IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
|
|
- Vera Wibowo
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Pengkondisian Grits Jagung Proses pengkondisian grits jagung dilakukan dengan penambahan air dan dengan penambahan Ca(OH) 2. Jenis jagung yang digunakan sebagai bahan untuk membuat tepung jagung pada penelitian ini adalah jagung kuning yang telah mengalami pemisahan lembaga, kulit, dan tip cap atau yang biasa disebut sebagai grits jagung. Secara umum pembuatan tepung jagung dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan penggilingan basah dan penggilingan kering. Pada penelitian ini digunakan proses penggilingan kering. Menurut Duensing (2003), metode penggilingan kering dapat dibagi menjadi tiga metode penggilingan, yaitu metode full fat,bolted, dan tempered degermed. Tempered degermed paling umum dilakukan, dengan cara memisahkan bagian endosperma kemudian digiling, dikeringkan, dan diayak. Proses ini menghasilkan tepung jagung dengan ukuran paling halus (Hansen 2004). Perlakuan pengkondisian meliputi jumlah penambahan air yang ditambahkan dan waktu pengkondisian. Jumlah air yang ditambahkan adalah sebesar 10%, 15 %, 20 %, dan 25 %, dan 30% dari berat grits jagung, sedangkan jumlah larutan Ca(OH) 2 yang ditambahkan adalah 0%, 0,33%, 0,5%, dan 1,0% dari berat grits jagung. Waktu pengkondisian dilakukan selama 24 jam. Pertamatama, grits jagung yang telah dicuci bersih, ditimbang sebanyak 600 gram, kemudian ditambahkan air dan larutan Ca(OH) 2 sesuai dengan perlakuan. Selanjutnya dilakukan pengadukan agar air yang ditambahkan tersebar merata. Kemudian grits jagung dimasukkan ke dalam kantung plastik dan di kemas untuk menghindari proses penguapan serta agar air dapat meresap ke dalam grits jagung. Jagung didiamkan sesuai dengan waktu pengkondisian yaitu 24 jam. Pada awal penambahan, air banyak terkumpul di permukaan biji kemudian seiring berjalannya waktu, air mulai masuk ke dalam biji jagung. Air masuk melalui komponen tip cap biji, kemudian air secara cepat melewati tube cells dari perikarp menuju ke bagian atas biji dengan gaya kapiler. Secara perlahan-lahan, air berdifusi dari seed coat dan aleuron ke dalam lembaga dan endosperma biji jagung (Laria 2005). Dengan masuknya air ke dalam endosperma biji, endosperma menjadi lunak dan biji menjadi mudah untuk digiling. Ca(OH) 2 akan menghancurkan perikarp dari biji jagung dan kemudian akan terbuang selama pencucian. Ca(OH) 2 juga akan mengurangi jumlah mikroba, memperbaiki tekstur, aroma, warna, dan umur simpan tepung (Susila 2005). Menurut Laria (2007), penambahan larutan Ca(OH) 2 ini mampu mendegradasi dan melarutkan komponen dinding sel dari biji jagung sehingga memudahkan pelepasan perikarp dan melunakkan komponen endosperma biji jagung. Selain itu, penambahan larutan Ca(OH) 2 ini juga meningkatkan difusi air dan ion kalsium ke dalam biji. Larutan Ca(OH) 2 juga mampu merusak ikatan yang mempertahankan hemiselosa di dalam dinding sel dan memudahkan proses pelepasan perikarp dari biji jagung. (Mcdonough 2001). Grits jagung yang telah dilakukan pengkondisian segera dilakukan proses penepungan. Proses penepungan dilakukan dengan menggunakan pin disc mill. Kemudian hasil penggilingan dikeringkan dengan sinar matahari selama 2 jam. Tepung jagung yang telah kering kemudian ditimbang untuk mengetahui rendemen penggilingan yang dihasilkan. Tabel 5 menunjukkan rendemen penggilingan yang dihasilkan dari penggilingan grits jagung dengan proses pengkondisian air dan Ca(OH) 2. Tepung jagung yang telah dikeringkan kemudian diayak dengan mesin pengayak bertingkat tipe RO-TAP model RX-29 masing-masing dengan menggunakan ayakan 60, dan 80 mesh dan ditimbang dari masing-masing ayakan. Proses pengayakan dilakukan secara terpisah. Terlebih dahulu tepung diayak dengan menggunakan ayakan 60 mesh kemudian dilanjutkan pengayakan dengan 20
2 menggunakan ayakan 80 mesh. Dari hasil pengayakan ini didapatkan empat hasil pengayakan yaitu hasil pengayakan 60 mesh, kurang dari 60 mesh (<60 mesh), 80 mesh dan kurang dari 80 mesh (<80 mesh). Waktu yang digunakan untuk mengayak masing-masing adalah 15 menit. Tabel 5. Rendemen penggilingan tepung dengan pengkondisian menggunakan air dan Ca(OH) 2 Perlakuan Rendemen Penggilingan (% basis grits jagung awal) Air Air 10% 85,26 Air 15% 85,52 Air 20% 83,25 Air 25% 85,21 Air 30% 87,19 Ca(OH) 2 Ca(OH) 2 0% 79,71 Ca(OH) 2 0,33% 78,67 Ca(OH) 2 0,5% 84,11 Ca(OH) 2 1,0% 83,53 Dari Tabel 5 dapat dilihat bahwa rendemen penggilingan tepung jagung yang dihasilkan dari proses pengkondisian air dan Ca(OH) 2 lebih dari 50%. Jumlah penggilingan tepung yang dihasilkan dari pengkondisian dengan menggunakan air 10%, 15%, 20%, 25%, dan 30% berturut-turut adalah 85,26%, 85,52%, 83,25%, 85,21%, dan 87,19% sedangkan pengkondisian menggunakan Ca(OH)2 dengan konsentrasi 0%, 0,33%, 0,5%, dan 1,0% berturut-turut adalah 79,71%, 78,67%, 84,11%, dan 83,53%. Perbedaan rendemen tepung jagung yang dihasilkan ini disebabkan karena banyaknya tepung yang tercecer pada saat pengeringan maupun pada saat pengemasan. 4.2 Rendemen Pengayakan Tepung Jagung Dengan Air Perhitungan rendemen dilakukan terhadap hasil pengayakan kurang dari 60 mesh (<60 mesh), 80 mesh dan kurang dari 80 mesh (<80 mesh). Hasil pengayakan kurang dari 80 mesh sama dengan hasil pengayakan 60 mesh. Berdasarkan hasil uji one-way ANOVA ( lampiran 4) terhadap rendemen pengayakan tepung jagung 60 mesh, menunjukkan bahwa perlakuan jumlah air yang ditambahkan berpengaruh nyata (p<0.05) pada taraf signifikansi 5%, terhadap rendemen pengayakan tepung jagung dengan ukuran 60 mesh. Menurut uji lanjut duncan (lampiran 4) perlakuan dengan penambahan air 10%, dan 15% menghasilkan rendemen pengayakan yang tidak berbeda nyata. Demikian juga penambahan air 20, 25% dan 30%, menghasilkan rendemen pengayakan yang tidak berbeda nyata. Sedangkan penambahan air 10% dan15%, menghasilkan rendemen pengayakan berbeda nyata dengan penambahan air 20%, 25% dan 30%. Berdasarkan hasil uji one-way ANOVA ( lampiran 5) terhadap rendemen pengayakan tepung jagung 80 mesh menunjukkan bahwa perlakuan jumlah air yang ditambahkan berpengaruh nyata (p<0.05) pada taraf signifikansi 5%, terhadap rendemen penepungan. Menurut uji lanjut duncan (lampiran 5) perlakuan dengan penambahan air 10% dan 15% menghasilkan rendemen pengayakan yang tidak berbeda nyata. Demikian juga dengan penambahan air 20%, 25, dan 30% menghasilkan rendemen pengayakan yang tidak berbeda nyata. Sedangkan penambahan air 10% dan15%, menghasilkan rendemen pengayakan berbeda nyata dengan penambahan air 20%, 25% dan 30%. 21
3 Rendemen Pengayakan 60,00% 50,00% 40,00% 30,00% 20,00% 10,00% 54,69% b 51,76% b 43,17% b 43,28% b 43,62% b 21,52% a 20,09% a 21,27% a 11,11% a 11,84% a 60 mesh 80 mesh 0,00% Air 10% Air 15% Air 20% Air 25% Air 30% Air
4 70,00% Rendemen Pengayakan 60,00% 50,00% 40,00% 30,00% 20,00% 10,00% 61,91% a 56,10% a 55,15% a 57,95% a 17,26% a 20,14% a 20,90% a 19,08% a 60 mesh 80 mesh 0,00% Ca(OH)2 0% Ca(OH)2 0,33% Ca(OH)2 0,5% Ca(OH)2 1,0% Ca(OH) 2 Nilai Hunter Air L a b 10% 58,70 ± 0,28 a +2,78 ± 0,00 c +21,78 ± 0,14 d 15% 59,11 ± 0,14 b +2,55 ± 0,13 bc +20,68 ± 0,45 c 20% 59,41 ± 0,11 b +2,13 ± 0,23 ab +19,16 ± 0,25 b 25% 60,10 ± 0,41 c +1,94 ± 0,22 a +18,47 ± 0,20 ab 30% 60,60 ± 0,04 c +1,91 ± 0,19 a +18,11 ± 0,62 a
5 Tabel 7. Hasil pengukuran warna tepung jagung dengan proses pengkondisian Ca(OH) 2 Nilai Hunter Ca(OH) 2 L a b 0% 60,13 ± 0,04 b +1,96 ± 0,01 d +17,34 ± 0,18 a 0,33% 59,71 ± 0,01 a +1,65 ± 0,00 c +17,55 ± 0,43 ab 0,5% 59,61 ± 0,28 a +1,51 ± 0,04 b +18,16 ± 0,07 bc 1,0% 59,52 ± 0,11 a +1,39 ± 0,01 a +18,34 ± 0,06 c Keterangan: angka yang dikuti huruf yang sama menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata pada taraf 5% Berdasarkan Tabel 6, tingkat kecerahan tepung semakin meningkat seiring dengan bertambahnya konsentrasi air yang ditandai dengan semakin meningkatnya nilai L. air 25% dan 30%, menghasilkan nilai L paling tinggi diantara perlakuan lainnya. Hal ini disebabkan dengan penambahan air 25% dan 30% ukuran tepung yang dihasilkan semakin halus yang ditandai dengan semakin besarnya nilai rendemen dari masing-masing pengayakan. Semakin halus ukuran tepung, maka semakin tinggi pula tingkat kecerahan dari tepung jagung yang ditandai dengan tingginya nilai L. Menurut Singh (2009), nilai L akan semakin meningkat dengan semakin halusnya tepung dan ukuran partikel yang semakin meningkat. Berdasarkan Tabel 6, nilai a dan b masing-masing mengalami penurunan dengan semakin bertambahnya konsentrasi air. Nilai a yang semakin menurun menunjukkan intensitas warna merah yang semakin berkurang sedangkan nilai b yang semakin menurun menunjukkan intensitas warna kuning yang semakin menurun. air 25% dan 30% masing-masing memberikan nilai a dan b yang semakin menurun. Dengan penambahan air 25% dan 30%, ukuran tepung yang dihasilkan semakin halus yang ditandai dengan semakin besarnya nilai rendemen dari masing-masing pengayakan. Semakin halus ukuran tepung, maka nilai a dan b akan semakin berkurang (Singh 2009). Berdasarkan Tabel 7, sampel tepung dengan pengkondisian menggunakan Ca(OH) 2 memiliki nilai L yang semakin menurun dengan semakin bertambahnya konsentrasi Ca(OH) 2 dan nilai b yang semakin meningkat yang berarti dengan penambahan Ca(OH) 2, tepung jagung yang dihasilkan menjadi semakin berwarna kuning. Menurut Dedeh (2004), nilai L dari jagung yang dilakukan dengan perlakuan alkali akan semakin menurun dengan bertambahnya konsentrasi alkali. Sampel dengan warna yang semakin gelap (nilai L rendah) memliki nilai ph yang semakin meningkat yang dihasilkan dari banyaknya jumlah alkali yang diserap. Semakin meningkatnya konsentrasi Ca(OH) 2, akan semakin meningkatkan warna kuning dari tepung jagung (Dorado 2008). 4.5 Sifat Reologi Tepung Jagung Karakterisasi sifat fungsional tepung diperlukan untuk mendapatkan informasi tentang potensi penggunaannya pada proses pengolahan komersial. Menurut Sira (2000) karakterisasi sifat fungsional yang penting dapat dilihat adalah melalui profil gelatinisasinya. Pengukuran profil gelatinisasi dapat dilakukan dengan menggunakan Brabender Visco-amilograph, Rapid Visco Analyzer (RVA), dan Rotational Viscometers (Singh et al 2003). Analisis profil gelatinisasi pati dilakukan dengan menggunakan alat Rapid Visco Analyzer (RVA). RVA lebih praktis digunakan karena waktu pengukuran lebih singkat dan jumlah sampel yang digunakan lebih sedikit. Analisis dilakukan pada sampel tepung sebelum dilakukan pengayakan. Beberapa sifat adonan yang dapat dilihat dari kurva hasil pengukuran menggunakan RVA antara lain, suhu awal gelatinisasi, viskositas maksimum (peak viscosity), viskositas panas, viskositas dingin, 24
6 viskositas breakdown, dan viskositas setback. Data hasil pengukuran sifat amilografi tepung jagung dapat dilihat pada Tabel 8 dan 9. Tabel 8. Sifat amilografi tepung jagung dengan proses pengkondisian Air Air Suhu Gelatinisasi ( o C) Puncak (cp) Panas (cp) Breakdown (cp) Dingin (cp) Balik (cp) 10% 79,90 b 1873,50 a 1597,00 a 276,50 a 3844,50 a 2247,50 a 15% 79,95 b 2013,50 a 1687,50 ab 326,00 a 3938,00 a 2250,50 a 20% 76,08 a 2658,50 b 1817,50 b 841,00 b 4369,50 bc 2552,00 b 25% 75,25 a 3196,00 c 2006,50 c 1189,50 b 4572,00 c 2565,50 b 30% 75,48 a 2804,00 bc 1793,50 b 1010,50 b 4041,00 ab 2247,50 a Tabel 9. Sifat amilografi tepung jagung dengan proses pengkondisian Ca(OH) 2 Ca(OH) 2 Suhu Gelatinisasi ( o C) Puncak (cp) Panas (cp) Breakdown (cp) Dingin (cp) Balik (cp) 0% 75,50 b 2625,00 a 1596,50 a 1028,50 a 4307,50 b 2711,00 b 0,33% 74,08 a 2916,00 b 1607,00 a 1309,00 b 4260,50 b 2653,50 b 0,5% 75,34 b 2722,00 a 1809,50 b 912,50 a 3859,50 a 2050,00 a 1,0% 75,36 b 2611,50 a 1724,50 ab 887,00 a 3777,50 a 2053,00 a Keterangan: angka yang dikuti huruf yang sama menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata pada taraf 5% a) Suhu gelatinisasi Suhu gelatinisasi atau pasting temperature (PT), menunjukkan suhu awal meningkatnya viskositas pati saat dipanaskan atau awal terjadinya gelatinisasi. Suhu gelatinisasi tepung jagung dengan proses pengkondisian air berkisar antara 75,25-79,90 o C (Tabel 8). Proses pengkondisian dengan penambahan air ternyata menurunkan suhu gelatinisasi dari tepung jagung. Namun penurunan itu baru terjadi pada pengkondisian dengan penambahan air 20%. Hal ini disebabkan dengan penambahan air yang semakin banyak, endosperm dari grits jagung menjadi lebih mudah untuk dihancurkan pada proses penggilingan sehingga tepung yang dihasilkan menjadi lebih halus. Menurut Muhandri (2007), bahwa semakin besar ukuran tepung, maka semakin tinggi pula suhu gelatinisasi. Semakin halus dan semakin seragamnya ukuran tepung, proses gelatinisasi terjadi dalam waktu yang hampir bersamaan sehingga waktu yang digunakan untuk memulai proses gelatinisasi menjadi lebih singkat dan suhu yang dibutuhkan untuk gelatinisasi akan semakin berkurang. Suhu gelatinisasi yang rendah akan menguntungkan karena mampu menghemat energi pemasakan. Dari Tabel 9, menunjukkan bahwa suhu gelatinisasi tepung jagung dengan proses pengkondisian Ca(OH) 2 berkisar antara 74,08-75,50 o C. Dari Tabel 9, proses pengkondisian Ca(OH) 2 menghasilkan nilai suhu gelatinisasi yang semakin berkurang dengan semakin bertambahnya konsentrasi Ca(OH) 2. Kenaikan suhu gelatinisasi baru terjadi pada proses pengkondisian dengan Ca(OH) 2 sebesar 0,5%. Pembentukan inklusi antara lemak dan amilosa terjadi pada saat gelatinisasi setelah amilosa keluar. Menurut Aini (2010) pada saat amilosa keluar dari granula selama proses 25
7 gelatinisasi, lemak membentuk kompleks dengan amilosa tersebut, kemungkinan di permukaan granula dan menghambat pengembangan sehingga suhu gelatinisasi meningkat. b) puncak puncak atau peak viscosity (PV), yaitu viskositas pada puncak gelatinisasi atau menunjukkan pati tergelatinisasi. puncak merupakan kriteria yang dipakai untuk melihat kemampuan suatu tepung atau pati dalam mempertahankan granulanya akibat proses pemanasan. Dari Tabel 8, menunjukkan bahwa viskositas pucak tepung jagung dengan proses pengkondisian air berkisar antara 1873, cp. Proses pengkondisian air hingga taraf 25% secara signifikan mampu meningkatkan viskositas puncak dari suspensi tepung jagung. Namun demikian penambahan air yang semakin tinggi (30%) cenderung menurunkan kembali viskositas puncak tersebut (Tabel 8). Proses pengkondisian air hingga taraf 25% mampu menghasilkan ukuran tepung yang halus. Semakin halus dan semakin seragamnya ukuran tepung, proses gelatinisasi terjadi dalam waktu yang hampir bersamaan sehingga nilai viskositas maksimum tepung dengan ukuran lebih kecil (halus) akan lebih tinggi dibandingkan dengan tepung kasar (Muhandri 2007). Hal ini juga diungkapkan oleh Fonseca (2009), yang menyatakan bahwa ukuran partikel yang semakin kecil menghasilkan nilai viskositas puncak yang lebih tinggi sedangkan ukuran partikel berukuran kasar menghasilkan nilai viskositas yang lebih rendah. Dari Tabel 9, menunjukkan bahwa viskositas pucak tepung jagung dengan proses pengkondisian Ca(OH) 2 berkisar antara 2611, ,00 cp. Nilai viskositas puncak mengalami penurunan pada pengkondisian Ca(OH) 2 0,5%, dan cenderung tetap nilainya hingga pengkondisian Ca(OH) 2 1,0%. Penurunan nilai viskositas puncak ini dijelaskan juga oleh Karim et al (2007) yang melaporkan terjadinya penurunan nilai viskositas puncak pada pati yang diberi perlakuan alkali. Pati yang diberi perlakuan alkali, daerah amorf yang mengandung amilosa sebagian besar dirusak oleh perlakuan alkali, sehingga menyebabkan lemahnya struktur granula. Dengan lemahnya struktur granula, maka granula tidak mampu mempertahankan kapasitas pembengkakan maksimum sehingga viskositas puncak semakin menurun. c) panas dan breakdown panas atau trough viscosity (TV) yaitu viskositas pada saat suhu dipertahankan 95 o C. Kriteria ini digunakan untuk mengetahui kemampuan granula pati dalam mempertahankan diri maupun viskositasnya selama pemanasan. Proses pengkondisian baik dengan penambahan air maupun Ca(OH) 2, diharapkan dapat digunakan sebagai bahan yang tahan terhadap panas selama pemasakan, maka viskositas panas yang tinggi merupakan hasil yang diharapkan. Breakdown merupakan nilai penurunan ketika suspensi pati dipanaskan pada suhu 95 o C. Breakdown menunjukkan stabilitas adonan selama proses pemasakan. Breakdown merupakan selisih antara viskositas puncak dengan viskositas panas. panas tepung jagung dengan penambahan air berkisar antara 1597, ,50 cp dan breakdown tepung jagung berkisar antara 276, ,50 cp. Pada Tabel 8, nilai viskositas panas dan breakdown tepung jagung meningkat seiring dengan penambahan air. air mampu meningkatkan tepung jagung yang memiliki partikel yang berukuran kecil sehingga viskositas menjadi meningkat. Semakin kecil ukuran tepung, semakin besar luas permukaan sehingga penyerapan airnya semakin besar (Aini 2010). Hal ini akan meningkatkan nilai dari viskositas panas dan breakdown tepung jagung. Pada Tabel 8, viskositas panas mengalami penurunan dengan penambahan air 30%. Penurunan viskositas panas ini diduga berkaitan dengan keberadaaan dan interaksi protein dengan pati. Keberadaan protein dapat menurunkan viskositas karena protein mempunyai pengaruh menghambat 26
8 pengembangan granula pati dan mengurangi nilai viskositas (Liang 2003). Menurut Aini (2010) penghilangan protein dari larutan pati menyebabkan pati mempunyai viskositas lebih besar karena granula tanpa protein lebih mudah pecah dan jumlah air yang masuk ke granula lebih banyak mengakibatkan peningkatan pengembangan granula sehingga semakin kecil kadar protein semakin besar pengembangan granula yang meningkatkan viskositas panas dan breakdown tepung jagung. Dari Tabel 9, menunjukkan bahwa viskositas panas dan breakdown tepung jagung dengan proses pengkondisian Ca(OH) 2 berkisar antara 159, ,50 cp dan 887, ,00 cp. Proses pengkondisian tepung jagung dengan Ca(OH) 2 mengalami penurunan viskositas namun nilai penurunan baru terlihat dari proses pengkondisian dengan Ca(OH) 2 0,5%. Hal ini diakibatkan juga karena adanya pelunakan struktur dari granula pati dengan adanya perlakuan alkali, sehingga menyebabkan lemahnya struktur granula (Karim et al 2007). Dengan lemahnya struktur granula, kestabilan pati selama proses pemanasan menjadi berkurang sehingga mengurangi nilai viskositas. d) dingin dan viskositas balik dingin atau final viscosity (FV) yaitu viskositas pada saat suhu dipertahankan 50 o C. dingin merupakan parameter yang digunakan untuk melihat perilaku gel dari suatu jenis pati pada kondisi dingin (50 o C). Proses pengkondisian dengan penambahan air dan Ca(OH) 2 diharapkan mampu menghasilkan pati dengan viskositas dingin yang lebih tinggi. Dengan demikian, penggunaan tepung jagung dengan dengan proses pengkondisian ini diharapkan mampu mencegah terjadinya proses sineresis atau keluarnya air dari matrix gel suatu produk olahan. balik atau setback yaitu selisih nilai viskositas dingin dengan viskositas panas merupakan parameter untuk mengetahui sifat gel. Nilai viskositas balik yang tinggi menunjukkan bahwa gel cenderung mengeras pada akhir proses pemasakan, sehingga produk olahannya tidak mudah hancur. Semakin tinggi nilai setback maka menunjukkan semakin tinggi pula kecenderungan untuk membentuk gel (meningkatkan viskositas) selama pendinginan. Tingginya nilai setback menandakan tingginya kecenderungan untuk terjadinya retrogradasi. Nilai viskositas dingin dan setback tepung jagung dengan pengkondisian air berkisar antara 3844, ,00 cp dan 2247, ,00 cp. Dengan semakin bertambahnya konsentrasi air, maka grits jagung menjadi semakin lunak. Grits jagung yang lunak akan semakin mudah untuk digiling sehingga tepung yang dihasilkan akan lebih halus. Semakin halus dan semakin kecil ukuran partikel tepung, semakin besar kemungkinan terjadinya retrogradasi. Semakin kecil ukuran partikel tepung, semakin luas permukaan sehingga lebih besar kemungkinan terjadinya leaching amilosa. Semakin banyak terjadinya leaching meningkatkan retrogradasi adonan jagung (Aini 2010). Kemampuan tepung jagung dalam beretrogradasi semakin rendah dengan pengkondisian air 30%. Hal ini dapat dilihat dengan nilai viskositas setback tepung jagung yang mengalami penurunan dengan pengkondisian air 30%. Nilai viskositas dingin dan setback tepung jagung dengan pengkondisian Ca(OH) 2 berkisar antara 377, ,50 cp dan 2050, ,00 cp. Nila viskositas dingin dan setback tepung jagung dengan penambahan Ca(OH) 2 mengalami penurunan viskositas seiring dengan meningkatnya konsentrasi Ca(OH) 2. Penurunan viskositas, khususnya selama periode pendinginan kemungkinan dapat disebabkan oleh jenuhnya gugus hidroksil pati oleh ion Ca 2+ dan Ca(OH) + sehingga mencegah penggabungan kembali molekul-molekul pati dan menghasilkan viskositas pasta dingin yang rendah (Dedeh 2004). 27
9 4.6 Sifat Kimia Tepung Jagung Hasil analisis proksimat pada Tabel 10 dan 11, menunjukkan kadar air pada tepung jagung dengan proses pengkondisian air berkisar antara 8,07-9,52% bk, sedangkan dengan pengkondisian Ca(OH) 2 berkisar antara 8,20-8,64% bk. Menurut Yaseen et al (2010), kadar air pada tepung jagung adalah 12,5% bk. Apabila dibandingkan dengan tepung jagung yang dianalisis oleh Yaseen, maka kadar air tepung dari masing-masing proses pengkondisian kurang dari kadar air tepung jagung yang dianalisis Yaseen et al. Nilai kadar air yang rendah ini berkaitan dengan keberadaan air Tipe II dalam tepung jagung. Menurut Winarno (2008), jika kadar air Tipe II dihilangkan seluruhnya, kadar air bahan akan berkisar antara 3-7%. Penghilangan sebagian air tipe II ini akan mengakibatkan penurunan a w (water activity) sehingga mampu mengurangi pertumbuhan mikroba dan reaksi-reaksi kimia yang bersifat merusak bahan pangan seperti reaksi browning, hidrolisis, atau oksidasi lemak. Kadar abu dari suatu bahan menunjukkan kandungan mineral yang terdapat dalam bahan tersebut, kemurnian, serta kebersihan suatu bahan yang dihasilkan (Andarwulan 2011). Semakin besar kadar abu suatu bahan pangan, semakin tinggi pula mineral yang terkandung di dalamnya. Berdasarkan Tabel 10 dan 11, kadar abu dari proses pengkondisian air berkisar antara 0,35-0,38% bk sedangkan dengan pengkondisian Ca(OH) 2 berkisar antara 0,37-0,62% bk (Tabel 11). Tabel 10. Komposisi kimia tepung jagung dengan proses pengkondisian Air Air Air Abu Protein Lemak Karbohidrat 10% 8,07±0,09 0,35±0,02 7,17±0,02 2,30±0,04 90,17±0,04 15% 8,42±0,17 0,35±0,01 7,10±0,02 2,38±0,15 90,18±0,22 20% 9,52±0,23 0,36±0,03 7,15±0,03 2,34±0,07 90,15±0,19 25% 9,67±0,08 0,36±0,02 7,10±0,03 2,33±0,09 90,21±0,09 30% 9,11±0,05 0,38±0,02 7,11±0,03 2,38±0,09 90,12±0,12 Tabel 11. Komposisi kimia tepung jagung dengan proses pengkondisian Ca(OH) 2 Ca(OH) 2 Air Abu Protein Lemak Karbohidrat 0% 8,49±0,16 0,37±0,04 7,08±0,03 2,30±0,03 90,25±0,10 0,33% 8,36±0,31 0,55±0,02 7,16±0,04 2,38±0,10 89,90±0,36 0,5% 8,20±0,18 0,59±0,03 7,46±0,01 2,33±0,16 89,62±0,29 1,0% 8,64±0,26 0,62±0,00 7,59±0,04 2,30±0,07 89,50±0,23 Menurut Yaseen et al (2010), kadar abu dari tepung jagung adalah 2,3% bk. Apabila dibandingkan dengan tepung jagung Yaseen, maka kadar abu tepung dari masing-masing proses pengkondisian memiliki kadar yang lebih rendah. Kandungan abu yang rendah ini disebabkan hilangnya bagian lembaga biji jagung pada saat proses pengkondisian. Kandungan mineral, paling banyak terdapat pada bagian lembaga (10,5%) dari keseluruhan komponen biji jagung (Watson 2003). Kadar abu dengan pengkondisian Ca(OH) 2 mengalami kenaikan dengan meningkatnya konsentrasi Ca(OH) 2. Kenaikan kadar abu ini disebakan karena adanya penyerapan ion kalsium (Ca 2+ ) pada proses pengkondisian. Kalsium merupakan suatu mineral, sehingga tingginya penyerapan ion kalsium pada 28
10 tepung jagung juga berpengaruh terhadap kadar abu sampel. Semakin tinggi kadar kalsium, maka semakin tinggi pula kadar abunya. Hasil analisis proksimat pada Tabel 10 dan 11, menunjukkan kadar protein dari proses pengkondisian air berkisar antara 7,10-7,17% bk sedangkan dengan pengkondisian Ca(OH) 2 berkisar antara 7,08-7,59% bk. Menurut Watson (2003), kadar protein paling tinggi terdapat pada bagian lembaga yaitu sebesar 18,4%. Kadar protein tepung jagung adalah 9,8% bk (Yaseen et al 2010). Kadar protein dari masing-masing pengkondisian masih lebih rendah apabila dibandingkan dengan tepung jagung Yaseen. Rendahnya kadar protein ini disebabkan proses pengkondisian membuat terlepasnya lapisan lembaga dari biji jagung, sehingga mempengaruhi jumlah kandungan protein tepung jagung yang dihasilkan. Kadar protein dengan pengkondisian Ca(OH) 2 mengalami kenaikan dengan meningkatya konsentrasi Ca(OH) 2. Menurut Dedeh (2004), kandungan protein jagung dapat meningkat dengan adanya penambahan Ca(OH) 2. Kadar protein dari 8,4% menjadi 8,5% dengan penambahan konsentrasi 0,5% menjadi 1,0%. Menurut Yaseen et al (2010), kadar lemak dari tepung jagung adalah 4,5% bk. Hasil analisis proksimat pada Tabel 10 dan 11, kadar lemak dari proses pengkondisian air berkisar antara 2,30-2,38% bk sedangkan dengan pengkondisian Ca(OH) 2 berkisar antara 2,30-2,38% bk. Rendahnya kandungan lemak pada tepung jagung dengan perlakuan pengkondisian ini disebabkan oleh terlepasnya lapisan lembaga yang kaya akan lemak pada saat proses pengkondisian. Lembaga merupakan komponen biji jagung yang kaya akan lemak. Menurut Watson (2003), lembaga memiliki kandungan lemak sebesar 33,2%. Kadar lemak yang rendah dari tepung jagung diharapkan mampu memperpanjang umur simpan tepung jagung terutama dari ketengikan akibat oksidasi lemak. Kadar karbohidrat dihitung menggunakan metode perhitungan by difference. Berdasarkan Tabel 10 dan 11, kadar karbohidrat dari proses pengkondisian air berkisar antara 90,15-90,21% bk sedangkan dengan pengkondisian Ca(OH) 2 berkisar antara 89,50-90,25% bk. Kandungan karbohidrat tepung jagung ini tergolong tinggi, apabila dibandingkan dengan tepung jagung yang dihasilkan oleh Yaseen et al (2010), yaitu sebesar 81,3% bk. Oleh karena itu, tepung jagung yang dihasilkan dari proses pengkondisian ini besar potensinya untuk dibuat sebagai salah satu produk pangan yang memanfaatkan tepung sebagai bahan bakunya sehingga mampu mengurangi penggunaan dan mengatasi kelangkaan dari tepung terigu. 29
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. PENELITIAN PENDAHULUAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui kadar proksimat dari umbi talas yang belum mengalami perlakuan. Pada penelitian ini talas yang digunakan
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISASI TEPUNG BERAS DAN TEPUNG BERAS KETAN 1. Penepungan Tepung Beras dan Tepung Beras Ketan Penelitian ini menggunakan bahan baku beras IR64 dan beras ketan Ciasem yang
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Adonan Kerupuk
HASIL DAN PEMBAHASAN Peubah yang diamati dalam penelitian ini, seperti kadar air, uji proksimat serka kadar kalsium dan fosfor diukur pada kerupuk mentah kering, kecuali rendemen. Rendemen diukur pada
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISASI TAPIOKA 1. Sifat Kimia dan Fungsional Tepung Tapioka a. Kadar Air Kadar air merupakan parameter yang sangat penting dalam penyimpanan tepung. Kadar air sampel
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Karakteristik menir segar Karakteristik. pengujian 10,57 0,62 0,60 8,11 80,20 0,50 11,42 18,68.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK MENIR SEGAR Pengujian karakteristik dilakukan untuk mengetahui apakah bahan baku yang nantinya akan digunakan sebagai bahan pengolahan tepung menir pragelatinisasi
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Sifat Fungsional Tepung Jagung Swelling Volume
40 HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat Fungsional Tepung Jagung Swelling Volume Swelling volume dan kelarutan memberikan petunjuk adanya ikatan nonkovalen antara molekul pati dan seberapa besar kekuatan ikatan
Lebih terperinciTekstur biasanya digunakan untuk menilai kualitas baik tidaknya produk cookies.
Force (Gf) V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.2 Tekstur Tekstur merupakan parameter yang sangat penting pada produk cookies. Tekstur biasanya digunakan untuk menilai kualitas baik tidaknya produk cookies. Tekstur
Lebih terperinci1 I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat
1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Peneltian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian
Lebih terperinciLampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu
LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu 1. Bentuk Granula Suspensi pati, untuk pengamatan dibawah mikroskop polarisasi cahaya, disiapkan dengan mencampur butir pati dengan air destilasi, kemudian
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Suhu dan Waktu Proses Modifikasi HMT Terhadap Karakteristik Pati jagung Dalam proses modifikasi pati jagung HMT dilakukan pemilihan suhu dan waktu terbaik selama perlakuan
Lebih terperinci2. Karakteristik Pasta Selama Pemanasan (Pasting Properties)
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK PATI SAGU DAN AREN HMT 1. Kadar Air Salah satu parameter yang dijadikan standard syarat mutu dari suatu bahan atau produk pangan adalah kadar air. Kadar air merupakan
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Tahap Persiapan Penelitian Tahap persiapan penelitian adalah tahap persiapan bahan utama yang digunakan dalam pembuatan cookies jagung yaitu tepung jagung. Kondisi bahan baku
Lebih terperinciPEMBUATAN TEPUNG JAGUNG
PEMBUATAN TEPUNG JAGUNG Qanytah Tepung jagung merupakan butiran-butiran halus yang berasal dari jagung kering yang dihancurkan. Pengolahan jagung menjadi bentuk tepung lebih dianjurkan dibanding produk
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Pertama. Tabel 6. Komposisi Kimia TDTLA Pedaging
TDTLA Pedaging HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Tahap Pertama Penelitian tahap pertama adalah pembuatan tepung daging-tulang leher ayam yang dilakukan sebanyak satu kali proses pembuatan pada waktu yang
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. diantaranya adalah umbi-umbian. Pemanfaatan umbi-umbian di Indonesia belum
I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan tentang (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesa Penelitian
Lebih terperinci4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Tepung Tulang Ikan Rendemen tepung tulang ikan yang dihasilkan sebesar 8,85% dari tulang ikan. Tepung tulang ikan patin (Pangasius hypopthalmus) yang dihasilkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beras merah (Oriza sativa) merupakan beras yang hanya dihilangkan kulit bagian luar atau sekamnya, sehingga masih mengandung kulit ari (aleuron) dan inti biji beras
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian sebelumnya telah dilakukan pembuatan mi jagung basah dan instan berskala laboratorium dengan berbagai formula dan bahan baku. Rianto (2006) telah berhasil melakukan
Lebih terperinciLAPORAN TUGAS AKHIR PEMBUATAN TEPUNG DARI BUAH SUKUN. (Artocarpus altilis)
LAPORAN TUGAS AKHIR PEMBUATAN TEPUNG DARI BUAH SUKUN Disusun Oleh: FERAWATI I 8311017 PROGRAM STUDI DIPLOMA III TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2014 KATA PENGANTAR Segala
Lebih terperinciMETODOLOGI PENELITIAN. Waktu dan Tempat
18 METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Februari sampai Mei 2010 di Laboratorium Pilot Plant Seafast Center IPB, Laboratorium Kimia dan Laboratorium Rekayasa Proses
Lebih terperinciDeskripsi PROSES PRODUKSI DAN FORMULASI MI JAGUNG KERING YANG DISUBSTITUSI DENGAN TEPUNG JAGUNG TERMODIFIKASI
1 Deskripsi PROSES PRODUKSI DAN FORMULASI MI JAGUNG KERING YANG DISUBSTITUSI DENGAN TEPUNG JAGUNG TERMODIFIKASI Bidang Teknik Invensi Invensi ini berhubungan dengan suatu proses pembuatan mi jagung kering.
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tepung Jagung Swasembada jagung memerlukan teknologi pemanfaatan jagung sehingga dapat meningkatkan nilai tambahnya secara optimal. Salah satu cara meningkatkan nilai tambah
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jagung merupakan palawija sumber karbohidrat yang memegang peranan penting kedua setelah beras.
2 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jagung merupakan palawija sumber karbohidrat yang memegang peranan penting kedua setelah beras. Jagung juga mengandung unsur gizi lain yang diperlukan manusia yaitu
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kajian Pembuatan Tepung Jagung Pembuatan tepung jagung dilakukan pada jagung pipil lima varietas jagung unggulan nasional, yaitu varietas jagung Srikandi Kuning, Bisma, Sukmaraga,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. buah-buahan. Berbagai macam jenis buah tumbuh di Indonesia dan ada beberapa
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki keanekaragaman buah-buahan. Berbagai macam jenis buah tumbuh di Indonesia dan ada beberapa yang masih belum dikenal
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PROSES PENGOLAHAN BERAS PRATANAK Gabah yang diperoleh dari petani masih bercampur dengan jerami kering, gabah hampa dan kotoran lainnya sehingga perlu dilakukan pembersihan.
Lebih terperinciIII. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri
III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri Lampung, Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, Laboratoriun
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Jamur tiram (Pleurotus oestreatus) merupakan jamur konsumsi dari jenis jamur kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Sosis Sapi
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Fisik Sosis Sapi Nilai ph Sosis Sapi Substrat antimikroba yang diambil dari bakteri asam laktat dapat menghasilkan senyawa amonia, hidrogen peroksida, asam organik (Jack
Lebih terperinciMETODOLOGI PENELITIAN
III. METODOLOGI PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2012 sampai dengan Oktober 2012. Adapun laboratorium yang digunakan selama penelitian antara lain Pilot
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Tepung Talas Tahap awal dalam pembuatan tepung talas adalah pengupasan umbi yang bertujuan untuk menghilangkan kulit. Selanjutnya dilakukan pengirisan untuk memperkecil ukuran
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi
I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi Masalah, (1.3.) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4.) Manfaat Penelitian, (1.5.) Kerangka Pemikiran, (1.6.) Hipotesis
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.
I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,
Lebih terperinciLAMPIRAN A DATA PENELITIAN
LAMPIRAN A DATA PENELITIAN A.1 DATA HASIL ANALISIS PATI KULIT SINGKONG Tabel A.1 Data Hasil Analisis Pati Kulit Singkong Parameter Pati Kulit Singkong Kadar Air 9,45 % Kadar Abu 1,5 % Kadar Pati 75,9061
Lebih terperinciIII. METODOLOGI PENELITIAN
III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP) Departemen Teknik Mesin dan Biosistem Fakultas
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang mengandung karbohidrat dan sumber kalori yang cukup tinggi, sumber vitamin (A, C,
Lebih terperinci4. PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Fisik Mi Kering Non Terigu Cooking Time
4. PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Fisik Mi Kering Non Terigu 4.1.1. Cooking Time Salah satu parameter terpenting dari mi adalah cooking time yaitu lamanya waktu yang dibutuhkan untuk rehidrasi atau proses
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGERINGAN BEKATUL Proses pengeringan bekatul dilakukan dengan pengering rak karena cocok untuk bahan padat, suhu udara dapat dikontrol, dan terdapat sirkulator udara. Kipas
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. empat di dunia. Ubi jalar merupakan salah satu sumber karbohidrat dan memiliki
TINJAUAN PUSTAKA Ubi jalar ungu Indonesia sejak tahun 1948 telah menjadi penghasil ubi jalar terbesar ke empat di dunia. Ubi jalar merupakan salah satu sumber karbohidrat dan memiliki kandungan nutrisi
Lebih terperinciPEMBAHASAN 4.1.Karakteristik Fisik Mi Jagung Cooking loss
4. PEMBAHASAN 4.1.Karakteristik Fisik Mi Jagung 4.1.1. Cooking loss Menurut Kruger et al. (1996), analisa cooking loss bertujuan untuk mengetahui banyaknya padatan dari mi yang terlarut dalam air selama
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
18 HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Mutu Organoleptik Biskuit Selama Penyimpanan Uji kesukaan dan mutu hedonik merupakan salah satu cara untuk uji sensori suatu produk. Uji kesukaan dan mutu hedonik dilakukan
Lebih terperinciDalam proses ekstraksi tepung karaginan, proses yang dilakukan yaitu : tali rafia. Hal ini sangat penting dilakukan untuk memperoleh mutu yang lebih
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Ekstraksi Tepung Karaginan Dalam proses ekstraksi tepung karaginan, proses yang dilakukan yaitu : 1. Sortasi dan Penimbangan Proses sortasi ini bertujuan untuk memisahkan
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Morfologi dan Rendemen Tubuh Cangkang Kijing Lokal (Pilsbryoconcha sp.)
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Morfologi dan Rendemen Tubuh Cangkang Kijing Lokal (Pilsbryoconcha sp.) Cangkang kijing lokal yang diperoleh dari danau Teratai yang terdapat di Kec. Mananggu Kab. Boalemo
Lebih terperinciLAPORAN TUGAS AKHIR PEMBUATAN TEPUNG LABU KUNING (Cucurbita moschata)
LAPORAN TUGAS AKHIR PEMBUATAN TEPUNG LABU KUNING (Cucurbita moschata) Disusun Oleh : DINA ADELINA (I8312014) LIA RAHMAWATI RETNA NINGRUM (I8312030) PROGRAM STUDI DIII TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN 3.1 BAHAN DAN ALAT
III. METODE PENELITIAN 3.1 BAHAN DAN ALAT 3.1.1 Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tepung sukun, dan air distilata. Tepung sukun yang digunakan diperoleh dari Badan Litbang Kehutanan,
Lebih terperinciIII. METODOLOGI PENELITIAN
III. METODOLOGI PENELITIAN A. Bahan dan Alat Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah jagung pipil kering dengan varietas Pioneer 13 dan varietas Srikandi (QPM) serta bahanbahan kimia yang
Lebih terperinciHeat Moisture Treated (HMT) Influence on Corn Flour Gelatinization Profiles
PENGARUH HEAT MOISTURE TREATED (HMT) TERHADAP PROFIL GELATINISASI TEPUNG JAGUNG Heat Moisture Treated (HMT) Influence on Corn Flour Gelatinization Profiles Oke Anandika Lestari* 1, Feri Kusnandar 2, Nurheni
Lebih terperinciIV.HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan Pada penelitian pendahuluan dilakukan dua kali proses trial and error sintesis nanoselulosa dengan menggunakan metode hidrolisis kimia dan homogenisasi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat
1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat yang dewasa ini sudah banyak dikenal dan dikonsumsi oleh berbagai kalangan
Lebih terperinciBAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pragel pati singkong yang dibuat menghasilkan serbuk agak kasar
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Pembuatan Pragel Pati Singkong Pragel pati singkong yang dibuat menghasilkan serbuk agak kasar berwarna putih. Rendemen pati yang dihasilkan adalah sebesar 90,0%.
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.
I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,
Lebih terperinci2 TINJAUAN PUSTAKA. Umbi Iles-iles. Umbi Walur
2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umbi Walur (Amorphophallus campanulatus var. sylvetris) Amorphopallus campanulatus merupakan tanaman yang berbatang semu, mempunyai satu daun tunggal yang terpecah-pecah dengan tangkai
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Permintaan tapioka di Indonesia cenderung terus meningkat. Peningkatan
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Permintaan tapioka di Indonesia cenderung terus meningkat. Peningkatan permintaan tersebut karena terjadi peningkatan jumlah industri makanan dan nonmakanan
Lebih terperinci4. PEMBAHASAN 4.1. Nilai Warna Mi Non Terigu
4. PEMBAHASAN 4.1. Nilai Warna Mi Non Terigu Sistem warna Hunter L a b merupakan pengukuran warna kolorimetri pada makanan. Dalam teori ini, terdapat tahap pengalihan sinyal-antara antara reseptor cahaya
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Rekayasa Proses Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian, Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2)
I PENDAHULUAN Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,
Lebih terperinciEVALUASI MUTU MI INSTAN YANG DIBUAT DARI PATI SAGU LOKAL RIAU. Evaluation on the Quality of Instant Noodles Made From Riau Sago Starch
EVALUASI MUTU MI INSTAN YANG DIBUAT DARI PATI SAGU LOKAL RIAU Evaluation on the Quality of Instant Noodles Made From Riau Sago Starch Arfendi (0706112356) Usman Pato and Evy Rossi Arfendi_thp07@yahoo.com
Lebih terperinci4. PEMBAHASAN 4.1. Aktivitas Antioksidan
4. PEMBAHASAN 4.1. Aktivitas Antioksidan Antioksidan berperan untuk menetralkan radikal bebas dengan cara menambah atau menyumbang atom pada radikal bebas (Pokorny et al., 2001). Didukung dengan pernyataan
Lebih terperinciBAB V PEMBAHASAN 5.1 Kadar Air
BAB V PEMBAHASAN 5.1 Kadar Air Analisa kadar air dilakukan untuk mengetahui pengaruh proporsi daging dada ayam dan pisang kepok putih terhadap kadar air patties ayam pisang. Kadar air ditentukan secara
Lebih terperinciBAB III TATA LAKSANA PELAKSANAAN
BAB III TATA LAKSANA PELAKSANAAN A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Praktek Produksi Kopi Biji Salak dengan Penambahan Jahe Merah dilaksanakan pada bulan Maret-April 2016 di Laboratorium Rekayasa Proses dan
Lebih terperinciBAB III MATERI DAN METODE. substitusi tepung biji alpukat dilaksanakan pada bulan November 2016 di
15 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian analisis sifat fisik cookies berbahan baku tepung terigu dengan substitusi tepung biji alpukat dilaksanakan pada bulan November 2016 di Laboratorium Kimia dan Gizi
Lebih terperinciPati ubi kayu (tapioka)
Pengaruh Heat Moisture Treatment (HMT) Pada Karakteristik Fisikokimia Tapioka Lima Varietas Ubi Kayu Berasal dari Daerah Lampung Elvira Syamsir, Purwiyatno Hariyadi, Dedi Fardiaz, Nuri Andarwulan, Feri
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pangan dan Gizi dan Laboratorium Rekayasa Proses Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian, jurusan Ilmu
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. PENELITIAN PENDAHULUAN 4.1.1. Analisis Kandungan Senyawa Kimia Pada tahap ini dilakukan analisis proksimat terhadap kandungan kimia yang terdapat dalam temulawak kering yang
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. 6. Hipotesis Penelitian, dan 7. Waktu dan Tempat Penelitian. keperluan. Berdasarkan penggolongannya tepung dibagi menjadi dua, yaitu
I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : 1. Latar Belakang, 2. Identifikasi Masalah, 3. Maksud dan Tujuan Penelitian, 4. Manfaat Penelitian, 5. Kerangka Pemikiran, 6. Hipotesis Penelitian, dan 7. Waktu
Lebih terperinciBAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. OPTIMASI FORMULA 1. Penentuan Titik Maksimum Tahap awal dalam penelitian ini adalah penentuan titik maksimum substitusi tepung jagung dan tepung ubi jalar. Titik maksimum
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. selain sebagai sumber karbohidrat jagung juga merupakan sumber protein yang
I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis
Lebih terperinciSTUDY OF EFFECT CONDITIONING ON CORN FLOUR WITH DRY MILLING METHOD
STUDY OF EFFECT CONDITIONING ON CORN FLOUR WITH DRY MILLING METHOD Irfan Adiyatma 1 and Slamet Budijanto 2 Department of Food Science and Technology, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultural
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan meliputi pembuatan tepung jerami nangka, analisis sifat fisik dan kimia tepung jerami nangka, serta pembuatan dan formulasi cookies dari
Lebih terperinci2.6.4 Analisis Uji Morfologi Menggunakan SEM BAB III METODOLOGI PENELITIAN Alat dan Bahan Penelitian Alat
DAFTAR ISI ABSTRAK... i ABSTRACK... ii KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... v DAFTAR LAMPIRAN... vii DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR ISTILAH... x BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang...
Lebih terperinciHAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG
V. HASIL DAN PEMBAHASAN.1 Analisis Kimia.1.1 Kadar Air Hasil analisis regresi dan korelasi (Lampiran 3) menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang sangat erat antara jumlah dekstrin yang ditambahkan pada
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Uji Pembedaan Segitiga Ikan Teri (Stolephorus sp.) Kering
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Uji Pembedaan Segitiga Ikan Teri (Stolephorus sp.) Kering Uji pembedaan segitiga dilakukan untuk melihat perbedaan ikan teri hasil perlakuan dengan ikan teri komersial.
Lebih terperinciPRODUKSI CASSAVA SOUR STARCH DENGAN VARIASI MEDIA STARTER BAKTERI ASAM LAKTAT DAN LAMA FERMENTASI
PRODUKSI CASSAVA SOUR STARCH DENGAN VARIASI MEDIA STARTER BAKTERI ASAM LAKTAT DAN LAMA FERMENTASI SKRIPSI diajukan guna melengkapi tugas akhir dan memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan Pendidikan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.
I. PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung merupakan daerah penghasil ubi kayu terbesar di Indonesia.
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Provinsi Lampung merupakan daerah penghasil ubi kayu terbesar di Indonesia. Sekitar 30 % ubi kayu dihasilkan di Lampung. Produksi tanaman ubi kayu di Lampung terus meningkat
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGARUH SUHU DAN WAKTU PENGGORENGAN VAKUM TERHADAP MUTU KERIPIK DURIAN Pada tahap ini, digunakan 4 (empat) tingkat suhu dan 4 (empat) tingkat waktu dalam proses penggorengan
Lebih terperinciIV HASIL DAN PEMBAHASAN
IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISASI AWAL BAHAN Karakterisistik bahan baku daun gambir kering yang dilakukan meliputi pengujian terhadap proksimat bahan dan kadar katekin dalam daun gambir kering.
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengamatan yang dilakukan pada tepung jagung nikstamal adalah sifat
50 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tepung Jagung Nikstamal Pengamatan yang dilakukan pada tepung jagung nikstamal adalah sifat fisikokimia yang meliputi penampakan mikroskopis, kadar amilosa, kadar pati,
Lebih terperinciV. HASIL DAN PEMBAHASAN
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Air air merupakan parameter yang penting pada produk ekstrusi. air secara tidak langsung akan ikut serta menentukan sifat fisik dari produk seperti kerenyahan produk dan hal
Lebih terperinciPENDAHULUAN. penduduk sehingga terjadi masalah hal ketersediaan pangan. Ketergantungan pada
PENDAHULUAN Latar Belakang Produksi pangan di negara-negara sedang berkembang terus meningkat. Namun demikian peningkatan ini tidak seimbang dengan pertambahan jumlah penduduk sehingga terjadi masalah
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian,
I. PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,
Lebih terperinciLAMPIRAN A PROSEDUR ANALISIS. A.1. Pengujian Daya Serap Air (Water Absorption Index) (Ganjyal et al., 2006; Shimelis el al., 2006)
LAMPIRAN A PROSEDUR ANALISIS A.1. Pengujian Daya Serap Air (Water Absorption Index) (Ganjyal et al., 2006; Shimelis el al., 2006) Pengujian daya serap air (Water Absorption Index) dilakukan untuk bahan
Lebih terperinciII KAJIAN KEPUSTAKAAN. merupakan problema sampai saat ini. Di musim kemarau hijauan makanan ternak
8 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Hijauan Pakan Dalam meningkatkan meningkatkan produksi ternak, ketersediaan hijauan makanan ternak merupakan bagian yang terpenting, karena lebih dari 70% ransum ternak terdiri
Lebih terperinciPENGARUH HEAT MOISTURE TREATED (HMT) TERHADAP PROFIL GELATINISASI TEPUNG JAGUNG
PENGARUH HEAT MOISTURE TREATED (HMT) TERHADAP PROFIL GELATINISASI TEPUNG JAGUNG HEAT MOISTURE TREATED (HMT) INFLUENCE ON CORN FLOUR GELATINIZATION PROFILES Oke Anandika Lestari 1), Feri Kusnandar 2) dan
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Waktu penelitian dilaksanakan selama tiga bulan yaitu mulai dari bulan Maret hingga Mei 2011, bertempat di Laboratorium Pilot Plant PAU dan Laboratorium Teknik
Lebih terperinciBAB V PEMBAHASAN 5.1. Sifat Fisikokimia Kadar Air
BAB V PEMBAHASAN Cake beras mengandung lemak dalam jumlah yang cukup tinggi. Lemak yang digunakan dalam pembuatan cake beras adalah margarin. Kandungan lemak pada cake beras cukup tinggi, yaitu secara
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Proses Pengolahan Bumbu Pasta Ayam Goreng Proses pengolahan bumbu pasta ayam goreng meliputi tahapan sortasi, penggilingan, penumisan, dan pengentalan serta pengemasan. Sortasi
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Buah Kurma Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah kurma dalam bentuk yang telah dikeringkan dengan kadar air sebesar 9.52%. Buah kurma yang
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Cincau hijau Premna oblongifolia disebut juga cincau hijau perdu atau cincau hijau
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Cincau Hijau Cincau hijau (Premna oblongifolia) merupakan bahan makanan tradisional yang telah lama dikenal masyarakat dan digunakan sebagai isi minuman segar. Cincau hijau
Lebih terperinciMATERI DAN METOD E Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Penelitian Tahap Pertama
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Bagian Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan
Lebih terperinci3 METODE PENELITIAN. 3.1 Bahan
20 3.1 Bahan 3 METODE PENELITIAN Bahan-bahan utama penelitian adalah biji jagung lokal varietas Genjah Kodok dengan No reg. 3316 yang diperoleh dari petani di wilayah Wonogiri, Jawa Tengah (selanjutnya
Lebih terperinciKUALITAS MIE BASAH DENGAN SUBSTITUSI TEPUNG BIJI KLUWIH (Artocarpus communis G.Forst)
KUALITAS MIE BASAH DENGAN SUBSTITUSI TEPUNG BIJI KLUWIH (Artocarpus communis G.Forst) Quality of Noodle with Substitution of Kluwih (Artocarpus communis G. Forst) Seed Flour Agustina Arsiawati Alfa Putri
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil yang telah diperoleh dari penelitian yang telah dilakukan adalah
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Hasil yang telah diperoleh dari penelitian yang telah dilakukan adalah sebagai berikut: 1. Hasil pembuatan pati dari beberapa tanaman menghasilkan massa (g) yaitu ubi
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Onggok Sebelum Pretreatment Onggok yang digunakan dalam penelitian ini, didapatkan langsung dari pabrik tepung tapioka di daerah Tanah Baru, kota Bogor. Onggok
Lebih terperinciIII. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei Juni 2014 di Desa Lehan Kecamatan
III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei Juni 2014 di Desa Lehan Kecamatan Bumi Agung Kabupaten Lampung Timur dan Laboratorium Rekayasa Bioproses dan Pasca
Lebih terperinci4 HASIL DAN PEMBAHASAN
14 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan glukosamin hidroklorida (GlcN HCl) pada penelitian ini dilakukan melalui proses hidrolisis pada autoklaf bertekanan 1 atm. Berbeda dengan proses hidrolisis glukosamin
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bakso merupakan salah satu produk olahan daging khas Indonesia, yang banyak digemari oleh semua lapisan masyarakat dan mempunyai nilai gizi yang tinggi karena kaya akan
Lebih terperinciPengaruh Jenis dan Konsentrasi Larutan Perendam terhadap Rendemen Gelatin
4. PEMBAHASAN Dalam penelitian ini dilakukan proses ekstraksi gelatin dari bahan dasar berupa cakar ayam broiler. Kandungan protein dalam cakar ayam broiler dapat mencapai 22,98% (Purnomo, 1992 dalam Siregar
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA A. TEPUNG BERAS B. TEPUNG BERAS KETAN
II. TINJAUAN PUSTAKA A. TEPUNG BERAS Beras merupakan bahan pangan pokok masyarakat Indonesia sejak dahulu. Sebagian besar butir beras terdiri dari karbohidrat jenis pati. Pati beras terdiri dari dua fraksi
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. pengolahan, penanganan dan penyimpanan (Khalil, 1999 dalam Retnani dkk, 2011).
22 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Berat Jenis Berat jenis merupakan perbandingan antara massa bahan terhadap volumenya. Berat jenis memegang peranan penting dalam berbagai proses pengolahan, penanganan dan
Lebih terperinci