I. PENDAHULUAN

Transkripsi

1 I. PENDAHULUAN Perhatian pemerintah terhadap sektor non-migas, khususnya sektor agribisnis semakin besar. Hal tersebut disebabkan semakin berkurangnya sumbangan devisa yang dihasilkan dari ekspor minyak dan gas bumi akhir-akhir ini. Agribisnis menduduki ternpat yang strategis sebagai sektor penghasil devisa negara. Salah satu komoditi agribisnis yang semakin rneningkat permintaannya dan memiliki prospek yang baik untuk terus dikembangkan adalah komoditi teh. Tanaman teh (Camellia sinensis) berasal dari daerah pegunungan Cina bagian selatan. Daerah ini berhawa sejuk dan lernbab serta termasuk daerah sub-tropis. Oleh karena itu tanaman teh di lndonesia hanya tumbuh dengan baik di daerah pegunungan dengan curah hujan yang tinggi dan merata. Tanaman teh di lndonesia berasal dari biji yang didatangkan dari Jepang, Cina dan Srilanka. Terdapat dua jenis tanaman teh yaitu teh Cina dan teh Assam. Jenis tanaman yang ada di lndonesia sekarang umurnnya hibrida dari teh Cina dan teh Assam. Teh Cina berdaun kecil-kecil, produktivitas rendah, kualitas tinggi; teh Assam berdaun lebar, produktivitas tinggi, mutu sedang (Sutaryanto, 1997). Komoditi teh memiliki arti penting dalam perekonomian lndonesia, karena merupakan sumber devisa komoditi perkebunan yang cukup besar nilainya. Volume dan nilai ekspor teh bulky, yang merupakan produk utama dari industri teh, bemuktuasi dari tahun ke tahun dan data terakhir ( ) menunjukkan kecenderungan menurun (Lampiran 1). Kebutuhan konsumsi teh domestik pada saat yang sama justru menunjukkan kecenderungan meningkat (Lampiran 2), walaupun tingkat konsumsi teh domestik masih tergolong rendah, hanya gramlkapitaltahun, dibandingkan dengan negara-negara produsen teh lainnya seperti Srilanka mencapai gramlkapitaltahun, dan India mencapai gramlkapitaltahun ( Tim Penulis PS, 1996). Konsumsi teh dalam negeri perlu terus ditingkatkan mengingat

2 jumlah penduduk Indonesia lebih dari 200 juta dengan tingkat konsumsi minum teh yang masih rendah, merupakan pasar yang potensial bagi perkembangan industri teh di dalam negeri. Untuk itu diperlukan adanya kampanye yang lebih gencar untuk rneningkatkan konsurnsi teh masyarakat secara keseluruhan, yaitu dengan "Gerakan Nasional Minum Teh" (Sinar Tani, 1997). Hasil penelitian tentang khasiat teh perlu disebarluaskan agar dapat mempengaruhi dan memotivasi keputusan konsumen untuk mernbeli dan rnembiasakan minum teh. Harga teh di pasaran dunia berfluktuasi, tetapi data lelang terakhir yang ditutup pada tanggal 17 Desember 1997 menunjukkan harga yang relatif stabil dengan harga terendah US$ Cent 193lkg untuk jenis tradisional (orthodox) dari perkebunan Sinurnbra dan tertinggi US$ Cent 243lkg untuk jenis CTC dari perkebunan Kertarnanah. Untuk tahun 1998 penjualan teh rnasih tetap prospektif tidak terpengaruh gejolak dolar, karena seluruh transaksi teh sejak awal dibukanya pelelangan di Jakarta, berlangsung dalam kurs dolar (Mitra, 1997). Daftar harga lelang teh selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 3. PTP Nusantara Vlll yang berkantor pusat di Bandung rnerupakan salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak dalarn bidang perkebunan dengan budidaya yang dikernbangkan adalah teh, karet, kina, kakao, cengkeh, dan kelapa sebagai komoditi utama. Komoditi yang lain seperti kelapa sawit dan gutfa percha merupakan tanaman diversifikasi (Silitonga,1989). PTP Nusantara Vlll merniliki 25 unit usaha perkebunan teh yang tersebar di daerah Jawa Barat. Salah satu dari perkebunan teh tersebut adalah Perkebunan Gunung Mas., yang dipilih penulis sebagai obyek penelitian. Budidaya yang dikembangkan di Perkebunan Gunung Mas adalah teh dan kina, tetapi kina belum menghasilkan. Memasuki pasar bebas semua perusahaan di Indonesia akan menghadapi persaingan yang semakin ketat baik dari dalam maupun luar negeri, perusahaan asing akan dengan sangat leluasa memasuki pasar Indonesia. Untuk mengantisipasi ha1 tersebut, suatu perusahaan perlu

3 melaksanakan manajemen teknologi yang dimiliki seoptimal mungkin agar mampu bersaing. Hal ini dapat dilakukan dengan mengelola komponen manajemen teknologi tersebut, yang terdiri dari perangkat teknologi, perangkat manusia, perangkat informasi, dan perangkat organisasi dengan baik. Dengan menerapkan rnanajemen teknologi terpadu, suatu industri akan dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien untuk mernperoleh hasil yang optimal. Sehubungan dengan ha1 tersebut di atas, Perkebunan Gunung Mas pada tahun 1987 telah melakukan suatu terobosan teknologi, yaitu dengan mengganti peralatan teknologi yang lama berupa mesin pengolahan dengan rnenggunakan sistem tradisional (orthodox), dengan rnesin pengolahan yang baru, yaitu mesin CTC (Crushing-Tearing- Curling), dengan sistem pengolahan yang modern. Sistem pengolahan yang baru ini lazim disebut sistern CTC, sedangkan sistern pengolahan yang lama disebut sistem orthodox. Diharapkan dengan mesin yang modem dan cara pengolahan yang baru produksi yang dihasilkan akan lebih meningkat sehingga dapat menunjang keberhasilan kinerja perusahaan. Harapan tersebut ternyata sampai saat ini belum dapat menjadi kenyataan. Kapasitas produksi yang ditetapkan dalarn RKAP (Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan) setiap tahun, sarnpai saat ini belum pernah tercapai. Kapasitas mesin terpasang pada pabrik pengolahan teh Gunung Mas adalah sebesar 30 ton per hari. Pada musim penghujan biasanya produksi bahan baku pucuk berlimpah, tetapi mutunya kurang baik. Pada saat seperti ini kapasitas rnesin dapat optimal bahkan kadang-kadang terjadi over capacity, tetapi kerena mutu produk rendah pada umumnya pendapatan yang diperoleh dari penjualan juga rendah. Di lain pihak, pada saat rnusim kemarau, pada umumnya terdapat kapasitas menganggur (idle capacity) mesin yang cukup besar. Karena keterbatasan daya dukung lahan, bahan baku pucuk basah yang mampu dihasilkan pada rnusim kemarau hanya berkisar antara 5 sampai 6 ton per hari. Walaupun mutu produk yang dihasilkan pada urnurnnya lebih baik daripada musirn

4 penghujan, namun pendapatan yang diperoleh dari penjualan juga rendah karena jumlah produk yang dijual hanya sedikit. Dari kondisi tersebut di atas dapat kita sirnpulkan bahwa kapasitas produksi optimal (opfimum capacify) harian hanya tercapai pada musirn pengujan dengan mutu produk rendah sehingga berpengaruh terhadap total harga jual tertirnbang. Ini berakibat pada tidak tercapainya kapasitas produksi tahunan sebagairnana ditetapkan dalarn RKAP. Tidak tercapainya kapasitas produksi tersebut, berakibat pada tidak seirnbangnya biaya yang telah dikeluarkan dengan pendapatan yang diperoleh dari penjualan. Dari data lirna tahun terakhir ( ) pencapaian kapasitas produksi hanya sebesar 74,24 % dari RKAP yang telah ditetapkan (Lampiran 4). Harga pokok produksi terdiri atas biaya perneliharaan kebun sendiri dan biaya kantor direksi yang berupa biaya administrasi, biaya penjualan, biaya bunga dan biaya lain-lain. Data yang rnenunjukkan perbandingan antara harga pokok dan harga jual dapat dilihat pada Larnpiran 17, yaitu perbandingan harga pokok dan harga jual komoditi teh PTP Nusantara Vlll sampai dengan bulan Desernber 1996 dan Larnpiran 18, yaitu perbandingan harga pokok dan harga jual sarnpai dengan bulan Desember Dari kedua larnpiran tersebut (Larnpiran 17 dan 18) dapat dilihat bahwa untuk kebun Gunung Mas, perhitungan dari bulan Januari sarnpai dengan Desernber 1996 rnenunjukkan selisih harga jual terhadap harga pokok kebun sebesar - Rp726,28/kg, dan selisih harga jual terhadap harga pokok FOB sebesar - Rp1.361,08/kg, sedangkan dari bulan Januari sarnpai dengan Desember 1997 selisih harga jual terhadap harga pokok kebun sebesar Rp68,34/kg dan selisih harga jual terhadap harga pokok FOB sebesar - Rp836,75/kg. Terdapat peningkatan sebesar Rp524,33/kg, sedangkan untuk selisih harga jual terhadap harga pokok kebun sudah rnenunjukkan angka positif dengan selisih Rp794,62/kg. Ini disebabkan peningkatan produksi pucuk pada bulan Desernber 1997 betsarnaan dengan kenaikan kurs dolar pada bulan yang sarna.

5 Berdasarkan uraian tersebut di atas, dapat disirnpulkan bahwa faktor yang mernpengaruhi pencapaian target yang telah ditetapkan dalarn RKAP pada PTP Nusantara VIII, Perkebunan Gunung Mas adalah: kapasitas produksi optimal (optimum capacify) tidak selalu tercapai, dan rnutu produk rendah sehingga berpengaruh terhadap total harga jual tertirnbang. Disarnping faktor-faktor alarn yang tidak dapat dielakkan, seperti rnusirn kernarau yang berkepanjangan, curah hujan yang berlebihan sehingga banyak serangan harna dan penyakit tanarnan, kondisi tersebut di atas rnengindikasikan belurn optirnalnya pengelolaan rnanajernen teknologi (dilihat dari sisi technoware, humanware, infoware dan orgaware) pada PTP Nusantara VIII, Perkebunan Gunung Mas. Untuk lebih rneningkatkan kualitas dan kuantitas produksi, serta produktivitas dan keuntungan, perkebunan perlu rnengetahui sarnpai dirnana tingkat teknologi yang dirniliki. Dengan rnernperhatikan kornponen-kornponen teknologi, SDM, inforrnasi dan organisasi diharapkan perkebunan dapat rnengembangkan teknologi sesuai dengan kebutuhan dan kernarnpuan perkebunan serta perrnintaan pasar. Berdasarkan perrnasalahan yang dihadapi oleh perkebunan, rnaka geladikarya ini difokuskan pada kajian sebagai berikut: (a) Bagairnana pelaksanaan rnanajernen teknologi pengolahan teh di PTP Nusantara VIII, Perkebunan Gunung Mas. (b) Alternatif pengembangan rnanajernen teknologi apa saja yang rnungkin dilaksanakan oleh PTP Nusantara VIII, Perkebunan Gunung Mas sesuai dengan kernarnpuan perkebunan. Tujuan Geladikarya di PTP Nusantara VIII, Perkebunan Gunung Mas adalah untuk rneningkatkan pernaharnan terhadap praktek-praktek

6 bisnis yang diterapkan di perkebunan, khususnya yang berhubungan dengan penerapan manajemen teknologi, dan untuk menerapkan ilmu dan konsep manajemen teknologi serta konsep keilrnuan lainnya yang relevan, yaitu: (a) Mengkaji penerapan Manajemen Teknologi Pengolahan Teh di PTP Nusantara VIII, Perkebunan Gunung Mas. (b) Merumuskan beberapa alternatif pengembangan manajemen teknologi yang mungkin dilaksanakan sesuai dengan kemampuan perkebunan. (a) Geladikarya ini diharapkan dapat memberikan alternatif strategi pengembangan Manajemen Teknologi di PTP Nusantara VIII, Perkebunan Gunung Mas. (b) Geladikarya ini merupakan wahana latihan dan pengembangan wawasan bagi penulis dalarn penerapan teori, khususnya bidang Manajemen Teknologi. (a)penelitian difokuskan pada Kajian Manajemen Teknologi Pengolahan Teh yang dilaksanakan oleh Perkebunan Gunung Mas serta faktor-faktor dominan yang mempengaruhinya. (b) Penilaian terhadap perangkat teknologi, difokuskan dari proses pengangkutan bahan baku ke pabrik sampai dengan pengiriman barang jadi ke gudang di pelabuhan, sedangkan penilaian terhadap perangkat manusia, informasi dan organisasi berlaku untuk seluruh proses kegiatan pada Perkebunan Gunung Mas. (c) Kajian hanya terbatas pada tahap pemberian alternatif, sedangkan implementasi selanjutnya diserahkan kepada manajemen perkebunan.