitosan maupun simvastatin. Pada perlakuan ini terjadi penurunan kadar total kolesterol darah pada minggu ke III sebanyak 6,5% dan minggu ke V sebanyak 18,7%. Hal ini disebabkan kadar kolesterol awal sudah mengalami penurunan akibat aktivitas hewan. Kelompok B adalah kelompok tikus percobaan yang diberikan obat standar yaitu simvastatin (0,6mg/BB) terjadi penurunan ratarata kadar total kolesterol darah pada minggu ke III sebanyak 40,6% dan minggu ke V sebanyak 54,9%. Kelompok C adalah kelompok tikus percobaan yang diberikan kitosan 0,5% b/v terjadi penurunan rata-rata total kolesterol darah pada minggu ke III sebanyak 26,9% dan minggu ke V sebanyak 32,2%. Kelompok D adalah kelompok tikus percobaan yang diberikan kitosan 1% b/v terjadi penurunan rata-rata kadar total kolesterol darah pada minggu ke III sebanyak 30,8% dan minggu ke V sebanyak 44,8%. Kelompok E adalah kelompok tikus

13 47 percobaan yang diberikan kitosan 2% b/v terjadi penurunan rata-rata kadar total kolesterol darah pada minggu ke III sebanyak 35,7% dan minggu ke V sebanyak 54,9%. Pada Gambar 5.1 dapat dilihat terjadinya perubahan kadar total kolesterol darah tikus percobaan selama proses penelitian. Selain itu, terjadi peningkatan kadar lemak pada feses (Gambar 5.2) semakin tinggi konsentrasi kitosan yang diberikan maka semakin banyak lemak yang bisa diikat oleh kitosan sehingga total kolesterol darah semakin menurun dan terjadi peningkatan kadar lemak pada feses tikus percobaan yang diperoleh. 5.5 Efektivitas Simvastatin dan Kitosan untuk Menurunkan Kadar Total Kolesterol Darah Efektivitas berasal dari kata efektif yang mengandung pengertian dicapainya keberhasilan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Efektivitas selalu terkait dengan hubungan antara hasil yang diharapkan dengan hasil yang telah dicapai. Efektivitas dapat dilihat dari berbagai sudut pandang dan dapat dinilai dengan berbagai cara dan mempunyai kaitan yang erat dengan efisiensi (Etzioni, 1985). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kemampuan kitosan dalam menurunkan kadar kolesterol darah serta efektivitas kitosan dibandingkan dengan simvastatin dalam menurunkan kadar kolesterol darah tikus Sprague dawley. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kitosan mampu menurunkan kadar kolesterol darah tikus Sparague dawley yang mengalami hiperkolesterolemia dengan persentase mencapai 54,9% pada minggu ke V. Selain itu, kitosan dengan konsentrasi 2% b/v memiliki kemampuan yang sama dengan obat standar penurun kolesterol darah yaitu simvastatin (0,6mg/BB) dalam menurunkan kadar kolesterol darah pada minggu ke V. Dilihat dari kadar total kolesterol darah pada

14 48 minggu ke V dengan pemberian kitosan 2% b/v belum efektif sebab kadar total kolesterol tikus percobaan masih belum menunjukkan kadar kolesterol normal sekitar mg/dl, namun bisa diprediksikan efektivitas kitosan dalam menurunkan kolesterol darah akan tercapai jika pemberian kitosan dilanjutkan sampai minggu ke VII berdasarkan hasil analisis data penurunan kolesterol darah dari minggu ke 0 sampai minggu ke V. Pada saat minggu ke VII diharapkan kadar total kolesterol darah tikus percobaan kembali normal. Prediksi penurunan kadar total kolesterol darah ke dalam kisaran normal jika diberikan sampai minggu ke VII dapat dilihat pada Gambar Kadar Kolesterol Darah mg/dl (A); 104,5 (C); 93,25 (D); minggu ke kontrol positif (A) simvastatin (B) kitosan 0,5% (C) kitosan 1% (D) kitosan 2% (E) (B); 54,27 (E); 50,75 Gambar 5.3 Prediksi Kadar total kolesterol darah sebelum dan setelah pemberian kitosan

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif eksploratif dan

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif eksploratif dan BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif eksploratif dan eksperimental. Penelitian deskriptif eksploratif meliputi isolasi kitin, transformasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kolesterol adalah suatu molekul lemak di dalam sel yang terdiri atas LDL

BAB I PENDAHULUAN. Kolesterol adalah suatu molekul lemak di dalam sel yang terdiri atas LDL BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kolesterol adalah suatu molekul lemak di dalam sel yang terdiri atas LDL (low density lipoprotein), HDL (high density lipoprotein), total kolesterol dan trigliserida.

Lebih terperinci

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan Bab IV asil Penelitian dan Pembahasan IV.1 Isolasi Kitin dari Limbah Udang Sampel limbah udang kering diproses dalam beberapa tahap yaitu penghilangan protein, penghilangan mineral, dan deasetilasi untuk

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1 Isolasi Kitin dan Kitosan Isolasi kitin dan kitosan yang dilakukan pada penelitian ini mengikuti metode isolasi kitin dan kitosan dari kulit udang yaitu meliputi tahap deproteinasi,

Lebih terperinci

ISOLASI KITIN, KARAKTERISASI, DAN SINTESIS KITOSAN DARI KULIT UDANG. * ABSTRAK ABSTRACT

ISOLASI KITIN, KARAKTERISASI, DAN SINTESIS KITOSAN DARI KULIT UDANG. *  ABSTRAK ABSTRACT ISSN 1907-9850 ISOLASI KITIN, KARAKTERISASI, DAN SINTESIS KITOSAN DARI KULIT UDANG Sry Agustina* 1, I Made Dira Swantara 1, dan I Nyoman Suartha 2 1 Program Magister Kimia Terapan, Universitas Udayana,

Lebih terperinci

3. Metodologi Penelitian

3. Metodologi Penelitian 3. Metodologi Penelitian 3.1 Alat dan bahan 3.1.1 Alat Peralatan gelas yang digunakan dalam penelitian ini adalah gelas kimia, gelas ukur, labu Erlenmeyer, cawan petri, corong dan labu Buchner, corong

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 14 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan glukosamin hidroklorida (GlcN HCl) pada penelitian ini dilakukan melalui proses hidrolisis pada autoklaf bertekanan 1 atm. Berbeda dengan proses hidrolisis glukosamin

Lebih terperinci

Makalah Pendamping: Kimia Paralel E PENGARUH KONSENTRASI KITOSAN DARI CANGKANG UDANG TERHADAP EFISIENSI PENJERAPAN LOGAM BERAT

Makalah Pendamping: Kimia Paralel E PENGARUH KONSENTRASI KITOSAN DARI CANGKANG UDANG TERHADAP EFISIENSI PENJERAPAN LOGAM BERAT 276 PENGARUH KONSENTRASI KITOSAN DARI CANGKANG UDANG TERHADAP EFISIENSI PENJERAPAN LOGAM BERAT Antuni Wiyarsi, Erfan Priyambodo Jurusan Pendidikan Kimia FMIPA UNY Kampus Karangmalang, Yogyakarta 55281

Lebih terperinci

Karakterisasi Kitosan dari Limbah Kulit Kerang Simping (Placuna placenta) Characterization of Chitosan from Simping Shells (Placuna placenta) Waste

Karakterisasi Kitosan dari Limbah Kulit Kerang Simping (Placuna placenta) Characterization of Chitosan from Simping Shells (Placuna placenta) Waste Karakterisasi Kitosan dari Limbah Kulit Kerang Simping (Placuna placenta) Characterization of Chitosan from Simping Shells (Placuna placenta) Waste Nur Laili Eka Fitri* dan Rusmini Department of Chemistry,

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Osteoarthritis (OA) 2.2 Glukosamin hidroklorida (GlcN HCl)

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Osteoarthritis (OA) 2.2 Glukosamin hidroklorida (GlcN HCl) 3 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Osteoarthritis (OA) Osteoarthritis yang juga sebagai penyakit degeneratif pada sendi adalah bentuk penyakit radang sendi yang paling umum dan merupakan sumber utama penyebab rasa

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 53 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Analisis Mutu Kitosan Hasil analisis proksimat kitosan yang dihasilkan dari limbah kulit udang tercantum pada Tabel 2 yang merupakan rata-rata dari dua kali ulangan.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Jurusan Pendidikan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Jurusan Pendidikan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Deskripsi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI yang beralamat di Jl. Dr. Setiabudi No.229 Bandung. Untuk keperluan

Lebih terperinci

PENGARUH WAKTU PROSES DEASETILASI KITIN DARI CANGKANG BEKICOT (Achatina fulica) TERHADAP DERAJAT DEASETILASI

PENGARUH WAKTU PROSES DEASETILASI KITIN DARI CANGKANG BEKICOT (Achatina fulica) TERHADAP DERAJAT DEASETILASI PENGARUH WAKTU PROSES DEASETILASI KITIN DARI CANGKANG BEKICOT (Achatina fulica) TERHADAP DERAJAT DEASETILASI [EFFECT OF CHITIN DEACETYLATION PROCESSING TIMES FROM SHELLS OF SNAILS (Achatina fulica) TO

Lebih terperinci

PEMANFAATAN KITOSAN DARI CANGKANG RAJUNGAN PADA PROSES ADSORPSI LOGAM NIKEL DARI LARUTAN NiSO 4

PEMANFAATAN KITOSAN DARI CANGKANG RAJUNGAN PADA PROSES ADSORPSI LOGAM NIKEL DARI LARUTAN NiSO 4 PEMANFAATAN KITOSAN DARI CANGKANG RAJUNGAN PADA PROSES ADSORPSI LOGAM NIKEL DARI LARUTAN NiSO 4 Yuliusman dan Adelina P.W. Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Indonesia Kampus UI, Depok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kitosan dihasilkan dari kitin dan mempunyai struktur kimia yang sama

BAB I PENDAHULUAN. Kitosan dihasilkan dari kitin dan mempunyai struktur kimia yang sama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kitosan dihasilkan dari kitin dan mempunyai struktur kimia yang sama dengan kitin, terdiri dari rantai molekul yang panjang dan berat molekul yang tinggi. Adapun perbedaan

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Polistiren Polistiren disintesis dari monomer stiren melalui reaksi polimerisasi adisi dengan inisiator benzoil peroksida. Pada sintesis polistiren ini, terjadi tahap

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pembuatan Kitosan 4.1.1 Penyiapan Perlakuan Sampel Langkah awal yang dilakukan dalam proses isolasi kitin adalah dengan membersikan cangkang kepiting yang masih mentah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. adalah tanah-tanah bereaksi masam (ph rendah) dan miskin unsur hara, seperti

TINJAUAN PUSTAKA. adalah tanah-tanah bereaksi masam (ph rendah) dan miskin unsur hara, seperti TINJAUAN PUSTAKA Tanah Ultisol Tanah-tanah yang tersedia untuk pertanian sekarang dan akan datang adalah tanah-tanah bereaksi masam (ph rendah) dan miskin unsur hara, seperti ordo Ultisol. Ditinjau dari

Lebih terperinci

PENGGUNAAN KITOSAN DARI TULANG RAWAN CUMI-CUMI (LOLIGO PEALLI) UNTUK MENURUNKAN KADAR ION LOGAM Cd DENGAN MENGGUNAKAN SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM

PENGGUNAAN KITOSAN DARI TULANG RAWAN CUMI-CUMI (LOLIGO PEALLI) UNTUK MENURUNKAN KADAR ION LOGAM Cd DENGAN MENGGUNAKAN SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM Penggunaan Kitosan dari Tulang Rawan Cumi-Cumi (Loligo pealli) untuk Menurunkan Kadar Ion Logam (Harry Agusnar) PENGGUNAAN KITOSAN DARI TULANG RAWAN CUMI-CUMI (LOLIGO PEALLI) UNTUK MENURUNKAN KADAR ION

Lebih terperinci

PEMBUATAN KITOSAN DARI KULIT UDANG PUTIH (Penaeus merguiensis) DAN APLIKASINYA SEBAGAI PENGAWET ALAMI UNTUK UDANG SEGAR

PEMBUATAN KITOSAN DARI KULIT UDANG PUTIH (Penaeus merguiensis) DAN APLIKASINYA SEBAGAI PENGAWET ALAMI UNTUK UDANG SEGAR JURNAL TEKNOLOGI AGRO-INDUSTRI Vol. 2 No.2 ; November 2015 PEMBUATAN KITOSAN DARI KULIT UDANG PUTIH (Penaeus merguiensis) DAN APLIKASINYA SEBAGAI PENGAWET ALAMI UNTUK UDANG SEGAR Noor Isnawati, Wahyuningsih,

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PERCOBAAN. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: Beaker glass 50 ml pyrex. Beaker glass 100 ml pyrex

BAB 3 METODOLOGI PERCOBAAN. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: Beaker glass 50 ml pyrex. Beaker glass 100 ml pyrex BAB 3 METODOLOGI PERCOBAAN 3.1 Alat-Alat Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: Beaker glass 50 ml pyrex Beaker glass 100 ml pyrex Beaker glass 150 ml pyrex Beaker glass 200 ml pyrex Erlenmeyer

Lebih terperinci

TINGKATAN KUALISTAS KITOSAN HASIL MODIFIKASI PROSES PRODUKSI. Abstrak

TINGKATAN KUALISTAS KITOSAN HASIL MODIFIKASI PROSES PRODUKSI. Abstrak TINGKATAN KUALISTAS KITOSAN HASIL MODIFIKASI PROSES PRODUKSI Pipih suptijah* ) Abstrak Kitosan adalah turunan dari kitin yang merupakan polimer alam terdapat pada karapas/ limbah udang sekitar 10 % - 25%.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. protein dari sampel, sedangkan demineralisasi merupakan proses pemisahan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. protein dari sampel, sedangkan demineralisasi merupakan proses pemisahan 42 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Isolasi Kitin Isolasi kitin mengunakan bahan baku serbuk kulit udang melalui dua tahap proses yaitu deproteinasi dan demineralisasi. Deproteinasi merupakan proses pemisahan

Lebih terperinci

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam klorida 0,1 N. Prosedur uji disolusi dalam asam dilakukan dengan cara

Lebih terperinci

3 Metodologi Penelitian

3 Metodologi Penelitian 3 Metodologi Penelitian Prosedur penelitian ini terdiri dari beberapa tahap, tahap pertama sintesis kitosan yang terdiri dari isolasi kitin dari kulit udang, konversi kitin menjadi kitosan. Tahap ke dua

Lebih terperinci

PENGARUH SUHU DAN WAKTU REAKSI PADA PEMBUATAN KITOSAN DARI TULANG SOTONG (Sepia officinalis)

PENGARUH SUHU DAN WAKTU REAKSI PADA PEMBUATAN KITOSAN DARI TULANG SOTONG (Sepia officinalis) Jurnal Teknologi Kimia Unimal 5 : 2 (November 2016) 37-44 Jurnal Teknologi Kimia Unimal http://ft.unimal.ac.id/teknik_kimia/jurnal Jurnal Teknologi Kimia Unimal PENGARUH SUHU DAN WAKTU REAKSI PADA PEMBUATAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pupuk adalah bahan yang ditambahkan ke dalam tanah untuk menyediakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pupuk adalah bahan yang ditambahkan ke dalam tanah untuk menyediakan 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pupuk Organik Cair Pupuk adalah bahan yang ditambahkan ke dalam tanah untuk menyediakan sebagian unsur esensial bagi pertumbuhan tanaman. Peran pupuk sangat dibutuhkan oleh tanaman

Lebih terperinci

SEMINAR NASIONAL ke 8 Tahun 2013 : Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

SEMINAR NASIONAL ke 8 Tahun 2013 : Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi UPAYA PENINGKATAN KELARUTAN KITOSAN DALAM ASAM ASETAT DENGAN MELAKUKAN PERLAKUAN AWAL PADA PENGOLAHAN LIMBAH KULIT UDANG MENJADI KITOSAN Ani Purwanti 1, Muhammad Yusuf 2 1 Jurusan Teknik Kimia, Fakultas

Lebih terperinci

PEMBUATAN KITOSAN DARI KULIT UDANG SEBAGAI BAHAN PENGAWET TAHU

PEMBUATAN KITOSAN DARI KULIT UDANG SEBAGAI BAHAN PENGAWET TAHU PEMBUATAN KITOSAN DARI KULIT UDANG SEBAGAI BAHAN PENGAWET TAHU Shintawati Dyah P Abstrak Maraknya penggunaan formalin dan borak pada bahan makanan dengan tujuan agar makanan lebih awet oleh pedagang yang

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian Penelitian ini dilakukan dalam tiga tahap yaitu, tahap isolasi kitin yang terdiri dari penghilangan protein, penghilangan mineral, tahap dua pembuatan kitosan dengan deasetilasi

Lebih terperinci

PEMBUATAN KITOSAN DARI CANGKANG UDANG DAN APLIKASINYA SEBAGAI ADSORBEN UNTUK MENURUNKAN KADAR LOGAM CU

PEMBUATAN KITOSAN DARI CANGKANG UDANG DAN APLIKASINYA SEBAGAI ADSORBEN UNTUK MENURUNKAN KADAR LOGAM CU PEMBUATAN KITOSAN DARI CANGKANG UDANG DAN APLIKASINYA SEBAGAI ADSORBEN UNTUK MENURUNKAN KADAR LOGAM CU Sry Agustina*, Yeti Kurniasih IKIP Mataram, Mataram 1* IKIP Mataram,Mataram, Indonesia 2 Sryagustina_92@yahoo.com

Lebih terperinci

TINGKATAN KUALITAS KITOSAN HASIL MODIFIKASI PROSES PRODUKSI. Abstrak

TINGKATAN KUALITAS KITOSAN HASIL MODIFIKASI PROSES PRODUKSI. Abstrak TINGKATAN KUALITAS KITOSAN HASIL MODIFIKASI PROSES PRODUKSI Pipih suptijah* ) Abstrak Kitosan adalah turunan dari kitin yang merupakan polimer alam terdapat pada karapas/ limbah udang sekitar 10 % - 25%.

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 asil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Polistiren Sintesis polistiren dilakukan dalam reaktor polimerisasi dengan suasana vakum. al ini bertujuan untuk menghindari terjadinya kontak dengan udara karena stiren

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI digilib.uns.ac.id Pembuatan Kitosan dari Cangkang Keong Mas untuk Adsorben Fe pada Air BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka A.1. Keong mas Keong mas adalah siput sawah yang merupakan salah satu hama

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. dengan tahapan kegiatan, yaitu: pengambilan sampel cangkang udang di PT.

III. METODOLOGI PENELITIAN. dengan tahapan kegiatan, yaitu: pengambilan sampel cangkang udang di PT. III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini telah dilaksanakan dari bulan juni 2011 sampai Desember 2011, dengan tahapan kegiatan, yaitu: pengambilan sampel cangkang udang di PT. Indokom

Lebih terperinci

Lampiran 1 dari Kulit Udang serta Transformasi Kitin menjadi Kitosan 1. Gambar Persiapan Bahan

Lampiran 1 dari Kulit Udang serta Transformasi Kitin menjadi Kitosan 1. Gambar Persiapan Bahan 55 Lampiran 1 Proses Isolasi Kitin dari Kulit Udang serta Transformasi Kitin menjadi Kitosan 1. Gambar Persiapan Bahan kulit udang setelah dikeringkan Penghalusan kulit udang Pengayakann dengan ukuran

Lebih terperinci

Karakterisasi Kitosan dari Cangkang Rajungan dan Tulang Cumi dengan Spektrofotometer FT-IR Serta Penentuan Derajat Deasetilasi Dengan Metode Baseline

Karakterisasi Kitosan dari Cangkang Rajungan dan Tulang Cumi dengan Spektrofotometer FT-IR Serta Penentuan Derajat Deasetilasi Dengan Metode Baseline Karakterisasi Kitosan dari Cangkang Rajungan dan Tulang Cumi dengan Spektrofotometer FT-IR Serta Penentuan Derajat Deasetilasi Dengan Metode Baseline Risfidian Mohadi, Christina Kurniawan, Nova Yuliasari,

Lebih terperinci

3 Metodologi Penelitian

3 Metodologi Penelitian 3 Metodologi Penelitian Secara garis besar penelitian dibagi menjadi tiga, yaitu pembuatan kertas dengan modifikasi tanpa tahap penghilangan lemak, penambahan aditif kitin, kitosan, agar-agar, dan karagenan,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. melakukan uji morfologi, Laboratorium Teknik Kimia Ubaya Surabaya. mulai dari bulan Februari 2011 sampai Juli 2011.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. melakukan uji morfologi, Laboratorium Teknik Kimia Ubaya Surabaya. mulai dari bulan Februari 2011 sampai Juli 2011. BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian dilakukan di Laboratorim Fisika Material Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga, Laboratorium Metalurgi ITS Surabaya

Lebih terperinci

TRANSFORMASI KITIN DARI HASIL ISOLASI LIMBAH INDUSTRI UDANG BEKU MENJADI KITOSAN

TRANSFORMASI KITIN DARI HASIL ISOLASI LIMBAH INDUSTRI UDANG BEKU MENJADI KITOSAN Marina Chimica Acta, Oktober 2004, hal. 28-32 Vol. 5 No.2 Jurusan Kimia FMIPA, Universitas Hasanuddin ISSN 1411-2132 TRANSFORMASI KITIN DARI HASIL ISOLASI LIMBAH INDUSTRI UDANG BEKU MENJADI KITOSAN Mustari

Lebih terperinci

Hasil dan Pembahasan

Hasil dan Pembahasan Bab 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Polimer Benzilkitosan Somorin (1978), pernah melakukan sintesis polimer benzilkitin tanpa pemanasan. Agen pembenzilasi yang digunakan adalah benzilklorida. Adapun

Lebih terperinci

BAB IV. karakterisasi sampel kontrol, serta karakterisasi sampel komposit. 4.1 Sintesis Kolagen dari Tendon Sapi ( Boss sondaicus )

BAB IV. karakterisasi sampel kontrol, serta karakterisasi sampel komposit. 4.1 Sintesis Kolagen dari Tendon Sapi ( Boss sondaicus ) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian yang dibahas pada bab ini meliputi sintesis kolagen dari tendon sapi (Bos sondaicus), pembuatan larutan kolagen, rendemen kolagen, karakterisasi sampel kontrol,

Lebih terperinci

3 Percobaan. 3.1 Tahapan Penelitian Secara Umum. Tahapan penelitian secara umum dapat dilihat pada diagram alir berikut :

3 Percobaan. 3.1 Tahapan Penelitian Secara Umum. Tahapan penelitian secara umum dapat dilihat pada diagram alir berikut : 3 Percobaan 3.1 Tahapan Penelitian Secara Umum Tahapan penelitian secara umum dapat dilihat pada diagram alir berikut : Gambar 3. 1 Diagram alir tahapan penelitian secara umum 17 Penelitian ini dibagi

Lebih terperinci

Oleh: ANURAGA TANATA YUSA ( ) Pembimbing 1 : Drs. M. Nadjib M., M.S. Pembimbing 2: Lukman Atmaja, Ph.D

Oleh: ANURAGA TANATA YUSA ( ) Pembimbing 1 : Drs. M. Nadjib M., M.S. Pembimbing 2: Lukman Atmaja, Ph.D leh: ANURAGA TANATA YUSA (1407 100 042) Pembimbing 1 : Drs. M. Nadjib M., M.S. Pembimbing 2: Lukman Atmaja, Ph.D JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT TEKNLGI SEPULUH NPEMBER

Lebih terperinci

Tabel 3.1 Efisiensi proses kalsinasi cangkang telur ayam pada suhu 1000 o C selama 5 jam Massa cangkang telur ayam. Sesudah kalsinasi (g)

Tabel 3.1 Efisiensi proses kalsinasi cangkang telur ayam pada suhu 1000 o C selama 5 jam Massa cangkang telur ayam. Sesudah kalsinasi (g) 22 HASIL PENELITIAN Kalsinasi cangkang telur ayam dan bebek perlu dilakukan sebelum cangkang telur digunakan sebagai prekursor Ca. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, kombinasi suhu

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Onggok Sebelum Pretreatment Onggok yang digunakan dalam penelitian ini, didapatkan langsung dari pabrik tepung tapioka di daerah Tanah Baru, kota Bogor. Onggok

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 DATA PENELITIAN

LAMPIRAN 1 DATA PENELITIAN LAMPIRAN 1 DATA PENELITIAN 1.1 BILANGAN IODIN ADSORBEN BIJI ASAM JAWA Dari modifikasi adsorben biji asam jawa yang dilakukan dengan memvariasikan rasio adsorben : asam nitrat (b/v) sebesar 1:1, 1:2, dan

Lebih terperinci

Gambar IV 1 Serbuk Gergaji kayu sebelum ekstraksi

Gambar IV 1 Serbuk Gergaji kayu sebelum ekstraksi Bab IV Pembahasan IV.1 Ekstraksi selulosa Kayu berdasarkan struktur kimianya tersusun atas selulosa, lignin dan hemiselulosa. Selulosa sebagai kerangka, hemiselulosa sebagai matrik, dan lignin sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sehingga memiliki umur simpan yang relatif pendek. Makanan dapat. dikatakan rusak atau busuk ketika terjadi perubahan-perubahan yang

I. PENDAHULUAN. sehingga memiliki umur simpan yang relatif pendek. Makanan dapat. dikatakan rusak atau busuk ketika terjadi perubahan-perubahan yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara umum, bahan pangan memiliki sifat mudah rusak (perishable), sehingga memiliki umur simpan yang relatif pendek. Makanan dapat dikatakan rusak atau busuk ketika terjadi

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Polistiren Polistiren disintesis melalui polimerisasi dari monomer (stiren). Polimerisasi ini merupakan polimerisasi radikal, dengan pusat aktif berupa radikal bebas.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Kadar protein tertinggi terdapat pada pakan perlakuan D (udang rebon 45%) yaitu dengan persentase sebesar 39,11%. Kemudian diikuti pakan perlakuan C (udang rebon 30%)

Lebih terperinci

PEMBUATAN KHITOSAN DARI KULIT UDANG UNTUK MENGADSORBSI LOGAM KROM (Cr 6+ ) DAN TEMBAGA (Cu)

PEMBUATAN KHITOSAN DARI KULIT UDANG UNTUK MENGADSORBSI LOGAM KROM (Cr 6+ ) DAN TEMBAGA (Cu) Reaktor, Vol. 11 No.2, Desember 27, Hal. : 86- PEMBUATAN KHITOSAN DARI KULIT UDANG UNTUK MENGADSORBSI LOGAM KROM (Cr 6+ ) DAN TEMBAGA (Cu) K. Haryani, Hargono dan C.S. Budiyati *) Abstrak Khitosan adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah pencemaran belakangan ini sangat menarik perhatian masyarakat banyak.perkembangan industri yang demikian cepat merupakan salah satu penyebab turunnya kualitas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. dalam setiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Rata-rata Kadar Kolesterol Daging pada Ayam Broiler Ulangan

HASIL DAN PEMBAHASAN. dalam setiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Rata-rata Kadar Kolesterol Daging pada Ayam Broiler Ulangan IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Susu Sapi, Kedelai Fermentasi dan Kombinasinya Terhadap Kolesterol Daging Ayam Broiler. Hasil pengatamatan kadar kolesterol daging pada ayam broiler pada penelitian

Lebih terperinci

DERAJAT DEASETILASI KITOSAN DARI CANGKANG KERANG DARAH DENGAN PENAMBAHAN NaOH SECARA BERTAHAP

DERAJAT DEASETILASI KITOSAN DARI CANGKANG KERANG DARAH DENGAN PENAMBAHAN NaOH SECARA BERTAHAP DERAJAT DEASETILASI KITOSAN DARI CANGKANG KERANG DARAH DENGAN PENAMBAHAN NaOH SECARA BERTAHAP [Chitosan Deacetilation Degree from Anadara granosa by Gradually Adding NaOH] Syaiful Bahri 1*), Erwin Abd.

Lebih terperinci

Hasil dan Pembahasan

Hasil dan Pembahasan Bab 4 asil dan Pembahasan 4.1 Pembuatan dan Kitosan Kulit udang yang digunakan sebagai bahan baku kitosan terdiri atas kepala, badan, dan ekor. Tahapan-tahapan dalam pengolahan kulit udang menjadi kitosan

Lebih terperinci

Metode Penelitian. 3.1 Alat dan Bahan Penelitian Daftar alat

Metode Penelitian. 3.1 Alat dan Bahan Penelitian Daftar alat Bab 3 Metode Penelitian Penelitian ini terdiri atas tahap pembuatan kitin dan kitosan, sintesis karboksimetil kitosan dari kitin dan kitosan, pembuatan membran kitosan dan karboksimetil kitosan, dan karakterisasi.

Lebih terperinci

dengan panjang a. Ukuran kristal dapat ditentukan dengan menggunakan Persamaan Debye Scherrer. Dilanjutkan dengan sintering pada suhu

dengan panjang a. Ukuran kristal dapat ditentukan dengan menggunakan Persamaan Debye Scherrer. Dilanjutkan dengan sintering pada suhu 6 Dilanjutkan dengan sintering pada suhu 900⁰C dengan waktu penahanannya 5 jam. Timbang massa sampel setelah proses sintering, lalu sampel dikarakterisasi dengan menggunakan XRD dan FTIR. Metode wise drop

Lebih terperinci

EFEKTIFITAS MEMBRAN KHITOSAN DARI KULIT UDANG GALAH (Macrobanchium rosenbergii) UNTUK MENURUNKAN FOSFAT DALAM AIR LIMBAH LAUNDRY

EFEKTIFITAS MEMBRAN KHITOSAN DARI KULIT UDANG GALAH (Macrobanchium rosenbergii) UNTUK MENURUNKAN FOSFAT DALAM AIR LIMBAH LAUNDRY Cakra Kimia (Indonesian E-Journal of Applied Chemistry) EFEKTIFITAS MEMBRAN KHITOSAN DARI KULIT UDANG GALAH (Macrobanchium rosenbergii) UNTUK MENURUNKAN FOSFAT DALAM AIR LIMBAH LAUNDRY Ni Made Yunarsih

Lebih terperinci

PENGARUH ph DAN LAMA KONTAK PADA ADSORPSI ION LOGAM Cu 2+ MENGGUNAKAN KITIN TERIKAT SILANG GLUTARALDEHID ABSTRAK ABSTRACT

PENGARUH ph DAN LAMA KONTAK PADA ADSORPSI ION LOGAM Cu 2+ MENGGUNAKAN KITIN TERIKAT SILANG GLUTARALDEHID ABSTRAK ABSTRACT KIMIA.STUDENTJOURNAL, Vol.1, No. 1, pp. 647-653, UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG Received 9 February 2015, Accepted 10 February 2015, Published online 12 February 2015 PENGARUH ph DAN LAMA KONTAK PADA ADSORPSI

Lebih terperinci

Beberapa Sifat Kimia Tanah antara lain :

Beberapa Sifat Kimia Tanah antara lain : SIFAT KIMIA TANAH Beberapa Sifat Kimia Tanah antara lain : 1. Derajat Kemasaman Tanah (ph) Reaksi tanah menunjukkan sifat kemasaman atau alkalinitas tanah yang dinyatakan dengan nilai ph. Nilai ph menunjukkan

Lebih terperinci

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan. IV.1 Sintesis dan karaktrisasi garam rangkap CaCu(CH 3 COO) 4.6H 2 O

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan. IV.1 Sintesis dan karaktrisasi garam rangkap CaCu(CH 3 COO) 4.6H 2 O Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan IV.1 Sintesis dan karaktrisasi garam rangkap CaCu(CH 3 COO) 4.6H 2 O Garam rangkap CaCu(CH 3 COO) 4.6H 2 O telah diperoleh dari reaksi larutan kalsium asetat dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. industri tapioka, yaitu : BOD : 150 mg/l; COD : 300 mg/l; TSS : 100 mg/l; CN - :

BAB I PENDAHULUAN. industri tapioka, yaitu : BOD : 150 mg/l; COD : 300 mg/l; TSS : 100 mg/l; CN - : BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Industri tapioka merupakan industri rumah tangga yang memiliki dampak positif bila dilihat dari segi ekonomis. Namun dampak pencemaran industri tapioka sangat dirasakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 20%, 30%, 40%, dan 50%. Kemudian larutan yang dihasilkan diendapkan

HASIL DAN PEMBAHASAN. didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 20%, 30%, 40%, dan 50%. Kemudian larutan yang dihasilkan diendapkan 6 didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 3.3.3 Sintesis Kalsium Fosfat Sintesis kalsium fosfat dalam penelitian ini menggunakan metode sol gel. Senyawa kalsium fosfat diperoleh dengan mencampurkan serbuk

Lebih terperinci

PENJERAPAN LEMAK KAMBING MENGGUNAKAN ADSORBEN CHITOSAN

PENJERAPAN LEMAK KAMBING MENGGUNAKAN ADSORBEN CHITOSAN 1 PENJERAPAN LEMAK KAMBING MENGGUNAKAN ADSORBEN CHITOSAN Carlita Kurnia Sari (L2C605123), Mufty Hakim (L2C605161) Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro Jln. Prof. Sudharto, Tembalang,

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. 5.1 Hasil Identifikasi Antosianin dalam Ekstrak Kulit Buah Jamblang

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. 5.1 Hasil Identifikasi Antosianin dalam Ekstrak Kulit Buah Jamblang BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Identifikasi Antosianin dalam Ekstrak Kulit Buah Jamblang Ekstraksi kulit buah jamblang sebanyak 2 kg hasil maserasi diperoleh ekstrak pekat sebanyak 250 g, dengan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Pemberian Kitosan terhadap Ginjal Puyuh yang Terpapar Timbal (Pb)

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Pemberian Kitosan terhadap Ginjal Puyuh yang Terpapar Timbal (Pb) 48 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Pemberian Kitosan terhadap Ginjal Puyuh yang Terpapar Timbal (Pb) Hasil penelitian kadar kalsium (Ca) pengaruh pemberian kitosan pada ginjal puyuh yang terpapar

Lebih terperinci

4.2. Kadar Abu Kadar Metoksil dan Poligalakturonat

4.2. Kadar Abu Kadar Metoksil dan Poligalakturonat Kualitas pektin dapat dilihat dari efektivitas proses ekstraksi dan kemampuannya membentuk gel pada saat direhidrasi. Pektin dapat membentuk gel dengan baik apabila pektin tersebut memiliki berat molekul,

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print) F193

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print) F193 F193 Perbandingan Kemampuan Kitosan dari Limbah Kulit Udang dengan Aluminium Sulfat untuk Menurunkan Kekeruhan Air dari Outlet Bak Prasedimentasi IPAM Ngagel II Cecilia Dwi Triastiningrum dan Alfan Purnomo

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penurunan ini disebabkan proses fermentasi yang dilakukan oleh L. plantarum

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penurunan ini disebabkan proses fermentasi yang dilakukan oleh L. plantarum BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Soygurt Sari Tempe Medium susu tempe yang dipergunakan mempunyai ph awal 6, setelah diinokulasi dengan bakteri L. plantarum, 10 jam kemudian ph turun menjadi 4. Penurunan

Lebih terperinci

PEMANFAATAN CHITOSAN DARI LIMBAH UDANG SEBAGAI BAHAN PENGAWET ALAMI UNTUK MEMPERLAMA DAYA SIMPAN PADA MAKANAN. Budi Hastuti 1) & Saptono Hadi 2) 1)

PEMANFAATAN CHITOSAN DARI LIMBAH UDANG SEBAGAI BAHAN PENGAWET ALAMI UNTUK MEMPERLAMA DAYA SIMPAN PADA MAKANAN. Budi Hastuti 1) & Saptono Hadi 2) 1) PEMANFAATAN CHITOSAN DARI LIMBAH UDANG SEBAGAI BAHAN PENGAWET ALAMI UNTUK MEMPERLAMA DAYA SIMPAN PADA MAKANAN Budi Hastuti 1) & Saptono Hadi 2) 1) Program Studi Pend. Kimia, FKIP UNS 2) Jurusan Kimia,

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan Kualitas minyak dapat diketahui dengan melakukan beberapa analisis kimia yang nantinya dibandingkan dengan standar mutu yang dikeluarkan dari Standar Nasional Indonesia (SNI).

Lebih terperinci

Jurnal ILMU DASAR Vol. 10 No : Bagus Rahmat Basuki & I Gusti Made Sanjaya Jurusan Kimia,FMIPA, Universitas Negeri Surabaya

Jurnal ILMU DASAR Vol. 10 No : Bagus Rahmat Basuki & I Gusti Made Sanjaya Jurusan Kimia,FMIPA, Universitas Negeri Surabaya Jurnal ILMU DASAR Vol. 10 No. 1. 2009 : 93 101 93 Sintesis Ikat Silang Kitosan dengan Glutaraldehid serta Identifikasi Gugus Fungsi dan Derajat Deasetilasinya ross-linked hitosan Synthesis Using Glutaraldehyde

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Penelitian pembuatan pupuk organik cair ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Limbah Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Secara

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sintesis dan Karakterisasi Karboksimetil Kitosan Spektrum FT-IR kitosan yang digunakan untuk mensintesis karboksimetil kitosan (KMK) dapat dilihat pada Gambar 8 dan terlihat

Lebih terperinci

PEMANFAATAN KITOSAN DARI LIMBAH CANGKANG KERANG HIJAU (Perna viridis) SEBAGAI ADSORBAN LOGAM Cu

PEMANFAATAN KITOSAN DARI LIMBAH CANGKANG KERANG HIJAU (Perna viridis) SEBAGAI ADSORBAN LOGAM Cu PEMANFAATAN KITOSAN DARI LIMBAH CANGKANG KERANG HIJAU (Perna viridis) SEBAGAI ADSORBAN LOGAM Cu Rudi Firyanto, Soebiyono, Muhammad Rif an Teknik Kimia Fakultas Teknik UNTAG Semarang Jl. Pawiyatan Luhur

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Salah satu sumber protein hewani yang memiliki nilai gizi tinggi adalah

PENDAHULUAN. Salah satu sumber protein hewani yang memiliki nilai gizi tinggi adalah I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu sumber protein hewani yang memiliki nilai gizi tinggi adalah daging dan menduduki peringkat teratas sebagai salah satu sumber protein hewani yang paling banyak

Lebih terperinci

Jurnal Teknologi Kimia Unimal

Jurnal Teknologi Kimia Unimal Jurnal Teknologi Kimia Unimal 1:1 (November 2012) 79-90 Jurnal Teknologi Kimia Unimal homepage jurnal: www.ft.unimal.ac.id/jurnal_teknik_kimia Jurnal Teknologi Kimia Unimal PEMBUATAN KITOSAN DARI LIMBAH

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. Neraca Digital AS 220/C/2 Radwag Furnace Control Indicator Universal

BAB 3 METODE PENELITIAN. Neraca Digital AS 220/C/2 Radwag Furnace Control Indicator Universal BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Alat Neraca Digital AS 220/C/2 Radwag Furnace Control Fisher Indicator Universal Hotplate Stirrer Thermilyte Difraktometer Sinar-X Rigaku 600 Miniflex Peralatan Gelas Pyrex

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Total produksi penangkapan dan perikanan udang dunia menurut Food and Agriculture Organization pada tahun 2009 berkisar 6 juta ton pada tahun 2006 [1] dan mempunyai

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1. Sintesis Polistiren Sintesis polistiren yang diinginkan pada penelitian ini adalah polistiren yang memiliki derajat polimerisasi (DPn) sebesar 500. Derajat polimerisasi ini

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 22 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komposisi Proksimat Komposisi rumput laut Padina australis yang diuji meliputi kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, dan kadar abu tidak larut asam dilakukan

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print) F-272

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print) F-272 JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) F-272 Perbandingan Kemampuan Kitosan dari Limbah Kulit Udang dengan Aluminium Sulfat untuk Menurunkan Kekeruhan Air dari Outlet

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1. Kertas Tanpa Aditif 4.1.1. Pembuatan kertas Metode pembuatan kertas dilakukan berdasarkan hasil optimasi dari penelitian sebelumnya (Wisastra, 2007) dengan modifikasi tanpa

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. mengoksidasi lignin sehingga dapat larut dalam sistem berair. Ampas tebu dengan berbagai perlakuan disajikan pada Gambar 1.

PEMBAHASAN. mengoksidasi lignin sehingga dapat larut dalam sistem berair. Ampas tebu dengan berbagai perlakuan disajikan pada Gambar 1. PEMBAHASAN Pengaruh Pencucian, Delignifikasi, dan Aktivasi Ampas tebu mengandung tiga senyawa kimia utama, yaitu selulosa, lignin, dan hemiselulosa. Menurut Samsuri et al. (2007), ampas tebu mengandung

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK FARMASI PERCOBAAN I PERBEDAAN SENYAWA ORGANIK DAN ANORGANIK

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK FARMASI PERCOBAAN I PERBEDAAN SENYAWA ORGANIK DAN ANORGANIK LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK FARMASI PERCOBAAN I PERBEDAAN SENYAWA ORGANIK DAN ANORGANIK OLEH: NAMA : ISMAYANI STAMBUK : F1 F1 10 074 KELOMPOK : III KELAS : B ASISTEN : RIZA AULIA JURUSAN FARMASI FAKULTAS

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Penelitian Pendahuluan Pada penelitian pendahuluan dilakukan uji proksimat kulit udang dan penentuan waktu proses perendaman kulit udang dengan larutan HCl yang terbaik. Uji

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Jawa Barat dikenal sebagai sentra populasi domba mengingat hampir

PENDAHULUAN. Jawa Barat dikenal sebagai sentra populasi domba mengingat hampir 11 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jawa Barat dikenal sebagai sentra populasi domba mengingat hampir 59,52% populasi domba nasional berada di Jawa Barat (Departemen Pertanian, 2013), sementara konsumsi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Singkong (Manihot utilissima) adalah komoditas tanaman pangan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Singkong (Manihot utilissima) adalah komoditas tanaman pangan yang 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Potensi Tanaman Singkong Tanaman Singkong (Manihot utilissima) adalah komoditas tanaman pangan yang cukup potensial di Indonesia selain padi dan jagung. Tanaman singkong termasuk

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 19 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penelitian Tahap Pertama Tahap pertama penelitian ini dilakukan untuk mengetahui mutu kitosan komersil yang digunakan, antara lain meliputi kadar air, kadar abu, kadar nitrogen,

Lebih terperinci

REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK

REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK TUJUAN : Mempelajari proses saponifikasi suatu lemak dengan menggunakan kalium hidroksida dan natrium hidroksida Mempelajari perbedaan sifat sabun dan detergen A. Pre-lab

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan yang digunakan Kerupuk Udang. Pengujian ini adalah bertujuan untuk mengetahui kadar air dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji pendahuluan Mikrokapsul memberikan hasil yang optimum pada kondisi percobaan dengan

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pragel pati singkong yang dibuat menghasilkan serbuk agak kasar

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pragel pati singkong yang dibuat menghasilkan serbuk agak kasar BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Pembuatan Pragel Pati Singkong Pragel pati singkong yang dibuat menghasilkan serbuk agak kasar berwarna putih. Rendemen pati yang dihasilkan adalah sebesar 90,0%.

Lebih terperinci

Kata kunci: surfaktan HDTMA, zeolit terdealuminasi, adsorpsi fenol

Kata kunci: surfaktan HDTMA, zeolit terdealuminasi, adsorpsi fenol PENGARUH PENAMBAHAN SURFAKTAN hexadecyltrimethylammonium (HDTMA) PADA ZEOLIT ALAM TERDEALUMINASI TERHADAP KEMAMPUAN MENGADSORPSI FENOL Sriatun, Dimas Buntarto dan Adi Darmawan Laboratorium Kimia Anorganik

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. memiliki kandungan air yang cukup tinggi sehingga sukar kering. Setelah kulit

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. memiliki kandungan air yang cukup tinggi sehingga sukar kering. Setelah kulit 48 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Preparasi Kulit Batang Pisang Kepok Preparasi kulit batang pisang diawali dengan mencucinya menggunakan air hingga bersih dan dijemur di bawah sinar matahari hingga

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. M yang berupa cairan berwarna hijau jernih (Gambar 4.1.(a)) ke permukaan Al 2 O 3

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. M yang berupa cairan berwarna hijau jernih (Gambar 4.1.(a)) ke permukaan Al 2 O 3 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sintesis Katalis Katalis Ni/Al 2 3 diperoleh setelah mengimpregnasikan Ni(N 3 ) 2.6H 2 0,2 M yang berupa cairan berwarna hijau jernih (Gambar 4.1.(a)) ke permukaan Al 2

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan dan kemudian ditimbang. Penimbangan dilakukan sampai diperoleh bobot konstan. Rumus untuk perhitungan TSS adalah sebagai berikut: TSS = bobot residu pada kertas saring volume contoh Pengukuran absorbans

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 7. Hasil Analisis Karakterisasi Arang Aktif

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 7. Hasil Analisis Karakterisasi Arang Aktif IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1 Hasil Analisis Karakterisasi Arang Aktif Hasil analisis karakterisasi arang dan arang aktif berdasarkan SNI 06-3730-1995 dapat dilihat pada Tabel 7. Contoh Tabel 7. Hasil

Lebih terperinci

3 Metodologi Penelitian

3 Metodologi Penelitian 3 Metodologi Penelitian Penelitian tugas akhir ini dilakukan di Laboratorium Kimia Fisik Material dan Laboratorium Kimia Analitik Program Studi Kimia ITB, serta di Laboratorium Polimer Pusat Penelitian

Lebih terperinci