5.1 Total Bakteri Probiotik

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "5.1 Total Bakteri Probiotik"

Transkripsi

1 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Total Bakteri Probiotik Berdasarkan hasil pengamatan (Lampiran 3) menunjukkan bahwa perlakuan penambahan bakteri L. acidophilus pada perbandingan tepung bonggol pisang batu dan tepung kedelai hitam memiliki nilai rata-rata total bakteri probiotik yang tidak berbeda. Nilai rata-rata total bakteri probiotik untuk setiap perlakuan disajikan pada Tabel 7. Tabel 7. Pengaruh Perbandingan Tepung Bonggol Pisang Batu dengan Tepung Kedelai Hitam Terhadap Total Bakteri L.acidophilus pada Bubur Instan Sinbiotik Perlakuan Perbandingan Tepung Bonggol Pisang Batu dan Tepung Kedelai Hitam Rata-rata Total Bakteri Probiotik (Log CFU/g) A (8:6 b/b) 9,4 B (8:8 b/b) 9,4 C (8:10 b/b) 9,4 Berdasarkan Tabel 7, perlakuan A, B dan C tidak menghasilkan perbedaan jumlah total bakteri yakni berkisar antara 9,4 Log CFU/g. Jumlah tersebut turun dari jumlah awal sel mikrokapsul L. acidophilus yakni 10,9 Log CFU/g. Salah satu penyebab perlakuan tidak menghasilkan jumlah total bakteri yang tidak jauh berbeda karena penambahan bakteri L.acidophilus ke dalam bubur dalam kondisi dorman sehingga bakteri diduga tidak melakukan aktivitas perbanyakan sel yang biasanya terjadi saat proses fermentasi. Selain itu juga, hal ini disebabkan karena penambahan konsentrasi bakteri L.acidophilus yang sama pada pembuatan bubur instan sinbiotik yaitu sebesar 8%. 37

2 38 Total probiotik pada produk bubur instan sinbiotik dipengaruhi oleh penambahan konsentrasi bakteri L. acidophilus, suhu pemasakan, suhu pemanggangan, ketersediaan air (a w ) dan nutrisi. Proses pemanggangan menggunakan oven vakum dengan suhu 40 C±2 C selama 12 jam dengan tekanan 25 mhg merupakan proses inkubasi bakteri L.acidophilus yang merupakan suhu optimum pada bakteri probiotik tersebut. Menurut Fardiaz (1992), suhu mempengaruhi kecepatan pertumbuhan spesifik mikroorganisme. Semakin tingginya suhu maksimum yang diberikan, maka kecepatan pertumbuhan akan menurun. Ketersediaan air (a w ) di dalam suatu bahan mempengaruhi pertumbuhan bakteri probiotik. Air terdiri dari 70-80% (bagian terbesar komponen sel), juga sebagai reaktan dalam berbagai reaksi kimia. Nilai a w minimal untuk kelompok bakteri adalah 0,91 lebih tinggi daripada mikroorganisme lainnya (Fardiaz, 1992). Nutrisi dibutuhkan bakteri probiotik sebagai sumber karbon, sumber nitrogen, sumber energi dan faktor pertumbuhan (mineral dan vitamin) (Fardiaz, 1992). Nutrisi yang diberikan pada setiap perlakuan adalah sama banyak karena menggunakan formulasi bahan baku pembuatan bubur instan sinbiotik yang sama. Nutrisi ini berasal dari bahan kering yaitu tepung-tepungan yang merupakan sumber prebiotik yang cocok bagi bakteri probiotik. Prebiotik ini dapat membantu perkembangbiakan bakteri probiotik sehingga akan meningkatkan jumlah bakteri baik khususnya di dalam usus manusia. Nilai total bakteri L.acidophilus bubur instan sinbiotik dengan bahan baku tepung bonggol pisang batu dan tepung kedelai hitam telah memenuhi standar

3 39 yang mengacu pada SNI No dimana jumlah bakteri (bakteri asam laktat maupun probiotik) minimal 7 Log CFU/g menunjukkan bahwa produk tersebut memiliki karakteristik mikrobiologis yang baik dan telah memenuhi standar. 5.2 Analisis Proksimat Kadar Air Berdasarkan hasil analisis statistik (Lampiran 4) nilai rata-rata dan hasil uji kadar air bubur instan sinbiotik dengan beberapa perlakuan perbandingan tepung bonggol pisang batu dan tepung kedelai hitam disajikan pada Tabel 8. Tabel 8 Pengaruh Perbandingan Tepung Bonggol Pisang Batu dengan Tepung Kedelai Hitam Terhadap Kadar Air pada Bubur Instan Sinbiotik Perlakuan Perbandingan Tepung Bonggol Pisang Batu dan Tepung Rata-rata Kadar Air (%) Kedelai Hitam A (8:6 b/b) 3,53b B (8:8 b/b) 3,33a C (8:10 b/b) 3,77c Keterangan: Perlakuan yang ditandai dengan huruf yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata pada taraf 5% menurut uji Duncan. Berdasarkan Tabel 8, seluruh perlakuan perbandingan tepung bonggol pisang batu dan tepung kedelai hitam memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kadar air. Terdapatnya perbedaan nilai kadar air antar masing-masing perlakuan disebabkan karena produk bubur instan sinbiotik yang sangat higroskopis, sehingga sangat mudah menyerap air ketika produk disimpan dalam keadaan terbuka. Sifat higroskopis pada bubur instan sinbiotik disebabkan karena

4 40 adanya penambahan maltodekstrin. Secara keseluruhan nilai kadar air bubur instan sinbiotik berkisar antara 3,33%-3,77% Kadar air merupakan faktor yang mempengaruhi penampakan, tekstur, cita rasa pangan, daya tahan produk, kesegaran, dan penerimaan konsumen (Winarno, 2008). Kadar air bubur instan sinbiotik yang tinggi mengakibatkan produk bubur instan sinbiotik ini menjadi rentan terhadap kerusakan yang disebabkan oleh mikroorganisme, dimana mikroorganisme tumbuh cepat pada bahan pangan yang memiliki kadar air yang tinggi. Kadar air bubur instan yang rendah mengakibat produk bubur instan yang memiliki umur simpan yang lebih lama dan tahan terhadap kerusakan terutama kerusakan mikrobiologis. Air dalam bentuk bebas dapat mempercepat terjadinya proses kerusakan bahan makanan, diantaranya proses mikrobiologis, kimiawi, dan enzimatik sehingga umur simpan lebih pendek (Sudarmadji, et al., 1989 dikutip Lestari, 2011). Astawan (2009) menyatakan bahwa produk dengan kadar air yang lebih rendah akan memiliki daya tahan simpan yang lebih lama karena aktivitas mikroorganisme dan reaksi-reaksi kimia akan terjadi lebih lambat. Nilai kadar air bubur instan sinbiotik dengan bahan baku tepung bonggol pisang batu dan tepung kedelai hitam telah memenuhi standar yang mengacu pada SNI dimana nilai kadar air bubur instan minimal kurang dari 4%, hal ini menunjukkan bahwa produk tersebut memiliki karakteristik yang baik dan telah memenuhi standar.

5 Kadar Abu Berdasarkan hasil analisis statistik (Lampiran 5) nilai rata-rata dan hasil uji kadar abu bubur instan sinbiotik dengan beberapa perlakuan perbandingan tepung bonggol pisang batu dan tepung kedelai hitam disajikan pada Tabel 9. Tabel 9. Pengaruh Perbandingan Tepung Bonggol Pisang Batu dengan Tepung Kedelai Hitam Terhadap Kadar Abu pada Bubur Instan Sinbiotik Perlakuan Perbandingan Tepung Bonggol Pisang Batu Rata-rata Kadar Abu (%) dan Tepung Kedelai Hitam A (8:6 b/b) 2,18b B (8:8 b/b) 2,32b C (8:10 b/b) 2,59a Keterangan: Perlakuan yang ditandai dengan huruf yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata pada taraf 5% menurut uji Duncan. Berdasarkan Tabel 9. perlakuan C berbeda nyata dengan perlakuan A dan B. Sedangkan perlakuan A dan B tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kadar abu. Teradapatnya perbedaan nilai kadar abu bubur instan sinbiotik disebabkan karena pengaruh konsentrasi penambahan tepung kedelai hitam yang semakin besar. Hasil uji duncan, memperlihatkan bahwa pemberian tepung bonggol pisang batu dengan tepung kedelai hitam (8:10) mengalami peningkatan kadar abu pada bubur instan sinbiotik. Secara keseluruhan nilai kadar abu bubur instan sinbiotik berkisar antara 2,18%-2,59%. Berdasarkan Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI (2004), kadar abu tepung kedelai hitam dalam 100 g bahan adalah 4%. Penelitian Mugiarti (2000), menyebutkan bahwa semakin tinggi penambahan tepung kedelai hitam semakin meningkat pula kadar abu dari produk. Kadar abu menunjukkan terdapatnya kandungan mineral berupa mineral anorganik yang memiliki ketahanan cukup

6 42 tinggi terhadap suhu pemasakan (Winarno, 2008). Menurut Winarno (1988) abu merupakan residu yang tertinggal setelah suatu bahan pangan dibakar sampai bebas karbon. Residu terdiri dari mineral-mineral yang merupakan gabungan dari komponen anorganik dan organik dalam makanan, dengan semakin tinggi kadar abu bubur instan sinbiotik yang terkandung juga meningkat. Nilai kadar abu bubur instan sinbiotik dengan bahan baku tepung bonggol pisang batu dan tepung kedelai hitam telah memenuhi standar yang mengacu pada SNI dimana nilai kadar abu bubur instan minimal kurang dari 3,5%, hal ini menunjukkan bahwa produk tersebut memiliki karakteristik yang baik dan telah memenuhi standar Kadar Protein Berdasarkan hasil analisis statistik (Lampiran 6) nilai rata-rata dan hasil uji kadar protein bubur instan sinbiotik dengan beberapa perlakuan perbandingan tepung bonggol pisang batu dan tepung kedelai hitam disajikan pada Tabel 10. Tabel 10. Pengaruh Perbandingan Tepung Bonggol Pisang Batu dengan Tepung Kedelai Hitam Terhadap Kadar Protein pada Bubur Instan Sinbiotik Perlakuan Perbandingan Tepung Bonggol Pisang Batu Rata-rata Kadar Protein (%) dan Tepung Kedelai Hitam A (8:6 b/b) 8,98c B (8:8 b/b) 12,16b C (8:10 b/b) 14,55a Keterangan: Perlakuan yang ditandai dengan huruf yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata pada taraf 5% menurut uji Duncan. Berdasarkan Tabel 10, seluruh perlakuan perbandingan tepung bonggol pisang batu dan tepung kedelai hitam memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kadar protein. Terdapatnya perbedaan nilai kadar protein bubur instan

7 43 sinbiotik antar masing-masing perlakuan disebabkan kandungan protein yang terdapat pada tepung kedelai hitam. Komposisi pada setiap perlakuan menggunakan tepung kedelai hitam yang lebih dominan dibandingkan tepung bonggol pisang batu memberikan pengaruh yang berbeda nyata. Secara kesuluruhan nilai kadar protein berkisar antara 8,98%-14,55%. Kandungan protein dalam tepung tidak hanya berfungsi sebagai nilai nutrisi, namun juga memberi pengaruh terhadap karakteristik adonan (Payne et al., 1987). Semakin tinggi kadar protein pada bubur instan sinbiotik disebabkan karena kadar protein yang digunakan pada tepung kedelai hitam cukup tinggi yaitu sebesar 35,9% (Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI, 2004). Selain dari tepung kedelai hitam, kandungan protein pada bubur instan sinbiotik dipengaruhi oleh adanya penambahan susu fullcream cair pada proses pembuatannya. Menurut Utami (2009), kandungan protein pada susu fullcream cair sebesar 27%. Hal ini juga sesuai dengan penelitian Mugiarti (2000), yaitu semakin tinggi penambahan tepung kedelai hitam, semakin tinggi pula kadar protein dari suatu produk. Sehingga ketika ditambahkan pada adonan bubur instan sinbiotik dapat menyebabkan kandungan protein meningkat. Nilai kadar protein bubur instan sinbiotik dengan bahan baku tepung bonggol pisang batu dan tepung kedelai hitam telah memenuhi standar yang mengacu pada SNI dimana nilai kadar protein bubur instan berkisar 8%-22%., hal ini menunjukkan bahwa produk tersebut memiliki karakteristik yang baik dan telah memenuhi standar.

8 Kadar Lemak Berdasarkan hasil analisis statistik (Lampiran 7) nilai rata-rata dan hasil uji kadar lemak bubur instan sinbiotik dengan beberapa perlakuan perbandingan tepung bonggol pisang batu dan tepung kedelai hitam disajikan pada Tabel 11. Tabel 11. Pengaruh Perbandingan Tepung Bonggol Pisang Batu dengan Tepung Kedelai Hitam Terhadap Kadar Lemak pada Bubur Instan Sinbiotik Perlakuan Perbandingan Tepung Bonggol Pisang Batu Rata-rata Kadar Lemak (%) dan Tepung Kedelai Hitam A (8:6 b/b) 1,45a B (8:8 b/b) 1,51a C (8:10 b/b) 1,62a Keterangan: Perlakuan yang ditandai dengan huruf yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata pada taraf 5% menurut uji Duncan. Berdasarkan Tabel 11, seluruh perlakuan perbandingan tepung bonggol pisang batu dan tepung kedelai hitam tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata. Rata-rata menunjukkan bahwa semakin besar penambahan tepung kedelai hitam, semakin tinggi pula nilai kadar lemak dari bubur instan sinbiotik. Secara keseluruhan nilai kadar lemak bubur instan sinbiotik berkisar antara 1,45%- 1,62%. Rendahnya kadar lemak bubur instan sinbiotik dalam penelitian ini disebabkan karena formulasi yang digunakan tidak menambahkan minyak nabati pada pembuatan bubur instan seperti pada produk komersil. Penambahan minyak nabati pada formulasi bubur instan dapat meningkatkan kadar lemak bubur instan. Menurut Direktorat Gizi Departemen Republik Indonesia (1981), bonggol pisang batu tidak memiliki komponen lemak sedangkan kacang kedelai hitam memiliki nilai kadar lemak 20,6% (Direktorat Gizi Departemen Republik Indonesia, 2004).

9 45 Kandungan lemak pada bubur instan dipengaruhi oleh perlakuan penambahan tepung kedelai hitam. Hal sesuai dengan penelitian Mugiarti (2000), yaitu semakin tinggi penambahan tepung kedelai hitam, semakin tinggi pula kadar lemak dari suatu produk. Akan tetapi hasil tersebut belum sesuai dengan SNI yang menyebutkan bahwa kadar lemak pada bubur instan minimal 6-15% Kadar Karbohidrat Berdasarkan hasil analisis statistik (Lampiran 8) nilai rata-rata dan hasil uji kadar karbohidrat bubur instan sinbiotik dengan beberapa perlakuan perbandingan tepung bonggol pisang batu dan tepung kedelai hitam disajikan pada Tabel 12. Tabel 12. Pengaruh Perbandingan Tepung Bonggol Pisang Batu dengan Tepung Kedelai Hitam Terhadap Kadar Karbohidrat pada Bubur Instan Sinbiotik Perlakuan Perbandingan Tepung Bonggol Pisang Batu Rata-rata Kadar Karbohidrat (%) dan Tepung Kedelai Hitam A (8:6 b/b) 83,87a B (8:8 b/b) 80,75b C (8:10 b/b) 76,86c Keterangan: Perlakuan yang ditandai dengan huruf yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata pada taraf 5% menurut uji Duncan. Berdasarkan Tabel 12. dapat dilihat bahwa kadar karbohidrat pada bubur instan sinbiotik berbahan baku tepung bonggol pisang batu dan kedelai hitam memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap nilai karbohidrat. Secara keseluruhan nilai kadar karbohidrat bubur instan sinbiotik berkisar antara 76,86%- 83,87%. Kadar karbohidrat dihitung berdasarkan metode by difference, artinya kandungan tersebut diperoleh dari hasil pengurangan angka 100 dengan persentasi

10 46 komponen lain, diantaranya kadar air, kadar abu, kadar lemak, dan kadar protein (Andarwulan et al., 2011). Kandungan karbohidrat pada bubur instan sinbiotik dipengaruhi oleh penambahan tepung bonggol pisang batu. Prameswari (2008), menyebutkan bahwa kadar pati pada tepung bonggol pisang batu yaitu sebesar 74,9%. Andarwulan et al., (2011), menyatakan bahwa jenis karbohidrat digolongkan atas karbohidrat yang dapat dicerna (monosakarida, disakarida, dekstrin, dan pati) dan karbohidrat tidak dapat dicerna (selulosa, hemiselulosa, dan serat). 5.3 Karakteristik Organoleptik (Uji Hedonik) setelah Rehidrasi Kesukaan Terhadap Warna Bubur Instan Sinbiotik Berdasarkan hasil analisis statistik (Lampiran 9) menunjukkan bahwa perlakuan perbandingan tepung bonggol pisang batu dan tepung kedelai hitam memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada kesukaan panelis terhadap warna bubur instan sinbiotik. Nilai rata-rata kesukaan warna bubur instan dan hasil uji untuk setiap perlakuan disajikan pada Tabel 13. Tabel 13. Pengaruh Perbandingan Tepung Bonggol Pisang Batu dan Tepung Kedelai Hitam terhadap Kesukaan Warna Bubur Instan Sinbiotik Perlakuan Perbandingan Tepung Bonggol Pisang Batu Kesukaan Warna Bubur Instan Sinbiotik dan Tepung Kedelai Hitam A (8:6 b/b) 3,62ab B (8:8 b/b) 3,85a C (8:10 b/b) 2,90b Keterangan: Perlakuan yang ditandai dengan huruf yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata pada taraf 5% menurut uji Duncan. Berdasarkan Tabel 13. perlakuan B mempunyai tingkat kesukaan warna yang nyata lebih tinggi dibandingkan perlakuan C. Panelis lebih menyukai B

11 47 dibandingkan perlakuan A dan C. Hal ini disebabkan karena perlakuan dengan penggunaan tepung kedelai hitam yang tidak terlalu banyak, sedangkan untuk perlakuan dengan penggunaan tepung kedelai yang lebih besar dibandingkan tepung bonggol pisang batu menghasilkan warna bubur instan yang lebih pucat sehingga kurang disukai oleh panelis. Warna bubur instan sinbiotik berbagai perlakuan dapat dilihat pada Gambar 7. A B C Gambar 7. Warna Bubur Instan Sinbiotik Bonggol Pisang dan Kedelai Hitam Hasil Rehidrasi Perlakuan A (8:8), B (8:10), dan C (8:10) Warna merupakan atribut sensori yang pertama dilihat oleh konsumen. Warna merupakan karakteristik sensori yang mempengaruhi kesukaan terhadap sesuatu produk. Warna harus menarik dan menyenangkan konsumen, seragam serta dapat mewakili citarasa yang ditambahkan (Arbuckle, 1986 dikutip Fauziah, 2015). Bubur instan sinbiotik menghasilkan warna cokelat tua. Semakin banyaknya tepung kedelai yang digunakan dalam pembuatan bubur instan sinbiotik menghasilkan warna yang semakin cokelat muda (Gambar 7). Warna cokelat berasal dari warna bahan baku yakni bonggol pisang batu yang didalamnya terdapat kandungan tanin (Putri, 2015). Tanin merupakan komponen flavonoid yang termasuk ke dalam golongan polifenol yang berperan penting

12 48 selama pencoklatan enzimatis. Mekanisme pencokelatan enzimatis disebabkan pecahnya sel bahan hasil pertanian akibat kerusakan mekanis, sehingga menyebabkan senyawa fenol yang ada dalam vakuola keluar dan bertemu dengan enzim polifenol oksidase yang ada dalam sitoplasma dengan adanya oksigen dan katalis logam akan terbentuk senyawa quinon. Reaksi selanjutnya terjadi secara spontan dan tidak lagi tergantung oleh enzim atau oksigen. Bentuk quinon mengalami hidrolisis menjadi bentuk hidroksi dan selanjutnya hidroksi quinon mengalami polimerisasi dan menjadi polimer berwarna coklat yang akhirnya menjadi melanin berwarna coklat (Winarno, 2004). Adapun penyebab warna coklat lainnya diduga terjadi dari hasil reaksi Maillard akibat kandungan protein dalam tepung kedelai atau susu, maltodekstin dan gula yang saling bereaksi. Hasil reaksi Maillard menghasilkan bahan berwarna coklat (Palupi et al., 2007). Reaksi Maillard inilah yang terjadi pada reaksi pencoklatan jika makanan dipanaskan atau pada penyimpanan makanan yang lama (Eskin et al., 1971). Menurut Gustavo dan Canovas dikutip Baharuddin (2006), maltodekstrin digunakan pada proses enkapsulasi, untuk melindungi senyawa yang peka terhadap oksidasi maupun panas, maltodekstrin dapat melindungi stabilitas flavor selama proses pengeringan, oleh karena itu semakin banyak maltodekstrin yang digunakan akan melindungi produk yang dikeringkan dari panas dan warna yang dihasilkan akan tetap yaitu coklat muda. Berdasarkan hasil pengamatan pada Tabel 13. dari seluruh perlakuan perbandingan tepung bonggol pisang batu dan tepung kedelai hitam memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap warna dan nilai kesukaan warna bubur

13 49 instan sinbiotik berkisar antara 2,90-3,85 yang artinya panelis agak suska terhadap warna bubur instan sinbiotik Kesukaan Terhadap Rasa Bubur Instan Sinbiotik Berdasarkan hasil analisis statistik (Lampiran 10) menunjukkan bahwa perlakuan perbandingan tepung bonggol pisang batu dan tepung kedelai hitam tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada kesukaan panelis terhadap rasa bubur instan sinbiotik. Nilai rata-rata kesukaan rasa bubur instan dan hasil uji untuk setiap perlakuan disajikan pada tabel 14. Tabel 14. Pengaruh Perbandingan Tepung Bonggol Pisang Batu dan Tepung Kedelai Hitam terhadap Kesukaan Rasa Bubur Instan Sinbiotik Perlakuan Perbandingan Tepung Bonggol Pisang Batu Kesukaan Rasa Bubur Instan Sinbiotik dan Tepung Kedelai Hitam A (8:6 b/b) 3,75a B (8:8 b/b) 3,97a C (8:10 b/b) 3,47a Keterangan: Perlakuan yang ditandai dengan huruf yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata pada taraf 5% menurut uji Duncan. Hasil analisis yang disajikan pada Tabel 14 menunjukkan bahwa rasa bubur instan sinbiotik setelah rehidrasi tidak memberikan pengaruh yang nyata. Panelis tidak dapat membedakan rasa tiap sampel bubur instan sinbiotik sehingga memberikan penilaian yang hampir sama. Bubur instan sinbiotik memiliki rasa yang manis yang berasal dari gula halus yang ditambahkan setelah proses pencampuran tepung bonggol pisang batu, tepung kedelai hitam dan susu fullcream cair. Bubur instan sinbiotik berbahan baku tepung bonggol pisang batu dan tepung kedelai hitam ini memiliki flavor yang khas hasil kombinasi dari tepung komposit, susu, dan gula. Susu cair apabila dipanaskan bersama gula (sukrosa, gua invert, dan glukosa) menghasilkan citarasa

14 50 khas yang berasal dari reaksi Maillard antara protein dan gula reduksi (Tjahjadi et al., 2008). Rasa merupakan rangsangan yang ditimbulkan oleh bahan yang dimakan dan yang dirasakan oleh indera pengecap. Rasa merupakan salah satu penentu kualitas suatu produk pangan. Rasa yang baik dapat diterima di masyarakat dan bertahan di pasaran dalam waktu yang cukup lama. Berdasarkan hasil pengamatan pada Tabel 14. dari seluruh perlakuan perbandingan tepung bonggol pisang batu dan tepung kedelai hitam memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap rasa dan nilai kesukaan rasa bubur instan sinbiotik berkisar antara 3,47-3,97 yang artinya panelis agak suska terhadap rasa bubur instan sinbiotik Kesukaan Terhadap Aroma Bubur Instan Sinbiotik Berdasarkan hasil analisis statistik (Lampiran 11) menunjukkan bahwa perlakuan perbandingan tepung bonggol pisang batu dan tepung kedelai hitam tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada kesukaan panelis terhadap aroma bubur instan sinbiotik. Nilai rata-rata kesukaan aroma bubur instan sinbiotik dan hasil uji untuk setiap perlakuan disajikan pada tabel 15. Tabel 15. Pengaruh Perbandingan Tepung Bonggol Pisang Batu dan Tepung Kedelai Hitam terhadap Kesukaan Aroma Bubur Instan Sinbiotik Perlakuan Perbandingan Tepung Bonggol Pisang Batu Kesukaan Aroma Bubur Instan Sinbiotik dan Tepung Kedelai Hitam A (8:6 b/b) 3,62a B (8:8 b/b) 3,75a C (8:10 b/b) 3,60a Keterangan: Perlakuan yang ditandai dengan huruf yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata pada taraf 5% menurut uji Duncan.

15 51 Berdasarkan tabel 15 diatas, rata-rata tingkat kesukaan aroma bubur instan sinbiotik berkisar antara 3,60 3,75 (suka) dan aroma dari bubur instan sinbiotik tidak dapat dibedakan oleh panelis. Seharusnya semakin besar penambahan tepung kedelai hitam maka aroma dari bubur instan akan semakin tajam karena aroma dari tepung kedelai yang berbau langu cukup tajam dan mempengaruhi tingkat penerimaan panelis. Aroma merupakan penentu kualitas produk terhadap diterima atau tidaknya suatu produk. Timbulnya aroma disebabkan oleh zat yang bersifat volatil (menguap), sedikit larut dalam air dan lemak. Menurut Smith et al (1997), aroma khas kacang kedelai disebabkan zat-zat yang terkandung dalam kacang kedelai seperti sapogenol, soyasaponin, genistin dan daidzin. Suhu makanan yang disimpan kurang dari 20 o C maupun yang lebih dari 30 o C dapat mempengaruhi sensitivitas dari indera manusia (Simamora, 2012), sehingga panelis tidak terlalu mencium aroma khas campuran bonggol pisang, kedelai hitam dan susu fullcream. Menurut Desrosier (1988) dikutip Sari (2011), aroma bisa dipengaruhi oleh bahan-bahan kimia penyusunnya. Berdasarkan hasil pengamatan pada Tabel 15. dari seluruh perlakuan perbandingan tepung bonggol pisang batu dan tepung kedelai hitam memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap aroma dan nilai kesukaan aroma bubur instan sinbiotik berkisar antara 3,60-3,72 yang artinya panelis agak suska terhadap aroma bubur instan sinbiotik Kesukaan Terhadap Tekstur Bubur Instan Sinbiotik Berdasarkan hasil analisis statistik (Lampiran 12) menunjukkan bahwa perlakuan perbandingan tepung bonggol pisang batu dan tepung kedelai hitam

16 52 yang tidak berbeda nyata pada kesukaan panelis terhadap tekstur bubur instan sinbiotik. Nilai rata-rata kesukaan tekstur bubur instan sinbiotik dan hasil uji untuk setiap perlakuan disajikan pada Tabel 16. Tabel 16. Pengaruh Perbandingan Tepung Bonggol Pisang Batu dan Tepung Kedelai Hitam terhadap Kesukaan Aroma Bubur Instan Sinbiotik Perlakuan Perbandingan Tepung Bonggol Pisang Batu Kesukaan Tekstur Bubur Instan Sinbiotik dan Tepung Kedelai Hitam Keterangan: A (8:6) 3,53a B (8:8) 3,70a C (8:10) 3,23a Perlakuan yang ditandai dengan huruf yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata pada taraf 5% menurut uji Duncan. Tekstur dari fisik makanan adalah gambaran organoleptik (panca indera) yang berhubungan dengan kualitas sifat raba makanan. Berdasarkan Tabel 16, seluruh perlakuan perbandingan tepung bonggol pisang batu dan tepung kedelai hitam tidak dapat dibedakan teksturnya sehingga panelis memberi nilai yang relatif sama. Bubur instan sinbiotik hasil rehidrasi memiliki tekstur yang sangat kental akibat kandungan dari tepung bonggol pisang batu, dimana menurut Secara keseluruhan panelis agak menyukai tekstur dari bubur sinbiotik bonggol pisang dan kedelai hitam. Berdasarkan hasil pengamatan pada Tabel 16. dari seluruh perlakuan perbandingan tepung bonggol pisang batu dan tepung kedelai hitam memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap tekstur dan nilai kesukaan tekstur bubur instan sinbiotik berkisar antara 3,23-3,70 yang artinya panelis agak suska terhadap tekstur bubur instan sinbiotik.

17 Penentuan Perlakuan Terpilih Berdasarkan semua parameter yang diamati pada penelitian ini, didapatkan matriks perlakuan terpilih yang dapat dilihat pada Tabel 17. Berdasarkan matriks tersebut, bubur instan sinbiotik yang dipilih adalah bubur instan dengan perbandingan tepung bonggol pisang batu dan tepung kedelai hitam sebesar 8:8 (b/b). Perlakuan ini ditetapkan sebagai perlakuan terpilih karena memiliki karakteristik fisik dan kimia yang lebih baik dibandingkan perlakuan lainnya serta sifat organoleptik yang masih dapat diterima oleh panelis. Pemilihan perlakuan terpilih berdasarkan uji statistik. Matriks perlakuan terpilih dapat dilihat pada Tabel 17.

18 54 Tabel 17. Matriks Perlakuan Terpilih Parameter Skoring Bobot Perlakuan skor/74 A B C Protein 10 0,14 8,98 12,164 14,555 c b a Poin x Bobot 0,41 0,54 0,68 Air 9 0,12 3,53 3,33 3,77 b a c Poin x Bobot 0,49 0,61 0,36 Warna 8 0,11 3,62 3,85 2,90 ab a b Poin x Bobot 0,49 0,54 0,43 Rasa 8 0,11 3,75 3,97 3,47 a a a Poin x Bobot 0,54 0,54 0,54 Probiotik 8 0,11 9,3 x109 8,3 x109 4,5 x109 a a a Poin x Bobot 0,54 0,54 0,54 Abu 7 0,09 2,18 2,32 2,59 c b a Poin x bobot 0,28 0,38 0,47 Lemak 7 0,09 1,45 1,51 1,62 a a a Poin x bobot 0,47 0,47 0,47 Aroma 6 0,08 3,62 3,75 3,60 a a a Poin x bobot 0,41 0,41 0,41 Tekstur 6 0,08 3,53 3,70 3,23 a a a point x bobot 0,41 0,41 0,41 Karbohidrat 5 0,07 83,87 80,75 76,86 a b c point x bobot 0,34 0,27 0,20 Hasil Matriks 4,36 4,70 4,51 Standar yang menjadi acuan utama untuk bubur instan sinbiotik bonggol pisang batu dan kedelai hitam ini ialah analisis proksimat menurut standar SNI

19 55 No: tahun 2005 mengenai produk MP-ASI: Bubur Instan pada Tabel 4. dan jumlah total bakteri probiotik menurut SNI No dan SNI No , pada standar tersebut dinyatakan bahwa jumlah bakteri (bakteri asam laktat maupun probiotik) hingga mencapai 7-9 log CFU/g menunjukkan bahwa produk tersebut memiliki karakteristik mikrobiologis yang baik.

20 VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan dan Saran a) Penambahan berbagai konsentrasi tepung kedelai hitam pada pembuatan bubur instan sinbiotik tidak berpengaruh terhadap jumlah total bakteri probiotik, karakteristik organoleptik (aroma, rasa, tekstur), serta kadar lemak, namun berpengaruh terhadap nilai kadar protein, kadar air, kadar abu, kadar karbohidrat serta karakteristik organoleptik (warna). b) Bubur instan sinbiotik berbahan baku tepung bonggol pisang batu dan tepung kedelai hitam dengan perbandingan 8:8 (b/b) menjadi perlakuan terpilih karena menghasilkan jumlah total bakteri L.acidophilus sebanyak 9,8 Log CFU/g, kandungan proksimat (kadar protein 12,16%, kadar air 3,33%, kadar lemak 1,51%, kadar abu 2,32%) yang sesuai dengan SNI , serta memiliki karakteristik organoleptik meliputi warna, aroma, rasa, serta tekstur baik dan disukai panelis. 6.2 Saran a) Perlu adanya penambahan minyak nabati pada proses pembuatan bubur instan sinbiotik untuk mendapatkan nilai kadar lemak yang sesuai dengan SNI b) Perlu dilakukan uji in vivo pada bubur instan sinbiotik untuk melihat ketahanan bakteri L. acidophilus ketika masuk ke dalam saluran pencernaan serta efeknya bagi kesehatan manusia. 56

21 57

22 68

merupakan salah satu produk pangan yang cukup digemari oleh masyarakat lokal seperti umbi-umbian dan kacang-kacangan. Penggunaan bahan baku yang

merupakan salah satu produk pangan yang cukup digemari oleh masyarakat lokal seperti umbi-umbian dan kacang-kacangan. Penggunaan bahan baku yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Produk pangan siap santap berupa makanan cair atau berupa bubur instan merupakan salah satu produk pangan yang cukup digemari oleh masyarakat sekarang. Saat ini produk

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Buah Kurma Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah kurma dalam bentuk yang telah dikeringkan dengan kadar air sebesar 9.52%. Buah kurma yang

Lebih terperinci

rv. HASIL DAN PEMBAHASAN

rv. HASIL DAN PEMBAHASAN rv. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kadar Air Rata-rata kadar air kukis sagu MOCAL dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Hasil uji lanjut DNMRT terhadap kadar air kukis (%) SMO (Tepung sagu 100%, MOCAL 0%) 0,331"

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan meliputi pembuatan tepung jerami nangka, analisis sifat fisik dan kimia tepung jerami nangka, serta pembuatan dan formulasi cookies dari

Lebih terperinci

PENGARUH KONSENTRASI NATRIUM METABISULFIT (Na2S2O5) DAN LAMA PERENDAMAN TERHADAP KARAKTERISTIK TEPUNG KECAMBAH KEDELAI

PENGARUH KONSENTRASI NATRIUM METABISULFIT (Na2S2O5) DAN LAMA PERENDAMAN TERHADAP KARAKTERISTIK TEPUNG KECAMBAH KEDELAI PENGARUH KONSENTRASI NATRIUM METABISULFIT (Na2S2O5) DAN LAMA PERENDAMAN TERHADAP KARAKTERISTIK TEPUNG KECAMBAH KEDELAI SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana Teknologi

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Pelaksanaan dan Hasil Penelitian Pendahuluan

Lampiran 1. Prosedur Pelaksanaan dan Hasil Penelitian Pendahuluan LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Pelaksanaan dan Hasil Penelitian Pendahuluan 1. Penentuan Formulasi Bubur Instan Berbasis Tepung Komposit : Tepung Bonggol Pisang Batu dan Tepung Kedelai Hitam Tujuan: - Mengetahui

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Tepung Tulang Ikan Rendemen tepung tulang ikan yang dihasilkan sebesar 8,85% dari tulang ikan. Tepung tulang ikan patin (Pangasius hypopthalmus) yang dihasilkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Mutu Organoleptik Biskuit Selama Penyimpanan Uji kesukaan dan mutu hedonik merupakan salah satu cara untuk uji sensori suatu produk. Uji kesukaan dan mutu hedonik dilakukan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam kadar protein kecap manis air kelapa menunjukkan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam kadar protein kecap manis air kelapa menunjukkan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. L Kadar Protein Hasil sidik ragam kadar protein kecap manis air kelapa menunjukkan bahwa penambahan gula aren dengan formulasi yang berbeda dalam pembuatan kecap manis air kelapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu produk olahan susu di Indonesia yang berkembang pesat

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu produk olahan susu di Indonesia yang berkembang pesat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu produk olahan susu di Indonesia yang berkembang pesat adalah es krim. Produk ini banyak digemari masyarakat, mulai dari anak anak hingga dewasa karena rasanya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Ikan tongkol (Euthynnus affinis) segar diperoleh dari TPI (Tempat Pelelangan Ikan) kota Gorontalo. Bahan bakar yang digunakan dalam pengasapan ikan adalah batok sabut kelapa

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Jenang adalah salah satu hasil olahan dari tepung ketan. Selain tepung ketan, dalam pembuatan jenang diperlukan bahan tambahan berupa gula merah dan santan kelapa. Kedua bahan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. harus diberi perhatian khusus karena menentukan kualitas otak bayi kedepan.

BAB I. PENDAHULUAN. harus diberi perhatian khusus karena menentukan kualitas otak bayi kedepan. BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa usia bayi dibawah tiga tahun merupakan fase emas pertumbuhan yang harus diberi perhatian khusus karena menentukan kualitas otak bayi kedepan. Winarno dan Rika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi

BAB I PENDAHULUAN. Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu masalah gizi yang utama di Indonesia adalah Kurang Energi Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi disebabkan oleh rendahnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mineral, serta antosianin (Suzuki, dkk., 2004). antikanker, dan antiatherogenik (Indrasari dkk., 2010).

I. PENDAHULUAN. mineral, serta antosianin (Suzuki, dkk., 2004). antikanker, dan antiatherogenik (Indrasari dkk., 2010). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Beras adalah salah satu jenis sereal yang dikonsumsi hampir satu setengah populasi manusia dan kira-kira 95% diproduksi di Asia (Bhattacharjee, dkk., 2002). Terdapat beberapa

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Rendemen merupakan suatu parameter yang penting untuk mengetahui nilai

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Rendemen merupakan suatu parameter yang penting untuk mengetahui nilai BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tepung Tulang Ikan Tuna 4.1.1 Rendemen Rendemen merupakan suatu parameter yang penting untuk mengetahui nilai ekonomis dan efektivitas suatu produk atau bahan. Perhitungan

Lebih terperinci

Tabel 9. Rata-rata kadar air mi sagu MOCAL

Tabel 9. Rata-rata kadar air mi sagu MOCAL IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kadar Air Kadar air merupakan banyaknya air yang terkandung dalam bahan yang dinyatakan dalam persen. Kadar air merupakan salah satu karakteristik yang sangat penting pada

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Onggok Sebelum Pretreatment Onggok yang digunakan dalam penelitian ini, didapatkan langsung dari pabrik tepung tapioka di daerah Tanah Baru, kota Bogor. Onggok

Lebih terperinci

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Yoghurt adalah poduk koagulasi susu yang dihasilkan melalui proses fermentasi bakteri asam laktat Lactobacillus bulgaricus dan Strepcoccus thermophilus, dengan atau tanpa

Lebih terperinci

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG vii DAFTAR ISI ABSTRAK... iii ABSTRACT... iv KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... xi DAFTAR GAMBAR... xiii DAFTAR LAMPIRAN... xiv I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Identifikasi

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pengkukusan kacang hijau dalam pembuatan noga kacang hijau.

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pengkukusan kacang hijau dalam pembuatan noga kacang hijau. IV HASIL DAN PEMBAHASAN Bab ini akan menjelaskan mengenai : (4.1) Penelitian Pendahuluan, dan (4.2) Penelitian Utama. 4.1. Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan bertujuan untuk menentukan lama

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian. Tabel 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran selama fermentasi Hari Fermentasi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian. Tabel 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran selama fermentasi Hari Fermentasi HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Selama fermentasi berlangsung terjadi perubahan terhadap komposisi kimia substrat yaitu asam amino, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral, selain itu juga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang mengandung karbohidrat dan sumber kalori yang cukup tinggi, sumber vitamin (A, C,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae,

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae, I PENDAHULUAN Bab ini akan membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

4. PEMBAHASAN 4.1. Analisa Kimia

4. PEMBAHASAN 4.1. Analisa Kimia 4. PEMBAHASAN Biskuit adalah salah satu makanan ringan yang disukai oleh masyarakat, sehingga dilakukan penelitian untuk mengembangkan produk biskuit yang lebih sehat. Pembuatan biskuit ini menggunakan

Lebih terperinci

Proses Pembuatan Madu

Proses Pembuatan Madu MADU PBA_MNH Madu cairan alami, umumnya berasa manis, dihasilkan oleh lebah madu dari sari bunga tanaman (floral nektar); atau bagian lain dari tanaman (ekstra floral nektar); atau ekskresi serangga cairan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I. PENDAHULUAN Bab ini akan membahas mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG III. KERANGKA PIKIRAN DAN HIPOTESIS 3.1. Kerangka Pikiran Pangan fungsional mendapat nilai tertinggi kedua berdasarkan hasil penilaian konsumen terhadap pangan berdasarkan kepentingannya (Astawan, 2010),

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGARUH SUHU DAN WAKTU PENGGORENGAN VAKUM TERHADAP MUTU KERIPIK DURIAN Pada tahap ini, digunakan 4 (empat) tingkat suhu dan 4 (empat) tingkat waktu dalam proses penggorengan

Lebih terperinci

PAPER BIOKIMIA PANGAN

PAPER BIOKIMIA PANGAN PAPER BIOKIMIA PANGAN BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu kimia terkait erat dengan kehidupan manusia sehari-hari. Mulai dari urusan sandang dan pangan, bahan bakar, obat-obatan sampai bahan konstruksi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap. Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap. Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan melakukan preparasi ikan. Selanjutnya diberi perlakuan penggaraman

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Pendahuluan

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Pendahuluan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.. Hasil 4... Penelitian Pendahuluan Sebelum dilakukan penelitian utama, terlebih dahulu dilakukan penelitian pendahuluan pembuatan permen cokelat dengan penambahan daging ikan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Nugget Ayam Bahan pangan sumber protein hewani berupa daging ayam mudah diolah, dicerna dan mempunyai citarasa yang enak sehingga disukai banyak orang. Daging ayam juga merupakan

Lebih terperinci

Menurut Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, jumlah kasus gizi

Menurut Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, jumlah kasus gizi I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Status gizi merupakan salah satu penentu kualitas kesehatan manusia. Menurut Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, jumlah kasus gizi buruk pada tahun 2007

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Makanan pendamping ASI (MP-ASI) adalah makanan atau minuman yang

I. PENDAHULUAN. Makanan pendamping ASI (MP-ASI) adalah makanan atau minuman yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Makanan pendamping ASI (MP-ASI) adalah makanan atau minuman yang mengandung zat gizi, diberikan kepada bayi atau anak usia 6-24 bulan guna memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tempe merupakan produk pangan tradisional Indonesia berbahan dasar kacang

I. PENDAHULUAN. Tempe merupakan produk pangan tradisional Indonesia berbahan dasar kacang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Tempe merupakan produk pangan tradisional Indonesia berbahan dasar kacang kedelai (Glycine max) yang diolah melalui proses fermentasi oleh kapang. Secara umum,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tepung terigu yang ditambahkan dengan bahan bahan tambahan lain, seperti

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tepung terigu yang ditambahkan dengan bahan bahan tambahan lain, seperti 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biskuit Menurut SNI 2973-2011, biskuit merupakan salah satu produk makanan kering yang dibuat dengan cara memanggang adonan yang terbuat dari bahan dasar tepung terigu atau

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kacang-kacangan lainnya yang dibuat secara tradisional dengan bantuan jamur

TINJAUAN PUSTAKA. kacang-kacangan lainnya yang dibuat secara tradisional dengan bantuan jamur TINJAUAN PUSTAKA Tempe Tempe adalah bahan makanan hasil fermentasi kacang kedelai atau jenis kacang-kacangan lainnya yang dibuat secara tradisional dengan bantuan jamur Rhizopus oligosporus. Mempunyai

Lebih terperinci

III. TINJAUAN PUSTAKA

III. TINJAUAN PUSTAKA III. TINJAUAN PUSTAKA A. SUSU BUBUK Menurut Chandan (1997), susu segar secara alamiah mengandung 87.4% air dan sisanya berupa padatan susu sebanyak (12.6%). Padatan susu terdiri dari lemak susu (3.6%)

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Organoleptik Bakso Ikan Nila Merah Uji organoleptik mutu sensorik yang dilakukan terhadap bakso ikan nila merah yang dikemas dalam komposisi gas yang berbeda selama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dadih merupakan hasil olahan susu fermentasi yang berasal dari Sumatera Barat, Jambi dan Riau.

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dadih merupakan hasil olahan susu fermentasi yang berasal dari Sumatera Barat, Jambi dan Riau. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dadih merupakan hasil olahan susu fermentasi yang berasal dari Sumatera Barat, Jambi dan Riau. Bahan dasar dadih yang sering digunakan yaitu susu kerbau segar yang difermentasikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Biji nangka merupakan salah satu limbah organik yang belum dimanfaatkan secara optimal, padahal biji nangka memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi yaitu karbohidrat

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Jenis makanan basah ataupun kering memiliki perbedaan dalam hal umur simpan

1. PENDAHULUAN. Jenis makanan basah ataupun kering memiliki perbedaan dalam hal umur simpan 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Parameter sensori sangat penting pada tahap penelitian dan pengembangan produk pangan baru. Produk baru yang dihasilkan harus memiliki penanganan yang tepat agar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tempe merupakan produk pangan khas Indonesia berbahan kedelai yang diolah melalui fermentasi kapang Rhizopus oligosporus. Tempe sangat familiar dikalangan masyarakat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Sosis Sapi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Sosis Sapi HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Fisik Sosis Sapi Nilai ph Sosis Sapi Substrat antimikroba yang diambil dari bakteri asam laktat dapat menghasilkan senyawa amonia, hidrogen peroksida, asam organik (Jack

Lebih terperinci

4. PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Fisik Ketebalan dan Rendemen pada Nata

4. PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Fisik Ketebalan dan Rendemen pada Nata 4. PEMBAHASAN Nata merupakan senyawa selulosa yang dihasilkan dari fermentasi substrat dengan bantuan mikroba yaitu Acetobacter xylinum. Selama proses fermentasi untuk memenuhi kebutuhan nutrisi dari A.

Lebih terperinci

1 I PENDAHULUAN. yang cukup baik terutama kandungan karbohidrat yang tinggi.

1 I PENDAHULUAN. yang cukup baik terutama kandungan karbohidrat yang tinggi. 1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Pengolahan Cookies Tepung Beras 4.1.1 Penyangraian Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan pada wajan dan disangrai menggunakan kompor,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Perbandingan Tepung Tapioka : Tepung Terigu :

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Perbandingan Tepung Tapioka : Tepung Terigu : 28 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis Sensoris Pengujian sensoris untuk menentukan formulasi terbaik kerupuk goring dengan berbagai formulasi penambahan tepung pisang kepok kuning dilakukan dengan cara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Susu kedelai adalah salah satu hasil pengolahan yang merupakan hasil ekstraksi dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Susu kedelai adalah salah satu hasil pengolahan yang merupakan hasil ekstraksi dari BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Susu Kedelai Susu kedelai adalah salah satu hasil pengolahan yang merupakan hasil ekstraksi dari kedelai. Protein susu kedelai memiliki susunan asam amino yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat digunakan sebagai pangan, pakan, maupun bahan baku industri.

BAB I PENDAHULUAN. dapat digunakan sebagai pangan, pakan, maupun bahan baku industri. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kacang kedelai merupakan salah satu tanaman multiguna, karena dapat digunakan sebagai pangan, pakan, maupun bahan baku industri. Kedelai adalah salah satu tanaman jenis

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Karakteristik teh hijau No Parameter SNI Menurut Nasution dan Tjiptadi (1975) 1 Keadaan - Rasa

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Karakteristik teh hijau No Parameter SNI Menurut Nasution dan Tjiptadi (1975) 1 Keadaan - Rasa IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISASI PRODUK Karakteristik produk diketahui dengan melakukan analisis proksimat terhadap produk teh hijau. Analisis proksimat yang dilakukan adalah kadar air, kadar

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. sehat juga semakin meningkat. Produk-produk fermentasi bisa berasal dari berbagai

I PENDAHULUAN. sehat juga semakin meningkat. Produk-produk fermentasi bisa berasal dari berbagai I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Penelitian, dan (6) Hipotesis Penelitian.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat yang

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat yang dewasa ini sudah banyak dikenal dan dikonsumsi oleh berbagai kalangan masyarakat.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar adalah salah satu komoditas pertanian yang bergizi tinggi, berumur

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar adalah salah satu komoditas pertanian yang bergizi tinggi, berumur I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ubi jalar adalah salah satu komoditas pertanian yang bergizi tinggi, berumur relatif pendek, mudah diproduksi pada berbagai lahan dengan produktifitas antara 20-40 ton/ha

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Sifat Fisik Meatloaf. Hasil penelitian mengenai pengaruh berbagai konsentrasi tepung tulang

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Sifat Fisik Meatloaf. Hasil penelitian mengenai pengaruh berbagai konsentrasi tepung tulang IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Sifat Fisik Meatloaf 4.1.1 Daya Ikat Air Meatloaf Hasil penelitian mengenai pengaruh berbagai konsentrasi tepung tulang rawan ayam terhadap daya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang banyak dan memiliki warna kuning keemasan. Pohon nanas sendiri dapat

BAB I PENDAHULUAN. yang banyak dan memiliki warna kuning keemasan. Pohon nanas sendiri dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nanas (Ananas comosus (L) Merr.) adalah buah yang memiliki mata yang banyak dan memiliki warna kuning keemasan. Pohon nanas sendiri dapat tumbuh subur di daerah beriklim

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kadar Sukrosa Hasil analisis sidik ragam dari perlakuan substilusi tepung terigu dengan tepung sagu dan tepung pisang daiam pembuatan roti manis memberikan pengaruh nyata

Lebih terperinci

molekul kasein yang bermuatan berbeda. Kondisi ph yang asam menyebabkan kalsium dari kasein akan memisahkan diri sehingga terjadi muatan ion dalam sus

molekul kasein yang bermuatan berbeda. Kondisi ph yang asam menyebabkan kalsium dari kasein akan memisahkan diri sehingga terjadi muatan ion dalam sus Populasi Kultur Starter HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Perhitungan populasi dilakukan untuk mendapatkan kultur starter yang terbaik dari segi jumlah maupun kualitasnya. Pada tahap pendahulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh terpenuhinya kebutuhan gizi dalam makanannya. Pada usia 6 bulan pertama,

BAB I PENDAHULUAN. oleh terpenuhinya kebutuhan gizi dalam makanannya. Pada usia 6 bulan pertama, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Fase perkembangan fisik dan fungsi fisiologis bayi sangat didukung oleh terpenuhinya kebutuhan gizi dalam makanannya. Pada usia 6 bulan pertama, kebutuhan gizi bayi

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (6) Hipotesis Penelitian, (7) Tempat dan Waktu Penelitian

I PENDAHULUAN. (6) Hipotesis Penelitian, (7) Tempat dan Waktu Penelitian I PENDAHULUAN Dalam bab ini akan dibahas mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7) Tempat

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Formulasi Tepung Bumbu Ayam Goreng Pada proses pengolahan tepung bumbu ayam goreng, formula dasar diperoleh dari hasil survei dari internet dan buku yang kemudian dimodifikasi

Lebih terperinci

1 I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Waktu dan Tempat Penelitian.

1 I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Waktu dan Tempat Penelitian. 1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

Bakteri memerlukan Aw relatif tinggi untuk pertumbuhan > 0,90

Bakteri memerlukan Aw relatif tinggi untuk pertumbuhan > 0,90 Firman Jaya Bakteri memerlukan Aw relatif tinggi untuk pertumbuhan > 0,90 Khamir memerlukan Aw minimal lebih rendah daripada bakteri ±0,88 KECUALI yang bersifat osmofilik Kapang memerlukan Aw minimal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mamalia seperti sapi, kambing, unta, maupun hewan menyusui lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. mamalia seperti sapi, kambing, unta, maupun hewan menyusui lainnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Susu merupakan hasil sekresi kelenjar ambing (mamae) yang berasal dari pemerahan pada mamalia dan mengandung lemak, protein, laktosa, serta berbagai jenis vitamin (Susilorini,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini akan membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian,

I PENDAHULUAN. Bab ini akan membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, I PENDAHULUAN Bab ini akan membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

KESIMPULAN DAN SARAN KESIMPULAN. Hasil penelitian menunjukkan bahwa subtitusi pati ganyong pada

KESIMPULAN DAN SARAN KESIMPULAN. Hasil penelitian menunjukkan bahwa subtitusi pati ganyong pada KESIMPULAN DAN SARAN KESIMPULAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa subtitusi pati ganyong pada dodol susu kambing mampu meningkatkan kualitas organoleptik, meningkatkan kadar lemak, dan kadar total karbohidrat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. produk-produk fermentasi. Proses fermentasi mampu meningkatkan nilai gizi

BAB I PENDAHULUAN. produk-produk fermentasi. Proses fermentasi mampu meningkatkan nilai gizi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan konsumsi pangan tidak lagi hanya memikirkan tentang cita rasa, harga dan tampilan makanan tetapi juga mulai memperhatikan nilai gizi. Konsumen mulai beralih

Lebih terperinci

kabar yang menyebutkan bahwa seringkali ditemukan bakso daging sapi yang permasalahan ini adalah berinovasi dengan bakso itu sendiri.

kabar yang menyebutkan bahwa seringkali ditemukan bakso daging sapi yang permasalahan ini adalah berinovasi dengan bakso itu sendiri. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bakso adalah makanan yang banyak digemari masyarakat di Indonesia. Salah satu bahan baku bakso adalah daging sapi. Mahalnya harga daging sapi membuat banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. muda, apalagi mengetahui asalnya. Bekatul (bran) adalah lapisan luar dari

BAB I PENDAHULUAN. muda, apalagi mengetahui asalnya. Bekatul (bran) adalah lapisan luar dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bekatul tidak banyak dikenal di masyarakat perkotaan, khususnya anak muda, apalagi mengetahui asalnya. Bekatul (bran) adalah lapisan luar dari beras yang terlepas saat

Lebih terperinci

bermanfaat bagi kesehatan manusia. Di dalam es krim yoghurt dapat

bermanfaat bagi kesehatan manusia. Di dalam es krim yoghurt dapat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Badan Standarisasi Nasional (1995), es krim adalah jenis makanan semi padat yang dibuat dengan cara pembekuan tepung es krim atau dari campuran susu, lemak hewani

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Penelitian merupakan sebuah proses dimana dalam pengerjaannya

I PENDAHULUAN. Penelitian merupakan sebuah proses dimana dalam pengerjaannya I PENDAHULUAN Penelitian merupakan sebuah proses dimana dalam pengerjaannya dibutuhkan penulisan laporan mengenai penelitian tersebut. Sebuah laporan tugas akhir biasanya berisi beberapa hal yang meliputi

Lebih terperinci

pangan fungsional yang beredar di pasaran. Salah satu pangan fungsional yang

pangan fungsional yang beredar di pasaran. Salah satu pangan fungsional yang III. KERANGKA PIKIRAN DAN HIPOTESIS 3.1. Kerangka Pikiran Kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan memicu banyaknya produk pangan fungsional yang beredar di pasaran. Salah satu pangan fungsional

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis IV. HASIL DA PEMBAHASA A. Penelitian Pendahuluan 1. Analisis Karakteristik Bahan Baku Kompos Nilai C/N bahan organik merupakan faktor yang penting dalam pengomposan. Aktivitas mikroorganisme dipertinggi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I. PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi masalah,(3) Maksud dan tujuan penelitian, (4) Manfaat penelitian, (5) Kerangka Berpikir, (6) Hipotesa penelitian dan (7)

Lebih terperinci

Keteknikan Pengolahan Pangan, Laboratorium Isolasi, Laboratorium Teknologi. Pengolahan Pangan, Laboratorium Kimia Pangan, Laboratorium Invivo,

Keteknikan Pengolahan Pangan, Laboratorium Isolasi, Laboratorium Teknologi. Pengolahan Pangan, Laboratorium Kimia Pangan, Laboratorium Invivo, IV. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 4.1 Waktu dan Tempat Percobaan Penelitian pendahuluan dilaksanakan dari bulan Desember sampai dengan bulan Januari 2017 sedangkan penelitian utama dilaksanakan bulan Maret

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Yoghurt merupakan salah satu bentuk produk minuman hasil pengolahan susu yang memanfaatkan mikroba dalam proses fermentasi susu segar menjadi bentuk produk emulsi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pengamatan dilakukan terhadap sifat fisik (uji lipat), organoleptik (uji hedonik), uji skoring dan analisis kimia (Pb). 1.1 Uji Lipat Uji lipat (folding test) merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tahun 1960-an ubi jalar telah menyebar hampir di seluruh Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. tahun 1960-an ubi jalar telah menyebar hampir di seluruh Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Ubi jalar ungu (Ipomoea batatas L) berasal dari Amerika Tengah, pada tahun 1960-an ubi jalar telah menyebar hampir di seluruh Indonesia (Rukmana, 2001). Ubi jalar (Ipomoea

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi Masalah, (1.3.) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4.) Manfaat Penelitian, (1.5.) Kerangka Pemikiran, (1.6.) Hipotesis

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar Air dan Aktivitas Air

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar Air dan Aktivitas Air HASIL DAN PEMBAHASAN Kadar Air dan Aktivitas Air Kadar air dendeng hasil penelitian adalah 19,33%-23,82% dengan rataan 21,49±1,17%. Aktivitas air dendeng hasil penelitian sebesar 0,53-0,84 dengan nilai

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN SUKROSA DAN GLUKOSA PADA PEMBUATAN PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING TERHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI DAN ORGANOLEPTIK

PENGARUH PENAMBAHAN SUKROSA DAN GLUKOSA PADA PEMBUATAN PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING TERHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI DAN ORGANOLEPTIK PENGARUH PENAMBAHAN SUKROSA DAN GLUKOSA PADA PEMBUATAN PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING TERHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI DAN ORGANOLEPTIK (Laporan Penelitian) Oleh RIFKY AFRIANANDA JURUSAN TEKNOLOGI HASIL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengembangan produk pangan menggunakan bahan baku kacang-kacangan

BAB I PENDAHULUAN. Pengembangan produk pangan menggunakan bahan baku kacang-kacangan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengembangan produk pangan menggunakan bahan baku kacang-kacangan telah dikenal luas oleh masyarakat Indonesia. Kita mengenal tempe, oncom, kecap, tahu, yang dibuat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan bahan yang sangat penting dalam kehidupan manusia dan fungsinya tidak pernah digantikan oleh senyawa lain. Sebuah molekul air terdiri dari sebuah atom

Lebih terperinci

1 I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat

1 I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat 1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Peneltian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai macam umbi-umbian dapat dipergunakan sebagai sumber. kalori/karbohidrat, salah satunya adalah singkong. Singkong kaya akan

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai macam umbi-umbian dapat dipergunakan sebagai sumber. kalori/karbohidrat, salah satunya adalah singkong. Singkong kaya akan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berbagai macam umbi-umbian dapat dipergunakan sebagai sumber kalori/karbohidrat, salah satunya adalah singkong. Singkong kaya akan karbohidrat yaitu sekitar 80-90%

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur merupakan sumber makanan yang bergizi tinggi. Jamur juga termasuk bahan pangan alternatif yang disukai oleh

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur merupakan sumber makanan yang bergizi tinggi. Jamur juga termasuk bahan pangan alternatif yang disukai oleh 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur merupakan sumber makanan yang bergizi tinggi. Jamur juga termasuk bahan pangan alternatif yang disukai oleh semua lapisan masyarakat. Salah satu jamur yang banyak

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2013 di

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2013 di BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2013 di Laboratorium Pembinaan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan (LPPMHP) Gorontalo. 3.2 Bahan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. WARNA KULIT BUAH Selama penyimpanan buah pisang cavendish mengalami perubahan warna kulit. Pada awal pengamatan, buah berwarna hijau kekuningan dominan hijau, kemudian berubah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Total Fenolat Senyawa fenolat merupakan metabolit sekunder yang banyak ditemukan pada tumbuh-tumbuhan, termasuk pada rempah-rempah. Kandungan total fenolat dendeng sapi yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Pertama. Tabel 6. Komposisi Kimia TDTLA Pedaging

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Pertama. Tabel 6. Komposisi Kimia TDTLA Pedaging TDTLA Pedaging HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Tahap Pertama Penelitian tahap pertama adalah pembuatan tepung daging-tulang leher ayam yang dilakukan sebanyak satu kali proses pembuatan pada waktu yang

Lebih terperinci

YUWIDA KUSUMAWATI A

YUWIDA KUSUMAWATI A PEMANFAATAN BIJI KECIPIR (Psophocarpus tetragonolobus) SEBAGAI PENGGANTI KEDELAI DALAM PEMBUATAN KECAP DENGAN MENGGUNAKAN EKSTRAK NANAS DAN EKSTRAK PEPAYA SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. difermentasi dengan menggunakan bakteri Lactobacillus bulgaricus dan

BAB I PENDAHULUAN. difermentasi dengan menggunakan bakteri Lactobacillus bulgaricus dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yoghurt merupakan produk olahan susu yang dipasteurisasi kemudian difermentasi dengan menggunakan bakteri Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophillus.

Lebih terperinci

Tingkat Penggunaan Limbah Laju Pertumbuhan %

Tingkat Penggunaan Limbah Laju Pertumbuhan % BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Laju Pertumbuhan Harian Berdasarkan hasil pengamatan terhadap benih Lele Sangkuriang selama 42 hari masa pemeliharaan diketahui bahwa tingkat penggunaan limbah ikan tongkol

Lebih terperinci

4. PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian Analisa Proksimat Kadar Air

4. PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian Analisa Proksimat Kadar Air 4. PEMBAHASAN Produk snack bar dikategorikan sebagai produk food bar, dan tidak dapat dikategorikan sama seperti produk lain. Standart mutu snack bar di Indonesia masih belum beredar sehingga pada pembahasan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dalam meningkatkan ketersediaan bahan baku penyusun ransum. Limbah

TINJAUAN PUSTAKA. dalam meningkatkan ketersediaan bahan baku penyusun ransum. Limbah TINJAUAN PUSTAKA Ampas Sagu Pemanfaatan limbah sebagai bahan pakan ternak merupakan alternatif dalam meningkatkan ketersediaan bahan baku penyusun ransum. Limbah mempunyai proporsi pemanfaatan yang besar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kontribusi terhadap flavor dan berperan terhadap pembentukan warna.

BAB I PENDAHULUAN. kontribusi terhadap flavor dan berperan terhadap pembentukan warna. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Redistilat asap cair merupakan suatu campuran larutan dan dispersi koloid dari uap asap dalam air yang diperoleh dari pirolisis kayu (Maga,1987). Redistilat asap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi

BAB I PENDAHULUAN. Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu masalah gizi yang utama di Indonesia adalah Kurang Energi Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi disebabkan oleh rendahnya

Lebih terperinci