ditunjukkan oleh kenaikan RGDP, disebabkan karena biaya produksi yang relatif lebih murah mampu mendorong kenaikan produksi barang-barang

Transkripsi

1 VII. KESIMPULAN DAN IMPLlKASl 7.1. Keslmpulan 1. Penurunan tarif impor meningkatkan kinerja perekonomian Indonesia yang ditunjukkan oleh kenaikan RGDP, disebabkan karena biaya produksi yang relatif lebih murah mampu mendorong kenaikan produksi barang-barang domestik. Walaupun dernikian penurunan tarif impor ternyata menurunkan nilai tukar rupiah terhadap dollar, disebabkan diperlukan dollar yang lebih besar untuk membiayai impor. Penurunan tarif impor mengakibatkan investasi dalam negeri mengalami penurunan karena sebagian besar kebutuhan bahan baku-penolong dan modal dapat diperoleh don luar negeri. Hasil analisis tenebut memperlihatkan bahwa hipotesis pertama ditolak. Penurunan pajak ekspor (alternatif kebijakan II) mempunyai pengaruh yang searah dengan penurunan tarif impor. Penurunan pajak ekspor yang berpengaruh pada peningkatan ekspor barang-barang domestik temyata belum mampu meningkatkan nilai tukar rupiah. Kondisi ini menunjukan dugaan adanya ketergantungan terhadap bahan bakupenolong dari luar negeri. Alternatif kebijakan Ilt (tarif impor don pajak ekspor turun menjadi rata-rata limo persen) dan kebijakan IV (tarif impor dan pajak ekspor pada sektor kehutanan don agroindustri turun menjadi ratarata lirna penen) memperlihatkan terjadinya kenaikan RGDP, nilai tukar rupiah don investasi dalam negeri. Kenaikan kinerja ekonomi lndonesia disebabkan karena adanya kenaikan ekspor yang lebih tinggi dari kenaikan irnpor. Walapun demikian pencapaian kinerja perekonomian yang baik

2 perlu didukung oleh kebijakan yang kondusif don iklirn investasi yang sehat. Hasil analisis diatas rnenunjukkan bahwa hipotesis ke duo don ke tiga dapat diterirna. 2. Penurunan tarif impor meningkatkan impor don ekspor sektor non migas. Pada umumnya kenaikan ekspor lebih besar dari kenaikan irnpor, kecuali untuk industri lainnya yang ditunjukkan oleh kenaikan defisit perdagangan. Hal tenebut rnenunjukkan ketergantungan yang tinggi dari sektor industri lainnya terhadap bahan baku don modal dari luar negeri sernentara ekspor belum mampu berkembang (orientasi pemenuhan kebutuhan dornestik]. Situasi sebaliknya tejadi pada sektor agroindustri yang mengalarni kenaikkan don surplus neraca perdagangan yang cukup besar yang mernperlihatkan kernarnpuan sektor agroindustri mernanfaatkan bahan baku lokal. Penuwnan pajak ekspor, rneningkatkan nilai total ekspor lebih besar dari kenaikan total impor, sehingga neraca perdagangan rnengalcrni surplus. Sektor agroindustri (agroindustri non pengolahan makanan) menunjukan kenaikan surplus neraca perdagangan yang terbesar diikuti oleh agroindutri pengolahan makanan, tanarnan bukan pangan dan perikanan. Penerapan altematif kebijakan Ill (tarif impor don pajak ekspor turun rnenjadi rota-rota lirna penen) sernakin mernperkuat hasil analisis bahwa sektor agroindustri rnewpakan sektor andalan bagi peningkatan surplus neraca perdagangan nonmigas. Pengenaan pajak ekspor terhadap sektor kehutanan dan sektor agroindustri, menurunkan surplus neraca perdagangan non rnigas disebabkan tuwnnya surplus perdagangan

3 agroindustri yang cukup besar. Walaupun demikian sektor agroindustri tetap memperoleh surplus perdagangan, mengindikasikan bahwa sektor agroindustri mampu menghadapi deregulasi perdagangan dengan lebih baik dibandingkan dengan sektor-sektor lain. Penghapusan pajak ekpor dan penghapusan secara benamaan tarif impor dan pajak ekspor, meningkatkan kembali surplus perdagangan sektor agroindustri. Kenaikan surplus perdagangan terbesar tejadi pada sektor agroindustri non pengolahan makanan, sementara surplus perdagangan sektor agroindustri pengolahan makanan mengalami penurunan dibandingkan alternatif kebijakan V yaitu tarif impor turun menjadi rota-rota lima penen don pajak ekspor dihapuskan (walaupun tetap lebih besar dibandingkan kondiii awal). Penurunan ini akibat naiknya impor hasil pengolahan makanan akibat penurunan tarif impor. Secara umum, hasil analisis pada alternatif kebijakan 111, IV, V dan VI (tarif impor don pajak ekspor dihapuskan) yang rnemperlihatkan bahwa hipotesis ke ernpat yaitu penurunan tarif impor dan pajak ekspor berpengaruh positif terhadap kineja sektor pertanian Indonesia dapat diterima. 3. Hasil umum alternatif kebijakan I (tarif impor turun menjadi rata-rata limo penen) don kebijakan II (pajak ekpor turun menjadi rata-rata lima penen) terjadi penurunan pendapatan apabila tarif impor diturunkan don terjadi kenaikan pendapatan apabila pajak ekspor diturunkan. Penerapan kedua kebijakan secara benamaan (alternatif kebijakan Ill sarnpai VI) mernbenkan efek positif berupa kenaikan pendapatan bagi faktor produksi dan

4 rumahtangga pemilik tanah lebih dari satu hektar, pekeja desa pendapatan rendah dan pekeja kota pendapatan rendah. Pengaruh penurunan tarif pajak impor lebih dirasakan rnemberatkan oleh buruh tani, pernilik tanah kurang dari I hektar, pekeja desa pendapatan tinggi don pekerja kota pendapatan tinggi terutarna disebabkan keterbatasan pernilikan faktor produksi dan kesempatan bekerja disektor lain (hipotesis ke lirna yaitu penurunan tarif impor don pajak ekspor berpengaruh positif terhadap distribusi pendapatan dari faktor produksi dan rumahtangga ditolak). Penyebab lain adalah rnasih tejadinya defisit neraca perdagangan non migas untuk sektor-sektor tanaman pangan, peternakan, kehutanan don industri lainnya. Karenanya upaya pelaksanaan kebijakan perlu rnempertirnbangkan kesiapan sektor-sektor tenebut dalarn rnengantisipasi pelonggaran hambatan perdagangan. 4. Sektor tanarnan pangan, peternakan dan sektor kehutanan rnenunjukkan terjadinya defisit perdagangan baik sebelurn don setelah kebijakan penurunan tarif irnpor dan pajak ekspor dilakukan. Menunjukan bahwa sektor tenebut rnasih bertujuan untuk pernenuhan konsurnsi domestik, sehingga rentan terhadap kebijakan yang berorientasi pada pelonggaran hambatan perdagangan. 5. Kebijakan penurunan tarif impor dan penghapusan pajak ekspor (alternatif kebijakan V) don kebijakan penghapusan tarif impor don pajak ekspor secara benamaan (alternatif kebijakan VI), cenderung rneningkatkan pertumbuhan secara nyata, tetapi mengakibatkan distribusi pendapatan

5 dan stabilitas ekonomi menurun. Sementara kebijakan penurunan pajak ekspor (alternatif kebijakan II) menyebabkan pertumbuhan ekonomi relatif rendah sementara distribusi pendapatan don stabilitas ekonomi meningkat. Hal ini enunjukkan terjadi trade off antora pertumbuhan ekonomi don distribusi pendapatan. Pilihan kebijakan akan sangat tergantung pada apa yang diinginkan oleh pengambil kebijakan lmpllkasi 1. Pangsa sektor agroindustri terhadap RGDP mencapai penen pada Pelita V dan pangsa surplus perdagangan agroindustri terhadap RGDP mencapai sekitar delapan penen menunjukkan peran penting sektor agroindustri dalam perekonomian nasional. Kemampuan sektor agroindustri rnempertahankan surplus neraca perdagangan non migas don kemampuan sektor agroindustri memanfaatkan sumberdaya domestik, mernberikan dampak terhadap peningkatan pendapatan petani pemilik lahan lebih dari satu hektar, pekeja desa don pekerja kota pendapatan rendah. Karenanya penernpatan sektor agroindustri sebagai sektor andalan untuk mengatasi defisit neraca perdagangan non migas perlu mendapat prioritas. 2. Sektor perikanan don sektor tanaman bukan pangan (tanaman perkebunan) juga merupakan sektor-sektor yang memberikan surplus neraca perdagangan non rnigas dengan nilai yang cenderung meningkat (hasil simulasi). Tejadinyci surplus neraca perdagangan pada sektor perikanan merupakan ha1 yang menank untuk dicermati don

6 dikembangkan, rnengingat potensi perikanan Indonesia yang relatif besar don belum tergarap dengan baik. Sehingga sektor perikanan dapat diarahkan sebagai salah satu sektor andalan penyurnbang devisa nasional. Hal yang soma juga berlaku untuk sektor tanarnan bukan pangan, dimana pengelolaan yang lebih baik melalui perkebunan swasta, nasional, don rakyat diharapkan akan mampu rneningkatkan efisiensi sehinggga mampu rneningkatkan ekspor serta penerirnaan devisa. 3. Sektor tanaman pangan, peternakan don kehutanan memperlihatkan terjadinya defisit neraca perdagangan baik sebelum penurunan pajak dilakukan rnaupun setelah penurunan pajak (pada alternatif kebijakan Ill defisit cenderung semakin besar]. Kondisi ini memperlihatkan bahwa sektor tenebut rentan terhadap pelonggaran hambatan perdagangan (penurunan tarif irnpor). Mengingat sektor tenebut merupakan sektor strategis bagi rnasyarakat (penyedia pangan don papan), serta sebagai sumber pendapatan masyarakat di pedesaan (terutama buruh tani don pemilik llahan sempit) rnaka sebaiknya sektor tenebut dilindungi. Upaya tenebut dilakukan dengan cara rnemperpanjang rnasa penurunan tarif don mernpertimbangkan kesiapan sektor-sektor tenebut dalam mengantisipasi pelonggaran harnbatan perdagangan. 4. Hasil simulasi kebijakan mernperlihatkan bahwa penurunan tarif irnpor don pajak ekspor secara nyata (penghapusan pajak), rnenyebabkan tejadinya trade off antara perturnbuhan ekonomi yang tinggi don penurunan diitribusi pendapatan serta stabilitas ekonomi. Karena itu pilihan kebijakan

7 penurunan tarif impor dan pajak ekspor dalam menghadapi pasar bebas AFTA dan APEC (tahun 2003 don tahun 2020) hendaknya dilakukan secara bertahap dengan memperhatlkan kesiapan masing-masing sektor, sehingga pertumbuhan ekonomi dan stabilitas ekonomi dapat dipertahankan. Dengan perkataan lain apabila pertumbuhan ekonomi menjadi tujuan pertama maka alternatif kebijakan V dapat dipilih untuk dijalankan. Tetapi apabila distribusi pendapatan rnenjadi tujuan utama rnaka alternatif kebijakan II dapat dipilih untuk dilaksanakan. 5. Pendekatan model keseimbangan umum (CGE), dengan struktur harga fleksibel (endogen), mampu mengintegrasikan hasil-hasil pendugaan model ekonometrik dan Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE). Sehingga dampak alternatif kebijakan pemerintah (eksogen] terhadap pelaku-pelaku don sektor ekonomi dapat dijelaskan secara lebih realistik dalam kondisi keseim bangan Saran Untuk Penelltian Lanjutan 1. Untuk dapat menganalisis secara lebih lengkap pengaruh penghapusan hambatan perdagangan terhadap perekonomian Indonesia, disarankan untuk memperluas simulasi kebijakan dengan rnernasukkan penga~h penghapusan subsidi domestik pada berbagai sektor. Sebagai alternatif kebijakan dalam mengantisipasi penurunan pendapatan akibat penghapusan hambatan perdagangan, dapat dilakukan simulasi melalui peningkatan kebijakan fiskal (pengelwaran pemerintah). Peningkatan

8 pengeluaran pemerintah dapat dirinci dalam bentuk pengeluaran untuk fasilitas ekonomi, fasilitas sosial dan pelayanan umum. 2. Model CGE yang digunakan merupakan pengembangan dari model CGE Lewis di mana pasar finansial tidak dimasukkan dalam sistem penamaan. Untuk rnengantisipasi era globalisasi dimana pasar finansial memegang peran penting dalam perekonomian maka untuk pengembangan model lebih lanjut disarankan untuk rnemasukkan pasar fiansial dalam model, seperti model CGE yang dikembangkan oleh Thorbecke (1992). 3. Model CGE yang digunakan tidak memasukkan faktor lingkungan dalam sistem penamaannya. Pada masa sekarang dimana perbaikan kualitas lingkungan termasuk sebagai salah satu kebijakan pembangunan ekonomi. maka untuk pengembangan analisis selanjutnya disarankan untuk memasukkan komponen lingkungan dalam matriks 1-0, SNSE maupun model CGE. 4. Isu pernbangunan ekonomi lndonesia dewasa ini diwarnai dengan ketidak merataan investasi untuk Kawasan Barat lndonesia (KBI) don Kawasan Timur lndonesia (KTI), sehingga terjadi ketidakmerataan hasil pembangunan diantara dua kawasan tenebut. Model CGE yang digunakan dalam penelitian ini belum mendiiagregasi perekonomian nasional kedalam wilayah-wilayah yang lebih kecil (propinsi atau KBI don KTI), sehingga dampak kebijakan tidak dapat dilihat dalam konteks regional. Untuk mengantisipasi ha1 tenebut disarankan untuk mengembangkan model Interregional Computable General Equilibrium (IRCGE) Indonesia.

9 Pengernbangan model IRCGE haws diikuti oleh ketenediaan data SNSE wilayah yang ketenediannya masih merupakan kendala. 5. Pada prosedur estirnasi model CGE, nilai parameter diperoleh rnelalui studi literatur rnaupun hasil-hasil penelitian terdahulu. Parameter elastisitas untuk fungsi produksi dan fungsi Arrnington baik untuk produksi domestik rnaupun impor diestirnasi berdasarkan hasil penelitian Lewis (1990). Thorbecke (1992). Temenggung (1995) dan Wuryanto (1996). Untuk penelitian lebih lanjut, data terbaru yang relevan dengan studi sebaiknya dikurnpulkan don estirnasi ekonornetrik don parameter-parameter tenebut sebaiknya dilakukan. 6. Spesifikasi dari fungsi produksi dalam model CGE yang digunakan rnengasumsikan eksiitensi dari subtitusi antara input primer (tenaga keja don modal) dengan perrnintaan antara, serta antara permintaan antara (intermediate demand) itu sediri. Sebagai tambahan, tenaga keja dalam model tidak dikelompokkan ke dalam beberapa keahlian (buruh kasar, tenaga kerja operator dan profesional). Situasi tenebut kurang realistik karena model yang digunakan secara implisit rnengasurnsikan bahwa keahlian tenaga kerja buruh kasar dapat secara mudah rnenjadi operator ataupun profesional dan sebaliknya. Untuk penelitian lebih lanjut disarankan spesifikasi tenaga kerja hendaknya mernpertimbangkan halhal diatas. 7. Model CGE yang digunakan adalah model statik untuk analisis jangka pendek. Untuk analisis yang lebih lengkap, pengembangan model diarahkan kepada model dinamik dengan rnengintegrasikan sektor fianansial di dalarn model. Disarnping itu dengan rnernasukkan variabel lag

10 waktu rnaka perilaku perekonomian dapat ditangkap dengan lebih baik, sebagai contoh adalah pengaruh investasi dalarn perturnbuhan perekonornian yang pengawhnya tidak langsung dirasakan pada saat yang bersarnaan. 8. Untuk rnenjernbatani industriindustri unggulan dalarn sektor industri lainnya. disarankan pengelornpokan 14 sektor ekonomi dalarn analisis dapot diperluas menjadi 66 sektor dau disesuaikan dengan kebutuhan.