BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN"

Transkripsi

1 BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN Penelitian ini bertujuan menganalisis dampak perubahan struktur ekonomi terhadap shuktur penyerapan tenaga keja di lndonesia pada periode tahun 1980 sampai 1993, dan proyeksinya sampai tahun Seperti diketahui, bonanza minyak pada tahun 1970an telah berakhir dan telah berhasil mendukung pembangunan ekonomi di negara-negara industri. Sebagai akibat dari 'oil-ctisid semua negara industri dan negara-negara penghasil minyak seperti lndonesia mulai melakukan adjustment dan mencari sumber-sumber baru sebagai altematif untuk mempertahankan pertumbuhan ekonomi. lndonesia merupakan negara sedang berkembang yang berhasil melakukan proses penyesuaian untuk mempertahankan pertumbuhan ekonomi yang stabil setelah era bonanza minyak. Penelitian ini menganalisis sebagian dimensi utama dari adjustment yang telah berhasil merubah struktur ekonomi dan menganalisis dampaknya terhadap struktur penyerapan tenaga. keja. Permasalahan utama yang dianalisis adalah sampai berapa jauh pencapaian titik balik ekonomi akan dibarengi dengan pencapaian titik balik tenaga keja. Titik balik ekonomi diukur dengan keseimbangan peran sektor pertanian dan manufaktur dalam pembentukan Produk Domestik Bruto, sedangkan titik balik tenaga keja diukur dengan keseimbangan peran sektor pertanian dan manufaktur dalam menyerap tenaga keja. Penelitian ini dilaksanakan dengan membangun model inter-industti dan dekomposisinya yang dapat menjelaskan struktur ekonomi; membangun model tenaga keja untuk analisis struktur tenaga kerja dan membangun model proyeksi

2 untuk analisis keadaan ekonomi dan tenaga keja di masa yang akan datang; menganalisis dampak perubahan struktur ekonomi dan dekomposisinya terhadap struktur penyerapan tenaga keja; dan menganalisis dampak atternatif kebijakan terhadap perubahan struktur ekonomi dan struktur penyerapan tenaga keja sampai tahun Penelitian ini berhasil: (1) membangun model inter-industri dan dekomposisinya untuk analisis struktur ekonomi yang didasari oleh pemikiran Chenery; (2) membangun model tenaga keja untuk analisis struktur tenaga keja yang didasari pemikiran WOW dan Howell; (3) membangun model proyeksi ekonomi dan tenaga keja untuk simulasi altematif kebijakan; (4) menyatukan model ekonomi dan tenaga keja untuk analisis pergeseran struktur periode dan mengidentifikasi faktor-faktor penghambat pencapaian titik balik tenaga keja; (5) menggunakan pengelompokkan okupasi untuk analisis tenaga keja; (6) memproyeksikan keadaan ekonomi dan tenaga keja. Pelaksanaan penelitian ini menggunakan dua sumber data. Pertama data ekonomi Indonesia tahun 1980, 1985, 1990 dan 1993, dari Tabel lnput-output: Kedua, data tenaga keja bersumber dari Sensus Penduduk 1980 dan 1990; dan Suwei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) 1985 dan 1995.

3 7.1 Kesirnpulan Penelitian Kesimpulan disajikan berdasarkan pengelompokkan mode!, ekonomi dan tenaga keja sebagai berikut : Model 1. Model ekonomi inter-industri dibangun untuk menangkap pergerakan perubahan struktur ekonomi. Model dekomposisi digunakan untuk mengidentifikasi dampak langsung dan tidak langsung dari perubahan struktur makro ekonomi terhadap perrnintaan akhir, output dan tenaga keja. Analisis dekomposisi Lnput- Output memungkinkan untuk menjelaskan adanya signal perubahan sistem produksi selarna periode analisis, terutarna yang berkaitan dengan perubahan-pembahan koefisien teknis, organisasi produksi dan perdagangan antar sektor. 2. Model tenaga keja dibangun dari inter-industrial employment matrix. digunakan untuk mengkaitkan analisis perubahan struktur ekonorni dengan struktur penyerapan tenaga keja. Dari hasil analisis diketahui penyebaran penyerapan tenaga keja sektoral. Untuk analisis lebih lanjut digunakan matriks okupasi sektoral dan matriks pendidikan sektoral. 3. Model proyeksi ekonomi dan tenaga keja dibangun dengan menggunakan metode RAS dengan implementasi menggunakan program Visual Basic Q pada Microsoft Excel untuk analisis ekonomi dan tenaga keja sampai tahun 2019.

4 Ekonomi 1. Perubahan struktur ekonomi Indonesia tejadi dari ekonomi yang bertumpu pada sektor pertanian kepada ekonomi yang bertumpu pada sektor manufaktur dan jasa. Sektor tekstil, pakaian jadi dan barang dari kulit, dan sektor kimia, minyak bumi, batu bara, karet dan plastik menjadi dominan pada tahun 1993, dan sebagai leading growth sector yang menggantikan eksistensi sektor pertambangan yang mempunyai peranan kuat pada periode sebelumnya. Pergeseran struktur ekonomi ini dianalisis berdasarkanr rincian: total output, permintaan akhir, input antara, dan nilai tambah. Pertumbuhan sektor industti kimia, minyak bumi, batu bara, karet dan piastik sangat kuat pada dekade ini dan mempunyai dampak yang luas pada profil industly-mix dari ekonomi. Sementara itu. peranan sektor manufaktur meningkat pada pembentukan Produk Domestik Bruto sebagai akibat meningkatnya peranan ekspor untuk memenuhi perrnintaan akhir. 2. Perubahan struktur ekonomi juga berarti perubahan struktur Input- Output yang diindai dengan perubahan struktur biaya produksi, dan perubahan output multiplier. Biaya produksi terdiri dari biaya tenaga keja, biaya kapital, biaya input antara, surplus usaha dan biaya lain-lain. Hampir semua sektor mengalami peningkatan biaya tenaga kerja per unit output meskipun dibeberapa sub sektor industri dan jasa rnenunjukkan penurunan. Biaya tenaga kerja apabila dibagi dengan jumlah tenaga keja merupakan upah rata-rata tenaga keja yang relatif lebih kecil di sektor industri dibandingkan dengan di sektor pertanian. 3. Dan sudut pandang demand-dnwn, komponen ekspor merupakan mesin pertumbuhan dalam ekonomi pada periode analisis. Kondisi ini ditunjukkan bukan saja dari peningkatan kontribusi ekspor pada pembentukan PDB (dampak

5 langsung), tetapi juga dari perilaku total output yang dipengaruhi oleh ekspor (dampak tidak langsung). 4. Konsumsi dalam negeri mempunyai output multiplier tertinggi diantara semua komponen permintaan akhir, yaitu mencapai 31 persen pada tahun Output multiplier investasi dan ekspor masing-masing sebesar 19 persen dan 14 persen. Jadi, konsumsi domestik mempunyai kekuatan yang besar dalam menstimulasikan pertumbuhan ekonomi keseluruhan dibandingkan dengan investasi dan ekspor. 5. Dengan mengamati komposisi ekspor dan impor lndonesia secara keselu~han dari tahun 1980 hingga tahun 1993, maka dapat dikatakan bahwa ekonomi lndonesia belum menunjukkan posisi kuat sebagai negara industri baru. Ekspor barang-barang hasil sektor industri masih relatif kecil. Selain itu komposisi impor lndonesia terbesar adalah untuk industri logam mesin dan industri kimia. Kondisi ini menunjukkan bahwa pada awal era industtialisasi lndonesia belum dapat menghasilkan komoditi yang diperlukan untuk menunjang proses produksi bejalan. 6. Perubahan struktur permintaan akhir (C, G, K, E dan M) telah mendorong perubahan struktur ekonomi dari ekonomi yang didominasi oleh sektor pertanian ke ekonomi yang mengandalkan sektor manufaktur dan jasa yang mampu menghasilkan nilai tambah yang lebih tinggi. Meskipun tingkat efisiensi dalam penggunaan material untuk proses produksi tidak memperlihatkan nilai yang positif, tetapi kenyataannya tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi tetap didukung oleh sektor industri kimia dan industri pengolahan minyak bumi yang material intensif. 7. Perturnbuhan sektoral akan menstimulasi labih banyak penintaan akhir dan permintaan produksi sebagai input antara. Analisis dekomposisi memperlihatkan bahwa perturnbuhan output semua sektor yang mengalami darnpak

6 negatif dari adanya perubahan koefisien teknis mempunyai dampak pertumbuhan proporsional yang lebih kecil; sementara pertumbuhan output yang mengalami dampak positif dari adanya perubahan koefisien teknis, mempunyai tingkat pertumbuhan sektor melebihi pertumbuhan proponional-nya. 8. Output multiplier sektor manufaktur (kecuali pertambangan) relatif lebih tinggi dibandingkan dengan sektor pertanian dan sektor jasa-jasa. Artinya, dampak peningkatan 1 unit permintaan akhir sektor manufaktur terhadap output sektor yang benangkutan lebih besar dibandingkan dampak di sektor pertanian dan jasa. Sektor perdagangan dan jasa mempunyai output multiplier yang meningkat terus menerus selama periode 1980 dan Kondisi ini menunjukkan peningkatan biaya input antara dari jasa produksi dan good intensjtyjasa-jasa. Dilain pihak, output multiplier sektor komunikasi menurun karena penurunan input antara perunit output. Keadaan ini memberi indikasi bahwa sektor komunikasi mengalami perubahan koefisien teknis yang cukup berarti dan telah berhasil meningkatkan efisiensi penggunaan input materi. 9. Dengan menggunakan alternatif kebijakan dapat disusun analisis proyeksi ekonomi berdasarkan tiga skenario (rendah, menengah dan tinggi). Diperoleh kesimpulan bahwa konsumsi domestik tetap mendominasi pertumbuhan ekonomi sampai tahun 2019, peranan pengeluaran pemerintah menurun, dan perdagangan intemasional tetap memegang peranan penting dalam ekonomi. Meskipun peranan nilai produksi dan nilai tambah sektor pertanian lebih kecil dibandingkan dengan peranan sektor manufaktur dan jasa, tetapi eksistensi sektor pertanian tetap dominan dalam penyerapan tenaga keja selama periode proyeksi.

7 Tenaga Kerja 1. Sejalan dengan pergeseran struktur produksi, terjadi pula pewbahan struktur penyerapan tenaga keja rneskipun tidak terialu besar'dan masih tetap di dominasi oleh sektor pertanian. Kontribusi sektor pertanian dalarn penyerapan tenaga keja rnenurun dari 57.7 persen pada tahun 1980 rnenjadi 44.8 persen pada tahun Meskipun penyerapan tenaga keja di semor rnanufaktur pada periode 1980 sampai 1993 rata-rata rneningkat, tetapi peningkatan peranannya belum dapat mengirnbangi peranan sektor pertanian. Sehingga titik balik penyerapan tenaga keja baru tercapai setelah tahun Beberapa kondisi penyebab terlambatnya pencapaian titik balik tenaga keja selarna periode diuraikan berikut ini. 2. Kondisi awal (tahun 1980) kemampuan daya serap tenaga keja di sektor manufaktur adalah kecil (13.7 penen) dibandingkan dengan kemampuan daya serap sektor pertanian (57.7 persen). Jadi kalau diasurnsikan titik balik tenaga keja akan tercapai pada saat kontribusi kedua sektor ini dalarn penyerapan tenaga keja adalah seimbang. maka akan sangat sulit tercapai dalarn waktu singkat. Sektor pertanian tidak dapat secara drastis rnenutunkan daya serap tenaga kejanya karena nature masyarakat Indonesia adalah rnasyarakat agraris yang mengandalkan rnatapencaharian dari sektor pertanian. Disisi lain, sektor rnanufaktur tidak dapat didorong dengan cepat peranan penyerapan tenaga kejanya karena memerlukan investasi besar untuk mengembangkan sektor ini dan mernerlukan teknologi relatif lebih padat modal dibandingkan sektor pertanian. 3. Apabila konsurnsi dornestik banyak mendorong terciptanya output, maka kornponen ini juga banyak rnenciptakan kesempatan kerja meskipun pada jurnlah yang relatif rnenurun dari 75 penen pada tahun 1980 rnenjadi 55 persen pada tahun Meskipun kornponen ekspor dan investasi juga rnemberi kontribusi pada

8 penciptaan kesernpatan keja yang relatif besar, tetapi sektor-sektor padat karya relatif berkurang eksistensinya selarna periode Hal ini juga rnenjadi penyebab larnbatnya pencapaian titik balik tenaga keja. 4. Dan analisis ekonorni diketahui bahwa kondisi tingkat upah rata-rata yang ditunjukkan dengan biaya per tenaga keja di sektor manufaktur tidak cukup mendorong pergeseran tenaga keja dari sektor pertanian. Biaya tenaga keja di sektor pertanian mencapai penen antara tahun tetapi biaya tenaga keja sektor rnanufaktur hanya rnencapai 9-12 persen untuk tahun Rendahnya biaya tenaga keja dan rendahnya tingkat upah rata-rata di sektor manufaktur tidak rnarnpu menjadi insentif bagi pergeseran tenaga keja dari sektor pertanian ke sektor rnanufaktur. Kondisi ini juga rnenjadi pengharnbat percepatan pergeseran tenaga ke ja. 5. Perubahan koefisien input tenaga keja rnenyebabkan tejadinya perubahan keterkaitan tenaga keja. Sektor pertanian rnempunyai indeks keterkaitan kedepan tertinggi yaitu sebesar 4.6 pada tahun 1980 menjadi 4.5 pada tahun 1993, sedangkan sektor industri pengolahan hanya rnernpunyai indeks keterkaitan kedepan' sebesar 2.1 pada tahun 1980 rnenjadi 0.6 pada tahun Sektor yang mempunyai keterkaitan kebelakang terbesar adalah sektor industri logarn rnesin yaitu sebesar 1.4 pada tahun 1980 rnenjadi 1.3 pada tahun Analisis indeks keterkaitan tenaga keja ini rnernberi indikasi lernahnya daya dorong penciptaan kesernpatan keja dari sektor rnanufaktur dibandingkan sektor pertanian. lndeks keterkaitan kedepan menunjukkan besaran daya penciptaan kesernpatan keja karena naiknya output sektor bersangkutan, sedangkan indeks keterkaitan kebelakang menunjukkan besaran ketergantungan sektor ini pada ketersediaan tenaga keja disektor lain. Sifat

9 dari sektor ini rnemberikan alasan kenapa daya serap tenaga keja di sektor manufaktur hanya keul sedangkan disektor pertanian relatif besar. 6. Apabila diamati darnpak penciptaan kesernpatan keja langsung rnenunjukkan banyaknya kesernpatan keja yang diciptakan karena kenaikan satu unit permintaan akhir, dan darnpak kesernpatan keja tidak langsung sebagai dampak kesernpatan kerja putaran kedua, rnaka secara urnum peranan komponen permintaan akhir pada penyerapan tenaga keja langsung relatif lebih besar dibandingkan dengan penyerapan tenaga keja tidak langsungnya. Kemudian, pengeluaran konsurnsi rnasyarakat rnengakibatkan penciptaan kesernpatan kerja langsung di sektor pertanian relatif besar rnencapai diatas 60 persen selama periode 1980 sarnpai 1993, sedangkan penciptaan kesernpatan keja tidak langsungnya antara persen. Untuk kornponen pengeluaran pernerintah, darnpak kesempatan kerja langsung terbanyak adalah disektor pertanian, sedangkan darnpak tidak langsung terbesar juga ada di sektor pertanian. Pola yang sarna berlaku untuk kornponen perubahan stock dan ekspor. Hanya komponen pembentukan modal tetap saja yang mempunyai pengaruh besar pada sektor manufaktur. Sehingga,' disimpulkan bahwa sektor pertanian rnernang rnernpunyai kekuatan sebagai penyerap tenaga ke ja terbesar baik langsung rnaupun tidak langsung. 7. Perkernbangan sektor manufaktur telah berhasil menarik tenaga kerja untuk pindah dari sektor pertanian. Tetapi perpindahan yang mencenninkan pergeseran tenaga kerja ini relatif bejalan larnbat karena tenaga keja sektor pertanian yang pindah kesektor rnanufaktur dituntut untuk rnerniliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Urnurnnya, tenaga keja disektor pertanian hanya berpendidikan SD yang ditunjukkan dengan dorninasi tenaga keja lulusan SD kebawah di sektor pertanian. Meskipun di sektor industri masih diperlukan tenaga keja dengan tingkat

10 pendidikan SD tetapi persyaratan pekejaan di sektor rnanufaktur relatif lebih tinggi yang ditunjukkan dengan banyaknya tenaga kerja lulusan lebih tinggi dad SD di sektor rnanufaktur. Penyesuaian tingkat pendidikan tenaga kerja ini rnemdukan waktu relatif lama. 8. Tenaga keja sektor pertanian yang pindah ke sektor rnanufaktur dituntut rnernpunyai tingkat ketrampilan yang lebih tinggi. Umumnya, tenaga kerja di sektor pertanian hanya memiliki ketrampilan sebagai klerk (Wasifikasi okupasi 4) yang ditunjukkan dengan dominasi jenis okupasi ini di sektor pertanian. Sektor manufaktur rnensyaratkan tingkat ketrampilan lebih tinggi yaitu sebagai tenaga keja trarnpil (Wasifikasi okupasi 2) yang ditunjukkan dengan dorninasi tenaga kerja jenis ini. Pergeseran tenaga keja dari sektor pertanian ke sektor industri harus disertai dengan pernbekalan ketrarnpilan baru. Pembekalan ketrarnpilan baru ini tidak dapat berlangsung dengan cepat, membutuhkan waktu untuk mengikuti pelatihan, untuk adaptasi dan rnernerlukan perubahan sikap dan mental kerja. Larnbatnya pmduk pelatihan untuk alih profesi ini rnenyebabkan larnbatnya pencapaian titik balik tenaga ke ja. 9. Meskipun tejadi keterlarnbatan pencapaian titik balik tenaga keja pada periode , tetapi dengan menggunakan alternatif kebijakan untuk simulasi perhitungan pmyeksi dengan tiga skenario (rendah, rnenengah dan tinggi) terlihat bahwa pola penyerapan tenaga kerja akan berubah dari penyerapan yang didominasi sektor pertanian dengan okupasi rnanajernen dan klerk dorninan; menjadi pola penyerapan tenaga keja yang didominasi oleh sektor rnanufaktur dengan okupasi tenaga keja sebagai teknisi dan tenaga trarnpil dorninan pada tahun 2019 (skenario rendah) pada saat pendapatan per kapita sebesar US$ atau pada tahun 2014 (skenario menengah) dengan tingkat pendapatan per kapita sebesar

11 US$2 161 atau sekitar tahun 2011 (skenario tinggi) dengan tingkat pendapatan per kapita sekitar US$ Diperkirakan tejadi undersupply tenaga teknisi pada tahun 2019 karena kapasitas politehnik untuk menghasilkan lulusan sebagai teknisi relatif kecil. Selain itu akan tejadi oversupply tenaga profesional teknis lulusan perguruan tinggi sebagai akibat rendahnya permintaan terhadap tenaga keja ini. Meskipun demikian. akan tejadi keseimbangan permintaan dan penawaran untuk tenaga keja trampil. 7.2 Saran dan lmplikasi Kebijakan Berdasarkan temuan-temuan penelitian, dan meskipun titik balik tenaga keja sudah akan tercapai paling lambat pada tahun 2019 (skenario rendah) maka pada penelitian ini disusun saran untuk mendorong percepatan tejadinya titik balik tenaga kerja sebagai berikut : 1. Diperlukan kebijakan yang sifatnya komprehensif dan yang dapat mempengaruhi setiap komponen permintaan akhir secara langsung maupun tidak langsung. Kebijakan tenebut dapat berupa kebijakan fiskal melalui peningkatan pengeluaran pemerintah yang akan menggeser aggregate demand. Meningkatnya agg~gate demand akan meningkatkan perrnintaan barang dan jasa, dan dengan sendirinya meningkatkan produksi nasional yang kemudian akan memperluas kesempatan keja. Peningkatan perluasan kesempatan keja ini diharapkan akan terkonsentrasi di sektor manufaktur sehingga pencapaian titik balik dapat dipercepat. Haws diperhitungkan secara hati-hati karena peningkatan aggregate demand selalu

12 diikuti dengan kenaikan harga-harga yang kalau berlangsung secara terus-rnenerus akan rnenyebabkan inflasi. 2. Kebijakan atternatif adalah kebijakan yang dapat rnenggeser aggregate supply. Peningkatan produktivitas akan rneningkatkan fungsi produksi secara aggregasi yang rnencerrninkan peningkatan kebutuhan tenaga keja. Apabila penawaran tenaga keja tidak berubah, maka akan terjadi kenaikan upah nil. Kondisi ini secara keseluruhan akan rneningkatkan aggregate supply yang selanjutnya akan menurunkan tingkat harga. 3. Mernberi perhatian lebih kepada aktivitas agro-industri sebagai batu Ioncatan (mediator atau perantara) diantara aktivitas sektor pertanian dan sektor nonpertanian. Untuk itu diperlukan kebijakan yang rnendorong kegiatan aktivitas agroindustri untuk dapat rnernpercepat perturnbuhan ekonorni dan penyerapan tenaga keja, sehingga pergeseran struktur tenaga kerja dapat segera tercapai. Apabila aktivitas di sektor agro-industri ini ternyata dapat menyerap tenaga ke rja yang tinggi, maka akan rnernberi kontribusi besar pada sektor rnanufaktur dalam penyerapan tenaga kerja rnengingat pola kegiatan sektor agro-industri lebih cenderung dikelornpokkan pada sektor manufaktur, sehingga akan rnernpercepat pencapaian titik balik tenaga keja. 4. Untuk rnendorong percepatan perpindahan tenaga keja dari sektor pertanian ke sektor industri seharusnya pindah lokasi pemukiman dari desa ke kota, tetapi lebih dikonsentrasikan pindah pekejaan saja. Jadi, apabila sektor manufaktur yang lebih terkonsentrasi berada di daerah perkotaan, secara bertahap (dan selektif) dapat dipindahan ke lokasi "dekat desa" sehingga terjadi proses "pengkotaan daerah desa". Konsekuensinya, sarana dan prasarana dilokasi baru

13 haws ditingkatkan. Kebijakan ini diharapkan dapat mempercepat tejadinya titik balik tenaga keja dan secara otomatis mengurangi arus migrasi kedaerah kota. 5. Menyiapkan pelatihan intensif bagi tenaga kerja yang akan pindah ke sektor manufaktur. Dengan pelatihan ini okupasi di sektor manufaktur dapat diisi secara cepat oleh tenaga keja pindahan. Sifat pelatihan yang diberikan hams dapat mengantisipasi perubahan teknologi yang berlangsung dengan cepat. 6. Mengantisipasi era keterbukaan (globalisasi), diperlukan perturnbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga keja yang tinggi. Untuk itu, diperlukan kebijakan penggunaan teknologi yang dapat meningkatkan produksi untuk mendorong ekspor dan menyerap tenaga keja tinggi. Semua itu ditujukan untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi yang memadai dan rnempercepat pencapaian titik balik tenaga ke ja. 7. Meningkatkan upah tenaga di sektor non-pertanian agar kompetitif dan dapat memacu percepatan arus pergeseran tenaga kerja ke sektor manufaktur. Konsekuensinya, produktivitas tenaga keja hams ditingkatkan melalui peningkatan ketrampilan dan efisiensi keja. Dengan peningkatan produktivitas sektor (manufaktur) selain akan mempercepat laju pertumbuhan sektor, juga diharapkan dapat mempercepat te jadinya titik balik tenaga ke ja. 8. Melakukan penataan kembali mekanisme pasar ke ja terutama untuk mempertemukan kebutuhan dan persediaan tenaga keja. Aktivitas pasar keja berkaitan dengan penyebarluasan informasi lowongan keja, inforrnasi jabatan temasuk persyaratannya, informasi fasilitas dan lingkungan pekejaan; termasuk informasi tersedianya (stock) tenaga keja dengan tingkat pendidikan dan ketrampilan tertentu. Dengan penyernpumaan mekanisme pasar kerja ini diharapkan pencapaian titik balik tenaga keja dapat dipercepat.

14 9. Meningkatkan produksi tenaga teknisi terutama dari lnstitusi Pendidikan Politeknik untuk mengantisipasi kekurangan tenaga teknisi sampai akhir PJP II dan untuk rnemperkecil kesenjangan tenaga keja pada periode itu. Ketersediaan tenaga teknisi akan mendorong percepatan pergeseran tenaga keja, karena biasanya tenaga keja teknisi ini lebih banyak digunakan di sektor manufaktur. 7.3 Keterbatasan Penelitian Keterbatasan Ruana Linakup Penelitian Studi analisis "Dampak Perubahan Struktur Ekonomi Terhadap Struktur Penyerapan Tenaga Ke ja" mencakup : 1. Analisis perubahan struktur ekonomi (masa lalu) periode , karena pada periode ini pertumbuhan ekonomi mulai berubah dari ekonomi yang bertumpu pada hasil produksi pertanian dan minyak bumi kepada ekonomi yang bertumpu pada produksi bukan pertanian dan bukan minyak. 2. Analisis perubahan struktur tenaga keja periode waktu, yaitu Analisis proyeksi stmktur ekonomi dan struktur penyerapan tenaga keja periode Pembangunan Jangka Panjang Tahap kedua (PJPII) sampai tahun 2019, dengan mengingat proses pembangunan ekonomi pada PJPll mengutamakan penggunaan sumberdaya manusia. 4. Analisis ekonomi maupun tenaga kerja dilaksanakan untuk tingkat nasional, karena ketersediaan data (teiutama data Input-Output) tidak memungkinan untuk melakukan analisis secara regional (propinsi, pulau atau desa-kota), dan juga memungkinkan untuk analisis gender.

15 7.3.2 Keterbatasan Metodoloqj Untuk mencapai tujuan penelitian, digunakan metodologi yang dibangun untuk penelitian ini dengan keterbatasan berikut : 1. Menggunakan model Input-Output statis untuk analisis ekonomi. Model yang dibangun tidak mernperhitungkan "time-lag, dan merupakan model untuk ekonomi terbuka dengan memperhitungkan ekspor dan impor. 2. Menggunakan interjndustly employment matrix untuk membangun model analisis tenaga keja. Analisis tenaga ke ja ini mencerminkan adanya penyerapan tenaga keja (demand side) untuk proses produksi. 3. Penelitian ini tidak rnenggunakan model penediaan tenaga keja (supply side) untuk menghitung penediaan tenaga keja, tetapi hanya menggunakan hasit perhitungan penediaan tenaga keja yang sudah tenedia. 4. Model proyeksi ekonomi dan tenaga keja dibangun secara simultan dengan menggunakan model RAS dan Visual Proyeksi tenaga ke ja didasarkan pada kondisi produktivitas. 5. Analisis kondisi ekonomi didasarkan pada data Tabel Input-Output tahun 1980, 1985, 1990 dan Sedangkan analisis tenaga keja rnenggunakan data Sensus Penduduk 1980 dan 1990; dan Su~ei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) 1985 dan Keterbatasan Analisis Analisis dilaksanakan untuk data ekonomi dari Tabel Input-Output dan data tenaga keja dari SP dan SUPAS sesuai dengan tujuan penelitian dan dengan keterbatasan sebagai berikut :

16 1. Analisis perubahan struktur ekonomi dilakukan pada sernua komponen yang tenasuk dalam model Input-Output, yaitu berkaitan dengan susunan input yang terdiri dari input antara dan input primer; dan berkaitan dengan alokasi output pada permintaan antara dan permintaan akhir. 2. Analisis perubahan struktur penyerapan tenaga keja dikonsentrasikan pada banyaknya tenaga keja yang dapat diserap pada sektor-sektor ekonorni yang dikelornpokkan rnenurut okupasi dan pendidikan. 3. Digunakan klasifikasi sektor ekonomi digit pertarna berdasarkan Klasifikasi Lapangan Usaha lndonesia (KLUI), kecuali untuk sektor industri digunakan pengelornpokkan yang lebih rinci yaitu rnenggunakan digit kedua. Dengan demikian jumlah pengelompokkan sektor ekonorni menjadi 17. Demikian juga berlaku untuk tenaga ke ja. 4. Pengelornpokkan okupasi rnenggunakan Klasifikasi Jabatan lndonesia (KJI) yang diagregasi rnenjadi ernpat kelompok besar yaitu (1) tenaga profesional teknis, (2) tenaga teknisi, (3) tenaga keja trarnpil, dan (4) tenaga keja manajernen dan klerk. 7.4 Saran Penelitian Lanlutan Model analisis perubahan struktur ekonorni telah dibangun untuk mendeteksi pola pergeseran aktivitas sektor-sektor ekonomi. Temyata pergeseran ekonorni yang ditunjukkan dengan telah tercapainya titik balik ekonorni, dan telah berhasil mendorong pergeseran penyerapan tenaga keja rneskipun dengan percepatan yang berbeda, dan yang akan diikuti dengan pencapaian titik balik tenaga keja dirnasa mendatang. Meskipun dernikian, ada okupasi yang sangat kecil terwakili dalam suatu

17 sektor. Tejadi pergeseran okupasi dari sektor pertanian ke okupasi lain di luar sektor pertanian yang menghasilkan nilai tambah relatif lebih besar tetapi menuntut penyaratan keja yang lebih tinggi pula. Berdasarkan analisis yang telah dikemukakan pada Bab-bab sebelumnya dan dihubungkan dengan temuan-temuan studi, maka saran untuk peneyian selanjutnya adalah : 1. Diperlukan studi analisis ekonomi lanjutan dengan menggunakan data Input-Output dinamis. Artinya, perubahan struktur ekonomi hams dianalisis berdasarkan variabel waktu (time-lag). Misalnya, suatu investasi yang dilaksanakan saat ini akan mempunyai dampak ekonomi maupun penyerapan tenaga keja pada tahun yang akan datang karena investasi tersebut pada saat ini hanya merupakan periode konstruksi dan belum sepenuhnya beroperasi untuk produksi. Jadi, apabila investasi tersebut dipehitungkan dengan menggunakan time-lag, maka nilai output yang diproduksi dan jumlah kesempatan keja tercipta sudah memperhitungkan kapasitas produksi penuh. 2. Analisis ekonomi dan tenaga keja dengan Tabel Input-Output sebaiknya dilaksanakan juga melalui studi perbandingan dengan Tabel Input-Output negara lain pada tahap pembangunan yang sama. Misalnya, berdasarkan laporan Bank Dunia 1993, dari statistik GNP per kapita lndonesia pada tahun 1992 yang mencapai US $ 700 adalah sama dengan kondisi GNP per kapita Malaysia tahun dan Korea tahun 1975ff6 dan lain sebagainya. Selain itu dilihat dari proses industrialisasi-nya, kondisi lndonesia tahun 1992 adalah sama dengan kondisi industrialisasi di Korea pada tahun Analisis keterbandingan ini dilakukan dengan meminjam koefisien teknologi dari tabel Input-Output negara-negara yang bersangkutan.

18 3. Hasil ternuan penelitian, dirnana sektor industri kirnia, minyak burni, karet dan plastik yang rnenunjukkan perkernbangan pesat adalah sarna dengan kebijakan industrialisasi Korea yang diterapkan pada tahun 1970an dimana ditekankan pengernbangan industri-industri berat dan kirnia, yang selanjutnya akan rneningkatkan nilai tarnbah dari industri rnesin dan alat-alat angkutan. Sernentara itu nilai tambah industri tekstil dan pakaian jadi rnenunjukkan kecenderungan yang rnenurun pada periode 20 tahun terakhir ini di Jepang. Kondisi tersebut akan rnernpengaruhi analisis kebqakan. Untuk itu, studi perbandingan juga dilakukan untuk konsentrasi kebijakan ekonorni dan tenaga keja. 4. Berdasarkan ternuan penelitian, tingkat upah rata-rata adalah tidak sebanding dengan produktivitas tenaga keja disektor rnanufaktur terutarna di industri kirnia dan industri berat lainnya. Ini rnernberikan indikasi bahwa insentif yang diberikan tidak cukup kuat untuk rneningkatkan produktivitas dan tidak wkup kuat untuk menarik surnber daya rnanusia dengan kualitas baik untuk bekeja di sektor rnanufaktur. Hubungan yang tidak kuat antara upah tenaga keja dengan produktivitas ini akan rnempengaruhi tingkat kesulitan pengaturan produksi selanjutnya. Untuk itu diperlukan suwei perusahaan yang kornprehensif dalarn bidang pengupahan untuk adjustment data statistik dari Tabel Input-Output. 5. Analisis okupasi tenaga keja akan lebih baik apabila digunakan digit yang lebih tinggi (digit kelima dari Klasifikasi Jabatan Indonesia) sehingga pengelornpokkan okupasi dapat dikendalikan sesuai asurnsi yang digunakan. 6. Perlu dilakukan crosscheck data okupasi dengan tingkat pendidikan sehingga bias pengelornpokkan okupasi dapat diperkecil dan penyebaran sektoral dapat lebih terwakili. Mernang berdasarkan data tersedia saat ini tidak dirnungkinkan untuk rnelakukan cross-check okupasi dengan pendidikan karena banyak te Qadi rnis-

19 match. Untuk itu dipedukan perbaikan pengadaan data, khususnya data tenaga keja, okupasi dan pendidikan. 7. Tidak meratanya distribusi tenaga teknisi profesional rnerupakan phenomena pengembangan sumberdaya rnanusia dirnasa mendatang. Kondisi ini rnencerminkan banyaknya penduduk yang rnencari pendidikan akademis relatif tinggi, untuk memberi penghasilan yang relatif tinggi pula. Jadi pellu diteliti korelasi antara tingkat pendidikan tenaga keja dengan tingkat pendapatannya berdasarkan teori investasi sumberdaya manusia sehingga dapat diidentifikasi jenis-jenis pendidikan mana yang rnenghasilkan tenaga keja dengan kualitas baik dan mendatangkan penghasilan relatif tinggi. Dengan dernikian analisis dari sisi supply yang dikaitkan dengan kondisi permintaan tenaga keja akan mernbawa rnanfaat bagi pengembangan surnberdaya manusia dimasa depan. 8. Analisis pasar keja, perrnintaan dan penawaran tenaga keja dari institusi pendidikan dan pelatihan perlu didukung oleh studi lapangan yang rnencakup (1) survei perusahaan untuk melihat kapasitas produksi dan pengecekan koefisien input dan juga untuk rnenditeksi penggunaan tenaga ke ja sesungguhnya rnenurut tingkat teknologi produksi, okupasi dan pendidikan. Survei perusahaan ini dilaksanakan pula untuk rnendeteksi opini pengusaha sebagai pengguna tenaga keja yang selanjutnya digunakan sebagai urnpan-balik bagi perbaikan kualitas lutusan; (2) survei institusi pendidikanlpelatihan sebagai sumber tenaga keja, untuk rnelihat kapasitas produksi institusi, kualitas sarana dan prasarana untuk rnendukung kualitas lulusan yang dirninta masyarakat termasuk kualitas instruktur yang dirniliki; dan (3) tracer study untuk menelusuri aktivitas para siswa selama disekolah, setelah lulus, selama rnencari pekerjaan dan selarna bekeja. Tracer study ini juga digunakan untuk menelusuri opini para lulusan mengenai kondisi pasar keja."'

I. PENDAHULUAN. bahwa dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah dilaksanakan

I. PENDAHULUAN. bahwa dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah dilaksanakan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan bahwa dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah dilaksanakan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalarn pernbangunan ekonorni Indonesia, sektor perdagangan luar

I. PENDAHULUAN. Dalarn pernbangunan ekonorni Indonesia, sektor perdagangan luar I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. Dalarn pernbangunan ekonorni Indonesia, sektor perdagangan luar negeri rnernpunyai peranan yang sangat penting. Pada periode tahun 1974-1981 surnber utarna pernbangunan

Lebih terperinci

Pembangunan ekonomi pada dasarnya merupakan upaya untuk. merupakan perjuangan yang harus dilakukan secara besar-besaran dan

Pembangunan ekonomi pada dasarnya merupakan upaya untuk. merupakan perjuangan yang harus dilakukan secara besar-besaran dan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi pada dasarnya merupakan upaya untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Menurut Suroto (1992), pembangunan merupakan perjuangan yang harus dilakukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor Industri merupakan salah satu sektor yang berperan penting dalam pembangunan nasional. Kontribusi sektor Industri terhadap pembangunan nasional setiap tahunnya

Lebih terperinci

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLlKASl KEBIJAKAN. memiliki struktur yang searah dengan pola yang terjadi secara nasional,

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLlKASl KEBIJAKAN. memiliki struktur yang searah dengan pola yang terjadi secara nasional, VIII. KESIMPULAN DAN IMPLlKASl KEBIJAKAN 8.1. Kesirnpulan 1. Pola konsurnsi dan pengeluaran rata-rata rumahtangga di wilayah KT1 memiliki struktur yang searah dengan pola yang terjadi secara nasional,

Lebih terperinci

penelitian ini. Data yang tersedia di Biro Pusat statistik yaitu tabel I-O tahun 1971, 1975, 1980 dan

penelitian ini. Data yang tersedia di Biro Pusat statistik yaitu tabel I-O tahun 1971, 1975, 1980 dan RINGKASAN ANNA SITI NURDJANAH DASRIL. Pertumbuhan dan Perubahan Struktur Produksi Sektor Pertanian dalam Industrialisasi di Indonesia 1971-1990. (Di bawah bimbingan BUNGARAN SARAGIH sebagai ketua, MANGARA

Lebih terperinci

Ketahanan Pangan yaitu pencegahan dan penanganan kerawanan pangan dan gizi. Kerawanan pangan adalah suatu kondisi ketidakcukupan pangan

Ketahanan Pangan yaitu pencegahan dan penanganan kerawanan pangan dan gizi. Kerawanan pangan adalah suatu kondisi ketidakcukupan pangan PENDAHULUAN Latar Belakang Pangan rnerupakan kebutuhan dasar rnanusia agar dapat hidup dan beraktivitas. Kondisi terpenuhinya kebutuhan ini dikenal dengan istilah ketahanan pangan. Undang-undang No. 7

Lebih terperinci

VII. DAMPAK BERBAGAI ALTERNATIF KEBIJAKkM-TERHADAP PERDAGANGAN MINYAK SAWlT INDONESIA

VII. DAMPAK BERBAGAI ALTERNATIF KEBIJAKkM-TERHADAP PERDAGANGAN MINYAK SAWlT INDONESIA VII. DAMPAK BERBAGAI ALTERNATIF KEBIJAKkM-TERHADAP PERDAGANGAN MINYAK SAWlT INDONESIA Tujuan dari simulasi model adalah untuk mengilustrasikan model ECM yang dikembangkan dalam penelitian ini dapat digunakan

Lebih terperinci

ANALISIS POLA KEMITRAAN PADA INDUSTRI KERAJINAN UKIR KAYU DAN MEBEL DI KABUPATEN JEPARA

ANALISIS POLA KEMITRAAN PADA INDUSTRI KERAJINAN UKIR KAYU DAN MEBEL DI KABUPATEN JEPARA ANALISIS POLA KEMITRAAN PADA INDUSTRI KERAJINAN UKIR KAYU DAN MEBEL DI KABUPATEN JEPARA WlSllNU EKA SAPUTRA A 27.1583 JURUSAN ILMU-ILMU SOSLAL EKONOMI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

ANALISIS POLA KEMITRAAN PADA INDUSTRI KERAJINAN UKIR KAYU DAN MEBEL DI KABUPATEN JEPARA

ANALISIS POLA KEMITRAAN PADA INDUSTRI KERAJINAN UKIR KAYU DAN MEBEL DI KABUPATEN JEPARA ANALISIS POLA KEMITRAAN PADA INDUSTRI KERAJINAN UKIR KAYU DAN MEBEL DI KABUPATEN JEPARA WlSllNU EKA SAPUTRA A 27.1583 JURUSAN ILMU-ILMU SOSLAL EKONOMI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

menjadi peubah-peubah eksogen, yaitu persamaan harga irnpor dan persarnaan harga dunia. Adanya kecenderungan volume impor daging sapi yang terus

menjadi peubah-peubah eksogen, yaitu persamaan harga irnpor dan persarnaan harga dunia. Adanya kecenderungan volume impor daging sapi yang terus RINGKASAN NYAK ILHAM. Penawaran dan Perrnintaan Daging Sapi di lndonesia : Suatu Analisis Sirnulasi (dibawah birnbingan BONAR M. SINAGA, sebagsi ketua, KOOSWARDHONO MUDIKDJO dan TAHLIM SUDARYANTO sebagai

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKTIUITAS KERJA PENGRAJIN ROTAN

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKTIUITAS KERJA PENGRAJIN ROTAN ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKTIUITAS KERJA PENGRAJIN ROTAN (Studi Kasus Pad* Industri Kecll Rotan, Desa Curug Kulon, Kecamatan Curug, Kabupaten Tangerang) Duma Netty Simanjuntak A. 280948

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor Alat analisis Input-Output (I-O) merupakan salah satu instrumen yang secara komprehensif dapat digunakan untuk

Lebih terperinci

- persaingan Prirnkopti berada dalarn kuadran (star) bintang. Prirnkopti sarnpai

- persaingan Prirnkopti berada dalarn kuadran (star) bintang. Prirnkopti sarnpai RINGKASAN DlEN EVlTA HENDRIANA. ANALISIS PEMlLlHAN STRATEGI BERSAING PRlMKOPTl KOTAMADYA BOGOR SETELAH PENGHAPUSAN MONOPOLI TATANIAGA KEDELAI OLEH BULOG. (Dibawah Bimbingan NUNUNG NURYARTONO) Kedelai sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. keuangan setiap negara. Bank antara lain berperan sebagai ternpat penyirnpanan

I. PENDAHULUAN. keuangan setiap negara. Bank antara lain berperan sebagai ternpat penyirnpanan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang lndustri perbankan, khususnya bank urnurn, rnerupakan pusat dari sistern keuangan setiap negara. Bank antara lain berperan sebagai ternpat penyirnpanan dana, rnernbantu

Lebih terperinci

ditunjukkan oleh kenaikan RGDP, disebabkan karena biaya produksi yang relatif lebih murah mampu mendorong kenaikan produksi barang-barang

ditunjukkan oleh kenaikan RGDP, disebabkan karena biaya produksi yang relatif lebih murah mampu mendorong kenaikan produksi barang-barang VII. KESIMPULAN DAN IMPLlKASl 7.1. Keslmpulan 1. Penurunan tarif impor meningkatkan kinerja perekonomian Indonesia yang ditunjukkan oleh kenaikan RGDP, disebabkan karena biaya produksi yang relatif lebih

Lebih terperinci

BAB l PENDAHULUAN. Pasar Farrnasi lndonesia rnerupakan salah satu sektor yang

BAB l PENDAHULUAN. Pasar Farrnasi lndonesia rnerupakan salah satu sektor yang BAB l PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pasar Farrnasi lndonesia rnerupakan salah satu sektor yang rnenarik untuk diamati rneskipun dalam kondisi krisis beberapa tanun terakhir ini. Tingginya populasi masyarakat

Lebih terperinci

VII. KESIMPULAN DAN SARAN

VII. KESIMPULAN DAN SARAN VII. KESIMPULAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan Dari hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai Model Input-Output Ekonometrika Indonesia dan Aplikasinya Untuk Analisis Dampak Ekonomi dapat diperoleh beberapa

Lebih terperinci

Dalarn rnengantisipasi rneningkatnya perrnintaan konsurnen

Dalarn rnengantisipasi rneningkatnya perrnintaan konsurnen I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalarn rnengantisipasi rneningkatnya perrnintaan konsurnen terhadap produk olahan perikanan yang berrnutu, dewasa ini rnuncul industri pengolahan perikanan yang rnengalarni

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemberlakuan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. pemberlakuan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan BAB I PENDAHULUAN 1. A 1.1 Latar Belakang Kewenangan Pemerintah Daerah menjadi sangat luas dan strategis setelah pemberlakuan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk rnengernbangkan daerah yang. bersangkutan. Tujuan dari pernbangunan daerah adalah untuk

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk rnengernbangkan daerah yang. bersangkutan. Tujuan dari pernbangunan daerah adalah untuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pernbangunan daerah rnerupakan bagian dari pernbangunan nasional yang diarahkan untuk rnengernbangkan daerah yang bersangkutan. Tujuan dari pernbangunan daerah adalah untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi dan moneter yang dialami oleh beberapa negara di Asia

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi dan moneter yang dialami oleh beberapa negara di Asia I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Krisis ekonomi dan moneter yang dialami oleh beberapa negara di Asia khususnya lndonesia pada pertengahan tahun 1997, berdampak luas terhadap berbagai sektor ekonomi termasuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan

I. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan proses transformasi yang dilakukan secara sistematis dan berkelanjutan. Pembangunan ekonomi dilakukan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat

Lebih terperinci

8. KESlMPUlAN DAN SARAN

8. KESlMPUlAN DAN SARAN 8. KESlMPUlAN DAN SARAN 8.f Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian ini dapat ditarik beberapa kesirnpulan sebagai berikut. 1. Secara umum model yang dikembangkan dalam penelitian ini cukup baik dan mampu

Lebih terperinci

V. PRODUKSI DAN PERAN SUB SEKTOR PETERNAKAN KABUPATEN BENGKALlS. adalah ternak sapi, kerbau, kambing, babi, ayarn buras, ayarn pedaging,

V. PRODUKSI DAN PERAN SUB SEKTOR PETERNAKAN KABUPATEN BENGKALlS. adalah ternak sapi, kerbau, kambing, babi, ayarn buras, ayarn pedaging, V. PRODUKSI DAN PERAN SUB SEKTOR PETERNAKAN KABUPATEN BENGKALlS 5.1. Produksi dan Kebutuhan Ternak 5.1.1 Jenis dan Populasi Ternak Secara urnum jenisjenis ternak yang dikernbangkan rnasyarakat adalah ternak

Lebih terperinci

BAB IV PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI DALAM PROSES INDUSTRIALISASI

BAB IV PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI DALAM PROSES INDUSTRIALISASI BAB IV PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI DALAM PROSES INDUSTRIALISASI Suatu kelaziman dalam mengukur perubahan struktur ekonomi bagi negara berkembang disamping menganalisis kineja output ekonomi juga menganalisis

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur Provinsi Kalimantan Timur terletak pada 113 0 44-119 0 00 BT dan 4 0 24 LU-2 0 25 LS. Kalimantan Timur merupakan

Lebih terperinci

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan Provinsi Maluku

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan Provinsi Maluku VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU 6.1. Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan Provinsi Maluku Aktivitas atau kegiatan ekonomi suatu wilayah dikatakan mengalami kemajuan,

Lebih terperinci

Boks 1. TABEL INPUT OUTPUT PROVINSI JAMBI TAHUN 2007

Boks 1. TABEL INPUT OUTPUT PROVINSI JAMBI TAHUN 2007 Boks 1. TABEL INPUT OUTPUT PROVINSI JAMBI TAHUN 2007 TABEL INPUT OUTPUT Tabel Input-Output (Tabel I-O) merupakan uraian statistik dalam bentuk matriks yang menyajikan informasi tentang transaksi barang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Kakao merupakan salah satu produk perkebunan lndonesia yang

I. PENDAHULUAN Kakao merupakan salah satu produk perkebunan lndonesia yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kakao merupakan salah satu produk perkebunan lndonesia yang potensinya cerah di masa depan. Dalam perdagangan dunia kakao dikenal dan dibudidayakan sudah cukup lama baik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Tahun

I. PENDAHULUAN. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Tahun 2004-2009 di Sektor Industri Manufaktur, Pemerintah Pusat memprioritaskan pengembangan agroindustri. Prioritas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (1) pertumbuhan, (2) penanggulangan kemiskinan, (3) perubahan atau

I. PENDAHULUAN. (1) pertumbuhan, (2) penanggulangan kemiskinan, (3) perubahan atau I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya pembangunan ekonomi mempunyai empat dimensi pokok yaitu: (1) pertumbuhan, (2) penanggulangan kemiskinan, (3) perubahan atau transformasi ekonomi, dan (4)

Lebih terperinci

Perkembangan Indikator Makro Usaha Kecil Menengah di Indonesia

Perkembangan Indikator Makro Usaha Kecil Menengah di Indonesia Perkembangan Indikator Makro Usaha Kecil Menengah di Indonesia Perekonomian Indonesia tahun 2004 yang diciptakan UKM berdasarkan besaran Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga berlaku mencapai Rp

Lebih terperinci

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010 65 V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010 5.1. Gambaran Umum dan Hasil dari Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) Kabupaten Musi Rawas Tahun 2010 Pada bab ini dijelaskan

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. 4.1 Kesimpulan. Kesimpulan yang dapat dikemukakan terkait hasil penelitian, yaitu.

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. 4.1 Kesimpulan. Kesimpulan yang dapat dikemukakan terkait hasil penelitian, yaitu. BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan Kesimpulan yang dapat dikemukakan terkait hasil penelitian, yaitu. 1. Sektor industri pengolahan memiliki peranan penting terhadap perekonomian Jawa Barat periode

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor. merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang.

I. PENDAHULUAN. Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor. merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang. Gouws (2005) menyatakan perluasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi dalam periode jangka panjang mengikuti

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi dalam periode jangka panjang mengikuti BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi dalam periode jangka panjang mengikuti pertumbuhan pendapatan perkapita, akan membawa suatu perubahan mendasar dalam struktur ekonomi, dari ekonomi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pola pembangunan ekonomi sentralistik yang telah berlangsung selama lebih dari 32 tahun telah rnernberikan darnpak yang luas bagi pernbangunan ekonomi nasional, khususnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya pembangunan ekonomi nasional bertujuan untuk. membangun manusia Indonesia seutuhnya, dan pembangunan tersebut harus

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya pembangunan ekonomi nasional bertujuan untuk. membangun manusia Indonesia seutuhnya, dan pembangunan tersebut harus 13 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pada dasarnya pembangunan ekonomi nasional bertujuan untuk membangun manusia Indonesia seutuhnya, dan pembangunan tersebut harus dilaksanakan dengan berpedoman

Lebih terperinci

Dinamika Pengembangan Subsektor Industri Makanan dan Minuman Di Jawa Timur: Pengaruh Investasi Terhadap Penyerapan Jumlah Tenaga Kerja

Dinamika Pengembangan Subsektor Industri Makanan dan Minuman Di Jawa Timur: Pengaruh Investasi Terhadap Penyerapan Jumlah Tenaga Kerja Dinamika Pengembangan Subsektor Industri Makanan dan Minuman Di Jawa Timur: Pengaruh Investasi Terhadap Penyerapan Jumlah Tenaga Kerja Oleh: Putri Amelia 2508.100.020 Dosen Pembimbing: Prof. Dr. Ir. Budisantoso

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Secara konstitusional koperasi telah mendapat posisi politis

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Secara konstitusional koperasi telah mendapat posisi politis I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Koperasi memiliki kedudukan yang khusus dalam perekonomian Indonesia. Secara konstitusional koperasi telah mendapat posisi politis X yang kuat dalam UUD 1945, dan dalam

Lebih terperinci

Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur

Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur XII Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur Globalisasi ekonomi menuntut produk Jawa Timur mampu bersaing dengan produk sejenis dari negara lain, baik di pasar lokal maupun pasar internasional. Kurang

Lebih terperinci

Manusia rnerupakan unsur utarna dalam setiap organisasi. Jika rnernperhatikan gambaran sebuah organisasi,

Manusia rnerupakan unsur utarna dalam setiap organisasi. Jika rnernperhatikan gambaran sebuah organisasi, 1. PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakany Manusia rnerupakan unsur utarna dalam setiap organisasi. Jika rnernperhatikan gambaran sebuah organisasi, rnanusia merupakan surnberdaya yang dapat diatur dan dikombinasikan

Lebih terperinci

PDB 59,4 % dan terhadap penyerapan tenaga

PDB 59,4 % dan terhadap penyerapan tenaga I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonorni dan rnoneter telah mernberikan pengaruh yang sangat besar terhadap perturnbuhan perekonornian Indonesia yang ditunjukkan dengan rnenurunnya Produk Dornestik

Lebih terperinci

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN 2012-2014 Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Jakarta, 1 Februari 2012 Daftar Isi I. LATAR BELAKANG II. ISU STRATEGIS DI SEKTOR INDUSTRI III.

Lebih terperinci

Terjadinya krisis ekonorni yang rnultidirnensi berdarnpak terhadap. tingkat kesehatan rnasyarakat di wilayah pedesaan, perkotaan maupun

Terjadinya krisis ekonorni yang rnultidirnensi berdarnpak terhadap. tingkat kesehatan rnasyarakat di wilayah pedesaan, perkotaan maupun I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Terjadinya krisis ekonorni yang rnultidirnensi berdarnpak terhadap tingkat kesehatan rnasyarakat di wilayah pedesaan, perkotaan maupun metropolitan. Krisis ekonorni tersebut

Lebih terperinci

DAMPAK RESTRUKTURISASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN JAWA BARAT (ANALISIS INPUT-OUTPUT)

DAMPAK RESTRUKTURISASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN JAWA BARAT (ANALISIS INPUT-OUTPUT) DAMPAK RESTRUKTURISASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN JAWA BARAT (ANALISIS INPUT-OUTPUT) OLEH SRI MULYANI H14103087 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. utama. Industrialisisasi dimasa sekarang tidak dapat terlepas dari usaha dalam

I. PENDAHULUAN. utama. Industrialisisasi dimasa sekarang tidak dapat terlepas dari usaha dalam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian dewasa ini masih sering dianggap sebagai penunjang sektor industri semata. Meskipun sesungguhnya sektoral pertanian bisa berkembang lebih dari hanya

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Perkernbangan perturnbuhan perekonornian lndonesia kurang

1. PENDAHULUAN Perkernbangan perturnbuhan perekonornian lndonesia kurang 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkernbangan perturnbuhan perekonornian lndonesia kurang menggembirakan sejak pertengahan tahun 1997, salah satu penyebabnya karena situasi politik yang kurang rnenggembirakan

Lebih terperinci

V. DAYA SAING, KETERKAITAN DAN SUMBER-SUMBER PERTUMBUHAN SEKTOR INDUSTRI AGRO. Komparasi sektor industri agro Indonesia dengan China dan Thailand

V. DAYA SAING, KETERKAITAN DAN SUMBER-SUMBER PERTUMBUHAN SEKTOR INDUSTRI AGRO. Komparasi sektor industri agro Indonesia dengan China dan Thailand V. DAYA SAING, KETERKAITAN DAN SUMBER-SUMBER PERTUMBUHAN SEKTOR INDUSTRI AGRO 5.1. Struktur Industri Agro Komparasi sektor industri agro Indonesia dengan China dan Thailand diawali dengan meneliti persentase

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U A N. sebagai sarana untuk memperlancar mobilisasi barang dan jasa serta sebagai

BAB I P E N D A H U L U A N. sebagai sarana untuk memperlancar mobilisasi barang dan jasa serta sebagai BAB I P E N D A H U L U A N 1.1 Latar Belakang Investasi infrastruktur transportasi dalam pembangunan ekonomi penting sebagai sarana untuk memperlancar mobilisasi barang dan jasa serta sebagai sarana untuk

Lebih terperinci

BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA 81 BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA Negara-negara yang tergabung dalam ASEAN bersama dengan Cina, Jepang dan Rep. Korea telah sepakat akan membentuk suatu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Rata-rata konsumsi daging ayam ras perkapita penduduk lndonesia. dibandingkan dengan negara Malaysia yang sudah mencapai 25,8 kg dan

I. PENDAHULUAN. Rata-rata konsumsi daging ayam ras perkapita penduduk lndonesia. dibandingkan dengan negara Malaysia yang sudah mencapai 25,8 kg dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang A.1. Konsumsi Daging Ayam Ras Rata-rata konsumsi daging ayam ras perkapita penduduk lndonesia baru mencapai 3,45 kg di tahun 2000 merupakan tingkat yang rendah bila dibandingkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan perkapita penduduk yang diikuti oleh perubahan fundamental dalam struktur ekonomi suatu negara. Pembangunan

Lebih terperinci

dirnensi kehidupan terrnasuk sektor agribisnis akan sangat berpengaruh pada derajat persaingan pada tingkat lokal, wilayah dan nasional tetapi

dirnensi kehidupan terrnasuk sektor agribisnis akan sangat berpengaruh pada derajat persaingan pada tingkat lokal, wilayah dan nasional tetapi I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Era globalisasi yang sedang berjalan dewasa ini di berbagai dirnensi kehidupan terrnasuk sektor agribisnis akan sangat berpengaruh pada derajat persaingan pada tingkat

Lebih terperinci

Dilihat dan asal-usulnya, kelapa sawit bukanlah tanarnan asli lndonesia,

Dilihat dan asal-usulnya, kelapa sawit bukanlah tanarnan asli lndonesia, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dilihat dan asal-usulnya, kelapa sawit bukanlah tanarnan asli lndonesia, tetapi seiring dsngan perkembangannya tanaman kelapa sawit ini rnarnpu tumbuh dan berkernbang dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Disisi lain, wisata juga dapat rnerusak suatu daerah jika tidak

I. PENDAHULUAN. Disisi lain, wisata juga dapat rnerusak suatu daerah jika tidak 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Kesadaran pernerintah akan besarnya potensi kelautan Indonesia, rnenyebabkan paradigrna pernbangunan yang selarna ini kurang rnernperhatikan sektor kelautan rnulai ditinggalkan.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kantong-kantong kemiskinan sebagian besar berada di sektor pertanian.

I. PENDAHULUAN. kantong-kantong kemiskinan sebagian besar berada di sektor pertanian. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bukti empiris menunjukkan sektor pertanian memiliki peranan yang sangat penting dalam perekonomian sebagian besar negara berkembang. Hal ini dilihat dari peran sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN dielakkan. Arus globalisasi yang bergerak cepat ke arah rnasyarakat tanpa

BAB I PENDAHULUAN dielakkan. Arus globalisasi yang bergerak cepat ke arah rnasyarakat tanpa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mernasuki abad 21, aparatur Pernerintah Propinsi Daerah Khusus lbukota Jakarta rnenghadapi banyak tantangan yang tidak dapat dielakkan. Arus globalisasi yang bergerak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki peran penting bagi perekonomian nasional. Berdasarkan sisi perekonomian secara makro, Jawa Barat memiliki

Lebih terperinci

10Pilihan Stategi Industrialisasi

10Pilihan Stategi Industrialisasi 10Pilihan Stategi Industrialisasi Memasuki Milenium Ketiga yang Berpihak pada Penguatan Ekonomi Rakyat Pendahuluan Sebenarnya judul makalah yang diminta panitia kepada saya adalah Peluang Rakyat Dalam

Lebih terperinci

BAB l PENDAHULUAN. Perdagangan internasional tidak dapat dihindari oleh rnanusia. dalarn kehidupan sehari-hari, dirnulai dari kebutuhan primer hingga

BAB l PENDAHULUAN. Perdagangan internasional tidak dapat dihindari oleh rnanusia. dalarn kehidupan sehari-hari, dirnulai dari kebutuhan primer hingga BAB l PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perdagangan internasional tidak dapat dihindari oleh rnanusia dalarn kehidupan sehari-hari, dirnulai dari kebutuhan primer hingga sekunder. Tercatat dalarn abad terakhir,

Lebih terperinci

BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA

BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 11/02/34/Th.XVI, 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TAHUN SEBESAR 5,40 PERSEN Kinerja perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) selama tahun

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS

III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS 27 III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS 3.1. Kerangka Pemikiran Kebutuhan untuk menggunakan I-O Regional dalam Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi NTT semakin terasa penting jika dikaitkan dengan pelaksanaan

Lebih terperinci

Kelapa sawit termasuk salah satu komoditi andalan lndonesia di. sektor lndustri Agribisnis, karena kelapa sawit merupakan bahan baku

Kelapa sawit termasuk salah satu komoditi andalan lndonesia di. sektor lndustri Agribisnis, karena kelapa sawit merupakan bahan baku I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kelapa sawit termasuk salah satu komoditi andalan lndonesia di sektor lndustri Agribisnis, karena kelapa sawit merupakan bahan baku minyak nabati untuk memenuhi konsurnsi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Paradigma pembangunan nasional Indonesia semenjak awal tahun 1968 hingga

PENDAHULUAN. Paradigma pembangunan nasional Indonesia semenjak awal tahun 1968 hingga PENDAHULUAN Latar Belakang Paradigma pembangunan nasional Indonesia semenjak awal tahun 1968 hingga akhir 1998, masih bertumpu kepada pertumbuhan ekonomi, dan belum memperhatikan aspek pemerataan pendapatan.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Penlbangunan nasional pada kerangka makro hakekatnya mempunyai

I. PENDAHULUAN. Penlbangunan nasional pada kerangka makro hakekatnya mempunyai I. PENDAHULUAN A. Latar Belaltang Penlbangunan nasional pada kerangka makro hakekatnya mempunyai keterkaitan dengan pembangunan sektoral dan pembangunan wilayah. Pengalanlan pembangunan dibeberapa daerah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN

I. PENDAHULUAN I. PENDAHULUAN Perhatian pemerintah terhadap sektor non-migas, khususnya sektor agribisnis semakin besar. Hal tersebut disebabkan semakin berkurangnya sumbangan devisa yang dihasilkan dari ekspor minyak

Lebih terperinci

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA Ekonomi rakyat merupakan kelompok pelaku ekonomi terbesar dalam perekonomian Indonesia dan

Lebih terperinci

DAMPAK INVESTASI SWASTA YANG TERCATAT DI SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN JAWA TENGAH (ANALISIS INPUT-OUTPUT)

DAMPAK INVESTASI SWASTA YANG TERCATAT DI SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN JAWA TENGAH (ANALISIS INPUT-OUTPUT) DIPONEGORO JOURNAL OF ECONOMICS Volume 2, Nomor 3, Tahun 2013, Halaman 1-9 http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jme DAMPAK INVESTASI SWASTA YANG TERCATAT DI SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN JAWA

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atau struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional

Lebih terperinci

11. TIN JAUAN PUSTAKA. Model Input-Output sering digunakan untuk analisis dampak ekonomi. [Xij/CiXij] matriks koefiesien teknis berukuran nxn maka:

11. TIN JAUAN PUSTAKA. Model Input-Output sering digunakan untuk analisis dampak ekonomi. [Xij/CiXij] matriks koefiesien teknis berukuran nxn maka: 11. TIN JAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Teoritis 2.1.1. Model Input-Output Model Input-Output sering digunakan untuk analisis dampak ekonomi memiliki sifat yang statis (berdasarkan tabel input-output yang

Lebih terperinci

BAB IV. KERANGKA PEMIKIRAN. Bab ini merupakan rangkuman dari studi literatur dan kerangka teori yang

BAB IV. KERANGKA PEMIKIRAN. Bab ini merupakan rangkuman dari studi literatur dan kerangka teori yang BAB IV. KERANGKA PEMIKIRAN Bab ini merupakan rangkuman dari studi literatur dan kerangka teori yang digunakan pada penelitian ini. Hal yang dibahas pada bab ini adalah: (1) keterkaitan penerimaan daerah

Lebih terperinci

gula (31) dan industri rokok (34) memiliki tren pangsa output maupun tren permintaan antara yang negatif.

gula (31) dan industri rokok (34) memiliki tren pangsa output maupun tren permintaan antara yang negatif. 5. RANGKUMAN HASIL Dari hasil dan pembahasan dalam penelitian ini, dapat dirangkum beberapa poin penting sesuai dengan tujuan penelitian, yaitu: 1. Deviasi hasil estimasi total output dengan data aktual

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berbagai teori pembangunan ekonomi, mulai dari teori ekonomi klasik (Adam Smith, Robert Malthus dan David Ricardo) sampai dengan teori ekonomi modern (W.W. Rostow dan

Lebih terperinci

Peluang untuk pengembangan usaha agribisnis kelapa sawit di. lndonesia masih cukup terbuka luas hampir di semua subsistem baik pada

Peluang untuk pengembangan usaha agribisnis kelapa sawit di. lndonesia masih cukup terbuka luas hampir di semua subsistem baik pada 1. PENDAHULUAN I.I. Latar Belakang Peluang untuk pengembangan usaha agribisnis kelapa sawit di lndonesia masih cukup terbuka luas hampir di semua subsistem baik pada subsistem agribisnis hulu, on farm

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN BAB I 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi sangat terkait erat dengan pembangunan sosial masyarakatnya. Pada awalnya pembangunan ekonomi lebih diprioritaskan pada pertumbuhannya saja, sedangkan

Lebih terperinci

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 8.1. Kesimpulan Berdasarkan analisis dan pembahasan sebelumnya maka dapat disimpulkan hal-hal berikut ini. 1. Faktor-faktor penyebab deindustrialisasi dari sisi

Lebih terperinci

Pembangunan ekonomi berhubungan erat dengan perkembangan jumlah. penduduk, penyediaan kesempatan ke ja, distribusi pendapatan, tingkat output yang

Pembangunan ekonomi berhubungan erat dengan perkembangan jumlah. penduduk, penyediaan kesempatan ke ja, distribusi pendapatan, tingkat output yang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi berhubungan erat dengan perkembangan jumlah penduduk, penyediaan kesempatan ke ja, distribusi pendapatan, tingkat output yang dihasilkan, penghapusan

Lebih terperinci

BAB l PENDAHULUAN. Pada era globalisasi dan kemajuan tekhnologi informasi serta

BAB l PENDAHULUAN.  Pada era globalisasi dan kemajuan tekhnologi informasi serta BAB l PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada era globalisasi dan kemajuan tekhnologi informasi serta desentralisasi, dituntut adanya pelayanan publik yang cepat, tepat dan akurat. Dalam program pembangunan

Lebih terperinci

ANALISA KETERKAITAN SEKTOR EKONOMI DENGAN MENGGUNAKAN TABEL INPUT - OUTPUT

ANALISA KETERKAITAN SEKTOR EKONOMI DENGAN MENGGUNAKAN TABEL INPUT - OUTPUT ANALISA KETERKAITAN SEKTOR EKONOMI DENGAN MENGGUNAKAN TABEL INPUT - OUTPUT Pertumbuhan ekonomi NTT yang tercermin dari angka PDRB cenderung menunjukkan tren melambat. Memasuki awal tahun 2008 ekspansi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. krisis ekonorni di Indonesia yang berkepanjangan, diperlukan suatu usaha

PENDAHULUAN. krisis ekonorni di Indonesia yang berkepanjangan, diperlukan suatu usaha L PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalarn usaha rnernbangkitkan sektor perekonornian rnenghadapi krisis ekonorni di Indonesia yang berkepanjangan, diperlukan suatu usaha dari seluruh lapisan rnasyarakat,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Bogor merupakan sebuah kota yang berada di Provinsi Jawa Barat. Kedudukan Kota Bogor yang terletak di antara wilayah Kabupaten Bogor dan dekat dengan Ibukota Negara

Lebih terperinci

1.1 Latar Belakang Hasalah

1.1 Latar Belakang Hasalah 1.1 Latar Belakang Hasalah Pertumbuhan ekonomi yang dialami oleh hampir semua negara disertai dengan perubahan struktur produksi yaitu menurunnya pangsa sektor pertanian dan meningkatnya pangsa sektor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. membangun infrastruktur dan fasilitas pelayanan umum. pasar yang tidak sempurna, serta eksternalitas dari kegiatan ekonomi.

I. PENDAHULUAN. membangun infrastruktur dan fasilitas pelayanan umum. pasar yang tidak sempurna, serta eksternalitas dari kegiatan ekonomi. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan yang dilakukan oleh setiap pemerintahan terutama ditujukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, pemerataan distribusi pendapatan, membuka kesempatan kerja,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai salah satu negara dengan berbagai potensi besar yang dimilikinya baik potensi alam, sumberdaya manusia, maupun teknologi tentunya memiliki berbagai

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS HASIL PENELITIAN

BAB 4 ANALISIS HASIL PENELITIAN BAB 4 ANALISIS HASIL PENELITIAN Bab ini akan menganalisis dampak dari injeksi pengeluaran Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) pada sektor komunikasi terhadap perekonomian secara agregat melalui sektor-sektor

Lebih terperinci

Perekonomian Indonesia

Perekonomian Indonesia Modul ke: Perekonomian Indonesia Tahapan Perubahan Struktur Ekonomi Fakultas Ekonomi & Bisnis Janfry Sihite Program Studi Manajemen http://www.mercubuana.ac.id Tujuan Sesuai rapem Perubahan Struktur Ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Kuncoro (2010: 4) menyebutkan bahwa pembangunan di Negara Sedang

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Kuncoro (2010: 4) menyebutkan bahwa pembangunan di Negara Sedang BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Kuncoro (2010: 4) menyebutkan bahwa pembangunan di Negara Sedang Berkembang (NSB) pada awalnya identik dengan strategi pertumbuhan ekonomi, yaitu usaha untuk meningkatkan

Lebih terperinci

Kesimpulan. Beberapa kesimpulan yang menjadi perhatian dari penelitian ini disusun

Kesimpulan. Beberapa kesimpulan yang menjadi perhatian dari penelitian ini disusun KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Beberapa kesimpulan yang menjadi perhatian dari penelitian ini disusun dalarn rangkaian berikut ini: (1) Karakteristik Personal: Sernua peternak, baik peternak ayarn buras

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia. Pada satu sisi Indonesia terlalu cepat melakukan

Lebih terperinci

BAB l PENDAHULUAN. memiliki daya saing yang relatif baik sehingga dinilai belum mampu

BAB l PENDAHULUAN. memiliki daya saing yang relatif baik sehingga dinilai belum mampu BAB l PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan agroindustri di lndonesia pada umumnya belum memiliki daya saing yang relatif baik sehingga dinilai belum mampu memanfaatkan berbagai peluang yang muncul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tujuan utama pembangunan ekonomi di negara berkembang adalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tujuan utama pembangunan ekonomi di negara berkembang adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan utama pembangunan ekonomi di negara berkembang adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Keberhasilan pencapaian kesejahteraan tersebut dapat diukur dengan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang mempunyai penduduk terbesar di dunia. Masalah kependudukan merupakan salah satu masalah dalam pembangunan secara nasional di

Lebih terperinci

Dewasa ini lndustri kehutanan di lndonesia telah berkembang pesat. sejaian dengan era industrialisasi yang sedang berkembang, disatu sisi

Dewasa ini lndustri kehutanan di lndonesia telah berkembang pesat. sejaian dengan era industrialisasi yang sedang berkembang, disatu sisi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini lndustri kehutanan di lndonesia telah berkembang pesat sejaian dengan era industrialisasi yang sedang berkembang, disatu sisi produk-produknya telah mampu memasuki

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Industri tekstil bukanlah merupakan sebuah hal baru dalam sektor

I. PENDAHULUAN. Industri tekstil bukanlah merupakan sebuah hal baru dalam sektor 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Industri tekstil bukanlah merupakan sebuah hal baru dalam sektor perdagangan di Indonesia. Istilah tekstil yang dikenal saat ini berasal dari bahasa latin, yaitu texere

Lebih terperinci

Perekonomian Indonesia

Perekonomian Indonesia MODUL PERKULIAHAN Perekonomian Indonesia Transformasi Struktural Perekonomian Indonesia Fakultas Program Studi Pertemuan Kode MK Disusun Oleh Fakultas Ekonomi dan Bisnis Akuntansi 08 84041 Abstraksi Modul

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 Nomor Katalog : 9302001.9416 Ukuran Buku : 14,80 cm x 21,00 cm Jumlah Halaman

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. secara umum oleh tingkat laju pertumbuhan ekonominya. Mankiw (2003)

I. PENDAHULUAN. secara umum oleh tingkat laju pertumbuhan ekonominya. Mankiw (2003) I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan ekonomi suatu negara dapat diukur dan digambarkan secara umum oleh tingkat laju pertumbuhan ekonominya. Mankiw (2003) menyatakan bahwa pertumbuhan

Lebih terperinci

ANDRI HELMI M, SE., MM. SISTEM EKONOMI INDONESIA

ANDRI HELMI M, SE., MM. SISTEM EKONOMI INDONESIA ANDRI HELMI M, SE., MM. SISTEM EKONOMI INDONESIA Industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi atau barang jadi menjadi barang yang bermutu tinggi dalam

Lebih terperinci