ANALISIS KLASTER UNTUK PENGELOMPOKAN KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAWA TENGAH BERDASARKAN INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS KLASTER UNTUK PENGELOMPOKAN KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAWA TENGAH BERDASARKAN INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT"

Transkripsi

1 ANALISIS KLASTER UNTUK PENGELOMPOKAN KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAWA TENGAH BERDASARKAN INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT 1 Safa at Yulianto, Kishera Hilya Hiayatullah 1, Ak. Statistika Muhammaiyah Semarang Alamat ABSTRAK Kesejahteraan rakyat selalu menjai topik yang menarik untuk ibahas. Peningkatan kesejahteraan masyarakat merupakan sasaran utama kegiatan pembangunan yang ilaksanakan oleh setiap negara. Dalam melaksanakan program pembangunan perlu aanya ientifikasi berasarkan karakteristik tingkat kesejahteraan rakyat tiap aerah agar alam mengambil kebijakan an strategi pembangunan apat tepat sasaran an tepat guna. Tujuan ari penelitian ini aalah untuk mengetahui pengelompokan 35 kabupaten/kota i Provinsi Jawa Tengah an mengetahui karakteristik setiap kelompok berasarkan Inikator Kesejahteraan Rakyat Tahun 010. Meskipun alam penelitian ini terapat ata outlier (nilai ekstrim) yaitu Kabupaten Kuus an Kota Surakarta, keua ata outlier tersebut tetap ipertahankan karena tiak bisa ikatakan aa kesalahan paa proses sampling maupun inputing ata. Dari hasil analisis yang ilakukan, apat iambil kesimpulan bahwa proses pengelompokan 35 kabupaten/kota i Provinsi Jawa Tengah apat ibentuk tiga kelompok (klaster), imana kelompok A beranggotakan 8 kabupaten/kota, kelompok B beranggotakan kabupaten/kota an kelompok C beranggotakan 5 kabupaten/kota. Kata Kunci : Average Linkage, Agglomerative, Eucliean PENDAHULUAN Konstitusi Inonesia UUD 1945, secara eksplisit mengakui hal itu engan mengamanatkan bahwa tugas pokok pemerintah Republik Inonesia aalah memajukan kesejahteraan umum, menceraskan kehiupan bangsa serta mewujukan suatu keailan sosial bagi seluruh rakyat Inonesia. Hal tersebut berarti, hiup bebas ari kemiskinan atau menikmati kehiupan yang layak merupakan hak asasi setiap warga negara yang menjai tugas pemerintah yang iwujukan alam pembangunan nasional. Dengan emikian pengentasan kemiskinan merupakan prioritas utama pembangunan. Jumlah penuuk miskin (penuuk yang beraa i bawah Garis Kemiskinan) i Provinsi Jawa Tengah paa bulan Maret 010 sebesar 5,369 juta orang (16,56 persen). Dibaningkan engan penuuk miskin paa Bulan Maret 009 yang berjumlah 5,76 juta orang (17,7 persen), berarti jumlah penuuk miskin turun sebanyak 356,53 ribu orang [1],[],[4]. Meskipun jumlah penuuk miskin menurun, paa kenyataannya pertumbuhan kesempatan kerja tiak mampu menyerap pertumbuhan angkatan kerja alam setiap tahunnya. Konisi kemiskinan i pemerintahan Provinsi Jawa Tengah tiak jauh berbea engan i pemerintahan pusat, yakni masih tingginya jumlah penuuk miskin jika ibaningkan engan provinsi lain i pulau Jawa. Kemiskinan merupakan topik strategis an menapatkan prioritas utama untuk itangani. Hal tersebut terbukti selain i alam Renstra Jawa Tengah (Pera No. 11/003), Pergub 19 tahun 006 tentang Akselerasi Renstra, Keputusan Gubernur 56

2 No /55/006 tentang pembentukan Tim Koorinasi Penanggulangan Kemiskinan (TKPK) juga i alam raft Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Jawa Tengah Tahun , kemiskinan merupakan salah satu ari topik strategis yang menapat prioritas untuk penanganan paa setiap tahapan pelaksanaannya. [11] Disamping masalah kemiskinan, angka pengangguran i Jawa Tengah juga masih cukup tinggi. Sesuai ata Tahun 010, angka pengangguran masih mencapai 1,5 juta jiwa. Implikasinya, tingkat pengangguran terbuka akan semakin meningkat, jika tiak aa perubahan strategi alam penciptaan lapangan kerja. Dalam melaksanakan program pembangunan perlu aanya ientifikasi berasarkan karakteristik tingkat kesejahteraan rakyat tiap aerah agar alam mengambil kebijakan an strategi pembangunan bisa tepat sasaran an tepat guna. Salah satu prasyarat keberhasilan program-program pembangunan sangat tergantung paa ketepatan pengientifikasian target group an target area [5]. Oleh karena itu, sangat penting mempertimbangkan pengelompokan an karakteristik 35 kabupaten/kota i Provinsi Jawa Tengah berasarkan inikator kesejahteraan rakyat Tahun 010. Analisis klaster merupakan analisis yang igunakan untuk mengelompokan pengamatan atau variabel menjai beberapa kelompok pengamatan atau variabel yang jumlahnya lebih seikit. Analisis klaster ilakukan jika peneliti belum mengetahui jumlah kelompok baru [6]. Analisis klaster bertujuan untuk mengelompokan n objek berasarkan p variat yang memiliki kesamaan karakteristik iantara objekobjek tersebut. Objek tersebut akan iklasifikasikan ke alam satu atau lebih klaster (kelompok) sehingga objek-objek yang beraa alam satu klaster akan mempunyai kemiripan atau kesamaan karakter [10]. METODE PENELITIAN Sumber Data an Variabel Penelitian Dalam penelitian ini, igunakan ata sekuner yang ipublikasikan oleh Baan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jawa Tengah yaitu ata inikator kesejahteraan rakyat Tahun 010. Data yang igunakan alam permasalahan ini aa tujuh variabel yaitu, PDRB perkapita, kepaatan penuuk, penuuk miskin, jumlah angkatan kerja, pengeluaran riil perkapita yang isesuaikan, angka harapan hiup an rata-rata lama sekolah. [3] Ciri-ciri klaster yang baik aalah : - Homogenitas (within-cluster), yaitu kesamaan yang tinggi antar anggota alam satu klaster. - Heterogenitas (between-cluster), yaitu perbeaan yang tinggi antar cluster yang satu engan klaster yang lain [9]. Metoe Analisis Tahap awal ari analisis klaster aalah merumuskan masalah engan menefinisikan variabel-variabel yang ipergunakan untuk asar pengklasteran, kemuian ukuran jarak yang tepat harus ipilih. Ukuran jarak menentukan kemiripan atau ketiakmiripan ari objek yang akan ikelompokan (imasukan alam klaster) [10]. Dilanjutkan engan tahap pembentukan klaster/kelompok engan menggunakan metoe pengklasteran yang aa. Pemilihan metoe pengklasteran harus tepat an sesuai untuk memecahkan masalah yang ihaapi sehingga nantinya kelompok yang terbentuk memiliki anggota yang relatif homogen. Hasil akhir ari analisis merupakan keanggotaan kelompok ari masingmasing iniviu. Pengelompokan imaksukan untuk membentuk kelompok-kelompok bagi iniviu seemikian sehingga keragaman antar iniviu alam kelompok sekecil mungkin lebih kecil aripaa keragaman antar 57

3 kelompok. Kelompok yang terbentuk menurut kriteria yang akan ipilih memuat semua anggota yang berekatan satu sama lainnya. Iniviu-iniviu yang tiak mirip atau berjauhan akan menjai anggota ari kelompok yang berbea. Oleh karena tujuan pengklasteran ialah untuk mengelompokan obyek yang mirip alam klaster yang sama, maka beberapa ukuran iperlukan untuk mengakses seberapa mirip atau berbea obyek-obyek tersebut. Penekatan yang paling biasa ialah mengukur kemiripan inyatakan alam jarak (istance) antara pasangan obyek. Makin besar nilai ukuran kemiripan atau jarak antar ua buah objek, makin besar pula perbeaan antara ua objek tersebut, sehingga makin cenerung untuk tiak menganggapnya kealam kelompok yang sama. Terapat beberapa cara alam mengukur jarak, yaitu: a. Menggunakan jarak eucliean, yaitu jarak berupa akar jumlah kuarat perbeaan nilai untuk tiap variabel. Jika x x, x,..., x ) ( 1 p y ( y, y,..., y 1 p ) maka ( x, y) ( x1 y1) ( x y)... ( x p y p) (1) b. Menggunakan jarak kuarat eucliean (square eucliean istance). c. The City Block or Manhattan Distance antara ua objek merupakan jumlah nilai perbeaan mutlak untuk tiap variabel. Jarak ini juga isebut jarak Minkowski. Jika x ( x, x,..., x ) ; p aalah ' 1 p xi ' ( xi1, xi,..., xip variabel. Maka ) aalah kumpulan variabel paa obyek ke-i 1 p r r ij xik yik k 1 () engan ij = jarak antar ua obyek ke-i an obyek ke-j. The Chebyshev Distance antar ua obyek ialah nilai perbeaan mutlak yang maksimum paa tiap variabel. Panang variabel : X 1, X,..., X p ari pengukuran ilakukan terhaap setiap iniviu anggota, contoh yang besarnya n yaitu iniviu-iniviu a 1, a,...,a n. Hasil pengukuran variabel X j iniviu a i inyatakan engan ij (untuk setiap i=1,,...,n an j=1,,...,p ) p ij = 1 p n1 n np ij menjelaskan fungsi jarak antara iniviu ke-i an ke-j, engan jumlah contoh anggota n an p sama. Misal a an b jarak antar iniviu [7]. Maka fungsi jarak (a,b) mempunyai sifat sebagai berikut: a. Simetri, (a, b) = (b,a) b. Positif, (a, b) 0 c. (a 1, a ) = 0. (a,b) meningkat seiring tiak miripnya a an b e. (a,c) (a,b) + (b,c) Semakin kecil nilai, maka semakin besar kemiripan antara keua pengamatan tersebut. Sebaliknya bila besar, semakin besar ketiakmiripan ari pengamatan tersebut. Ukuran keekatan yang igunakan aalah jarak Eucliian, yang merupakan jarak antar iniviu jika terapat p variabel maka jarak iniviu ke-i an ke-j Langkah yang ilakukan alam pengklasteran : 1. Sampel yang iambil harus benar-benar bisa mewakili populasi.. Pengujian Multikolinieritas Uji multikolinieritas igunakan untuk mengetahui aa tiaknya variabel inepenen yang memiliki kemiripan engan variabel inepenen lain. lainnya. 3. Transformasi Data Jika terapat perbeaan nilai yang besar antar variabel yang apat menyebabkan bias alam analisis klaster maka ata asli perlu itransformasi 58

4 (stanarisasi) [9]. Misalnya, aa yang alam satuan juta an aa yang satuan puluhan atau bahkan lebih kecil. Perbeaan ata yang besar akan menyebabkan perhitungan jarak menjai tiak vali. 4. Pengujian Data Outlier Data outlier aalah ata yang secara nyata berbea engan ata-ata yang lain [7]. Outliers aalah obyek-obyek engan profil-profil yang berbea atau value yang berbea alam satu sampel atau variabel [8]. Deteksi terhaap univariat outlier apat ilakukan engan menentukan nilai batas yang akan ikategorikan sebagai ata outlier yaitu engan cara mengkonversi nilai ata ke alam skor stanarize atau yang biasa isebut z-score, yang memiliki nilai means (rata-rata) sama engan nol an stanar eviasi sama engan satu. Jika sebuah ata outlier, maka nilai z terletak alam selang (-,5 ; +,5) [9]. Jika ata iketahui terapat satu atau lebih ata outlier, paa outlier tersebut bisa ilakukan beberapa penanganan : a. Data outlier ihilangkan, jika ata outlier tersebut iapat karena kesalahan pengambilan ata, kesalahan inputing paa komputer an sebagainya. b. Data outlier tetap ipertahankan (retensi), an tiak perlu ihilangkan, jika tiak terapat kesalahan paa proses sampling maupun inputing ata. 5. Analisis Klaster Metoe yang igunakan aalah metoe hierarki (average linkage) engan teknik agglomerative an ukuran jarak eucliean. Langkah-langkah pengelompokan alam analisis klaster engan metoe hierarki mencakup tiga hal, yaitu : a. Mengukur kesamaan jarak Hal yang penting alam penggerombolan aalah bagaimana mengkuantifikasi ukuran kemiripan antar objek. b. Membentuk klaster secara hierarkis Dalam metoe ini menggunakan aglomerasi. Dalam metoe aglomerasi tiap observasi paa mulanya ianggap sebagai cluster terseniri sehingga terapat cluster sebanyak jumlah observasi. Kemuian ua cluster yang terekat kesamaannya igabung menjai suatu cluster baru, sehingga jumlah cluster berkurang satu paa tiap tahap. c. Melakukan interpretasi terhaap klaster yang terbentuk Tahap akhir ari analisis klaster aalah menginterpretasikan ari klaster-klaster yang terbentuk. HASIL PENELITIAN Analisis eskriptif ari inikator kesejahteraan rakyat sebagai berikut: Tabel 1 Ringkasan Statistik Deskriptif Berasarkan Inikator Kesejahteraan Rakyat Var Maksimum Minimum X 1 X X 3 X 4 X 5 Kuus Surakarta Brebes Brebes Kota Tegal Rp ,68 Grobogan Rp , jiwa per km Blora 46 jiwa per km Kota jiwa Magelang jiwa jiwa Rp X 6 Pati 7,77 tahun Kota Magelang Sragen Brebes Brebes jiwa Rp ,37 tahun Kota X 7 10,3 tahun 5,6 Surakarta *Sumber : Analisis Deskriptif Inikator Kesejahteraan Rakyat Tahun 010 Analisis Klaster engan Metoe Hierarki Penggabungan objek tersebut apat itunjukkan engan jelas paa gambar enogram pengelompokan kabupaten/ kota berasarkan inikator kesejahteraan rakyat i Provinsi Jawa Tengah. Berasarkan hasil proses analisis klaster 59

5 hierarki yang menggunakan enogram engan metoe average linkage, maka iperoleh 3 kelompok kabupaten/kota seperti yang tampak paa gambar berikut : Distance 4,33 61,55 80,78 100, Denrogram Average Linkage; Eucliean Distance Kabupaten/Kota Gambar 1 Denogram Analisis Klaster Hierarki Metoe Average Linkage Teknis pengelompokan hierarki tersebut apat ijelaskan engan Amalgamation Steps berikut: 1. Paa tahap 1 objek 9 an 0 bergabung menjai kelompok 9.. Paa tahap objek 3 an 7 bergabung menjai kelompok Paa tahap 3 objek 4 an 6 bergabung menjai kelompok Paa tahap 4 objek 5 an 15 bergabung menjai kelompok Paa tahap 5 objek 1 an 18 bergabung menjai kelompok Paa tahap 6 objek 8 bergabung engan kelompok 9 menjai kelompok 8 yang teriri ari 3 objek (8,9,0). 7. Paa tahap 7 objek 4 bergabung engan kelompok 3 menjai kelompok 3 yang teriri ari 3 objek (3,7,4). 8. Paa tahap 8 objek an 3 bergabung menjai kelompok. 9. Paa tahap 9 objek 1 bergabung engan kelompok 8 menjai kelompok 8 yang teriri ari 4 objek (8,9,0,1). 10.Paa tahap 10 objek 5 bergabung engan kelompok 3 menjai kelompok 3 yang teriri ari 4 objek (3,7,4,5). 11.Paa tahap 11 objek 7 an 8 bergabung menjai kelompok 7. 1.Paa tahap 1 objek 6 an 17 bergabung menjai kelompok Paa tahap 13 objek 14 bergabung engan kelompok menjai kelompok 14 yang teriri ari 3 objek (14,,3). 14.Paa tahap 14 objek 13 bergabung engan kelompok 1 menjai kelompok 1 yang teriri ari 3 objek (1,13,18). 15.Paa tahap 15 objek bergabung engan kelompok 5 menjai kelompok 5 yang teriri ari 3 objek (,5,15). 16.Paa tahap 16 objek 8 bergabung engan kelompok 3 menjai kelompok 3 yang teriri ari 8 objek (3,7,4,5,8,9,0,1). 17.Paa tahap 17 objek 16 bergabung engan kelompok 6 menjai kelompok 6 yang teriri ari 3 objek (6,17,16). 18.Proses penggabungan ilakukan hingga tahap 34 imana kelompok 1 bergabung engan kelompok 19 menjai satu kelompok yang teriri ari keseluruhan objek (35 objek). Terapat tiga kelompok klaster alam analisis tersebut, kelompok 1 teriri ari 8 kabupaten/kota yaitu Cilacap, Banyumas, Purbalingga, Banjarnegara, Kebumen, Purworejo, Wonosobo, Magelang, Boyolali, Klaten, Sukoharjo, Wonogiri, Karanganyar, Sragen, Grobogan, Blora, Rembang, Pati, Jepara, Demak, Semarang, Temanggung, Kenal, Batang, Pekalongan, Pemalang, Tegal, an Brebes. Kelompok teriri ari kabupaten/kota yaitu Kuus an Kota Semarang. Kelompok 3 teriri ari 5 kabupaten/kota yaitu Kota Magelang, Kota Surakarta, Kota Salatiga, Kota Pekalongan an Kota Tegal. Karakteristik Kelompok Untuk mengetahui karakteristik setiap klaster maka perlu ihitung nilai rata-rata untuk setiap klasternya. Data rata-rata hasil 60

6 pengelompokan analisis klaster apat iperoleh sebagai berikut: Tabel Data Rata-rata Analisis Klaster ari Variabel Inikator Kesejahteraan Rakyat i Provinsi Jawa Tengah Var Satuan Klp A Klp B Klp C juta rupiah Jiwa/km ribu jiwa ribu jiwa ribu rupiah tahun tahun ,5 6, ,8 9, ,38 9,4 Dengan menggunakan nilai rata-rata variabel untuk setiap kelompok, maka apat iketahui karakteristik tiap kelompok sebagai berikut : 1. Kelompok A apat ilihat untuk PDRB perkapita (X 1 ), kepaatan penuuk (X ), pengeluaran riil perkapita (X 5 ), angka harapan hiup (X 6 ) an rata-rata lama sekolah (X 7 ) memiliki nilai yang paling renah iantara kelompok lain, seangkan untuk penuuk miskin (X 3 ) memiliki nilai yang paling tinggi iantara kelompok yang lain. Selain itu apat ilihat pula jumlah angkatan kerja (X 4 ) yang cukup tinggi (seang). Dilihat ari aspek kesehatan yang iwakili oleh variabel X 6, apat kita simpulkan bahwa anak-anak paa kelompok ini yang lahir tahun 010 iperkirakan rata-rata hiup sampai usia 71 tahun. Kemuian ari aspek peniikan yang iwakili oleh variabel X 7, apat kita simpulkan bahwa kelompok ini belum memiliki kualitas peniikan yang baik, karena masyarakat paa kelompok ini rata-rata menempuh jenjang peniikan sampai kelas 1 SMP/seerajat. Artinya program 9 tahun yang igalakan pemerintah belum tercapai.. Kelompok B apat ilihat untuk PDRB perkapita (X 1 ), jumlah angkatan kerja (X 4 ) an angka harapan hiup (X 6 ) memiliki nilai yang paling tinggi ibaningkan kelompok lain. Selain itu apat ilihat pula kepaatan penuuk (X ), penuuk miskin (X 3 ) an pengeluaran riil perkapita (X 5 ) an rata-rata lama sekolah (X 7 ) memiliki nilai yang cukup tinggi (seang). Dilihat ari aspek kesehatan yang iwakili oleh variabel X 6, apat kita simpulkan bahwa anak-anak paa kelompok ini yang lahir tahun 010 iperkirakan rata-rata hiup sampai usia 71 tahun. Kemuian ari aspek peniikan yang iwakili oleh variabel X 7, apat kita simpulkan bahwa kelompok ini juga suah memiliki peniikan yang baik, karena masyarakat paa kelompok ini rata-rata menempuh jenjang peniikan sampai kelas 1 SMA/seerajat. Artinya program 9 tahun yang igalakan pemerintah suah tercapai. 3. Kelompok C apat ilihat untuk PDRB perkapita (X 1 ) an angka harapan hiup (X 6 ) memiliki nilai yang cukup tinggi (seang). Selain itu apat ilihat kepaatan penuuk (X ) memiliki nilai yang paling tinggi an penuuk miskin (X 3 ) memiliki nilai yang paling renah. Hal ini berarti masyarakat paa kelompok ini tinggal i aerah perkotaan yang paat penuuk namun tiak banyak penuuk miskin. Selain itu jumlah angkatan kerja (X 4 ) memiliki nilai yang paling renah, seangkan pengeluaran riil perkapita (X 5 ) an rata-rata lama sekolah (X 7 ) memiliki nilai yang paling tinggi. Dilihat ari aspek kesehatan yang iwakili oleh variabel X 6, apat kita simpulkan bahwa anak-anak paa kelompok ini yang lahir tahun 010 iperkirakan rata-rata hiup 61

7 sampai usia 71 tahun. Kemuian ari aspek peniikan yang iwakili oleh variabel X 7, apat kita simpulkan bahwa kelompok ini suah memiliki peniikan yang baik, karena masyarakat paa kelompok ini rata-rata menempuh jenjang peniikan sampai kelas 1 SMA/seerajat. Artinya program 9 tahun yang igalakan pemerintah suah tercapai. KESIMPULAN Dari hasil analisis an pembahasan, maka apat iambil beberapa kesimpulan yaitu : 1. Gambaran umum kesejahteraan masyarakat Provinsi Jawa Tengah berasarkan Inikator Kesejahteraan Rakyat Tahun 010 aalah masih belum merata. Hal ini apat ilihat ari banyaknya jumlah penuuk miskin khususnya i Kabupaten Brebes an kepaatan penuuk yang tinggi i Kota Surakarta. Umumnya penuuk i Provinsi Jawa Tengah lebih memilih tinggal i perkotaan, sehingga jumlah penuuk belum tersebar secara merata. Seangkan ilihat ari PDRB perkapita, Kabupaten Kuus memiliki PDRB perkapita yang paling tinggi ibaning lainnya. Kemuian, jumlah angkatan kerja i Jawa Tengah yang paling banyak imiliki oleh Kota Semarang. Dari aspek kesehatan yaitu angka harapan hiup i Jawa Tengah yang paling tinggi imiliki oleh Kabupaten Pati. Seangkan ilihat ari aspek peniikan yaitu rata-rata lama sekolah yang paling tinggi imiliki oleh Kota Surakarta.. Pengelompokan 35 Kabupaten/Kota i Provinsi Jawa Tengah berasarkan inikator kesejahteraan rakyat Tahun 010 apat ibentuk 3 kelompok yaitu : a. Kelompok A teriri ari 8 wilayah yaitu, Cilacap, Banyumas, Purbalingga, Banjarnegara, Kebumen, Purworejo, Wonosobo, Magelang, Boyolali, Klaten, Sukoharjo, Wonogiri, Karanganyar, Sragen, Grobogan, Blora, Rembang, Pati, Jepara, Demak, Semarang, Temanggung, Kenal, Batang, Pekalongan, Pemalang, Tegal, an Brebes. b. Kelompok B teriri ari wilayah yaitu, Kuus an Kota Semarang c. Kelompok C teriri ari 5 wilayah yaitu Kota Magelang, Kota Surakarta, Kota Salatiga, Kota Pekalongan an Kota Tegal. DAFTAR PUSTAKA [1] Baan Pusat Statistik Inikator Kesejahteraan Rakyat 009. Semarang : Baan Pusat Statistik Provinsi Jawa Tengah. [].010. PDRB Jawa Tengah 010. Semarang : Baan Pusat Statistik Provinsi Jawa Tengah. [3].011. Jawa Tengah Dalam Angka 011. Semarang : Baan Pusat Statistik Provinsi Jawa Tengah. [4].011. Inikator Ekonomi 011. Semarang : Baan Pusat Statistik Provinsi Jawa Tengah. [5] Basri F H Perekonomian Inonesia Menjelang Aba XXI : Distorsi, Peluang an Kenala. Jakarta: Erlangga. [6] Iriawan, N., Astuti S.P Mengolah Data Statistik engan Muah Menggunakan Minitab 14. Jakarta : CV ANDI. [7] Nugroho, S Statistik Multivariat Terapan. Bengkulu : UNIB Press. [8] Prayuho, B.J Analisis Cluster. [terhubung berkala]. 6

8 /30/analisis-cluster/. [17 Juni 01] [9] Santoso, S. 00. Buku Latihan SPSS Statistik Multivariat. Jakarta : PT Elex Meia Komputino. [10] Supranto, J Analisis Multivariat Arti an Interpretasi. Jakarta : PT Rineka Cipta. [11][[TNPK] Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan. Glosarium. [terhubung berkala]. ta/ glosarium. [0 Juli 01]. 63

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi mengikuti pola yang tidak selalu mudah dipahami. Apabila

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi mengikuti pola yang tidak selalu mudah dipahami. Apabila BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengangguran merupakan masalah yang sangat kompleks karena mempengaruhi sekaligus dipengaruhi oleh beberapa faktor yang saling berinteraksi mengikuti pola yang

Lebih terperinci

Penerapan Algoritma Fuzzy C-Means untuk Pengelompokan Kabupaten/Kota di Jawa Tengah Berdasarkan Status Kesejahteraan Tahun 2015

Penerapan Algoritma Fuzzy C-Means untuk Pengelompokan Kabupaten/Kota di Jawa Tengah Berdasarkan Status Kesejahteraan Tahun 2015 Penerapan Algoritma Fuzzy C-Means untuk Pengelompokan Kabupaten/Kota di Jawa Tengah Berdasarkan Status Kesejahteraan Tahun 2015 Nurika Nidyashofa 1*, Deden Istiawan 22 1 Statistika, Akademi Statistika

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015 No.42/06/33/Th.X, 15 Juni 2016 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015 IPM Jawa Tengah Tahun 2015 Pembangunan manusia di Jawa Tengah pada tahun 2015 terus mengalami kemajuan yang ditandai dengan terus

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB IV GAMBARAN UMUM BAB IV GAMBARAN UMUM A. Gambaran Umum Provinsi Jawa Tengah 1. Peta Provinsi Jawa Tengah Sumber : Jawa Tengah Dalam Angka Gambar 4.1 Peta Provinsi Jawa Tengah 2. Kondisi Geografis Jawa Tengah merupakan

Lebih terperinci

Gambar 1 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Jawa Tengah,

Gambar 1 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Jawa Tengah, No.26/04/33/Th.XI, 17 April 2017 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016 IPM Jawa Tengah Tahun 2016 Pembangunan manusia di Jawa Tengah pada tahun 2016 terus mengalami kemajuan yang ditandai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang melibatkan seluruh kegiatan dengan dukungan masyarakat yang. berperan di berbagai sektor yang bertujuan untuk meratakan serta

BAB I PENDAHULUAN. yang melibatkan seluruh kegiatan dengan dukungan masyarakat yang. berperan di berbagai sektor yang bertujuan untuk meratakan serta BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembangunan daerah merupakan suatu proses perubahan terencana yang melibatkan seluruh kegiatan dengan dukungan masyarakat yang berperan di berbagai sektor yang bertujuan

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA TENGAH. Data Agregat per K b t /K t

PROVINSI JAWA TENGAH. Data Agregat per K b t /K t PROVINSI JAWA TENGAH Data Agregat per K b t /K t PROVINSI JAWA TENGAH Penutup Penyelenggaraan Sensus Penduduk 2010 merupakan hajatan besar bangsa yang hasilnya sangat penting dalam rangka perencanaan pembangunan.

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015 No.1/3307/BRS/11/2016 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015 Pembangunan manusia di Wonosobo pada tahun 2015 terus mengalami kemajuan yang ditandai dengan terus meningkatnya Indeks Pembangunan Manusia

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN. Provinsi Jawa Tengah sebagai salah satu Provinsi di Jawa, letaknya diapit

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN. Provinsi Jawa Tengah sebagai salah satu Provinsi di Jawa, letaknya diapit BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN A. Gambaran Umum Objek Penelitian 1. Kondisi Fisik Daerah Provinsi Jawa Tengah sebagai salah satu Provinsi di Jawa, letaknya diapit oleh dua Provinsi besar, yaitu

Lebih terperinci

PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH TAHUN 2014 PROVINSI JAWA TENGAH

PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH TAHUN 2014 PROVINSI JAWA TENGAH No. 56/08/33 Th.IX, 3 Agustus 2015 PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH TAHUN 2014 PROVINSI JAWA TENGAH PRODUKSI CABAI BESAR SEBESAR 167,79 RIBU TON, CABAI RAWIT SEBESAR 107,95 RIBU TON,

Lebih terperinci

ANALISIS CLUSTER PSIKOGRAFIS KONSUMEN KEDIRI TOWN SQUARE (CLUSTER ANALYSIS PSYCHOGRAPHIC CONSUMERS KEDIRI TOWN SQUARE)

ANALISIS CLUSTER PSIKOGRAFIS KONSUMEN KEDIRI TOWN SQUARE (CLUSTER ANALYSIS PSYCHOGRAPHIC CONSUMERS KEDIRI TOWN SQUARE) ANALISIS CLUSTER PSIKOGRAFIS KONSUMEN KEDIRI TOWN SQUARE (CLUSTER ANALYSIS PSYCHOGRAPHIC CONSUMERS KEDIRI TOWN SQUARE) Amin Tohari Universitas Nusantara PGRI Keiri, amin.tohari@unpkeiri.ac.i Abstrak Perkembangan

Lebih terperinci

PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2013

PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2013 No. 50/08/33/Th. VIII, 4 Agustus 2014 PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2013 PRODUKSI CABAI BESAR SEBESAR 145,04 RIBU TON, CABAI RAWIT 85,36 RIBU TON, DAN BAWANG

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah. Jawa Tengah merupakan Provinsi yang termasuk ke dalam Provinsi yang memiliki jumlah penduduk

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH AGUSTUS 2011: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 5,93 PERSEN

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH AGUSTUS 2011: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 5,93 PERSEN No. 62/11/33/Th.V, 07 November 2011 KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH AGUSTUS 2011: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 5,93 PERSEN Jumlah angkatan kerja di Jawa Tengah Agustus 2011 mencapai 16,92 juta

Lebih terperinci

BAB 3 GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN DAN KEUANGAN DAERAH KAB/KOTA DI JAWA TENGAH

BAB 3 GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN DAN KEUANGAN DAERAH KAB/KOTA DI JAWA TENGAH BAB 3 GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN DAN KEUANGAN DAERAH KAB/KOTA DI JAWA TENGAH 3.1 Keadaan Geografis dan Pemerintahan Propinsi Jawa Tengah adalah salah satu propinsi yang terletak di pulau Jawa dengan luas

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. Analisis cluster merupakan analisis yang bertujuan untuk. mengelompokkan objek-objek pengamatan berdasarkan karakteristik yang

BAB III PEMBAHASAN. Analisis cluster merupakan analisis yang bertujuan untuk. mengelompokkan objek-objek pengamatan berdasarkan karakteristik yang BAB III PEMBAHASAN Analisis cluster merupakan analisis yang bertujuan untuk mengelompokkan objek-objek pengamatan berdasarkan karakteristik yang dimiliki. Asumsi-asumsi dalam analisis cluster yaitu sampel

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2018 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2018 TAHUN 2012 TENTANG PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2018 TAHUN 2012 TENTANG ALOKASI DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU BAGIAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH DAN PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA DI JAWA TENGAH TAHUN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dan Jusuf Kalla, Indonesia mempunyai strategi pembangunan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. dan Jusuf Kalla, Indonesia mempunyai strategi pembangunan yang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di era Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo dan Jusuf Kalla, Indonesia mempunyai strategi pembangunan yang dinamakan dengan nawacita.

Lebih terperinci

Gambar 4.1 Peta Provinsi Jawa Tengah

Gambar 4.1 Peta Provinsi Jawa Tengah 36 BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI JAWA TENGAH 4.1 Kondisi Geografis Jawa Tengah merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang terletak di tengah Pulau Jawa. Secara geografis, Provinsi Jawa Tengah terletak

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH

GUBERNUR JAWA TENGAH GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 78 TAHUN 2013 TAHUN 2012 TENTANG PERKIRAAN ALOKASI DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU BAGIAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH DAN PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK A. Gambaran Umum Objek/Subjek Penelitian 1. Batas Administrasi. Gambar 4.1: Peta Wilayah Jawa Tengah Jawa Tengah sebagai salah satu Provinsi di Jawa, letaknya diapit oleh dua

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. cepat, sementara beberapa daerah lain mengalami pertumbuhan yang lambat.

I. PENDAHULUAN. cepat, sementara beberapa daerah lain mengalami pertumbuhan yang lambat. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tolok ukur keberhasilan pembangunan dapat dilihat dari pertumbuhan ekonomi dan semakin kecilnya ketimpangan pendapatan antar penduduk, antar daerah dan antar sektor. Akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan kekhasan daerah

BAB I PENDAHULUAN. terhadap kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan kekhasan daerah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah pokok dalam pembangunan daerah adalah terletak pada penekanan terhadap kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan kekhasan daerah yang bersangkutan dengan

Lebih terperinci

ASPEK : PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMAKAIAN KONTRASEPSI INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU

ASPEK : PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMAKAIAN KONTRASEPSI INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU BULAN : KABUPATEN/KOTA IUD MOW MOP KDM IMPL STK PILL JML PPM PB % 1 Banyumas 748 34 3 790 684 2,379 1,165 5,803 57,379 10.11 2 Purbalingga 141 51 10 139 228

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 27 TAHUN 2015 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 27 TAHUN 2015 TENTANG GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 27 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN PERKIRAAN ALOKASI DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU BAGIAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH DAN PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA

Lebih terperinci

ASPEK : PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMAKAIAN KONTRASEPSI INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU

ASPEK : PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMAKAIAN KONTRASEPSI INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU BULAN : KABUPATEN/KOTA IUD MOW MOP KDM IMPL STK PILL JML PPM PB % 1 Banyumas 447 60 8 364 478 2.632 629 4.618 57.379 8,05 2 Purbalingga 87 145 33 174 119 1.137

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH

GUBERNUR JAWA TENGAH GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 71 A TAHUN 201356 TAHUN 2012 TENTANG ALOKASI DEFINITIF DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU BAGIAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH DAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH No.69 /11/33/Th.VII, 06 November 2013 KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH AGUSTUS 2013: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 6,02 PERSEN Jumlah angkatan kerja di Jawa Tengah Agustus 2013 mencapai 16,99

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Data Langkah-Langkah Penelitian

METODE PENELITIAN Data Langkah-Langkah Penelitian METODE PENELITIAN Data Inonesia merupakan salah satu negara yang tiak mempunyai ata vital statistik yang lengkap. Dengan memperhatikan hal tersebut, sangat tepat menggunakan Moel CPA untuk mengukur tingkat

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH

GUBERNUR JAWA TENGAH GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 56 TAHUN 201256 TAHUN 2012 TENTANG ALOKASI SEMENTARA DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU BAGIAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH DAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkat. Kemampuan yang meningkat ini disebabkan karena faktor-faktor. pembangunan suatu negara (Maharani dan Sri, 2014).

BAB I PENDAHULUAN. meningkat. Kemampuan yang meningkat ini disebabkan karena faktor-faktor. pembangunan suatu negara (Maharani dan Sri, 2014). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah pertumbuhan ekonomi dapat dipandang sebagai masalah makroekonomi jangka panjang. Dari satu periode ke periode berikutnya kemampuan suatu negara untuk

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. II.1 Saham

BAB II DASAR TEORI. II.1 Saham BAB II DASAR TEORI Paa bab ini akan ijelaskan asar teori yang igunakan selama pelaksanaan Tugas Akhir ini: saham, analisis funamental, analisis teknis, moving average, oscillator, an metoe Relative Strength

Lebih terperinci

APLIKASI PENGGUNAAN METODE KOHONEN PADA ANALISIS CLUSTER (Studi Kasus: Pendapatan Asli Daerah Jawa Tengah Dalam Menghadapi Asean Community 2015)

APLIKASI PENGGUNAAN METODE KOHONEN PADA ANALISIS CLUSTER (Studi Kasus: Pendapatan Asli Daerah Jawa Tengah Dalam Menghadapi Asean Community 2015) APLIKASI PENGGUNAAN METODE KOHONEN PADA ANALISIS CLUSTER (Studi Kasus: Pendapatan Asli Daerah Jawa Tengah Dalam Menghadapi Asean Community 015) Rezzy Eko Caraka 1 (1) Statistics Center Undip, Jurusan Statistika,

Lebih terperinci

TABEL 4.1. TINGKAT KONSUMSI PANGAN NASIONAL BERDASARKAN POLA PANGAN HARAPAN

TABEL 4.1. TINGKAT KONSUMSI PANGAN NASIONAL BERDASARKAN POLA PANGAN HARAPAN TABEL 4.1. TINGKAT KONSUMSI PANGAN NASIONAL BERDASARKAN POLA PANGAN HARAPAN No Kelompok Pola Harapan Nasional Gram/hari2) Energi (kkal) %AKG 2) 1 Padi-padian 275 1000 50.0 25.0 2 Umbi-umbian 100 120 6.0

Lebih terperinci

KONDISI UMUM PROVINSI JAWA TENGAH

KONDISI UMUM PROVINSI JAWA TENGAH KONDISI UMUM PROVINSI JAWA TENGAH Kondisi umum Provinsi Jawa Tengah ditinjau dari aspek pemerintahan, wilayah, kependudukan dan ketenagakerjaan antara lain sebagai berikut : A. Administrasi Pemerintah,

Lebih terperinci

TABEL 2.1. ESTIMASI KETERSEDIAAN PANGAN JAWA TENGAH 2013 ASEM _2012

TABEL 2.1. ESTIMASI KETERSEDIAAN PANGAN JAWA TENGAH 2013 ASEM _2012 Komoditi TABEL 2.1. ESTIMASI KETERSEDIAAN PANGAN JAWA TENGAH 2013 ASEM _2012 Produksi Penyediaan Kebutuhan Konsumsi per kapita Faktor Konversi +/- (ton) (ton) (ton) (ton) (kg/kap/th) (100-angka susut)

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH No.31 /05/33/Th.VIII, 05 Mei 2014 KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH FEBRUARI 2014: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 5,45 PERSEN Jumlah angkatan kerja di Jawa Tengah Februari 2014 yang sebesar 17,72

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH No. 66/11/33/Th.VI, 05 November 2012 KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH AGUSTUS 2012: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 5,63 PERSEN Jumlah angkatan kerja di Jawa Tengah Agustus 2012 mencapai 17,09

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN Pada bab ini akan dibahas mengenai gambaran persebaran IPM dan komponen-komponen penyususn IPM di Provinsi Jawa Tengah. Selanjutnya dilakukan pemodelan dengan menggunakan

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH No.70 /11/33/Th.VIII, 05 November 2014 KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH AGUSTUS 2014: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 5,68 PERSEN Jumlah angkatan kerja di Jawa Tengah Agustus 2014 yang sebesar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. World Bank dalam Whisnu, 2004), salah satu sebab terjadinya kemiskinan

BAB I PENDAHULUAN. World Bank dalam Whisnu, 2004), salah satu sebab terjadinya kemiskinan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan suatu keadaan di mana masyarakat yang tidak dapat memenuhi kebutuhan dan kehidupan yang layak, (menurut World Bank dalam Whisnu, 2004),

Lebih terperinci

PENGELOMPOKAN KABUPATEN/KOTA DI JAWA TENGAH BERDASARKAN KARAKTERISTIK KESEJAHTERAAN RAKYAT MENGGUNAKAN METODE WARD S

PENGELOMPOKAN KABUPATEN/KOTA DI JAWA TENGAH BERDASARKAN KARAKTERISTIK KESEJAHTERAAN RAKYAT MENGGUNAKAN METODE WARD S PENGELOMPOKAN KABUPATEN/KOTA DI JAWA TENGAH BERDASARKAN KARAKTERISTIK KESEJAHTERAAN RAKYAT MENGGUNAKAN METODE WARD S Shofa Kartikawati 1), Atika Nurani Ambarwati 2) 1,2 AIS Muhammadiyah Semarang email:

Lebih terperinci

BAB 5 PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Ringkasan Hasil Regresi

BAB 5 PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Ringkasan Hasil Regresi BAB 5 PEMBAHASAN 5.1 Pembahasan Hasil Regresi Dalam bab ini akan dibahas mengenai bagaimana pengaruh PAD dan DAU terhadap pertumbuhan ekonomi dan bagaimana perbandingan pengaruh kedua variabel tersebut

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN Pada bab analisis dan pembahasan ini akan jelaskan tentang pola persebaran jumlah penderita kusta dan faktor-faktor yang mempengaruhinya, kemudian dilanjutkan dengan pemodelan

Lebih terperinci

ASPEK : PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMAKAIAN KONTRASEPSI INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU

ASPEK : PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMAKAIAN KONTRASEPSI INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU BULAN : KABUPATEN/KOTA IUD MOW MOP KDM IMPL STK PILL JML PPM PB % 1 Banyumas 728 112 20 1,955 2,178 2,627 1,802 9,422 57,379 16.42 2 Purbalingga 70 50 11 471

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK Hasil Pendaftaran (Listing) Usaha/Perusahaan Provinsi Jawa Tengah Sensus Ekonomi 2016 No. 37/05/33 Th. XI, 24 Mei 2017 BERITA RESMI STATISTIK BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI JAWA TENGAH Hasil Pendaftaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. turun, ditambah lagi naiknya harga benih, pupuk, pestisida dan obat-obatan

BAB I PENDAHULUAN. turun, ditambah lagi naiknya harga benih, pupuk, pestisida dan obat-obatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pertanian merupakan salah satu basis perekonomian Indonesia. Jika mengingat bahwa Indonesia adalah negara agraris, maka pembangunan pertanian akan memberikan

Lebih terperinci

BPS PROVINSI JAWA TENGAH

BPS PROVINSI JAWA TENGAH BPS PROVINSI JAWA TENGAH No. 05/01/33/Th.II, 2 Januari 2008 KONDISI KETENAGAKERJAAN DAN PENGANGGURAN JAWA TENGAH AGUSTUS 2007 Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Jawa Tengah pada Agustus 2007 adalah

Lebih terperinci

BPS PROVINSI JAWA TENGAH

BPS PROVINSI JAWA TENGAH BPS PROVINSI JAWA TENGAH No. 05/12/33/Th.III, 1 Desember 2009 KONDISI KETENAGAKERJAAN DAN PENGANGGURAN JAWA TENGAH AGUSTUS 2009 Survei Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS) dilaksanakan dua kali dalam setahun,

Lebih terperinci

KEGIATAN PADA BIDANG REHABILITASI SOSIAL TAHUN 2017 DINAS SOSIAL PROVINSI JAWA TENGAH

KEGIATAN PADA BIDANG REHABILITASI SOSIAL TAHUN 2017 DINAS SOSIAL PROVINSI JAWA TENGAH KEGIATAN PADA BIDANG REHABILITASI SOSIAL TAHUN 2017 DINAS SOSIAL PROVINSI JAWA TENGAH No Program Anggaran Sub Sasaran Lokasi 1. Program Rp. 1.000.000.000 Pelayanan dan Sosial Kesejahteraan Sosial Penyandang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Beberapa waktu terakhir, pemerintah telah menerapkan sistem. pembangunan dengan fokus pertumbuhan ekonomi dengan menurunkan tingkat

BAB I PENDAHULUAN. Beberapa waktu terakhir, pemerintah telah menerapkan sistem. pembangunan dengan fokus pertumbuhan ekonomi dengan menurunkan tingkat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Beberapa waktu terakhir, pemerintah telah menerapkan sistem pembangunan dengan fokus pertumbuhan ekonomi dengan menurunkan tingkat pengangguran dan kemiskinan. Meskipun

Lebih terperinci

Lampiran 1. Data Penelitian No Kabupaten Y X1 X2 X3 1 Kab. Cilacap Kab. Banyumas Kab.

Lampiran 1. Data Penelitian No Kabupaten Y X1 X2 X3 1 Kab. Cilacap Kab. Banyumas Kab. LAMPIRAN Lampiran 1. Data Penelitian No Kabupaten Y X1 X2 X3 1 Kab. Cilacap 15.24 6.68 22.78 1676090 2 Kab. Banyumas 18.44 5.45 21.18 1605580 3 Kab. Purbalingga 20.53 5.63 21.56 879880 4 Kab. Banjarnegara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bertujuan untuk mencapai social welfare (kemakmuran bersama) serta

I. PENDAHULUAN. bertujuan untuk mencapai social welfare (kemakmuran bersama) serta 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap negara atau wilayah di berbagai belahan dunia pasti melakukan kegiatan pembangunan ekonomi, dimana kegiatan pembangunan tersebut bertujuan untuk mencapai social

Lebih terperinci

EVALUASI DAERAH PRIORITAS PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAN PENARGETAN BERBASIS WILAYAH

EVALUASI DAERAH PRIORITAS PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAN PENARGETAN BERBASIS WILAYAH EVALUASI DAERAH PRIORITAS PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAN PENARGETAN BERBASIS WILAYAH Rapat Koordinasi Pelaksanaan Kebijakan Penanganan Kemiskinan Provinsi Jawa Tengah Surakarta, 9 Februari 2016 Kemiskinan

Lebih terperinci

TIM KOORDINASI PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH KABUPATEN KENDAL. 0 Laporan Pelaksanaan Penanggulangan Kemiskinan Daerah (LP2KD) Kabupaten Kendal

TIM KOORDINASI PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH KABUPATEN KENDAL. 0 Laporan Pelaksanaan Penanggulangan Kemiskinan Daerah (LP2KD) Kabupaten Kendal LP2KD Laporan Pelaksanaan Penanggulangan Kemiskinan Daerah Kabupaten Kendal TIM KOORDINASI PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH KABUPATEN KENDAL TAHUN 2012 0 Laporan Pelaksanaan Penanggulangan Kemiskinan Daerah

Lebih terperinci

PROSIDING ISSN: M-22 ANALISIS PERUBAHAN KELOMPOK BERDASARKAN INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT TAHUN DI PROVINSI JAWA TENGAH

PROSIDING ISSN: M-22 ANALISIS PERUBAHAN KELOMPOK BERDASARKAN INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT TAHUN DI PROVINSI JAWA TENGAH M-22 ANALISIS PERUBAHAN KELOMPOK BERDASARKAN INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT TAHUN 2010-2015 DI PROVINSI JAWA TENGAH Rukini Badan Pusat Statistik Kabupaten Grobogan email:rukini@bps.go.id Abstrak Pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatan pertumbuhan PDB (Produk Domestik Bruto) di tingkat

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatan pertumbuhan PDB (Produk Domestik Bruto) di tingkat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses multi dimensional yang melibatkan perubahan-perubahan besar dalam struktur sosial, sikap mental dan lembaga-lembaga sosial. Perubahan

Lebih terperinci

Data Mining. Metode Klasterisasi K-Means

Data Mining. Metode Klasterisasi K-Means Data Mining Metoe Klasterisasi K-Means Pokok Pembahasan. Konsep Dasar Clustering. Tahapan Clustering. K-Means Clustering Algoritma K-Means Rumus Umum K-Means 4. Case Stu Konsep Dasar Klusterisasi Data,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai ada kesenjangan antar daerah yang disebabkan tidak meratanya

BAB I PENDAHULUAN. sampai ada kesenjangan antar daerah yang disebabkan tidak meratanya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional. Pembangunan yang dilaksanakan diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pelaksanaan

Lebih terperinci

PENEMPATAN TENAGA KERJA. A. Jumlah Pencari Kerja di Prov. Jateng Per Kab./Kota Tahun 2016

PENEMPATAN TENAGA KERJA. A. Jumlah Pencari Kerja di Prov. Jateng Per Kab./Kota Tahun 2016 PENEMPATAN TENAGA KERJA A. Jumlah Pencari Kerja di Prov. Jateng Per Kab./Kota Tahun 2016 NO KAB./KOTA L P JUMLAH 1 KABUPATEN REMBANG 820 530 1.350 2 KOTA MAGELANG 238 292 530 3 KABUPATEN WONOGIRI 2.861

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses saat pemerintah daerah dan masyarakat mengelola sumber daya yang ada dan selanjutnya membentuk suatu pola kemitraan antara

Lebih terperinci

PENGELOMPOKAN KABUPATEN/KOTA BERDASARKAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEMISKINAN DI JAWA TENGAH MENGGUNAKAN METODE WARD DAN AVERAGE LINKAGE

PENGELOMPOKAN KABUPATEN/KOTA BERDASARKAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEMISKINAN DI JAWA TENGAH MENGGUNAKAN METODE WARD DAN AVERAGE LINKAGE Pengelompokan Kabupaten/Kota Berdasarkan... (Meilia Wulan Puspitasari) 1 PENGELOMPOKAN KABUPATEN/KOTA BERDASARKAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEMISKINAN DI JAWA TENGAH MENGGUNAKAN METODE WARD DAN AVERAGE

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 34 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Hirarki Pusat-Pusat Pelayanan i Kecamatan Leuwiliang Analisis hirarki pusat-pusat pelayanan i Kecamatan Leuwiliang ilakukan engan menggunakan metoe skalogram berbobot berasarkan

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH,

GUBERNUR JAWA TENGAH, GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 5 wsm 2^17 TENTANG ALOKASI DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU BAGIAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH DAN PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA DI JAWA TENGAH

Lebih terperinci

PENEMPATAN TENAGA KERJA

PENEMPATAN TENAGA KERJA PENEMPATAN TENAGA KERJA A. Jumlah Pencari Kerja di Prov. Jateng Per Kab./Kota Tahun 2015 NO. KAB./KOTA 2015 *) L P JUMLAH 1 KABUPATEN SEMARANG 3,999 8,817 12816 2 KABUPATEN REMBANG 1,098 803 1901 3 KOTA.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sektor industri mempunyai peranan penting dalam pembangunan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sektor industri mempunyai peranan penting dalam pembangunan ekonomi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor industri mempunyai peranan penting dalam pembangunan ekonomi suatu negara. Industrialisasi pada negara sedang berkembang sangat diperlukan agar dapat tumbuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan dasar hidup sehari-hari. Padahal sebenarnya, kemiskinan adalah masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan dasar hidup sehari-hari. Padahal sebenarnya, kemiskinan adalah masalah yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemiskinan seringkali dipahami dalam pengertian yang sangat sederhana yaitu sebagai keadaan kekurangan uang, rendahnya tingkat pendapatan dan tidak terpenuhinya kebutuhan

Lebih terperinci

BPS PROVINSI JAWA TENGAH

BPS PROVINSI JAWA TENGAH BPS PROVINSI JAWA TENGAH No. 08/05/33/Th.I, 15 Mei 2007 TINGKAT PENGANGGURAN DI JAWA TENGAH MENURUN 0,1% Tingkat Penganguran Terbuka di Jawa Tengah pada Februari 2007 adalah 8,10%. Angka ini 0,10% lebih

Lebih terperinci

RUANG LINGKUP KERJA DINAS TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI PROVINSI JAWA TENGAH

RUANG LINGKUP KERJA DINAS TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI PROVINSI JAWA TENGAH RUANG LINGKUP KERJA DINAS TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI PROVINSI JAWA TENGAH Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 9 Tahun 2016 tentang Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah Provinsi Jawa Tengah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan pembangunan ekonomi tradisional. Indikator pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan pembangunan ekonomi tradisional. Indikator pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pandangan pembangunan ekonomi modern memiliki suatu pola yang berbeda dengan pembangunan ekonomi tradisional. Indikator pembangunan ekonomi modern tidak hanya

Lebih terperinci

BAB 3 MODEL DASAR DINAMIKA VIRUS HIV DALAM TUBUH

BAB 3 MODEL DASAR DINAMIKA VIRUS HIV DALAM TUBUH BAB 3 MODEL DASA DINAMIKA VIUS HIV DALAM TUBUH 3.1 Moel Dasar Moel asar inamika virus HIV alam tubuh menggunakan beberapa asumsi sebagai berikut: Mula-mula tubuh alam keaaan tiak terinfeksi virus atau

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH

GUBERNUR JAWA TENGAH GUBERNUR JAWA TENGAH KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR : 561.4/69/2010 TENTANG UPAH MINIMUM PADA 35 (TIGA PULUH LIMA) KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2011 GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang

Lebih terperinci

SEBARAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN SAWAH DAN DAMPAKNYA TERHADAP PRODUKSI PADI DI PROPINSI JAWA TENGAH

SEBARAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN SAWAH DAN DAMPAKNYA TERHADAP PRODUKSI PADI DI PROPINSI JAWA TENGAH SEBARAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN SAWAH DAN DAMPAKNYA TERHADAP PRODUKSI PADI DI PROPINSI JAWA TENGAH Joko Sutrisno 1, Sugihardjo 2 dan Umi Barokah 3 1,2,3 Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

Analisis Klaster untuk Pengelompokan Kemiskinan di Jawa Barat Berdasarkan Indeks Kemiskinan 2016

Analisis Klaster untuk Pengelompokan Kemiskinan di Jawa Barat Berdasarkan Indeks Kemiskinan 2016 Analisis Klaster untuk Pengelompokan Kemiskinan di Jawa Barat Berdasarkan Indeks Kemiskinan 2016 Rana Amani Desenaldo 1 Universitas Padjadjaran 1 rana.desenaldo@gmail.com ABSTRAK Kesejahteraan sosial adalah

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Demikian Buku KEADAAN TANAMAN PANGAN JAWA TENGAH kami susun dan semoga dapat digunakan sebagaimana mestinya.

KATA PENGANTAR. Demikian Buku KEADAAN TANAMAN PANGAN JAWA TENGAH kami susun dan semoga dapat digunakan sebagaimana mestinya. KATA PENGANTAR Sektor pertanian merupakan sektor yang vital dalam perekonomian Jawa Tengah. Sebagian masyarakat Jawa Tengah memiliki mata pencaharian di bidang pertanian. Peningkatan kualitas dan kuantitas

Lebih terperinci

DOI: /medstat Abstract. Keywords: Central Java, Agricultural Commodities, Cluster Analysis, Non-Hierarchical, k Medoids, Outlier

DOI: /medstat Abstract. Keywords: Central Java, Agricultural Commodities, Cluster Analysis, Non-Hierarchical, k Medoids, Outlier p-issn 1979 3693 e-issn 2477 0647 MEDIA STATISTIKA 9(1) 2016: 41-49 http://ejournal.undip.ac.id/index.php/media_statistika [Type here] PENGELOMPOKAN KABUPATEN/KOTA BERDASARKAN KOMODITAS PERTANIAN MENGGUNAKAN

Lebih terperinci

PENGELOMPOKAN KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAWA TENGAH BERDASARKAN PERSENTASE PENDUDUK MISKIN TAHUN MENGGUNAKAN METODE KOHONEN

PENGELOMPOKAN KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAWA TENGAH BERDASARKAN PERSENTASE PENDUDUK MISKIN TAHUN MENGGUNAKAN METODE KOHONEN Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Terapannya 016 p-issn : 550-0384; e-issn : 550-039 PENGELOMPOKAN KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAWA TENGAH BERDASARKAN PERSENTASE PENDUDUK MISKIN TAHUN 009-013 MENGGUNAKAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. negara untuk mengembangkan outputnya (GNP per kapita). Kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. negara untuk mengembangkan outputnya (GNP per kapita). Kesejahteraan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebelum dekade 1970, pembangunan identik dengan pertumbuhan ekonomi. Pembangunan ekonomi lebih menitikberatkan pada kemampuan suatu negara untuk mengembangkan outputnya

Lebih terperinci

KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 561.4/52/2008 TENTANG UPAH MINIMUM PADA 35 (TIGA PULUH LIMA) KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2009

KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 561.4/52/2008 TENTANG UPAH MINIMUM PADA 35 (TIGA PULUH LIMA) KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2009 KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 561.4/52/2008 TENTANG UPAH MINIMUM PADA 35 (TIGA PULUH LIMA) KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2009 GUBERNUR JAWA TENGAH, Membaca : Surat Kepala Dinas Tenaga

Lebih terperinci

FUZZY SUBTRACTIVE CLUSTERING BERDASARKAN KEJADIAN BENCANA ALAM PADA KABUPATEN/KOTA DI JAWA TENGAH

FUZZY SUBTRACTIVE CLUSTERING BERDASARKAN KEJADIAN BENCANA ALAM PADA KABUPATEN/KOTA DI JAWA TENGAH FUZZY SUBTRACTIVE CLUSTERING BERDASARKAN KEJADIAN BENCANA ALAM PADA KABUPATEN/KOTA DI JAWA TENGAH 1 Diah Safitri, 2 Rita Rahmawati, 3 Onny Kartika Hitasari 1,2,3 Departemen Statistika FSM Universitas Diponegoro

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI TEKNIK FEATURE MORPHING PADA CITRA DUA DIMENSI

IMPLEMENTASI TEKNIK FEATURE MORPHING PADA CITRA DUA DIMENSI IMPLEMENTSI TEKNIK FETURE MORPHING PD CITR DU DIMENSI Luciana benego an Nico Saputro Jurusan Intisari Pemanfaatan teknologi animasi semakin meluas seiring engan semakin muah an murahnya penggunaan teknologi

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 116 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 116 TAHUN 2016 TENTANG PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 116 TAHUN 2016 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS BADAN PENGELOLA KEUANGAN DAN ASET DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan ke arah desentralisasi. Salinas dan Sole-Olle (2009)

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan ke arah desentralisasi. Salinas dan Sole-Olle (2009) 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Selama beberapa dekade terakhir terdapat minat yang terus meningkat terhadap desentralisasi di berbagai pemerintahan di belahan dunia. Bahkan banyak negara

Lebih terperinci

ANALISAPERHITUNGANWAKTU PENGALIRAN AIR DAN SOLAR PADA TANGKI

ANALISAPERHITUNGANWAKTU PENGALIRAN AIR DAN SOLAR PADA TANGKI ANALISAPERITUNGANWAKTU PENGALIRAN AIR DAN SOLAR PADA TANGKI Nurnilam Oemiati Staf Pengajar Jurusan Sipil Fakultas Teknik Universitas Muhammaiyah Palembang Email: nurnilamoemiatie@yahoo.com Abstrak paa

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. hasil dari uji heterokedastisitas tersebut menggunakan uji Park. Kriteria

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. hasil dari uji heterokedastisitas tersebut menggunakan uji Park. Kriteria BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Uji Kualitas Data 1. UJI Heteroskedastisitas Uji heterokedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi imi terjadi heterokedastisitas atau tidak, untuk

Lebih terperinci

1. REKAP DATA REALISASI APBD DAN (PDRB) PROVINSI JAWA TENGAH. TAHUN 2011 (dalam jutaan rupiah)

1. REKAP DATA REALISASI APBD DAN (PDRB) PROVINSI JAWA TENGAH. TAHUN 2011 (dalam jutaan rupiah) LAMPIRAN LAMPIRAN A 1. REKAP DATA REALISASI APBD DAN (PDRB) PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2011 (dalam jutaan rupiah) NO. KOTA/KABUPATEN PAD DAU DAK BELANJA MODAL PDRB 1 Kab. Banjarnegara 71.107 562.288 65.367

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan mendasarkan status sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusiinstitusi

BAB I PENDAHULUAN. perubahan mendasarkan status sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusiinstitusi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan adalah suatu proses dalam melakukan perubahan kearah yang lebih baik. Proses pembangunan yang mencakup berbagai perubahan mendasarkan status sosial,

Lebih terperinci

BAB III UJICOBA KALIBRASI KAMERA

BAB III UJICOBA KALIBRASI KAMERA BAB III UJICOBA KALIBRASI KAMERA 3.1 Spesifikasi kamera Kamera yang igunakan alam percobaan paa tugas akhir ini aalah kamera NIKON Coolpix 7900, engan spesifikasi sebagai berikut : Resolusi maksimum :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran adalah sesuatu yang dilakukan oleh siswa, bukan dibuat untuk siswa. Pembelajaran pada dasarnya merupakan upaya pendidik untuk membantu peserta didik

Lebih terperinci

GUBERNURJAWATENGAH. PERATURANGUBERNUR JAWA TENGAH NOM0R '2 TAJroJii 2e15 TENTANG

GUBERNURJAWATENGAH. PERATURANGUBERNUR JAWA TENGAH NOM0R '2 TAJroJii 2e15 TENTANG GUBERNURJAWATENGAH PERATURANGUBERNUR JAWA TENGAH NOM0R '2 TAJroJii 2e15 TENTANG PERKIRAANALOKASIDANABAGI HASILCUKAIHASILTEMBAKAU BAGIANPEMERINTAHPROVINSIJAWA TENGAH DAN PEMERINTAH KABUPATENjKOTADI JAWATENGAHTAHUNANGGARAN2016

Lebih terperinci

Ax b Cx d dan dua persamaan linier yang dapat ditentukan solusinya x Ax b dan Ax b. Pada sistem Ax b Cx d solusi akan

Ax b Cx d dan dua persamaan linier yang dapat ditentukan solusinya x Ax b dan Ax b. Pada sistem Ax b Cx d solusi akan SOLUSI SISTEM PERSAMAAN LINIER PADA ALJABAR MAX-PLUS Bui Cahyono Peniikan Matematika, FSAINSTEK, Universitas Walisongo Semarang bui_oplang@yahoo.com Abstrak Dalam kehiupan sehari-hari seringkali kita menapatkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Tembakau merupakan salah satu komoditas perdagangan penting di dunia. Menurut Rachmat dan Sri (2009) sejak tahun

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Tembakau merupakan salah satu komoditas perdagangan penting di dunia. Menurut Rachmat dan Sri (2009) sejak tahun I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Tembakau merupakan salah satu komoditas perdagangan penting di dunia. Menurut Rachmat dan Sri (2009) sejak tahun 2000-an kondisi agribisnis tembakau di dunia cenderung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rakyat. Untuk mencapai cita-cita tersebut pemerintah mengupayakan. perekonomian adalah komponen utama demi berlangsungnya sistem

BAB I PENDAHULUAN. rakyat. Untuk mencapai cita-cita tersebut pemerintah mengupayakan. perekonomian adalah komponen utama demi berlangsungnya sistem BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang senantiasa memperbaiki struktur pemerintahan dan kualitas pembangunan nasional, guna mewujudkan cita-cita

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tahun Budidaya Laut Tambak Kolam Mina Padi

I. PENDAHULUAN. Tahun Budidaya Laut Tambak Kolam Mina Padi 1 A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Indonesia memiliki lahan perikanan yang cukup besar. Hal ini merupakan potensi yang besar dalam pengembangan budidaya perikanan untuk mendukung upaya pengembangan perekonomian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Khusaini 2006; Hadi 2009). Perubahan sistem ini juga dikenal dengan nama

BAB I PENDAHULUAN. (Khusaini 2006; Hadi 2009). Perubahan sistem ini juga dikenal dengan nama BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Perubahan sistem pemerintahan dari sentralistik menjadi desentralistik pada tahun 2001 telah menimbulkan dampak dan pengaruh yang signifikan bagi Indonesia (Triastuti

Lebih terperinci

PENENTUAN FREKUENSI MAKSIMUM KOMUNIKASI RADIO DAN SUDUT ELEVASI ANTENA

PENENTUAN FREKUENSI MAKSIMUM KOMUNIKASI RADIO DAN SUDUT ELEVASI ANTENA Penentuan Frekuensi Maksimum Komunikasi Raio an Suut..(Jiyo) PENENTUAN FREKUENSI MAKSIMUM KOMUNIKASI RADIO DAN SUDUT ELEVASI ANTENA J i y o Peneliti iang Ionosfer an Telekomunikasi, LAPAN ASTRACT In this

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber-sumber yang ada

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber-sumber yang ada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber-sumber yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara

Lebih terperinci

Jurnal Teknika ISSN : Fakultas Teknik Universitas Islam Lamongan Volume 2 No.2 Tahun 201

Jurnal Teknika ISSN : Fakultas Teknik Universitas Islam Lamongan Volume 2 No.2 Tahun 201 akultas Teknik Universitas Islam Lamongan Volume 2 No.2 Tahun 20 PEMBUATAN APLIKASI SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMILIHAN DALAM PENGEMBANGAN INDUSTRI POTENSIAL DENGAN METODE PROMETHEE II Ahma Jalaluin )

Lebih terperinci

PEDOMAN PENYUSUNAN JAWABAN TERMOHON TERHADAP PERMOHONAN PEMOHON (PERSEORANGAN CALON ANGGOTA DPD)

PEDOMAN PENYUSUNAN JAWABAN TERMOHON TERHADAP PERMOHONAN PEMOHON (PERSEORANGAN CALON ANGGOTA DPD) LAMPIRAN XI PERATURAN MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN BERACARA DALAM PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH,

Lebih terperinci

LUAS TANAM, LUAS PANEN DAN PREDIKSI PANEN PADI TAHUN 2016 DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA PROVINSI JAWA TENGAH

LUAS TANAM, LUAS PANEN DAN PREDIKSI PANEN PADI TAHUN 2016 DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA PROVINSI JAWA TENGAH LUAS TANAM, LUAS PANEN DAN PREDIKSI PANEN PADI TAHUN 2016 DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA PROVINSI JAWA TENGAH OUT LINE 1. CAPAIAN PRODUKSI 2. SASARAN LUAS TANAM DAN LUAS PANEN 3. CAPAIAN

Lebih terperinci