2 Tinjauan pustaka. 2.1 Polimer

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "2 Tinjauan pustaka. 2.1 Polimer"

Transkripsi

1 2 Tinjauan pustaka 2.1 Polimer Salah satu faktor yang menentukan sifat suatu polimer adalah keteraturan rantai. Keteraturan rantai tersebut diwakili oleh struktur rantai, taktisitas, dan kristalinitas (Radiman, 2004). Berdasarkan struktur rantainya, polimer dibagi menjadi tiga yaitu linier, bercabang, dan berikatan silang. Polimer linier tidak memiliki cabang selain gugus gugus yang terikat pada rantai utama dan masih tergolong monomer seperti gugus fenil dalam polistirena. Polimer bercabang memiliki percabangan rantai yang timbul saat proses kopolimerisasi membentuk kopolimer cangkok atau sebagai akibat dari reaksi samping selama proses polimerisasi. Polimer berikatan silang memiliki derajat stabilitas dimensi yang baik. Karena terjadi pengikatan silang, rantai rantai polimer tersebut kehilangan kemampuan untuk mengalirkan atau melewatkan satu rantai ke lainnya sehingga sulit dibentuk (Stevens, 2000). Berdasarkan keteraturan rantainya, polimer dapat dibedakan menjadi polimer kristalin, semikristalin, dan amorf. Polimer kristalin adalah polimer dengan susunan rantai yang teratur satu terhadap yang lainnya. Hal ini disebabkan oleh adanya ikatan antar rantai yang cukup kuat. Polimer amorf memiliki susunan rantai acak. Polimer semikristalin memiliki sebagian rantai bersifat kristalin dan sebagian lagi bersifat amorf. Pada umumnya, polimer bersifat semikristalin. Kristalinitas polimer dapat ditentukan secara kuantitatif melalui difraksi sinar X. Gambar 2.1 Struktur polimer berdasarkan keteraturan rantai Keberadaan struktur kristalin dan amorf menyebabkan suatu polimer dapat memiliki titik leleh (T m ) dan titik transisi gelas (T g ). Titik leleh adalah suatu temperatur dimana polimer 3

2 padatan berubah menjadi cair. Titik leleh hanya dimiliki oleh polimer kristalin sedangkan titik transisi gelas merupakan temperatur dimana bagian polimer yang kaku seperti gelas berubah menjadi elastis seperti karet. Taktisitas ditentukan berdasarkan konfigurasi asimetrik atom karbon yaitu letak gugus R terhadap rantai utama polimer. Dalam polimer isotaktik, seluruh gugus R-nya berada pada satu sisi yang sama terhadap rantai utama. Dalam polimer sindiotaktik, gugus R-nya berada pada sisi yang bergantian terhadap bidang utama. Sedangkan polimer ataktik memiliki gugus R yang letaknya tidak beraturan terhadap rantai utama. Taktisitas suatu polimer sangat mempengaruhi kristalinitas suatu polimer. Struktur isotaktik cenderung bersifat kristalin, struktur ataktik cenderung bersifat amorf, dan struktur sindiotaktik cenderung bersifat kristalin dan / atau semikristalin. Gambar 2.2 Taktisitas polimer Polimerisasi Proses penggabungan monomer membentuk polimer disebut proses polimerisasi. Menurut Carothers dan Flory, proses polimerisasi terbagi menjadi polimerisasi adisi dan polimerisasi kondensasi. Polimerisasi adisi umumnya terjadi pada monomer berikatan rangkap dan melibatkan molekul tidak stabil sebagai inisiator. Reaksinya diawali pemutusan ikatan rangkap dengan bantuan inisiator, kemudian dilanjutkan reaksi adisi monomer lain yang belum bereaksi. Berdasarkan jenis pusat aktifnya, polimerisasi adisi dapat terbagi lagi menjadi polimerisasi radikal, polimerisasi ionik, dan polimerisasi Ziegler-Natta. Contoh 4

3 polimerisasi adisi adalah sintesis polistiren dari monomer stiren dengan benzoil peroksida sebagai inisiator. Polimerisasi kondensasi merupakan reaksi antara dua pusat aktif membentuk senyawa baru yang lebih besar dan hasil samping. Contoh polimerisasi kondensasi adalah sintesis poliamida dari diamin dan asam dikarboksilat yang diikuti dengan eliminasi air (Billmeyer, 1971). Dalam perkembangannya kemudian, istilah polimerisasi adisi dan kondensasi mulai digantikan oleh polimerisasi reaksi bertahap dan polimerisasi reaksi rantai. Sebagian besar polimerisasi reaksi bertahap merupakan proses kondensasi dan sebagian besar polimerisasi reaksi rantai merupakan proses adisi. Perbandingan keduanya dapat dilihat pada Tabel 2.1. Tabel 2.1 Perbandingan polimerisasi reaksi bertahap dan reaksi rantai (Stevens, 2000) Reaksi Bertahap Pertumbuhan terjadi di seluruh matriks melalui reaksi antara monomer, oligomer, dan polimer DP n rendah sampai sedang Monomer dikonsumsi dengan cepat sedangkan berat molekul bertambah secara perlahan Tidak diperlukan inisiator; mekanisme reaksi seluruhnya sama Tidak ada tahap terminasi; gugus-gugus ujung masih reaktif Ketika gugus-gugus fungsi dikonsumsi, laju polimerisasi berkurang dengan teratur Reaksi Rantai Pertumbuhan terjadi melalui penambahan unit monomer secara berturut-turut ke jumlah terbatas rantai yang tumbuh DP n bisa sangat tinggi Monomer dikonsumsi relatif lambat, tetapi berat molekul naik dengan cepat Mekanisme inisiasi dan propagasi berbeda Biasanya melibatkan tahap terminasi rantai Mulanya laju polimerisasi naik ketika unitunit inisiator terbentuk; selanjutnya relatif konstan hingga monomer hilang Polimer alam dan polimer sintetik Polimer dapat digolongkan menjadi dua macam, yaitu polimer alam (seperti pati, selulosa, dan sutra) dan polimer sintetik (seperti polimer vinil). Polimer alam juga dikenal sebagai biopolimer. Pati, protein dan peptida, serta DNA dan RNA merupakan contoh biopolimer dengan unit monomernya secara berurutan adalah glukosa, asam amino, serta asam nukleat (Lenz, 1993). Banyak biopolimer memiliki bentuk-bentuk tertentu, yang dapat menentukan fungsi biologi biopolimer tersebut. 5

4 Adanya keterbatasan yang ditemukan manusia pada pemanfaatan polimer alam menyebabkan penemuan dan pengembangan polimer sintetik. Polimer sintetik dapat dibagi menjadi tiga kategori utama yaitu serat, plastik, dan elastomer. Polimer sintetik biasanya digunakan dalam banyak aplikasi seperti pembungkus makanan, film, pipa, dan lainnya Plastik Istilah plastik sering dipertukarkan baik dengan polimer maupun polimer sintetik. Istilah polimer digunakan untuk material murni yang dihasilkan dari proses polimerisasi, sedangkan istilah plastik digunakan untuk polimer murni yang diberi tambahan zat aditif (Rohmatikah, 2007). Berdasarkan sifat termalnya, plastik dapat dibagi menjadi plastik termoplastik dan plastik termoset. Plastik termoplastik adalah polimer yang akan melunak apabila dipanaskan dan dapat dibentuk sesuai pola yang kita inginkan. Setelah dingin polimer ini akan mempertahankan bentuknya yang baru. Proses ini dapat diulang kembali dan dapat diubah menjadi bentuk yang lain (Hadi, 7 Maret 2006). Walaupun plastik termoplastik dapat didaur ulang tetapi temperatur pemakaian maksimumnya lebih rendah dari temperatur lelehnya (Radiman, 2004). Plastik termoplastik dapat meleleh karena saat pembentukkannya tidak terjadi ikatan silang sehingga ikatannya akan melemah ketika dipanaskan. Plastik termoset merupakan materi yang jika dipanaskan tidak akan mencair melainkan akan menjadi semakin keras. Hal ini disebabkan monomer yang terikat dalam rantai polimer membentuk struktur tiga dimensi dari ikatan silangnya (Billmeyer, 1971). Contoh polimer ini adalah bakelit yang banyak dipakai untuk peralatan radio, toilet, dan lainlain. Contoh plastik yang banyak digunakan dalam kehidupan kita adalah polietilena, teflon, polivinilklorida, polistirena, dan lainnya. Struktur beberapa jenis plastik dapat dilihat pada Gambar 2.3. Gambar 2.3 Struktur beberapa jenis plastik 6

5 Polietilena dimanfaatkan sebagai bahan pembungkus, kantong plastik, mainan anak, dan botol. Teflon dimanfaatkan sebagai pengganti logam, dan pelapis alat-alat masak. Polivinilklorida dimanfaatkan untuk pipa, alat rumah tangga, cat, dan piringan hitam. polistirena dimanfaatkan sebagai bahan insulator listrik, pembungkus makanan, styrofoam, mainan anak, dan lain-lain (Hadi, 7 Maret 2006). 2.2 Polistiren Sejarah panjang polistiren diawali pada tahun 1786 saat William Nicholson menyebutkan bahwa terdapat seorang kimiawan yang bernama Neuman melakukan distilasi storaks (balsam yang diperoleh dari pohon Liquidambar orientalis) dan menghasilkan suatu minyak empirematik (Rohmatikah, 2007). Pada tahun 1839, seorang apoteker Jerman bernama Eduard Simon melakukan eksperimen yang sama dan berhasil mengisolasi minyak yang diberi nama stirol. Namun pada saat itu, Simon belum menyadari penemuannya mengarah kepada polistiren. Berpuluh tahun kemudian, seorang kimiawan organik Jerman, Hermann Staudinger, menyatakan bahwa penemuan Simon terdiri dari rantai panjang molekul stiren. Polistiren dikembangkan secara komersial pada tahun 1930 oleh sebuah perusahaan Jerman, I.G. Farben. Saat ini I.G. Farben dikenal sebagai Badische Anilin & Soda-Fabrik (BASF). Setelah perang dunia kedua, produksi polistiren sebagai material plastik berkembang sangat pesat. Polistiren adalah polimer vinil dengan monomer stiren. Stiren adalah sebuah hidrokarbon cair yang dibuat secara komersial dari minyak bumi. Pada suhu ruang, polistiren umumnya bersifat termoplastik padat. Strukturnya berupa rantai panjang karbon dengan gugus fenil yang terikat di atom-atom karbon tertentu. Gambar 2.4 Struktur monomer stiren dan polistiren 7

6 Polistiren dibentuk dari polimerisasi adisi melalui mekanisme reaksi radikal dengan menggunakan inisiator. Inisiator yang umum digunakan adalah senyawa peroksida seperti benzoil peroksida. Gambar 2.5 Reaksi polimerisasi stiren Struktur kimia dan morfologi Polistiren merupakan polimer linier yang mengandung gugus fenil (Billmeyer, 1971). Gugus fenil tersebut merupakan gugus yang meruah. Semakin meruah gugus gugus substituen yang terikat ke rangka utama polimer, maka kebebasan rotasinya menjadi berkurang dan temperatur transisi gelasnya (T g ) menjadi lebih tinggi. Temperatur transisi gelas sendiri merupakan karakteristik dari keadaan amorf sehingga struktur polistiren sulit tersusun secara kompak (amorf) (Stevens, 2000). Struktur dan posisi gugus fenil terhadap rantai utama polistiren dapat dibedakan menjadi polistiren isotaktik, polistiren sindiotaktik, dan polistiren ataktik. Isotaktik Sindiotaktik Ataktik Gambar 2.6 Taktisitas polistiren 8

7 Polistiren isotaktik memiliki semua gugus fenil pada posisi satu arah relatif terhadap rantai utama. Polistiren sindiotaktik memiliki gugus fenil yang tersusun bergantian arahnya terhadap rantai utama. Sedangkan polistiren ataktik memiliki gugus fenil yang tersusun secara acak arahnya relatif terhadap rantai utama (Billmeyer, 1971). Selama ini yang umum dikenal adalah polistiren ataktik. Jenis polistiren yang lain yaitu polistiren sindiotaktik belum diproduksi secara komersial. Polistiren sindiotaktik bersifat kristalin dan dapat meleleh pada suhu C Sifat Polistiren merupakan polimer termoplastik yang transparan sehingga mudah diwarnai dan mudah dipabrikasi. Polistiren memiliki sifat mekanik dan sifat termal yang cukup baik namun akan menjadi getas dan ringan pada suhu di bawah C. Kegetasan polistiren dapat diatasi dengan menambahkan zat pemlastis. Polistiren bersifat inert terhadap zat kimiawi; tahan terhadap asam halida, basa, reduktor, dan oksidator; tapi masih dapat mengalami reaksi nitrasi dan sulfonasi. Polistiren juga mudah disintesis, harganya murah, dan dapat menjadi insulator listrik yang baik. Selain sifat getasnya, polistiren memiliki kelemahan lain. Polistiren mudah dilarutkan oleh pelarut pelarut organik seperti kloroform dan toluen. Kondisi cuaca turut pula mempengaruhi polistiren sehingga mengakibatkannya berwarna kuning dan rusak. Hal ini disebabkan adanya hidrogen benzilik yang tidak stabil dalam polistiren. Untuk mengatasinya, polistiren diberi tambahan stabilizer yakni berupa penyerap Ultra Violet (UV) dan / atau antioksidan (Billmeyer, 1971) Sintesis Polistiren adalah polimer yang dihasilkan melalui polimerisasi adisi. Umumnya polistiren disintesis dengan polimerisasi radikal bebas. Polimerisasi radikal bebas dapat dilakukan dalam suspensi, larutan, emulsi, atau secara in situ di dalam badan polimer. Polimerisasi ion dan non radikal lain umumnya terbatas pada teknik larutan (Stevens, 2000). Polimerisasi massa (in situ) dan larutan merupakan polimerisasi fasa homogen, sedangkan polimerisasi suspensi dan emulsi merupakan polimerisasi fasa heterogen (Radiman, 2004). 9

8 Polimerisasi radikal bebas melibatkan molekul tidak stabil sebagai inisiator. Senyawa yang umum digunakan adalah senyawa peroksida seperti benzoil peroksida. Mekanisme reaksi polimerisasinya adalah sebagai berikut (Rohmatikah, 2007) : CH Gambar 2.7 Mekanisme sintesis polistiren 10

9 2.2.4 Kegunaan Polistiren adalah plastik yang keras dan murah sehingga sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari seperti untuk bahan pengemas, wadah minum, mainan, peralatan dapur, pengering rambut, dan bagian penutup komputer. Polistiren ataktik yang amorf dan lebih lunak biasanya digunakan untuk bahan pengemas sedangkan polistiren sindiotaktik yang kristalin dan lebih kuat diantaranya digunakan untuk alat - alat medis (Rohandi, 2006). Polistiren dapat pula digunakan dalam bentuk kopolimernya. Pengembangan polistiren diantaranya Poli(stiren-akrilonitril) (SAN) untuk keran, tempat duduk toilet, mangkuk; dan Poli(akrilobutadiena stiren) (ABS) untuk telepon dan komponen mobil. Polistiren juga dapat didaur ulang menjadi gantungan baju, bahan pengepak, kumparan benang, dan sebagainya. 2.3 Pati Pati adalah karbohidrat kompleks yang tidak larut dalam air, berwujud bubuk putih, tawar dan tidak berbau. Pati merupakan bahan utama yang dihasilkan oleh tumbuhan untuk menyimpan kelebihan glukosa (sebagai produk fotosintesis) dalam jangka panjang. Hewan dan manusia juga menjadikan pati sebagai sumber energi yang penting. Pati tersusun tersusun dari molekul D-glukopiranosa yaitu amilosa dan amilopektin dengan komposisi yang berbeda-beda. Perbedaan kandungan amilosa dan amilopektin dalam pati akan memberikan sifat fungsional pati seperti temperatur gelatinasi dan viskositas yang berbeda pula (Charles, et al; 2005). Amilosa memberikan sifat keras (pera) sedangkan amilopektin menyebabkan sifat lengket. Amilosa akan menghasilkan warna ungu pekat pada tes iodin sedangkan amilopektin tidak bereaksi. Gambar 2.8 Struktur amilosa Amilosa merupakan polimer linier yang larut dalam air panas. Amilosa memiliki ikatan 1,4- α glikosidik yang tidak bercabang sehingga dapat membentuk rantai lurus. Molekul amilosa 11

10 lengkap dapat terdiri dari beberapa hingga 3000 unit D-glukopiranosa. Amilosa dapat pula berbentuk struktur helix akibat adanya antaraksi molekular yang kuat. Gambar 2.9 (a) Ikatan glikosidik dalam amilosa, (b) Struktur helix amilosa Amilopektin dibentuk oleh ikatan 1,4-α glikosidik yang membentuk rantai linear, dan juga memiliki rantai cabang pada posisi 1,6-α glikosidik. Umumnya 24 hingga 30 unit glukosa berada di antara titik percabangan amilopektin (Wilbraham, 1999). Residu glukosa dalam amilopektin bisa mencapai 2 juta residu, oleh karena itu amilopektin membentuk struktur yang besar dan kompak. Gambar 2.10 Struktur amilopektin 12

11 Pati dapat terdegradasi oleh mikroorganisme melalui metabolisme enzimatik. Enzim yang berperan adalah endoenzim (α-amilase) dan eksoenzim (β-amilase). Endoenzim menyerang rantai secara acak, sedangkan eksoenzim menyerang rantai secara spesifik dari ujung ke ujung. Amilosa dapat terdegradasi oleh enzim amilase. Enzim amilase akan menghidrolisis ikatan 1,4-α glikosidik sehingga menghasilkan molekul glukosa dan maltosa. Amilopektin dapat terdegradasi oleh enzim amilase menghasilkan dekstrin yang bercabang dengan ikatan 1,6-α glikosidik tetap utuh. Ikatan 1,6-α glikosidik tersebut kemudian akan diserang oleh enzim glukosidase (Schanabel, 1981). Secara umum, jumlah amilosa dalam granula pati berkisar antara % berat, sedangkan jumlah amilopektin sebesar % berat pati. Perbedaan komposisi amilosa dan amilopektin menyebabkan perbedaan karakteristik pati dari setiap sumbernya (Pierna, et al; 2005). Tabel 2.2 Perbandingan karakteristik beberapa jenis pati Sumber pati Morfologi Diameter (µm) Amilosa (%) Amilopektin (%) Beras Jagung Poligonal, bulat Poligonal, bundar Sagu Oval Singkong Oval Pati tapioka Salah satu jenis pati yang banyak dimanfaatkan dalam kehidupan sehari hari adalah pati tapioka. Pati yang berasal dari singkong ini dapat dimanfaatkan untuk keperluan industri makanan, industri farmasi, industri tekstil, industri perekat, dan lainnya. Selain itu pati tapioka mudah diperoleh di Indonesia dan murah harganya. Dalam pati tapioka terkandung amilosa, amilopektin, karbohidrat, protein dan lemak (Mali, et al; 2004). Proses isolasi pati dari singkong mudah dilakukan. Tahapannya diawali dengan pengupasan kulit singkong lalu dilanjutkan dengan pencucian dengan air bersih, pemarutan, pemerasan dan penyaringan (pengekstrakan), pengendapan pati, dan penyaringan. Tahap pemarutan 13

12 akan lebih lancar bila ditambahkan air. Tahap pengekstrakan dapat dilakukan dengan dua cara yaitu: 1. Pengekstrakan pati dilakukan dengan tangan manusia, di atas kain kasa. Dari atas dialirkan air sedikit demi sedikit menggunakan gayung yang dikerjakan dengan tenaga manusia. 2. Pengekstrakan dilakukan secara mekanis, yaitu menggunakan saringan bergetar. Saringannya berupa kasa halus. Diatas saringan bergetar tersebut air disemprotkan melalui pipa-pipa. Tahap pengendapan pati dilakukan di dalam bak-bak pengendapan. Bak pengendapan biasanya terbuat dari kayu, pasangan batu bata yang dilapisi porselin, pasangan batu bata biasa atau beton, bahkan ada bak pengendap yang dasarnya diberi alas kaca atau kayu. Lama pengendapan yang baik adalah 4-12 jam dan pembuangan air tidak boleh lebih dari satu jam, karena proses pembusukan berlangsung cepat. Rendemen pati yang dihasilkan biasanya berkisar antara 19% - 25%. Proses isolasi pati dari singkong juga menimbulkan limbah. Limbah cair tapioka dihasilkan dari proses pembuatan, baik dari pencucian bahan baku sampai pada proses pemisahan pati dari airnya atau proses pengendapan. Limbah cair dapat diolah menjadi minuman nata de cassava. Limbah padat tapioka berasal dari proses pengupasan ketela pohon dari kulitnya yaitu berupa kotoran dan kulit, dan pada waktu pemrosesan berupa ampas serat dan pati. Limbah padat dapat dimanfaatkan menjadi makanan ternak, pupuk, sirup glukosa, dan obat nyamuk bakar ( 26 Februari 2007). 2.4 Benzoil Peroksida Benzoil peroksida merupakan salah satu jenis inisiator yang banyak digunakan dalam polimerisasi radikal bebas. Benzoil peroksida memiliki dua gugus benzoil yang berikatan dengan rantai peroksida. Gambar 2.11 Struktur benzoil peroksida 14

13 Benzoil peroksida adalah sumber radikal bebas yang kuat dan dapat terbentuk pada suhu di bawah C. Selain itu, benzoil peroksida juga bereaksi hebat dengan asam, basa, reduktor dan logam berat. Benzoil peroksida juga dapat berfungsi sebagai bahan disinfektan, pembersih dan pemutih. Benzoil peroksida memiliki oksigen reaktif yang dapat dilepaskan, sehingga oksigen yang lepas ini dapat mengganggu metabolisme bakteri melalui proses oksidasi (Rohmatikah, 2007). 2.5 Poliblend Poliblend merupakan polimer yang terbentuk dari pencampuran dua atau lebih polimer. Prosesnya disebut blending. Poliblend tersebut akan memiliki karalteristik kombinasi dari sifat komponen-komponen penyusunnya. Oleh karena itu, teknik blending dapat menjadi solusi untuk memperoleh material-material baru yang mempunyai sifat yang sulit didapat hanya dengan satu polimer. Poliblend dapat dibentuk melalui beberapa teknik preparasi yaitu: Tabel 2.3 Teknik preparasi poliblend Teknik preparasi Mechanical blends Mechanochemical blends Solution cast blends Latex blends Deskripsi Polimer/kopolimer dicampur pada suhu diatas T g atau T m masingmasing polimer yang bersifat amorf dan semikristalin. Polimer/kopolimer dicampur dengan laju geser yang cukup tinggi sehingga polimer mengalami degradasi. Radikal-radikal bebas yang terbentuk berkombinasi menghasilkan campuran kompleks yang mengandung kopolimer blok atau cangkok. Polimer/kopolimer dicampur dengan melarutkannya ke dalam pelarut tertentu hingga homogen, kemudian pelarut dihilangkan melalui penguapan sehingga dapat membentuk film polimer. Dispersi-dispersi halus dari polimer dalam air (lateks) dicampur lalu polimer polimer yang bercampur tersebut dikoagulasi. Metoda yang umum digunakan dalam pembentukan poliblend adalah metode pelarutan (solution cast blends) dan metode pelelehan (mechanical blends). 15

14 2.6 Karakterisasi Analisis gugus fungsi dengan Fourier Transform Infra Red (FTIR) Spektroskopi Infra Red (IR) merupakan salah satu teknik identifikasi yang dapat digunakan untuk analisis senyawa secara kuantitatif dan kualitatif. Analisis kualitatif dilakukan untuk menentukan struktur polimer dan kopolimer sedangkan analisis kuantitatif ditentukan berdasarkan hukum Lambert Beer (Skoog, 1998). Saat molekul dikenai radiasi infra merah, energi yang diserap menyebabkan kenaikan dalam amplitudo getar atom atom yang saling terikat dalam molekul tersebut sehingga terjadilah vibrasi (Fessenden, 1986). Analisis IR didasarkan pada perubahan vibrasi dari atom atom tersebut. Umumnya vibrasi diklasifikasikan sebagai vibrasi ulur dan vibrasi tekuk. Vibrasi ulur menyangkut konstanta vibrasi antara dua atom sepanjang sumbu ikatan, sedangkan vibrasi tekuk terjadi karena berubahnya sudut antara dua ikatan. Vibrasi tekuk dibagi menjadi empat tipe yaitu scissoring, rocking, wagging, dan twisting (Khopkar, 1990). Suatu ikatan akan menghasilkan pita serapan pada panjang gelombang yang khas. Namun apabila sebuah ikatan dapat mengalami vibrasi ulur maupun vibrasi tekuk maka pita serapan yang muncul akan berbeda. Pita serapan pada panjang gelombang tersebut disesuaikan dengan jenis vibrasinya. Pita serapan khas yang diperoleh dapat digunakan untuk identifikasi gugus fungsi suatu senyawa. Pengukuran IR akan menghasilkan spektrum infra merah. Daerah antara cm -1 di dalam spektrum merupakan daerah yang khusus berguna untuk identifikasi gugus gugus fungsional. Di luar daerah tersebut, korelasi antara suatu pita dan suatu gugus fungsional tidak dapat ditarik dengan cermat namun setiap senyawa memiliki pita serapan yang unik disini. Oleh karena itu, bagian spektrum yang unik ini dinamakan daerah sidik jari (Fessenden, 1986). Metoda FTIR memiliki keunggulan dibanding IR biasa. Keunggulannya adanya rasio sinyal terhadap noise yang lebih rendah, dapat mendeteksi sinyal-sinyal lemah vibrasi molekul, jumlah sampel yang diperlukan sedikit serta dapat mendeteksi sampel pada absorbansi yang tinggi. 16

15 2.6.2 Analisis termal Analisis termal dapat dilakukan dengan thermogravimetric (TGA) dan differential thermal analysis (DTA). TGA adalah suatu metode dinamik untuk merekam berat sampel dalam kondisi pemanasan atau pendinginan dengan laju yang terkontrol sebagai fungsi waktu atau temperatur. Kurva TGA memberikan informasi mengenai besarnya massa yang hilang selama pemanasan. Dengan teknik ini dapat dilakukan analisis kuantitatif tentang perubahan berat yang terjadi pada molekul polimer selama proses transisi. Dalam bidang polimer, teknik ini digunakan untuk mengevaluasi kestabilan termal suatu polimer, studi kinetika reaksi dekomposisi polimer serta identifikasi polimer. DTA adalah metoda yang membandingkan perbedaan temperatur antara sampel dengan pembanding (reference). Metoda ini berguna saat pemanasan sampel tidak menyebabkan perubahan berat. Komposisi dalam campuran polimer dapat diketahui dengan metoda DTA yakni melalui penentuan luas puncak. Kurva DTA dapat memberikan informasi mengenai T g, T m, T d (Stevens, 2000) Analisis sifat mekanik Analisis mekanik dilakukan melalui uji kekuatan tarik. Analisis ini dilakukan dengan cara mengukur secara kontinu gaya yang diterapkan untuk menarik sampel hingga putus dengan laju penarik konstan. Parameter yang diperoleh sehubungan dengan pengujian tersebut ialah kuat putus, persen perpanjangan, dan modulus elastis (modulus Young). Sifat mekanik polimer berhubungan dengan struktur polimer. Kuat putus merupakan kekuatan maksimum bahan untuk menahan tegangan yang diberikan dengan laju penarikan konstan hingga sampel putus. Rumusannya: F σ = A Keterangan : σ = kuat putus bahan polimer (stress) (Mpa) F = beban pada saat putus (N) A = luas penampang bahan polimer (m 2 ) Perpanjangan merupakan pertambahan panjang sampel setelah ditarik dengan beban tertentu dengan laju penarikan konstan. Rumusannya: 17

16 = LL ε 0 100% Keterangan : ε = perpanjangan (strain) L Lo = selisih antara panjang saat putus dengan panjang mula-mula = panjang mula-mula Modulus Young atau modulus elastis merupakan perbandingan kuat putus dengan perpanjangan.rumusannya: Modulus Young (MPa) σ = ε Berdasarkan hukum Hooke, jika suatu material dikenakan gaya melewati batas elastisnya maka material tersebut tidak dapat kembali ke bentuk asalnya. Nilai gaya (tegangan) pada daerah ketika suatu material tidak dapat menyimpan kerja sebagai energi elastisnya disebut yield tensile strength. Pada kondisi tersebut, material mulai rusak. Nilai tegangan limit sebelum material benar benar putus disebut ultimate tensile strength (Billmeyer, 1971; Stevens, 2001). Gambar 2.12 Kurva tegangan terhadap perpanjangan (Billmeyer, 1971) 18

17 2.6.4 Analisis derajat kristalinitas Analisis kristalinitas dilakukan dengan alat X-ray Diffraction (XRD). Difraksi sinar X merupakan teknik analisis yang digunakan untuk mengetahui keteraturan susunan atom atau molekul dalam ruang, yang dikenal dengan kristanilitas. Kristalinitas ini terkait erat dengan struktur rantai. Semakin linier suatu rantai polimer, derajat kristalinitasnya semakin besar. Derajat kristalinitas suatu polimer dapat dihitung dengan rumus : I kristalin %X = 100 I kristalin Keterangan: %X = derajat kristalinitas + I amorf I kristalin I amorf = intensitas sinar-x dari fasa kristalin = intensitas sinar-x dari fasa amorf Bagian kristalin pada suatu difraktogram adalah bagian dengan puncak yang tajam dan intensitas yang kuat, sedangkan bagian amorf adalah bagian di bawah bagian kristalin hingga batas baseline (Rohandi, 2006) Analisis permukaan Morfologi dari permukaan suatu polimer dapat diamati dengan menggunakan mikroskop optik. Untuk mendapatkan gambaran morfologi permukaan polimer yang baik, perbesaran mikroskop diatur pada nilai tertentu. 19

4 Hasil dan pembahasan

4 Hasil dan pembahasan 4 Hasil dan pembahasan 4.1 Sintesis dan Pemurnian Polistiren Pada percobaan ini, polistiren dihasilkan dari polimerisasi adisi melalui reaksi radikal dengan inisiator benzoil peroksida (BPO). Sintesis

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Polistirena Polistirena disintesis melalui polimerisasi adisi radikal bebas dari monomer stirena dan benzoil peroksida (BP) sebagai inisiator. Polimerisasi dilakukan

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1 Analisis Sintesis PS dan Kopolimer PS-PHB Sintesis polistiren dan kopolimernya dengan polihidroksibutirat pada berbagai komposisi dilakukan dengan teknik polimerisasi radikal

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Distanoksan Sintesis distanoksan dilakukan dengan mencampurkan dibutiltimah(ii)oksida dan dibutiltimah(ii)klorida (Gambar 3.2). Sebelum dilakukan rekristalisasi, persen

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 asil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Polistiren Sintesis polistiren dilakukan dalam reaktor polimerisasi dengan suasana vakum. al ini bertujuan untuk menghindari terjadinya kontak dengan udara karena stiren

Lebih terperinci

KIMIA. Sesi. Polimer A. PENGELOMPOKAN POLIMER. a. Berdasarkan Asalnya

KIMIA. Sesi. Polimer A. PENGELOMPOKAN POLIMER. a. Berdasarkan Asalnya KIMIA KELAS XII IPA - KURIKULUM GABUNGAN 19 Sesi NGAN Polimer Polimer adalah suatu senyawa raksasa yang tersusun dari molekul kecil yang dirangkai berulang yang disebut monomer. Polimer merupakan kelompok

Lebih terperinci

3 Metodologi penelitian

3 Metodologi penelitian 3 Metodologi penelitian 3.1 Peralatan dan Bahan Peralatan yang digunakan pada penelitian ini mencakup peralatan gelas standar laboratorium kimia, peralatan isolasi pati, peralatan polimerisasi, dan peralatan

Lebih terperinci

2 Tinjauan Pusaka. 2.1 Polimer

2 Tinjauan Pusaka. 2.1 Polimer Tinjauan Pusaka. Polimer Polimer adalah molekul besar yang terbentuk dari pengulangan unit yang kecil dan sederhana. Unit ulang dari polimer biasanya sama atau hampir sama dengan monomernya. Polimer yang

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1. Sintesis Polistiren Sintesis polistiren yang diinginkan pada penelitian ini adalah polistiren yang memiliki derajat polimerisasi (DPn) sebesar 500. Derajat polimerisasi ini

Lebih terperinci

2. Tinjauan Pustaka Polymer Electrolyte Membran Fuel Cell (PEMFC) Gambar 2.1 Diagram Polymer Electrolyte Membrane Fuel Cell (PEMFC)

2. Tinjauan Pustaka Polymer Electrolyte Membran Fuel Cell (PEMFC) Gambar 2.1 Diagram Polymer Electrolyte Membrane Fuel Cell (PEMFC) 2. Tinjauan Pustaka 2.1. Polymer Electrolyte Membran Fuel Cell (PEMFC) Polymer Electrolyte Membran Fuel Cell (PEMFC) adalah salah satu tipe fuel cell yang sedang dikembangkan. PEMFC ini bekerja mengubah

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Polistiren Polistiren disintesis dari monomer stiren melalui reaksi polimerisasi adisi dengan inisiator benzoil peroksida. Pada sintesis polistiren ini, terjadi tahap

Lebih terperinci

Bab II Tinjauan Pustaka

Bab II Tinjauan Pustaka Bab II Tinjauan Pustaka 2.1 Polimer Kata polimer pertama kali digunakan oleh kimiawan Swedia Berzelius pada tahun 1833. 1 sepanjang abad 19 para kimiawan bekerja dengan polimer tanpa memiliki suatu pengertian

Lebih terperinci

2 Tinjauan Pustaka. 2.1 Polimer. 2.2 Membran

2 Tinjauan Pustaka. 2.1 Polimer. 2.2 Membran 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Polimer Polimer (poly = banyak, meros = bagian) merupakan molekul besar yang terbentuk dari susunan unit ulang kimia yang terikat melalui ikatan kovalen. Unit ulang pada polimer,

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1. Sintesis Polistiren (PS) Pada proses sintesis ini, benzoil peroksida berperan sebagai suatu inisiator pada proses polimerisasi, sedangkan stiren berperan sebagai monomer yang

Lebih terperinci

Senyawa Polimer. 22 Maret 2013 Linda Windia Sundarti

Senyawa Polimer. 22 Maret 2013 Linda Windia Sundarti Senyawa Polimer 22 Maret 2013 Polimer (poly = banyak; mer = bagian) suatu molekul raksasa (makromolekul) yang terbentuk dari susunan ulang molekul kecil yang terikat melalui ikatan kimia Suatu polimer

Lebih terperinci

3 Percobaan. 3.1 Tahapan Penelitian Secara Umum. Tahapan penelitian secara umum dapat dilihat pada diagram alir berikut :

3 Percobaan. 3.1 Tahapan Penelitian Secara Umum. Tahapan penelitian secara umum dapat dilihat pada diagram alir berikut : 3 Percobaan 3.1 Tahapan Penelitian Secara Umum Tahapan penelitian secara umum dapat dilihat pada diagram alir berikut : Gambar 3. 1 Diagram alir tahapan penelitian secara umum 17 Penelitian ini dibagi

Lebih terperinci

Dari data di atas yang tergolong polimer jenis termoplastik adalah. A. 1 dan 5 B. 2 dan 5

Dari data di atas yang tergolong polimer jenis termoplastik adalah. A. 1 dan 5 B. 2 dan 5 Latihan contoh soal dan jawaban soal polimer Berilah tanda silang (X) pada huruf A, B, C, D atau E di depan jawaban yang benar! 1. Polimer berikut yang tidak termasuk polimer alam adalah. A. tetoron B.

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Padatan TiO 2 Amorf Proses sintesis padatan TiO 2 amorf ini dimulai dengan melarutkan titanium isopropoksida (TTIP) ke dalam pelarut etanol. Pelarut etanol yang digunakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada pembuatan dispersi padat dengan berbagai perbandingan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada pembuatan dispersi padat dengan berbagai perbandingan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Pembuatan Serbuk Dispersi Padat Pada pembuatan dispersi padat dengan berbagai perbandingan dihasilkan serbuk putih dengan tingkat kekerasan yang berbeda-beda. Semakin

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa ini penggunaan plastik di Indonesia sebagai bahan kemasan pangan untuk memenuhi kebutuhan sehari hari sangat besar (mencapai 1,9 juta ton di tahun 2013) (www.kemenperin.go.id),

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang 15 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Polimer adalah makromolekul (molekul raksasa) yang tersusun dari satuan-satuan kimia sederhana yang disebut monomer, Misalnya etilena, propilena, isobutilena dan

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Polistiren Polistiren disintesis melalui polimerisasi dari monomer (stiren). Polimerisasi ini merupakan polimerisasi radikal, dengan pusat aktif berupa radikal bebas.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Plastik adalah bahan yang banyak sekali di gunakan dalam kehidupan manusia, plastik dapat di gunakan sebagai alat bantu yang relative kuat, ringan, dan mempunyai

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Poliuretan Pada penelitian ini telah dilakukan sintesis poliuretan dengan menggunakan monomer diisosianat yang berasal dari toluena diisosianat (TDI) dan monomer

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil preparasi bahan baku larutan MgO, larutan NH 4 H 2 PO 4, dan larutan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil preparasi bahan baku larutan MgO, larutan NH 4 H 2 PO 4, dan larutan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Preparasi 4.1.1 Sol Hasil preparasi bahan baku larutan MgO, larutan NH 4 H 2 PO 4, dan larutan ZrOCl 2. 8H 2 O dengan perbandingan mol 1:4:6 (Ikeda, et al. 1986) dicampurkan

Lebih terperinci

Devy Lestari ( )

Devy Lestari ( ) Devy Lestari (0404517016) KOMPETENSI DASAR Menganalisis struktur, tata nama, sifat, penggolongan dan kegunaan polimer Mengintegrasikan kegunaan polimer dalam kehidupan sehari hari dengan struktur, tata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan energi di Indonesia secara umum meningkat pesat sejalan dengan pertumbuhan penduduk, pertumbuhan perekonomian maupun perkembangan teknologi. Pemakaian energi

Lebih terperinci

SINTESIS POLIBLEND ANTARA POLISTIREN DENGAN PATI TAPIOKA SERTA KARAKTERISASINYA

SINTESIS POLIBLEND ANTARA POLISTIREN DENGAN PATI TAPIOKA SERTA KARAKTERISASINYA SINTESIS POLIBLEND ANTARA POLISTIREN DENGAN PATI TAPIOKA SERTA KARAKTERISASINYA Skripsi NURHIDAYATI NIM 10503054 PROGRAM STUDI KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5 Komposisi poliblen PGA dengan PLA (b) Komposisi PGA (%) PLA (%)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5 Komposisi poliblen PGA dengan PLA (b) Komposisi PGA (%) PLA (%) Tabel 5 Komposisi poliblen PGA dengan PLA (b) Komposisi PGA PLA A1 A2 A3 A4 65 80 95 35 05 Pembuatan PCL/PGA/PLA Metode blending antara PCL, PGA, dan PLA didasarkan pada metode Broz et al. (03) yang disiapkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 21 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Polimer Emulsi 2.1.1 Definisi Polimer Emulsi Polimer emulsi adalah polimerisasi adisi terinisiasi radikal bebas dimana suatu monomer atau campuran monomer dipolimerisasikan

Lebih terperinci

SINTESA DAN UJI BIODEGRADASI POLIMER ALAMI

SINTESA DAN UJI BIODEGRADASI POLIMER ALAMI SINTESA DAN UJI BIODEGRADASI POLIMER ALAMI Suryani Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Lhokseumawe Jl. Banda Aceh Medan Buketrata - Lhokseumawe Email : suryani_amroel@yahoo.com Abstrak Pati (khususnya

Lebih terperinci

2.6.4 Analisis Uji Morfologi Menggunakan SEM BAB III METODOLOGI PENELITIAN Alat dan Bahan Penelitian Alat

2.6.4 Analisis Uji Morfologi Menggunakan SEM BAB III METODOLOGI PENELITIAN Alat dan Bahan Penelitian Alat DAFTAR ISI ABSTRAK... i ABSTRACK... ii KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... v DAFTAR LAMPIRAN... vii DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR ISTILAH... x BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang...

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada penelitian ini telah dihasilkan homopolimer emulsi polistirena

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada penelitian ini telah dihasilkan homopolimer emulsi polistirena 36 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini telah dihasilkan homopolimer emulsi polistirena yang berwarna putih susu atau milky seperti terlihat pada gambar 4.1. Gambar 4.1 Hasil polimer emulsi

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan Dalam penelitian tugas akhir ini dibuat membran bioreaktor ekstrak kasar enzim α-amilase untuk penguraian pati menjadi oligosakarida sekaligus sebagai media pemisahan hasil penguraian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karet siklo (CNR) merupakan material turunan dari karet alam yang menjadi produk unggulan industri hilir karet. Karet siklo merupakan salah satu hasil modifikasi karet

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam era globalisasi seperti saat ini, sistem perhubungan merupakan salah satu nadi penggerak dalam menjalani satu kehidupan yang sistematik. Salah satu sistem perhubungan

Lebih terperinci

kimia MINYAK BUMI Tujuan Pembelajaran

kimia MINYAK BUMI Tujuan Pembelajaran K-13 kimia K e l a s XI MINYAK BUMI Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami definisi dan pembentukan minyak bumi. 2. Memahami fraksi-fraksi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan banyak tumbuh di Indonesia, diantaranya di Pulau Jawa, Madura, Sulawesi,

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan banyak tumbuh di Indonesia, diantaranya di Pulau Jawa, Madura, Sulawesi, II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Ubi Kayu Ubi kayu yang sering pula disebut singkong atau ketela pohon merupakan salah satu tanaman penghasil bahan makanan pokok di Indonesia. Tanaman ini tersebar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bahan makanan pada umumnya sangat sensitif dan mudah mengalami penurunan kualitas karena faktor lingkungan, kimia, biokimia, dan mikrobiologi. Penurunan kualitas bahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Plastik banyak digunakan untuk berbagai hal, di antaranya sebagai pembungkus makanan, alas makan dan minum, untuk keperluan sekolah, kantor, automotif dan berbagai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Polistiren adalah salah satu contoh polimer adisi yang disintesis dari monomer stiren. Pada suhu ruangan, polistirena biasanya bersifat termoplastik padat dan dapat

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Hasil pengukuran bilangan peroksida sampel minyak kelapa sawit dan minyak kelapa yang telah dipanaskan dalam oven dan diukur pada selang waktu tertentu sampai 96 jam

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Kopolimer Akrilonitril-Glisidil metakrilat (PAN-GMA) Pembuatan kopolimer PAN-GMA oleh peneliti sebelumnya (Godjevargova, 1999) telah dilakukan melalui polimerisasi radikal

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1 Isolasi Kitin dan Kitosan Isolasi kitin dan kitosan yang dilakukan pada penelitian ini mengikuti metode isolasi kitin dan kitosan dari kulit udang yaitu meliputi tahap deproteinasi,

Lebih terperinci

3. Metodologi Penelitian

3. Metodologi Penelitian 3. Metodologi Penelitian 3.1 Alat dan bahan 3.1.1 Alat Pada umumnya peralatan yang digunakan berada di Laboratorium Kimia Fisik Material, sedangkan untuk FTIR digunakan peralatan yang berada di Laboratorium

Lebih terperinci

k = A. e -E/RT Secara sistematis hubungan suhu dan laju reaksi dapat ditulis sebagai berikut: v 2 = 2n x v 1 dan t 2 = t 1/ 2 n

k = A. e -E/RT Secara sistematis hubungan suhu dan laju reaksi dapat ditulis sebagai berikut: v 2 = 2n x v 1 dan t 2 = t 1/ 2 n POKOK BAHASAN I. LAJU REAKSI 1.1 Pengertian Laju Reaksi Laju reaksi didefinisikan sebagai laju berkurangnya konsentrasi zat pereaksi (reaktan) atau laju bertambahnya hasil reaksi (produk) tiap satu satuan

Lebih terperinci

PROSES PEMBUATAN BIOPLASTIK BERBASIS PATI SORGUM DENGAN PENGISI BATANG SINGKONG

PROSES PEMBUATAN BIOPLASTIK BERBASIS PATI SORGUM DENGAN PENGISI BATANG SINGKONG Deskripsi PROSES PEMBUATAN BIOPLASTIK BERBASIS PATI SORGUM DENGAN PENGISI BATANG SINGKONG Bidang Teknik Invensi Invensi ini berhubungan dengan proses pembuatan bioplastik, lebih khusus lagi proses pembuatan

Lebih terperinci

POLISAKARIDA. Shinta Rosalia Dewi

POLISAKARIDA. Shinta Rosalia Dewi POLISAKARIDA Shinta Rosalia Dewi Polisakarida : polimer hasil polimerisasi dari monosakarida yang berikatan glikosidik Ikatan glikosidik rantai lurus dan rantai bercabang Polisakarida terbagi 2 : Homopolisakarida

Lebih terperinci

Hasil dan Pembahasan

Hasil dan Pembahasan Bab 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Polimer Benzilkitosan Somorin (1978), pernah melakukan sintesis polimer benzilkitin tanpa pemanasan. Agen pembenzilasi yang digunakan adalah benzilklorida. Adapun

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejak Charles Goodyear menemukan karet yang tervulkanisasi dengan menggunakan sulfur, sudah timbul keinginan peneliti untuk proses ban karet bekas agar dapat dimanfaatkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan, dimulai dari bulan

BAB III METODE PENELITIAN. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan, dimulai dari bulan 25 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan, dimulai dari bulan Januari 2011. Penelitian dilakukan di Laboratorium Fisika Material jurusan

Lebih terperinci

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam klorida 0,1 N. Prosedur uji disolusi dalam asam dilakukan dengan cara

Lebih terperinci

3 Percobaan. 3.1 Alat dan Bahan Alat Bahan

3 Percobaan. 3.1 Alat dan Bahan Alat Bahan 3 Percobaan 3.1 Alat dan Bahan 3.1.1 Alat Alat gelas yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat gelas yang umum digunakan di laboratorium kimia, seperti gelas kimia, gelas ukur, cawan petri, labu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karet alam merupakan cairan getah dari tumbuhan Hevea brasiliensis

BAB I PENDAHULUAN. Karet alam merupakan cairan getah dari tumbuhan Hevea brasiliensis BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karet alam merupakan cairan getah dari tumbuhan Hevea brasiliensis merupakan polimer alam dengan monomer isoprena. Karet alam memiliki ikatan ganda dalam konfigurasi

Lebih terperinci

A. zat pengoksidasi D. inhibitor B. zat pereduksi E. zat pembius C. katalis POLIMER, KARBOHIDRAT, PROTEIN DAN LEMAK

A. zat pengoksidasi D. inhibitor B. zat pereduksi E. zat pembius C. katalis POLIMER, KARBOHIDRAT, PROTEIN DAN LEMAK POLIMER, KARBOHIDRAT, PROTEIN DAN LEMAK 1. Diantara beberapa monomer di bawah ini : Monomer manakah yang dapat membentuk polimer adisi. A. zat pengoksidasi D. inhibitor B. zat pereduksi E. zat pembius

Lebih terperinci

Analisis Sifat Kimia dan Fisika dari Maleat Anhidrida Tergrafting pada Polipropilena Terdegradasi

Analisis Sifat Kimia dan Fisika dari Maleat Anhidrida Tergrafting pada Polipropilena Terdegradasi Analisis Sifat Kimia dan Fisika dari Maleat Anhidrida Tergrafting Reni Silvia Nasution Program Studi Kimia, Universitas Islam Negeri Ar-Raniry, Banda Aceh, Indonesia reni.nst03@yahoo.com Abstrak: Telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pada lima puluh tahun terakhir, produk-produk yang dibuat dari bahan plastik telah menjadi kebutuhan sehari-hari. Bahan plastik ini mempunyai keunggulan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. hal ini memiliki nilai konduktifitas yang memadai sebagai komponen sensor gas

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. hal ini memiliki nilai konduktifitas yang memadai sebagai komponen sensor gas 31 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sintesis material konduktor ionik MZP, dilakukan pada kondisi optimum agar dihasilkan material konduktor ionik yang memiliki kinerja maksimal, dalam hal ini memiliki nilai

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0 37 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini sampel komposit hidroksiapatit-gelatin dibuat menggunakan metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0 hari, 1 hari, 7 hari

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universita Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universita Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Hartono (1998) komposisi sampah atau limbah plastik yang dibuang oleh setiap rumah tangga adalah 9,3% dari total sampah rumah tangga. Di Jabodetabek rata-rata

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 5 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Biogas Biogas adalah gas yang terbentuk melalui proses fermentasi bahan-bahan limbah organik, seperti kotoran ternak dan sampah organik oleh bakteri anaerob ( bakteri

Lebih terperinci

Penentuan Berat Molekul (M n ) Polimer dengan Metode VIiskositas

Penentuan Berat Molekul (M n ) Polimer dengan Metode VIiskositas Penentuan Berat Molekul (M n ) Polimer dengan Metode VIiskositas 1 Ika Wahyuni, 2 Ahmad Barkati Rojul, 3 Erlin Nasocha, 4 Nindia Fauzia Rosyi, 5 Nurul Khusnia, 6 Oktaviana Retna Ningsih Abstrak Jurusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Termoplastik Elastomer (TPE) adalah plastik yang dapat melunak apabila dipanaskan dan akan kembali kebentuk semula ketika dalam keadaan dingin juga dapat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi Bahan Baku Karet Crepe

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi Bahan Baku Karet Crepe IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakterisasi Bahan Baku 4.1.2 Karet Crepe Lateks kebun yang digunakan berasal dari kebun percobaan Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Ciomas-Bogor. Lateks kebun merupakan

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA 100% %...3. transparan (Gambar 2a), sedangkan HDPE. untuk pengukuran perpanjangan Kemudian sampel ditarik sampai putus

HASIL DA PEMBAHASA 100% %...3. transparan (Gambar 2a), sedangkan HDPE. untuk pengukuran perpanjangan Kemudian sampel ditarik sampai putus 4 untuk pengukuran perpanjangan putus. Kemudian sampel ditarik sampai putus dengan kecepatan 1 mm/menit sehingga dapat diketahui besarnya gaya maksimum dan panjang sampel saat putus. Pengukuran dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG Limbah plastik sintetik menjadi salah satu permasalahan yang paling memprihatinkan di Indonesia. Jenis plastik yang beredar di masyarakat merupakan plastik sintetik

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1 Metoda Sintesis Membran Kitosan Sulfat Secara Konvensional dan dengan Gelombang Mikro (Microwave) Penelitian sebelumnya mengenai sintesis organik [13] menunjukkan bahwa jalur

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Saat ini pemanfaatan polimer telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam kehidupan manusia. Sebagai contoh yang sering kita jumpai sehari-hari adalah plastik

Lebih terperinci

Gambar 7. Jenis-jenis serat alam.

Gambar 7. Jenis-jenis serat alam. III. TINJAUAN PUSTAKA A. Serat Alam Penggunaan serat alam sebagai bio-komposit dengan beberapa jenis komponen perekatnya baik berupa termoplastik maupun termoset saat ini tengah mengalami perkembangan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN 22 BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Produksi Furfural Bonggol jagung (corn cobs) yang digunakan dikeringkan terlebih dahulu dengan cara dijemur 4-5 hari untuk menurunkan kandungan airnya, kemudian

Lebih terperinci

POLIMER. Eli Rohaeti

POLIMER. Eli Rohaeti PLIMER Eli Rohaeti PENDAULUAN Plastik, serat, bahan pelapis, perekat, cat, karet, elastomer, protein, selulosa, dll bagian dari dunia kimia polimer. Serat-serat tekstil poliester dan nilon untuk pakaian.

Lebih terperinci

3 Metodologi Penelitian

3 Metodologi Penelitian 3 Metodologi Penelitian 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di laboratorium Kelompok Keilmuan (KK) Kimia Analitik, Program Studi Kimia FMIPA Institut Teknologi Bandung. Penelitian dimulai dari

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Plastik Polyethylene Terephthalate (PET) Pada botol plastik yang transparan dan tembus pandang seperti botol air mineral, botol minuman sari buah, minyak goreng, kecap, sambal,

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.I Sintesis dan Karakterisasi Zeolit Bahan baku yang digunakan pada penelitian ini adalah kaolin alam Cicalengka, Jawa Barat, Indonesia. Kaolin tersebut secara fisik berwarna

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Preparasi selulosa bakterial dari limbah cair tahu dan sintesis kopolimer

BAB III METODE PENELITIAN. Preparasi selulosa bakterial dari limbah cair tahu dan sintesis kopolimer BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi Penelitian Preparasi selulosa bakterial dari limbah cair tahu dan sintesis kopolimer superabsorbent di bawah radiasi microwave dilakukan di Laboratorium Riset Jurusan

Lebih terperinci

3. Metodologi Penelitian

3. Metodologi Penelitian 3. Metodologi Penelitian 3.1. Tahapan Penelitian Secara Umum Secara umum, diagram kerja penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut : Monomer Inisiator Limbah Pulp POLIMERISASI Polistiren ISOLASI

Lebih terperinci

2. Karakteristik Pasta Selama Pemanasan (Pasting Properties)

2. Karakteristik Pasta Selama Pemanasan (Pasting Properties) IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK PATI SAGU DAN AREN HMT 1. Kadar Air Salah satu parameter yang dijadikan standard syarat mutu dari suatu bahan atau produk pangan adalah kadar air. Kadar air merupakan

Lebih terperinci

Bab III Metodologi. III.1 Alat dan Bahan. III.1.1 Alat-alat

Bab III Metodologi. III.1 Alat dan Bahan. III.1.1 Alat-alat Bab III Metodologi Penelitian ini dibagi menjadi 2 bagian yaitu isolasi selulosa dari serbuk gergaji kayu dan asetilasi selulosa hasil isolasi dengan variasi waktu. Kemudian selulosa hasil isolasi dan

Lebih terperinci

SPEKTROSKOPI INFRA RED & SERAPAN ATOM

SPEKTROSKOPI INFRA RED & SERAPAN ATOM SPEKTROSKOPI INFRA RED & SERAPAN ATOM SPEKTROSKOPI INFRA RED Daerah radiasi IR: 1. IR dekat: 0,78 2,5 µm 2. IR tengah: 2,5 50 µm 3. IR jauh: 50 1000 µm Daerah radiasi spektroskopi IR: 0,78 1000 µm Penggunaan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Penelitian Penelitian yang telah dilakukan bertujuan untuk menentukan waktu aging

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Penelitian Penelitian yang telah dilakukan bertujuan untuk menentukan waktu aging BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian yang telah dilakukan bertujuan untuk menentukan waktu aging optimal pada sintesis zeolit dari abu sekam padi pada temperatur kamar

Lebih terperinci

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA BAHAN AJAR KIMIA DASAR

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA BAHAN AJAR KIMIA DASAR No. BAK/TBB/SBG201 Revisi : 00 Tgl. 01 Mei 2008 Hal 1 dari 9 BAB X AIR Air merupakan komponen penting dalam bahan makanan karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, serta cita rasa makanan kita.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Pembuatan sediaan losio minyak buah merah a. Perhitungan HLB butuh minyak buah merah HLB butuh minyak buah merah yang digunakan adalah 17,34. Cara perhitungan HLB

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Penggunaan polimer dan komposit dewasa ini semakin meningkat di segala bidang. Komposit berpenguat serat banyak diaplikasikan pada alat-alat yang membutuhkan material

Lebih terperinci

contoh-contoh sifat Pengertian sifat kimia perubahan fisika perubahan kimia ciri-ciri reaksi kimia percobaan materi

contoh-contoh sifat Pengertian sifat kimia perubahan fisika perubahan kimia ciri-ciri reaksi kimia percobaan materi MATA DIKLAT : KIMIA TUJUAN : 1. Mengembangkan pengetahuan, pemahaman dan kemampuan analisis peserta didik terhadap lingkungan, alam dan sekitarnya. 2. Siswa memiliki pemahaman dan kemampuan untuk menunjang

Lebih terperinci

3 Metodologi Penelitian

3 Metodologi Penelitian 3 Metodologi Penelitian 3.1 Alat dan Bahan 3.1.1 Alat 1. Pada tahap sintesis, pemurnian, dan sulfonasi polistiren digunakan peralatan gelas, alat polimerisasi, neraca analitis, reaktor polimerisasi, oil

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang mengandung karbohidrat dan sumber kalori yang cukup tinggi, sumber vitamin (A, C,

Lebih terperinci

Manfaat Penelitian 2 TINJAUAN PUSTAKA Pati Onggok Tapioka

Manfaat Penelitian 2 TINJAUAN PUSTAKA Pati Onggok Tapioka 3 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini merupakan terobosan untuk mengurangi kelemahan dari sifat fungsional onggok tapioka, sehingga meningkatkan potensinya sebagai bahan hidrogel yang diharapkan mampu

Lebih terperinci

KARBOHIDRAT DALAM BAHAN MAKANAN

KARBOHIDRAT DALAM BAHAN MAKANAN KARBOHIDRAT KARBOHIDRAT DALAM BAHAN MAKANAN Karbohidrat banyak terdapat dalam bahan nabati, baik berupa gula sederhana, heksosa, pentosa, maupun karbohidrat dengan berat molekul yang tinggi seperti pati,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seperti asam karboksilat, karbokamida, hidroksil, amina, imida, dan gugus lainnya

BAB I PENDAHULUAN. seperti asam karboksilat, karbokamida, hidroksil, amina, imida, dan gugus lainnya 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Superabsorbent polymer (SAP) merupakan jaringan rantai polimer tiga dimensi dengan ikatan silang ringan yang membawa disosiasi gugus fungsi ionik seperti asam karboksilat,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Anorganik, Departemen Kimia, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas

BAB III METODE PENELITIAN. Anorganik, Departemen Kimia, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Pelaksanaan Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia Fisik dan Kimia Anorganik, Departemen Kimia, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Onggok Singkong Sifat-Sifat Pati

TINJAUAN PUSTAKA Onggok Singkong Sifat-Sifat Pati TINJAUAN PUSTAKA nggok Singkong Ubi kayu merupakan tanaman penghasil pangan kedua terbesar setelah padi di Indonesia, sehingga mempunyai prospek yang besar sebagai sumber karbohidrat untuk bahan pangan

Lebih terperinci

PENUNTUN PRAKTIKUM KIMIA DASAR II KI1201

PENUNTUN PRAKTIKUM KIMIA DASAR II KI1201 PENUNTUN PRAKTIKUM KIMIA DASAR II KI1201 Disusun Ulang Oleh: Dr. Deana Wahyuningrum Dr. Ihsanawati Dr. Irma Mulyani Dr. Mia Ledyastuti Dr. Rusnadi LABORATORIUM KIMIA DASAR PROGRAM TAHAP PERSIAPAN BERSAMA

Lebih terperinci

TEKNOLOGI POLIMER. Oleh: Rochmadi Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada

TEKNOLOGI POLIMER. Oleh: Rochmadi Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada KULIAH UMUM 2010 29 Desember 2010 TEKNOLOGI POLIMER Oleh: Rochmadi Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

Lebih terperinci

Gambar IV 1 Serbuk Gergaji kayu sebelum ekstraksi

Gambar IV 1 Serbuk Gergaji kayu sebelum ekstraksi Bab IV Pembahasan IV.1 Ekstraksi selulosa Kayu berdasarkan struktur kimianya tersusun atas selulosa, lignin dan hemiselulosa. Selulosa sebagai kerangka, hemiselulosa sebagai matrik, dan lignin sebagai

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut :

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut : BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Alat Alat-alat yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut : - Hot Plate Stirer Coming PC 400 D - Beaker Glass Pyrex - Hot Press Gotech - Neraca Analitik Radwag

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Limbah seperti tumpahan minyak merupakan salah satu bentuk polusi yang dapat merusak lingkungan. Dampak dari tumpahan minyak ini dapat merusak ekosistem lingkungan

Lebih terperinci

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan Bab IV asil Penelitian dan Pembahasan IV.1 Isolasi Kitin dari Limbah Udang Sampel limbah udang kering diproses dalam beberapa tahap yaitu penghilangan protein, penghilangan mineral, dan deasetilasi untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peternakan tidak akan jadi masalah jika jumlah yang dihasilkan sedikit. Bahaya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peternakan tidak akan jadi masalah jika jumlah yang dihasilkan sedikit. Bahaya 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biogas Biogas menjadi salah satu alternatif dalam pengolahan limbah, khususnya pada bidang peternakan yang setiap hari menyumbangkan limbah. Limbah peternakan tidak akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Zaki, Aboe. 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Zaki, Aboe. 2013 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Karet alam merupakan salah satu komoditi pertanian yang penting baik untuk lingkup internasional dan teristimewa bagi Indonesia. Di Indonesia karet merupakan salah

Lebih terperinci

Presentation Title PENGARUH KOMPOSISI PHENOLIC EPOXY TERHADAP KARAKTERISTIK COATING PADA APLIKASI PIPA OVERHEAD DEBUTANIZER TUGAS AKHIR MM091381

Presentation Title PENGARUH KOMPOSISI PHENOLIC EPOXY TERHADAP KARAKTERISTIK COATING PADA APLIKASI PIPA OVERHEAD DEBUTANIZER TUGAS AKHIR MM091381 TUGAS AKHIR MM091381 PENGARUH KOMPOSISI PHENOLIC EPOXY TERHADAP KARAKTERISTIK COATING PADA APLIKASI PIPA OVERHEAD DEBUTANIZER Oleh : Diego Pramanta Harvianto 2708100020 Dosen Pembimbing : Prof. Dr. Ir.

Lebih terperinci