IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "IV. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Mutu Bahan Baku Analisis mutu bahan baku dilakukan untuk mengetahui karakteristik bahan baku yang digunakan dalam penelitian. Kasein dan gambir merupakan bahan baku yang dianilisis karakteristiknya. Pada pengujian karakteristik kasein dilakukan pengujian kadar air, kadar abu, kadar lemak dan kadar protein. Pengujian karakteristik gambir meliputi kadar air, kadar abu, kadar bahan tidak larut alkohol, kadar bahan tidak larut air, kadar katekin, dan kadar tanin. Hasil analisis mutu kasein dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Hasil analisis mutu kasein yang diperoleh Jenis Uji Komponen(%) Pustaka * Kadar Air 10,965 7,0 Kadar Abu 0,665 3,8 Kadar Lemak 3,575 0,2 Kadar Protein 70,855 88,5 *Sumber : Webb et al. (1981) Berdasarkan Tabel 6 dapat dilihat bahwa kasein yang digunakan memiliki kadar air 10,965% dan nilai tersebut diatas kadar air dari pustaka (7,0 %). Pada saat proses pemisahan kasein dari susu, kadar air kasein masih tergolong tinggi. Untuk mengatasi masalah penyimpanan seperti tumbuh jamur dan busuk, kasein dikeringkan dalam oven pada suhu sekitar C (Southward, 2000). Kadar air yang terkandung dalam kasein merupakan air sisa penguapan kasein yang dilakukan melalui pengeringan di dalam oven pada suhu 50 C. Kadar abu yang terdapat dalam kasein dapat berupa zat pengotor dan senyawa anorganik yang terdapat pada kasein. Zat pengotor tersebut dapat berupa debu atau kotoran yang menempel pada kasein pada proses pemisahan dari susu. Kasein dalam air susu merupakan partikel yang besar. Di dalamnya tidak saja terdiri dari zat-zat organik melainkan mengandung juga zat-zat anorganik, seperti kalsium, fosfor, magnesium dan sitrat di dalam jumlah lebih kecil (Belitz et al., 2009). Menurut Soebito (1988), kadar abu adalah komponen yang tidak mudah menguap dan tetap tertinggal setelah proses pembakaran dan pemijaran senyawa organik. Kadar abu kasein yang digunakan pada penelitian ini memiliki kadar abu 0,665% dan nilai tersebut dibawah nilai kadar abu literatur (3,8%). Kadar lemak yang terdapat dalam kasein merupakan lemak yang masih tersisa saat proses pemisahan kasein dari susu. Kadar lemak kasein yang digunakan pada penelitian ini adalah 3,575% yang masih berada diatas nilai kadar lemak pustaka (0,2%). Kasein merupakan protein yang ada pada susu. Kadar protein kasein yang digunakan adalah sebesar 70,855%, namun nilai tersebut masih dibawah kadar protein literatur yaitu 88,5%. Setiap susu yang dihasilkan dari jenis sapi yang berbeda akan memiliki nilai kandungan gizi yang berbeda, walaupun perbedaan yang ada tidak terlalu signifikan. Cara pemeliharaan dan asupan makanan yang dikonsumsi sapi juga akan mempengaruhi mutu susu yang dihasilkan (Webb et al., 1981). Komposisi kimia kasein dipengaruhi oleh cara mendapatkan kasein tersebut dan juga asupan gizi dari sapi (Southward, 2000). 18

2 Analisis mutu gambir bertujuan untuk mengetahui karakteristik gambir yang digunakan pada penelitian. Parameter uji yang digunakan adalah kadar air, kadar abu, kadar katekin, kadar tidak larut alkohol, kadar tidak larut air, bentuk, warna dan bau. Hasil analisis mutu gambir kemudaian dibandingkan dengan satandar SNI Hasil analisis mutu gambir dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Hasil Analisis Mutu Gambir No Jenis Uji Satuan Contoh Uji 1 Keadaan Persyaratan (SNI ) Mutu 1 Mutu 2 a. Bentuk - Pecah dan utuh Utuh Utuh b. Warna - Hitam kecoklatan Kuning sampai kuning kecoklatan Kuning kecoklatan sampai kuning kehitaman c. Bau - khas Khas Khas 2 Kadar Air, b/b % 13,89 Maks. 14 Maks Kadar Abu, b/b % 3,69 Maks. 5 Maks. 5 4 Kadar Katekin, b/b % 49,7 Min. 60 Min Kadar bahan tidak larut dalam : a. Air b/b % 111,46 Maks. 7 Maks. 10 b. Alkohol b/b % 111,63 Maks. 12 Maks. 16 Kadar air merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi daya simpan suatu bahan. Kadar air gambir dipengaruhi oleh tingkat pengeringan gambir setelah pencetakan serta lamanya penyimpanan gambir. Semakin tinggi kadar air suatu bahan, maka semakin tinggi pula tingkat kerusakan bahan. Kadar air yang didapatkan pada gambir asalan yang digunakan sebagai bahan baku penelitian ini adalah 13,89%. Nilai tersebut telah memenuhi syarat mutu I SNI yakni persyaratan kadar air gambir maksimal 14%. Batas kadar air minimum dimana mikroorganisme masih dapat tumbuh adalah 14 15% (Fardiaz, 1989). Penetapan kadar air pada gambir berguna untuk menentukan umur simpan dan daya tahan gambir terhadap serangan jamur. Semakin tinggi kadar air, maka gambir semakin mudah untuk terserang jamur (Zulnely et al., 1994). Kadar abu yang didapatkan pada gambir asalan yang digunakan sebagai bahan baku penelitian ini adalah 3,69%. Nilai tersebut telah memenuhi syarat mutu I SNI yakni persyaratan kadar abu gambir maksimal 5%. Hal tersebut menunjukan bahwa kandungan anorganik atau mineral penyusun gambir terdapat dalam jumlah yang kecil. Menurut Gumbira- Sa id et al. (2009), penggunaan air perebusan berulang dan cairan sisa penirisan untuk perebusan kembali dalam proses produksi gambir diduga berkontribusi terhadap tingginya kadar abu dalam gambir. Semakin tinggi kadar abu gambir menunjukkan mutu gambir yang semakin rendah, karena tingkat kemurnian gambir yang semakin rendah pula. Zat pengotor yang dapat menurunkan kemurnian gambir adalah seperti debu atau kotoran dan juga zat zat anorganik. Kadar katekin gambir merupakan salah satu parameter utama dalam penentuan mutu gambir, karena katekin merupakan salah satu kandungan utama yang ada pada gambir. 19

3 Kandungan katekin dalam gambir dapat digunakan sebagai pewarna (Gove dan Webster, 1966) dan menghasilkan warna kecoklatan (Thorpe, 1938). Kadar katekin gambir yang didapatkan pada gambir yang digunakan sebagai bahan baku penelitian ini adalah 49,7%. Nilai tersebut tidak memenuhi syarat mutu I dan mutu II SNI yakni persyaratan kadar katekin gambir minimal 60% dan 50%. Menurut Burkill (1935), gambir mengandung padatan yang diukur berdasarkan kelarutan pada air dan alkohol. Kadar bahan tidak larut dalam air yang didapatkan pada gambir yang digunakan pada penelitian adalah 11,46%. Nilai tersebut belum memenuhi persyaratan mutu I dan II SNI yakni persyaratan kadar bahan tidak larut dalam air gambir maksimal 7% dan 10%. Hal ini menandakan bahwa tingkat kemurnian gambir rendah, dan dapat disebabkan oleh adanya kotoran kotoran, seperti pasir, tanah dan kotoran lain yang tidak terndapkan oleh air saat pengolahan gambir kering. Komponen penyusun dinding sel seperti selulosa, hemiselulosa, pektin, lignin, protein dan lemak merupakan komponen yang tidak larut di dalam air (Winarno dan Wiranatakusumah 1981 diacu dalam Agriawati 2003). Kadar bahan tidak larut di dalam alkohol yang didapatkan pada gambir yang digunakan pada penelitian adalah 11,63%. Nilai tersebut telah memenuhi syarat mutu I dan mutu II SNI yakni persyaratan kadar bahan tidak larut di dalam alkohol gambir minimal 12% dan 16%. Menurut Sudibyo et al. (1988), kadar bahan tidak larut alkohol yang tinggi dapat disebabkan oleh lamanya interaksi air dengan daun pada saat pengolahan gambir. Semakin lama daun kontak dengan air, maka komponen bahan yang tidak larut di dalam alkohol akan semakin mudah dikeluarkan dan terbawa bersama ekstrak gambir. Semakin tinggi kadar bahan tidak larut alkohol menunjukkan tingginya kandungan bahan bukan gambir seperti kotoran, dinding sel daun dan bahan pemadat seperti tepung yang bukan berasal dari ekstrak gambir (Agriawati, 2003). 4.2 Pembuatan Produk Cat Proses pembuatan cat alami dilakukan menggunakan bahan baku berupa kasein, kapur tohor dan gambir. Kasein didapatkan dari proses pengasaman susu segar. Susu segar didiamkan selama 48 jam dalam keadaan terbuka dan pada suhu ruang. Agar didapatkan kasein dalam waktu yang singkat proses pengasaman susu dapat menggunakan bahan tambahan berupa asam. Asam yang dapat digunakan adalah asam cuka dan jeruk nipis. Pada penelitian ini untuk mempercepat terjadinya koagulasi kasein ditambahan jeruk nipis. Jeruk nipis dipilih karena jeruk nipis merupakan salah satu asam kuat dan merupakan bahan pertanian yang ramah lingkungan walaupun harga cuka lebih murah namun diharapkan dalam pembuatan cat tersebut menggunakan bahan bahan alami. Proses pembuatan cat dilakukan dengan proses pencampuran (mixing). Tahap awal pembuatan cat adalah proses pencampuran bahan sebagai perekat (binder). Bahan yang dijadikan sebagai perekat adalah kasein dan kapur tohor. Pada pembuatan cat basis perekat yang digunakan adalah 50 gram. Dibuat formula cat dengan memvariasikan perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor dan konsentrasi larutan gambir. Selanjutnya setelah diperoleh konsentrasi terbaik dari perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor dan konsentrasi larutan gambir dilakukan penelitian tambahan dengan menambahkan bahan pengental (thickener) berupa hydroxyethy cellulose (HEC). Sejak lebih dari seribu tahun yang lalu, masyarakat sudah menggunakan cat alami berbasis kasein dan kapur sebagai cat untuk furniture dan tembok. Hasil pengecatan dari cat 20

4 yang berbasis kasein dan kapur ini menghasilkan efek antik pada furniture atau tembok yang telah dicatkan (Baird, 1908). Menurut Baird (1908), perbandingan antara kasein dan kapur yang digunakan tergantung dari pigmen yang digunakan dan hasil warna yang akan dihasilkan. Penggunaan perbandingan kasein dan kapur tohor yang digunakan akan mempengaruhi mutu dari cat yang dihasilkan. Setelah proses pencampuran bahan untuk perekat adalah proses penambahan pewarna atau pigmen. Pigmen yang digunakan pada penelitian ini adalah pigmen alami yaitu gambir. Menururt Nazir (2000) gambir dapat digunakan sebagai campuran untuk menyirih, anti bakteri, anti diare, zat warna alami dan sebagai zat penyamak kulit. Untuk didapatkan warna yang berbeda beda diperlukan konsentrasi gambir yang berbeda beda. Dalam pembuatan cat alami digunakan air destilasi sebagai pelarut. Syarat umum kualitas air yang digunakan pada pembuatan cat adalah bersih, tidak bewarna tidak berbau, tidak sadah, tidak mengandung unsur unsur logam, tidak mengandung mikroorganisme yang merusak dan jika dimungkinkan tidak mengandung trace mineral dalam bentuk apapun (Baird,1908). Kualitas air akan berpengaruh besar pada pembuatan cat. Adanya mineral dan logam akan memungkinkan terjadinya reaksi yang tidak diharapkan pada cat yang diproduksi, seperti terjadinya perubahan warna. Proses pembuatan cat alami mudah dan tidak membutuhkan biaya mahal. Untuk mengetahui mutu dari cat alami diperlukan analisis mutu cat, seperti densitas, viskositas, total padatan dan bahan menguap, waktu mengering (waktu kering sentuh dan waktu kering keras), daya tutup, daya rekat, nilai L* a* b* (uji warna), nilai ph, efek chalking dan settling atau endapan. 4.3 Analisis Mutu Produk Cat Cat yang dihasilkan dari penelitian ini adalah cat yang bewarna coklat muda hingga coklat tua yang dapat diaplikasikan atau dioleskan pada tembok dan kayu. Cat tersebut dianalisa parameter mutunya, yang bertujuan untuk mengetahui sifat sifat cat tersebut. Secara umum, pengujian cat terdiri dari dua jenis yaitu uji kuantitatif dan uji kualitatif. Berdasarkan hasil uji kuantitatif dan kualitatif, diperoleh mutu cat tersebut, seperti yang dijelaskan di bawah ini Uji Kuantitatif Uji kuantitatif merupakan pengujian yang dilakukan untuk mengetahui karakteristik cat yang dapat dinyatakan dalam suatu besaran. Uji kuantitatif terdiri dari pengukuran densitas, viskositas, kadar padatan total dan bahan menguap, waktu mengering, daya rekat, daya tutup, nilai ph dan nilai L* a* b* (uji warna). Proses pengujian dilakukan pada grc board atau eternit yang terbuat dari semen yang memiliki kesamaan dengan tembok Densitas Cat Densitas adalah perbandingan antara bobot suatu bahan dengan bobot air yang diukur pada suhu yang sama dimana volume air sama dengan volume bahan (ASTM, 1991). Menurut Apriyantono et al. (1998) densitas 21

5 adalah perbandingan bobot dari volume suatu bahan dengan bobot air pada volume yang sama pada suhu tertentu. Densitas suatu cat ditentukan oleh komponan komponen penyusun yang ada di dalam cat. Bahan pengikat, pewarna, dan pengering serta bahan pengisi merupakan komponen yang dapat meningkatkan densitas suatu cat. Pelarut dan pengencer selain berfungsi sebagai pengatur kekentalan juga memiliki fungsi untuk menurunkan bobot jenis. Hubungan antara perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor dengan densitas formula cat pada konsentrasi larutan gambir 5%, 15% dan 25% diperlihatkan pada Gambar 4. 1,16 Densitas Cat (g/ml) 1,14 1,12 1,1 1,08 1,06 1,04 1,02 5% 15% 25% Konsentrasi Larutan Gambir 3 : 1 1 : 1 1: 3 Gambar 4. Hubungan antara perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor dengan densitas cat pada berbagai tingkat konsentrasi larutan gambir. Berdasarkan Gambar 4 dapat dilihat bahwa densitas cat cenderung naik dengan meningkatnya konsentrasi larutan gambir dan penggunaan kapur tohor. Hal ini terjadi karena dengan semakin tingginya jumlah bahan pengisi, binder, dan pigmen yang digunakan, maka densitas cat akan semakin meningkat (Talbert, 2008). Semakin banyak jumlah gambir yang digunakan maka semakin tinggi densitasnya. Hal ini disebabkan semakin tinggi konsentrasi larutan gambir, maka semakin tinggi pula padatan yang terkandung dan menyebabkan naiknya densitas cat. Pada Lampiran 4 dapat dilihat data hasil pengukuran densitas cat. Densitas cat yang dihasilkan dari penelitian berkisar antara 1,064 1,137 g/ml. Nilai tersebut berbeda jauh dengan Standar Nasional Indonesia (SNI), yang memiliki nilai minimum sebesar 1,2 g/ml. Hal ini disebabkan oleh pada pembuatan cat ini tidak diberikan bahan tambahan lainnya seperti bahan pengisi (filler) dan bahan aditif. Sampel A3B3 memiliki densitas tertinggi yaitu 1,137 g/ml, karena menggunakan konsentrasi larutan gambir tertinggi (25%) dan perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor dengan jumlah kapur tohor yang lebih banyak (1 : 3). Di lain pihak, sampel A1B1 memiliki nilai densitas terendah yaitu 1,064 g/ml, karena menggunakan konsentrasi larutan gambir terendah dan perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor dengan bobot kapur tohor lebih rendah (3 : 1). Tingginya 22

6 densitas cat dapat disebabkan oleh banyaknya fraksi bobot yang digunakan pada cat seperti kapur, kaolin, talc dan mica (Ernest, 1989). Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan bahwa penggunaan kapur tohor yang semakin meningkat akan meningkatkan densitas cat, hal tersebut dapat dikarenakan kapur tohor memiliki kerapatan molekul yang lebih tinggi dibandingkan kasein, sehingga ketika digunakan sebagai bahan baku cat akan mempengaruhi densitas cat tersebut. Densits kapur tohor adalah sebesar 3,35 g/ml sedangkan densitas kasein adalah sebesar 1,12 g/ml. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa penggunaan kapur tohor akan memepngaruhi densitas cat. Pengukuran densitas cat dimaksudkan untuk mengetahui mutu cat tersebut. Cat dengan densitas yang tinggi patut dicurigai banyak kandungan bahan pengisi yang digunakan. Bahan pengisi biasa digunakan untuk mengurangi biaya produksi cat, dengan membantu meningkatkan daya tutup dengan mengurangi penggunaan pigmen. Hasil analisis keragaman (Lampiran 5) menunjukkan bahwa faktor konsentrasi gambir, perbandingan kasein terhadap kapur tohor dan interaksi antara kedua faktor tersebut memberikan pengaruh nyata terhadap nilai densitas formula cat pada α = 0,05 dan α = 0,01. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa taraf perlakuan perbandingan kasein terhadap kapur tohor, konsentrasi gambir, dan interaksi antara perlakuan berbeda nyata terhadap nilai densitas formula cat pada α = 0,05 dan α = 0,01, tetapi pada sampel A3B2 (perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor 1:3, dan konsentrasi gambir 15%) tidak berbeda nyata dengan sampel A2B3 (perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor 1:1, dan konsentrasi gambir 25%) pada α = 0,05 dan α = 0, Total Padatan dan Bahan Menguap Cat Pengukuran kadar padatan total dilakukan untuk mengetahui adanya bahan berupa padatan di dalam cat. Padatan total cat akan berpengaruh terhadap densitas cat dan konsitensi dari film yang dihasilkan setelah diaplikasikan pada suatu permukaan (Rizki, 2004). Semakin besar jumlah padatan total cat, maka semakin besar pula densitas cat secara keseluruhan. Hal ini disebabkan oleh semakin banyaknya bahan bahan berupa padatan yang densitasnya lebih besar daripada densitas pelarut, sehingga densitas cat secara keseluruhan akan meningkat. Bahan bahan yang merupakan bahan padat adalah binder, pigmen dan bahan pengisi (filler) (Ernest,1989). Kadar bahan menguap cat berbanding terbalik dengan kadar padatan total cat. Kadar bahan menguap dalam cat merupakan kadar cat secara keseluruhan dikurangi dengan kadar padatan total cat. Semakin tinggi kadar padatan total cat, maka akan semakin rendah kadar bahan menguap cat. Hubungan antara perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor dengan padatan total dan bahan menguap cat pada konsentrasi larutan gambir 5%, 15% dan 25% diperlihatkan pada Gambar 5 dan Gambar 6. 23

7 30 Padatan Total Cat (%) % 15% 25% 3 : 1 1 : 1 1 : 3 Konsentrasi Larutan Gambir Gambar 5. Hubungan antara perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor dengan padatan total cat pada berbagai tingkat konsentrasi larutan gambir Bahan Menguap Cat (%) % 15% 25% 3 : 1 1 : 1 1 : 3 Konsentrasi Larutan Gambir Gambar 6. Hubungan antara perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor dengan bahan menguap cat pada berbagai tingkat konsentrasi larutan gambir Berdasarkan Gambar 5 dan Gambar 6 dapat dilihat bahwa semakin meningkat konsentrasi larutan gambir yang digunakan dan perbandingan bobot kasein dan kapur tohor yang mengalami peningkatan pada bobot kapur tohor maka kadar padatan total cat semakin meningkat, sedangkan kadar bahan menguap cat semakin menurun. Hal ini dapat disebabkan karena semakin tinggi konsentrasi larutan gambir yang digunakan maka semakin banyak gambir yang digunakan, sehingga padatan yang terkandung semakin tinggi pula. Semakin meningkatnya bobot kapur tohor yang digunakan juga meningkatkan total padatan cat, karena kapur tohor memiliki densitas yang lebih tinggi dibandingkan kasein yaitu 3,35 g/ml sedangkan kasein sebesar 1,25 1,31 g/ml (Southward, 2000). Karena kapur tohor memiliki densitas yang lebih besar dibandingkan kasein, sehingga menyebabkan semakin meningkatnya jumlah kapur tohor yang digunakan maka total padatan cat 24

8 akan semakin tinggi dan juga densitas cat akan semakin tinggi. Semakin banyak bahan bahan volatil, berarti kadar bahan menguap cat semakin tinggi dan kadar padatan total cat semakin rendah (Praptowidodo dan Mu min, 1984). Pada formula cat yang dibuat bahan volatil yang digunakan adalah air, sehingga kadar bahan menguap yang terhitung adalah kadar air yang menguap pada saat proses pengeringan. Pada Lampiran 6 diperlihatkan data hasil penguruan total padatan dan bahan menguap cat. Kadar padatan total cat yang diperoleh dari penelitian berkisar antara 24,392 14,495 persen dan bahan menguap cat berkisar antara 85,505 75,608 persen. Nilai tersebut tidak memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI) yang mempunyai kadar padatan total cat minimal 40 persen, dan kadar bahan menguap maksimal 60 persen. Pada industri cat yang ada sekarang ini, kadar bahan menguap untuk mengetahui banyaknya volatile organic compound (VOC) yang terkandung. Pada penelitian ini tidak menggunakan bahan yang mengandung bahan yang bersifat VOC yang merupakan salah satu bahan yang menyebabkan pencemaran udara, sehingga nilai total bahan menguap cat merupakan total dari air yang menguap yang berperan sebagai pelarut pada pembutan cat. Sampel A3B3 memiliki nilai total padatan tertinggi, yaitu 24,392 persen dan total bahan menguap cat terendah 75,608 persen, karena menggunakan konsentrasi larutan gambir tertinggi (25%), dan perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor dengan bobot kapur tohor yang lebih besar (3 : 1). Sampel A3B3 juga memiliki nilai densitas cat yang tertinggi, karena mempunyai kadar padatan total cat tertinggi. Di lain pihak, sampel A1B1 memiliki nilai total padatan terendah yaitu 14,495 persen dan total bahan menguap cat terendah 85,505 persen, karena menggunakan konsentrasi larutan gambir terendah (5%), dan perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor dengan bobot kapur tohor yang lebih kecil (1 : 3). Sampel A1B1 juga memiliki nilai densitas cat yang terendah, karena mempunyai kadar padatan total cat terendah. Hasil analisis keragaman pada kadar padatan total dan bahan menguap cat (Lampiran 7) menunjukan bahwa faktor konsentrasi gambir, perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor dan interaksi antara kedua faktor tersebut memberikan pengaruh nyata terhadap total padatan dan bahan menguap cat pada α = 0,05 dan α = 0,01. Hasil uji lanjut selang berganda Duncan (Lampiran 7) menunjukan bahwa taraf perlakuan perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor, konsentrasi gambir, dan interaksi antara perlakuan berbeda nyata terhadap total padatan dan bahan menguap cat pada α = 0,05 dan α = 0, Kekentalan (Viskositas) Cat Kekentalan adalah sifat cairan yang berhubungan dengan kemudahannya untuk mengalir. Cairan dengan viskositas tinggi berupa cairan yang kental, apabila cairan dituangkan akan sukar mengalir dengan sendirinya (Yani, 2009). Cat dapat diaduk dan diaplikasikan dengan mudah 25

9 jika memiliki kekentalan yang cukup baik. Kekentalan merupakan salah satu parameter mutu cat yang dapat ditentukan secara visual. Semakin tinggi nilai viskositas atau kekentalan, maka semakin kental pula penampakan cat tersebut (Rizki, 2004). Hasil pengujian terhadap kekentalan cat dapat dilihat pada Lampiran 8. Nilai kekentalan cat alami berkisar antara 98,965 64,400 Krebs Unit (KU). Formula cat yang memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI), yang memiliki nilai minimum sebesar 90 KU (Krebs Unit) hanya terdapat pada sampel A1B3 (perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor 3:1 dengan konsentrasi larutan gambir 25%) yaitu 98,965 KU. Semakin tinggi konsentrasi larutan gambir, maka kekentalan cat akan semakin meningkat. Namun, semakin meningkatnya penggunaan kapur tohor maka kekentalan cat akan semakin menurun. Semakin tinggi jumlah kasein yang digunakan maka kekentalan cat akan semakin meningkat. Menurut Madison (1961), ketika kasein telah dicampurkan dengan kapur perlu ditambahkan sejumlah air agar tidak terbentuk gel. Pada pembuatan cat alami, konsentrasi air yang digunakan dalam formula cat adalah 57,14%, hal tersebut dipilih karena ketika menggunakan air dalam jumlah dibawah nilai 57,14% maka pada perlakuan perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor 3:1, cat yang dihasilkan akan terbentuk gel dan tidak dapat dilakukan pengujian terhadap parameter mutu. Jika menggunakan air yang banyak cat yang dihasilkan sangat encer dan sulit untuk pengaplikasian. Viskositas cat alami masih tergolong rendah. Hal tersebut dikarenakan penggunaan air yang cukup tinggi dalam formula cat. Kekentalan yang rendah dapat menyebabkan terjadinya endapan pada cat (Talbert, 2008). Hubungan antara perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor dengan nilai kekentalan cat pada konsentrasi larutan gambir 5%, 15% dan 25% diperlihatkan pada Gambar 7. Kekentalan (Krebs Unit) % 15% 25% Konsentrasi Larutan Gambir 3 : 1 1 : 1 1 : 3 Gambar 7. Hubungan antara perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor dengan kekentalan (viskositas) cat pada berbagai tingkat konsentrasi larutan gambir Sistem koloid dalam larutan dapat meningkat dengan cara mengentalkan cairan sehingga terjadi absorbsi dan pengembangan koloid (Gilcksman, 1969). Kasein dapat berfungsi sebagai pengemulsi, pengental, 26

10 penstabil, dan pembentuk gel (Jones, 1977). Akibat adanya sifat kasein yang dapat mengentalkan, cat yang menggunakan kasein yang tinggi akan meningkatkan kekentalan cat, hal ini dikarenakan koloid cat tersebut akan mengembang. Pada perlakuan perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor 3:1 dan konsenrasi larutan gambir 25%, kekentalan cat yang didapatkan sangat tinggi dan ketika disimpan selama 24 jam cat menjadi berbentuk gel. Proses pembentukan gel dapat terjadi karena adanya ikatan antar rantai polimer sehingga membentuk struktur tiga dimensi yang mengandung pelarut did alam celahnya (Glicksman, 1969). Gel merupakan fase cair yang terdispersi dalam suatu padatan. Penggunaan kasein yang semakin menurun akan menyebabkan kekentalan cat yang semakin menurun, hal tersebut dikarenakan dibarengi dengan peningkatan kapur tohor yang merupakan bahan yang tidak mengentalkan. Berdasarkan analisis keragaman (Lampiran 9) didapatkan bahwa perlakuan perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor, konsentrasi larutan gambir, dan interkasi keduanya berpengaruh nyata terhadap kekentalan cat pada α = 0,05 dan α = 0,01. Hasil uji lanjut selang berganda Duncan menunjukan bahwa pada α = 0,05 dan α = 0,01 perlakuan perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor 25:75 (1:3) tidak berbeda nyata dengan perlakuan perbandingan kasein terhadap kapur tohor 50:50 (1:1). Kemungkinan hal tersebut terjadi akibat penggunaan jumlah kapur tohor yang lebih banyak dibandingkan kasein menyebabkan perbedaan kekentalan yang tidak berbeda nyata. Hasil uji lanjut Duncan pada perlakuan konsentrasi larutan gambir berbeda nyata pada α = 0,05 dan α = 0,01. Hasil uji lanjut Duncan menyatakan bahwa pada α = 0,05 dan α = 0,01 sampel A3B1 (perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor 1 : 3 dengan konsentrasi larutan gambir 5%) tidak berbeda nyata dengan sampel A2B1 (perbandingan kasein terhadap kapur tohor 1:1 dengan konsentrasi larutan gambir 5%), sampel A3B2 (perbandingan kasein terhadap kapur tohor 1:3 dengan konsentrasi larutan gambir 15%) tidak berbeda nyata dengan sampel A2B2 (perbandingan kasein terhadap kapur tohor 1:1 dengan konsentrasi larutan gambir 15%), dan sampel A2B3 (perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor 1:1 dengan konsentrasi larutan gambir 25%) tidak berbeda nyata dengan sampel A3B3 (perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor 1:3 dengan konsentrasi larutan gambir 25%). Hal tersebut terjadi karena pada penggunaan perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor 1:1 tidak berbeda nyata dengan penggunaan perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor 1: Nilai ph Cat Cat yang akan diaplikasikan pada tembok harus memiliki sifat alkali atau basa, karena tembok dihasilkan dari lapisan semen atau mortar dan memiliki sifat dasar alkali atau basa. Jika cat yang akan diaplikasikan pada tembok tidak memiliki sifat yang basa tetapi bersifat asam, maka saat diaplikasikan dapat terjadi reaksi yang tidak diinginkan, seperti terjadinya 27

11 perubahan warna dan rusaknya polimer. Selain itu, kondisi basa adalah kondisi optimal yakni beberapa jenis aditif akan berfungsi dalam formulasi cat tembok (Payne, 1961). Pada industri cat modern saat ini untuk mendapatkan nilai ph cat yang sesuai dengan standar yaitu berkisar 7-9,5, maka ditambahkan bahan lain (ph buffer). Bahan yang sering ditambahkan adalah larutan amoniak dan larutan Amino Metil Propanol (AMP) (Payne, 1961). Hubungan antara perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor dengan nilai ph cat pada konsentrasi larutan gambir 5%, 15% dan 25% diperlihatkan pada Gambar 8. Dari Gambar 8 dapat dilihat bahwa nilai ph cat cenderung menurun dengan meningkatkan konsentrasi larutan gambir. Namun, nilai ph semakin meningkat dengan semakin meningkatnya penggunaan kapur tohor. Hal ini terjadi karena kapur tohor merupakan basa kuat, sehingga dengan semakin meningkatnya penggunaan kapur tohor maka nilai ph cat akan semakin meningkat. Pada Lampiran 10 diperlihatkan data hasil pengukuran nilai ph cat. Nilai ph 10 9,8 9,6 9,4 9,2 9 8,8 5% 15% 25% Konsentrasi Larutan Gambir 3 : 1 1 : 1 1 : 3 Gambar 8. Hubungan antara perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor dengan nilai ph cat pada berbagai tingkat konsentrasi larutan gambir Nilai ph yang diperoleh dari hasil penelitian berkisar antara 9,843 9,38. Nilai tersebut sudah memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI) yakni memiliki standar nilai ph berkisar 7 9,5. Nilai ph cat alami ini memiliki nilai ph yang tinggi diakibatkan adanya penggunaan kapur tohor yang merupakan basa kuat. Semakin tinggi konsentrasi larutan gambir, maka nilai ph formula cat akan semakin menurun hal ini disebabkan karena gambir mengandung katekin dan asam cathechu tannat yang mengandung sejumlah gugus hidroksil (Swain 1965 diacu dalam Harborne dan Sumere 1975). Hal tersebut kemungkinan dapat menyababkan nilai ph gambir menjadi asam, namun pada analisis keragaman konsentrasi larutan gambir tidak berpengaruh nyata terhadap nilai ph cat. Hasil analisis keragaman (Lampiran 11) menunjukan bahwa faktor konsentrasi gambir dan perbandingan kasein terhadap kapur tohor berbeda nyata pada α = 0,05 dan interaksi antara kedua faktor tersebut memberikan pengaruh tidak berbeda nyata terhadap nilai ph formula cat pada α = 0,05 dan α = 0,01. Pada α = 0,01 faktor konsentrasi gambir tidak berbeda nyata tetapi faktor perbandingan kasein terhadap kapur tohor berbeda nyata. Hasil 28

12 uji lanjut Duncan menunjukan bahwa taraf perlakuan perbandingan kasein terhadap kapur tohor berbeda nyata terhadap nilai ph formula cat pada α = 0,05 dan α = 0,01. Pengaruh konsentrasi gambir pada perlakuan konsentrasi gambir 25% dan 15% tidak berbeda nyata pada α = 0,05. Pengaruh interaksi antara konsentrasi gambir dan perbandingan kasein dan kapur tohor tidak perlu dilakukan uji lanjut Duncan karena hasil dari sidik ragam menyatakan tidak berbeda nyata pada α = 0,05 dan α = 0, Waktu Mengering Cat Waktu mengering merupakan parameter uji mutu yang dilakukan untuk mengetahui kecepatan pengeringan suatu lapisan cat di udara. Waktu mengering terdiri dari waktu kering sentuh dan waktu kering keras. Waktu kering sentuh dihitung ketika suatu lapisan cat tidak lagi memberikan noda ketika disentuh oleh ujung jari. Waktu kering keras dihitung ketika lapisan cat tidak rusak atau berubah bentuk ketika ditekan dengan keras dan diputar 180 oleh ujung jari. Terdapat dua mekanisme pengeringan cat, yaitu penguapan pelarut (solvent) pada cat basis minyak dan coalescence (persatuan) pada basis latex atau basis air. Pada basis minyak partikel partikel cat mulai bergabung dan membentuk partikel yang lebih panjang, proses ini dikenal sebagai chemical bonding (ikatan kimia) (Payne, 1961). Pada cat basis air, pigmen, pengikat dan aditif tidak secara kimiawi saling mengikat ketika cat mengering, namun partikel partikel bergerak merapat atau menyatu bersama sama untuk mengisi gap yang ditinggalkan oleh menguapnya partikel air, fenomena ini dikenal sebagai coalescence atau penyatuan (Payne, 1961). Hubungan antara perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor dengan waktu kering sentuh dan waktu kering keras cat pada konsentrasi larutan gambir 5%, 15% dan 25% diperlihatkan pada Gambar 9 dan Gambar 10. Waktu Kering Sentuh (menit) % 15% 25% Konsentrasi Larutan Gambir 3 : 1 1 : 1 1 : 3 Gambar 9. Hubungan antara perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor dengan waktu kering sentuh cat pada berbagai tingkat konsentrasi larutan gambir 29

13 Waktu Kering Keras (Menit) % 15% 25% Konsentrasi Larutan Gambir 3 : 1 1 : 1 1 : 3 Gambar 10. Hubungan antara perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor dengan waktu kering keras cat pada berbagai tingkat konsentrasi larutan gambir Berdasarkan dari Gambar 9 dan Gambar 10, waktu kering sentuh dan waktu kering keras cat tidak terlalu terlihat perbedaan yang signifikan. Waktu kering sentuh cat berkisar antara 15,50 17,75 menit dan waktu kering keras cat berkisar antara 31,75 36 menit. Pada Lampiran 12 diperlihatkan data hasil pengujian waktu kering sentuh dan waktu kering keras cat. Waktu kering sentuh formula cat alami sudah memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI) yang memiliki standar waktu kering sentuh 30 menit dan waktu kering keras cat juga telah memenuhi SNI yang memiliki standar waktu kering sentuh 60 menit. Cat yang berbasis kasein dan kapur tohor merupakan cat yang memiliki waktu mengering yang cepat dan tidak menyebabkan bau setelah proses pengaplikasian (Baird, 1908). Waktu kering sentuh tercepat formula cat terdapat pada sampel A3B2 yaitu 15,50 menit dan waktu kering sentuh terlama adalah sampel A1B1 yaitu 17,75 menit. Waktu kering sentuh cat dipengaruhi oleh kondisi ruangan saat proses pengeringan cat. Pada cat alami ini, proses pengeringan cat merupakan proses penguapan air saat cat diaplikasikan. Berdasarkan analisis keragaman (Lampiran 11), pengaruh konsentrasi larutan gambir, perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor, dan interaksi antara keduanya tidak berpengaruh nyata pada α = 0,05 dan α = 0,01 terhadap waktu kering sentuh cat. Waktu mengering cat pada cat alami ini merupakan waktu yang diperlukan air untuk menguap saat cat telah diaplikasikan, sehingga konsentrasi larutan gambir dan perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor tidak berpengaruh nyata terhadap waktu kering sentuh cat. Waktu kering keras cat yang tercepat adalah pada sampel A3B1 dan A3B2 yaitu menit dan waktu kering keras cat terlama adalah A1B1 yaitu 36 menit. Bedasarkan analisis keragaman (Lampiran 13), pengaruh konsentrasi larutan gambir, perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor, dan interaksi antara keduanya tidak berpengaruh nyata pada α = 0,01 terhadap waktu kering keras cat. Pada α = 0,05 pengaruh perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor berbeda nyata, sehingga dilakukan uji lanjut selang Duncan, dan didapatkan pengaruh perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor pada perbandingan 1 : 3 dan 1 : 1 tidak berbeda nyata, namun berbeda nyata terhadap perlakuan perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor 3 : 1. Pada pengaruh perbandingan bobot kasein terhadap kapur 30

14 tohor 3 : 1 mengalami waktu kering keras yang lebih lama dibandingkan perlakuan lainnya, hal ini disebabkan jumlah air pada perlakuan perbandingan kasein terhadap kapur tohor 3 : 1 lebih banyak dibandingkan perlakuan lainnya yaitu perbandingan kasein terhadap kapur tohor 1 : 3 dan perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor 1 : 1. Waktu mengering cat bukan hanya dipengaruhi oleh bahan baku yang digunakan, waktu mengering cat dapat dipengaruhi juga oleh kondisi suhu ruangan saat proses pengeringan. Kondisi ruangan yang memiliki ventilasi yang baik akan mengalami waktu mengering yang lebih cepat dibandingkan ruangan yang tertutup (Baird, 1908) Daya Rekat Cat Pengujian daya rekat digunakan untuk mengetahui daya rekat cat setelah diaplikasikan ke suatu permukaan. Semakin tinggi daya rekat cat terhadap suatu permukaan maka mutu cat semakin baik. Daya rekat cat dipengaruhi oleh perekat (Nelson, 1995). Hubungan antara perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor dengan daya rekat cat pada konsentrasi larutan gambir 5%, 15% dan 25% diperlihatkan pada Gambar Daya Rekat (%) % 15% 25% 3 : 1 1 : 1 1 : 3 Konsentrasi Larutan Gambir Gambar 11. Hubungan antara perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor dengan daya rekat cat pada berbagai tingkat konsentrasi larutan gambir Daya rekat cat berkisar antara 44 81,75 persen. Daya rekat cat tertinggi didapatkan pada penggunaan perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor 1 : 1, dan yang paling terendah didapatkan pada penggunaan perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor 3 : 1. Namun, penggunaan konsentrasi larutan gambir tidak berpengaruh nyata terhadap daya rekat cat. Daya rekat cat lebih dipengaruhi oleh bahan perekat atau binder yang digunakan (Nelson, 1995). Semakin banyak kasein yang digunakan, maka kekuatan rekat cat akan semakin rendah sama halnya dengan dengan semakin meningkatnya kapur tohor (CaO) yang digunakan maka daya rekat cat juga akan semakin menurun. Oleh karena itu, perbandingan yang seimbang antara 31

15 kasein dan kapur tohor untuk mendapatkan daya rekat yang baik. Pada Lampiran 14 diperlihatkan data hasil pengujian daya rekat cat. Untuk terbentuknya suatu bahan perekat harus terdiri dari kasein dan alkali, pada penelitian ini menggunakan kapur tohor sebagai alkali. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa pada perlakuan perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor 1:1 memiliki daya rekat terbaik. Hal tersebut menunjukan bahwa tidak selamanya dominan kasein atau dominan kapur akan didapatkan daya rekat yang baik, sehingga diperlukan proporsi yang tepat antara kasein dan kapur tohor yang digunakan. Merkatnya cat ke tembok akibat adanya reaksi fisik yaitu kohesi dan ahesi. Kohesi merupakan gaya tarik menarik antara partikel partikel zat yang sejenis, sedangkan adhesi adalah gaya tarik menarik antara partikel zat yang tidak sejenis (Winarsih et al., 2008). Pada kasus merekatnya cat ke tembok diakibatkan gaya adhesi cat lebih tinggi dibandingkan gaya kohesi, sehingga cat merekat ke permukaan tembok. Gaya tarik menarik antara molekul cat lebih rendah dibandingkan gaya tarik menarik antara cat dengan tembok. Ikatan kimia yang ada pada cat lebih rendah dibandingkan ikatan fisik antara cat dan tembok (Helm-Clark, 2007) Berdasarkan analisis keragaman (Lampiran 15), menunjukan bahwa pengaruh perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor berpengaruh nyata terhadap daya rekat cat pada α = 0,05 dan α = 0,01. Pengaruh konsentrasi larutan gambir dan interkasi antara perbandingan kasein terhadap kapur tohor dan konsentrasi larutan gambir tidak berpengaruh nyata terhadap daya rekat cat pada α = 0,05 dan α = 0,01. Hasil uji lanjut Duncan menunjukan bahwa pada taraf perlakuan perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor berbeda nyata pada α = 0,05 dan α = 0, Daya Tutup Cat Pengujian daya tutup cat (hiding power) dilakukan untuk mengetahui berapa banyak cat yang dibutuhkan untuk menutupi suatu permukaan saat proses pengecatan (Koleske, 1972). Pengujian daya tutup pada penelitian ini adalah pengujian daya tutup untuk menutupi cat dasar yang bewarna putih. Pengujian daya tutup ini untuk mengetahui luas wilayah yang dapat dicatkan dengan menggunakan satu liter cat. Hubungan antara perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor dengan daya tutup cat pada konsentrasi larutan gambir 5%, 15% dan 25% diperlihatkan pada Gambar

16 Daya Tutup (m 2 /L) % 15% 25% Konsentrasi Larutan Gambir 3 : 1 1 : 1 1:3 Gambar 12. Hubungan antara perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor dengan daya tutup cat pada berbagai tingkat konsentrasi larutan gambir Nilai daya tutup yang didapatkan adalah berkisar antara 29,165 50,000 (m 3 /liter). Daya tutup tertinggi didapatkan pada perlakuan A1B3 (perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor 1:3 dengan konsentrasi larutan gambir 25%), A3B2 (perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor 3:1 dengan konsentrasi larutan gambir 15%), dan A3B3 (perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor 3:1 dengan konsentrasi larutan gambir 25%) yaitu 50,00 m 3 /liter. Nilai daya tutup yang dihasilkan sudah masuk krieria yang ada pada SNI (Standar Nasional Indonesia) dengan standar daya tutup untuk cat yang bewarna terang minimal 8 m 3 /liter, dan untuk cat yang bewarna gelap 11 m 3 /liter. Daya tutup cat lebih ditentukan oleh pewarna atau pigmen yang digunakan dan juga penambahan bahan tambahan berupa pengisi yang akan meningkatkan daya tutup cat (Kolaske, 1972). Pada Lampiran 16 dapat dilihat hasil pengujian daya tutup cat. Berdasarkan hasil analisis keragaman (Lampiran 17), didapatkan bahwa pada α = 0,05 dan α = 0,01 pengaruh perlakuan perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor dan interaksi antara perbandingan kasein terhadap kapur tohor dengan konsentrasi larutan gambir tidak berbeda nyata. Pengaruh perlakuan konsentrasi larutan gambir berbeda nyata pada α = 0,05 dan α = 0,01, sehingga perlu dilakukan uji lanjut Duncan. Uji lanjut Duncan menyatakan bahwa pada α = 0,05 dan α = 0,01 pengaruh perlakuan konsentrasi gambir 15% dan 25% tidak berbeda nyata. Daya tutup cat lebih ditentukan oleh pewarna atau pigmen yang digunakan dan juga penambahan bahan tambahan berupa pengisi yang akan meningkatkan daya tutup cat (Kolaske, 1972) Nilai L* a* b* Warna merupakan sifat visual penting suatu bahan karena merupakan sifat yang pertama kali diterima konsumen dan menentukan penerimaan konsumen (Ranganna, 1978). Dalam industri cat, warna menjadi lebih penting lagi artinya, karena berkenaan dengan fungsi cat itu sendiri, yaitu sebagai alat dekorasi, proteksi dan penutup permukaan. Dalam pembuatan cat alami, gambir digunakan sebagai pewarna atau pigmen dalam cat. Gambir dipilih sebagai pewarna didasarkan atas gambir 33

17 memiliki kandungan tanin dan katekin yang dapat memberikan warna coklat kemerahan. Alasan lainnya adalah pemanfaatan bahan pertanian sebagai alternatif pewarna alami untuk cat. Warna yang dihasilkan dari penambahan gambir sebagai pewarna dalam cat alami alami adalah warna coklat. Cat diaplikasikan pada media contoh, yaitu berupa eternit yang sebelumnya telah dilapisi oleh cat dasar bewarna putih. Hasil pengecatan cat alami pada media eternit dapat dilihat pada Gambar 13. Gambar 13. Hasil warna setelah pengecatan Pengukuran warna cat dengan menggunakan Colormeter Color-Tech PCM yang menggunakan sistem notasi warna Hunter L*, a* dan b*. Nilai L menyatakan parameter kecerahan yang memiliki nilai 0 (hitam) sampai 100 (putih). Nilai a menyatakan campuran warna merah sampai hijau dengan +a (0 sampai +100) untuk warna merah dan nilai a (0 sampai -80) untuk warna hijau. Nilai b menyatkan campuran warna biru sampai kuning. Nilai +b (0 sampai +70) untuk warna kuning dan b (0 sampai -70) untuk warna biru. Nilai L* yang diperoleh dari hasil pengukuran berkisar antara 55,78 33,43. Semakin tinggi nilai L* maka warna yang dihasilkan semakin cerah. Semakin meningkatnya konsentrasi larutan gambir yang digunakan maka nilai L* semakin tinggi. Nilai L* semakin meningkat ketika penambahan jumlah kapur tohor pada konsentrasi larutan gambir 5%, namun tidak seperti halnya pada perlakuan konsentrasi gambir 15% dan 25%, peningkatan kapur tohor tidak meningkatkan nilai L*, peningkatan kapur tohor menjadikan nilai L* menurun. Nilai L*ada perlakuan perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor 1 : 1 dengan konsentrasi larutan gambir 15% (39,745) dan 25% (33,43) terjadi penurunan dibandingan pada perlakuan perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor 3:1 pada konsentrasi gambir 15% (47,723) dan 34

18 25% (36,178). Namun, nilai L* kembali meningkat ketika penambahan kapur tohor yaitu pada perlakuan perbandingan kasein terhadap kapur tohor 1:3 dengan konsentrasi lartan gambir 15% dan 25% nilai L* meningkat kembali menjadi 40,723 dan 35,075. Nilai L* tertinggi didapatkan pada perlakuan perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor 1:3 dengan konsentrasi larutan gambir 5% (55,78) sedangkan nilai L* terendah didapatkan pada perlakuan perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor 1:1 dengan konsentrasi larutan gambir 25% (33,43). Pada Lampiran 18 dapat dilihat hasil pengurukuran nilai L* pada cat yang telah diaplikasikan. Nilai L* menunjukan nilai kecerahan, semakin meningkatnya konsentrasi larutan gambir maka nilai L* akan semakin menurun. Hal tersebut disebabkan warna yang dihasilkan akan semakin gelap, sehingga nilai L* atau tingkat kecerahan akan semakin menurun. Hubungan antara perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor dengan nilai L* cat pada konsentrasi larutan gambir 5%, 15% dan 25% diperlihatkan pada Gambar 14. Nilai L* % 15 % 25 % Konsentrasi Larutan Gambir 3 : 1 1 : 1 1 : 3 Gambar 14. Hubungan antara perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor dengan nilai L* cat pada berbagai tingkat konsentrasi larutan gambir Berdasarkan analisis keragaman (Lampiran. 19) didapatkan bahwa pada α = 0,05 dan α = 0,01 perlakuan perbandingan kasein terhadap kapur tohor dan konsentrasi larutan gambir dan interaksi antara keduanya berpengaruh nyata terhadap nilai L* yang dihasilkan. Pada uji lanjut Duncan dengan α = 0,05 pengaruh perbandingan kasein terhadap kapur tohor berbeda nyata, namun pada α = 0,01 perbandingan kasein terhadap kapur tohor 1:3 dan 3 :1 tidak berbeda nyata terhadap nilai L* yang dihasilkan. Pada α = 0,05 dan α = 0,01 pengaruh konsentrasi larutan gambir berpengaruh nyata terhadap nilai L* yang dihasilkan. Uji lanjut Duncan juga dilakukan pada interaksi antara kedua perlakuan. Berdasarkan hasil uji lanjut Duncan didapatkan bahwa pada α = 0,05 setiap perlakuan yang diberikan berbeda nyata terhadap nilai L*, namun pada α = 0,01, pada perlakuan A3B3 (perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor 1:3 dengan konsentrasi larutan gambir 25%) tidak berbeda nyata dengan A1B3 (perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor 1:3 dengan konsentrasi larutan gambir 25%), 35

19 pada perlakuan A2B2 (perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor 1:1 dengan konsentrasi larutan gambir 15%) tidak berbeda nyata dengan A3B2 (perbandingan kasein terhadap kapur tohor 1:3 dengan konsentrasi larutan gambir 15%). Suatu warna tidak selamanya hanya diperoleh dari warna merah, kuning, hijau atau biru saja, melainkan dapat diperoleh berdasarkan kombinasi warna. Kombinasi tersebut dapat merupakan kombinasi warna merah dan kuning, merah dan biru, kuning dan hijau atau kuning dan biru. Berdasarkan nilai a* dan b* dapat diketahui kombinasi warna yang membentuk warna pada hasil pengecetan cat alami (Agriawati, 2003). Nilai a* menyatakan warna yang dihasilkan dari campuran warna merah atau hijau. Berdasarkan hasil pengukuran nilai a* didapatkan bahwa nilai a* semakin meningkat dengan semakin meningkatnya konsentrasi larutan gambir yang digunakan. Nilai a* pada konsentrasi larutan gambir yang sama juga semakin meningkat dengan semakin meningkatnya kapur tohor yang digunakan. Nilai a* cat berkisar antara 23,278 35,608. Nilai a* tertinggi didapatkan pada perlakuan perbandingan kasein terhadap kapur tohor 1 : 3 dengan konsentrasi larutan gambir 25% (35,608). Nilai a* terendah didapatkan pada perlakuan perbandingan kasein terhadap kapur tohor 1 : 3 dengan konsentrasi larutan gambir 5% (23,278). Pada Lampiran 20 dapat dilihat hasil pengurukuran nilai a* pada cat yang telah diaplikasikan. Nilai a* yang bernilai positif menunjukan bahwa cat yang dihasilkan lebih didominasi warna merah dibandingkan warna hijau, karena warna yang didominasi warna hijau akan menunjukan nilai a* yang negatif. Hubungan antara perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor dengan nilai a* cat pada konsentrasi larutan gambir 5%, 15% dan 25% diperlihatkan pada Gambar Nilai a* % 15 % 25 % Konsentrasi Larutan Gambir 3 : 1 1 : 1 1 : 3 Gambar 15. Hubungan antara perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor dengan nilai a* cat pada berbagai tingkat konsentrasi larutan gambir Berdasarkan hasil analisi keragaman (Lampiran 21), didapatkan bahwa pada α = 0,05 dan α = 0,01 perlakuan perbandingan kasein terhadap kapur tohor dan konsentrasi larutan gambir dan interaksi antara keduanya berpengaruh nyata terhadap nilai a* yang dihasilkan. Pada uji lanjut Duncan 36

20 dengan α = 0,05 pengaruh perbandingan kasein terhadap kapur tohor berbeda nyata, namun pada α = 0.01 perbandingan kasein terhadap kapur tohor 1:3 dan 3 : 1 tidak berbeda nyata terhadap nilai a* yang dihasilkan. Pada α = 0,05 dan α = 0,01 pengaruh konsentrasi larutan gambir berpengaruh nyata terhadap nilai a* yang dihasilkan. Pada pengaruh interaksi antara perbandingan kasein terhadap kapur tohor dengan konsentrasi larutan gambir, pada perlakuan A2B2 (perbandingan kasein terhadap kapur tohor 1:1 dengan konsentrasi larutan gambir 15%) tidak berbeda nyata dengan perlakuan A2B3 (perbandingan kasein terhadap kapur tohor 1:1 dengan konsentrasi larutan gambir 25%), A3B2 (perbandingan kasein terhadap kapur tohor 1:3 dengan konsentrasi larutan gambir 15%), dan A3B3 (perbandingan kasein terhadap kapur tohor 1:3 dengan konsentrasi laruta ngambir 25%). Hal ini dapat disebabkan karena pengaruh penambahan kapur tohor pada perlakuan perbandingan kasein terhadap kapur tohor 1:1 dan 1:3 tidak berbeda nyata, sehingga tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap nilai a* cat pada konsentrasi larutan gambir 15% dan 25%. Nilai b* menyatakan warna yang dihasilkan dari campuran warna biru sampai kuning. Nilai b* yang diperoleh dari hasil pengukuran berkisar antara 12,367 8,523. Semakin meningkatnya konsentrasi larutan gambir yang digunakan maka nilai b* semakin menurun. Nilai b* semakin meningkat ketika penambahan jumlah kapur tohor pada konsentrasi larutan gambir 5%, namun tidak seperti halnya pada perlakuan konsentrasi gambir 15% dan 25%, peningkatan kapur tohor tidak meningkatkan nilai b*, peningkatan kapur tohor menjadikan nilai b* menurun. Nilai b*pada perlakuan perbandingan kasein terhadap kapur tohor 1 : 1 dengan konsentrasi larutan gambir 15% (9,611) dan 25% (8,523) terjadi penurunan dibandingkan dengan perlakuan perbandingan kasein terhadap kapur tohor 3:1 pada konsentrasi gambir 15% (10,987) dan 25% (8,997). Namun, nilai b* kembali meningkat ketika penambahan kapur tohor yaitu pada perlakuan perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor 1:3 dengan konsentrasi lartan gambir 15% dan 25% nilai L* meningkat kembali menjadi 9,780 dan 8,806. Nilai b* tertinggi didapatkan pada perlakuan perbandingan kasein terhadap kapur tohor 1:3 dengan konsentrasi larutan gambir 5% (12,376), sedangkan nilai b* terendah didapatkan pada perlakuan perbandingan kasein terhadap kapur tohor 50:50 dengan konsentrasi larutan gambir 25% (8,523). Pada Lampiran 22 dapat dilihat hasil pengurukuran nilai b* pada cat yang telah diaplikasikan. Nilai b* menunjukan bahwa warna yang dihasilkan menyatakan campuran warna biru atau kuning, semakin meningkatnya konsentrasi larutan gambir maka nilai b* akan semakin menurun. Hal ini disebabkan warna yang dihasilkan akan semakin gelap dan lebih didominasi oleh warna merah karena nilai a* yang semakin naik dan nilai L* yang semakin menurun. Hubungan antara perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor dengan nilai b* cat pada konsentrasi larutan gambir 5%, 15% dan 25% diperlihatkan pada Gambar

21 Nilai b* % 15 % 25 % Konsentrasi Larutan Gambir 3 : 1 1 : 1 1 : 3 Gambar 16. Hubungan antara perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor dengan nilai b* cat pada berbagai tingkat konsentrasi larutan gambir Berdasarkan analisis keragaman (Lampiran 23) didapatkan bahwa pada α = 0,05 dan α = 0,01 perlakuan perbandingan kasein terhadap kapur tohor dan konsentrasi larutan gambir dan interaksi antara keduanya berpengaruh nyata terhadap nilai b* yang dihasilkan. Pada uji lanjut Duncan dengan α = 0,05 pengaruh perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor berbeda nyata, namun pada α = 0,01 perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor 1:3 dan 3 : 1 tidak berbeda nyata terhadap nilai b* yang dihasilkan. Pada α = 0,05 dan α = 0,01 pengaruh konsentrasi larutan gambir berpengaruh nyata terhadap nilai b* yang dihasilkan. Uji lanjut Duncan juga dilakukan pada interaksi antara kedua perlakuan, berdasarkan hasil uji lanjut Duncan didapatkan bahwa pada α = 0,05 setiap perlakuan yang diberikan berbeda nyata terhadap nilai L*, namun pada α = 0,01, pada perlakuan A3B3 (perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor 1:3 dengan konsentrasi larutan gambir 25%) tidak berbeda nyata dengan A1B3 (perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor 1:3 dengan konsentrasi larutan gambir 25%). Pada perlakuan A2B2 (perbandingan kasein terhadap kapur tohor 1:1 dengan konsentrasi larutan gambir 15%) tidak berbeda nyata dengan A3B2 (perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor 1:3 dengan konsentrasi larutan gambir 15%). Berdasarkan hasil pengujian nilai L*, a*, dan b* pada cat yang telah diaplikasikan, menunjukkan bahwa semakin meningkat konsentrasi larutan gambir yang digunakan, maka nilai L* akan semakin menurun karena warna yang dihasilkan semakin gelap. Warna yang dihasilkan didominasi warna merah karena nilai a* positif yang semakin meningkat dan nilai b* positif yang semakin menurun. Nilai L menyatakan parameter kecerahan yang memiliki nilai 0 (hitam) sampai 100 (putih). Nilai a menyatakan campuran warna merah sampai hijau dengan +a (0 sampai +100) untuk warna merah dan nilai a (0 sampai -80) untuk warna hijau. Nilai b menyatakan campuran warna biru sampai kuning. Nilai +b (0 sampai +70) untuk warna kuning dan b (0 sampai -70) untuk warna biru (Volz, 1999). Menurut Muchtar (2000), senyawa tanin dalam gambir memberikan aroma dan rasa yang khas serta 38

22 warna merah kecoklatan, mudah larut dalam air dingin dan alkohol, tetapi tidak larut dalam ester dan bila airnya diuapkan akan membentuk kristal yang berwarna coklat kemerahan. Katekin memberikan rasa manis dan enak, tidak mudah larut dalam air dingin dan larut baik dalam air panas, serta pada keadaan kering berbentuk kristal bewarna kuning Uji Kualitatif Uji kualitatif merupakan pengujian yang dilakukan untuk mengetahui karakteristik cat yang tidak dapat dinyatakan dalam suatu besaran. Uji kualitatif yang dilakukan adalah efek kapur dan endapan (settling). Proses pengujian dilakukan pada GRC Board (Glassfibre Reinforced Cement Board) atau eternit yang terbuat dari semen yang memiliki kesamaan dengan tembok Efek Kapur Efek kapur merupakan pengujian kualitatif yang dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya efek kapur pada cat yang dihasilkan. Efek kapur dapat terjadi akibat penggunaan bahan pengisi yang terlalu banyak (Talbert, 2008). Berdasarkan hasil pengujian, didapatkan bahwa pada sampel yang menggunakan perlakuan perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor 1 : 3 dengan konsentrasi larutan gambir 5%, 15%, dan 25% tidak mengalami efek kapur. Hal ini dikarenakan pada perlakuan tersebut kapur tohor yang digunakan jumlahnya lebih sedikit, sehingga efek kapur tidak terjadi. Pada perlakuan perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor 1:1 dan 3:1 dengan konsentrasi larutan gambir 5%, 15%, dan 25% terjadi efek kapur. Efek kapur terjadi akibat penggunaan kapur tohor yang jumlahnya bertambah Settling (Endapan) Salah satu parameter mutu cat adalah terjadinya endapan atau tidak. Cat yang diformulasikan dengan baik tidak akan mengendap ketika penyimpanan. Untuk mendapatkan formulasi yang baik adalah pemilihan jenis perekat, pewarna dan juga bahan tambahan lainnya (Talbert, 2008). Cat alami yang telah dibuat disimpan selama 24 jam dalam suhu ruang dengan keadaan tertutup, kemudian setelah 24 jam diperhatikan ada atau tidaknya endapan. Berdasarkan hasil pengamatan didapatkan bahwa cat alami yang telah disimpan selama 24 jam terjadi endapan. Terjadinya endapan dapat dikarenakan viskositas cat yang rendah dan diperlukan bahan tambahan seperti thickener atau pengental (Talbert, 2008). Terjadinya endapan dapat disebabkan karena komponen perekat, pewarna dan pelarut tidak menyatu dengan baik sehingga terbentuk endapan. Endapan tersebut adalah komponen perekat (kasein dan kapur tohor) dan pewarna yang terpisah dari pelarutnya (air). Hasil analisis parameter mutu cat (uji kuantitatif dan uji kualitatif) secara keseluruhan dapat dilihat pada Lampiran

23 4.4 Pengaruh Penambahan Pengental (Thickener) Formula cat terbaik yang terpilih adalah pada perlakuan perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor 50%:50% (1:1). Pemilihan tersebut berdasarkan parameter mutu utama yaitu daya rekat. Namun, konsentrasi larutan gambir tidak berpengaruh nyata terhadap daya rekat cat yang dhasilkan, sehingga penggunaan gambir hanya sebagai pewarna atau pigmen dalam pembuatan cat alami. Cat yang dihasilkan terjadi endapan, sehingga perlu ditambahkan bahan tambahan berupa pengental untuk memperbaiki stabilitas emulsi cat untuk menghindari terjadinya endapan ketika penyimpanan. Powrie dan Tung (1976), menyatakan bahwa ada tiga macam bahan yang dapat digunakan sebagai penstabil emulsi, yaitu : (1) bahan pengemulsi yang berorientasi pada batas permukaan kedua fase, (2) partikel partikel halus yang teradsorbsi pada batas kedua fase (interface), dan (3) hidrokoloid yang mampu meningkatkan viskositas fase eksternal. Menurut Griffin (1954), fungsi pengemulsi adalah untuk mempermudah pembentukan emulsi serta mempertinggi stabilitasnya. Fungsi tersebut dapat dilaksanakan oleh pengemulsi yang mampu menurunkan tegangan interfasial antara kedua fase yang tidak dapat bercampur. Bahan pengental yang digunakan adalah hydroxyethyl cellulose (HEC). HEC merupakan bahan pengental turunan dari selulosa. Selulosa merupakan salah satu polimer yang dapat ditemukan di alam. Kayu, kertas dan kapas mengandung selulosa. Selulosa merupakan serat yang baik. Selulosa terbuat dari pengulangan unit dari monomer glukosa. Selulosa terdiri dari banyak monomer gula, sehingga disebut dengan polisakarida (Billmeyer, 1962). Struktur kimia glukosa dapat dilihat pada Gambar 17. Gambar 17. Struktur kimia glukosa Sumber : Billmeyer, 1962 HEC dinamakan berdasarkan dua komponen pembentuknya yaitu selulosa (cellulose) dan hidroxietil (hydroxyethyl). HEC merupakan turunan atau bentuk lain dari selulosa. Selulosa sendiri tidak dapat larut dalam air, molekul beranatai panjang yang mengandung gugus anhydroglucose yang berulang-ulang. HEC dibedakan dengan selulosa lainnya berdasarkan atom hidrogen pada gugus hidroksil selulosa digantikan dengan gugus hidroksietil yang memberikan kemampuan untuk larut dalam air. Dalam pembuatan HEC, selulosa direkasikan dengan natrium hidroksida sehingga menghasilkan selulosa yang lebih reaktif (alkali cellulose), kemudaian selulosa alkali tersebut direaksikan dengan etilen oksida sehingga dihasilkan HEC. Berbeda dengan CMC (carboxy methyl cellulose) di mana gugus 40

24 karboksimetil dihubungkan dengan glukosa dari selulosa melalui ikatan ester (Kirk dan Othmer, 1976). Struktur kimia HEC dapat dilihat pada Gambar 18. HEC larut dalam air. Biasanya HEC digunakan pada industri kosmetik, produk pembersih, shampo, cat, dan lain sebagainya. HEC memiliki kemampuan mengentalkan, mengemulsi, mengikat, mendispersi dan mengurangi kelebihan air (mengikat air) (Billmeyer, 1962). Gambar 18. Struktur Kimia Hydroxyethyl cellulose (HEC) (Billmeyer, 1962) Sebagai contoh cara kerja HEC adalah pada shampo. HEC membantu kerja shampo untuk menghilangkan kotoran dengan membentuk koloid disekitar partikel kotoran. Secara normal, partikel kotoran tidak larut dalam air, namun dengan adanya HEC yang dapat membungkus partikel debu dan ketika dibasahi oleh air HEC menjadikan air dapat menerima partikel kotoran tersebut, sehingga partikel kotoran tersebut akan terbuang besama air dan tidak lagi menempel pada rambut (Billmeyer, 1962), sehingga jika dikaitkan dengan mekanisme kerja pada cat, HEC akan membungkus komponen perekat dan juga pewarna sehingga lebih stabil emulsinya dalam air dan mencegah terjadinya endapan. Pada Gambar 19 dapat dilihat ilustrasi pembungkusan partikel kotoran oleh HEC. Rantai Partikel Kotoran Gambar 19. Ilustrasi pembungkusan partikel kotoran oleh hydroxyethyl cellulose (HEC) (Billmeyer, 1962) Dalam pembuatan cat, bahan tambahan berupa pengental ditambahkan hanya dalam komposisi yang sedikit yaitu sekitar 1-2% dalam keseluruhan komposisi dalam cat (Talbert, 2008). Pada penambahan zat pengental dalam pembuatan cat alami konsentrasi HEC yang dipilih adalah 1,4% karena nilai ini dianggap terbaik untuk mendapatkan kekentalan yang 41

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. ANALISIS BAHAN BAKU Analisis bahan baku bertujuan untuk mengetahui karakteristik bahan baku yang digunakan pada penelitian utama. Parameter yang digunakan untuk analisis mutu

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISASI AWAL BAHAN Karakterisistik bahan baku daun gambir kering yang dilakukan meliputi pengujian terhadap proksimat bahan dan kadar katekin dalam daun gambir kering.

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis Mutu Bahan Baku Cat

Lampiran 1. Prosedur Analisis Mutu Bahan Baku Cat LAMPIRAN 49 Lampiran 1. Prosedur Analisis Mutu Bahan Baku Cat 1) Penetapan Kadar Air dengan Metode Oven (AOAC, 1984) Cawan aluminium kosong dipanaskan dengan oven 105 o C selama 15 menit, kemudian didinginkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Onggok Sebelum Pretreatment Onggok yang digunakan dalam penelitian ini, didapatkan langsung dari pabrik tepung tapioka di daerah Tanah Baru, kota Bogor. Onggok

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN MESA off grade merupakan hasil samping dari proses sulfonasi MES yang memiliki nilai IFT lebih besar dari 1-4, sehingga tidak dapat digunakan untuk proses Enhanced Oil Recovery

Lebih terperinci

4.2. Kadar Abu Kadar Metoksil dan Poligalakturonat

4.2. Kadar Abu Kadar Metoksil dan Poligalakturonat Kualitas pektin dapat dilihat dari efektivitas proses ekstraksi dan kemampuannya membentuk gel pada saat direhidrasi. Pektin dapat membentuk gel dengan baik apabila pektin tersebut memiliki berat molekul,

Lebih terperinci

Buletin Peternakan Edisi IV 2017 Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Prov. Sulawesi Selatan

Buletin Peternakan Edisi IV 2017 Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Prov. Sulawesi Selatan PROSES PEMBUATAN TELUR ASIN SEBAGAI PELUANG USAHA Oleh : Andi Mulia, Staff Pengajar di UIN Alauddin Makassar Telur adalah salah satu sumber protein hewani yang memilik rasa yang lezat, mudah dicerna, dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan meliputi pembuatan tepung jerami nangka, analisis sifat fisik dan kimia tepung jerami nangka, serta pembuatan dan formulasi cookies dari

Lebih terperinci

TELUR ASIN 1. PENDAHULUAN

TELUR ASIN 1. PENDAHULUAN TELUR ASIN 1. PENDAHULUAN Telur adalah salah satu sumber protein hewani yang memilik rasa yang lezat, mudah dicerna, dan bergizi tinggi. Selain itu telur mudah diperoleh dan harganya murah. Telur dapat

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam kadar protein kecap manis air kelapa menunjukkan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam kadar protein kecap manis air kelapa menunjukkan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. L Kadar Protein Hasil sidik ragam kadar protein kecap manis air kelapa menunjukkan bahwa penambahan gula aren dengan formulasi yang berbeda dalam pembuatan kecap manis air kelapa

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENELITIAN PENDAHULUAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui kadar proksimat dari umbi talas yang belum mengalami perlakuan. Pada penelitian ini talas yang digunakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Rendemen merupakan suatu parameter yang penting untuk mengetahui nilai

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Rendemen merupakan suatu parameter yang penting untuk mengetahui nilai BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tepung Tulang Ikan Tuna 4.1.1 Rendemen Rendemen merupakan suatu parameter yang penting untuk mengetahui nilai ekonomis dan efektivitas suatu produk atau bahan. Perhitungan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Buah Kurma Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah kurma dalam bentuk yang telah dikeringkan dengan kadar air sebesar 9.52%. Buah kurma yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel)

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel) HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel) Minyak nabati (CPO) yang digunakan pada penelitian ini adalah minyak nabati dengan kandungan FFA rendah yaitu sekitar 1 %. Hal ini diketahui

Lebih terperinci

5.1 Total Bakteri Probiotik

5.1 Total Bakteri Probiotik V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Total Bakteri Probiotik Berdasarkan hasil pengamatan (Lampiran 3) menunjukkan bahwa perlakuan penambahan bakteri L. acidophilus pada perbandingan tepung bonggol pisang batu

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Morfologi dan Rendemen Tubuh Cangkang Kijing Lokal (Pilsbryoconcha sp.)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Morfologi dan Rendemen Tubuh Cangkang Kijing Lokal (Pilsbryoconcha sp.) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Morfologi dan Rendemen Tubuh Cangkang Kijing Lokal (Pilsbryoconcha sp.) Cangkang kijing lokal yang diperoleh dari danau Teratai yang terdapat di Kec. Mananggu Kab. Boalemo

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Perlakuan Terhadap Sifat Fisik Buah Pala Di Indonesia buah pala pada umumnya diolah menjadi manisan dan minyak pala. Dalam perkembangannya, penanganan pascapanen diarahkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Satu

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Satu HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Tahap Satu Penentuan Formula Pembuatan Sabun Transparan Penelitian tahap satu merupakan tahap pemilihan formula pembuatan sabun trasnparan. Hasil penelitian tahap satu ini

Lebih terperinci

Respon Vinir Mahoni Terhadap Perekat TUF Dari Ekstrak Serbuk Gergajian Kayu Merbau (Intsia Sp.)

Respon Vinir Mahoni Terhadap Perekat TUF Dari Ekstrak Serbuk Gergajian Kayu Merbau (Intsia Sp.) 1 Respon Vinir Mahoni Terhadap Perekat TUF Dari Ekstrak Serbuk Gergajian Kayu Merbau (Intsia Sp.) Kartika Tanamal Program Studi Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Pakuan Jalan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Cabai Merah (Capsicum annuum L.) Karakteristik awal cabai merah (Capsicum annuum L.) diketahui dengan melakukan analisis proksimat, yaitu kadar air, kadar vitamin

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Susut Bobot Susut bobot merupakan salah satu faktor yang mengindikasikan penurunan mutu buah. Muchtadi (1992) mengemukakan bahwa kehilangan bobot pada buah-buahan yang disimpan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 22 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komposisi Proksimat Komposisi rumput laut Padina australis yang diuji meliputi kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, dan kadar abu tidak larut asam dilakukan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi Bahan Baku Karet Crepe

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi Bahan Baku Karet Crepe IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakterisasi Bahan Baku 4.1.2 Karet Crepe Lateks kebun yang digunakan berasal dari kebun percobaan Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Ciomas-Bogor. Lateks kebun merupakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Ikan tongkol (Euthynnus affinis) segar diperoleh dari TPI (Tempat Pelelangan Ikan) kota Gorontalo. Bahan bakar yang digunakan dalam pengasapan ikan adalah batok sabut kelapa

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. KETAHANAN TARIK DAN KETAHANAN SOBEK KERTAS SENI Hasil penelitian tentang kertas yang terbuat dari bulu ayam dan kulit jagung diperoleh data hasil pengujian ketahanan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Nugget Ayam Bahan pangan sumber protein hewani berupa daging ayam mudah diolah, dicerna dan mempunyai citarasa yang enak sehingga disukai banyak orang. Daging ayam juga merupakan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Hasil analisis sifat fisik susu kambing segar. 9,70±0,10 8,37 10,45 3) Minimal 8,0

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Hasil analisis sifat fisik susu kambing segar. 9,70±0,10 8,37 10,45 3) Minimal 8,0 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENELITIAN PENDAHULUAN 1. Karakterisasi sifat fisik, kimia, dan mikrobiologi susu kambing segar Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui sifat fisik, kimia, dan mikrobiologi

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pragel pati singkong yang dibuat menghasilkan serbuk agak kasar

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pragel pati singkong yang dibuat menghasilkan serbuk agak kasar BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Pembuatan Pragel Pati Singkong Pragel pati singkong yang dibuat menghasilkan serbuk agak kasar berwarna putih. Rendemen pati yang dihasilkan adalah sebesar 90,0%.

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae,

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae, I PENDAHULUAN Bab ini akan membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KARAKTERISASI MINYAK Sabun merupakan hasil reaksi penyabunan antara asam lemak dan NaOH. Asam lemak yang digunakan untuk membuat sabun transparan berasal dari tiga jenis minyak,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Perubahan Ion Leakage Ion merupakan muatan larutan baik berupa atom maupun molekul dan dengan reaksi transfer elektron sesuai dengan bilangan oksidasinya menghasilkan ion.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 17 IV HSIL N PMHSN 4.1 Pengamatan Secara Visual Pengamatan terhadap damar mata kucing dilakukan secara visual. Mutu damar mata kucing yang semakin tinggi umumnya memiliki warna yang semakin kuning bening

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2)

I PENDAHULUAN. Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2) I PENDAHULUAN Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALISIS BAHAN MAKANAN ANALISIS KADAR ABU ABU TOTAL DAN ABU TIDAK LARUT ASAM

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALISIS BAHAN MAKANAN ANALISIS KADAR ABU ABU TOTAL DAN ABU TIDAK LARUT ASAM LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALISIS BAHAN MAKANAN ANALISIS KADAR ABU ABU TOTAL DAN ABU TIDAK LARUT ASAM Kelompok 10 Delis Saniatil H 31113062 Herlin Marlina 31113072 Ria Hardianti 31113096 Farmasi 4B PRODI

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Mutu Organoleptik Biskuit Selama Penyimpanan Uji kesukaan dan mutu hedonik merupakan salah satu cara untuk uji sensori suatu produk. Uji kesukaan dan mutu hedonik dilakukan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap. Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap. Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan melakukan preparasi ikan. Selanjutnya diberi perlakuan penggaraman

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. I. Definisi

PEMBAHASAN. I. Definisi PEMBAHASAN I. Definisi Gel menurut Farmakope Indonesia Edisi IV (1995), merupakan sistem semi padat, terdiri dari suspensi yang dibuat dari partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar,

Lebih terperinci

atsiri dengan nilai indeks bias yang kecil. Selain itu, semakin tinggi kadar patchouli alcohol maka semakin tinggi pula indeks bias yang dihasilkan.

atsiri dengan nilai indeks bias yang kecil. Selain itu, semakin tinggi kadar patchouli alcohol maka semakin tinggi pula indeks bias yang dihasilkan. 1. Warna Sesuai dengan SNI 06-2385-2006, minyak atsiri berwarna kuning muda hingga coklat kemerahan, namun setelah dilakukan penyimpanan minyak berubah warna menjadi kuning tua hingga coklat muda. Guenther

Lebih terperinci

Pemakaian Pelumas. Rekomendasi penggunaan pelumas hingga kilometer. Peningkatan rekomendasi pemakaian pelumas hingga

Pemakaian Pelumas. Rekomendasi penggunaan pelumas hingga kilometer. Peningkatan rekomendasi pemakaian pelumas hingga Pemakaian Pelumas Rekomendasi penggunaan pelumas hingga 2.500 kilometer. Peningkatan rekomendasi pemakaian pelumas hingga 15 ribu kilometer. Pelumas : campuran base oil (bahan dasar pelumas) p ( p ) dan

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis IV. HASIL DA PEMBAHASA A. Penelitian Pendahuluan 1. Analisis Karakteristik Bahan Baku Kompos Nilai C/N bahan organik merupakan faktor yang penting dalam pengomposan. Aktivitas mikroorganisme dipertinggi

Lebih terperinci

rv. HASIL DAN PEMBAHASAN

rv. HASIL DAN PEMBAHASAN rv. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kadar Air Rata-rata kadar air kukis sagu MOCAL dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Hasil uji lanjut DNMRT terhadap kadar air kukis (%) SMO (Tepung sagu 100%, MOCAL 0%) 0,331"

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Sosis Sapi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Sosis Sapi HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Fisik Sosis Sapi Nilai ph Sosis Sapi Substrat antimikroba yang diambil dari bakteri asam laktat dapat menghasilkan senyawa amonia, hidrogen peroksida, asam organik (Jack

Lebih terperinci

Tekstur biasanya digunakan untuk menilai kualitas baik tidaknya produk cookies.

Tekstur biasanya digunakan untuk menilai kualitas baik tidaknya produk cookies. Force (Gf) V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.2 Tekstur Tekstur merupakan parameter yang sangat penting pada produk cookies. Tekstur biasanya digunakan untuk menilai kualitas baik tidaknya produk cookies. Tekstur

Lebih terperinci

11/10/2017. Telur. Titis Sari Kusuma. Ilmu Bahan Makanan-Telur MACAM TELUR

11/10/2017. Telur. Titis Sari Kusuma. Ilmu Bahan Makanan-Telur MACAM TELUR Telur Titis Sari Kusuma 1 MACAM TELUR 2 1 TELUR Nilai gizi telur sangat lengkap, sumber protein yang baik, kadarnya sekitar 14%, >> tiap butir telur akan diperoleh sekitar 8 gram protein. Kandungan asam

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Jelly drink rosela-sirsak dibuat dari beberapa bahan, yaitu ekstrak rosela, ekstrak sirsak, gula pasir, karagenan, dan air. Tekstur yang diinginkan pada jelly drink adalah mantap

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK METIL ESTER SULFONAT (MES) Pada penelitian ini surfaktan MES yang dihasilkan berfungsi sebagai bahan aktif untuk pembuatan deterjen cair. MES yang dihasilkan merupakan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Bahan Baku Ibuprofen

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Bahan Baku Ibuprofen BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan bahan baku dilakukan untuk menjamin kualitas bahan yang digunakan dalam penelitian ini. Tabel 4.1 dan 4.2 menunjukkan hasil pemeriksaan bahan baku. Pemeriksaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mulut tersusun dari beberapa komponen jaringan, yang merupakan pintu masuk utama mikroorganisme atau bakteri. Daerah di dalam mulut yang rentan terhadap serangan bakteri

Lebih terperinci

4. PEMBAHASAN 4.1. Penelitian Pendahuluan Penentuan Konsentrasi Mikroenkapsulan

4. PEMBAHASAN 4.1. Penelitian Pendahuluan Penentuan Konsentrasi Mikroenkapsulan 4. PEMBAHASAN Pada penelitian ini, dilakukan pembuatan minuman serbuk instan campuran sari buah jambu biji merah dan wortel dengan menggunakan alat pengering semprot/ spary dryer. Komponen-komponen nutrisi

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. kesehatan. Nutrisi dalam black mulberry meliputi protein, karbohidrat serta

I PENDAHULUAN. kesehatan. Nutrisi dalam black mulberry meliputi protein, karbohidrat serta I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi masalah, (3) Maksud dan tujuan penelitian, (4) Manfaat penelitian, (5) Kerangka pemikiran, dan (6) Hipotesis. 1.1 Latar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang mengandung karbohidrat dan sumber kalori yang cukup tinggi, sumber vitamin (A, C,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Evaluasi kestabilan formula krim antifungi ekstrak etanol rimpang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Evaluasi kestabilan formula krim antifungi ekstrak etanol rimpang BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Evaluasi kestabilan formula krim antifungi ekstrak etanol rimpang lengkuas (Alpinia galanga L.) memberikan hasil sebagai berikut : Tabel 2 :

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 14 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan glukosamin hidroklorida (GlcN HCl) pada penelitian ini dilakukan melalui proses hidrolisis pada autoklaf bertekanan 1 atm. Berbeda dengan proses hidrolisis glukosamin

Lebih terperinci

PENGAMBILAN PEKTIN DARI AMPAS WORTEL DENGAN EKSTRAKSI MENGGUNAKAN PELARUT HCl ENCER

PENGAMBILAN PEKTIN DARI AMPAS WORTEL DENGAN EKSTRAKSI MENGGUNAKAN PELARUT HCl ENCER PENGAMBILAN PEKTIN DARI AMPAS WORTEL DENGAN EKSTRAKSI MENGGUNAKAN PELARUT HCl ENCER Haryono, Dyah Setyo Pertiwi, Dian Indra Susanto dan Dian Ismawaty Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri,

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Tepung Tulang Ikan Rendemen tepung tulang ikan yang dihasilkan sebesar 8,85% dari tulang ikan. Tepung tulang ikan patin (Pangasius hypopthalmus) yang dihasilkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN JENIS BAHAN PENGENTAL

HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN JENIS BAHAN PENGENTAL IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN JENIS BAHAN PENGENTAL Pada awal penelitian ini, telah diuji coba beberapa jenis bahan pengental yang biasa digunakan dalam makanan untuk diaplikasikan ke dalam pembuatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bakso adalah jenis makanan yang dibuat dari bahan pokok daging dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bakso adalah jenis makanan yang dibuat dari bahan pokok daging dengan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Bakso Bakso adalah jenis makanan yang dibuat dari bahan pokok daging dengan penambahan bumbu-bumbu dan bahan kimia lain sehingga dihasilkan produk yang strukturnya kompak atau

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Bubur kacang hijau Bubur kacang hijau adalah jenis makanan yang dibuat dari bahan pokok kacang hijau dengan perebusan, penambahan bumbu-bumbu dan bahan kimia lain sehingga didapatkan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. PENELITIAN PENDAHULUAN Penelitian pendahuluan diawali dengan melakukan uji terhadap buah salak segar Padangsidimpuan. Buah disortir untuk memperoleh buah dengan kualitas paling

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dantujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis dan (7)

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Fisik Gelatin Pengujian fisik gelatin meliputi rendemen, kekuatan gel dan viskositas. Pengujian fisik bertujuan untuk mengetahui nilai dari rendemen, kekuatan

Lebih terperinci

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG V. HASIL DAN PEMBAHASAN.1 Analisis Kimia.1.1 Kadar Air Hasil analisis regresi dan korelasi (Lampiran 3) menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang sangat erat antara jumlah dekstrin yang ditambahkan pada

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan yang digunakan Kerupuk Udang. Pengujian ini adalah bertujuan untuk mengetahui kadar air dan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu

Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu 1. Bentuk Granula Suspensi pati, untuk pengamatan dibawah mikroskop polarisasi cahaya, disiapkan dengan mencampur butir pati dengan air destilasi, kemudian

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Bentonit diperoleh dari bentonit alam komersiil. Aktivasi bentonit kimia. Aktivasi secara kimia dilakukan dengan merendam bentonit dengan menggunakan larutan HCl 0,5 M yang bertujuan

Lebih terperinci

BAB IV BAHAN AIR UNTUK CAMPURAN BETON

BAB IV BAHAN AIR UNTUK CAMPURAN BETON BAB IV BAHAN AIR UNTUK CAMPURAN BETON Air merupakan salah satu bahan pokok dalam proses pembuatan beton, peranan air sebagai bahan untuk membuat beton dapat menentukan mutu campuran beton. 4.1 Persyaratan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi Proksimat Fillet Gurami Komponen penting dari komposisi kimia ikan adalah protein dan lemak. Ikan gurami mengandung 75-80% protein dan 6-9% lemak (basis kering) (Tabel 3).

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Pengamatan dan Hasil Ekstrak Daun Binahong (Anredera cordifolia

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Pengamatan dan Hasil Ekstrak Daun Binahong (Anredera cordifolia BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Hasil Pengamatan dan Hasil Ekstrak Daun Binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steen). Daun binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steen) sebelum

Lebih terperinci

PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Kombinasi Protein Koro Benguk dan Karagenan Terhadap Karakteristik Mekanik (Kuat Tarik dan Pemanjangan)

PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Kombinasi Protein Koro Benguk dan Karagenan Terhadap Karakteristik Mekanik (Kuat Tarik dan Pemanjangan) 4. PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Kombinasi Protein Koro Benguk dan Karagenan Terhadap Karakteristik Mekanik (Kuat Tarik dan Pemanjangan) Karakteristik mekanik yang dimaksud adalah kuat tarik dan pemanjangan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Daya Rekat Telur Ikan Komet Daya rekat merupakan suatu lapisan pada permukaan telur yang merupakan bagian dari zona radiata luar yang mengandung polisakarida dan sebagian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2)

I. PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) I. PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Pengaruh Variabel Terhadap Warna Minyak Biji Nyamplung Tabel 9. Tabel hasil analisa warna minyak biji nyamplung Variabel Suhu (C o ) Warna 1 60 Hijau gelap 2 60 Hijau gelap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia memiliki hasil perkebunan yang cukup banyak, salah satunya hasil perkebunan ubi kayu yang mencapai 26.421.770 ton/tahun (BPS, 2014). Pemanfaatan

Lebih terperinci

REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK

REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK TUJUAN : Mempelajari proses saponifikasi suatu lemak dengan menggunakan kalium hidroksida dan natrium hidroksida Mempelajari perbedaan sifat sabun dan detergen A. Pre-lab

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Hasil determinasi Citrus aurantifolia (Christm. & Panzer) swingle fructus menunjukan bahwa buah tersebut merupakan jeruk nipis bangsa Rutales, suku Rutaceae, marga Citrus,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan, mulai dari teh, kopi, karet, kakao, kelapa, rempah-rempah

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan, mulai dari teh, kopi, karet, kakao, kelapa, rempah-rempah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia mempunyai sumber daya perkebunan yang berpotensi untuk dikembangkan, mulai dari teh, kopi, karet, kakao, kelapa, rempah-rempah sampai dengan produk pertanian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertambahan penduduk, perkembangan ekonomi, perubahan gaya hidup serta kesadaran

BAB I PENDAHULUAN. pertambahan penduduk, perkembangan ekonomi, perubahan gaya hidup serta kesadaran BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan masyarakat terhadap pangan asal hewan terus meningkat sejalan dengan pertambahan penduduk, perkembangan ekonomi, perubahan gaya hidup serta kesadaran masyarakat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I. PENDAHULUAN Bab ini akan membahas mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Pengasapan Ikan. Pengasapan adalah salah satu teknik dehidrasi (pengeringan) yang dilakukan

II. TINJAUAN PUSTAKA Pengasapan Ikan. Pengasapan adalah salah satu teknik dehidrasi (pengeringan) yang dilakukan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengasapan Ikan Pengasapan adalah salah satu teknik dehidrasi (pengeringan) yang dilakukan untuk mempertahankan daya awet ikan dengan mempergunakan bahan bakar kayu sebagai penghasil

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka

I PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesa, dan (7) Waktu

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Limbah Sayuran Menurut Peraturan Pemerintah No. 18/1999 Jo PP 85/1999, limbah didefinisikan sebagai buangan dari suatu usaha atau kegiatan manusia. Salah satu limbah yang banyak

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tulang adalah subtansi hidup yang dapat diperbaharui yang memiliki

TINJAUAN PUSTAKA. Tulang adalah subtansi hidup yang dapat diperbaharui yang memiliki II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tulang Tulang adalah subtansi hidup yang dapat diperbaharui yang memiliki pembuluh darah, limpa dan syaraf. Tulang terdiri atas bagian tulang yang kompak atau padat dan bagian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Data Ekstrak Buah Tomat (Solanum lycopersicum L.) Ekstark buah tomat memiliki organoleptis dengan warna kuning kecoklatan, bau khas tomat, rasa manis agak asam, dan bentuk

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan yang digunakan dalam penelitian kali ini terdiri dari bahan utama yaitu biji kesambi yang diperoleh dari bantuan Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Karakteristik menir segar Karakteristik. pengujian 10,57 0,62 0,60 8,11 80,20 0,50 11,42 18,68.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Karakteristik menir segar Karakteristik. pengujian 10,57 0,62 0,60 8,11 80,20 0,50 11,42 18,68. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK MENIR SEGAR Pengujian karakteristik dilakukan untuk mengetahui apakah bahan baku yang nantinya akan digunakan sebagai bahan pengolahan tepung menir pragelatinisasi

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Mikroemulsi merupakan emulsi yang stabil secara termodinamika dengan ukuran globul pada rentang 10 nm 200 nm (Prince, 1977). Mikroemulsi dapat dibedakan dari emulsi biasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Singkong atau ubi kayu merupakan tanaman umbi umbian yang dikenal luas di masyarakat Indonesia. Pada tahun 2013 produksi singkong di Indonesia mencapai 23 juta ton

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Buah-buahan tidak selalu dikonsumsi dalam bentuk segar, tetapi sebagian

PENDAHULUAN. Buah-buahan tidak selalu dikonsumsi dalam bentuk segar, tetapi sebagian PENDAHULUAN Latar Belakang Buah-buahan tidak selalu dikonsumsi dalam bentuk segar, tetapi sebagian besar diolah menjadi berbagai bentuk dan jenis makanan. Pengolahan buahbuahan bertujuan selain untuk memperpanjang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan bahan yang sangat penting dalam kehidupan manusia dan fungsinya tidak pernah digantikan oleh senyawa lain. Sebuah molekul air terdiri dari sebuah atom

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan banyak tumbuh di Indonesia, diantaranya di Pulau Jawa, Madura, Sulawesi,

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan banyak tumbuh di Indonesia, diantaranya di Pulau Jawa, Madura, Sulawesi, II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Ubi Kayu Ubi kayu yang sering pula disebut singkong atau ketela pohon merupakan salah satu tanaman penghasil bahan makanan pokok di Indonesia. Tanaman ini tersebar

Lebih terperinci

SMP kelas 9 - FISIKA BAB 11. KLASIFIKASI BENDALATIHAN SOAL BAB 11

SMP kelas 9 - FISIKA BAB 11. KLASIFIKASI BENDALATIHAN SOAL BAB 11 1. Perhatikan sifat-sifat zat berikut 1. Susunan partikel sangat teratur 2. Volume tetap 3. Bentuk berubah sesuai wadahnya 4. Jarak antar partikelnya sangat berjauhan 5. Partikel sulit meninggalkan kelompok

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KARAKTERISASI LIMBAH MINYAK Sebelum ditambahkan demulsifier ke dalam larutan sampel bahan baku, terlebih dulu dibuat blanko dari sampel yang diujikan (oli bekas dan minyak

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Uji Pembedaan Segitiga Ikan Teri (Stolephorus sp.) Kering

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Uji Pembedaan Segitiga Ikan Teri (Stolephorus sp.) Kering BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Uji Pembedaan Segitiga Ikan Teri (Stolephorus sp.) Kering Uji pembedaan segitiga dilakukan untuk melihat perbedaan ikan teri hasil perlakuan dengan ikan teri komersial.

Lebih terperinci

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara pada waktu pengadukan 4 jam dan suhu reaksi 65 C yaitu berturut turut sebesar 9; 8,7; 8,2. Dari gambar 4.3 tersebut dapat dilihat adanya pengaruh waktu pengadukan terhadap ph sabun. Dengan semakin bertambahnya

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengembangan bahan baru yang berasal dari sumber berbasis alam telah menjadi sebuah kebutuhan. Salah satu sumber bahan alam yang cukup potensial adalah tanin. Tanin merupakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Selatan. Buah naga sudah banyak di budidayakan di Negara Asia, salah satunya di

II. TINJAUAN PUSTAKA. Selatan. Buah naga sudah banyak di budidayakan di Negara Asia, salah satunya di 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Buah Naga Buah naga atau dragon fruit merupakan buah yang termasuk kedalam kelompok tanaman kaktus. Buah naga berasal dari Negara Mexico, Amerika Tengah dan Amerika Selatan.

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. mempunyai nilai ekonomi tinggi sehingga pohon ini sering disebut pohon

I PENDAHULUAN. mempunyai nilai ekonomi tinggi sehingga pohon ini sering disebut pohon I PENDAHULUAN Tanaman kelapa merupakan tanaman serbaguna atau tanaman yang mempunyai nilai ekonomi tinggi sehingga pohon ini sering disebut pohon kehidupan (tree of life) karena hampir seluruh bagian dari

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab 10 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Limbah Organik Cair Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab pencemaran berupa zat atau bahan yang dianggap tidak memiliki manfaat bagi masyarakat.

Lebih terperinci

TINGKATAN KUALISTAS KITOSAN HASIL MODIFIKASI PROSES PRODUKSI. Abstrak

TINGKATAN KUALISTAS KITOSAN HASIL MODIFIKASI PROSES PRODUKSI. Abstrak TINGKATAN KUALISTAS KITOSAN HASIL MODIFIKASI PROSES PRODUKSI Pipih suptijah* ) Abstrak Kitosan adalah turunan dari kitin yang merupakan polimer alam terdapat pada karapas/ limbah udang sekitar 10 % - 25%.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Susu. 2.2 Kasein

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Susu. 2.2 Kasein II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Susu Susu yang biasa dikenal didefinisikan sebagai air susu ambing hewan sehat yang tidak dikurangi atau ditambahi suatu apapun. Susu diperoleh dari hasil sekresi normal kelenjar

Lebih terperinci