2. Tinjauan Pustaka Fuel Cell (Sel Bahan Bakar) Polymer Electrolyte Membrane Fuel Cell (PEMFC)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "2. Tinjauan Pustaka Fuel Cell (Sel Bahan Bakar) Polymer Electrolyte Membrane Fuel Cell (PEMFC)"

Transkripsi

1 2. Tinjauan Pustaka 2.1. Fuel Cell (Sel Bahan Bakar) Fuel cell (sel bahan bakar) merupakan alat pengkonversi energi elektrokimia. Sel ini menghasilkan energi listrik dari berbagai macam jenis sumber bahan bakarnya (pada sisi anoda) dan oksidan (pada sisi katoda), yang bereaksi dengan adanya elektrolit. Secara umum, reaktan akan masuk ke sisi anoda dan produk reaksi akan keluar dari sisi katoda sementara elektrolit tetap berada dalam sel. Sel bahan bakar dapat bekerja secara terus menerus selama aliran tersebut tetap dijaga. Sel bahan bakar menggunakan banyak variasi dari bahan bakar dan oksidan yang digunakan [ 2008]. Pada prinsipnya, sel bahan bakar bekerja dengan menggunakan katalis, yang memisahkan komponen elektron dan proton dari sumber bahan bakar (reaktan), dan memaksa elektron tersebut untuk melewati rangkaian alat yang kemudian mengubahnya menjadi energi listrik. Katalis tersebut biasanya berupa grup platinum atau campurannya. Elektron lalu dikombinasikan kembali dengan proton dan oksidan untuk membentuk hasil akhir (cenderung berupa senyawa sederhana seperti air dan karbon dioksida) [ 2008] Polymer Electrolyte Membrane Fuel Cell (PEMFC) Dari sekian banyak fuel cell (sel bahan bakar), Direct Methanol Fuel Cells (DMFCs) yang menggunakan membran polimer elektrolit merupakan sel bahan bakar yang paling memungkinkan bagi aplikasi sumber energi alternatif yang mudah dibawa, sebagai kendaraan elektrik, dan aplikasi transport lainnya karena sel bahan bakar ini tidak memerlukan peralatan pengolah bahan bakar (seperti reformer dan pembakar katalitik) serta dapat bekerja pada temperatur yang rendah. Kebanyakan penelitian mengenai DMFC lebih mengkonsentrasikan pada Polymer Electrolyte Membrane Fuel Cell (PEMFC) [Won et al., 2003]. 3

2 PEMFC (Gambar 2. 1) mengubah energi kimia yang dibebaskan selama reaksi elektrokimia dari hidrogen dan oksigen menjadi energi listrik. Aliran hidrogen dimasukkan pada sisi anoda, kemudian terpisah menjadi proton dan elektron sesuai dengan reaksi sebagai berikut: H 2H + 2e Proton yang baru terbentuk tersebut mengalir melalui membran polimer elektrolit menuju ke sisi katoda, sedangkan elektron akan mengalir melalui sirkuit eksternal menuju sisi katoda, yang menyebabkan timbulnya arus listrik sebagai hasil dari sel bahan bakar. Sementara itu, aliran oksigen yang diberikan pada sisi katoda mengalami reaksi dengan proton yang menembus membran polimer elektrolit dan juga beraksi dengan elektron yang berasal dari sirkuit sehingga membentuk molekul-molekul air [ 2008]. Atau dengan kata lain, pada sisi katoda tersebut elektron akan berikatan dengan ion hidrogen dan oksigen untuk membentuk air sebagai produknya [Acosta et al., 2003]. Reaksi yang terjadi pada sisi katoda adalah sebagai berikut : + - 4H + 4e + O2 2H2O Gambar 2. 1 Diagram PEM Fuel Cell Untuk penggunaan PEMFC yang menggunakan bahan bakar hidrogen atau metanol (yaitu DMFC), Nafion (Gambar 2. 2) merupakan membran pentransport proton standar yang digunakan [Zhang et al, 2006]. Penggunaan Nafion sebagai membran pada DMFC memiliki banyak sekali kekurangan, diantaranya adalah akibat harganya yang sangat mahal dan permeasi metanol yang tinggi [Won et al., 2003]. Gugus asam sulfonat yang terdapat pada Nafion membentuk celah ion mikro dimana proton dapat ditransport bersama dengan air 4

3 [Zhang et al., 2006]. Dengan konsep yang sama, salah satu material yang dikembangkan untuk Direct Methanol Fuel Cell (DMFC) adalah polimer tersulfonasi seperti polistiren tersulfonasi, polisulfon tersulfonasi (PSU) dan poli(eterketon) tersulfonasi, yang diharapkan dapat menjadi membran polimer elektrolit dengan harga yang relatif murah [Zhang et al., 2006]. Gambar 2. 2 Struktur Nafion 2.2. Stiren Stiren yang lebih dikenal dengan vinil benzena merupakan suatu senyawa organik dengan rumus molekul C 6 H 5 CH=CH 2 (Gambar 2. 3). Dalam kondisi normal, senyawa hidrokarbon aromatik ini berbentuk cairan. Senyawa ini terdapat dalam kadar rendah secara alamiah pada berbagai tanaman seperti buah, sayuran, kacang-kacangan, dan daging [ 2008]. Gambar 2. 3 Struktur stiren Stiren disintesis dari benzena dan etena dimana etena dilewatkan pada benzena cair di bawah tekanan, dengan katalis aluminium klorida sehingga menghasilkan etilbenzena. Etilbenzena tersebut didehidrogenasi menjadi stiren pada suhu C dengan besi oksida atau magnesium oksida sebagai katalis. Stiren tersebut lalu didestilasi. Proses ini memerlukan biaya yang cukup mahal, namun dapat menghasilkan jumlah stiren yang cukup banyak [Billmeyer, 1962]. Stiren diproduksi dalam skala industri yang jumlahnya meningkat pada tahun 1940 untuk mendukung kebutuhan karet polimer sintetis. Akibat adanya gugus vinil dan ikatan rangkap, maka stiren dapat dijadikan sebagai monomer untuk pembuatan plastik [Billmeyer, 1962]. 5

4 2.3. Polistiren Polistiren merupakan polimer yang dibuat dari stiren sebagai monomernya. Polistiren ditemukan secara tidak sengaja pada tahun 1839 oleh Eduard Simondi Berlin. Beliau melakukan distilasi pada Liquidambar orientalis dan menghasilkan suatu materi yang berminyak, yaitu styrol. Beberapa hari kemudian, styrol tersebut menjadi lebih tebal akibat teroksidasi dan disebut sebagai styrol oksida (stryroloxyd) [ 2008]. Pada tahun 1845, kimiawan Inggris John Blyth dan kimiawan Jerman August Wilhelm von Hofmann juga menemukan hal yang serupa, yaitu saat terjadinya perubahan styrol oleh kehadiran oksigen yang disebut metastyrol, yang ternyata serupa dengan styroloxyd yang sebelumnya telah ditemukan. Pada tahun 1866, Marcelin Berthelot mengidentifikasikan pembentukan styroloxyd dari styrol tersebut sebagai suatu proses polimerisasi. Akhirnya disadari bahwa saat styrol dipanaskan akan terjadi suatu reaksi berantai yang membentuk suatu makromolekul, yang pada akhirnya makromolekul tersebut dikenal dengan nama polistiren [ 2008] Sintesis Polistiren (PS) Walaupun polimerisasi dalam bentuk larutan atau emulsi sering digunakan, akan tetapi sebagian besar polistiren dibuat dengan cara polimerisasi adisi. Polimerisasi stiren (Gambar 2. 4) dimulai dengan proses prepolymerizer dimana di dalam reaktor terdapat stiren yang akan dipolimerisasi (biasanya dengan menggunakan peroksida sebagai inisiator) diaduk hingga campuran reaksi terkonsentrasi menjadi polimer akibat adanya proses pencampuran yang efisien dan perpindahan panas yang baik [Billmeyer, 1962]. Gambar 2. 4 Polimerisasi stiren menjadi polistiren Pada saat reaksi polimerisasi (Gambar 2. 5), stiren yang mempunyai ikatan rangkap C=C akan mengalami adisi menjadi ikatan tunggal C C [Rohandi, 2006]. Reaksi polimerisasinya secara umum adalah: 6

5 Gambar 2. 5 Reaksi polimerisasi polistiren dengan inisiator benzoil peroksida. Proses polimerisasi adisi tersebut berlangsung dengan suatu inisiator, yang dapat menghasilkan radikal bebas, seperti benzoil peroksida [Rahmawati, 2007]. Tahapan reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut: Tahap inisiasi Pada tahap ini, inisiator akan mengalami dekomposisi dan menjadi sumber radikal. Benzoil peroksida yang merupakan inisiator pada reaksi ini akan terdekomposisi termal menjadi suatu radikal, yaitu radikal benzoiloksi. Radikal benzoiloksi ini akan bereaksi dengan monomer, yaitu stiren sebagai awal dari perpanjangan rantai [Radiman, 2004]. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut: O O O O 2 O O. radikal benzoiloksi Tahap Propagasi Pada tahap ini, akan terjadi reaksi adisi secara kontinu dari monomer mengakibatkan kenaikan perpanjangan rantai [Radiman, 2004]. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut: C H 3 CH 2 HC CH 2 CH + H 2 C CH H C ( ) 3 n ( CH 2 CH CH ) 2 n+1 CH Tahap Terminasi Tahap ini adalah tahap terakhir dalam polimerisasi adisi. Pada tahap ini pusat aktif dinonaktifkan. Dua rantai polimer yang mempunyai radikal pada tiap rantainya akan 7

6 bertumbukan sehingga menyebabkan reaksi perpanjangan rantai berhenti [Radiman, 2004]. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut: H 3 C CH 2 ) n CH 2 HC CH H C ( + 3 CH 2 CH ( ) CH 2 m CH C H 3 CH 2 HC CH ( ) 2 n CH CH 2 CH ( ) CH 2 HC CH 3 m Benzoil Peroksida Benzoil peroksida (Gambar 2. 6) merupakan salah satu jenis inisiator yang sering digunakan dalam reaksi polimerisasi adisi secara radikal. Benzoil peroksida memiliki dua gugus benzoil yang berikatan dengan rantai peroksida dan dapat mengalami homolisis secara termal membentuk radikal-radikal benzoiloksi [Stevens, 2001]. Sifatnya tidak stabil terhadap panas dan terurai menjadi radikal-radikal pada suhu dan laju tertentu. Benzoil peroksida merupakan sumber radikal yang kuat, mengandung lebih dari 4,9% oksigen aktif. Waktu paruhnya 10 jam (73 C), 1 jam (92 C), dan 1 menit (131 C). Jika dipanaskan melebihi suhu lelehnya, maka benzoil peroksida akan terdekomposisi dengan cepat sehingga terjadi pembakaran dan ledakan. Senyawa ini bereaksi kuat dengan asam, basa, reduktor, dan logam berat [ 21.com, 2008]. Gambar 2. 6 Struktur benzoil peroksida Karakteristik dan Aplikasi Polistiren Polistien merupakan polimer yang linear, produk komersialnya berstruktur ataktik sehingga bersifat amorf. Untuk membedakan taktisitas, rantai polimer harus mempunyai atom C kiral [Radiman, 2004]. Berdasarkan kedudukan gugus fenil pada bidang rantai (Gambar 2. 7), terdapat tiga jenis polistiren, yaitu: 8

7 1. Polistiren isotaktik, yaitu bila semua gugus fenil berada pada posisi satu arah relatif terhadap rantai utama. 2. Polistiren sindiotaktik, yaitu bila posisi gugus fenil tersusun secara bergantian arahnya relatif terhadap rantai utama 3. Polistiren ataktik, yaitu bila semua gugus fenil tersusun secara acak arahnya relatif terhadap rantai utama. Gambar 2. 7 Taktisitas polistiren. Polistiren isotaktik sebenarnya dapat dibuat, tetapi keunggulannya sangat sedikit sehingga tidak memenuhi syarat untuk dijual sacara komersial. Pada temperatur ruang, polistiren umumnya merupakan suatu termoplastik yang berwujud padat, tetapi dapat meleleh pada temperatur yang tinggi untuk dicetak dan kemudian dibentuk menjadi padatan kembali [Billmeyer, 1962]. Polistiren memiliki ketahanan terhadap asam, basa, oksidator/reduktor tetapi mudah larut dalam hidrokarbon aromatik dan berklor. Penyinaran dalam waktu lama oleh sinar UV, oksigen, atau ozon mempengaruhi kekuatan dan ketahanan polimer tersebut [Cowd, 1982]. Polistiren yang murni tidak berwarna, merupakan plastik keras dengan kelenturan yang terbatas. Polistiren ini dapat dicetak ke dalam cetakan untuk menghasilkan bentuk yang diinginkan. Polistiren ini dapat transparan atau dapat juga diberi berbagai warna. Kegunaan polistiren diantaranya adalah untuk bahan pembungkus (misalnya untuk botol), peralatan rumah tangga (misalnya bahan lemari es, AC, radio, televisi), peralatan kendaraan bermotor, dan aneka macam bahan lainnya (misalnya untuk mainan) [ 2008]. Terdapat banyak senyawa turunan polistiren yang digunakan untuk berbagai macam aplikasi. Diantaranya polistiren sulfonat yang dapat digunakan sebagai membran komposit alternatif penukar proton untuk aplikasi sel bahan bakar [Chen et al., 2004], membran komposit polistiren tersulfonasi/polivinil klorida yang juga dapat digunakan untuk aplikasi sel bahan 9

8 bakar [Qiang et al., 2008], serta polistiren tersulfonasi-(etilen-butilen)-stiren yang dapat digunakan untuk membran penukar proton [Won et al.,2003] Sulfonasi Sulfonasi Polistiren Sulfonasi didefinisikan sebagai reaksi substitusi yang digunakan untuk memasukkan gugus ~SO 3 H melalui ikatan kimia gugus atom karbon pada senyawa organik. Senyawa seperti H 2 SO 4 dan SO 3 umumnya digunakan sebagai agen pensulfonasi. Studi pertama kali mengenai sulfonasi pada polistiren menunjukkan terjadinya proses fungsionalisasi ionik secara acak sepanjang rantai polimer tanpa terjadinya degradasi yang signifikan atau pembentukan ikatan silang pada produk reaksi [Martins et al., 2003]. Proses sulfonasi pada polistiren (Gambar 2. 8) umumnya dilakukan dengan menggunakan asetil sulfat. ( HC CH2 ) + H 3 C O C O SO 3 H HC CH 2 HC CH 2 CH 3 COOH + SO 3 H Gambar 2. 8 Reaksi sulfonasi pada polistiren Asetil Sulfat Asetil sulfat merupakan agen pensulfonasi yang disintesis dari sejumlah tertentu diklorometana, anhidrida asetat, dan asam sulfat pekat. Pembuatan agen sulfonasi ini mengikuti beberapa metode, namun metode yang umum digunakan adalah metode yang ditemukan oleh Makowski et al [Martins et al., 2003]. Reaksi pembentukan asetil sulfat adalah sebagai berikut : H 3 C O O ( ) 2 O + H SO 2 4 CH 3 COOH + C C C H 3 OSO 3 H Asetil sulfat mensubstitusi salah satu gugus H yang terdapat pada polistiren dengan gugus ~SO 3 H. Asetil sulfat ini dapat digunakan untuk mensulfonasi polistiren (PS) menjadi polistiren tersulfonasi (PSS) [Martins et al., 2003] sehingga PSS tersebut dapat diaplikasikan 10

9 pada berbagai macam kebutuhan. Misalnya saja yang sekarang paling banyak dikembangkan oleh peneliti adalah penggunaan PSS sebagai bahan membran polimer elektrolit pengganti Nafion [Won et al., 2003] Karakteristik Polistiren Tersulfonasi (PSS) Polistiren tesulfonasi memiliki karakteristik larut dalam air karena terdapat gugus ~SO 3 H yang terdapat pada gugus fungsinya. Senyawa ini berwujud padatan putih pada temperatur kamar, dan secara natural bersifat higroskopis. Polistiren tersulfonasi telah banyak dikembangkan oleh para peneliti sebagai salah satu polimer yang dapat digunakan untuk pembuatan membran pengganti Nafion yang merupakan membran komersial yang umum digunakan dalam Polymer Electrolyte Membrane Fuel Cell (PEMFC) [Zhang et al., 2005]. Hal ini disebabkan karena struktur dari polistiren tersulfonasi (Gambar 2. 9) memiliki gugus sulfonat, yang ternyata mirip dengan struktur dari Nafion. Oleh sebab itu, polistiren tersulfonasi menjadi salah satu material yang banyak dikembangkan untuk Direct Methanol Fuel Cell (DMFC) selain polisulfon tersulfonasi (PSU) dan poli(eterketon) tersulfonasi. Polistiren tersulfonasi ini diharapkan dapat menjadi membran polimer elektrolit dengan harga yang relatif murah [Zhang et al, 2006]. Gambar 2. 9 Struktur polistiren tersulfonasi Lignin Material penyusun dinding sel tanaman terdiri dari 3 komponen utama, yaitu selulosa, lignin, dan hemiselulosa. Sekitar 30% bahan kayu mengandung lignin, yang merupakan bahan pengikat pada tumbuhan hidup. Lignin adalah polimer alam yang paling banyak terdapat di tanaman berkayu, komposisinya sekitar satu perempat atau satu pertiga dari berat total kering dari kayu. Lignin merupakan polimer fenolik alam yang terdapat dalam dinding sel tumbuhan, fungsinya sebagai perekat alami serat, memberi kekuatan fisik pada kayu yang menyebabkan kekakuan dan kekokohan [ 2008]. Lignin merupakan polimer dari berbagai jenis grup yang memiliki rantai karbon dari n-propilbenzena, yang dihubungkan oleh oksigen dan juga oleh ikatan karbon (Gambar 2. 10). 11

10 Gambar Struktur lignin. Sejumlah besar lignin tersedia sebagai produk samping dari industri kertas. Lindi hitam (black liquor) adalah limbah cair yang dihasilkan dari proses pembuatan pulp dan kertas. Komponen utama lindi hitam adalah air serta senyawa organik dari bahan organik yang dipakai ataupun yang dihasilkan selama proses pembuatan pulp. Proses pengasaman pada lindi hitam bertujuan untuk mengisolasi lignin yang terkandung dalam limbah cair tersebut. Lignin hasil isolasi tersebut dapat dimodifikasi dengan menambahkan gugus sulfonat pada struktur lignin [Arianie, 2004]. Lignin merupakan polimer yang memiliki struktur sangat meruah dengan massa molekul yang sangat besar yaitu diatas gram/mol. Lignin dapat memiliki berbagai macam monomer penyusunnya, seperti yang terlihat pada Gambar Gambar Monomer lignin 12

11 Lignin tersusun atas ikatan kimia yang sangat kuat, hal ini disebabkan karena banyaknya gugus OH pada strukturnya sehingga membentuk banyak ikatan hidrogen. Lignin yang dihasilkan dari produk samping pabrik kertas ternyata memiliki struktur yang mengandung gugus sulfonat akibat proses kimia yang dilakukan di pabrik tersebut. Gugus sulfonat tersebut menyebabkan lignin dapat digunakan untuk meningkatkan transport proton saat dilakukan modifikasi antara lignin dengan polistiren tersulfonasi [Zhang et al., 2006] Poliblend Campuran polimer atau poliblend merupakan campuran fisik dari dua atau lebih polimer/kopolimer berbeda, yang tidak terikat melalui ikatan kovalen [Stevens, 2001]. Pada umumnya, terdapat dua cara untuk membuat suatu poliblend yaitu melalui metode pelarutan dan metode pelelehan. Metode pelarutan dilakukan dengan cara melarutkan dua polimer atau lebih sampai homogen pada satu pelarut kemudian pelarut diuapkan sehingga terbentuk poliblend. Untuk skala laboratorium metode pelarutan cukup efektif, tetapi untuk skala industri metode ini kurang disukai karena membutuhkan biaya produksi yang mahal. Dunia industri lebih menyukai metode pelelehan dimana dua polimer atau lebih dipanaskan di atas temperatur transisi gelas sehingga kedua polimer saling bercampur dan diperoleh poliblend [Rohandi, 2006] Terdapat dua jenis poliblend, yaitu poliblend homogen (miscible polymer blend) dan poliblend heterogen (Immiscible polymer blend). Jika polimer-polimer yang dicampurkan dapat membentuk satu fasa, maka disebut poliblend yang homogen. Sifat poliblend jenis ini sebanding dengan komposisi polimer penyusunnya. Suhu tansisi gelas (T g ) poliblend ini hanya satu dan akan berada diantara suhu transisi gelas kedua polimernya. Sebaliknya, jika polimer-polimer yang dicampurkan membentuk dua fasa, maka disebut poliblend yang heterogen dan memiliki suhu transisi gelas (T g ) yang berbeda. Sifat akhir dari poliblend tersebut ditentukan dari komposisi yang terbesar [ 2008] Karakterisasi Polimer Karakterisasi polimer dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh informasi mengenai sifatsifat dari polimer, baik sifat fisik maupun sifat kimianya. Untuk menganalisis gugus fungsi digunakan peralatan Fourier Transform Infra Red (FTIR), analisis sifat termal menggunakan peralatan Differential Thermal Analysis (DTA) dan Thermo Gravimetry Analysis (TGA), analisis sifat mekanik menggunakan Tensile Tester (Autograph), analisis berat molekul polimer menggunakan alat viskometer Ostwald, analisis konduktivitas membran 13

12 menggunakan alat pengukur konduktivitas, analisis derajat sulfonasi dan IEC menggunakan metode titrasi, sedangkan analisis derajat swelling digunakan metode perhitungan massa Analisis Gugus Fungsi Analisis gugus fungsi dapat diperoleh menggunakan peralatan Fourier Transform Infra Red (FTIR). Spektroskopi infra merah merupakan suatu teknik pengukuran spektrum absorpsi molekul yang didasarkan pada transisi vibrasi gugus fungsi molekul tersebut. Inti-inti atom yang terikat oleh ikatan kovalen akan mengalami getaran (vibrasi) atau osilasi. Bila molekul tersebut menyerap radiasi inframerah, maka energi yang diserap tersebut akan menyebabkan kenaikan dalam amplitudo getaran atom-atom yang terikat, sehingga molekul berada dalam keadaan vibrasi tereksitasi. Energi yang diserap ini akan dibuang dalam bentuk panas apabila molekul tersebut kembali ke keadaan dasar. Keadaan vibrasi dari ikatan terjadi pada keadaan tetap atau tingkat-tingkat energi yang terkuantisasi. Panjang gelombang dari absorpsi suatu tipe ikatan tertentu bergantung pada macam getaran dari ikatan tersebut. Oleh karena itu, tipe ikatan yang berlainan akan menyerap radiasi infra merah pada panjang gelombang yang berlainan [Fessenden et al., 1986]. Pengukuran spektrum infra merah biasanya dilakukan pada frekuensi cm -1 dimana frekuensi atau panjang gelombang dari absorpsi yang terjadi bergantung pada massa relatif atom, konstanta gaya yang terdapat pada ikatan, dan geometri dari atom [Silverstein, 1998]. Terdapat dua jenis vibrasi molekul, yaitu vibrasi ulur (stretching) dan vibrasi tekuk (bending). Gerak vibrasi ulur merupakan gerakan sepanjang sumbu ikatan sehingga akan terjadi perubahan jarak antara keduanya. Vibrasi ulur ada dua macam, yaitu vibrasi ulur simetris dan vibrasi ulur asimetris. Sedangkan, vibrasi tekuk terjadi karena adanya perubahan sudut ikatan antar atom. Vibrasi tekuk terbagi menjadi empat, yaitu vibrasi goyang (rocking), vibrasi gunting (scissoring), vibrasi kibasan (wagging), dan vibrasi pelintiran (twisting) [Khopkar, 1984]. Untuk menganalisis suatu sampel, sinar infra merah dilewatkan melalui sampel sehingga muncul sinyal pada interferogram. Dengan menggunakan operasi matematis tranformasi Fourier, maka akan diperoleh kurva spektrum FTIR. Dengan menganalisis kurva tersebut maka dapat diperoleh informasi mengenai ikatan apa saja yang terdapat pada molekul yang dianalisis. Untuk analisis secara kualitatif, spektroskopi infra merah dapat digunakan untuk mengetahui struktur dari suatu polimer dengan cara membandingan dengan spektrum yang diperoleh dari literatur. Sedangkan untuk analisis secara kuantitatif, besarnya intensitas serapan dapat menunjukkan kekuatan interaksi antara sinar infra merah dengan vibrasi molekul tersebut [Rohandi, 2006]. 14

13 Analisis Derajat Sulfonasi Analisis derajat sulfonasi dilakukan untuk mengetahui seberapa banyak gugus H pada cincin aromatik polistiren mengalami reaksi substitusi dengan gugus ~SO 3 H akibat penambahan agen pensulfonasi yaitu asetil sulfat. Derajat sulfonasi ini bergantung pada waktu reaksi sulfonasi itu sendiri. Semakin lama waktu reaksi sulfonasi terjadi, maka semakin besar nilai derajat sulfonasi yang diperoleh. Pada sulfonasi, pembentukan ikatan silang cenderung meningkat dengan bertambahnya jumlah dari gugus sulfonat, yaitu meningkatnya konsentrasi dari agen pensulfonasi dalam larutan polimer dan juga dengan meningkatnya temperatur pada saat reaksi terjadi [Martins et al., 2003]. Derajat sulfonasi dari polistiren tersulfonasi dapat ditentukan dengan metode titrasi menggnakan NaOH yang telah dibakukan dalam pelarut metanol [Martins, C.R et al.,2003]. perhitungan derajat sulfonasi dilakukan sesuai dengan rumus: massa PS yang tersulfonasi DS = 100% massa PS awal Massa PS yang tersulfonasi diperoleh dari nilai mol NaOH yang diperlukan untuk mentitrasi sejumlah tertentu sampel dikalikan dengan Mr PSS. Mol NaOH tersebut sama dengan jumlah mol PS yang mengalami sulfonasi, sehingga massa dari PS yang tersulfonasi dapat diketahui. Derajat sulfonasi ini menggambarkan persen mol dari unit ulang stiren yang mengalami reaksi sulfonasi [Martins et al., 2003] Analisis Derajat Swelling Besar derajat swelling pada polimer menyatakan seberapa besar kemampuan dari sampel untuk mengalami penggembungan akibat masuknya pelarut ke dalam molekul polimer. Saat polimer dicampurkan dengan suatu pelarut, ada 2 tahap proses yang terjadi. Tahap yang pertama yaitu proses penggembungan (swelling) yang lambat/solvasi. Molekul pelarut akan terabsorpsi pada permukaan molekul polimer yang mengakibatkan terjadinya perubahan dimensi rata-ratanya. Dalam tahap ini molekul polimer akan mengembang dengan faktor δ yang ada hubungannya dengan antaraksi intramolekul antara segmen suatu rantai secara termodinamika. Tahap yang kedua yaitu saat polimer telah menggembung dengan pelarut yang baik, polimer tersebut akan terdispersi membentuk larutan polimer. Tidak ada ikatan kimia yang terputus dalam proses ini. Polimer berikatan silang yang dapat menggembung dalam pelarut yang baik tidak akan larut pada tahap kedua ini [Radiman, 2004]. Besar derajat swelling ini dapat ditentukan menggunakan 2 metode, yaitu metode massa (gravimetri) dan metode volume. Umumnya, metode yang sering digunakan adalah metode 15

14 massa karena kesalahan yang diperoleh cenderung lebih kecil bila dibandingkan metode volume [Radiman, 2004]. Perhitungan derajat swelling (α) dengan metode massa adalah sebagai berikut : m mo α = 100% m o Dengan α adalah derajat swelling, m adalah massa setelah perendaman, dan m o adalah massa awal. Polimer yang memiliki ikatan silang tidak dapat larut sempurna dalam pelarutnya, tetapi akan mengalami swelling hingga mencapai volume tertentu dengan cara menyerap pelarut yang berinteraksi dengan polimer tersebut [Billmeyer, 1962] Analisis Termal Analisis termal pada umumnya dilakukan dengan metode Differential Scanning Calorimetry (DSC), Differential Thermal Analysis (DTA) dan Thermo Gravimetry Analysis (TGA). Prinsip dasar dari TGA adalah pengukuran perubahan berat dari sampel sebagai fungsi dari suhu. Pada DTA, pengukuran ditekankan pada perbedaan suhu antara sampel dan referensi sebagai fungsi dari suhu. Ketika sampel mengalami perubahan fisik atau kimia, maka kenaikan temperatur antara sampel dan referensi akan berbeda sehingga akan muncul puncak pada sinyal DTA [Billmeyer, 1962]. Termogram dari polimer, yaitu polistiren dan polistiren tersulfonasi dapat dilihat pada Gambar [Smitha et al., 2003]. Gambar Termogram polistiren dan polistiren tersulfonasi. Gambar 2.12 merupakan termogram TGA dari (a) Polistiren; (b) Polistiren Tersulfonasi Pada analisis DSC, sampel dan referensi diberikan pemanasan masing-masing. Kemudian, energi diberikan agar menjaga suhu dari sampel dan referensi konstan. Sehingga pada 16

15 akhirnya akan diperoleh nilai perbedaan daya listrik antara sampel dengan referensi (d Q/dt) setiap waktu tertentu atau temperatur tertentu. Dengan menggunakan analisis termal ini, sejumlah sifat-sifat termal polimer dapat diketahui, termasuk titik kristalisasi, suhu transisi gelas (T g ), suhu pelelehan (T m ), perubahan kalor ( H), suhu dekomposisi dan stabilitas panas dari suatu material [Stevans, 2001] Analisis Mekanik Analisis mekanik digunakan untuk mengetahui kekuatan mekanik dari sampel yang diuji. Pengukuran kekuatan mekanik ini dilakukan dengan menggunakan tensile tester (Autograph). Dengan menggunakan analisis mekanik ini, akan diketahui nilai dari kekuatan tarik atau tegangan saat putus (tensile strength atau stress at break), persen regangan saat putus (% elongation atau % strain at break), dan perbandingan nilai tegangan-regangan saat putus (stress per strain at break). Semua nilai tersebut dapat dihitung dari beberapa data yang diperoleh dengan menggunakan alat tensile tester tersebut, yaitu dari data gaya yang diberikan saat sampel putus (dalam Kgf) dan perpanjangan sampel saat putus (dalam mm 2 ). Untuk menentukan nilai kekuatan tarik dari sampel saat putus, nilai dari gaya yang diberikan untuk memutuskan sampel dibagi dengan luas sampel, yang dihitung dari tebal sampel dikali dengan lebar penampang sampel. Nilai kekuatan tarik sampel saat putus tersebut dapat dihitung dengan menggunakan rumus : F σ = A Dengan σ = kekuatan tarik (Kgf/mm 2 ) F = beban pada saat putus (Kgf) A = luas penampang (mm 2 ) Persen regangan saat putus menggambarkan perpanjangan dari suatu sampel ketika diberi beban sampai mengalami pemutusan. Nilai regangan ini dapat diperoleh dengan membagi nilai perubahan panjang dengan panjang awalnya kemudian dikalikan dengan 100%. Nilai % regangan saat putus tersebut dapat dihitung dengan menggunakan rumus : ( l l0 ) % ε = 100% l 0 Dengan ε = % regangan l = panjang akhir (mm) 17

16 l 0 = panjang awal (mm) Nilai tegangan dibagi regangan saat putus merupakan suatu nilai yang menyatakan ukuran kekakuan dari suatu material. Nilai tersebut diperoleh dari rumus berikut : E σ ε = Dengan E = tegangan/regangan saat putus (Kgf/mm 2 ) ε = % regangan σ = kekuatan tarik (Kgf/mm 2 ) Analisis Berat Molekul Polimer Analisis berat molekul polimer dapat dilakukan dengan menggunakan metode viskometer Ostwald. Metode ini menggunakan perhitungan dari nilai viskositas sampel dan nilai tetapan pelarut berdasarkan jenis interaksi pelarut-polimer dan suhu pengukuran. Penentuan viskositas larutan polimer dilakukan dengan menghitung nilai η dan η o, dimana nilai tersebut masing-masing adalah viskositas polimer dan viskositas pelarut murni. Viskositas spesifik lalu dapat dihitung dengan menggunakan rumus: η sp = ( η η ) Peningkatan viskositas yang disebabkan oleh peningkatan konsentrasi polimer (c) dinyatakan sebagai viskositas tereduksi, dan besarnya dapat diperoleh dari perbandingan η o ηsp η red = c Besarnya viskositas tereduksi pada pengenceran tak hingga dikenal sebagai viskositas batas intrinsik atau [η], yang besarnya dapat diperoleh dari kurva sebagai berikut: o η sp c [ η] = lim η sp c [ η ] η t ηr = = Konsentrasi η t o o 18

17 η r = viskositas relatif t o = waktu alir pelarut murni t = waktu alir larutan Nilai η sp dapat dihitung dengan rumus η sp = η r 1. Ektrapolasi ke konsentrasi nol (larutan yang sangat encer) menghasilkan viskositas intrinsik. Mark-Houwink menyatakan bahwa angka intrinsik berhubungan dengan berat molekul relatif polimer dengan persamaan: a [ η ] = K.M Dengan M adalah berat molekul relatif, sedangkan nilai K dan a adalah tetapan yang khas untuk sistem polimer-pelarut tertentu [Billmeyer, 1962] Analisis Konduktivitas Analisis nilai konduktivitas merupakan analisis yang dilakukan untuk mengetahui kemampuan dari sampel untuk mengantarkan proton. Alat yang digunakan untuk pengukuran nilai konduktivitas ini menggunakan dua buah elektroda dimana sampel yang akan dianalisis dijepit diantara kedua elektroda tersebut sambil dilapisi dengan kertas saring yang telah dibasahi dengan aqua dm. Arus listrik dialirkan pada kedua elektroda hingga dihasilkan nilai berupa konduktansi (dalam satuan mho atau Siemens). Konduktansi larutan merupakan kebalikan dari tahanan. Makin rendah tahanan larutan, maka makin besar konduktansinya. Tahanan sampel bertambah dengan pertambahan panjang l dan berkurang dengan pertambahan luas penampang A. Oleh karena itu dituliskan : R l = ρ A Konstanta perbandingan ρ disebut resistivitas sampel. Konduktivitas ĸ merupakan kebalikan resistivitas sehingga : 1 l R = atau κ A l κ = RA Dengan tahanan dalam Ω dan dimensi dalam m, maka satuan ĸ adalah S m -1 atau dalam S cm -1 ) [Atkins, 1999]. 19

18 Analisis Ion Exchange Capacity (IEC) Ion Exchange Capacity (IEC) merupakan besaran yang menyatakan kemampuan atau kapasitas sampel untuk melakukan pertukaran proton. Nilai tersebut diperoleh dengan cara titrasi asam basa menggunakan indikator fenolftalein. Sampel direndam dengan larutan asam selama beberapa waktu tertentu, kemudian larutan sampel tersebut dititrasi dengan menggunakan basa atau asam. Hasil titrasi tersebut menjadi dasar perhitungan berapa benyak proton yang dapat dipertukarkan oleh sampel [Zhang et al., 2006]. 20

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1. Sintesis Polistiren Sintesis polistiren yang diinginkan pada penelitian ini adalah polistiren yang memiliki derajat polimerisasi (DPn) sebesar 500. Derajat polimerisasi ini

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1. Sintesis Polistiren (PS) Pada proses sintesis ini, benzoil peroksida berperan sebagai suatu inisiator pada proses polimerisasi, sedangkan stiren berperan sebagai monomer yang

Lebih terperinci

2. Tinjauan Pustaka Polymer Electrolyte Membran Fuel Cell (PEMFC) Gambar 2.1 Diagram Polymer Electrolyte Membrane Fuel Cell (PEMFC)

2. Tinjauan Pustaka Polymer Electrolyte Membran Fuel Cell (PEMFC) Gambar 2.1 Diagram Polymer Electrolyte Membrane Fuel Cell (PEMFC) 2. Tinjauan Pustaka 2.1. Polymer Electrolyte Membran Fuel Cell (PEMFC) Polymer Electrolyte Membran Fuel Cell (PEMFC) adalah salah satu tipe fuel cell yang sedang dikembangkan. PEMFC ini bekerja mengubah

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Polistiren Polistiren disintesis dari monomer stiren melalui reaksi polimerisasi adisi dengan inisiator benzoil peroksida. Pada sintesis polistiren ini, terjadi tahap

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Polistiren Polistiren disintesis melalui polimerisasi dari monomer (stiren). Polimerisasi ini merupakan polimerisasi radikal, dengan pusat aktif berupa radikal bebas.

Lebih terperinci

3. Metodologi Penelitian

3. Metodologi Penelitian 3. Metodologi Penelitian 3.1. Tahapan Penelitian Secara Umum Secara umum, diagram kerja penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut : Monomer Inisiator Limbah Pulp POLIMERISASI Polistiren ISOLASI

Lebih terperinci

2 Tinjauan Pustaka. Gambar 2. 1 Struktur stiren

2 Tinjauan Pustaka. Gambar 2. 1 Struktur stiren 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Stiren Stiren atau vinyl benzen merupakan senyawa organik yang dapat disintesis dari benzena dan etena. Stiren merupakan monomer yang paling banyak digunakan karena memiliki kestabilan

Lebih terperinci

4 Hasil dan pembahasan

4 Hasil dan pembahasan 4 Hasil dan pembahasan 4.1 Sintesis dan Pemurnian Polistiren Pada percobaan ini, polistiren dihasilkan dari polimerisasi adisi melalui reaksi radikal dengan inisiator benzoil peroksida (BPO). Sintesis

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Polistirena Polistirena disintesis melalui polimerisasi adisi radikal bebas dari monomer stirena dan benzoil peroksida (BP) sebagai inisiator. Polimerisasi dilakukan

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Distanoksan Sintesis distanoksan dilakukan dengan mencampurkan dibutiltimah(ii)oksida dan dibutiltimah(ii)klorida (Gambar 3.2). Sebelum dilakukan rekristalisasi, persen

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1 Metoda Sintesis Membran Kitosan Sulfat Secara Konvensional dan dengan Gelombang Mikro (Microwave) Penelitian sebelumnya mengenai sintesis organik [13] menunjukkan bahwa jalur

Lebih terperinci

3 Metodologi Penelitian

3 Metodologi Penelitian 3 Metodologi Penelitian Penelitian tugas akhir ini dilakukan di Laboratorium Kimia Fisik Material dan Laboratorium Kimia Analitik Program Studi Kimia ITB, serta di Laboratorium Polimer Pusat Penelitian

Lebih terperinci

3 Metodologi Penelitian

3 Metodologi Penelitian 3 Metodologi Penelitian 3.1 Alat dan Bahan 3.1.1 Alat 1. Pada tahap sintesis, pemurnian, dan sulfonasi polistiren digunakan peralatan gelas, alat polimerisasi, neraca analitis, reaktor polimerisasi, oil

Lebih terperinci

3. Metode Penelitian

3. Metode Penelitian 3. Metode Penelitian 3.1. Alat dan Bahan Penelitian 3.1.1. Alat Umumnya peralatan yang digunakan pada penelitian ini berada di Labotaorium Kimia Fisik Material, sedangkan untuk FTIR digunakan peralatan

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1 Analisis Sintesis PS dan Kopolimer PS-PHB Sintesis polistiren dan kopolimernya dengan polihidroksibutirat pada berbagai komposisi dilakukan dengan teknik polimerisasi radikal

Lebih terperinci

2 Tinjauan Pustaka. 2.1 Proton Exchange Membrane Fuel Cell (PEMFC)

2 Tinjauan Pustaka. 2.1 Proton Exchange Membrane Fuel Cell (PEMFC) 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Proton Exchange Membrane Fuel Cell (PEMFC) Proton Exchange Membrane Fuel Cell (PEMFC) merupakan salah satu jenis fuel cell, yaitu sistem penghasil energi listrik, yang bekerja berdasarkan

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 asil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Polistiren Sintesis polistiren dilakukan dalam reaktor polimerisasi dengan suasana vakum. al ini bertujuan untuk menghindari terjadinya kontak dengan udara karena stiren

Lebih terperinci

2. Tinjauan Pustaka Sel Bahan Bakar (Fuel Cell)

2. Tinjauan Pustaka Sel Bahan Bakar (Fuel Cell) 2. Tinjauan Pustaka 2.1 2.1 Sel Bahan Bakar (Fuel Cell) Sel bahan bakar merupakan salah satu solusi untuk masalah krisis energi. Sampai saat ini, pemakaian sel bahan bakar dalam aktivitas sehari-hari masih

Lebih terperinci

Hasil dan Pembahasan

Hasil dan Pembahasan Bab 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Polimer Benzilkitosan Somorin (1978), pernah melakukan sintesis polimer benzilkitin tanpa pemanasan. Agen pembenzilasi yang digunakan adalah benzilklorida. Adapun

Lebih terperinci

3 Metodologi penelitian

3 Metodologi penelitian 3 Metodologi penelitian 3.1 Peralatan dan Bahan Peralatan yang digunakan pada penelitian ini mencakup peralatan gelas standar laboratorium kimia, peralatan isolasi pati, peralatan polimerisasi, dan peralatan

Lebih terperinci

3. Metodologi Penelitian

3. Metodologi Penelitian 3. Metodologi Penelitian 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian telah dilakukan di Laboratorium Kimia Fisik Material, Kelompok Keilmuan Kimia Anorganik dan Fisik, Program Studi Kimia ITB dari bulan

Lebih terperinci

Hasil dan Pembahasan

Hasil dan Pembahasan Bab 4 asil dan Pembahasan 4.1 Pembuatan dan Kitosan Kulit udang yang digunakan sebagai bahan baku kitosan terdiri atas kepala, badan, dan ekor. Tahapan-tahapan dalam pengolahan kulit udang menjadi kitosan

Lebih terperinci

3 Metodologi Penelitian

3 Metodologi Penelitian 3 Metodologi Penelitian Prosedur penelitian ini terdiri dari beberapa tahap, tahap pertama sintesis kitosan yang terdiri dari isolasi kitin dari kulit udang, konversi kitin menjadi kitosan. Tahap ke dua

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. 3.1 Alat Alat Adapun alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah: Alat-alat Gelas.

BAB 3 METODE PENELITIAN. 3.1 Alat Alat Adapun alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah: Alat-alat Gelas. 18 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Alat Alat Adapun alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah: Nama Alat Merek Alat-alat Gelas Pyrex Gelas Ukur Pyrex Neraca Analitis OHaus Termometer Fisher Hot Plate

Lebih terperinci

2 Tinjauan Pusaka. 2.1 Polimer

2 Tinjauan Pusaka. 2.1 Polimer Tinjauan Pusaka. Polimer Polimer adalah molekul besar yang terbentuk dari pengulangan unit yang kecil dan sederhana. Unit ulang dari polimer biasanya sama atau hampir sama dengan monomernya. Polimer yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pelaksanaan penelitian dimulai sejak Februari sampai dengan Juli 2010.

BAB III METODE PENELITIAN. Pelaksanaan penelitian dimulai sejak Februari sampai dengan Juli 2010. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Pelaksanaan penelitian dimulai sejak Februari sampai dengan Juli 2010. Sintesis cairan ionik, sulfonasi kitosan, impregnasi cairan ionik, analisis

Lebih terperinci

SPEKTROSKOPI INFRA RED & SERAPAN ATOM

SPEKTROSKOPI INFRA RED & SERAPAN ATOM SPEKTROSKOPI INFRA RED & SERAPAN ATOM SPEKTROSKOPI INFRA RED Daerah radiasi IR: 1. IR dekat: 0,78 2,5 µm 2. IR tengah: 2,5 50 µm 3. IR jauh: 50 1000 µm Daerah radiasi spektroskopi IR: 0,78 1000 µm Penggunaan

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Kopolimer Akrilonitril-Glisidil metakrilat (PAN-GMA) Pembuatan kopolimer PAN-GMA oleh peneliti sebelumnya (Godjevargova, 1999) telah dilakukan melalui polimerisasi radikal

Lebih terperinci

Kata Kunci : styrofoam, polistyren, polistyren tersulfonasi, amilosa, polibled

Kata Kunci : styrofoam, polistyren, polistyren tersulfonasi, amilosa, polibled KAJIAN FISIKA KIMIA LIMBAH STYROFOAM DAN APLIKASINYA Ni Ketut Sumarni 1, Husain Sosidi 2, ABD Rahman R 3, Musafira 4 1,4 Laboratorium Kimia Fisik Fakultas MIPA, Universitas Tadulako 2,3 Laboratorium Kimia

Lebih terperinci

Bab III Metodologi. III.1 Alat dan Bahan. III.1.1 Alat-alat

Bab III Metodologi. III.1 Alat dan Bahan. III.1.1 Alat-alat Bab III Metodologi Penelitian ini dibagi menjadi 2 bagian yaitu isolasi selulosa dari serbuk gergaji kayu dan asetilasi selulosa hasil isolasi dengan variasi waktu. Kemudian selulosa hasil isolasi dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan, dimulai dari bulan

BAB III METODE PENELITIAN. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan, dimulai dari bulan 25 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan, dimulai dari bulan Januari 2011. Penelitian dilakukan di Laboratorium Fisika Material jurusan

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM TEKNOLOGI SEL BAHAN BAKAR

BAB II GAMBARAN UMUM TEKNOLOGI SEL BAHAN BAKAR BAB II GAMBARAN UMUM TEKNOLOGI SEL BAHAN BAKAR 2.1. Pendahuluan Sel Bahan Bakar adalah alat konversi elektrokimia yang secara kontinyu mengubah energi kimia dari bahan bakar dan oksidan menjadi energi

Lebih terperinci

Penentuan struktur senyawa organik

Penentuan struktur senyawa organik Penentuan struktur senyawa organik Tujuan Umum: memahami metoda penentuan struktur senyawa organik moderen, yaitu dengan metoda spektroskopi Tujuan Umum: mampu membaca dan menginterpretasikan data spektrum

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada pembuatan dispersi padat dengan berbagai perbandingan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada pembuatan dispersi padat dengan berbagai perbandingan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Pembuatan Serbuk Dispersi Padat Pada pembuatan dispersi padat dengan berbagai perbandingan dihasilkan serbuk putih dengan tingkat kekerasan yang berbeda-beda. Semakin

Lebih terperinci

EFEK ASAM TERHADAP SIFAT TERMAL EKSTRAK GELATIN DARI TULANG IKAN TUNA (Euthynnus affinis)

EFEK ASAM TERHADAP SIFAT TERMAL EKSTRAK GELATIN DARI TULANG IKAN TUNA (Euthynnus affinis) EFEK ASAM TERHADAP SIFAT TERMAL EKSTRAK GELATIN DARI TULANG IKAN TUNA (Euthynnus affinis) Oleh : MARSAID/ 1409.201.717 Pembimbing: Drs.Lukman Atmaja, M.Si.,Ph.D. LATAR BELAKANG PENELITIAN GELATIN Aplikasinya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 21 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Polimer Emulsi 2.1.1 Definisi Polimer Emulsi Polimer emulsi adalah polimerisasi adisi terinisiasi radikal bebas dimana suatu monomer atau campuran monomer dipolimerisasikan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil preparasi bahan baku larutan MgO, larutan NH 4 H 2 PO 4, dan larutan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil preparasi bahan baku larutan MgO, larutan NH 4 H 2 PO 4, dan larutan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Preparasi 4.1.1 Sol Hasil preparasi bahan baku larutan MgO, larutan NH 4 H 2 PO 4, dan larutan ZrOCl 2. 8H 2 O dengan perbandingan mol 1:4:6 (Ikeda, et al. 1986) dicampurkan

Lebih terperinci

3. Metodologi Penelitian

3. Metodologi Penelitian 3. Metodologi Penelitian 3.1 Alat dan bahan 3.1.1 Alat Pada umumnya peralatan yang digunakan berada di Laboratorium Kimia Fisik Material, sedangkan untuk FTIR digunakan peralatan yang berada di Laboratorium

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. PENGARUH SUHU SULFONASI TERHADAP KARAKTERISTIK MEMBRAN ELEKTROLIT POLIETER-ETER KETON TERSULFONASI Karakteristik membran elektrolit polieter-eter keton tersulfonasi (speek)

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Poliuretan Pada penelitian ini telah dilakukan sintesis poliuretan dengan menggunakan monomer diisosianat yang berasal dari toluena diisosianat (TDI) dan monomer

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Preparasi selulosa bakterial dari limbah cair tahu dan sintesis kopolimer

BAB III METODE PENELITIAN. Preparasi selulosa bakterial dari limbah cair tahu dan sintesis kopolimer BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi Penelitian Preparasi selulosa bakterial dari limbah cair tahu dan sintesis kopolimer superabsorbent di bawah radiasi microwave dilakukan di Laboratorium Riset Jurusan

Lebih terperinci

Daftar Pustaka. Morimoto, M. et al, (2002), Control of Functions of Chitin and Chitosan by Chemical Modification, 14(78),

Daftar Pustaka. Morimoto, M. et al, (2002), Control of Functions of Chitin and Chitosan by Chemical Modification, 14(78), Daftar Pustaka Bilmeyer, F. W., (1971), Textbook of Polymer Science.2 nd New York, 264-265, 395-397 Edition, Wiley-Interscience Inc., Chen, S.L. et al., (2004), Ion exchange resin/polystyrene sulfonate

Lebih terperinci

Bab II Tinjauan Pustaka

Bab II Tinjauan Pustaka Bab II Tinjauan Pustaka 2.1 Polimer Kata polimer pertama kali digunakan oleh kimiawan Swedia Berzelius pada tahun 1833. 1 sepanjang abad 19 para kimiawan bekerja dengan polimer tanpa memiliki suatu pengertian

Lebih terperinci

PENENTUAN Mv DAN DIMENSI POLIMER SECARA VISKOMETER

PENENTUAN Mv DAN DIMENSI POLIMER SECARA VISKOMETER Laporan Praktikum Hari/tanggal : Rabu / 9 Maret 011 Kimia Polimer Waktu : 10.00-13.00 WIB Asisten : Prestiana PJP : Andriawan Subekti, S.Si, M. Si PENENTUAN Mv DAN DIMENSI POLIMER SECARA VISKOMETER MIRANTI

Lebih terperinci

SINTESIS POLIVINIL ASETAT BERBASIS PELARUT METANOL YANG TERSTABILKAN OLEH DISPONIL SKRIPSI

SINTESIS POLIVINIL ASETAT BERBASIS PELARUT METANOL YANG TERSTABILKAN OLEH DISPONIL SKRIPSI SINTESIS POLIVINIL ASETAT BERBASIS PELARUT METANOL YANG TERSTABILKAN OLEH DISPONIL SKRIPSI 7 AGUSTUS 2014 SARI MEIWIKA S. NRP. 1410.100.032 Dosen Pembimbing Lukman Atmaja, Ph.D Pendahuluan Metodologi Hasil

Lebih terperinci

3 Percobaan. 3.1 Tahapan Penelitian Secara Umum. Tahapan penelitian secara umum dapat dilihat pada diagram alir berikut :

3 Percobaan. 3.1 Tahapan Penelitian Secara Umum. Tahapan penelitian secara umum dapat dilihat pada diagram alir berikut : 3 Percobaan 3.1 Tahapan Penelitian Secara Umum Tahapan penelitian secara umum dapat dilihat pada diagram alir berikut : Gambar 3. 1 Diagram alir tahapan penelitian secara umum 17 Penelitian ini dibagi

Lebih terperinci

(Fuel cell handbook 7, hal 1.2)

(Fuel cell handbook 7, hal 1.2) 15 hidrogen mengalir melewati katoda, dan memisahkannya menjadi hidrogen positif dan elektron bermuatan negatif. Proton melewati elektrolit (Platinum) menuju anoda tempat oksigen berada. Sementara itu,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PELAKSANAAN

BAB III METODOLOGI PELAKSANAAN 30 BAB III METODOLOGI PELAKSANAAN 3.1 PENDAHULUAN Baterai seng udara merupakan salah satu bentuk sumber energi secara elektrokimia yang memiliki peluang sangat besar untuk aplikasi sumber energi masa depan.

Lebih terperinci

Gambar IV 1 Serbuk Gergaji kayu sebelum ekstraksi

Gambar IV 1 Serbuk Gergaji kayu sebelum ekstraksi Bab IV Pembahasan IV.1 Ekstraksi selulosa Kayu berdasarkan struktur kimianya tersusun atas selulosa, lignin dan hemiselulosa. Selulosa sebagai kerangka, hemiselulosa sebagai matrik, dan lignin sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. teknologi elektronika. Alternatif yang menarik datang dari fuel cell, yang

BAB I PENDAHULUAN. teknologi elektronika. Alternatif yang menarik datang dari fuel cell, yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Konsumsi dunia terhadap energi listrik kian meningkat seiring pesatnya teknologi elektronika. Alternatif yang menarik datang dari fuel cell, yang diharapkan

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. mengoksidasi lignin sehingga dapat larut dalam sistem berair. Ampas tebu dengan berbagai perlakuan disajikan pada Gambar 1.

PEMBAHASAN. mengoksidasi lignin sehingga dapat larut dalam sistem berair. Ampas tebu dengan berbagai perlakuan disajikan pada Gambar 1. PEMBAHASAN Pengaruh Pencucian, Delignifikasi, dan Aktivasi Ampas tebu mengandung tiga senyawa kimia utama, yaitu selulosa, lignin, dan hemiselulosa. Menurut Samsuri et al. (2007), ampas tebu mengandung

Lebih terperinci

Pengaruh Waktu Sulfonasi terhadap Karakteristik Polistiren dan Polyblend-nya dengan Kitosan

Pengaruh Waktu Sulfonasi terhadap Karakteristik Polistiren dan Polyblend-nya dengan Kitosan Pengaruh Waktu Sulfonasi terhadap Karakteristik Polistiren dan Polyblend-nya dengan Kitosan SKRIPSI Lelly Dwi Ambarini NIM 10504018 PROGRAM STUDI KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT

Lebih terperinci

2 Tinjauan pustaka. 2.1 Polimer

2 Tinjauan pustaka. 2.1 Polimer 2 Tinjauan pustaka 2.1 Polimer Salah satu faktor yang menentukan sifat suatu polimer adalah keteraturan rantai. Keteraturan rantai tersebut diwakili oleh struktur rantai, taktisitas, dan kristalinitas

Lebih terperinci

3 Percobaan. 3.1 Alat dan Bahan Alat Bahan

3 Percobaan. 3.1 Alat dan Bahan Alat Bahan 3 Percobaan 3.1 Alat dan Bahan 3.1.1 Alat Alat gelas yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat gelas yang umum digunakan di laboratorium kimia, seperti gelas kimia, gelas ukur, cawan petri, labu

Lebih terperinci

Analisis Sifat Kimia dan Fisika dari Maleat Anhidrida Tergrafting pada Polipropilena Terdegradasi

Analisis Sifat Kimia dan Fisika dari Maleat Anhidrida Tergrafting pada Polipropilena Terdegradasi Analisis Sifat Kimia dan Fisika dari Maleat Anhidrida Tergrafting Reni Silvia Nasution Program Studi Kimia, Universitas Islam Negeri Ar-Raniry, Banda Aceh, Indonesia reni.nst03@yahoo.com Abstrak: Telah

Lebih terperinci

6. Daftar Pustaka. Cowd, M., (1982), Kimia Polimer, Harry Firman (Penterjemah) (1991), Penerbit ITB, Bandung, 1,

6. Daftar Pustaka. Cowd, M., (1982), Kimia Polimer, Harry Firman (Penterjemah) (1991), Penerbit ITB, Bandung, 1, 6. Daftar Pustaka Acosta, J.L., Gonzales, L., Ojeda, M.C., Rio, C., (2003). Proton Conducting Materials Based on Thermoplastic Elastomer Silica Composites, J. Applied. Polymer Sci., 90, 2715-2720. Atkins,

Lebih terperinci

3 Metodologi Penelitian

3 Metodologi Penelitian 3 Metodologi Penelitian 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di laboratorium Kelompok Keilmuan (KK) Kimia Analitik, Program Studi Kimia FMIPA Institut Teknologi Bandung. Penelitian dimulai dari

Lebih terperinci

MEMBRAN KOMPOSIT POLISTIRENA TERSULFONASI (PST) BERPENGISI LEMPUNG SEBAGAI MEMBRAN POLIMER ELEKTROLIT UNTUK APLIKASI SEL BAHAN BAKAR (FUEL CELL)

MEMBRAN KOMPOSIT POLISTIRENA TERSULFONASI (PST) BERPENGISI LEMPUNG SEBAGAI MEMBRAN POLIMER ELEKTROLIT UNTUK APLIKASI SEL BAHAN BAKAR (FUEL CELL) digilib.uns.ac.id MEMBRAN KOMPOSIT POLISTIRENA TERSULFONASI (PST) BERPENGISI LEMPUNG SEBAGAI MEMBRAN POLIMER ELEKTROLIT UNTUK APLIKASI SEL BAHAN BAKAR (FUEL CELL) Disusun oleh : PRIYADI M0307076 SKRIPSI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan yang ekstensif pada bahan bakar fosil menyebabkan terjadinya emisi polutan-polutan berbahaya seperti SOx, NOx, CO, dan beberapa partikulat yang bisa mengancam

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK I PERCOBAAN III SIFAT-SIFAT KIMIA HIDROKARBON

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK I PERCOBAAN III SIFAT-SIFAT KIMIA HIDROKARBON LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK I PERCOBAAN III SIFAT-SIFAT KIMIA HIDROKARBON OLEH NAMA : HABRIN KIFLI HS. STAMBUK : F1C1 15 034 KELOMPOK ASISTEN : VI (ENAM) : HERIKISWANTO LABORATORIUM KIMIA FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Pembuatan Pulp dari Serat Daun Nanas

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Pembuatan Pulp dari Serat Daun Nanas BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pembuatan Pulp dari Serat Daun Nanas Pembuatan pulp dari serat daun nanas diawali dengan proses maserasi dalam akuades selama ±7 hari. Proses ini bertujuan untuk melunakkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini bahan bakar fosil telah digunakan di hampir seluruh aktivitas

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini bahan bakar fosil telah digunakan di hampir seluruh aktivitas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini bahan bakar fosil telah digunakan di hampir seluruh aktivitas manusia seperti penggunaan kendaraan bermotor, menjalankan mesin-mesin pabrik, proses memasak

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada penelitian ini telah dihasilkan homopolimer emulsi polistirena

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada penelitian ini telah dihasilkan homopolimer emulsi polistirena 36 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini telah dihasilkan homopolimer emulsi polistirena yang berwarna putih susu atau milky seperti terlihat pada gambar 4.1. Gambar 4.1 Hasil polimer emulsi

Lebih terperinci

Bab II Tinjauan Pustaka

Bab II Tinjauan Pustaka Bab II Tinjauan Pustaka 2.1 Produksi H 2 Sampai saat ini, bahan bakar minyak masih menjadi sumber energi yang utama. Karena kelangkaan serta harganya yang mahal, saat ini orang-orang berlomba untuk mencari

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian Penelitian ini dilakukan dalam tiga tahap yaitu, tahap isolasi kitin yang terdiri dari penghilangan protein, penghilangan mineral, tahap dua pembuatan kitosan dengan deasetilasi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. selulosa Nata de Cassava terhadap pereaksi asetat anhidrida yaitu 1:4 dan 1:8

BAB III METODE PENELITIAN. selulosa Nata de Cassava terhadap pereaksi asetat anhidrida yaitu 1:4 dan 1:8 34 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini diawali dengan mensintesis selulosa asetat dengan nisbah selulosa Nata de Cassava terhadap pereaksi asetat anhidrida yaitu 1:4 dan 1:8

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Tahapan Penelitian dan karakterisasi FT-IR dilaksanakan di Laboratorium

BAB III METODE PENELITIAN. Tahapan Penelitian dan karakterisasi FT-IR dilaksanakan di Laboratorium 22 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat Penelitian Tahapan Penelitian dan karakterisasi FT-IR dilaksanakan di Laboratorium Riset (Research Laboratory) dan Laboratorium Kimia Instrumen Jurusan Pendidikan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada penelitian ini telah disintesis tiga cairan ionik

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada penelitian ini telah disintesis tiga cairan ionik BAB IV HASIL DA PEMBAHASA Pada penelitian ini telah disintesis tiga cairan ionik berbasis garam benzotriazolium yaitu 1,3-metil oktadesil-1,2,3-benzotriazolium bromida 1, 1,3- metil heksadesil-1,2,3-benzotriazolium

Lebih terperinci

KIMIA. Sesi. Polimer A. PENGELOMPOKAN POLIMER. a. Berdasarkan Asalnya

KIMIA. Sesi. Polimer A. PENGELOMPOKAN POLIMER. a. Berdasarkan Asalnya KIMIA KELAS XII IPA - KURIKULUM GABUNGAN 19 Sesi NGAN Polimer Polimer adalah suatu senyawa raksasa yang tersusun dari molekul kecil yang dirangkai berulang yang disebut monomer. Polimer merupakan kelompok

Lebih terperinci

BAB IV. karakterisasi sampel kontrol, serta karakterisasi sampel komposit. 4.1 Sintesis Kolagen dari Tendon Sapi ( Boss sondaicus )

BAB IV. karakterisasi sampel kontrol, serta karakterisasi sampel komposit. 4.1 Sintesis Kolagen dari Tendon Sapi ( Boss sondaicus ) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian yang dibahas pada bab ini meliputi sintesis kolagen dari tendon sapi (Bos sondaicus), pembuatan larutan kolagen, rendemen kolagen, karakterisasi sampel kontrol,

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1 Pembuatan Asap Cair Asap cair dari kecubung dibuat dengan teknik pirolisis, yaitu dekomposisi secara kimia bahan organik melalui proses pemanasan tanpa atau sedikit oksigen

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. hal ini memiliki nilai konduktifitas yang memadai sebagai komponen sensor gas

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. hal ini memiliki nilai konduktifitas yang memadai sebagai komponen sensor gas 31 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sintesis material konduktor ionik MZP, dilakukan pada kondisi optimum agar dihasilkan material konduktor ionik yang memiliki kinerja maksimal, dalam hal ini memiliki nilai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Termoplastik Elastomer (TPE) adalah plastik yang dapat melunak apabila dipanaskan dan akan kembali kebentuk semula ketika dalam keadaan dingin juga dapat

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut :

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut : BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Alat Alat-alat yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut : - Hot Plate Stirer Coming PC 400 D - Beaker Glass Pyrex - Hot Press Gotech - Neraca Analitik Radwag

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan akan sumber bahan bakar semakin meningkat dari waktu ke waktu seiring dengan meningkatnya pertumbuhan penduduk. Akan tetapi cadangan sumber bahan bakar justru

Lebih terperinci

Struktur atom, dan Tabel periodik unsur,

Struktur atom, dan Tabel periodik unsur, KISI-KISI PENULISAN USBN Jenis Sekolah : SMA/MA Mata Pelajaran : KIMIA Kurikulum : 2006 Alokasi Waktu : 120 menit Jumlah : Pilihan Ganda : 35 Essay : 5 1 2 3 1.1. Memahami struktur atom berdasarkan teori

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1 Isolasi Kitin dan Kitosan Isolasi kitin dan kitosan yang dilakukan pada penelitian ini mengikuti metode isolasi kitin dan kitosan dari kulit udang yaitu meliputi tahap deproteinasi,

Lebih terperinci

Metode Penelitian. 3.1 Alat dan Bahan Penelitian Daftar alat

Metode Penelitian. 3.1 Alat dan Bahan Penelitian Daftar alat Bab 3 Metode Penelitian Penelitian ini terdiri atas tahap pembuatan kitin dan kitosan, sintesis karboksimetil kitosan dari kitin dan kitosan, pembuatan membran kitosan dan karboksimetil kitosan, dan karakterisasi.

Lebih terperinci

2 Tinjauan Pustaka. 2.1 Polimer. 2.2 Membran

2 Tinjauan Pustaka. 2.1 Polimer. 2.2 Membran 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Polimer Polimer (poly = banyak, meros = bagian) merupakan molekul besar yang terbentuk dari susunan unit ulang kimia yang terikat melalui ikatan kovalen. Unit ulang pada polimer,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN 22 BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Produksi Furfural Bonggol jagung (corn cobs) yang digunakan dikeringkan terlebih dahulu dengan cara dijemur 4-5 hari untuk menurunkan kandungan airnya, kemudian

Lebih terperinci

PEMBUATAN KOMPOSIT DARI SERAT SABUT KELAPA DAN POLIPROPILENA. Adriana *) ABSTRAK

PEMBUATAN KOMPOSIT DARI SERAT SABUT KELAPA DAN POLIPROPILENA. Adriana *)   ABSTRAK PEMBUATAN KOMPOSIT DARI SERAT SABUT KELAPA DAN POLIPROPILENA Adriana *) email: si_adramzi@yahoo.co.id ABSTRAK Serat sabut kelapa merupakan limbah dari buah kelapa yang pemanfaatannya sangat terbatas. Polipropilena

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Pembuatan Membran 4.1.1 Membran PMMA-Ditizon Membran PMMA-ditizon dibuat dengan teknik inversi fasa. PMMA dilarutkan dalam kloroform sampai membentuk gel. Ditizon dilarutkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC) 39 HASIL DAN PEMBAHASAN Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC) Hasil karakterisasi dengan Difraksi Sinar-X (XRD) dilakukan untuk mengetahui jenis material yang dihasilkan disamping menentukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Seiring meningkatnya kebutuhan dunia akan energi dan munculnya kesadaran mengenai dampak lingkungan dari penggunaan sumber energi yang berasal dari bahan bakar fosil,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Polistiren adalah salah satu contoh polimer adisi yang disintesis dari monomer stiren. Pada suhu ruangan, polistirena biasanya bersifat termoplastik padat dan dapat

Lebih terperinci

Tinjauan Pustaka. Sebagaimana yang ditunjukkan pada Gambar berikut: Gambar 2. 1 Struktur Ikatan Uretan

Tinjauan Pustaka. Sebagaimana yang ditunjukkan pada Gambar berikut: Gambar 2. 1 Struktur Ikatan Uretan Bab II Tinjauan Pustaka 2.1 Poliuretan 2.1.1. Sintesis Poliuretan Poliuretan ditemukan pertama kali oleh Prof. Otto Bayer pada tahun 1937 sebagai pembentuk serat yang didesain untuk menandingi serat Nylon.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fuel cell merupakan sistem elektrokimia yang mengkonversi energi dari pengubahan energi kimia secara langsung menjadi energi listrik. Fuel cell mengembangkan mekanisme

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Membran elektrolit berbasis polieter-eter keton tersulfonasi untuk direct methanol fuel cell suhu tinggi Sri Handayani (2008)

BAB I PENDAHULUAN. Membran elektrolit berbasis polieter-eter keton tersulfonasi untuk direct methanol fuel cell suhu tinggi Sri Handayani (2008) dengan penurunan konduktivitas proton 300% (3 kali) dibanding dengan tanpa menggunakan aditif. Selain itu membran yang terbentuk agak rapuh sehingga tidak dapat diuji tensil strength. Pemakaian H-Yzeolit

Lebih terperinci

BATERAI BATERAI ION LITHIUM

BATERAI BATERAI ION LITHIUM BATERAI BATERAI ION LITHIUM SEPARATOR Membran polimer Lapisan mikropori PVDF/poli(dimetilsiloksan) (PDMS) KARAKTERISASI SIFAT SEPARATOR KOMPOSIT PVDF/POLI(DIMETILSILOKSAN) DENGAN METODE BLENDING DEVI EKA

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan 4.1 Tahap Sintesis Biodiesel Pada tahap sintesis biodiesel, telah dibuat biodiesel dari minyak sawit, melalui reaksi transesterifikasi. Jenis alkohol yang digunakan adalah metanol,

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK PERCOBAAN II SIFAT-SIFAT KELARUTAN SENYAWA OGANIK

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK PERCOBAAN II SIFAT-SIFAT KELARUTAN SENYAWA OGANIK LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK PERCOBAAN II SIFAT-SIFAT KELARUTAN SENYAWA OGANIK OLEH NAMA : ISMAYANI NIM : F1F1 10 074 KELOMPOK : III ASISTEN : SYAWAL ABDURRAHMAN, S.Si. LABORATORIUM FARMASI FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelapa Sawit (Elaeis guineensis jack) termasuk produk yang banyak diminati oleh investor karena nilai ekonominya cukup tinggi. Para investor menanam modalnya untuk

Lebih terperinci

KISI-KISI PENULISAN SOAL USBN

KISI-KISI PENULISAN SOAL USBN KISI-KISI PENULISAN USBN Jenis Sekolah : SMA/MA Mata Pelajaran : KIMIA Kurikulum : 2013 Alokasi Waktu : 120 menit Jumlah : Pilihan Ganda : 35 Essay : 5 1 2 3 4 3.4 Menganalisis hubungan konfigurasi elektron

Lebih terperinci

BAHAN BAKAR KIMIA (Continued) Ramadoni Syahputra

BAHAN BAKAR KIMIA (Continued) Ramadoni Syahputra BAHAN BAKAR KIMIA (Continued) Ramadoni Syahputra 6.2 SEL BAHAN BAKAR Pada dasarnya sel bahan bakar (fuel cell) adalah sebuah baterai ukuran besar. Prinsip kerja sel ini berlandaskan reaksi kimia, bahwa

Lebih terperinci

Pembuatan Membran Poliblend PSS-lignin dan Karakterisasinya untuk Aplikasi Sel Bahan Bakar

Pembuatan Membran Poliblend PSS-lignin dan Karakterisasinya untuk Aplikasi Sel Bahan Bakar Pembuatan Membran Poliblend PSS-lignin dan Karakterisasinya untuk Aplikasi Sel Bahan Bakar SKRIPSI Luchana Lamierza Yusup 10504037 PROGRAM STUDI KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian I. Optimasi Proses Asetilasi pada Pembuatan Selulosa Triasetat dari Selulosa Mikrobial

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian I. Optimasi Proses Asetilasi pada Pembuatan Selulosa Triasetat dari Selulosa Mikrobial HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian I. Optimasi Proses Asetilasi pada Pembuatan Selulosa Triasetat dari Selulosa Mikrobial Selulosa mikrobial kering yang digunakan pada penelitian ini berukuran 10 mesh dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN BaTiO 3 merupakan senyawa oksida keramik yang dapat disintesis dari senyawaan titanium (IV) dan barium (II). Proses sintesis ini dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti suhu, tekanan,

Lebih terperinci

Penentuan Berat Molekul (M n ) Polimer dengan Metode VIiskositas

Penentuan Berat Molekul (M n ) Polimer dengan Metode VIiskositas Penentuan Berat Molekul (M n ) Polimer dengan Metode VIiskositas 1 Ika Wahyuni, 2 Ahmad Barkati Rojul, 3 Erlin Nasocha, 4 Nindia Fauzia Rosyi, 5 Nurul Khusnia, 6 Oktaviana Retna Ningsih Abstrak Jurusan

Lebih terperinci

Rendemen APG dihitung berdasarkan berat APG yang diperoleh setelah dimurnikan dengan berat total bahan baku awal yang digunakan.

Rendemen APG dihitung berdasarkan berat APG yang diperoleh setelah dimurnikan dengan berat total bahan baku awal yang digunakan. Lampiran 1 Prosedur analisis surfaktan APG 1) Rendemen Rendemen APG dihitung berdasarkan berat APG yang diperoleh setelah dimurnikan dengan berat total bahan baku awal yang digunakan. % 100% 2) Analisis

Lebih terperinci

REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK

REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK TUJUAN : Mempelajari proses saponifikasi suatu lemak dengan menggunakan kalium hidroksida dan natrium hidroksida Mempelajari perbedaan sifat sabun dan detergen A. Pre-lab

Lebih terperinci