HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian I. Optimasi Proses Asetilasi pada Pembuatan Selulosa Triasetat dari Selulosa Mikrobial

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian I. Optimasi Proses Asetilasi pada Pembuatan Selulosa Triasetat dari Selulosa Mikrobial"

Transkripsi

1 HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian I. Optimasi Proses Asetilasi pada Pembuatan Selulosa Triasetat dari Selulosa Mikrobial Selulosa mikrobial kering yang digunakan pada penelitian ini berukuran 10 mesh dan berwarna putih kekuningan. Rasio bobot selulo sa mikrobial kering terhadap selulosa mikrobial basah adalah sekitar 0, Hasil analisis proksimat serbuk selulosa mikrobial yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Hasil analisis proksimat serbuk selulosa mikrobial kering Parameter analisis Nilai (%) Kadar air 3,50 Kadar abu 0,23 Kadar protein (bk) 3,50 Kadar lemak (bk) 1,14 Kadar selulosa (bk) 92,53 Serbuk selulosa mikrobial yang digunakan pada penelitian ini mempunyai kandungan selulosa yang relatif tinggi yaitu le bih dari 90% sehingga baik untuk digunakan sebagai sumber selulosa pada pembuatan selulosa triasetat. Dibandingkan dengan selulosa kayu, penggunaan selulosa mikrobial sebagai sumber selulosa relatif lebih menguntungkan karena selain selulosa mikrobial mempunyai kandungan selulosa yang relatif tinggi juga karena tidak terdapat lignin dan hemiselulosa pada selulosa mikrobial.

2 60 Menurut Fengel dan Wegener (1984) pada pulp kayu terdapat senyawa yang bukan selulosa seperti lignin dan hemiselulosa. Hemiselulosa merupakan heteropolimer sedangkan selulosa merupakan homopolimer. Pada proses asetilasi akan terjadi reaksi antara senyawa-senyawa kelompok hemiselulosa dengan anhidrida asetat. Hal ini akan mengakibatkan selulosa triasetat yang dihasilkan tidak murni karena tercampur dengan hemiselulosa asetat seperti glukomanan asetat. Serbuk selulosa mikrobial yang digunakan sebagai sumber selulosa pada proses pembuatan selulosa triasetat ini mempunyai kadar air yang relatif rendah yaitu 3,50%, seperti terlihat pada Tabel 11. Kandungan air yang tinggi pada selulosa yang akan diasetilasi tidak diinginkan. Pada proses asetilasi air yang terdapat dalam selulosa akan bereaksi dengan anhidrida asetat membentuk asam asetat. Hal ini akan menyebabkan jumlah anhidrida asetat yang akan bereaksi dengan selulosa menjadi lebih sedikit. Menurut Pine et al. (1980) secara teoritis 1 mol air akan bereaksi dengan 1 mol anhidrida asetat menghasilkan 2 mol asam asetat. Rendahnya kadar air pada selulosa mikrobial yang digunakan pada penelitian ini relatif menguntungkan karena kadar air yang rendah akan mengurangi jumlah anhidrida asetat yang dibutuhkan pada proses asetilasi selulosa menjadi selulosa triasetat. Selulosa mikrobial yang digunakan pada penelitian ini juga mempunyai kadar abu yang relatif rendah yaitu 0,23%. Hal ini juga menguntungkan karena dengan mengendalikan proses pembuatannya seperti tidak menggunakan peralatan dari logam maka selulosa triasetat yang akan dihasilkan pada proses asetilasi mempunyai kandungan abu yang rendah.

3 61 Penentuan Kondisi Aktivasi Selulosa Mikrobial Proses aktivasi selulosa bertujuan untuk menggembungkan selulosa sehingga dapat meningkatkan reaktifitas dan aksesibilitas selulosa. Proses aktivasi dapat mempercepat terjadinya pertukaran gugus hidroksil molekul selulosa dengan gugus asetil dari anhidrida asetat. Hasil perolehan selulosa triasetat (STA) pada berbagai kondisi aktivasi yang dicobakan dapat dilihat pada Tabel 12 sedangkan data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 2a. Tabel 12. Perolehan selulosa triasetat pada berbagai kondisi aktivasi Suhu aktivasi Waktu (jam) Perolehan (g/g) o C Suhu kamar Hasil pengukuran perolehan selulosa triasetat (Tabel 12) menunjukkan perolehan selulosa triasetat cenderung meningkat dengan semakin lama waktu aktivasi baik pada suhu 50 o C maupun pada suhu kamar. Diduga hal ini disebabkan oleh perendaman serbuk selulosa mikrobial dalam waktu yang lebih lama dapat menjadikan serat selulosa lebih menggembung (swelling) sehingga memudahkan masuknya pereaksi. Kondisi aktivasi selulosa mikrobial yang menghasilkan perolehan selulosa triasetat tertinggi pada penelitian ini diperoleh pada aktivasi suhu 50 o C selama 6 jam dan aktivasi pada suhu kamar selama 16 jam. Waktu aktivasi selulosa

4 62 mikrobial pada penelitian ini relatif lebih lama dibandingkan waktu aktivasi pulp kayu yang dilakukan oleh Saka dan Takanashi (1998) pada pembuatan selulosa triasetat dari pulp kayu yaitu selama satu jam. Nevel dan Zeronian (1985) menyatakan aktivasi selulosa pulp kayu umumnya dilakukan kira-kira selama 1-2 jam. Lama waktu aktivasi yang dicobakan pada penelitian ini jauh lebih rendah dibandingkan dengan lama waktu aktivasi selulosa mikrobial yang dilakukan oleh Tabuchi et al. (1998) yaitu 72 jam pada suhu kamar. Kuo et al. (1997) menyatakan waktu aktivasi selulosa bergantung pada jenis selulosa yang digunakan. Waktu aktivasi selulosa mikrobial yang lebih lama pada penelitian ini diduga terjadi karena perbedaan sifat kristalinitas selulosa mikrobial dengan selulosa dari kayu. Selulosa mikrobial mempunyai daerah kristalin yang lebih besar dibandingkan daerah amorf. White dan Brown (1988) menyatakan bahwa selulosa mikrobial bersifat kristalin, dengan derajat kristalinitas lebih besar dari 60 %, yang berarti lebih banyak terdapat daerah kristalin dibandingkan daerah amorf. Daerah kristalin merupakan bagian yang mempunyai ikatan antar rantai lebih erat dan lebih rapat (Achmadi, 1990). Daerah kristalin mempunyai sifat reaktifitas yang rendah, sehingga sukar terjadi reaksi asetilasi, sedangkan bagian amorf merupakan bagian yang lebih mudah dicapai oleh pereaksi sehingga lebih reaktif. Agar daerah kristalin dapat dicapai oleh pereaksi perlu dilakukan penggembungan (swelling) selulosa dengan menggunakan pelarut. Semakin besar daerah kristalin suatu selulosa maka semakin lama waktu yang dibutuhkan untuk menggembungkannya. Penggembungan selulosa akan menyebabkan berkurangnya ikatan antar serat selulosa, sehingga memudahkan masuknya

5 63 pereaksi. Semakin lama waktu aktivasi maka semakin banyak asam asetat yang masuk diantara serat selulosa. Keadaan ini menyebabkan reaksi asetilasi lebih mudah terjadi. Penentuan Faktor-faktor yang Berpengaruh Terhadap Perolehan STA Proses asetilasi selulosa bertujuan untuk menggantikan sebagian atau semua gugus hidroksil (OH) pada molekul selulosa dengan gugus asetil (CH 3 CO) dari anhidrida asetat sehingga membentuk selulosa asetat. Selulosa memiliki 3 gugus hidroksil per residu anhidroglukosa sehingga memungkinkan untuk menghasilkan selulosa asetat dalam bentuk monoasetat, diasetat dan triasetat. Selama proses asetilasi diharapkan semua selulosa mikrobial dapat dikonversi menjadi selulosa triasetat. Perolehan selulosa triasetat pada penelitian ini dihitung dengan cara membandingkan bobot kering selulosa triasetat yang diperoleh dengan bobot kering selulosa mikrobial yang digunakan (bk/bk). Perolehan selulosa triasetat pada tahap ini dapat dilihat pada Tabel 13. Hasil penelitian pada rancangan faktorial dan titik pusat menunjukkan respon perolehan selulosa triasetat yang dihasilkan berkisar antara 0, (g/g), seperti terlihat pada Tabel 13. Secara umum bobot kering selulosa triasetat yang dihasilkan pada penelitian ini cenderung lebih besar dari bobot selulosa mikrobial yang digunakan. Hal ini terjadi karena bobot molekul selulosa triasetat yang dihasilkan lebih besar daripada bobot molekul selulosa mikrobial yang digunakan.

6 64 Tabel 13. Perolehan selulosa triasetat pada tahap penentuan faktor -faktor yang berpengaruh pada proses asetilasi No Konsentrasi Rasio Waktu Suhu Perolehan katalis pereaksi (menit) Reaksi X1 X2 X3 X4 Selulosa (%) (X1) (X2) (X3) ( o C)(X4) triasetat (g/g) Selulosa merupakan polimer linier glukosa yang unit-unitnya terikat dengan ikatan 1,4-β-D glukopiranosa. Bila diasumsikan satu molekul selulosa terdiri atas n unit glukosa maka secara teoritis pada reaksi asetilasi sempurna, setiap 1 mol selulosa membutuhkan 3n mol anhidrida asetat dan akan menghasilkan 1 mol selulosa triasetat dan 3n mol asam asetat. Menurut Bydson (1995) selulosa triasetat hasil asetilasi sempurna

7 65 memiliki rumus empirik [C6H7O2(CH3CO)3]n. Bila diasumsikan bobot molekul selulosa mikrobial (C 6 H 7 O 2 ( OH) 3 )n adalah 162n gram/mol dan bobot molekul selulosa triasetat adalah 288n gram/mol maka setiap 1 gram selulosa mikrobial (setara dengan 0,0062/n mol selulosa mikrobial) akan menghasilkan 0,0062/n mol selulosa triasetat atau setara dengan 1,79 gram selulosa triasetat. Bila reaksi asetilasi selulosa berlangsung sempurna dan tidak terjadi degradasi selulosa maka dari setiap satu gram selulosa yang digunakan akan diperoleh selulosa triasetat sebanyak 1,79 gram. Hasil analisis keragaman terhadap perolehan selulosa triasetat (Lampiran 2b) menunjukkan faktor rasio anhidrida asetat dengan selulosa mikrobial berpengaruh secara sangat nyata (a = 0,0044) terhadap perolehan selulosa triasetat sedangkan faktor waktu asetilasi berpengaruh nyata (a = 0,0128) terhadap perolehan selulosa triasetat. Konsentrasi asam sulfat dan suhu asetilasi tidak berpengaruh nyata (a > 0,05) terhadap perolehan selulosa triasetat. Penambahan katalis asam sulfat pada proses asetilasi bertujuan untuk mempercepat terjadinya reaksi antara gugus hidroksil pada selulosa dengan anhidrida asetat. Penambahan katalis pada reaksi asetilasi akan menurunkan energi aktivasi reaksi sehingga pada waktu yang sama lebih banyak produk yang diperoleh. Energi aktivasi adalah jumlah energi yang dibutuhkan agar molekul yang bertabrakan mencapai keadaan transisi (Fesseden dan Fesseden, 1983: Pine et al., 1988). Pada penelitian ini faktor konsentrasi asam sulfat yang dicobakan pada proses asetilasi tidak berpengaruh nyata terhadap perolehan selulosa triasetat. Keadaan ini berbeda dengan yang dinyatakan oleh Ott et al. (1954) bahwa konsentrasi katalis merupakan faktor yang berpengaruh terhadap kecepatan

8 66 reaksi asetilasi. Diduga hal ini terjadi karena konsentrasi katalis yang diujikan relatif kecil (kurang dari 2%). Menurut Nevel dan Zeronian (1985) pada produksi selulosa triasetat dari pulp kayu secara komersial umumnya digunakan katalis dalam konsentrasi tinggi yaitu 7 10%. Pemilihan konsentrasi katalis lebih kecil dari 2 % dengan beda antara taraf rendah, tengah dan tinggi sebesar 0,5% dilakukan karena selulosa triasetat yang ingin diperoleh pada penelitian ini diharapkan mempunyai bobot molekul yang relatif tinggi. Menurut Ott et al. (1954) dan Kuo et al. (1997) penambahan asam sulfat dalam jumlah banyak dapat menyebabkan terjadinya kerusakan pada molekul selulosa. Penambahan asam sulfat dalam jumlah banyak pada selulosa dapat menyebabkan terjadi reaksi hidrolisis yang mengakibatkan terjadi pemutusan rantai selulosa. Hal ini akan menyebabkan selulosa triasetat yang dihasilkan mempunyai kekuatan mekanik rendah (rapuh). Selulosa triasetat yang ingin diperoleh pada penelitian ini adalah selulosa triasetat yang mempunyai derajat polimerisasi tinggi. Perlakuan suhu asetilasi yang dicobakan pada penelitian ini juga tidak berpengaruh nyata terhadap perolehan selulosa triasetat. Hal ini diduga terjadi suhu yang dicobakan relatif rendah dan beda antara suhu taraf rendah, tengah dan tinggi relatif kecil (40, 50, 60 o C). Pemilihan suhu asetilasi pada penelitian ini dibatasi tidak lebih besar dari 60 o C. Hal ini dilakukan untuk mengurangi kemungkinan terjadi degradasi molekul selulosa selama proses asetilasi sehingga selulosa triasetat yang dihasilkan diharapkan mempunyai sifat mekanik yang relatif tinggi. Menurut Nevel dan Zeronian (1985) proses asetilasi pada suhu tinggi dapat mempercepat terjadi reaksi asetilasi tetapi juga dapat menyebabkan

9 67 kerusakan pada selulosa. Kuo et al. (1997) menyatakan proses asetilasi selulosa sebaiknya dilakukan pada suhu berkisar o C. Reaksi asetilasi pada pembuatan selulosa triasetat mer upakan reaksi subsitusi. Menurut Pine et al. (1988) peningkatan suhu pada suatu reaksi kimia bertujuan meningkatkan energi kinetik molekul-molekul yang bereaksi sehingga molekul molekul tersebut bergerak lebih cepat akibatnya tumbukan antar molekul lebih banyak terjadi. Keadaan ini menyebabkan molekul-molekul tersebut mempunyai energi yang cukup untuk mencapai keadaan transisi. Pembentukan Model Linier Perolehan Selulosa Triasetat Hasil pembentukan model tahap pertama dengan menggunakan data perolehan pada rancangan faktorial dan titik pusat menunjukkan model perolehan selulosa triasetat tidak merupakan persamaan linier tetapi cenderung kuadratik. Parameter dan koefisien parameter pembentuk model linier perolehan selulosa triasetat dapat dilihat pada Lampiran 2c. Hasil uji penyimpangan model linier bersifat sangat nyata dengan nilai peluang 0,0014 (Lampiran 2d). Hal ini berarti model linier yang dibuat menyimpang dari keadaan nyata. Meskipun model ini mempunyai koefisien determinan relatif tinggi (R 2 = 0,9264), namun model yang dihasilkan tidak dapat digunakan karena tidak memenuhi syarat model yang baik. Menurut Box et al. (1978) dan Gaspersz (1995) syarat model yang baik mempunyai hasil uji penyimpangan model yang bersifat tidak nyata (a > 0,05).

10 68 Pembentukan Model Kuadratik Perolehan Selulosa Triasetat Pembuatan model kuadratik dilakukan hanya dengan menggunakan peubah yang berpengaruh nyata atau sangat nyata terhadap respon perolehan selulosa triasetat yaitu peubah rasio pereaksi anhidrida asetat terhadap selulosa mikrobial yang digunakan dan waktu reaksi asetilasi. Respon perolehan selulosa triasetat akibat pengaruh peubah rasio anhidrida asetat dan waktu asetilasi dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14. Perolehan selulosa triasetat tahap pembentukan model kuadratik pada proses asetilasi No Rasio Waktu Perolehan pereaksi (menit) X1 X2 Selulosa (v/b) (X 1 ) (X 2 ) Triasetat (g/g) 1 2, , , , , , , , , , , , Hasil analisis keragaman terhadap perolehan selulosa triasetat pada pembentukan model kuadratik (Lampiran 2e) menunjukkan peubah rasio anhidrida asetat dan waktu asetilasi berpengaruh sangat nyata terhadap

11 69 perolehan selulosa triasetat (peluang < 0,05). Bentuk hubungan dan besarnya pengaruh peubah yang dicobakan terhadap perolehan selulosa triasetat hasil asetilasi dapat dilihat dari nilai koefisien parameter penyusun model yang diperoleh. Peluang dan koefisien parameter penyusun model kuadratik kadar asetil selulosa triasetat yang dihasilkan dapat dilihat pada Lampiran 2f. Hasil uji signifikansi terhadap parameter model kuadratik perolehan selulosa triasetat menunjukkan hampir semua koefisien parameter mempunyai peluang kurang dari 0,05 (α < 0,05) kecuali interaksi antar peubah. Hal ini menunjukkan hampir semua parameter model kuadratik memberikan pengaruh yang signifikan terhadap model (Box et al., 1978; Gasperz, 1995). Persamaan kuadratik perolehan selulosa triasetat sebagai fungsi rasio anhidrida asetat dan waktu reaksi pada proses asetilasi selulosa mikrobial dapat dinyatakan seperti pada persamaan 1. Y Per STA =1, ,1659 X 1 + 0,077293X 2 0,12302 X 1 2-0,02 X 1 X 2 0,12047 X 2 2 Y Per STA = perolehan selulosa triasetat X 1 X 2 = rasio anhidrida asetat terhadap selulosa mikrobial = waktu reaksi Persamaan 1. Persamaan kuadratik perolehan selulosa triasetat yang dihasilkan sebagai pengaruh rasio anhidrida asetat dan waktu asetilasi. Persamaan kuadratik perolehan selulosa triasetat seperti pada persamaan 1 dibuat berdasarkan hasil proses asetilasi selulosa mikrobial yang dicobakan pada rasio anhidrida asetat dengan selulosa mikrobial berkisar 2,293 3,707 dan

12 70 waktu asetilasi berkisar 215,16 384,84 menit. Asetilasi dilakukan pada suhu 50 o C dengan penambahan asam sulfat sebesar 1,5%. Hasil uji kesahihan model menunjukkan model kuadratik perolehan selulosa triasetat seperti pada persamaan 1 mempunyai nilai koefisien determinan relatif tinggi yaitu 0,9927. Hal ini menunjukkan model yang dibuat dapat menjelaskan sekitar 99% dari total keragaman. Hasil uji penyimpangan model (lack of fit) menunjukkan model yang diperoleh telah sesuai dengan keadaan nyata karena nilai peluang penyimpangan model bersifat tidak nyata (peluang = ). Hasil uji penyimpangan model kuadratik perolehan selulosa triasetat dapat dilihat pada Lampiran 2f. Hasil uji asumsi residual menunjukkan bahwa plot residual menyebar secara acak disekitar nol. Pemeriksaan asumsi kenormalan juga menunjukkan plot residual mendekati garis lurus sehingga dapat disimpulkan bahwa residual telah terdistribusi secara normal. Nilai residual model kuadratik perolehan selulosa triasetat dan plot residualnya dapat dilihat pada Lampiran 2g da n 2h. Secara keseluruhan hasil analisis statistik menunjukkan persamaan kuadratik perolehan selulosa triasetat seperti pada persamaan 1 telah memenuhi uji kesahihan model (validitas). Persamaan 1 dapat digunakan untuk menduga perolehan selulosa triasetat optimum (maksimum) pada proses asetilasi selulosa mikrobial. Model ini juga dapat digunakan untuk menjelaskan hubungan antara peubah (parameter) rasio anhidrida asetat dan waktu asetilasi selulosa mikrobial terhadap perolehan selulosa triasetat.

13 71 Penentuan Nilai Optimum Perolehan Selulosa Triasetat Hasil analisis kanonik terhadap permukaan respon perolehan selulosa triasetat (Lampiran 2j) menunjukkan titik kritis terjadi pada nilai kode peubah rasio anhidrida 0, atau nilai aktual rasio anhidrida asetat 3,35 dan nilai kode waktu asetilasi 0, atau waktu aktual asetilasi 323 menit. Nilai perkiraan titik stasionari adalah 1,81. Hasil analisis nilai akar ciri (eigenvalue) menunjukkan kedua peubah mempunyai nilai akar ciri yang bernilai negatif yaitu -0, dan -0, Hal ini menunjukkan titik optimum yang diperoleh merupakan titik maksimum (Gaspersz, 1998). Hasil analisis ridge terhadap respon perolehan selulosa triasetat menunjukkan titik optimum adalah 1,81 yang terjadi pada nilai kode X1 sebesar dan X 2 sebesar atau rasio anhidrida asetat sebesar 3,35 dan waktu asetilasi 323 menit. Berdasarkan hasil optimasi diatas dapat disimpulkan perolehan maksimum selulosa triasetat pada proses ase tilasi selulosa mikrobial adalah 1,81 yang terjadi pada rasio anhidrida asetat sebesar 3,35 dan waktu asetilasi 323 menit. Analisis permukaan respon dan plot kontur respon perolehan selulosa triasetat pada proses asetilasi yang dicobakan dapat dilihat pada Gambar 10 dan Gambar 11. Gambar 10 menunjukkan titik optimum perolehan selulosa triasetat merupakan titik maksimum. Gambar 11 menunjukkan titik maksimum perolehan selulosa triasetat terjadi pada penambahan anhidrida asetat antara nilai kode 0,5 1,0 dan waktu asetilasi antara nilai kode 0,0 0,5.

14 72 Gambar 10. Permukaan respon perolehan selulosa triasetat pada proses asetilasi Rasio Anhidrida Asetat Waktu Gambar 11. Plot kontur respon perolehan selulosa triasetat pada proses asetilasi

15 73 Hasil verifikasi model kuadratik perolehan selulosa triasetat menunjukkan nilai perolehan selulosa triasetat yang dihitung dengan menggunakan persa maan 1 relatif tidak jauh berbeda dengan nilai perolehan selulosa triasetat hasil percobaan di laboratorium (Lampiran 2k). Rataan perolehan selulosa triasetat maksimum hasil percobaan pada rasio anhidrida asetat 3,35 dan waktu asetilasi 323 menit adalah 1,79 sedangkan perolehan maksimum hasil optimasi dengan menggunakan persamaan 1 pada rasio anhidrida dan waktu asetilasi yang sama adalah 1,82. Rasio anhidrida asetat terhadap selulosa mikrobial yang menghasilkan perolehan maksimum pada penelitian ini (3,35) lebih kecil dibandingkan dengan rasio anhidrida asetat yang digunakan oleh Tabuchi et al. (1998) dan Saka dan Takanashi (1998). Tabuchi et al. (1998) menambahkan anhidrida asetat sebanyak 20 kali jumlah selulosa mikrobial yang digunakan. Tabuchi et al. (1998) melakukan asetilasi selulosa mikrobial pada suhu kamar, menggunakan katalis aam sulfat sebanyak 1%. Saka dan Takanashi (1998) menambahkan anhidrida asetat sebanyak 7 kali jumlah pulp kayu yang digunakan pada pembuatan selulosa triasetat dengan menggunakan katalis asam sulfat sebesar 7%. Secara teoritis pada reaksi asetilasi sempurna, setiap 1 mol selulosa akan menghasilkan 1 mol selulosa triasetat. Bila diasumsikan bobot molekul selulosa mikrobial (C 6 H 7 O 2 ( OH) 3 )n adalah 162n gram/mol dan bobot molekul selulosa triasetat adalah 288n gram/mol maka setiap 1 gram selulosa mikrobial (setara dengan 0,0062/n mol selulosa mikrobial) akan menghasilkan 0,0062/n mol selulosa triasetat atau setara dengan 1,79 gram selulosa triasetat. Secara teoritis perolehan selulosa triasetat maksimum adalah 1,79.

16 74 Pengaruh Peubah Rasio Anhidrida Asetat terhadap Perolehan STA Persamaan 1 menunjukkan rasio anhidrida asetat merupakan peubah yang berpengaruh paling besar terhadap perolehan selulosa triasetat. Hal ini dapat dilihat dari koefisien parameter rasio anhidrida asetat yang paling besar yaitu 0,1659. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan Ott et al. (1954) yaitu rasio anhidrida asetat terhadap selulosa yang digunakan merupakan faktor yang berpengaruh pada proses pembuatan selulosa asetat. Safriani (2000) dan Darwis et al. (2003) juga menyatakan rasio anhidrida asetat terhadap selulosa mikrobial berpengaruh terhadap rendemen selulosa triasetat. Pada proses asetilasi selulosa terjadi reaksi subsitusi gugus OH pada molekul selulosa dengan gugus asetil dari anhidrida asetat. Bila satu molekul selulosa terdiri atas n unit glukosa maka secara teoritis pada reaksi asetilasi sempurna, setiap 1 mol selulosa membutuhkan 3n mol anhidrida asetat Bila diasumsikan bobot molekul selulosa mikrobial (C 6 H 7 O 2 ( OH) 3 )n adalah 162n gram/mol dan bobot molekul anhidrida asetat adalah 102 gram/mol maka setiap 1 gram selulosa mikrobial (setara dengan 0,0062/n mol selulosa mikrobial) akan membutuhkan 3 kali 0,0062/n mol anhidrida asetat atau setara dengan 1,90 gram anhidrida asetat. Reaksi asetilasi selulosa menjadi selulosa triasetat merupakan reaksi dapat balik sehingga agar reaksi berlangsung sempurna dan jumlah perolehan selulosa triasetat maksimum maka anhidrida asetat harus ditambahkan dalam jumlah berlebih. Selain itu anhidrida asetat harus ditambahkan dalam jumlah yang lebih banyak dari jumlah kebutuhan teoritis karena pada selulosa yang digunakan terdapat sejumlah air. Air akan bereaksi dengan anhidr ida asetat dan akan menghasilkan asam asetat. Semakin tinggi kadar air selulosa maka

17 75 semakin banyak anhidrida asetat yang harus ditambahkan. Secara teoritis 1 mol air akan bereaksi dengan 1 mol anhidrida asetat dan akan menghasilkan 2 mol asam asetat. Bila diketahui bobot molekul air adalah 18 gram/mol dan bobot molekul anhidrida asetat adalah 102 gram/mol maka setiap 1 gram air (setara dengan 1/18 mol air) akan bereaksi dengan 1/18 mol anhidrida asetat atau setara dengan 5,67 gram anhidrida asetat. Dapat disimpulkan bahwa agar terjadi reaksi asetilasi sempurna dan perolehan selulosa triasetat maksimum maka pereaksi anhidrida asetat harus ditambahkan dalam jumlah berlebih dari jumlah teoritis yang dibutuhkan. Meskipun penambahan jumlah pereaksi akan menambah laju terbentuknya selulosa triasetat karena akan menambah seringnya terjadi tabrakan antar molekul, namun penambahan anhidrida asetat dalam jumlah yang sangat banyak akan menyebabkan proses asetilasi kurang efisien. Dengan menggunakan persamaan kuadratik perolehan selulosa triasetat seperti pada persamaan 1 dapat diketahui secara linier peubah rasio anhidrida asetat berpengaruh positif ( ) terhadap perolehan sedangkan secara kuadratik berpengaruh negatif (-0,1230) terhadap perolehan. Hal ini menunjukkan peningkatan rasio anhidrida asetat hingga batas optimum (rasio anhidrida asetat terhadap selulosa mikrobial 3,35 v/b) dapat meningkatkan perolehan selulosa triasetat. Sebaiknya penambahan anhidrida asetat dilakukan tidak lebih dari nilai optimumnya. Pengaruh Peubah Waktu Reaksi Asetilasi Model kuadratik perolehan selulosa triasetat seperti pada persamaan 1 menunjukkan waktu reaksi merupakan peubah yang berpengaruh positif terhadap perolehan selulosa triasetat, meskipun pengaruhnya lebih kecil dibandingkan

18 76 pengaruh rasio anhidrida asetat. Koefisien parameter waktu reaksi adalah +0, sedangkan koefisien parameter rasio anhidrida asetat lebih besar yaitu +0,1659. Hasil penelitian menunjukkan waktu asetilasi berpengaruh sangat nyata terhadap perolehan selulosa triasetat. Hampir sama dengan peubah rasio anhidrida asetat, peubah waktu asetilasi berpengaruh posistif secara linier terhadap perolehan selulosa triasetat, tetapi berpengaruh negatif secara kuadratik (persamaan 1). Penambahan waktu asetilasi hingga batas optimum (323 menit) dapat meningkatkan nilai perolehan selulosa triasetat. Hal ini terjadi karena waktu asetilasi yang lebih lama dapat memberi kesempatan untuk terjadinya pertukaran gugus hidroksil dengan gugus asetil yang lebih sempurna, tetapi sampai batas waktu tertentu (setelah reaksi asetilasi sempurna) penambahan waktu reaksi tidak ada gunanya. Selulosa memiliki tiga gugus hidroksil per residu anhidroglukosa (Bydson, 1995). Gugus-gugus hidroksil tersebut terikat pada atom C nomor 2, 3 dan 6. Gugus hidroksil yang terikat pada atom C nomor 6 merupakan gugus hidroksil primer, sedangkan yang terikat pada atom C nomor 2 dan 3 merupakan gugus hidroksil sekunder. Menurut Achmadi (1990) gugus hidroksil primer mempunyai kereaktifan tertinggi. Reaksi subsitusi gugus hidroksil terjadi secara bertahap. Pada kondisi jumlah pereaksi anhidrida cukup banyak maka penambahan waktu asetilasi memberi kesempatan terjadi reaksi subsitusi lebih banyak. Proses asetilasi selulosa mikrobial sebaiknya segera dihentikan setelah semua gugus hidroksil pada selulosa digantikan oleh gugus asetil dari anhidrida

19 77 asetat. Proses asetilasi yang lebih lama dapat menyebabkan penurunan kualitas selulosa triasetat yang dihasilkan. Hasil penelitian Tabuchi et al. (1989) menunjukkan penambahan waktu reaksi pada proses asetilasi selulosa mikrobial dapat menurunkan derajat polimerisasi selulosa triasetat yang dihasilkan. Pengaruh Interaksi Antara Rasio Anhidrida Asetat dengan Waktu Asetilasi Interaksi antara peubah rasio anhidrida asetat dan waktu reaksi berpengaruh positif terhadap perolehan selulosa triasetat dengan koefisien parameter bernilai 0,02 namun pengaruhnya bersifat tidak nyata (Persamaan 1 dan Lampiran 2f). Hal ini menunjukkan semakin banyak anhidrida asetat yang terdapat dalam media asetilasi dan semakin lama waktu reaksi maka kontak antara molekul selulosa dengan molekul anhidrida asetat akan semakin banyak, sehingga semakin besar jumlah selulosa mikrobial yang terkonversi menja di selulosa triasetat. Penentuan Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Kadar Asetil Selulosa Triasetat Selulosa triasetat kering yang dihasilkan berwarna coklat tua, relatif lebih keras dan lebih padat bila dibandingkan selulosa diasetat. Hasil pengukuran kadar asetil menunjukkan selulosa triasetat yang dihasilkan mempunyai kadar asetil berkisar 44,85 46,03%. Respon kadar asetil selulosa triasetat yang dihasilkan pada proses asetilasi dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15. Respon kadar asetil selulosa triasetat pada proses asetilasi Percobaan No Rasio Waktu X 1 X 2 Kadar asetil

20 78 anhidrida asetat (X 1 ) (menit) (X 2 ) selulosa triasetat (%) Titik 1 2, Faktorial 2 3, , , Titik 5 3, Pusat 6 3, , , Titik 5 2, Bintang 6 3, , , Hasil analisis keragaman data kadar asetil selulosa triasetat (Lampiran 3a) menunjukkan peubah rasio anhidrida asetat berpengaruh nyata (a = 0,0192) terhadap kadar asetil selulosa triasetat. Faktor waktu asetilasi juga berpengaruh nyata (a = 0,0109) terhadap kadar asetil selulosa triasetat. Hal ini berbeda dengan yang dinyatakan Safriani (2000) yaitu pada pembuatan selulosa asetat dari nata de soya, rasio anhidrida asetat terhadap selulosa berpengaruh nyata terhadap kadar asetil selulosa asetat yang dihasilkan sedangkan lama asetilasi tidak berpengaruh nyata. Hasil penelitian menunjukkan semakin lama waktu asetilasi maka semakin tinggi kadar asetil selulosa triasetat yang dihasilkan. Hal ini terjadi karena semakin lama asetilasi maka semakin banyak terjadi reaksi pertukaran gugus

21 79 hidroksil pada selulosa dengan gugus asetil pada anhidrida asetat. Peningkatan rasio anhidrida asetat yang digunakan menyebabkan peningkatan kadar asetil selulosa triasetat yang dihasilkan. Hal ini terjadi karena semakin banyak anhidrida asetat yang ditambahkan maka semakin banyak gugus asetil yang tersedia dan kemungkinan terjadi reaksi antara selulosa dengan anhidrida asetat. Pembentukan Model Kadar Asetil Selulosa Triasetat pada Proses Asetilasi Pembentukan model kadar asetil selulosa triasetat dilakukan dengan menggunakan data kadar asetil selulosa triasetat pada rancangan faktorial, titik pusat dan titik bintang. Bentuk hubungan dan besarnya pengaruh peubah yang dicobakan terhadap kadar asetil selulosa triasetat hasil asetilasi dapat dilihat dari nilai koefisien parameter penyusun model yang diperoleh. Peluang dan koefisien parameter penyusun model kuadratik kadar asetil selulosa triasetat pada proses asetilasi selulosa mikrobial dapat dilihat pada Lampiran 3b. Hampir semua parameter penyusun model kuadratik kadar asetil berpengaruh sangat nyata atau nyata terhadap kadar asetil selulosa triasetat. Hanya parameter interaksi antara rasio anhidrida asetat dengan waktu asetilasi yang tidak nyata pengaruhnya. Hubungan antara peubah rasio anhidrida asetat dengan selulosa mikrobial dan waktu asetilasi terhadap kadar asetil selulosa triasetat yang dihasilkan pada proses asetilasi dapat dinyatakan seperti pada persamaan 2. Y asetil STA = 45, ,232123X 1 + 0, X 2 0,277741X 1 2-0,050771X 1 X 2 0, X 2 2 Y asetil STA : Kadar asetil selulosa triasetat (%) X 1 X 2 : rasio anhidrida asetat : waktu asetilasi

22 80 Persamaan 2. Model kuadratik kadar asetil selulosa triasetat yang dihasilkan sebagai pengaruh rasio anhidrida asetat dan waktu asetilasi. Model kuadratik kadar asetil selulosa triasetat seperti pada persamaan 2 dibuat berdasarkan hasil proses asetilasi selulosa mikrobial yang dicobakan pada rasio anhidrida asetat dengan selulosa mikrobial berkisar 2,293 3,707 dan waktu asetilasi berkisar 215,16 384,84 menit. Asetilasi dilakukan pada suhu 50 o C dengan penambahan asam sulfat sebesar 1,5%. Pengujian Model Kuadratik Kadar Asetil Selulosa Triasetat pada Asetilasi Hasil uji kesahihan model menunjukkan model kuadratik kadar asetil pada proses asetilasi seperti pada persamaan 2 mempunyai nilai koefisien determinan relatif tinggi yaitu 0,9066. Hal ini menunjukkan hanya sekitar 9% dari total keragaman yang tidak dapat dijelaskan oleh model, sebaliknya sekitar 91% dari total keragaman dapat dijelaskan oleh model kuadratik seperti persamaan 2. Hasil uji penyimpangan model (lack of fit) menunjukkan model kuadratik yang diperoleh mempunyai nilai peluang penyimpangan model bersifat tidak nyata (a = 0,4695). Sesuai dengan Box et al. (1978) hal ini menunjukkan model kuadratik kadar asetil selulosa triasetat seperti pada persamaan 2 yang

23 81 diperoleh telah sesuai dengan keadaan nyata. Hasil uji penyimpangan model kuadratik kadar asetil selulosa triasetat dapat dilihat pada Lampiran 3c. Hasil uji asumsi residual terhadap model kuadratik kadar asetil selulosa triasetat menunjukkan bahwa plot residual menyebar secara acak disekitar nol. Pemeriksaan asumsi kenormalan juga menunjukkan plot residual mendekati garis lurus sehingga dapat disimpulkan bahwa residual telah terdistribusi secara normal. Nilai residual model kuadratik kadar asetil selulosa triasetat pada proses asetilasi selulosa mikrobial dan plot kenormalan dapat dilihat pada Lampiran 3d dan Lampiran 3e. Berdasarkan hasil uji kesahihan model yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa model kuadratik kadar asetil selulosa triasetat pada proses asetilasi selulosa mikrobial seperti pada persamaan 2 dapat digunakan untuk menentukan titik optimum (maksimum) kadar asetil selulosa triasetat. Penentuan Kadar Asetil Selulosa Triasetat Optimum Hasil analisis kanonik terhadap permukaan respon kadar asetil selulosa triasetat menunjukkan titik kritis terjadi pada nilai kode peubah rasio anhidrida 0, dan nilai kode waktu asetilasi 0, Nilai perkiraan kadar asetil pada titik stasionari adalah 45,87 %. Hasil analisis nilai akar ciri (eigenvalue) menunjukkan bahwa kedua peubah mempunyai nilai akar ciri bernilai negatif yaitu -0, dan -0, Hal ini menunjukkan titik stasioner merupakan titik maksimum (optimum). Hasil analisis ridge terhadap permukaan respon kadar asetil menunjukkan titik optimum diperoleh pada nilai kode X1 sebesar 0, dan X 2 sebesar 0, atau rasio anhidrida asetat sebesar 3,17 dan

24 82 waktu asetilasi 315 menit dengan nilai kadar asetil 45,87%. Berdasarkan hasil analisis kanonik dan analisis ridge diatas dapat disimpulkan nilai maksimum kadar asetil selulosa triasetat pada proses asetilasi adalah 45,87% yang terjadi pada rasio anhidrida asetat 3,17 dan waktu asetilasi 315 menit. Analisis permukaan respon dan plot kontur respon kadar asetil selulosa triasetat pada proses asetilasi selulosa mikrobial seperti Gambar 12 dan Gambar 13, juga menunjukkan terdapat titik maksimum kadar asetil selulosa triasetat. Gambar 12 menunjukkan titik optimum kadar asetil selulosa triasetat yang diperoleh merupakan titik maksimum. Gambar 13 menunjukkan titik maksimum kadar asetil selulosa triasetat terjadi pada penambahan anhidrida asetat antara nilai kode 0,0 0,5 dan waktu asetilasi antara nilai kode 0,0 0,5. Hasil verifikasi terhadap model kuadratik kadar asetil selulosa triasetat pada proses asetilasi menunjukkan selulosa triasetat yang dihasilkan pada percobaan asetilasi di laboratorium pada suhu 50 o C, konsentrasi katalis 1,5%, rasio anhidrida asetat terhadap selulosa mikrobial sebesar 3,17 dan waktu asetilasi 315 menit mempunyai kadar asetil 45,78%. Nilai ini relatif tidak jauh berbeda dengan nilai kadar asetil selulosa triasetat hasil perhitungan dengan menggunakan persamaan 2 yaitu 45,80 % (Lampiran 3f).

25 83 Gambar 12. Permukaan respon kadar asetil selulosa triasetat pada proses asetilasi 2.0 Kd. Asetil (%) Asetilasi Rasio Anhidrida Asetat Waktu asetilasi Gambar 13. Plot kontur respon kadar asetil selulosa triasetat pada proses asetilasi

26 84 Rasio anhidrida asetat terhadap selulosa mikrobial yang menghasilkan nilai maksimum perolehan selulosa triasetat yaitu 3,35 relatif tidak berbeda dengan rasio anhidrida asetat yang menghasilkan nilai maksimum kadar asetil selulosa triasetat yaitu 3,17. Waktu asetilasi yang menghasilkan nilai maksimum perolehan selulosa triasetat yaitu 323 menit juga relatif tidak berbeda dengan rasio anhidrida asetat yang menghasilkan nilai maksimum kadar asetil selulosa triasetat yaitu 315 menit. Berdasarkan hal ini maka kondisi optimum pembuata n selulosa triasetat dari selulosa mikrobial adalah pada rasio anhidrida asetat terhadap selulosa mikrobial sebesar 3,35 (v/b) dan waktu reaksi asetilasi 323 menit. Hasil optimasi menunjukkan kondisi proses asetilasi optimum terjadi pada rasio anhidrida 3,17. Secara teoritis untuk mengasetilasi secara sempurna satu gram selulosa hanya dibutuhkan anhidrida asetat sebanyak 1,90 gram. Rasio anhidrida asetat optimum yang diperoleh lebih tinggi dari rasio anhidrida asetat yang dibutuhkan secara teoritis. Hal ini terjadi karena dua hal yaitu pertama karena reaksi asetilasi merupakan reaksi dapat balik, sehingga untuk menjaga reaksi berlangsung kearah kanan maka harus ditambahkan anhidrida dalam jumlah berlebih. Penyebab kedua adalah adanya sejumlah air di dalam media asetilasi yang terikut bersama selulosa. Selulosa mikrobial yang digunakan mempunyai kadar air sekitar 3 5 %. Anhidrida asetat yang ditambahkan akan segera bereaksi dengan air membentuk asam asetat. Secara teoritis setiap satu gram air akan membutuhkan 5,65 gram anhidrida asetat.

27 85 Pengaruh Peubah Rasio Anhidrida Asetat terhadap Kadar Asetil STA Model kuadratik kadar asetil selulosa triasetat yang dihasilkan pada proses asetilasi selulosa mikrobial seperti pada persamaan 2 menunjukkan rasio anhidrida asetat merupakan peubah yang berpengaruh paling besar terhadap kadar asetil STA. Hal ini dapat dilihat dari koefisien parameter rasio anhidrida asetat yang paling besar yaitu 0, Peubah rasio anhidrida asetat berpengaruh nyata ( α = 0,0189) terhadap kadar asetil selulosa triasetat (Lampiran 3b). Anhidrida asetat merupakan pereaksi yang berperanan sangat penting pada reaksi asetilasi. Selama reaksi asetilasi gugus asetil pada anhidrida asetat akan menggantikan gugus hidroksil pada selulosa. Agar reaksi asetilasi berlangsung sempurna maka untuk menggantikan 3 gugus hidroksil pada selulosa dibutuhkan anhidrida dalam jumlah yang cukup. Secara teoritis untuk menggantikan 3 gugus hidroksil pada 1 mol selulosa dibutuhkan 3 mol anhidrida asetat atau setiap satu gram selulosa membutuhkan 1,90 gram anhidrida asetat. Namun karena reaksi asetilasi merupakan reaksi dapat balik dan adanya sejumlah air yang terikut bersama selulosa maka anhidrida asetat harus ditambahkan dalam jumlah berlebih. Jika jumlah anhidrida asetat yang tersedia kurang dari yang dibutuhkan maka tidak terjadi reaksi asetilasi yang sempurna, kemungkinan produk yang dihasilkan bukanlah selulosa triasetat tetapi selulosa diasetat atau selulosa monoasetat. Darwis et al. (2003) juga menyatakan faktor rasio anhidrida asetat terhadap selulosa mikrobial berpengaruh terhadap kadar asetil selulosa triasetat yang dihasilkan. Selanjutnya Darwis et al. (2003) menyatakan kadar asetil selulosa triasetat akan meningkat dengan meningkatnya rasio anhidrida asetat

28 86 dari 1:2 menjadi 1:3. Selulosa triasetat yang dihasilkan pada penelitian Darwis et al. (2003) sekitar 43%. Model kuadratik kadar asetil selulosa triasetat seperti pada persamaan 2 menunjukkan secara linier peubah rasio anhidrida asetat berpengaruh positif terhadap kadar asetil sedangkan secara kuadratik berpengaruh negatif terhadap kadar asetil selulosa triasetat. Hal ini menunjukkan peningkatan rasio anhidrida asetat hingga batas optimum (3,17) dapat meningkatkan kadar asetil selulosa triasetat. Penambahan anhidrida asetat diatas batas optimum akan menyebabkan proses asetilasi kurang efisien Pengaruh Peubah Waktu Reaksi terhadap Kadar Asetil STA Peubah waktu reaksi berpengaruh secara nyata (a = 0,0251) terhadap kadar asetil selulosa triasetat yang dihasilkan (Lampiran 3b). Model kuadratik kadar asetil selulosa triasetat seperti pada persamaan 2 menunjukkan secara linier waktu reaksi berpengaruh positif terhadap kadar asetil selulosa triasetat, namun secara kuadratik berpengaruh negatif terhadap kadar asetil selulosa triasetat. Hal ini menunjukkan penambahan waktu reaksi asetilasi hingga batas optimum (315 menit) dapat meningkatkan kadar asetil selulosa triasetat. Penambahan waktu reaksi akan memberi kesempatan terjadi tumbukan antar molekul semakin banyak sehingga molekul-molekul mempunyai energi yang semakin tinggi yang memungkinkan terjadi reaksi kimia. Reaksi subsitusi gugus hidroksil oleh gugus asetil berlangsung secara bertahap. Pada tahap awal akan terjadi reaksi subsitusi pada gugus hidroksil primer, selanjutnya terjadi reaksi subsitusi pada gugus hidroksil sekunder.

29 87 Penambahan waktu asetilasi hingga batas optimum akan memungkinkan terjadi pergantian gugus hidroksil yang lebih banyak sehingga terjadi peningkatan jumlah gugus asetil pada selulosa triasetat yang berakibat tingginya kadar asetil selulosa triasetat yang dihasilkan. Dibandingkan dengan peubah rasio anhidrida asetat maka peubah waktu reaksi berpengaruh lebih kecil. Penambahan waktu reaksi akan efektif untuk meningkatkan kadar asetil selulosa triasetat apabila terdapat jumlah anhidrida asetat yang mencukupi.

30 88 Penelitian II. Optimasi Proses Hidrolisis Selulosa Triasetat menjadi Selulosa Diasetat Selulosa diasetat atau disebut juga selulosa asetat sekunder dibuat dengan cara menghidrolisis selulosa triasetat (selulosa asetat primer). Proses hidrolisis selulosa triasetat bertujuan untuk menurunkan derajat subsitusi atau kadar asetil selulosa triasetat hingga tingkat tertentu. Pada penelitian ini selulosa asetat sekunder yang ingin diperoleh mempunyai kadar asetil berkisar 37% - 40%. Hal ini berkaitan dengan penelitian tahap ketiga yaitu pembuatan membran ultrafiltrasi dari selulosa diasetat mikrobial. Larutan selulosa triasetat yang dihidrolisis pada penelitian tahap ke dua ini dibuat berdasarkan kondisi optimum yang diperoleh pada penelitian tahap pertama. Penentuan Taraf Faktor Suhu dan Waktu Hidrolisis Penentuan taraf rendah dan tinggi dari suatu faktor pada penelitian yang menggunakan Metoda Permukaan Respon-Rancangan Komposit Pusat merupakan salah satu hal yang penting. Penentuan taraf rendah dan tinggi dari faktor suhu dan waktu hidrolisis ditentukan berdasarkan hasil yang diperoleh pada percobaan hidrolisis larutan selulosa triasetat mikrobial pada suhu 40, 50, 60 dan 70 o C selama 2, 4, 6, 8 dan 10 jam. Selulosa triasetat yang akan dihidrolisis mempunyai kadar asetil rata-rata 45,70%. Hasil percobaan pada tahap penentuan taraf faktor suhu dan waktu hidrolisis menunjukkan selulosa asetat sekunder yang dihasilkan pada proses hidrolisis suhu o C selama 2 10 jam mempunyai kadar asetil berkisar

31 89 38,12 44,94%. Hasil pengukuran kadar asetil selulosa diasetat yang dihasilkan pada proses hidrolisis suhu o C selama 2 10 jam dapat dilihat pada Lampiran 4a. Kadar asetil selulosa asetat sekunder yang dihasilkan cenderung semakin menurun dengan semakin tinggi suhu hidrolisis. Demikian juga dengan waktu hidrolisis, kadar asetil selulosa asetat sekunder yang dihasilkan cenderung semakin turun dengan semakin lama reaksi hidrolisis. Hubungan antara suhu dan waktu hidrolisis dengan kadar asetil selulosa asetat sekunder yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar Kd. Asetil (%) Waktu (jam) Gambar 14. Hubungan antara suhu dan waktu hidrolisis dengan kadar asetil selulosa asetat sekunder yang dihasilkan.

32 90 Penampakan fisik selulosa diasetat yang dihasilkan pada proses hidrolisis suhu 70 o C relatif berbeda dengan penampakan fisik selulosa diasetat yang dihidrolisis pada suhu 40 o C dan 50 o C. Selulosa diasetat yang dihasilkan pada suhu 70 o C bersifat rapuh dan mudah hancur, sedangkan selulosa diasetat yang dihasilkan pada suhu 40 o C dan 50 o C relatif lebih keras dan sukar dihancurkan. Hal ini menunjukkan selulosa diasetat yang dihasilkan pada suhu 70 o C mempunyai kekuatan mekanik yang lebih rendah dibandingkan dengan selulosa diasetat yang dihasilkan pada suhu 40 o C dan 50 o C. Dikaitkan dengan penelitian tahap ketiga (pembuatan membran dari selulosa diasetat mikrobial) maka selulosa diasetat yang ingin diperoleh pada tahap hidrolisis adalah selulosa diasetat yang mempunyai kekuatan mekanik relatif tinggi. Berdasarkan hasil yang diperoleh pada tahap penentuan taraf suhu dan waktu hidrolisis ini maka ditentukan taraf rendah dan tinggi untuk faktor suhu hidrolisis adalah 40 o C dan 60 o C sedangkan taraf rendah dan tinggi untuk faktor waktu hidrolisis adalah 360 menit dan 840 menit. Penentuan Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Kadar Asetil Selulosa Diasetat pada Proses Hidrolisis Pada tahap penentuan faktor-faktor yang berpengaruh pada proses hidrolisis ini telah dicobakan 4 faktor yaitu rasio air terhadap selulosa mikrobial, waktu hidrolisis, konsentrasi asam sulfat dan suhu hidrolisis. Hasil pengukuran kadar asetil selulosa diasetat yang dihasilkan (pada rancangan titik faktorial dan titik pusat) menunjukkan selulosa diasetat hasil hidrolisis mempunyai kadar asetil berkisar

33 91 36,00% - 43,65%. Kadar asetil selulosa diasetat yang dihasilkan pada rancangan faktorial dan titik pusat dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16. Kadar asetil selulosa diasetat yang dihasilkan pada proses hidrolisis (rancangan faktorial dan titik pusat) Rasio Air (v/b) Waktu (menit) Asam sulfat (%) Suhu ( o C) Nilai kode Kadar asetil Selulosa X1 X2 X3 X4 X1 X2 X3 X4 Diasetat (%) Titik Faktorial Titik pusat

34 92 Hasil analisis keragaman terhadap kadar asetil selulosa diasetat pada rancangan faktorial dan titik pusat (Lampiran 4b) menunjukkan 3 faktor yang dicobakan berpengaruh sangat nyata terhadap terhadap kadar asetil selulosa diasetat yaitu waktu hidrolisis, konsentrasi katalis dan suhu hidrolisis. Sedangkan faktor rasio air terhadap selulosa mikrobial berpengaruh nyata terhadap kadar asetil selulosa diasetat. Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan Kirk dan Othmer (1993) yaitu kecepatan reaksi hidrolisis dipengaruhi oleh waktu, suhu, konsentrasi katalis dan jumlah air yang ditambahkan. Menurut Ott et al. (1954) jumlah pereaksi yang ditambahkan (air dalam asam asetat 60 %) pada proses hidrolisis tidak berpengaruh banyak terhadap kecepatan reaksi hidrolisis tetapi penting untuk mengurangi kandungan sulfat dalam selulosa diasetat yang dihasilkan. Pembentukan Model Kadar Asetil Selulosa Diasetat pada Proses Hidrolisis Pembentukan model linier kadar asetil dilakukan dengan menggunakan data rancangan titik faktorial dan titik pusat. Hasilnya menunjukkan terdapat 11 parameter yang berpengaruh terhadap kadar asetil selulosa diasetat selama proses hidrolisis yang terdiri dari 4 parameter linier, 6 parameter interaksi dan 1 parameter kuadratik. Model kadar asetil selulosa diasetat hasil hidrolisis yang diperoleh pada tahap pertama ini merupakan model kuadratik bukan model linier. Parameter dan nilai masing-masing koefisien parameter dapat dilihat pada Lampiran 4c. Selanjutnya pembentukan model kuadratik dilakukan dengan menggunakan data kadar asetil selulosa diasetat pada rancangan titik bintang dengan nilai faktor

35 93 dapat putar (rotability factor) sebesar ± 2. Hasil pengukuran kadar asetil selulosa diasetat pada rancangan titik bintang dapat dilihat pada Tabel 17 Tabel 17. Kadar asetil selulosa diasetat hasil hidrolisis pada rancangan titik bintang Rasio air (v/b) Waktu (menit) Asam sulfat (%) Suhu ( o C) Nilai kode X1 X2 X3 X4 X1 X2 X3 X4 Kadar asetil Selulosa Diasetat (%) Titik Bintang Hasil pembentukan model kuadratik lanjutan kadar asetil selulosa diasetat menunjukkan terdapat 4 parameter linier, 4 parameter kuadratik dan 6 parameter interaksi antar peubah. Secara lengkap parameter dan koefisien serta peluang masingmasing parameter pembentuk model kuadratik kadar asetil selulosa diasetat tahap kedua ini dapat dilihat pada Lampiran 4d. Pengujian Model Kadar Asetil Selulosa Diasetat Hasil penentuan koefisien determinasi menunjukkan model kuadratik kadar asetil selulosa diasetat yang diperoleh mempunyai nilai koefisien determinasi (R 2 ) yang relatif tinggi yaitu sebesar 0,9620. Hal ini menunjukkan sekitar 96,2% total

36 94 keragaman yang terjadi dapat dijelaskan oleh model dan hanya sekitar 4,8 % total keragaman yang tidak dapat dijelaskan oleh model. Hasil uji penyimpangan model (lack of fit) terhadap model kuadratik kadar asetil selulosa diasetat menunjukkan nilai peluang penyimpangan model bersifat tidak nyata dengan nilai peluang sebesar 0,8372 (a > 0,05). Hal ini menunjukkan terdapat kesesuaian antara model dengan keadaan nyata. Hasil uji penyimpangan model kuadratik kadar asetil selulosa diasetat dapat dilihat pada Lampiran 4e. Hasil pengujian asumsi residual menunjukkan bahwa plot residual menyebar secara acak disekitar nol sehingga memenuhi syarat identik. Pemeriksaan asumsi kenormalan juga menunjukkan plot residual mendekati garis lurus sehingga dapat disimpulkan bahwa residual mengikuti distribusi normal. Hasil perhitungan kadar asetil selulosa diasetat dengan menggunakan model kuadratik yang diperoleh dan nilai residualnya dapat dilihat pada Lampiran 4f. Berdasarkan hasil uji kesahihan model yang telah dilakukan (koefisien determinansi, uji penyimpangan model dan uji asumsi residual) maka model kuadratik selulosa diasetat yang diperoleh merupakan model yang baik karena mempunyai nilai koefisien determinansi yang tinggi dan hasil uji penyimpangan model yang bersifat tidak nyata. Secara lengkap pengaruh pengaruh rasio air terhadap selulosa mikrobial, konsentrasi asam sulfat, waktu dan suhu hidrolisis selulosa triasetat terhadap kadar asetil selulosa diasetat yang dihasilkan pada proses hidrolisis dapat dinyatakan seperti pada persamaan 3.

PENDAHULUAN. Latar belakang. digunakan pada industri antara lain sebagai polimer pada industri plastik cetakan

PENDAHULUAN. Latar belakang. digunakan pada industri antara lain sebagai polimer pada industri plastik cetakan PENDAHULUAN Latar belakang Selulosa asetat merupakan salah satu jenis polimer yang penting dan banyak digunakan pada industri antara lain sebagai polimer pada industri plastik cetakan (moulding), film

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tahap 1. Analisis sifat fisika dan komposisi kimiawi selulosa pulp kayu sengon (Paraserianthes falcataria)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tahap 1. Analisis sifat fisika dan komposisi kimiawi selulosa pulp kayu sengon (Paraserianthes falcataria) HASIL DAN PEMBAHASAN Tahap 1. Analisis sifat fisika dan komposisi kimiawi selulosa pulp kayu sengon (Paraserianthes falcataria) Selulosa pulp kayu sengon yang digunakan pada penelitian ini berwarna putih

Lebih terperinci

PERANCANGAN PROSES PEMBUATAN SELULOSA ASETAT DARI SELULOSA MIKROBIAL UNTUK MEMBRAN ULTRAFILTRASI. Oleh : DESIYARNI

PERANCANGAN PROSES PEMBUATAN SELULOSA ASETAT DARI SELULOSA MIKROBIAL UNTUK MEMBRAN ULTRAFILTRASI. Oleh : DESIYARNI PERANCANGAN PROSES PEMBUATAN SELULOSA ASETAT DARI SELULOSA MIKROBIAL UNTUK MEMBRAN ULTRAFILTRASI Oleh : DESIYARNI SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 PERANCANGAN PROSES PEMBUATAN SELULOSA

Lebih terperinci

PERANCANGAN PROSES PEMBUATAN SELULOSA ASETAT DARI SELULOSA MIKROBIAL UNTUK MEMBRAN ULTRAFILTRASI. Oleh : DESIYARNI

PERANCANGAN PROSES PEMBUATAN SELULOSA ASETAT DARI SELULOSA MIKROBIAL UNTUK MEMBRAN ULTRAFILTRASI. Oleh : DESIYARNI PERANCANGAN PROSES PEMBUATAN SELULOSA ASETAT DARI SELULOSA MIKROBIAL UNTUK MEMBRAN ULTRAFILTRASI Oleh : DESIYARNI SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 PERANCANGAN PROSES PEMBUATAN SELULOSA

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 46 HASIL DAN PEMBAHASAN Komponen Non Struktural Sifat Kimia Bahan Baku Kelarutan dalam air dingin dinyatakan dalam banyaknya komponen yang larut di dalamnya, yang meliputi garam anorganik, gula, gum, pektin,

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. mengoksidasi lignin sehingga dapat larut dalam sistem berair. Ampas tebu dengan berbagai perlakuan disajikan pada Gambar 1.

PEMBAHASAN. mengoksidasi lignin sehingga dapat larut dalam sistem berair. Ampas tebu dengan berbagai perlakuan disajikan pada Gambar 1. PEMBAHASAN Pengaruh Pencucian, Delignifikasi, dan Aktivasi Ampas tebu mengandung tiga senyawa kimia utama, yaitu selulosa, lignin, dan hemiselulosa. Menurut Samsuri et al. (2007), ampas tebu mengandung

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Onggok Sebelum Pretreatment Onggok yang digunakan dalam penelitian ini, didapatkan langsung dari pabrik tepung tapioka di daerah Tanah Baru, kota Bogor. Onggok

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Polistiren Polistiren disintesis dari monomer stiren melalui reaksi polimerisasi adisi dengan inisiator benzoil peroksida. Pada sintesis polistiren ini, terjadi tahap

Lebih terperinci

Gambar IV 1 Serbuk Gergaji kayu sebelum ekstraksi

Gambar IV 1 Serbuk Gergaji kayu sebelum ekstraksi Bab IV Pembahasan IV.1 Ekstraksi selulosa Kayu berdasarkan struktur kimianya tersusun atas selulosa, lignin dan hemiselulosa. Selulosa sebagai kerangka, hemiselulosa sebagai matrik, dan lignin sebagai

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian Fakultas

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian Fakultas III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung dan Laboratorium Ilmu Tanah Jurusan Agroteknologi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar Asetil (ASTM D )

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar Asetil (ASTM D ) 5 Kadar Asetil (ASTM D-678-91) Kandungan asetil ditentukan dengan cara melihat banyaknya NaH yang dibutuhkan untuk menyabunkan contoh R(-C-CH 3 ) x xnah R(H) x Na -C-CH 3 Contoh kering sebanyak 1 g dimasukkan

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 14 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan glukosamin hidroklorida (GlcN HCl) pada penelitian ini dilakukan melalui proses hidrolisis pada autoklaf bertekanan 1 atm. Berbeda dengan proses hidrolisis glukosamin

Lebih terperinci

7 HIDROLISIS ENZIMATIS DAN ASAM-GELOMBANG MIKRO BAMBU BETUNG SETELAH KOMBINASI PRA-PERLAKUAN SECARA BIOLOGIS- GELOMBANG MIKRO

7 HIDROLISIS ENZIMATIS DAN ASAM-GELOMBANG MIKRO BAMBU BETUNG SETELAH KOMBINASI PRA-PERLAKUAN SECARA BIOLOGIS- GELOMBANG MIKRO 75 7 HIDROLISIS ENZIMATIS DAN ASAM-GELOMBANG MIKRO BAMBU BETUNG SETELAH KOMBINASI PRA-PERLAKUAN SECARA BIOLOGIS- GELOMBANG MIKRO 7.1 Pendahuluan Aplikasi pra-perlakuan tunggal (biologis ataupun gelombang

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1. Sintesis Polistiren (PS) Pada proses sintesis ini, benzoil peroksida berperan sebagai suatu inisiator pada proses polimerisasi, sedangkan stiren berperan sebagai monomer yang

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juli sampai bulan Oktober 2011 di

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juli sampai bulan Oktober 2011 di 20 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juli sampai bulan Oktober 2011 di Laboratorium Instrumentasi Jurusan Kimia FMIPA Unila. B. Alat dan Bahan

Lebih terperinci

4.2. Kadar Abu Kadar Metoksil dan Poligalakturonat

4.2. Kadar Abu Kadar Metoksil dan Poligalakturonat Kualitas pektin dapat dilihat dari efektivitas proses ekstraksi dan kemampuannya membentuk gel pada saat direhidrasi. Pektin dapat membentuk gel dengan baik apabila pektin tersebut memiliki berat molekul,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. selulosa Nata de Cassava terhadap pereaksi asetat anhidrida yaitu 1:4 dan 1:8

BAB III METODE PENELITIAN. selulosa Nata de Cassava terhadap pereaksi asetat anhidrida yaitu 1:4 dan 1:8 34 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini diawali dengan mensintesis selulosa asetat dengan nisbah selulosa Nata de Cassava terhadap pereaksi asetat anhidrida yaitu 1:4 dan 1:8

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pencirian Membran

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pencirian Membran 5 disaring-vakum dan diperas sekuat-kuatnya kemudian dimasukkan ke dalam wadah yang baru. Serbuk BC kemudian ditambahkan dengan larutan asam asetat glasial-h 2 SO 4 dengan nisbah 100:1 (10:0.1 ml) dan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia/Biokimia Hasil Pertanian

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia/Biokimia Hasil Pertanian III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia/Biokimia Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Universitas Lampung pada bulan Juli

Lebih terperinci

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Laju Reaksi

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Laju Reaksi Faktor-faktor yang Mempengaruhi Laju Reaksi Faktor yang mempengaruhi laju reaksi adalah sebagai berikut. Konsentrasi Jika konsentrasi suatu larutan makin besar, larutan akan mengandung jumlah partikel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Selulosa asetat merupakan ester asam organik dari selulosa yang telah lama dikenal di dunia. Produksi selulosa asetat adalah yang terbesar dari semua turunan selulosa.

Lebih terperinci

Kunci jawaban dan pembahasan soal laju reaksi

Kunci jawaban dan pembahasan soal laju reaksi Kunci jawaban dan pembahasan soal laju reaksi Soal nomor 1 Mencari volume yang dibutuhkan pada proses pengenceran. Rumus pengenceran V 1. M 1 = V 2. M 2 Misal volume yang dibutuhkan sebanyak x ml, maka

Lebih terperinci

SINTESIS DAN KARAKTERISASI SELULOSA ASETAT DARI ALFA SELULOSA TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT

SINTESIS DAN KARAKTERISASI SELULOSA ASETAT DARI ALFA SELULOSA TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT SINTESIS DAN KARAKTERISASI SELULOSA ASETAT DARI ALFA SELULOSA TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT M.Topan Darmawan, Muthia Elma, M.Ihsan Program Studi Teknik Kimia, Fakultas Teknik, ULM Jl. A. Yani Km 36, Banjarbaru,

Lebih terperinci

KARAKTERISASI DAN UJI KEMAMPUAN SERBUK AMPAS KELAPA ASETAT SEBAGAI ADSORBEN BELERANG DIOKSIDA (SO 2 )

KARAKTERISASI DAN UJI KEMAMPUAN SERBUK AMPAS KELAPA ASETAT SEBAGAI ADSORBEN BELERANG DIOKSIDA (SO 2 ) KARAKTERISASI DAN UJI KEMAMPUAN SERBUK AMPAS KELAPA ASETAT SEBAGAI ADSORBEN BELERANG DIOKSIDA (SO 2 ) Yohanna Vinia Dewi Puspita 1, Mohammad Shodiq Ibnu 2, Surjani Wonorahardjo 3 1 Jurusan Kimia, FMIPA,

Lebih terperinci

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan Pada penelitian ini, proses pembuatan monogliserida melibatkan reaksi gliserolisis trigliserida. Sumber dari trigliserida yang digunakan adalah minyak goreng sawit.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 SERAT KELAPA (COCONUT FIBER) Serat kelapa yang diperoleh dari bagian terluar buah kelapa dari pohon kelapa (cocus nucifera) termasuk kedalam anggota keluarga Arecaceae (family

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3. Tahap Persiapan Tahap persiapan yang dilakukan meliputi tahap studi literatur, persiapan alat dan bahan baku. Bahan baku yang digunakan adalah nata de banana. 3.1. Persiapan

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Distanoksan Sintesis distanoksan dilakukan dengan mencampurkan dibutiltimah(ii)oksida dan dibutiltimah(ii)klorida (Gambar 3.2). Sebelum dilakukan rekristalisasi, persen

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Pembuatan Pulp dari Serat Daun Nanas

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Pembuatan Pulp dari Serat Daun Nanas BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pembuatan Pulp dari Serat Daun Nanas Pembuatan pulp dari serat daun nanas diawali dengan proses maserasi dalam akuades selama ±7 hari. Proses ini bertujuan untuk melunakkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 6 HASIL DAN PEMBAHASAN Karboksimetil selulosa (CMC) merupakan salah satu turunan selulosa yang disebut eter selulosa (Nevell dan Zeronian 1985). CMC dapat larut di dalam air dingin dan air panas dan menghasilkan

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pragel pati singkong yang dibuat menghasilkan serbuk agak kasar

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pragel pati singkong yang dibuat menghasilkan serbuk agak kasar BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Pembuatan Pragel Pati Singkong Pragel pati singkong yang dibuat menghasilkan serbuk agak kasar berwarna putih. Rendemen pati yang dihasilkan adalah sebesar 90,0%.

Lebih terperinci

PENGARUH KATALISIS TERHADAP TETAPAN LAJU

PENGARUH KATALISIS TERHADAP TETAPAN LAJU PENGARUH KATALISIS TERHADAP TETAPAN LAJU Laju reaksi sering dipengaruhi oleh adanya katalis Contoh : Hidrolisis sukrosa dalam air Suhu kamar lama (bisa beberapa bulan) Namun jika hidrolisis dilakukan dalam

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi Bahan Baku Karet Crepe

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi Bahan Baku Karet Crepe IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakterisasi Bahan Baku 4.1.2 Karet Crepe Lateks kebun yang digunakan berasal dari kebun percobaan Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Ciomas-Bogor. Lateks kebun merupakan

Lebih terperinci

PETA KONSEP LAJU REAKSI. Percobaan. Waktu perubahan. Hasil reaksi. Pereaksi. Katalis. Suhu pereaksi. Konsentrasi. Luas. permukaan.

PETA KONSEP LAJU REAKSI. Percobaan. Waktu perubahan. Hasil reaksi. Pereaksi. Katalis. Suhu pereaksi. Konsentrasi. Luas. permukaan. PETA KONSEP LAJU REAKSI Berkaitan dengan ditentukan melalui Waktu perubahan Dipengaruhi oleh Percobaan dari Pereaksi Hasil reaksi Konsentrasi Luas Katalis Suhu pereaksi permukaan menentukan membentuk mengadakan

Lebih terperinci

III METODOLOGI PENELITIAN

III METODOLOGI PENELITIAN 19 III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Bahan dan Alat 3.1.1 Bahan Bahan baku utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah ubi kayu. Bahan kimia yang digunakan di dalam penelitian ini antara lain arang aktif

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan-bahan dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah biji karet, dan bahan pembantu berupa metanol, HCl dan NaOH teknis. Selain bahan-bahan di atas,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KOMPOSISI SAMPEL PENGUJIAN Pada penelitian ini, komposisi sampel pengujian dibagi dalam 5 grup. Pada Tabel 4.1 di bawah ini tertera kode sampel pengujian untuk tiap grup

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM ASPIRIN

LAPORAN PRAKTIKUM ASPIRIN LAPORAN PRAKTIKUM ASPIRIN I. Tujuan Praktikum 1. Melakukan sintesis aspirin dari asam salisilat dan asam asetat anhibrida 2. Menjelaskan prinsip asetilasi II. Landasan Teoritis Reaksi asam salisilat (asam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. meningkat dari tahun ke tahun. Menurut data yang diperoleh dari Kementerian

I. PENDAHULUAN. meningkat dari tahun ke tahun. Menurut data yang diperoleh dari Kementerian I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Kertas merupakan salah satu kebutuhan yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan yang dilakukan manusia. Hal ini ditunjukan dari tingkat konsumsinya yang makin

Lebih terperinci

Pembuatan Pulp dari Batang Pisang

Pembuatan Pulp dari Batang Pisang Jurnal Teknologi Kimia Unimal 4 : 2 (November 2015) 36-50 Jurnal Teknologi Kimia Unimal http://ft.unimal.ic.id/teknik_kimia/jurnal Jurnal Teknologi Kimia Unimal Pembuatan Pulp dari Batang Pisang Syamsul

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sampai ke pengemasan (Syafii, 2000). Seiring dengan meningkatnya jumlah

I. PENDAHULUAN. sampai ke pengemasan (Syafii, 2000). Seiring dengan meningkatnya jumlah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kertas merupakan salah satu kebutuhan penting, mulai dari dunia pendidikan, sampai ke pengemasan (Syafii, 2000). Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kulit pisang merupakan bagian pisang terluar yang tidak dapat dikonsumsi secara langsung sehingga kulit pisang menjadi limbah organik jika dibuang ke lingkungan.

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1 Isolasi Kitin dan Kitosan Isolasi kitin dan kitosan yang dilakukan pada penelitian ini mengikuti metode isolasi kitin dan kitosan dari kulit udang yaitu meliputi tahap deproteinasi,

Lebih terperinci

TINGKATAN KUALISTAS KITOSAN HASIL MODIFIKASI PROSES PRODUKSI. Abstrak

TINGKATAN KUALISTAS KITOSAN HASIL MODIFIKASI PROSES PRODUKSI. Abstrak TINGKATAN KUALISTAS KITOSAN HASIL MODIFIKASI PROSES PRODUKSI Pipih suptijah* ) Abstrak Kitosan adalah turunan dari kitin yang merupakan polimer alam terdapat pada karapas/ limbah udang sekitar 10 % - 25%.

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISASI AWAL BAHAN Karakterisistik bahan baku daun gambir kering yang dilakukan meliputi pengujian terhadap proksimat bahan dan kadar katekin dalam daun gambir kering.

Lebih terperinci

kimia LAJU REAKSI 1 TUJUAN PEMBELAJARAN

kimia LAJU REAKSI 1 TUJUAN PEMBELAJARAN KTSP & K-13 kimia K e l a s XI LAJU REAKSI 1 TUJUAN PEMBELAJARAN Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami konsep molaritas. 2. Memahami definisi dan faktor-faktor

Lebih terperinci

PEMBAHASAN UMUM Perubahan Sifat-sifat Kayu Terdensifikasi secara Parsial

PEMBAHASAN UMUM Perubahan Sifat-sifat Kayu Terdensifikasi secara Parsial PEMBAHASAN UMUM Perubahan Sifat-sifat Kayu Terdensifikasi secara Parsial Densifikasi parsial, baik kompresi maupun impregnasi, terbukti dapat meningkatkan sifat-sifat kayu Agatis maupun Mangium. Dari hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan salah satu negara agraris (agriculture country) yang mempunyai berbagai keragaman hasil pertanian mulai dari padi, ubi kayu, sayursayuran, jagung

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi Nutrien dan Asam Fitat Pakan Pakan yang diberikan kepada ternak tidak hanya mengandung komponen nutrien yang dibutuhkan ternak, tetapi juga mengandung senyawa antinutrisi.

Lebih terperinci

PENENTUAN TEMPERATUR TERHADAP KEMURNIAN SELULOSA BATANG SAWIT MENGGUNAKAN EKSTRAK ABU TKS

PENENTUAN TEMPERATUR TERHADAP KEMURNIAN SELULOSA BATANG SAWIT MENGGUNAKAN EKSTRAK ABU TKS PENENTUAN TEMPERATUR TERHADAP KEMURNIAN SELULOSA BATANG SAWIT MENGGUNAKAN EKSTRAK ABU TKS Padil, Silvia Asri, dan Yelmida Aziz Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Riau, 28293 Email : fadilpps@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tinggi. Tingginya kadar air dan parenkim pada KKS, berakibat sifat fisik dan mekanik

BAB I PENDAHULUAN. tinggi. Tingginya kadar air dan parenkim pada KKS, berakibat sifat fisik dan mekanik BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seperti diketahui kayu kelapa sawit atau KKS memiliki sifat hidrofil yang tinggi. Tingginya kadar air dan parenkim pada KKS, berakibat sifat fisik dan mekanik dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. akumulatif dalam sistem biologis (Quek dkk., 1998). Menurut Sutrisno dkk. (1996), konsentrasi Cu 2,5 3,0 ppm dalam badan

I. PENDAHULUAN. akumulatif dalam sistem biologis (Quek dkk., 1998). Menurut Sutrisno dkk. (1996), konsentrasi Cu 2,5 3,0 ppm dalam badan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Logam berat merupakan komponen alami yang terdapat di kulit bumi yang tidak dapat didegradasi atau dihancurkan (Agustina, 2010). Logam dapat membahayakan bagi kehidupan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Perlakuan Awal dan Karakteristik Abu Batubara Abu batubara yang digunakan untuk penelitian ini terdiri dari 2 jenis, yaitu abu batubara hasil pembakaran di boiler tungku

Lebih terperinci

LEMBAR KERJA SISWA 4

LEMBAR KERJA SISWA 4 88 LEMBAR KERJA SISWA 4 Mata Pelajaran Kelas/Semester Materi Pokok Submateri Pokok Alokasi Waktu : Kimia : I/ganjil : Laju Reaksi : Teori Tumbukan : 2 x 45 menit Standar Kompetensi Memahami Kinetika Reaksi,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Total Fenolat Senyawa fenolat merupakan metabolit sekunder yang banyak ditemukan pada tumbuh-tumbuhan, termasuk pada rempah-rempah. Kandungan total fenolat dendeng sapi yang

Lebih terperinci

BY SMAN 16 SURABAYA : Sri Utami, S. P LAJU REAKSI KESIMPULAN

BY SMAN 16 SURABAYA : Sri Utami, S. P LAJU REAKSI KESIMPULAN BY SMAN 16 SURABAYA : Sri Utami, S. P LAJU REAKSI KESIMPULAN STANDAR KOMPETENSI 3. Memahami kinetika reaksi, kesetimbangan kimia, dan faktor-faktor yang mempengaruhinya, serta penerapannya dalam kehidupan

Lebih terperinci

Lampiran 1 Bagan alir penelitian

Lampiran 1 Bagan alir penelitian LAMPIRAN Lampiran 1 Bagan alir penelitian Ampas Tebu Pencirian: Analisis Komposisi Kimia (Proksimat) Pencirian Selulosa: Densitas, Viskositas, DP, dan BM Preparasi Ampas Tebu Modifikasi Asetilasi (Cequeira

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Selulosa merupakan polisakarida yang berbentuk padatan, tidak berasa, tidak berbau dan terdiri dari 2000-4000 unit glukosa yang dihubungkan oleh ikatan β-1,4 glikosidik

Lebih terperinci

Bab III Metodologi. III.1 Alat dan Bahan. III.1.1 Alat-alat

Bab III Metodologi. III.1 Alat dan Bahan. III.1.1 Alat-alat Bab III Metodologi Penelitian ini dibagi menjadi 2 bagian yaitu isolasi selulosa dari serbuk gergaji kayu dan asetilasi selulosa hasil isolasi dengan variasi waktu. Kemudian selulosa hasil isolasi dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL dan PEMBAHASAN

BAB IV HASIL dan PEMBAHASAN BAB IV HASIL dan PEMBAHASAN 4.1 Sintesis Padatan ZnO dan CuO/ZnO Pada penelitian ini telah disintesis padatan ZnO dan padatan ZnO yang di-doped dengan logam Cu. Doping dengan logam Cu diharapkan mampu

Lebih terperinci

k = A. e -E/RT Secara sistematis hubungan suhu dan laju reaksi dapat ditulis sebagai berikut: v 2 = 2n x v 1 dan t 2 = t 1/ 2 n

k = A. e -E/RT Secara sistematis hubungan suhu dan laju reaksi dapat ditulis sebagai berikut: v 2 = 2n x v 1 dan t 2 = t 1/ 2 n POKOK BAHASAN I. LAJU REAKSI 1.1 Pengertian Laju Reaksi Laju reaksi didefinisikan sebagai laju berkurangnya konsentrasi zat pereaksi (reaktan) atau laju bertambahnya hasil reaksi (produk) tiap satu satuan

Lebih terperinci

wanibesak.wordpress.com

wanibesak.wordpress.com 1. Diberikan beberapa pernyataan 1) katalis dapat mempercepat laju reaksi dengan cara menaikan energi aktivasi 2) tahap penentu laju reaksi adalah tahap reaksi yang berlangsung paling lambat 3) laju reaksi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Diagram Alir Penelitian Tahapan penelitian secara umum tentang pemanfaatan daun matoa sebagai adsorben untuk menyerap logam Pb dijelaskan dalam diagram pada Gambar 3.1. Preparasi

Lebih terperinci

2 Tinjauan Pustaka. 2.1 Polimer. 2.2 Membran

2 Tinjauan Pustaka. 2.1 Polimer. 2.2 Membran 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Polimer Polimer (poly = banyak, meros = bagian) merupakan molekul besar yang terbentuk dari susunan unit ulang kimia yang terikat melalui ikatan kovalen. Unit ulang pada polimer,

Lebih terperinci

Kesetimbangan Kimia KIM 2 A. PENDAHULUAN B. REAKSI KESETIMBANGAN. α = KESETIMBANGAN KIMIA. materi78.co.nr. setimbang

Kesetimbangan Kimia KIM 2 A. PENDAHULUAN B. REAKSI KESETIMBANGAN. α = KESETIMBANGAN KIMIA. materi78.co.nr. setimbang konsentrasi laju reaksi materi78.co.nr Kesetimbangan Kimia A. PENDAHULUAN Reaksi satu arah (irreversible) atau reaksi tidak dapat balik adalah reaksi yang terjadi pada satu arah, dan produknya tidak dapat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pembuatan Kitosan 4.1.1 Penyiapan Perlakuan Sampel Langkah awal yang dilakukan dalam proses isolasi kitin adalah dengan membersikan cangkang kepiting yang masih mentah

Lebih terperinci

PENGARUH MODIFIKASI PERMUKAAN SELULOSA NATA DE COCO DENGAN ANHIDRIDA ASETAT DALAM MENGIKAT ION LOGAM BERAT Cd 2+ DALAM CAMPURAN Cd 2+ DAN Pb 2+

PENGARUH MODIFIKASI PERMUKAAN SELULOSA NATA DE COCO DENGAN ANHIDRIDA ASETAT DALAM MENGIKAT ION LOGAM BERAT Cd 2+ DALAM CAMPURAN Cd 2+ DAN Pb 2+ PENGARUH MODIFIKASI PERMUKAAN SELULOSA NATA DE COCO DENGAN ANHIDRIDA ASETAT DALAM MENGIKAT ION LOGAM BERAT Cd 2+ DALAM CAMPURAN Cd 2+ DAN Pb 2+ Lailiyah, N 1, Wonorahardjo, S 1, Joharmawan, R 1 1 Jurusan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Lama Perendaman Daging Ayam Kampung Dalam Larutan Ekstrak Nanas Terhadap ph

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Lama Perendaman Daging Ayam Kampung Dalam Larutan Ekstrak Nanas Terhadap ph IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Lama Perendaman Daging Ayam Kampung Dalam Larutan Ekstrak Nanas Terhadap ph Hasil penelitian pengaruh perendaman daging ayam kampung dalam larutan ekstrak nanas dengan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENELITIAN PENDAHULUAN 1. Analisis Sifat Fisiko Kimia Tempurung Kelapa Sawit Tempurung kelapa sawit merupakan salah satu limbah biomassa yang berbentuk curah yang dihasilkan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Perlakuan Terhadap Sifat Fisik Buah Pala Di Indonesia buah pala pada umumnya diolah menjadi manisan dan minyak pala. Dalam perkembangannya, penanganan pascapanen diarahkan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI 01-2891-1992) Sebanyak 1-2 g contoh ditimbang pada sebuah wadah timbang yang sudah diketahui bobotnya. Kemudian dikeringkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...

BAB II TINJAUAN PUSTAKA... DAFTAR ISI ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... iv DAFTAR GAMBAR... vi DAFTAR TABEL... viii DAFTAR LAMPIRAN... ix BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Rumusan Masalah... 3 1.3

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1. Sintesis Polistiren Sintesis polistiren yang diinginkan pada penelitian ini adalah polistiren yang memiliki derajat polimerisasi (DPn) sebesar 500. Derajat polimerisasi ini

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisa Proksimat Batang Sawit Tahapan awal penelitian, didahului dengan melakukan analisa proksimat atau analisa sifat-sifat kimia seperti kadar air, abu, ekstraktif, selulosa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar merupakan jenis umbi-umbian yang dapat digunakan sebagai pengganti

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar merupakan jenis umbi-umbian yang dapat digunakan sebagai pengganti I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ubi jalar merupakan jenis umbi-umbian yang dapat digunakan sebagai pengganti makanan pokok karena mengandung karbohidrat sebesar 27,9 g yang dapat menghasilkan kalori sebesar

Lebih terperinci

pembentukan vanilin. Sedangkan produksi glukosa tertinggi dihasilkan dengan penambahan pektinase komersial. Hal ini kemungkinan besar disebabkan

pembentukan vanilin. Sedangkan produksi glukosa tertinggi dihasilkan dengan penambahan pektinase komersial. Hal ini kemungkinan besar disebabkan 63 pembentukan vanilin. Sedangkan produksi glukosa tertinggi dihasilkan dengan penambahan pektinase komersial. Hal ini kemungkinan besar disebabkan pektinase komersial merupakan enzim kasar selulase dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jagung (Zea mays) Menurut Effendi S (1991), jagung (Zea mays) merupakan salah satu tanaman pangan dunia yang terpenting selain padi dan gandum. Kedudukan tanaman ini menurut

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1 Analisis Sintesis PS dan Kopolimer PS-PHB Sintesis polistiren dan kopolimernya dengan polihidroksibutirat pada berbagai komposisi dilakukan dengan teknik polimerisasi radikal

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Perbedaan Kandungan CO 2 Sebelum dan Sesudah Pemurnian Perbedaan Kandungan CO 2 melalui Indikator Warna Pengambilan contoh biogas yang dianalisis secara kuantitatif sehingga didapatkan

Lebih terperinci

DAFTAR TABEL. 7. Tabel Rendemen etanol dari uulp pada berbagai kandungan lignin

DAFTAR TABEL. 7. Tabel Rendemen etanol dari uulp pada berbagai kandungan lignin DAFTAR ISI KATA PENGANTAR...i RIWAYAT HIDUP... ii DAFTAR ISI... iii DAFTAR TABEL... iv PENDAHULUAN... 1 METODOLOGI... 4 HASIL DAN PEMBAHASAN... 7 Karakteristik Bahan Baku... 7 Kadar Gula Pereduksi... 7

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan manusia terhadap kayu sebagai bahan konstruksi bangunan atau furnitur terus meningkat seiring dengan meningkatnya pertambahan jumlah penduduk, sementara

Lebih terperinci

LAJU REAKSI MEKANISME REAKSI

LAJU REAKSI MEKANISME REAKSI KINETIKA KIMIA LAJU REAKSI BAGAIMANA PERUB. KIMIA TSB BERLANGSUNG - BESI MUDAH BERKARAT PD UDARA YANG LEMBAB - MAKANAN LEBIH CEPAT BUSUK BILA TIDAK DIINGINKAN MEKANISME REAKSI - PENJUMLAHAN TAHAP TAHAP

Lebih terperinci

Gambar 7 Desain peralatan penelitian

Gambar 7 Desain peralatan penelitian 21 III. METODE PENELITIAN 3.1. Bahan dan Alat Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanah pemucat bekas yang diperoleh dari Asian Agri Group Jakarta. Bahan bahan kimia yang digunakan adalah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN y = x R 2 = Absorban

HASIL DAN PEMBAHASAN y = x R 2 = Absorban 5 Kulit kacang tanah yang telah dihaluskan ditambahkan asam sulfat pekat 97%, lalu dipanaskan pada suhu 16 C selama 36 jam. Setelah itu, dibilas dengan air destilata untuk menghilangkan kelebihan asam.

Lebih terperinci

PRAKTIKUM KIMIA DASAR I KECEPATAN REAKSI. Kelompok V : Amir Hamzah Umi Kulsum

PRAKTIKUM KIMIA DASAR I KECEPATAN REAKSI. Kelompok V : Amir Hamzah Umi Kulsum PRAKTIKUM KIMIA DASAR I KECEPATAN REAKSI Kelompok V : Amir Hamzah 1415005 Umi Kulsum 1415018 AKADEMI KIMIA ANALISIS CARAKA NUSANTARA CIMANGGIS, KELAPA DUA DEPOK, 2015 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0 37 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini sampel komposit hidroksiapatit-gelatin dibuat menggunakan metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0 hari, 1 hari, 7 hari

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Lindi hitam (black liquor) merupakan larutan sisa pemasak yang

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Lindi hitam (black liquor) merupakan larutan sisa pemasak yang PENDAHULUAN Latar Belakang Lindi hitam (black liquor) merupakan larutan sisa pemasak yang berasal dari pabrik pulp dengan proses kimia. Larutan ini sebagian besar mengandung lignin, dan sisanya terdiri

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN

IV. METODOLOGI PENELITIAN IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan untuk analisis kadar air dan kadar lemak adalah mie instan Indomie (dengan berat bersih 61 gram, 63 gram, dan 66 gram), petroleum

Lebih terperinci

BAB VI KINETIKA REAKSI KIMIA

BAB VI KINETIKA REAKSI KIMIA BANK SOAL SELEKSI MASUK PERGURUAN TINGGI BIDANG KIMIA 1 BAB VI 1. Padatan NH 4 NO 3 diaduk hingga larut selama 77 detik dalam akuades 100 ml sesuai persamaan reaksi berikut: NH 4 NO 2 (s) + H 2 O (l) NH

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Polistirena Polistirena disintesis melalui polimerisasi adisi radikal bebas dari monomer stirena dan benzoil peroksida (BP) sebagai inisiator. Polimerisasi dilakukan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PELAKSANAAN

BAB III METODOLOGI PELAKSANAAN 30 BAB III METODOLOGI PELAKSANAAN 3.1 PENDAHULUAN Baterai seng udara merupakan salah satu bentuk sumber energi secara elektrokimia yang memiliki peluang sangat besar untuk aplikasi sumber energi masa depan.

Lebih terperinci

OPTIMASI KADAR HIDROGEN PEROKSIDA DAN FERO SULFAT

OPTIMASI KADAR HIDROGEN PEROKSIDA DAN FERO SULFAT VI. OPTIMASI KADAR HIDROGEN PEROKSIDA DAN FERO SULFAT Pendahuluan Penelitian pada tahapan ini didisain untuk mengevaluasi sifat-sifat papan partikel tanpa perekat yang sebelumnya diberi perlakuan oksidasi.

Lebih terperinci

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan Bab IV asil Penelitian dan Pembahasan IV.1 Isolasi Kitin dari Limbah Udang Sampel limbah udang kering diproses dalam beberapa tahap yaitu penghilangan protein, penghilangan mineral, dan deasetilasi untuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Produksi kertas saat ini masih bergantung pada ketersediaan kayu sebagai bahan baku utama pembuatan kertas. Bahkan, sekarang sekitar 95% sumber kertas dunia berasal

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KARAKTERISTIK EMPULUR SAGU Bahan baku empulur sagu diperoleh dari industri rumah tangga di daerah Cimahpar, Bogor. Bahan baku awal memiliki kadar air yang cukup tinggi karena

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Isolat Actinomycetes Amilolitik Terpilih 1. Isolat Actinomycetes Terpilih Peremajaan isolat actinomycetes dilakukan dengan tujuan sebagai pemeliharaan isolat actinomycetes agar

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan Kualitas minyak dapat diketahui dengan melakukan beberapa analisis kimia yang nantinya dibandingkan dengan standar mutu yang dikeluarkan dari Standar Nasional Indonesia (SNI).

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan Bab ini terdiri dari 6 bagian, yaitu optimasi pembuatan membran PMMA, uji kinerja membran terhadap air, uji kedapat-ulangan pembuatan membran menggunakan uji Q Dixon, pengujian aktivitas

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. struktural seperti papan pelapis dinding (siding), partisi, plafon (celing) dan lis.

TINJAUAN PUSTAKA. struktural seperti papan pelapis dinding (siding), partisi, plafon (celing) dan lis. 4 TINJAUAN PUSTAKA Kayu jabon (Anthocephalus cadamba M.) memiliki berat jenis 0,48 dan tergolong kayu kelas kuat IV. Berdasarkan sifat-sifat yang dimiliki dan informasi penggunaan kayu secara lokal oleh

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis IV. HASIL DA PEMBAHASA A. Penelitian Pendahuluan 1. Analisis Karakteristik Bahan Baku Kompos Nilai C/N bahan organik merupakan faktor yang penting dalam pengomposan. Aktivitas mikroorganisme dipertinggi

Lebih terperinci