HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian. Tabel 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran selama fermentasi Hari Fermentasi

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian. Tabel 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran selama fermentasi Hari Fermentasi"

Transkripsi

1 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Selama fermentasi berlangsung terjadi perubahan terhadap komposisi kimia substrat yaitu asam amino, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral, selain itu juga terjadi perubahan ph, kelembaban, aroma dan beberapa gizi lainnya (Paderson, 1971). Secara umum pertumbuhan kapang Aspergillus niger pada substrat terdiri dari pengamatan deskriptif meliputi perubahan warna menjadi hitam, rasa hangat, adanya spora pada substrat dan perubahan aroma menjadi asam. Tabel 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran selama fermentasi Hari Fermentasi Perlakuan R 1 R 2 R * ++* 4 ++* +++* +++** 5 +++* +++** +++** 6 +++** +++** +++*** Keterangan: - = belum terlihat adanya pertumbuhan, + = hifa tumbuh sekitar 25%, tidak merata, ++ = hifa tumbuh sekitar 60%, tidak merata, +++ = hifa tumbuh merata dipermukaan substrat dan tebal, * = spora tumbuh sekitar 25%, ** = spora tumbuh sekitar 40%, *** = spora tumbuh sekitar 60% Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran (Tabel 3) hari ke-0 belum terlihat adanya hifa ataupun spora Aspergillus niger pada semua perlakuan yaitu R1, R2, dan R3. Pada hari ke-1 setiap perlakuan mulai terlihat adanya hifa yang tumbuh tidak merata sekitar 25%. Hari ke-2, perlakuan R1 dan R2 hifa yang tumbuh sekitar 25%, sedangkan perlakuan R3 hifa yang tumbuh lebih banyak daripada perlakuan R1 dan R2. Pertumbuhan hifa terus meningkat pada hari ke-3, akan tetapi perlakuan R2 dan R3 mulai terlihat adanya spora yang tumbuh pada substrat sekitar 25%. Pada hari ke-4, hifa yang tumbuh di setiap perlakuan sudah diikuti dengan adanya spora, akan tetapi perlakuan R3 hifa yang tumbuh sudah merata dan terlihat 22

2 tebal serta spora yang tumbuh sekitar 40%. Hifa yang tumbuh sudah merata di permukaan substrat dan terlihat tebal pada hari ke-5 serta pertumbuhan spora sekitar 25-40%. Setelah hari ke-6 spora yang tumbuh semakin banyak pada setiap perlakuan sekitar 40-60%. Pertumbuhan kapang juga dipengaruhi oleh ph, suhu, dan kebutuhan oksigen yang diatur cermat (Smith et.al., 1980). Pengamatan suhu juga dilakukan selama proses fermentasi berlangsung. Pada awal fermentasi suhu fermentasi sekitar o C. Setelah 12 jam kemudian terjadi peningkatan suhu sekitar 1-3 o C yang menunjukkan adanya aktivitas biologis dari kapang, walaupun demikian belum terlihat adanya pertumbuhan kapang pada awal fermentasi. Suhu terus meningkat selama proses fermentasi berlangsung sejalan dengan meningkatnya massa sel kapang. Pada saat tersebut berturut-turut mulai terlihat adanya hifa, misellium dan adanya spora pada permukaan substrat. Peningkatan suhu ini disebabkan karena dalam pertumbuhannya, kapang menggunakan karbohidrat sebagai sumber karbon. Pemecahan karbon ini diikuti dengan pembebasan energi dalam bentuk panas, CO 2 dan H 2 O. Gambar 7. Grafik Perubahan Suhu Selama Fermentasi Pada hari ke-6 proses fermentasi, suhu mulai menurun. Perubahan suhu selama proses fermentasi dapat dilihat pada Gambar 7. Hal ini diduga pertumbuhan dan aktivitas kapang di dalam substrat mulai mengalami penurunan karena jumlah sel-sel yang mati lebih banyak daripada sel-sel yang hidup. Pada saat tersebut juga ketersediaan sumber karbon yang dibutuhkan oleh kapang juga mulai berkurang. Menurut Fardiaz (1989) menyatakan bahwa Aspergillus niger merupakan mikroba mesofilik dengan pertumbuhan maksimum pada suhu 35-37ºC. 23

3 Pemanenan hasil fermentasi wheat bran dengan kapang Aspergillus niger dilakukan pada lama fermentasi enam hari. Disaat tersebut terlihat misellium telah menyebar rata dipermukaan substrat yang menyebabkan tekstur substrat terikat kompak dan spora kapang semakin banyak terbentuk. Menurut penelitian Putri et al. (2009) lama fermentasi Aspergillus niger yang terbaik adalah selama enam hari. Perubahan Kandungan Nutrient Wheat Bran yang Difermentasi Berbagai Level Starter Aspergillus niger Bahan Kering Bahan kering (BK) merupakan berat suatu bahan setelah dilakukan pengeringan pada suhu 105ºC (Suparjo, 2000). Bahan kering sering dipengaruhi jumlah kadar air suatu bahan. Selama proses fermentasi berlangsung, terjadi perombakan terhadap bahan-bahan penyusun media yang disebabkan oleh aktivitas mikroba. Perombakan tersebut dapat mengakibatkan perubahan bahan kering. Tabel 4. Pengaruh Pemberian Level Starter Aspergillus niger pada Kandungan Bahan Kering Wheat Bran ± ± ± ± ±1.53 b 49.12±0.33 a 48.74±2.80 a 48.39±2.42 a Hasil analisis statistik perlakuan penggunaan level starter Aspergillus niger terhadap perubahan bahan bahan kering menunjukan berbeda nyata (P<0.01) (Tabel 4). Perubahan ini dikarenakan adanya penyusutan bahan kering selama proses fermentasi (Tabel 5). Wheat bran tanpa fermentasi mempunyai bahan kering lebih tinggi dibandingkan wheat bran fermentasi. Fermentasi dengan level 0.2% menghasilkan bahan kering yang tidak berbeda nyata dengan level 0.4 dan 0.6%. 24

4 Tabel 5. Penyusutan Bahan Kering Wheat Bran Fermentasi ±1.35 a 40.03±3.26 a 40.39±2.55 a Perubahan bahan kering ini dikarenakan adanya perombakan bahan organik terutama karbohidrat untuk dijadikan sumber energi bagi pertumbuhan dan aktivitas kapang Aspergillus niger. Karbohidrat tersebut akan dipecah melalui suatu degradasi dari gula monosakarida yaitu glukosa menjadi asam piruvat, kemudian dilanjutkan sampai terbentuk energi. Selain itu juga, perubahan bahan kering tidak hanya memanfaatkan karbohidrat akan tetapi lemak juga dapat dimanfaatkan dengan baik oleh kapang Aspergillus niger sebagai sumber energi bagi pertumbuhannya. Dari hasil proses tersebut akan diperoleh hasil sampingan berupa CO 2 dan H 2 O (Fardiaz, 1988). Menurut Mirwandhono dan Zulfikar (2004), menyatakan bahwa Apergillus niger sampai fermentasi 6 hari masih melakukan perombakan bahan kering yang ditandai dengan masih tumbuhnya miselia sehingga terjadi perubahan bahan kering. Adanya perubahan bahan kering wheat bran setelah proses fermentasi diduga karena pertumbuhan Aspergillus niger yang baik, hal ini mengindikasikan nutrisi yang terkandung dalam bahan kering wheat bran dirombak oleh Aspergillus niger untuk mendapatkan energi yang cukup. Perubahan bahan kering juga terkait dengan perubahan kadar air terjadi akibat evaporasi, hidrolisis substrat atau produksi air metabolis (Gervais, 2008). Mirwandhono dan Zulfikar (2004) menyatakan limbah kelapa sawit yang difermentasi dengan Aspergillus niger mengalami perubahan bahan kering sekitar 20-37%. Thanh dan Wu (1976) menyatakan bahwa pertumbuhan kapang yang maksimal perlu ditunjang dengan kandungan nutrient dasar yang merupakan sumber karbon, nitrogen, energi, mineral, dan vitamin. 25

5 Kadar Abu Kandungan abu dalam bahan makanan mencerminkan kandungan mineral yang terdapat dalam bahan makanan tersebut, walaupun nilai abu tidak dapat dipakai sebagai indeks untuk menentukan jumlah unsur-unsurnya. Tabel 6. Pengaruh Pemberian Level starter Aspergillus niger pada Kandungan Kadar Abu Wheat Bran (% BK) ± ± ± ± ±1.68 b 8.07±0.73 a 8.23±0.50 a 7.97±0.36 a Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa perlakuan level fermentasi berbeda nyata (P<0.05) terhadap peningkatan kadar abu wheat bran. Wheat bran fermentasi mempunyai kadar abu berbeda nyata lebih tinggi dibandingkan wheat bran tanpa fermentasi (Tabel 6). Fermentasi dengan level 0.2% menghasilkan kadar abu yang tidak berbeda nyata dengan level 0.4 dan 0.6%. Kadar abu wheat bran fermentasi dengan Aspergillus niger mengalami peningkatan sebesar 2.14% pada level 0.2%, 2.30% pada level 0.4%, dan 2.04% pada level 0.6% (Tabel 6). Peningkatan persentase kadar abu disebabkan karena banyaknya miselium kapang yang tumbuh dan perubahan persentase bahan organik substrat. Perubahan bahan organik ini erat kaitannya dengan perubahan berat kering substrat. Semakin tinggi perubahan bahan kering, maka perubahan bahan organik substrat juga akan semakin besar. Hal ini disebabkan karena bahan organik yang terdiri dari protein, karbohidrat, dan lemak dimanfaatkan oleh kapang untuk keperluan pertumbuhan dan pembentukan massa sel. Peningkatan persentase kadar abu juga disebabkan karena penggunaan bahan anorganik. Penggunaan bahan anorganik berfungsi mencukupi kebutuhan Aspergillus niger akan nitrogen terpenuhi yang nantinya dibutuhkan dalam pertumbuhan. Akan 26

6 tetapi, pada penelitian ini kebutuhan Aspergillus niger akan nitrogen tidak tercukupi karena tidak adanya penambahan bahan anorganik sehingga mengakibatkan pertumbuhan kapang yang tidak maksimal. Menurut Thanh dan Wu (1976) menyatakan bahwa pertumbuhan kapang yang maksimal perlu ditunjang dengan kandungan nutrient dasar yang merupakan sumber karbon, nitrogen, energi, mineral, dan vitamin. Protein Kasar Fermentasi adalah aplikasi metabolisme mikroba untuk mengubah bahan baku menjadi produk yang bernilai lebih tinggi, seperti asam-asam organik, protein sel tunggal, antibiotika, dan biopolymer, protein mikroba ini kemudian dikenal dengan sebutan Single Cell Protein (SCP) atau protein sel tunggal. Protein sel tunggal adalah istilah yang digunakan untuk protein kasar atau murni yang berasal dari mikroorganisme, seperti bakteri, khamir, kapang, ganggang, dan protozoa. Tabel 7. Pengaruh Pemberian Level starter Aspergillus niger pada Kandungan Protein Kasar Wheat Bran (% BK) ± ± ± ± ±0.72 b 20.69±0.19 a 20.81±0.38 a 21.06±0.20 a Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa perlakuan level fermentasi berbeda nyata (P<0.01) terhadap peningkatan kandungan protein kasar wheat bran. Wheat bran fermentasi mempunyai kandungan protein kasar berbeda nyata lebih tinggi dibandingkan wheat bran tanpa fermentasi (Tabel 7). Fermentasi dengan level 0.2% menghasilkan kandungan protein kasar yang tidak berbeda nyata dengan level 0.4 dan 0.6%. 27

7 Kandungan protein kasar wheat bran fermentasi dengan Aspergillus niger mengalami peningkatan sebesar 3.65% pada level 0.2%, 3.77% pada level 0.4%, dan 4.02% pada level 0.6% (Tabel 7). Peningkatan kandungan protein juga dilaporkan oleh Zurriyati (1995) bahwa protein murni elod sagu meningkat sebesar 14,97% dari 1,52% menjadi 16,49% setelah fermentasi dengan Aspergillus niger. Peningkatan kandungan protein fermentasi diakibatkan karena terjadinya perubahan bahan kering, dan peningkatan protein juga berasal dari kapang Aspergillus niger dikarenakan tubuh kapang terdiri dari elemen yang mengandung nitrogen. Selain itu, enzim yang dihasilkan oleh kapang juga merupakan protein (Noferdiman et. al., 2008). Menurut Perlman (1979), enzim ekstraseluler yang dihasilkan di dalam sel mikroba dan dikeluarkan dari sel ke medium fermentasi untuk menghidrolisis dan mendegradasi komponen kompleks substrat menjadi senyawa yang lebih sederhana yang mudah larut dan lebih mudah diserap oleh mikroba, selanjutnya akan dapat membantu pertumbuhan dan perkembangbiakan mikroba itu sendiri. Sehingga mikroba dapat memberikan kontribusi terhadap peningkatan kandungan protein substrat sebagai protein sel. Menurut Saono (1974) sel kapang mengandung protein sebesar 13-44%. Pertumbuhan kapang Aspergillus niger dapat optimal bila ditunjang dengan komposisi media fermentasi (media untuk tumbuh) yang baik, oleh karena itu penambahan bahan anorganik sangat diperlukan karena untuk merangsang pertumbuhan Aspergillus niger. Jamarun et al. (2001) menjelaskan bahwa kapang yang mempunyai pertumbuhan dan perkembang biakan yang baik akan merubah lebih banyak komponen penyusun media menjadi suatu massa sel, sehingga akan terbentuk protein yang berasal dari tubuh kapang itu sendiri dan dapat meningkatkan protein kasar dari bahan. Sehingga dengan adanya penambahan bahan anorganik dan semakin besar penambahan bahan anorganik dapat semakin meningkatkan kadar protein. Akan tetapi, pada penelitian ini tidak menggunakan penambahan bahan anorganik sehingga dapat dilihat bahwa peningkatan kadar protein kasar tidak maksimal. Kapang dalam pertumbuhannya menggunakan karbon dan nitrogen untuk komponen sel tubuhnya (Musnandar, 2004). 28

8 Serat kasar Serat kasar merupakan bagian dari karbohidrat. Kandungan serat kasar dipengaruhi oleh intensitas pertumbuhan miselia kapang, kemampuan kapang memecah serat kasar untuk memenuhi kebutuhan energi, dan kehilangan bahan kering selama fermentasi. Pertumbuhan miselia kapang dapat meningkatkan kandungan serat kasar karena terbentuknya dinding sel yang mengandung selulosa (Shurtleff dan Aoyagi, 1979). Dinding sel terdiri dari karbohidrat, seperti selulosa, hemiselulosa, pektin, dan bagian non karbohidrat (Winarno et al, 1983). Tabel 8. Pengaruh Pemberian Level starter Aspergillus niger pada Kandungan Serat Kasar Wheat Bran (% BK) ± ± ± ± ±0.50 b 20.79±0.23 a 20.98±0.34 a 21.01±0.39 a Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa kandungan serat kasar wheat bran berbeda nyata (P<0.01) dipengaruhi oleh perlakuan level fermentasi. Wheat bran fermentasi mempunyai kandungan serat kasarnya berbeda nyata lebih tinggi dibandingkan wheat bran tanpa fermentasi (Tabel 8). Fermentasi dengan level 0.2% menghasilkan kandungan serat kasar yang tidak berbeda nyata dengan level 0.4 dan 0.6%. Kandungan serat kasar wheat bran fermentasi dengan Aspergillus niger mengalami peningkatan sebesar 2.96% pada level 0.2%, 3.15% pada level 0.4%, dan 3.18% pada level 0.6% (Tabel 8). Wheat bran mengandung serat kasar (selulosa) yang tinggi sehingga hal ini mendukung enzim pemecah serat seperti enzim selulase bekerja aktif memecah serat, peningkatan serat kasar yang relatif sedikit dibandingkan dengan perubahan bahan kering selama fermentasi berlangsung. Hal ini, disebabkan karena sejalan dengan terjadinya pemecahan serat, terbentuk pula dinding sel mikroba yang juga 29

9 mengandung selulosa. Selain itu, lama waktu inkubasi menyebabkan meningkatnya kesempatan Aspergillus niger untuk melakukan fermentasi. Menurut Mirwandhono, et al. (2006), menyatakan bahwa fermentasi 2 sampai 4 hari dapat menurunkan serat kasar, akan tetapi pada fermentasi 6 hari serat kasar kembali mengalami peningkatan serat kasar seiring dengan pertumbuhan jamur yang semakin pesat. Penambahan bahan anorganik saat fermentasi dapat meningkatkan pertumbuhan kapang yang optimal dan akan mempengaruhi kandungan serat kasar. Hal ini dapat mempengaruhi produksi enzim selulase yang ada dalam kapang, sehingga selama proses fermentasi diperlukan ketersediaan nitrogen yang cukup Perkembangan kapang yang optimal dapat menyebabkan produksi enzim selulosa yang optimal. Akan tetapi, pada penelitian ini tidak menggunakan penambahan bahan anorganik sehingga pertumbuhan dan perkembangan kapang tidak optimal. Lemak Kasar Lemak adalah kelompok senyawa heterogen yang masih berkaitan, baik secara aktual maupun potensial dengan asam lemak. Lipid mempunyai sifat umum yang relatif tidak larut dalam air dan larut dalam pelarut non polar seperti eter, kloroform, dan benzena. Lemak berfungsi sebagai sumber energi yang efisien secara langsung dan secara potensial bila disimpan dalam jaringan adipose, lemak juga berfungsi sebagai pelarut yang membantu dalam penyerapan vitamin yang larut dalam lemak. Tabel 9. Pengaruh Pemberian Level starter Aspergillus niger pada Kandungan Lemak Kasar Wheat Bran (% BK) ± ± ± ± ±0.25 b 1.05±0.22 a 1.00±0.17 a 0.95±0.25 a 30

10 Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa perlakuan level fermentasi memberikan pengaruh yang berbeda nyata (P<0.01) terhadap kandungan lemak kasar wheat bran. Wheat bran fermentasi kandungan lemak kasarnya berbeda nyata lebih rendah dibandingkan wheat bran tanpa fermentasi (9). Fermentasi dengan level 0.2% menghasilkan kandungan lemak kasar yang tidak berbeda nyata dengan level 0.4 dan 0.6%. Kandungan lemak kasar wheat bran fermentasi dengan Aspergillus niger mengalami penurunan sebesar 1.67% pada level 0.2%, 1.72% pada level 0.4%, dan 1.77% pada level 0.6%. Penurunan kadar lemak disebabkan oleh adanya perubahan bahan kering selama proses fermentasi berlangsung, serta adanya pemanfaatan sebagai energi untuk pertumbuhan dan perkembangan kapang membentuk massa sel. Penurunan kandungan lemak kasar wheat bran terfermentasi ini sesuai dengan penelitian Mirwandhono et al.(2006) bahwa penambahan Aspergillus niger selama 6 hari kandungan lemak kasar semakin turun karena kapang telah mencapai pertumbuhan yang eksponensial sehingga laju pertumbuhan populasi kapang mulai mengalami penurunan. Menurut Miskiyah (2006), penurunan lemak disebabkan karena Aspergillus niger dapat memproduksi enzim lipase sehingga lemak yang terkandung di dalam bahan dapat menurun. Suhartono (1989) dan Wang et al. (1996), selain menggunakan karbohidrat sebagai sumber energi, kapang juga dapat memanfaatkan lemak sebagai sumber energi untuk pertumbuhannya. Energi untuk pertumbuhan kapang dapat berasal dari karbohidrat, protein, lemak, mineral, dan zat lain pada substrat (wheat bran). Kapang merupakan mikroorganisme oleaginous yang paling tepat untuk menghasilkan lemak dibandingkan dengan bakteri dan khamir. Hal ini disebabkan karena kapang lebih mudah ditangani, dapat mendegradasi sumber karbon (C) yang kompleks dan mampu tumbuh cepat pada limbah serta dapat menghasilkan berbagai asam lemak (Sumanti et al., 2009). BETN (Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen) Bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN) merupakan karbohidrat yang mudah larut. BETN terdiri dari pati, gula, dan sakarida lainnya. Kandungan BETN suatu pakan tergantung pada komponen lainnya, yaitu abu, protein kasar, serat kasar, dan lemak kasar. 31

11 Tabel 10. Pengaruh Pemberian Level starter Aspergillus niger pada Kandungan BETN Wheat Bran (% BK) ± ± ± ± ±1.74 a 49.40±0.86 b 48.99±0.87 b 49.02±0.58 b Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa perlakuan level fermentasi memberikan pengaruh yang berbeda nyata (P<0.01) terhadap kandungan BETN wheat bran. Wheat bran fermentasi kandungan BETNnya berbeda nyata lebih rendah dibandingkan wheat bran tanpa fermentasi (Tabel 10). Fermentasi dengan level 0.2% menghasilkan kandungan BETN yang tidak berbeda nyata dengan level 0.4 dan 0.6%. Kandungan BETN wheat bran fermentasi dengan Aspergillus niger mengalami penurunan sebesar 7.09% pada level 0.2%, 7.50% pada level 0.4%, dan 7.47% pada level 0.6%. Penurunan BETN ini sejalan dengan pertumbuhan kapang Aspergillus niger, dimana dalam pertumbuhannya kapang memerlukan karbohidrat. Karbohidrat mudah larut ini dirombak oleh kapang Aspergillus niger sebagai energi untuk pertumbuhannya. Selama proses fermentasi, kapang Aspergillus niger memanfaatkan karbohidrat dan lemak substrat untuk mensuplai energi yang dibutuhkan dalam pertumbuhan. BETN merupakan karbohidrat mudah larut, sehingga akan terlebih dahulu dimanfaatkan oleh kapang Aspergillus niger untuk tumbuh sehingga BETN akan mengalami penurunan setelah proses fermentasi dilakukan oleh kapang. Menurut Hermana et al. (2010), bakteri anaerob akan merombak BETN menjadi asam lemak terbang pada proses fermentasi. Hal ini sesuai dengan penelitian Purwanti (2012) bahwa setelah proses fermentasi kandungan nutrient onggok mengalami penurunan BETN dari 89.09% menjadi 79.97%. 32

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Onggok merupakan limbah padat agro industri pengolahan ubi kayu menjadi tepung tapioka. Ketersedian onggok yang melimpah merupakan salah satu faktor menjadikan onggok sebagai pakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Wheat Bran (Dedak Gandum Kasar)

TINJAUAN PUSTAKA. Wheat Bran (Dedak Gandum Kasar) TINJAUAN PUSTAKA Wheat Bran (Dedak Gandum Kasar) Wheat bran atau yang lebih dikenal dedak gandum kasar, merupakan hasil samping proses penggilingan gandum menjadi tepung terigu. Azhar (2002) menyatakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Produk Fermentasi Fermentasi merupakan teknik yang dapat mengubah senyawa kompleks seperti protein, serat kasar, karbohidrat, lemak dan bahan organik lainnya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHSAN. 4.1 Pengaruh Tingkat Peggunaan Probiotik terhadap ph

HASIL DAN PEMBAHSAN. 4.1 Pengaruh Tingkat Peggunaan Probiotik terhadap ph IV HASIL DAN PEMBAHSAN 4.1 Pengaruh Tingkat Peggunaan Probiotik terhadap ph Derajat keasaman (ph) merupakan salah satu faktor penting yang perlu diperhatikan pada saat proses fermentasi. ph produk fermentasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kedudukan taksonomi kapang Rhizopus oligosporus menurut Lendecker

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kedudukan taksonomi kapang Rhizopus oligosporus menurut Lendecker 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Kapang Rhizopus oligosporus Kedudukan taksonomi kapang Rhizopus oligosporus menurut Lendecker & Moore (1996) adalah sebagai berikut : Kingdom Divisio Kelas Ordo

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dalam meningkatkan ketersediaan bahan baku penyusun ransum. Limbah

TINJAUAN PUSTAKA. dalam meningkatkan ketersediaan bahan baku penyusun ransum. Limbah TINJAUAN PUSTAKA Ampas Sagu Pemanfaatan limbah sebagai bahan pakan ternak merupakan alternatif dalam meningkatkan ketersediaan bahan baku penyusun ransum. Limbah mempunyai proporsi pemanfaatan yang besar

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Onggok Sebelum Pretreatment Onggok yang digunakan dalam penelitian ini, didapatkan langsung dari pabrik tepung tapioka di daerah Tanah Baru, kota Bogor. Onggok

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakterisasi Tepung Onggok Karakterisasi tepung onggok dapat dilakukan dengan menganalisa kandungan atau komponen tepung onggok melalui uji proximat. Analisis proximat adalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan salah satu faktor penentu utama yang mempengaruhi produksi

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan salah satu faktor penentu utama yang mempengaruhi produksi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pakan merupakan salah satu faktor penentu utama yang mempengaruhi produksi ternak ruminansia. Pakan ruminansia sebagian besar berupa hijauan, namun persediaan hijauan semakin

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Singkong (Manihot utilissima) adalah komoditas tanaman pangan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Singkong (Manihot utilissima) adalah komoditas tanaman pangan yang 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Potensi Tanaman Singkong Tanaman Singkong (Manihot utilissima) adalah komoditas tanaman pangan yang cukup potensial di Indonesia selain padi dan jagung. Tanaman singkong termasuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pakan sangat penting bagi kesuksesan peternakan unggas karena dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pakan sangat penting bagi kesuksesan peternakan unggas karena dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pakan sangat penting bagi kesuksesan peternakan unggas karena dalam budidaya ternak unggas secara intensif biaya pakan menduduki urutan pertama yaitu mencapai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. membuat kita perlu mencari bahan ransum alternatif yang tersedia secara

I. PENDAHULUAN. membuat kita perlu mencari bahan ransum alternatif yang tersedia secara I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ayam broiler merupakan salah satu ternak yang penting dalam memenuhi kebutuhan protein hewani masyarakat. Ransum merupakan faktor yang penting dalam peningkatan produksi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Limbah industri gula tebu terdiri dari bagas (ampas tebu), molases, dan blotong.

I. PENDAHULUAN. Limbah industri gula tebu terdiri dari bagas (ampas tebu), molases, dan blotong. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Limbah industri gula tebu terdiri dari bagas (ampas tebu), molases, dan blotong. Pemanfaatan limbah industri gula tebu sebagai pakan alternatif merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini pengembangan di bidang peternakan dihadapkan pada masalah kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini pengembangan di bidang peternakan dihadapkan pada masalah kebutuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat ini pengembangan di bidang peternakan dihadapkan pada masalah kebutuhan pakan, yang mana ketersedian pakan khususnya untuk unggas harganya dipasaran sering

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Perubahan Kualitas Gizi Kulit Kopi Keterbatasan pemanfaatan bahan baku yang berasal dari limbah agroindustri yaitu keberadaan serat kasar yang tinggi dan zat anti nutrisi,

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Hasil analisis proksimat bahan uji sebelum dan sesudah diinkubasi disajikan pada Tabel 2. Hasil analisis proksimat pakan uji ditunjukkan pada Tabel 3. Sementara kecernaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sekitar 60% biaya produksi berasal dari pakan. Salah satu upaya untuk menekan

I. PENDAHULUAN. sekitar 60% biaya produksi berasal dari pakan. Salah satu upaya untuk menekan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pakan merupakan faktor utama penentu keberhasilan usaha peternakan, karena sekitar 60% biaya produksi berasal dari pakan. Salah satu upaya untuk menekan biaya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang diberikan kepada ternak untuk memenuhi kebutuhan zat makanan yang

I. PENDAHULUAN. yang diberikan kepada ternak untuk memenuhi kebutuhan zat makanan yang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pakan adalah campuran berbagai macam bahan organik dan anorganik yang diberikan kepada ternak untuk memenuhi kebutuhan zat makanan yang diperlukan bagi pertumbuhan, perkembangan,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Hal tersebut menjadi masalah yang perlu diupayakan melalui. terurai menjadi bahan anorganik yang siap diserap oleh tanaman.

I PENDAHULUAN. Hal tersebut menjadi masalah yang perlu diupayakan melalui. terurai menjadi bahan anorganik yang siap diserap oleh tanaman. 1 I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang Salah satu limbah peternakan ayam broiler yaitu litter bekas pakai pada masa pemeliharaan yang berupa bahan alas kandang yang sudah tercampur feses dan urine (litter broiler).

Lebih terperinci

IV PEMBAHASAN. 4.1 Kandungan Protein Produk Limbah Udang Hasil Fermentasi Bacillus licheniformis Dilanjutkan oleh Saccharomyces cereviseae

IV PEMBAHASAN. 4.1 Kandungan Protein Produk Limbah Udang Hasil Fermentasi Bacillus licheniformis Dilanjutkan oleh Saccharomyces cereviseae 25 IV PEMBAHASAN 4.1 Kandungan Protein Produk Limbah Udang Hasil Fermentasi Bacillus licheniformis Dilanjutkan oleh Saccharomyces cereviseae Rata-rata kandungan protein produk limbah udang hasil fermentasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan usaha peternakan,

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan usaha peternakan, I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pakan merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan usaha peternakan, lebih dari separuh biaya produksi digunakan untuk memenuhi kebutuhan pakan, oleh karena itu penyediaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tahu merupakan salah satu makanan yang digemari dan mudah dijumpai

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tahu merupakan salah satu makanan yang digemari dan mudah dijumpai 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tahu merupakan salah satu makanan yang digemari dan mudah dijumpai di Indonesia selain tempe. Tahu juga sering dijadikan sebagai lauk-pauk karena rasanya yang enak

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan

PENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pakan menjadi salah satu faktor penentu dalam usaha peternakan, baik terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan tercapai bila mendapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. peternakan, karena lebih dari separuh biaya produksi digunakan untuk memenuhi

I. PENDAHULUAN. peternakan, karena lebih dari separuh biaya produksi digunakan untuk memenuhi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pakan merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan usaha peternakan, karena lebih dari separuh biaya produksi digunakan untuk memenuhi kebutuhan pakan. Oleh karena

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. peningkatan ketersediaan bahan pakan. Bahan-bahan pakan konvensional yang

I. PENDAHULUAN. peningkatan ketersediaan bahan pakan. Bahan-bahan pakan konvensional yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peningkatan jumlah populasi dan produksi unggas perlu diimbangi dengan peningkatan ketersediaan bahan pakan. Bahan-bahan pakan konvensional yang selalu ada di dalam ransum

Lebih terperinci

PERUBAHAN KANDUNGAN NUTRIENT WHEAT BRAN YANG DIFERMENTASI MENGGUNAKAN LEVEL STARTER Aspergillus niger YANG BERBEDA SKRIPSI SUCI MERLINA

PERUBAHAN KANDUNGAN NUTRIENT WHEAT BRAN YANG DIFERMENTASI MENGGUNAKAN LEVEL STARTER Aspergillus niger YANG BERBEDA SKRIPSI SUCI MERLINA PERUBAHAN KANDUNGAN NUTRIENT WHEAT BRAN YANG DIFERMENTASI MENGGUNAKAN LEVEL STARTER Aspergillus niger YANG BERBEDA SKRIPSI SUCI MERLINA DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. atau sampai kesulitan mendapatkan hijauan makanan ternak (HMT) segar sebagai

I. PENDAHULUAN. atau sampai kesulitan mendapatkan hijauan makanan ternak (HMT) segar sebagai I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Peternak Indonesia pada umumnya sering mengalami permasalahan kekurangan atau sampai kesulitan mendapatkan hijauan makanan ternak (HMT) segar sebagai pakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ditumbuhkan dalam substrat. Starter merupakan populasi mikroba dalam jumlah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ditumbuhkan dalam substrat. Starter merupakan populasi mikroba dalam jumlah 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fermentasi Fermentasi merupakan suatu proses perubahan kimia pada suatu substrat organik melalui aktivitas enzim yang dihasilkan oleh mikroorganisme (Suprihatin, 2010). Proses

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tempe merupakan produk pangan tradisional Indonesia berbahan dasar kacang

I. PENDAHULUAN. Tempe merupakan produk pangan tradisional Indonesia berbahan dasar kacang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Tempe merupakan produk pangan tradisional Indonesia berbahan dasar kacang kedelai (Glycine max) yang diolah melalui proses fermentasi oleh kapang. Secara umum,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menentukan keberhasilan dalam kegiatan budidaya ikan. Kebutuhan pakan ikan

I. PENDAHULUAN. menentukan keberhasilan dalam kegiatan budidaya ikan. Kebutuhan pakan ikan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketersediaan pakan yang cukup, berkualitas, dan berkesinambungan sangat menentukan keberhasilan dalam kegiatan budidaya ikan. Kebutuhan pakan ikan akan meningkat seiring

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada kegiatan pemeliharaan ikan, salah satu hal yang perlu diperhatikan adalah pemberian pakan. Pakan merupakan faktor penting dalam usaha budidaya ikan intensif dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kulit kacang hijau dan pecahan-pecahan tauge kacang hijau (Christiana, 2012). Tauge

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kulit kacang hijau dan pecahan-pecahan tauge kacang hijau (Christiana, 2012). Tauge 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Limbah Tauge Kacang Hijau Limbah tauge kacang hijau merupakan sisa produksi tauge yang terdiri dari kulit kacang hijau dan pecahan-pecahan tauge kacang hijau (Christiana,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. luas. Salah satu faktor yang mempengaruhi produksi ayam broiler adalah pakan

I. PENDAHULUAN. luas. Salah satu faktor yang mempengaruhi produksi ayam broiler adalah pakan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ayam broiler mempunyai potensi yang besar dalam memberikan sumbangan terhadap pemenuhan kebutuhan konsumsi protein hewani masyarakat Indonesia, karena sifat proses produksi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering 33 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering Hasil penelitian mengenai pengaruh biokonversi biomassa jagung oleh mikroba Lactobacillus plantarum, Saccharomyces cereviseae,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan bahan yang sangat penting dalam kehidupan manusia dan fungsinya tidak pernah digantikan oleh senyawa lain. Sebuah molekul air terdiri dari sebuah atom

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. PREPARASI SUBSTRAT DAN ISOLAT UNTUK PRODUKSI ENZIM PEKTINASE Tahap pengumpulan, pengeringan, penggilingan, dan homogenisasi kulit jeruk Siam, kulit jeruk Medan, kulit durian,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian

I. PENDAHULUAN. Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian I. PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jumlah pasar tradisional yang cukup banyak menjadikan salah satu pendukung

I. PENDAHULUAN. Jumlah pasar tradisional yang cukup banyak menjadikan salah satu pendukung I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Jumlah pasar tradisional yang cukup banyak menjadikan salah satu pendukung tersedianya sampah khususnya sampah organik. Sampah organik yang berpeluang digunakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. utama MOL terdiri dari beberapa komponen yaitu karbohidrat, glukosa, dan sumber

II. TINJAUAN PUSTAKA. utama MOL terdiri dari beberapa komponen yaitu karbohidrat, glukosa, dan sumber 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mikroorganisme Lokal (MOL) Mikroorganisme lokal (MOL) adalah mikroorganisme yang dimanfaatkan sebagai starter dalam pembuatan pupuk organik padat maupun pupuk cair. Bahan utama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Ikan merupakan salah satu hewan yang banyak dibudidayakan oleh

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Ikan merupakan salah satu hewan yang banyak dibudidayakan oleh 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan merupakan salah satu hewan yang banyak dibudidayakan oleh masyarakat Indonesia karena memiliki potensi keuntungan yang menjanjikan. Seiring dengan meningkatnya

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakterisasi awal blotong dan sludge pada penelitian pendahuluan menghasilkan komponen yang dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Karakteristik blotong dan sludge yang digunakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kadar Nutrien Berbagai Jenis Rumput Kadar nutrien masing-masing jenis rumput yang digunakan berbeda-beda. Kadar serat dan protein kasar paling tinggi pada Setaria splendida, kadar

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Limbah Sayuran Menurut Peraturan Pemerintah No. 18/1999 Jo PP 85/1999, limbah didefinisikan sebagai buangan dari suatu usaha atau kegiatan manusia. Salah satu limbah yang banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejak beberapa tahun terakhir ini Indonesia mengalami penurunan

BAB I PENDAHULUAN. Sejak beberapa tahun terakhir ini Indonesia mengalami penurunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak beberapa tahun terakhir ini Indonesia mengalami penurunan produksi minyak bumi nasional yang disebabkan oleh berkurangnya cadangan minyak bumi di Indonesia. Cadangan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Penelitian Masalah yang sering dihadapi oleh peternak ruminansia adalah keterbatasan penyediaan pakan baik secara kuantitatif, kualitatif, maupun kesinambungannya sepanjang

Lebih terperinci

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Penelitian Tahap Pengaruh Fermentasi terhadap Kandungan Energi Bruto

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Penelitian Tahap Pengaruh Fermentasi terhadap Kandungan Energi Bruto IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Penelitian Tahap 1 4.1.1. Pengaruh Fermentasi terhadap Kandungan Energi Bruto Fermentasi merupakan aktivitas mikroba untuk memperoleh energi yang diperlukan dalam

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil Perubahan kandungan nutrisi daun mata lele Azolla sp. sebelum dan sesudah fermentasi dapat disajikan pada Gambar 1. Gambar1 Kandungan nutrisi daun mata lele Azolla

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Ransum Berdasarkan hasil analisa proksimat, kandungan zat makanan ransum perlakuan disajikan pada Tabel 10. Terdapat adanya keragaman kandungan nutrien protein, abu

Lebih terperinci

rv. HASIL DAN PEMBAHASAN

rv. HASIL DAN PEMBAHASAN rv. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kadar Air Rata-rata kadar air kukis sagu MOCAL dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Hasil uji lanjut DNMRT terhadap kadar air kukis (%) SMO (Tepung sagu 100%, MOCAL 0%) 0,331"

Lebih terperinci

II. TELAAH PUSTAKA. bio.unsoed.ac.id

II. TELAAH PUSTAKA. bio.unsoed.ac.id II. TELAAH PUSTAKA Koloni Trichoderma spp. pada medium Malt Extract Agar (MEA) berwarna putih, kuning, hijau muda, dan hijau tua. Trichoderma spp. merupakan kapang Deutromycetes yang tersusun atas banyak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam menjalankan usaha peternakan pakan selalu menjadi permasalahan

I. PENDAHULUAN. Dalam menjalankan usaha peternakan pakan selalu menjadi permasalahan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam menjalankan usaha peternakan pakan selalu menjadi permasalahan utama yang dialami oleh peternak. Hal tersebut dikarenakan harga pakan yang cukup mahal yang disebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Singkong atau ubi kayu merupakan salah satu bahan makanan pokok di Indonesia. Banyak sekali produk olahan yang berasal dari singkong, salah satunya adalah tepung

Lebih terperinci

Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN

Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN Berbagai jenis makanan dan minuman yang dibuat melalui proses fermentasi telah lama dikenal. Dalam prosesnya, inokulum atau starter berperan penting dalam fermentasi.

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian, dan (1.7) Waktu dan

I PENDAHULUAN. (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian, dan (1.7) Waktu dan I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang Penelitian, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. kelapa sawit terbesar di dunia. Luas perkebunan sawit di Indonesia dari tahun ke

1. PENDAHULUAN. kelapa sawit terbesar di dunia. Luas perkebunan sawit di Indonesia dari tahun ke 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bungkil inti sawit (BIS) merupakan salah satu hasil samping agroindustri dari pembuatan minyak inti sawit. Perkebunan sawit berkembang pesat di Asia Tenggara, termasuk

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Utama dan (3) Tepung yang Terpilih Setelah Fermentasi

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Utama dan (3) Tepung yang Terpilih Setelah Fermentasi IV HASIL DAN PEMBAHASAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Penelitian Pendahuluan, (2) Penelitian Utama dan (3) Tepung yang Terpilih Setelah Fermentasi 4.1. Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pusat Statistik pada tahun 2011 produksi tanaman singkong di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Pusat Statistik pada tahun 2011 produksi tanaman singkong di Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Produksi tanaman singkong di Indonesia sangat tinggi, menurut Badan Pusat Statistik pada tahun 2011 produksi tanaman singkong di Indonesia mencapai 24.044.025 ton

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai mata pencaharian sebagai petani. Salah satu contoh sektor

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai mata pencaharian sebagai petani. Salah satu contoh sektor BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya mempunyai mata pencaharian sebagai petani. Salah satu contoh sektor pertanian yang memiliki produksi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pemecahan masalah biaya tinggi pada industri peternakan. Kelayakan limbah pertanian

I. PENDAHULUAN. pemecahan masalah biaya tinggi pada industri peternakan. Kelayakan limbah pertanian 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. Pemanfaatan limbah pertanian sebagai pakan ternak merupakan salah satu cara pemecahan masalah biaya tinggi pada industri peternakan. Kelayakan limbah pertanian dijadikan

Lebih terperinci

Uji Nilai Nutrisi Kulit Ubi Kayu yang Difermentasi dengan Aspergillus niger (Nutrient Value Test of Cassava Tuber Skin Fermented by Aspergillus niger)

Uji Nilai Nutrisi Kulit Ubi Kayu yang Difermentasi dengan Aspergillus niger (Nutrient Value Test of Cassava Tuber Skin Fermented by Aspergillus niger) Edhy Mirwandhono, Irawati Bachari, dan Darwanto Situmorang: Uji Nilai Nutrisi Kulit Ubi Kayu yang Uji Nilai Nutrisi Kulit Ubi Kayu yang Difermentasi dengan Aspergillus niger (Nutrient Value Test of Cassava

Lebih terperinci

Hasil. rumen domba. efektivitas. cairan Aktifitas enzim (UI/ml/menit) , Protease. Enzim

Hasil. rumen domba. efektivitas. cairan Aktifitas enzim (UI/ml/menit) , Protease. Enzim 22 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Uji Efektivitas Cairan Rumen Domba Penelitian Tahap 1 dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui volume enzim cairan rumen domba dan lama waktu inkubasi yang tepat untuk penurunan

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. tersebut serta tidak memiliki atau sedikit sekali nilai ekonominya (Sudiarto,

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. tersebut serta tidak memiliki atau sedikit sekali nilai ekonominya (Sudiarto, 8 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Limbah Ternak 2.1.1. Deksripsi Limbah Ternak Limbah didefinisikan sebagai bahan buangan yang dihasilkan dari suatu proses atau kegiatan manusia dan tidak digunakan lagi pada

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. diinkubasi dengan pembungkus daun Jati (Tectona grandis L.). Koji lamtoro yang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. diinkubasi dengan pembungkus daun Jati (Tectona grandis L.). Koji lamtoro yang digilib.uns.ac.id BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan kecap melalui 2 tahap fermentasi, yaitu fermentasi koji dan moromi. Pada tahap fermentasi koji, koji dengan variasi inokulum ragi tempe dan usar

Lebih terperinci

5.1 Total Bakteri Probiotik

5.1 Total Bakteri Probiotik V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Total Bakteri Probiotik Berdasarkan hasil pengamatan (Lampiran 3) menunjukkan bahwa perlakuan penambahan bakteri L. acidophilus pada perbandingan tepung bonggol pisang batu

Lebih terperinci

SUPARJO Laboratorium Makanan Ternak Fakultas Peternakan Univ. Jambi PENDAHULUAN

SUPARJO Laboratorium Makanan Ternak Fakultas Peternakan Univ. Jambi PENDAHULUAN SUPARJO jatayu66@yahoo.com Laboratorium Makanan Ternak Fakultas Peternakan Univ. Jambi PENDAHULUAN P enyediaan bahan pakan pada hakekatnya bertujuan untuk memenuhi kebutuhan ternak akan zat-zat makanan.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi Nutrien Biskuit Rumput Lapang dan Daun Jagung Komposisi nutrien diperlukan untuk mengetahui kandungan zat makanan yang terkandung di dalam biskuit daun jagung dan rumput

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar merupakan jenis umbi-umbian yang dapat digunakan sebagai pengganti

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar merupakan jenis umbi-umbian yang dapat digunakan sebagai pengganti I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ubi jalar merupakan jenis umbi-umbian yang dapat digunakan sebagai pengganti makanan pokok karena mengandung karbohidrat sebesar 27,9 g yang dapat menghasilkan kalori sebesar

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. padat (feses) dan limbah cair (urine). Feses sebagian besar terdiri atas bahan organik

PENDAHULUAN. padat (feses) dan limbah cair (urine). Feses sebagian besar terdiri atas bahan organik I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan sapi perah selain menghasilkan air susu juga menghasilkan limbah. Limbah tersebut sebagian besar terdiri atas limbah ternak berupa limbah padat (feses) dan limbah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dicampurkan dengan bahan-bahan lain seperti gula, garam, dan bumbu,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dicampurkan dengan bahan-bahan lain seperti gula, garam, dan bumbu, BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecap Kedelai 1. Definisi Kecap Kedelai Kecap merupakan ekstrak dari hasil fermentasi kedelai yang dicampurkan dengan bahan-bahan lain seperti gula, garam, dan bumbu, dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nutrisi makanan. Sehingga faktor pakan yang diberikan pada ternak perlu

BAB I PENDAHULUAN. nutrisi makanan. Sehingga faktor pakan yang diberikan pada ternak perlu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Produktivitas ternak dipengaruhi oleh berbagai faktor salah satunya adalah pakan. Davendra, (1993) mengungkapkan bahwa pertumbuhan dan perkembangan berat badan maupun

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Nutrien

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Nutrien HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Nutrien Konsumsi pakan merupakan faktor penting untuk menentukan kebutuhan hidup pokok dan produksi karena dengan mengetahui tingkat konsumsi pakan maka dapat ditentukan kadar

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. sehat juga semakin meningkat. Produk-produk fermentasi bisa berasal dari berbagai

I PENDAHULUAN. sehat juga semakin meningkat. Produk-produk fermentasi bisa berasal dari berbagai I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Penelitian, dan (6) Hipotesis Penelitian.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. peternak dengan sistem pemeliharaan yang masih tradisional (Hoddi et al.,

PENDAHULUAN. Latar Belakang. peternak dengan sistem pemeliharaan yang masih tradisional (Hoddi et al., PENDAHULUAN Latar Belakang Sebagian besar populasi ternak sapi di Indonesia dipelihara oleh petani peternak dengan sistem pemeliharaan yang masih tradisional (Hoddi et al., 2011). Usaha peningkatan produktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diantaranya adalah padi dan singkong. Indonesia dengan luas area panen ha

BAB I PENDAHULUAN. diantaranya adalah padi dan singkong. Indonesia dengan luas area panen ha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai Negara agraris memiliki produk pertanian yang melimpah, diantaranya adalah padi dan singkong. Indonesia dengan luas area panen 13.769.913 ha dan produktivitas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang mengandung karbohidrat dan sumber kalori yang cukup tinggi, sumber vitamin (A, C,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. penampilan barang dagangan berbentuk sayur mayur yang akan dipasarkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. penampilan barang dagangan berbentuk sayur mayur yang akan dipasarkan 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi Limbah Sayuran Limbah sayuran pasar merupakan bahan yang dibuang dari usaha memperbaiki penampilan barang dagangan berbentuk sayur mayur yang akan dipasarkan (Muwakhid,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Gambar 2 menunjukkan adanya penambahan biomass dari masing-masing ikan uji. Biomass rata-rata awal ikan uji perlakuan A (0 ml/kg) adalah sebesar 46,9 g sedangkan pada

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. banyak dimanfaatkan secara luas. Hasilnya 15,5 miliar butir kelapa per tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. banyak dimanfaatkan secara luas. Hasilnya 15,5 miliar butir kelapa per tahun BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara tropis penghasil kelapa dengan produksi air kelapa mencapai 15,5 miliar butir per tahun. Indonesia mempunyai potensi yang sangat besar sebagai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah kota pada umumnya didominasi oleh sampah organik ± 70% sebagai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah kota pada umumnya didominasi oleh sampah organik ± 70% sebagai 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Limbah Sayuran Limbah kota pada umumnya didominasi oleh sampah organik ± 70% sebagai konsekuensi logis dari aktivitas serta pemenuhan kebutuhan penduduk kota. Berdasarkan sumber

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisa Proksimat Batang Sawit Tahapan awal penelitian, didahului dengan melakukan analisa proksimat atau analisa sifat-sifat kimia seperti kadar air, abu, ekstraktif, selulosa

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kualitas Pakan Fermentasi Parameter kualitas fisik pakan fermentasi dievaluasi dari tekstur, aroma, tingkat kontaminasi jamur dan tingkat keasaman (ph). Dari kedua bahan pakan yang

Lebih terperinci

15... Stand ar Amilase Nilai Aktifitas Enzim Amilase Anali sis Statistik Aktifitas Enzim Amilase... 50

15... Stand ar Amilase Nilai Aktifitas Enzim Amilase Anali sis Statistik Aktifitas Enzim Amilase... 50 15... Stand ar Amilase... 48 16... Nilai Aktifitas Enzim Amilase... 49 17... Anali sis Statistik Aktifitas Enzim Amilase... 50 18... Hasil Analisa Total Koloni Kapang, Jamur, Bakteri... 53 19... Doku mentasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Deskripsi Bakteri Acetobacter xylinum Kedudukan taksonomi bakteri Acetobacter xylinum menurut Holt & Hendrick (1994) adalah sebagai berikut : Divisio Klass Ordo Subordo Famili

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pertumbuhan dan Pertambahan Bobot Ternak Domba. Definisi pertumbuhan yang paling sederhana adalah perubahan ukuran yang

TINJAUAN PUSTAKA. Pertumbuhan dan Pertambahan Bobot Ternak Domba. Definisi pertumbuhan yang paling sederhana adalah perubahan ukuran yang 3 TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan dan Pertambahan Bobot Ternak Domba Definisi pertumbuhan yang paling sederhana adalah perubahan ukuran yang meliputi perubahan berat hidup, bentuk, dimensi linear dan komposisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan energi dunia saat ini telah bergeser dari sisi penawaran ke sisi

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan energi dunia saat ini telah bergeser dari sisi penawaran ke sisi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengelolaan energi dunia saat ini telah bergeser dari sisi penawaran ke sisi permintaan. Artinya, kebijakan energi tidak lagi mengandalkan pada ketersediaan pasokan

Lebih terperinci

Fermentasi Lemna sp. Sebagai Bahan Pakan Ikan Untuk Meningkatkan Penyediaan Sumber Protein Hewani Bagi Masyarakat

Fermentasi Lemna sp. Sebagai Bahan Pakan Ikan Untuk Meningkatkan Penyediaan Sumber Protein Hewani Bagi Masyarakat 1 Fermentasi Lemna sp. Sebagai Bahan Pakan Ikan Untuk Meningkatkan Penyediaan Sumber Protein Hewani Bagi Masyarakat Irfan Zidni 1, Iskandar 2, Yuli Andriani 2, 1 Staf Pengajar di Fakultas Perikanan dan

Lebih terperinci

PERLAKUAN PENYEDUHAN AIR PANAS PADA PROSES FERMENTASI SINGKONG DENGAN ASPERGILLUS NIGER

PERLAKUAN PENYEDUHAN AIR PANAS PADA PROSES FERMENTASI SINGKONG DENGAN ASPERGILLUS NIGER PKMI-1-15-1 PERLAKUAN PENYEDUHAN AIR PANAS PADA PROSES FERMENTASI SINGKONG DENGAN ASPERGILLUS NIGER Pratiwi Erika, Sherly Widjaja, Lindawati, Fransisca Frenny Fakultas Teknobiologi, Universitas katolik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perikanan budidaya air tawar di Indonesia memiliki prospek yang cerah, terutama setelah terjadinya penurunan produksi perikanan tangkap. Permintaan produk akuakultur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tongkol jagung merupakan limbah tanaman yang setelah diambil bijinya tongkol jagung tersebut umumnya dibuang begitu saja, sehingga hanya akan meningkatkan jumlah

Lebih terperinci

KOMPOSISI PAKAN DAN TUBUH HEWAN

KOMPOSISI PAKAN DAN TUBUH HEWAN 1 KOMPOSISI PAKAN DAN TUBUH HEWAN M.K. Pengantar Ilmu Nutrisi Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan IPB Zat makanan adalah unsur atau senyawa kimia dalam pangan / pakan yang dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman sawi merupakan jenis sayuran yang sering dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Menurut Hamli (2015) salah satu jenis tanaman sayuran yang mudah dibudidayakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dicetak dengan mengeluarkan dari die melalui proses mekanik (Nilasari, 2012).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dicetak dengan mengeluarkan dari die melalui proses mekanik (Nilasari, 2012). 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pellet dan Kualitas Pellet Pellet adalah bahan baku pakan yang telah dicampur, dikompakkan dan dicetak dengan mengeluarkan dari die melalui proses mekanik (Nilasari, 2012).

Lebih terperinci

dari reaksi kimia. d. Sumber Aseptor Elektron

dari reaksi kimia. d. Sumber Aseptor Elektron I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pertumbuhan didefenisikan sebagai pertambahan kuantitas konstituen seluler dan struktur organisme yang dapat dinyatakan dengan ukuran, diikuti pertambahan jumlah, pertambahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan peningkatan permintaan daging kambing, peternak harus

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan peningkatan permintaan daging kambing, peternak harus I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Seiring dengan peningkatan permintaan daging kambing, peternak harus memikirkan ketersediaan pakan. Pakan merupakan komponen biaya terbesar dalam pemeliharaan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. baik dalam bentuk segar maupun kering, pemanfaatan jerami jagung adalah sebagai

TINJAUAN PUSTAKA. baik dalam bentuk segar maupun kering, pemanfaatan jerami jagung adalah sebagai II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jerami Jagung Jerami jagung merupakan sisa dari tanaman jagung setelah buahnya dipanen dikurangi akar dan sebagian batang yang tersisa dan dapat diberikan kepada ternak, baik

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. kebutuhan zat makanan ternak selama 24 jam. Ransum menjadi sangat penting

PENDAHULUAN. kebutuhan zat makanan ternak selama 24 jam. Ransum menjadi sangat penting 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ransum merupakan campuran bahan pakan yang disusun untuk memenuhi kebutuhan zat makanan ternak selama 24 jam. Ransum menjadi sangat penting dalam pemeliharaan ternak,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Serat Kasar. Kecernaan serat suatu bahan pakan penyusun ransum akan mempengaruhi

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Serat Kasar. Kecernaan serat suatu bahan pakan penyusun ransum akan mempengaruhi IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Serat Kasar Kecernaan serat suatu bahan pakan penyusun ransum akan mempengaruhi keseluruhan kecernaan ransum. Nilai kecernaan yang paling

Lebih terperinci

UKDW I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jamur merang (Volvariella volvacea) merupakan salah satu spesies jamur

UKDW I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jamur merang (Volvariella volvacea) merupakan salah satu spesies jamur 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur merang (Volvariella volvacea) merupakan salah satu spesies jamur pangan yang banyak dibudidayakan di Asia Timur dan Asia Tenggara. Beberapa kelebihan yang dimiliki

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. sebagai penghasil telur dan daging sehingga banyak dibudidayakan oleh

PENDAHULUAN. sebagai penghasil telur dan daging sehingga banyak dibudidayakan oleh I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ayam kampung merupakan salah satu jenis unggas lokal yang berpotensi sebagai penghasil telur dan daging sehingga banyak dibudidayakan oleh masyarakat terutama yang bertempat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. di daerah yang minim nutrisi. Rumput gajah membutuhkan sedikit atau tanpa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. di daerah yang minim nutrisi. Rumput gajah membutuhkan sedikit atau tanpa 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Rumput Gajah Rumput Gajah (Pennisetum purpureum) adalah tanaman yang dapat tumbuh di daerah yang minim nutrisi. Rumput gajah membutuhkan sedikit atau tanpa tambahan nutrien

Lebih terperinci