HASIL DAN PEMBAHASAN. Nilai Rendemen Kerupuk Kulit Kelinci dengan Berbagai Konsentrasi Garam
|
|
- Hamdani Kurnia
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 44 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Konsentrasi Garam Terhadap Rendemen Kerupuk Kulit Kelinci Hasil penelitian pengaruh konsentrasi garam terhadap rendemen kerupuk kulit kelinci tercantum pada Tabel 5. Tabel 5. Nilai Rendemen Kerupuk Kulit Kelinci dengan Berbagai Konsentrasi Garam Perlakuan P1 P2 P3 P4 P % ,55 12,03 16,51 14,82 17,02 2 4,64 12,17 3,78 13,89 11,45 3 7,62 13,00 9,31 13,36 11, ,23 20,70 9,16 13,13 15,44 5 7,72 18,98 13,35 11,33 15,48 Kelompok Berat Rata-rata 11,95 15,38 10,43 13,30 14,21 Keterangan : P1 = Konsentrasi garam 30% P2 = Konsentrasi garam 35% P3 = Konsentrasi garam 40% P4 = Konsentrasi garam 45% P5 = Konsentrasi garam 50% Data hasil penelitian pada Tabel 5 menunjukkan bahwa nilai rendemen kerupuk kulit kelinci bervariasipada berbagai perlakuan. Untuk lebih jelas lagi terlihat pada Ilustrasi 6. Ilustrasi 6. Pengaruh Perlakuan Terhadap Rendemen Kerupuk Kulit Kelinci
2 45 Dari Tabel 5 dan Ilustrasi 6 tampak rendemen kerupuk kulit kelinci tertinggi pada perlakuan konsentrasi garam 35% sebesar 15,38%, diikuti konsentrasi garam 50% sebesar 14,21%, konsentrasi garam 45% sebesar 13,30%, konsentrasi garam 30% sebesar 11,95% dan terendah pada perlakuan konsentrasi garam 40% yaitu sebesar 10,43%. Persentase rendemen kerupuk kulit kelinci yang tinggi pada perlakuan konsentrasi garam 35% diduga pada perlakuan ini terjadi proses salting out. Menurut Plummer (1971) salting out adalah penurunan kelarutan protein. Efek dari salting out adalah terjadi kompetisi antara protein dan garam untuk mendapatkan ketersediaan molekul air yang akan digunakan dalam proses solvasi, sehingga interaksi protein akan meningkat. Interaksi protein yang tinggi karena jumlah gugus bermuatan positif dan negatif seimbang sehingga gaya tarikmenarik menjadi maksimal yang mengakibatkan kelarutan protein menurun (Hatta dkk, 2003). Menurut Widati dkk (2007) protein yang tinggi akan menyebabkan air akan sulit masuk ke dalam jaringan kulit, sehingga pada saat proses pengeringan kerupuk, sedikitnya rongga-rongga udara pada kerupuk akibat penguapan air akibatnya pada saat proses penggorengan kerupuk tidak dapat mengembang sempurna sehinggakerupuk kulit yang dihasilkan akan keras. Menurut Ockerman (1983) bahwa rendemen sangat dipengaruhi oleh hilangnya air selama proses pengolahan, semakin banyak air yang ditahan oleh protein, semakin sedikit air yang keluar sehingga rendemen semakin banyak. Rendemen juga dipengaruhi oleh kadar air yang terkandung dalam produk, semakin kecil kadar air yang terkandung dalam produk (semakin besar jumlah air yang menguap) maka nilai rendemennya semakin kecil dan sebaliknya (Wulandari, 2002).
3 46 Analisis sidik ragam dilakukan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi garam terhadap rendemen kerupuk kulit kelinci (Lampiran 2). Hasilnya menunjukkan bahwa penggunaan berbagai konsentrasi garam tidakmemberikan pengaruh yang nyata (P>0,05) terhadap rendemen kerupuk kulit kelinci.hal ini diduga karena proses perendaman (soaking) setelah proses pengawetan untuk mengembalikan kadar air mendekati keadaan semula. Purnomo (1991) menyatakan bahwa dalam proses perendaman terjadi peresapan air ke dalam jaringan atau tenunan kulit (rehidrasi) Pengaruh Konsentrasi Garam Terhadap Daya Rekah Kerupuk Kulit Kelinci Hasil pengamatan pengaruh konsentrasi garam terhadap daya rekah kerupuk kulit kelinci tercantum pada Tabel 6. Tabel 6. Nilai Daya Rekah Kerupuk Kulit Kelinci dengan Berbagai Konsentrasi Garam Perlakuan Kelompok Berat P1 P2 P3 P4 P % ,07 26,90 60,00 38,62 38,00 2 4,83 17,93 3,45 15,17 17, ,14 14,48 17,24 25,52 3, ,21 97,93 37,93 14,48 13, ,14 18,62 4,83 24,48 44,83 Rata-rata 40,28 35,17 24,69 25,65 23,32 Berdasarkan data pada Tabel 6 menunjukkan bahwa adanya perbedaan nilai daya rekah pada berbagai konsentrasi garam. Untuk lebih jelas lagi terlihat pada Ilustrasi 7.
4 47 Ilustrasi 7. Pengaruh Perlakuan Terhadap Daya Rekah Kerupuk Kulit Kelinci Dari Tabel 6 dan Ilustrasi 7 tampak daya rekah kerupuk kulit kelinci tertinggi pada perlakuan konsentrasi garam 30% (P1) sebesar 40,28%, diikuti berturut-turut dengan konsentrasi garam 35% (P2) yaitu 35,17%, konsentrasi garam 45%(P4 )yaitu 25,65%, konsentrasi garam 40% (P3) yaitu 24,69% dan terendah pada perlakuan konsentrasi garam 50% (P5) yaitu sebesar 23,32%. Persentase daya rekah yang tinggi pada konsentrasi garam 30% (P1) diduga pada perlakuan tersebut terjadi proses salting in. Menurut Plummer (1971) salting in adalah proses terjadinya peningkatan kelarutan suatu protein dalam suatu larutan garam mengakibatkan banyaknya protein kulit yang larut dan lepas dari kulit sehingga dengan banyak protein kulit yang larut menyebabkan peningkatan kekuatan ionik pada larutan hingga tercapai suatu kondisi optimum. Menurut Honikel (1989) hal ini disebabkan pula karena garam melemahkan interaksi di antara gugus protein yang berbeda muatan. Ion klorida garam akan berikatan dengan gugus positif protein menyebabkan muatan total protein menjadi negatif sehingga terjadi gaya tolak-menolak di antara gugus protein tersebut karena memiliki muatan yang sama. Gaya repulsif mengakibatkan ruang antara
5 48 protein yang berdekatan meluas, sehingga protein mengembang dan akhirnya larut karena ikatan antara protein melemah. Semakin tinggi konsentrasi garam diikuti dengan penurunan daya rekahkarena terjadi proses salting out. Hal ini diduga dengan semakin banyaknya garam diikuti dengan berkurangnya kelarutan protein dan bahkan terjadi pengendapan pada titik isoelekrik. Daya larut protein berkurang dengan penambahan garam sehingga terjadi pengendapan pada konsentrasi garam 35%dan akan meningkat pada konsentrasi yang semakin tinggi, protein akan mengendap dalam bahan (Winarno, 2002). Hal ini sesuai dengan pendapat Malawat dkk (1994) bahwa semakin tinggi konsentrasi garam, semakin rendah daya rekah kerupuk. Hasil analisis sidik ragam pada Lampiran 3 menunjukkan bahwa konsentrasi garam tidak memberikan pengaruhyang nyata (P>0,05) terhadap daya rekah kerupuk kulit kelinci.hal ini disebabkan beberapa faktor salah satunya adalah kadar air. Pengembangan kerupuk selama digoreng sangat ditentukan oleh kandungan air yang terikat pada kerupuk sebelum digoreng. Kadar air terikat pada kulit kelinci mendekati kulit segar karena dilakukannya proses perendaman (soaking) dan pada saat menggoreng dilakukan pada suhu yang sama dengan dua tahap, tahapan pertama pada suhu 80 0 C dan tahapan kedua pada suhu C. Menurut Ketaren (1986) suhu minyak dengan sistem deef frying yang terbaik pada kerupuk adalah C C. Kerekahan kerupuk disebabkan oleh tekanan uap yang terbentuk dari pemanasan kandungan air bahan sehingga mendesak struktur bahan membentuk produk yang mengembang. Mekanisme kerekahan kerupuk merupakan hasil sejumlah besar letusan dari air ikatan yang menguap dengan cepat selama proses penggorengan dan sekaligus terbentuk rongga-rongga udara yang tersebar merata
6 49 pada seluruh kerupuk goreng (Koswara, 2009). Daya rekah disebabkan ikatan hidrogen dalam gel protein tidak mampu menahan pengembangan gas pada saat penggorengan. Suhu yang tinggi pada saat penggorengan menyebabkan air yang terikat pada gel teruapkan, sehingga uap tersebut menekan struktur air terikat dengan jaringan lain ikut mengembang Pengaruh Konsentrasi Garam Terhadap Kekerasan Kerupuk Kulit Kelinci Hasil penelitian pengaruh konsentrasi garam terhadap kekerasan kerupuk kulit kelinci tercantum pada Tabel 7. Tabel 7. Nilai Kekerasan (Hardness) Kerupuk Kulit Kelinci dengan Berbagai Konsentrasi Garam Perlakuan Kelompok Berat P1 P2 P3 P4 P (gf) ,51 459,66 980,59 968,50 949, ,73 834,82 184, ,11 573, , , , , , , , , , , , , , , ,21 Rata-rata 1354, , , , ,53 Dari hasil penelitian pada Tabel 7 menunjukkan bahwa nilai kekerasankerupuk kulit kelinci bervariasi pada berbagai perlakuan. Untuk lebih jelas lagi terlihat pada Ilustrasi 8. Ilustrasi 8. Pengaruh Perlakuan Terhadap Kekerasan Kerupuk Kulit Kelinci
7 50 Dari Tabel 7 dan Ilustrasi 8 tampak kekerasankerupuk kulit kelinci tertinggi pada perlakuan konsentrasi garam 45% (P4) yaitu 2239,50 gf, diikuti oleh konsentrasi garam 35% (P2) sebesar 2031,09 gf, konsentrasi garam 50% (P5) sebesar 1702,53 gf, konsentrasi garam 40% (P3) sebesar 1456,89 gf, dan nilai kekerasan terendah pada konsentrasi garam 30% (P1) yaitu sebesar 1354,88 gf. Persentase kekerasan yang tinggi pada konsentrasi garam 45% pada proses pengawetan kulit menyebabkan kelarutan protein berkurang sehingga lebih banyak protein di dalam kulit. Hal ini sejalan dengan pendapat Widati dkk (2007) bahwa semakin meningkat kadar protein maka kerupuk kulit yang dihasilkan akan semakin keras dan sebaliknya. Kekerasan berbanding terbalik dengan kerenyahan. Semakin rendah nilai kekerasan maka semakin tinggi nilai kerenyahannya (Wulandari, 2002). Kekerasan suatu produk dipengaruhi oleh kadar air dan kadar protein bahan. Semakin tinggi kadar protein pada suatu produk maka akan meningkatkan kekerasannya, semakin tinggi kadar air juga mempengaruhi kekerasan, begitu pula sebaliknya (Muliawan, 1991). Semakin banyak air yang tidak teruapkan pada waktu penggorengan semakin mengurangi keporousan kerupuk sehingga kerenyahan menurun (Amertaningtyas dkk, 2010). Analisis sidik ragam dilakukan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi garam terhadap kekerasan kerupuk kulit kelinci (Lampiran 4). Hasilnya menunjukkan bahwa pengawetan kulit dengan berbagai konsentrasi garam tidak memberikan pengaruh yangnyata (P>0,05) terhadap kekerasan kerupuk kulit kelinci. Hal ini disebabkan kekerasan kerupuk dipengaruhi oleh kadar air dan daya rekah. Peningkatan kekerasan menyebabkan penurunan daya rekah. Penurunan daya rekah menunjukkan rongga-rongga udara semakin menurun,
8 51 sehingga kekerasan kerupuk meningkat (Wulandari, 2002). Kadar air kulit kelinci pada berbagai perlakuan sama mendekati kulit segar karena dilakukannya proses perendaman (soaking) sehingga terjadi rehidrasi atau peresapan air ke dalam kulit Pengaruh Konsentrasi Garam Terhadap Sifat Organoleptik Kerupuk Kulit Kelinci Pengaruh Konsentrasi Garam Terhadap Warna Kerupuk Kulit Kelinci Hasil pengamatan pengaruh konsentrasi garam terhadap warna kerupuk kulit kelinci tercantum pada Tabel 8. Tabel 8. Rata-rata Skala Numerik dan Skala Hedonik Warna Kerupuk Kulit Kelinci dengan berbagai Konsentrasi Garam Perlakuan Warna Signifikasi Skala Numerik Skala Hedonik (0,05) P1 7,20 Suka Sangat Suka a P5 6,40 Agak Suka Suka b P3 6,05 Agak Suka Suka bc P2 5,65 Netral Agak Suka c P4 5,55 Netral Agak Suka c Keterangan : Huruf kecil yang sama ke arah vertikal pada kolom signifikasi menunjukkan tidak berbeda nyata Berdasarkan data pada Tabel 8dapat dijelaskan bahwa konsentrasi garam 30% (P1) menghasilkan nilai rata-rata skala numerik paling tinggi yaitu 7,20 dengan skala hedonik antara suka sampai sangat suka dibandingkan dengan konsentrasi garam 50% (P5) dan 40%(P3) masing-masing menghasilkan skala numerik 6,40 dan 6,05 (skala hedonik antara agak suka sampai suka), konsentrasi garam 35% (P2) dan 45% (P4) masing-masing menghasilkan skala numerik 5,65 dan 5,55 (skala hedonik netral sampai agak suka). Untuk mengetahui sejauh mana perlakuan memberikan pengaruh terhadap warna kerupuk kulit kelinci, maka dilakukan uji statistik non parametrik Kruskal-
9 52 Wallis (Lampiran 5), hasilnya menunjukkan bahwa konsentrasi garam memberikan pengaruh nyata (P<0,05) terhadap warna kerupuk kulit kelinci. Untuk mengetahui perlakuan mana yang berbeda dilakukan pengujian lanjutan dengan uji Mann-Whitney. Hasil pengujian menunjukkan bahwa warna kerupuk kulit kelinci pada perlakuan konsentrasi garam 30% (P1) nyata lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan konsentrasi garam lainnya. Pengaruh konsentrasi garam terhadap warna kerupuk kulit kelinci yang nyata juga diperlihatkan antara perlakuan konsentrasi garam 50% (P5) dengan perlakuan konsentrasi garam 35% (P2) dan 45% (P4), tetapi tidak berbeda nyata dengan konsentrasi garam 40% (P3). Warna yang terbaik adalah pada perlakuan konsentrasi garam 30% (P1) karena memiliki daya rekah tertinggi yang mengakibatkan warna menjadi kuning cerah tidak seperti perlakuan lainnya warna kuningnya lebih pekat, karena kerupuk tidak mengembang sempurna. Hal ini sejalan dengan pendapat Ariyani (2012) bahwa kerupuk yang kurang merekah akan menghasilkan warna lebih gelap dibandingkan kerupuk yang merekah dengan baik. Warna kerupuk dengan nilai kesukaan paling rendah pada perlakuan konsentrasi garam 35% (P2) dan 45% (P4). Hal tersebut disebabkan kerupuk pada perlakuan tersebut kurang mengembang, sehingga warna yang dihasilkan menjadi lebih gelap dibandingkan kerupuk lain. Selain itu, warna kecoklatan pada kerupuk disebabkan adanya reaksi browning non enzimatis (Maillard). Reaksi Maillard terjadi karena adanya reaksi asam amino lisin dan glukosa yang bereaksi pada suhu tinggi sehingga menghasilkan melanoidin yang berwarna coklat (Winarno, 1992). Asam amino lisin tersebut berasal dari pemecahan struktur
10 53 heliks dan ikatan peptida kolagen akibat pemanasan secara bertahap (Katili, 2009) Pengaruh Konsentrasi Garam Terhadap Aroma Kerupuk Kulit Kelinci Hasil pengamatan pengaruh konsentrasi garam terhadap aroma kerupuk kulit kelinci tercantum pada Tabel 9. Tabel 9. Rata-rata Skala Numerik dan Skala Hedonik Aroma Kerupuk Kulit Kelinci dengan berbagai Konsentrasi Garam Perlakuan Aroma Signifikasi Skala Numerik Skala Hedonik (0,05) P1 6,75 Agak Suka Suka a P5 6,50 Agak Suka Suka a P3 6,25 Agak Suka Suka a P4 6,20 Agak Suka Suka a P2 5,95 Netral Agak Suka a Keterangan : Huruf kecil yang sama ke arah vertikal pada kolom signifikasi menunjukkan tidak berbeda nyata Data pada Tabel 9 dapat dijelaskan bahwa perlakuan konsentrasi garam 30% (P1) menghasilkan skala numerik paling tinggi yaitu 6,75 dengan skala hedonik agak suka hingga suka dibandingkan dengan konsentrasi garam 40% (P3), 45% (P4), dan 50% (P5) masing-masing skala numerik 6,25; 6,20; dan 6,50 (skala hedonik agak suka hingga suka). Nilai skala numerik terendah dihasilkan oleh konsentrasi garam 35% (P2) dengan skala numerik 5,95 (skala hedonik antara netral sampai agak suka). Uji Kruskal-Wallis dilakukan untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap aroma kerupuk kulit kelinci (Lampiran 6), hasilnya menunjukkan bahwa pengaruh konsentrasi garam tidak memberikan pengaruh yang nyata (P>0,05) terhadap aroma kerupuk kulit kelinci. Berarti panelis memiliki tingkat kesukaan yang sama terhadap aroma kerupuk kulit kelinci pada semua perlakuan. Hal ini
11 54 disebabkan aroma khas timbul karena adanya senyawa aldehid, keton, alkohol, asam-asam, karbohidrat sebagai hasil oksidasi lemak yang sangat berpengaruh terhadap pembentukan flavor (Rochima, 2005). Dalam hal ini, meskipun okidasi lemak dapat menyebabkan ketengikan, namun apabila prosesnya belum terlampau berlanjut, maka akan menghasilkan aroma khas yang justru disukai konsumen. Proses ketengikan disebabkan oleh aksi oksigen udara terhadap lemak. Ketengikan karena dekomposisi lemak oleh mikroba hanya dapat terjadi jika terdapat air. Hal tersebut dapat dicegah dengan adanya garam, karena garam dapat menarik air sehingga terjadi plasmolisis pada tubuh mikroba yang akhirnya mati dan kation (Cl - ) yang dapat menurunkan daya larut O 2 dari udara (Frazier, 1976). Penggaraman selama tiga hari belum menyebabkan oksidasi lemak pada kerupuk kulit yang besar, sehingga aroma kerupuk kulit kelinci tidak berbeda. Selain itu, proses Maillard yang menghasilkan senyawa-senyawa volatil yang mudah menguap sehingga meningkatkan aroma amis pada kerupuk kulit kelinci. Reaksi Maillard tersebut terjadi karena adanya asam-asam amino yang berasal dari protein yang terdenaturasi selama pengolahan (Lawrie. 2001) Pengaruh Konsentrasi Garam Terhadap Rasa Kerupuk Kulit Kelinci Hasil pengamatan pengaruh konsentrasi garam terhadap rasa kerupuk kulit kelinci tercantum pada Tabel 10.
12 55 Tabel 10. Rata-rata Skala Numerik dan Skala Hedonik Rasa Kerupuk Kulit Kelinci dengan berbagai Konsentrasi Garam Perlakuan Rasa Signifikasi Skala Numerik Skala Hedonik (0,05) P1 7,30 Suka Sangat Suka a P3 6,50 Agak Suka Suka ab P5 6,25 Agak Suka Suka b P2 6,00 Agak Suka Suka bc P4 5,75 Netral Agak Suka c Keterangan : Huruf kecil yang sama ke arah vertikal pada kolom signifikasi menunjukkan tidak berbeda nyata Berdasarkan data pada Tabel 10 dapat dijelaskan bahwa perlakuan konsentrasi garam 30% (P1) menghasilkan skala numerik paling tinggi yaitu 7,30 dengan skala hedonik antara suka sampai sangat suka dibandingkan dengan perlakuan konsentrasi garam 35% (P2), 35% (P3), dan 50% (P5) masing-masing dengan skala numerik 6,00;6,50; dan 6,25 (skala hedonik antara agak suka sampai suka). Nilai rata-rata rasa kerupuk kulit kelinci terendah ada pada perlakuan konsentrasi garam 45% (P4) dengan skala numerik 5,75 (skala hedonik netral sampai agak suka). Berdasarkan uji statistik dengan analisis non parametrik Kruskal-Wallis (Lampiran 7) menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi garam berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap rasa kerupuk kulit kelinci. Untuk mengetahui perlakuan mana antara perlakuan yang berbeda maka dilakukan pengujian lanjutan dengan uji Mann-Whitney. Hasil pengujian menunjukkan bahwa rasa kerupuk kulit kelinci dengan penggunaan konsentrasi garam 30% (P1) nyata lebih disukai dibandingkan dengan konsentrasi garam 50% (P5), 35% (P2), dan 45% (P4), tetapi tidak berbeda nyata dengan konsentrasi garam 40% (P3). Rasa yang dihasilkan oleh kerupuk kulit kelinci adalah sedikit asin dan gurih. Rasa yang dihasilkan merupakan berasal dari bahan pangan itu sendiri (Kumalaningsih, 1986). Kulit mengandung asam amino glutamin merupakan
13 56 glutamat yang mengandung satu (mono) gugus amida, salah satunya yang menimbulkan rasa gurih. Amertaningyas dkk (2010) menyatakan juga bahwa kandungan kolagen pada kulit kelinci dapat mempengaruhi terhadap rasa kerupuk kulit kelinci yang dihasilkan. Kandungan kolagen yang banyak dengan tenunan yang rapat dapat menyebabkan penyerapan suatu larutan menjadi terhambat. Perlakuan konsentrasi garam 30% memiliki rasa lebih gurih dibandingkan perlakuan lainnya. Pada konsentrasi tersebut memiliki daya rekah paling tinggi. Menurut Djojowidagdo (1981) presentase kadar air yang rendah menyebabkan kadar zat lain dalam kulit menjadi tinggi. Lemak akan dipecah menjadi asam lemak volatil yang akan membentuk cita rasa. Menurut Suliantari dkk (1993) nilai kadar lemak mengalami penurunan dengan bertambahnya konsentrasi garam. Penurunan kadar lemak disebabkan oleh mikroorganisme yang tumbuh dalam bahan pangan fermentasi. Selain itu, kandungan kolagen pada konsentrasi ini banyak terlepas dan meresapnya garam ke dalam kulit sehingga ada rasa sedikit asin. Pada perlakuan konsentrasi garam 45% (P4) memiliki nilai rasa terendah disebabkan karena kandungan kolagen yang banyak dengan tenunan yang rapat sehingga garam yang fungsinya mengawetkan kulit tersebut tidak meresap ke dalam kulit menyebabkan rasa menjadi hambar. Selain itu juga karena faktor kandungan lemak yang semakin sedikit sehingga rasa gurih tidak terasa Pengaruh Konsentrasi Garam Terhadap Kerenyahan Kerupuk Kulit Kelinci Hasil pengamatan pengaruh konsentrasi garam terhadap kerenyahan kerupuk kulit kelinci tercantum pada Tabel 11.
14 57 Tabel 11. Rata-rata Skala Numerik dan Skala Hedonik KerenyahanKerupuk Kulit Kelinci dengan berbagai Konsentrasi Garam Perlakuan Kerenyahan Signifikasi Skala Numerik Skala Hedonik (0,05) P1 7,90 Suka Sangat Suka a P3 6,60 Agak Suka Suka b P5 6,25 Agak Suka Suka b P4 5,95 Netral Agak Suka b P2 5,85 Netral Agak Suka b Keterangan : Huruf kecil yang sama ke arah vertikal pada kolom signifikasi menunjukkan tidak berbeda nyata Berdasarkan data Tabel 11 dapat dijelaskan bahwa konsentrasi garam 30% (P1) menghasilkan nilai rata-rata skala numerik paling tinggi yaitu 7,90 dengan skala hedonik antara suka sampai sangat suka dibandingkan dengan konsentrasi garam 40% (P3) dan 50% (P5) masing-masing menghasilkan skala numerik 6,60 dan 6,25 (skala hedonik antara agak suka sampai suka), konsentrasi garam 45% (P4) dan 35% (P2) menghasilkan skala numerik 5,95 dan 5,85 (skala hedonik netral sampai agak suka). Untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap kerenyahan kerupuk kulit kelinci, maka dilakukan analisis non parametrik Kruskal-Wallis (Lampiran 8), hasilnya menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi garam memberikan pengaruh nyata (P<0,05) terhadap kerenyahan kerupuk kulit kelinci. Untuk mengetahui perlakuan mana yang berbeda dilakukan uji lanjut menggunakan uji Mann-Whitney. Hasil pengujian menunjukkan bahwa kerenyahan kerupuk kulit kelinci dengan konsentrasi garam 30% (P1) nyata lebih tinggi dibandingkan dengan konsentrasi garam lainnya yaitu 35% (P2), 40% (P3), 45% (P4) dan 50% (P5). Hal ini disebabkan kerenyahan kerupuk kulit kelinci dipengaruhi oleh daya rekah, semakin tinggi daya rekah maka semakin renyah kerupuk tersebut. Tingkat kerenyahan yang tinggi disebabkan kemampuan kerupuk dalam membentuk ruang-ruang kosong (air cell) yang lebih besar pada saat dilakukan proses
15 58 penggorengan (Matz, 1986). Oleh karena itu dengan semakin besar rongga udara, semakin renggang strukturnya sehingga diikuti dengan meningkatnya kerenyahan Pengaruh Konsentrasi Garam Terhadap Total Penerimaan Kerupuk Kulit Kelinci Hasil pengamatan pengaruh konsentrasi garam terhadap total penerimaan kerupuk kulit kelinci tercantum pada Tabel 12. Tabel 12. Rata-rata Skala Numerik dan Skala Hedonik Total PenerimaanKerupuk Kulit Kelinci dengan berbagai Konsentrasi Garam Perlakuan Total Penerimaan Signifikasi Skala Numerik Skala Hedonik (0,05) P1 7,70 Suka Sangat Suka a P3 6,60 Agak Suka Suka b P5 6,15 Agak Suka Suka bc P4 6,00 Agak Suka bc P2 5,90 Netral Agak Suka c Keterangan : Huruf kecil yang sama ke arah vertikal pada kolom signifikasi menunjukkan tidak berbeda nyata Berdasarkan data pada Tabel 12 dapat dijelaskan bahwa konsentrasi garam 30% (P1) menghasilkan skala numerik paling tinggi yaitu 7,70 dengan skala hedonik suka sampai sangat suka dibandingkan dengan konsentrasi garam 40% (P3) dan 50% (P5) masing-masing menghasilkan skala numerik 6,60 dan 6,15 (skala hedonik antara agak suka sampai suka), diikuti oleh konsentrasi garam 45% (P4) dengan skala numerik 6,00 (skala hedonik agak suka). Nilai skala numerik terendah dihasilkan oleh konsentrasi garam 35% (P2) dengan skala numerik 5,90 (skala hedonik antara netral samapai agak suka). Berdasarkan uji statistik dengan analisis non parametrik Kruskal-Wallis pada Lampiran 9, hasilnya menunjukkan bahwa penggunaan berbagai konsentrasi garam memberikan pengaruh nyata (P<0,05) terhadap total penerimaan kerupuk
16 59 kulit kelinci. Untuk mengetahui perlakuan mana antara perlakuan yang berbeda dilakukan pengujian lanjutan dengan menggunakan uji Mann-Whitney. Hasil pengujian menunjukkan bahwa total penerimaan paling disukai pada perlakuan konsentrasi garam 30% nyata berbeda (P<0,05) dibandingkan dengan perlakuan konsentrasi garam lainnya. Pengaruh konsentrasi garam terhadap total penerimaan yang berbeda nyata juga diperlihatkan antara perlakuan konsentrasi garam 40% (P3) dengan konsentrasi garam 35% (P2), tetapi tidak berbeda nyata dibandingkan dengan perlakuan konsentrasi garam 50% (P5) dan 45% (P4). Hal ini disebabkan karena total penerimaan ini meliputi empat jenis penilaian yang dilakukan yaitu warna, aroma, rasa, dan kerenyahan. Keempat komponen penilaian total penerimaan dari warna, rasa, dan kerenyahan terhadap kerupuk kulit kelinci dengan berbagai konsentrasi garam menunjukkan berbeda nyata, sehingga konsetrasi garam berpengaruh nyata terhadap total penerimaan. Nilai total penerimaan paling disukai diperoleh konsentrasi garam 30% karena memiliki warna kuning cerah dan menarik, rasa lebih gurih dan sedikit asin, serta merupakan kerupuk paling renyah karena daya rekah nya pun paling tinggi sedangkan nilai total penerimaan terendah diperoleh konsentrasi garam 45% karena warna kuning gelap kecoklatan, rasa hambar, dan sedikit renyah.
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGARUH SUHU DAN WAKTU PENGGORENGAN VAKUM TERHADAP MUTU KERIPIK DURIAN Pada tahap ini, digunakan 4 (empat) tingkat suhu dan 4 (empat) tingkat waktu dalam proses penggorengan
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Perbandingan Tepung Tapioka : Tepung Terigu :
28 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis Sensoris Pengujian sensoris untuk menentukan formulasi terbaik kerupuk goring dengan berbagai formulasi penambahan tepung pisang kepok kuning dilakukan dengan cara
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
18 HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Mutu Organoleptik Biskuit Selama Penyimpanan Uji kesukaan dan mutu hedonik merupakan salah satu cara untuk uji sensori suatu produk. Uji kesukaan dan mutu hedonik dilakukan
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Ikan tongkol (Euthynnus affinis) segar diperoleh dari TPI (Tempat Pelelangan Ikan) kota Gorontalo. Bahan bakar yang digunakan dalam pengasapan ikan adalah batok sabut kelapa
Lebih terperinciLampiran 1. Kuisioner Pengujian Organoleptik Kerupuk Kulit Kelinci KUISIONER UJI ORGANOLEPTIK. : Ujilah sampel-sampel berikut terhadap warna, aroma,
70 Lampiran 1. Kuisioner Pengujian Organoleptik Kerupuk Kulit Kelinci KUISIONER UJI ORGANOLEPTIK Nama Penguji : Nama Produk : Hari/Tanggal : Instruksi : Ujilah sampel-sampel berikut terhadap warna, aroma,
Lebih terperincirv. HASIL DAN PEMBAHASAN
rv. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kadar Air Rata-rata kadar air kukis sagu MOCAL dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Hasil uji lanjut DNMRT terhadap kadar air kukis (%) SMO (Tepung sagu 100%, MOCAL 0%) 0,331"
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. perendam daging ayam broiler terhadap awal kebusukan disajikan pada Tabel 6.
1 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Terhadap Awal Kebusukan Daging Ayam Broiler Hasil penelitian pengaruh berbagai konsentrasi daun salam sebagai perendam daging ayam broiler terhadap awal kebusukan
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Rendemen merupakan suatu parameter yang penting untuk mengetahui nilai
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tepung Tulang Ikan Tuna 4.1.1 Rendemen Rendemen merupakan suatu parameter yang penting untuk mengetahui nilai ekonomis dan efektivitas suatu produk atau bahan. Perhitungan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Total Fenolat Senyawa fenolat merupakan metabolit sekunder yang banyak ditemukan pada tumbuh-tumbuhan, termasuk pada rempah-rempah. Kandungan total fenolat dendeng sapi yang
Lebih terperinci4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Tepung Tulang Ikan Rendemen tepung tulang ikan yang dihasilkan sebesar 8,85% dari tulang ikan. Tepung tulang ikan patin (Pangasius hypopthalmus) yang dihasilkan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Pertama. Tabel 6. Komposisi Kimia TDTLA Pedaging
TDTLA Pedaging HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Tahap Pertama Penelitian tahap pertama adalah pembuatan tepung daging-tulang leher ayam yang dilakukan sebanyak satu kali proses pembuatan pada waktu yang
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Sifat Fisik Meatloaf. Hasil penelitian mengenai pengaruh berbagai konsentrasi tepung tulang
IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Sifat Fisik Meatloaf 4.1.1 Daya Ikat Air Meatloaf Hasil penelitian mengenai pengaruh berbagai konsentrasi tepung tulang rawan ayam terhadap daya
Lebih terperincimolekul kasein yang bermuatan berbeda. Kondisi ph yang asam menyebabkan kalsium dari kasein akan memisahkan diri sehingga terjadi muatan ion dalam sus
Populasi Kultur Starter HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Perhitungan populasi dilakukan untuk mendapatkan kultur starter yang terbaik dari segi jumlah maupun kualitasnya. Pada tahap pendahulan
Lebih terperinciPENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN
PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN EFEK PENGERINGAN TERHADAP PANGAN HASIL TERNAK PERLAKUAN SEBELUM
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Sosis Sapi
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Fisik Sosis Sapi Nilai ph Sosis Sapi Substrat antimikroba yang diambil dari bakteri asam laktat dapat menghasilkan senyawa amonia, hidrogen peroksida, asam organik (Jack
Lebih terperinciPENDAHULUAN. yaitu kerupuk berbahan baku pangan nabati (kerupuk singkong, kerupuk aci,
1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kerupuk adalah bahan cemilan bertekstur kering, memiliki rasa yang enak dan renyah sehingga dapat membangkitkan selera makan serta disukai oleh semua lapisan masyarakat.
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap. Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan melakukan preparasi ikan. Selanjutnya diberi perlakuan penggaraman
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penelitian Pendahuluan Pengamatan suhu alat pengering dilakukan empat kali dalam satu hari selama tiga hari dan pada pengamatan ini alat pengering belum berisi ikan (Gambar
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. diinkubasi dengan pembungkus daun Jati (Tectona grandis L.). Koji lamtoro yang
digilib.uns.ac.id BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan kecap melalui 2 tahap fermentasi, yaitu fermentasi koji dan moromi. Pada tahap fermentasi koji, koji dengan variasi inokulum ragi tempe dan usar
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Uji Pembedaan Segitiga Ikan Teri (Stolephorus sp.) Kering
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Uji Pembedaan Segitiga Ikan Teri (Stolephorus sp.) Kering Uji pembedaan segitiga dilakukan untuk melihat perbedaan ikan teri hasil perlakuan dengan ikan teri komersial.
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan meliputi pembuatan tepung jerami nangka, analisis sifat fisik dan kimia tepung jerami nangka, serta pembuatan dan formulasi cookies dari
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Lama Perendaman Daging Ayam Kampung Dalam Larutan Ekstrak Nanas Terhadap ph
IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Lama Perendaman Daging Ayam Kampung Dalam Larutan Ekstrak Nanas Terhadap ph Hasil penelitian pengaruh perendaman daging ayam kampung dalam larutan ekstrak nanas dengan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang mengandung karbohidrat dan sumber kalori yang cukup tinggi, sumber vitamin (A, C,
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Penambahan Pasta Tomat Terhadap Daya Ikat Air Naget Ayam. penambahan pasta tomat, disajikan pada Tabel 7.
IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Penambahan Pasta Tomat Terhadap Daya Ikat Air Naget Ayam Hasil pengamatan daya ikat air naget ayam dengan tiga perlakuan penambahan pasta tomat, disajikan pada Tabel
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Rataan Nilai Warna (L, a, b dan HUE) Dendeng Sapi dengan Metode Perlakuan Curing yang Berbeda
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Warna Dendeng Sapi Warna merupakan salah satu indikator fisik yang dapat mempengaruhi konsumen terhadap penerimaan suatu produk. Derajat warna menunjukkan tingkat warna
Lebih terperinciBakteri memerlukan Aw relatif tinggi untuk pertumbuhan > 0,90
Firman Jaya Bakteri memerlukan Aw relatif tinggi untuk pertumbuhan > 0,90 Khamir memerlukan Aw minimal lebih rendah daripada bakteri ±0,88 KECUALI yang bersifat osmofilik Kapang memerlukan Aw minimal
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. kandungan gizi yang cukup baik. Suryana (2004) melaporkan data statistik
I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Maksud Penelitian, (5) Manfaat Penelitian, (6) Kerangka Pemikiran,
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Produk keripik kentang yang dihasilkan kemudian dihitung kadar air, kadar
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Produk keripik kentang yang dihasilkan kemudian dihitung kadar air, kadar abu dan kadar proteinnya dalam keadaan keripik kentang mentah. Sedangkan produk keripik kentang yang sudah
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Adonan Kerupuk
HASIL DAN PEMBAHASAN Peubah yang diamati dalam penelitian ini, seperti kadar air, uji proksimat serka kadar kalsium dan fosfor diukur pada kerupuk mentah kering, kecuali rendemen. Rendemen diukur pada
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Formulasi Tepung Bumbu Ayam Goreng Pada proses pengolahan tepung bumbu ayam goreng, formula dasar diperoleh dari hasil survei dari internet dan buku yang kemudian dimodifikasi
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Fisik Gelatin Pengujian fisik gelatin meliputi rendemen, kekuatan gel dan viskositas. Pengujian fisik bertujuan untuk mengetahui nilai dari rendemen, kekuatan
Lebih terperinci4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Organoleptik Bakso Ikan Nila Merah Uji organoleptik mutu sensorik yang dilakukan terhadap bakso ikan nila merah yang dikemas dalam komposisi gas yang berbeda selama
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Proses Pengolahan Bumbu Pasta Ayam Goreng Proses pengolahan bumbu pasta ayam goreng meliputi tahapan sortasi, penggilingan, penumisan, dan pengentalan serta pengemasan. Sortasi
Lebih terperinciUlangan 1 Ulangan 2 (%)
BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA Deskripsi dan analisis data memuat penjelasan tentang hasil penelitian. Hasil yang diperoleh selama proses penelitian meliputi data sifat kimia, sifat fisik dan organoleptik
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam kadar protein kecap manis air kelapa menunjukkan
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. L Kadar Protein Hasil sidik ragam kadar protein kecap manis air kelapa menunjukkan bahwa penambahan gula aren dengan formulasi yang berbeda dalam pembuatan kecap manis air kelapa
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat
I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis
Lebih terperinci4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penelitian Tahap Satu Penelitian tahap satu dilakukan untuk menentukan produk tsukuda-ni yang paling disukai panelis dengan perlakuan jenis larutan perendam. Larutan yang digunakan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar Air dan Aktivitas Air
HASIL DAN PEMBAHASAN Kadar Air dan Aktivitas Air Kadar air dendeng hasil penelitian adalah 19,33%-23,82% dengan rataan 21,49±1,17%. Aktivitas air dendeng hasil penelitian sebesar 0,53-0,84 dengan nilai
Lebih terperinciBAB V PEMBAHASAN 5.1 Kadar Air
BAB V PEMBAHASAN 5.1 Kadar Air Analisa kadar air dilakukan untuk mengetahui pengaruh proporsi daging dada ayam dan pisang kepok putih terhadap kadar air patties ayam pisang. Kadar air ditentukan secara
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. PENELITIAN PENDAHULUAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui kadar proksimat dari umbi talas yang belum mengalami perlakuan. Pada penelitian ini talas yang digunakan
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Bahan Baku 4.1.1. Analisis Proksimat Granda et al. (2005) menyatakan bahwa komposisi bahan pangan mempengaruhi jumlah pembentukan senyawa akrilamid. Komponen
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Untuk mengetahui mutu kerupuk ikan Selais (Crytopterus bicirhis) hasil
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Untuk mengetahui mutu kerupuk ikan Selais (Crytopterus bicirhis) hasil Fortifikasi dengan penambahan Jamur Tiram Putih (Pleurotus Ostreatus) selama penyimpanan, dilakukan analisa
Lebih terperinciProtein adalah sumber asam-asam amino yang mengandung unsur-unsur C, H, O, dan N yang tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat.
PROTEIN Protein adalah sumber asam-asam amino yang mengandung unsur-unsur C, H, O, dan N yang tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat. Sebagai zat pembangun, protein merupakan bahan pembentuk jaringanjaringan
Lebih terperinciTabel 9. Rata-rata kadar air mi sagu MOCAL
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kadar Air Kadar air merupakan banyaknya air yang terkandung dalam bahan yang dinyatakan dalam persen. Kadar air merupakan salah satu karakteristik yang sangat penting pada
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat yang
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat yang dewasa ini sudah banyak dikenal dan dikonsumsi oleh berbagai kalangan masyarakat.
Lebih terperinciTekstur biasanya digunakan untuk menilai kualitas baik tidaknya produk cookies.
Force (Gf) V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.2 Tekstur Tekstur merupakan parameter yang sangat penting pada produk cookies. Tekstur biasanya digunakan untuk menilai kualitas baik tidaknya produk cookies. Tekstur
Lebih terperinci1 I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat
1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Peneltian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian
Lebih terperinciIV HASIL DAN PEMBAHASAN. pengkukusan kacang hijau dalam pembuatan noga kacang hijau.
IV HASIL DAN PEMBAHASAN Bab ini akan menjelaskan mengenai : (4.1) Penelitian Pendahuluan, dan (4.2) Penelitian Utama. 4.1. Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan bertujuan untuk menentukan lama
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka
I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesa, dan (7) Waktu
Lebih terperinciFAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA BAHAN AJAR KIMIA DASAR
No. BAK/TBB/SBG201 Revisi : 00 Tgl. 01 Mei 2008 Hal 1 dari 9 BAB X AIR Air merupakan komponen penting dalam bahan makanan karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, serta cita rasa makanan kita.
Lebih terperinciDAYA TERIMA DAN KUALITAS PROTEIN IN VITRO TEMPE KEDELAI HITAM (Glycine soja) YANG DIOLAH PADA SUHU TINGGI. Abstrak
DAYA TERIMA DAN KUALITAS PROTEIN IN VITRO TEMPE KEDELAI HITAM (Glycine soja) YANG DIOLAH PADA SUHU TINGGI Nurhidajah 1, Syaiful Anwar 2, Nurrahman 2 Abstrak Pengolahan pangan dengan suhu tinggi dapat menyebabkan
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Buah Kurma Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah kurma dalam bentuk yang telah dikeringkan dengan kadar air sebesar 9.52%. Buah kurma yang
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. 1.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Total Bakteri Daging Sapi
IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Total Bakteri Daging Sapi Hasil penelitian pengaruh berbagai konsentrasi sari kulit buah naga merah sebagai perendam daging sapi terhadap total bakteri
Lebih terperinci5.1 Total Bakteri Probiotik
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Total Bakteri Probiotik Berdasarkan hasil pengamatan (Lampiran 3) menunjukkan bahwa perlakuan penambahan bakteri L. acidophilus pada perbandingan tepung bonggol pisang batu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu masalah gizi yang utama di Indonesia adalah Kurang Energi Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi disebabkan oleh rendahnya
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Kerbau adalah hewan tergolong memamah biak subkeluarga bovinae dan
TINJAUAN PUSTAKA Daging Kerbau Kerbau adalah hewan tergolong memamah biak subkeluarga bovinae dan mempunyaikebiasaan berendam di sungai dan lumpur. Ternak kerbau merupakan salah satu sarana produksi yang
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat Fisik Daging Kualitas karkas dan daging dipengaruhi oleh faktor sebelum dan setelah pemotongan. Faktor sebelum pemotongan yang dapat mempengaruhi kualitas daging antara lain
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGERINGAN BEKATUL Proses pengeringan bekatul dilakukan dengan pengering rak karena cocok untuk bahan padat, suhu udara dapat dikontrol, dan terdapat sirkulator udara. Kipas
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Perubahan Ion Leakage Ion merupakan muatan larutan baik berupa atom maupun molekul dan dengan reaksi transfer elektron sesuai dengan bilangan oksidasinya menghasilkan ion.
Lebih terperinciUji Pembedaan Ikan Teri Kering pada Lama Pengeringan Berbeda dengan Ikan Teri Komersial dari Desa Tolotio Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo
Uji Pembedaan Ikan Teri Kering pada Lama Pengeringan Berbeda dengan Ikan Teri Komersial dari Desa Tolotio Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo 1.2 Rimin Lasimpala, 2 Asri Silvana aiu 2 Lukman Mile
Lebih terperinciPAPER BIOKIMIA PANGAN
PAPER BIOKIMIA PANGAN BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu kimia terkait erat dengan kehidupan manusia sehari-hari. Mulai dari urusan sandang dan pangan, bahan bakar, obat-obatan sampai bahan konstruksi
Lebih terperinciPenggorengan. Penggorengan. Nur Hidayat Materi kuliah PTP Minggu ke 8.
Penggorengan Nur Hidayat Materi kuliah PTP Minggu ke 8. Penggorengan Mengubah kualitas citarasa makanan Dapat mengawetkan sbg akibat destruksi termal thd mikrobia dan enzim Umur simpan hasil penggorengan
Lebih terperinci4.1. Pengaruh Pra Perlakuan dan Jenis Larutan Ekstraksi terhadap Rendemen Gelatin yang Dihasilkan.
4. PEMBAHASAN Pada penelitian ini, tulang ikan nila mengalami tiga jenis pra perlakuan dan dua jenis ekstraksi untuk mendapatkan ekstrak gelatin yang nantinya akan digunakan sebagai bahan dasar pembuatan
Lebih terperinciMUTU ORGANOLEPTIK DAN KIMIAWI STIK RUMPUT LAUT Kappaphycus alvarezii DENGAN FORTIFIKASI TEPUNG UDANG REBON (Mysis sp.) ARTIKEL JURNAL OLEH
MUTU ORGANOLEPTIK DAN KIMIAWI STIK RUMPUT LAUT Kappaphycus alvarezii DENGAN FORTIFIKASI TEPUNG UDANG REBON (Mysis sp.) ARTIKEL JURNAL OLEH WINAWANTI S. AMRULLAH NIM. 632 410 030 UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN. menghasilkan bau, sebagai zat harus bersifat menguap. Dua zat atau. atau saling menutupi (Setyaningsih, dkk., 2010).
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Uji Organoleptik 1. Aroma Bau atau aroma merupakan sifat sensori yang paling sulit untuk diklasifikasikan dan dijelaskan karena ragamnya yang begitu besar, agar menghasilkan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi Bahan Baku Karet Crepe
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakterisasi Bahan Baku 4.1.2 Karet Crepe Lateks kebun yang digunakan berasal dari kebun percobaan Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Ciomas-Bogor. Lateks kebun merupakan
Lebih terperinciKAJIANKEPUSTAKAAN. Klasifikasi kelinci menurut Sarwono (2001) adalah
9 II KAJIANKEPUSTAKAAN 2.1. Kelinci Klasifikasi kelinci menurut Sarwono (2001) adalah Kingdom Phylum Sub phylum Kelas Ordo Family Genus Species : Animal : Chordata : Vertebrata : Mammalia : Legomorpha
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Pendahuluan
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.. Hasil 4... Penelitian Pendahuluan Sebelum dilakukan penelitian utama, terlebih dahulu dilakukan penelitian pendahuluan pembuatan permen cokelat dengan penambahan daging ikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Hall, 2008). Kolestrol telah terbukti mengganggu dan mengubah struktur
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Hiperkolestrolemia adalah suatu kondisi dimana meningkatnya konsentrasi kolesterol dalam darah yang melebihi nilai normal (Guyton dan Hall, 2008). Kolestrol
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kandungan Protein Kasar. Tabel 4. Rataan Kandungan Protein Kasar pada tiap Perlakuan
29 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kandungan Protein Kasar Rataan kandungan protein kasar asal daun singkong pada suhu pelarutan yang berbeda disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Rataan
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai Latar Belakang (1.1.), Identifikasi
1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai Latar Belakang (1.1.), Identifikasi Masalah (1.2.), Maksud dan Tujuan Penelitian (1.3.), Manfaat Penelitian (1.4.), Kerangka Pemikiran (1.5.), Hipotesis Penelitian
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Jenang adalah salah satu hasil olahan dari tepung ketan. Selain tepung ketan, dalam pembuatan jenang diperlukan bahan tambahan berupa gula merah dan santan kelapa. Kedua bahan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.
I. PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan
Lebih terperinciUJI ORGANOLEPTIK TELUR ASIN DENGAN KONSENTRASI GARAM DAN MASA PERAM YANG BERBEDA
UJI ORGANOLEPTIK TELUR ASIN DENGAN KONSENTRASI GARAM DAN MASA PERAM YANG BERBEDA Ivan Mambaul Munir dan Rina Sinta Wati Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Banten Jl. Raya Ciptayasa Km. 01, Serang ABSTRAK
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Pengolahan Kerupuk Jagung 4.1.1 Pencampuran Adonan Proses pencampuran adonan ada dua kali yaitu dengan cara manual (tangan) dan kedua dengan menggunakan mixer. Langkah
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kue bolu merupakan kue berbahan dasar tepung terigu dengan penambahan
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bolu Kukus Kue bolu merupakan kue berbahan dasar tepung terigu dengan penambahan telur dan gula. Terdapat banyak macam kue bolu, misalnya kue tart yang biasa dihidangkan
Lebih terperinciMenerapkan Teknik Pemanasan Tidak Langsung dalam Pengolahan KD 1: Melakukan Proses Pengasapan Ikan
1 P a g e Menerapkan Teknik Pemanasan Tidak Langsung dalam Pengolahan KD 1: Melakukan Proses Pengasapan Ikan Pengasapan Ikan Menurut perkiraan FAO,2 % dari hasil tangkapan ikan dunia diawetkan dengan cara
Lebih terperinciPENGARUH PENAMBAHAN SUKROSA DAN GLUKOSA PADA PEMBUATAN PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING TERHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI DAN ORGANOLEPTIK
PENGARUH PENAMBAHAN SUKROSA DAN GLUKOSA PADA PEMBUATAN PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING TERHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI DAN ORGANOLEPTIK (Laporan Penelitian) Oleh RIFKY AFRIANANDA JURUSAN TEKNOLOGI HASIL
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PROSES PENGOLAHAN BERAS PRATANAK Gabah yang diperoleh dari petani masih bercampur dengan jerami kering, gabah hampa dan kotoran lainnya sehingga perlu dilakukan pembersihan.
Lebih terperinciKUALITAS MIE BASAH DENGAN SUBSTITUSI TEPUNG BIJI KLUWIH (Artocarpus communis G.Forst)
KUALITAS MIE BASAH DENGAN SUBSTITUSI TEPUNG BIJI KLUWIH (Artocarpus communis G.Forst) Quality of Noodle with Substitution of Kluwih (Artocarpus communis G. Forst) Seed Flour Agustina Arsiawati Alfa Putri
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Konsentrasi dan Lama Perendaman dalam Air Perasan Jeruk
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Konsentrasi dan Lama Perendaman dalam Air Perasan Jeruk Nipis Terhadap Kadar Protein Analisis protein dilakukan untuk mengetahui kualitas protein tahu putih hasil
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Cabai Merah (Capsicum annuum L.) Karakteristik awal cabai merah (Capsicum annuum L.) diketahui dengan melakukan analisis proksimat, yaitu kadar air, kadar vitamin
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. mineral. Susu adalah suatu cairan yang merupakan hasil pemerahan dari sapi atau
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Susu Susu merupakan bahan pangan yang baik bagi manusia karena mengandung zat gizi yang tinggi, yaitu karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral. Susu adalah suatu
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dilakukan determinasi tanaman.
49 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Determinasi Tanaman Bahan baku utama dalam pembuatan VC pada penelitian ini adalah buah kelapa tua dan buah nanas muda. Untuk mengetahui bahan baku
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. tepung terigu yang ditambahkan dengan bahan bahan tambahan lain, seperti
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biskuit Menurut SNI 2973-2011, biskuit merupakan salah satu produk makanan kering yang dibuat dengan cara memanggang adonan yang terbuat dari bahan dasar tepung terigu atau
Lebih terperinciBAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Pemanfaatan tepung beras ketan hitam secara langsung pada flake dapat menimbulkan rasa berpati (starchy). Hal tersebut menyebabkan perlunya perlakuan pendahuluan, yaitu pregelatinisasi
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN LAJU RESPIRASI DENGAN PERLAKUAN PERSENTASE GLUKOMANAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN LAJU RESPIRASI DENGAN PERLAKUAN PERSENTASE GLUKOMANAN Proses respirasi sangat mempengaruhi penyimpanan dari buah melon yang terolah minimal, beberapa senyawa penting
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. (kutikula), membran kulit telur, kantung udara, chalaza, putih telur (albumen),
5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Struktur Telur Secara rinci struktur telur terbagi atas: kulit telur, lapisan kulit telur (kutikula), membran kulit telur, kantung udara, chalaza, putih telur (albumen), membran
Lebih terperinciPEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Fisik Volume Pengembangan Roti Manis
4. PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Fisik 4.1.1. Volume Pengembangan Roti Manis Adonan roti manis yang tersusun dari tepung terigu dan tepung gaplek dapat mengalami pengembangan, hal ini dikarenakan adanya
Lebih terperinciPengaruh Jenis dan Konsentrasi Larutan Perendam terhadap Rendemen Gelatin
4. PEMBAHASAN Dalam penelitian ini dilakukan proses ekstraksi gelatin dari bahan dasar berupa cakar ayam broiler. Kandungan protein dalam cakar ayam broiler dapat mencapai 22,98% (Purnomo, 1992 dalam Siregar
Lebih terperinciPengawetan pangan dengan pengeringan
Pengawetan pangan dengan pengeringan Kompetensi Mahasiswa memahami teknologi pengeringan sederhana dan mutakhir, prinsip dan perubahan yang terjadi selama pengeringan serta dampak pengeringan terhadap
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Formulasi Permen Soba Tanpa Rumput Laut Eucheuma cottonii
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Formulasi Permen Soba Tanpa Rumput Laut Eucheuma cottonii Pembuatan permen soba tanpa rumput laut Eucheuma cottonii merupakan penelitian pendahuluan. Pada tahap ini dilakukan
Lebih terperinciKelarutan & Gejala Distribusi
PRINSIP UMUM Kelarutan & Gejala Distribusi Oleh : Lusia Oktora RKS, S.F.,M.Sc., Apt Larutan jenuh : suatu larutan dimana zat terlarut berada dalam kesetimbangan dengan fase padat (zat terlarut). Kelarutan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA Pengasapan Ikan. Pengasapan adalah salah satu teknik dehidrasi (pengeringan) yang dilakukan
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengasapan Ikan Pengasapan adalah salah satu teknik dehidrasi (pengeringan) yang dilakukan untuk mempertahankan daya awet ikan dengan mempergunakan bahan bakar kayu sebagai penghasil
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengamatan yang dilakukan pada tepung jagung nikstamal adalah sifat
50 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tepung Jagung Nikstamal Pengamatan yang dilakukan pada tepung jagung nikstamal adalah sifat fisikokimia yang meliputi penampakan mikroskopis, kadar amilosa, kadar pati,
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
Produksi Bakteriosin HASIL DAN PEMBAHASAN Bakteriosin merupakan senyawa protein yang berasal dari Lactobacillus plantarum 2C12. Senyawa protein dari bakteriosin telah diukur konsentrasi dengan menggunakan
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Morfologi dan Rendemen Tubuh Cangkang Kijing Lokal (Pilsbryoconcha sp.)
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Morfologi dan Rendemen Tubuh Cangkang Kijing Lokal (Pilsbryoconcha sp.) Cangkang kijing lokal yang diperoleh dari danau Teratai yang terdapat di Kec. Mananggu Kab. Boalemo
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHSAN. 4.1 Pengaruh Tingkat Peggunaan Probiotik terhadap ph
IV HASIL DAN PEMBAHSAN 4.1 Pengaruh Tingkat Peggunaan Probiotik terhadap ph Derajat keasaman (ph) merupakan salah satu faktor penting yang perlu diperhatikan pada saat proses fermentasi. ph produk fermentasi
Lebih terperinciLAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA PANGAN KARBOHIDRAT II UJI MOORE. Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Praktikum Biokimia Pangan
LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA PANGAN KARBOHIDRAT II UJI MOORE Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Praktikum Biokimia Pangan Oleh : Nama : Kezia Christianty C NRP : 123020158 Kel/Meja : F/6 Asisten : Dian
Lebih terperinciKarakteristik mutu daging
Karakteristik mutu daging Oleh: Elvira Syamsir (Tulisan asli dalam Kulinologi Indonesia edisi Maret 2011) Mutu merupakan gabungan atribut produk yang dinilai secara organoleptik dan digunakan konsumen
Lebih terperinci