VIII. DAMPAK KEBIJAKAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR JALAN DAN JEMBATAN TERHADAP PENDAPATAN RUMAHTANGGA
|
|
- Sukarno Kartawijaya
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 VIII. DAMPAK KEBIJAKAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR JALAN DAN JEMBATAN TERHADAP PENDAPATAN RUMAHTANGGA 8.1. Analisis Simulasi Kebijakan Dalam analisis jalur struktural atau SPA sebelumnya telah diungkap bagaimana efek multiplier pembangunan sektor infrastruktur jalan dan jembatan tersebut di pancarkan ke rumahtangga ketika ada injeksi dana stimulus sebesar satu rupiah. Pada pembahasan kali ini, dana stimulus tidak lagi sebesar satu rupiah, namun sebesar nilai yang sudah ditetapkan dalam simulasi kebijakan ekivalensi dengan satuan moneter yaitu dikalikan dengan perkiraan harga satuan penanganan jalan per Km baik untuk KBI dan KTI. Hasil simulasi kebijakan selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 32 yang menjabarkan besarnya persentase perubahan pendapatan rumahtangga ketika ada injeksi dana stimulus pada sektor infrastruktur jalan dan jembatan. Kebijakan pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan diyakini mampu meningkatkan pendapatan rumahtangga. Efek multiplier dari kebijakan ini sebagaimana yang dijelaskan dalam SPA sebelumnya akan dipancarkan paling kuat melalui faktorfaktor produksi tenaga kerja dan modal sebelum sampai ke rumahtangga. Meskipun rumahtangga kota atau desa yang berpendapatan tinggi mendapat efek multiplier pendapatan dengan nilai paling tinggi, akan tetapi perubahan kenaikan pendapatannya dari nilai dasar (baseline) ternyata relatif di bawah perubahan pertambahan pendapatan untuk golongan pendapatan rendah. Dengan kata lain golongan pendapatan rendah sebenarnya lebih cepat merespon dampak stimulus fiskal pada sektor infrastruktur jalan dan jembatan.
2 237 Dalam Tabel 31, jika diperhatikan perubahan persentase kenaikan pendapatan rumahtangga untuk yang tergolong rendah di KBI dan KTI selalu lebih besar pada setiap simulasi kebijakan yang diterapkan. Misalkan untuk simulasi kebijakan pertama (Simulasi 1), kebijakan memberi stimulus fiskal sebesar Rp , juta untuk sektor infrastruktur jalan dan jembatan di KBI dan sebesar Rp. 7,049, juta di KTI sampai dengan tahun 2014, sebagaimana yang direncanakan dalam dokumen draft Rencana Pengembangan Jaringan Jalan Nasional 2009, diperkirakan akan memberi dampak terhadap pendapatan rumahtangga desa yang tergolong rendah di KBI meningkat sebesar %. Sedangkan untuk rumahtangga kota pendapatan tinggi, akan meningkat sebesar %. Fenomena yang sama juga terlihat di KTI, pendapatan rumahtangga yang tergolong rendah meningkatnya relatif lebih besar dibandingkan pendapatan pada rumahtangga yang tergolong tinggi, masingmasing sebesar % dan %. Fakta lainnya juga menunjukkan, jika dilihat dari besarnya perubahan pendapatan, efek interregional dari pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan di KBI lebih menguntungkan rumahtangga di KTI, dibandingkan sebaliknya. Hal ini divisualisasikan melalui Simulasi 2 dan Simulasi 3, serta yang lebih mencolok pada Simulasi 4 dan Simulasi 5. Misalkan untuk Simulasi 4, pada saat seluruh dana stimulus sebesar Rp. 11,619, juta diinjeksi ke sektor infrastruktur jalan dan jembatan di KTI, pendapatan rumahtangga di KTI rata-rata akan meningkat sebesar 2.25%, sedangkan di KBI sebesar 0.21%. Sebaliknya, jika semua dana stimulus tersebut dialirkankan ke KBI, pendapatan rumahtangga KBI rata-rata akan meningkat sebesar 0.91%, sedangkan rumahtangga di KTI sebesar
3 %. Ini berarti, bila dilihat dari besarnya pertambahan pendapatan, spillover effect dari pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan akan lebih menguntungkan rumahtangga di KTI dibandingkan KBI. Tabel 31. Dampak Kebijakan Pembangunan Infrastruktur Jalan dan Jembatan Terhadap Perubahan Pendapatan dan Distribusi Pendapatan Rumahtangga Kawasan Wilayah/Golongan Rumah Tangga Base Line Simulasi 1 Simulasi 2 Simulasi 3 Simulasi 4 Simulasi 5 KBI Desa pendapatan Kota pendapatan Rendah Sedang Tinggi Rendah Sedang Tinggi KTI Keterangan : Desa pendapatan Kota pendapatan Rendah Sedang Tinggi Rendah Sedang Tinggi Simulasi-simulasi kebijakan yang diaplikasikan adalah sebagai berikut : Simulasi 1 : Stimulus fiskal untuk penambahan Jalan Nasional di KBI ekivalen Rp , juta, dan di KTI Rp. 7,049, juta Simulasi 2 : Penambahan Jalan Nasional di KBI saja ekivalen Rp , juta. Simulasi 3 : Penambahan Jalan Nasional di KTI saja ekivalen Rp. 7,049, juta. Simulasi 4 : Seluruh Penambahan Jalan Nasional diberikan pada KBI saja ekivalen Rp. 11,619, juta. Simulasi 5 : Seluruh Penambahan Jalan Nasional diberikan pada KTI saja ekivalen Rp. 11,619, juta Analisis Distribusi Pendapatan Dapat dipastikan, hampir pada semua simulasi kebijakan pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan yang diterapkan menunjukkan bahwa rumahtangga yang mempunyai pendapatan rendah lebih cepat responnya dibandingkan rumahtangga pendapatan tinggi. Dengan kata lain, kebijakan publik yang menyangkut infrastruktur jalan dan jembatan lebih kuat pengaruhnya
4 239 terhadap rumahtangga miskin dibandingkan rumahtangga tidak miskin yang mempunyai pendapatan menengah ke atas. Akan tetapi, karena pertambahan pendapatan dari rumahtangga miskin berbeda sedikit dengan pertambahan pendapatan rumahtangga tidak miskin, akhirnya ketimpangan pendapatan antargolongan rumahtangga dalam wilayah sendiri, masing-masing di KBI dan KTI, tidak signifikan untuk dikurangi. Sebagaimana yang tercermin pada Tabel 32 di atas, penurunan indeks ketimpangan pendapatan antargolongan rumahtangga dari angka base sangat kecil, bahkan dapat dikatakan tidak berubah sedikitpun Analisis Maximum to Minimum Ratio Dari analisis Maximum to Minimum Ratio (MMR) seperti dalam Tabel 32 menunjukkan bahwa indeks ketimpangan pendapatan di KBI pada posisi base adalah 9.16, setelah disimulasikan kebijakan pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan, indeks ketimpangan terlihat tidak bergerak turun masih berkisar di angka Kondisi yang sama juga terjadi di KTI, kebijakan infrastruktur tampak tidak mampu mereduksi ketimpangan pendapatan antargolongan rumahtangga. Indeks ketimpangan tetap sebesar untuk semua simulasi kebijakan yang diaplikasikan, tidak berbeda dengan indeks ketimpangan base sebesar Berbeda jauh dengan ketimpangan pendapatan rumahtangga antarwilayah, kebijakan pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan saat ini sepertinya mampu mereduksi ketimpangan yang terjadi. Terutama sekali bila pembangunan infrastruktur tersebut dikonsentrasikan ke wilayah KTI. Melalui Simulasi 5 sebagai misal, ketimpangan antarwilayah untuk pendapatan rumahtangga dapat direduksi dari nilai base sebesar menjadi , dan untuk ketimpangan
5 240 nilai tambah (PDRB) yang merupakan pendapatan dari tenaga kerja, modal dan lahan, dari nilai base sebesar 3.55 menjadi 3.47 atau menurun sebesar Tabel 32. Dampak Kebijakan Pembangunan Infrastruktur Jalan dan Jembatan Terhadap Ketimpangan Antarrumahtangga dan Nilai Tambah Ketimpangan Antarrumahtangga Base Line Simulasi 1 Simulasi 2 Simulasi 3 Simulasi 4 Simulasi 5 1. Dalam wilayah sendiri KBI Dalam wilayah sendiri KTI Antarwilayah KBI dgn KTI Ketimpangan Nilai Tambah Antarwilayah KBI dan KTI Analisis Coefficient of Variation Kebijakan sektor pembangunan jalan terhadap ketimpangan antar rumahtangga setelah di analisis dengan metoda Coefficient of Variation (CV) memberikan hasil seperti pada Tabel 33 dibawah. Indeks ketimpangan pendapatan di intra KBI pada posisi base adalah , setelah disimulasikan kebijakan pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan, indeks ketimpangan terlihat tidak bergerak turun masih berkisar di angka namun, bila injeksi diberikan hanya di KBI atau KBI lebih besar dari KTI (Simulasi 1,2 dan 4) menunjukkan negatif atau mengindikasikan kesenjangan yang berkurang di Intra KBI. Kondisi yang sama juga terjadi di intra KTI, kebijakan infrastruktur tampak tidak mampu mereduksi ketimpangan pendapatan antargolongan rumahtangga. Indeks ketimpangan tetap sebesar untuk semua simulasi kebijakan yang diaplikasikan, tidak berbeda dengan indeks ketimpangan base sebesar Berbeda jauh dengan ketimpangan pendapatan rumahtangga antarwilayah, kebijakan pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan saat ini sepertinya mampu mereduksi ketimpangan yang terjadi. Terutama sekali bila pembangunan
6 241 infrastruktur tersebut dikonsentrasikan ke wilayah KTI. Melalui Simulasi 5 sebagai misal, ketimpangan antarwilayah untuk pendapatan rumahtangga dapat direduksi dari nilai base sebesar menjadi atau penurunan terhadap base Dengan demikian baik dari analisis MMR maupun CV menunjukkan bahwa upaya untuk mengurangi ketimpangan pembangunan antarkawasan yakni KBI dan KTI dapat dilaksanakan dengan baik apabila pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan tersebut lebih difokuskan pada wilayah-wilayah pembangunan di KTI. Tabel 33. Dampak Kebijakan Pembangunan Infrastruktur Jalan dan Jembatan Terhadap Ketimpangan Antarrumahtangga dan Nilai Tambah (Analysis Coefficient of Variation) Diskripsi Kawasan Base Simulasi1 Simulasi2 Simulasi3 Simulasi4 Simulasi5 Analisa Covarian Perubahan terhadap Base Intra KBI Intra KTI NKRI Intra KBI Intra KTI NKRI Berdasarkan angka konversi biaya per km pembangunan jalan dan jembatan di KBI dan KTI, dapat ditentukan seberapa besar efek multiplier pendapatan yang diciptakan dari penambahan panjang jalan sepanjang 1 km untuk masing-masing wilayah seperti yang disajikan dalam Tabel 34. Penambahan jalan sepanjang 1 km di KBI akan memberi efek multiplier terhadap kenaikan pendapatan rumahtangga secara keseluruhan sebesar Rp juta yang terdistribusi untuk rumahtangga KBI sendiri (efek multiplier intraregion) sebesar Rp juta (80.52%), dan rumahtangga KTI (efek multiplier interregional) sebesar Rp juta (19.47%). Sementara itu, untuk
7 242 setiap penambahan jalan sepanjang 1 km di KTI, secara keseluruhan akan membawa dampak multiplier kenaikan pendapatan rumahtangga sebesar Rp juta dengan alokasi rumahtangga di KTI sendiri akan mendapat manfaat kenaikan pendapatan sebesar Rp juta (81.97%), dan rumahtangga di KBI sebesar Rp juta (18.02%). Tabel 34. Dampak Pembangunan Jalan Sepanjang 1 Km Terhadap Pendapatan Rumahtangga (rupiah) Indikator Pendapatan 1 km di KBI 1 km di KTI Pendapatan Rumahtangga Total - KBI KTI Nasional Pendapatan Rumahtangga Per Kapita * - KBI KTI * Asumsi Jumlah Rumah Tangga Tahun 2007 : KBI = KK KTI = KK Dalam draft rencana jaringan jalan nasional 2009 dijabarkan bahwa rencana penambahan jalan selama pembangunan jangka menengah nasional tersebut adalah sepanjang km yang terdistribusi untuk KBI sepanjang km dan di KTI sepanjang km. Berdasarkan hitungan yang diterapkan dengan menggunakan analisis multiplier SNSE dapat diestimasi berapa tambahan pendapatan rumahtangga yang diciptakan melalui kebijakan tersebut sebagaimana yang di paparkan dalam Tabel 35. Realisasi rencana jaringan jalan nasional 2009 penambahan jalan di KBI (sepanjang km) diperkirakan akan menciptakan efek multiplier intraregional terhadap pertambahan pendapatan rumahtangga per kapita di KBI sendiri sebesar Rp per rumahtangga, dan efek interregional terhadap
8 243 pendapatan per kapita rumahtangga di KTI sebesar Rp per rumahtangga. Renstra pembangunan jalan (sepanjang km) di KTI akan memberi dampak intraregional terhadap kenaikan pendapatan rumahtangga KTI sendiri sebesar Rp per rumahtangga, dan dampak interregional terhadap pendapatan per kapita rumahtangga KBI sebesar Rp per rumahtangga. Berdasarkan perhitungan pendapatan per kapita di atas, maka dapat dikalkulasi besarnya pertambahan pendapatan rumahtangga secara menyeluruh sebagai akibat dari realisasi konsep rencana jaringan jalan nasional 2009 yakni sebesar Rp triliun, dengan alokasi untuk total pendapatan rumahtangga di KBI sebesar Rp triliun, dan di KTI sebesar Rp triliun. Tabel 35. Dampak Penambahan Panjang Jalan Sesuai Rencana Jaringan Jalan Nasional 2009 Terhadap Pendapatan Per Kapita Rumahtangga (rupiah) Indikator Pendapatan Penambahan Jalan km di KBI km di KTI Pendapatan Per Kapita Rumahtangga - KBI KTI Total Rumahtangga - KBI KTI Nasional Rangkuman 1. Kebijakan pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan diyakini mampu meningkatkan pendapatan rumahtangga. Efek multiplier dari kebijakan ini sebagaimana yang dijelaskan dalam SPA sebelumnya akan dipancarkan paling kuat melalui faktor-faktor produksi tenaga kerja dan modal sebelum sampai ke rumahtangga.
9 Meskipun rumahtangga kota atau desa yang berpendapatan tinggi mendapat efek multiplier pendapatan dengan nilai paling tinggi, akan tetapi perubahan kenaikan pendapatannya dari nilai dasar (base line) ternyata relatif di bawah perubahan pertambahan pendapatan untuk golongan pendapatan rendah. Dengan kata lain golongan pendapatan rendah sebenarnya lebih cepat merespon dampak stimulus fiskal pada sektor infrastruktur jalan dan jembatan. 3. Persentase kenaikan pendapatan rumahtangga untuk yang tergolong rendah di KBI dan KTI selalu lebih besar pada setiap simulasi kebijakan yang diterapkan. Misalkan untuk simulasi kebijakan pertama (Simulasi 1), kebijakan memberi stimulus fiskal sebesar Rp , juta untuk sektor infrastruktur jalan dan jembatan di KBI dan sebesar Rp. 7,049, juta di KTI dalam kurun waktu 5 tahun sampai dengan tahun 2014, sebagaimana yang direncanakan dalam dokumen draft Rencana Jaringan Jalan Nasional 2009, diperkirakan akan memberi dampak terhadap pendapatan rumahtangga desa yang tergolong rendah di KBI meningkat sebesar %. Sedangkan untuk rumahtangga kota pendapatan tinggi, akan meningkat sebesar %. Fenomena yang sama juga terlihat di KTI, pendapatan rumahtangga yang tergolong rendah meningkatnya relatif lebih besar dibandingkan pendapatan pada rumahtangga yang tergolong tinggi, masing-masing sebesar % dan %. 4. Fakta lainnya juga menunjukkan, jika dilihat dari besarnya perubahan pendapatan, efek interregional dari pembangunan infrastruktur jalan dan
10 245 jembatan di KBI lebih menguntungkan rumahtangga di KTI, dibandingkan sebaliknya. Hal ini divisualisasikan melalui Simulasi 2 dan Simulasi 3, serta yang lebih mencolok pada Simulasi 4 dan Simulasi 5. Misalkan untuk Simulasi 5, pada saat seluruh dana stimulus sebesar Rp. 11,619, juta diinjeksi ke sektor infrastruktur jalan dan jembatan di KTI, pendapatan rumahtangga di KTI rata-rata akan meningkat sebesar 2.25%, sedangkan di KBI sebesar 0.21%. Sebaliknya, jika semua dana stimulus tersebut dialirkankan ke KBI (Simulasi 4), pendapatan rumahtangga KBI rata-rata akan meningkat sebesar 0.91%, sedangkan rumahtangga di KTI sebesar 0.52%. Hal ini berarti, bila dilihat dari besarnya pertambahan pendapatan, spillover effect dari pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan akan lebih menguntungkan rumahtangga di KTI dibandingkan KBI. 5. Dapat dipastikan, hampir pada semua simulasi kebijakan pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan yang diterapkan menunjukkan bahwa rumahtangga yang mempunyai pendapatan rendah lebih cepat responnya dibandingkan rumahtangga pendapatan tinggi. Dengan kata lain, kebijakan publik yang menyangkut infrastruktur jalan dan jembatan lebih kuat pengaruhnya terhadap rumahtangga miskin dibandingkan rumahtangga tidak miskin yang mempunyai pendapatan menengah ke atas. Akan tetapi, karena pertambahan pendapatan dari rumahtangga miskin berbeda sedikit dengan pertambahan pendapatan rumahtangga tidak miskin, akhirnya ketimpangan pendapatan antargolongan rumahtangga dalam wilayah sendiri, masing-masing di KBI dan KTI, tidak signifikan untuk dikurangi.
11 246 Sebagaimana yang tercermin pada Tabel 33 dan Tabel 34 di atas, penurunan indeks ketimpangan pendapatan antargolongan rumahtangga dari angka base sangat kecil, bahkan dapat dikatakan tidak berubah sedikitpun baik pengukuran MMR maupun CV. Indeks ketimpangan pendapatan di KBI pada posisi base adalah 9.16 (MMR) dan (CV), setelah disimulasikan kebijakan pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan, indeks ketimpangan terlihat tidak bergerak turun masih berkisar di angka 9.16 dan Kondisi yang sama juga terjadi di KTI, kebijakan infrastruktur tampak tidak mampu mereduksi ketimpangan pendapatan antargolongan rumahtangga. Indeks ketimpangan tetap sebesar (MMR) dan (CV) untuk semua simulasi kebijakan yang diaplikasikan, tidak berbeda dengan indeks ketimpangan base. 6. Berbeda dengan ketimpangan pendapatan rumahtangga antarwilayah, kebijakan pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan saat ini sepertinya mampu mereduksi ketimpangan yang terjadi. Terutama sekali bila pembangunan infrastruktur tersebut dikonsentrasikan ke wilayah KTI. Melalui Simulasi 5 sebagai misal, ketimpangan antarwilayah untuk pendapatan rumahtangga dapat direduksi dari nilai base sebesar berkurang (MMR) atau dengan CV berkurang , dan untuk ketimpangan nilai tambah (PDRB) dari nilai base sebesar 3.55 menjadi Upaya untuk mengurangi ketimpangan pembangunan antarkawasan yakni KBI dan KTI dapat dilaksanakan dengan baik apabila pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan tersebut lebih difokuskan pada wilayahwilayah pembangunan di KTI.
VI. ANALISIS MULTIPLIER PEMBANGUNAN JALAN TERHADAP EKONOMI
VI. ANALISIS MULTIPLIER PEMBANGUNAN JALAN TERHADAP EKONOMI 6.1. Analisis Multiplier Pembangunan Jalan Terhadap Pendapatan Faktor Produksi Pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan umumnya membutuhkan
Lebih terperinciV. METODE PENELITIAN
V. METODE PENELITIAN 5.. Konstruksi Model IRSAM KBI-KTI Sebagaimana telah diungkapkan dalam Bab terdahulu bahwa studi ini akan menggunakan model Sistem Neraca Sosial Ekonomi Antarregional KBI-KTI atau
Lebih terperinciIX. DAMPAK PEMBANGUNAN SEKTOR INFRASTRUKTUR TERHADAP PEREKONOMIAN WILAYAH
IX. DAMPAK PEMBANGUNAN SEKTOR INFRASTRUKTUR TERHADAP PEREKONOMIAN WILAYAH 9.1. Dampak Te rhadap Nilai Tambah, Pendapatan dan Tenaga Kerja Hubungan antara pembangunan infrastruktur dan pertumbuhan ekonomi
Lebih terperinciVI. ANALISIS DAMPAK INVESTASI, EKSPOR DAN SIMULASI KEBIJAKAN SEKTOR PERTAMBANGAN
VI. ANALISIS DAMPAK INVESTASI, EKSPOR DAN SIMULASI KEBIJAKAN SEKTOR PERTAMBANGAN 6.1. Dampak Kenaikan Investasi Sektor Pertambangan di Bagian ini akan menganalisis dampak dari peningkatan investasi pada
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan bidang pertambangan merupakan bagian integral dari
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan bidang pertambangan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional, sehingga pembangunan bidang pertambangan merupakan tanggung jawab bersama. Oleh karenanya
Lebih terperinciIV. DINAMIKA DISPARITAS WILAYAH DAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR
IV. DINAMIKA DISPARITAS WILAYAH DAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR 4.1. Dinamika Disparitas Wilayah Pembangunan wilayah merupakan sub sistem dari pembangunan koridor ekonomi dan provinsi dan merupakan bagian
Lebih terperinciVIII. DAMPAK KEBIJAKAN EKONOMI DI SEKTOR AGROINDUSTRI TERHADAP KEMISKINAN
VIII. DAMPAK KEBIJAKAN EKONOMI DI SEKTOR AGROINDUSTRI TERHADAP KEMISKINAN Ada dua pendekatan dalam menghitung pendapatan masing-masing individu sebagai dasar menghitung angka kemiskinan. Pertama, berdasarkan
Lebih terperinciVII. DAMPAK REVITALISASI SEKTOR KEHUTANAN TERHADAP PEREKONOMIAN JAMBI. satu bagian dari triple track strategy yang dijalankan oleh pemerintah saat ini
VII. DAMPAK REVITALISASI SEKTOR KEHUTANAN TERHADAP PEREKONOMIAN JAMBI Pembangunan kembali (revitalisasi) sektor kehutanan merupakan salah satu bagian dari triple track strategy yang dijalankan oleh pemerintah
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Terwujudnya Indonesia yang Sejahtera, Demokratis, dan Berkeadilan
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014 telah menggariskan bahwa Visi Pembangunan 2010-2014 adalah Terwujudnya Indonesia yang Sejahtera, Demokratis,
Lebih terperinciBAB I P E N D A H U L U A N. sebagai sarana untuk memperlancar mobilisasi barang dan jasa serta sebagai
BAB I P E N D A H U L U A N 1.1 Latar Belakang Investasi infrastruktur transportasi dalam pembangunan ekonomi penting sebagai sarana untuk memperlancar mobilisasi barang dan jasa serta sebagai sarana untuk
Lebih terperinci5. PROFIL KINERJA FISKAL, PEREKONOMIAN, DAN KEMISKINAN SEKTORAL DAERAH DI INDONESIA
86 5. PROFIL KINERJA FISKAL, PEREKONOMIAN, DAN KEMISKINAN SEKTORAL DAERAH DI INDONESIA Profil kinerja fiskal, perekonomian, dan kemiskinan sektoral daerah pada bagian ini dianalisis secara deskriptif berdasarkan
Lebih terperinciDAMPAK PEMBANGUNAN JALAN TERHADAP PENDAPATAN FAKTOR PRODUKSI INTRA DAN INTER REGIONAL KBI-KTI
DAMPAK PEMBANGUNAN JALAN TERHADAP PENDAPATAN FAKTOR PRODUKSI INTRA DAN INTER REGIONAL KBI-KTI Slamet Muljono Direktorat Jenderal Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum Gedung Bina Marga Lantai 5 Jl. Patimura
Lebih terperinciVII. ANALISIS MULTIPLIER SEKTORAL DAN EFEK TOTAL
VII. ANALISIS MULTIPLIER SEKTORAL DAN EFEK TOTAL 7.. Analisis Multiplier Output Dalam melakukan kegiatan produksi untuk menghasilkan output, sektor produksi selalu membutuhkan input, baik input primer
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengukur keberhasilan pembangunan ekonomi di daerah adalah pertumbuhan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses pembangunan daerah diarahkan pada peningkatan pertumbuhan ekonomi dan pemerataan hasil-hasil pembangunan yang dilakukan secara terus menerus dan berkesinambungan.
Lebih terperinciBAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Kebijakan Revitalisasi Perkeretaapian Terhadap Pendapatan Faktor Produksi, Institusi, dan Sektor Produksi.
BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Pengaruh Kebijakan Revitalisasi Perkeretaapian Terhadap Pendapatan Faktor Produksi, Institusi, dan Sektor Produksi. Sub bab ini akan membahas tentang analisis hasil terhadap
Lebih terperinciV. ANALISIS PENGARUH BANTUAN STIMULUS INFRASTRUKTUR TERHADAP PEREKONOMIAN, KETIMPANGAN DAN KEMISKINAN KABUPATEN TERTINGGAL
V. ANALISIS PENGARUH BANTUAN STIMULUS INFRASTRUKTUR TERHADAP PEREKONOMIAN, KETIMPANGAN DAN KEMISKINAN KABUPATEN TERTINGGAL 5.1. Hasil Estimasi Analisis mengenai pengaruh bantuan infrastruktur (P2IPDT)
Lebih terperinciIX. ANALISIS SIMULASI KEBIJAKAN
IX. ANALISIS SIMULASI KEBIJAKAN Simulasi kebijakan merupakan salah satu cara yang lazim dilakukan untuk mengambil suatu kebijakan umum (public policy). Dalam penelitian ini, dilakukan berberapa skenario
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dokumen RPJP Provinsi Riau tahun , Mewujudkan keseimbangan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sesuai dengan misi pembangunan daerah Provinsi Riau yang tertera dalam dokumen RPJP Provinsi Riau tahun 2005-2025, Mewujudkan keseimbangan pembangunan antarwilayah
Lebih terperinciINDEKS KESENJANGAN EKONOMI ANTAR KECAMATAN DI KOTA PONTIANAK (INDEKS WILLIAMSON)
BADAN PUSAT STATISTIK KOTA PONTIANAK No : 02/02/6171/Th VI, 12 Pebruari 2008 INDEKS KESENJANGAN EKONOMI ANTAR KECAMATAN DI KOTA PONTIANAK (INDEKS WILLIAMSON) Rata-rata pertumbuhan ekonomi di Kota Pontianak
Lebih terperinciBAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. dipecahkan terutama melalui mekanisme efek rembesan ke bawah (trickle down
BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Pada mulanya pembangunan selalu diidentikkan dengan upaya peningkatan pendapatan per kapita atau populer disebut sebagai strategi pertumbuhan ekonomi (Kuncoro, 2010:
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Faktor-faktor yang..., Yagi Sofiagy, FE UI, 2010.
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada hakekatnya pembangunan ekonomi adalah serangkaian usaha yang bertujuan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat, memperluas lapangan pekerjaan, meratakan pembagian
Lebih terperinci2.2 EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM DAN KEGIATAN RKPD SAMPAI DENGAN TAHUN 2013 DAN REALISASI RPJMD
143 2.2 EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM DAN KEGIATAN RKPD SAMPAI DENGAN TAHUN 2013 DAN REALISASI RPJMD 2.2.1 Evaluasi Indikator Kinerja Utama Pembangunan Daerah Kinerja pembangunan Jawa Timur tahun 2013 diukur
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pembangunan pada dasarnya merupakan suatu proses multidimensional
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan pada dasarnya merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap masyarakat, dan institusi-institusi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. signifikan pada sektor tradisional. Sebaliknya distribusi pendapatan semakin
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah utama dalam distribusi pendapatan adalah terjadinya ketimpangan distribusi pendapatan. Distribusi pendapatan cenderung membaik pada kasus pertumbuhan ekonomi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. jangka panjang (Sukirno, 2006). Pembangunan ekonomi juga didefinisikan
I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Pembangunan ekonomi pada umumnya didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan per kapita penduduk suatu wilayah meningkat dalam jangka panjang (Sukirno,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bawah garis kemiskinan (poverty line), kurangnya tingkat pendidikan,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesenjangan ekonomi atau ketimpangan distribusi pendapatan antara kelompok masyarakat berpendapatan tinggi dan kelompok masyarakat berpendapatan rendah serta
Lebih terperinci4 GAMBARAN UMUM. No Jenis Penerimaan
4 GAMBARAN UMUM 4.1 Kinerja Fiskal Daerah Kinerja fiskal yang dibahas dalam penelitian ini adalah tentang penerimaan dan pengeluaran pemerintah daerah, yang digambarkan dalam APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota
Lebih terperinciIV. METODOLOGI. Kebijakan di sektor transportasi jalan dengan investasi atau pengeluaran
IV. METODOLOGI Kebijakan di sektor transportasi jalan dengan investasi atau pengeluaran pemerintah (goverment expenditure) melalui APBN akan meningkatkan output sektor industri disebabkan adanya efisiensi/
Lebih terperinciBAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan, dapat diperoleh beberapa kesimpulan berikut : 1. Peningkatan kualitas sumber daya manusia yang ditunjukkan dengan variabel
Lebih terperinciVII. SIMPULAN DAN SARAN
VII. SIMPULAN DAN SARAN 7.1. Simpulan Hasil analisis menunjukkan bahwa secara umum dalam perekonomian Indonesia terdapat ketidakseimbangan internal berupa gap yang negatif (defisit) di sektor swasta dan
Lebih terperinciVII. PERANAN DAN DAMPAK KEBIJAKAN SUBSIDI PUPUK DALAM PEREKONOMIAN
VII. PERANAN DAN DAMPAK KEBIJAKAN SUBSIDI PUPUK DALAM PEREKONOMIAN 7.1. Peranan Langsung Sektor Pupuk Terhadap Nilai Tambah Dalam kerangka dasar SNSE 2008, nilai tambah perekonomian dibagi atas tiga bagian
Lebih terperinciANALISIS HASIL PENELITIAN
69 VI. ANALISIS HASIL PENELITIAN Bab ini membahas hubungan antara realisasi target pertumbuhan ekonomi dan pengeluaran pemerintah terhadap ketimpangan gender di pasar tenaga kerja Indonesia. Pertama, dilakukan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. yang lebih baik dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan. Pembangunan
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan sebagai suatu proses berencana dari kondisi tertentu kepada kondisi yang lebih baik dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan. Pembangunan tersebut bertujuan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan merupakan salah satu masalah dalam proses pembangunan ekonomi. Permasalahan kemiskinan dialami oleh setiap negara, baik negara maju maupun negara berkembang.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Jangka Panjang tahun merupakan kelanjutan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan Jangka Panjang tahun 2005 2025 merupakan kelanjutan perencanaan dari tahap pembangunan sebelumnya untuk mempercepat capaian tujuan pembangunan sebagaimana
Lebih terperinciBAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. kapita Kota Kupang sangat tinggi dibandingkan dengan kabupaten/kota lainnya
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Kesenjangan Berdasarkan data PDRB per kapita, diketahui bahwa nilai PDRB per kapita Kota Kupang sangat tinggi dibandingkan dengan kabupaten/kota lainnya di Provinsi
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan suatu negara. Pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami perubahan yang cukup berfluktuatif. Pada
Lebih terperinciPenyesuaian Penghasilan Tidak Kena Pajak Sebagai Instrument Fiskal Stimulus Pertumbuhan Ekonomi Tahun 2015
Penyesuaian Penghasilan Tidak Kena Pajak Sebagai Instrument Fiskal Stimulus Pertumbuhan Ekonomi Tahun 2015 Bidang Kebijakan Pajak dan PNBP II, Pusat Kebijakan Pendapatan Negara I. Pendahuluan Pemerintah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. suatu sistem negara kesatuan. Tuntutan desentralisasi atau otonomi yang lebih
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Otonomi daerah memiliki kaitan erat dengan demokratisasi pemerintahan di tingkat daerah. Agar demokrasi dapat terwujud, maka daerah harus memiliki kewenangan yang lebih
Lebih terperinciFormula Dana Desa dan Pengentasan Kemiskinan
Formula Dana Desa dan Pengentasan Kemiskinan Oleh Tim Ahli KOMPAK: Dr. Hefrizal Handra, Dr. Machfud Sidik, Sentot Satria, Erny Murniasih, Devi Suryani Tujuan Paper Mengevaluasi formula dana desa dan implikasinya
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN Latar Belakang
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan ekonomi pada hakikatnya bertujuan untuk menghapus atau mengurangi kemiskinan, mengurangi ketimpangan pendapatan, dan menyediakan lapangan pekerjaan dalam konteks
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kesinambungan fiskal (fiscal sustainability) merupakan kunci dari kebijakan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesinambungan fiskal (fiscal sustainability) merupakan kunci dari kebijakan fiskal pemerintah. Pada dasarnya, kebijakan fiskal mempunyai keterkaitan yang erat dengan
Lebih terperinci1 Universitas Indonesia
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) atau dalam bahasa Inggris dikenal dengan Information and Communication Technology (ICT), dewasa ini dapat menjadi indikator
Lebih terperinciVII. DAMPAK KEBIJAKAN EKONOMI DI SEKTOR AGROINDUSTRI TERHADAP DISTRIBUSI PENDAPATAN
VII. DAMPAK KEBIJAKAN EKONOMI DI SEKTOR AGROINDUSTRI TERHADAP DISTRIBUSI PENDAPATAN Stimulus ekonomi di sektor agroindustri akan menghasilkan peningkatan output agroindustri. Melalui keterkaitan antar
Lebih terperinciINDEKS KESENJANGAN EKONOMI ANTAR KECAMATAN
No. 02/11/Th. XIV, 5 November 2014 INDEKS KESENJANGAN EKONOMI ANTAR KECAMATAN DI KOTA BEKASI TAHUN 2013 (INDEKS WILLIAMSON) TAHUN 2013 INDEKS WILLIAMSON 0,56 PERSEN Pertumbuhan Ekonomi di Kota Bekasi pada
Lebih terperinciVIII. KESIMPULAN, IMPLIKASI KEBIJAKAN DAN SARAN. produktivitas tenaga kerja di semua sektor.
VIII. KESIMPULAN, IMPLIKASI KEBIJAKAN DAN SARAN 8.1. Kesimpulan 1. Dalam jangka pendek peningkatan pendidikan efektif dalam meningkatkan produktivitas tenaga kerja pertanian dibanding dengan sektor industri
Lebih terperinciAngka harapan hidup (jumlah rata-rata tahun. Jumlah infrastruktur kesehatan per Persentase jumlah desa di suatu kabupaten
LAMPIRAN 11 Lampiran 1. Daftar Peubah Respon dan Peubah Penjelas Peubah Respon Status Ketertinggalan 1 = agak tertinggal Y 2 = tertinggal 3 = sangat tertinggal 4 = tertinggal sangat parah Peubah Penjelas
Lebih terperinciDAMPAK INVESTASI DAN TENAGA KERJA TERHADAP KETIMPANGAN PEMBANGUNAN KAWASAN TIMUR INDONESIA
DAMPAK INVESTASI DAN TENAGA KERJA TERHADAP KETIMPANGAN PEMBANGUNAN KAWASAN TIMUR INDONESIA Rosmeli, SE, ME *Dosen Fakultas Ekonomi Program Studi Ekonomi Pembangunan Universitas Jambi Kampus Pinang Masak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kesejahteraan masyarakat merupakan salah satu tujuan dari pembangunan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesejahteraan masyarakat merupakan salah satu tujuan dari pembangunan ekonomi nasional yang dapat dicapai melalui pembenahan taraf hidup masyarakat, perluasan lapangan
Lebih terperinciTata Kelola Ekonomi Daerah & Kesejahteraan Masyarakat di Indonesia
Tata Kelola Ekonomi Daerah & Kesejahteraan Masyarakat di Indonesia Oleh: Rahmasari Istiandari Dalam era desentralisasi dan otonomi daerah saat ini, setiap Pemda diberikan kewenangan dan peran aktif membangun
Lebih terperinciDAFTAR ISI. Halaman KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR i ii v viii I. PENDAHULUAN 1 7 1.1. Latar Belakang 1 1.2. Rasional 4 1.3. Perumusan Masalah 5 1.4. Tujuan dan Manfaat Studi 5 1.4.1.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Tujuan utama dari usaha-usaha pembangunan, selain menciptakan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tujuan utama dari usaha-usaha pembangunan, selain menciptakan pertumbuhan GNP yang setinggi-tingginya dan penyediaan lapangan pekerjaan, juga menginginkan adanya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, program pembangunan lebih menekankan pada penggunaan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dewasa ini, program pembangunan lebih menekankan pada penggunaan pendekatan regional dalam menganalisis karakteristik daerah yang berbeda-beda. Hal tersebut dikarenakan,
Lebih terperinciDaftar Tabel. Halaman
Daftar Tabel Halaman Tabel 3.1 Luas Wilayah Menurut Kecamatan di Kab. Sumedang Tahun 2008... 34 Tabel 3.2 Kelompok Ketinggian Menurut Kecamatan di Kabupaten Sumedang Tahun 2008... 36 Tabel 3.3 Curah Hujan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. perubahan dengan tujuan utama memperbaiki dan meningkatkan taraf hidup
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan upaya yang sudah direncanakan dalam melakukan suatu perubahan dengan tujuan utama memperbaiki dan meningkatkan taraf hidup masyarakat, meningkatkan
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN SARAN. mengenai dampak investasi pemerintah di sektor perdagangan sebesar Rp27
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis multiplier dan analisis jalur struktural (SPA) mengenai dampak investasi pemerintah di sektor perdagangan sebesar Rp27 trilyun terhadap
Lebih terperinciBAB 4 ANALISIS HASIL PENELITIAN
BAB 4 ANALISIS HASIL PENELITIAN Bab ini akan menganalisis dampak dari injeksi pengeluaran Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) pada sektor komunikasi terhadap perekonomian secara agregat melalui sektor-sektor
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dirasakan oleh masyarakat luas (Lincolin Arsyad, 1999).
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Suatu ekonomi dikatakan mengalami pertumbuhan yang berkembang apabila tingkat kegiatan ekonominya lebih tinggi daripada apa yang dicapai pada masa sebelumnya. Pertumbuhan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi didefinisikan sebagai suatu proses yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan kenaikan pendapatan riil perkapita penduduk di suatu negara dalam jangka panjang yang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi menunjukkan proses pembangunan yang terjadi di suatu daerah. Pengukuran pertumbuhan ekonomi suatu daerah dapat dilihat pada besaran Pendapatan Domestik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. cara mengolah kekuatan ekonomi potensial menjadi ekonomi riil melalui
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi ialah peningkatan pendapatan perkapita dengan cara mengolah kekuatan ekonomi potensial menjadi ekonomi riil melalui penanaman modal, penggunaan
Lebih terperinciBAB 5 ANALISIS DAN PEMBAHASAN
BAB 5 ANALISIS DAN PEMBAHASAN Dalam penelitian ini, dilakukan beberapa macam analisis, yaitu analisis angka pengganda, analisis keterkaitan antar sektor, dan analisis dampak pengeluaran pemerintah terhadap
Lebih terperinciBAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH
Nilai (Rp) BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH Penyusunan kerangka ekonomi daerah dalam RKPD ditujukan untuk memberikan gambaran kondisi perekonomian daerah Kabupaten Lebak pada tahun 2006, perkiraan kondisi
Lebih terperinciAda 5 (lima) macam ukuran yang digunakan untuk menentukan tingkat keberhasilan dalam pembangunan yaitu:
Ada 5 (lima) macam ukuran yang digunakan untuk menentukan tingkat keberhasilan dalam pembangunan yaitu: 1. Kekayaan rata-rata 2. Pemerataan pendapatan 3. Kualitas kehidupan 4. Kerusakan lingkungan 5. Keadilan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ekonomi, sehingga harus disembuhkan atau paling tidak dikurangi. Permasalahan kemiskinan memang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu tujuan pembangunan nasional adalah meningkatkan kinerja perekonomian agar mampu menciptakan lapangan kerja dan menata kehidupan yang layak bagi seluruh
Lebih terperinciStudi Komperatif Ketimpangan Wilayah Antara Kawasan Barat Indonesia dan Kawasan Timur Indonesia. Rosmeli Nurhayani Universitas Jambi
Studi Komperatif Ketimpangan Wilayah Antara Kawasan Barat Indonesia dan Kawasan Timur Indonesia Rosmeli Nurhayani Universitas Jambi ABSTRAK Pertumbuhan ekonomi, pemeratan hasil-hasil pembangunan dan kemampuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kemajuan yang diharapkan itu adalah kemajuan yang merata antarsatu
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan sarana untuk mendorong kemajuan daerahdaerah. Kemajuan yang diharapkan itu adalah kemajuan yang merata antarsatu wilayah dengan wilayah yang lain,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perbedaaan kondisi demografi yang terdapat pada daerah masing-masing.
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Disparitas perekonomian antar wilayah merupakan aspek yang umum terjadi dalam kegiatan ekonomi suatu daerah. Disparitas ini pada dasarnya disebabkan oleh adanya perbedaan
Lebih terperinciTINGKAT KEMISKINAN DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA SEPTEMBER 2013 SEBESAR 15,03 PERSEN
BPS PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA No. 05/01/34/Th.XVI, 02 Januari 2014 TINGKAT KEMISKINAN DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA SEPTEMBER 2013 SEBESAR 15,03 PERSEN RINGKASAN Garis kemiskinan di Daerah Istimewa
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Indonesia adalah suatu negara yang mempunyai latar belakang perbedaan antar
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah suatu negara yang mempunyai latar belakang perbedaan antar daerah, dimana perbedaan antar daerah merupakan konsekuensi logis dari perbedaan karakteristik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana yang telah ditetapkan pada Undang-Undang No 32 Tahun
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sebagaimana yang telah ditetapkan pada Undang-Undang No 32 Tahun 2004 menjelaskan bahwa sumber-sumber pendapatan daerah yang digunakan untuk penyelenggaraan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tingkat kesejahteraan merupakan acuan utama yang mendeskripsikan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tingkat kesejahteraan merupakan acuan utama yang mendeskripsikan bagaimana sebuah negara berkembang. Pertumbuhan ekonomi adalah salah satu mistar pengukur yang
Lebih terperinciV. PERAN SEKTOR PERTAMBANGAN BATUBARA PADA PEREKONOMIAN
V. PERAN SEKTOR PERTAMBANGAN BATUBARA PADA PEREKONOMIAN 5.1. Posisi Pertambangan Batubara Indonesia dalam Pasar Global Seiring dengan semakin meningkatnya harga bahan bakar minyak bumi (BBM) dan semakin
Lebih terperinciKETERKAITAN EKONOMI ANTARA KOTA GEMOLONG DENGAN WILAYAH BELAKANGNYA TUGAS AKHIR. Oleh:
KETERKAITAN EKONOMI ANTARA KOTA GEMOLONG DENGAN WILAYAH BELAKANGNYA TUGAS AKHIR Oleh: NANIK SETYOWATI L2D 000 441 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2007
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan ekonomi adalah proses yang dapat menyebabkan pendapatan perkapita sebuah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan nasional yang hendak dicapai negara Indonesia
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu tujuan nasional yang hendak dicapai negara Indonesia sebagaimana ditegaskan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah terwujudnya masyarakat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. (disparity) terjadi pada aspek pendapatan, spasial dan sektoral. Golongan kaya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang menimbulkan ketimpangan dalam pembangunan (disparity) terjadi pada aspek pendapatan, spasial dan sektoral. Golongan kaya makin kaya sedangkan
Lebih terperinci5 HASIL DAN PEMBAHASAN
75 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penerimaan Pemerintah Penerimaan pemerintah terdiri dari PAD dan dana perimbangan. PAD terdiri dari pajak, retribusi, laba BUMD, dan lain-lain
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional jangka panjang secara bertahap dalam lima tahunan
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Pembangunan nasional jangka panjang secara bertahap dalam lima tahunan dilaksanakan di daerah-daerah, baik yang bersifat sektoral maupun regional. Ini
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembangunan ekonomi, pertumbuhan ekonomi, dan teori konvergensi.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai teori yang menjadi dasar dari pokok permasalahan yang diamati. Teori yang dibahas dalam bab ini terdiri dari pengertian pembangunan ekonomi,
Lebih terperinciBAB 2. Kecenderungan Lintas Sektoral
BAB 2 Kecenderungan Lintas Sektoral BAB 2 Kecenderungan Lintas Sektoral Temuan Pokok Sejak krisis ekonomi dan pelaksanaan desentralisasi, komposisi pengeluaran sektoral telah mengalami perubahan signifikan.
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusiinstitusi
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pembangunan dipandang sebagai suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusiinstitusi
Lebih terperinciBUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR : TAHUN 2017 TENTANG PENETAPAN INDIKATOR KINERJA UTAMA PEMERINTAH KABUPATEN BLITAR
- 1 - BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR : TAHUN 2017 TENTANG PENETAPAN INDIKATOR KINERJA UTAMA PEMERINTAH KABUPATEN BLITAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BLITAR, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciDRAFT LAPORAN AKHIR KABUPATEN TUAL BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN KEMENTERIAN PERHUBUNGAN
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN KEMENTERIAN PERHUBUNGAN STUDI SISTRANAS PADA TATARAN TRANSPORTASI LOKAL(TATRALOK) DI WILAYAH PROVINSI MALUKU DALAM MENDUKUNG PRIORITAS PEMBANGUNAN SENTRA PRODUKSI
Lebih terperinciPEMERATAAN DAN KEWILAYAHAN
PEMERATAAN DAN KEWILAYAHAN PEMERATAAN DAN KEWILAYAHAN Pembangunan nasional harus dapat menghilangkan/memperkecil kesenjangan yang ada. Upaya pengurangan kesenjangan antarkelompok pendapatan dilakukan
Lebih terperinciIV. METODOLOGI PENELITIAN
IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di wilayah Pulau Kalimantan didasarkan pada beberapa pertimbangan, yaitu: Pulau Kalimantan sangat kaya akan sumberdaya alam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pemerataan adalah hal yang sangat penting. Pada tahun 1950an, orientasi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam proses pembangunan, pencapaian pertumbuhan ekonomi dan pemerataan adalah hal yang sangat penting. Pada tahun 1950an, orientasi pembangunan negara sedang berkembang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pembangunan yang dilaksanakan dalam suatu wilayah pada hakekatnya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan yang dilaksanakan dalam suatu wilayah pada hakekatnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah
Lebih terperinciVI. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN DEGRADASI TNKS TAHUN
VI. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN DEGRADASI TNKS TAHUN 1994-2003 6.1. Hasil Validasi Kebijakan Hasil evaluasi masing-masing indikator
Lebih terperinciAnalisis Isu-Isu Strategis
Analisis Isu-Isu Strategis Permasalahan Pembangunan Permasalahan yang ada pada saat ini dan permasalahan yang diperkirakan terjadi 5 (lima) tahun ke depan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Bangkalan perlu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Berbagai upaya dirancang dan dilaksanakan oleh pemerintah daerah semata-sama
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesejahteraan masyarakat merupakan salah satu tujuan yang diharapkan oleh setiap daerah tidak terkecuali bagi kabupaten/kota yang ada di Provinsi Bali. Berbagai upaya
Lebih terperinciBAB IV GAMBARAN UMUM. Secara geografis Provinsi Jawa Tengah terletak antara 5 40 dan 8 30
BAB IV GAMBARAN UMUM A. Kondisi Geografis Secara geografis Provinsi Jawa Tengah terletak antara 5 40 dan 8 30 Lintang Selatan dan antara 108 30 dan 111 30 Bujur Timur (temasuk Pulau Karimunjawa). Sebelah
Lebih terperinciIV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah
35 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Provinsi Lampung Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah Provinsi Lampung adalah 3,46 juta km 2 (1,81 persen dari
Lebih terperinciBOKS 1. Posisi Daya Saing Kabupaten/Kota Di Sulawesi Tenggara
BOKS 1 Posisi Daya Saing Kabupaten/Kota Di Sulawesi Tenggara Pada tanggal 23 April 2008 KBI Kendari melakukan seminar hasil penelitian yang dilakukan oleh Kantor Pusat Bank Indonesia. Salah satu materi
Lebih terperinci4. GAMBARAN UMUM 4.1 Pertumbuhan Ekonomi
4. GAMBARAN UMUM 4.1 Pertumbuhan Ekonomi Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan dasar pengukuran atas nilai tambah barang dan jasa yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha yang timbul akibat adanya
Lebih terperinciBAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. 4.1 Kesimpulan. Berdasarkan hasil analisis, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut. 1. Selama periode penelitian tahun 2008-2012, ketimpangan/kesenjangan kemiskinan antarkabupaten/kota
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam menilai keberhasilan pembangunan dan upaya memperkuat daya saing ekonomi daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini dikarenakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keputusan politik pemberlakuan otonomi daerah yang dimulai sejak tanggal 1 Januari 2001, telah membawa implikasi yang luas dan serius. Otonomi daerah merupakan fenomena
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. yang bertujuan untuk membangun daerah secara optimal guna meningkatkan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional yang bertujuan untuk membangun daerah secara optimal guna meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. manusia. Seiring perkembangan zaman tentu kebutuhan manusia bertambah, oleh
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perekonomian merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Seiring perkembangan zaman tentu kebutuhan manusia bertambah, oleh karena itu perekonomian
Lebih terperinci