Jurnal Agribisnis dan Ekonomi Pertanian (Volume 1. No 2 Desember 2007)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Jurnal Agribisnis dan Ekonomi Pertanian (Volume 1. No 2 Desember 2007)"

Transkripsi

1 Jurnal Agribisnis an Ekonomi Pertanian (Volume 1. No 2 Desember 2007) 13 DAMPAK KEBIJAKAN TARIF IMPOR GULA TERHADAP KESEJAHTERAAN PRODUSEN DAN KONSUMEN (The Effects of Sugar Import Tariff Policy on the Proucer s an Consumer s Welfare) 1 1 Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi an Manajemen IPB ABSTRACT The Government has use a sugar import tariff policy to protect the omestic sugar proucers from sugar import competition. The objective of this paper is to analyze the effects of sugar import tariff policy on proucers, consumers, government an economic welfare. The policy of increasing sugar import tariff will lea to ecreasing consumers welfare; on the contrary, proucers welfare an government revenue will increase. Meanwhile, this policy will reuce economic welfare. Keywors : import tariff, sugar, an economic welfare PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu komoitas strategis yang menjai perhatian pemerintah Inonesia selain beras aalah komoitas gula. Hal ini iasarkan paa realita bahwa konsumsi gula i Inonesia terus mengalami peningkatan sementara peningkatan prouksi gula omestik tiak mampu memenuhi peningkatan konsumsi gula (Sawit kk, 2003). Beberapa faktor yang menyebabkan terjainya peningkatan konsumsi gula i Inonesia iantaranya aalah jumlah penuuk yang semakin meningkat an inustri pengolahan makanan an minuman yang semakin berkembang. Sementara itu ilihat ari segi prouksi, kinerja inustri gula i Inonesia sebagian besar tiak efisien baik secara teknis maupun ekonomis. Inustri gula yang tiak efisien ikarenakan oleh permasalahan paa prouktivitas tebu yang masih renah, maupun permasalahan paa inustri gula baik yang mencakup mesin, peralatan serta manajemen (Sawit kk, 2003 ; Nainggolan, 2004). Renahnya prouktivitas tebu berkaitan engan penggunaan teknologi buiaya tebu yang masih renah, seperti sistem keprasan yang mencapai 6-10 kali (melebihi stanar normalnya sebanyak 3 kali), tanaman kurang pemeliharaan, serta aanya hama an penyakit tanaman. Selain hal-hal tersebut, prouktivitas tebu yang renah juga iakibatkan oleh penanaman tebu yang ilakukan paa lahan kering. Prouktivitas yang tinggi apat icapai bila tebu itanam paa lahan sawah. Namun emikian, peralihan penanaman tebu ari lahan sawah ke lahan kering ikarenakan tebu kalah bersaing engan tanaman pai (Susila an Sinaga, 2005). Selanjutnya berasarkan perkembangan prouksi gula paa tahun menunjukkan bahwa prouksi gula i Inonesia mengalami peningkatan engan laju peningkatan per tahun yang berfluktuasi. Laju peningkatan prouksi gula Inonesia per tahun rata-rata sekitar 4,54 persen per tahun (Baan Pusat Statistik, 2007). Meskipun prouksi mengalami peningkatan, namun emikian, paa tahun 2006 prouksi gula omestik hanya mampu memenuhi sekitar 69,3 persen konsumsi gula i Inonesia yang mencapai sekitar 3,76 juta ton

2 14 Jurnal Agribisnis an Ekonomi Pertanian (Volume 1. No 2 Desember 2007) (Suwani, 2007). Sementara itu paa tahun 2007 terjai penurunan pemenuhan konsumsi gula karena prouksi gula omestik hanya mampu memenuhi konsumsi gula sebesar 54,6 persen (APEGTI, 2007). Konisi prouksi gula yang tiak mampu memenuhi konsumsi gula, telah menorong pemerintah untuk mengeluarkan serangkaian kebijakan. Aapun kebijakan pemerintah meliputi kebijakan peningkatan prouksi tebu an gula maupun impor gula. Khusus mengenai impor gula menunjukkan bahwa paa tahun 2007, Inonesia telah melakukan impor gula sekitar 1,8 juta ton (APEGTI, 2007). Perkembangan impor menunjukkan bahwa ari waktu ke waktu, impor gula Inonesia mengalami peningkatan. Konisi tersebut menyebabkan Inonesia menjai salah satu negara net importir gula terbesar i unia, engan menuuki peringkat keempat, engan pangsa impor rata-rata sekitar 3,5 persen ari impor gula unia (Susila an Sinaga, 2005). Selanjutnya ari jumlah impor gula, sekitar 33,3 persen igunakan untuk konsumsi masyarakat an sekitar 66,7 persen igunakan untuk konsumsi inustri makanan an minuman. Aanya kecenerungan impor gula yang semakin meningkat harus segera iatasi. Jika hal ini tiak apat iatasi maka keberaaan inustri gula sebagai salah satu inustri strategis i Inonesia akan mengalami kehancuran. Konisi tersebut menyebabkan pemerintah mengeluarkan kebijakan penetapan tarif impor gula untuk melinungi prousen atau inustri gula nasional. Perumusan Masalah Inefisiensi alam inustri gula an usahatani tebu menyebabkan prouksi gula tiak mampu memenuhi konsumsi gula omestik. Oleh karena itu salah satu alternatif yang apat ilakukan untuk memenuhi kekurangan konsumsi gula omestik aalah engan melakukan impor gula. Namun emikian gula impor semakin banyak i pasar omestik engan harga yang murah. Harga gula impor yang murah akan menguntungkan bagi konsumen, tetapi sebaliknya untuk prousen gula alam hal ini inustri gula an petani tebu. Oleh karena itu semakin banyaknya gula impor i pasar omestik, maka pemerintah telah mengeluarkan kebijakan tarif impor gula untuk melinungi inustri gula i Inonesia ari gejolak pasar gula unia. Pemerintah telah menetapkan tarif impor untuk gula mentah sebesar Rp. 550/kg an gula putih sebesar Rp. 700/kg. Namun emikian Asosiasi Petani Tebu Rakyat Intensifikasi (APTRI), Asosiasi Prousen an Himpunan Kelompok Tani Inonesia (HKTI) selanjutnya telah menuntut pemerintah agar meningkatkan tarif gula putih ari Rp. 700/kg menjai Rp /kg. Tuntutan tersebut engan harapan agar inustri gula an petani tebu i Inonesia apat ilinungi ari gula impor yang harganya semakin murah. Berasarkan uraian tersebut, bagaimana ampak peningkatan tarif impor gula putih terhaap kesejahteraan prousen (inustri gula an petani tebu), konsumen, pemerintah an perekonomian secara keseluruhan? Apakah pemerintah akan memenuhi tuntutan ari APTRI, Asosiasi Prousen an HKTI untuk meningkatkan tarif impor gula putih tersebut? Tujuan Penulisan Berasarkan paa permasalahan tersebut i atas maka tulisan ini bertujuan untuk menganalisis ampak kebijakan peningkatan tarif impor gula putih terhaap kesejahteraan prousen (inustri gula an petani tebu),

3 Jurnal Agribisnis an Ekonomi Pertanian (Volume 1. No 2 Desember 2007) 15 konsumen, pemerintah an perekonomian secara keseluruhan. METODOLOGI Kerangka Pemikiran Terapat beberapa instrumen kebijakan peragangan yang apat igunakan pemerintah alam mengatasi permasalahan impor. Salah satu kebijakan peragangan tersebut iantaranya aalah tarif. Aa beberapa tujuan yang apat icapai engan ikeluarkannya kebijakan tarif iantaranya aalah sebagai sumber penerimaan pemerintah an untuk melinungi sektor-sektor tertentu i alam negeri (Krugman an Obstfel, 2000). Dalam kebijakan peragangan, tarif paa asarnya aalah sejenis pajak yang sifatnya iskriminatif yang ikenakan hanya paa barang yang memasuki aerah pabean tertentu (custom area). Paa umumnya tarif ikenakan terhaap barang-barang yang iimpor an jarang igunakan untuk barang ekspor karena akan menghambat ekspor. Penentuan besarnya tarif apat iasarkan paa tarif spesifik an tarif a valorem. Tarif spesifik ikenakan sebagai beban tetap atas unit barang yang iimpor, atau setiap rupiah per unit ari nilai barang. Seangkan tarif a valorem ikenakan berasarkan persentase tertentu ari nilai barang. Keua jenis tarif tersebut mempunyai kelebihan an kekurangan. Tarif a valorem lebih ail ibaningkan tarif spesifik, karena semakin tinggi kualitas barang maka semakin mahal harganya an semakin tinggi tarifnya. Seangkan penentuan tarif spesifik mengenakan tarif yang sama besarnya paa barang yang kualitasnya tinggi maupun renah. Oleh karena itu sangat penting mempunyai tenaga ahli yang khusus mengawasi kualitas barang jika akan mengenakan tarif a valorem. Aanya penetapan tarif apat mempengaruhi besarnya harga i negara importir maupun negara eksportir. Di negara importir, tarif akan menyebabkan peningkatan harga barang an sebaliknya i negara eksportir, tarif akan menyebabkan harga barang menurun. Pemerintah Inonesia telah mengeluarkan kebijakan tarif impor khususnya paa impor bahan baku gula (raw sugar) an prouk gula putih (refine sugar). Kebijakan tersebut ilakukan engan tujuan untuk melinungi inustri gula alam negeri ari esakan gula impor yang harganya lebih murah ibaningkan harga gula alam negeri yang itetapkan oleh pemerintah. Aanya kebijakan tarif impor gula akan mempengaruhi pasar gula i Inonesia. Dampak pemberlakuan tarif impor gula i negara importir, seperti Inonesia, apat ianalisis engan menggunakan Gambar 1. Paa waktu belum iberlakukan tarif impor gula, menunjukkan harga gula aalah sebesar P w. Selanjutnya engan iberlakukannya tarif impor gula sebesar menyebabkan harga gula i negara importir meningkat menjai P t0. Aanya penetapan tarif impor gula menyebabkan harga gula menjai lebih tinggi, sehingga prousen akan meningkatkan jumlah penawaran gula omestik ari Q 0 menjai Q 1, seangkan konsumen akan menurunkan jumlah konsumsi gula ari Q 3 menjai Q 2. Aapun pengaruh tarif gula terhaap impor gula menunjukkan bahwa jumlah impor gula akan mengalami penurunan ari Q 0 Q 3 menjai Q 1 Q 2. Berasarkan Gambar 1 secara statik perhitungan ampak penerapan tarif impor gula terhaap istribusi kesejahteraan masyarakat apat ijelaskan sebagai berikut : 1. Dampak terhaap konsumen

4 16 Jurnal Agribisnis an Ekonomi Pertanian (Volume 1. No 2 Desember 2007) Terjai penurunan kesejahteraan konsumen (consumer loss) sebesar luasan -(a + b + c + ). 2. Dampak terhaap prousen Terjai peningkatan kesejahteraan prousen (proucer gain) sebesar luasan (a). lebih lanjut mengenai peningkatan tarif impor gula tersebut terhaap kesejahteraan konsumen, prousen an pemerintah. Dengan aanya peningkatan tarif impor ari menjai t 1 menyebabkan konsumen akan kehilangan kesejahteraan sebesar ( e + f + g + h) Keterangan : Gambar 1. Dampak Peningkatan Tarif Impor Gula i Negara Importir S = Kurva Penawaran Gula D = Kurva Permintaan Gula P w = Harga Gula Dunia t P 0 = Harga Gula Domestik setelah aa Tarif Impor Gula sebesar t P 1 = Harga Gula Domestik setelah peningkatan Tarif Impor Gula ari menjai t 1 Q 0 = Jumlah Penawaran Gula Awal Q 1 = Jumlah Penawaran Gula setelah Tarif Impor Gula sebesar Q 2 = Jumlah Permintaan Gula setelah Tarif Impor Gula sebesar Q 3 = Jumlah Permintaan Awal Q 0 - Q 3 = Jumlah Impor Gula sebelum Tarif Impor Gula Q 1 - Q 2 = Jumlah Impor Gula setelah Tarif Impor Gula sebesar 3. Dampak terhaap penerimaan pemerintah akibat tarif impor (government revenue) sebesar luasan (c). 4. Dea Weight Loss (DWL) sebesar luasan (b + ). Selanjutnya apabila tarif impor itingkatkan ari menjai t 1 maka apat ilakukan analisis ibaningkan konisi tarif awal. Seangkan bagi prousen akan bertambah kesejahteraannya sebesar (e) an penerimaan pemerintah akan meningkat sebesar (g) an DWLnya sebesar (f + h). Selanjutnya Krugman an Obstfel (2000) menjelaskan bahwa engan aanya tarif impor menyebabkan kesejahteraan masyarakat akan mengalami penurunan ibaningkan engan

5 Jurnal Agribisnis an Ekonomi Pertanian (Volume 1. No 2 Desember 2007) 17 konisi aanya peragangan bebas. Penurunan kesejahteraan masyarakat tersebut apat ilihat engan aanya kehilangan atau Dea Weight Loss (DWL) baik ari prouksi maupun konsumsi. Lebih lanjut apat itentukan ukuranukuran terhaap perubahan kesejahteraan prousen, konsumen, pemerintah an perekonomian secara keseluruhan yang iakibatkan oleh peningkatan tarif impor. Ukuran-ukuran tersebut apat ilihat paa uraian berikut : 1. Perubahan prouksi akibat penetapan tarif impor sebesar : Ε s = ( Q s / P)(P/Q s ) Q s = Ε s Q s P/P Q s = Ε s Q s ( P - P w )/P 2. Perubahan konsumsi akibat penetapan tarif impor sebesar : Ε = ( Q / P)(P/Q ) Q = Ε Q P/P Q = Ε Q ( P - P w )/P 3. Perubahan surplus prousen akibat penetapan tarif impor sebesar sebesar wilayah a yang apat iukur sebagai berikut : Q 0 ( P - P w ) (Q 1 - Q 0 )( P - P w ) 4. Perubahan surplus konsumen akibat penetapan tarif impor sebesar sebesar wilayah abc yang apat iukur sebagai berikut : Q 3 ( P - P w ) (Q 3 - Q 2 )( P - P w ) 5. Penerimaan pemerintah sebesar wilayah c iukur sebagai berikut : t (Q 3 - Q 2 )( P 0 - P w ) imana : Ε s = Elastisitas penawaran Ε = Elastisitas permintaan Q s = Q 0 Q 1 = Perubahan penawaran Q = Q 2 Q 3 = Perubahan permintaan Sumber Data Data yang igunakan alam analisis merupakan ata sekuner yang berasal ari berbagai sumber iantaranya aalah Baan Pusat Statistik (BPS) an APEGTI (2007). Data sekuner yang igunakan tahun 2007 an mencakup harga gula CIF, harga gula prousen, konsumsi gula, prouksi gula, jumlah impor gula, an tarif impor gula putih. Data tahun 2007 akan ijaikan sebagai ata asar alam analisis. Selain itu alam melakukan analisis terhaap ampak kebijakan tarif impor gula, penulis menggunakan angka elastisitas permintaan an penawaran gula ari penelitian terahulu yaitu Hai an Nuryanti (2005) an Abiin (2000). Analisis ampak kebijakan tarif impor gula ilakukan engan menghitung istribusi manfaat (gains) an kerugian (losses) yang iperoleh prousen, konsumen, pemerintah an masyarakat secara keseluruhan. Aapun teknik perhitungan yang igunakan untuk menganalisis ampak kebijakan tarif impor gula terhaap prousen, konsumen, pemerintah an masyarakat secara keseluruhan apat ilihat paa Tabel 1. Paa tulisan ini, analisis ampak kebijakan peningkatan tarif impor gula putih engan menggunakan ua skenario yaitu sebagai berikut : 1. Skenario 1 engan tarif impor gula putih sebesar Rp. 700/kg. 2. Skenario 2 engan peningkatan tarif impor gula putih menjai Rp /kg.

6 18 Tabel 1. Jurnal Agribisnis an Ekonomi Pertanian (Volume 1. No 2 Desember 2007) Pengukuran Dampak Kebijakan Peningkatan Tarif Impor Gula Putih Variabel Notasi an Formula Harga CIF (Rp/kg) P Tarif impor (Rp/kg) T Harga gula (Rp/kg) P Konsumsi gula (Ribu ton) Q c Prouksi gula (Ribu ton) Q p Impor gula (Ribu ton) Q c - Q p Elastisitas permintaan E Elastisitas penawaran E s Peningkatan harga gula engan tarif baru (Rp/kg) P P Penambahan prouksi (Ribu ton) Q p = E s Q p (P P)/P Kehilangan konsumsi (Ribu ton) Q c = E Q c (P P)/P Prouksi setelah tarif impor (Ribu ton) Q p = Q p + Q p Konsumsi setelah tarif impor (Ribu ton) Q c = Q c + Q c Impor setelah tarif impor (Ribu ton) Q c - Q p Perubahan surplus konsumen (Rp triliun) Q c (P P) (P P)(Q c - Q c ) Perubahan surplus prousen (Rp triliun) Q p (P P) (P P)( Q p - Q p ) Penerimaan pemerintah ari tarif (Rp triliun) (P P)(Q c -Q p ) Efek kesejahteraan bersih (Rp triliun) 0.5(P P)(Q p -Q p )+ 0.5 (P P)(Q c -Q c ) Sumber : Tweeten (1989) Asumsi-asumsi yang igunakan alam pengukuran paa Tabel 1 iantaranya sebagai berikut : 1. Harga CIF gula suah ikonversi ari nilai US$/ton menjai Rp/kg engan menggunakan nilai tukar rupiah sebesar Rp /US $. 2. Angka elastisitas permintaan gula iasarkan paa hasil penelitian Abiin (2000) bahwa elastisitas permintaan gula oleh rumahtangga terhaap harga gula i tingkat pengecer sebesar 0, Angka elastisitas penawaran gula iasarkan paa hasil penelitian Hai an Nuryanti (2005) bahwa elastisitas penawaran gula terhaap harga gula i tingkat prousen sebesar 0, Harga gula yang igunakan merupakan harga gula i tingkat prousen. 5. Efek kesejahteraan bersih menunjukkan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan selain iukur seperti paa Tabel 1, juga apat iukur engan menjumlahkan perubahan surplus konsumen ( SK), perubahan surplus prousen ( SP) an penerimaan pemerintah (PP) atau ituliskan sebagai berikut : SK + SP + PP HASIL DAN PEMBAHASAN Kebijakan Tarif Impor Gula Penetapan tarif terhaap impor gula oleh pemerintah mengalami perkembangan ari waktu ke waktu. Aanya istorsi i pasar internasional maupun kebijakan pemerintah ternyata memberikan kontribusi terhaap permasalahan impor gula i Inonesia (Erwioo, 2002; Susila an Sinaga, 2005). Paa tahun , pemerintah telah membebaskan tarif impor gula engan pertimbangan bahwa prouksi gula omestik paa perioe waktu tersebut masih terbatas. Selanjutnya paa tahun , pemerintah telah mengeluarkan kebijakan engan mengenakan tarif impor gula yang sangat tinggi, yaitu sebesar 60 persen. Hal tersebut iasarkan paa pertimbangan bahwa paa perioe waktu tersebut pemerintah ingin berswasembaa gula melalui program Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI). Setelah program TRI berjalan, ternyata prouktivitas tebu cenerung mengalami penurunan (Abiin, 2000). Prouktivitas tebu yang

7 Jurnal Agribisnis an Ekonomi Pertanian (Volume 1. No 2 Desember 2007) 19 menurun menyebabkan pemenuhan kebutuhan konsumsi gula alam negeri ilakukan engan meningkatkan impor gula sehingga tarif impor iturunkan menjai 10 persen tahun Selanjutnya paa tahun 1994, karena aanya tuntutan liberalisasi peragangan yang semakin kuat menyebabkan pemerintah membebaskan tarif impor gula. Bahkan paa tahun 1999 pemerintah tiak hanya membebaskan tarif impor gula tetapi juga membebaskan impor gula kepaa pihak swasta selain kepaa BULOG. Pembebasan impor gula tersebut telah mengakibatkan tingginya jumlah gula impor atau penawaran gula omestik sehingga harga gula i pasar omestik terus mengalami penurunan. Konisi tersebut menyebabkan pemerintah menghaapi tekanan ari berbagai pihak, terutama ari Asosiasi Petani Tebu Rakyat Intensifikasi (APTRI), sehingga pemerintah akhirnya menetapkan tarif impor sebesar 25 persen yang berlaku sejak 1 Januari 2000 an irevisi kembali paa tanggal 3 Juli 2002 menjai tarif spesifik sebesar Rp. 550/kg untuk gula mentah an Rp. 700/kg untuk gula putih (Abiin, 2000). Sampai saat ini penetapan tarif impor gula tersebut masih berlaku yang iasarkan paa Surat Keputusan Menperinag No. 527/MPP/Kep/2004 jo Kep Menperinag No. 02/M/Kep/XII/2004 jo Kep Menperinag No. 08/M-DAG/Per/4/2005. Dampak Kebijakan Peningkatan Tarif Impor Gula Kebijakan tarif impor gula yang itetapkan oleh pemerintah akan berpengaruh terhaap kesejahteraan prousen, konsumen, pemerintah an masyarakat secara keseluruhan. Paa bagian ini akan ijelaskan mengenai ampak kebijakan peningkatan tarif impor gula terhaap masing-masing pelaku engan ua skenario yaitu skenario 1 engan tarif impor gula putih sebesar Rp. 700/kg an skenario 2 engan tarif impor gula putih sebesar Rp /kg. Sebagai konisi awal igunakan ata paa tahun 2007, selanjutnya ilihat perubahan yang terjai setelah iberlakukan kebijakan tarif impor gula. Dampak kebijakan peningkatan tarif impor gula apat ilihat paa Tabel 2. Dampak Kebijakan Peningkatan Tarif Impor Gula terhaap Kesejahteraan Prousen Paa tahun 2007, prouksi gula omestik yang besarnya sekitar ribu ton tiak mampu memenuhi konsumsi gula yang besarnya sekitar ribu ton. Konisi tersebut menorong pemerintah melakukan impor gula untuk memenuhi konsumsi gula nasional. Jumlah impor gula paa waktu tersebut mencapai ribu ton. Impor gula yang terus meningkat ari waktu ke waktu menorong pemerintah untuk mengeluarkan kebijakan tarif impor gula sebesar Rp. 700/kg. Penetapan tarif impor merupakan alternatif yang iusulkan berbagai pihak untuk melinungi inustri gula nasional. Dengan aanya kebijakan tarif impor gula sebesar Rp. 700/kg akan menorong prousen gula i Inonesia, alam hal ini inustri gula an petani tebu, untuk meningkatkan prouksi gula omestik. Jika iasumsikan bahwa elastisitas penawaran gula omestik terhaap harga gula sebesar 0,29868 maka kebijakan penetapan tarif impor gula sebesar Rp. 700/kg mampu meningkatkan prouksi gula omestik sebesar 9,57 persen (201,009 ribu ton) sehingga prouksi gula omestik meningkat ari ribu ton menjai 2.301,009 ribu ton. Selain prouksi gula mengalami peningkatan, kebijakan tarif impor gula sebesar Rp. 700/kg memberikan pengaruh paa peningkatan surplus prousen sebesar Rp triliun.

8 20 Jurnal Agribisnis an Ekonomi Pertanian (Volume 1. No 2 Desember 2007) Tabel 2. Analisis Dampak Kebijakan Peningkatan Tarif Impor Gula Variabel Skenario 1 Skenario 2 Harga CIF gula (US$/ton) Nilai Tukar (Rp/US$) Harga CIF (Rp/kg ) Tarif impor gula (Rp/kg) Harga gula i tingkat prousen (Rp/kg) Prouksi gula (000 Ton) Konsumsi gula (000 Ton) Impor gula (000 Ton) Elastisitas permintaan - 0,7859-0,7859 Elastisitas penawaran 0,2987 0,2987 Peningkatan harga prousen engan tarif baru (Rp/kg) Penambahan prouksi (000 ton) 201, ,120 Prouksi gula setelah tarif (000 ton) 2.301, ,120 Kehilangan konsumsi (000 ton) - 969, ,55 Konsumsi gula setelah tarif (000 ton) 2.880, ,45 Impor gula setelah tarif (000 ton) 579,398 0 Perubahan surplus prousen (Rp triliun) 2,189 3,486 Perubahan surplus konsumen (Rp triliun) -3,348-4,785 Penerimaan pemerintah ari tarif (Rp triliun) 0,577 0 Efek kesejahteraan bersih (Rp triliun) -0,582-1,299 Keterangan : Skenario 1 : Kebijakan tarif impor gula Rp. 700/Kg Skenario 2 : Kebijakan tarif impor gula Rp /Kg Terkait engan tuntutan APTRI, Asosiasi Prousen an HKTI terhaap pemerintah untuk meningkatkan tarif impor gula putih ari Rp. 700/kg menjai Rp /kg maka jika kebijakan tersebut iterapkan akan menyebabkan prouksi gula omestik akan semakin meningkat. Peningkatan tarif impor tersebut akan menyebabkan prouksi gula meningkat sebesar 14,9 persen (312,120 ribu ton) sehingga prouksi gula menjai 2.412,120 ribu ton. Selain hal itu, peningkatan tarif impor akan meningkatkan kesejahteraan prousen yaitu terjai peningkatan surplus prousen sebesar Rp. 3,485 triliun. Peningkatan prouksi gula an surplus prousen terjai karena engan aanya tarif impor gula menyebabkan harga gula mengalami peningkatan sehingga menorong prousen untuk meningkatkan prouksi gula. Semakin tinggi tarif impor yang iterapkan akan semakin tinggi harga gula sehingga semakin memacu prousen untuk meningkatkan prouksi gula omestik an kesejahteraan prousen semakin meningkat. Dampak Kebijakan Peningkatan Tarif Impor Gula terhaap Kesejahteraan Konsumen Kebijakan tarif impor gula sebesar Rp. 700/kg memberikan pengaruh yang buruk bagi konsumen. Jika iasumsikan elastisitas permintaan gula terhaap harga gula sebesar -0,7859 maka kebijakan penetapan tarif impor gula sebesar Rp. 700/kg menyebabkan konsumsi gula mengalami penurunan sebesar 25,18 persen (969,593 ribu ton) sehingga konsumsi gula menurun ari ribu ton menjai 2.880,407 ribu ton. Selain konisi tersebut, ternyata engan aanya tarif impor gula sebesar Rp. 700/kg akan menurunkan kesejahteraan konsumen. Hal ini itunjukkan oleh penurunan surplus konsumen sebesar Rp. 3,348 triliun. Penurunan konsumsi gula an kesejahteraan konsumen terjai karena engan aanya tarif

9 Jurnal Agribisnis an Ekonomi Pertanian (Volume 1. No 2 Desember 2007) 21 impor gula akan menyebabkan konsumen akan menerima harga gula yang lebih tinggi ari sebelumnya. Selanjutnya jika pemerintah meningkatkan tarif impor gula ari Rp. 700/kg menjai Rp /kg, seperti tuntutan APTRI, Asosiasi Prousen an HKTI, maka harga gula i alam negeri akan semakin tinggi. Jika kebijakan tersebut iterapkan akan menyebabkan konsumen semakin menurunkan permintaan gula sebesar 39,1 persen (1.505,549 ribu ton) sehingga konsumsi gula menjai 2.344,451 ribu ton. Kebijakan tersebut akan menyebabkan kesejahteraan konsumen semakin menurun yang itunjukkan oleh penurunan surplus konsumen sebesar Rp. 4,785 triliun. Dampak Kebijakan Peningkatan Tarif Impor Gula terhaap Pemerintah Salah satu sumber penerimaan pemerintah iantaranya berasal ari impor gula. Dengan aanya kebijakan tarif impor gula sebesar Rp. 700/kg menyebabkan impor gula mengalami penurunan sebesar 33,1 persen ari jumlah impor ribu ton menjai 579,398 ribu ton. Meskipun emikian, pemerintah menapatkan penerimaan ari impor gula sebesar Rp. 0,577 triliun. Selanjutnya jika pemerintah memenuhi tuntutan APTRI, Asosiasi Prousen an HKTI untuk meningkatkan tarif impor gula ari Rp. 700/kg menjai Rp /kg maka konsumsi gula apat terpenuhi ari prouksi gula omestik sehingga tiak perlu ilakukan impor. Konisi tersebut menunjukkan bahwa pemerintah akan kehilangan sumber penerimaan ari impor gula. Dampak Kebijakan Peningkatan Tarif Impor Gula terhaap Kesejahteraan Masyarakat Keseluruhan Dampak kebijakan pemerintah apat iukur ari kesejahteraan masyarakat atau perekonomian secara keseluruhan (Net Welfare Effect). Ukuran tersebut suah memperhitungkan perubahan-perubahan yang ihaapi paa surplus prousen, surplus konsumen an penerimaan pemerintah. Dari uraian terahulu menunjukkan bahwa kebijakan tarif impor gula sebesar Rp. 700/kg memberikan pengaruh peningkatan paa surplus prousen an penerimaan pemerintah tetapi memberikan pengaruh penurunan surplus konsumen. Dengan mempertimbangkan ketiga hal tersebut ternyata kebijakan tarif impor sebesar Rp. 700/kg memberikan pengaruh paa penurunan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan sebesar Rp. 0,582 triliun. Selanjutnya engan kebijakan peningkatan tarif impor gula ari Rp. 700/kg menjai Rp /kg menyebabkan penurunan kesejahteraan masyarakat semakin besar menjai Rp. 1,299 triliun. Konisi tersebut menunjukkan bahwa tuntutan APTRI, Asosiasi Prousen an HKTI ari satu sisi akan meningkatkan kesejahteraan prousen gula, namun emikian secara keseluruhan menurunkan kesejahteraan masyarakat. Seperti yang ikemukakan oleh Krugman an Obstfel (2000) bahwa kebijakan tarif impor akan menurunkan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan ibaningkan engan peragangan bebas. Selain itu, ampak kebijakan tarif impor akan menguntungkan salah satu pihak an akan merugikan pihak lain. Sehingga perlu icari solusi yang tepat yang apat menguntungkan keua belah pihak (win-win solution). Dengan memperhatikan uraian terahulu sebaiknya pemerintah mempertahankan kebijakan yang sekarang iterapkan engan menetapkan tarif impor gula sebesar Rp. 700/kg berasarkan paa Surat Keputusan Menperinag No. 527/MPP/Kep/2004 jo Kep

10 22 Jurnal Agribisnis an Ekonomi Pertanian (Volume 1. No 2 Desember 2007) Menperinag No.02/M/Kep/XII/2004 jo Kep Menperinag No. 08/M-DAG/Per/4/2005. Kebijakan ini cukup menciptakan persaingan yang ail bagi inustri gula nasional. Kebijakan ini cukup efektif alam menorong perkembangan inustri gula nasional Hal ini apat ilihat ari peningkatan prouksi gula. Namun emikian kebijakan tersebut belum bisa mewujukan harga gula yang terjangkau i tingkat konsumen. KESIMPULAN DAN SARAN Dampak kebijakan tarif impor gula putih sebesar Rp. 700/kg akan meningkatkan kesejahteraan prousen an penerimaan pemerintah. Namun emikian kebijakan tersebut menyebabkan kesejahteraan konsumen an masyarakat secara keseluruhan mengalami penurunan. Selanjutnya kebijakan peningkatan tarif impor gula menjai Rp /kg menyebabkan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan semakin menurun. Dengan emikian kebijakan peningkatan tarif impor gula tersebut sangat tiak efisien, sehingga pemerintah tiak perlu melakukan peningkatan tarif impor gula seperti yang menjai tuntutan APTRI, Asosiasi Prousen maupun HKTI. Untuk jangka waktu tertentu (penek), perlinungan terhaap inustri gula (apabila ipaksakan untuk ilakukan) maka kebijakan tarif impor apat ilakukan itunjang engan kebijakan prouksi gula, seperti teknologi paa buiaya tebu an prouksi gula. Aternatif tersebut apat igunakan untuk meningkatkan kinerja inustri gula an petani tebu sehingga prouksi gula an tebu apat meningkat efisiensinya. Namun emikian kebijakan harga gula yang terjangkau oleh konsumen perlu menjai pertimbangan pemerintah. DAFTAR PUSTAKA Abiin, Z Dampak Liberalisasi Peragangan Terhaap Keragaan Inustri Gula Inonesia : Suatu Analisis Kebijakan. Disertasi. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. APEGTI Terjai Anomali Harga Gula Domestik. Akses 4 Januari Baan Pusat Statistik Statistik Inonesia. Baan Pusat Statistik. Jakarta. Erwioo Getting Sugar Policy Right. Foo Policy Activities Project. USAID Technical Assistance Program. Ministry of Agriculture an Bappenas. Jakarta. Hai, P.U an S. Nuryanti Dampak Proteksi terhaap Ekonomi Gula Inonesia. Jurnal Agro Ekonomi 23(1) : Krugman, P.R an M. Obstfel International Economics. Theory an Policy. Aison Wesley Publishing Company. USA. Nainggolan, K Kebijakan Gula Nasional an Persaingan Global. Makalah. Kongres Ikatan Ahli Gula Inonesia. Departemen Pertanian. Jakarta Pambui, R., S. Marianto, N. Pribai, T.E. H. Basuki an A. Suryana (Es) Ekonomi Gula : 11 Pemain Utama Dunia, Kajian Komparasi ari Perspektif Inonesia. Sekretariat Dewan Ketahanan Pangan. Jakarta. Sawit, M., Erwioo, T. Kuntohartono an H. Siregar Penyelamatan an Penyehatan Inustri Gula Nasional : Suatu Kajian Akaemisi, alam : Pambui, R., S. Marianto, N. Pribai, T.E. H. Basuki an A. Suryana (Es). Ekonomi Gula : 11 Pemain Utama Dunia, Kajian Komparasi ari Perspektif Inonesia. Sekretariat Dewan Ketahanan Pangan. Jakarta. Susila, R.W. an B.M.Sinaga Analisis Kebijakan Inustri Gula Inonesia. Jurnal Agro Ekonomi 23(1) : Suwani Urgensi Impor Gula. Dewan Gula Inonesia. Jakarta. Tweeten, L Agricultural Policy Analysis Tools for Economic Development. Westview Press.

11 Jurnal Agribisnis an Ekonomi Pertanian (Volume 1. No 2 Desember 2007) 23

PENGARUH KEBIJAKAN PAJAK EKSPOR TERHADAP KETERSEDIAAN MINYAK SAWIT MENTAH (CPO) DI DALAM NEGERI : Pendekatan Produsen dan Konsumen Surplus

PENGARUH KEBIJAKAN PAJAK EKSPOR TERHADAP KETERSEDIAAN MINYAK SAWIT MENTAH (CPO) DI DALAM NEGERI : Pendekatan Produsen dan Konsumen Surplus J. Agrisains 6 (3) : 143-148, Desember 2005 ISSN : 1412-3657 PENGARUH KEBIJAKAN PAJAK EKSPOR TERHADAP KETERSEDIAAN MINYAK SAWIT MENTAH (CPO) DI DALAM NEGERI : Pendekatan Produsen dan Konsumen Surplus Oleh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Gula merupakan salah satu komoditas perkebunan strategis Indonesia baik

I. PENDAHULUAN. Gula merupakan salah satu komoditas perkebunan strategis Indonesia baik I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gula merupakan salah satu komoditas perkebunan strategis Indonesia baik dari dimensi ekonomi, sosial, maupun politik. Indonesia memiliki keunggulan komparatif sebagai

Lebih terperinci

@ 2005 Rustam Abd. Rauf Makalah Falsafah Sains (PPs 702 Sekolah Pascasarjana / S3 Institut Pertanian Bogor Maret 2005

@ 2005 Rustam Abd. Rauf Makalah Falsafah Sains (PPs 702 Sekolah Pascasarjana / S3 Institut Pertanian Bogor Maret 2005 @ 2005 Rustam Abd. Rauf Makalah Falsafah Sains (PPs 702 Sekolah Pascasarjana / S3 Institut Pertanian Bogor Maret 2005 Dosen : 1. Prof. Dr. Ir. Rudy C. Tarumingkeng (Penanggung Jawab) 2. Prof. Dr. Ir. Zahrial

Lebih terperinci

NAMA : FAISHAL AGUNG ROHELMY NIM:

NAMA : FAISHAL AGUNG ROHELMY NIM: FUNGSI PERMINTAAN, PENAWARAN, & KESEIMBANGAN PASAR NAMA : FAISHAL AGUNG ROHELMY NIM: 115030207113012 FUNGSI PERMINTAAN, PENAWARAN, & EKUILIBRIUM PASAR Fungsi Permintaan Pasar Fungsi permintaan pasar untuk

Lebih terperinci

IX. KESIMPULAN DAN SARAN

IX. KESIMPULAN DAN SARAN 203 IX. KESIMPULAN DAN SARAN 9.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dikemukakan di atas, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Analisis terhadap faktor-faktor yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia usaha saat ini mengalami peningkatan yang pesat.

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia usaha saat ini mengalami peningkatan yang pesat. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan unia usaha saat ini mengalami peningkatan yang pesat. Peningkatan itu isebabkan karena kebutuhan an keinginan konsumen yang semakin bervariasi. Aanya

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 34 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Hirarki Pusat-Pusat Pelayanan i Kecamatan Leuwiliang Analisis hirarki pusat-pusat pelayanan i Kecamatan Leuwiliang ilakukan engan menggunakan metoe skalogram berbobot berasarkan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Data Langkah-Langkah Penelitian

METODE PENELITIAN Data Langkah-Langkah Penelitian METODE PENELITIAN Data Inonesia merupakan salah satu negara yang tiak mempunyai ata vital statistik yang lengkap. Dengan memperhatikan hal tersebut, sangat tepat menggunakan Moel CPA untuk mengukur tingkat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Budidaya tebu adalah proses pengelolaan lingkungan tumbuh tanaman

TINJAUAN PUSTAKA. Budidaya tebu adalah proses pengelolaan lingkungan tumbuh tanaman 24 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usahatani Tebu 2.1.1 Budidaya Tebu Budidaya tebu adalah proses pengelolaan lingkungan tumbuh tanaman sehingga tanaman dapat tumbuh dengan optimum dan dicapai hasil yang diharapkan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gula merupakan salah satu komoditas strategis dalam perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. Gula merupakan salah satu komoditas strategis dalam perekonomian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gula merupakan salah satu komoditas strategis dalam perekonomian Indonesia dan salah satu sumber pendapatan bagi para petani. Gula juga merupakan salah satu kebutuhan

Lebih terperinci

BAB 3 MODEL DASAR DINAMIKA VIRUS HIV DALAM TUBUH

BAB 3 MODEL DASAR DINAMIKA VIRUS HIV DALAM TUBUH BAB 3 MODEL DASA DINAMIKA VIUS HIV DALAM TUBUH 3.1 Moel Dasar Moel asar inamika virus HIV alam tubuh menggunakan beberapa asumsi sebagai berikut: Mula-mula tubuh alam keaaan tiak terinfeksi virus atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beras, jagung dan umbi-umbian menjadikan gula sebagai salah satu bahan

BAB I PENDAHULUAN. beras, jagung dan umbi-umbian menjadikan gula sebagai salah satu bahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gula merupakan komoditi penting bagi masyarakat Indonesia bahkan bagi masyarakat dunia. Manfaat gula sebagai sumber kalori bagi masyarakat selain dari beras, jagung

Lebih terperinci

Praktikum Total Quality Management

Praktikum Total Quality Management Moul ke: 09 Dr. Fakultas Praktikum Total Quality Management Aries Susanty, ST. MT Program Stui Acceptance Sampling Abstract Memberikan pemahaman tentang rencana penerimaan sampel, baik satu tingkat atau

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Teori Permintaan Permintaan adalah jumlah barang atau jasa yang rela dan mampu dibeli oleh konsumen selama periode tertentu (Pappas & Hirschey

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. II.1 Saham

BAB II DASAR TEORI. II.1 Saham BAB II DASAR TEORI Paa bab ini akan ijelaskan asar teori yang igunakan selama pelaksanaan Tugas Akhir ini: saham, analisis funamental, analisis teknis, moving average, oscillator, an metoe Relative Strength

Lebih terperinci

DETEKSI API REAL-TIME DENGAN METODE THRESHOLDING RERATA RGB

DETEKSI API REAL-TIME DENGAN METODE THRESHOLDING RERATA RGB ISSN: 1693-6930 17 DETEKSI API REAL-TIME DENGAN METODE THRESHOLDING RERATA RGB Kartika Firausy, Yusron Saui, Tole Sutikno Program Stui Teknik Elektro, Fakultas Teknologi Inustri, Universitas Ahma Dahlan

Lebih terperinci

Arus Melingkar (Circular Flow) dalam Perekonomian 2 Sektor

Arus Melingkar (Circular Flow) dalam Perekonomian 2 Sektor Perekonomian suatu negara igerakkan oleh pelaku-pelaku kegiatan ekonomi. Pelaku kegiatan ekonomi secara umum ikelompokkan kepaa empat pelaku, yaitu rumah tangga, perusahaan (swasta), pemerintah an ekspor-impor.

Lebih terperinci

ANALISIS KEBIJAKAN TARIF, SUBSIDI DAN KUOTA TERHADAP IMPOR GULA DI INDONESIA.

ANALISIS KEBIJAKAN TARIF, SUBSIDI DAN KUOTA TERHADAP IMPOR GULA DI INDONESIA. 2004 Safrida Makalah Pribadi Falsafah Sains (PPS 702) Sekolah Pasca Sarjana / S3 Institut Pertanian Bogor Desember 2004 Dosen: Prof Dr Ir Rudy C Tarumingkeng, M F (Penanggung Jawab) Prof. Dr. Ir. Zahrial

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. ASEAN sebagai organisasi regional, kerjasama ekonomi dijadikan sebagai salah

I. PENDAHULUAN. ASEAN sebagai organisasi regional, kerjasama ekonomi dijadikan sebagai salah 17 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ASEAN terbentuk pada tahun 1967 melalui Deklarasi ASEAN atau Deklarasi Bangkok tepatnya pada tanggal 8 Agustus 1967 di Bangkok oleh Wakil Perdana Menteri merangkap

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA. Oleh : RIKA PURNAMASARI A

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA. Oleh : RIKA PURNAMASARI A ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA Oleh : RIKA PURNAMASARI A14302053 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang tangguh dalam perekonomian dan memiliki peran sebagai penyangga pembangunan nasional. Hal ini terbukti pada saat Indonesia

Lebih terperinci

Jurnal Teknika ISSN : Fakultas Teknik Universitas Islam Lamongan Volume 2 No.2 Tahun 201

Jurnal Teknika ISSN : Fakultas Teknik Universitas Islam Lamongan Volume 2 No.2 Tahun 201 akultas Teknik Universitas Islam Lamongan Volume 2 No.2 Tahun 20 PEMBUATAN APLIKASI SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMILIHAN DALAM PENGEMBANGAN INDUSTRI POTENSIAL DENGAN METODE PROMETHEE II Ahma Jalaluin )

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara (Krugman dan Obstfeld, 2009). Hampir seluruh negara di dunia melakukan

BAB I PENDAHULUAN. negara (Krugman dan Obstfeld, 2009). Hampir seluruh negara di dunia melakukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Perekonomian negara-negara di dunia saat ini terkait satu sama lain melalui perdagangan barang dan jasa, transfer keuangan dan investasi antar negara (Krugman dan Obstfeld,

Lebih terperinci

PUNGUTAN EKSPOR BIJI KAKAO SEBAGAI ISU KEBIJAKAN

PUNGUTAN EKSPOR BIJI KAKAO SEBAGAI ISU KEBIJAKAN PUNGUTAN EKSPOR BIJI KAKAO SEBAGAI ISU KEBIJAKAN 1. Pemerintah atas permintaan sebagian perusahaan pengolah kakao yang tergabung dalam Asosiasi Industri Kakao Indonesia (AIKI) sedang mempertimbangkan untuk

Lebih terperinci

ANALISIS KLASTER UNTUK PENGELOMPOKAN KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAWA TENGAH BERDASARKAN INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT

ANALISIS KLASTER UNTUK PENGELOMPOKAN KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAWA TENGAH BERDASARKAN INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT ANALISIS KLASTER UNTUK PENGELOMPOKAN KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAWA TENGAH BERDASARKAN INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT 1 Safa at Yulianto, Kishera Hilya Hiayatullah 1, Ak. Statistika Muhammaiyah Semarang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Di Indonesia gula merupakan komoditas terpenting nomor dua setelah

I. PENDAHULUAN. Di Indonesia gula merupakan komoditas terpenting nomor dua setelah I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di Indonesia gula merupakan komoditas terpenting nomor dua setelah beras. Gula menjadi begitu penting bagi masyarakat yakni sebagai sumber kalori. Pada umumnya gula digunakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian Indonesia. Hal ini terlihat dari peran sektor pertanian tersebut dalam perekonomian nasional sebagaimana

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (Riyadi, 2002). Dalam komponen pengeluaran konsumsi masyarakat Indonesia

I. PENDAHULUAN. (Riyadi, 2002). Dalam komponen pengeluaran konsumsi masyarakat Indonesia I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beras merupakan makanan pokok dari 98 persen penduduk Indonesia (Riyadi, 2002). Dalam komponen pengeluaran konsumsi masyarakat Indonesia beras mempunyai bobot yang paling

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kopi merupakan salah satu komoditas ekspor unggulan subsektor perkebunan

I. PENDAHULUAN. Kopi merupakan salah satu komoditas ekspor unggulan subsektor perkebunan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kopi merupakan salah satu komoditas ekspor unggulan subsektor perkebunan yang memegang peranan penting dalam perdagangan dan perekonomian negara. Kopi berkontribusi cukup

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam hal lapangan pekerjaan. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1.

I. PENDAHULUAN. dalam hal lapangan pekerjaan. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian penduduknya bermata pencaharian di sektor pertanian. Menurut data BPS (2010), jumlah penduduk yang bekerja di sektor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia memiliki potensi alamiah yang berperan positif dalam

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia memiliki potensi alamiah yang berperan positif dalam 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki potensi alamiah yang berperan positif dalam pengembangan sektor pertanian sehingga sektor pertanian memiliki fungsi strategis dalam penyediaan pangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penyediaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahan

I. PENDAHULUAN. penyediaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan sumberdaya alam yang melimpah, terutama pada sektor pertanian. Sektor pertanian sangat berpengaruh bagi perkembangan

Lebih terperinci

DIFERENSIAL FUNGSI SEDERHANA

DIFERENSIAL FUNGSI SEDERHANA DIFERENSIAL FUNGSI SEDERHANA Tujuan instruktusional khusus : Diharapkan mahasiswa apat memahami konsep iferensial an memanfaatkannya alam melakukan analisis bisnis an ekonomi yang berkaitan engan masalah

Lebih terperinci

Geo Image (Spatial-Ecological-Regional)

Geo Image (Spatial-Ecological-Regional) Geo Image 2 2) 203) Geo Image Spatial-Ecological-Regional) http://journal.unnes.ac.i/sju/inex.php/geoimage PERSEPSI MASYARAKAT PEAMBAG TRADISIOAL TERHADAP SUMBER DAYA MIYAK BUMI DI KAWASA CEPU Kukuh Prasetiyo

Lebih terperinci

ANALISIS PERKEMBANGAN HARGA GULA

ANALISIS PERKEMBANGAN HARGA GULA ANALISIS PERKEMBANGAN HARGA GULA I. DINAMIKA HARGA 1.1. Harga Domestik 1. Jenis gula di Indonesia dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu Gula Kristal Putih (GKP) dan Gula Kristal Rafinasi (GKR). GKP adalah

Lebih terperinci

MAKALAH TUGAS AKHIR DIMENSI METRIK PADA PENGEMBANGAN GRAPH KINCIR DENGAN POLA K 1 + mk n

MAKALAH TUGAS AKHIR DIMENSI METRIK PADA PENGEMBANGAN GRAPH KINCIR DENGAN POLA K 1 + mk n MAKALAH TUGAS AKHIR DIMENSI METRIK PADA PENGEMBANGAN GRAPH KINCIR DENGAN POLA K 1 + mk n Oleh : JOHANES ARIF PURWONO 105 100 00 Pembimbing : Drs. Suhu Wahyui, MSi 131 651 47 ABSTRAK Graph aalah suatu sistem

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan Konsumsi Gula Tahun Periode

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan Konsumsi Gula Tahun Periode 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gula termasuk salah satu komoditas strategis dalam perekonomian Indonesia. Dengan luas areal rata-rata 400 ribu ha pada periode 2007-2009, industri gula berbasis tebu

Lebih terperinci

DAMPAK IMPOR GULA TERHADAP HARGA GULA DOMESTIK SUMATERA UTARA

DAMPAK IMPOR GULA TERHADAP HARGA GULA DOMESTIK SUMATERA UTARA DAMPAK IMPOR GULA TERHADAP HARGA GULA DOMESTIK SUMATERA UTARA ANNISA CHAIRINA, ISKANDARINI, EMALISA Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara e-mail : annisa_ca@ymail.com Abstrak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat subur dan memiliki iklim yang baik untuk perkebunan tebu. Kepala Pusat

BAB I PENDAHULUAN. sangat subur dan memiliki iklim yang baik untuk perkebunan tebu. Kepala Pusat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Negara Indonesia merupakan negara yang mempunyai kekayaan sumber daya alam yang melimpah. Hal ini terbukti dengan keadaan tanah Indonesia yang sangat subur

Lebih terperinci

Simulasi Pajak Ekspor Kelapa, Kakao, Jambu Mete dan Tarif Impor Terigu

Simulasi Pajak Ekspor Kelapa, Kakao, Jambu Mete dan Tarif Impor Terigu Simulasi Pajak Ekspor Kelapa, Kakao, Jambu Mete dan Tarif Impor Terigu 1. Kelapa Luas areal, produksi dan produktivitas kelapa Indonesia dalam dua tahun terakhir cenderung stabil. Jumlah kelapa yang terserap

Lebih terperinci

1.1. Sub Ruang Vektor

1.1. Sub Ruang Vektor 1.1. Sub Ruang Vektor Dalam membiarakan ruang vektor, tiak hanya vektoer-vektornya saja yang menarik, tetapi juga himpunan bagian ari ruang vektor tersebut yang membentuk ruang vektor lagi terhaap operasi

Lebih terperinci

Perbaikan Kualitas Arus Output pada Buck-Boost Inverter yang Terhubung Grid dengan Menggunakan Metode Feed-Forward Compensation (FFC)

Perbaikan Kualitas Arus Output pada Buck-Boost Inverter yang Terhubung Grid dengan Menggunakan Metode Feed-Forward Compensation (FFC) JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (01) 1-6 1 Perbaikan Kualitas Arus Output paa Buck-Boost Inverter yang Terhubung Gri engan Menggunakan Metoe Fee-Forwar Compensation (FFC) Faraisyah Nugrahani, Deet

Lebih terperinci

ANALISIS DAMPAK IMPOR GULA TERHADAP HARGA GULA DOMESTIK DAN INDUSTRI GULA INDONESIA. Oleh: AGUS TRI SURYA NAINGGOLAN A

ANALISIS DAMPAK IMPOR GULA TERHADAP HARGA GULA DOMESTIK DAN INDUSTRI GULA INDONESIA. Oleh: AGUS TRI SURYA NAINGGOLAN A ANALISIS DAMPAK IMPOR GULA TERHADAP HARGA GULA DOMESTIK DAN INDUSTRI GULA INDONESIA Oleh: AGUS TRI SURYA NAINGGOLAN A14302003 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara agraris karena memiliki kekayaan alam yang berlimpah, terutama di bidang sumber daya pertanian seperti lahan, varietas serta iklim yang

Lebih terperinci

VII. DAMPAK KEBIJAKAN PERDAGANGAN DAN PERUBAHAN LINGKUNGAN EKONOMI TERHADAP DINAMIKA EKSPOR KARET ALAM

VII. DAMPAK KEBIJAKAN PERDAGANGAN DAN PERUBAHAN LINGKUNGAN EKONOMI TERHADAP DINAMIKA EKSPOR KARET ALAM VII. DAMPAK KEBIJAKAN PERDAGANGAN DAN PERUBAHAN LINGKUNGAN EKONOMI TERHADAP DINAMIKA EKSPOR KARET ALAM 7.1. Dampak Kenaikan Pendapatan Dampak kenaikan pendapatan dapat dilihat dengan melakukan simulasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jagung merupakan komoditi yang penting bagi perekonomian Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN. Jagung merupakan komoditi yang penting bagi perekonomian Indonesia, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jagung merupakan komoditi yang penting bagi perekonomian Indonesia, kebutuhan jagung di Indonesia mengalami peningkatan, yaitu lebih dari 10 juta ton pipilan kering

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. setelah beras. Jagung juga berperan sebagai bahan baku industri pangan dan

PENDAHULUAN. setelah beras. Jagung juga berperan sebagai bahan baku industri pangan dan PENDAHULUAN Latar Belakang Jagung merupakan salah satu tanaman pangan yang memiliki peranan strategis dan bernilai ekonomis serta mempunyai peluang untuk dikembangkan. Hal ini disebabkan karena kedudukannya

Lebih terperinci

PENGARUH LAYANAN PURNA JUAL DAN KEPUASAN PELANGGAN TERHADAP LOYALITAS PELANGGAN

PENGARUH LAYANAN PURNA JUAL DAN KEPUASAN PELANGGAN TERHADAP LOYALITAS PELANGGAN Konferensi Nasional Ilmu Sosial & Teknologi (KNiST) Maret 015, pp. 17~ PENGARUH LAYANAN PURNA JUAL DAN KEPUASAN PELANGGAN TERHADAP LOYALITAS PELANGGAN 17 Julia Retnowulan 1, Isnurrini Hiayat Susilowati,

Lebih terperinci

JIIA, VOLUME 2, No. 1, JANUARI 2014

JIIA, VOLUME 2, No. 1, JANUARI 2014 ANALISIS POSISI DAN TINGKAT KETERGANTUNGAN IMPOR GULA KRISTAL PUTIH DAN GULA KRISTAL RAFINASI INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL (Analysis of the Position and Level of Dependency on Imported White Sugar

Lebih terperinci

Penerapan Aljabar Max-Plus Pada Sistem Produksi Meubel Rotan

Penerapan Aljabar Max-Plus Pada Sistem Produksi Meubel Rotan Jurnal Graien Vol 8 No 1 Januari 2012:775-779 Penerapan Aljabar Max-Plus Paa Sistem Prouksi Meubel Rotan Ulfasari Rafflesia Jurusan Matematika, Fakultas Matematika an Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas

Lebih terperinci

Aplikasi Turunan. Applied Derivatives A. Menentukan kemiringan (gradien) garis singgung kurva. Persamaan garis singgung kurva y = f ( x)

Aplikasi Turunan. Applied Derivatives A. Menentukan kemiringan (gradien) garis singgung kurva. Persamaan garis singgung kurva y = f ( x) Applie Derivatives 0 Aplikasi Turunan A. Menentukan kemiringan (graien) garis singgung kurva. ersamaan garis singgung kurva y f ( x) i titik T(, ) aalah y s ( f ( x ))( x x ) + y Atau y m( x ) engan m

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pabrik gula merupakan salah satu industri yang strategis di Indonesia karena pabrik gula bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan pangan pokok, kebutuhan industri lainnya, dan penyedia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Perdagangan internasional merupakan salah satu kegiatan ekonomi yang memiliki peran penting bagi suatu negara. Perdagangan internasional memberikan manfaat berkaitan dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Produksi adalah menciptakan, menghasilkan, dan membuat. Kegiatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Produksi adalah menciptakan, menghasilkan, dan membuat. Kegiatan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Produksi Produksi adalah menciptakan, menghasilkan, dan membuat. Kegiatan produksi tidak akan dapat dilakukan kalau tidak ada bahan yang memungkinkan dilakukannya proses

Lebih terperinci

Add your company slogan. Keseimbangan Pasar LOGO

Add your company slogan. Keseimbangan Pasar LOGO Add your company slogan Keseimbangan Pasar LOGO Keseimbangan Analisa keseimbangan adalah analisa penyesuaian menuju kesepakatan antara keputusan penjual dalam penawaran dan pembeli dalam permintaan. (

Lebih terperinci

V. KERAGAAN INDUSTRI GULA INDONESIA

V. KERAGAAN INDUSTRI GULA INDONESIA 83 V. KERAGAAN INDUSTRI GULA INDONESIA 5.1. Luas Areal Perkebunan Tebu dan Produktivitas Gula Hablur Indonesia Tebu merupakan tanaman yang ditanam untuk bahan baku gula. Tujuan penanaman tebu adalah untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang memiliki peranan penting dalam pertumbuhan perekonomian Indonesia. Sektor pertanian berperan sebagai penyedia pangan bagi

Lebih terperinci

Kombinasi Gaya Tekan dan Lentur

Kombinasi Gaya Tekan dan Lentur Mata Kuliah Koe SKS : Perancangan Struktur Beton : CIV-204 : 3 SKS Kombinasi Gaya Tekan an Lentur Pertemuan 9,10,11 Sub Pokok Bahasan : Analisis an Desain Kolom Penek Kolom aalah salah satu komponen struktur

Lebih terperinci

Penggunaan Metode Multi-criteria Decision Aid dalam Proses Pemilihan Supplier

Penggunaan Metode Multi-criteria Decision Aid dalam Proses Pemilihan Supplier Performa (24) Vol. 3, No.2: 62-7 Penggunaan Metoe Multi-criteria Decision Ai alam Proses Pemilihan Supplier Inra Cahyai Jurusan Teknik an Manajemen Inustri, Universitas Trunojoyo Maura Abstract Noways,

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM KONDISI PERGULAAN NASIONAL, LAMPUNG DAN LAMPUNG UTARA

V. GAMBARAN UMUM KONDISI PERGULAAN NASIONAL, LAMPUNG DAN LAMPUNG UTARA 59 V. GAMBARAN UMUM KONDISI PERGULAAN NASIONAL, LAMPUNG DAN LAMPUNG UTARA 5.1. Perkembangan Kondisi Pergulaan Nasional 5.1.1. Produksi Gula dan Tebu Produksi gula nasional pada tahun 2000 sebesar 1 690

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Globalisasi ekonomi telah menambahkan banyak tantangan baru bagi agribisnis di seluruh dunia. Agribisnis tidak hanya bersaing di pasar domestik, tetapi juga untuk bersaing

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mencapai US$ per ton dan mendekati US$ per ton pada tahun 2010.

I. PENDAHULUAN. mencapai US$ per ton dan mendekati US$ per ton pada tahun 2010. 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebelum dan sesudah krisis ekonomi tahun 1998, harga minyak sawit (Crude Palm Oil=CPO) dunia rata-rata berkisar US$ 341 hingga US$ 358 per ton. Namun sejak tahun 2007

Lebih terperinci

PENALAAN KENDALI PID UNTUK PENGENDALI PROSES

PENALAAN KENDALI PID UNTUK PENGENDALI PROSES PENALAAN KENDALI PID UNTUK PENGENDALI PROSES Raita.Arinya Universitas Satyagama Jakarta Email: raitatech@yahoo.com Abstrak Penalaan parameter kontroller PID selalu iasari atas tinjauan terhaap karakteristik

Lebih terperinci

Tugas Akhir ANALISIS DAMPAK PENGENAAN TARIF BEA MASUK IMPOR PADA PRODUK HORTIKULTURA (STUDI KASUS TERHADAP KOMODITAS BAWANG MERAH)

Tugas Akhir ANALISIS DAMPAK PENGENAAN TARIF BEA MASUK IMPOR PADA PRODUK HORTIKULTURA (STUDI KASUS TERHADAP KOMODITAS BAWANG MERAH) Tugas Akhir ANALISIS DAMPAK PENGENAAN TARIF BEA MASUK IMPOR PADA PRODUK HORTIKULTURA (STUDI KASUS TERHADAP KOMODITAS BAWANG MERAH) SISTEM AGRIBISNIS DAN AGROINDUSTRI Dosen : Prof. Dr. Ir. Bunasor Sanim,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. di Pulau Jawa. Sementara pabrik gula rafinasi 1 yang ada (8 pabrik) belum

BAB 1 PENDAHULUAN. di Pulau Jawa. Sementara pabrik gula rafinasi 1 yang ada (8 pabrik) belum BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai potensi menjadi produsen gula dunia karena didukung agrokosistem, luas lahan serta tenaga kerja yang memadai. Di samping itu juga prospek pasar

Lebih terperinci

ANALISIS STRATEGI BERSAING GULA RAFINASI (Studi pada PT. Jawamanis Rafinasi, Cilegon, Banten) OLEH SITI FAJAR ISNAWATI H

ANALISIS STRATEGI BERSAING GULA RAFINASI (Studi pada PT. Jawamanis Rafinasi, Cilegon, Banten) OLEH SITI FAJAR ISNAWATI H ANALISIS STRATEGI BERSAING GULA RAFINASI (Studi pada PT. Jawamanis Rafinasi, Cilegon, Banten) OLEH SITI FAJAR ISNAWATI H34066114 PROGRAM SARJANA PENYELENGGARAAN KHUSUS AGRIBISNIS DEPARTEMEN AGRIBISNIS

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DAERAH KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG NOMOR : TAHUN 2017 TENTANG

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DAERAH KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG NOMOR : TAHUN 2017 TENTANG i VISI Terwujunya Perencanaan Pembangunan Daerah yang Berkualitas, Partisipatif an Akuntabel untuk Menorong Peningkatan Penapatan Masyarakat Dua Kali Lipat Tahun 2018 M I S I 1. Mengkoorinasikan kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diinginkan tersebut atau lebih dikenal dengan perdagangan internasional.

BAB I PENDAHULUAN. diinginkan tersebut atau lebih dikenal dengan perdagangan internasional. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Suatu negara yang memiliki rasa ketergantungan dari negara lainnya, untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dirasa tidaklah mencukupi, apabila hanya mengandalkan sumber

Lebih terperinci

PENGARUH KECEPATAN ANGIN TERHADAP EVAPOTRANSPIRASI BERDASARKAN METODE PENMAN DI KEBUN STROBERI PURBALINGGA

PENGARUH KECEPATAN ANGIN TERHADAP EVAPOTRANSPIRASI BERDASARKAN METODE PENMAN DI KEBUN STROBERI PURBALINGGA PENGARUH KECEPATAN ANGIN TERHADAP EVAPOTRANSPIRASI BERDASARKAN METODE PENMAN DI KEBUN STROBERI PURBALINGGA Nurhayati Fakultas Sains an Teknologi, UIN Ar-Raniry Bana Aceh nurhayati.fst@ar-raniry.ac.i Jamru

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR REVITALISASI SISTEM DAN USAHA AGRIBISNIS GULA

LAPORAN AKHIR REVITALISASI SISTEM DAN USAHA AGRIBISNIS GULA LAPORAN AKHIR REVITALISASI SISTEM DAN USAHA AGRIBISNIS GULA Oleh: A. Husni Malian Erna Maria Lokollo Mewa Ariani Kurnia Suci Indraningsih Andi Askin Amar K. Zakaria Juni Hestina PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN

Lebih terperinci

VIII. ALIRAN MELALUI LUBANG DAN PELUAP

VIII. ALIRAN MELALUI LUBANG DAN PELUAP VIII. ALIRAN MELALUI LUBANG DAN PELUAP 8.. Penahuluan Lubang aalah bukaan paa ining atau asar tangki imana zat cair mengalir melaluinya. Lubang tersebut bisa berbentuk segi empat, segi tiga, ataupun lingkaran.

Lebih terperinci

MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN PETANI KEDELAI DENGAN KEBIJAKAN TARIF OPTIMAL

MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN PETANI KEDELAI DENGAN KEBIJAKAN TARIF OPTIMAL MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN PETANI KEDELAI DENGAN KEBIJAKAN TARIF OPTIMAL Sri Nuryanti dan Reni Kustiari Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Jl. A. Yani 70, Bogor. 16161 Abstract The imbalance

Lebih terperinci

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor pertanian merupakan sektor penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Peran strategis sektor pertanian digambarkan dalam kontribusi sektor pertanian dalam

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN ALAT UKUR UJI TEKANAN DAN LAJU ALIRAN FLUIDA MENGGUNAKAN POMPA CENTRIFUGAL

RANCANG BANGUN ALAT UKUR UJI TEKANAN DAN LAJU ALIRAN FLUIDA MENGGUNAKAN POMPA CENTRIFUGAL Jurnal J-Ensitec: Vol 0 No. 0, Mei 06 RANCANG BANGUN ALAT UKUR UJI TEKANAN DAN LAJU ALIRAN FLUIDA MENGGUNAKAN POMPA CENTRIFUGAL Gugun Gunai, Asep Rachmat, Teknik Mesin, Fakultas Teknik Universitas Majalengka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang berlimpah, dimana banyak Negara yang melakukan perdagangan internasional, Sumberdaya yang melimpah tidak

Lebih terperinci

4. KEBIJAKAN KEDELAI NASIONAL

4. KEBIJAKAN KEDELAI NASIONAL 4. KEBIJAKAN KEDELAI NASIONAL 4.1. Konsep Kebijakan Kebijakan dapat diartikan sebagai peraturan yang telah dirumuskan dan disetujui untuk dilaksanakan guna mempengaruhi suatu keadaan, baik besaran maupun

Lebih terperinci

BAB III UJICOBA KALIBRASI KAMERA

BAB III UJICOBA KALIBRASI KAMERA BAB III UJICOBA KALIBRASI KAMERA 3.1 Spesifikasi kamera Kamera yang igunakan alam percobaan paa tugas akhir ini aalah kamera NIKON Coolpix 7900, engan spesifikasi sebagai berikut : Resolusi maksimum :

Lebih terperinci

EVALUASI SKENARIO KOORDINASI SUPPLY CHAIN UNTUK MODEL PRICING DAN KEPUTUSAN ORDER/DELIVERY

EVALUASI SKENARIO KOORDINASI SUPPLY CHAIN UNTUK MODEL PRICING DAN KEPUTUSAN ORDER/DELIVERY EVALUASI SKENAIO KOOINASI SUPPLY CHAIN UNTUK MOEL PICING AN KEPUTUSAN OE/ELIVEY Evi Yuliawati 1, Luky Agus Hermanto 2 1 Jurusan Teknik Inustri, Fakultas Teknologi Inustri, Institut Teknologi Ahi Tama Surabaya

Lebih terperinci

SILABUS. : Perdagangan Pertanian Nomor Kode/SKS : ESL 314 / 3(3-0)2

SILABUS. : Perdagangan Pertanian Nomor Kode/SKS : ESL 314 / 3(3-0)2 SILABUS Matakuliah : Pertanian Nomor Kode/SKS : ESL 314 / 3(3-0)2 Semester : 6 (enam) Deskripsi Singkat : Mata kuliah ini membahas konsep, teori, kebijakan dan kajian empiris perdagangan pertanian dan

Lebih terperinci

Adreng Purwoto, Handewi P.S. Rachman, dan Sri Hastuti Suhartini. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Jl. A. Yani No.

Adreng Purwoto, Handewi P.S. Rachman, dan Sri Hastuti Suhartini. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Jl. A. Yani No. KORELASI HARGA DAN DERAJAT INTEGRASI SPASIAL ANTARA PASAR DUNIA DAN PASAR DOMESTIK UNTUK KOMODITAS PANGAN DALAM ERA LIBERALISASI PERDAGANGAN (Kasus Provinsi Sulawesi Selatan) Adreng Purwoto, Handewi P.S.

Lebih terperinci

IV. ANALISA RANCANGAN

IV. ANALISA RANCANGAN IV. ANALISA RANCANGAN A. Rancangan Fungsional Dalam penelitian ini, telah irancang suatu perontok pai yang mempunyai bentuk an konstruksi seerhana an igerakkan engan menggunakan tenaga manusia. Secara

Lebih terperinci

BAB III PERENCANAAN PEMILIHAN TALI BAJA PADA ELEVATOR BARANG. Q = Beban kapasitas muatan dalam perencanaan ( 1 Ton )

BAB III PERENCANAAN PEMILIHAN TALI BAJA PADA ELEVATOR BARANG. Q = Beban kapasitas muatan dalam perencanaan ( 1 Ton ) BAB III PERENCANAAN PEMILIHAN TALI BAJA PADA ELEVATOR BARANG 3.1 Perencanaan Beban Total Paa Elevator Barang Q total = Q + WM + WO ( Persamaan 2.1.10 ) Q = Beban kapasitas muatan alam perencanaan ( 1 Ton

Lebih terperinci

IX. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

IX. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN IX. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 9.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian ini dapat dikemukakan beberapa kesimpulan: 1. Model ekonomi tanaman pangan Indonesia yang dibangun dengan pendekatan

Lebih terperinci

DIFERENSIAL FUNGSI SEDERHANA

DIFERENSIAL FUNGSI SEDERHANA DIFERENSIAL FUNGSI SEDERHANA Salah satu metoe yang cukup penting alam matematika aalah turunan (iferensial). Sejalan engan perkembangannya aplikasi turunan telah banyak igunakan untuk biang-biang rekayasa

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A.

BAB I. PENDAHULUAN A. BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman pangan yang sampai saat ini dianggap sebagai komoditi terpenting dan strategis bagi perekonomian adalah padi, karena selain merupakan tanaman pokok bagi sebagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Permintaan dan penawaran pada dasarnya merupakan penyebab terjadinya

BAB I PENDAHULUAN. Permintaan dan penawaran pada dasarnya merupakan penyebab terjadinya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Permintaan dan penawaran pada dasarnya merupakan penyebab terjadinya perdagangan antar negara. Sobri (2001) menyatakan bahwa perdagangan internasional adalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (BPS 2012), dari pertanian yang terdiri dari subsektor tanaman. bahan makanan, perkebunan, perternakan, kehutanan dan perikanan.

I. PENDAHULUAN. (BPS 2012), dari pertanian yang terdiri dari subsektor tanaman. bahan makanan, perkebunan, perternakan, kehutanan dan perikanan. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari kontribusinya terhadap Produk Domestik

Lebih terperinci

V. EKONOMI GULA. dikonsumsi oleh masyarakat. Bahan pangan pokok yang dimaksud yaitu gula.

V. EKONOMI GULA. dikonsumsi oleh masyarakat. Bahan pangan pokok yang dimaksud yaitu gula. V. EKONOMI GULA 5.1. Ekonomi Gula Dunia 5.1.1. Produksi dan Konsumsi Gula Dunia Peningkatan jumlah penduduk dunia berimplikasi pada peningkatan kebutuhan terhadap bahan pokok. Salah satunya kebutuhan pangan

Lebih terperinci

Solusi Tutorial 6 Matematika 1A

Solusi Tutorial 6 Matematika 1A Solusi Tutorial 6 Matematika A Arif Nurwahi ) Pernyataan benar atau salah. a) Salah, sebab ln tiak terefinisi untuk 0. b) Betul. Seerhananya, titik belok apat ikatakan sebagai lokasi perubahan kecekungan.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki areal perkebunan yang luas.

I. PENDAHULUAN. Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki areal perkebunan yang luas. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki areal perkebunan yang luas. Komoditas yang ditanami diantaranya kelapa sawit, karet, kopi, teh, kakao, dan komoditas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting dalam pembangunan Indonesia. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang tidak hanya

Lebih terperinci

TIMBULNYA BISNIS INTERNASIONAL

TIMBULNYA BISNIS INTERNASIONAL TIMBULNYA BISNIS INTERNASIONAL GLOBALISASI : Proses yang didalamnya ekonomi dunia menjadi sistem tunggal yang saling bergantung IMPOR Produk yang dibuat atau tumbuh di luar negeri tetapi dapat dijual di

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. Beton bertulang merupakan kombinasi antara beton dan baja. Kombinasi

BAB III LANDASAN TEORI. Beton bertulang merupakan kombinasi antara beton dan baja. Kombinasi 16 BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Umum Beton bertulang merupakan kombinasi antara beton an baja. Kombinasi keuanya membentuk suatu elemen struktur imana ua macam komponen saling bekerjasama alam menahan beban

Lebih terperinci

ANALISIS MODEL SIR PENYEBARAN DEMAM BERDARAH DENGUE MENGGUNAKAN KRITERIA ROUTH-HURWITZ ABSTRACT

ANALISIS MODEL SIR PENYEBARAN DEMAM BERDARAH DENGUE MENGGUNAKAN KRITERIA ROUTH-HURWITZ ABSTRACT ANALISIS MODEL SIR PENYEBARAN DEMAM BERDARAH DENGUE MENGGUNAKAN KRITERIA ROUTH-HURWITZ Chintari Nurul Hananti 1 Khozin Mu tamar 2 12 Program Stui S1 Matematika Jurusan Matematika Fakultas Matematika an

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masalah konsumsi beras dan pemenuhannya tetap merupakan agenda

BAB I PENDAHULUAN. Masalah konsumsi beras dan pemenuhannya tetap merupakan agenda BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah konsumsi beras dan pemenuhannya tetap merupakan agenda penting dalam pembangunan ekonomi Indonesia. Beras merupakan makanan pokok utama penduduk Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan orientasi yaitu dari orientasi peningkatan produksi ke orientasi peningkatan pendapatan dan kesejahteraan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dilihat dari Sumber Daya Alam (SDA) dan iklimnya, Indonesia memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Dilihat dari Sumber Daya Alam (SDA) dan iklimnya, Indonesia memiliki BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dilihat dari Sumber Daya Alam (SDA) dan iklimnya, Indonesia memiliki keunggulan dalam bidang pertanian dan perkebunan. Salah satu keunggulan sebagai produsen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Daging sapi merupakan salah satu komoditas pangan yang selama ini

BAB I PENDAHULUAN. Daging sapi merupakan salah satu komoditas pangan yang selama ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daging sapi merupakan salah satu komoditas pangan yang selama ini memberikan andil terhadap perbaikan gizi masyarakat, khususnya protein hewani yang sangat dibutuhkan

Lebih terperinci

UJIAN TENGAH SEMESTER KALKULUS/KALKULUS1

UJIAN TENGAH SEMESTER KALKULUS/KALKULUS1 Jurusan Matematika FMIPA IPB UJIAN TENGAH SEMESTER KALKULUS/KALKULUS1 Sabtu, 4 Maret 003 Waktu : jam SETIAP NOMOR MEMPUNYAI BOBOT 10 1. Tentukan: (a) (b) x sin x x + 1 ; x (cos (x 1)) :. Diberikan fungsi

Lebih terperinci

ANALISIS TERHADAP KEBIJAKAN PEMERINTAH DI BIDANG PANGAN

ANALISIS TERHADAP KEBIJAKAN PEMERINTAH DI BIDANG PANGAN ANALISIS TERHAAP KEBIJAKAN PEMERINTAH I BIANG PANGAN (AplikasiTeori Permintaan dan Penawaran Pangan) By : Suyatno, Ir. MKes Office : ept. of Public Health Nutrition, Faculty of Public Health iponegoro

Lebih terperinci