4 Hasil dan Pembahasan
|
|
- Widya Widjaja
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Kopolimer Akrilonitril-Glisidil metakrilat (PAN-GMA) Pembuatan kopolimer PAN-GMA oleh peneliti sebelumnya (Godjevargova, 1999) telah dilakukan melalui polimerisasi radikal bebas dengan menggunakan inisiator AIBN. Pada penelitian ini, sintesis kopolimer PAN-GMA dibuat dengan cara yang sedikit berbeda yaitu dilakukan melalui polimerisasi radikal bebas dengan benzoil peroksida sebagai inisiator disertai dengan adanya aliran gas N 2. Polimerisasi teknik massa dipilih berdasarkan pada kelebihannya sebagai teknik síntesis yang paling sederhana, polimer yang dihasilkannya memiliki kemurnian yang tinggi, rendemen tinggi, dan tidak memerlukan proses pemisahan (Radiman, 24). Pada umumnya, polimerisasi radikal yang melibatkan inisiator, melewati beberapa tahap reaksi yaitu inisiasi, propagasi, dan terminasi. Tahap inisiasi merupakan tahap dimana pusat aktif mulai terbentuk. Pada tahap propagasi, pusat aktif akan bereaksi dengan monomer secara adisi kontinu. Tahap terminasi merupakan tahap dimana pusat aktif akan dinonaktifkan. Inisiator adalah senyawa yang tidak stabil terhadap panas dan akan terurai menjadi suatu radikal pada suhu tertentu serta lajunya bergantung pada strukturnya. Pada penelitian ini, digunakan benzoil peroksida (BPO) sebagai inisiator. Pada pemanasan, BPO diaktifkan melalui homolisis termal membentuk radikal-radikal benziloksi (Gambar 4.1). Radikal benzoil kemudian akan mengadisi monomer dengan membuka ikatan rangkap (vinil) monomer. Polimerisasi ini disebut juga polimerisasi vinil. O O O C O O C 2 C O Gambar 4.1. Homolisis termal BPO Reaksi samping dari inisiasi BPO mungkin saja terjadi. Reaksi samping yang diperkirakan dapat terjadi adalah: reaksi kombinasi (kebalikan) dari reaksi homolisisnya sehingga menjadi senyawa benzoil peroksida kembali, reaksi dekomposisi radikal benziloksi menjadi radikal fenil dan karbon dioksida, reaksi kombinasi radikal dan reaksi dekomposisi imbas. 21
2 Pengaruh suhu polimerisasi terhadap massa kopolimer yang diperoleh ditunjukkan pada Gambar 4.2. Rentang suhu yang digunakan adalah 6-8 C. Rentang ini didasarkan pada penelitian sebelumnya oleh Godjevargova. Dari hasil penelitian terlihat adanya hubungan yang linier antara suhu polimerisasi dengan massa kopolimer yang diperoleh. Hal ini ditunjukkan dengan nilai R 2 =,9946. Semakin tinggi suhu yang digunakan, semakin besar massa kopolimer yang diperoleh. Ini tentu saja berhubungan dengan laju reaksi polimeriasinya Massa Polimer (g) y =,1271x - 7,249 R 2 =, Suhu ( C) Gambar 4.2. Kurva pengaruh suhu terhadap hasil reaksi Polimerisasi massa dari AN menunjukkan adanya kelakuan autokatalitik meskipun pada konversi yang rendah. Akibatnya, kontrol temperatur sulit dikarenakan meningkatnya viskositas. Dengan begitu, peningkatan suhu tidak dapat mempengaruhi laju inisiasi karena tidak ada (sedikit) inisiator yang hilang. Untuk penggunaan laboratorium, metode untuk menghasilkan bagian transparan dari polimer ini dapat dilakukan dengan menggunakan inisiator seperti asam p-toluen sulfonat, AIBN, benzoil peroksida, dan campurannya. Salah satu kekurangan dari polimerisasi massa adalah terjadinya efek gel. Efek gel disebabkan karena molekul polimer berdifusi melalui medium viskos sehingga memperkecil kemampuan dua rantai panjang radikal untuk bergabung dan mengalami tahap terminasi. Pada saat konversi, kecepatan polimerisasi menjadi sangat kecil karena sistem menjadi seperti gelas, sehingga monomernya sudah tidak ada pada saat ujung pertumbuhan rantai. Secara fisik, koplimer AN-GMA yang diperoleh pada penelitian ini berupa serbuk putih dan rapuh dengan rendemen 3% dan derajat polimerisasi, DP n 335. Kebanyakan dari polimer, begitu juga kopolimer, bersifat non polar. Pemurnian PAN-GMA dilakukan menggunakan non pelarut metanol. Kopolimerisasi dengan radikal bebas utamanya menghasilkan 22
3 kopolimer acak dan amorf. Ini disebabkan karena BPO menginisiasi rantai vinil dari setiap monomer secara tidak selektif sehingga susunan rantai tidak teratur (ataktik). Mekanisme pembentukan rantai pada polimerisasi radikal dapat berlangsung melalui reaksi adisi kepalaekor, kepala-kepala, atau ekor-ekor. Pembentukan rantai polimer melalui ikatan kepala-ekor memberikan polimer yang lebih stabil daripada rantai yang terbentuk melalui ikatan kepalakepala atau ekor-ekor. Hal itu disebabkan semata-mata karena peran resonansi elektron. Adanya ikatan kepala-kepala atau ekor-ekor dalam rantai polimer menyebabkan ketidakmurnian pada produk polimer. Ketidakmurnian dari polimer ini pada dasarnya dapat ditentukan dengan melakukan degradasi polimer pada ikatan tersebut (Malcolm, 21). 4.2 Karakterisasi PAN-GMA Analisis gugus fungsi Gugus fungsi yang terdapat pada kopolimer dapat ditunjukkan dengan menggunakan spektroskopi infra merah. Analisis gugus fungsi PAN-GMA yang terbentuk dilakukan melalui FTIR-ATR. Spektrum PAN-GMA dibandingkan dengan spektrum dari masingmasing monomer AN dan GMA. Spektrum PAN-GMA yang diperoleh menyakinkan telah terjadinya penggabungan dua macam monomer yang berbeda dalam suatu rantai panjang polimer yang baru. Spektrum FTIR PAN-GMA ditunjukkan pada Gambar %T ,93 cm ,54 cm PAN-GMA /cm Gambar 4.3. Spektrum FTIR kopolimer PAN-GMA 23
4 Dari spektrum FTIR untuk kopolimer PAN-GMA terlihat adanya puncak dengan intensitas yang kecil pada bilangan gelombang 2277,93 cm -1 dimana puncak ini merupakan puncak yang berhubungan dengan vibrasi nitril. Dari spektrum overlay antara PAN-GMA dengan monomer akrilonitril (Gambar A.4) terlihat bahwa puncak nitril mengalami pergeseran dibandingkan terhadap puncak monomer awalnya. Pergeseran puncak ini disebabkan oleh terbentuknya ikatan baru yang sifatnya lebih kuat dari ikatan semula (Silverstein, 1991). Spektra ini menunjukkan bahwa akrilonitril telah berhasil dikopolimerisasi meskipun dengan konsentrasi yang rendah. Pada spektrum kopolimer PAN-GMA terlihat banyak sekali puncak yang karakteristik dengan vibrasi ikatan GMA. Hal ini dibuktikan melalui overlay spektra PAN-GMA dengan monomer GMA (Gambar A.5). Pada spektra PAN-GMA terlihat adanya puncak di 96,54 cm -1 sampai 993,34 cm -1. Puncak ini merupakan puncak yang khas untuk gugus epoksida. Ini mengindikasikan bahwa pada penelitian ini GMA juga telah terkopolimerisasi dengan baik. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kopolimer PAN-GMA telah dapat disintesis pada kondisi pengukuran yang telah diusulkan pada metodologi penelitian. 4.3 Sintesis Membran PAN-GMA Membran PAN-GMA disintesis melalui teknik inversi fasa-pengendapan dengan pencelupan (immersion precipitation). Pada penelitian ini, pembuatan membran dilakukan dengan menvariasikan konsentrasi larutan cetak membran 1% (b/b) dan 15% (b/b), serta waktu evaporasi membran (1 menit dan 25 menit). Pembuatan larutan cetak dilakukan dengan melarutkan PAN-GMA dalam DMF. Secara termodinamika, suatu polimer akan larut dengan baik apabila memenuhi dua parameter, yaitu: parameter kelarutan (δ) dan parameter antaraksi pasangan polimer-pelarut (g 12 ). Pemilihan pelarut merupakan faktor penting dalam pembuatan membran karena akan mempengaruhi struktur dan bentuk membran yang diperoleh. Untuk mendapatkan larutan cetak yang homogen, polimer dan pelarut harus memiliki parameter kelarutan (δ) yang berdekatan. Parameter kelarutan (δ) merupakan salah satu parameter yang berperan dalam proses koagulasi secara pencelupan. Parameter ini diperlukan karena pada metode inversi fasa, penyiapan membran dilakukan dengan polimer yang terlarut. Berdasarkan literatur nilai δ untuk DMF adalah sebesar 9,4 sedangkan PAN sebesar 15,4 (Mark, 1999). Nilai δ PGMA belum diketahui dari literatur karena termasuk polimer baru. Meskipun nilai δ DMF dengan PAN tidak terlalu dekat tetapi berdasarkan penelitian sebelumnya, (Godjevargova et al, 1999) dan (Hans et al, 22), PAN-GMA dapat larut dengan baik dalam DMF. 24
5 Pelarutan PAN-GMA oleh DMF terjadi melalui dua proses yaitu, penggembungan (swelling) yang lambat dan dispersi. Pada saat swelling, molekul pelarut teradsorpsi pada permukaan molekul polimer sehingga terjadi perubahan dimensi rata-rata. Molekul polimer menggembung dengan faktor δ yang berhubungan dengan antaraksi intramolekul antara segmen suatu rantai. Pada proses dispersi, polimer akan terdispersi membentuk larutan polimer dan tidak ada ikatan kimia yang putus. Polimer yang berikatan silang dapat menggembung dalam pelarut yang baik tetapi tidak dapat larut pada tahap ini. Parameter antaraksi (g 12 ) merupakan suatu koefisien tanpa dimensi yang karakteristik dari sifat polimer di dalam suatu pelarut. DMF merupakan pelarut bersifat dipolar aprotik. Berdasarkan Gambar 4.4 nilai g 12 air-dmf > air-asam asetat > air-dioksan > air-aseton > air- THF. Pencelupan larutan cetak PAN-GMA ini dalam air menyebabkan difusi pelarut DMF ke dalam air berlangsung cepat. Ini akan menghasilkan pori-pori membran dengan ukuran yang cukup besar dibanding jika menggunakan pelarut lain dengan sifat yang non polar. a : THF b : Aseton c : Dioksan d : Asam asetat e : DMF (air) Gambar 4.4. Kurva pelarut dan nonpelarut berdasarkan nilai g 12 nya (Mulder, 1996) Tahapan pembuatan membran PAN-GMA dengan teknik inversi fasa melewati beberapa tahap, diantaranya: pembuatan larutan cetak yang homogen, pencetakan larutan cetak, penguapan sebagian pelarut, pencelupan kedalam bak koagulasi, dan difusi pelarut dengan non pelarut. Penguapan sebagian pelarut diatas pelat kaca menyebabkan pelarut DMF pada lapisan atas akan mengalami difusi ke atmosfer. Ini menyebabkan lapisan atas akan kekurangan pelarut sedangkan lapisan bawahnya kaya pelarut. Faktor penguapan ini dapat dipengaruhi oleh suhu ruang dan kelembaban udara pada saat pencetakan. Pada saat pencelupan kedalam non pelarut, DMF akan mengalami difusi ke air dan meninggalkan ruang-ruang yang akan membentuk pori membran. Pada proses ini akan terjadi pemisahan fasa. Selama pemisahan fasa berlangsung, fasa yang kaya polimer akan membentuk matriks membran, sedangkan fasa yang mengandung polimer terlarut (miskin polimer) akan membentuk pori. Karena lapisan atas film memiliki sedikit pelarut daripada lapisan 25
6 bawahnya, maka lapisan atas akan mempunyai pori dengan ukuran yang lebih kecil dari lapisan bawahnya. Ukuran pori yang berbeda antara lapisan atas dan bawah membran menyebabkan membran berbentuk asimetrik. Selektifitas membran asimetrik ditentukan oleh lapisan atas (lapisan aktif) membran. Proses difusi antara pelarut dan non pelarut dapat terjadi melalui dua cara yaitu, pemisahan spontan cair-cair (instantaneous liquid-liquid demixing) dan pemisahan tertunda cair-cair (delayed onset of liquid-liquid demixing). Pada pemisahan spontan cair-cair, pemisahan terjadi secara langsung antara pelarut dan non pelarut. Porositas membran yang dihasilkan besar karena penghilangan pelarut terjadi secara cepat. Membran yang diperoleh akan memiliki lapisan atas yang berpori. Pada pemisahan tertunda cair-cair, pelarut dan non pelarut tidak langsung terpisah. Membran yang dihasilkan memiliki pori yang kecil karena penghilangan pelarut terjadi secara lambat. Pencampuran ini akan menghasilkan jenis membran dengan lapisan atas padat atau tidak berpori. Mekanisme penting dalam pencampuran cair-cair (liquid-liquid demixing) dari larutan polimer adalah pembentukan inti dan pertumbuhannya. Pembentukan inti akan stabil jika energi aktifasi untuk pembentukan inti lebih tinggi dari energi bebas permukaannya. Proses ini berlangsung secara lambat (Mulder, 1996). 4.4 Karakterisasi Membran PAN-GMA Ketahanan pelarut dan swelling membran Untuk memperoleh aplikasi recovery, membran PAN-GMA harus memiliki karakteristik sebagai membran yang tahan terhadap pelarut. Pengujian terhadap ketahanan pelarut dilakukan menggunakan pelarut metanol, benzen, dan toluen. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa membran memiliki ketahanan yang baik terhadap metanol untuk setiap variasi komposisi dan waktu evaporasi membran. Ini ditunjukkan dengan tidak terjadinya penambahan massa dan dimensi membran (swelling). Sedangkan dalan pelarut toluen dan benzen, membran mengalami perubahan massa dan juga dimensi. Hal tersebut menunjukkan bahwa membran mengalami swelling dalam pelarut toluen dan benzen. Hasil tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.5, Gambar 4.6, Gambar 4.7, dan Gambar 4.8. Pengujian ketahanan pelarut pada membran perlu dilakukan lebih lanjut dan dicoba pada jenis pelarut yang lain. 26
7 Massa membran (gr) Massa Awal Massa Akhir Metanol Toluen Benzen Pelarut Gambar 4.5. Ketahanan pelarut untuk membran M 1 Massa membran (gr) Massa Awal Massa Akhir Metanol Toluen Benzen Pelarut Gambar 4.6. Ketahanan pelarut untuk membran M 2 Massa membran (gr) Massa Awal Massa Akhir Metanol Toluen Benzen Pelarut Gambar 4.7. Ketahanan pelarut untuk membran M 3 27
8 Massa membran (gr) Massa Awal Massa Akhir Metanol Toluen Benzen Pelarut Gambar 4.8. Ketahanan pelarut untuk membran M 4 Modifikasi terhadap kopolimer dengan cara menambahkan agen ikatan silang untuk memperoleh sifat ketahanan pelarut yang lebih baik dapat dilakukan. Beberapa polimer yang dapat digunakan sebagai agen ikatan silang, diantaranya: karet silikon termodifikasi, kopolimer poliester, polimer blok atau cangkok dan lain sebagainya (Razdan et.al, 23) Pengaruh variasi komposisi membran terhadap permeabilitas ion H + Interaksi molekular yang mengatur perpindahan (transpor) melalui membran dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian, yakni polimer-polimer, polimer-air, dan air-air. Interaksi antara polimer-polimer dapat menghasilkan ruang kosong (pori) yang mengandung molekul air. Ukuran pori akan mempengaruhi interaksi antara polimer-air dan air-air. Semakin hidrofil polimer yang digunakan, maka interaksi antara polimer-air akan lebih banyak terjadi daripada interaksi air-air. Selain itu, ukuran pori pada lapisan aktif membran akan mempengaruhi proses pemisahan dari membran asimetrik. Penelitian ini merupakan studi awal terhadap membran PAN-GMA sebagai membran ultrafiltrasi untuk keperluan recovery pelarut. Sebagaimana kinerja membran yang ditentukan melalui fluks dan rejeksi pada umumnya, kinerja dari membran PAN-GMA ini belum dapat dilakukan. Hal ini disebabkan karena membran PAN-GMA yang disintesis bersifat rapuh sehingga tidak tahan terhadap kompaksi. Oleh karena itu, kinerja membran PAN-GMA ini dilakukan melalui pengukuran permeabilitas ion H + (sebagai pengganti fluks membran) dengan gradien konsentrasi sebagai gaya dorong. Laju transpor pada membran sangat dipengaruhi oleh sifat membran dan ukuran pori. Variasi komposisi membran akan mempengaruhi distribusi pori atau porositas membran. Sedangkan variasi waktu evaporasi akan mempengaruhi ukuran pori. 28
9 Terjadinya transpor ion hidrogen pada penelitian ini dilakukan dengan mengamati/mengukur perubahan ph pada larutan umpan dan permeat. Pada kompartemen umpan dari sel difusi digunakan larutan ph 2. Ini digunakan didasarkan kepada stabilitas membran PAN-GMA (stabil pada ph 2-11) sehingga penggunaan ph yang ekstrim tidak akan merusak membran. Mekanisme transpor pada membran dapat terjadi berdasarkan pada sifat fisik dan kimia membran. Berdasarkan penelitian ini, konsentrasi ion hidrogen pada kompartemen umpan semakin lama semakin menurun untuk komposisi membran yang sama. Sebaliknya, konsentrasi ion hidrogen pada kompartemen permeat semakin lama semakin meningkat. Ini mengindikasikan bahwa telah terjadi transpor ion hidrogen melalui membran, seperti yang ditunjukkan oleh Gambar C.1- C.4. Kemiringan kurva dari aluran jumlah ion H + terhadap waktu menyatakan nilai permeabilitas ion H + yang dinyatakan dalam mmol/jam. Aluran kurva permeabilitas ion H + untuk membran M 1, M 2, M 3, dan M 4 ditunjukkan pada Gambar 4.9 dan Gambar 4.1. Pada kedua kurva terlihat bahwa semakin lama waktu operasi maka semakin banyak ion H + yang berpermeasi melalui membran Membran M2 Membran M1 55 Jumlah H + (x1-3 mmol) y = 13.3x R 2 =.9772 y = x R 2 = Waktu (Jam) Gambar 4.9. Kurva permeabilitas ion H + untuk membran M 1 dan M 2 29
10 Membran M3 95 Membran M4 Jumlah H + (x1-3 mmol) y = x R 2 =.9933 y = x R 2 = Waktu (Jam) Gambar 4.1. Kurva permeabilitas ion H + untuk membran M 3 dan M 4 Nilai permeabilitas ion H + untuk masing-masing komposisi membran dirangkum dalam Tabel 3. Pada Tabel 3 terlihat bahwa untuk konsentrasi membran yang sama tetapi dengan waktu evaporasi membran yang berbeda telah memberikan nilai permeabilitas ion H + yang berbeda pula. Tabel 3. Nilai permeabilitas ion H + pada membran PAN-GMA No Kode Membran Permeabilitas ion H + P H+.1-3 (mmol/jam) 1 M 1 13,3 2 M 2 9,7 3 M 3 23,35 4 M 4 4,86 Secara umum, membran yang dievaporasi dengan waktu yang lebih lama memberikan nilai permeabilitas ion H + yang lebih kecil. Hal ini disebabkan karena semakin lama membran dievaporasi maka pelarut DMF yang teruapkan (berdifusi ke atmosfer) semakin banyak, akibatnya bagian atas membran menjadi lebih kaya polimer dan miskin pelarut sehingga pori yang terbentuk akan semakin kecil. Semakin kecilnya pori membran akan meningkatkan selektifitas membran terhadap permeasi ion H +. Hal ini terbukti dari nilai permeabilitas ion H + yang terlihat pada Tabel 3. Adapun untuk membran dengan waktu evaporasi membran yang sama tetapi berbeda konsentrasi juga telah memberikan nilai permeabilitas ion H + yang berbeda. Seperti yang terlihat pada Tabel 3 bahwa semakin besar konsentrasi membran, nilai permeabilitas ion H + yang dihasilkan semakin kecil. Hal ini disebabkan karena makin besar konsentrasi membran 3
11 mengakibatkan porositas membran berkurang sehingga hanya sedikit ion H + yang dapat melewati membran. Kurva aluran konsentrasi ion H + terhadap waktu untuk larutan umpan dan permeat (Gambar C.1- C.4), menunjukkan bahwa berkurangnya konsentrasi ion hidrogen pada umpan tidak sebanding dengan bertambahnya konsentrasi ion hidrogen pada permeat (terlihat dari kemiringan kurva yang tidak sama). Ini disebabkan karena ada sebagian ion H + yang tertahan pada permukaan membran atau terjebak didalam membran. Dengan kata lain, membran mengalami fouling. Pengadukan pada saat transpor di masing-masing kompartemen dilakukan untuk meminimalisasi terjadinya fouling pada permukaan membran Pengaruh variasi komposisi membran terhadap transpor ion OH - Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa mekanisme transpor pada membran juga dapat dipengaruhi oleh sifat kimia membran seperti kepolaran, dan sebagainya. Pengujian membran terhadap transpor ion hidroksida ini dilakukan untuk menyakinkan/memperkuat hasil transpor ion hidrogen sebelumnya, bahwa transpor yang diamati melalui pengukuran ph benar-benar disebabkan oleh berdifusinya ion hidrogen bukan oleh ion hidroksidanya. Pengujian terhadap transpor ion OH - ini dilakukan dengan menempatkan larutan ph 1 pada kompartemen umpan dan ph netral pada kompartemen permeat. Dalam selang waktu yang diamati (Gambar 4.11, Gambar 4.12, Gambar 4.13, Gambar 4.14), diperoleh kurva aluran konsentrasi ion OH - terhadap waktu relatif tidak mengalami perubahan. Ini disebabkan karena adanya barier muatan pada membran PAN-GMA. Membran PAN-GMA mengandung gugus-gugus fungsi seperti nitril, karbonil, dan epoksida yang bersifat sebagai akseptor proton. Dengan demikian, molekul-molekul yang cenderung bermuatan negatif tidak dapat berdifusi melalui membran karena adanya halangan muatan pada membran. Konsentrasi OH - (x1-6 M) 5 45 Umpan 4 Permeat Waktu (Jam) Gambar Transpor OH - untuk membran M 1 31
12 Konsentrasi OH - (x1-7 M) Umpan Permeat Waktu (Jam) Gambar Transpor OH - untuk membran M 2 Konsentrasi OH - (x1-6 M) Umpan Permeat Waktu (Jam) Gambar Transpor OH - untuk membran M 3 Konsentrasi OH - (x1-7 M) Umpan Permeat Waktu (Jam) Gambar Transpor OH - untuk membran M 4 32
13 4.4.4 Pengukuran permeabilitas metanol Penelitian sebelumnya mengenai membran PAN-GMA oleh Godjevargova dan Hans-George, memberikan hasil bahwa membran yang berbahan dasar PAN-GMA memiliki sifat-sifat yang baik dan tahan terhadap pelarut. Membran yang memiliki ketahanan terhadap pelarut memberikan aplikasi yang luas untuk proses pemisahan. Salah satu yang ingin dicoba adalah menguji membran PAN-GMA ini untuk recovery pelarut metanol pada biodesel. Pengujian membran PAN-GMA terhadap kemampuannya untuk mentransporkan metanol, pada penelitian ini dilakukan untuk memberikan gambaran awal mengenai dapat tidaknya membran ini melewatkan metanol. Penelitian lebih lanjut dapat dilakukan dengan menguji membran menggunakan campuran umpan yang sebenarnya. Berdasarkan hasil analisis GC, diperoleh aluran kurva konsentrasi metanol pada kompartemen permeat terhadap waktu, seperti pada Gambar 4.15 dan Gambar 4.16 untuk masing-masing variasi komposisi dan waktu evaporasi. Pada kedua kurva terlihat bahwa semakin lama waktu operasi maka semakin banyak metanol yang berpermeasi melalui membran Membran M2 Membran M1 3 [Metanol].1-4 (M) y = 3,69x + 6,4 R 2 =,547 y = 2,723x +,1643 R 2 =, Waktu (Jam) Gambar Permeabilitas metanol untuk membran M 1 dan M 2 33
14 14 Membran M3 12 Membran M4 [Metanol].1-4 (M) y = 1.928x +.33 R 2 =.9834 y = 1.912x -.27 R 2 = Waktu (Jam) Gambar Permeabilitas metanol untuk membran M 3 dan M 4 Permeabilitas metanol ditentukan dari kemiringan masing-masing kurva yang dinyatakan dalam M/jam. Nilai permeabilitas metanol untuk masing-masing komposisi membran dirangkum dalam Tabel 4. Fenomena yang sama seperti pada penentuan permeabilitas ion H + juga ditemukan pada permeabilitas metanol. Nilai permeabilitas sangat ditentukan oleh morfologi membran. Berdasarkan Tabel 4 terlihat bahwa membran M 1 memberikan nilai permeabilitas yang paling besar. Hal ini disebabkan karena membran M 1 memiliki ukuran pori dan distribusi pori yang besar dibandingkan membran yang lainnya. Hal ini telah dibuktikan dari hasil analisis SEM. Tabel 4. Nilai permeabilitas metanol pada membrane PAN-GMA No Kode Membran Permeabilitas metanol, P m (x 1-4 M/jam) 1 M 1 3,69 2 M 2 2,7 3 M 3 1,93 4 M 4 1, Pengaruh variasi komposisi terhadap morfologi membran Teknik analisis yang dapat memberikan gambaran jelas mengenai struktur pori membran adalah Scanning Electron Microscopy (SEM) ), namun resolusinya terbatas sekitar 5 nm. 34
15 Resolusi yang lebih tinggi dapat diperoleh dengan Transmission Electron Microscopy (TEM), tapi teknik ini tidak dapat digunakan untuk analisa membran yang basah. Gambar 4.17, Gambar 4.18, dan Gambar 4.19 menunjukkan morfologi membran PAN-GMA dengan SEM untuk setiap komposisi membran. Permukaan (perbesaran 25x) Penampang Lintang (perbesaran 15x) Gambar SEM untuk membran M 1 Permukaan (perbesaran 5x) Penampang Lintang (perbesaran 1x) Gambar SEM untuk membran M 2 35
16 Permukaan (perbesaran 1x) Penampang Lintang (perbesaran 5x) Gambar SEM untuk membran M 3 Berdasarkan, Gambar 4.17, Gambar 4.18, dan Gambar 4.19 terlihat bahwa semakin besar konsentrasi membran, permukaan dan penampang polimer akan semakin kompak dan rapat. Porositas permukaan membran pun menurun seiring dengan bertambahnya konsentrasi polimer. Peningkatan konsentrasi polimer akan mengurangi konsentrasi pelarut yang digunakan, sehingga pada saat koagulasi parsial pelarut, membran dengan konsentrasi polimer yang besar akan memiliki lapisan atas yang lebih kaya polimer, dan menghasilkan membran dengan lapisan aktif yang lebih rapat (dense). Hasil SEM untuk membran M 1 dan M 2 terlihat bahwa semakin lama membran dievaporasi maka permukaan membran semakin rapat dengan porositas membran yang juga semakin berkurang. Variasi konsentrasi membran ternyata juga memberikan morfologi membran yang berbeda. Hal ini terlihat untuk hasil SEM membran M 1 dan M 3. Dengan semakin besarnya konsentrasi menyebabkan porositas pada permukaan membran berkurang. Namun, secara kualitatif diameter pori M 3 lebih besar daripada M 1. Hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.17 dan Gambar 4.19 bahwa untuk M 3 dengan perbesaran 1x (untuk permukaan) dan 5x (untuk penampang) sudah memperlihatkan ukuran pori yang jelas. Sedangkan untuk M 1, memerlukan perbesaran hingga 25x (untuk permukaan) dan 15x (untuk penampang) untuk dapat memperlihatkan pori dengan jelas. 36
3 Metodologi Penelitian
3 Metodologi Penelitian 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di laboratorium Kelompok Keilmuan (KK) Kimia Analitik, Program Studi Kimia FMIPA Institut Teknologi Bandung. Penelitian dimulai dari
Lebih terperinci4 Hasil dan Pembahasan
4 Hasil dan Pembahasan Dalam penelitian tugas akhir ini dibuat membran bioreaktor ekstrak kasar enzim α-amilase untuk penguraian pati menjadi oligosakarida sekaligus sebagai media pemisahan hasil penguraian
Lebih terperinci4 Hasil dan Pembahasan
4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Pembuatan Membran 4.1.1 Membran PMMA-Ditizon Membran PMMA-ditizon dibuat dengan teknik inversi fasa. PMMA dilarutkan dalam kloroform sampai membentuk gel. Ditizon dilarutkan
Lebih terperinci4 Hasil dan pembahasan
4 Hasil dan pembahasan 4.1 Sintesis dan Pemurnian Polistiren Pada percobaan ini, polistiren dihasilkan dari polimerisasi adisi melalui reaksi radikal dengan inisiator benzoil peroksida (BPO). Sintesis
Lebih terperinci4. Hasil dan Pembahasan
4. Hasil dan Pembahasan 4.1. Sintesis Polistiren Sintesis polistiren yang diinginkan pada penelitian ini adalah polistiren yang memiliki derajat polimerisasi (DPn) sebesar 500. Derajat polimerisasi ini
Lebih terperinci4 Hasil dan Pembahasan
4 Hasil dan Pembahasan Bab ini terdiri dari 6 bagian, yaitu optimasi pembuatan membran PMMA, uji kinerja membran terhadap air, uji kedapat-ulangan pembuatan membran menggunakan uji Q Dixon, pengujian aktivitas
Lebih terperinci2 Tinjauan Pustaka. 2.1 Membran Pengertian membran Klasifikasi membran
2 Tinjauan Pustaka 2.1 Membran 2.1.1 Pengertian membran Secara umum, membran didefinisikan sebagai suatu lapisan tipis selektif dan semipermeabel yang berada diantara dua fasa, yaitu fasa umpan dan fasa
Lebih terperinci4. Hasil dan Pembahasan
4. Hasil dan Pembahasan 4.1 Analisis Sintesis PS dan Kopolimer PS-PHB Sintesis polistiren dan kopolimernya dengan polihidroksibutirat pada berbagai komposisi dilakukan dengan teknik polimerisasi radikal
Lebih terperinci4. Hasil dan Pembahasan
4. Hasil dan Pembahasan 4.1. Sintesis Polistiren (PS) Pada proses sintesis ini, benzoil peroksida berperan sebagai suatu inisiator pada proses polimerisasi, sedangkan stiren berperan sebagai monomer yang
Lebih terperinci4 Hasil dan Pembahasan
4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Distanoksan Sintesis distanoksan dilakukan dengan mencampurkan dibutiltimah(ii)oksida dan dibutiltimah(ii)klorida (Gambar 3.2). Sebelum dilakukan rekristalisasi, persen
Lebih terperinciBab IV Hasil dan Pembahasan
Bab IV Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Polistirena Polistirena disintesis melalui polimerisasi adisi radikal bebas dari monomer stirena dan benzoil peroksida (BP) sebagai inisiator. Polimerisasi dilakukan
Lebih terperinci4 Hasil dan Pembahasan
4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Polistiren Polistiren disintesis dari monomer stiren melalui reaksi polimerisasi adisi dengan inisiator benzoil peroksida. Pada sintesis polistiren ini, terjadi tahap
Lebih terperinci4 Hasil dan Pembahasan
4 asil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Polistiren Sintesis polistiren dilakukan dalam reaktor polimerisasi dengan suasana vakum. al ini bertujuan untuk menghindari terjadinya kontak dengan udara karena stiren
Lebih terperinci4. Hasil dan Pembahasan
4. Hasil dan Pembahasan 4.1 Metoda Sintesis Membran Kitosan Sulfat Secara Konvensional dan dengan Gelombang Mikro (Microwave) Penelitian sebelumnya mengenai sintesis organik [13] menunjukkan bahwa jalur
Lebih terperinci2 Tinjauan Pustaka. 2.1 Polimer. 2.2 Membran
2 Tinjauan Pustaka 2.1 Polimer Polimer (poly = banyak, meros = bagian) merupakan molekul besar yang terbentuk dari susunan unit ulang kimia yang terikat melalui ikatan kovalen. Unit ulang pada polimer,
Lebih terperinciUntuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam
Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam klorida 0,1 N. Prosedur uji disolusi dalam asam dilakukan dengan cara
Lebih terperinci4 Hasil dan Pembahasan
4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Padatan TiO 2 Amorf Proses sintesis padatan TiO 2 amorf ini dimulai dengan melarutkan titanium isopropoksida (TTIP) ke dalam pelarut etanol. Pelarut etanol yang digunakan
Lebih terperinci3 Metodologi Penelitian
3 Metodologi Penelitian Prosedur penelitian ini terdiri dari beberapa tahap, tahap pertama sintesis kitosan yang terdiri dari isolasi kitin dari kulit udang, konversi kitin menjadi kitosan. Tahap ke dua
Lebih terperinci3 Metodologi Percobaan
3 Metodologi Percobaan 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian tugas akhir ini dilakukan di Laboratorium Penelitian Kimia Analitik, Program Studi Kimia, FMIPA Institut Teknologi Bandung. Waktu penelitian
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Unjuk Kerja Pervaporasi Unjuk kerja pemisahan dengan pervaporasi dapat dilihat dari nilai fluks dan selektivitas pemisahan. Membran yang digunakan adalah membran selulosa
Lebih terperinci4 Hasil dan pembahasan
4 Hasil dan pembahasan 4.1 Karakterisasi Awal Serbuk Bentonit Dalam penelitian ini, karakterisasi awal dilakukan terhadap serbuk bentonit. Karakterisasi dilakukan dengan teknik difraksi sinar-x. Difraktogram
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Fabrikasi Membran PES Fabrikasi membran menggunakan bahan baku polimer PES dengan berat molekul 5200. Membran PES dibuat dengan metode inversi fasa basah yaitu
Lebih terperinciBAB 3 METODE PENELITIAN. 3.1 Alat Alat Adapun alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah: Alat-alat Gelas.
18 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Alat Alat Adapun alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah: Nama Alat Merek Alat-alat Gelas Pyrex Gelas Ukur Pyrex Neraca Analitis OHaus Termometer Fisher Hot Plate
Lebih terperinci4 Hasil dan Pembahasan
4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Polistiren Polistiren disintesis melalui polimerisasi dari monomer (stiren). Polimerisasi ini merupakan polimerisasi radikal, dengan pusat aktif berupa radikal bebas.
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada penelitian ini telah dihasilkan homopolimer emulsi polistirena
36 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini telah dihasilkan homopolimer emulsi polistirena yang berwarna putih susu atau milky seperti terlihat pada gambar 4.1. Gambar 4.1 Hasil polimer emulsi
Lebih terperinciBab III Metodologi Penelitian
Bab III Metodologi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penelitian Kimia Analitik, Program Studi Kimia FMIPA ITB sejak September 2007 sampai Juni 2008. III.1 Alat dan Bahan Peralatan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
21 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Polimer Emulsi 2.1.1 Definisi Polimer Emulsi Polimer emulsi adalah polimerisasi adisi terinisiasi radikal bebas dimana suatu monomer atau campuran monomer dipolimerisasikan
Lebih terperinciBab IV Hasil dan Pembahasan
Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1 Serbuk Awal Membran Keramik Material utama dalam penelitian ini adalah serbuk zirkonium silikat (ZrSiO 4 ) yang sudah ditapis dengan ayakan 400 mesh sehingga diharapkan
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV.1 Analisis difraksi sinar X serbuk ZrSiO 4 ZrSiO 4 merupakan bahan baku utama pembuatan membran keramik ZrSiO 4. Untuk mengetahui kemurnian serbuk ZrSiO 4, dilakukan analisis
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Pembuatan Pulp dari Serat Daun Nanas
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pembuatan Pulp dari Serat Daun Nanas Pembuatan pulp dari serat daun nanas diawali dengan proses maserasi dalam akuades selama ±7 hari. Proses ini bertujuan untuk melunakkan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teknologi membran telah banyak digunakan pada berbagai proses pemisahan dan sangat spesifik terhadap molekul-molekul dengan ukuran tertentu. Selektifitas membran ini
Lebih terperinciHasil dan Pembahasan
Bab 4 asil dan Pembahasan 4.1 Pembuatan dan Kitosan Kulit udang yang digunakan sebagai bahan baku kitosan terdiri atas kepala, badan, dan ekor. Tahapan-tahapan dalam pengolahan kulit udang menjadi kitosan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejak Charles Goodyear menemukan karet yang tervulkanisasi dengan menggunakan sulfur, sudah timbul keinginan peneliti untuk proses ban karet bekas agar dapat dimanfaatkan
Lebih terperinciHasil dan Pembahasan
Bab 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Polimer Benzilkitosan Somorin (1978), pernah melakukan sintesis polimer benzilkitin tanpa pemanasan. Agen pembenzilasi yang digunakan adalah benzilklorida. Adapun
Lebih terperinci3 Percobaan. 3.1 Bahan Penelitian. 3.2 Peralatan
3 Percobaan 3.1 Bahan Penelitian Bahan-bahan yang digunakan untuk percobaan adalah polimer PMMA, poli (metil metakrilat), ditizon, dan oksina. Pelarut yang digunakan adalah kloroform. Untuk larutan bufer
Lebih terperinciBAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Bahan Baku Ibuprofen
BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan bahan baku dilakukan untuk menjamin kualitas bahan yang digunakan dalam penelitian ini. Tabel 4.1 dan 4.2 menunjukkan hasil pemeriksaan bahan baku. Pemeriksaan
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil preparasi bahan baku larutan MgO, larutan NH 4 H 2 PO 4, dan larutan
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Preparasi 4.1.1 Sol Hasil preparasi bahan baku larutan MgO, larutan NH 4 H 2 PO 4, dan larutan ZrOCl 2. 8H 2 O dengan perbandingan mol 1:4:6 (Ikeda, et al. 1986) dicampurkan
Lebih terperinci3. Metodologi Penelitian
3. Metodologi Penelitian 3.1 Alat dan bahan 3.1.1 Alat Pada umumnya peralatan yang digunakan berada di Laboratorium Kimia Fisik Material, sedangkan untuk FTIR digunakan peralatan yang berada di Laboratorium
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia dan Laboratorium
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia dan Laboratorium Kimia Lingkungan Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI yang beralamat
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Jurusan Pendidikan
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Deskripsi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI yang beralamat di Jl. Dr. Setiabudi No.229 Bandung. Untuk keperluan
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Preparasi selulosa bakterial dari limbah cair tahu dan sintesis kopolimer
BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi Penelitian Preparasi selulosa bakterial dari limbah cair tahu dan sintesis kopolimer superabsorbent di bawah radiasi microwave dilakukan di Laboratorium Riset Jurusan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
6 HASIL DAN PEMBAHASAN Karboksimetil selulosa (CMC) merupakan salah satu turunan selulosa yang disebut eter selulosa (Nevell dan Zeronian 1985). CMC dapat larut di dalam air dingin dan air panas dan menghasilkan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Limbah seperti tumpahan minyak merupakan salah satu bentuk polusi yang dapat merusak lingkungan. Dampak dari tumpahan minyak ini dapat merusak ekosistem lingkungan
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Jurusan Pendidikan
22 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Deskripsi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI yang beralamat di Jl. Dr. Setiabudi No.229 Bandung. Untuk
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Proses polimerisasi stirena dilakukan dengan sistem seeding. Bejana
34 BAB III METODE PENELITIAN Proses polimerisasi stirena dilakukan dengan sistem seeding. Bejana reaktor diisi dengan seed stirena berupa campuran air, stirena, dan surfaktan dengan jumlah stirena yang
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. hal ini memiliki nilai konduktifitas yang memadai sebagai komponen sensor gas
31 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sintesis material konduktor ionik MZP, dilakukan pada kondisi optimum agar dihasilkan material konduktor ionik yang memiliki kinerja maksimal, dalam hal ini memiliki nilai
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Penelitian Kimia Analitik Program studi Kimia FMIPA ITB sejak bulan September 2007 hingga Juni 2008. III.1 Alat dan Bahan Peralatan
Lebih terperinciTabel 3.1 Efisiensi proses kalsinasi cangkang telur ayam pada suhu 1000 o C selama 5 jam Massa cangkang telur ayam. Sesudah kalsinasi (g)
22 HASIL PENELITIAN Kalsinasi cangkang telur ayam dan bebek perlu dilakukan sebelum cangkang telur digunakan sebagai prekursor Ca. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, kombinasi suhu
Lebih terperinciBab IV Hasil dan Pembahasan
Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1 Karakterisasi Awal Serbuk ZrSiO 4 dan ZrO 2 Serbuk ZrSiO 4 dan ZrO 2 sebagai bahan utama membran merupakan hasil pengolahan mineral pasir zirkon. Kedua serbuk tersebut
Lebih terperinci4 HASIL DAN PEMBAHASAN
14 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan glukosamin hidroklorida (GlcN HCl) pada penelitian ini dilakukan melalui proses hidrolisis pada autoklaf bertekanan 1 atm. Berbeda dengan proses hidrolisis glukosamin
Lebih terperinciKIMIA. Sesi. Polimer A. PENGELOMPOKAN POLIMER. a. Berdasarkan Asalnya
KIMIA KELAS XII IPA - KURIKULUM GABUNGAN 19 Sesi NGAN Polimer Polimer adalah suatu senyawa raksasa yang tersusun dari molekul kecil yang dirangkai berulang yang disebut monomer. Polimer merupakan kelompok
Lebih terperinci4. Hasil dan Pembahasan
4. Hasil dan Pembahasan 4.1 Isolasi Kitin dan Kitosan Isolasi kitin dan kitosan yang dilakukan pada penelitian ini mengikuti metode isolasi kitin dan kitosan dari kulit udang yaitu meliputi tahap deproteinasi,
Lebih terperinci3. Metodologi Penelitian
3. Metodologi Penelitian 3.1. Tahapan Penelitian Secara Umum Secara umum, diagram kerja penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut : Monomer Inisiator Limbah Pulp POLIMERISASI Polistiren ISOLASI
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN BaTiO 3 merupakan senyawa oksida keramik yang dapat disintesis dari senyawaan titanium (IV) dan barium (II). Proses sintesis ini dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti suhu, tekanan,
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 20%, 30%, 40%, dan 50%. Kemudian larutan yang dihasilkan diendapkan
6 didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 3.3.3 Sintesis Kalsium Fosfat Sintesis kalsium fosfat dalam penelitian ini menggunakan metode sol gel. Senyawa kalsium fosfat diperoleh dengan mencampurkan serbuk
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada pembuatan dispersi padat dengan berbagai perbandingan
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Pembuatan Serbuk Dispersi Padat Pada pembuatan dispersi padat dengan berbagai perbandingan dihasilkan serbuk putih dengan tingkat kekerasan yang berbeda-beda. Semakin
Lebih terperinciBAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sintesis dan Karakterisasi Karboksimetil Kitosan Spektrum FT-IR kitosan yang digunakan untuk mensintesis karboksimetil kitosan (KMK) dapat dilihat pada Gambar 8 dan terlihat
Lebih terperinciAnalisis Sifat Kimia dan Fisika dari Maleat Anhidrida Tergrafting pada Polipropilena Terdegradasi
Analisis Sifat Kimia dan Fisika dari Maleat Anhidrida Tergrafting Reni Silvia Nasution Program Studi Kimia, Universitas Islam Negeri Ar-Raniry, Banda Aceh, Indonesia reni.nst03@yahoo.com Abstrak: Telah
Lebih terperinci2. Tinjauan Pustaka Sel Bahan Bakar (Fuel Cell)
2. Tinjauan Pustaka 2.1 2.1 Sel Bahan Bakar (Fuel Cell) Sel bahan bakar merupakan salah satu solusi untuk masalah krisis energi. Sampai saat ini, pemakaian sel bahan bakar dalam aktivitas sehari-hari masih
Lebih terperinciBab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan
Bab IV asil Penelitian dan Pembahasan IV.1 Isolasi Kitin dari Limbah Udang Sampel limbah udang kering diproses dalam beberapa tahap yaitu penghilangan protein, penghilangan mineral, dan deasetilasi untuk
Lebih terperinci4 Hasil dan Pembahasan
4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Aktivasi Zeolit Sebelum digunakan, zeolit sebaiknya diaktivasi terlebih dahulu untuk meningkatkan kinerjanya. Dalam penelitian ini, zeolit diaktivasi melalui perendaman dengan
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk merubah karakter permukaan bentonit dari hidrofilik menjadi hidrofobik, sehingga dapat meningkatkan kinerja kitosan-bentonit
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0
37 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini sampel komposit hidroksiapatit-gelatin dibuat menggunakan metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0 hari, 1 hari, 7 hari
Lebih terperinciBab IV Hasil dan Pembahasan. IV.2.1 Proses transesterifikasi minyak jarak (minyak kastor)
23 Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1 Penyiapan Sampel Kualitas minyak kastor yang digunakan sangat mempengaruhi pelaksanaan reaksi transesterifikasi. Parameter kualitas minyak kastor yang dapat menjadi
Lebih terperinciC w : konsentrasi uap air dalam kesetimbangan, v f dan f w menyatakan laju penguapan dengan dan tanpa film di permukaan
Adanya film monomolekuler menyebabkan laju penguapan substrat berkurang, sedangkan kesetimbangan tekanan uap tidak dipengaruhi Laju penguapan dinyatakan sebagai v = m/t A (g.det -1.cm -2 ) Tahanan jenis
Lebih terperinciMetode Penelitian. 3.1 Alat dan Bahan Penelitian Daftar alat
Bab 3 Metode Penelitian Penelitian ini terdiri atas tahap pembuatan kitin dan kitosan, sintesis karboksimetil kitosan dari kitin dan kitosan, pembuatan membran kitosan dan karboksimetil kitosan, dan karakterisasi.
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Tahap 1. Analisis sifat fisika dan komposisi kimiawi selulosa pulp kayu sengon (Paraserianthes falcataria)
HASIL DAN PEMBAHASAN Tahap 1. Analisis sifat fisika dan komposisi kimiawi selulosa pulp kayu sengon (Paraserianthes falcataria) Selulosa pulp kayu sengon yang digunakan pada penelitian ini berwarna putih
Lebih terperinci3 Metodologi Penelitian
3 Metodologi Penelitian Penelitian tugas akhir ini dilakukan di Laboratorium Kimia Fisik Material dan Laboratorium Kimia Analitik Program Studi Kimia ITB, serta di Laboratorium Polimer Pusat Penelitian
Lebih terperinciBab III Metodologi. III.1 Alat dan Bahan. III.1.1 Alat-alat
Bab III Metodologi Penelitian ini dibagi menjadi 2 bagian yaitu isolasi selulosa dari serbuk gergaji kayu dan asetilasi selulosa hasil isolasi dengan variasi waktu. Kemudian selulosa hasil isolasi dan
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil percobaan pendahuluan, ditentukan lima formula
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Formulasi Granul Mengapung Teofilin Berdasarkan hasil percobaan pendahuluan, ditentukan lima formula untuk dibandingkan karakteristiknya, seperti terlihat pada Tabel
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karet siklo (CNR) merupakan material turunan dari karet alam yang menjadi produk unggulan industri hilir karet. Karet siklo merupakan salah satu hasil modifikasi karet
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Anorganik, Departemen Kimia, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Pelaksanaan Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia Fisik dan Kimia Anorganik, Departemen Kimia, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga,
Lebih terperinciPengolahan Limbah Industri Pewarnaan Jeans Menggunakan Membran Silika Nanofiltrasi Untuk Menurunkan Warna dan Kekeruhan
Pengolahan Limbah Industri Pewarnaan Jeans Menggunakan Membran Silika Nanofiltrasi Untuk Menurunkan Warna dan Kekeruhan Disusun oleh: Veny Rachmawati NRP. 3309 100 035 Dosen Pembimbing: Alia Damayanti,
Lebih terperinci4.1 Isolasi Kitin. 4 Hasil dan Pembahasan
4 asil dan Pembahasan 4.1 Isolasi Kitin Kitin banyak terdapat pada dinding jamur dan ragi, lapisan kutikula dan exoskeleton hewan invertebrata seperti udang, kepiting dan serangga. Bahan-bahan yang terdapat
Lebih terperinci3 Percobaan. 3.1 Bahan Penelitian. 3.2 Peralatan
3 Percobaan 3.1 Bahan Penelitian Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah air kelapa, gula pasir yang diperoleh dari salah satu pasar di Bandung. Zat kimia yang digunakan adalah (NH 4 ) 2
Lebih terperinciBab IV Hasil dan Pembahasan
Bab IV Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Poliuretan Pada penelitian ini telah dilakukan sintesis poliuretan dengan menggunakan monomer diisosianat yang berasal dari toluena diisosianat (TDI) dan monomer
Lebih terperinciLAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIK PERCOBAAN H-3 SOL LIOFIL
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIK PERCOBAAN H-3 SOL LIOFIL Nama : Winda Amelia NIM : 90516008 Kelompok : 02 Tanggal Praktikum : 11 Oktober 2017 Tanggal Pengumpulan : 18 Oktober 2017 Asisten : LABORATORIUM
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Etanol merupakan salah satu bahan kimia penting karena memiliki manfaat sangat luas antara lain sebagai pelarut, bahan bakar cair, bahan desinfektan, bahan baku industri,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Membran adalah sebuah penghalang selektif antara dua fase. Membran memiliki ketebalan yang berbeda- beda, ada yang tebal dan ada juga yang tipis. Ditinjau dari bahannya,
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC)
39 HASIL DAN PEMBAHASAN Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC) Hasil karakterisasi dengan Difraksi Sinar-X (XRD) dilakukan untuk mengetahui jenis material yang dihasilkan disamping menentukan
Lebih terperinciBab IV Hasil dan Pembahasan
19 Bab IV Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Biodiesel Minyak jelantah semula bewarna coklat pekat, berbau amis dan bercampur dengan partikel sisa penggorengan. Sebanyak empat liter minyak jelantah mula-mula
Lebih terperinciPengaruh Kadar Logam Ni dan Al Terhadap Karakteristik Katalis Ni-Al- MCM-41 Serta Aktivitasnya Pada Reaksi Siklisasi Sitronelal
Pengaruh Kadar Logam Ni dan Al Terhadap Karakteristik Katalis Ni-Al- MCM-41 Serta Aktivitasnya Pada Reaksi Siklisasi Sitronelal K Oleh Said Mihdar Said Hady Nrp. 1407201729 Dosen Pembimbing Dra. Ratna
Lebih terperinci3 Metodologi penelitian
3 Metodologi penelitian 3.1 Peralatan dan Bahan Peralatan yang digunakan pada penelitian ini mencakup peralatan gelas standar laboratorium kimia, peralatan isolasi pati, peralatan polimerisasi, dan peralatan
Lebih terperinciAPLIKASI MIP ( MOLECULARLY IMPRINTED POLYMER ) DENGAN METANOL SEBAGAI EKSTRAKTAN TEMPLATE DALAM SINTESISNYA UNTUK PENENTUAN KADAR KAFEIN
APLIKASI MIP ( MOLECULARLY IMPRINTED POLYMER (Agus Rahmad H) 45 APLIKASI MIP ( MOLECULARLY IMPRINTED POLYMER ) DENGAN METANOL SEBAGAI EKSTRAKTAN TEMPLATE DALAM SINTESISNYA UNTUK PENENTUAN KADAR KAFEIN
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
52 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Penambahan PEG Terhadap Ketebalan Membran Fabrikasi membran menggunakan PES dengan berat molekul 5900, dengan PEG sebagai zat aditif dan menggunakan DMAc sebagai
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap diazinon, terlebih dahulu disintesis adsorben kitosan-bentonit mengikuti prosedur yang telah teruji (Dimas,
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Pelaksanaan penelitian dimulai sejak Februari sampai dengan Juli 2010.
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Pelaksanaan penelitian dimulai sejak Februari sampai dengan Juli 2010. Sintesis cairan ionik, sulfonasi kitosan, impregnasi cairan ionik, analisis
Lebih terperinciBab IV Hasil dan Pembahasan
Bab IV Hasil dan Pembahasan Secara garis besar, penelitian ini dibagi dalam dua tahap, yaitu penyiapan aditif dan analisa sifat-sifat fisik biodiesel tanpa dan dengan penambahan aditif. IV.1 Penyiapan
Lebih terperinciSintesis Nanopartikel ZnO dengan Metode Kopresipitasi
Sintesis Nanopartikel ZnO dengan Metode Kopresipitasi NURUL ROSYIDAH Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember Pendahuluan Kesimpulan Tinjauan Pustaka
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Teknologi membran telah banyak digunakan dalam berbagai proses pemisahan dan pemekatan karena berbagai keunggulan yang dimilikinya, antara lain pemisahannya
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang
15 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Polimer adalah makromolekul (molekul raksasa) yang tersusun dari satuan-satuan kimia sederhana yang disebut monomer, Misalnya etilena, propilena, isobutilena dan
Lebih terperinciPEMURNIAN ETANOL SECARA MIKROFILTRASI MENGGUNAKAN MEMBRAN SELULOSA ESTER
KIMIA.STUDENTJOURNAL, Vol. 2, No. 1, pp. 441-447, UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG Received 3 October 2014, Accepted 3 October 2014, Published online 10 October 2014 PEMURNIAN ETANOL SECARA MIKROFILTRASI MENGGUNAKAN
Lebih terperinci3. Metodologi Penelitian
3. Metodologi Penelitian 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian telah dilakukan di Laboratorium Kimia Fisik Material, Kelompok Keilmuan Kimia Anorganik dan Fisik, Program Studi Kimia ITB dari bulan
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KOMPOSISI SAMPEL PENGUJIAN Pada penelitian ini, komposisi sampel pengujian dibagi dalam 5 grup. Pada Tabel 4.1 di bawah ini tertera kode sampel pengujian untuk tiap grup
Lebih terperinciBab IV Hasil dan Pembahasan
Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.I Sintesis dan Karakterisasi Zeolit Bahan baku yang digunakan pada penelitian ini adalah kaolin alam Cicalengka, Jawa Barat, Indonesia. Kaolin tersebut secara fisik berwarna
Lebih terperinciPEMBAHASAN. mengoksidasi lignin sehingga dapat larut dalam sistem berair. Ampas tebu dengan berbagai perlakuan disajikan pada Gambar 1.
PEMBAHASAN Pengaruh Pencucian, Delignifikasi, dan Aktivasi Ampas tebu mengandung tiga senyawa kimia utama, yaitu selulosa, lignin, dan hemiselulosa. Menurut Samsuri et al. (2007), ampas tebu mengandung
Lebih terperinciBAB IV HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN
22 BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Produksi Furfural Bonggol jagung (corn cobs) yang digunakan dikeringkan terlebih dahulu dengan cara dijemur 4-5 hari untuk menurunkan kandungan airnya, kemudian
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Performansi Kerja Membran Distilasi Vakum (VMD) Beberapa parameter yang mempengaruhi kinerja MD adalah sifat properti membran yakni porositas, tortositas, dan lainnya beserta
Lebih terperinci2. Tinjauan Pustaka Polymer Electrolyte Membran Fuel Cell (PEMFC) Gambar 2.1 Diagram Polymer Electrolyte Membrane Fuel Cell (PEMFC)
2. Tinjauan Pustaka 2.1. Polymer Electrolyte Membran Fuel Cell (PEMFC) Polymer Electrolyte Membran Fuel Cell (PEMFC) adalah salah satu tipe fuel cell yang sedang dikembangkan. PEMFC ini bekerja mengubah
Lebih terperinci2.6.4 Analisis Uji Morfologi Menggunakan SEM BAB III METODOLOGI PENELITIAN Alat dan Bahan Penelitian Alat
DAFTAR ISI ABSTRAK... i ABSTRACK... ii KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... v DAFTAR LAMPIRAN... vii DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR ISTILAH... x BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang...
Lebih terperinci