MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN PETANI KEDELAI DENGAN KEBIJAKAN TARIF OPTIMAL

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN PETANI KEDELAI DENGAN KEBIJAKAN TARIF OPTIMAL"

Transkripsi

1 MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN PETANI KEDELAI DENGAN KEBIJAKAN TARIF OPTIMAL Sri Nuryanti dan Reni Kustiari Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Jl. A. Yani 70, Bogor Abstract The imbalance between production and consumption of soybean triggers import dependency. World market of soybean is concentrated in several developed countries which highly support their farmers. International market structure of soybean is oligopolistic. It causes high risk on instability of supply and price to importer countries, such as Indonesia. Tariff is one of the effective policies to protect domestic soybean farmers from import surge and price depression. By using cost structure data and macro parameters of soybean, partial equilibrium of domestic soybean market is analyzed. The aim of this analysis is to know farm s profit at the current import duty of soybean, the optimum level of import duty (farming s profit by 25 percent) and the impact of optimum tariff on domestic market equilibrium. The current 10 percent of level of import duty provides farm s profit by percent. The optimum import duty of soybean is 24.3 percent, however, it probably decreases social welfare by Rp billions. Key words: import, tariff, farm s profit, market equilibrium. Abstrak Ketidakseimbangan antara produksi dan konsumsi kedelai nasional menjadi pemicu ketergantungan Indonesia terhadap kedelai impor. Kedelai di pasar dunia terkonsentrasi di beberapa negara maju yang memberi bantuan kepada petaninya. Struktur pasar internasional kedelai yang oligopolistik menyebabkan negara importir seperti Indonesia berisiko tinggi terhadap instabilitas pasokan dan harga kedelai impor. Indonesia perlu melindungi petani kedelai, salah satu cara adalah kebijakan tarif. Tarif merupakan mekanisme perlindungan pasar dari ancaman serbuan impor kedelai murah. Data struktur ongkos dan peubah makro ekonomi kedelai digunakan dalam analisa keseimbangan pasar domestik secara parsial. Tujuannya untuk mengetahui keuntungan usahatani kedelai pada tingkat tarif saat ini, tingkat tarif optimal pada kondisi keuntungan usahatani 25 persen, dan dampak penerapan tarif optimal terhadap keseimbangan pasar domestik. Keuntungan usahatani kedelai pada tingkat tarif impor 10 persen adalah 18,85 persen. Tingkat tarif impor optimal untuk kedelai adalah 24,3 persen yang akan meningkatkan keuntungan usahatani menjadi 25 persen. Secara agregat, peningkatan tarif impor kedelai justru akan mengakibatkan kehilangan kesejahteraan sosial sebesar Rp. 121,5 milyar. Kata kunci : impor, tarif, keuntungan usahatani, keseimbangan pasar PENDAHULUAN Berkembangnya industri pangan dan pakan berbahan baku kedelai, disertai dengan pertumbuhan penduduk mengakibatkan permintaan kedelai di Indonesia meningkat tajam. Di lain pihak, produksi dalam negeri cenderung menurun, sehingga defisit kedelai terus meningkat. Hal ini membuat Indonesia makin tergantung pada kedelai impor. Produksi dan ekspor kedelai dunia terkonsentrasi pada sedikit negara maju. Dalam periode , Amerika Serikat (AS) memegang kendali produksi dan ekspor dengan pangsa 49,2 persen dan 50,9 persen dari total dunia. Sekitar 49,3 persen impor kedelai Indonesia pun berasal dari AS (Tabel Lampiran 1). Struktur pasar internasional kedelai lebih mendekati pasar oligopoli, sehingga negara importir seperti Indonesia akan berisiko tinggi terhadap instabilitas pasokan dan harga kedelai impor. Hal itu menjadi amat penting manakala dikaitkan dengan peran kedelai sebagai salah satu pangan penting sumber protein untuk masyarakat Indonesia. Kalaupun Indonesia mengimpor kedelai, yang harus dihindari adalah ketergantungan impor yang terlalu besar pada satu negara, seperti AS. Karena AS sering menggunakan instrumen impor untuk menekan negara yang tidak sejalan terhadap politik dan kepentingannya. 50

2 Negara maju tetap memberi bantuan pada petaninya, terutama kelompok OECD. Petani kedelai di negara OECD memperoleh 30 persen dari total pendapatan usahatani kedelai dari bantuan pemerintah. Berbagai bentuk bantuan, mulai dari dukungan harga, pembayaran berdasarkan produksi atau luas usaha, atau berdasarkan penggunaan input dan sebagainya. Oleh karena itu, harga kedelai di pasar dunia tidak menggambarkan tingkat efisiensi. Harga kedelai di pasar telah terdistorsi oleh berbagai subsidi. Adalah bijaksana, apabila Indonesia melindungi petani kedelai dengan berbagai cara. Salah satu yang terbaik adalah melalui kebijakan tarif pada tingkat yang wajar, yaitu mendekati tarif yang disepakati dalam AoA-WTO (27 persen). Indonesia juga harus memiliki mekanisme untuk melindungi diri dalam waktu sementara dari ancaman serbuan impor kedelai murah dari luar negeri. Perlindungan itu haruslah sederhana dan fleksibel. Diharapkan SSM dapat dipakai oleh Indonesia, apabila nantinya disepakati (Husein Sawit et al., 2006). Menurut Swastika et al. (2007) hambatan impor yang paling sederhana dan mudah dilakukan adalah peningkatan tarif. Oleh karena itu, masalah efektivitas penerapan tarif menjadi amat penting. Infrastruktur dan SDM haruslah disiapkan sedemikian rupa, sehingga perlindungan melalui tarif menjadi pengaruhtif, bukan sebagai sumber pencari rente, seperti selama ini. Karena kita tidak mungkin kembali ke perlindungan industri dalam negeri dengan cara-cara primitif, seperti pelarangan impor. Kita harus mampu melaksanakan perlindungan melalui kebijakan tarif. Sesuai aturan WTO dimana tiap negara diperkenankan menerapkan applied tariff maksimal sama dengan bound tariff dalam Schedule yang didaftarkan. Namun dengan pertimbangan antara lain daya beli masyarakat Indonesia, maka tahun 1998 Pemerintah Indonesia menerapkan tarif impor jauh di bawah bound tariff (0 5%), termasuk kedelai. Oleh karena itu, analisa ini dilakukan untuk mengetahui besaran keuntungan usahatani kedelai dengan tingkat tarif impor terkini dan menghitung tingkat tarif impor kedelai pada tingkat keuntungan optimal. Definisi optimal berdasarkan asumsi keuntungan usahatani 35 persen. Selain itu akan dikaji dampak kenaikkan tarif impor kedelai. Materi MATERI DAN METODE Analisis dampak tarif terhadap keseimbangan pasar domestik dilakukan dengan menggunakan peubah-peubah, antara lain harga produsen, perdagangan besar, konsumen, harga dunia, produksi, dan permintaan impor. Data yang digunakan adalah data sekunder diperoleh dari publikasi maupun dokumentasi berbagai instansi di dalam dan luar negeri. Instansi-instansi tersebut antara lain FAO, BPS, Bulog, dan Departemen Pertanian. Metode Analisis dilakukan pada tingkat usahatani dan makro. Analisis mikro dengan menggunakan data I-O diturunkan dari data struktur ongkos rata-rata Indonesia Penerapan tarif impor akan meningkatkan harga eceran di pasar domestik. Melalui proses transmisi harga, peningkatan harga eceran di pasar domestik akan ditransmisikan ke harga jual di tingkat petani. Dengan kerangka analisis seperti ini dapat ditentukan tingkat harga jual tertentu di pasar domestik, sehingga dapat memberi peningkatan keuntungan bersih di tingkat petani. Analisis tingkat makro menggunakan partial welfare analysis untuk memahami dampak penerapan tarif optimal terhadap harga komoditas di pasar domestik, produksi, permintaan, penawaran dan impor, serta dampaknya terhadap kesejahteraaan produsen, konsumen dan penerimaan pemerintah (Gambar 1). Analisis makro untuk memahami dampak perubahan tarif terhadap keseimbangan pasar domestik dilakukan dengan menggunakan asumsi (1) Indonesia adalah negara kecil (small economy) dan (2) Nilai tukar yang digunakan adalah sebesar Rp 9.100/US$. Standar analisis parsial digunakan untuk menghitung pengaruh kesejahteraan yang terkait dengan konsumen, produsen dan pemerintah. Diasumsikan bahwa pemerintah perlu meningkatkan tarif dari t 0 ke t 1. Peningkatan tarif akan mengakibatkan inefisiensi ekonomi (deadweight loss) yang lebih besar, yang ditunjukkan area (d+f+i+k), dibandingkan area (c+g) jika pemerintah memberlakukan tarif sebesar t 0. Inefisiensi yang lebih besar ini karena konsumen harus membayar harga yang lebih tinggi dan harus menanggung biaya ekonomi 51

3 S l P w +t 1 P w +t 0 h i j k b c d e f g P w a D Q S0 Q S1 Q d1 Q d0 Q Gambar 1. Ilustrasi Dampak Peningkatan Tarif Impor yang lebih besar, yaitu area (h+i+j+k). Sebaliknya, produsen mengalami peningkatan kesejahteraan sebesar area (h) dan pemerintah area (j-d-f) akibat peningkatan tarif dari t 0 ke t 1. Penerimaan dari tarif turun karena penurunan jumlah barang yang diimpor sebagai dampak dari kenaikan produksi dalam negeri akibat peningkatan harga di tingkat petani. Pengaruh dari peningkatan tarif impor dirangkum dalam Tabel 1. Tabel 1. Pengaruh Peningkatan Tarif terhadap Tingkat Kesejahteraan Surplus Tarif t 0 Tarif t 1 Perubahan Konsumen h+i+j+k+l l -(h+i+j+k) Produsen a+b a+b+h H Pemerintah D+e+f e+j j-d-f Kesejahteraan neto -(d+f+i+k) Produksi HASIL DAN PEMBAHASAN Kedelai, perkembangan produksinya dapat dibagi dalam dua periode besar, yaitu pertumbuhan yang menurun dan stagnant. Pertumbuhan menurun terjadi selama Produksi rata-rata mencapai 1,4 juta ton dan menurun sebesar 3,6 persen/tahun. Produksi stagnant terjadi pada , produksi menurun drastis dari periode sebelumnya dan bergerak lambat pada angka 742 ton. Pertumbuhan produksi pun demikian rendah, hanya 0,4 persen/tahun. Pertumbuhan produksi tidak sejalan dengan gencarnya program bangkit kedelai. Persentase produksi terhadap kedelai dunia mengecil (Tabel 2). Ini mengindikasikan ada penghambat produksi kedelai dalam negeri yang belum terpecahkan. Konsumsi Kedelai Konsumsi kedelai per kapita per tahun mengalami fluktuasi. Pada tahun 2003 terjadi penurunan 2 persen dari tahun sebelumnya. Selanjutnya konsumsi meningkat, rata-rata 6,3 persen/tahun, sehingga pada tahun 2006 mencapai 8,31 kg/kapita/tahun. Kondisi konsumsi ini kontradiktif dengan produksi. Pada satu sisi produksi demikian rendah, pada sisi lain konsumsi tumbuh meningkat sebesar 4,3 persen/ tahun. Indikasi peningkatan ketergantungan impor telah muncul dengan perbedaan fenomena pertumbuhan produksi dan konsumsi kedelai domestik. 52

4 Tabel 2. Perkembangan Produksi Kedelai Nasional dan Dunia Tahun Tahun Produksi Kedelai (Ton) Indonesia Dunia Persentase , , , , , , , , , , , , , , , , ,34 Pertumbuhan/th -6,55% 4,78% Sumber: BPS diolah Tabel 3. Perkembangan Konsumsi Kedelai Nasional Tahun Tahun Konsumsi Pertumbuhan kg/kapita/th (%) , , , , , ,31 7 Rata-rata pertumbuhan/th 6,29 Sumber: Neraca Bahan Makanan, BPS. Ekspor dan Impor Produksi kedelai domestik tidak sepesat pertumbuhan konsumsi kedelai. Pemenuhan konsumsi lebih banyak berasal dari kedelai impor. Selain harga kedelai impor lebih murah keberlanjutan pasokan kedelai impor lebih terjamin dibanding kedelai nasional. Setiap tahunnya rata-rata Indonesia mengimpor kedelai sebanyak 2,3 juta ton ( ). Separuh diantaranya impor kedelai berasal dari negara maju. Amerika Serikat bahkan mendominasi ekspor kedelai ke Indonesia, mencapai hampir 50 persen dari total impor kedelai Indonesia setiap tahunnya (Husein Sawit et al., 2006). Volume dan nilai impor kedelai masingmasing tumbuh sebesar 8,4 dan 7,9 persen/ tahun ( ). Volume ekspor dari tumbuh rendah, 1,7 persen/tahun. Namun nilai ekspor tumbuh tinggi, 8 persen/tahun (Tabel 4). Ini menunjukkan kedelai yang diekspor adalah produk olahan, sehingga mengalami peningkatan nilai tambah tinggi. Setiap tahunnya rata-rata Indonesia mengimpor kedelai sebanyak 2,3 juta ton (termasuk bungkil kedelai) selama periode Separuh diantaranya impor kedelai berasal dari negara maju. Amerika Serikat bahkan mendominasi impor kedelai ke Indonesia, mencapai hampir 50 persen dari total impor kedelai Indonesia setiap tahunnya (Husein Sawit et al., 2006). Sementara impor kedelai Indonesia dari negara berkembang didominasi oleh tiga eksportir yaitu India, Brazilia, dan Argentina. Pertumbuhan impor kedelai dari negara maju dan negara berkembang setiap tahunnya, masing-masing mencapai 8 persen dan 9 persen (Tabel Lampiran 2). Harga Harga kedelai dunia yang lebih rendah dari harga domestik merupakan faktor pendorong melajunya kedelai impor. Meskipun demikian di pasar domestik, harga kedelai bergerak positif. Harga produsen dan perdagangan besar masing-masing tumbuh sebesar 7,6 dan 6,5 persen/tahun ( ). Laju pertumbuhan harga perdagangan besar yang berbeda karena besar selain dipengaruhi harga produ- 53

5 Tabel 4. Perkembangan Volume dan Nilai Ekspor dan Impor Kedelai Indonesia, Tahun Impor Ekspor Volume (ton) Nilai (000 USD) Volume (ton) Nilai (000 USD) NA NA Pertumbuhan/th 8,42% 7,88% 1,70% 8,04% Sumber: BPS Tabel 5. Perkembangan Harga Dalam Negeri Ditingkat Petani, Perdagangan Besar, dan Eceran dan Harga Internasional, Tahun Harga dalam negeri (Rp/kg) Soybean (US) CIF Tahun Perdagangan Rotterdam Produsen* Konsumen* besar* (US$/Ton) , , ,20 NA , , ,54 NA , , ,09 211, , , ,02 195, , , ,26 212, , , ,96 264, , , ,89 306, , , ,88 274, , , ,85 268, , , ,21 386,20 Pertumbuhan (persen/th) 7,59% 6,46% 5,91% 7,97% Sumber : * Bulog, ** sen domestik juga dipengaruhi pertumbuhan harga internasional, yaitu 8,0 persen/tahun (Tabel 5). Pasar internasional kedelai selama periode relatif stabil dalam hal pasokan, sebaliknya pasar domestik cenderung menurun. Kenaikan harga di pasar domestik diduga disebabkan oleh kelangkaan pasokan, baik dari produsen domestik dan impor. Terkait dengan fluktuasi pasokan di pasar domestik, maka peningkatan harga kedelai di tingkat konsumen relatif lebih cepat dibandingkan di tingkat pedagang besar. Oleh karena itu pertumbuhan harga di tingkat konsumen lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan harga pedagang besar, yaitu sebesar 5,8 persen/tahun (Tabel 5). Struktur Ongkos Menurut data struktur ongkos usahatani kedelai tahun 2006, dengan tarif bea masuk impor kedelai 10 persen (setara spesifik Rp 280,6/kg), petani kedelai domestik telah memperoleh keuntungan usahatani sekitar 18,85 persen (Tabel 6). Penentuan tingkat tarif impor kedelai yang optimal agar petani mendapatkan keuntungan layak dan tidak memberatkan konsumen, simulasi dilakukan dengan asumsi keuntungan usahatani 25 persen. 54

6 Tabel 6. Struktur Ongkos Produksi Kedelai, Tahun 2006 Kedelai Struktur ongkos dengan tarif impor 5 persen (kondisi 2006) Volume (kg) Harga (Rp) Nilai (Rp) Persen (%) Struktur ongkos dengan tarif impor 22,3 persen (keuntungan 25 persen) Volume (kg) Harga (Rp) Nilai (Rp) Persen (%) Penerimaan kotor Benih Pupuk Urea/Za TSP/DAP Lainnya(KCL) Pestisida Tenaga Kerja (HOK) Sewa Lahan Lainnya Total Modal kerja Biaya modal Total biaya Keuntungan Biaya per Unit (Rp/kg) Berdasarkan pembahasan tarif impor optimal untuk pencapaian keuntungan usahatani 25 persen, tarif impor kedelai harus diubah dari 10 persen menjadi 24,3 persen. Kenaikan bea masuk kedelai yang mencapai lebih dari 100 persen tentunya akan berdampak pada keseimbangan pasar. Sebagai komoditas impor, maka pasar yang terpengaruh pertama kali adalah perdagangan besar baru diikuti berikutnya sampai tingkat eceran (konsumen). Selain diperkirakan mampu menjamin keuntungan usahatani sebesar 25 persen, dari sisi keseimbangan pasar peningkatan tarif impor kedelai akan berdampak pada produsen, permintaan, penawaran termasuk impor, dan kesejahteraan sosial (Tabel 7) seperti lazimnya pengaruh perubahan harga, maka akan menciptakan keseimbangan pasar baru. Harga perdagangan besar akan naik sebesar kenaikan tarif spesifik (Rp 485,2), dari semula Rp 4.540/ kg menjadi Rp 5.025,2/kg atau naik 10,7 persen. Peningkatan persentase keuntungan menyebabkan harga di tingkat produsen naik 8,8 persen atau sebesar Rp 363/kg. Hal ini menyebabkan harga berubah dari Rp 4.116/kg menjadi Rp 4.479/kg. Kenaikan harga domestik karena kenaikan harga lokal maupun impor menyebabkan permintaan berkurang sebesar 8,2 persen. Permintaan kedelai turun dari 1,9 juta ton men- Tabel 7. Hasil Analisis Dampak Kenaikan Tarif Impor Kedelai Efek Perubahan Tarif Besaran Perubahan tarif (Rp/kg) 400,9 Perubahan harga wholesale (Rp/kg) 400,9 Harga wholesale pada t1 (Rp/kg) 4.940,9 Persen perubahan harga wholesale (%) 8,8 Persen perubahan harga produsen (%) 8,8 Perubahan harga produsen (Rp/kg) 363,0 Harga produsen pada t1(rp/kg) 4.479,0 Efek terhadap permintaan (%) -8,2 Perubahan jumlah permintaan (000ton) -154,9 Permintaan pada t1(000ton) 1.724,7 Efek terhadap penawaran (%) 5,0 Perubahan jumlah penawaran (000ton) 37,3 Penawaran pada t1(000ton) 784,9 Jumlah impor pada t1(000ton) 939,8 Efek terhadap jumlah impor (000ton) -192,2 Efek terhadap surplus konsumen (juta Rp) ,1 Efek terhadap surplus produsen (juta Rp) ,0 Efek terhadap penerimaan pemerintah (juta Rp) ,0 Efek terhadap surplus bersih (juta Rp) ,1 jadi 1,7 juta ton. Peningkatan harga kedelai lokal mendorong peningkatan penawaran domestik sebesar 5,0 persen. Atau meningkat 37,3 ribu ton menjadi 784,9 ribu ton dari sebelumnya 747,6 ribu ton. Kenaikan harga impor karena tarif menyebabkan impor turun 55

7 sebanyak 192,2 ribu ton, sehingga volume impor turun dari 1,1 juta ton menjadi 939,8 ribu ton. Kenaikan harga akan menurunkan kesejahteraan konsumen, dicerminkan oleh turunnya surplus konsumen sebesar Rp 722,5 milyar. Namun, kenaikan harga akan menguntungkan produsen, sehingga surplus produsen naik Rp 278,2 milyar. Karena tarif ditingkatkan, maka penerimaan pemerintah dari bea masuk impor naik. Penerimaan pemerintah akan naik sebesar Rp 322,8 milyar. Secara agregat perekonomian kedelai nasional akan memburuk. Ditunjukkan oleh defisit surplus total sebesar Rp 121,5 milyar/tahun, yaitu kesejahteraan yang hilang tidak dapat dinikmati masyarakat. Berdasarkan perhitungan besaran keuntungan usahatani optimal 25 persen, petani kedelai nasional harus mencapai harga jual Rp 4.479/kg. Kondisi ini sangat sulit, karena harga kedelai domestik menjadi tidak dapat bersaing dengan kedelai impor. Satu-satunya solusi untuk memberi insentif produksi kedelai domestik adalah jaminan harga jual kedelai dengan tingkat keuntungan pasti. Berdasarkan asumsi harga pokok produksi Rp 3.359/kg, tarif bea masuk kedelai saat ini 10 persen, untuk memperoleh keuntungan usahatani 25 persen tarif bea masuk yang diterapkan (Most Favoured Nation, MFN) harus dinaikkan menjadi 24,3 persen (ad valorem) atau Rp 681,5/kg (specific tariff). Tarif yang diikat untuk kedelai adalah 27 persen. Artinya masih ada peluang bagi pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan petani kedelai dengan menjamin keuntungan usahatani 25 persen dengan menetapkan tarif impor baru sebesar 24,3 persen. Hal penting yang harus dipertimbangkan adalah beban konsumen kedelai di sektor hilir, yaitu sektor peternakan dan industri pakan ternak. Karena sebagian besar konsumen kedelai impor di dalam negeri adalah kedua sektor tersebut. Sementara untuk konsumsi rumah tangga (pangan) lebih banyak menggunakan kedelai produksi lokal. Penting untuk mensosialisasikan tarif impor MFN kedelai yang baru kepada semua stakeholder untuk mencapai nilai optimal yang disepakati. Kajian teknis dan matematis saja kurang bijaksana tanpa mempertimbangkan dampak positif/negatif bagi semua pihak yang berkepentingan di dalamnya. Harga kedelai impor pada saat ini sebesar Rp 2.806,4/kg (Desember 2007) masih lebih rendah dibandingkan harga pokok produksi kedelai lokal (Rp 3.359/kg). Tidak berlebihan apabila Husein Sawit dan Rusastra (2005) pernah memprediksi impor kedelai Indonesia akan semakin besar pada tahun-tahun mendatang karena kemudahan tataniaga impor berupa dihapusnya monopoli Bulog sebagai importir tunggal serta dibebaskannya bea masuk dan pajak pertambahan nilai (PPn kedelai). Selain itu, negara eksportir kedelai terbesar dunia, seperti AS juga menyediakan kredit ekspor dengan bunga subsidi, sehingga merangsang importir kedelai Indonesia untuk memanfaatkan fasilitas tersebut. Keadaan ini harus dicari penyelesaiannya, mengingat selain untuk konsumsi pangan, kedelai maupun bungkilnya banyak dimanfaatkan sektor industri pakan ternak domestik. Ketergantungan impor kedelai akan menimbulkan kerentanan sektor peternakan domestik dan dampak yang terkait akan lebih meresahkan lagi, yaitu masalah pengangguran. Liberalisasi perdagangan, revolusi transportasi, dan teknologi informasi menyebabkan sektor tanaman pangan mengalami proses globalisasi dan terintegrasi kuat dengan pasar global. Fluktuasi harga produk pangan dan sarana produksi usahatani di pasar global akan ditransmisikan ke semua tingkat harga, termasuk produsen lokal. Namun tidak semua sistem dan saluran pemasaran komoditas pangan di pasar domestik bersaing sempurna. Hal ini dapat dilihat dari nilai elastisitas transmisi harga. Elastisitas transmisi harga di tingkat pedagang besar ke produsen lokal sebesar 0,99 (Tabel Lampiran 4) menunjukkan bahwa perubahan harga di tingkat petani relatif lebih kecil dibandingkan laju perubahan di tingkat pedagang besar atau pun pelaku pemasaran berikutnya (eceran/konsumen). Kesejahteraan sosial merupakan cerminan dari pencapaian pembangunan ekonomi dalam bidang ketahanan pangan, pembangunan perdesaan, dan ketahanan ekonomi rumah tangga. Insentif usahatani dengan sendirinya akan menciptakan perbaikan ekonomi rumah tangga petani tersebut. Secara agregat kekuatan ekonomi perdesaan akan menyusun kekuatan guna mendorong pembangunan. Inti dari keberhasilan pembangunan persedaan setempat adalah terjaminnya ketahanan pangan baik di tingkat rumah tangga, perdesaan, sampai tingkat nasional. Ini menunjukkan bahwa 56

8 kebijakan makro agregat, dalam hal ini tarif bea masuk impor, berpengaruh besar pada kesejahteraan mikro. KESIMPULAN Pada tingkat tarif impor saat ini sebesar 10 persen, keuntungan usahatani kedelai adalah 18,85 persen. Tarif impor optimal untuk kedelai adalah 24,3 persen. Tingkat tarif ini akan meningkatkan keuntungan usahatani kedelai menjadi 25 persen. Tarif impor kedelai optimal 24,3 persen masih di bawah tarif yang diikat yang terdaftar dalam Schedule Indonesia di WTO (Schedule XXI), sehingga masih mungkin untuk diterapkan sebagai tarif MFN baru. Apabila kebijakan tarif impor optimal untuk kedelai diterapkan maka masyarakat Indonesia justru akan kehilangan surplus bersih/kesejahteraan sosial sebesar Rp 121,5 milyar. Kebijaksanaan tarif impor yang realistik, khususnya untuk komoditas kedelai dipandang sangat relevan untuk merangsang petani untuk tetap berproduksi. Namun kebijakan proteksi harga hanya akan pengaruh positif bilamana ada potensi peningkatan produktivitas, dan respon harga yang cukup serta sistem pemasaran yang efisien. Indonesia sepantasnya tetap memelihara dan pengembangkan produksi pertanian disertai dukungan kebijaksanaan insentif yang memadai bagi petani, melalui peningkatan tarif bea masuk produk yang paritasnya dihasilkan petani domestik. Selain itu, penting mempertimbangkan kelayakan operasional peningkatan tarif bea masuk kedelai impor untuk mencapai keuntungan usahatani 25 persen. Karena sistem pemasaran kedelai nasional yang tidak efisien, sasaran yang diharapkan tidak tercapai dan menguntungkan pihak di luar target yang tidak menjadi sasaran kebijakan. Karena pasar tidak mencerminkan kekuatannya. DAFTAR PUSTAKA Husein Sawit, M. dan I. W. Rusastra (2005), Globalisasi dan Ketahanan Pangan di Indonesia, Laporan akhir dari bagian laporan penelitian Road Map Memperkuat Kembali Ketahanan Pangan, LPEM UI, Jakarta. Husein Sawit, M., Sjaiful Bachri, Sri Nuryanti, dan Frans B.M. Dabukke (2006), Fleksibelitas Penerapanan Special Safeguard Mechanism (SSM) dan Kaji Ulang Kebijakan Domestik Support (DS) untuk Special Product (SP) Indonesia, Laporan Hasil Penelitian, Pusat Analisa Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. OECD (2005), Producer and Consumer Support Estimates, OECD Database , pse full zip/. Swastika, DKS, Sri Nuryanti, dan M. Husein Sawit (2007), Kedudukan Indonesia dalam Perdagangan Internasional Kedelai, dalam Kedelai Teknik Produksi dan Pengembangan, Edisi Sumarno et al., Puslitbang Tanaman Pangan, Balitbang Pertanian. 57

9 Tabel Lampiran 1. Total Impor Kedelai dan Negara Asal Impor, Tahun Negara Total Pertumbuhan (Ton) (%) (%/Tahun) 1.Negara Maju ,25 8, AS Australia Kanada Selandia Baru UE(15) Jepang Swiss Lainnya Negara Berkembang ,75 8, China India Thailand Viet Nam Brazilia Argentina Lainnya TOTAL ,00 9,12 Sumber: Diolah dari data BPS, Tabel Lampiran 2. Pendugaan Persamaan Penawaran Kedelai Peubah Parameter t-hitung Konstanta 1,9511 1,0843 Harga di tingkat petani 0,5660* 2,5749 R 2 0,6885 Tabel Lampiran 3. Pendugaan Persamaan Permintaan Kedelai Peubah Parameter t-hitung Konstanta 14,4644*** 4,4588 Harga di tingkat konsumen -0,9332** -2,3785 R 2 0,4142 Tabel Lampiran 4. Pendugaan Persamaan Transmisi Harga dari Pedagang Besar ke Petani Peubah Parameter t-hitung Konstanta -0,3644*** -0,2789 Harga di tingkat konsumen 0,9989*** 6,4505 R 2 0,

Key words: impor, tarif, keuntungan usahatani, keseimbangan pasar.

Key words: impor, tarif, keuntungan usahatani, keseimbangan pasar. MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN PETANI KEDELAI DENGAN KEBIJAKAN TARIF OPTIMAL Sri Nuryanti dan Reni Kustiari Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Jl. A. Yani 70, Bogor. 16161 YantiSN@yahoo.com

Lebih terperinci

PROTEKSI TARIF OPTIMAL UNTUK KEDELAI DI INDONESIA PROTECTION FOR OPTIMUM TARIFF OF SOYBEAN IN INDONESIA

PROTEKSI TARIF OPTIMAL UNTUK KEDELAI DI INDONESIA PROTECTION FOR OPTIMUM TARIFF OF SOYBEAN IN INDONESIA Agros Vol. 15 No.1, Januari 2013: 148-159 ISSN 1411-0172 PROTEKSI TARIF OPTIMAL UNTUK KEDELAI DI INDONESIA PROTECTION FOR OPTIMUM TARIFF OF SOYBEAN IN INDONESIA ABSTRACT Reni Kustiari dan Saktyanu K. Dermoredjo

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara agraris karena memiliki kekayaan alam yang berlimpah, terutama di bidang sumber daya pertanian seperti lahan, varietas serta iklim yang

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Teori Permintaan Permintaan adalah jumlah barang atau jasa yang rela dan mampu dibeli oleh konsumen selama periode tertentu (Pappas & Hirschey

Lebih terperinci

4. KEBIJAKAN KEDELAI NASIONAL

4. KEBIJAKAN KEDELAI NASIONAL 4. KEBIJAKAN KEDELAI NASIONAL 4.1. Konsep Kebijakan Kebijakan dapat diartikan sebagai peraturan yang telah dirumuskan dan disetujui untuk dilaksanakan guna mempengaruhi suatu keadaan, baik besaran maupun

Lebih terperinci

KAJIAN KEBIJAKAN HPP GABAH DAN HET PUPUK MENDUKUNG PENINGKATAN KETAHANAN PANGAN DAN PENDAPATAN PETANI

KAJIAN KEBIJAKAN HPP GABAH DAN HET PUPUK MENDUKUNG PENINGKATAN KETAHANAN PANGAN DAN PENDAPATAN PETANI KAJIAN KEBIJAKAN HPP GABAH DAN HET PUPUK MENDUKUNG PENINGKATAN KETAHANAN PANGAN DAN PENDAPATAN PETANI Pendahuluan 1. Situasi perberasan yang terjadi akhir-akhir ini (mulai Maret 2008) dicirikan dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian Indonesia. Hal ini terlihat dari peran sektor pertanian tersebut dalam perekonomian nasional sebagaimana

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 FLEKSIBILITAS PENERAPAN SPECIAL SAFEGUARD MECHANISM DAN KAJI ULANG KEBIJAKAN DOMESTIC SUPPORT UNTUK SPECIAL PRODUCT INDONESIA Oleh : M. Husein Sawit Sjaiful Bahri Sri Nuryanti

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang tangguh dalam perekonomian dan memiliki peran sebagai penyangga pembangunan nasional. Hal ini terbukti pada saat Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan orientasi yaitu dari orientasi peningkatan produksi ke orientasi peningkatan pendapatan dan kesejahteraan.

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA. Oleh : RIKA PURNAMASARI A

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA. Oleh : RIKA PURNAMASARI A ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA Oleh : RIKA PURNAMASARI A14302053 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

Kedudukan Indonesia dalam Perdagangan Internasional Kedelai

Kedudukan Indonesia dalam Perdagangan Internasional Kedelai Kedudukan Indonesia dalam Perdagangan Internasional Kedelai Dewa K.S. Swastika, Sri Nuryanti, dan M. Husein Sawit Pusat Analisis Sosial-Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, Bogor PENDAHULUAN Kedelai merupakan

Lebih terperinci

1 Universitas Indonesia

1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai merupakan komoditas strategis di Indonesia karena kedelai merupakan salah satu tanaman pangan penting di Indonesia setelah beras dan jagung. Komoditas ini mendapatkan

Lebih terperinci

KINERJA PRODUKSI DAN HARGA KEDELAI SERTA IMPLIKASINYA UNTUK PERUMUSAN KEBIJAKAN PERCEPATAN PENCAPAIAN TARGET SUKSES KEMENTERIAN PERTANIAN

KINERJA PRODUKSI DAN HARGA KEDELAI SERTA IMPLIKASINYA UNTUK PERUMUSAN KEBIJAKAN PERCEPATAN PENCAPAIAN TARGET SUKSES KEMENTERIAN PERTANIAN KINERJA PRODUKSI DAN HARGA KEDELAI SERTA IMPLIKASINYA UNTUK PERUMUSAN KEBIJAKAN PERCEPATAN PENCAPAIAN TARGET SUKSES KEMENTERIAN PERTANIAN I. PENDAHULUAN 1. Salah satu target utama dalam Rencana Strategis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan pangan nasional. Menurut Irwan (2005), kedelai mengandung protein. dan pakan ternak serta untuk diambil minyaknya.

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan pangan nasional. Menurut Irwan (2005), kedelai mengandung protein. dan pakan ternak serta untuk diambil minyaknya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kedelai merupakan komoditas strategis di Indonesia, karena kedelai merupakan salah satu tanaman pangan penting di Indonesia setelah beras dan jagung. Komoditas

Lebih terperinci

IX. KESIMPULAN DAN SARAN

IX. KESIMPULAN DAN SARAN 203 IX. KESIMPULAN DAN SARAN 9.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dikemukakan di atas, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Analisis terhadap faktor-faktor yang

Lebih terperinci

VII. KESIMPULAN DAN SARAN

VII. KESIMPULAN DAN SARAN VII. KESIMPULAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan 1. Pengaruh harga dunia minyak bumi dan minyak nabati pesaing terhadap satu jenis minyak nabati ditransmisikan melalui konsumsi (ket: efek subsitusi) yang selanjutnya

Lebih terperinci

VII. DAMPAK KEBIJAKAN PERDAGANGAN DAN PERUBAHAN LINGKUNGAN EKONOMI TERHADAP DINAMIKA EKSPOR KARET ALAM

VII. DAMPAK KEBIJAKAN PERDAGANGAN DAN PERUBAHAN LINGKUNGAN EKONOMI TERHADAP DINAMIKA EKSPOR KARET ALAM VII. DAMPAK KEBIJAKAN PERDAGANGAN DAN PERUBAHAN LINGKUNGAN EKONOMI TERHADAP DINAMIKA EKSPOR KARET ALAM 7.1. Dampak Kenaikan Pendapatan Dampak kenaikan pendapatan dapat dilihat dengan melakukan simulasi

Lebih terperinci

Simulasi Pajak Ekspor Kelapa, Kakao, Jambu Mete dan Tarif Impor Terigu

Simulasi Pajak Ekspor Kelapa, Kakao, Jambu Mete dan Tarif Impor Terigu Simulasi Pajak Ekspor Kelapa, Kakao, Jambu Mete dan Tarif Impor Terigu 1. Kelapa Luas areal, produksi dan produktivitas kelapa Indonesia dalam dua tahun terakhir cenderung stabil. Jumlah kelapa yang terserap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara (Krugman dan Obstfeld, 2009). Hampir seluruh negara di dunia melakukan

BAB I PENDAHULUAN. negara (Krugman dan Obstfeld, 2009). Hampir seluruh negara di dunia melakukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Perekonomian negara-negara di dunia saat ini terkait satu sama lain melalui perdagangan barang dan jasa, transfer keuangan dan investasi antar negara (Krugman dan Obstfeld,

Lebih terperinci

PERGERAKAN HARGA CPO DAN MINYAK GORENG

PERGERAKAN HARGA CPO DAN MINYAK GORENG 67 VI. PERGERAKAN HARGA CPO DAN MINYAK GORENG Harga komoditas pertanian pada umumnya sangat mudah berubah karena perubahan penawaran dan permintaan dari waktu ke waktu. Demikian pula yang terjadi pada

Lebih terperinci

PROSPEK TANAMAN PANGAN

PROSPEK TANAMAN PANGAN PROSPEK TANAMAN PANGAN Krisis Pangan Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya menjadi hak asasi setiap rakyat Indonesia dalam mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas untuk melaksanakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penting dalam perekonomian nasional. Ditinjau dari kontribusinya terhadap

I. PENDAHULUAN. penting dalam perekonomian nasional. Ditinjau dari kontribusinya terhadap I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian sampai saat ini masih mempunyai peranan yang cukup penting dalam perekonomian nasional. Ditinjau dari kontribusinya terhadap pendapatan nasional, sektor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada

I. PENDAHULUAN. khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor peternakan merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada tahun 2006 Badan Pusat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara agraris, yakni salah satu penghasil

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara agraris, yakni salah satu penghasil 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara agraris, yakni salah satu penghasil komoditas pertanian berupa padi. Komoditas padi dikonsumsi dalam bentuk beras menjadi nasi.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 11 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Tarif Bawang Merah Sejak diberlakukannya perjanjian pertanian WTO, setiap negara yang tergabung sebagai anggota WTO harus semakin membuka pasarnya. Hambatan perdagangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (Riyadi, 2002). Dalam komponen pengeluaran konsumsi masyarakat Indonesia

I. PENDAHULUAN. (Riyadi, 2002). Dalam komponen pengeluaran konsumsi masyarakat Indonesia I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beras merupakan makanan pokok dari 98 persen penduduk Indonesia (Riyadi, 2002). Dalam komponen pengeluaran konsumsi masyarakat Indonesia beras mempunyai bobot yang paling

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. Sumber : WTRG Economics

IV. GAMBARAN UMUM. Sumber : WTRG Economics IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Perkembangan Harga Minyak Bumi Minyak bumi merupakan salah satu sumber energi dunia. Oleh karenanya harga minyak bumi merupakan salah satu faktor penentu kinerja ekonomi global.

Lebih terperinci

III. KERANGKA TEORI. sisi produksi maupun pasar, disajikan pada Gambar 1. Dari sisi produksi,

III. KERANGKA TEORI. sisi produksi maupun pasar, disajikan pada Gambar 1. Dari sisi produksi, III. KERANGKA TEORI Pasar jagung, pakan dan daging ayam ras di Indonesia dapat dilihat dari sisi produksi maupun pasar, disajikan pada Gambar 1. Dari sisi produksi, keterkaitan ketiga pasar tersebut dapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam hal lapangan pekerjaan. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1.

I. PENDAHULUAN. dalam hal lapangan pekerjaan. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian penduduknya bermata pencaharian di sektor pertanian. Menurut data BPS (2010), jumlah penduduk yang bekerja di sektor

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. pertanian selain dua kubu besar (Amerika Serikat dan Uni Eropa). Cairns Group

BAB V PENUTUP. pertanian selain dua kubu besar (Amerika Serikat dan Uni Eropa). Cairns Group BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan Cairns Group adalah sebuah koalisi campuran antara negara maju dan negara berkembang yang merasa kepentingannya sebagai pengekspor komoditas pertanian selain dua kubu besar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. ASEAN sebagai organisasi regional, kerjasama ekonomi dijadikan sebagai salah

I. PENDAHULUAN. ASEAN sebagai organisasi regional, kerjasama ekonomi dijadikan sebagai salah 17 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ASEAN terbentuk pada tahun 1967 melalui Deklarasi ASEAN atau Deklarasi Bangkok tepatnya pada tanggal 8 Agustus 1967 di Bangkok oleh Wakil Perdana Menteri merangkap

Lebih terperinci

Adreng Purwoto, Handewi P.S. Rachman, dan Sri Hastuti Suhartini. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Jl. A. Yani No.

Adreng Purwoto, Handewi P.S. Rachman, dan Sri Hastuti Suhartini. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Jl. A. Yani No. KORELASI HARGA DAN DERAJAT INTEGRASI SPASIAL ANTARA PASAR DUNIA DAN PASAR DOMESTIK UNTUK KOMODITAS PANGAN DALAM ERA LIBERALISASI PERDAGANGAN (Kasus Provinsi Sulawesi Selatan) Adreng Purwoto, Handewi P.S.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Gula merupakan salah satu komoditas perkebunan strategis Indonesia baik

I. PENDAHULUAN. Gula merupakan salah satu komoditas perkebunan strategis Indonesia baik I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gula merupakan salah satu komoditas perkebunan strategis Indonesia baik dari dimensi ekonomi, sosial, maupun politik. Indonesia memiliki keunggulan komparatif sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian Indonesia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian Indonesia. Hal ini terlihat dari peran sektor pertanian tersebut dalam perekonomian nasional sebagaimana

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan

I. PENDAHULUAN. menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk yang besar menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan penduduknya. Oleh karena itu, kebijakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Budidaya tebu adalah proses pengelolaan lingkungan tumbuh tanaman

TINJAUAN PUSTAKA. Budidaya tebu adalah proses pengelolaan lingkungan tumbuh tanaman 24 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usahatani Tebu 2.1.1 Budidaya Tebu Budidaya tebu adalah proses pengelolaan lingkungan tumbuh tanaman sehingga tanaman dapat tumbuh dengan optimum dan dicapai hasil yang diharapkan.

Lebih terperinci

VIII SKENARIO ALTERNATIF KEBIJAKAN PENGEMBANGAN SISTEM AGROINDUSTRI KAKAO

VIII SKENARIO ALTERNATIF KEBIJAKAN PENGEMBANGAN SISTEM AGROINDUSTRI KAKAO VIII SKENARIO ALTERNATIF KEBIJAKAN PENGEMBANGAN SISTEM AGROINDUSTRI KAKAO Pada bab sebelumnya, telah dilakukan analisis dampak kebijakan Gernas dan penerapan bea ekspor kakao terhadap kinerja industri

Lebih terperinci

Materi Minggu 2. Pengaruh Ekonomi Internasional Terhadap Keseimbangan Ekonomi

Materi Minggu 2. Pengaruh Ekonomi Internasional Terhadap Keseimbangan Ekonomi E k o n o m i I n t e r n a s i o n a l 10 Materi Minggu 2 Pengaruh Ekonomi Internasional Terhadap Keseimbangan Ekonomi Dari materi sebelumnya, kita mengerti bahwa Ekonomi Internasional adalah ilmu ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan sangat berarti dalam upaya pemeliharaan dan kestabilan harga bahan pokok,

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan sangat berarti dalam upaya pemeliharaan dan kestabilan harga bahan pokok, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perdagangan memegang peranan penting dalam perekonomian suatu negara. Kegiatan perdagangan sangat berarti dalam upaya pemeliharaan dan kestabilan harga bahan pokok,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara agraris yang mengandalkan sektor pertanian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara agraris yang mengandalkan sektor pertanian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara agraris yang mengandalkan sektor pertanian dalam perekonomian. Selain itu sebagian besar penduduk Indonesia bekerja pada sektor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia menurut lapangan usaha pada tahun 2010 menunjukkan bahwa sektor

I. PENDAHULUAN. Indonesia menurut lapangan usaha pada tahun 2010 menunjukkan bahwa sektor 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor strategis dalam pembangunan perekonomian nasional seperti dalam hal penyerapan tenaga kerja dan sumber pendapatan bagi masyarakat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gambar 1. Luasan lahan perkebunan kakao dan jumlah yang menghasilkan (TM) tahun

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gambar 1. Luasan lahan perkebunan kakao dan jumlah yang menghasilkan (TM) tahun 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usaha perkebunan merupakan usaha yang berperan penting bagi perekonomian nasional, antara lain sebagai penyedia lapangan kerja dan sumber pendapatan bagi petani, sumber

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap

I. PENDAHULUAN. perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan akan energi dunia akan semakin besar seiring dengan pesatnya perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap terpenuhi agar roda

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia memiliki potensi alamiah yang berperan positif dalam

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia memiliki potensi alamiah yang berperan positif dalam 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki potensi alamiah yang berperan positif dalam pengembangan sektor pertanian sehingga sektor pertanian memiliki fungsi strategis dalam penyediaan pangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penyediaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahan

I. PENDAHULUAN. penyediaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan sumberdaya alam yang melimpah, terutama pada sektor pertanian. Sektor pertanian sangat berpengaruh bagi perkembangan

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA. Juni 2010] 6 Masalah Gizi, Pengetahuan Masyarakat Semakin Memprihatinkan. [10

II TINJAUAN PUSTAKA. Juni 2010] 6 Masalah Gizi, Pengetahuan Masyarakat Semakin Memprihatinkan.  [10 II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan pustaka dalam penelitian ini meliputi tinjauan komoditas kedelai, khususnya peranan kedelai sebagai sumber protein nabati bagi masyarakat. Tidak hanya itu, kedelai juga ditinjau

Lebih terperinci

V. POSISI DAYA SAING UDANG INDONESIA, TAHUN

V. POSISI DAYA SAING UDANG INDONESIA, TAHUN 143 V. POSISI DAYA SAING UDANG INDONESIA, TAHUN 1989-2008 Tujuan penelitian pertama yaitu mengetahui posisi daya saing Indonesia dan Thailand dalam mengekspor udang ketiga pasar utama akan dilakukan menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jagung merupakan komoditi yang penting bagi perekonomian Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN. Jagung merupakan komoditi yang penting bagi perekonomian Indonesia, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jagung merupakan komoditi yang penting bagi perekonomian Indonesia, kebutuhan jagung di Indonesia mengalami peningkatan, yaitu lebih dari 10 juta ton pipilan kering

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pabrik gula merupakan salah satu industri yang strategis di Indonesia karena pabrik gula bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan pangan pokok, kebutuhan industri lainnya, dan penyedia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Republik Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki kekayaan keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber daya hewan

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. pertumbuhan produksi pertanian tidak sebesar laju permintaan pangan. Tabel 1.1

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. pertumbuhan produksi pertanian tidak sebesar laju permintaan pangan. Tabel 1.1 BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Permasalahan pangan di sisi penyediaan saat ini adalah permintaan pangan yang tinggi seiring dengan tingginya laju pertumbuhan penduduk, sementara pertumbuhan produksi

Lebih terperinci

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor pertanian merupakan sektor penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Peran strategis sektor pertanian digambarkan dalam kontribusi sektor pertanian dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Kedelai merupakan komoditas strategis yang unik tetapi kontradiktif dalam sistem usaha tani di Indonesia. Luas pertanaman kedelai kurang dari lima persen dari seluruh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sembilan persen pertahun hingga disebut sebagai salah satu the Asian miracle

I. PENDAHULUAN. sembilan persen pertahun hingga disebut sebagai salah satu the Asian miracle I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini peranan minyak bumi dalam kegiatan ekonomi sangat besar. Bahan bakar minyak digunakan baik sebagai input produksi di tingkat perusahaan juga digunakan untuk

Lebih terperinci

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan net ekspor baik dalam

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan net ekspor baik dalam 219 VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 8.1. Kesimpulan 8.1.1. Berdasarkan pengujian, diperoleh hasil bahwa guncangan ekspor nonagro berpengaruh positip pada kinerja makroekonomi Indonesia, dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. produksi beras nasional sangat penting sebagai salah satu faktor yang

BAB I PENDAHULUAN. produksi beras nasional sangat penting sebagai salah satu faktor yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai komoditas pangan utama masyarakat Indonesia, kecukupan produksi beras nasional sangat penting sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi terwujudnya ketahanan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting dalam pembangunan Indonesia. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang tidak hanya

Lebih terperinci

VI. SIMPULAN DAN SARAN

VI. SIMPULAN DAN SARAN VI. SIMPULAN DAN SARAN 6.1 Simpulan Berdasarkan pembahasan sebelumnya maka dapat diambil beberapa kesimpulan antara lain: 1. Selama tahun 1999-2008, rata-rata tahunan harga minyak telah mengalami peningkatan

Lebih terperinci

PUNGUTAN EKSPOR BIJI KAKAO SEBAGAI ISU KEBIJAKAN

PUNGUTAN EKSPOR BIJI KAKAO SEBAGAI ISU KEBIJAKAN PUNGUTAN EKSPOR BIJI KAKAO SEBAGAI ISU KEBIJAKAN 1. Pemerintah atas permintaan sebagian perusahaan pengolah kakao yang tergabung dalam Asosiasi Industri Kakao Indonesia (AIKI) sedang mempertimbangkan untuk

Lebih terperinci

OPERASIONALISASI KEBIJAKAN HARGA DASAR GABAH DAN HARGA ATAP BERAS

OPERASIONALISASI KEBIJAKAN HARGA DASAR GABAH DAN HARGA ATAP BERAS OPERASIONALISASI KEBIJAKAN HARGA DASAR GABAH DAN HARGA ATAP BERAS A. Landasan Konseptual 1. Struktur pasar gabah domestik jauh dari sempurna. Perpaduan antara produksi padi yang fluktuatif, dan penawaran

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2009 PROSPEK KERJASAMA PERDAGANGAN PERTANIAN INDONESIA DENGAN AUSTRALIA DAN SELANDIA BARU

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2009 PROSPEK KERJASAMA PERDAGANGAN PERTANIAN INDONESIA DENGAN AUSTRALIA DAN SELANDIA BARU LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2009 PROSPEK KERJASAMA PERDAGANGAN PERTANIAN INDONESIA DENGAN AUSTRALIA DAN SELANDIA BARU Oleh : Budiman Hutabarat Delima Hasri Azahari Mohamad Husein Sawit Saktyanu Kristyantoadi

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 DAMPAK KEBIJAKAN PAJAK PERTANIAN TERHADAP PRODUKSI, PERDAGANGAN, DAN KESEJAHTERAAN RUMAH TANGGA PETANI

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 DAMPAK KEBIJAKAN PAJAK PERTANIAN TERHADAP PRODUKSI, PERDAGANGAN, DAN KESEJAHTERAAN RUMAH TANGGA PETANI LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 DAMPAK KEBIJAKAN PAJAK PERTANIAN TERHADAP PRODUKSI, PERDAGANGAN, DAN KESEJAHTERAAN RUMAH TANGGA PETANI Oleh : Sri Nuryanti Delima H. Azahari Erna M. Lokollo Andi Faisal

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM PERKEMBANGAN DAN IMPOR KEDELAI INDONESIA

V GAMBARAN UMUM PERKEMBANGAN DAN IMPOR KEDELAI INDONESIA V GAMBARAN UMUM PERKEMBANGAN DAN IMPOR KEDELAI INDONESIA 5.1. Sejarah Perkembangan Kedelai Indonesia Sejarah masuknya kacang kedelai ke Indonesia tidak diketahui dengan pasti namun kemungkinan besar dibawa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mengalami perubahan relatif pesat. Beberapa perubahan tersebut ditandai oleh: (1)

I. PENDAHULUAN. mengalami perubahan relatif pesat. Beberapa perubahan tersebut ditandai oleh: (1) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam dua dasawarsa terakhir perkembangan perekonomian dunia telah mengalami perubahan relatif pesat. Beberapa perubahan tersebut ditandai oleh: (1) mulai bergesernya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat subur dan memiliki iklim yang baik untuk perkebunan tebu. Kepala Pusat

BAB I PENDAHULUAN. sangat subur dan memiliki iklim yang baik untuk perkebunan tebu. Kepala Pusat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Negara Indonesia merupakan negara yang mempunyai kekayaan sumber daya alam yang melimpah. Hal ini terbukti dengan keadaan tanah Indonesia yang sangat subur

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mencapai US$ per ton dan mendekati US$ per ton pada tahun 2010.

I. PENDAHULUAN. mencapai US$ per ton dan mendekati US$ per ton pada tahun 2010. 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebelum dan sesudah krisis ekonomi tahun 1998, harga minyak sawit (Crude Palm Oil=CPO) dunia rata-rata berkisar US$ 341 hingga US$ 358 per ton. Namun sejak tahun 2007

Lebih terperinci

DAMPAK LIBERALISASI PERDAGANGAN TERHADAP KINERJA KETAHANAN PANGAN NASIONAL

DAMPAK LIBERALISASI PERDAGANGAN TERHADAP KINERJA KETAHANAN PANGAN NASIONAL ISBN : 979-3566-20-5 DAMPAK LIBERALISASI PERDAGANGAN TERHADAP KINERJA KETAHANAN PANGAN NASIONAL Handewi P. Saliem Sri Hastuti Suhartini Adreng Purwoto Gatoet Sroe Hardono PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN

Lebih terperinci

KINERJA MAKRO PEMBANGUNAN PERTANIAN 2005

KINERJA MAKRO PEMBANGUNAN PERTANIAN 2005 KINERJA MAKRO PEMBANGUNAN PERTANIAN 2005 A. Produk Domestik Bruto Pertanian Dua fenomena besar, yaitu krisis ekonomi dan El-nino, yang melanda Indonesia telah menimbulkan goncangan pada hampir semua sektor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan komoditas penting dan strategis bagi bangsa Indonesia karena pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia dimana dalam pemenuhannya menjadi tanggung

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT 5.1 Produk Kelapa Sawit 5.1.1 Minyak Kelapa Sawit Minyak kelapa sawit sekarang ini sudah menjadi komoditas pertanian unggulan

Lebih terperinci

OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN SUBSEKTOR PETERNAKAN SUSU

OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN SUBSEKTOR PETERNAKAN SUSU OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN SUBSEKTOR PETERNAKAN SUSU Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian 2015 OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN SUBSEKTOR PETERNAKAN SUSU ISSN:

Lebih terperinci

KEBIJAKAN IMPOR SUSU: MELINDUNGI PETERNAK DAN KONSUMEN

KEBIJAKAN IMPOR SUSU: MELINDUNGI PETERNAK DAN KONSUMEN KEBIJAKAN IMPOR SUSU: MELINDUNGI PETERNAK DAN KONSUMEN (Policy on Imported Milk: Protection to Producer and Consumen) RENI KUSTIARI 1, ATIEN PRIYANTI 2 dan ERWIDODO 3 1 Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan

Lebih terperinci

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KEDELAI. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KEDELAI. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KEDELAI Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN Atas perkenan dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pertanian merupakan kegiatan pengelolaan sumber daya untuk menghasilkan bahan pangan, bahan baku untuk industri, obat ataupun menghasilkan sumber energi. Pertanian merupakan

Lebih terperinci

JUSTIFIKASI DAN RESIKO PENINGKATAN HARGA DASAR GABAH PEMBELIAN PEMERINTAH

JUSTIFIKASI DAN RESIKO PENINGKATAN HARGA DASAR GABAH PEMBELIAN PEMERINTAH JUSTIFIKASI DAN RESIKO PENINGKATAN HARGA DASAR GABAH PEMBELIAN PEMERINTAH Dilihat dari segi kandungan proteksi dan kemampuan untuk mengefektifkannya, harga dasar gabah pembelian pemerintah (HDPP) yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia

I. PENDAHULUAN. Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, menganut sistem perekonomian terbuka, di mana lalu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (BPS 2012), dari pertanian yang terdiri dari subsektor tanaman. bahan makanan, perkebunan, perternakan, kehutanan dan perikanan.

I. PENDAHULUAN. (BPS 2012), dari pertanian yang terdiri dari subsektor tanaman. bahan makanan, perkebunan, perternakan, kehutanan dan perikanan. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari kontribusinya terhadap Produk Domestik

Lebih terperinci

KOMPARASI EKONOMI JAGUNG INDONESIA DENGAN NEGARA PRODUSEN UTAMA PENDAHULUAN

KOMPARASI EKONOMI JAGUNG INDONESIA DENGAN NEGARA PRODUSEN UTAMA PENDAHULUAN KOMPARASI EKONOMI JAGUNG INDONESIA DENGAN NEGARA PRODUSEN UTAMA P R O S I D I N G 95 Nuhfil Hanani Jurusan Sosial Ekonomi, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya Malang PENDAHULUAN Sektor pertanian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan perekonomian suatu negara tentunya tidak terlepas dari

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan perekonomian suatu negara tentunya tidak terlepas dari 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan perekonomian suatu negara tentunya tidak terlepas dari aktivitas perdagangan international yaitu ekspor dan impor. Di Indonesia sendiri saat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan

BAB 1 PENDAHULUAN. Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap perekonomian Indonesia. Hal ini dilihat dari kontribusi sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada awal masa pembangunan Indonesia dimulai, perdagangan luar negeri

BAB I PENDAHULUAN. Pada awal masa pembangunan Indonesia dimulai, perdagangan luar negeri BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada awal masa pembangunan Indonesia dimulai, perdagangan luar negeri Indonesia bertumpu kepada minyak bumi dan gas sebagai komoditi ekspor utama penghasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Dalam pembangunan pertanian, beras merupakan komoditas yang memegang posisi strategis. Beras dapat disebut komoditas politik karena menguasai hajat hidup rakyat Indonesia.

Lebih terperinci

RESUME. Liberalisasi produk pertanian komoditas padi dan. biji-bijian nonpadi di Indonesia bermula dari

RESUME. Liberalisasi produk pertanian komoditas padi dan. biji-bijian nonpadi di Indonesia bermula dari RESUME Liberalisasi produk pertanian komoditas padi dan biji-bijian nonpadi di Indonesia bermula dari penandatanganan Perjanjian Pertanian (Agreement on Agriculture/AoA) oleh pemerintahan Indonesia yaitu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perdagangan internasional adalah salah satu komponen penting yang dapat

I. PENDAHULUAN. Perdagangan internasional adalah salah satu komponen penting yang dapat 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perdagangan internasional adalah salah satu komponen penting yang dapat memajukan perekonomian suatu negara, seperti di Indonesia. Sebagai salah satu negara yang berkeinginan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Analisis Daya Saing Analisis keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif digunakan untuk mempelajari kelayakan dan prospek serta kemampuan komoditi susu sapi lokal dalam

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Lengkap Ekonomi Collins (1997) dalam Manaf (2000),

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Lengkap Ekonomi Collins (1997) dalam Manaf (2000), II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Teori 2.1.1. Subsidi Menurut Kamus Lengkap Ekonomi Collins (1997) dalam Manaf (2000), subsidi adalah cadangan keuangan dan sumber-sumber daya lainnya untuk mendukung

Lebih terperinci

Susu : Komoditi Potensial Yang Terabaikan

Susu : Komoditi Potensial Yang Terabaikan Susu : Komoditi Potensial Yang Terabaikan Oleh : Feryanto W. K. Sub sektor peternakan merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru khususnya bagi sektor pertanian serta bagi perekonomian nasional pada

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM KERAGAAN BAWANG MERAH Perkembangan Produksi Bawang Merah di Indonesia

V. GAMBARAN UMUM KERAGAAN BAWANG MERAH Perkembangan Produksi Bawang Merah di Indonesia 58 V. GAMBARAN UMUM KERAGAAN BAWANG MERAH 5.1. Perkembangan Produksi Bawang Merah di Indonesia Bawang merah sebagai sayuran dataran rendah telah banyak diusahakan hampir di sebagian besar wilayah Indonesia.

Lebih terperinci

Poppy Ismalina, M.Ec.Dev., Ph.D., Konsultan ILO

Poppy Ismalina, M.Ec.Dev., Ph.D., Konsultan ILO DAMPAK LIBERALISASI PERDAGANGAN PADA HUBUNGAN BILATERAL INDONESIA DAN TIGA NEGARA (CHINA, INDIA, DAN AUSTRALIA) TERHADAP KINERJA EKSPOR-IMPOR, OUTPUT NASIONAL DAN KESEMPATAN KERJA DI INDONESIA: ANALISIS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada era globalisasi saat ini, di mana perekonomian dunia semakin terintegrasi. Kebijakan proteksi, seperi tarif, subsidi, kuota dan bentuk-bentuk hambatan lain, yang

Lebih terperinci

5. HASIL DAN PEMBAHASAN

5. HASIL DAN PEMBAHASAN 5. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Simulasi Model Pertumbuhan kegiatan kepariwisataan di Indonesia yang dikaitkan dengan adanya liberalisasi perdagangan, dalam penelitian ini, dianalisis dengan menggunakan model

Lebih terperinci

\TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Minyak goreng adalah minyak nabati yang telah dimurnikan dan dapat digunakan

\TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Minyak goreng adalah minyak nabati yang telah dimurnikan dan dapat digunakan 18 \TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Tinjauan Pustaka Minyak goreng adalah minyak nabati yang telah dimurnikan dan dapat digunakan sebagai bahan pangan. Penggunaan minyak goreng

Lebih terperinci

Perkembangan Harga Beras, Terigu Dan Gula Di Indonesia Tahun 2008 Selasa, 31 Maret 2009

Perkembangan Harga Beras, Terigu Dan Gula Di Indonesia Tahun 2008 Selasa, 31 Maret 2009 Perkembangan Harga Beras, Terigu Dan Gula Di Indonesia Tahun 2008 Selasa, 31 Maret 2009 Sembilan bahan pokok (Sembako) merupakan salah satu masalah vital dalam suatu Negara. Dengan demikian stabilitasnya

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Minyak nabati merupakan salah satu komoditas penting dalam perdagangan minyak pangan dunia. Tahun 2008 minyak nabati menguasai pangsa 84.8% dari konsumsi minyak pangan

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA. Oleh : RIKA PURNAMASARI A

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA. Oleh : RIKA PURNAMASARI A ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA Oleh : RIKA PURNAMASARI A14302053 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1 Sambutan Dirjen Hortikultura Kementerian Pertanian, Ahmad Dimyati pada acara ulang tahun

I. PENDAHULUAN. 1 Sambutan Dirjen Hortikultura Kementerian Pertanian, Ahmad Dimyati pada acara ulang tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Buah merupakan salah satu komoditas pangan penting yang perlu dikonsumsi manusia dalam rangka memenuhi pola makan yang seimbang. Keteraturan mengonsumsi buah dapat menjaga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pemenuhan protein hewani yang diwujudkan dalam program kedaulatan pangan.

I. PENDAHULUAN. pemenuhan protein hewani yang diwujudkan dalam program kedaulatan pangan. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kebutuhan masyarakat terhadap sumber protein hewani semakin meningkat sejalan dengan perubahan selera, gaya hidup dan peningkatan pendapatan. Karena, selain rasanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang berlimpah, dimana banyak Negara yang melakukan perdagangan internasional, Sumberdaya yang melimpah tidak

Lebih terperinci

V. EKONOMI GULA. dikonsumsi oleh masyarakat. Bahan pangan pokok yang dimaksud yaitu gula.

V. EKONOMI GULA. dikonsumsi oleh masyarakat. Bahan pangan pokok yang dimaksud yaitu gula. V. EKONOMI GULA 5.1. Ekonomi Gula Dunia 5.1.1. Produksi dan Konsumsi Gula Dunia Peningkatan jumlah penduduk dunia berimplikasi pada peningkatan kebutuhan terhadap bahan pokok. Salah satunya kebutuhan pangan

Lebih terperinci