VII. DAMPAK BERBAGAI ALTERNATIF KEBIJAKkM-TERHADAP PERDAGANGAN MINYAK SAWlT INDONESIA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "VII. DAMPAK BERBAGAI ALTERNATIF KEBIJAKkM-TERHADAP PERDAGANGAN MINYAK SAWlT INDONESIA"

Transkripsi

1 VII. DAMPAK BERBAGAI ALTERNATIF KEBIJAKkM-TERHADAP PERDAGANGAN MINYAK SAWlT INDONESIA Tujuan dari simulasi model adalah untuk mengilustrasikan model ECM yang dikembangkan dalam penelitian ini dapat digunakan untuk menganalisis dampak dari perubahan lingkungan ekonomi dan kebijakan perdagangan di Indonesia dan negara importir terhadap volume perdagangan minyak sawit. Beberapa alternatif skenario simulasi dilakukan untuk membandingkan dampak yang terjadi pada aliran perdagangan minyak sawit tersebut. Secara spesifik skenario kebijakan dibedakan dari sisi importir dan dari sisi eksportir. Kebijakan dari sisi importir adalah skenario penurunan tarif impor, pertumbuhan pendapatan nasional dan skenario gabungan. Ketiga skenario tersebut bertujuan untuk mengetahui seberapa besar kebijakan-kebijakan negara importir mempengaruhi volume perdagangan minyak sawit. Kebijakan dari sisi eksportir (Indonesia) adalah penurunan pajak ekspor dan kenaikan inflasi serta skenario gabungan keduanya. Skenario yang dilakukan didasarkan pada kondisi logis yang terjadi dalam perdagangan minyak sawit yang semakin mengarah kepada perdagangan bebas dengan kondisi pertumbuhan ekonomi tinggi di negara importir serta kenyataan tingginya inflasi di Indonesia Skenario Kebijakan Negara lrnportir 7.1.I. Dampak Penurunan tarif impor Retriksi perdagangan berupa tarif impor merupakan kebijakan yang sering dilakukan negara importir dalam struktur kebijakan retriksi untuk melindungi produsen domestik. Minyak sawit merupakan komoditi dengan keunggulan harga yang banyak berkompetisi dengan komoditi lokal negara importir sehingga tarif impor menjadi suatu instrument yang dampaknya diharapkan dapat mengurangi arus impor minyak sawit.

2 - Forrnulasi persarnaan perrnintaan irnpor pada Bab -seklurnnya rnenunjukkan bahwa besar kecilnya dampak pengenaan tarif irnpor minyak sawit tergantung pada elastisitas harga irnpornya. Semakin elastis respon irnpor terhadap harga irnpor rninyak sawit rnaka darnpak pengenaan tarif irnpor akan sernakin besar terhadap perubahan jumlah rninyak sawit yang diirnpor. Struktur tarif yang diterapkan untuk kornoditi rninyak sawit berbeda-beda untuk masing-masing negara irnportir. lndia rnerupakan negara yang sangat ketat rnelakukan retriksi terhadap rninyak sawit karena persaingannya dengan komoditi rninyak nabati lokal yang dikhawatirkan merugikan produsen lokal. lndia rnenerapkan tarif irnpor tinggi untuk rninyak sawit, kebijakan ini berdarnpak cukup signifikan pada berkurangnya volume perdagangan minyak sawit dengan nilai elastisitas irnpor lndia di atas 0.5 terhadap perubahan harga irnpor minyak sawit. Tarif irnpor rninyak sawit di atas level 50 persen rnenjadi hambatan dalam rnengakses dan rnernperluas pangsa pasar rninyak sawit di India. Namun sernakin besarnya jurnlah penduduk dengan perturnbuhan ekonorni yang bertahan di atas 6 persen rnenjadikan kebutuhan akan rninyak sawit akan semakin besar. Skenario penurunan tarif irnpor sebesar 15 persen rnenjadi dasar untuk rnengetahui dampak penurunan tarif irnpor secara bertahap pada irnpor rninyak sawit India. China dan Uni Eropa menerapkan tarif irnpor yang lebih moderat untuk irnpor rn/nyak sawitnya. Hingga sekarang China dan Uni Eropa hanya mengenakan tarif impor terhadap rninyak sawit masing-masing adalah 9 persen dan 10 persen. Untuk rnengetahui dampak jika tidak ada harnbatan perdagangan rninyak sawit rnaka skenario penurunan tarif irnpor sarnpai not persen dilakukan pada sirnulasi kebijakan untuk kedua negara importir ini.

3 Tabel 20. Dampak PenurunamrTarif lmpor Terhadap Permintaan lmpor dan Permintaan Ekspor Minyak Sawit Negara Eksportir Harga Permintaan ekspor Pangsa Pasar (Persen) Jumlah(Ton) Persentase Perrnintaan impor China Permintaan impor India Permintaan impor EU Permintaan ekspor China - Indonesia Malaysia Perrnintaan ekspor lndia - Indonesia Malaysia Permintaan ekspor EU - Indonesia Malaysia Hasil simulasi terhadap skenario kebijakan pada Tabel 20 menunjukkan bahwa pasar minyak sawit China merupakan pasar dengan darnpak paling kecil jika hambatan dagang dihapus. Sedangkan untuk pasar Uni Eropa, penghapusan hambatan dagang akan memberikan dampak paling besar untuk peningkatan volume perdagangan. Hal ini relevan jika dihubungkan dengan nilai elastisitas harga impor untuk masing-masing negara importir. Dampak penurunan tarif impor minyak sawit tidak hanya pada permintaan impor namun juga berdampak pada permintaan ekspor minyak sawit importir terhadap masing-masing negara eksportir. Hasil simulasi menunjukkan bahwa, jika diasumsikan rasio harga tidak berubah maka darnpak tarif terhadap perubahan permintaan impor menyebabkan perubahan proporsional pada perubahan permintaan ekspor minyak sawit negara irnportir terhadap negara eksportir. Besarnya persentase perubahan permintaan ekspor minyak sawit untuk masing-masing negara eksportir tergantung dari parameter dari permintaan impor minyak sawit untuk negara tersebut, yang selanjutnya menunjukkan besarnya pangsa pasar negara eksportir untuk pasar minyak sawit China, lndia dan Uni Eropa. lndonesia memiliki pangsa pasar yang cukup besar untuk pasar

4 Uni Empa dan India, sedangkan minyak sawit Malaysia mendominasi pasar minyak sawit China serta India. Namun yang perlu dicermati adalah persentase kenaikan permintaan ekspor lndonesia untuk pasar lndia dan Uni Eropa masih lebih tinggi dari Malaysia, ha1 ini mengindikasikan pertumbuhan permintaan ekspor yang berkelanjutan sehingga memiliki peluang untuk memperbesar pangsa pasar minyak sawit untuk kedua negara importir tersebut. Analisa dampak pengenaan tarif impor pada sisi kesejahteraan negara importir berkaitan dengan elastisitas penawaran ekspor. Pada penawaran ekspor yang elastis, kebijakan tarif impor merupakan kebijakan yang kontraproduktif untuk negara importir karena berkurangnya surplus konsumen tidak terkompensasi oleh penerimaan pemerintah dari tarif impor. Nilai elastisitas penawaran ekspor minyak sawit lndonesia menginformasikan bahwa dalam jangka pendek pemberlakuan kebijakan tarif impor minyak sawit cukup efektif terutama untuk China namun menjadi tidak efektif dalam jangka panjang Dampak Kenaikan Pendapatan Pertumbuhan ekonomi menjadi pertimbangan utama bagi keputusan impor suatu negara. Pendapatan negara importir minyak sawit memiliki pengaruh signifikan pada perubahan volume perdagangan minyak sawit dengan respon yang sensitif artinya sedikit saja terjadi perubahan pendapatan maka akan menyebabkan perubahan volume impor yang besar. Pertimbangan bahwa China, lndia danuni Eropa merupakan negara dengan prediksi pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi maka skenario kebijakan kenaikan PDB 10 persen cukup logis untuk mengetahui dampak perubahan pendapatan terhadap volume impor masing-masing negara importir. Dampak dari kenaikan pendapatan pada Tabel 21 menunjukkan bahwa perubahan pendapatan sebesar 10 persen menyebabkan kenaikan impor minyak sawit di atas 10 persen, bahkan persen untuk kenaikan impor minyak sawit

5 -.*--...,sg?s=-~-. Uni Eropa. Kenaikan irnpor rninyak sawit akibat kenaikan pendapatan~febih besar tiga kali lipat dari kenaikan irnpor akibat penurunan tarif impor ataupun liberalisasi perdagangan rninyak sawit di negara irnportir. Hal ini rnenjadi jarninan bagi negara eksportir rninyak sawit bahwa selarna perturnbuhan ekonorni tetap terjadi rnaka permintaan terhadap ekspor rninyak sawit akan- terus meningkat. Dengan kata lain liberalisasi bukan satu-satunya cara untuk rneningkatkan volume perdagangan rninyak sawit jika rnernang proteksi dianggap perlu untuk alasan-alasan tertentu. Tabel 21. Darnpak Kenaikan PDB di Negara lrnportir Terhadap Perrnintaan lrnpor dan Perrnintaan Ekspor Minyak Sawit PDB Volume impor Negara Eksportir Pangsa Pasar (Persen) Jumlah(Ton) Persentase Permintaan impor China Permintaan impor India Permintaan irnpor EU Perrnintaan ekspor China - lndonesia - Malaysia Perrnintaan ekspor lndia - lndonesia - Malaysia Permintaan ekspor EU - Indonesia Malaysia Perubahan proporsional juga terjadi pada permintaan ekspor rninyak sawit negara importir ke lndonesia dan Malaysia, dengan asumsi rasio harga tidak berubah. Besarnya darnpak untuk masing-masing negara irnportir juga rnenunjukkan dorninasi rninyak sawitnya pada pasar irnportir Dampak Penurunan Tarif lmpor dan Kenaikan Pendapatan Kondisi ideal yang diinginkan untuk meningkatkan volume perdagangan rninyak sawit rnernbuat skenario kornbinasi antara penurunan tarif irnpor dan kenaikan pendapatan menjadi pilihan untuk melihat darnpak perubahan kedua

6 , variabel yang mempengaruhi impor terhadap perubahan volume perdagangah - z- minyak sawit. Hasil simulasi skenario gabungan (Tabel 22) menunjukkan peningkatan yang besar dalam volume perdagangan antara negara importir dan eksportir minyak sawit jika kebijakan impor memberikan insentif impor didukung dengan kondisi ekonomi yang baik di negara importir. Skenario logis yang dilakukan pada model permintaan impor dan ekspor minyak sawit tersebut menunjukkan dampak pada peningkatan volume perdagangan mencapai 80 persen untuk pasar Uni Eropa saja dan dampak yang cukup besar pada pasar China dan India. Penting untuk menjadi perhatian khusus bahwa untuk pasar China dengan pangsa pasar minyak sawit lndonesia hanya 5 persen saja, perubahan kebijakan perdagangan dan perubahan perekonomian China hanya berdampak kecil ( ) pada permintaan ekspor minyak sawit China ke Indonesia. Namun perubahan kebijakan perdagangan dan kondisi ekonomi Uni Eropa berdampak paling besar pada permintaan ekspor minyak sawit ke Indonesia. Artinya guncangan pada impor minyak sawit Uni Eropa akan mengguncang ekspor minyak sawit lndonesia ke Uni Eropa. Tabel 22. Dampak Penurunan Tarii lmpor dan Kenaikan PDB Terhadap Permintaan lmpor dan Permintaan Ekspor Minyak Sawit Negara Eksportir PDB Harga Volume impor (%) (%) Jumlah(Ton) Persentase Pangsa Permintaan imwr China Permintaan imbr India Permintaan impor EU Permintaan ekspor China - Indonesia - Malaysia Permintaan ekspor lndia - Indonesia Malaysia Permintaan ekspor EU - Indonesia Malaysia

7 Pasar minyak sawit China, India-dan Uni Eropa memperlihatkan dampak yang konsisten terhadap semua perubahan kebijakan tarif, pendapatan maupun gabungan keduanya. Perubahan proporsional pada permintaan ekspor, kenaikan permintaan ekspor ke lndonesia dan Malaysia serta pangsa pasar kedua negara.. eksportir menunjukkan parubahan konsisten yang terjadi pada perlakuan kebijakan yang berbeda Skenario Kebijakan Negara Eksportir Pengambilan kesimpulan pada skenario kebijakan untuk penawaran ekspor minyak sawit lndonesia perlu kehati-hatian dan kejelian terutama pada penawaran ekspor total minyak sawit. Hal ini disebabkan fenomena unik komoditi minyak sawit lndonesia yang berdampak pada pengaruh negatif ekspomya terhadap harga riil ekspor minyak sawit. Sedangkan kebijakan perdagangan dan perubahan kondisi ekonomi akan men-shock variabel harga tersebut. Sisi yang berbeda antara kenaikan harga akibat pergeseran orientasi produk dengan kenaikan harga akibat penghapusan pajak ekspor ataupun inflasi, meskipun keduanya men-shock variabel harga namun memberikan kesimpulan yang berbeda dan sangat krusial jika terjadi kesalahan persepsi. Sehingga untuk selanjutnya kesimpulan simulasi dilakukan berdasarkan analisa logis didukung dengan hasil simulasi penawaran ekspor minyak sawit lndonesia ke China, India dan Uni Eropa Dampak Penghapusan Pajak ekspor Pemberlakuan pajak ekspor minyak sawit oleh pemerintah lndonesia didasarkan pada tujuan ganda yaitu, (1) pengamanan pasokan domestik, dan (2) penerimaan pemerintah dari pajak ekspor. Jika orientasi pemerintah adalah hanya penerimaan dari pajak maka untuk meminimasi dampak pajak pada volume ekspor, besamya pajak tergantung pada elastisitas permintaan ekspor

8 dan penawaran ekspor, ha1 ini sesuai dengan teori diungkapkan pada Gambar 5. Tingkat pajak ekspor yang tinggi efektif jika permintaan ekspor dan penawaran ekspor bersifat inelastis terhadap harga dan demikian sebaliknya, sehingga distorsi akibat pajak ekspor dapat diperkecil. Apabila tujuan pengenaan pajak lebih diorientasikan pada pengamanan pasokan domestik dan melindungi konsumen domestik maka pemberlakuan tingkat pajak haws mempertimbangkan distorsi yang akan terjadi. Hasil estimasi sebelumnya menunjukkan bahwa respon permintaan ekspor dan penawaran ekspor minyak sawit lndonesia bersifat elastis terhadap harga, artinya sedikit saja perubahan pada harga menyebabkan perubahan yang besar pada volume perdagangan. Pengenaan pajak ekspor yang tinggi untuk ekspor minyak sawit lndonesia akan menjadi kebijakan yang tidak insentif untuk perkembangan ekspor minyak sawit Indonesia, ha1 tersebut pernah dilakukan oleh pemerintah lndonesia dengan pengenaan pajak ekspor 60 persen. Hingga sekarang pajak ekspor sebesar 3 persen pada minyak sawit masih cukup tinggi dari sisi eksportir minyak sawit. Eksportir haws membayar sebesar 4.8 US$/ton minyak sawit dari Harga Patokan Ekspor (HPE) sebesar 160 US$/ton. Jika rencana kenaikan HPE oleh pemerintah sebesar 420 US$/ton maka penerimaan pemerintah dari pajak ekspor adalah 12.6 US$/ton. Tabel 23.. Dampak Penghapusan Pajak Ekspor Terhadap Penawaran Ekspor Minyak Sawit lndonesia Penawaran Harga Volume ekspor Pangsa Pasar ekspor (Persen) Ton Persen Sebelum Setelah Total Indonesia China India Uni Eropa Pengenaan pajak ekspor untuk pengamanan pasokan domestik mestinya hanya menjadi kebijakan jangka pendek, sedangkan dalam jangka panjang

9 kebijakan di-sisii+roduksi akan lebih efektii. Untuk itu skenario penghapusan pajak ekspor dilakukan untuk melihat dampaknya terhadap volume ekspor dan pangsa pasar minyak sawit lndonesia di pasar importir. Hasil perhitungan untuk simulasi penghapusan pajak ekspor pada Tabel 23 menunjukkan peningkatan ekspor minyak sawit yang cukup besar terutama pada pasar lndia yaitu hampir 3 persen, demikian pula pada pangsa pasar minyak sawit lndonesia mengalami peningkatan pada masing-masing pasar importir Dampak inflasi lnflasi merupakan kondisi yang tidak dapat dihindari dalam pertumbuhan ekonomi di negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Sebagai negara eksportir minyak sawit, kondisi perekonomian mempengaruhi keputusan- keputusan ekspor. Dampak inflasi akan menyebabkan tingkat harga menjadi lebih tinggi sehingga daya beli masyarakat menjadi turun. Jika pemerintah tidak melakukan penyesuaian terhadap HPE minyak sawit maka inflasi akan menyebabkan turunnya harga nil ekspor minyak sawit Indonesia. Tabel 24. Dampak lnflasi 10 persen Terhadap Penawaran Ekspor Minyak Sawit lndonesia Penawaran ekspor (Persen) Harga Volume ekspor Pangsa Pasar Ton Persen Sebelum Setelah Total Indonesia China India Uni Eropa Tabel 24 menunjukkan dampak yang akan terjadi pada ekspor minyak sawit lndonesia jika terjadi inflasi di dalam negeri sebesar 10 persen. Ekspor ke China dan lndia menunjukkan penurunan yang cukup besar karena responnya terhadap perubahan harga bersifat elastis. Demikian pula dampaknya terhadap penurunan pangsa pasar minyak sawit lndonesia berkisar antara 1-3 persen. Perubahan kondisi ekonomi lndonesia menuntut pemerintah untuk memikirkan

10 kebijakan yang memberikan situasi yang kondusif untuk perkembangan ekspor dan peningkatan pangsa pasar Dampak Penghapusan Pajak Ekspor dan lnflasi Skenario gabungan ini merupakan kondisi yang mungkin terjadi dalam penawaran ekspor minyak sawit Indonesia. Tuntutan eksportir untuk penurunan bahkan penghapusan pajak ekspor disamping kondisi ekonomi lndonesia yang mengalami inflasi menjadikan skenario gabungan ini sesuai untuk menggambarkan kecenderungan ekspor minyak sawit Indonesia. Tabel 25. Dampak Penghapusan Pajak Ekspor dan lnflasi Terhadap Penawaran Ekspor Minyak Sawit lndonesia Penawaran ekspor Harga Volume ekspor Pangsa Pasar (Persen) Ton Persen Sebelum Setelah Total Indonesia China India Uni Eropa Dampak penghapusan pajak ekspor yang diiringi dengan inflasi dapat dilihat pada Tabel 24, yang menunjukkan bahwa dampak inflasi 10 persen lebih kuat daripada penghapusan pajak ekspor. Efek positif liberalisasi perdagangan minyak sawit tidak mampu menutupi efek negatif inflasi terhadap ekspor minyak sawit lndonesia Kecenderungan penurunan ekspor tetap terjadi untuk ketiga pasar impor. Penghapusan pajak ekspor hanya mampu mengeliminasi dampak inflasi kurang dari 1 persen penurunan pada pangsa pasar Pembahasan Menyeluruh Dampak Kebijakan Pengenaan tarif impor pada dasarnya dilakukan untuk beberapa tujuan yaitu (1) melindungi produsen domestik, dan (2) pendapatan pemerintah. Namun kenyataan bahwa volume impor cenderung inelastis terhadap perubahan harga untuk pasar China, lndia dan Uni Eropa menjelaskan bahwa kapasitas pengenaan tarif impor untuk melindungi produsen domestik tidak efektii. Pada

11 sisi penawaran ekspor yang menunjukkan respon ekspor minyak sawit lndonesia elastis terhadap harga ekspor terutama untuk China dan lndia mengindikasikan bahwa penerimaan pemerintah negara importir dari pengenaan tarif tidak bisa mengkompensasi berkurangnya surplus konsumen karena tarif impor. Kenyataan bahwa pengenaan tarif impor tidak terlalu efektif dalam membendung arus impor minyak sawit menyebabkan negara importir khususnya China dan lndia menerapkan hambatan dagang lainnya untuk memperbesar kapasitasnya dalam mempengaruhi volume impor. Penentuan kadar beta karoten minimal mgkg sejak 1 Agustus 2003 untuk impor minyak sawit ke lndia merupakan salah satu contoh hambatan dagang yang diterapkan pemerintah India. Menurut hasil perhitungan Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS), kebijakan ini telah menurunkan impor minyak sawit lndia dari lndonesia sebesar 40 persen. lndonesia sebagai negara eksportir minyak sawit menyikapi pentingnya komoditi minyak sawit dengan pemberlakuan berbagai kebijakan yang mempengaruhi volume perdagangan. Kebijakan pemerintah melalui pengenaan pajak ekspor dan penetapan HPE terbukti efektif dalam mempengaruhi volume perdagangan minyak sawit karena respon elastis penawaran ekspor minyak sawit terhadap perubahan harga ekspor minyak sawit. Pada dasamya kondisi yang relevan dengan lingkungan perdagangan dewasa ini tidak menempatkan kebijakan pajak ekspor atau liberalisasi perdagangan sebagai suatu pilihan strategi karena liberalisasi perdagangan adalah suatu kondisi yang cepat atau lambat harus dihadapi lndonesia dalam perdagangan minyak sawit. Jika dikaitkan dengan hasil analisis penawaran ekspor minyak sawit lndonesia yang menunjukkan dilema dan distorsi pada performa ekspor minyak sawit lndonesia maka kebijakan pajak ekspor dan kebijakan lain yang mengguncang variabel harga minyak sawit hanya rekomendasi kebijakan jangka pendek, sedangkan dalam jangka panjang

12 kebijakan dari sisi produksi (supply side) yang dapat meningkatkan produktivitas dan nilai tambah minyak sawit akan lebih mengarah pada trend ekspor minyak sawit lndonesia yang berkelanjutan baik dari sisi volume ekspor maupun dari sisi nilai ekspor minyak sawit. Perlu digarisbawahi pentingnya peningkatan nilai tambah minyak sawit lndonesia sebab berdasarkan data BPS dan MPOB tahun 2003, nilai ekspor minyak sawit lndonesia hanya 3 persen dari nilai ekspor minyak sawit Malaysia sedangkan volume ekspor minyak sawit lndonesia 50 persen dari volume ekspor minyak sawit Malaysia. Data tersebut menunjukkan kematangan industri minyak sawit Malaysia jika dibandingkan dengan industri minyak sawit lndonesia yang masih terfokus pada ekspansi lahan untuk meningkatkan ekspor. Pilihan yang dihadapi dalam jangka pendek untuk industri minyak sawit lndonesia bukanlah regulation atau unregulation namun perrnasalahannya adalah "how much" dan "what kin8 regulasi atau kebijakan yang ditetapkan. Penghapusan pajak ekspor minyak sawit belum sepenuhnya memberikan insentif ekspor jika tidak mempertimbangkan kondisi ekonomi lndonesia terutama inflasi sehingga revisi terhadap kebijakan HPE perlu dilakukan. Selama ini HPE minyak sawit dan produk turunannya ditentukan mengacu pada harga minyak sawit domestik yaitu US$160 - US$190 untuk menghindari kesenjangan harga yang diterima petani di perkebunan swasta (orientasi ekspor) dengan petani di perkebunan pemerintah (orientasi pasar domestik). Namun perkembangan perekonomian yang telah melewati krisis ekonomi tahun 1998 dan kenaikan bahan bakar minyak (BBM) beberapakali menyebabkan HPE tersebut tidak lagi relevan, jika mengacu pada harga minyak sawit lnternasional yang telah mencapai US$ 420. Berdasarkan kondisi tersebut pemerintah merevisi HPE melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 35 tahun 2005 tanggal 10 september 2005 (Lampiran 12) tentang pungutan ekspor atas barang ekspor tertentu, maka

13 HPE minyak sawit dan produk turunannya seharusnya mereferensi pada harga intemasional yaitu harga Rotterdam dan Kuala Lumpur. Namun implementasi dari PP tersebut belum jelas atau belum dilakukan, ha1 ini juga bisa berefek negatif pada kepastian harga yang memegang peranan penting dalam hubungan perdagangan. Perumusan kebijakan HPE minyak sawit selanjutnya dihadapkan pada (1) kepentingan siapa yang sebenamya dikedepankan atau dilayani (politics of regulation) dari kebijakan tersebut, dan (2) analisis ekonomi yang menentukan efek kebijakan terhadap segmen yang teregulasi (eksportir) dan yang tidak teregulasi dari masyarakat (petani minyak sawit dan konsumen minyak sawit dalam negeri). Namun yang perlu digarisbawahi adalah jika revisi HPE minyak sawit dianggap memberikan lnsentif ekspor maka perumusannya harus tetap memperhitungkan daya saing produk di pasar impor. Berbagai kepentingan baik dari sisi negara importir maupun negara eksportir minyak sawit, menyebabkan masing-masing negara yang terlibat dalam perdagangan minyak sawit berusaha memperbesar kapasitasnya untuk mempengaruhi volume perdagangan minyak sawit melalui berbagai kebijakan.

VII. DAMPAK KEBIJAKAN PERDAGANGAN DAN PERUBAHAN LINGKUNGAN EKONOMI TERHADAP DINAMIKA EKSPOR KARET ALAM

VII. DAMPAK KEBIJAKAN PERDAGANGAN DAN PERUBAHAN LINGKUNGAN EKONOMI TERHADAP DINAMIKA EKSPOR KARET ALAM VII. DAMPAK KEBIJAKAN PERDAGANGAN DAN PERUBAHAN LINGKUNGAN EKONOMI TERHADAP DINAMIKA EKSPOR KARET ALAM 7.1. Dampak Kenaikan Pendapatan Dampak kenaikan pendapatan dapat dilihat dengan melakukan simulasi

Lebih terperinci

V. PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR MtNYAK SAWIT DAN BEBERAPA VARIABEL EKONOMI

V. PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR MtNYAK SAWIT DAN BEBERAPA VARIABEL EKONOMI V. PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR MtNYAK SAWIT DAN BEBERAPA VARIABEL EKONOMI 5.1. Ekspor Minyak Sawit Perkembangan ekspor minyak sawit lndonesia lebih cepat daripada perkembangan produksinya. Hal ini membuat

Lebih terperinci

IX. KESIMPULAN DAN SARAN

IX. KESIMPULAN DAN SARAN 203 IX. KESIMPULAN DAN SARAN 9.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dikemukakan di atas, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Analisis terhadap faktor-faktor yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian Indonesia. Hal ini terlihat dari peran sektor pertanian tersebut dalam perekonomian nasional sebagaimana

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3

IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3 IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3 4.1 Perkembangan Harga Minyak Dunia Pada awal tahun 1998 dan pertengahan tahun 1999 produksi OPEC turun sekitar tiga

Lebih terperinci

menjadi peubah-peubah eksogen, yaitu persamaan harga irnpor dan persarnaan harga dunia. Adanya kecenderungan volume impor daging sapi yang terus

menjadi peubah-peubah eksogen, yaitu persamaan harga irnpor dan persarnaan harga dunia. Adanya kecenderungan volume impor daging sapi yang terus RINGKASAN NYAK ILHAM. Penawaran dan Perrnintaan Daging Sapi di lndonesia : Suatu Analisis Sirnulasi (dibawah birnbingan BONAR M. SINAGA, sebagsi ketua, KOOSWARDHONO MUDIKDJO dan TAHLIM SUDARYANTO sebagai

Lebih terperinci

1997. Untuk Validasi pada simulasi dasar digunakan root-mean squares

1997. Untuk Validasi pada simulasi dasar digunakan root-mean squares VI. DAMPAK KEBIJAKAN DOMESTIK DAN FAKTOR EKTERNAL TERHADAP PERDAGANGAN DUNlA MINYAK NABATI 6.1. Hasil Validasi Model Untuk melihat daya prediksi model perdagangan dunia minyak nabati digunakan simulasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mencapai US$ per ton dan mendekati US$ per ton pada tahun 2010.

I. PENDAHULUAN. mencapai US$ per ton dan mendekati US$ per ton pada tahun 2010. 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebelum dan sesudah krisis ekonomi tahun 1998, harga minyak sawit (Crude Palm Oil=CPO) dunia rata-rata berkisar US$ 341 hingga US$ 358 per ton. Namun sejak tahun 2007

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT 5.1 Produk Kelapa Sawit 5.1.1 Minyak Kelapa Sawit Minyak kelapa sawit sekarang ini sudah menjadi komoditas pertanian unggulan

Lebih terperinci

PELUANG INVESTASI BISNIS KELAPA SAWIT DI INDONESIA. Makalah. Disusun Oleh : Imam Anggara

PELUANG INVESTASI BISNIS KELAPA SAWIT DI INDONESIA. Makalah. Disusun Oleh : Imam Anggara PELUANG INVESTASI BISNIS KELAPA SAWIT DI INDONESIA Makalah Disusun Oleh : Imam Anggara 11.12.5617 11.S1SI.04 STMIK AMIKOM Yogyakarta 2012-03-16 KATA PENGANTAR Makalah ini mengangkat judul tentang Peluang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan orientasi yaitu dari orientasi peningkatan produksi ke orientasi peningkatan pendapatan dan kesejahteraan.

Lebih terperinci

VIII. SIMPULAN DAN SARAN

VIII. SIMPULAN DAN SARAN VIII. SIMPULAN DAN SARAN 8.1. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dikemukakan di atas, maka dapat ditarik beberapa simpulan sebagai berikut : 1. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran

Lebih terperinci

PERGERAKAN HARGA CPO DAN MINYAK GORENG

PERGERAKAN HARGA CPO DAN MINYAK GORENG 67 VI. PERGERAKAN HARGA CPO DAN MINYAK GORENG Harga komoditas pertanian pada umumnya sangat mudah berubah karena perubahan penawaran dan permintaan dari waktu ke waktu. Demikian pula yang terjadi pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sembilan persen pertahun hingga disebut sebagai salah satu the Asian miracle

I. PENDAHULUAN. sembilan persen pertahun hingga disebut sebagai salah satu the Asian miracle I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini peranan minyak bumi dalam kegiatan ekonomi sangat besar. Bahan bakar minyak digunakan baik sebagai input produksi di tingkat perusahaan juga digunakan untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang tangguh dalam perekonomian dan memiliki peran sebagai penyangga pembangunan nasional. Hal ini terbukti pada saat Indonesia

Lebih terperinci

1.1 Latar Belakang Masalah

1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Crude palm oil (CPO) merupakan produk olahan dari kelapa sawit dengan cara perebusan dan pemerasan daging buah dari kelapa sawit. Minyak kelapa sawit (CPO)

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. Sumber : WTRG Economics

IV. GAMBARAN UMUM. Sumber : WTRG Economics IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Perkembangan Harga Minyak Bumi Minyak bumi merupakan salah satu sumber energi dunia. Oleh karenanya harga minyak bumi merupakan salah satu faktor penentu kinerja ekonomi global.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia

I. PENDAHULUAN. Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, menganut sistem perekonomian terbuka, di mana lalu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penyediaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahan

I. PENDAHULUAN. penyediaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan sumberdaya alam yang melimpah, terutama pada sektor pertanian. Sektor pertanian sangat berpengaruh bagi perkembangan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Minyak nabati merupakan salah satu komoditas penting dalam perdagangan minyak pangan dunia. Tahun 2008 minyak nabati menguasai pangsa 84.8% dari konsumsi minyak pangan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Perkernbangan perturnbuhan perekonornian lndonesia kurang

1. PENDAHULUAN Perkernbangan perturnbuhan perekonornian lndonesia kurang 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkernbangan perturnbuhan perekonornian lndonesia kurang menggembirakan sejak pertengahan tahun 1997, salah satu penyebabnya karena situasi politik yang kurang rnenggembirakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang berlimpah, dimana banyak Negara yang melakukan perdagangan internasional, Sumberdaya yang melimpah tidak

Lebih terperinci

8. KESlMPUlAN DAN SARAN

8. KESlMPUlAN DAN SARAN 8. KESlMPUlAN DAN SARAN 8.f Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian ini dapat ditarik beberapa kesirnpulan sebagai berikut. 1. Secara umum model yang dikembangkan dalam penelitian ini cukup baik dan mampu

Lebih terperinci

VIII. DAYA SAING EKSPOR KARET ALAM. hanya merujuk pada ketidakmampuan individu dalam menghasilkan setiap barang

VIII. DAYA SAING EKSPOR KARET ALAM. hanya merujuk pada ketidakmampuan individu dalam menghasilkan setiap barang VIII. DAYA SAING EKSPOR KARET ALAM Dalam rangka memenuhi kebutuhan ekonomi, penting artinya pembahasan mengenai perdagangan, mengingat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, manusia memerlukan orang lain untuk

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Profil Kelapa Sawit Kelapa sawit memainkan peranan penting bagi pembangunan sub sektor perkebunan. Pengembangan kelapa sawit memberikan manfaat dalam peningkatan pendapatan petani

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara agraris karena memiliki kekayaan alam yang berlimpah, terutama di bidang sumber daya pertanian seperti lahan, varietas serta iklim yang

Lebih terperinci

DAMPAK KENAIKAN HARGA MINYAK SAWIT INTERNASIONAL TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA (SUATU MODEL COMPUTABLE GENERAL EQUILIBRIUM) Oleh :

DAMPAK KENAIKAN HARGA MINYAK SAWIT INTERNASIONAL TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA (SUATU MODEL COMPUTABLE GENERAL EQUILIBRIUM) Oleh : DAMPAK KENAIKAN HARGA MINYAK SAWIT INTERNASIONAL TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA (SUATU MODEL COMPUTABLE GENERAL EQUILIBRIUM) Oleh : Cornelius Tjahjaprijadi 1 Latar Belakang Kelapa sawit merupakan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM EKONOMI KELAPA SAWIT DAN KARET INDONESIA

V. GAMBARAN UMUM EKONOMI KELAPA SAWIT DAN KARET INDONESIA V. GAMBARAN UMUM EKONOMI KELAPA SAWIT DAN KARET INDONESIA Pada bab V ini dikemukakan secara ringkas gambaran umum ekonomi kelapa sawit dan karet Indonesia meliputi beberapa variabel utama yaitu perkembangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (BPS 2012), dari pertanian yang terdiri dari subsektor tanaman. bahan makanan, perkebunan, perternakan, kehutanan dan perikanan.

I. PENDAHULUAN. (BPS 2012), dari pertanian yang terdiri dari subsektor tanaman. bahan makanan, perkebunan, perternakan, kehutanan dan perikanan. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari kontribusinya terhadap Produk Domestik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sawit, serta banyak digunakan untuk konsumsi makanan maupun non-makanan.

BAB I PENDAHULUAN. sawit, serta banyak digunakan untuk konsumsi makanan maupun non-makanan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Minyak kelapa sawit merupakan minyak nabati yang berasal dari buah kelapa sawit, serta banyak digunakan untuk konsumsi makanan maupun non-makanan. Minyak

Lebih terperinci

Pertumbuhan PDB atas dasar harga konstan tahun 1983

Pertumbuhan PDB atas dasar harga konstan tahun 1983 VIX. KESIMPUL?LN DAN I MPLIKASI 7.1. Kesimpulan 7.1.1. Pertumbuhan PDB atas dasar harga konstan tahun 1983 dalam kurun waktu 1971-1990 sangat berfluktuasi. Tingkat pertumbuhan paling tinggi terjadi pada

Lebih terperinci

ANALISIS DAMPAK PENERAPAN PUNGUTAN EKSPOR CPO TERHADAP KINERJA AGRIBISNIS KELAPA SAWIT DAN PENDAPATAN PETANI RINGKASAN EKSEKUTIF

ANALISIS DAMPAK PENERAPAN PUNGUTAN EKSPOR CPO TERHADAP KINERJA AGRIBISNIS KELAPA SAWIT DAN PENDAPATAN PETANI RINGKASAN EKSEKUTIF ANALISIS DAMPAK PENERAPAN PUNGUTAN EKSPOR CPO TERHADAP KINERJA AGRIBISNIS KELAPA SAWIT DAN PENDAPATAN PETANI RINGKASAN EKSEKUTIF I. JUSTIFIKASI DAN TUJUAN KAJIAN 1. Saat ini pemerintah mempunyai instrumen

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu Penelitian Suherwin (2012), tentang harga Crude Palm Oil dengan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi harga CPO dunia. Tujuan umum penelitian adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan sangat berarti dalam upaya pemeliharaan dan kestabilan harga bahan pokok,

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan sangat berarti dalam upaya pemeliharaan dan kestabilan harga bahan pokok, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perdagangan memegang peranan penting dalam perekonomian suatu negara. Kegiatan perdagangan sangat berarti dalam upaya pemeliharaan dan kestabilan harga bahan pokok,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Luas Areal Tanaman Perkebunan Perkembangan luas areal perkebunan perkebunan dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. Pengembangan luas areal

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Subsektor perkebunan merupakan bagian dari sektor pertanian yang memegang peranan penting bagi perekonomian nasional. Hal ini ditunjukkan dari nilai devisa yang dihasilkan.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalarn pernbangunan ekonorni Indonesia, sektor perdagangan luar

I. PENDAHULUAN. Dalarn pernbangunan ekonorni Indonesia, sektor perdagangan luar I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. Dalarn pernbangunan ekonorni Indonesia, sektor perdagangan luar negeri rnernpunyai peranan yang sangat penting. Pada periode tahun 1974-1981 surnber utarna pernbangunan

Lebih terperinci

Dari hasil penelitian mengenai perilaku makroekonomi lndonesia. dikaitkan dengan liberalisasi perdagangan, maka dapat ditarik beberapa

Dari hasil penelitian mengenai perilaku makroekonomi lndonesia. dikaitkan dengan liberalisasi perdagangan, maka dapat ditarik beberapa VII. KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan Dari hasil penelitian mengenai perilaku makroekonomi lndonesia dikaitkan dengan liberalisasi perdagangan, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan : 1. Dari pembahasan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. keuangan setiap negara. Bank antara lain berperan sebagai ternpat penyirnpanan

I. PENDAHULUAN. keuangan setiap negara. Bank antara lain berperan sebagai ternpat penyirnpanan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang lndustri perbankan, khususnya bank urnurn, rnerupakan pusat dari sistern keuangan setiap negara. Bank antara lain berperan sebagai ternpat penyirnpanan dana, rnernbantu

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor perikanan Indonesia dalam era perdagangan bebas mempunyai peluang yang cukup besar. Indonesia merupakan negara bahari yang sangat kaya dengan potensi perikananan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara (Krugman dan Obstfeld, 2009). Hampir seluruh negara di dunia melakukan

BAB I PENDAHULUAN. negara (Krugman dan Obstfeld, 2009). Hampir seluruh negara di dunia melakukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Perekonomian negara-negara di dunia saat ini terkait satu sama lain melalui perdagangan barang dan jasa, transfer keuangan dan investasi antar negara (Krugman dan Obstfeld,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Proses globalisasi yang bergulir dengan cepat dan didukung oleh kemajuan

BAB I PENDAHULUAN. Proses globalisasi yang bergulir dengan cepat dan didukung oleh kemajuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses globalisasi yang bergulir dengan cepat dan didukung oleh kemajuan teknologi tertentu di bidang komunikasi dan informasi telah mengakibatkan menyatunya pasar

Lebih terperinci

III. TINJAUAN PUSTAKA

III. TINJAUAN PUSTAKA 36 III. TINJAUAN PUSTAKA Penelitian terdahulu menunjukkan perkembangan yang sistematis dalam penelitian kelapa sawit Indonesia. Pada awal tahun 1980-an, penelitian kelapa sawit berfokus pada bagian hulu,

Lebih terperinci

VI. RAMALAN HARGA DUNIA MINYAK NABATI DAN KERAGAAN INDUSTRI MINYAK KELAPA SAWIT INDONESIA TAHUN

VI. RAMALAN HARGA DUNIA MINYAK NABATI DAN KERAGAAN INDUSTRI MINYAK KELAPA SAWIT INDONESIA TAHUN VI. RAMALAN HARGA DUNIA MINYAK NABATI DAN KERAGAAN INDUSTRI MINYAK KELAPA SAWIT INDONESIA TAHUN - 6.1. Ramalan Harga Minyak Nabati di Pasar Dunia Pergerakan harga riil minyak kelapa sawit, minyak kedelai,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada era globalisasi saat ini, di mana perekonomian dunia semakin terintegrasi. Kebijakan proteksi, seperi tarif, subsidi, kuota dan bentuk-bentuk hambatan lain, yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam mendorong pembangunan ekonomi nasional, salah satu alat dan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam mendorong pembangunan ekonomi nasional, salah satu alat dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam mendorong pembangunan ekonomi nasional, salah satu alat dan sumber pembiayaan yang sangat penting adalah devisa. Devisa diperlukan untuk membiayai impor dan membayar

Lebih terperinci

Dalarn rnengantisipasi rneningkatnya perrnintaan konsurnen

Dalarn rnengantisipasi rneningkatnya perrnintaan konsurnen I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalarn rnengantisipasi rneningkatnya perrnintaan konsurnen terhadap produk olahan perikanan yang berrnutu, dewasa ini rnuncul industri pengolahan perikanan yang rnengalarni

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penyerapan tenaga kerja dengan melibatkan banyak sektor, karena

I. PENDAHULUAN. penyerapan tenaga kerja dengan melibatkan banyak sektor, karena I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kopi merupakan salah satu komoditas ekspor yang mampu menciptakan penyerapan tenaga kerja dengan melibatkan banyak sektor, karena pengusahaannya dimulai dari kebun sampai

Lebih terperinci

2. Penawaran ekspor karet alam Indonesia ke Amerika Serikat dan Jepang lebih

2. Penawaran ekspor karet alam Indonesia ke Amerika Serikat dan Jepang lebih VIll. KESIMPULAN DAN SARAN 8.1. Kesimpulan 1. Produksi karet alam Indonesia dipengaruhi oleh harga domestik, luas areal, upah tenaga kerja dan produksi karet alam bedakala, tetapi tidak responsif (inelastis)

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain.

II. TINJAUAN PUSTAKA. atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Perdagangan Internasional Menurut Oktaviani dan Novianti (2009) perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan negara lain

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gambar 1. Luasan lahan perkebunan kakao dan jumlah yang menghasilkan (TM) tahun

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gambar 1. Luasan lahan perkebunan kakao dan jumlah yang menghasilkan (TM) tahun 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usaha perkebunan merupakan usaha yang berperan penting bagi perekonomian nasional, antara lain sebagai penyedia lapangan kerja dan sumber pendapatan bagi petani, sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara fundamental, bahwa gerak perdagangan semakin terbuka, dinamis, dan cepat yang menyebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian dan perkebunan merupakan sektor utama yang membentuk

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian dan perkebunan merupakan sektor utama yang membentuk 114 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pertanian dan perkebunan merupakan sektor utama yang membentuk perekonomian bagi masyarakat Indonesia. Salah satu sektor agroindustri yang cendrung berkembang

Lebih terperinci

KAJIAN PENGEMBANGAN KONTRAK BERJANGKA CPO

KAJIAN PENGEMBANGAN KONTRAK BERJANGKA CPO KAJIAN PENGEMBANGAN KONTRAK BERJANGKA CPO Widiastuti *) Kepala Bagian Pengembangan Pasar, BAPPEBTI Pengantar redaksi: Tahun 2010, lalu, Biro Analisa Pasar, Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi,

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi, BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA 4.1 Perkembangan Laju Inflasi di Indonesia Tingkat inflasi merupakan salah satu indikator fundamental ekonomi suatu negara selain faktor-faktor lainnya seperti

Lebih terperinci

penelitian ini. Data yang tersedia di Biro Pusat statistik yaitu tabel I-O tahun 1971, 1975, 1980 dan

penelitian ini. Data yang tersedia di Biro Pusat statistik yaitu tabel I-O tahun 1971, 1975, 1980 dan RINGKASAN ANNA SITI NURDJANAH DASRIL. Pertumbuhan dan Perubahan Struktur Produksi Sektor Pertanian dalam Industrialisasi di Indonesia 1971-1990. (Di bawah bimbingan BUNGARAN SARAGIH sebagai ketua, MANGARA

Lebih terperinci

VII. KESIMPULAN DAN SARAN

VII. KESIMPULAN DAN SARAN VII. KESIMPULAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan 1. Pengaruh harga dunia minyak bumi dan minyak nabati pesaing terhadap satu jenis minyak nabati ditransmisikan melalui konsumsi (ket: efek subsitusi) yang selanjutnya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Teori Perdagangan lnternasional Fenomena transaksi antar negara atau perdagangan internasional terjadi karena adanya dua motif yaitu (1) perbedaan sumberdaya dan teknologi tiap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. diarahkan pada berkembangnya pertanian yang maju, efisien dan tangguh.

I. PENDAHULUAN. diarahkan pada berkembangnya pertanian yang maju, efisien dan tangguh. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam GBHN 1993, disebutkan bahwa pembangunan pertanian yang mencakup tanaman pangan, tanaman perkebunan dan tanaman lainnya diarahkan pada berkembangnya pertanian yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jenis tanaman yang banyak dimanfaatkan sebagai bumbu dapur atau juga diolah

BAB I PENDAHULUAN. jenis tanaman yang banyak dimanfaatkan sebagai bumbu dapur atau juga diolah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Lada atau pepper (Piper nigrum L) disebut juga dengan merica, merupakan jenis tanaman yang banyak dimanfaatkan sebagai bumbu dapur atau juga diolah menjadi

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 DAMPAK KEBIJAKAN PAJAK PERTANIAN TERHADAP PRODUKSI, PERDAGANGAN, DAN KESEJAHTERAAN RUMAH TANGGA PETANI

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 DAMPAK KEBIJAKAN PAJAK PERTANIAN TERHADAP PRODUKSI, PERDAGANGAN, DAN KESEJAHTERAAN RUMAH TANGGA PETANI LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 DAMPAK KEBIJAKAN PAJAK PERTANIAN TERHADAP PRODUKSI, PERDAGANGAN, DAN KESEJAHTERAAN RUMAH TANGGA PETANI Oleh : Sri Nuryanti Delima H. Azahari Erna M. Lokollo Andi Faisal

Lebih terperinci

SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 273 VII. SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 7.1. Simpulan Berdasarkan hasil analisis deskripsi, estimasi, dan simulasi peramalan dampak kebijakan subsidi harga BBM terhadap kinerja perekonomian, kemiskinan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia menurut lapangan usaha pada tahun 2010 menunjukkan bahwa sektor

I. PENDAHULUAN. Indonesia menurut lapangan usaha pada tahun 2010 menunjukkan bahwa sektor 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor strategis dalam pembangunan perekonomian nasional seperti dalam hal penyerapan tenaga kerja dan sumber pendapatan bagi masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejak dikembangkannya tanaman kelapa sawit di Indonesia pada tahun 60-an,

BAB I PENDAHULUAN. Sejak dikembangkannya tanaman kelapa sawit di Indonesia pada tahun 60-an, 60 BAB I PENDAHULUAN 3.1. Latar Belakang Sejak dikembangkannya tanaman kelapa sawit di Indonesia pada tahun 60-an, luas areal perkebunan kelapa sawit mengalami perkembangan yang sangat pesat. Bila pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Sejak lndonesia merdeka, sektor agribisnis menempati tempat yang

I. PENDAHULUAN Sejak lndonesia merdeka, sektor agribisnis menempati tempat yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak lndonesia merdeka, sektor agribisnis menempati tempat yang strateyis sebagai salah satu sektor penghasil devisa negara. Salah satu komoditi agribisnis yang semakin

Lebih terperinci

IV. FLUKTUASI MAKROEKONOMI INDONESIA

IV. FLUKTUASI MAKROEKONOMI INDONESIA 49 IV. FLUKTUASI MAKROEKONOMI INDONESIA 4.1 Produk Domestik Bruto (PDB) PDB atas dasar harga konstan merupakan salah satu indikator makroekonomi yang menunjukkan aktivitas perekonomian agregat suatu negara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai penghasil produk-produk hulu pertanian yang mencakup sektor perkebunan, hortikultura dan perikanan. Potensi alam di Indonesia memungkinkan pengembangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Komoditas kelapa sawit merupakan komoditas penting di Malaysia

I. PENDAHULUAN. Komoditas kelapa sawit merupakan komoditas penting di Malaysia 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Komoditas kelapa sawit merupakan komoditas penting di Malaysia sehingga industri kelapa sawit diusahakan secara besar-besaran. Pesatnya perkembangan industri kelapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Daging sapi merupakan salah satu komoditas pangan yang selama ini

BAB I PENDAHULUAN. Daging sapi merupakan salah satu komoditas pangan yang selama ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daging sapi merupakan salah satu komoditas pangan yang selama ini memberikan andil terhadap perbaikan gizi masyarakat, khususnya protein hewani yang sangat dibutuhkan

Lebih terperinci

Analisis kebijakan industri minyak sawit Indonesia: Orientasi ekspor dan domestik Edid Erdiman

Analisis kebijakan industri minyak sawit Indonesia: Orientasi ekspor dan domestik Edid Erdiman Perpustakaan Universitas Indonesia >> UI - Tesis (Membership) Analisis kebijakan industri minyak sawit Indonesia: Orientasi ekspor dan domestik Edid Erdiman Deskripsi Dokumen: http://lib.ui.ac.id/opac/themes/green/detail.jsp?id=73776&lokasi=lokal

Lebih terperinci

Riskayanto. Lembaga Pengembangan Akunlansi & manajemen Fakultas Ekonomi, Universitas Gunadarma

Riskayanto. Lembaga Pengembangan Akunlansi & manajemen Fakultas Ekonomi, Universitas Gunadarma MODEL PENENTUAN HARGA KOMODITAS MINYAK SAWIT (CPO) DI PASAR INDONESIA ABSTRAK Penelitian ini menawarkan mode! penentuan harga CPO yang mendasarkan diri pada persamaan ekonomelri berbentuk persamaan struklural.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertanian (agro-based industry) yang banyak berkembang di negara-negara tropis

BAB I PENDAHULUAN. pertanian (agro-based industry) yang banyak berkembang di negara-negara tropis BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Industri kelapa sawit merupakan salah satu industri strategis sektor pertanian (agro-based industry) yang banyak berkembang di negara-negara tropis seperti

Lebih terperinci

Jakarta, 9 Desember Penulis

Jakarta, 9 Desember Penulis KATA PENGANTAR Pertama-tama saya mengucapkan puji syukur kepada Allah SWT atas segala berkat dan karunia-nya sehingga penulisan thesis ini dapat terselesaikan dengan baik. Thesis ini disusun untuk memenuhi

Lebih terperinci

Tinjauan Pasar Minyak Goreng

Tinjauan Pasar Minyak Goreng (Rp/kg) (US$/ton) Edisi : 01/MGR/01/2011 Tinjauan Pasar Minyak Goreng Informasi Utama : Tingkat harga minyak goreng curah dalam negeri pada bulan Januari 2011 mengalami peningkatan sebesar 1.3% dibandingkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia memiliki potensi alamiah yang berperan positif dalam

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia memiliki potensi alamiah yang berperan positif dalam 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki potensi alamiah yang berperan positif dalam pengembangan sektor pertanian sehingga sektor pertanian memiliki fungsi strategis dalam penyediaan pangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. ASEAN sebagai organisasi regional, kerjasama ekonomi dijadikan sebagai salah

I. PENDAHULUAN. ASEAN sebagai organisasi regional, kerjasama ekonomi dijadikan sebagai salah 17 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ASEAN terbentuk pada tahun 1967 melalui Deklarasi ASEAN atau Deklarasi Bangkok tepatnya pada tanggal 8 Agustus 1967 di Bangkok oleh Wakil Perdana Menteri merangkap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) merupakan tanaman

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) merupakan tanaman BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) merupakan tanaman perkebunan utama di Indonesia. Kelapa sawit menjadi komoditas penting dikarenakan mampu memiliki rendemen

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. digunakan baik untuk konsumsi makanan maupun nonmakanan. Total produksi

I. PENDAHULUAN. digunakan baik untuk konsumsi makanan maupun nonmakanan. Total produksi I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Minyak sawit adalah minyak nabati yang berasal dari buah kelapa sawit, digunakan baik untuk konsumsi makanan maupun nonmakanan. Total produksi minyak sawit dunia diperkirakan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan pertanian memiliki peran strategis dalam menunjang perekonomian Indonesia. Sektor pertanian berperan sebagai penyedia bahan pangan, pakan ternak, sumber bahan baku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. interaksi yang lain sehingga batas-batas suatu negara menjadi semakin sempit.

BAB I PENDAHULUAN. interaksi yang lain sehingga batas-batas suatu negara menjadi semakin sempit. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkebunan dan industri kelapa sawit merupakan salah satu sektor usaha yang mendapat pengaruh besar dari gejolak ekonomi global, mengingat sebagian besar (sekitar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki areal perkebunan yang luas.

I. PENDAHULUAN. Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki areal perkebunan yang luas. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki areal perkebunan yang luas. Komoditas yang ditanami diantaranya kelapa sawit, karet, kopi, teh, kakao, dan komoditas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk kemudian didatangkan ke negara tersebut dengan tujuan untuk memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. untuk kemudian didatangkan ke negara tersebut dengan tujuan untuk memenuhi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Salah satu kegiatan yang berperan penting dalam perekonomian suatu negara adalah kegiatan perdagangan internasional. Sehingga perdagangan internasional harus

Lebih terperinci

terhadap impor dalam kelompok perdagangan nonmigas yang meningkat menandakan bahwa peranan migas di dalam ekspor total nasional semakin kecil.

terhadap impor dalam kelompok perdagangan nonmigas yang meningkat menandakan bahwa peranan migas di dalam ekspor total nasional semakin kecil. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perdagangan antar negara bertujuan untuk memperlancar hubungan perekonomian antar negara yang mencakup kegiatan ekspor maupun impor. Ekspor bagi suatu negara adalah cerminan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertukaran barang dan jasa antara penduduk dari negara yang berbeda dengan

BAB I PENDAHULUAN. pertukaran barang dan jasa antara penduduk dari negara yang berbeda dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan pesat globalisasi dalam beberapa dasawarsa terakhir mendorong terjadinya perdagangan internasional yang semakin aktif dan kompetitif. Perdagangan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Perdagangan internasional merupakan salah satu pendorong peningkatan perekonomian suatu negara. Perdagangan internasional, melalui kegiatan ekspor impor memberikan keuntungan

Lebih terperinci

10Pilihan Stategi Industrialisasi

10Pilihan Stategi Industrialisasi 10Pilihan Stategi Industrialisasi Memasuki Milenium Ketiga yang Berpihak pada Penguatan Ekonomi Rakyat Pendahuluan Sebenarnya judul makalah yang diminta panitia kepada saya adalah Peluang Rakyat Dalam

Lebih terperinci

The Law of Diminishing Return " dan persaingan sempurna, menurut Teori Perdagangan lnternasional

The Law of Diminishing Return  dan persaingan sempurna, menurut Teori Perdagangan lnternasional Ill. TINJAUAN TEORl DAN STUD1 TERDAHULU 3.1. Teori Perdagangan lnternasional Perdagangan internasional masih diyakini memberikan manfaat bagi semua pihak yang melakukan. Dilorenzo (1990) menyatakan bahwa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Komoditas kelapa sawit merupakan salah satu komoditas yang penting di

I. PENDAHULUAN. Komoditas kelapa sawit merupakan salah satu komoditas yang penting di I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Komoditas kelapa sawit merupakan salah satu komoditas yang penting di Indonesia, baik dilihat dari devisa yang dihasilkan maupun bagi pemenuhan kebutuhan akan minyak

Lebih terperinci

Harga Minyak Mentah Dunia 1. PENDAHULUAN

Harga Minyak Mentah Dunia 1. PENDAHULUAN 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beberapa tahun terakhir ini Indonesia mulai mengalami perubahan, dari yang semula sebagai negara pengekspor bahan bakar minyak (BBM) menjadi negara pengimpor minyak.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. moneter terus mengalami perkembangan. Inisiatif kerjasama mulai dikembangkan

I. PENDAHULUAN. moneter terus mengalami perkembangan. Inisiatif kerjasama mulai dikembangkan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Proses integrasi di berbagai belahan dunia telah terjadi selama beberapa dekade terakhir, terutama dalam bidang ekonomi. Proses integrasi ini penting dilakukan oleh masing-masing

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi dan moneter yang dialami oleh beberapa negara di Asia

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi dan moneter yang dialami oleh beberapa negara di Asia I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Krisis ekonomi dan moneter yang dialami oleh beberapa negara di Asia khususnya lndonesia pada pertengahan tahun 1997, berdampak luas terhadap berbagai sektor ekonomi termasuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. di bidang pertanian. Dengan tersedianya lahan dan jumlah tenaga kerja yang

I. PENDAHULUAN. di bidang pertanian. Dengan tersedianya lahan dan jumlah tenaga kerja yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya berusaha di bidang pertanian. Dengan tersedianya lahan dan jumlah tenaga kerja yang besar, diharapkan

Lebih terperinci

BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA 81 BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA Negara-negara yang tergabung dalam ASEAN bersama dengan Cina, Jepang dan Rep. Korea telah sepakat akan membentuk suatu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Kakao merupakan salah satu produk perkebunan lndonesia yang

I. PENDAHULUAN Kakao merupakan salah satu produk perkebunan lndonesia yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kakao merupakan salah satu produk perkebunan lndonesia yang potensinya cerah di masa depan. Dalam perdagangan dunia kakao dikenal dan dibudidayakan sudah cukup lama baik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang merupakan salah satu indikator keberhasilan suatu negara dapat dicapai melalui suatu sistem yang bersinergi untuk mengembangkan potensi yang dimiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk membangun dirinya untuk mencapai kesejahteraan bangsanya. meliputi sesuatu yang lebih luas dari pada pertumbuhan ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. untuk membangun dirinya untuk mencapai kesejahteraan bangsanya. meliputi sesuatu yang lebih luas dari pada pertumbuhan ekonomi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai salah satu negara berkembang Indonesia selalu berusaha untuk membangun dirinya untuk mencapai kesejahteraan bangsanya. Pembangunan ekonomi dilaksanakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu faktor penggerak perekonomian dunia saat ini adalah minyak mentah. Kinerja dari harga minyak mentah dunia menjadi tolok ukur bagi kinerja perekonomian dunia

Lebih terperinci

IX. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

IX. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN IX. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 9.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian ini dapat dikemukakan beberapa kesimpulan: 1. Model ekonomi tanaman pangan Indonesia yang dibangun dengan pendekatan

Lebih terperinci

Simulasi Pajak Ekspor Kelapa, Kakao, Jambu Mete dan Tarif Impor Terigu

Simulasi Pajak Ekspor Kelapa, Kakao, Jambu Mete dan Tarif Impor Terigu Simulasi Pajak Ekspor Kelapa, Kakao, Jambu Mete dan Tarif Impor Terigu 1. Kelapa Luas areal, produksi dan produktivitas kelapa Indonesia dalam dua tahun terakhir cenderung stabil. Jumlah kelapa yang terserap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya manusia tidak dapat hidup sendiri, demikian halnya dengan

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya manusia tidak dapat hidup sendiri, demikian halnya dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada dasarnya manusia tidak dapat hidup sendiri, demikian halnya dengan negara karena setiap negara membutuhkan negara lain untuk memenuhi kebutuhan rakyatnya

Lebih terperinci