Bab 6. Migrasi Tipe I dan Tipe II. 6.1 Migrasi Tipe I

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Bab 6. Migrasi Tipe I dan Tipe II. 6.1 Migrasi Tipe I"

Transkripsi

1 Bab 6 Migrasi Tipe I dan Tipe II Orbit planet dapat bermigrasi menuju (atau dalam beberapa kasus menjauhi) bintang induknya sebagai akibat dari perpindahan momentum sudut antara cakram protoplanet dan planet. Migrasi planet terjadi saat sebuah planet atau satelit bintang lainnya berinteraksi dengan sebuah cakram gas atau planetesimal, yang hasilnya adalah berubahnya parameter orbit satelit, terutama sumbu semimajornya. Teori umum yang diterima mengenai pembentukan planet dari cakram akresi protobintang memprediksi bahwa planet raksasa tidak terbentuk sangat dekat dengan bintangnya, karena tidak ada massa yang cukup pada radius yang begitu kecil dan temperatur yang terlalu tinggi untuk terbentuknya planetesimal yang berbatu atau mengandung es. Ini menjelaskan bahwa planet bermassa sekitar massa Bumi akan mengalami migrasi ke arah dalam jika planet tersebut terbentuk saat cakram gas masih ada. Ini akan mempengaruhi pembentukan inti dari planet-planet raksasa yang memiliki massa pada orde 10 kali massa Bumi, jika planet-planet tersebut terbentuk melalui mekanisme akresi inti. Interaksi pasang surut dinamik dari protoplanet yang berkembang dengan cakram mengacu pada dua fenomena: Migrasi ke arah dalam dan pembentukan gap (celah). Untuk planet dengan massa yang rendah, interaksi pasang surut tersebut bersifat linier dan migrasi yang terjadi adalah migrasi tipe I. Sementara itu, planet dengan massa yang lebih besar mampu membuka sebuah celah dalam cakram, lalu mengalami migrasi ke arah dalam, yang biasa disebut dengan migrasi tipe II. 6.1 Migrasi Tipe I Planet-planet yang berada dalam cakram gas dapat bermigrasi ke arah dalam skala waktu 10 5 (M p /M ) 1 tahun. Proses ini disebut dengan migrasi tipe I. Jika migrasi tipe I pada 34

2 6.1. Migrasi Tipe I 35 cakram protobintang sama efisiennya dengan perhitungan, protoplanet dapat bermigrasi ke arah permukaan bintang ketika massanya mencapai M p > 1M karena skala waktu pertumbuhannya akan menjadi lebih panjang dari skala waktu migrasi. Planet dengan massa sekitar massa Bumi mengendalikan gelombang kerapatan spiral dalam gas yang mengelilingi cakram planetesimal. Ketidakseimbangan terjadi dalam kekuatan interaksi dengan spiral di dalam dan di luar orbit planet. Pada kebanyakan kasus, gelombang bagian luar mendesak torsi yang besar pada planet daripada gelombang bagian dalam. Ini menyebabkan planet kehilangan momentum sudutnya dan planet tersebut bermigrasi ke arah dalam pada skala waktu yang singkat, relatif terhadap waktu hidup cakram yang jutaan tahun. Planet berakresi menuju pusat bintang. Migrasi dapat berhenti jika ada lubang di bagian dalam cakram, tapi planet pada jarak yang lebih besar lebih sulit dijelaskan. Gambar 6.1: perturbasi kerapatan permukaan berhubungan dengan simpangan tipe I dari sebuah protoplanet relatif terhadap cakram gas dengan parameter konstan α =10 4. Gerakannya ke kiri; maksimum kerapatan memimpin planet dan kerapatan minimum mengikutinya (Ward 1997). Kecepatan migrasi untuk planet bermassa rendah adalah: da p dt =2f Γ Ia I (6.1) L p di mana L p M p (GM a p ) 1/2 adalah momentum angular planet dan torsi total diberikan

3 6.1. Migrasi Tipe I 36 oleh: ( ) 2 Mp r p Ω p Γ=( α Σ,P ) Σ p r M C pω 4 2 p (6.2) s,p dengan C s adalah kecepatan suara dan α Σ d log Σ. Pada persamaan di atas subskrip P d log r menyatakan banyaknya kuantitas pada lokasi planet. Pada regime tipe I perturbasi yang terinduksi oleh planet dalam cakram gas tetap kecil. Secara khusus, viskositas masuk hanya secara tidak langsung melalui pengaruhnya pada besar dan gradien radial dari kerapatan permukaan dan kecepatan suara. Secara umum, torsi memiliki kesebandingan dengan massa planet sebesar T Mp 2 sehingga skala waktu migrasi pada skala radius yang diberikan adalah τ Mp 1. Migrasi tipe I menjadi penting saat massa planet bertambah. Gambar 6.1 menunjukkan perturbasi kerapatan permukaan untuk migrasi tipe I. Pergerakannya ke arah kiri, sehingga kerapatan maksimumnya berada di depan protoplanet dan kerapatan minimumnya berada di belakangnya. Gangguan mengikuti planet saat planet bergeser. Apabila kita dapat mendeteksi fenomena ini dalam sebuah cakram sirkumstellar, maka hal ini merupakan suatu diagnostik dari protoplanet yang mengalami migrasi tipe I yang cepat. Menurut hukum ketiga Newton, planet mengalami torsi yang berlawanan dengan torsi yang dia berikan pada cakram. Dalam kasus umum, torsi ini dapat dinyatakan sebagai variasi setengah sumbu panjang dan eksentrisitas orbit planet. Kekekalan momentum sudut memberikan: yang berarti d dr (M pr 2 pω p )= T (r in,r ext ) (6.3) dr p dt = 2T (r in,r ext ) M p r 2 p Ω p (6.4) Untuk suatu orbit eksentrik, variasi eksentrisitas diperoleh dengan menghubungkan variasi energi total dengan torsi yang diberikan. adalah: Waktu karakteristik migrasi orbital τ 1 = 1 dr p (6.5) r p dt Dalam suatu cakram non-turbulen dan tidak mengandung medan magnetik, torsi yang diberikan oleh planet pada cakram adalah positif, menyebabkan planet bermigrasi menuju

4 6.1. Migrasi Tipe I 37 interior cakram. Dalam kasus gangguan linier yang ditinjau di sini, keadaan kesetimbangan cakram tidak dimodifikasi oleh planet. Planet mengeksitasi gelombang kerapatan yang menjalar menuju eksterior, disuperposisikan dengan keadaan kesetimbangan tetapi tanpa interaksi dengan keadaan tersebut. Karena itu, planet bermigrasi terhadap gas yang dikandung dalam cakram. Dalam cakram dengan parameter α = 10 2 dan Ṁ = 10 7 M tahun 1 didapat H/r 10 1 dan Σ 600 g cm 2 (Papaloizou & Terquem 1999), memberikan τ tahun untuk planet dengan massa 1M pada r =1AU jika kita mengabaikan gradien temperatur. Dalam cakram yang sama, kita peroleh τ 10 4 tahun untuk planet dengan massa 10 M pada r =5AU (di mana Σ 300gcm 2 dan H/r 10 1 ). Waktu ini jelas jauh lebih singkat daripada kala hidup cakram atau waktu pembentukan planet. Namun perlu diingat bahwa hanya torsi Lindblad yang diperhitungkan dalam estimasi τ 1 tersebut. Waktu migrasi dapat dipersingkat dengan torsi korotasi. Umumnya, hal ini bagaimana pun kurang penting dalam nilai mutlak dibandingkan dengan torsi Lindblad (Korycansky & Pollack 1993). Tanaka, Takeuchi & Ward (2002) telah menemukan bahwa net torque berkurang dengan faktor 2-3 seperti dibandingkan dengan model dua dimensi, tetapi migrasi tersebut tetap menuju ke dalam dan cepat. Teori di atas memperkirakan bahwa planet kebumian bermigrasi menuju interior cakram sebelum cakram mengalami disipasi, dan inti planet raksasa juga menghilang dalam bagian internal sebelum gas dari amplop tidak lagi dapat diakresi. Solusi dari problem ini mungkin berasal dari kehadiran medan magnetik dalam cakram. Suatu cakram yang mengandung medan magnetik subtermal terkait dengan ketidakstabilan magnetorotasional dan menjadi turbulen (Balbus & Hawley, 1991, 1998), yang membangkitkan fluktuasi kerapatan yang menyebabkan migrasi tipe I stokastik (Nelson & Papaloizou 2004). Selama berlangsungnya simulasi numerik yang dilakukan saat itu, inti planet mengalami perlakuan kebetulan dan migrasi menjadi tak menentu. Menurut simulasi tersebut, cakram tidak tampak seperti cakram laminar (non-turbulen) dengan kerapatan massa rata-rata terhadap mana fluktuasi Gaussian bersuperposisi dengan waktu karakteristik sama dengan waktu orbital (Nelson 2005). Migrasi juga dapat diperlambat, bahkan dibalik, oleh aksi medan magnetik global dalam cakram (Terquem 2003, Froman et al. 2005), oleh kehadiran deformasi global dari cakram akibat eksentrisitas tak nol (Papaloizou 2002) atau oleh transisi dalam rezim opasitas cakram (Menou & Goodman 2004).

5 6.2. Migrasi Tipe II 38 Dalam rezim linier seperti yang kita bahas di sini, gangguan disuperposisikan dengan keadaan kesetimbangan cakram tetapi tidak berinteraksi dengannya, dan cakram tidak memberikan torsi ke planet. Pada waktu bersamaan, ketika planet bermigrasi memotong cakram, dia mendorong gas di depannya. Hal itu menyebabkan peningkatan kerapatan massa di depan planet, dan sebaliknya pengurangan kerapatan di belakang planet. Sebaliknya, torsi menghasilkan melalui profil massa yang diganggu tersebut terhadap planet menentang pada geraknya. Migrasi tipe I dihentikan ketika planet cukup massif untuk mengganggu secara signifikan profil kerapatan dalam cakram, yaitu ketika gangguan menjadi non-linier sangat kuat (Ward 1997). Karena viskositas cenderung memperkecil gangguan profil kerapatan, maka dia memperkecil torsi yang diberikan olehcakramterhadapplanet. Akibatnya rezime linier tetap berlaku untuk massa planet yang cukup besar sehingga viskositas menjadi penting. 6.2 Migrasi Tipe II Tipe Migrasi berubah dari tipe I ke tipe II saat planet menjadi cukup besar untuk membuka sebuah celah pada cakram. Ini terjadi saat radius Hills dari planet menjadi lebih besar dari skala kerapatan ketinggian H dari cakram. Planet dengan massa lebih dari 10 massa bumi menghilangkan celah dalam cakram, dan menyelesaikan migrasi tipe I. Tetapi, materi tetap terus memasuki celah pada skala waktu cakram akresi yang lebih besar, menggerakkan planet dan celah ke arah dalam pada skala waktu akresi cakram. Ketika planet menjadi cukup masif, gangguan yang dia berikan dalam cakram tidak lagi dapat dianggap linier: struktur cakram di sekitar planet menjadi termodifikasi, yang dinyatakan oleh torsi terhadap planet. Jika gelombang kerapatan yang dieksitasi oleh planet mengalami disipasi secara lokal dalam kejutan, momentum sudut yang ditransfer ditumpuk dalam cakram di sekitar planet, dan suatu celah (gap) terbentuk (Goldreich & Tremaine 1980; Lin & Papaloizou 1979, 1993). Sama seperti kasus linier, bagian cakram yang terletak pada r > r p memperoleh momentum sudut ketika mereka berinteraksi dengan planet, karena mereka memiliki kecepatan sudut lebih kecil, sedangkan bagian cakram yang terletak pada r < r p kehilangan momentum sudut. Karena momentum sudut dalam cakram Keplerian meningkat dengan jarak ke pusat, maka gas cenderung menjauh dari orbit planet.

6 6.2. Migrasi Tipe II Pembentukan Celah: Kriteria Pertama Untuk sebuah celah dengan lebar Δr di sekitar planet dengan rasio massa q = M p /M dan mengorbit pada jarak r p, torsi tipe I dapat membuka celah pada skala waktu (Takeuchi, Miyama & Lin 1996): τ open 1 m 2 q 2 ( Δr r p ) 2 Ω 1 p (6.6) Torsi Lindblad menjadi maksimum pada posisi resonansi Lindblad efektif pada m r/h. Akibatnya, suatu celah terbentuk jika gelombang yang tereksitasi di tempat tersebut mengalami disipasi sebelum dapat menjalar secara signifikan. Jika disipasi terjadi akibat ketidaklinieran gelombang, hal tersebut meminta (Lin & Papaloizou 1993; Korycansky & Papaloizou 1996; Ward 1997): ( ) M p H 3 (6.7) M r untuk M =1M dan H/r 0, 1, M p 1M Jup. Kriteria ini dikonfirmasi oleh simulasi numerik oleh Papaloizou et al. (2004). Pernyataan di atas ekivalen dengan R H >H,dimanaR H = r[m p /(3M )] 1/3 adalah radius Hill planet tersebut. Maka lebar celah ditentukan oleh radius Hill daripada oleh H Mempertahankan Celah: Kriteria Kedua Turbulensi dalam cakram, yang berkelakuan seperti suatu viskositas, cenderung mendifusikan gas pada interior celah. Agar hal ini dipertahankan, maka torsi yang diberikan oleh planet haruslah lebih besar daripada torsi viskos dari cakram. Gambar 6.2 mengilustrasikan hamburan dari suatu partikel dengan massa m oleh planet dengan massa M p (Hamburan Rutherford). Kita asumsikan di sini bahwa interaksi bersifat lokal sehingga kita abaikan lintasan lengkung partikel. Kita bergerak dalam acuan yang berputar berpusat di planet, tetapi kita abaikan gaya inersia. Perhitungan yang lebih teliti dengan memasukkan gaya-gaya tersebut hanya menambahkan faktor korektif dalam orde satuan (Goldreich & Tremaine 1980, Lin & Papaloizou 1993). Kekekalan energi dan momentum sudut dalam acuan pusat massa mengakibatkan b = b dan V 0 = V 0. Variasi kecepatan relatif ΔV = V 0 V 0 didapat dengan menuliskan hukum kedua Newton:

7 6.2. Migrasi Tipe II 40 Gambar 6.2: Hamburan partikel dengan massa m oleh planet dengan massa M p. b adalah parameter impak dan V 0 adalah kecepatan relatif awal. Ketika terjadi interaksi antara keduanya, lintasan partikel dibelokkan dengan sudut sebesar δ. Kecepatan relatif setelah interaksi adalah V 0. Variasi kecepatan menjadi ΔV = V 0 V 0. + ΔV = GM p u r 2 r dt (6.8) Karena ΔV =2V 0 sin δ/2, maka kita dapatkan: 2V 0 sin δ + 2 = GM p cos θdt (6.9) r 2 Berbagai kuantitas yang muncul dalam persamaan-persamaan ini diuraikan dalam gambar 6.2. Kekekalan momentum sudut dalam acuan dari pusat massa memberikan r 2 = bv 0 /(dθ/dt). Jika kita tuliskan integral di atas dalam bentuk: maka didapat (π+δ)/2 (π+δ)/2 GM p V 0 b cos θdt (6.10) tan δ 2 = GM p (6.11) V0 2 b Karena itu, seperti ditunjukkan pada gambar 6.3, partikel dan planet berputar mengitari bintang pusat. Transfer momentum sudut antara kedua benda bergantung pada

8 6.2. Migrasi Tipe II 41 Gambar 6.3: Partikel dengan massa m dan planet dengan massa M p berada dalam orbit mengelilingi bintang pusat. komponen ortoradial dari ΔV (menurut u ϕ,yaituδv ϕ =ΔV sin δ/2). Jika δ 1, yaitu keberadaan celah dengan lebar R H berakibat bahwa partikel-partikel yang berinteraksi dengan planet adalah cukup jauh sehingga lintasannya hanya sedikit terbelokkan, maka didapat: δ 2 ΔV ϕ V 0 2 = 2G2 Mp 2 (6.12) V0 3 b 2 Dan variasi dari momentum sudut dari partikel dengan massa m per satuan massa adalah, dalam kasus b r p (karena b R H ), ΔJ = r p ΔV ϕ. Variasi momentum sudut planet adalah (per satuan massa partikel): ΔJ p = ΔJ. Maka kita lihat bahwa planet memberikan momentum sudut pada bagian eksternal cakram dan mengambilnya pada bagian internal: gas didorong ke satu bagian dan bagian lain dari orbitnya.

9 6.2. Migrasi Tipe II 42 Kita asumsikan bahwa suatu proses disipatif dalam cakram (akibat turbulensi) membuat kembali partikel terhadap lintasan lingkaran setelah interaksi, memberikan pertukaran momentum sudut antara partikel dan planet terjadi. Kecepatan relatifnya adalah: V 0 = r p Ω(r p + b) Ω(r p ) 3bΩ(r p )/2 (6.13) pada orde pertama tak nol. Selain itu, selang waktu antara kedua interaksi adalah: T = 2π Ω(r p + b) Ω(r) 4πr p 3bΩ(r p ) (6.14) Dan variasi momentum sudut planet persatuan waktu dan per satuan massa partikel adalah ΔJ p /T. Maka, variasi total momentum sudut planet akibat interaksi dengan bagian eksternal cakram adalah: dj + p dt = ΔJ p b min T 2πr pσ p db = 8G2 Mp 2r pσ p (6.15) 27Ω 2 pb 3 min Kita memulai integrasi dimulai dari b = b min karena kita asumsikan adanya celah di sekeliling orbit planet. Variasi momentum sudut akibat interaksi dengan bagian internal memberikan nilai mutlak yang sama tetapi berlawanan. Celah hanya dapat dipertahankan jika dj p /dt > dj visc /dt,dimanadj visc =3πνΣ p rp 2Ω p mewakili torsi viskos pada r = r p dan ν adalah viskositas kinematik. Jika b min R H (celah dengan lebar 2R H ), syarat tersebut dapat ditulis: M p > 10ν M rp 2Ω p (6.16) Kedua kriteria (6.7) dan (6.16) harus dipenuhi. Fakta bahwa syarat (6.16) memberikan nilai M p yang kecil dalam cakram dengan viskositas rendah tidak berarti bahwa planet dengan massa beberapa kali massa bumi dapat membuka celah. Bahkan jika gelombang yang dieksitasi oleh planet yang demikian mengalami disipasi dalam kejutan, disipasi tersebut tidaklah bersifat lokal, sehingga momentum sudut tidak ditransfer disekitar planet. Telah kita asumsikan bahwa cakram memiliki viskositas ν berjenis Navier-Stokes. Simulasi numerik oleh Winter et al. (2003) serta Nelson & Papaloizou (2003), di mana sebuah planet raksasa berinteraksi dengan cakram turbulen, menunjukkan limit dari hipotesa tersebut. Simulasi tersebut memang menujukkan bahwa celah tidaklah kosong ketika torsi pasang surut lebih lemah daripada torsi yang cenderung mendifusikan materi ke interior, tetapi kesulitannya adalah mendefinisikan torsi turbulen tersebut. Jika torsi turbulen dalam ketiadaan planet dapat dimodelkan oleh viskositas yang ekivalen dengan ν

10 6.2. Migrasi Tipe II 43 berjenis Navier-Stokes, maka viskositas tersebut jauh lebih lemah di sekitar celah ketika sebuah planet diperhitungkan. Karena itu sangatlah sulit diketahui dalam kondisi ini berapa nilai ν yang harus digunakan untuk kriteria (6.16) Peluruhan Orbit Ketika kedua kriteria tersebut dipenuhi, transfer massa memotong celah berkurang, bahkan berhenti (Bryden et al. 1999, Kley 1999). Namun selalu terdapat transfer momentum sudut dari bagian internal cakram menuju planet dan dari planet menuju bagian eksternal cakram. Jika cakram bersifat turbulen, himpunan yang terdiri dari cakram dan planet terkunci dalam celah, sehingga mengevolusikan suatu konser dalam proses difusi turbulen. Selama evolusi cakram, materi disorong ke tepi luar dari celah sehingga tepi dalam menjauh dari planet. Karena itu, torsi Lindblad menjadi lebih penting di tepi luar, dan planet berpindah menuju tepi dalam dengan cara mengembalikan kesetimbangan. Waktu karakteristik migrasi di sini adalah waktu viskos dari cakram: τ II (tahun) = 1 ( )2 r Ω 1 =0, 05 1 ( ) r 2 ( ) r 3/2 (6.17) 3α H α H AU Di mana turbulensi dimodelkan oleh viskositas jenis α (Shakura & Sunyaev 1973). Migrasi ini disebut migrasi tipe II. Berbeda dengan kasus migrasi tipe I, planet bermigrasi bersama gas, dan bukan terhadap gas. Pernyataan τ II terbebas dar M p dan Σ, tetapi secara implisit kita asumsikan bahwa massa gas di interior orbit planet adalah sekitar M p. Jika cakram kurang masif, tidak akan ada cukup gas di sekitar planet untuk menyerap momentum sudut planet dan migrasi akan diperlambat (Syer & Clarke 1995; Ivanov et al. 1999). Sekali terbentuk, planet-planet yang bermigrasi ke arah dalam dengan tipe II dan setelah itu akan ditelan oleh bintangnya atau tetap mengorbit pada suatu radius menengah oleh dispersal cakram protoplanet. Lebih lagi, diprediksi bahwa migrasi ke arah luar dapat terjadi dalam cakram di mana kehilangan massa yang kuat mendorong kecepatan radial ke arah luar dalam region tempat terbentuknya planet raksasa. Tidak ada mekanisme umum yang dapat menghentikan migrasi tipe II yang diusulkan sampai saat ini. Mungkin saja bahwa hanya massa gas yang masih dalam cakram setelah pembentukan planet raksasa yang menentukan apakah migrasi terjadi atau tidak.

Bab 5. Migrasi Planet

Bab 5. Migrasi Planet Bab 5 Migrasi Planet Planet-planet raksasa diduga memiliki inti padat yang dibentuk oleh material yang tidak dapat terkondensasi jika terletak sangat dekat dengan bintang utamanya. Karenanya sangatlah

Lebih terperinci

Bab 4. Pembentukan Planet Raksasa. 4.1 Inti Planet Raksasa

Bab 4. Pembentukan Planet Raksasa. 4.1 Inti Planet Raksasa Bab 4 Pembentukan Planet Raksasa Bab ini memberikan tinjauan ringkas mengenai pembentukan inti planet raksasa. Sebagaimana telah disinggung, teori pembentukan sistem keplanetan yang banyak diterima dewasa

Lebih terperinci

3. ORBIT KEPLERIAN. AS 2201 Mekanika Benda Langit. Monday, February 17,

3. ORBIT KEPLERIAN. AS 2201 Mekanika Benda Langit. Monday, February 17, 3. ORBIT KEPLERIAN AS 2201 Mekanika Benda Langit 1 3.1 PENDAHULUAN Mekanika Newton pada mulanya dimanfaatkan untuk menentukan gerak orbit benda dalam Tatasurya. Misalkan Matahari bermassa M pada titik

Lebih terperinci

Momen Inersia. distribusinya. momen inersia. (karena. pengaruh. pengaruh torsi)

Momen Inersia. distribusinya. momen inersia. (karena. pengaruh. pengaruh torsi) Gerak Rotasi Momen Inersia Terdapat perbedaan yang penting antara masa inersia dan momen inersia Massa inersia adalah ukuran kemalasan suatu benda untuk mengubah keadaan gerak translasi nya (karena pengaruh

Lebih terperinci

Bab III INTERAKSI GALAKSI

Bab III INTERAKSI GALAKSI Bab III INTERAKSI GALAKSI III.1 Proses Dinamik Selama Interaksi Interaksi merupakan sebuah proses saling mempengaruhi yang terjadi antara dua atau lebih obyek. Obyek-obyek yang saling berinteraksi dapat

Lebih terperinci

Low Mass X-ray Binary

Low Mass X-ray Binary Bab II Low Mass X-ray Binary Sco X-1 merupakan obyek yang pertama kali ditemukan sebagai sumber sinar- X di luar Matahari (Giacconi et al., 1962). Berbagai pengamatan dilakukan untuk mencari sumber sinar-x

Lebih terperinci

Jika sebuah sistem berosilasi dengan simpangan maksimum (amplitudo) A, memiliki total energi sistem yang tetap yaitu

Jika sebuah sistem berosilasi dengan simpangan maksimum (amplitudo) A, memiliki total energi sistem yang tetap yaitu A. TEORI SINGKAT A.1. TEORI SINGKAT OSILASI Osilasi adalah gerakan bolak balik di sekitar suatu titik kesetimbangan. Ada osilasi yang memenuhi hubungan sederhana dan dinamakan gerak harmonik sederhana.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dan medan hidrodinamik. Pertama, dengan menentukan potensial listrik V dan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dan medan hidrodinamik. Pertama, dengan menentukan potensial listrik V dan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1 Analisis Elektrohidrodinamik Analisis elektrohidrodinamik dimulai dengan mengevaluasi medan listrik dan medan hidrodinamik. Pertama, dengan menentukan potensial listrik

Lebih terperinci

Fisika Umum (MA101) Kinematika Rotasi. Dinamika Rotasi

Fisika Umum (MA101) Kinematika Rotasi. Dinamika Rotasi Fisika Umum (MA101) Topik hari ini: Kinematika Rotasi Hukum Gravitasi Dinamika Rotasi Kinematika Rotasi Perpindahan Sudut Riview gerak linear: Perpindahan, kecepatan, percepatan r r = r f r i, v =, t a

Lebih terperinci

TEST KEMAMPUAN DASAR FISIKA

TEST KEMAMPUAN DASAR FISIKA TEST KEMAMPUAN DASAR FISIKA Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan pernyataan BENAR atau SALAH. Jika jawaban anda BENAR, pilihlah alasannya yang cocok dengan jawaban anda. Begitu pula jika

Lebih terperinci

DEPARTMEN IKA ITB Jurusan Fisika-Unej BENDA TEGAR. MS Bab 6-1

DEPARTMEN IKA ITB Jurusan Fisika-Unej BENDA TEGAR. MS Bab 6-1 Jurusan Fisika-Unej BENDA TEGAR Kuliah FI-1101 Fisika 004 Dasar Dr. Linus Dr Pasasa Edy Supriyanto MS Bab 6-1 Jurusan Fisika-Unej Bahan Cakupan Gerak Rotasi Vektor Momentum Sudut Sistem Partikel Momen

Lebih terperinci

Gambar 7.1 Sebuah benda bergerak dalam lingkaran yang pusatnya terletak pada garis lurus

Gambar 7.1 Sebuah benda bergerak dalam lingkaran yang pusatnya terletak pada garis lurus BAB 7. GERAK ROTASI 7.1. Pendahuluan Gambar 7.1 Sebuah benda bergerak dalam lingkaran yang pusatnya terletak pada garis lurus Sebuah benda tegar bergerak rotasi murni jika setiap partikel pada benda tersebut

Lebih terperinci

BAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS. benda. Panas akan mengalir dari benda yang bertemperatur tinggi ke benda yang

BAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS. benda. Panas akan mengalir dari benda yang bertemperatur tinggi ke benda yang BAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS 2.1 Konsep Dasar Perpindahan Panas Perpindahan panas dapat terjadi karena adanya beda temperatur antara dua bagian benda. Panas akan mengalir dari

Lebih terperinci

Saat mempelajari gerak melingkar, kita telah membahas hubungan antara kecepatan sudut (ω) dan kecepatan linear (v) suatu benda

Saat mempelajari gerak melingkar, kita telah membahas hubungan antara kecepatan sudut (ω) dan kecepatan linear (v) suatu benda 1 Benda tegar Pada pembahasan mengenai kinematika, dinamika, usaha dan energi, hingga momentum linear, benda-benda yang bergerak selalu kita pandang sebagai benda titik. Benda yang berbentuk kotak misalnya,

Lebih terperinci

4. Orbit dalam Medan Gaya Pusat. AS 2201 Mekanika Benda Langit

4. Orbit dalam Medan Gaya Pusat. AS 2201 Mekanika Benda Langit 4. Orbit dalam Medan Gaya Pusat AS 2201 Mekanika Benda Langit 4. Orbit dalam Medan Gaya Pusat 4.1 Pendahuluan Pada bab ini dibahas gerak benda langit dalam medan potensial umum, misalnya potensial sebagai

Lebih terperinci

Soal-Jawab Fisika Teori OSN 2013 Bandung, 4 September 2013

Soal-Jawab Fisika Teori OSN 2013 Bandung, 4 September 2013 Soal-Jawab Fisika Teori OSN 0 andung, 4 September 0. (7 poin) Dua manik-manik masing-masing bermassa m dan dianggap benda titik terletak di atas lingkaran kawat licin bermassa M dan berjari-jari. Kawat

Lebih terperinci

Rumus bilangan Reynolds umumnya diberikan sebagai berikut:

Rumus bilangan Reynolds umumnya diberikan sebagai berikut: Dalam mekanika fluida, bilangan Reynolds adalah rasio antara gaya inersia (vsρ) terhadap gaya viskos (μ/l) yang mengkuantifikasikan hubungan kedua gaya tersebut dengan suatu kondisi aliran tertentu. Bilangan

Lebih terperinci

LATIHAN UJIAN NASIONAL

LATIHAN UJIAN NASIONAL LATIHAN UJIAN NASIONAL 1. Seorang siswa menghitung luas suatu lempengan logam kecil berbentuk persegi panjang. Siswa tersebut menggunakan mistar untuk mengukur panjang lempengan dan menggunakan jangka

Lebih terperinci

Dinamika Rotasi, Statika dan Titik Berat 1 MOMEN GAYA DAN MOMEN INERSIA

Dinamika Rotasi, Statika dan Titik Berat 1 MOMEN GAYA DAN MOMEN INERSIA Dinamika Rotasi, Statika dan Titik Berat 1 MOMEN GAYA DAN MOMEN INERSIA Dalam gerak translasi gaya dikaitkan dengan percepatan linier benda, dalam gerak rotasi besaran yang dikaitkan dengan percepatan

Lebih terperinci

3. MEKANIKA BENDA LANGIT

3. MEKANIKA BENDA LANGIT 3. MEKANIKA BENDA LANGIT 3.1. ELIPS Sebelum belajar Mekanika Benda Langit lebih lanjut, terlebih dahulu perlu diketahui salah satu bentuk irisan kerucut yaitu tentang elips. Gambar 3.1. Geometri Elips

Lebih terperinci

K 1. h = 0,75 H. y x. O d K 2

K 1. h = 0,75 H. y x. O d K 2 1. (25 poin) Dari atas sebuah tembok dengan ketinggian H ditembakkan sebuah bola kecil bermassa m (Jari-jari R dapat dianggap jauh lebih kecil daripada H) dengan kecepatan awal horizontal v 0. Dua buah

Lebih terperinci

1. (25 poin) Sebuah bola kecil bermassa m ditembakkan dari atas sebuah tembok dengan ketinggian H (jari-jari bola R jauh lebih kecil dibandingkan

1. (25 poin) Sebuah bola kecil bermassa m ditembakkan dari atas sebuah tembok dengan ketinggian H (jari-jari bola R jauh lebih kecil dibandingkan . (5 poin) Sebuah bola kecil bermassa m ditembakkan dari atas sebuah tembok dengan ketinggian H (jari-jari bola R jauh lebih kecil dibandingkan dengan H). Kecepatan awal horizontal bola adalah v 0 dan

Lebih terperinci

Gerak rotasi: besaran-besaran sudut

Gerak rotasi: besaran-besaran sudut Gerak rotasi Benda tegar Adalah kumpulan benda titik dengan bentuk yang tetap (jarak antar titik dalam benda tersebut tidak berubah) Gerak benda tegar dapat dipandang sebagai gerak suatu titik tertentu

Lebih terperinci

FIsika DINAMIKA ROTASI

FIsika DINAMIKA ROTASI KTS & K- Fsika K e l a s X DNAMKA ROTAS Tujuan embelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut.. Memahami konsep momen gaya dan momen inersia.. Memahami teorema sumbu

Lebih terperinci

Masalah Dua Benda. SMA-BPK,Jakarta Barat, 16 Maret oleh Dr. Suryadi Siregar KK-Astronomi,ITB

Masalah Dua Benda. SMA-BPK,Jakarta Barat, 16 Maret oleh Dr. Suryadi Siregar KK-Astronomi,ITB Masalah Dua Benda oleh Dr. Suryadi Siregar KK-Astronomi,ITB SMA-BPK,Jakarta Barat, 6 Maret 007 6 Maret 007 S.Siregar, Pelatihan Astronomi Hukum Gravitasi G konstanta gravitasi mi massa ke i r jarak m ke

Lebih terperinci

4 I :0 1 a :4 9 1 isik F I S A T O R A IK M A IN D

4 I :0 1 a :4 9 1 isik F I S A T O R A IK M A IN D 9:4:04 Posisi, Kecepatan dan Percepatan Angular 9:4:04 Partikel di titik P bergerak melingkar sejauh θ. Besarnya lintasan partikelp (panjang busur) sebanding sebanding dengan: s = rθ Satu keliling lingkaran

Lebih terperinci

I. Hukum lintasan : Semua planet bergerak dalarn lintasan berupa elips, dengan matahari pada salah satu titik fokusnya.

I. Hukum lintasan : Semua planet bergerak dalarn lintasan berupa elips, dengan matahari pada salah satu titik fokusnya. RENCANA PEMBELAJARAN 10. POKOK BAHASAN: GAYA SENTRAL Gaya sentral adalah gaya bekerja pada benda, di mana garis kerjanya selalu melalui titik tetap, disebut pusat gaya. Arah gaya sentral mungkin menuju

Lebih terperinci

BAHAN AJAR FISIKA KELAS XI IPA SEMESTER GENAP MATERI : DINAMIKA ROTASI

BAHAN AJAR FISIKA KELAS XI IPA SEMESTER GENAP MATERI : DINAMIKA ROTASI BAHAN AJAR FISIKA KELAS XI IPA SEMESTER GENAP MATERI : DINAMIKA ROTASI Momen gaya : Simbol : τ Momen gaya atau torsi merupakan penyebab benda berputar pada porosnya. Momen gaya terhadap suatu poros tertentu

Lebih terperinci

Gelombang sferis (bola) dan Radiasi suara

Gelombang sferis (bola) dan Radiasi suara Chapter 5 Gelombang sferis (bola) dan Radiasi suara Gelombang dasar lain datang jika jarak dari beberapa titik dari titik tertentu dianggap sebagai koordinat relevan yang bergantung pada variabel akustik.

Lebih terperinci

Fisika Umum (MA-301) Hukum Gerak. Energi Gerak Rotasi Gravitasi

Fisika Umum (MA-301) Hukum Gerak. Energi Gerak Rotasi Gravitasi Fisika Umum (MA-301) Topik hari ini (minggu 3) Hukum Gerak Momentum Energi Gerak Rotasi Gravitasi Hukum Gerak Mekanika Klasik Menjelaskan hubungan antara gerak benda dan gaya yang bekerja padanya Kondisi

Lebih terperinci

Bab IV Analisis dan Diskusi

Bab IV Analisis dan Diskusi Bab IV Analisis dan Diskusi IV.1 Hasil Perhitungan Permeabilitas Pemodelan Fisis Data yang diperoleh dari kelima model fisis saluran diolah dengan menggunakan hukum Darcy seperti tertulis pada persamaan

Lebih terperinci

FISIKA 2014 TIPE A. 30 o. t (s)

FISIKA 2014 TIPE A. 30 o. t (s) No FISIKA 2014 TIPE A SOAL 1 Sebuah benda titik dipengaruhi empat vektor gaya masing-masing 20 3 N mengapit sudut 30 o di atas sumbu X positif, 20 N mnegapit sudut 60 o di atas sumbu X negatif, 5 N pada

Lebih terperinci

Fisika Dasar II Listrik, Magnet, Gelombang dan Fisika Modern

Fisika Dasar II Listrik, Magnet, Gelombang dan Fisika Modern Fisika Dasar II Listrik, Magnet, Gelombang dan Fisika Modern Pokok ahasan Medan Magnetik Abdul Waris Rizal Kurniadi Noitrian Sparisoma Viridi Topik Pengantar Gaya Magnetik Gaya Lorentz ubble Chamber Velocity

Lebih terperinci

SOAL DAN PEMBAHASAN FINAL SESI I LIGA FISIKA PIF XIX TINGKAT SMA/MA SEDERAJAT PAKET 1

SOAL DAN PEMBAHASAN FINAL SESI I LIGA FISIKA PIF XIX TINGKAT SMA/MA SEDERAJAT PAKET 1 SOAL DAN PEMBAHASAN FINAL SESI I LIGA FISIKA PIF XIX TINGKAT SMA/MA SEDERAJAT PAKET 1 1. Terhadap koordinat x horizontal dan y vertikal, sebuah benda yang bergerak mengikuti gerak peluru mempunyai komponen-komponen

Lebih terperinci

Treefy Education Pelatihan OSN Online Nasional Jl Mangga III, Sidoarjo, Jawa WhatsApp:

Treefy Education Pelatihan OSN Online Nasional Jl Mangga III, Sidoarjo, Jawa  WhatsApp: PEMBAHASAN SOAL LATIHAN 2 1. Bola awalnya bergerak dengan lintasan lingkaran hingga sudut sebelum bergerak dengan lintasan parabola seperti sketsa di bawah ini. Koordinat pada titik B adalah. Persamaan

Lebih terperinci

II LANDASAN TEORI. Misalkan adalah suatu fungsi skalar, maka turunan vektor kecepatan dapat dituliskan sebagai berikut :

II LANDASAN TEORI. Misalkan adalah suatu fungsi skalar, maka turunan vektor kecepatan dapat dituliskan sebagai berikut : 2 II LANDASAN TEORI Pada bagian ini akan dibahas teori-teori yang digunakan dalam menyusun karya ilmiah ini. Teori-teori tersebut meliputi sistem koordinat silinder, aliran fluida pada pipa lurus, persamaan

Lebih terperinci

MEKANIKA FLUIDA DI SUSUN OLEH : ADE IRMA

MEKANIKA FLUIDA DI SUSUN OLEH : ADE IRMA MEKANIKA FLUIDA DI SUSUN OLEH : ADE IRMA 13321070 4 Konsep Dasar Mekanika Fluida Fluida adalah zat yang berdeformasi terus menerus selama dipengaruhi oleh suatutegangan geser.mekanika fluida disiplin ilmu

Lebih terperinci

Bab 6 Momentum Sudut dan Rotasi Benda Tegar

Bab 6 Momentum Sudut dan Rotasi Benda Tegar Bab 6 Momentum Sudut dan Rotasi Benda Tegar A. Torsi 1. Pengertian Torsi Torsi atau momen gaya, hasil perkalian antara gaya dengan lengan gaya. r F Keterangan: = torsi (Nm) r = lengan gaya (m) F = gaya

Lebih terperinci

Contoh Soal dan Pembahasan Dinamika Rotasi, Materi Fisika kelas 2 SMA. Pembahasan. a) percepatan gerak turunnya benda m.

Contoh Soal dan Pembahasan Dinamika Rotasi, Materi Fisika kelas 2 SMA. Pembahasan. a) percepatan gerak turunnya benda m. Contoh Soal dan Dinamika Rotasi, Materi Fisika kelas 2 SMA. a) percepatan gerak turunnya benda m Tinjau katrol : Penekanan pada kasus dengan penggunaan persamaan Σ τ = Iα dan Σ F = ma, momen inersia (silinder

Lebih terperinci

Gelombang FIS 3 A. PENDAHULUAN C. GELOMBANG BERJALAN B. ISTILAH GELOMBANG. θ = 2π ( t T + x λ ) Δφ = x GELOMBANG. materi78.co.nr

Gelombang FIS 3 A. PENDAHULUAN C. GELOMBANG BERJALAN B. ISTILAH GELOMBANG. θ = 2π ( t T + x λ ) Δφ = x GELOMBANG. materi78.co.nr Gelombang A. PENDAHULUAN Gelombang adalah getaran yang merambat. Gelombang merambat getaran tanpa memindahkan partikel. Partikel hanya bergerak di sekitar titik kesetimbangan. Gelombang berdasarkan medium

Lebih terperinci

Catatan Kuliah FI1101 Fisika Dasar IA Pekan #8: Osilasi

Catatan Kuliah FI1101 Fisika Dasar IA Pekan #8: Osilasi Catatan Kuliah FI111 Fisika Dasar IA Pekan #8: Osilasi Agus Suroso update: 4 November 17 Osilasi atau getaran adalah gerak bolak-balik suatu benda melalui titik kesetimbangan. Gerak bolak-balik tersebut

Lebih terperinci

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR 3.1 Diagram Alir Proses Perencanaan Proses perencanaan mesin pembuat es krim dari awal sampai akhir ditunjukan seperti Gambar 3.1. Mulai Studi Literatur Gambar Sketsa Perhitungan

Lebih terperinci

FENOMENA PERPINDAHAN. LUQMAN BUCHORI, ST, MT JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNDIP

FENOMENA PERPINDAHAN. LUQMAN BUCHORI, ST, MT JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNDIP FENOMENA PERPINDAHAN LUQMAN BUCHORI, ST, MT luqman_buchori@yahoo.com JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNDIP Peristiwa Perpindahan : Perpindahan Momentum Neraca momentum Perpindahan Energy (Panas) Neraca

Lebih terperinci

Distribusi Tekanan pada Fluida

Distribusi Tekanan pada Fluida Distribusi Tekanan pada Fluida Ref: White, Frank M., 2011, Fluid Mechanics, 7th edition, Chapter 2, The McGraw-Hill Book Co., New York 2/21/17 1 Tekanan pada Fluida Tekanan fluida (fluid pressure): tegangan

Lebih terperinci

BAB IV PRINSIP-PRINSIP KONVEKSI

BAB IV PRINSIP-PRINSIP KONVEKSI BAB IV PRINSIP-PRINSIP KONVEKSI Aliran Viscous Berdasarkan gambar 1 dan, aitu aliran fluida pada pelat rata, gaa viscous dijelaskan dengan tegangan geser τ diantara lapisan fluida dengan rumus: du τ µ

Lebih terperinci

MATERI PELATIHAN GURU FISIKA SMA/MA

MATERI PELATIHAN GURU FISIKA SMA/MA MATERI PELATIHAN GURU FISIKA SMA/MA a. Judul: Pembelajaran Gerak Rotasi dan Keseimbangan Benda Tegar Berbasis Koop untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Siswa SMA b. Kompetensi Dasar Setelah berpartisipasi

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Aliran hele shaw..., Azwar Effendy, FT UI, 2008

BAB II DASAR TEORI. Aliran hele shaw..., Azwar Effendy, FT UI, 2008 BAB II DASAR TEORI 2.1 KLASIFIKASI ALIRAN FLUIDA Secara umum fluida dikenal memiliki kecenderungan untuk bergerak atau mengalir. Sangat sulit untuk mengekang fluida agar tidak bergerak, tegangan geser

Lebih terperinci

menganalisis suatu gerak periodik tertentu

menganalisis suatu gerak periodik tertentu Gerak Harmonik Sederhana GETARAN Gerak harmonik sederhana Gerak periodik adalah gerak berulang/berosilasi melalui titik setimbang dalam interval waktu tetap. Gerak harmonik sederhana (GHS) adalah gerak

Lebih terperinci

Aliran Fluida. Konsep Dasar

Aliran Fluida. Konsep Dasar Aliran Fluida Aliran fluida dapat diaktegorikan:. Aliran laminar Aliran dengan fluida yang bergerak dalam lapisan lapisan, atau lamina lamina dengan satu lapisan meluncur secara lancar. Dalam aliran laminar

Lebih terperinci

GAYA GESEK. Gaya Gesek Gaya Gesek Statis Gaya Gesek Kinetik

GAYA GESEK. Gaya Gesek Gaya Gesek Statis Gaya Gesek Kinetik GAYA GESEK (Rumus) Gaya Gesek Gaya Gesek Statis Gaya Gesek Kinetik f = gaya gesek f s = gaya gesek statis f k = gaya gesek kinetik μ = koefisien gesekan μ s = koefisien gesekan statis μ k = koefisien gesekan

Lebih terperinci

Bintang Ganda DND-2006

Bintang Ganda DND-2006 Bintang Ganda Bintang ganda (double stars) adalah dua buah bintang yang terikat satu sama lain oleh gaya tarik gravitasi antar kedua bintang tersebut. Apabila sistem bintang ini lebih dari dua, maka disebut

Lebih terperinci

Prediksi 1 UN SMA IPA Fisika

Prediksi 1 UN SMA IPA Fisika Prediksi UN SMA IPA Fisika Kode Soal Doc. Version : 0-06 halaman 0. Dari hasil pengukuran luas sebuah lempeng baja tipis, diperoleh, panjang = 5,65 cm dan lebar 0,5 cm. Berdasarkan pada angka penting maka

Lebih terperinci

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 1 (2013), Hal. 1-7 ISSN : Visualisasi Efek Relativistik Pada Gerak Planet

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 1 (2013), Hal. 1-7 ISSN : Visualisasi Efek Relativistik Pada Gerak Planet PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 1 (13), Hal. 1-7 ISSN : 337-8 Visualisasi Efek Relativistik Pada Gerak Planet Nurul Asri 1, Hasanuddin 1, Joko Sampurno 1, Azrul Azwar 1 1 Program Studi Fisika, FMIPA, Universitas

Lebih terperinci

Bab III Aliran Putar

Bab III Aliran Putar Bab III Aliran Putar Ada banyak jenis aliran fluida dalam dunia teknik, dimana komponen rotasi dari nilai rata-rata deformasi memberikan kontribusi lebih besar terhadap pola aliran yang terjadi. Memperhatikan

Lebih terperinci

GETARAN DAN GELOMBANG

GETARAN DAN GELOMBANG 1/19 Kuliah Fisika Dasar Teknik Sipil 2007 GETARAN DAN GELOMBANG Mirza Satriawan Physics Dept. Gadjah Mada University Bulaksumur, Yogyakarta email: mirza@ugm.ac.id GETARAN Getaran adalah salah satu bentuk

Lebih terperinci

UM UGM 2017 Fisika. Soal

UM UGM 2017 Fisika. Soal UM UGM 07 Fisika Soal Doc. Name: UMUGM07FIS999 Version: 07- Halaman 0. Pada planet A yang berbentuk bola dibuat terowongan lurus dari permukaan planet A yang menembus pusat planet dan berujung di permukaan

Lebih terperinci

3.6.1 Menganalisis momentum sudut pada benda berotasi Merumuskan hukum kekekalan momentum sudut.

3.6.1 Menganalisis momentum sudut pada benda berotasi Merumuskan hukum kekekalan momentum sudut. I. Kompetensi Inti KI 1: Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya. KI 2: Menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli (gotong royong, kerja sama, toleran, damai),

Lebih terperinci

C21 FISIKA SMA/MA IPA. 1. Seorang siswa mengukur panjang dan lebar suatu plat logam menggunakan mistar dan jangka sorong sebagai berikut.

C21 FISIKA SMA/MA IPA. 1. Seorang siswa mengukur panjang dan lebar suatu plat logam menggunakan mistar dan jangka sorong sebagai berikut. 1 1. Seorang siswa mengukur panjang dan lebar suatu plat logam menggunakan mistar dan jangka sorong sebagai berikut. Panjang Lebar (menggunakan mistar) (menggunakan jangka sorong) Luas plat logam di atas

Lebih terperinci

Copyright all right reserved

Copyright  all right reserved Latihan Soal UN SMA / MA 2011 Program IPA Mata Ujian : Fisika Jumlah Soal : 20 1. Gas helium (A r = gram/mol) sebanyak 20 gram dan bersuhu 27 C berada dalam wadah yang volumenya 1,25 liter. Jika tetapan

Lebih terperinci

Bahan Minggu XV Tema : Pengantar teori relativitas umum Materi :

Bahan Minggu XV Tema : Pengantar teori relativitas umum Materi : Bahan Minggu XV Tema : Pengantar teori relativitas umum Materi : Teori Relativitas Umum Sebelum teori Relativitas Umum (TRU) diperkenalkan oleh Einstein pada tahun 1915, orang mengenal sedikitnya tiga

Lebih terperinci

Osilasi Harmonis Sederhana: Beban Massa pada Pegas

Osilasi Harmonis Sederhana: Beban Massa pada Pegas OSILASI Osilasi Osilasi terjadi bila sebuah sistem diganggu dari posisi kesetimbangannya. Karakteristik gerak osilasi yang paling dikenal adalah gerak tersebut bersifat periodik, yaitu berulang-ulang.

Lebih terperinci

TES STANDARISASI MUTU KELAS XI

TES STANDARISASI MUTU KELAS XI TES STANDARISASI MUTU KELAS XI. Sebuah partikel bergerak lurus dari keadaan diam dengan persamaan x = t t + ; x dalam meter dan t dalam sekon. Kecepatan partikel pada t = 5 sekon adalah ms -. A. 6 B. 55

Lebih terperinci

PELATIHAN OSN JAKARTA 2016 LISTRIK MAGNET (BAGIAN 1)

PELATIHAN OSN JAKARTA 2016 LISTRIK MAGNET (BAGIAN 1) PLATIHAN OSN JAKATA 2016 LISTIK MAGNT (AGIAN 1) 1. Partikel deuterium (1 proton, 1 neutron) dan partikel alpha (2 proton, 2 neutron) saling mendekat dari jarak yang sangat jauh dengan energi kinetik masing-masing

Lebih terperinci

Integral yang berhubungan dengan kepentingan fisika

Integral yang berhubungan dengan kepentingan fisika Integral yang berhubungan dengan kepentingan fisika 14.1 APLIKASI INTEGRAL A. Usaha Dan Energi Hampir semua ilmu mekanika ditemukan oleh Issac newton kecuali konsep energi. Energi dapat muncul dalam berbagai

Lebih terperinci

SP FISDAS I. acuan ) , skalar, arah ( ) searah dengan

SP FISDAS I. acuan ) , skalar, arah ( ) searah dengan SP FISDAS I Perihal : Matriks, pengulturan, dimensi, dan sebagainya. Bisa baca sendiri di tippler..!! KINEMATIKA : Gerak benda tanpa diketahui penyebabnya ( cabang dari ilmu mekanika ) DINAMIKA : Pengaruh

Lebih terperinci

Fisika Dasar 9/1/2016

Fisika Dasar 9/1/2016 1 Sasaran Pembelajaran 2 Mahasiswa mampu mencari besaran posisi, kecepatan, dan percepatan sebuah partikel untuk kasus 1-dimensi dan 2-dimensi. Kinematika 3 Cabang ilmu Fisika yang membahas gerak benda

Lebih terperinci

FENOMENA PERPINDAHAN. LUQMAN BUCHORI, ST, MT JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNDIP

FENOMENA PERPINDAHAN. LUQMAN BUCHORI, ST, MT  JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNDIP FENOMENA PERPINDAHAN LUQMAN BUCHORI, ST, MT luqman_buchori@yahoo.com luqmanbuchori@undip.ac.id JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNDIP Peristiwa Perpindahan : Perpindahan Momentum Neraca momentum Perpindahan

Lebih terperinci

BAB II PENGANTAR SOLUSI PERSOALAN FISIKA MENURUT PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK

BAB II PENGANTAR SOLUSI PERSOALAN FISIKA MENURUT PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK BAB II PENGANTAR SOLUSI PERSOALAN FISIKA MENURUT PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK Tujuan Instruksional Setelah mempelajari bab ini pembaca diharapkan dapat: 1. Menjelaskan cara penyelesaian soal dengan

Lebih terperinci

BAB II PEMBAHASAN. Gambar 2.1 Lenturan Gelombang yang Melalui Celah Sempit

BAB II PEMBAHASAN. Gambar 2.1 Lenturan Gelombang yang Melalui Celah Sempit BAB II PEMBAHASAN A. Difraksi Sesuai dengan teori Huygens, difraksi dapat dipandang sebagai interferensi gelombang cahaya yang berasal dari bagian-bagian suatu medan gelombang. Medan gelombang boleh jadi

Lebih terperinci

Pilihlah jawaban yang paling benar!

Pilihlah jawaban yang paling benar! Pilihlah jawaban yang paling benar! 1. Besarnya momentum yang dimiliki oleh suatu benda dipengaruhi oleh... A. Bentuk benda B. Massa benda C. Luas penampang benda D. Tinggi benda E. Volume benda. Sebuah

Lebih terperinci

Bab II Efek Radiasi Termal Pada Asteroid

Bab II Efek Radiasi Termal Pada Asteroid Bab II Efek Radiasi Termal Pada Asteroid Dalam dasawarsa terakhir ada beberapa ketidakcocokan antara prediksi model klasik dengan hasil observasi (sebagai review lihat Bottke et al. 2006). Ketidakcocokan

Lebih terperinci

r 21 F 2 F 1 m 2 Secara matematis hukum gravitasi umum Newton adalah: F 12 = G

r 21 F 2 F 1 m 2 Secara matematis hukum gravitasi umum Newton adalah: F 12 = G Gaya gravitasi antara dua benda merupakan gaya tarik menarik yang besarnya berbanding lurus dengan massa masing-masing benda dan berbanding terbalik dengan kuadrat jarak antara keduanya Secara matematis

Lebih terperinci

MOMENTUM - TUMBUKAN FISIKA DASAR (TEKNIK SISPIL) (+GRAVITASI) Mirza Satriawan. menu

MOMENTUM - TUMBUKAN FISIKA DASAR (TEKNIK SISPIL) (+GRAVITASI) Mirza Satriawan. menu FISIKA DASAR (TEKNIK SISPIL) 1/34 MOMENTUM - TUMBUKAN (+GRAVITASI) Mirza Satriawan Physics Dept. Gadjah Mada University Bulaksumur, Yogyakarta email: mirza@ugm.ac.id Sistem Partikel Dalam pembahasan-pembahasan

Lebih terperinci

dengan g adalah percepatan gravitasi bumi, yang nilainya pada permukaan bumi sekitar 9, 8 m/s².

dengan g adalah percepatan gravitasi bumi, yang nilainya pada permukaan bumi sekitar 9, 8 m/s². Hukum newton hanya memberikan perumusan tentang bagaimana gaya mempengaruhi keadaan gerak suatu benda, yaitu melalui perubahan momentumnya. Sedangkan bagaimana perumusan gaya dinyatakan dalam variabelvariabel

Lebih terperinci

Kumpulan soal-soal level Olimpiade Sains Nasional: solusi:

Kumpulan soal-soal level Olimpiade Sains Nasional: solusi: Kumpulan soal-soal level Olimpiade Sains Nasional: 1. Sebuah batang uniform bermassa dan panjang l, digantung pada sebuah titik A. Sebuah peluru bermassa bermassa m menumbuk ujung batang bawah, sehingga

Lebih terperinci

KINEMATIKA. Fisika. Tim Dosen Fisika 1, ganjil 2016/2017 Program Studi S1 - Teknik Telekomunikasi Fakultas Teknik Elektro - Universitas Telkom

KINEMATIKA. Fisika. Tim Dosen Fisika 1, ganjil 2016/2017 Program Studi S1 - Teknik Telekomunikasi Fakultas Teknik Elektro - Universitas Telkom KINEMATIKA Fisika Tim Dosen Fisika 1, ganjil 2016/2017 Program Studi S1 - Teknik Telekomunikasi Fakultas Teknik Elektro - Universitas Telkom Sasaran Pembelajaran Indikator: Mahasiswa mampu mencari besaran

Lebih terperinci

FISIKA FMIPA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010 Alfan Muttaqin/M

FISIKA FMIPA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010 Alfan Muttaqin/M FISIKA FMIPA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010 Alfan Muttaqin/M0207025 Di terjemahkan dalam bahasa Indonesia dari An introduction by Heinrich Kuttruff Bagian 6.6 6.6.4 6.6 Penyerapan Bunyi Oleh

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. BAB 2 GRAVITASI A. Medan Gravitasi B. Gerak Planet dan Satelit Rangkuman Bab Evaluasi Bab 2...

DAFTAR ISI. BAB 2 GRAVITASI A. Medan Gravitasi B. Gerak Planet dan Satelit Rangkuman Bab Evaluasi Bab 2... DAFTAR ISI KATA SAMBUTAN... iii KATA PENGANTAR... iv DAFTAR ISI... v BAB 1 KINEMATIKA GERAK... 1 A. Gerak Translasi... 2 B. Gerak Melingkar... 10 C. Gerak Parabola... 14 Rangkuman Bab 1... 18 Evaluasi

Lebih terperinci

BAGIAN 1 PITA ENERGI DALAM ZAT PADAT

BAGIAN 1 PITA ENERGI DALAM ZAT PADAT 1.1. Partikel bermuatan BAGIAN 1 PITA ENERGI DALAM ZAT PADAT - Muatan elektron : -1,6 x 10-19 C - Massa elektron : 9,11 x 10-31 kg - Jumlah elektron dalam setiap Coulomb sekitar 6 x 10 18 buah (resiprokal

Lebih terperinci

FISIKA XI SMA 3

FISIKA XI SMA 3 FISIKA XI SMA 3 Magelang @iammovic Standar Kompetensi: Menerapkan konsep dan prinsip mekanika klasik sistem kontinu dalam menyelesaikan masalah Kompetensi Dasar: Merumuskan hubungan antara konsep torsi,

Lebih terperinci

KEMAGNETAN. : Dr. Budi Mulyanti, MSi. Pertemuan ke-8

KEMAGNETAN. : Dr. Budi Mulyanti, MSi. Pertemuan ke-8 MATA KULIAH KODE MK Dosen : FISIKA DASAR II : EL-122 : Dr. Budi Mulyanti, MSi Pertemuan ke-8 CAKUPAN MATERI 1. MAGNET 2. FLUKS MAGNETIK 3. GAYA MAGNET PADA SEBUAH ARUS 4. MUATAN SIRKULASI 5. EFEK HALL

Lebih terperinci

BAB 16. MEDAN LISTRIK

BAB 16. MEDAN LISTRIK DAFTAR ISI DAFTAR ISI... BAB 6. MEDAN LISTRIK... 6. Muatan Listrik... 6. Muatan Listrik dalam Atom... 6.3 Isolator dan Konduktor...3 6.4 Hukum Coulomb...3 6.5 Medan Listrik dan Kondusi Listrik...5 6.6

Lebih terperinci

BAB II MOTOR ARUS SEARAH

BAB II MOTOR ARUS SEARAH BAB II MOTOR ARUS SEARAH II.1. Umum Motor arus searah (motor DC) adalah mesin yang merubah enargi listrik arus searah menjadi energi mekanis yang berupa putaran. Hampir pada semua prinsip pengoperasiannya,

Lebih terperinci

BAB 20. KEMAGNETAN Magnet dan Medan Magnet Hubungan Arus Listrik dan Medan Magnet

BAB 20. KEMAGNETAN Magnet dan Medan Magnet Hubungan Arus Listrik dan Medan Magnet DAFTAR ISI DAFTAR ISI...1 BAB 20. KEMAGNETAN...2 20.1 Magnet dan Medan Magnet...2 20.2 Hubungan Arus Listrik dan Medan Magnet...2 20.3 Gaya Magnet...4 20.4 Hukum Ampere...9 20.5 Efek Hall...13 20.6 Quis

Lebih terperinci

GETARAN DAN GELOMBANG

GETARAN DAN GELOMBANG GEARAN DAN GELOMBANG Getaran dapat diartikan sebagai gerak bolak balik sebuah benda terhadap titik kesetimbangan dalam selang waktu yang periodik. Dua besaran yang penting dalam getaran yaitu periode getaran

Lebih terperinci

BAB 5: DINAMIKA: HUKUM-HUKUM DASAR

BAB 5: DINAMIKA: HUKUM-HUKUM DASAR BAB 5: DINAMIKA: HUKUM-HUKUM DASAR Dinamika mempelajari pengaruh lingkungan terhadap keadaan gerak suatu sistem. Pada dasarya persoalan dinamika dapat dirumuskan sebagai berikut: Bila sebuah sistem dengan

Lebih terperinci

SOAL SOAL FISIKA DINAMIKA ROTASI

SOAL SOAL FISIKA DINAMIKA ROTASI 10 soal - soal fisika Dinamika Rotasi SOAL SOAL FISIKA DINAMIKA ROTASI 1. Momentum Sudut Seorang anak dengan kedua lengan berada dalam pangkuan sedang berputar pada suatu kursi putar dengan 1,00 putaran/s.

Lebih terperinci

Benda B menumbuk benda A yang sedang diam seperti gambar. Jika setelah tumbukan A dan B menyatu, maka kecepatan benda A dan B

Benda B menumbuk benda A yang sedang diam seperti gambar. Jika setelah tumbukan A dan B menyatu, maka kecepatan benda A dan B 1. Gaya Gravitasi antara dua benda bermassa 4 kg dan 10 kg yang terpisah sejauh 4 meter A. 2,072 x N B. 1,668 x N C. 1,675 x N D. 1,679 x N E. 2,072 x N 2. Kuat medan gravitasi pada permukaan bumi setara

Lebih terperinci

BAB III APLIKASI METODE EULER PADA KAJIAN TENTANG GERAK Tujuan Instruksional Setelah mempelajari bab ini pembaca diharapkan dapat: 1.

BAB III APLIKASI METODE EULER PADA KAJIAN TENTANG GERAK Tujuan Instruksional Setelah mempelajari bab ini pembaca diharapkan dapat: 1. BAB III APLIKASI METODE EULER PADA KAJIAN TENTANG GERAK Tujuan Instruksional Setelah mempelajari bab ini pembaca diharapkan dapat: 1. Menentukan solusi persamaan gerak jatuh bebas berdasarkan pendekatan

Lebih terperinci

1. Jika FB QPO diabaikan, Power Spectral Density antara FB dan Banana. 2. Jika HB QPO diabaikan, Power Spectral Densityantara HB dan Island

1. Jika FB QPO diabaikan, Power Spectral Density antara FB dan Banana. 2. Jika HB QPO diabaikan, Power Spectral Densityantara HB dan Island Bab V PEMBAHASAN Menurut HK89, hubungan sumber Z dan sumber Atoll dapat diasumsikan sebagai berikut: 1. Jika FB QPO diabaikan, Power Spectral Density antara FB dan Banana State, memiliki kemiripan. 2.

Lebih terperinci

GERAK BENDA TEGAR. Kinematika Rotasi

GERAK BENDA TEGAR. Kinematika Rotasi GERAK BENDA TEGAR Benda tegar adalah sistem benda yang terdiri atas sistem benda titik yang jumlahnya tak-hinggadan jika ada gaya yang bekerja, jarak antara titik-titik anggota sistem selalu tetap. Gerak

Lebih terperinci

Masalah aliran fluida dalam PIPA : Sistem Terbuka (Open channel) Sistem Tertutup Sistem Seri Sistem Parlel

Masalah aliran fluida dalam PIPA : Sistem Terbuka (Open channel) Sistem Tertutup Sistem Seri Sistem Parlel Konsep Aliran Fluida Masalah aliran fluida dalam PIPA : Sistem Terbuka (Open channel) Sistem Tertutup Sistem Seri Sistem Parlel Hal-hal yang diperhatikan : Sifat Fisis Fluida : Tekanan, Temperatur, Masa

Lebih terperinci

JAWABAN Fisika OSK 2013

JAWABAN Fisika OSK 2013 JAWABAN Fisika OSK 013 1- Jawab: a) pada saat t = s, sehingga m/s pada saat t = 4 s, (dg persamaan garis) sehingga m/s b) pada saat t = 4 s, m/s m/s (kemiringan) sehingga m/s c) adalah luas permukaan di

Lebih terperinci

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 1 (2013), Hal ISSN : Analisis Lintasan Foton Dalam Ruang-Waktu Schwarzschild

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 1 (2013), Hal ISSN : Analisis Lintasan Foton Dalam Ruang-Waktu Schwarzschild Analisis Lintasan Foton Dalam Ruang-Waktu Schwarzschild Urai astri lidya ningsih 1, Hasanuddin 1, Joko Sampurno 1, Azrul Azwar 1 1 Program Studi Fisika, FMIPA, Universitas Tanjungpura; e-mail: nlidya14@yahoo.com

Lebih terperinci

TEKANAN TANAH LATERAL

TEKANAN TANAH LATERAL TEKANAN TANAH LATERAL Tekanan lateral tanah adalah tekanan oleh tanah pada bidang horizontal. Contoh aplikasi teori tekanan lateral adalah untuk desain-desain seperti dinding penahan tanah, dinding basement,

Lebih terperinci

SOAL LATIHAN PEMBINAAN JARAK JAUH IPhO 2017 PEKAN VIII

SOAL LATIHAN PEMBINAAN JARAK JAUH IPhO 2017 PEKAN VIII SOAL LATIHAN PEMBINAAN JARAK JAUH IPhO 2017 PEKAN VIII 1. Tumbukan dan peluruhan partikel relativistik Bagian A. Proton dan antiproton Sebuah antiproton dengan energi kinetik = 1,00 GeV menabrak proton

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Definisi fluida

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Definisi fluida BAB II DASAR TEORI 2.1 Definisi fluida Fluida dapat didefinisikan sebagai zat yang berubah bentuk secara kontinu bila terkena tegangan geser. Fluida mempunyai molekul yang terpisah jauh, gaya antar molekul

Lebih terperinci

Fisika Dasar I (FI-321)

Fisika Dasar I (FI-321) Fisika Dasar I (FI-31) Topik hari ini Getaran dan Gelombang Getaran 1. Getaran dan Besaran-besarannya. Gerak harmonik sederhana 3. Tipe-tipe getaran (1) Getaran dan besaran-besarannya besarannya Getaran

Lebih terperinci

1. Pengukuran tebal sebuah logam dengan jangka sorong ditunjukkan 2,79 cm,ditentikan gambar yang benar adalah. A

1. Pengukuran tebal sebuah logam dengan jangka sorong ditunjukkan 2,79 cm,ditentikan gambar yang benar adalah. A PREDIKSI 7 1. Pengukuran tebal sebuah logam dengan jangka sorong ditunjukkan 2,79 cm,ditentikan gambar yang benar adalah. A B C D E 2. Pak Pos mengendarai sepeda motor ke utara dengan jarak 8 km, kemudian

Lebih terperinci

Pembahasan Soal SNMPTN 2012 SELEKSI NASIONAL MASUK PERGURUAN TINGGI NEGERI. Disertai TRIK SUPERKILAT dan LOGIKA PRAKTIS.

Pembahasan Soal SNMPTN 2012 SELEKSI NASIONAL MASUK PERGURUAN TINGGI NEGERI. Disertai TRIK SUPERKILAT dan LOGIKA PRAKTIS. Pembahasan Soal SNMPTN 2012 SELEKSI NASIONAL MASUK PERGURUAN TINGGI NEGERI Disertai TRIK SUPERKILAT dan LOGIKA PRAKTIS Fisika IPA Disusun Oleh : Pak Anang Kumpulan SMART SOLUTION dan TRIK SUPERKILAT Pembahasan

Lebih terperinci